referat osteoporosis selesai
DESCRIPTION
osteoTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai
pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas
tulang yang meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar.
Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya
harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering
dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan terjadi kenaikan jumlah
penduduk Indonesia sampai 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia
lanjut baik perempuan maupun laki-laki, meskipun diupayakan pengobatan
untuk mengobati osteoporosis yang sudah terlambat dan upaya pencegahan
dengan mempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih dianjurkan.
Kerapuhan tulang yang disebut sebagai penyakit osteoporosis adalah
pengurangan massa dan kekuatan tulang dengan kerusakan mikroarsitektur
dan fragilitas tulang, sehingga menyebabkan tulang rapuh dan mudah patah.
Osteopenia menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan massa tulang.
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki
dan merupakan problema pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di
klinik menjadi penting karena problema fraktur tulang, baik fraktur yang
disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma
yang jelas.(1,2)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
A) Struktur makroskopik tulang
Secara makroskopik dibedakan 2 macam tulang yaitu tulang kompakta dan
tulang spongiosa. Pada tulang kompakta tampak sebagai masa utuh dengan ruang
– ruang kecil yang hanya terlihat dengan mikroskop. Sedangkan pada tulang
spongiosa tersusun dari trabekula dan pada bagian tengahnya diisi oleh sumsum
tulang.(1)
Pada tulang – tulang panjang tulang dibagi menjadi tiga bagian : Diafisis (batang)
adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari
tulang kortikal yang berkekuatan besar. Metafisis adalah bagian tulang yang
melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini disusun oleh tulang trabekular
(tulang spongiosa) yang mengandung sel-sel hematopoetik. . Bagian epifisis
merupakan bagian ujung dari tulang panjang dan langsung berbatasan dengan
2
GAMBAR 1: TULANG KOMPAKTA DAN TULANG SPONGIOSA
metafisis. Lempeng epifisis merupakan daerah pertumbuhan longitudinal yang
terletak diantara epifisis dan metafisis, hanya terdapat pada anak-anak, dan akan
menghilang setelah dewasa.(1,2)
Pada tulang - tulang pipih, tulang kompakta membentuk permukaan bagian dalam
dan luar tulang. Sedangkan substansia spongiosanya hanya selapis tipis di bagian
tengah yang disebut sebagai diploe.(1)
B) Struktur mikroskopik tulang :
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks
merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi
3
tulang dan terletak dalam osteon. Osteoklas adalah sel berinti banyak yang
berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah
osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang
yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat lakuna – lakuna. dan osteosit
tersimpan didalam lakuna tersebut. Masing masing lakuna saling terhubung
melalui kanalikuli. System kanalikuli ini sangat penting dalam memberi nutrisi
sel.
GAMBAR 1 : MIKROSKOPIK TULANG
Tulang mempunyai dua saluran vaskuler : saluran havers merupakan
saluran yang memanjang dipusat osteon, yang terdiri dari satu atau dua pembuluh
darah kecil yang terbungkus jaringan ikat.saluran habers saling berhubungan
dengan permukaan bebas dan rongga sum – sum. Melalui saluran melintang yang
disebut Saluran volkman.
Periosteum merupakan membran fibrous padat yang menyelimuti tulang.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain
sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf,
pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang
mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.
4
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum
tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang
melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum
dan dalam lakuna Howship (cekungan pada permukaan tulang). (1)
2.2 FISIOLOGI TULANG
Secara umum, fungsi tulang adalah sebagai berikut:
Formasi kerangka
Tulang-tulang membentuk rangka tubuh untuk menentukan ukuran tulang
dan menyokong struktur tubuh yang lain.
Formasi sedi-sendi
Tulang-tulang membentuk persendian yang bergerak dan tidak bergerak
tergantung dari kebutuhan fungsional. Sendi yang bergerak menghasilkan
bermacam-macam pergerakan.
Perlekatan otot
Tulang-tulang menyediakan permukaan untuk tempat melekatnya otot,
tendo, dan ligamentum. Untuk melaksanakan pekerjaan yang layak
dibutuhkan suatu tempat melekat yang kuat dan untuk itu disediakan oleh
tulang.
Sebagai pengungkit
Untuk bermacam-macam aktivitas selama pergerakkan.
Penyokong berat badan
5
Memelihara sikap tegak tubuh manusia dan menahan gaya tarikan dan
gaya tekanan yang terjadi pada tulang sehingga dapat menjadi kaku dan
lentur.
Proteksi
Tulang membentuk rongga yang mengandung dan melindungi struktur-
struktur yang halus seperti otak, medulla spinalis, jantung, paru-paru, alat-
alat dalam perut, dan panggul.
Haemopoiesis
Sum-sum tulang merupakan tempat pembentukan sel-sel darah, tetapi
terjadinya pembentukan sel-sel darah sebagian besar terjadi disumsum
tulang merah.
Fungsi immunologi.
Limfosit B dan makrofag-makrofag dibentuk dalam system
retikuloendotelial sum-sum tulang. Limfoist B diubah menjadi sel-sel
plasma yang membentuk antibody guna keperluan kekebalan kimiawi,
sedangkan makrofag merupakan fagositotik.
Penyimpanan kalsium.
Tulang mengandung 97% kalsium tubuh, baik dalam bentuk anorganik
maupun dalam bentuk garam-garam, terutama kalsium fosfat. Sebagian
besar fosfor disimpan dalam tulang dan kalsium dilepas dalam darah bila
dibutuhkan. (3,4)
6
2.3 BIOKIMIA TULANG
KALSIUM
Dalam tubuh orang dewasa dengan berat badan sekitar 70kg mengandung
sekitar 1200gram kalsium, dimana 99% berada dalam tulang hanya sekitar
1% berada di darah dan jaringan lunak.
Jumlah kebutuhan kalsium berbeda-beda, tergantung jenis kelamin dan
usia. Kebutuhan kalsium yag dibutuhkan orang Indonesia rata-rata 500-
800 mg per hari.
Sumber Kalsium
1. Sayur-sayuran hijau gelap (bayam,
kangkung)
2. Ikan teri kering
3. Udang kering
4. Tahu
5. Kacang-kacangan (kacang kedelai)
6. Salmon, sarden
7. Susu & hasil olahannya (keju, yogurt)
Fungsi Kalsium:
Untuk pembekuan darah
7
Transmisi impuls neuromuskuler
Keseimbangan asam-basa
Permeabilitas membran sel
Memberikan rigiditas dan kekuatan mekanik tulang
Gambar 4 : Fungsi Kalsium
Regulator tubuh yang mengatur kadar kalsium:
Vitamin D3 (kalsitriol)(6)
Vitamin D merupakan prohormon steroid, bentuk aktifnya akan
tampak sebagai suatu hormon. Nantinya melalui berbagai
perubahan metabolik di dalam tubuh, vitamin D akan diubah
menjadi hormon kalsitriol. Hormon ini memiliki peran sentral pada
metabolisme kalsium (Ca) dan fosfat (P).
