rina juwita
DESCRIPTION
fgdfgTRANSCRIPT
PEMERINTAH KABUPATEN AGAM
DINAS KESEHATANPuskesmas LubukBasung
Jl. Rasuna Said no. 1 LubukBasung
KEPUTUSANKEPALA PUSKESMAS LUBUK BASUNG
NOMOR: …../ PUSK-LBS/ ...... / 2016
TENTANGHAK DAN KEWAJIBAN PASIEN
KEPALA PUSKESMAS LUBUK BASUNG
Menimbang : a
Mengingat : 1.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS LUBUK BASUNG TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN.
Kesatu :Kedua :
Ditetapkan di : LubukBasungPadatanggal ….. (bulan) (tahun)KEPALA PUSKESMAS LUBUK BASUNG
Dr. Hj NURMALIS, M.KesNIP.
MAKALAH
KEHAMILAN DENGAN HIPERTENSIakalah
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit hipertensi merupakan penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas
maternal dan janin atau neonatus. Penyakit hipertensi dalam kehamilanmerupakan
kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kahamilan atau timbul dalam kehamilan atau
pada permulaan nifas. Penyakit ini sering dijumpai dan masih merupakan salah satu
kematian ibu. Di U.S.A misalnya 1/3 dari kematian ibu disebabkan penyakit ini.
Laporan tiga tahunan mengenai kematian ibu di Inggris pada tahun 1997-1999 ( Lewis
& Drife 2001 ) mengidentifikasi bahwa gangguan hipertensi pada kehamilan
merupakan penyebab tersering kedua kematian maternal dengan 5,2 kematian per satu
juta ibu yang menderita pre-eklamsi dan 2,4 per satu juta ibu yang menderita eklamsi.
Hipertensi merupakan penyakit medis yang paling sering terjadi pada kehamilan, terjadi
pada kira-kira 10% dari seluruh kehamilan. Observasi yang cermat terhadap kondisi ini
mengidentifikasi bahwa insiden penyakit hipertensi bervariasi sesuai dengan lokasi
geografis dan ras.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Apa definisi dan klasifikasi hipertensi dalam kehamilan?
b. Bagaimana etiologi hipertensi dalam kehamilan?
c. Bagaimana perubahan patologis hipertensi dalam kehamilan?
d. Bagaimana peran bidan terhadap hipertensi dalam kehamilan?
e. Bagaimana asuhan dan penatalaksanaan hipertensi dalam kehamilan?
1.3 TUJUAN
a. Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi hipertensi dalm kehamilan
b. Untuk mengetahui etiologi hipertensi dalam kehamilan
c. Untuk mengetahui perubahan patologis hipertensi dalam kehamilan
d. Untuk mengetahui peran bidan terhadap hipertensi dalam kehamilan
e. Untuk mengetahui asuhan dan penatalaksanaan hipertensi dalam kehamilan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI
DEFINISI
Hipertensi dalam Kehamilan adalah penyebab kematian utama ketiga pada ibu
hamil setelah perdarahan dan infeksi.
a. Hipertensi kronis : hipertensi yang diketahui terjadi sebelum kehamilan atau
peningkatan tekanan darah > 140/90 mmhg sebelum usia gestasi 20 minggu,
dan berlanjut hingga 6 minggu setelah melahirkan.
b. Hipertensi gestasional : hopertensi yang terjadi tanpa tanda lain pre-eklamsi.
Didiagnosis jika setalah beristirahat, tekanan darah ibu meningkat >140/90
mmhg pada sedikitnya dua kali pemeriksaan,tidak lebih dari satu minggu
setelah minggu ke-20 kehamilan pada wanita yang diketahui normotensif.
