referat ca cervix

73
BAB I PENDAHULUAN Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina). 90 % dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 – 55 tahun. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks. 1 Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual, kontrasepsi, atau merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks. Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat variasi hingga sulit untuk dipahami. 2 Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara berkembang. Diperkirakan setiap tahun dijumpai 1

Upload: malika-jamal

Post on 12-Sep-2015

147 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

ca serviks

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina). 90 % dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 55 tahun. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks.1Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual, kontrasepsi, atau merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks. Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat variasi hingga sulit untuk dipahami.2Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara berkembang. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru diseluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang. 2,3Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap hari dijumpai sekitar 40-45 kasus baru kanker serviks dan sekitar 20-25 kematian karena kanker serviks. 2,3Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian wanita dan kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear. Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara berkembang hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi. Cakupan skrining di Indonesia sangat rendah yaitu 3 mm dan < 5mm, kedalaman 7 mm

IBLesi terbatas pada cervix, ukuran lesi lebih besar dari stage 1A

IB1Lesi klinik 4 cm

IIProses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3 bagian atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.

IIAPenyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat tumor.

IIA1Lesi klinis 4.0 cm.

IIA2Lesi klinis >4.0 cm.

IIBPenyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke dinding panggul.

IIIPenyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke parametrium sampai dinding panggul.

IIIAPenyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.

IIIBPenyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic)/ proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.

IVProses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa rektum dan atau kandung kemih.

IVAProses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa rektum dan atau kandung kemih.

IVBTelah terjadi penyebaran organ jauh.

Tabel 2. Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM 6TingkatKriteria

T

T1S

T1

T1a

T1b

T2

T2a

T2b

T3

T4

T4a

T4b

Nx

N0

N1

N2

M0

M1

Tidak ditemukan tumor primer

Karsinoma pra invasif (KIS)

Karsinoma terbatas pada serviks

Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik

Secara klinik jelas karsinoma yang invasif

Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian distal

Ca belum menginfiltrasi parametrium

Ca telah menginfiltrasi parametrium

Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding panggul (tidak ada celah bebas)

Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau meluas sampai diluar panggul

Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara histologik

Ca telah meluas sampai di luar panggul

Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+ ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.

Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi

Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul, limfografi)

Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor

Tidak ada metastasis berjarak jauh

Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas bifurkasio arrteri iliaka komunis.

2.4. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

2.4.1. Etiologi

Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human Papilloma (HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel. HPV dapat menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi kanker. Tumor jinak yang disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan kondiloma akuminata sedangkan tumor ganas anogenital adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik HPV dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker yang kemudian dapat berkembang menjadi kanker.7Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili papillomaviridae. HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55 nm, mempunyai kapsid ikosahedral. Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai 8 open reading frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L). Gen E mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkait dalam proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan gen L mengsintesis 2 protein L yaitu L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan kapsid. Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi. 7Tabel 3. Peranan protein virus HPV

E Protein Perananya

E1 Mengontrol pembentukan DNA virus dan mempertahankan efisomal

E2 E Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi

E4 Mengikat sitokeratin

E5 Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal growt factor, platelet derivat growth factor, p123)

E6 Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated / kontrol transkripsi

E7 Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130

L Protein Peranannya

L1 Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein

L2 Protein sruktur / minor Viral Coat Protein

HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk (resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan. 71. HPV tipe low-risk (resiko rendah).

Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala dapat menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, dan 81. 72. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)

Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (high- risk) sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering dijumpai dan sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52 dan 58.6 Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering menyebabkan kanker serviks. 72.4.2. Faktor predisposisi

Pola hubungan seksualStudi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun, juga dapat dijadikan sebagai faktor resiko terjadinya kanker servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matangnya daerah transformas pada usia tesebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungnga seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua. 4,7ParitasKanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks. Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV. 4,7MerokokBeberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin pada cairan serviks wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah kanker. 4,7Kontrasepsi oralPenelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983 (Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut. 4,7WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan kontrasepsi oral berinteraksi dengan faktor lain khususnya pola kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan pemeriksaan serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding. 4,7Defisiensi giziBeberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampai saat ini tdak ada indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan menurunkan resiko. 4,7Sosial ekonomiStudi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan masalah tersebut. 4,7Pasangan seksualPeranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan factor resiko yang lain. 4,72.5. PATOFISIOLOGIPetanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat dikontrol sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang terdiri dari 4 fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S (Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana p53 memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. 7Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada infeksi HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel. 7Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi 1mm dari membrana basalis, atau 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan normal.

Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra seksual yang banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi, imunitas yang terganggu seperti infeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau pengobatan lama kortikosteroid dan riwayat terpapar Dietilbestrol in utero.

Alat-alat dan Bahan:

spekulum cocor bebek

spatula ayre cytobrush kaca objek alcohol 95% Gambar 7. Alat dan bahan pap smear10Metode pengambilan Pap smear:

Beri label nama pada ujung kaca objek

Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu.

Lihat adanya abnormalitas serviks

Identifikasi zone transformasi

Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona transformasi.

Putar spatula 360 disekitar mulut serviks sambil mempertahankan kontak dengan permukaan epithelial.

Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9, hasil yang terkumpul dipertahankan horizontal pada permukaan atasnya ketika instrument dikeluarkan.

Jangan memulas sample pada saat ini jika belum akan fiksasi. Pegang spatula antara jari dari tangan yang tidak mengambil sample, sementara sample dari cytobrush dikumpulkan.

Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak dengan seluruh permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.

Cytobrush hanya perlu diputar putaran searah jarum jam.

Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus.

Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan memutar gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.

Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar sebisanya tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak sel, pindahkan sampel dari kedua instrument ke kaca objek dalam beberapa detik.

Fiksasi specimen secepatnya untuk menghindari artefak karena pengeringan dengan merendam kaca objek dalam tempat tertutup yang berisi larutan ethanol 95% selama 20 menit.

Keringkan dan kirimkan ke Bagian Sitologi Patologi Anatomi.

Hasil pemeriksaan dibaca dengan system Bethesda. 10

Gambar 7 . Pemeriksaan Pap Smear10Evaluasi sitologi:

Klasifikasi Papanicolaou10 Kelas I

: sel-sel normal

Kelas II: sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang menunjukkan

kelainan ringan biasanya disebabkan oleh infeksi

Kelas III: mencurigakan kearah keganasan

Kelas IV: sangat mencurigakan adanya keganasan

Kelas V: pasti ganas

Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sitologi

Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi sitologi. Jika reaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu. Setelah infeksi diatasi dilakukan pemeriksaan Pap smear ulang 6 minggu kemudian

Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat dievaluasi, harus dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian

Jika hasil pemeriksaan sitologi mencurigakan keganasan (kelas III-IV), selanjutnya dilakukan kolposkopi dan biopsi untuk menegakkan diagnosis definitif.

Pasien dengan hasil evaluasi sitologi negative dianjurkan untuk ulang pemeriksaan Pap smear setahun sekali, sampai usia 40 tahun. Selanjutnya 2-3 tahun sekali sampai usia 65 tahun. 10IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan asam asetat 35% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga medis yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal. 11Program Skrining Oleh WHO : Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55tahun Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidupmemiliki dampak yang cukup signifikan. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun11Syarat: Sudah pernah melakukan hubungan seksual Tidak sedang datang bulan/haid Tidak sedang hamil 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual11Klasifikasi IVAAda beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah: IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip serviks). IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ). IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA). 11Pelaksanaan IVA Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan positif lesi atau kelainan pra kanker. 11 Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40% dengan metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan tidak berkembang menjadi kanker stadium lanjut. 11 Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian, penyakit kanker yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi berkembang dan merusak organ tubuh yang lain. 11HPV TESTes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari tes Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou menunjukkan sel skuamosa atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka pemeriksaan tambahan dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi. 11Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau dengan metode PCR, uji DNA HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV Genotyping Test. 11Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV tanpa mengetahui genotipe secara spesifik. 11Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui keberadaan HPV dengan memperkirakan kuantitas / jumlah virus tanpa mengetahui genotipe HPV-nya. Metode Multiplex HPV Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe HPV. Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 21 genotipe HPV. Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan untuk mendeteksi 37 genotipe HPV. 11Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society, the American College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services Task Force menetapkan protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut : 11 Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun. 11 Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Paps smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks. 11 Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun. 11 Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Paps smear dan pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian. 11 Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif. 11KOLPOSKOPI

