r. hamdani harahap abdullah akhyar nasution husni thamrin
TRANSCRIPT
Etnografi Kopi
R. Hamdani Harahap
Abdullah Akhyar Nasution
Husni Thamrin
USU Press
Art Design, Publishing & Printing
Gedung F, Pusat Sistem Informasi (PSI) Kampus USU
Jl. Universitas No. 9
Medan 20155, Indonesia
Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737
usupress.usu.ac.id
O USU Press 2013
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang memperbanyak menyalin, merekam
sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin
tertulis dari penerbit
ISBN 979-458-679-X
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Etnografi Kopi / R. Hamdani Harahap: Abdullah Akhyar Nasution; Husni Thamrin--
Medan: USU Press, 2013
ix, 59 p. ; ilus. ; 20 cm
Bibliografi
ISBN: 979-458-679-X
1. Kopi I. Judul
Dicetak di Medan, Indonesia
KATA PENGANTAR
Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah mata kuliah wajib bagi setiap
mahasiswa Antropologi di FISIP USU. Mata kuliah PKL ini berisi tentang bagaimana
mahasiswa memiliki kemampuan untuk merumuskan kuesioner dan pedoman
wawacara (interview guide) serta pedoman observasi, mewawancarai informan
penelitian, mengobservasi objek penelitian, beradaptasi dengan masyarakat yang
dijadikan objek penelitian, melakukan "rapport, mengambil foto objek penelitian, serta
menulis laporan penelitian.
Keseluruhan rangkaian kemampuan di atas, sebelumnya telah diajarkan secara
teoritis di kelas. Selain kemampuan di atas, mahasiswa juga diajarkan bagaimana
mengelola proses pengumpulan data secara kelompok di lapangan. Materi yang
diajarkan adalah pengurusan administrasi kepada lembaga atau kantor yang terkait
dengan pengumpulan data di lokasi yang dijadikan objek penelitian, seperti surat izin
kepada Camat dan Kepala Desa, serta dinas terkait dengan tema penelitian Demikian
juga menghubungi informan di lokasi penelitian untuk mendiskusikan dan
memutuskan dimana mahasiswa akan menginap, dan bagaimana pengelolaan makan
serta kapan akan mendiskusikan hasil temuan lapangan Pengelolaan pengumpulan data
juga menyangkut pembagian kelompok mahasiswa, merumuskan topik setiap
kelompok, pengumpulan biaya PKL, kemudian menunjuk ketua kelompok, ketua
mahasiswa dan bendahara, serta merumuskan rundown selama melakukan praktek
penelitian lapangan.
Lokasi PKL di Kecamatan Sumbul, tepatnya di Desa Pergambiran dan Desa
Perjuangan, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Tema penelitiannya adalah
tentang kopi. Kecamatan Sumbul adalah salah satu lokasi penghasil kopi di Provinsi
Sumatera Utara. Aspek kopi yang dijadikan objek kajian adalah sejarah keberadaan
kopi di Kecamatan Sumbul, budidaya kopi, distribusi kopi, tinjauan sosial kopi,
tinjauan ekonomi kopi, pengolahan kopi dan kebijakan terhadap kopi. Untuk
menunjang data-data di atas dilakukan juga wawancara mendalam berupa life history
terhadap 5 orang informan Informan yang dijadikan untuk life history adalah orang-
orang yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas mengenai kopi dari
setiap aspek kajian di atas.
Proses penelitian dilakukan dengan membentuk kelompok mahasiswa
berdasarkan aspek-aspek yang dijadikan penelitian Waktu penelitian (PKL) dilakukan
selama tiga (3) hari. Selama melakukan PKL mahasiswa Antropologi menginap di
rumah seorang informan, Ibu boru Siregar. Sebelum melakukan wawancara para
mahasiswa diberikan pengarahan oleh dosen yaitu Dr. R.Hamdani Harahap, MSi,
asisten dosen Saruhum Rambe, S Sos, Msi, dan Abdullah Akhyar Nasution, S Sos,
MSi. Pengarahan yang diberikan lebih banyak bagaimana mahasiswa melakukan
hubungan baik dengan informan sembari menjaga objektifitas data (rapport),
Hasil praktek kerja lapangan ini disana sini masih sangat banyak kekurangan,
oleh sebab itu saya sangat berharap banyak saran dan masukan dari pembaca terutama
untuk perbaikan buku ini, juga saran untuk pelaksanaan PKL di masa yang akan
datang. Untuk itu saya mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada Ketua
Departemen Antropologi FISIP USU, Dr. Fikarwin Zuska, yang telah memberikan
tanggung jawab kepada saya untuk mengasuh mata kuliah PKL di Departemen
Antropologi FISIP USU, Kepada tiga orang yang sangat dekat dengan saya Saruhum
Rambe, S Sos MSi dan Abdullah Akhyar Nasution, S Sos, MSi serta Arifin Hasibuan
saya ucapkan banyak terima kasih yang bersedia menemani saya ke lapangan,
membantu memberikan arahan dan bimbingan kepada mahasiswa yang sedang
melakukan PKL.
Kepada Ketua Kelas Angkatan 2010 Mahasiswa Antropologi saudara Bendri
Ritonga yang menjadi ketua panitia kegiatan PKL ini serta saudari Annisa Solihati
sebagai bendahara kegiatan PKL, saya ucapkan terima kasih atas dedikasi dan
tanggung jawab terhadap kegiatan PKL. Semoga sepasang insan Antropologi ini dapat
melanjutkan kiprahnya lebih jauh di masa yang akan datang di bidang Antropologi dan
bidang-bidang lain. Saya ucapkan juga terima kasih kepada Husni Thamrin S Sos
MSP, walaupun bukan dosen Antropologi tetapi bersama Abdullah Akhyar Nasution,
S Sos, Msi bersedia membantu mengedit laporang PKL ini dan membantu
menerbitkannya sehingga menjadi sebuah buku. Terakhir saya juga mengucapkan
terima kasih kepada seluruh mahasiswa Antropologi peserta PKL terutama sekali lagi
saudara Bendri Ritonga yang telah mengelola PKL ini dengan baik dan pasangannya
Annisa Solihati sebagai bendahara. Kemudian terima kasih juga kepada Jayanti yang
telah bersedia menuliskan bab I pendahuluan, kemudian kepada Bendri, Nisa, Laila
dan Nur Hasanah yang telah menuliskan Tinjauan Pustaka, serta Juliani dan Edi Safri
yang menuliskan Metode Praktek Kerja Lapangan.
Terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh mahasiswa yang telah
melakukan praktek kerja lapangan yaitu kelompok mahasiswa yang menuliskan
tentang budidaya kopi yaitu Agus, Juandi, Maulana, Rudy, Wening, dan Jisman,
kelompok yang menuliskan distribusi kopi yaitu Rini Rezeki Utami, Suci Wulansari,
Rama Sitha Husna, Chandra P.L Tobing, Rianda Purba, Wisnu Tri Wibowo, kelompok
mahasiswa yang menuliskan pengolahan kopi yaitu Redno Boekit, Fandi Ahmad
Harahap, Prasetyo Utomo, Adi Prana, Septian Yudiansyah, Fanny Larasati, Claudya
Alice L Barient, kelompok mahasiswa yang sejarah desa dan sejarah kopi yaitu Laila
Ulfa, Widya Indriani, Annisa Sholihati, Bendry S. Ritonga, Rubesly Dolok Saribu,
Eddy Syafri Husein Ritonga, kelompok yang menuliskan sosial ekonomi yaitu Denny
Pratama Putra, Jayanti P.N.Sihombing, Elsha Monica Pasaribu, Asrul Wijaya Saragih,
Muhammad Rifai, Richa Meliza, Sri Mauliani, kelompok yang menulis tentang sosial
budaya kopi yaitu Arnold B Sinulingga, Deswita Sari, Medi Harianja, Onyx
Simangunsong, Nurhasanah Tumanggor, kelompok yang menulis tentang kebijakan
kopi yaitu Daniel Simangunsong, Citra P Harefa, Sardo Naibaho, Indra S Sianipar,
Juliani Zalukhu, Novi P Sinaga, kelompok yang menulis tentang Doni Latuperisa,
Syahrian Rejeki, Martha Haryati Purba, Putri Septima S, Munandar, Evelyna S
Sihombing. Semoga buka sederhana ini bermanfaat bagi semua pembaca. Salam
Kerabat Antropologi.
Medan, Mei 2013
R. Hamdani Harahap
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..............................................................................................
Daftar Isi .......................................................................................................
Bab I.
PENDAHULUAN .........................................................................................
1.1. Latar Belakang Masalah .........................................................................
Bab II.
KOPI DAN JENISNYA. ...............................................................................
A. Kopi Arabika (Caffea Arabica. L). ...........................................................
B. Kopi robusta (Cafeea canephora. L) ..........................................................
Bab III
METODE PENELITIAN ..............................................................................
A. Observasi ..................................................................................................
B. Wawancara ...............................................................................................
Bab IV
SEJARAH DESA DAN MASUKNYA KOPI ...............................................
4.1. Sejarah Terbentuknya Daerah Sumbul A. Asal Usul Terbentuknya
Desa Perjuangan di Kecamatan Sumbul B. Asal Usul Terbentuknya
Desa Pergambiran ................................................................................
4.2. Sistem Kepemimpinan Desa Sumbul Pada Awal Terbentuknya Desa
Bab V.
BUDIDAYA KOPI .......................................................................................
1. Media Tanah ....................................................................................
2. Jenis Kopi yang Ditanam. .................................................................
3. Latar Belakang Bertani Kopi.... ........................................................
4. Pembibitan .......................................................................................
5. Pemupukan .......................................................................................
6. Hama.... ............................................................................................
7. Pendederan atau Penyebaran Bibit ....................................................
8. Pemangkasan ....................................................................................
9. Pemanenan. ......................................................................................
Bab VI.
SOSIAL BUDAYA .......................................................................................
1. Sosial-Budaya Masyarakat Desa Sikunikan ......................................
2. Sosial-Budaya Masyarakat Desa Pergambiran. .................................
3. Perbedaan dan Kesamaan Sosial Budaya di Daerah Sumbul .............
Bab VII.
KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI KOPI . ...................................
1. Dari Segi Kehidupan Sosial.. ............................................................
2. Dari Segi Sosial Ekonomi.... .............................................................
Bab VIII.
PENGOLAHAN KOPI .................................................................................
8.1. Klasifikasi Kopi Arabica ......................................................................
8.2. Alat Pengolahan Kopi Arabica Arabica ................................................
8.3. Metode Pengolahan Kopi 8.4. Kendala Dalam Proses Pengolahan
Kopi dan Cara Mengatasinya.. 8.5. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan
Pasca Panen Kopi .................................................................................
Bab IX.
DISTRIBUSI KOPI. ......................................................................................
9.1. Pengertian Distribusi ............................................................................
1. Fungsi Distribusi .............................................................................
2. Sistem Distribusi .............................................................................
3. Distribusi Kopi yang Berada di Kecamatan Sumbul Kabupaten
Dairi. ...............................................................................................
Bab X.
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PETANI KOPI .........................
10.1. Masyarakat Petani Kopi .......................................................................
10.2. Pandangan Pemerintah Terhadap Petani dan Tanaman Kopi. 10.3.
Pandangan Masyarakat Petani Terhadap Pemerintah ............................
Daftar Pustaka ...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kopi dalam bahasa latin coffea, anggota keluarga KE Rubiaceae adalah sejenis
minuman dari pengolahan biji dan pengekstarian biji dari tanaman kopi. Kopi yang
identik dengan si biji kecil yang hitam dan pahit ini memiliki daya tarik tersendiri, baik
dari segi cita rasa dan juga peluang usaha dari budidaya dan juga jual belinya.