Hipertensi yang didiagnosis untuk pertama kalinya pada kehamilan dan tidak
membaik pada masa pascapartum juga diklasifikasikan hipertensi gestasional.
c. Pre-eklamsi : merupakan hipertensi yang didiagnosis berdasarkan
proteinuria,jika proteinuria >1+ pada pemeriksaan dipstik atau >0,3 g/L protein
dalam spesimen urine tangkapan bersih yang diperiksa secara acak atau eksresi
0,3 g protein / 24 jam. Jika tidak terdapat proteinuria, dicurigai preeklamsia jika
hipertensi disertai dengan gejala seperti sakit kepala, penglihatan kabur,nyeri
abdomen atau epigastrik, atau perubahan biokimia, terutama jumlah trombosit
yang rendah dan kadar enzim hati yang tidak normal (mis. Alanin
aminotransferase (ALT) aspartat aminotransferase (AST), dan gamma glutamil
transpeptidase (GGT) ). Tanda-tanda dan gejala tersebut yang disertai tekanan
darah sisitolik >160 mmhg atau diastolik > 110 mmhg dan proteinuria 2+ atau
3+ dengan dipstik menunjukkan bentuk penyakit yang lebih berat.
d. Eklamsia : didefinisikan sebagai awitan baru konvulsi selama kehamilan atau
pascapartum,yang tidak berkaitan dengan kondisi patologis serebral yang terjadi
pada ibu yang menderita pre-eklamsi.
e. Pre-eklamsi yang terjadi pada hipertensi kronis : hal ini dapat terjadi pada ibu
yang mengalami hipertensi sejak sebelum kehamilan (<20 minggu) yang
menderita :
Proteinuria baru (>0,3 g/24 jam)
Peningkatan tiba-tiba hipertensi yang sudah ada sebelumnya dan
proteinuria
Trombositopenia
Enzim hati abnormal
KLASIFIKASI
Secara internasional kejadian hipertensi terjadi dalam kehamilan dapat diperkirakan
sebagai berikut :
a. Primigavida sekitar 7-12 %. Makin meningkat pada :
Hamil ganda
Hidramnion atau hamil dengan DM
Kehamilan mola hidatidosa
b. Pada kehamilan multigravida 5 ½ - 8%
Pembagian HDK yang dianut oleh FIGO adalah sebagai berikut :
a. Hipertensi dalam kehamilan sebagai komplikasi kehamilan (pre-eklamsia
ringan dan berat,eklamsia)
b. Hipertensi dalam kehamilan yang terjadi pada hipertensi kronis atau
preeklamsi/eklamsia
c. Hipertensi sementara (coincidental hypertention)
Nama lain yang dipakai adalah gestosis EHP (edema,hipertensi,proteinuria).
Gestation berarti kehamilan, osis berarti abnormal atau gangguan. Gestosis
berarti gangguan kehamilan dengan gejala edema,hipertensi dan proteinuria.
Gestosis EHP dapat terjadi pada antepartum,intrapartum dan pascapartum.
Berdasarkan gestosis EHP didapatkan gambaran klinis sebagai berikut :
a. Monosimtom gestosis EHP, hanya dijumpai salah satu dari gejala
edema,hipertensi atau proteinuria
b. Multisimtom gestosis EHP, dijumpai lebih dari satu gejala klinis
c. Gambaran klinis preeklamsia ringan:
Tekanan darah absolut 140/90 mmhg atau kenaikan sistolik 30
mmhg dan diastolik 15 mmhg
Edema ringan dengan peningkatan BB 1kg/minggu
Proteinuria diatas 0,3g/ 24 jam atau positif 1-2
d. Gambaran klinis preeklamsia berat, bila salah satu dari gejala berikut
dijumpai :
Tekanan darah 160/110 mmhg
Edema umum dan paru disertai sesak dan sianosis
Proteinuria diatas 5 g/24 jam atau plus 4-5
Oliguria, urin kurang dari 500cc / 24 jam
e. Eklamsia iminen adalah gejala preeklamsia berat yang disertai gejala
obyektif (hiperfleksi – eksitasi motorik, sianosis, dan sesak nafas) dan
gejala subyektif (gangguan visus, nyeri kepala nyeri epigastrium).
f. Eklamsia adalah adanya gejala preeklamsia berat disertai dengan
kejang dan diikuti dengan koma.
2.2 ETIOLOGI
Teori yang dianggap dapat menjelaskan etiologi dan patofisiologi PE harus dapat
menjelaskan kenyataan bahwa HDK seringkali terjadi pada :
1. Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya ( pada nulipara )
2. Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah ( pada kehamilan
kembar atau mola )
3. Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan.