Kolposkopi merupakan suatu prosedur pemeriksaan vagina dan serviks dengan menggunakan instrumen kaca pembesar dengan pencahayaan. Pada awalnya digunakan untuk mendeteksi kanker serviks invasif dini asimptomatik tetapi sekarang digunakan untuk mendeteksi kelainan pre invasif dengan tujuan mencegah perkembangan kanker serviks invasif.12A. Alat dan Bahan

1. Alat

a) Kolposkopi

Prosedur pemeriksaan ini sudah ada sejak tahun 1920, saat kolposkopi masih kecil dan harganya belum begitu mahal. Pada tahun 1930, kolposkopi telah dipakai luas di Eropa. Setelah skrining sitologi serviks diperkenalkan, pemeriksaan koloposkopi menjadi teknik verifikasi sekunder. Kolposkopi sekarang diterima luas sebagai metode yang paling banyak dipelajari untuk deteksi neoplasia serviks dan neoplasia intraepitel. 12b) Forsep biopsi punch

Tersedia banyak jenis forsep punch dan masing-masing hanya beda sedikit bentuknya (Tischler, Burke, Kevorkian dan Effendorfer). Forsep biopsi memiliki gagang dan ujung atau kepala.

Gambar 9. Biopsi serviksc) Kuret endoserviks

Kuret endoserviks berbentuk batang panjang tahan karat terdiri dari tempat memegang atau ujung dengan sedikit lengkungan tajam.

d) Spekulume) Pengait serviks (tenakulum)

f) Spekulum endoserviks

Kadang-kadang perlu melihat kanalis endoservikalis karena lesinya meluas sampai ke kanalis servikalis. Visualisasi adekuat dapat dicapai dengan menggunakan spekulum endoserviks.

g) Retraktor dinding vagina

Dinding vagina dapat menghalangi visualisasi serviks selama pemeriksaan kolposkopi. Retraktor ini diperlukan manakala dinding vagina menghalangi.

2. Bahan12a) Asam asetat terlarut atau cuka

Kolposkopi serviks dikerjakan setelah di oleskan asam asetat 3-5 % atau vinegar. Hasil acetowhiteness dari epitel dapat menunjukkan suatu proses jinak atau neoplastik. Larutan tersebut dipakai dengan kasa, kapas lidi besar atau dengan botol semprot. Untuk mendapatkan reaksi memutih pada epitel tidak bertanduk, asam asetat 3-5 % harus dibiarkan berkontak dengan jaringan hingga reaksi maksimal timbul. Selama pemeriksaan, pemakaian ulangan asam asetat diperlukan untuk mempertahankan efek pemutihan. Dengan menghilangnya efek pemutihan maka gambaran pembuluh darah akan lebih jelas. Larutan ini bisa membuat tidak nyaman, terutama bila pasien menderita infeksi vagina. Reaksi alergi jarang tapi iritasi bisa muncul12b) Lugol

Larutan iodine dilarutkan dalam aqua seperempat atau setengah untuk mendapatkan larutan lugol. Larutan ini tidak stabil dan harus ditukar setiap 3-6 bulan. Meskipun larutan seperempat kurang iritatif namun sebagian pasien tetap sensitif. Kadang sampai timbul alergi berat. Makanya perlu ditanyakan riwayat alergi terhadap yodium. Larutan ini membuat epitel squamous tidak bertanduk menjadi gelap menunjukkan adanya glikogen didalam sel. Tidak adanya pewarnaan tersebut menunjukkan keadaan tanpa glikogen atau permukaannya bertanduk (tebal). Pada kondisi metaplasia pewarnaan yang timbul bervariasi, sedangkan epitel kolumnar berwarna kuning mustard. 12c) Larutan Monsel