Tanaman kopi adalah suatu jenis tanaman tropis, yang dapat tumbuh dimana
saja, terkecuali pada tempat-tempat yang terlalu tinggi dengan temperatur yang sangat
dingin atau daerah-daerah yang tandus yang memang tidak cocok bagi kehidupan
tanaman. Daerah-daerah di bumi ini yang tidak cocok untuk ditanami tanaman kopi,
yaitu pada garis Lintang Utara Lautan Pasifik, daerah tropis di gurun Sahara, dan garis
Lintang Selatan seluruh Lautan Pasifik serta Australia di sebelah Utara dimana
tanahnya sangat tandus.
Di Indonesia terdapat banyak lahan yang dapat digunakan sebagai tempat
budidaya kopi, mulai dari Sabang sampai Merauke paling tidak ada tempat yang
berpeluang untuk budidaya kopi. Terkhusus di daerah Sumatera Utara ada banyak
lahan-lahan yang digunakan untuk lahan tanaman kopi, salah satunya di Kecamatan
Sumbul, Kabupaten Dairi. Kabupaten Dairi merupakan salah satu dataran tinggi di
provinsi Sumatera Utara dengan ibu kotanya Sidikalang, memiliki lahan pertanian dan
hutan yang sangat luas, daerah ini di huni oleh beberapa suku bangsa yang hidup
secara berdampingan antara lain suku bangsa Pak-pak yang diyakini suku asli daerah
ini, juga suku Batak Toba, Karo, Jawa dan lain-lain.
Pada umumnya pekerjaan masyarakat di Kec. Sumbul sehari hari adalah
kebanyakan bertani, berbagai macam tanaman yang mereka usahakan seperti kopi,
sayuran kol, jipang, sawi, padi sawah dan darat, jagung, Jeruk, nilam dan lain
sebagainya, diantara semua tanaman ini yang paling terkenal adalah tanaman kopi,
yang biasa disebut kopi Sidikalang. Areal produksi kopi robusta dan arabica yang
tersebar di 13 Kecamatan di Kabupaten Dairi. Luas perkebunan 14.117 Ha dengan
produksi 6.7 ribu ton per tahun.
Tanaman kopi merupakan komoditas utama dari daerah Kabupaken Dairi,
sehingga semua aspek kehidupan yang ada di daerah ini selalu ada hubungannya
dengan tanaman kopi, mulai dari sosial ekonomi, sosial budaya, dan aspek lain. Dalam
proses budidaya sendiri ada cara-cara khusus yang dilakukan, begitu juga dalam hal
lain seperti pemasaran, produksi distribusi.
Dalam tulisan ini akan berfokus pada Desa Perjuangan dan Desa Penggambiran
yang ada di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Tulisan ini akan berisi tentang
bagaimana proses budidaya yang dilakukan petani-petani kopi di daerah ini, hingga
pengolahan, pendistribusian serta kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya.
Tulisan ini merupakan hasil dari kegiatan mahasiswa Antropologi Sosial
Universitas Sumatera Utara, untuk mengetahui dan menyelesaikan tugas kuliah.
Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk Praktik Kuliah Lapangan. Di dalam kegiatan ini
mahasiswa akan mencari data-data semua tentang yang berhubungan dengan tanaman
kopi, petani kopi dan juga kebijakan pemerintah tentang kopi, serta sejarah tentang
Desa yang menjadi tempat penelitian.
Jumlah mahasiswa yang ikut dalam PKL 48 orang, terdiri dari 26 orang
mahasiswa laki-laki dan 22 orang mahasiswa perempuan, sebagian besar berasal dari
stambuk 2011 dan satu orang dari 2010. Pelaksanaan PKL dilakukan pada hari jumat
tanggal 14 sampai minggu tanggal 16 Desember 2012, selama 3 hari. Proses PKL
dilakukan setelah mendapatkan perkuliahan PKL dengan materi:
1. Pengenalan tentang kedudukan Filed Work dalam Antropologi
2. Pengenalan akan Teknik-teknik Umum Pengumpulan Data
3. Teknik Pengumpulan Data Melalui Observasi dan Variasinya
4. Teknik Pengumpulan Data Melalui Wawancara dan Variasinya
BAB II
KOPI DAN JENISNYA
Tanaman kopi termasuk dalam family Rubiaceae dan terdiri atas banyak jenis
antara Coffea Arabica, Coffea Robusta dan Coffea Liberica. Negara asal tanaman
kopi adalah Abessinia yang tumbuh di dataran tinggi. Sistematik tanaman kopi
Robusta menurut Armansyah (2010) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheabionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea Robusta Lindl
Kopi merupakan sumber utama kafein. Begitu terkenalnya kopi sampai timbul
istilah coffea break atau "rehat kopi" di setiap acara resmi seperti seminar, lokakarya
dan rapat. Saat itu para tamu atau peserta beristirahat sebentar untuk menikmati kue-
kue sambil minum secangkir kopi atau teh. Sementara dalam kehidupan sehari-hari,
kopi seringkali dijadikan pendamping sarapan pagi (Suriani, 1997).
Minum kopi ternyata dapat meningkatkan resiko terkena stroke. Sebuah
penelitian yang dimuat dalam journal of neorology, neurosurgy and psychiatry tahun
2002 menyimpulkan bahwa minum lebih dari 5 gelas kopi per hari akan meningkatkan
resiko terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah. Kafein juga dapat
menyebabkan insomnia, mudah gugup, sakit kepala, merasa tegang dan cepat marah.
Pada wanita hamil juga disarankan tidak mengkonsumsi kopi dan makanan yang
mengandung kafein. Hal ini karena kafein dapat meningkatkan denyut jantung. Pada
janin dapat menyerang plasenta dan masuk dalam sirkulasi darah janin. Dampak
terburuknya, bisa menyebabkan keguguran (Anonim, 2009). Secara garis besar kopi
dibagi atas dua yaitu:
A. Kopi Arabika (Caffea Arabica. L)
Kopi arabika berasal dari Etiopia & Abessinia. Kopi arabika dapat tumbuh
dengan ketinggian 700-1700 mdpl dan temperature 16-20 C. Kopi arabika berbuah
setahun sekali. Kopi arabika menguasai pasar kopi di dunia hingga 70%. Kopi arabika
memiliki aroma yang khas. Kopi arabika memiliki rasa yang asam yang tidak dimiliki
oleh kopi jenis robusta. Kopi arabika memiliki perbedaan antara kopi lainnya karena
rasa kopi tergantung dari cuaca dan tanah tempat kopi di tanam (Anonim, 2011a).
B. Kopi Robusta (Cafeea canephora. L)
Kopi robusta berasal dari Kongo dan tumbuh pada ketinggian 400-700 mdpl.
Produksi kopi robusta lebih sedikit daripada kopi arabika. Kopi robusta hanya
mencapai 30 % di pasaran komoditi dunia. Kopi robusta juga sudah banyak tersebar di
wilayah Indonesia dan Filiphina. Kopi robusta memiliki rasa seperti coklat, memiliki
aroma yang khas dan rasa yang manis, arabika. Jenis Chanepora. Dalam
pertumbuhannya dengan kopi arabika yakni tergantung dan proses pngolahan dan
pengemasan untuk setiap Negara dan menghasilkan rasa yang sedikit banyak juga
berbeda (Anonim, 2011a).
Selain kedua kopi di atas, ada jenis kopi lainnya namun pelabelannya lebih
dikarenakan proses pengolahannya. Kopi tersebut adalah kopi Luwak. Kopi luwak
adalah seduhan kopi menggunakan biji kopi yang diambil dan sisa kotoran
luwak/musang kelapa. Biji kopi ini diyakini memiliki rasa yang berbeda setelah
dimakan dan melewati saluran pencernaan luwak. Kemasyhuran kopi ini dikawasan
Asia Tenggara telah lama diketahui, namun baru menjadi terkenal luas di kalangan
peminat kopi gourment setelah publikasi pada tahun 1980-an (Anonim, 2011b).
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian Kualitatif. Bogdan
dan Taylor (1992: 21-22) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu
prosedur penelitian yng menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan
perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu
menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang
dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu
dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh,
komprehensif, dan holistik.
A. Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai pertanian kopi di
kecamatan sumbul. Dalam melakukan observasi peneliti akan mengamati secara
langsung bagaimana sejarah kopi dan desa, kebijakan pemerintah terhadap tanaman
kopi, budidaya kopi. Observasi berguna juga untuk mengetahui bagaimana keadaan
lingkungan sekitar dimana penelitian dilakukan.
B. Wawancara
Peneliti menggunakan teknik indepth interview atau wawancara mendalam
untuk mendapatkan informasi dari informan. Wawancara digunakan untuk mengetahui
bagaimana sejarah kopi dan desa, kebijakan pemerintah terhadap kopi, budidaya kopi,
melalui panduan interview guide sebagai bahan acuan pertanyaan. Dalam mencari
informan peneliti harus mencari yang bisa membantu mendapatkan informasi,
biasanya seperti tetua adat, kepala desa dll.
BAB IV
SEJARAH DESA DAN MASUKNYA KOPI
4.1. Sejarah Terbentuknya Daerah Sumbul
Sulit untuk mencari orang yang mengetahui tentang asal-usul Terbentuknya
Kecamatan Sumbul. Ini dikarenakan para penduduk asli dari kampung ini sudah
banyak yang pindah ke daerah lain. Sebagian dari suku asli tersebut memang masih
ada, tetapi sebagian besar sudah pindah ke daerah Pak-Pak Barat. Maka pada
penjelasan berikutnya kami beralih kepada kampung-kampung yang ada di dalam
kecamatan itu sendiri yaitu Desa Pergambiran dan Desa Perjuangan. Adapun data
mengenai Kecamatan Sumbul akan kami paparkan dengan seksama.
A. Asal Usul Terbentuknya Desa Perjuangan di Kecamatan Sumbul
Sekitar tahun 1950 suku bangsa Batak Toba yang datang dari daerah Tapanuli
menggarap lahan kosong yang pada awalnya diberi nama "Lae Rias” oleh tokoh
masyarakat Pak Pak. Setelah "perluasan wilayah" siap dilakukan, masyarakat suku
Pak-Pak yang bermarga (CLAN) Matanari yang tinggal di sekitar daerah tersebut
mengklaim bahwa tanah itu adalah tanah pak-pak, ketika ada tanah kosong marga
Matanari mengambil tanah tersebut sehingga sering terjadi keributan antara kedua
suku ini. Selama bertahun-tahun sebagian besar kegiatan yang dilakukan oleh
kelompok pendatang diatur oleh orang Pak-Pak. termasuk pesta adat yang dilakukan
oleh orang Batak Toba yang ada di daerah tersebut harus memberikan "jambar" atau
bagian sumbangan yang berupa daging secara simbolis kepada marga Mataniari dan
semua telah di atur dalam kontrak.
Gambar 1. Suasana di salah satu sudut Desa Pergambiran
Pada akhirnya para tokoh masyarakat/adat (tetua) Batak Toba menyadarkan
masyarakat bahwa tidak ada bukti bahwa tanah yang mereka tempati adalah milik
marga Matanari. Kemudian para tetua atau tokoh adat tersebut mengumpulkan warga
dengan menggunakan tung-tung (sejenis pentungan yang terbuat dari kayu yang
dilubangi) ke sebuah tempat untuk melakukan pertemuan atau musyawarah. Setelah
sadar akan perkataan para ketua adat maka mayarakat Lae Rias malakukan perlawanan
kepada marga Matanari untuk merebut kembali tanah yang telah mereka buka, karena
perjuangan dan berhasil merebut Lae Rias dari suku Pak-Pak, maka nama Lae Rias
diubah menjadi "Desa Perjuangan" pada sekitar tahun 1969.