8
Secara umum fungsi dari 1,25-dihidroksi-D3(kalsitriol) adalah
untuk mempertahankan kadar kalsium plasma, dengan cara:
Meningkatkan uptake kalsium di usus
Menurunkan ekskresi kalsium melalui ginjal
Menstimulasi resorpsi tulang (bila perlu)
Gambar 5 : Sintesis Kalsium
PTH (Para Tiroid Hormon)(6)
Hormon ini diproduksi oleh chief cells yang berada di kelenjar
paratiroid. Kadar kalsium dalam serum yang rendah akan
menstimulasi kelenjar paratiroid untuk memproduksi PTH.
Target organ dari PTH:
9
Tulang
PTH akan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfor dari
tulang
Ginjal
PTH akan meningkatkan reabsorpsi dari kalsium, dan
meningkatkan jumlah ekskresi fosfor
Usus
PTH akan menstimulasi terbentuknya vitamin D (dalam
bentuk aktif = kalsitriol) sehingga akan meningkatkan
absorpsi kalsium dalam usus
Kalsitonin(6,7)
Hormon kalsitonin diproduksi oleh parafollicular cells yang
berada dalam kelenjar tiroid. Jumlah kadar kalsium serum yang
meningkat akan memicu terproduksinya kalsitonin.
Target organ dari kalsitonin:
Tulang
Kalsitonin ini akan mensupresi resorpsi kalsium dari
tulang
Kidney
Kalsitonin akan meningkatkan ekskresi kalsium dari ginjal
10
Gambar 6 : Hubungan kalsium dengan kalsitriol, PTH dan kalsitonin
11
Gambar 7 : keseimbangan kalsium dalam tubuh
Faktor –faktor lain yang mempengaruhi proses resorpsi tulang
Estrogen
Hormone ini memiliki peran dalam meningkatkan proses absorpsi kalsium di
saluran cerna dan mengurangi proses resorpsi di tulang
Glukokortikoid
Hormone ini memiliki peran yang berkebalikan dari estrogen yaitu menurunkan
proses absorpsi kalsium di usus dan meningkatkan proses resorpsi kalsium di
tulang
2.4 FISIOLOGI KALSIUM
Absorpsi Kalsium
12
Dalam kondisi normal, usus hanya mengabsorpsi kalsium sebesar
30-40% dari total intake kalsium. Kalsium banyak diserap di bagian
duodenum dan jejunum, walaupun di ileum dan colon tetap terjadi
penyerapan kalsium. Absorpsi kalsium selesai dalam waktu 4 jam setelah
intake.
Mekanisme penyerapan kalsium terjadi secara pasif dari lumen
usus ke dalam sel. Setelah di dalam sel, kalsium harus dipompa secara
aktif keluar melewati membran basolateral dan membutuhkan energi.
Setelah itu juga terjadi proses “simultaneous secretory flux” kalsium,
sehingga ada sebagian kalsium yang tadinya sudah diabsorpsi oleh lumen
usus kembali keluar. Proses ini terjadi secara pasif. Jumlah kalsium yang
diabsorpsi oleh usus meningkat sesuai dengan proposi intake kalsium(3)
Ekskresi Kalsium
Ekskresi kalsium terutama dari ginjal, ginjal menyaring kalsium
sebanyak 9000mg per hari dalam keadaan GFR normal (150L/hari). Tetapi
sekitar 97-98% yang tersaring akan kembali di reabsorpsi, sehinggal total
yang diekskresi sekitar 200mg per harinya.
Sepanjang tubulus proksimal, akan terjadi reabsorpsi dari kalsium
sekitar 60% dari jumlah kalsium yang tersaring. Mekanisme reabsorpsi
kalsium sendiri dominan berlangsung secara pasif. Hormon PTH sendiri
tidak memiliki pengaruh di tubulus proksimal. Lalu sepanjang lengkung
Henle ascending, terjadi penyerapan kalsium sebanyak 30%, proses
reabsorpsi dominan berlangsung secara pasif, tetapi proses aktif juga
terjadi. Dalam tubulus distal terjadi penyerapan sebesar 8%. Mekanisme
reabsorpsi disini berlangsung dengan cara bertukarnya 1 Ca2+ dengan 3
Na+, sehinggal proses disini banyak dipengaruhi oleh Na. PTH juga
memiliki peranan di segmen ini.13
Jumlah ekskresi kalsium melalui urin dipengaruhi oleh:
Jumlah kalsium yang tersaring (juga dipengaruhi oleh GFR)
Volume dalam ekstrasel (dipengaruhi oleh kalsium yang
direabsorpsi di tubulus proksimal)
PTH (mempengaruhi reabsorpsi di tubulus distal)(5)
BAB III
OSTEOPOROSIS
14
3.1 Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang,
dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Menurut WHO
Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang
yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan
kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat
meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang.
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah
kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan
dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan
tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan
kualitas tulang .(8)
3.2 Epidemiologi Osteoporosis
Di negara maju seperti Amerika Serikat, kira-kira 10 juta orang usia
diatas 50 tahun menderita osteoporosis dan hampir 34 juta dengan penurunan
massa tulang yang selanjutnya berkembang menjadi osteoporosis. Empat dari
5 orang penderita osteoporosis adalah wanita, tapi kira-kira 2 juta pria di
Amerika Serikat menderita osteoporosis, 14 juta mengalami penurunan massa
tulang yang menjadi risiko untuk osteoporosis. Satu dari 2 wanita dan satu
dari 4 pria diatas usia 50 tahun akan menjadi fraktur yang berhubungan
dengan fraktur selama hidup mereka. Di negara berkembang seperti Cina,
osteoporosis mencapai proporsi epidemik, terjadi peningkatan 300% dalam
waktu 30 tahun. Pada tahun 2002 angka prevalensi osteoporosis adalah
16,1%. Prevalensi di antara pria adalah 11,5%, sedangkan wanita sebesar
19,9%.
15
Data di Asia menunjukkan bahwa insiden fraktur lebih rendah
dibanding populasi Kaukasian. Studi juga mendapatkan bahwa massa tulang
orang Asia lebih rendah dibandingkan massa tulang orang kulit putih
Amerika, akan tetapi fraktur pada orang Asia didapatkan lebih sedikit. (2).
3.3 Etiologi
Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu(3,6,):
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan
calsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang
berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih
lambat. Hormon estrogen produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum
menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini
berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7
tahun pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
calsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara
kecepatan hancurnya tulang (osteoclast) dan pembentukan tulang baru
(osteoblastt). Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70
tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali
menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tyroid, paratyroid, dan adrenal) serta obat-obatan 16
(misalnya corticosteroid, barbiturat, antikejang, dan hormon tyroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok dapat
memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin
yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya
tulang.
3.4 Faktor Risiko Osteoporosis
1. Aktivitas fisik
Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak
terlatih dan menjadi kendor yang akan mempercepat menurunnya kekuatan
tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan melakukan olahraga teratur minimal
tiga kali dalam seminggu (lebih baik dengan beban untuk membentuk dan
memperkuat tulang).
2. Kurang calsium
Calsium penting bagi pembentukan tulang, jika calsium tubuh kurang
maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil calsium dari
bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang. Kebutuhan akan calsium harus
disertai dengan asupan vitamin D yang didapat dari sinar matahari pagi, tanpa
vitamin D calsium tidak mungkin diserap usus.
