referat hiperparatiroid sekunder dr pujo h

66
Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095) BAB I PENDAHULUAN Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada kehidupan sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormon paratiroid yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri secara spesifik belum diketahui, namun penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia paratiroid, adenoma soliter dan karsinoma paratiroid. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan sekresi kalsium sehingga manifestasi klinis yang terjadi kerusakan pada area tulang dan ginjal. Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap tahunnya. Di Amerika Serikat Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Daerah Kota Semarang Periode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 1

Upload: fransiscus-ronaldo

Post on 06-Aug-2015

383 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

BAB I

PENDAHULUAN

Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada

kehidupan sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid

mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang

disebabkan oleh kelainan hormon paratiroid yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid.

Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri secara spesifik belum diketahui, namun

penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia paratiroid, adenoma soliter dan

karsinoma paratiroid. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang,

ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat. Pada keadaan ini

dapat menyebabkan peningkatan sekresi kalsium sehingga manifestasi klinis yang

terjadi kerusakan pada area tulang dan ginjal.

Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap

tahunnya. Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit

hiperparatiroid tiap tahun. Pada kasus hiperparatirodisme sekunder hampir selalu

terjadi pada pasien gagal ginjal kronik.

Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH), senyawa yang

membantu memelihara keseimbangan dari kalsium dan fosfat dalam tubuh. Oleh

karena itu, hormon paratiroid penting sekali dalam pengaturan kadar kalsium dalam

tubuh sesorang.

BAB II

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 1

Page 2: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

PENYAKIT GINJAL KRONIK

II.1 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit

ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan anagka ini

meningkat sekitar 8% tiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta,

diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara-negara

berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk

per tahun.

II.2 Definisi

Penyakit ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu

proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi

ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. The Kidney

Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation

(NKF) mendefinisikan CKD sebagai kerusakan ginjal, atau penurunan Laju Filtrasi

Glomerulus (LFG) <60 mL/min/1.73 m2 selama ≥3 bulan.

Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan

fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti

ginjal yang tetap berupa, berupa dialisa atau transplantasi ginjal.

Uremia adalah suatu sindrom klinis dan laboratorik yang terjadi pada semua

organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.

Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

1. Kerusakan ginjal (renal daage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 2

Page 3: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

kelainan structural atau fungsional, dengan atauu tanpa penurunan laju

filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:

- Kelainan patologis

- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi

darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) <60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan,

dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan. dan LFG sama

atau lebih dari 60 ml/menit/l,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.

II.3 Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar

derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan

mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/mntJl,73m2) = (140 - umur ) X berat badan )

(72 X kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0, 85

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 3

Page 4: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi

Penyakit Tipe mayor (Contoh)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 4

Page 5: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular:

(penyakit otoimun, infeksi sistemik,obat,

neoplasia)

Penyakit vascular:

(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,

mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial:

(pielonefritis kronik, batu, obstruksi.,

keracunan obat)

Penyakit kistik:

(ginjal polikstik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracunan obat (siklosporin/ takrolimus)

Penyakil recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

II.4 Etiologi

Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu Negara dengan

Negara lain:

Tabel 4. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat (1995-

1999)

Penyebab Insiden

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 5

Page 6: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

Diabetes mellitus

- tipe 1 (7%)

- tipe 2 (37%)

Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar

Glomerulonefritis

Nefritis interstisialis

Kista dan penyakit bawaan lain

Penyakit sistemik (missal, lupus dan vaskulitis)

Neoplasma

Tidak diketahui

Penyakit lain

44%

27%

10%

4%

3%

2%

2%

4%

4%

Tabel 5. Penyebab Gagal Ginjal yang menjalani Hemodialisa di Indonesia

tahun 2000

Penyebab Insiden

Glomerulonefritis

Diabetes mellitus

Obstruksi dan infeksi

Hipertensi

Sebab lain

46,39%

18,65%

12,85%

8,46%

13,65%

II.5 Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit

yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 6

Page 7: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan

fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi,

yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini

mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler

dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhimya diikuti

oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini

akhimya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit

dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-

aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,

sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis rennin angiotansin-

aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth

factor f3 (TGF- [3). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya

progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,

dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan

fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya

cadang ginjal (renal reserve). pada keadaan mana basal LFG masih normal atau

malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi

nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin

serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan

(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.

Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia,

badan lemah , mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada

LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 7

Page 8: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan

kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena

infeksi seperti infeksi saluran kemih infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran

cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,

gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di

bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah

memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis

atau tansplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal

ginjal.

II.6 Pendekatan Diagnostik

Gambaran klinis

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus

urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus

Sistemik (LES), dan lain sebagainya.

b. Sindrom uremia, seperti yang tertera pada tabel berikut:

Tabel 6. Gejala klinis pada uremia

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 8

Page 9: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah

jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,

khlorida).

Gambaran Laboratorium

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan

penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar

kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.

c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan

kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,

hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.

d. Kelainan urinalisis meliputi, proteinuria, hematuri, leukosuria, cast, isostenuria.

Gambaran Radiologis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 9

Page 10: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

Pemeriksaan radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi:

a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.

b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati

filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras

terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.

c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi.

d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks

yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.

e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan

ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak

bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi,

menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan.

Biopsi ginjal indikasi kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang

sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,

infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan obesitas.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 10

Page 11: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

II.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)

3. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

Perencanaan tatalaksana (action plan) Penyakit ginjal kronik sesuai dengan

derajatnya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 7. Perencanaan talaksana CKD sesuai grade:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 11

Page 12: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

BAB III

KELENJAR PARATIROID

III.1 Anatomi

Gambar 1. Kelenjar paratiroid

Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus

ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat

cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk sepasang

kelenjar paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus

ketiga merupakan sepasang kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang kadang menyatu

dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi.

Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah

kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada di mediastinum. Kelenjar paratiroid

kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid.

Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter,

dan tebalnya 2 millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat

kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 12

Page 13: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

utama (chief cell) yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok, retikulum

endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon

paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung

granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia,

sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat

seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang dan manusia muda, sel oksifil ini

tidak ditemukan. Fungsi sel oksifil masih belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan

modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.