Larutan monsel (ferric subsulfat) digunakan untuk mendapatkan haemostasis setelah biopsi serviks. Hanya digunakan setelah sampel diambil seluruhnya. Sebelum spekulum dikeluarkan sisanya sebaiknya dibersihkan.12d) Perak nitrat

Batang perak nitrat dapat digunakan untuk tujuan hemostasis. Bahan ini berguna bila langsung diletakkan ditempat biopsi. Iritasi lebih berat dibandingkan larutan monsel. Sama halnya dengan larutan monsel perak nitrat akan mengganggu interpretasi biopsi sehingga hanya digunakan setelah semua biopsi selesai. 12B. Indikasi dan kontraindikasiAda beberapa kelainan vagina dan serviks yang dapat dinilai dalam pemeriksaan kolposkopi (tabel 1). Kolposkopi merupakan pemeriksaan yang aman dengan sejumlah risiko ringan, antara lain perdarahan berat, infeksi dan nyeri pelvis. Kontrol hemostasis dan nyeri telah menjadi bahasan dalam konteks pengobatan dysplasia. Pada penelitian terhadap 96 wanita sehubungan dengan gejala yang timbul setelah biopsi serviks, 84 diantaranya melaporkan pendarahan ringan dan 11 dengan perdarahan sedang. Perdarahan ini berlangsung selama lebih dari 2 hari pada 66 perempuan. Pada penelitian tersebut semua kolposkopis memakai larutan monsel setelah biopsi untuk mengontrol perdarahan dan para penulis berteori bahwa ini mungkin disebabkan larutan Monsel karena larutan tersebut bersifat iritan. 12

Tabel 6. Indikasi Kolposkopi12Teknik pemeriksaan Bahan dan alat diperiksa sebelum pemeriksaan dimulai

Dokumentasi yang baik

Pasien dalam posisi litotomi dan dipasang duk steril

Ahli kolposkopi duduk pada alat kolposkopi, jarak binokular di atur dan kolposkopi dinyalakan

Tergantung pada indikasi kolposkopi, vulva dapat dilihat dengan kolposkopi. Asam aseat 3-5 % dapat digunakan untuk mempermudah melihat epitel. Bila terlihat daerah abnormal, maka segera dilakukan biopsi vulva. Beberapa ahli kolposkopi menunda kolposkopi dan biopsi sampai semua pemeriksaan selesai.

Dimasukkan spekulum ukuran paling besar

Servik harus dapat dilihat sempurna, kadang perlu dilakukan usapan mukus yang menutupi serviks. Bila posisi serviks kurang pas maka dapat diselipkan kasa basah di fornik dengan memakai forsep

Diambil sampel untuk pemeriksaan sitologi, bila ada perdarahan cukup ditekan biasanya akan berhenti

Serviks disinari dengan cahaya putih dengan perbesaran 4-8 x. dicatat temuan makroskopis

Pola pembuluh darah dinilai dengan tabir/saringan berwarna hijau dengan perbesaran rendah dan tinggi. Asam asetat sebaiknya baru digunakan setelah pembuluh darah dilihat

Kemudian digunakan asam asetat 3-5 % secara hati-hati sampai semua bagian serviks basah, diikuti asam asetat terlarut untuk menjamin terjadinya reaksi memutih karena asetat (acetowhite reaction)

Epitel serviks dinilai dengan perbesaran rendah, sedang dan tinggi. Acetowhite reaction pelan-pelan akan hilang tergantung pada parahnya abnormalitas epitel. Dengan menghilangnya reaksi ini maka gambaran mosaik pembuluh darah akan menjadi lebih jelas karena kontras dengan jaringan sekitarnya. Bila terlihat pembuluh darah maka harus dilihat dengan perbesaran tinggi