3. Merokok
17
Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan
perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen lebih
rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding wanita
bukan perokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok berpengaruh buruk pada
tubuh dalam hal penyerapan dan penggunaan calsium. Akibatnya, pengeroposan
tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat.
4. Minuman keras/beralkohol
Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding
lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh kehilangan
calsium (yang ada dalam darah) yang dapat menurunkan massa tulang dan pada
gilirannya menyebabkan osteoporosis.
5. Minuman soda
Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan cafein (caffein).
Fosfor akan mengikat calsium dan membawa calsium keluar dari tulang,
sedangkan cafein meningkatkan pembuangan calsium lewat urin. Untuk
menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus dibarengi
dengan minum susu atau mengonsumsi calsium extra.
6. Stress
Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu cortisol
yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon cortisol yang tinggi akan
meningkatkan pelepasan calsium kedalam peredaran darah dan akan
menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan
terjadinya osteoporosis.
7. Bahan kimia
18
Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan
makanan (sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor, dan
limbah industri seperti organochlorida yang dibuang sembarangan di sungai dan
tanah, dapat merusak sel-sel tubuh termasuk tulang. Ini membuat daya tahan
tubuh menurun dan membuat pengeroposan tulang(7).
3.5 Klasifikasi Osteoporosis
1. Osteoporosis Primer
a. Osteoporosis primer tipe 1 adalah osteoporosis pasca menopause.
Pada masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi
hormon estrogen dan progesteron juga menurun. Estrogen berperan
dalam proses mineralisasi tulang dan menghambat resorbsi tulang
serta pembentukan osteoclast melalui produksi sitokin. Ketika
kadar hormon estrogen darah menurun, proses pengeroposan
tulang dan pembentukan mengalami ketidak seimbangan.
Pengeroposan tulang menjadi lebih dominan.
b. Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis yang
biasanya terjadi lebih dari usia 50 tahun. Osteopososis terjadi
akibat dari kekurangan calsium berhubungan dengan makin
bertambahnya usia.
c. Tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis
yang penyebabnya tidak diketahui. Osteoporosis ini sering
menyerang wanita dan pria yang masih dalam usia muda yang
relatif jauh lebih muda.
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terjadi kerana adanya penyakit tertentu
yang dapat mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang
19
tidak sehat. Faktor pencetus dominan osteoporosis sekunder adalah sepeti
di bawah ini:
a. Penyakit endokrin : tyroid, hiperparatyroid, hipogonadisme
b. Penyakit saluran cerna yang memyebabkan absorsi gizi calsium
terganggu.
c. Penyakit keganasan ( kanker)
d. Konsumsi obat –obatan seprti corticosteriod
e. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga(3).
3.6 Patogenesis
Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus.
Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju
resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan
tulang lebih banyak terjadi pada cortex
A. Proses Remodelling Tulang
Proses remodeling tulang diawali dari kontraksi lining cell dan
proses mengambil precursor osteoklas. Precursor ini bergabung
membentuk multinuclear yang merupakan osteoklas aktif yang
berperan dalam proses resorpsi . osteoklas menempel dengan tulang
kemudian dan kemudian mendestruksi tulang dengan keasamanya dan
sifat proteolitik. Selanjutnya, osteoklas meninggalkan lokasi dimana
dia melakukan resorpsi dan osteoblast masuk ke daerah tersebut dan
memulai proses pembentukan tulang yang baru dengan mensekresikan
osteoid yang pada akhirnya mengendap menjadi bagian tulang yang
baru. Setelah proses tersebut, osteoblas mendatar dan membentuk
20
lapisan untuk memproteksi tulang yaitu lining cell
Gambar 8 : Patogenesis Osteoporosis
B. Patogenesis Osteoporosis primer
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama
pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama
fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan
menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells
dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan
meningkatkan kerja osteoclast, dengan demikian penurunan kadar estrogen
akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut
sehingga aktivitas osteoclast meningkat.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif calsium akibat menopause,
maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga
osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadang - kadang
didapatkan peningkatan kadar calsium serum, dan hal ini disebabkan oleh
menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat,
sehingga meningkatkan kadar calsium yang terikat albumin dan juga kadar
calsium dalam bentuk garam complex. Peningkatan bikarbonat pada 21
menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi
relatif acydosis respiratoric.
C. Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya
sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade
ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang,
dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak
berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa
tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi calsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada
orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan calsium dan vitamin D yang
kurang, anorexia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah.
Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan
meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteocalsin. Penurunan
kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan
osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause
(penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa
tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan
bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun
sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat.
Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan
testosteron membentuk complex yang inaktif.
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa
tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok,
alkohol, obat-obatan, immobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus
diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua 22
dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural,
gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata(6,7,8).
3.7 Diagnosis
Osteoporosis merupakan silent disease dimana biasa tidak
menimbulkan gejala. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur
pada vertebra, pergelangan tangan, panggul, humerus, dan tibia (fraktur
patologis).
Anamnesis
Secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda
sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti
Tinggi badan yang makin menurun.
Obat-obatan yang diminum.
Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi,
climakterium.
Jumlah kehamilan dan menyusui.
Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan
matahari cukup.
Apakah sering minum susu, Asupan calsium lainnya.
Apakah sering merokok, minum alcohol
Pemeriksaan Fisik
23
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita
osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis,
deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering
menunjukkan kyphosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
Pemeriksaan Radiologi
Densitas adalah tingkat hitam putihnya gambar pada film X-ray setelah
diproses, ditentukan oleh berat molekul dan tebal obyek. Tingkatan densitas
tulang sebagai berikut :
1. Osteolitik, densitas tulang menjadi radiolusen/hitam akibat
hilangnya sebagian tulang baik trabekel maupun mineralnya.
2. Osteoporosis, berkurangnya densitas dan menipisnya korteks
akibat kurangnya pembentukan
3. Osteopenia, berkurangnya sedikit densitas tulang.
4. Normoporosis, densitas normal, ada keseimbangan antara
pembentukan dan resorpsi tulang.
5. Osteosklerotik, bertambahnya densitas dan penebalan korteks
tulang akibat bertambahnya pembentukan dan atau berkurangnya
resorpsi tulang.
Gambar 9 : proses osteoporosis tulang vertebra
24
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
cortex dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada
tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame
vertebra(7).
Gambar 10 : radiologi normal
25
Gambar 11 : radiologi osteoporosis tulang vertebra
Gambar 12 : gambaran lordosis tulang vertebra
26
Gambar 13 : osteoporosis tulang femur
Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
WHO menggunakan teknik ini untuk melakukan penggolongan densitas tulang :
1. Normal : densitas tulang kurang dari 1 standar deviasi dibawah rata-rata
wanita muda normal (T>-1)
2. Osteopenia : densitas tulang antara -1 standar deviasi dan 2,5 standar
deviasi dibawah rata-rata wanita muda normal (-2,5<T<-1)
3. Osteoporosis : densitas tulang lebih dari 2,5 standar deviasi dibawah rata-
rata wanita muda normal (T>-2,5)
27
Gambar 14 : Densitas tulang berdasarkan T-skor
T-Skor dan Z-Skor
Pengukuran densitas tulang biasanya dinyatakan dengan T-skor,
dimana angka dari standar deviasi densitas tulang pasien bervariasi
dari rata-rata densitas tulang pada subyek normal dengan jenis kelamin
yang sama. Pengukuran lain dari densitas tulang adalah Z-skor, dimana
angka dari standar deviasi densitas tulang pasien bervariasi dari rata-rata
densitas tulang pada subyek dengan umur yang sama.