III.2 Fisiologi

Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone,

PTH) yang bersama-sama dengan Vitamin D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal), dan

kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh

kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya apabila kadar kalsium tinggi dan

dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada

tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya

menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan

aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium

yaitu di ginjal, tulang dan usus.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 13

Page 14: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

Gambar 2. Peranan fisiologis hormon paratiroid

Hormon paratiroid (PTH) manusia adalah suatu polipeptida linear dengan

berat molekul 9500 yang mengandung 84 residu asam amino. PTH disintesis sebagai

bagian dari suatu molekul yang lebih besar yang mengandung 115 residu asam amino

(prapo-PTH). Setelah prapo-PTH masuk ke dalam retikulum endoplasma, maka

leader sequence yang terdiri dari 25 residu asam amino dikeluarkan dari terminal N

untuk membentuk polipeptida pro-PTH yang terdiri dari 90 asam amino. Enam residu

asam amino lainnya juga dikeluarkan dari terminal N pro-PTH di apparatus Golgi,

dan produk sekretorik utama chief cells adalah polipeptida PTH yang terdiri dari 84

asam amino.

Kadar normal PTH utuh dalam plasma adalah 10-55 pg/mL. Waktu paruh

PTH kurang dari 20 menit, dan polipeptida yang disekresikan ini cepat diuraikan oleh

sel-sel Kupffer di hati menjadi 2 polipeptida, sebuah fragmen terminal C yang tidak

aktif secara biologis dengan berat molekul 2500.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 14

Page 15: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

PTH bekerja langsung pada tulang untuk meningkatkan resorpsi tulang dan

memobilisasi Ca2+. Selain meningkatkan Ca2+ plasma dan menurunkan fosfat plasma,

PTH meningkatkan ekskresi fosfat dalam urin. Efek fosfaturik ini disebabkan oleh

penurunan reabsorpsi fosfat di tubulus proksimal. PTH juga meningkatkan reabsorpsi

Ca2+ di tubulus distal, walaupun ekskresi Ca2+ biasanya meningkat pada

hiperparatiroidisme karena terjadi peningkatan jumlah yang difiltrasi yang melebihi

efek reabsorpsi. PTH juga meningkatkan pembentukan 1,25 dihidroksikolekalsiferol,

metabolit vitamin D yang secara fisiologis aktif.

Efek hormon paratiroid terhadap konsentrasi kalsium dan fosfat dalam cairan

ekstraselular. Naiknya konsentrasi kalsium terutama disebabkan oleh dua efek berikut

ini: (1) efek hormon paratiroid yang menyebabkan terjadinya absorpsi kalsium dan

fosfat dari tulang, dan (2) efek yang cepat dari hormon paratiroid dalam mengurangi

ekskresi kalsium oleh ginjal. Sebaliknya berkurangnya konsentrasi fosfat disebabkan

oleh efek yang sangat kuat dari hormon paratiroid terhadap ginjal dalam

menyebabkan timbulnya ekskresi fosfat dari ginjal secara berlebihan, yang merupakan

suatu efek yang cukup besar untuk mengatasi peningkatan absorpsi fosfat dari tulang.

Absorpsi kalsium dan fosfat dari tulang yang disebabkan oleh hormon

paratiroid. Hormon paratiroid mempunyai dua efek pada tulang dalam menimbulkan

absorpsi kalsium dan fosfat. Pertama merupakan suatu tahap cepat yang dimulai

dalam waktu beberapa menit dan meningkat secara progresif dalam beberapa jam.

Tahap ini diyakini disebabkan oleh aktivasi sel-sel tulang yang sudah ada (terutama

osteosit) untuk meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat. Tahap yang kedua adalah

tahap yang lebih lambat, dan membutuhkan waktu beberapa hari atau bahkan

beberapa minggu untuk menjadi berkembang penuh; fase ini disebabkan oleh adanya

proses proliferasi osteoklas, yang diikuti dengan sangat meningkatnya reabsorpsi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 15

Page 16: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

osteoklastik pada tulang sendiri, jadi bukan hanya absorpsi garam fosfat kalsium dari

tulang.

Fase cepat absorpsi kalsium dan fosfat (osteolisis) Bila disuntikan sejumlah

besar hormon paratiroid, maka dalam waktu beberapa menit konsentrasi ion kalsium

dalam darah akan meningkat, jauh sebelum setiap sel tulang yang baru dapat

terbentuk. Hormon paratiroid dapat menyebabkan pemindahan garam-garam tulang

dari dua tempat di dalam tulang:

1. Dari matriks tulang disekitar osteosit yang terletak didalam tulangnya sendiri dan

2. Di sekitar osteoblas yang terletak di sepanjang permukaan tulang. Pada membran

sel osteoblas dan osteosit memiliki protein reseptor untuk mengikat hormon

paratiroid.

Hormon paratiroid dapat mengaktifkan pompa kalsium dengan kuat, sehingga

menyebabkan pemindahan garam-garam kalsium fosfat dengan cepat dari kristal

tulang amorf yang terletak dekat dengan sel. Hormon paratiroid diyakini merangsang

pompa ini dengan meningkatkan permeabilitas ion kalsium pada sisi cairan tulang

dari membran osteositik, sehingga mempermudah difusi ion kalsium ke dalam

membran sel cairan tulang. Selanjutnya pompa kalsium di sisi lain dari membran sel

memindahkan ion kalsium yang tersisa tadi ke dalam cairan ekstraselular.

Fase lambat absorpsi tulang dan pelepasan kalsium dan fofat (aktivasi

osteoklas). Suatu efek hormon paratiroid yang lebih banyak dikenal dan yang

penjelasannya lebih baik adalah aktivasi hormon paratiroid terhadap osteoklas.

Namun osteoklas sendiri tidak memiliki protein reseptor membran untuk hormon

paratiroid. Sebaliknya diyakini bahwa osteoblas dan osteosit teraktivasi mengirimkan

suatu sinyal sekunder tetapi tidak dikenali ke osteoklas, menyebabkan osteoklas

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 16

Page 17: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

memulai kerjanya yang biasa, yaitu melahap tulang dalam waktu berminggu-minggu

atau berbulan-bulan.