Epitel normal dan abnormal serta pola pembuluh darah di ingat dengan baik karena akan diperlukan saat mengisi data

Bila memungkinkan di ambil sampel endoserviks dengan kuret endoserviks atau dengan cytobrush. Kuret dipegang seperti memegang pensil dan di masukkan kedalam os servikalis dan seluruh kanalis dikuret dengan tarikan definitif. Sampel difiksasi dan ditempatkan dalam botol sampel serta diberi label

Dilakukan biopsi yang dipandu kolposkopi. Tempat biopsi dipilih dan sampel di ambil dengan tang biopsi. Perdarahan dirawat

Vagina dilihat kembali bersamaan dengan dikeluarkannya spekulum

Bila diperlukan dapat dilanjutkan dengan biopsi vulva

Pasien diberi tahu tentang kesan hasil pemeriksaan awal kolposkopi

Spesimen diperiksa kelengkapannya, dilakukan dokumentasi serta kolposkopi dibersihkan dan alat-alat yang digunakan disterilkan kembali.

Dokumentasi

Dokumentasi temuan kolposkopi merupakan bagian penting dari prosedur kolposkopi sistematis. Dianjurkan catatan kolposkopi dibuat terpisah dari kartu pasien dan mudah didapat kembali. Form catatan sudah dibuat sebelumnya sehingga semua informasi yang diperlukan sudah tercatat lengkap dan sistematis pada saat pemeriksaan. Informasi demografi, temuan klinis dan anjuran untuk kunjungan berikutnya atau rujukan sebaiknya termasuk dalam catatan itu. Kedalam informasi demografi termasuk nama, alamat, nomer telepon, HPHT, riwayat menstruasi dan kontrasepsi. Klinikus harus mendapatkan keluhan terbaru, termasuk riwayat tes pap smear sebelumnya, riwayat PMS diri dan pasangan. Dalam catatan temuan klinis, lokasi squamokolumnar junction dan orifisium eksternal sebaiknya tertulis pada diagram serviks. Kesan normal atau abnormal dari serviks, vulva dan vagina harus dicantumkan. 12C. Kolposkopi pada remaja, kehamilan dan wanita post menopause

1) Kolposkopi pada remaja

Umumnya lesi CIN tingkat1 dan 2 mengalami regresi dan penanganan agresif pada remaja biasanya tidak perlu karena prosedur eksisional meningkatkan risiko timbulnya stenosis serviks dan partus prematurus. Kolposkopi di anggap sebagai bagian dalam mengevaluasi penyakit menular seksual, khususnya kelainan sitologi yang di induksi oleh HPV dan remaja tersebut harus paham dengan prosedur tersebut. Namun aspek hukum tentang perlunya biopsi tergantung pada hukum negara dan apakah biopsi merupakan bagian dari evaluasi dan penanganan dari penyakit menular seksual. Remaja disarankan diperiksa gonorea atau khlamidia pada saat kolposkopi karena mereka merupakan kelompok risiko tinggi. 122) Kolposkopi selama kehamilan

Kolposkopi selama kehamilan dilakukan untuk mengeksklusi adanya kanker invasif. Servik wanita hamil mempunyai tampilan yang berbeda pada pemeriksaan kolposkopi, CIN tampak jelas menonjol, meningkatnya sekresi serviks dapat mengaburkan visualisasi, hiperemia, kelenjar yang prominen dan eversi dari epitel kolumnar. Oleh karena itu kolposkopi harus di kerjakan oleh yang berpengalaman melakukan kolposkopi pada wanita hamil. Skuamokolumnar junction mungkin sulit diperlihatkan pada awal kehamilan, tapi akan menjadi jelas dengan bertambahnya usia kehamilan. Karena itu bila hasilnya tidak memuaskan sebaiknya diulang 6-12 minggu kemudian atau setelah 20 minggu. Karena peningkatan vaskularisasi serviks pada kehamilan dan cenderung berdarah banyak, biopsi umumnya dihindari kecuali ada kecurigaan klinis displasia tingkat tinggi atau kanker. Namun biopsi dapat dikerjakan pada semua trimester bila ada indikasi. Pengambilan sampel endoserviks tidak dianjurkan karena dapat mencederai janin. 123) Kolposkopi pada wanita post menopause