4. Penderita dengan predisposisi genetik Hipertensi .
Menurut Sibai (2003), faktor-faktor yang berpotensi sebagai etiologi :
1. Invasi trofoblastik abnormal kedalam vasa uterina.
2. Intoleransi imonologi antara maternal dengan jaringan feto-maternal .
3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamasi selama
kehamilan.
4. Defisiensi bahan makanan tertentu ( nutrisi ).
5. Pengaruh genetik.
1. INVASI TROFOBLAST ABNORMAL
Implantasi plasenta yang normal
Terlihat proliferasi trofoblas ekstravillous membentuk kolom sel didekat “anchoring
villous”
Trofoblas ekstravilous melakukan invasi desidua dan kearah bawah kedalam arteri
spiralis.
Akibatnya, terjadi penggantian endotel dan dinding otot dari pembuluh darah serta
pembesaran dari pembuluh darah
Pada proses implantasi normal : arteri spiralis mengalami “remodeling” secara ekstensif
akibat invasi oleh trofoblast endovaskular (gambar atas)
Pada PE : invasi trofoblastik berlangsung secara tak sempurna. Pembuluh darah desidua (
bukan pembuluh darah miometrium ) terbungkus dengan trofoblas endovaskular.
Besarnya gangguan invasi trofoblas pada arteri spiralis berhubungan dengan beratnya HT
yang terjadi.
Perubahan dini pada PE :
Kerusakan endothelium.
Insudasi bahan dalam plasma kedalam dinding pembuluh darah.
Proliferasi sel miointima dan nekrosis bagian medial.
Terdapat akumulasi lipid pada sel miointima dan makrofag, sel yang mengandung
lipid tersebut disebut artherosis (gambar bawah)
Obstruksi lumen arteri spiralis akibat artherosis menyebabkan terganggunya aliran darah.
Redman dan Sargent (2003) : gangguan perfusi plasenta akibat artherosis arteri spiralis
adalah awal kejadian sindroma PE.
2. FAKTOR IMUNOLOGI
Terdapat sejumlah bukti yang menyatakan bahwa PE adalah penyakit dengan mediasi
imunologi. Resiko PE meningkat pada keadaan dimana pembentukan “blocking
antibody” terhadap “placental site” terganggu.
Dekker dan Sibai (1998) meneliti peranan maladaptasi imunologis dalam patofisiologi
PE. Dimulai sejak trimester kedua, pasien yang akan menderita PE mempunyai helper T
cell (Th1) yang rendah dibandingkan mereka yang tidak akan menderita PE.
Ketidak seimbangan Th1/Th2 ( Th2 yang lebih dominan) tersebut dipengaruhi oleh
adenosin. Yoneyama dkk (2002) kadar adenosin pada penderita PE lebih besar
dibandingkan yang normotensif. Helper cell T lympocyte menghasilkan cytokine spesifik
yang memudahkan implantasi dan disfungsi dari helper cell lymphocyte dan keadaan ini
akan menyebabkan terjadinya PE. Pada penderita dengan antibodi anticardiolipin, lebih
sering terjadi kelainan plasenta dan PE.
3. VASKULOPATI dan INFLAMASI
Melalui berbagai macam cara, perubahan inflamasi merupakan kelanjutan dari
perubahan yang terjadi plasenta. Sebagai respon terhadap faktor plasenta yang
dilepaskan akibat adanya reaksi iskemik terjadi sebuah rangkaian proses..
Pada desidua terdapat banyak sel yang bila diaktivasi akan mengeluarkan bahan –
bahan tertentu yang dapat merusak sel endotel. Disfungsi sel endotel berhubungan
dengan PE melalui proses adaptasi inflamasi intravaskular.
PE dianggap sebagai keadaan ekstrem dari aktivasi leukosit dalam sirkulasi maternal.
Manten dkk (2005) : Cytokine ( tumor necrosis factor α ) dan interleukin berperan
sebagai stressor oksidatif yang berkaitan dengan PE.
Stresor oksidatif memiliki karakter bagi spesies tertentu dan adanya radikal bebas
penting bagi pembentukan peroksidase lipid yang dapat berlipat ganda dengan
sendirinya (“self propagation”).