Meskipun berbagai kriteria densitometrik digunakan untuk
mendefinisikan osteoporosis, kriteria yang diajukan oleh WHO, yang
berdasarkan pengukuran masa tulang, umumnya paling banyak diterima
dan digunakan(9,11,12).
Indikasi Bone Densitometri
Guideline indikasi bone densitometry dalam penilaian resiko fraktur yang
dikeluarkan oleh Catalan Agency for Health Technology Asessment
28
Barcelona menyatakan bahwa bone densitometry diindikasikan pada
pasien dengan :
2 atau lebih high risk faktor resiko (FR) atau
4 atau lebih moderate risk FR atau
1 atau lebih high risk faktor resiko + 2 atau lebih moderate risk
faktor resiko
Selain itu, beberapa parameter laboratorium lainnya juga dapat digunakan
sebagai rujukan untuk melihat ada tidak nya kelainan tulang, dapat berupa
pemeriksaan darah maupun pemeriksaan urine.
29
Berikut adalah beberapa pemeriksaan darah yang paling sering dilakukan:
blood calcium levels
blood vitamin D levels
thyroid function
parathyroid hormone levels
estradiol levels untuk mengukur kadar estrogen wanita
follicle stimulating hormone (FSH) tes untuk menentukan status
menopause
testosterone levels (in men)
osteocalcin levels to measure bone formation.
3.8 DIAGNOSA BANDING
Berdasarkan gambaran radiologi, diagnosis banding osteoporosis adalah
sebagai berikut:
1. Osteomalasia
Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang ditandai oleh
kurangnya mineral dari tulang pada orang dewasa (menyerupai penyakit rickets
pada anak-anak), berlangsung kronis dan dapat terjadi deformitas skeletal yang
disebabkan oleh defisiensi vitamin D. Pada gambaran radiologis akan tampak :
Penurunan densitas tulang secara umum
Looser’s Zone (pseudofraktur) merupakan pita translusen yang sempit,
pada tepi kortikal, dan merupakan tanda diagnostik untuk osteomalasia.
Kelainan ini paling sering terlihat pada iga,skapula, ramus pubis, dan
aspek medial femur proksimal.
Vetebra bikonkaf30
Perlunakan tulang yang menimbulkan pelvis triradiata
Gambar 15 : Osteomalasia
31
Gambar 16 Osteomalasia
2. Penyakit Cushing
Harvey Cushing, lebih dari 50 tahun yang lalu telah mengamati bahwa
hiperkortisolisme berhubungan erat dengan penipisan massa tulang. Steroid
menghambat sintesis kolagen tulang oleh osteoblast yang telah ada, dan
mencegah transformasi sel-sel prekursor menjadi osteoblast yang dapat
berfungsi dengan baik. Di samping itu, steroid juga sangat mereduksi sintesis
protein. Gambaran histomorfometrik menunjukkan penurunan tingkat aposisi
mineral, dan penipisan dinding tulang, yang diduga karena umur osteoblast
32
yang semakin pendek. Efek steroid terhadap osteoblast juga melalui gangguan
atas respons osteoblast terhadap hormon paratiroid, prostaglandin, sitokin,
faktor pertumbuhan, dan 1,25-dihydrozy vitamin D. Sintesis dan aktivitas
faktor-faktor parakrin lokal mungkin juga terganggu. pada gambaran
radiologis tampak trabeculae vertikal maupun horisontal sama-sama menipis
sehingga menghasilkan gambaran translusens yang merata. Pembentukan
banyak pseudocallus di tempat stress fracture merupakan tanda khas yang
penting pada osteoporosis akibat steroid. Pseudocallus tersebut terutama
ditemukan pada ujung vertebrae yang kolaps atau di sekitar stress fracture di
iga atau pelvis. Gambaran khas ini muncul sebagai akibat penurunan aktivitas
osteoblastik dan peningkatan produksi callus kartilago yang kemudian
mengalami mineralisasi secara tidak beraturan.
Gambar 17 : Gambaran Tulang Vetebrae pada Cushing’s
Syndrome
33
3. Multiple Myeloma
Multiple myeloma merupakan tumor ganas primer pada sumsum tulang,
dimana terjadi infiltrasi pada daerah yang memproduksi sumsum tulang pada
proliferasi sel-sel plasma yang ganas. Tulang tengkorak, tulang belakang,
pelvis, iga, skapula, dan tulang aksial proksimal merupakan yang terkena
secara primer dan mengalami destruksi sumsum dan erosi pada trabekula
tulang; tulang distal jarang terlibat. Saat timbul gejala sekitar`80 - 90 %
diantaranya telah mengalami kelainan tulang. Pada gambaran radiologis akan
tampak :
Osteoporosis umum dengan penonjolan pola trabekular tulang, terutama pada
tulang belakang, yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan
mieloma. Hilangnya densitas`tulang mungkin merupakan tanda radiologis satu-
satunya pada penyakit ini. Fraktur patologis sering dijumpai.
Fraktur kompresi pada badan vertebra
Lesi-lesi litik ‘punched out’ yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi
yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping
Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks, menghasilkan massa
jaringan lunak
34
Gambar 18 Gambaran Radiologis Multiple Myeloma
4. Hyperparatyroid
Hiperparatiroidisme terdapat dalam dua bentuk: primer dan sekunder.
Bentuk primer adalah karena fungsi yang berlebihan dari kelenjar
paratiroid, biasanya adalah adenoma. Namun, sejak dikenalnya
hemodialisis, penyebab yang lebih umum untuk hiperparatiroidisme
adalah bentuk sekundernya, yaitu karena penyakit ginjal kronis, terutama
penyakit glomerular. Penyakit tulang terlihat pada pasien ini biasanya
disebut sebagai osteodystrophy ginjal.
Fungsi utama dari parathormon adalah untuk mempertahankan tingkat
ion kalsium yang beredar. Konsentrasi ion kalsium yang memadai sangat
diperlukan untuk memfungsikan bagian penting dari sistem pendukung
kehidupan tulang, seperti jantung. Normalnya tampak lama bagaimana
menggunakan kerangka tidak hanya untuk mendukung, tetapi juga sebagai
sebuah depot besar kalsium. Salah satu fungsi utama parathormon adalah
untuk merangsang osteoklas, yang mengisap tulang dan melepaskan ion
kalsium ke dalam aliran darah. Parathormon juga bekerja pada usus kecil
untuk meningkatkan penyerapan kalsium melalui usus. Parathormon
35
memiliki efek tambahan pada tubulus pada ginjal, dimana menyebabkan
ekskresi fosfat dan penyerapan kalsium. Kedua mekanisme ini
menyebabkan peningkatan tingkat kalsium serum: yang pertama oleh efek
produk ion kalsium-fosfat dan yang kedua secara langsung.
