hamdani jabir fdk

120
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu dampak dari belum konsisten dan belum terkordinasinya penangan masalah-malasah sosial ekonomi yang ada. Di samping itu orientasi penanganan belum berdasarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat serta pemanfaatan potensi lokal yang belum maksimal. Penyebab kemiskinan berasal dari intern (keterbatasan pendidikan, pengetahuan, askes kesehatan, kurang memiliki keterampilan memberdayakan potensi) dan ekstern (kebijakan pemerintah, bencana sosial dan alam yang terjadi). 1 Masalah kemiskinan mendapatkan prioritas utama dalam agenda Pembangunan setelah terjadi krisis ekonomi dan politik pada pertengahan tahun 1997. Hal ini tercermin dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas 2001- 2004) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat. 2 Secara subtansial kemiskinan merupakan salah satu akar dari masalah kesejahteraan sosial disamping berbagai masalah sosial lainnya. Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 1998 mencapai 79,4 juta jiwa atau 33,9 %,dan pada tahun 2010 mencapai 31,02 juta (13,33 persen) dari jumlah penduduk Indonesia (BPS, 1998, dan BPS, 2010). 3 1 Departemen Sosial R.I, Standard Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis. (2007), Hal 1-2. 2 Departemen Sosial RI. Masalah Sosial Di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan Sosial. Jakarta 2005, Hal 1-2. 3 Ibid, h.2

Upload: ronald-piska-gafar

Post on 28-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hamdani Jabir Fdk

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan merupakan salah satu dampak dari belum konsisten dan belum

terkordinasinya penangan masalah-malasah sosial ekonomi yang ada. Di samping

itu orientasi penanganan belum berdasarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat

setempat serta pemanfaatan potensi lokal yang belum maksimal. Penyebab

kemiskinan berasal dari intern (keterbatasan pendidikan, pengetahuan, askes

kesehatan, kurang memiliki keterampilan memberdayakan potensi) dan ekstern

(kebijakan pemerintah, bencana sosial dan alam yang terjadi).1

Masalah kemiskinan mendapatkan prioritas utama dalam agenda

Pembangunan setelah terjadi krisis ekonomi dan politik pada pertengahan tahun

1997. Hal ini tercermin dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas 2001-

2004) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan

menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat.2

Secara subtansial kemiskinan merupakan salah satu akar dari masalah

kesejahteraan sosial disamping berbagai masalah sosial lainnya. Menurut Badan

Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 1998 mencapai

79,4 juta jiwa atau 33,9 %,dan pada tahun 2010 mencapai 31,02 juta (13,33

persen) dari jumlah penduduk Indonesia (BPS, 1998, dan BPS, 2010).3

1 Departemen Sosial R.I, Standard Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

Gelandangan dan Pengemis. (2007), Hal 1-2. 2 Departemen Sosial RI. Masalah Sosial Di Indonesia. Badan Penelitian dan

Pengembangan Sosial Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan Sosial. Jakarta 2005, Hal 1-2. 3 Ibid, h.2

Page 2: Hamdani Jabir Fdk

2

Dari data di atas roda pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan menggunakan konsep

pemberdayaan masyarakat sedikit mencapai tujuan, dari data kemiskinan tahun

1998 sampai 2010 jumlah angka kemiskinan sedikit berkurang. Namun hal ini

tidak bisa dikatakan maksimal karena masih besar angka kemiskinan tersebut.

Upaya pembangunan kesejahteraan rakyat saat ini menunjukan hasil yang

cukup baik namun demikian disadari bahwa tujuan untuk mewujudkan keadilan

sosial yang merata bagi keseluruhan rakyat Indonesia belum sepenuhnya tercapai

mengingat cakupan permasalahan sosial begitu luas dan sangat kompleks seperti

masalah kemiskinan, keterbelakangan, pengangguran, masalah kependudukan,

kerawanan sosial, dan lain lain. Untuk itulah salah satu agenda dan prioritas utama

RPJMN 2004-2009: “Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat melalui

Penanggulangan Kemiskinan”.

Berdasarkan data BPS 2008, Jumlah penduduk miskin (penduduk yang

berada dibawah garis kemiskinan) di Indonesia pada bulan Juli 2008 sebesar

34,96 juta orang atau 15, 42%. Dibandingkan dengan penduduk miskin pada

bulan Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta orang (16,58%), berarti jumlah

penduduk miskin tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 2,21 juta orang.

Jumlah pengangguran pada Februari 2008 sebesar 9,43 juta orang. Jumlah

pengangguran pada tahun 2008 ini mengalami penurunan sebesar 1,12 juta orang

dibandingkan dengan keadaan Februari 2007 yaitu 10,55 juta orang. Jumlah angka

kerja di Indodnesia pada Februari 2008 mencapai 111,48 juta orang.

Hal tersebut mengakibatkan banyak terjadi yang disebut gepeng (gelandangan

dan pengemis) yang diakibatkan oleh kemiskinan intern dan ekstern tersebut.

Page 3: Hamdani Jabir Fdk

3

Istilah gepeng merupakan singkatan dari kata gelandangan dan pengemis.