Bahan yang bersifat radikal bebas tersebut mempunyai sifat :
Mampu mencederai sel endothel pembuluh darah.
Modikasi produksi nitric oxide.
Mengganggu keseimbangan prostaglandin.
Pengetahuan mengenai peran stresor oksidatif dalam kejadian PE meningkatkan
perhatian pada keuntungan pemberian antioksidan dalam pencegahan PE .
Antioksidan penting antara lain : Vitamin E atau α-tocopherol, Vitamin C dan
Vitamin A β-carotene
4. FAKTOR NUTRISI
Berbagai faktor defiensi nutrisi diperkirakan berperan sebagai penyebab
Eklampsia.
Banyak saran yang diberikan untuk menghindarkan hipertensi misalnya dengan
menghindari konsumsi daging berlebihan, protein, purine, lemak, hidangan siap saji
(snack), dan produk-produk makanan instan lain.
John dkk (2002) : diet buah dan sayur banyak mengandung aktivitas non-oksidan yang
dapat menurunkan tekanan darah.
Zhang dkk (2002) : kejadian PE pada pasien dengan asupan vitamin C harian kurang
dari 85 mg dapat meningkat menjadi 2 kali lipat.
Obesitas adalah faktor resiko yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya PE.
Obesitas pada ibu tidak hamil dapat menyebabkan aktivasi endotel dan respon inflamasi
sistemik yang berhubungan dengan arterosklerosis.
Kadar C-reactive protein (“inlamatory marker”) meningkat pada obesitas yang
seringkali berkaitan dengan PE.
5. FAKTOR GENETIK
Ness Dkk (2003) : predisposisi hipertensi secara herediter sangat berkait dengan
kejadian PE dan E.
Chesley dan Cooper (1986) : menyimpulkan bahwa PE dan E menurun diantara saudara
sekandung perempuan, anak perempuan, cucu perempuan.
2.3 GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Hipertensi. Kenaikan tekanan sistolik dan diastolik 30 mmhg atau 15 mmhg.
Tekanan darah absolute 140/90 atau 160/110 mmhg yang diambil selang 6 jam
dalam keadaan istirahat.
2. Edema, merupakan timbunan cairan tubuh yang tampak atai tidak tampak.
Perhitungan kenaikan BB melebihi ¾ -1 kg/ minggu dianggap patologis. Edema
dijumpai di tibia, wajah atau tangan bahkan seluruh tubuh (anasarka)
3. Proteinuria. Proteinuria menunjukkan komplikasi lanjut HDK dengan kerusakan
ginjal sehingga beberapa bentuk protein lolos dalam urin. Protein dalam urin
normalnya tidak lebih dari 0,3 g/ 24 jam. Proteinuria menunjukan komplikasi
HDK lanjut sehingga memerlukan perhatian khusus.
Kejang. Kejang (Konvulsi) menunjukan kelanjutan komplikasi menjadi
eklamsia yang menyebabkan terjadi AKI tinggi dan dapat diikuti AKP yang
tinggi pula. Kejang menunjukan telah terjadi kemungkinan perdarahan nekrosis
dalam edema.
4. Koma. Kelanjutan kejang pada otak dapat diikuti koma sebagai manifestasi dari
cedera serebrofaskular (stroke) dengan menimbulkan perdarahan nekrosis
sehingga terjadi koma.
PATOGENESIS
Perubahan utama yang terjadi pada HDK adalah VASOSPASME dan AKTIVASI SEL
ENDOTHELIUM
1. VASOSPASME
Konsep vasospame didasarkan pada pengamatan langsung terhadap pembuluh darah
kecil pada kuku, fundus oculi dan konjuntiva.
Konstriksi vaskular menyebabkan peningkatan tahanan perifer dan TD. Pada saat
yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoran interstitisial yang meliputi
bahan dalam darah a.l trombosit, fibrinogen dan deposit subendotelial lain.
Berdasarkan pemeriksaan USG, terlihat adanya perubahan tahanan arterial pada
penderita PE. Penurunan aliran darah akibat gangguan distribusi, iskemia dan
perdarahan jaringan menyebabkan terjadinya serangkaian gejala PE
Fischer dkk (2000) : vasospasme pada penderita PE jauh lebih berat dibandingkan
dengan yang terjadi pada pasien dengan sindroma HELLP.