Setelah cukup tulang telah diserap kembali dari kerangka parathormon
karena tingkat tinggi, seseorang mungkin melihat tulang osteopenia difus.
Temuan ini sangat spesifik. Namun, menemukan jauh lebih spesifik adalah
adanya resorpsi subperiosteal, yang praktis patognomonik untuk
hiperparatiroidisme. Satu juga mungkin akan melihat pengurangan
metaphyseal karena tingkat parathormon kelebihan.
Gambar 19 Hiperparatiroid
3.9 Penatalaksanaan Osteoporosis 36
Tujuan utama pengobatan osteoporosis simtomatik adalah mengurangi
rasa nyeri dan berusaha untuk menghambat proses resorpsi tulang sampai di
atas ambang fraktur.
Terapi pada osteoporosis dapat berupa terapi pengganti hormonal dan
non hormonal(9).
Terapi Pengganti Hormonal
1. Estrogen
Hormon replacement therapy (HRT) digunakan untuk terapi estrogen
bisa secara tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan progesteron.
Bagaimana mekanisme estrogen menghambat resorpsi tulang hingga
kini masih belum dapat dijelaskan dengan pasti. Diduga hal ini terjadi
karena:
1. Estrogen menurunkan sensitivitas tulang terhadap hormon paratyroid
(PTH).
2. Estrogen meningkatkan produksi kalsitonin.
3. Estrogen meningkatkan produksi kalsitriol.
Respons peningkatan massa tulang pada penggunaan HRT bergantung
pada dosis dan lamanya pemberian estrogen. Pada umumnya dapat terlihat
setelah diberikan selama 5 tahun. Pengobatan osteoporosis pasca menopause
estrogen harus diberikan selama 10 tahun atau sampai usia 70 tahun. Pada
wanita pasien osteoporosis dengan kehilangan massa tulang yang berat,
37
estrogen sedapat mungkin harus diberikan seumur hidup selama masih
efektif dan tidak menimbulkan efek samping. Hal ini disebabkan karena
estrogen dapat menurunkan risiko fraktur yang akan terus meningkat jika
kehilangan massa tulang berlangsung terus-menerus.
Efek samping estrogen meliputi retensi cairan, nyeri tekan payudara
dan sakit kepala. Efek samping ini umumnya jarang dijumpai jika estrogen
digunakan bersama progestogen. Efek samping lainnya adalah nausea,
kejang otot tungkai, dyspepsia dan perdarahan uterus disfungsional.
2. Kombinasi Estrogen dan Progestogen
Walaupun dalam dosis yang amat tinggi progestogen dapat
menghambat resorpsi dan merangsang formasi tulang, akan tetapi
penggunaan kombinasi progestogen siklik pada HRT dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya efek samping estrogen terutama perdarahan
disfungsional uterus dan menekan proliferasi atau keganasan endometrium.
Progestogen yang digunakan dalam HRT dapat diklasifikasikan sebagai
derivate 17-hidroksi progestogen seperti medroksiprogesteron asetat serta
derivate 19-nortestosteron seperti noretisteron. Derivate 19-nortestosteron
umumnya lebih disukai untuk digunakan dalam HRT karena golongan ini
memiliki efek samping yang lebih ringan terhadap metabolisme lipid dan
fungsi hati. Efek samping progestogen sangat bervariasi dan bergantung
pada dosis, androgenisitas dan lama penggunaannya.
Efek samping yang sering kali dijumpai pada wanita yang
menggunakan progestogen siklik adalah gangguan metabolisme lipoprotein
plasma, retensi cairan, nyeri payudara, sakit kepala, perubahan mood dan
akne vulgaris.
Beberapa preparat yang umum digunakan dalam HRT adalah:38
Estrogen
Estrogen terkonjugasi (Premarin, Wyeth Ayerst, tablet 0.625 mg
dimulai dari ½ tablet yang kemudian ditingkatkan secara
bertahap setelah 2 atau 3 minggu menjadi ¾ tablet sehari sampai
mencapai 1 tablet/hari.
Estradiol transdermal [Estraderm TTS, 25 (2mg), TTS 50 (4
mg) dan TTS 100 (8 mg), Ciba] dalam dosis 25 sampai 50
mg/hari yang dapat dicapai dengan menggunakan Estraderm
TTS patch 25 atau 50 setiap 3 atau 4 hari sekali.
Estradiol valerat (Progynova, Schering AG, tablet 2 mg), ½
sampai 1 tablet/hari.
Estimilestradiol (Lynoral, Organon, tablet 50 mg) ½ sampai 1
tablet /hari.
Dalam menentukan kecepatan peningkatan dosis, harus selalu
diperhatikan keluhan pasien. Jika peningkatan dilakukan terlalu cepat,
pasien akan mengalami nyeri pada payudara. Jika nyeri payudara timbul,
peningkatan dosis harus ditunda sementara atau dosis diturunkan kembali ke
dosis semula.
Progestogen
Pada wanita pasca histerektomi, estrogen dapat diberikan secara terus-
menerus, akan tetapi pada wanita yang masih memiliki uterus umumnya
estrogen diberikan bersama progestogen. Jika progestogen dihentikan,
umumnya wanita akan mengalami withdrawal bleeding. Beberapa preparat
progestogen yang umum digunakan dalam hal ini adalah:
Noretisteron (Primolut N, Schering AG, tablet 5 mg). Untuk
perdarahan disfungsional uterus, noretisteron diberikan dalam
39
dosis ½ sampai 1 tablet sehari selama 3 minggu untuk kemudian
dihentikan selama 1 minggu.
Medroksiprogesteron asetat (Provera, Upjohn, tablet 2,5 mg).
Obat ini diberikan 2 atau 3x1 tablet selama 10, 12 atau 13 hari
untuk setiap 21 atau 28 hari estrogen.
Testosteron
Untuk mengatasi osteoporosis akibat sindroma hipogonadisme,
umumnya diberikan:
Ester testosteron (Sustanon, Organon, ampul 250 mg/ml),
diberikan dengan suntikan intramuskular dalam dosis 100-250
mg setiap 3 minggu.
Terapi Non-hormonal
Selain HRT, terdapat pula terapi non-hormonal yang dapat digunakan
untuk mencegah dan memperbaiki osteoporosis. Saat ini telah diketahui
beberapa agen farmakologis yang dapat berpengaruh pada metabolisme
tulang dan memperbaiki osteoporosis seperti kalsitonin, bifosfonat dan
calsium. Obat-obatan ini dapat mencegah atau sekurang-kurangnya dapat
menghambat kecepatan kehilangan tulang pada pasien osteoporosis senilis
maupun pasca menopause.
Kalsitonin
Peran fisiologis kalsitonin dalam mencegah resorpsi tulang dan regulasi
homeostatis calsium pada manusia masih belum diketahui dengan jelas.
Diduga kalsitonin bekerja dengan menghambat aktivitas, lama
hidup,recruitment dan pembentukan sel osteoclast baru.40
Kalsitonin menghambat tesorpsi tulang sehingga menurunkan kadar
calsium plasma dengan cepat sehingga menyebabkan terjadinya
hiperparatyroidisme sekunder transien. Karena itu, untuk mencegah
terjadinya respons homeostatic tersebut, kalsitonin umumnya diberikan
bersama suplementasi calsium dan vitamin D.