Kolposkopi pada wanita post menopause dilakukan dengan cara yang sama pada wanita tidak hamil. Pedoman terbaru mengizinkan tes HPV atau sitologi ulangan pada wanita postmenopause dengan temuan sitologi lesi skuamous intraepitel derajat rendah, menyadari risiko rendah patologi serviks pada wanita usia lanjut dengan riwayat skrining negatif kanker serviks. Pada wanita postmenopause, sambungan skuamokolumnar umumnya terletak pada endoserviks, karena itu hasil kolposkopi sering tidak memuaskan. 12D. Gambaran kolposkopi

Gambaran kolposkopik dibentuk oleh susunan epitel dan stroma. Dalam hal ini epitel bertindak sebagai filter dan stroma sebagai obyekyang berwarna merah. Gambaran yang tampak pada kolposkopi tergantung pada tebalnya epitel, densitas optik, struktur pembuluh darah stroma dan variasi patologi servik. 121. Gambaran kolposkopi normal

Epitel skuamous berwarna merah muda sedangkan epitel kolumner mempunyai permukaan irreguler dengan papil-papil stroma yang panjang berwarna merah tua karena pembuluh darah stroma di bawahnya. Zona transformasi ditentukan dengan adanya epitel skuamous dengan muara kelenjar dan kista nabothi yang berada pada batas luar zona transformasi. 2. Gambaran kolposkopi abnormal

a. Epitel abnormalb. Pembuluh darah abnormal12Tabel 7. Gambaran kolposkopi abnormal12Sebab

Penampakan

Epitel abnormalPeningkatan densitas sel dan intiAbnomal keratin intraseluler

Abnomal produksi keratinEpitel acetowhiteLekoplakia

Pembuluh darah abnormalPerubahan epitel kapiler

Formasi mosaik yaitu pada :

Transformasi metaplasia

Efek proliferasi kapiler HPV

Tranformasi neoplasia berat

Perubahan spesifik pada kapiler Epitel, Angiogenesis

Formasi punktasi dan mosaik

Pembuluh darah atipik

Meskipun diagnosis akhir sangat ditentukan oleh interpretasi histologik, penilaian kolposkopi tetap diperlukan untuk jaminan keakuratan. Batas adalah skore yang didasarkan pada apakah batasnya kurang tegas (berbulu), lurus atau terpisah dari dasarnya. Warna ditentukan oleh derajat perubahan asetowhite yang dijumpai setelah pengolesan asam asetat 3-5 %. Dalam prakteknya, banyak lesi berada dalam kategori menengah berdasarkan perubahan warna ini. Pembuluh darah diberikan skoring menurut bagaimana menonjolnya pembuluh darah itu sendiri, makin berat lesinya makin tidak jelas gambarannya. 12Pewarnaan yodium dikelompokkan menurut uptake lugol dan mempunyai rentang mulai uptake parsial hingga tidak ada uptake sama sekali. Epitel kolumnar normal dan perubahan ringan pada epitel seperti vaginitis atau atropi tidak diberikan skoring dalam kategori ini. Masing-masing dari ke empat kategori tersebut memberikan skornya. Kalkulasinya kumulatif. Lesi dengan skor 5 atau lebih biasanya merupakan lesi derajat tinggi sedangkan skor 2 atau lebih kecil biasanya menunjukkan lesi derajat ringan. 12E. Follow up (tindak lanjut)