2. AKTIVASI SEL ENDOTEL
Pada gambar diagram faktor plasenta yang tak dapat di identifikasi dengan jelas
masuk kedalam sirkulasi ibu dan merangsang aktivasi dan disfungsi sel endotel.
Sindroma klinis PE adalah manifestasi umum dari terjadinya perubahan sel endotel
tersebut.
Endotel yang utuh memiliki sifat antikogulan dan dapat menurunkan respon otot polos
terhadap agonis melalui pengeluaran nitric oxide. Sedangkan kerusakan atau aktivasi
sel endotel akan menyebabkan keluarnya bahan-bahan yang merangsang koagulasi
dan meningkatkan sensitivitas terhadap vasopresor.
Perubahan-perubahan lain sebagai akibat proses aktivasi endotel adalah:
1. Perubahanan khas pada morfologi endotel kapiler glomerulus.
2. Peningkatan permeabilitas kapiler.
3. Peningkatan kadar bahan-bahan yang terkait dengan aktivasi tersebut.
Peningkatan repon terhadap bahan “pressor” Dalam keadaan normal, wanita hamil refrakter terhadap pemberian vasopressor.
Pada awal kejadian PE, terdapat peningkatan reaktivitas vaskular terhadap pemberian nor-
epinephrine dan angisotensin II. Prostaglandin
Beberapa prostanoid berperan penting dalam patofisiologi sindroma PE. Secara spesifik,
respon terhadap pressor yang menurun pada kehamilan normal adalah berupa penurunan
respon vaskular yang terjadi melalui sintesa prostaglandin endotelial vaskular.
Pada penderita PE, produksi prostacyclin endotelial [PGI2] lebih rendah dibandingkan
kehamilan normal ; tetapi sekresi thromboxane A2 dari trombosit meningkat. Perbandingan
antara PGI2 : TXA2 yang menurun tersebut akan meningkatkan sensitivitas terhadap
angiostension II sehingga terjadi vasokonstriksi.
Nitric oxide
Vasodilator sangat kuat ini dibentuk dari L-arginine oleh sel endotel. Bila nitric oxide ini
diambil maka timbul gejala-gejala yang menyerupai PE .
Pencegahan sintesa nitric oxide akan menyebabkan :
o Peningkatan nilai MAP-mean arterial pressure.
o Penurunan frekuensi denyut jantung.
o Kepekaan terhadap vasopresor meningkat.
Pada PE, terjadi penurunan synthase nitric oxide endotel sehingga permeabilitas sel
meningkat. Kenaikan kadar Nitric Oxide dalam serum pada penderita PE tersebut adalah
sebuah akibat bukan sebuah sebab.
Endothelin
Endothelin adalah 21–amino acid peptide yang merupakan vasokonstriktor kuat, dan
endothelin-1 (ET-1) adalah isoform primer yang dihasilkan oleh endotel manusia.
Kadar endothelin dalam plasma wanita hamil normal memang meningkat, tetapi pada
penderita PE kadar endothelin jauh lebih meningkat.
Pemberian MgSO4 pada penderita PE terbukti menurunkan kadar ET-1.
2.3 PATOFISIOLOGI
1.SISTEM KARDIOVASKULAR
Gangguan fungsi kardiovaskular yang normal pada PE dan E Peningkatan after-
load jantung akibat HT.
a. Gangguan pre-load jantung akibat akibat terganggunya proses hipervolemia
dalam kehamilan.
b. Aktivasi endotelial dengan akibat ekstravasasi kedalam ruang ekstraseluler
terutama kedalam paru.
Perubahan hemodinamika Perubahan kardiovaskular pada HDK tergantung sejumlah faktor :
Derajat HT
Latar belakang penyakit kronis.
Apakah telah terjadi PE.
Saat kapan pemeriksaan dikerjakan.
Pada PE terjadi penurunan curah jantung dan kenaikan tahanan perifer. Pada
Hipertensi Gestasional, curah jantung tetap tinggi. Pemberian cairan yang berlebihan
pada penderita PE Berat akan menyebabkan tekanan pengisian jantung kiri (
“ventricular filling pressure” ) akan sangat meningkat dan meningkatkan curah
jantung yang normal ke tingkatan diatas normal.