Gambar 2. Beberapa Peserta PKL I berpose dengan Ibu M. Pasaribu dan Ibu
H. Munthe.
B. Asal Usul Terbentuknya Desa Pergambiran
Desa Pergambiran merupakan desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan
Sumbul. Letak desa ini berdekatan dengan desa Perjuangan, sekitar 1,5 km setelah
desa Perjuangan. Sebenarnya nama Desa Pergambiran ini tidak ada hubungannya
dengan gambir seperti perkiraan kami pada saat pertama kali mendengar nama desa
tersebut. Karena pada awalnya mata pencaharian utama masyarakat di sini adalah
Nilam dan Kemenyan atau dalam bahasa bataknya Haminjon. Pada saat kopi menjadi
tanaman yang sangat menguntungkan, maka masyarakat di desa ini pun ikut mengganti
mata pencahariannya menjadi petani kopi. Pada mulanya desa ini masi sangat sedikit
ditempati oleh manusia. Namun ketika pembukaan lahan oleh pemerintah, maka suku-
suku bangsa pendatang dari berbagai daerah pun berdatangan untuk menggarap lahan
di desa ini.
Gambar 3. Seorang Peserta PKL I sedang mewawancarai Bapak Manahan
Sinaga, warga asli desa Pargambiran.
4.2. Sistem Kepemimpinan Desa Sumbul Pada Awal Terbentuknya Desa
Pada awal terbentuknya desa ini, kepemimpinan yang dipakai untuk mengatur
daerah ini adalah sistem kepemimpinan ketua adat atau bahasa daerahnya sering
disebut natua-tua ni huta. Pada perkembangan zaman saat ini dimana sistem
pemerintahannya dipimpin oleh Camat sebagai pimpinan kecamatan, peran dari para
natua-tua ni huta ini pun tetap tidak berkurang, hanya fungsinya saja yang mengalami
perubahan.
a. Terjadinya Perubahan Struktur Kepemimpinan di Desa dari Awal Terbentuknya
Desa hingga Sekarang
Perubahan kepemimpinan di daerah Sumbul terjadi karena sudah
masuknya sistem politik pemerintahan nasional. Sistem kepala suku atau natua-tua
ni huta yang sebelumnya dipakai oleh masyarakat pun kini berganti menjadi
sistem birokrat yang lebih modern. Natua-tua ni huta pada awalnya merupakan
kepala suku di daerah tersebut yang berasal dari suku asli (Pak-Pak), yang
memimpin suku bangsa asli dan suku-suku bangsa pendatang.
b. Keberadaan Tokoh yang Menjadi Panutan dan Disegani oleh Masyarakat
Pada saat ini dimana kehidupan di daerah sumbul sudah semakin beragam
dengan hadirnya suku-suku bangsa lain seperti Karo, Toba, Jawa dan lain-lain.
Akhirnya lahirlah beberapa tokoh dari masing-masing suku bangsa yang disegani
oleh suku-suku bangsa lainnya. Perwakilan atau pemimpin tokoh dari suku-suku
bangsa tersebut kemudian melatarbelakangi terbentuknya walu suhu. Walu suhu
merupakan perwakilan tokoh dari masing masing suku bangsa yang berada di
Sumbul. Walu suhu memiliki arti delapan suku, yang dimana pengertian ini
mengacu kepada pemimpin delapan suku yang terdiri dari:
- Suku bangsa Pak-pak
- Suku bangsa Batak Toba yang dibagi menjadi tiga : Samosir, Balige, Tarutung
- Suku bangsa Karo
- Suku bangsa Simalungun
- Suku Bangsa Jawa
c. Fungsi Tokoh Tersebut Dalam Kehidupan Desa
Fungsi dari tokoh-tokoh adat tersebut (walu suhu) adalah sebagai
pengambil keputusan ketika ada suatu masalah yang terjadi didaerah tersebut dan
harus dilakukan musyawarah sebagai jalan penyelesaiannya. Dimana dalam
penyelesaiannya, musyawarah tersebut melibatkan delapan suku yang kemudian
masing-masing suku diwakili oleh salah satu tokoh yang tergabung dalam walu
suhu. Maka dalam pengambilan keputusan dimusyawarah tersebut, walu suhu lah
yang berperan sebagai pengambilan keputusan.
1. Masa Kejayaan Daerah Sumbul
Masa keemasan di daerah sumbul terjadi pada tahun 1969 hingga akhir 1998.
Daerah Sumbul mengalami periode keemasannya ketika hasil kopi di daerah tersebut
mengalami puncaknya. Penyumbang hasil kopi terbanyak yang didapat oleh daerah
sumbul didapat dari Desa Perjuangan dan Pergambiran. Adanya harga yang tinggi dan
pangsa pasar yang sangat luas mumbuat petani kopi mendapat banyak keuntungan.
2. Masa Keterpurukan Daerah Sumbul
Masa keterpurukan di daerah Sumbul terjadi pada tahun 2012. Tahun 2012
merupakan tahun yang paling berat yang pernah dilalui oleh para petani kopi di daerah
Sumbul. Keterpurukan ini diakibatkan oleh hasil pertanian yang banyak namun
mengalami kerugian karena harga jual kopi yang rendah. Pada masa keemasannya kopi
Sumbul dapat dihargai Rp.20.000/kg, namun sekarang petani hanya dapat menjual
kopinya dengan harga Rp.10.000/kg, kondisi ini membuat petani resah karena ongkos
dari penanaman sampai pemanenan tidak sebanding dengan hasil yang mereka
dapatkan. Tidak diketahui pasti penyebab dari turunnya harga kopi ini. Namun di
kalangan petani kondisi ini ditengarai diakibatkan oleh para tengkulak dan orang-orang
penting yang mengatur jalan keluar masuknya produksi kopi di daerah ini. Para petani
pun berharap dengan adanya penelitian ini, dapat menjelaskan apa sebenarnya
permasalahan yang sedang mereka hadapi. Satidaknya itu merupakan ungkapan dari
para petani yang kami wawancarai baik di Desa Perjuangan maupun Desa
Pergambiran.
3. Momentum atau Periode yang Dianggap Punya Pengaruh Penting Terhadap
Kondisi Daerah Tersebut (Sumbul)
Momentum yang memiliki pengaruh penting di daerah tersebut adalah pada
saat perjuangan suku bangsa Batak Toba merebut Desa Perjuangan yang di klaim milik
marga Matanari yang merupakan bagian dari suku bangsa Pak-Pak. Kemenangan suku
bangsa Batak Toba dalam perebutan tanah ini berdampak pada desa-desa lainnya.
Dimana desa-desa yang pada penggarapan lahan pertaniannya dilakukan oleh suku
pendatang kemudian menjadi tanah sah milik para penggarapnya.
4. Keberadaan Penduduk Asli dan Pendatang
Suku yang pertama kali mendiami daerah sumbul ini adalah suku bangsa Pak-
Pak atau dikenal juga sebagai suku bangsa asli bagi suku-suku bangsa pendatang.
Keberadaan suku bangsa asli tersebut (Pak-Pak) masih ada, namun jarang dijumpai di
daerah sumbul ini. Dikarenakan suku bangsa asli tersebut sudah banyak yang pindah
ke dacrah Pak-Pak Barat. Sehingga daerah Sumbul ini lebih di dominasi oleh
keberadaan suku bangsa Batak Toba dan Karo. Suku bangsa Pak-Pak tersebut sudah
mulai tersaingi dari segi ekonomi, pendidikan maupun politik. Kita dapat melihat hal
tersebut dari banyaknya aparat pemerintahan daerah yang didalamnya di dominasi oleh
batak Toba, maupun dari segi pendidikan dimana banyak sekali anak-anak dari suku
bangsa pendatang yang berhasil dari segi akademis hingga bisa menjadi sarjana
a. Awal Mula Para Pendatang atau Suku-Suku Bangsa Lain Masuk dan Tinggal
ke Daerah Sumbul
Awal mula masuknya para pendatang dari suku lain adalah diakibatkan oleh
pembukaan lahan besar-besaran yang dilakukan pemerintah di daerah terpencil
seperti Desa Perjuangan dan Pergambiran di Kecamatan Sumbul. Pada awal
mulanya para pendatang tersebut bukan berprofesi sebagai petani kopi, melainkan
sebagai petani nilam dan kemenyan. Ini adalah salah satu faktor yang membuat
mengapa para pendatang memilih daerah ini untuk menjalani hidupnya. Selain
masih banyaknya lahan yang bisa digarap, harga dari komuditas tanaman tani masih
sangat menggiurkan. Suku bangsa yang menjadi pendatang pertama kalinya adalah
suku bangsa Batak Toba yang berasal dari Samosir dan Balige.
b Penyebab Datangnya Para Pendatang dari Daerah Lain
Faktor yang menyebabkan suku-suku bangsa pendatang tersebut dalam hal ini
Batak Toba datang dan memilih untuk tinggal di daerah ini adalah karena
pembukaan lahan dari pemerintah dan masih suburnya tanah didacrah ini untuk
membuka lahan pertanian mereka. Lain halnya dengan suku bangsa Batak Toba,
maka suku bangsa Jawa datang ke daerah ini lebih dikarenakan ingin mengikuti
kesuksesan suku bangsa Batak Toba yang telah terlebih dahulu tinggal di daerah ini.
c. Reaksi Mayarakat Asli Terhadap Para Pendatang
Sikap dari penduduk suku bangsa atau masyarakat asli terhadap pendatang tentu
mendapat pertentangan pada awalnya. Pertentangan ini di dominasi oleh persoalan
lahan yang ditempati oleh suku pendatang yang di klaim milik penduduk asli daerah
tersebut dalam hal ini suku bangsa Pak-Pak. Sebagai contoh di Desa Perjuangan
yang sebelumnya sudah dijelaskan. Namun sekarang pertentangan-pertentangan
tersebut sudah bisa dikatakan tidak ada. Karena baik suku asli maupun pendatang
telah hidup damai berdampingan dalam kurun waktu yang lama.
5. Mulai Masuknya Agama ke Daerah Sumbul
a. Proses Masuknya Agama ke Daerah Sumbul
Tahun berapa masuknya agama ke daerah Sumbul ini tidak dapat diketahui
dengan pasti. Ini dikarenakan agama sudah ada sejak daerah tersebut dibuka.
Tidak ada data untuk mengetahui bagaimana proses masuknya agama ke daerah
ini. Namun banyak masyarakat berpendapat bahwa masuknya agama ke daerah
ini pertama kali dibawa oleh para pendatang yang didominasi oleh suku bangsa
Batak Toba. Agama yang pertama kali masuk ke daerah ini adalah agama kristen
katolik yang kemudian diikuti oleh Kristen Protestan dan Islam.
b. Reaksi Masyarakat Pada Saat Pertama Kali Masuknya Agama ke Daerah Sumbul
Reaksi masyarakat pada saat pertama kali masuknya agama ke daerah sumbul
adalah bersikap sangat menerima. Rasa penasaran masyarakat akan apa arti
agama mendorong perkembangan yang begitu pesat dalam bidang agama.
Masyarakat yang pada awalnya tidak memiliki agama pun kemudian memilih
agama yang ia rasa cocok dengan kehidupannya.
6. Sejarah Masuknya Kopi di Desa Perjuangan dan Pergambiran Kecamatan
Sumbul
Pada awalnya bibit kopi dibawa langsung oleh petani kopi dari daerah
Tapanuli ketika membuka Desa Perjuangan dan Pergambiran yang kemudian
menyebar ke daerah lain. Kopi yang pertama kali di tanam adalah kopi robusta.