Aktivasi sistem osteoklastik terjadi dalam dua tahap:

1. Aktivasi yang berlangsung dari semua osteoklas yang sudah terbentuk, dan

2. Pembentukan osteoklas yang baru

Kelebihan hormon paratiroid selama beberapa hari biasanya menyebabkan

sistem osteoklastik berkembang dengan baik, tetapi karena pengaruh rangsangan

hormon paratiroid yang kuat, pertumbuhan ini berlangsung terus selama berbulan-

bulan. Setelah beberapa bulan, resorbsi osteoklastik tulang dapat menyebabkan

lemahnya tulang dan menyebabkan rangsangan sekunder pada osteoblas yang

mencoba memperbaiki keadaan tulang yang lemah. Oleh karena itu, efek yang

terakhir dari hormon paratiroid yang sebenarnya adalah untuk meningkatkan aktivitas

dari osteoblastik dan osteoklastik. Namun, bahkan pada tahap akhir, masih terjadi

lebih banyak absorpsi tulang daripada pengendapan tulang dengan adanya kelebihan

hormon paratiroid yang terus menerus.

Bila dibandingkan dengan jumlah total kalsium dalam cairan ekstraselular,

ternyata tulang mengandung banyak sekali kalsium, bahkan bila hormon paratiroid

menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium yang sangat besar dalam cairan

ekstraselular, tidaklah mungkin untuk memperhatikan adanya efek yang berlangsung

dengan segera pada tulang. Pemberian atau sekresi hormon paratiroid yang diperlama

(dalam waktu beberapa bulan atau tahun) akhirnya menyebabkan absorpsi seluruh

tulang yang sangat nyata dengan disertai pembentukan rongga-rongga yang besar

yang terisi dengan osteoklas besar berinti banyak.

Efek hormon paratiroid terhadap ekskresi fosfat dan kalsium oleh ginjal

Pemberian hormon paratiroid menyebabkan pelepasan fosfat dengan segera dan cepat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 17

Page 18: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

masuk kedalam urin karena efek dari hormon paratiroid yang menyebabkan

berkurangnya reabsorpsi ion fosfat pada tubulus proksimal.

Hormon paratiroid juga meningkatkan reabsorpsi tubulus terhadap kalsium

pada waktu yang sama dengan berkurangnya reabsorpsi fosfat oleh hormon paratiroid.

Selain itu, hormon ini juga menyebabkan meningkatnya kecepatan reabsorpsi ion

magnesium dan ion hidrogen, sewaktu hormon ini mengurangi reabsorpsi ion natrium,

kalium dan asam amino dengan cara yang sangat mirip seperti hormon paratiroid

mempengaruhi fosfat. Peningkatan absorpsi kalsium terutama terjadi di bagian akhir

tubulus distal, duktus koligentes, dan bagian awal duktus koligentes.

Bila bukan oleh karena efek hormon paratiroid pada ginjal yang meningkatkan

reabsorpsi kalsium, pelepasan kalsium yang berlangsung terus menerus pada akhirnya

akan menghabiskan mineral tulang ini dari cairan ekstraselular dan tulang.

Efek hormon paratiroid pada absorpsi kalsium dan fosfat dal a m usus

Hormon paratiroid sangat berperan dalam meningktkan absorpsi kalsium dan fosfat

dari usus dengan cara meningkatkan pembentukan 1,25 dihidroksikolekalsiferol dari

vitamin D.

Efek vitamin D pada tulang serta hubungannya dengan aktivitas hormon

paratiroid. Vitamin D memegang peranan penting pada absorpsi tulang dan

pengendapan tulang. Pemberian vitamin D yang banyak sekali menyebabkan absorpsi

tulang yang sangat mirip dengan pemberian hormo paratiroid. Juga, bila tidak ada

vitamin D, maka efek hormon paratiroid dalam menyebabkan absorpsi tulang sangat

berkurang atau malahan dihambat. Mekanisme kerja vitamin D ini belum diketahui,

tetapi diyakini merupakan hasil dari efek 1,25 dihidroksikalsiferol (yang merupakan

produk utama dari vitamin D) dalam meningkatkan pengangkutan kalsium melewati

membran sel.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 18

Page 19: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

Vitamin D dalam jumlah yang lebih kecil meningkatkan kalsifikasi tulang.

Salah satu cara yang dapat dipakai untuk meningkatkan kalsifikasi adalah dengan cara

meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat dari usus. Akan tetapi, bahkan bila tidak

ada peningkatan, absorpsi akan tetap meningkatkan proses mineralisasi tulang. Sekali

lagi, mekanisme terjadinya efek ini tidak diketahui, tetapi mungkin disebabkan oleh

kemampuan 1,25 dihidroksikolekalsiferol untuk menyebabkan timbulnya

pengangkutan ion kalsium melewati membran sel.

Sebagian besar efek hormon paratiroid pada organ sasarannya diperentarai

oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP) yang bekerja sebagai mekanisme second

messenger. Dalam waktu beberapa menit setelah pemberian hormon paratiroid,

konsentrasi cAMP di dalam osteosit, osteoklas, dan sel-sel sasaran lainnya meningkat.

Selanjutnya, cAMP mungkin bertanggung jawab terhadap beberapa fungsi osteoklas

seperti sekresi enzim dan asam-asam sehingga terjadi reabsorpsi tulang, pembentukan

1,25 dihidroksikolekalsiferol di dalam ginjal dan sebagainya. Mungkin masih ada

efek-efek langsung lain dari hormon paratiroid yang efeknya tidak bergantung pada

mekanisme second messenger.

Pengaturan sekresi paratiroid oleh konsentrasi ion kalsium

Bahkan penurunan konsentrasi ion kalsium yang paling sedikit pun dalam cairan

ekstraselular akan menyebabkan kelenjar paratiroid meningkatkan kecepatan

sekresinya dalam waktu beberapa menit; bila penurunan konsentrasi ion kalsium

menetap, kelenjar paratiroid akan menjadi hipertrofi, sering lima kali atau lebih.