Pasien sebaiknya diingatkan kemungkinan timbulnya perdarahan kira-kira 2 hari bahkan lebih lama. Bila digunakan pasta Monsel, mungkin akan keluar cairan coklat kehitaman selama beberapa hari. Koitus sebaiknya dilarang untuk menghindari perdarahan dari tempat biopsi. Pasien boleh kembali bekerja setelah tindakan. Analgesik NSAID dapat digunakan untuk kontrol nyeri. Kesan awal kolposkopi perlu didiskusikan dengan pasien dan bila sampel biopsi sudah didapat, diberikan petunjuk kepada pasien bagaimana hasil akan disampaikan kepadanya untuk menjamin pasiennya mengerti. 122.8. PENATALAKSANAANTerapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi). Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa tindakan dalam tata laksana kanker serviks antara lain: 112.8.1. Terapi Lesi Prakanker Serviks

Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yang pada umumnya tergolong NIS (Neoplasia Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja, medikamentosa, terapi destruksi dan terapi eksisi. 11Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia, NIS 1 yang termasuk dalam lesi intraepitelial skuamosa derajad rendah (LISDR). Terapi nis dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi intraeoitelial serviks derajat tinggi). Demikian juga terapi eksisi dapat ditujukan untuk LISDR dan LISDT. Perbedaan antara terapi destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak mengangkat lesi tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat. 11

Tabel 8. Klasifikasi lesi prakanker serviks dan penanganannya

Terapi NIS dengan destruksi lokal

Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang mengandung epitel abnormal yang nkelak akan digantikan dengan epitel skuamosa yang baru. 11Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan cara mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan suhu 00 C. Pada suhu sekurang-kurangnya 250Csel-sel jaringan termasuk NIS akan mengalami nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan sel-sel tersebut, terjadi perubahan tingkat seluller dan vaskular, yaitu: 1. sel-sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; 2.konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; 3. Syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein; dan 4. Status umum sistem mikrovaskular. Pada saat ini hampir semua alat menggunakan N20. 11Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan kedalaman 2-3mm. Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat pada umumnya dapat disembuhkan dengan efektif. 11Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan lebih luas (sampai kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan elektrokauter tapi harus dilakukan dengan anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, dianjurkan hanya terbatas pada NIS1/2 dengan batas lesi yang dapat ditentukan.

CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium, nitrogen dan gas CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang 10,6 u. Perbedaan patologis dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. 11Terapi NIS dengan eksisi

Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks. 11

Gambar 10. Cone biopsi11Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kecil jaringan serviks. 11

Gambar 11. Punch biopsi11Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks. 11

Gambar 12. Loop Electrosurgical Excision Precedure11Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : Dokter bedah mengambil leher rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening di panggul. Pilihan ini dilakukan untuk wanita dengan tumor kecil yang ingin mencoba untuk hamil di kemudian hari. 11

Gambar 13. Trakelektomi radikal11Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien jugaharus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi : 111. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks

2. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya

Gambar 14. Histerektomi112.8.2. Terapi Kanker Serviks Invasif

1. Pembedahan

2. Radioterapi Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker. Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada 2 macam radioterapi, yaitu : 11a. Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besarPenderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. 11b. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. 11Efek samping dari terapi penyinaran adalah :

a. Iritasi rektum dan vagina

b. Kerusakan kandung kemih dan rektum

c. Ovarium berhenti berfungsi. 11Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih. 113. KemoterapiKemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatanadjuvant. 11Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain lain. Cara pemberian kemoterapi dapat secara oral, disuntikkan dan diinfus. 11

Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah cisplatin, flurouracil. Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah : mitomycin. pacitaxel,ifosamide, topotecan telah disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ lain. 11Kemoterapi dapat digunakan sebagai :1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut.2. Terapi adjuvant/tambahan setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin

tertinggal dan mengurangi resiko kekambuhan kanker.

3. Terapi neoadjuvan sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor.4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut /

kanker yang kambuh)

5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh) 11Efek samping dari kemoterapi adalah :1. Lemas

Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.

2. Mual dan muntah

Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.3. Gangguan pencernaanBeberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit. Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.

Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan olahraga.

4. Sariawan

5. Rambut rontok

Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.

6. Otot dan saraf

Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.

7. Efek pada darah

Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan: 11b. Mudah terkena infeksi

Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan leukosit.

c. Perdarahan

Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah,apabila jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.

d. Anemia

Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.