Kopi robusta dibawa langsung dari Tapanuli oleh suku Batak Toba ketika membuka
Desa Perjuangan dan Pergambiran, karena hasil kopi robusta kurang menjanjikan,
maka petani kopi mulai beralih ke kopi arabika. Kopi arabika pertama yang ditanam
adalah jenis kopi jogor/jugur. Kopi ini sudah sangat langka dan hasil yang produksi
juga kurang banyak, umur panen kopi juga sangat di lama yakni hingga 10 tahun.
Kemudian petani menanam kopi Jember yang berasal dari Jember lalu terakhir kopi
ateng yang di kembangkan di Desa Littong, Dolok Sanggul Kabupaten Dairi.
Menurut wawancara yang kami lakukan di dua desa penghasil kopi di
daerah Sumbul, yang pertama kali memperkenalkan kopi di daerah ini adalah suku
bangsa Batak Toba. Suku bangsa batak toba membawa bibit kopi dari Tapanuli
untuk kemudian ditanam dan di kembangkan di daerah Sumbul.
Pada awalnya mata pencaharian masyarakat di daerah ini adalah sebagai
penghasil nilam dan kemenyan. Namun pengolahan Nilam yang membutuhkan
waktu lama dan hasilnya yang tak seberapa membuat masyarakat mengganti
tanamannya. Sedangkan pekerjaan pengumpul kemenyan telah dianggap
ketinggalan zaman oleh anak muda yang ada di daerah tersebut. Maka hal ini pula
yang melatar belakangi bergantinya mata pencaharian masyarakat menjadi petani
kopi. Jenis kopi yang pertama kali ditanam di daerah ini (Sumbul) adalah jenis kopi
robusta. Namun karena berbagai masalah yang dihadapi oleh para petani,
masyarakat kemudian mengganti jenis tanaman kopinya.
Masyarakat telah beralih dengan mengganti jenis-jenis tanaman kopinya,
diantaranya jenis kopi arabika yaitu kopi jogor/jugur, kopi jember dan terakhir kopi
ateng. Pergantian ini dikarenakan jenis-jenis kopi sebelumnya yang dirasa petani
kurang menguntungkan, sehingga memaksa petani untuk berpindah-pindah dalam
memilih tanaman kopi yang paling ideal dan menguntungkan untuk di tanam.
Hingga sampai pada pilihan jenis kopi ateng yang bercirikan pohon yang pendek
dengan buah yang banyak dan berbuah setelah 3 tahun di tanam.
7. Mata Pencaharian Masyarakat di Daerah Sumbul
Dalam kehidupan masyarakat di daerah Sumbul, tidak semua masyarakat
bermata pencaharian sebagai petani kopi. Mata pencaharian masyarakat di daerah
ini memang di dominasi oleh petani kopi. Persentasenya sekitar 90% petani kopi,
5% Pegawai Negeri Sipil (PNS), polisi, tentara, pedagang dan lain-lain. Itupun
dalam beberapa kesempatan saya menjumpai dua orang Polisi yang dalam
kehidupannya sehari hari juga bertani kopi sebagai mata pencaharian tambahan.
Sebelum berprofesi sebagai petani kopi, masyarakat di daerah ini menggantungkan
hidupnya sebagai penghasil nilam dan kemenyan. Setidaknya itulah informasi yang
kami dapat pada saat wawancara.
BAB V
BUDIDAYA KOPI
Di pasar kopi internasional, kopi Indonesia juga banyak digemari. Namun,
produsen kopi Indonesia yang umumnya berasal dari perkebunan rakyat masih belum
mampu memenuhi permintaan pasar yang tinggi tersebut, baik pasar dalam negeri
maupun luar negeri. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menjadi
penghambat selama proses budidaya kopi. Mulai dari proses penanaman sampai
pemanenan yang akhirnya mempengaruhi mutu kopi yang dihasilkan.
Oleh karena itu, penanganan budidaya kopi harus diberikan secara optimal,
terutama dalam hal penerapan teknik budidaya dan cara pengolahan yang benar.
1. Media Tanah
Tanah yang digunakan dalam menanam kopi adalah jenis tanah yang
gembur. Yang memiliki unsur kompos dan memilki ph standar yakni 5,0-7,0.
Semakin tinggi kandungan ph yang terdapat dalam tanah maka semakin baik untuk
tanaman kopi. Jarak antara tanaman kopi yang satu dengan tanaman kopi lainnya
adalah 2,5m sampai 3m. Jarak antara tanaman kopi yang satu dengan kopi yang
lainnya memang tidak boleh terlalu dekat karena bisa membuat kurang masuknya
cahaya matahari pada tanaman kopi yang kemudian berdampak pada hasil kopi
yang didapat kurang maksimal. Tanaman kopi yang baik memang lebih cocok
ditanam di daerah beriklim dingin atau sejuk yang bersuhu sekitar 15-20 seperti
daerah Sumbul Sidikalang ini. Hal ini dimaksudkan agar tanaman kopi tersebut
bertahan lama. Kopi yang ditanam pada suhu sejuk atau dingin akan bertahan pada
usia yang cukup lama yakni hingga puluhan tahun ketimbang tanaman kopi yang
ditanam pada suhu yang panas.
2. Jenis Kopi yang Ditanam
Jenis kopi yang umum ditanam di daerah Sumbul ini adalah jenis kopi ateng
atau kopi Arabika. Hal ini dikarenakan cara perawatannya yang mudah, tidak
membutuhkan banyak biaya dan harga jualnya lebih tinggi dari pada kopi Robusta
yang menyebabkan jenis kopi ini paling banyak di tanam oleh petani kopi yang ada
di Sumbul. Jenis Bibit kopi ateng ini bisa diperoleh dengan cara pembibitan sendiri
ataupun bisa dibeli di Dinas Pertanian Kec. Sumbul melalui kelompok-kelompok
petani.
3. Latar Belakang Bertani Kopi
Pada umumnya para petani kopi yang terdapat di Kecamatan Sumbul
memang lebih memilih usaha bertani kopi sebagai usaha utama. Hal ini dikarenakan
bertani kopi lebih mudah dibandingkan bertani tanaman lain serta penghasilan yang
didapat cukup lumayan. Seperti salah satu informan yang kami wawancarai. Ia
dalam sebulan dapat memanen 192 kg kopi dengan harga jual kopi per kilo nya
adalah Rp.15.000. Dari hasil pertaniannya la dapat menghasilkan sekitar Rp.
2.880.000/bulannya.
4. Pembibitan
Dalam pertanian pasti ada yang namanya proses pembibitan. Pembibitan
dalam penanaman kopi ialah pertumbuhan bibit kopi selama berada dalam polyback
hingga siap ditanam dilahan luas. Adapun teknik-teknik yang di gunakan dalam
melakukan pembibitan ialah:
a. Menyiapkan bibit yang akan ditanam. Dengan ciri-ciri bibit baik adalah bibit
yang di peroleh dari buah kopi yang berwarna merah dan berbiji 2 dan berukuran
besar.
b. Menyiapkan polyback yang akan dipakai pada saat pembibitan awal. Buah kopi
yang sudah didapat harus dikupas lalu dicuci. Hingga kemudian dimasukkan ke
dalam polyback yang berisi tanah yang sudah dicampur dengan pupuk kompos.
Gambar. 5.1. Bibit Kopi yang Ada di Dalam Polybag
5. Pemupukan
Pemupukan merupakan salah satu tahap yang paling wajib dalam proses
penanaman. Karena pupuk merupakan sumber protein bagi tanaman. Pada tanaman
kopi, pupuk yang dipakai ada dua jenis yakni, pupuk alami (kompos) berupa
kotoran ternak dan pupuk kimiawi. Dalam proses pemupukan pada tanaman kopi
biasanya dilakukan pada saat tanaman kopi mulai berbunga. Untuk jenis pupuk
kimiawi biasanya para petani kopi membelinya di KUD (Koperasi Unit Desa) yang
terdapat di kawasan sekitar Sumbul. Tahap atau cara yang dilakukan dalam
pemupukan bebas namun, kebanyakan petani memberikan pupuk sebanyak-
banyaknya pada tanaman mereka dengan cara dikubur bersama dengan tanah
ataupun menaburkan di sekitar tanaman kopi tersebut.
6. Hama
Hama yang paling sering menyerang tanaman kopi di Sumbul adalah ulat
buah, semut (yang bersarang di tanaman kopi). Dari semua hama tersebut yang
paling berbahaya ialah ulat buah dan jamur merah yang terdapat pada batang
tanaman kopi. Hama ulat buah biasanya terdapat dalam buah kopi tersebut dan
memakan buah kopi tersebut. Ciri-ciri ulat tersebut: sangat kecil, dan berwarna
hitam.
Gambar. 5.2. Contoh Biji Kopi yang Terkena Hama Ulat Buah
Adapun hama lainnya adalah hama jamur merah yang untungnya belum
terdapat/di temukan di pertanian kopi yang berada di kecamatan Sumbul. Namun,
hama inilah yang paling berbahaya dan di takuti para petani kopi. Hama ini
biasanya akan tumbuh di batang kopi. Hama jamur merah bersifat merusak seluruh
batang tanaman kopi. Sehingga para petani kopi ini akan mengalami kerugian yang
sangat parah karena kerusakan pada batang pohon dapat mengakibatkan pohon kopi
tersebut mati. Kemudian ada hama yang lain lagi yaitu hama semut. Tanda-tanda
pohon kopi yang terkena hama semut bisa dilihat dari buah kopi yang membusuk
dan menghitam. Cara yang dapat digunakan petani kopi untuk menangani hama
semutini adalah dengan cara mengikis sarang semut yang terdapat pada tanaman
kopi dan menyemprotkan pestisida pada tanaman kopi. Pestisida tanaman kopi yang
dipakai adalah antrakol detain
7. Pendederan atau Penyebaran Bibit
Penyebaran bibit dilahan biasanya dilakukan pada saat bibit berusia 6-7
bulan. Penyebaran bibit ini dilakukan secara manual, yakni dengan cara meletakkan
bibit kopi yang sudah ditanam pada polyback kedalam lahan tanah yang sudah
disediakan. Tanah yang akan dipakai untuk melakukan pendederan harus telah
dilubangi sekitar 25 cm.
Gambar. 5.3. Seorang petani yang sedang melakukan pendederan
8. Pemangkasan
Tanaman kopi yang baik dipangkas pada saat masih muda dan batangnya
belum terlalu tinggi. Pemangkasannya dilakukan dengan cara memotong pucuk dan
batang batang/ranting. Hal ini dilakukan agar tanaman kopi lebih banyak
mendapatkan cahaya matahari dan jarak antara tanaman kopi satu dengan kopi
lainnya tidak terlalu berdekatan.
9. Pemanenan
Pemanenan kopi biasanya dilakukan 2 kali dalam sebulan. Panen yang bagus
pada saat pertama kali melakukan pemanenan ialah pada saat tanaman kopi berusia
3,5 tahun, tapi ini hanya berlaku pada jenis kopi ateng. Dan buah kopi yang bisa
dipanen yakni kopi yang memilki warna merah terang.
BAB VI
SOSIAL BUDAYA
Kami wawancara 5 orang informan yang berasal dari Desa yang berbeda
diantaranya, Desa Sikunihan dan Desa Pergambiran. Kami melakukan wawancara
dengan salah seorang informan di desa Sikunihan ketika proses observasi berlangsung.
Kami mengamati sekitar Desa tersebu ternyata hampir semua masyarakat memiliki
lahan kopi. Kopi bisa dikatan senagai sumber penghasilan utama bagi desa ini.