Volume Darah
Pada Eklampsia terjadi peristiwa hemokonsentrasi ; hipervolemia yang lazim dalam
kehamilan normal tidak terjadi atau sangat minimal sehingga penderita eklampsia
disebut sebagai pasien yang berada dalam keadaan “normotensive shock”.
Hemokonsentrasi pada PE dan E terjadi akibat adanya :
Vaskonstriksi generalisata.
Disfungsi endotel dengan meningkatnya permeabilitas vaskular.
Pada PE tergantung pada beratnya penyakit tidak selalu terjadi hemokonsentrasi.
Pada penderita HG umumnya memiliki volume darah yang normal. Penurunan kadar
hematokrit pada penderita dengan hemokosentrasi hebat merupakan pertanda
perbaikan keadaan. Bila tidak terjadi perdarahan, ruang intravaskular penderita PE
dan E biasanya tidak terlalu kosong. Terjadinya vasospasme dan kebocoran plasma
endothel menyebabkan ruang v askular tetap terisi. Perubahan ini menetap
sampai beberapa saat pasca persalinan bersamaan dengan perbaikan endotel.
Vasodilatasi dan peningkatan volume darah menyebabkan penurunan hematokrit.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penderita PE dan E sangat peka terhadap:
1. Pemberian cairan dalam upaya untuk mengembalikan volume darah ke
tingkatan sebelum kehamilan.
2. Perdarahan selama persalinan.
2. DARAH dan PEMBEKUAN DARAH
Trombositopenia yang terjadi dapat mengancam jiwa penderita. Trombositopenia
terjadi oleh karena :
o Aktivasi platelet
o Agregasi platelet
o Konsumsi meningkat
Trombitopenia hebat (bila <>
SINDROMA HELLP
Arti klinik trombositopenia selain gangguan koagulasi adalah juga menggambarkan derajat
proses patologi yang terjadi. Pada umumnya semakin rendah t rombosit semakin tinggi
morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. Pritchard dkk (1976) : mengharapkan adanya
perhatian terhadap kejadian trombositopenia pada penderita PE yang disertai dengan
sejumlah gejala (sindroma HELLP). Sindroma HELLP:
1. Hemolysis
2. Elevated liver enzyme (kenaikan enzym hepar = transaminase )
3. Low Platelets
PE Berat sering disertai dengan hemolisis yang terlihat dari kenaikan kadar serum LDH -
lactate-dehydrogenase dan perubahan gambaran dari darah perifer (schizocytosis,
spherocytosis dan reticulocytosis) Hemolisis terjadi akibat hemolisis mikrosangiopatik yang
diakibatkan oleh kerusakan endotel yang disertai dengan deposisi trombosit dan fibrin.
3. VOLUME HOMEOSTASIS
Perubahan endokrin
Kadar renin , angiostensin II dan aldosteron dalam kehamilan normal meningkat.
Pada PE kadar bahan tersebut sama dengan kadar wanita yang tidak hamil.
Alibat retensi natrium dan atau HT, sekresi renin oleh ginjal menurun. Renin berperan
sebagai katalisator dalam proses konversi angiostensin menjadi angiostensin I dan
perubahan angiostensin I menjadi angiostensi II dengan katalisator ACE – angiostensin
converting enzyme.
Perubahan cairan dan elektrolit
Manifestasi peningkatan volume cairan ekstraseluler adalah edema. Pada penderita
PEBerat biasanya lebih menonjol dibandingkan kehamilan normal.
Retensi cairan terjadi akibat adanya cedera pada endotel.
Selain edema generalisata dan proteinuria, penderita juga mengalami penurunan tekanan
onkotik yang menyebabkan gangguan keseimbangan proses filtrasi.
4. GINJAL
Selama kehamilan normal, terjadi peningkatan GFR – glomerular filtration rate dan RBF –
renal blood flow. Pada PE terjadi perubahan anatomi dan patofisiologi, sehingga terjadi
penurunan perfusi renal dan filtrasi glomerulos.. PE berkaitan dengan penurunan produksi
urine dan eksresi kalsium akibat peningkatan resorbsi tubuler. Pemberian Dopamine i.v
pada penderita PE dapat meningkatkan produksi urine. Pemberian cairan i.v pada
penderita PE dengan oliguria tidak perlu dikerjakan. Proteinuria Terjadinya proteinuria
bersifat lambat.