Kalsitonin diduga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan massa
tulang, dengan menyebabkanuncoupling antara proses resorpsi dan formasi
tulang terutama selama masa dini pengobatan. Kemungkinan hal ini
disebabkan karena walaupun resorpsi tulang telah terhambat akan tetapi
formasi tulang masih terus berlangsung pada lokasi resorpsi sebelumnya,
sehingga dapat diharapkan terjadinya peningkatan massa tulang.
Pengaruh kalsitonin pada osteoporosis tidak berlangsung selamanya.
Setelah tahun pertama pengaruh kalsitonin akan menurun secara bertahap
sampai akhir tahun kedua. Berkurangnya efek kalsitonin pada penggunaan
jangka panjang diduga disebabkan karena terbentuknya atibodi terhadap
kalsitonin atau penurunan fungsi reseptor kalsitonin.
Kalsitonin terbukti dapat memberikan efek analgesik akibat
osteoporosis terutama pada fraktur kompresi vertebral. Efek analgesik ini
umumnya timbul segera dalam 1 atau 2 hari setelah kalsitonin digunakan.
Efek samping kalsitonin yang paling sering dijumpai
adalah nausea yang umumnya terjadi segera setelah suntikan
diberikan. Nausea dapat diatasi dengan pemberian antiemetik bersama
kalsitonin yang keduanya diberikan pada waktu tidur. Efek samping lainnya
adalah flushing, muntah, diare dan nyeri lokal pada lokasi suntikan.
41
Kalsitonin agaknya merupakan obat yang sangat aman dan tidak
berinteraksi dengan obat-obat lain yang diketahui. Selama ini tidak terbukti
bahwa kalsitonin bersifat toksik pada manusia.
Preparat Kalsitonin
Kalsitonin (Miacalcic, Sandoz, ampul 50 dan 100 IU, metered
nasal spray 50 IU dan 100 IU/spray). Dosis efektif kalsitonin
SCT parenteral untuk pengobatan osteoporosis berkisar 100
IU/hari, akan tetapi efek analgesik SCT sudah dapat tercapai
dalam dosis yang lebih rendah. Kalsitonin umumnya diberikan
dalam dosis 50 sampai 100 mg sc/im selama 14 hari untuk
kemudian dilanjutkan dengan penggunaannasal spray 50 sampai
100 IU 3 kali seminggu.
Bifosfonat
Penggunaan bifosfonat pada pasien osteoporosis akan menyebabkan
penurunan resorpsi tulang. Hal ini sebagian disebabkan karena bifosfonat
akan terikat pada Kristal hidroksiapatit dan mineral tulang lainnya, sehingga
Kristal tersebut menjadi lebih resisten terhadap proses hidrolisis enzimatik.
Hambatan resorpsi tulang pada penggunaan bifosfonat juga terjadi akibat
pengaruh bifosfonat pada sel osteoclast yang dapat menyebabkan terjadinya:
Perubahan morfologi sel osteoclast.
Penurunan jumlah dan fungsi sel osteoclast.
Penurunan recruitment sel osteoclast ke arah
lokasi remodeling sehingga menurunkan kedalaman kavitas
yang terbentuk akibat erosi.
42
Penggunaan bifosfonat intermitten pada osteoporosis akan menurunkan
kecepatan turn over tulang dan mungkin dapat menyebabkan terjadinya
sedikit peningkatan massa tulang terutama pada tulang trabekular. Secara
klinis hal ini dapat terlihat dari penurunan insidens fraktur vertebra dan
peningkatan kekuatan torsional tulang panjang pada pasien yang
menggunakan kalsitonin secara intermitten.
Pengaruh bifosfonat pada tulang dapat bertahan sampai 1 atau 2 tahun
walaupun penggunaannya telah dihentikan. Belum diketahui apakah
penggunaan klodronat secara terus-menerus akan memiliki khasiat yang
lebih baik.
Efek samping bifosfonat yang paling sering dijumpai adalah intoleransi
intestinal. Hal ini dapat dicegah dengan membagi dosis total hariannya
dalam beberapa kali pemberian.
Bifosfonat
Klodronat (Ostac-Boehringer Manheim, Bonefos-Leiras, kapsul
400 mg disodium klodronate, ampul konsentrat untuk infuse 300
mg disodium klodronate). Dalam pengobatan osteoporosis,
dosis klodronat oral umumnya adalah 400 mg selama 14 hari
setiap 3 bulan. Pemberian klodronat harus disertai dengan
suplementasi calsium elemental dalam dosis 800 sampai 1200
mg/hari yang diberikan setiap hari.
Calsium
Walaupun hubungan antara asupan calsium diet dan kecepatan
kehilangan massa tulang begitu jelas, akan tetapi asupan calsium yang 43
dalam jumlah yang dianjurkan akan dapat meningkatkan kadar calsium
plasma yang selanjutnya akan meningkatkan sekresi kalsitonin, menurunkan
kadar PTH, kalsitriol serta menurunkan turn overdan kecepatan resorpsi
terutama pada tulang kortikal baik pada masa pra atau pasca menopause.
Pengaruh calsium akan tampak lebih jelas bila pemberian suplementasi
calsium juga disertai dengan peningkatan aktivitas fisik.
Dengan demikian, walaupun manfaat calsium tidak sebaik estrogen,
calsium penting untuk diberikan kepada pasien yang tidak dapat atau
menolak untuk menggunakan estrogen karena faktor umur, kontra indikasi
atau efek sampingnya. Pada osteoporosis yang telah berlangsung lama tanpa
suplementasi calsium, risiko fraktur terutama pada panggul akan meningkat
dengan bermakna setelah terjadinya fraktur yang pertama. Pada pasien
seperti itu suplementasi calsium sangat penting untuk mencegah terjadinya
fraktur berikutnya.
Efek samping calsium dalam dosis fisiologis seperti meteorismus dan
konstipasi umumnya jarang dijumpai dan dapat diabaikan. Walaupun
demikian, calsium sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan
peningkatan absorbsi calsium intestinal, gangguan ginjal sedang atau berat,
nefrolitiasis hiperkalsiurik atau sarkoidosis.
Preparat kalsium :
Calsium laktat glukonat + calsium karbonat (Calcium, Sandaz
Forte, mengandung 400 mg calsium elemental.
Ossopan (Kenrose, mengandung 176 mg calsium elemental).
Sebagai suplemen nutrisi, calsium elemental dalam dosis 800-
1200 mg/hari umumnya dapat menurunkan frekuensi fraktur
pada wanita dengan osteoporosis vertebral yang jelas.
44
Vitamin D dan Metabolitnya
Metabolit vitamin D, kalsitriol bekerja dengan meningkatkan absorbsi
calsium dan fosfat usus, kalsitriol juga meningkatkan resorpsi calsium dari
tulang. Selain itu, kalsitriol juga berperan secara langsung pada sel
osteoblast dalam sintesis osteocalsin yang dibutuhkan dalam proses
mineralisasi tulang melalui regulasi pertumbuhan Kristal hidroksiapatit.