Contohnya, kelenjar paratiroid akan menjadi sangat besar pada Rikets, dimana kadar

kalsium biasanya hanya tertekan sedikit; juga, kelenjar akan menjadi sangat besar saat

hamil, walaupun penurunan konsentrasi ion kalsium pada cairan ekstraselular ibu

sangat sulit diukur; dan kelenjar sangat membesar selama laktasi karena kalsium

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 19

Page 20: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

digunakan untuk pembentukan air susu ibu. Sebaliknya, setiap keadaan yang

meningkatkan konsentrasi ion kalsium diatas nilai normal akan menyebabkan

berkurangnya aktivitas dan ukuran kelenjar paratiroid. Beberapa keadaan tersebut

meliputi:

1. Jumlah kalsium yang berlebihan dalam diet,

2. Meningkatnya vitamin D dalam diet, dan

3. Absorpsi tulang yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda dengan hormon

paratiroid (contohnya absorpsi tulang yang disebabkan oleh tidak digunakannya

tulang itu).

Kontrol dari hormon Paratiroid. Sekresi dari hormon paratiroid tergantung dari

suatu negative feed-back mechanism yang diatur oleh kadar ion kalsium dalam

plasma. Juga ada hormon lain yang ikut mengatur kadar kalsium dalam serum yaitu

calcitonin atau thyrocalcitonin. Hormon ini diproduksi oleh kelenjar tiroid.

Beberapa observasi menunjukan bahwa ada hubungan antara paratiroid

dengan kelenjar-kelenjar endokrin lain. Umpamanya pernah didapat hiperplasia

kelenjar paratiroid pada akromegali, sindrom Cushing, dan penyakit Addison.

Hipofisektomi (pada binatang) menyebabkan involutio dari kelenjar-kelenjar

paratiroid, sedangkan pemberian hormon pertumbuhan (GH), adrenokortikotropin

(ACTH), ekstrak lobus anterior hipofisis dan steroid-steroid adrenal mengakibatkan

hiperplasia dari kelenjar-kelenjar paratiroid. Tetapi mungkin pula bahwa perubahan

kelenjar-kelenjar paratiroid adalah sekunder akibat perubahan kadar fosfat dalam

serum yang disebabkan oleh hormon-hormon tersebut.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 20

Page 21: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

Hiperplasia dari kelenjar-kelenjar paratiroid terdapat dalam keadaan-keadaan

dimana ada tendensi dari ion kalsium untuk menurun, umpamanya pada penyakit

Rachitis (atau Osteomalacia), kehamilan, hilangnya kalsium dalam darah dan

insufisiensi ginjal yang disertai retensi fosfor.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 21

Page 22: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

BAB IV

HIPERPARATIRODISME

IV.1 Definisi

Hiperparatiroid adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi

hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid

diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon

paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan

pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium

oleh ginjal, dan meningkatkan absorbsi kalsium di usus. Hormon paratiroid juga

menyebabkan fosfaturia, yang secara tidak langsung menyebabkan terjadinya

hipofosfatemia. Hiperparatiroidisme terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier.

IV.2 Klasifikasi

1. Hiperparatiroidisme primer

Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma

tunggal. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai

adenoma atau hiperplasia). Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan

oleh paratiroid karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada

kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus genetika keluarga dapat terjadi baik

sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome

hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric dan

hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism juga termasuk kedalam

kategori ini.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 22

Page 23: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

2. Hiperparatiroidisme sekunder

Hiperparatiroid sekunder merupakan suatu keadaan dimana sekresi

hormon paratiroid meningkat lebih banyak dibanding dengan keadaan normal,

karena kebutuhan tubuh meningkat sebagai proses kompensasi. Pada keadaan ini

terdapat hiperplasi dan hiperfunsi merata pada keempat kelenjar paratiroid,

terutama dari chief cells. Biasanya penyebab primer adalah gagal ginjal kronik,

dan glomerulonefritis atau pyelonefritis menahun. Penyakit lain yang juga dapat

menyebabkan hiperparatiroid sekunder adalah osteogenesis imperfekta, penyakit

paget multiple mieloma, dan karsinoma dengan metastase tulang.

Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi

hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia,

kekurangan produksi vitamin D karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia.

Hiperpospatemia berperan penting dalam perkembangan hiperplasia paratiroid

yang akhirnya akan meningkatkan produksi hormon paratiroid.

3. Hiperparatiroidisme tersier

Penyebabnya masih belum diketahui. Perubahan mungkin terjadi pada titik

pengatur mekanisme kalsium pada level hiperkalsemik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 23

Page 24: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

BAB V

HIPERPARATIROID SEKUNDER

V.1 Definisi

Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang

berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal sebagai respons terhadap

penurunan kadar kalsium terionisasi didalam serum. Secara khusus, kelainan ini

berkaitan dengan gagal ginjal. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D.

Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat

kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium serum. Pada

sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai normal, tetapi tidak

mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar kalsium

serum melebihi normal; pasien kemudian dapat mengalami gejala hiperkalsemia.

V.2 Etiologi

Hiperparatiroid sekunder merupakan suatu keadaan dimana sekresi hormon

paratiroid meningkat lebih banyak dibanding dengan keadaan normal, karena

kebutuhan tubuh meningkat sebagai proses kompensasi. Pada keadaan ini terdapat

hiperplasi dan hiperfunsi merata pada keempat kelenjar paratiroid, terutama dari chief

cells. Biasanya penyebab primer adalah gagl ginjal kronik, dan glomerulonefritis atau

pyelonefritis menahun. Penyakit lain yang juga dapat menyebabkan hiperparatiroid

sekunder adalah osteogenesis imperfekta, penyakit paget multiple mieloma,

karsinoma dengan metastase tulang.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 24

Page 25: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi

hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia, kekurangan

produksi vitamin D karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia. Hiperpospatemia

berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya akan

meningkatkan produksi hormon paratiroid.

Pada penyakit ini terdapat hiperplasia dan hiperfungsi dari kelenjar paratiroid.

Sebab primer adalah keadaan hipokalsemia kronik yang disebabkan di antaranya oleh:

1. Gagal ginjal kronik karena:

a. Glomerulonefritis

b. Pielonefritis

c. Kongenital dari traktus urinarius pada anak-anak

d. Dialisis, dapat menyebabkan penurunan kadar kalsium darah.

2. Defisiensi vitamin D (riketsia dan osteomalasia), defek herediter dari metabolisme

vitamin D.