Pemeriksaan kuantitatif dengan dipstick tidak akurat dan memerlukan pemeriksaan selama
24 jam. Albuminuria adalah istilah untuk menggambarkan proteinuria pada PE yang salah
oleh karena sebagaimana pada keadaan glomerulopati lain terjadi peningkatan
permeabilitas terhadap sebagian besar protein ber-BM tinggi sehingga albuminuria sering
disertai dengan keluarnya hemoglobin, globulin dan transferin. Perubahan anatomi pada
ginjal Ukuran glomerulos membesar 20%. Terjadi glomerular capillary endotheliosis.
Gagal ginjal akibat nekrosis tubuler akut sering terjadi dengan gejala oliguria sampai
anuria ( peningkatan kadar serum creatinine 1 mg/dL ).
5. HEPAR
Perdarahan periportal pada tepi hepar
Ruptura hepar
Perdarahan subkapsular
6. OTAK
Pada otak terjadi vasokonstriksi umum yang menimbulkan perubahan
Nekrosis lokal
Edema otak
Distrimia otak meningkatkan sensivitas motorik
Tekanan darah meningkat yang menimbulkan stroke
Manifestasi klinisnya berupa nyeri kepala sebagai prodromal eklamsia,kejang/konvulsi
hipertensif motorik,koma karena pembengkakan dan perdarahan,gengguan visus yang
sifatnya resersibel. Sering terjadi pada PE dan eklampsia.
Terdapat dua perubahan PA pada cerebri:
1. Perdarahan akibat pecahnya pembuluh arteri karena HT
2. Edema, hiperemia , iskemia, trombosis dan hemoragia yang kecil dan kadang-kadang
meliputi daerah yang luas
Aliran darah otak : Pada eklampsia, mungkin akibat hilangnya autoregulasi dari CBF-cerebral
blood flow terjadi hipoperfusi sebagaimana yang terjadi pada hipertensif encephalopathi yang
tak berkaitan dengan kehamilan.
Pasien nyeri kepala biasanya disertai dengan peningkatan perfusi cerebral.
Kebutaan :
Gangguan visus sering terjadi pada PEB, namun kebutaan permanen jarang terjadi pada PE
dan terjadi pada 10% penderita E.
Kebutaan atau amaurosis ( bahasa Greek = dimming) dapat mengenai wanita yang menderita
edema vasogenik pada lobus occipitalis yang luas. Umumnya kebutaan berlangsung antara 4
jam sampai satu minggu.
Lara-Torre dkk (2002) : gangguan visual permanen akibat PEB atau E adalah akibat
gangguan pada cerebri atau iskemia arteri retina.
Ablasio retina dapat mengganggu visus dan umumnya mengenai salah satu sisi dan prognosis
nya baik.
7. PERFUSI UTERO PLASENTA
Gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme merupakan penyebab utama
peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal pada PE dan E.
Pada wanita normal diameter arteri spiralis 500 μ ; pada penderita PE 200 μ
Doppler velosimetri
o Pengukuran velositi aliran darah dalam arteri uterina dapat digunakan untuk
memperhitungkan besaran resistensi dalam aliran uteroplasenta.
o Resistensi vaskular ditentukan berdasarkan perbandingan antara bentuk
gelombang arterial sistolik dan diastolik.
o Ganguan aliran darah uteroplasenta tidak selalu terjadi pada semua penderita
PE dan E.
o Matijevic dan Johnson ( 1999) dengan velosimetri Doppler mengukur
besarnya tahanan dalam arteri spiralis. Hasil pengukuran tersebut
menunjukkan bahwa Impedansi pembuluh perifer ternyata lebih besar dari
pada pembuluh sentral.
2.4 PERAN BIDAN TERHADAP HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
Hal – hal yang harus bidan lakukan dalam pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan :
1. Memeriksa tekanan darah secara tepat pada setiap pemeriksaan kehamilan, termasuk
pengukuran tekanan darah dengan teknik yang benar.