1. Kulit menjadi kering dan berubah warna

2. Lebih sensitive terhadap sinar matahari.

3. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang 4. Terapi paliatif

Terapi paliatif (supportive care) yang lebih difokuskan pada peningkatan kualitas hidup pasien. Contohnya: Makan makanan yang mengandung nutrisi, pengontrol sakit (pain control). Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :

a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)

b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan seperti kodein dan tramadol

c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat seperti morfin dan fentanil112.9. PROGNOSIS

Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah :a. Umur penderitab. Keadaan umumc. Tingkat klinik keganasand. Sitopatologi sel tumore. Kemampuan ahli atau tim ahli yag menanganinyaf. Sarana pengobatan yang ada11Tabel 9. Harapan Hidup Penderita Kanker Serviks berdasarkan stadium11StadiumPenyebaran kanker serviks% Harapan Hidup 5 Tahun

0Karsinoma insitu100

ITerbatas pada uterus85

IIMenyerang luar uterus tetapi meluas ke dinding pelvis60

IIIMeluas ke dinding pelvis dan atau sepertiga bawah vagina atau hidronefrosis33

IVMenyerang mukosa kandung kemih atau rektum atau meluas keluar pelvis sebenarnya7

Ciri-ciri Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun. 11DAFTAR PUSTAKA1. Ferlay J, Soerjomataram I, Ervik M, et al.: GLOBOCAN 2012, Cancer Incidence and Mortality Worldwide: IARC CancerBase No. 11. Lyon, France: International Agency for Research on Cancer, 2013. Available at : http://globocan.iarc.fr/default.aspx accessed Mei 2nd 2014.

2. Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Badan Registrasi Kanker IAPI, Yayasan kanker di Indonesia. 2012.

3. Mochtarom M. Data registrasi Kanker Ginekologik. Bagian Obstetri dan Ginekologi. RSUPN/FKUI. Jakarta. IARC, Globocan 2012.

4. National Cancer Institute. General Information for Cervical Cancer. Available at : http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/cervical/HealthProfessional/page1 last update : April 21, 2015. Last accessed Mei 3th 2015.

5. FIGO Committee on Gynecologic Oncology: FIGO staging for carcinoma of the vulva, cervix, and corpus uteri. Int J Gynaecol Obstet 125 (2): 97-8, 2014.[PUBMED Abstract].6. National Cancer Institute. Stage Information About Cervical Cancer. Available at : http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/cervical/HealthProfessional/page3#figure_420_e last update : April 21, 2015. Last accessed Mei 3th 2015.

7. American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. Atlanta. American Cancer Society.

8. Wikjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009. p. 380-387.

9. Debbie Saslow, Carolyn D. Runowicz, Diane Solomon, et al. American Cancer Society Guideline for the Early Detection of Cervical Neoplasia and Cancer. CA Cancer J Clin. 2002;52;342-362.10. Medline Plus. Pap Smear. Available at : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003911.htm Accesed Mei 5th 2015.

11. American Cancer Society. New Screening Guidlines for Cervical Cancer. 2012. Available at : http://www.cancer.org/cancer/news/new-screening-guidelines-for-cervical-cancer Accesed Mei 5th 2015.

12. Apgar S. Barbara, Brotzman L. Gregory, Spitzer Mark. Colposcopy: Principle and practice: An integrated textbook and atlas. 2nd edition. 2008. P.34-8.

infiltrasi sel kanker ke ureter

Neoplasma ganas

(Ca Cervix)

infiltrasi sel kanker ke jaringan sekitar

pertumbuhan sel kanker tidak terkendali

Sifat sel kanker yang mudah berdarah

(eksofilik)

Obstruksi total

coitus

Perdarahan kontak

Perdarahan spontan

Menekan serabut saraf

Nyeri

Infeksi dan nekrosis jaringan

Peningkatan kebutuhan metabolisme sel kanker

Keputihan dan bau khas kanker

anemia

Penurunan CO

Perfusi jar. tdk adekuat

Perubahan terhadap pola seksual

Gangguan konsep diri

Nutrisi