Berdasarkan hasil wawancara dari sekian banyak informan, kami mendapat
informasi yang sebenarnya hampir sama. Jenis kopi yang banyak ditanam di Desa
Sikunihan dan Desa Pargambiran adalah jenis kopi ateng (Arabika). Ada beberapa
faktor yang menyebabkan para petani lebih memilih kopi Arabika dibandingkan kopi
Robusta, dalam hal ini jenis kopi arabika yang dimaksud adalah kopi ateng.
Masyarakat memilih kopi ateng karena dianggap lebih menguntungkan. Hal itu telah
dirasakan sendiri oleh masyarakat tersebut. Kebanyakan masyarakat pada awalnya
menanam kopi Robusta namun setelah hasilnya yang kurang menguntungkan akhirnya
masyarakat beralih kejenis kopi ateng (Arabika). Hal ini dirasakan langsung oleh
petani tersebut setelah memproduksinya selama tiga tahun. Ternyata setelah tiga tahun
dalam masa panen kopi mulai layu/mati satu persatu. Kopi Robusta ternyata berumur
pendek.
1. Sosial-Budaya Masyarakat Desa Sikunikan
Informan pertama yang kami datangi yaitu Ibu Simanjuntak di desa
Sikunihan II. Beliau memiliki lahan kopi seluas 8 hektar. Jenis kopi yang ditanam
yaitu kopi ateng (arabika). Kopi tersebut berumur 10 tahun dengan tinggi sekitar
+ 2 meter. Ibu Simanjuntak mengurus sendiri kopi tersebut karena suaminya telah
meninggal dunia sekitar 15 tahun yang lalu. Ibu Simanjuntak menghidupi sendiri
ketiga orang anaknya. Namun sekarang dua diantara anak-anaknya sudah menikah
dan satu lagi sudah hidup mandiri.
Lahan kopi yan digunakan oleh Ibu Simanjuntak merupakan lahan sendiri.
Lahan tersebut sebagian dipakai untuk menanam tanaman muda seperti cabe.
Tujuannya adalah karena kopi tidak setiap saat dapat dipanen sehingga untuk
menutupi kebutuhan sehari-hari diperlukan usaha sampingan. Dalam memulai
bertani kopi Ibu simanjuntak membutuhkan modal sekitar Rp 5.000.000. Modal
tersebut digunakan untuk pengadaan bibit, perawatan, pemupukan serta pengolahan
hingga kopi dapat dijual.
2. Sosial-Budaya Masyarakat Desa Pergambiran
Informan kedua yaitu Ibu Pananda yang bertempat di Desa Pergambiran.
Beliau menanam kopi ateng (arabika). Beliau memiliki luas lahan kopi sekitar 500
hektar. Kopi merupakan usaha utama bagi keluarga ini. Ibu memiliki tanaman
tambahan seperti tomat dan cabe. Beliau bercocok tanam kopi sekitar 3 tahun
lamanya, sehingga kopi beliau masih tergolong muda.
Penanaman kopi dilakukan dengan pembibitan sendiri yang membutuhkan
waktu sekitar 8 bulan hingga 1 tahun.
Pembibitan yang dibuat bersumber dari kopi pilihan yang memiliki kriteria
yakni: kopi tersebut merupakan kopi yang benar-benar tua, merah, besar dan berasal
dari pohon kopi yang sudah berumur panjang. Setelah pembibitan beliau bersama
suaminya melakukan penanaman. Jarak tanam yang dibuat yaitu sekitar 2 sampai
2,5 meter, alasannya agar tanaman lain bisa ditanam di bawah pohon kopi tersebut.
Berbagai perawatan yang dilakukan sehingga menghasilkan kopi yang
berproduksi tinggi. Setelah penanaman beliau melakukan pemupukan sekitar 3
tahun sekali. Pupuk yang dipergunakan bermacam-macam, yaitu pupuk organik dan
pupuk non organik (kompos) kandang dan kulit kopi. Selain itu dilakukan juga
penunasan. Tunas-tunas kecil yang tumbuh diranting dan di batang harus dibuang.
Tunas-tunas kecil itu jika tidak dibuang akan mengganggu pembuahan kopi.
Menurut Ibu Pananda, kopi membutuhkan waktu sekitar 2 tahun untuk dapat
memproduksi buah
Ibu Pananda merasa sangat menguntungkan sekali untuk bercocok tanam
kopi. Kopi tidak memerlukan perawatan yang banyak. Setelah kopi dibersihkan, di
pupuk maka bisa ditinggalkan. Hal ini membuat Ibu Pananda bisa mengurus
tanaman yang lain.
Dengan melakukan wawancara yang begitu singkat berhubung ibu Pananda
memiliki kegiatan lain sehingga kami berlih ke informan yang selanjutnya. Kami
bertemu dengan Pak Regar dan Ibu Siallagan. Usaha kopi sudah lima tahun
dilakukan sejak awal menikah. Kopi itu merupakan kopi warisan dari orang tua.
Saat ini kopi ssudah berumur 12 tahun. Luas lahan kopi sekitar 10 rantai (± 700
hektar). Jenis kopi yang dibudi dayakan yaitu kopi ateng (arabika). Beliau juga
melakukan berbagai perawatan-perawatan untuk menghasilkan kopi yang optimal.
Namun, dengan keadaan kopi yang sudah berumur, kopi sulit sekali menghasilkan
buah yang bagus dan melimpah.
3. Perbedaan dan Kesamaan Sosial Budaya di Daerah Sumbul
Dari sekian banyak informan yang kami temui, saling ada kesamaan diantara
mereka. Perbedaan mendasar dari kebanyakan mereka yaitu cara perawatan dan
pembibitan. Masyarakat di desa ini kebanyakan menanam kopi jenis Arabika.
Mereka memiliki alasan yang sama untuk memilih jenis kopi ini. Alasan-alasan itu
adalah, umur kopi robusta yang sangat pendek, kopi robusta juga membutuhkan
perawatan yang banyak dibanding kopi ateng selain itu kopi ateng (Arabika)
memiliki tingga batang yang bisa dijangkau oleh pemiliknya, sehingga tidak
mengkhawatirkan apabila kopi sudah bertambah besar.
Jenis kopi yang berbeda yang ditanam oleh salah seorang informan (Ibu
Limbong). Beliau memilih bibit kopi brazil untuk dibudidayakan. Ibu Limbong
ingin melihat bagaimana perbedaan jenis kopi ini dengan kopi ateng. Kopi ateng
merupakan kopi yang sebelumnya sudah ditanam oleh Ibu Limbong dilahan yang
berbeda. Sampai sejauh ini beliau tidak mampu menjelaskan lebih mendalam
tentang kopi ini. Berhubung kopi ini masih keluaran baru. Tidak semua orang yang
di desa ini yang mengetahui jenis kopi Brazil. Perbedaan yang sudah diketahuinya
yaitu daunnya lebih tebal dan besar. Daun lebih hijau dan tingginya hanya sekitar 2-
3 meter hingga kopi mati. Buah kopi Brazil juga lebih besar. Namun harganya sama
dengan kopi Ateng (Arabika).
Informan-informan yang kami wawancarai untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari mereka melakukan usaha sampingan. Mereka tidak terfokus pada usaha
kopi. “kalau kami hanya mengurusi kopi ini jadi kami harus makan apa jika tidak
musim panen, kecuali jika kopi kami berhektar-hektar dan kami bisa
menyimpannya", kata salah seorang informan kepada kami.
BAB VII
KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI KOPI
Bagaimana cara masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa
dan barang langka yang diawali oleh proses produksi, konsumsi dan pertukaran?
Faktor ekonomi adalah hal yang penting dikaji untuk mengetahui kehidupan
masyarakat. Di dalam memahami aspek kehidupan ekonomi masyarakat maka perlu
dihubungkan antara faktor ekonomi dengan faktor lain dalam kehidupan masyarakat
tersebut.
Denyut nadi kehidupan sebagian besar masyarakat Di kabupaten dairi
khususnya di Kecamatan Sumbul terletal di sektor pertanian. Daerah ini adalah
masyarakat agraris, di mana tanaman kopi dijadikan sebagai tumpuan sosial ekonomi
oleh sebagian besar rakyat.
Produksi dan pendapatan petani merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Agar pendapatan petani kopi dapat meningkat maka diperlukan suatu
pengelolaan usahatani agar kegiatan usahatani kopi miliknya dapat dilaksanakan secara
efisien mungkin, sehingga dapat meminimalisir biaya. Pengelolaan usahatani kopi
harus dilakukan dengan benar agar petani memperoleh keuntungan sehingga usahatani
kopi ini layak diusahakan secara ekonomi. Dalam melaksanakan usahatani kopi, petani
dipengaruhi karakteristik sosial ekonomi yang nantinya mempengaruhi keputusan
petani itu dalam berusahatani.
Sama halnya dengan petani kopi di daerah Kecamatan Sumbul, pedapatan dan
produksi kopi tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling mempengaruhi. Musim
panen yang dapat dilakukan secara terus menerus yaitu panen sekali dalam dua
minggu, tidak dapat membutuhi kehidupan jika harga jual kopi ini rendah.
Untuk dapat menghasilkan produksi yang cukup, perlu ada biaya tambahan
yang perlu dikeluarkan sebagai biaya perawatan. Namun untuk biaya ini pun perlu
dana yang cukup besar. Sehingga untuk menjadi tumpuan kehidupan masyarakat tidak
dapat lagi mengandalkan hasil dari kopi ini untuk biaya kehidupan. Untuk itu banyak
para petani lain mengambil inisiatif lain untuk memenuhi kehidupan sehari-hari
tersebut antara lain dengan menanam tanaman muda di tepi-tepi ladang mereka dan
hasil ini cukup untuk memenuhi kebutuhan itu. Selain itu ada juga petani kopi ini
membuka warung sebagai sampingan pekerjaan sebagai petani. Bahkan petani ini juga
terkadang menjadi buruh upah untuk mengerjakan ladang lain, meskipun upah yang
diperoleh tidak seberapa. Tetapi mereka dapat mencukupi kehidupan keluarga mereka.
Dari kehidupan tersebut dapat dibagi ke dua segi yaitu dari segi kehidupan sosial dan
segi kehidupan ekonomi.
1. Dari Segi Kehidupan Sosial
Dilihat dari segi kehidupan sosial masyarakat petani kopi di daerah Dairi
khususnya Desa Perjuagan dan Pengambiran memiliki hubungan sosial yang cukup
baik antara satu dengan yang lain. Hal itu dapat terlihat dari komunikasi antara
sesama penduduk yang sering bercengkrama di kedai kopi ataupun di teras rumah
warga dan juga diperkebunan mereka masing masing. Mereka tidak mengenal
adanya lawan ataupun perbedaan antara mereka.
Di dalam kehidupan sosial mereka selalu adanya perkumpulan untuk
membahas tentang segala hal terutama tentang perkebunan kopi dan harga kopi di
daerah desa Perjuangan dan Pengambiran serta membahas tentang kehidupan yang
menyangkut kehidupan sosial. Ketika ada acara atau perayaan seperti natal, banyak
warga yang bergotong royong untuk mensukseskan acara dan hampir seluruh warga
akan hadir dalam acara tersebut.
Secara sosial kehidupan masyarakat Desa Perjuangan dan Pergambiran
didasari jiwa tolong menolong antara satu dengan yang lain. Jika mereka kesusahan
mereka saling membantu dan mereka saling berdekatan antara satu dengan yang
lain. Kehidupan sosial mereka tidak ada rasa saling kecemburuan antara satu
penduduk dengan yang lain.