Kalsitriol juga diketahui dapat menurunkan sensitivitas osteoclast terhadap
PTH.
Defisiensi vitamin D akan menyebabkan terjadinya hiperparatyroidisme
sekunder yang meningkatkan turn over tulang dan kehilangan massa tulang
kortikal, menghambat mineralisasi osteoid sehingga juga dapat
menimbulkan osteomalasia.
Pasien usila seringkali mengalami defisiensi vitamin D ringan karena
keengganan mereka untuk terpajan oleh sinar matahari, menurunnya asupan
makanan yang mengandung vitamin D serta penurunan absorpsi intestinal
vitamin D. Selain itu pada usila, penurunan fungsi ginjal diduga
menyebabkan terjadinya hambatan sekresi enzim 1 α-hidroksilase ginjal,
sehingga terjadi hambatan pada konversi kalsitriol menjadi kalsitriol.
Penggunaan kalsitriol sangat bermanfaat pada pasien osteoporosis
dengan malabsorpsi calsium, osteoporosis akibat penggunaan corticosteroid
jangka panjang, osteodistrofi ginjal dan mungkin juga pada osteoporosis
pasca menopause.
Preparat kalsium :
Alphacalcidol (One-Alpha, Kenrose/Leo, kapsul 0,25 mg dan 1
mg).
Rocaltrol (Kalsitriol, Roche, kapsul 0,25 dan 0,50 mg).
45
Untuk memelihara massa tulang dan mencegah fraktur pada
osteoporosis diperlukan alfakalsidol 1 mg/hari atau kalsitriol dalam dosis
antara 0.25 mg sampai 1 mg/hari yang diberikan bersama calsium elemental
800 sampai 1200 mg/hari.
Tiasid
Tiasid telah diketahui dapat menurunkan ekskresi calsium urin. Tiasid
harus diberikan pada pasien dengan hiperkalsiuria. Juga telah diketahui
bahwa pasien usia lanjut yang menggunakan tiasid memiliki risiko yang
lebih rendah bagi terjadinya fraktur femoral. Suatu penelitian pada pasien
hipertensi pria yang menggunakan hidroklorotiasid juga menunjukkan
peningkatan massa tulang jika dibandingkan dengan pasien yang tidak
diobati dengan tiasid.
Pengobatan Osteoporosis Eksperimental
Saat ini sedang berjalan penelitian tentang manfaat beberapa jenis obat
dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis. Beberapa obat yang masih
dalam penelitian tersebut adalah tibolon, fluorida, PTH, tamoksifen dan
raloksifen.
3.10. Monitoring Osteoporosis
Setelah diagnosis osteoporosis ditegakkan atau diketahui massa
tulang yang rendah, kita harus memonitor massa tulang yang berkurang atau
bertambah seiring dengan waktu. Pengukuran massa tulang ini penting secara
klinis untuk mendiagnosis dan mengendalikan osteoporosis. Di American
46
National Osteoporosis Foundation menganjurkan pemberian pengobatan
pencegahan pada
Penderita yang termasuk golongan berikut:
a. T-score kurang dari -1,5 SD dengan ada faktor risiko osteoporosis.
b. T-score kurang dari -2,0 SD tanpa ada faktor risiko osteoporosis.
c. Pada wanita pascamenopause dengan adanya fraktur.
d. Pengobatan harus dilakukan pada T-score kurang dari -2,5 SD.
Dalam pengobatan dan pengendalian osteoporosis, pemeriksaan ulangan
massa tulang dengan DEXA dapat dikerjakan dalam kurun waktu 1 - 2
tahun.
3.11. Pencegahan Osteoporosis
Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia
muda maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah
osteoporosis, yaitu(8):
1. Asupan calsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan
dengan mengkonsumsi calsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan
vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita
setengah baya yang sebelumya tidak mendapatkan cukup calsium.
Sebaiknya konsumsi calsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia
produktif adalah 1000 mg calsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200
mg per hari. Kebutuhan calsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari
47
yang kaya calsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-
kacangan.
2. Paparan sinar matahari
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh mengaktifkan pro
vitamin D dibawah kulit yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan
massa tulang. Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit,
3x/minggu. Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9
dan sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan
vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang.
3. Melakukan olahraga dengan beban
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga
dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang.
Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga.
Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting.
Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan,
kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah melakukannya
dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga untuk penderita
osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis.
Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah
sebagai berikut:
• Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan
pembebanan pada tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko patah
48
tulang punggung karena ruas tulang punggung yang lemah tidak mampu
menahan beban tersebut. Hindari latihan berupa lompatan, senam aerobik.
• Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk kedepan
dengan punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat
mengakibatkan cedera ruas tulang belakang. Juga tidak boleh melakukan sit
up, meraih jari kaki, dan lain-lain.
• Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki
kesamping atau menyilangkan dengan badan, juga meningkatkan risiko
patah tulang, karena tulang panggul dalam kondisi lemah.
Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis :
• Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5 km/jam selama 50
menit, lima kali dalam seminggu. Ini diperlukan untuk mempertahankan kekuatan
tulang. Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam) akan bermanfaat untuk jantung dan
paru-paru.
• Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat ”dumbble” kecil
untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu.
• Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.
• Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan dengan
duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat menguatkan otot-otot
yang menahan punggung agar tetap tegak, mengurangi kemungkinan bengkok,
sekaligus memperkuat punggung.
49
Untuk pencegahan osteoporosis, latihan fisik yang dianjurkan adalah latihan fisik
yang bersifat pembebanan, terutama pada daerah yang mempunyai risiko tinggi
terjadi osteoporosis dan patah tulang. Jangan lakukan senam segera sesudah
makan. Beri waktu kira-kira 1 jam perut kosong sebelum mulai dan sesudah
senam. Dianjurkan untuk berlatih senam tiga kali seminggu, minimal 20 menit
dan maksimal 60 menit. Sebaiknya senam dikombinasikan dengan olahraga jalan
secara bergantian, misalnya hari pertama senam, hari kedua jalan kaki, hari ketiga
senam, hari keempat jalan kaki, hari kelima senam, hari keenam dan hari ketujuh
istirahat. Jalan kaki merupakan olahraga yang paling mudah, murah dan aman,
serta sangat bermanfaat. Gerakannya sangat mudah dilakukan, melangkahkan
salah satu kaki kedepan kaki yang lain secara bergantian. Lakukanlah jalan kaki
20-30 menit, paling sedikit tiga kali seminggu.dianjurkan berjalan lebih cepat dari
biasa, disertai ayunan lengan. Setiap latihan fisik harus diawali dengan pemanasan
untuk:
• Menyiapkan otot dan urat agar meregang secara perlahan dan mantap sehingga
mencegah terjadinya cedera.
• Meningkatkan denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh sedikit demi sedikit.
• Menyelaraskan koordinasi gerakan tubuh dengan keseimbangan gerak dan
Menimbulkan rasa santai.