2. Melakukan pemeriksaan pada setiap pagi hari.
3. Ukur tekanan darah pada lengan kiri. Posisi ibu hamil duduk atau berbaring dengan
posisi yang sama pada tiap kali pengukuran ( Letakkan tensimeter di tempat yang
datar setinggi jantung ibu hamil dan gunakan ukuran manset yang sesuai)
4. Catat tekanan darah
5. Jika tekanan darah diatas 140/90 mmhg atau peningkatan diastole 15 mmhg atau lebih
(sebelum 20 minggu),ulangi pengukuran tekanan darah dalam 1 jam.Bila tetap maka
berarti ada kenaikan tekanan darah.Periksa adanya edema terutama pada wajah atau
pada tungkai baeah /tulang kering atau daerah sacral.
6. Bila ditemukan hipertensi pada kehamilan, lakukan pemeriksaan urin terhadap
albumin pada setiap kali kunjungan.
7. Segera rujuk ibu hamil ke rumah sakit jika : Tekanan darah sangat tinggi, kenaikan
tekanan darah naik secara tiba- tiba,berkurangnya air seni( sedikit dan berwarna
gelap),edema berat yang timbul mendadak,khususnya pada wajah/daerah sacral
8. Jika tekanan darah naik namun tidak ada edema sedangkan doker tidak mudah dicapai
maka pantaulah tekanan darah, periksa protein urin terhadap protinuria dan denyut
jantung janin dengan seksama pada keesokan harinya atau sesudah 6 jam istirahat.
9. Jika tekanan darah tetep naik ,rujuk untuk pemeriksaan lanjutan walaupun tidak
edema atau proteinuria.
10. Jika tekanan darah kembali normal atau kenaikannya kurang dari 15 mmhg:
Beri informasi atau penjelasan pada ibu hamil ,suami atau keluarga tentang tanda-
tanda eklamsia yang mengancam ,khususnya sakit kepala ,pandangan kabur, nyeri
ulu hati dan pembengkakan pada kaki/punggung/wajah.
Jika tanda-tanda diatas ditemukan segera rujuk ke rumah sakit
11. Bicarakan seluruh temuan dengan ibu hamil dan suami/keluarga.
12. Catat semua temuan pada KMS ibu hamil / buku KIA.
2.5 PENANGANAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN PADA BERBAGAI
TINGKAT PELAYANAN
POLINDES
1. Rawat jalan 1 x seminggu
2. Pantau tekanan darah proteinuria, kesejahteraan janin
3. Tunggu persalinan aterm
PUSKESMAS
1. Rawat jalan 1 x seminggu
2. Pantau tekanan darah proteinuria, kesejahteraan janin
3. Tunggu persalinan aterm
4. Jika keadaan memburuk tangani sebagai preeklamsia
RUMAH SAKIT
1. Kendalikan hipertensi seperti pada preeklamsia
2. Terminasi kehamilan jika terjadi PEB
Hal – hal yang harus diperhatikan atau diingat :
Tekanan darah harus diukur dengan seksama, sebaiknya pada lengan kiri dalam posisi
duduk atau berbaring dengan punggung kiri ditinggikan dengan bantal.
Jangan membaringkan ibu hamil terlentang pada punggungnya karena dapat
menyebabkan pingsan atau hasil pengukuran tekanan darah yang salah
Baca angka pada tensimeter setinggi mata, bila menggunakan tensimeter air raksa.
Gunakan ukuran manset yang tepat sedikitnya 80% manset dapat melingkari lengan,
dengan selang manset dibagian dalam,tepi bawah manset 2 cm diatas lipatan siku.
Guinakan stetoskop dengan benar bagian telinga harus terpasdang dengan baik.
Periksa apakah semua peralatan bekerja dengan baik
Catat tekanan sistol dan diastol.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba IBG,dkk.2007. Pengantar Kuliah Obstetri . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Manuaba,Chandranita,dkk. 2008. Gawat Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri –
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Fraser, Diana, dkk. 2009. Myles Buku Ajar Bidan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung .1984.Obstetri Patologi. Bandung:
Elstar Offset