2. Dari Segi Sosial Ekonomi
Pada umumnya pekerjaan utama dari warga masyarakat di Desa
Pergambiran dan Perjuangan adalah petani kopi. Tetapi saat ini sudah banyak juga
yang beralih dengan tanaman muda seperti jagung, cabai ataupun tomat. Dari
informan yang kami temui kami mendapat informasi bahwa sebagian besar petani
kopi sudah memiliki lahan pertanian sendiri walaupun ada juga sebagian yang
masih mengerjakan lahan orang lain. Lahan itu biasanya diperoleh dari harta
warisan orang tua atau membeli tanah sendiri. Untuk masalah modal, beberapa
petani yang kami jumpai mengaku bahwa ada yang mendapatkan modal utama dari
keluarga, tetapi banyak juga yang meminta pinjaman modal dari para agen yang
biasa menjualkan hasil pertanian mereka dengan syarat tertentu. Jenis kopi yang
mereka tanam kopi Ateng atau Arabika atau menurut bahasa setempat kopi sibayar
hutang (menutup hutang) karena hasil panen kopi digunakan untuk membayar
hutang. Harga penjualan kopi biasanya sekitar Rp.10.000 sampai Rp.13.000 per
kilo. Menurut pengakuan mereka, harga itu turun dari harga biasanya, sehingga
pendapatan yang mereka terima menurun. Untuk perawatan, biasanya para petani
menggunakan pupuk ataupun pestisida yang harganya sekitar Rp.10.000 per kilo.
Kebanyakan keadaan rumah dari para petani itu sangat sederhana dan semi
permanen. Untuk biaya perbulan, kebanyakan para petani itu tidak memperkirakan
berapa biaya selama sebulan, dan juga ada yang mengatakan rata-rata per bulan
mereka hanya Rp.1.000.000 per bulannya, semuanya itu dibagi dalam semua hal
baik dalam biaya rumah tangga, anak sekolah dan biaya tak terduga. Mereka juga
mengatakan sebanyak apa hasil panen yang mereka peroleh, maka sebesar itu juga
yang mereka gunakan. Untuk biaya jajan anaknya juga hanya seribu rupiah saja.
Mereka mengatakan mereka hidup dengan apa adanya yang mereka dapati. Setelah
itu ada yang mengatakan juga kehidupan mereka tidak dapat mencukupi ekonomi
mereka.
Setelah itu dalam hal kehidupan ekonomi di daerah tersebut mereka tidak
hanya dengan bertani kopi saja tetapi juga bekerja di tempat orang lain, dan juga
berjualan di kedai-kedai kopi yang berbedekatan dengan pemukiman daerah
tersebut, Walaupun pendapatan mereka tidak sebesar dari pendapatan tani kopi
yang mereka punya untuk memenuhi kehidupannya.
Bentuk rumah di Desa Pergambiran dan Perjuangan rata rata semi
permanen. Sebagian penduduk dari Desa Perjuangan dan Pergambiran tersebut
rumah yang mereka miliki itu hanya pinjaman dan pemberian dari orang tua dan
ada juga yang membangun sendiri dari hasil panen tani kopi yang dihasilkan
pertama kali oleh mereka.
Untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari seperti sayur dan lauk paluk,
para petani kopi itu biasanya pergi ke Desa Pergambiran atau pergi ke Sumbul
karena disana terdapat pasar tradisional yang cukup besar. Lauk yang biasanya
mereka makan itu ikan asin atau ikan pora-pora.
Kehidupan petani kopi pada dasarnya sangat sederhana, Kekeluargaan
terlihat melekat sangat erat diantara para warga. Mereka juga saling gotong royong
di dalam masyarakat.
Kehidupan sosial ekonomi penduduk petani kopi di kedua desa perjuagan
dan pengambiran dapat dikatakan sejahtera. Berdasarkan pengamatan, petani kopi
adalah mata pencaharian utama untuk menafkahi keluarga mereka. Petani tidak
hanya menanam kopi saja, tetapi juga menanam jenis tanaman yang lain. Mereka
tidak hanya menggantungkan hidup pada hasil kopi saja.
Kebanyakan anak dari para petani itu setelah tamat sekolah akan
melanjutkan untuk bertani di ladang kopi milik keluarganya. Para petani itu
berharap adanya bantuan dari pemerintah untuk membantu mensejahterakan
keadaan para petani di Indonesia. Walaupun dengan kehidupan yang sederhana
tetapi para petani selalu bersyukur dengan kehidupan mereka dan menikmmati
hidup sebagai petani kopi. Karena dengan bertani mereka dapat memenuhi
kebutuhan hidup mereka dan membiayai anak mereka sekolah.
BAB VIII
PENGOLAHAN KOPI
8.1. Klasifikasi Kopi Arabica
Kopi merupakan salah satu jenis minuman yang praktis dalam cara penyajian
dan tidak sulit ditemukan oleh masyarakat. Banyak sekali jenis kopi yang bisa
dinikmati, tapi tentunya harus disesuaikan juga dengan selera para penikmat kopi.
Beberapa jenis kopi yang umum diketahui oleh masyarakat adalah Kopi Luwak, Kopi
Tubruk, Kopi Robusta, Kopi Arabica. Hasil penelitian berikut ini akan menjelaskan
tentang klasifikasi serta cara pengolahan Kopi Arabica atau biasa disebut oleh
masyarakat Sidikalang kopi Ateng karena pohonnya yang pendek. Para petani kopi di
Sumbul lebih cenderung memproduksi Kopi Arabica daripada Kopi Robusta, karena
hasil panennya yang lebih cepat yakni 1 % tahun - 2 tahun masa panen dan kelebihan
ini menjadi keuntungan tersendiri bagi petaninya. Pembibitan Arabica berasal dari
bibit alami lokal dan harus melakukan penanaman ulang berlanjut. Setelah itu
disemaikan hingga menjadi bibit baru selama +7 bulan. Bibit dimasukkan ke dalam
pollybag selama 3 bulan.
Arabika mempunyai biji yang lebih kecil dibandingkan Robusta, kandungan
kafeinya lebih rendah, rasa dan aroma lebih nikmat dan harga relatif lebih mahal. Kopi
Robusta memiliki perbedaan dengan Kopi Arabika yaitu biji kopi ini butirannya lebih
besar, bentuknya oval, tinggi kafein dan memiliki aroma yang tidak terlalu harum.
Kopi Arabica memiliki aroma yang lebih harum tetapi bagi para penikmat kopi di
Sidikalang, rasa yang dihasilkan tidak senikmat kopi Robusta. Manfaat yang paling
banyak diambil dari kopi Arabica adalah sebagai bahan pewarna pakaian, kertas dan
lainnya. Perawatan tanaman Kopi arabica lebih menggunakan pupuk kompos/organik.
baik dengan
8.2. Alat Pengolahan Kopi Arabica
Berdasarkan hasil penelitian tentang petani kopi di Desa Perjuangan dan Desa
Pergambiran Kecamatan Sumbul, mesyarakat masih mengolah kopi secara manual
dengan menggunakan alat-alt pengolahan tradisional, ini dikarenakan biaya yang
terlalu besar jika menggunakan alat modern. Berikut adalah beberapa alat tradisonal
yang digunakan :
a. Cangkul atau Sabit
Fungsi: untuk mencangkul tanah keras akibat penyemprotan pestisida dan untuk
membersihkan rumput yang ada di lahan tanaman kopi.
b. Hirang (keranjang khas orang Batak) terbuat dari rotan Fungsi: untuk membawa
buah kopi yang sudah matang.
Gambar. 8.1. Contoh Hirang
c. Gunting khusus
Fungsi: untuk memangkas biji kopi yang sudah memasuki usia produksi.
d. Mesin penggiling manual
Fungsi: untuk mengupas kulit biji kopi.
Gambar. 8.2 Contoh Mesin Penggiling Manual
e. Karung atau Tong Plastik
Fungsi: untuk memasukkan biji kopi yang telah dikupas dan bersih dari lendir.
f. Goni atau Terpal
Fungsi: sebagai alas/tempat penjemuran kopi yang telah dibersihkan.
g. Karung Goni
Fungsi untuk menyimpan biji kopi yang sudah kering dan siap dijual.
h. Saringan
Fungsi: untuk proses pengayakan setelah proses penggosengan agar dapat
memisahkan kopi yang lembut dan kasar.
Beberapa alat Modern yang digunakan :
a. Mesin penggiling (mesin pulper)
Biaya : sekitar Rp 300.000,- - Rp 500.000,
Fungsi : untuk proses pengupasan biji kopi agar terlepas dari kulitnya.
b. Alat penyemprotan
Fungsi : untuk menyemprot hama/penyakit tanaman dengan insektisida.
8.3. Metode Pengolahan Kopi Arabica
Bagi petani kopi di Sumbul, metode pengolahan kopi yang baik adalah dengan
menggunakan cara tradisional. Selain karena keterbatasan dana, pola pikir mereka juga
belum bisa menerima metode pengolahan secara modern walaupun sudah ada
penyuluhan dari lembaga pertanian setempat. Berikut penjelasan mengenai metode
pengolahan kopi sesudah dipetik (pasca panen) dari hasil penelitian di kecamatan
Sumbul :
a. Pemangkasan peremajaan kopi
Peremajaan sangat penting dilaksanakan pada tanaman yang sudah tidak produktif
(biji kopi yang sudah tua). Cara pemangkasannya adalah:
Cara pemangkasan Rok
Ambil bagian bawah ranting (dari jarak tanah sampai ke atas) antara 40-60 cm.
Pemangkasan Body (Zig Zag) Pemangkasan dilakukan dengan cara menyilang
untuk mengurangi tunas-tunas air. Jika kurang penunasan hasil kurang baik,
maka akan lebih banyak menguap dari pada tunas air.
Pemangkasan Bayonet Pemangkasan diambil dengan cara mengambil bagian
pucuk supaya tumbuh ke samping bukan ke atas agar mempermudah pemetikan
dan memperbanyak hasil produksi.
b. Panen buah kopi
Petik buah kopi yang sudah berwarna merah matang. Tidak dibenarkan memetik
buah kopi yang masih hijau, kuning atau masih separuh merah. Buah yang kering di
pohon atau yang jatuh ke tanah dibersihkan dan ditimbun dalam tanah agar tidak
menularkan hama/penyakit. Setelah itu harus segera direndam dan digiling dengan
mesin.
Gambar: 8.3 Buah Kopi Yang Sudah Matang Berwarna Merah
c. Pengupasan
Sebelum dikupas, perhatikan kembali buah kopi yang kira kira masih belum matang
dengan menggunakan mesin pulper. Mesin harus dibersihkan terlebih dahulu dan
tidak boleh tercampur dengan oli atau minyak agar hasil kopi tidak rusak. Sebelum
dikupas, buah direndam sebentar dalam air agar memudahkan pengupasan kulit
buah.
d. Fermentasi
Biji kopi yang telah dikupas kemudian dimasukkan ke dalam karung, tong plastik
wadah yang bersih dan ditutup. Lamanya proses fermentasi hanya satu malam saja
dan tidak boleh lebih agar tidak merusak kualitas kopi.
e. Penyortiran dan pencucian
Setelah melakukan proses fermentasi satu malam, pada pagi harinya kopi dapat
dicuci. Pencucian biji kopi harus menggunakan air bersih dan tidak berbau agar
tidak merusak aroma kopi. Biji yang terapung menandakan biji kosong atau rusak.
Sedangkan biji yang tenggelam menandakan biji yang bagus. Biji yang terapung
serta kulit buah hasil gilingan dimasukkan lubang dan ditimbun dalam tanah.