Lakukan selama 10 menit dengan jalan ditempat, gerakan kepala, bahu,
siku dan tangan, kaki, lutut dan pinggul. Kemudian lakukan peregangan selama
kira-kira 5 menit. Latihan peregangan akan menghasilkan selama kira-kira 5
menit. Latihan peregangan akan menghasilkan kelenturan otot dan kemudahan
gerakan sendi. Latihan ini dilakukan secara berhati-hati dan bertahap, jangan
sampai menyebabkan cedera. Biasanya dimulai dengan peregangan otot-otot
50
lengan, dada, punggung, tungkai atas dan bawah, serta otot-otot kaki Latihan inti,
kira-kira 20 menit, merupakan kumpulan gerak yang bersifat ritmis atau berirama
agak cepat sehingga mempunyai nilai latihan yang bermanfaat. Utamakan
gerakan, tarikan dan tekanan pada daerah tulang yang sering mengalami
osteoporosis, yaitu tulang punggung, tulang paha, tulang panggul dan tulang
pergelangan tangan.Kemudian lakukan juga latihan beban. Dapat dibantu dengan
bantal pasir, dumbble, atau apa saja yang dapat digenggam dengan berat 300-1000
gram untuk 1 tangan, mulai dengan beban ringan untuk pemula, dan jangan
melebihi 1000 gram. Beban untuk tulang belakang dan tungkai sudah cukup
memadai dengan beban dari tubuh itu sendiri. Setelah latihan inti harus dilakukan
pendinginan dengan memulai gerakan peregangan seperti awal pemanasan dan
lakukan gerakan menarik napas atau ambil napas dan buang napas secara teratur.
Jika masih memungkinkan. Lakukan senam lantai kira-kira 10 menit.
Latihan ini merupakan gabungan peregangan, penguatan dan koordinasi.
Lakukan dengan lembut dan perlahan dalam posisi nyaman, rilex dan napas yang
teratur.
4. Hindari rokok dan minuman beralkohol
Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting dalam
mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu banyak minum alkohol
juga bisa merusak tulang.
5. Deteksi dini osteoporosis
Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya tidak
diawali dengan gejala, maka langkah yang paling penting dalam mencegah dan
mengobati osteoporosis adalah pemeriksaan secara dini untuk mengetahui apakah
kita sudah terkena osteoporosis atau belum, sehingga dari pemeriksaan ini kita
akan tahu langkah selanjutnya.
51
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan mineral tulang
adalah sebagai berikut:
a. Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), menggunakan dua sinar-X
berbeda, dapat digunakan untuk mengukur kepadatan tulang belakang dan
pangkal paha. Sejumlah sinar-X dipancarkan pada bagian tulang dan jaringan
lunak yang dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang yang mempunyai
kepadatan tulang tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-X yang melewatinya.
DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk mengukur kepadatan mineral
tulang. DEXA dapat mengukur sampai 2% mineral tulang yang hilang tiap tahun.
Penggunaan alat ini sangat cepat dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis
yang rendah tetapi lebih mahal dibandingan dengan metode ultrasounds.
b. Peripheral dual-energy X-ray absorptiometry (P-DEXA), merupakan hasil
modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang anggota badan seperti
pergelangan tangan, tetapi tidak dapat mengukur kepadatan tulang yang berisiko
patah tulang seperti tulang belakang atau pangkal paha. Jika kepadatan tulang
belakang dan pangkal paha sudah diukur maka pengukuran dengan P-DEXA tidak
diperlukan. Mesin P-DEXA mudah dibawa, menggunakan radiasi sinar-X dengan
dosis yang sangat kecil, dan hasilnya lebih cepat dan konvensional dibandingkan
DEXA.
c. Dual photon absorptiometry (DPA), menggunakan zat radioaktif untuk
menghasilkan radiasi. Dapat mengukur kepadatan mineral tulang belakang dan
pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar dengan dosis yang sangat rendah
tetapi memerlukan waktu yang cukup lama.
52
d. Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika hasilnya
mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka dianjurkan untuk tes
menggunakan DEXA. Ultrasounds menggunakan gelombang suara untuk
mengukur kepadatan mineral tulang, biasanya pada telapak kaki. Sebagian mesin
melewatkan gelombang suara melalui udara dan sebagian lagi melalui air.
Ultrasounds dalam penggunaannya cepat, mudah dan tidak menggunakan radiasi
seperti sinar-X. Salah satu kelemahan Ultrasounds tidak dapat menunjukkan
kepadatan mineral tulang yang berisiko patah tulang karena osteoporosis.
Penggunaan Ultrasounds juga lebih terbatas dibandingkan DEXA.
e. Quantitative computed tomography (QTC), adalah suatu model dari CT-scan
yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah satu model dari QTC
disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur kepadatan tulang anggota
badan seperti pergelangan tangan. Pada umumnya pengukuran dengan QCT
jarang dianjurkan karena sangat mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi,
dan kurang akurat dibandingkan dengan DEXA, PDEXA,atau DPA(9).
53
BAB IV
KESIMPULAN
1. Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara nyata
yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang.
2. Dua penyebab osteoporosis adalah pembentukan massa puncak tulang
selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang
setelah menopause.
3. Faktor resiko terjadinya osteoporosis, yaitu usia, genetik, lingkungan dan
faktur panggul.
4. Osteoporosis terbagi menjadi primer dan sekunder. Osteoporosis primer
adalah osteoporosis pasca menopause dan sekunder biasanya terjadi pada
usia lebih dari 50 tahun.
5. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra,
pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia.
6. Terapi osteoporosis memepertimbangkan 2 hal, yaitu menghambat
hilangnya massa tulang dan peningkatan massa tulang.
7. Pencegahan osteoporosis adalah mengkonsumsi calsium yang cukup,
olahraga beban dan mengkonsumsi obat contohnya estrogen.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Broto, R. 2004. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis.
Dexa Media No. 2 Vol 17: 47 – 57
2. Dalimartha, S, 2002. Resep Tumbuhan Obat Untuk Penderita
Osteoporosis. Penebar Swadaya. Jakarta.
3. Hammett, Stabler CA, 2004. Osteoporosis from pathophysiology to
treatment. In: Washington American Assosiation for Clinical Chemistry
Press.p. 1-86
4. Hortono, M, 2000. Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis. Puspa Swara.
Jakarta.
5. Kaniawati, M., Moeliandari, F, 2003, Penanda Biokimia untuk
Osteoporosis.Forum Diagnosticum Prodia Diagnostics Educational
Services. No 1: hal. 1–18
6. Lane NE. 2003. Osteoporosis. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
7. Sennang AN, Mutmainnah, Pakasi RDN, Hardjoeno, 2006. Analisis
KadarOsteocalsin Serum Osteopenia dan Osteoporosis. Dalam Indonesian
Journal of clinical pathology and medical laboratory, Vol.12, No.2: hal 49-
52
8. Tesar R, 2011. Perosi – ISCD Bone Densitometry Course For
Technologist With ISCD Certification. Editor: Tesar R, Caudill J,
Colquhon A, Krueger D. International Society for Clinical Densitometry.
9. Sinnathamby, Hemanath. 2010. Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan
Sikap Terhadap Osteoporosis Dan Asupan Calsium Pada Wanita
Premenopause Di Kecamatan Medan Selayang Ii. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
55
56