3. Malabsorbsi intestinal, berbagai gangguan gastrointestinal dapat menyebabkan

kalsium tidak dapat diabsorbsi maksimal ke dalam darah, sehingga pada keadaan

kronis dapat menyebabkan hipokalsemia.

4. Penyakit-penyakit lain dapat juga menyebabkan hipokalsemia dan kemudian

hiperparatiroidisme sekunder, misalnya:

a. Osteogenesis imperfecta

b. Paget’s disease

c. Mieloma multiple

d. Karsinoma dengan metastasis di tulang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 25

Page 26: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

V.3 Patofisiologi

Hiperparatiroidisme sekunder biasanya ditandai dengan adanya hiperplasia

kelenjar paratiroid. Keempat kelenjar biasanya akan mengalami hiperplasia, tapi tidak

hanya 1-2 kelenjar yang mengalami hiperplasia.

Hiperparatiroidisme sekunder kebanyakan merupakan akibat dari keadaan

gagal ginjal kronik, dimana biasanya berkembang pada pasien hemodialisis.

Hipokalsemia kronis yang akhirnya menimbulkan hiperparatiroidisme sekunder juga

dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin D, malabsorbsi intestinal yang

dikarakteristik oleh inadekuat absorbsi vitamin D dan kalsium.

Penggunaan furosemide jangka panjang pada bayi baru lahir, penggunaan

kontrasepsi oral dan hiperkalsiuria idiopatik dapat pula menyebabkan terjadinya

hiperparatiroidisme sekunder.

Kebanyakan penyebabnya adalah gagal ginjal kronik. Pada gagal ginjal kronik

terjadi berbagai abnormalitas biokimia, termasuk penurunan kemampuan ekskresi

fosfat melalui urin. Keadaan ini akan mengakibatkan peningkatan kadar fosfat dalam

darah, sehingga meningkatkan kadar produk kalsium-fosfat. Sehingga kadar kalsium

darah cenderung menurun, keadaan ini disebut sebagai hipokalsemia.

Keadaan hiperfosfatemia dan kerusakan parenkim ginjal berhubungan dengan

penyebab penurunan kemampuan ginjal dalam memproduksi 1,25-

dihydroxycholecalciferol (vitamin D aktif), yang berperan dalam absorbsi kalsium di

saluran intestinal.

Berbagai keadaan yang menyebabkan terjadinya hipokalsemia kronis ini,

menstimulasi tubuh untuk melakukan suatu rekasi kompensasi untuk mengembalikan

kadar kalsium dalam darah sehingga mendekati angka normal. Cara kompensasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 26

Page 27: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

tubuh yang digunakan yaitu dengan overproduksi PTH yang secara tidak langsung

diikuti dengan hiperplasia kelenjar paratiroid.

PTH terutama bekerja pada tulang, usus dan ginjal. Dalam ginjal, PTH

meningkatkan resorpsi kalsium dari lumen tubulus ginjal. Dengan demikian

mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin D3

aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan

dalam usus. Pada tulang, PTH berperan dalam peningkatan reabsorpsi kalsium dari

tulang. Pada usus, peningkatan absorpsi kalsium dari makanan merupakan efek

langsung dari PTH.

Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal

mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal

ini dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapat menimbulkan

penurunan kreatinin klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium

ekstraselular dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat

kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi

tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 27

Page 28: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

Gambar 3. Patofisiologi Hiperparatiroidisme Sekunder

V.4 Manifestasi Klinis

Karena hiperparatiroidisme sekunder disebabkan oleh berbagai macam

etiologi, maka manifestasi klinis yang sering muncul selalu didasarkan dengan adanya

manifestasi klinis akibat kelainan yang mendasarinya, yaitu gagal ginjal atau

defisiensi vitamin D (osteomalasia atau miopati).

Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat

terganggunya beberapa sistem organ pada kasus hiperparatiroidisme sekunder yang

lama dan berat. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah,

konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi, semua ini berkaitan dengan

peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai

dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 28

Malabsorbsi Calsium

Page 29: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem saraf. Peningkatan

kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.

Manifestasi utama dari hiperparatiroidisme terutama pada ginjal dan

muskuloskeletal. Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan

dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi

hiperparatiroidisme. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium oksalat atau

kalsium fosfat dalam pelvis dan parenkim ginjal yang mengakibatkan nefrolithiasis,

obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal. Nefrolitiasis juga menyebabkan penurunan

fungsi ginjal dan retensi fosfat.

Manifestasi skeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat

demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa benigna

akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan, disebut sebagai osteitis fibrosa

cystica. Secara histologis, gambaran patognomonik adalah peningkatan giant

multinukleal osteoklas pada lakuna Howship dan penggantian sel normal dan sumsum

tulang dengan jaringan fibrotik. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri

tekan, khususnya di daerah punggung, panggul, tungkai dan persendian lutut serta,

nyeri ketika menyangga tubuh, fraktur patologik, deformitas, osteomalasia dan

kiposkoliosis. Nyeri persendian akibat deposit kristal hidroksiapatite, karena adanya

hiperfosfatemia. Bahkan, dapat terjadi neksrosis avaskular pada caput femoris karena

adanya renal distrofi yang menyebabkan nyeri sendi panggul. Kehilangan tulang yang

berkaitan dengan hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.

Pada pasien dapat disertai dengan gejala disfungsi sistem saraf pusat, nervus

dan otot perifer, traktus gastrointestinal, dan sendi. Manifestasi dari neuromuscular

termasuk tenaga otot berkurang (paroxysmal muscular weakness) yang perlahan-

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 29

Page 30: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

lahan, mudah lelah, dan atrofi otot yang mungkin menyolok adalah tanda kelainan

neuromuscular primer.

Manifestasi pada traktus gastrointestinal kadang-kadang ringan. Insidens ulkus

peptikum dan pankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan dapat menyebabkan

terjadinya gejala gastroitestinal.

Pada anak-anak dengan azotemia, terjadi deformitas skeletal berupa

pembengkokan tibia dan femur. Kalsifikasi vaskular dan nekrosis iskemia perifer

dapat menyebabkan warna kulit jari dan kuku menjadi pucat. Kadang, ulcer dan scar

dapat timbul. Dan didapatkan adanya hubungan kejadian stenosis mitral dan aorta

pada pasien anak dengan hemodialisis.