Tujuannya agar tidak menularkan hama/penyakit khususnya hama penggerek buah
kopi yang bersarang dalam biji kopi.
f. Penjemuran
Setelah biji bersih dari lendir kemudian dijemur. Alas/tempat penjemuran kopi
dapat berupa goni atau terpal. Jangka waktu proses penjemuran tergantung
panasnya matahari, kira-kira selama 3-4 jam.
Gambar. 8. 4. Biji Kopi Saat Dijemur Harus Sampai Kering
g. Penggongsengan (roasting)
Proses penggongsengan dengan menggunakan wadah (kuali) besar. Proses ini untuk
memasak kopi hingga berwarna kehitaman dan matang merata. Setelah siap matang,
diangkat lalu didingankan terlebih dahulu. Agar hasil kopi Arabica lebih baik, bisa
ditambahkan campuran bahan lainnya seperti kayu manis, cengkeh dan beras agar
rasanya lebih enak diminum.
Gambar 8.5. Pengambilan Kayu Manis Sebagai Bahan Cam puran Kopi Agar
Kopi Lebih Nikmat
h. Penggilingan/Penumbukan
Setelah dingin baru bisa di giling,atau tumbuk manual. Jika dengan cara tumbuk
manual perlu dilakukan proses akhir pengayakkan, fungsinya memisahkan antara
kopi yang lembut dan yang masih kasar.
8.4. Kendala dalam Proses Pengolahan Kopi dan Cara Mengatasinya
Kendala yang dihadapi para petani kopi Sumbul ketika proses pengolahan kopi
dan cara mengatasinya :
A. Hama Penyakit Tanaman Kopi.
Cendawan (Hemileiavastatrix) menyebabkan karat daun. Gejala Serangan:
Terdapat bercak berwarna orange/jingga pada permukaan daun dan dapat
mengakibatkan daun berguguran hingga pohon menjadi gundul.
Bagian bawah daun terdapat bercak yang mulanya berwarna kuning hingga
kuning tua atau kecoklatan.
Pengendalian :
Menanam varietas kopi serta sigarat utang, zat S795, Andong Sari I.
Secara kultur teknis, menjaga kesehatan tanaman dengan cara pemupukan yang
berimbang, pemangkasan dan menanam pohon pelindung yang cukup.
Konsultasi dengan lembaga pertanian berwenang.
Penyemprotan insektisida dalam jangka waktu dua kali setahun.
B. Jamur Upas disebabkan oleh Corticium Salmoniculum Gejala serangan :
Batang/cabang yang terserang menjadi layu mendadak.
C. Modal/biaya
Kendala yang paling banyak dikeluhkan oleh petani kopi di Kecamatan Sumbul
adalah kendala biaya, karena biaya tersebut dibutuhkan untuk pembelian pupuk,
upah pekerja, pembelian alat pengolahan dan kebutuhan lainnya. Pemerintah dan
kepala desa juga kurang memperhatikan kesejahteraan para petani.
D. Iklim (Cuaca hujan)
Cuaca hujan tidak baik bagi tanaman kopi karna dapat mengakibatkan lahan rusak
karena terlalu lembab. Kemarau panjang juga mengakibatkan tanaman kopi susah
berbuah, daun kering, dan jika pun berbuah maka buahnya tidak akan memerah
(masak).
Pengendalian :
Dibuat belengan/paret agar tidak terendam dan akar tidak susah menyerap.
8.5. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Pasca Panen Kopi
Berdasarkan hasil penelitian pengolahan kopi di Desa Perjuangan, para petani
kopi menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat pasca
panen kopi, yaitu :
a. Jangan menyimpan kopi dalam karung bekas pupuk
b. Gudang tempat penyimpanan harus bersih, tidak dibenarkan dekat dengan bahan-
bahan kimia seperti pestisida, sabun, oli/minyak dan sebagainya.
c. Menggunakan air bersih dan tidak berbau.
d. Tidak dibenarkan menyimpan kopi gabah terlalu lama.
e. Jangan menanam buah kopi yang masih hijau atau kuning.
f. Buah yang baru petik harus segera direndam, jangan biarkan bermalam.
g. Buah yang rusak dan kulit bekas gilingan dikomposkan dalam lubang
h. Sisa air pencucian kopi jangan mencemari sungai atau sumber air bersih yang lain.
Dari hasil penelitian enam informan mengenai pengolahan kopi di Desa
Perjuangan dan Desa Pergambiran di Kecamatan Sumbul Sidikalang kami
menyimpulkan bahwa budaya petani kopi dalam mengolah kopi Arabica masih
menggunakan cara cara tradisional. Peralatan yang digunakan masih seadanya dan
manual karena para petani tidak memiliki banyak biaya. Apalagi bagi petani yang
memiliki kebun sendiri, mereka harus membiayai upah buruh petaninya. Selain itu
pola pikir masyarakat Sumbul masih tetap percaya bahwa pengolahan kopi secara
tradisonal tidak akan merusak kualitas produksi kopi Arabica dan juga alam. Berbagai
penyuluhan dari lembaga pertanian sudah beberapa kali dilakukan dari desa ke desa,
namun para petani kopi lebih mengharapkan perhatian dari pemerintah untuk
kesejahteraan petani kopi, terutama bantuan modal.
BAB IX
DISTRIBUSI KOPI
9.1. Pengertian Distribusi
Distribusi adalah kegiatan menyalurkan barang-barang dan jasa-jasa dari
produsen ke konsumen. Tujuan diadakannya distribusi adalah untuk meningkatkan
daya guna tempat dan daya guna waktu. Kopi di Sumbul tepatnya di Desa Perjuangan
dan Desa Pergambiran juga mengalami serangkaian proses distribusi yang sangat
panjang hingga sampai ke tangan konsumen.
1. Fungsi Distribusi
Fungsi Distribusi pokok : pembelian, penjualan, transportasi, pergudangan, dan
menanggung resiko.
Fungsi Distribusi Tambahan penyortiran, pengepakan, dan penyampaian
informasi.
Sasaran distribusi adalah untuk meningkatkan penjualan barang dan efesiensi usaha,
faktor-faktor yang mempengaruhi saluran distribusi adalah pasar, barang,
perusahaan, dan kebiasaan pembeli.
2. Sistem Distribusi
a. Sistem distribusi langsung: produsen-konsumen (tanpa perantara)
b. Sistem semi tak langsung: produsen-perantara (milik produsen)-konsumen
c. Sistem tak langsung produsen-perantara orang lain) konsumen
3. Distribusi Kopi yang Berada di Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi (Desa
Perjuangan dan Desa Pengambiran)
Bulan-bulan terakhir disetiap tahun, biasanya petani kopi di Desa
Perjuangan dan Desa Penggambiran Kecamatan Sumbul akan memanen kopinya.
Proses inilah merupakan awal dimulainya distribusi kopi kearah yang lebih
kompleks. Setelah kopi dipanen, selanjutnya petani tersebut akan mengolah kopinya
sebelum akhirnya dijual. Biasanya setelah melakukan pemanenan petani akan
memmbersihkan kulit kopi dan kemudian dilakukan penjemuran hingga kopi
kering. Proses ini memakan waktu dalam beberapa hari hingga dihasilkan kopi
dalam bentuk kopi kulit kopi. Kopi dalam bentuk kulit putih ini yang kemudian
akan dijual kepada cokang / tengkulak. Cokang Tengkulak adalah agen yang
mengumpulkan dan membeli kopi kulit putih dari petani-petani di Desa Perjuangan
dan Penggambiran. Kopi-kopi tersebut dihargai Rp 13.000 - Rp 14.000 perkilonya.
Harga ini relatif berubah disetiap waktunya.
Kopi yang biasa ditanam oleh penduduk lokal adalah kopi jenis Arabika atau
biasa disebut kopi Ateng. Harga kopi Saat ini dinilai petani lebih rendah
dibandingkan tahun lalu yang mencapai harga Rp 30.000 perkilonya.
Selain dalam bentuk kiloan, petani juga menggunakan istilah lokal dalam
menjual kopinya keagen. Istilah tersebut antara lain istilah tumbak dan kaleng, Satu
tumbuk kopi biasanya seharga dengan 2 liter beras. Petani juga menjual dalam
bentuk kopi putih. Satu Kaleng kopi setara dengan 15 kg. Satu kaleng kopi juga
setara dengan 2 kaleng beras.
Tahap selanjutnya dalam proses distribusi kopi ini adalah kopi yang akan
didistribusikan oleh agen ke agen selanjutnya. Banyaknya agen kopi di Desa
Perjuangan dan Desa Pergambiran ini menyebabkan bervariasinya harga kopi
tersebut. Harga kopi ini merupakan harga yang ditetapkan oleh agen agen tersebut.
Masalah harga jual menjadi persoalan yang pelik dikalangan petani. Setiap agen
mematok harga namun harga tersebut dinilai petani kopi masih dibawah harga rata-
rata pasaran Di Desa Perjuangan dan Penggambiran pendistribusian kopi dari Petani
ke Agen, Setelah para Petani memetik kopinya dan membuat biji merah dan biji
putih maka petani akan menjual kopinya kepada Tengkulak/Agen atau yang disebut
pengepul kopi.
Berdasarkan informan dari seorang agen atau tengkulak di desa
penggambiran, ia memulai usaha sebagai Tengkulak kopi karena di desa
penggambiran sangat banyak masyarakat yang bercocok tanam kopi dan jumlah
Tengkulak masih sangat sedikit di desa itu. Tengkulak itu sendiri tinggal di Desa
Perjuangan dan Desa Pergambiran. Penduduk setempat sudah kenal dekat dengan
agen tersebut. Desa perjuangan memiliki satu agen yang sudah menjadi agen
bertahun tahun lamanya. Bapak Marlon Sinaga adalah agen yang selalu mendatangi
rumah- rumah penduduk di Desa Perjuangan untuk menjual kopi putih tersebut
kepadanya. Desa Pergambiran mengenal bapak M Sihotang sebagai agen kopi putih
di desa tersebut.
Tengkulak memiliki banyak strategi dalam menarik petani kopi untuk
menjual kopi tersebut kepadanya. Salah satu strategi tengkulak untuk menarik
pelanggan agar petani kopi menjual kopi kepadanya dengan cara memberi modal
kepada para petani kopi. Proses pengambilan hasil kopi dari para petani terkadang
tengkulak mengambil sendiri ke petani atau petani itu mengantar hasil kopinya
kepada tengkulak. Sepeda motor dan betor (becak bermotor) adalah transportasi
yang digunakan oleh tengkulak untuk mengangkut kopi putih petani. Waktu yang
dibutuhkan tengkulak untuk mengumpulkan kopi yang dibelinya sebelum dijual ke
toke besar yang ada di Sumbul tergantung banyaknya kopi yang sudah
dikumpulkannya. tengkulak tersebut tidak menjual kopi tersebut ke satu pabrik saja,
hal ini disebabkan oleh variasi harga setiap toke yang berbeda-beda, dan mencari
harga yang paling mahal.
Sarana yang digunakan Tengkulak untuk mengantarkan kopinya ke toke
besar di Sumbul menggunakan becak mesin. Dalam proses pendistribusian
tengkulak ke toke besar kendala yang dihadapi adalah negosiasi harga jual yang
selalu tidak sesuai dengan apa yang diinginkan tengkulak karena bisa saja harga
dalam satu hari dapat berubah.
Di Kecamatan Sumbul tidak terdapat pabrik atau ekspedisi yang mengolah
kopi sampai dijadikan produk kopi berupa bubuk yang bisa langsung dikonsumsi
oleh masyarakat. Tetapi, di Kecamatan Sumbul, terdapat gudang kopi milik toke
besar yang hanya mengolah kopi sebatas kulit putihnya saja. Setelah itu, para toke
besar kopi menjual kopi ke ekspedisi seperti di Medan, Tebing Tinggi, Gayo,
bahkan di ekspor keluar negeri. Salah satu eksportir yang cukup dikenal oleh
penduduk Sumbul adalah Eksportir Goves. Goves diambil dari nama anak pemilik
usaha tersebut. Goves banyak mengekspor biji kopi robusta. Biji kopi robusta hasil
pengolahan Gove dihargai seharga Rp 40.000/ Kilogram. Hal yang terasa unik,
walaupun penduduk lokal menanam kopi jenis arabika tapi ternyata mereka
mengkonsumsi kopi jenis robusta. Kopi arabica yang mereka hasilkan ini tidak
dikonsumsi melainkan dipasarkan memasuki berbagai daerah. Kopi Gayo yang
terkenal ternyata disebutkan oleh penduduk setempat juga berasal dari kota Sumbul.
Kopi biji putih dari Sumbul di distribusikan ke Gayo, Aceh Tengah. Pengolahan biji
kopi tersebut mengubah nama kopi Sumbul menjadi kopi Gayo dan menjadi
trandmark dipasaran.
Kecamatan Sumbul memiliki UMKM yang berkaitan dengan kopi. UMKM
adalah singkatan dari usaha mikro kecil menengah. UMKM bisa berupa usaha
perorangan, kelurga maupun usaha milik bersama. Produksi kopi UMKM rumahan
di Kecamatan Sumbul salah satunya tepat berada di pajak Sumbul. Usaha ini
dimiliki oleh pak Nursalam Sagala, Pak Nursalam adalah salah satu orang yang
memproduksi usaha kopi dirumahnya sendiri. Kopi yang didapat berasal dari kebun
sendiri dan juga terkadang dari petani dan agen-agen kopi. Pengolahan menjadi
bubuk kopi diolah sendiri dibantu oleh Istri dan anak anak beliau. Lahan kopi yang
dimiliki beliau seluas 2 hektar dan jauh dari rumah. Maka dari itu, yang mengelolah
lahan milik beliau adalah keluarga. Jika masa panen tiba, kopi yang sudah bersih
dan dikupas kulitnya diantar kerumah produksi pak Nursalam.
Kopi tersebut dibawa dengan menggunakan pick up. Jika kopi yang didapat
dari agen tidaklah memiliki harga tetap. Terakhir kali kopi di dapat seharga Rp
20.000. Disamping itu bapak ini juga menjual hasil kopinya ke agen agen yang mau
menerimanya. Bapak ini tidak terfokus satu agen saja tetapi dimana harga yang
paling mahal disitulah bapak ini menjualnya. Kopi yang sudah dikumpulkan
langsung di proses dirumah, alat yang digunakan masih dengan alat tradisional.
Proses kopi menjadi bubuk kopi yaitu pertama dengan cara digongseng selama 2
jam lalu dihaluskan dengan alatnya, kopi yang sudah halus ini tidak langsung
dikonsumsi. Setelah halus, kopi tersebut dicampur lagi dengan beras dan kayu
manis. Kopi yang sudah di proses atau dihasilkan bapak ini tidak menggunakan
merek kerena harga yang dibutuhkan untuk membuat merek ini sangatlah mahal.
Beliau hanya menjual kopinya dari mulut ke mulut. Kopi produksi pak Nursalam
Sagala telah dikenal oleh penduduk Kecamatan Sumbul karena kenikmatannya
yang khas.
Harga yang sudah menjadi kopi kemasan hasil produksi usaha Pak Nursalam
Sagala, yakni :
¼ Kg = Rp12.000
½ Kg = Rp24.000
1 Kg = Rp48.000
Jika kopi dijual dengan pedagang lain kopi ini dikasih harga lebih murah
yakni, dalam 1 Kg Rp.42.000. Proses terakhir dari distribusi ini adalah ekspor-
impor, distribusi ini berujung di pabrik untuk diolah menjadi bubuk kopi. Bubuk
kopi ini diolah berbagai bentuk olahan makanan yang berbahan dasar kopi. Proses
distribusi terakhir dari serangkaian distribusi kopi adalah sampainya kopi ketangan
konsumen sebagai pengguna produk olahan hasil dari biji-biji kopi tersebut.
Menurut analisis kami proses Distribusi di Kecamatan Sumbul Kabupaten
Dairi adalah sebagai berikut :
PETANI TENGKULAK/AGEN KECIL AGEN BESAR DAERAH LAIN
HOME INDUSTRI
BAB X
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PETANI KOPI
10.1. Masyarakat Petani Kopi
Petani adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan banyak kesabaran dalam
pengerjaannya, karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memporoleh
hasilnya. Di Kecamatan Sumbul atau tepatnya di desa Perjuangan dan Pergambiran
banyak masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai petani kopi.
Pada dasarnya mereka dapat memenuhi kebutuhannya dari hasil pertanian kopi,
beda sekarang beda dulu, itulah sebuah keadaan yang saat ini terjadi pada petani kopi
di desa Perjuangan dan Pargambiran, kehidupan para petani kopi sekarang telah
menurun dan mengalami pergeseran karena kekurangan hasil dari bertanian
kopi,dimana masyarakat petani kopi kecamatan Sumbul mulai beralih ke tanaman-
tanaman lain seperti tanaman jeruk, cabe, tomat, dan lain sebagainya yang menurut
para petani sudah lebih menguntungkan dari hasil pertanian kopi sekarang
Faktor penyebab dari kurangnya keuntungan dalam pertanian kopi adalah
merosotnya harga kopi, hama yang semakin banyak, dan juga perubahan iklim yang
mengakibatkan hasil dari pertanian kopi tidak sebanyak yang dulu lagi. Keadaan yang
menyedihkan ini dapat mudah kita jumpai ketika kita pergi ke desa tersebut. Akan
banyak terlihat jenis tanaman tanaman lain selain tanaman kopi.
10.2. Pandangan Pemerintah Terhadap Petani dan Tanaman Kopi
Pemerintahan merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai
kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan rakyat
dan negara, termasuk kesejahteraan para petani dan tanamannya. Kabupaten Dairi, di
kecamatan Sumbul, desa Perjuangan dan desa Pergambiran yang dominan
masyarakatnya bekerja sebagai petani, memilih untuk menanam kopi sebagai
penghasilan mereka. Kabupaten Dairi sudah terkenal dengan penghasil kopi terbaik di
Sumatera Utara, Namun petani-petani kopi yang ada di kedua desa tersebut tidak
hanya terpaut pada satu tanaman saja, mereka juga mulai beralih menanam tanaman
lain seperti jeruk, cabe, tomat, dan sebagainya.
Pemerintah setempat pun mendukung adanya peralihan tanaman, supaya
mendukung terjadinya kemajuan ekonomi di desa tersebut tanaman-tanaman lain
seperti jeruk, cabe, dan tomat lebih menghasilkan keuntungan dibandingkan tanaman
kopi, sebab tanaman kopi membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak, apalagi
untuk memetik tanaman kopi. Sampai saat ini, di kedua desa tersebut tidak ada
kebijakan atau peraturan mengenai petani atau pun tanaman kopi dari pemerintah
Para petani tentunya memiliki lahan pribadi/milik mereka sendiri, kebanyakan
lahan itu adalah tanah warisan dari orangtua atau nenek moyang mereka, dan rata-rata
lahan mereka sudah memiliki surat tanah yang dibuat oleh pemerintah, maka para
petani harus membayar pajak kepada pemerintah Pemerintah telah memiliki catatan
pajak pertahun terhadap petani kopi yang memiliki tanah sendiri, dimana pajak tanah
tersebut jatuh tempo setiap tanggal 1 Oktober.
Pemerintah di desa tersebut juga mendirikan organisasi petani kopi sebagai
wadah para petani menjalin kebersamaan dan hal-hal penting lainnya. Hanya saja
banyak masyarakat setempat tidak mau mengikuti organisasi yang telah dibuat
pemerintah tersebut. Pemerintah juga telah menyediakan PPL yang merupakan
insinyur-insinyur pertanian untuk membantu perkembangan tanaman para petani,
namun PPL yang telah diutus tersebut tidak memiliki dampak bagi masyarakat, karena
mereka tidak percaya kepada insinyur pertanian yang mereka lihat tidak berkompeten
dalam menenam kopi ataupun tanaman lainnya, malah justru hasil dari petani
sendirilah yang lebih unggul dan lebih baik.
10.3. Pandangan Masyarakat Petani Terhadap Pemerintah
Petani sudah tidak lagi percaya sepenuhnya kepada pemerintah sebab
pemerintah sendiri pun tidak memberikan perhatian kepada para petani. Seharusnya
pemerintah setempat mampu mengayomi, mampu mengerti, dan memenuhi
kesejahteraan masyarakat.
Bab II. Kebijakan Pemerintah Terhadap Petani Kopi
Socara khusus pada petani kopi, mereka kebanyakan mengeluh soal kinerja
pemerintah yang tidak maksimal, karena banyak pembagian-pembagian pupuk subsidi,
bibit unggul, atau bantuan lainnya tidak merata, pemerintah membagikannya kepada
orang-orang yang mereka kenal atan orang-orang kaya (kebun luas, penghasilan
banyak, keluarga dari bagian pemerintah), orang-orang miskin jadi merasa
tersingkirkan dan merasa tidak dipedulikan. "Jangankan pupuk subsidi, pembagian
raskin saja tidak merata" sebuah kalimat yang terlontar dari masyarakat setempat.
Akibat hal tersebut akhimya membuat masyarakat kecewa dengan sikap pemerintah
Sehingga masyarakat petani yang awalnya berfokus pada tanaman kopi, beralih ke
tanaman lain. Untuk memenuhi kehidupan mereka. hanya
Organisasi petani kopi yang dibangun oleh pemerintah hanya sebatas nama
saja, masyarakat petani kopi tidak mengakui adanya organisasi tersebut, dan tidak
melihat hasil nyata dari pembentukan organisasi petani kopi, dan mereka
mengganggap semua itu telah lenyap.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Manfaat dan Bahaya Kandungan Kaffei Dalam Kopi.
http://www.azk4.com/2009/02/manfaat-dan-bahaya-kopi.htm. Akses Tanggal 1
September 2012; Medan.
Anonim, 2011a. Jenis-jenis Kopi. http://kopiblackborneo.com/jenis-jenis-kopi/s. Akses
Tanggal 2 september 2012: Medan.
Anonim, 2011b. Kopi Luwak, http://id.wikipedia.org/wiki/Kopi luwak. Akses tanggal
2 September 2012: Medan BPS, 2013. Kabupaten Dairi dalam Angka Tahun
2012. BPS Kabupaten Dairi: Sidikalang.
Armansyah M., 2010. Mempelajari Minuman Formulasi Dari Kombinasi Bubuk
Kakao Dengan Jahe Instan. Teknologi pertanian. Universitas Hasanuddin:
Makassar.
Bogdan, R and Taylor, S. 1992. Introduction to The Social Science. Terjemahan Usaha
Nasional: Surabaya. Corbet, G.B. and J.E. Hill, 1992, The Mammals of the
Indomalayan Region: a systematic review. Nat. Hist. Mus. Publ. and Oxford
Univ. Press.
Suriani., 1997. Analisis Kandungan Kofeina Dalam Kopi Instan Berbagai Merek yang
Beredar di Ujung Pandang. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin: Makassar.
Payne, J., C.M. Francis, K. Phillipps, dan S.N. Kartikasari.. 2000. Panduan Lapangan
Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak & Brunei Darussalam. The Sabah
Wildlife Conservation Society-Indonesia Society, Programme dan WWF:
Malaysia.