Secara umum, efek dari hiperkalsemia adalah sebagai berikut:

5. Sistem saraf pusat: Perubahan mental, penurunan daya ingat, emosional tidak

stabil, depresi, gangguan tidur, koma.

6. Neuromuscular: Tenaga otot berkurang (paroxysmal muscular weakness), rasa

sakit pada sendi dan otot akibat penimbunan kalsium, pruritus, dan pergerakan

tangan yang abnormal pada saat tidur.

7. Gastrointestinal: Ulkus peptikum, pankreatitis, nausea, vomiting, reflux, dan

kehilangan nafsu makan.

8. Kardiovaskular: Hipertensi.

9. Mata: Konjunctivitis, keratopathy.

10. Kulit: Pruritus akibat penimbunan kalsium

V.5 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level

kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 30

Page 31: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya

hiperparatiroidisme yang dapat menaikkan kadar kalsium dalam level yang tinggi.

Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik

karena kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan dan perubahan

pada ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar-x

atau pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Penggambaran

dengan sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah

urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko batu

ginjal. Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk membedakan

hiperparatiroidisme dengan keganasan, yang dapat menyebabkan hiperkalsemia.

Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan

untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma

serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid.

Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan

penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes

yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya

kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan

kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan

keadaan tulang dan resiko fraktura.

Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan

fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan

palsu kadar PTH serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh

direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal.

Hiperparatiroidisme sekunder pada umumnya menunjukkan hasil pemeriksaan

penunjang sebagai berikut:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 31

Page 32: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

11. Pemeriksaan laboratorium

a. Hormon parathiroid meningkat

b. Kalsium serum dapat normal atau menurun

c. Fosfat serum menurun pada defisiensi vitamin D

Fosfat serum meningkat pada insufisiensi atau gagal ginjal

d. Kadar 25-hydroxyvitamin D menurun, kurang dari 20 mg per milliliter (50

nmol per liter)

12. Radiologis: Rontgen (komplikasi pada organ target)

a. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi

b. Cystic-cystic dalam tulang

c. Trabeculae di tulang

d. Erosi subperiostal

e. Nefrolithiasis

13. Ultrasonografi

Digunakan untuk evaluasi pembesaran kelanjar paratiroid.

14. PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah

V.6 Penatalaksanaan

Konservatif

1. Pada kasus defisiensi vitamin D dapat dikoreksi dengan pemberian kapsul vitamin

D 50.000 IU/kapsul satu kali seminggu selama 8 minggu dan dapat diulang 8

minggu lagi apabila tanda defisiensi masih terlihat.

2. Pada kasus gagal ginjal kronik, National Kidney Foundation (NKF)

merekomendasikan penurunan kadar PTH untuk menormalkan turnover mineral

tulang dan meminimalisasi terbentuknya kalsifikasi ektopik. Pasien yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 32

Page 33: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

mengalami dialisis gagal ginjal, biasanya mengalami peningkatan kadar hormon

paratiroid.

Berikut pilihan terapi non bedah yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme

sekunder pada kasus gagal ginjal kronik:

a. Restriksi konsumsi fosfat, jika dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan

kadar 25-hydroxyvitamin D >30 mg/mL.

b. Phosphate binder

Calcium-based phosphate binders, seperti calcium carbonate atau calcium

acetate

Non-calcium-based phosphate binders, seperti sevelamer hydrochloride atau

lanthanum carbonate

c. Suplementasi kalsium dibatasi kurang dari 2 gr/hari

d. Vitamin D dan analognya:

Calcitriol

Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin

dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid dan hiperparatiroidisme

sekunder.

Analog calcitriol: Paricalcitol, doxercalciferol, maxacalcitol, dan

falecalcitriol

e. Kalsimimetik, seperti cinacalcet

Kalsimimetik digunakan efeknya dalam meningkatkan sensitivitas reseptor

kalsium dan menghambat pengeluaran dari PTH. Selain itu, kalsimimetik juga

dapat menurunkan kadar fosfor dalam darah.

Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat mencegah atau

meminimalisir hiperparatiroidisme sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat dengan diet

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 33

Page 34: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

rendah fosfat juga penting. Pasien yang mengalami dialysis-dependent chronic failure

membutuhkan calcitriol, suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet

(sensipar) untuk memelihara level cairan kalsium dan fosfat.

Operatif

Pasien yang mengalami nyeri tulang atau patah tulang, pruritus, dan

calciphylaxis perlu perawatan dengan pendekatan operatif. Kegagalan pada terapi

medis untuk mengontrol hiperparatiroidisme juga mengindikasikan untuk menjalani

operasi. Umumnya, jika terjadi hiperparatiroidisme persisten berat dengan kadar

hormon paratiroid lebih tinggi dari 800 pg/mL dan keadaan hiperkalsemia dan

hiperfosfatemia walaupun dengan pengoreksian kadar kalsium dan fosfor, serta

tebukti adanya kelainan pada tulang, paratiroidektoimi sebaiknya dipertimbangkan.

1. Intraoperatif

Keempat kelenjar paratorid harus diperhatikan dan dibiopsi jika dibutuhkan

untuk meyakinkan kebenaran identifikasi. Pada kebanyakan kasus, hyperplasia

difus banyak ditemukan meskipun ukuran kelenjar dapat berbeda.

Pilihan operasi dapat berupa paratiroidektomi total dengan autotransplantasi

atau paratiroidektomi subtotal (3,5 kelenjar). Pada beberapa kasus harus

dilakukan timektomi. Penelitian Rothmud, et al (1991) menyatakan pada

paratiroidektomi subtotal kemungkinan dapat kembali terjadi hiperkalsemia

dan membutuhkan eksplorasi ulang, sedangkan pada paratiroidektomi total

tidak terjadi peningkatan kadar kalsium darah. Sekarang, kebanyakan lebih

digunakan teknik paratiroidektomi total dengan autotransplantasi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 34

Page 35: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

Post-operatif

a. Pada eksplorasi paratiroid, perlu dimonitor kadar kalsium setiap 12 jam

sampai stabil. Keadaan hipokalsemia terjadi pada 24-72 jam post operasi.

Pemberian terapi diindikasikan hanya jika terdapat gejala yang menyertainya.

b. Jika terjadi keadaan hipoparatiroidisme persisten, berikan suplementasi oral

dengan kalsium dan vitamin D. Calcium citrate atau calcium carbonate dapat

dimulai 2 tablet 4 kali/hari. Beberapa pasien memerlukan lebih atau bahkan

kurang dari itu. Dosis Calcitriol dimulai 1 mcg/hari untuk hari pertama, 0.5

mcg/hari untuk hari kedua, kemudian 0.25 mcg/hari untuk berikutnya.

c. Jika dilakukan paratiroidektomi total dengan autotransplantasi, pasien harus

diberikan terapi pemeliharaan untuk jangka waktu tertentu berupa

suplementasi calcium dan calcitriol.

d. Jika terjadi kerusakan nervus yang ditunjukan dengan suara yang serak,

mengindikasikan dilakukan laringoskopi. Jika terjadi paralysis plika vokalis,

dilakukan operasi untuk memperbaiki kerusakan nervus. Reeksplorasi setelah

24-48 jam tidak dianjurkan mengingat resiko tinggi akibat inflamasi pada

daerah operasi.

e. Kedaruratan yang bersifat mengancam jiwa terjadi jika terdapat hematoma

pada ruang pretrakeal. Komplikasi ini harus segera didiagnosis dan dilakukan

evakuasi hematoma. Jika penanganan terlambat atau tidak dilakukan, dapat

terjadi edema laring seingga akan terjadi obstruksi jalan nafas. Pada hematoma

minimal tidak memerlukan penanganan operatif.

f. Adanya kumpulan cairan pada subplatisma mungkin dapat terbentuk, dan

dapat dilakukan aspirasi dan dapat diulang jika diperlukan, kadang diperlukan

drainage untuk evakuasi cairan tersebut.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 35

Page 36: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

V.7 Prognosis

Pengobatan hiperparatiroidisme sekunder pada kebanyakan pasien berhasil.

Pasien yang menjalani pengangkatan kelenjar paratiroid mempunyai kira-kira 10%

resiko kumatnya penyakit. Hal ini mungkin berkaitan dengan fungsi yang berlebihan

atau hilangnya kelenjar dileher atau hiperplasia. Adakalanya pasien yang telah

menjalani operasi, dapat mengalami hipoparatiroidisme persisten, sehingga pasien

demikian membutuhkan suplementasi kalsium dan calcitriol seumur hidup.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 36

Page 37: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

BAB VI

PEMBAHASAN

Hiperparatiroid sekunder merupakan konsekuensi dari berkurangnya vit. D

aktif yang dihasilkan oleh ginjal dan adanya retensi fosfat pada penderita penyakit

ginjal kronis (PGK) yang ditandai dengan adanya hiperfosfatemia, hipokalsemia, dan

peningkatan kadar paratiroid hormon dalam darah. Abnormalitas metabolisme

kalsium dan fosfat pada PGK telah banyak diteliti dan menunjukkan peranan penting

dalam terjadinya renal osteodistrofi (mineral and bone disease).

Hiperfosfatemia dan peningkatan produk CaxP berhubungan erat dengan

resiko kematian pada pasien PGK, oleh karena itu kondisi hiperparatiroidisme harus

dicegah dan dikelola sejak stadium predialisis dengan pengaturan diet rendah fosfat,

pemberian kalsium atau vitamin D.

Kelenjar paratiroid yang mengalami hiperplasia lambat laun dapat mengalami

otomatisasi produksi hormon paratiroid, maka terjadi keadaan hiperparatiroidisme

tersier yang bermanifestasi penumpukkan kalsium yang cepat dan sulit terkendali,

keadaan ini disebut sebagai kalsifikasi metastatik Paratiroidektomi yang dilakukan

bila terapi medikamentosa gagal.

Kalsium

Kalsium terutama terdapat di tulang belulang, 99% terikat dengan kristal

hydroxyapatite. Hanya 1% Ca yang berada di luar tulang belulang dan hanya 1% pula

Ca yang dapat dipertukarkan dalam sistem resevoir extra dan intra selular.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 37

Page 38: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

Ca terutama diabsorbsi di duodenum, jejunum, dan ileum. Ca bergerak melalui

brush border dengan konsentrasi tingginya, lalu difasilitasi oleh calcitriol menuju ke

dalam sel dan berikatan dengan protein. Selanjutnya ditransfer melewati membran

basolateral melewati perbedaan konsentrasi yang tinggi, memakai Ca-ATPase atau

melalui Na untuk menjalani mekanisme pertukaran.

Ca difiltrasi di glomerulus dan selanjutnya direabsorbsi sekitar 98%, sehingga

yang keluar dari urine adalah sekitar 4 mmol/hari. Absorbsi di tubuli sebanyak 65%

dan tidak dipengaruhi hormon. 25% di Loop of Henle, reabsorbsi aktif di tubuli distal,

dipengaruhi oleh PTH. Di tubuli pengumpul, reabsorbsi sangat sedikit. Thiazide

meningkatkan, sedangkan furosemide mengurangi reabsorbsi.

Regulasi kadar Ca serum ini terlaksana dengan adanya interaksi antara

absorbsi di usus, perubahan tulang, fungsi ginjal, PTH serta 1,25(OH)2D3.

Metabolisme Ca pada PGK:

Berkurangnya masa di ginjal pada PGK membuat jumlah sel tubuli proximal

berkurang. Hal ini dapat membuat sintesis dari 1,25 (OH)2D3 (Calcitriol) berkurang

sebagaimana juga berkurangnya ekskresi P dan H+. Kurangnya calcitriol

menyebabkan kurangnya kemampuan absorbsi Ca di usus sehingga dapat

menyebabkan kurangnya kadar Ca darah. Bila kreatinin sudah mencapai >2,5 m/dL

maka dengan asupan normal, absorbsi fraksional Ca adalah 17%, dibanding dengan

25% dalam keadaan normal. Biasanya asupan pun berkurang, akan tetapi bila asupan

berkurang, absorbsi selalu bertambah baik. Keadaan hipokalsemia bersamaan dengan

retensi P akan menjurus kepada timbulnya hiperparatiroidisme sekunder.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 38

Page 39: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

Phospor

Phospor memiliki fungsi vital dalam berbagai fungsi fisiologik tubuh seperti

perkembangan tulang belulang, metabolisme mineral, bagian phospolipid dari dinding

sel, cell signating, agregasi platelet dan transfer energi melalui metabolisme

mitokondria. Oleh karena sedemikian penting, maka homeostasis P mempertahankan

kadar serum phospor pada kisaran 2,5-4,5 mg/dl.

Jumlah seluruh P dalam tubuh adalah sekitar 700 g, 85% berada dalam tulang

belulang, 14% dalam intraseluler, sementara hanya 1% dalam ekstraseluler. Dari yang

ada di ekstraseluler, 70% adalah bentuk organik, terkandung dalam phospolipid dan

30% adalah inorganik. Dari inorganik ini, 15% terikat pada protein dan 85% terikat

dengan Na, Mg, Ca, atau beredar dalam bentuk mono atau atau dihidrogen bebas.

Sekitar 60-70% P dalam makanan di absorbsi di seluruh segmen saluran cerna,

baik secara aktif maupun pasif. Absorbsi aktif dipengaruhi oleh calcitriol, yang dapat

meningkatkan Na-P-Cotransporter dan dengan demikian meningkatkan absorbsi P.

Absorbsi pasif dipengaruhi oleh kadar yang tinggi dalam lumen usus melalui Na-P-

Cotransporter yang ada di brush border epitel usus.

P inorganik dalam darah hampir seluruhnya difiltrasi di glomerulus.

Selanjutnya 70-80% direabsorbsi lagi di tubulus proximal, sisanya di reabsorbsi di

tubulus distal. Ekskresi P ditentukan oleh tingginya kandungan P plasma dan hormon

paratiroid (PTH).

Metabolisme P pada PGK:

Akibat kegagalan ginjal dalam mengekskresi fosfat, meningkatnya asupan

fosfat, atau pelepasan fosfat dari ruang intrasel maka akan menyebabkan peningkatan

kadar P dalam darah. Meskipun terjadi progresifitas insufisensi ginjal, namun ginjal

masih mampu mempertahankan keseimbangan fosfat sampai klirens kreatinin 20-25

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 39

Page 40: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

ml/menit. Namun apabila kreatinin klirens sudah mencapai 15 ml/menit makan

hiperfosfatemia sudah dapat terjadi. Penurunan eksresi ginjal menyebabkan

peningkatan kadar fosfat serum, yang akan menekan produksi kalsitriol dan 1ά-

hidroksilase. Menurunnya kalsitriol akan menurunkan absorbsi kalsium yang

menyebabkan hipokalsemia.

Hipokalsemi, rendahnya kadar kalsitriol, dan hiperfosfatemi memberikan

kontribusi terhadap peningkatan sekresi HPT yang akan meningkatkan kadar HPT

serum (hiperparatiroid sekunder). Efek dari peningkatan HPT adalah: efek fosfaturik

(namun pada kondisi gagal ginjal hal ini tidak terjadi), mobilisasi kalsium dari tulang

ke darah dengan cara merangsang osteoklas, mengurangi ekskresi kalsium oleh ginjal

dengan meningkatkan reabsorbsi kalsium di tubuli renalis, dan meningkatkan

hidroksilasi 25(OH)2D menjadi kalsitriol.

Hiperparatiroidisme sekunder

Hiperaratiroid sekunder adalah kadar hormon paratiroid lebih dari kadar

normal pada PGK. Kadar HPT pada populasi normal ialah 10,4-68 pg/ml. Pada PGK,

nilai ini bervariasi karena adanya peningkatan resistensi skelet terhadap HPT,

sehingga kadar optimalnya tergantung derajat PGK. Tiga faktor yang memegang

peranan pada patogenesis hiperparatiroid sekunder adalah ion kalsium serum,

kalsitriol, dan fosfat serum. Pada PGK stadium predialisis, terjadi gangguan

metabolisme vit. D, penurunan kadar kalsitriol, dan penurunan kadar kalsium yang

sedang yang mengakibatkan peningkatan sintesis dan sekresi HPT. Dengan

progresifitas penyakit terjadi penurunan jumlah reseptor vit. D (VDR) dan reseptor

kalsium (CaR). Penurunan jumlah kedua reseptor tersebut menyebabkan kelenjar

paratiroid lebih resisten terhadap HPT.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 40

Page 41: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

Gambar 4. Mekanisme terjadi hiperparatiroid sekunder

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 41

Page 42: Referat Hiperparatiroid Sekunder Dr Pujo H

Hiperparatiroid sekunder pada Penyakit Ginjal Kronik Fransiscus Ronaldo (030.07.095)

BAB VII

KESIMPULAN

Adanya pengurangan masa ginjal pada PGK dengan penurunan LFG,

mengakibatkan defisiensi calcitriol, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia. Kedua

keadaan, hipokalsemia dan hiperfosfatemia ini akan merangsang proliferasi sel

paratiroid dan menyebabkan peningkatan HPT. Interaksi ini diperkuat dengan adanya

defisiensi vitamin D, hiperfosfatemia juga akan memberikan pengaruh pada dinding

pembuluh darah dan bermuara terjadinya kalsifikasi otot pembuluh darah dan

selanjutnya terjadi aterosklerosis dan arteriosklerosis, yang dapat meningkatkan

mortalitas kardiovaskular. Selanjutnya hiperparatiroid, dengan peningkatan HPT

darah dapat mengakibatkan terusiknya tulang dengan mobilisasi Ca-phospat dalam

upaya tubuh mengatasi hipokalsemia. Akan tetapi peningkatan kadar Ca darah, dalam

keadaan kadar phospat juga tinggi, dapat sedemikian sehingga membuat perkalian

CaxP menjadi lebih dari 55. Ini akan berakibat terjadinya kalsifikasi, baik di tulang

sendiri, osteodistrofi renal, maupun dijaringan lunak.

Dengan demikian, pada PGK, baik sebelum dialisa mauun sesudah dialisa,

maka pengurangan asupan P, berupa pengurangan asupan protein dan pemberian

pengikat phospat merupakan cara dasar untuk mengatasi gangguan homeostasis Ca

dan P. Pemberian vit. D juga terbukti cukup bermakna.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Daerah Kota SemarangPeriode 21 November 2011 s/d 28 Januari 2012 42