Gelandangan adalah seseorang hidup dalam keadaan tidak mempunyai tempat

tinggal dan pekerjaan tetap serta mengembara di tempat umum sehingga hidup

tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat. Pengemis

adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta di muka

umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.4

Masalah gelandangan dan pengemis gepeng merupakan fenomena sosial yang

tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang

berada didaerah perkotaan (kota-kota besar). Salah satu faktor yang dominan

mempengaruhi perkembangan masalah ini adalah kemiskinan. Masalah

kemiskinan di Indonesia berdampak negatif terhadap meningkatnya arus

urbanisasi dari daerah pedesaan ke kota-kota besar, sehingga terjadi kepadatan

penduduk dan daerah-daerah kumuh yang menjadi pemukiman para urban

tersebut. Sulit dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia, serta terbatasnya

pengetahuan dan keterampilan menyebabkan mereka banyak yang mencari nafkah

untuk mempertahankan hidup dengan terpaksa menjadi gelandangan dan

pengemis.5

Jadi dorongan kemiskinan di desa dan daya tarik pendapatan di kota

mengakibatkan gejala urbanisasi berlebih, yang sejumlah orang menyerbu ke kota,

namun hanya sedikit dari mereka yang memiliki keterampilan dan pengetahuan

yang menyebabkan mereka mencari nafkah dengan menggelandang dan

mengemis, hal itu sehingga kota terlalu besar dan tumbuh pesat penduduk.

4 Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, Gelandangan-

Pengemis di Kecamatan Kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 1. 5 Departemen Sosial R.I, Standard Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

Gelandangan dan Pengemis. (2007), Hal 1-2.

Page 4: Hamdani Jabir Fdk

4

Dampak positif dan negatif tampaknya semakin sulit dihindari dalam

pembangunan, sehingga selalu diperlukan usaha untuk lebih mengembangkan

dampak positif pembangunan serta mengurangi dan mengantisipasi dampak

negatifnya. Gelandangan dan pengemis (gepeng) merupakan salah satu dampak

negatif pembangunan, khususnya pembangunan perkotaan. Keberhasilan

percepatan pembangunan di wilayah perkotaan dan sebaliknya keterlambatan

pembangunan di wilayah pedesaan mengundang arus migrasi desa-kota yang

antara lain memunculkan (gepeng) karena sulitnya pemukiman dan pekerjaan di

wilayah perkotaan dan pedesaan.6

Dampak dari meningkatnya gelandangan dan pengemis munculnya

ketidakteraturan sosial (social disorders) yang ditandai dengan kesemrawutan,

ketidaknyamanan, ketidaktertiban, serta mengganggu keindahan kota. Padahal

disisi lain mereka adalah warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang

sama, sehingga mereka perlu diberikan perhatian yang sama untuk mendapatkan

penghidupan dan kehidupan yang layak.

Selama ini, berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan

masyarakat melalui pelayanan dan rehabilitasi sosial, baik dengan sistem panti

maupun non panti, namun belum menunjukan hasil seperti yang diharapkan. Hal

ini disebabkan antara lain karena besaran permasalahan yang tidak seimbang

dengan jangkauan pelayanan, keterbatasan SDM, dana, sarana, dan prasarana serta

kualitas pelayanan yang masih bervariasi. Disamping itu, dampak dari

pemberlakuan otonomi daerah yakni menimbulkan keberagaman persepsi dan

upaya pelayanan dan rehabilitasi sosial di berbagai daerah.

6 Saptono Iqbali. Study kasus Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) di Kecamatan Kubu

Kabupaten Karang Asem. Oktober 2006, Hal 1.

Page 5: Hamdani Jabir Fdk

5

Untuk memperluas jangkauan pelayanan, Departemen sosial RI juga

berupaya melibatkan masyarakat dalam setiap pelayanan dan rehabilitasi sosial

gelandangan dan pengemis namun hasilnya belum optimal. Sejak tahun 2002,

peningkatan gepeng terhitung sangat tajam. Hal ini terlihat dari jumlah gepeng

yang dipulangkan. Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Bali, yaitu 300 orang

tahun 2002, 300 orang tahun 2003, 400 orang tahun 2004, dan 1.595 tahun 2005.7

Perhatian pemerintah dan masyarakat secara umum terhadap perlunya standar

kehidupan yang lebih baik, telah mendorong terbentuknya berbagai usaha

kesejahteraan sosial. Usaha kesejahteraan sosial itu sendiri, pada dasarnya

merupakan suatu program ataupun kegiatan yang didesain secara kongkrit untuk

menjawab masalah, kebutuhan masyarakat ataupun meningkatkan taraf hidup

masyarakat. Usaha kesejahteran sosial itu sendiri dapat ditujukan pada individu,

keluarga, kelompok-kelompok dalam komunitas, ataupun komunitas secara

keseluruhan (baik komunitas lokal, regional, maupun nasional).8

Dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, diperlukan peran masyarakat

yang seluas-luasnya, baik perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan,

organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi

profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial, maupun lembaga

kesejahteraan sosial asing demi terselenggaranya kesejahteraan sosial yang

terarah, terpadu, dan berkelanjutan.9

Dari hal di atas, dapat dilihat bahwa kesejahteraan sosial sebagai suatu

kondisi kehidupan yang diharapkan masyarakat tidak dapat terwujud bila tidak

7 Ibid, h. 2

8 Ibid, h. 2

9 Isbandi Rukminto Adi Ilmu Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial (FISIP UI,

2003) h. 189

Page 6: Hamdani Jabir Fdk

6

dikembangkan usaha kesejahteraan sosial. Karena itu berjalan atau tidaknya suatu

usaha kesejahteraan sosial sangat dipengaruhi oleh organisasi atau lembaga yang

menyediakan usaha kesejahteraan sosial yang memperhatikan masalah-masalah

sosial dan masalah kesejahteraan sosial dalam arti sempit (seperti masalah yang

terkait dengan prostitusi, anak jalanan, dll).10

Dampak dari kemiskinan ternyata tidak hanya berdampak pada keteraturan

sosial yang dimana penyebab dari faktor ekstern, agar seseorang dapat

memaksimakan potensi dalam dirinya perlu di butuhkan pikiran dan jiwa yang

sehat. Disini faktor psikologis sangat berpengaruh dalam berkembangannya

seseorang, sehingga ia tidak eksis dalam masalah-masalah sosial dan aktifitas

hidup mencari materi dengan segala keindahan dan daya tariknya.

Faktor kemiskinan dapat mempengaruhi penyimpangan-penyimpangan

perilaku seseorang dari tuntunan dan bimbingan, merupakan suatu indikasi yang

sangat prinsip adanya gangguan psikologis dan tidak sehatnya mental. Akibat

mental dan jiwa yang sakit itu akan memiliki dampak yang sangat membahayakan

bagi setiap individu, lingkungan masyarakat, bangsa, Negara dan Agama. Oleh

karena itu tidak mengherankan kalau satu riwayat, Rasulullah pernah bersabda:

“Hampir-hampir kemiskinan itu menjadikan seseorang itu kufur”. (HR. Abu

Na’aim)

Kartini Kartono mengemukakan bahwa orang yang memiliki mental yang

sehat adalah yang memiliki sifat-sifat yang khas antara lain: mempunyai

10

Ibid, h. 189

Page 7: Hamdani Jabir Fdk

7

kemampuan untuk bertindak secara efesien, memiliki tujuan hidup yang jelas,

memiliki konsep diri yang sehat, memiliki koordinasi antara segenap potensi

dengan usaha-usahanya, memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian dan

memiliki batin yang tenang. Disamping itu, beliau juga mengatakan bahwa

kesehatan mental tidak hanya terhindarnya diri dari gangguan batin saja, tetapi

juga posisi pribadinya seimbang dan baik, selaras dengan dunia luar, dengan

dirinya sendiri dan dengan lingkungannya.11

Oleh karena itu hal tersebut di atas menjadi perhatian dalam penyelanggaraan

rehabilitasi terhadap gelandangan dan pengemis Panti Sosial Bina Karya (PSBK)

Bekasi Timur memberikan pelayanan Rehabilitasi sosial terhadap gelandangan

dan pengemis beserta keluarganya.

Salah satu dari pelayanan rehabilitasi yang dilaksanakan yaitu adalah

pembinaan mental. Berdasarkan latar belakang diatas, maka skripsi ini

melakukan penelitian di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur Bekasi

Timur Jawa Barat. Adapun judul penelitian ini adalah :

“Model Pembinaan Mental Terhadap Gelandangan dan Pengemis di

Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi.”

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui model pembinaan mental dan

dalam upaya menanggulangi gelandangan dan pengemis dan mengarahkan untuk

pulihnya kembali harga diri, kepercayaan diri, disiplin, kemampuan integrasi,

kesadaran dan tanggung jawab sosial.

11 Kartini Kartono, Patologi Sosial ( Cet. VI; Jakarta: CV. Rajawali, 1999), h. 230

Page 8: Hamdani Jabir Fdk

8

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut agar lebih terarah dan mencapai

sasaran yang tepat, maka peneliti membatasi penelitian ini pada Pelaksanaan

pembinaan Mental Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina

Karya (PSBK) Pangudi Luhur Bekasi yang meliputi: tujuan dan fungsi pembinaan

mental, model pembinaan mental, mengubah sikap dan tingkah laku, serta

pembinaan lebih lanjut agar mampu berperan aktif dalam kehidupan masyarakat.

2. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini adalah

rinciannya sebagai berikut:

a. Bagaimana model pembinaan mental terhadap gelandangan dan pengemis

di panti sosial bina karya pangudi luhur Bekasi.

b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat

menentukan keberhasilan pembinaan mental di panti sosial bina karya

pangudi luhur Bekasi.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan titik tolak dari setiap penelitian, sesuai dengan pembatasan

dan perumusan masalah yang telah dikemukan. Pada pokonya penelitian ilmiah

bertujuan untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui.12

Maka tujuan yang

ingin peneliti capai ialah :

12

DR. bustanuddin Agus. Pengembangan ilmu-ilmu social. Gema Insani Press. Jakarta

1999

Page 9: Hamdani Jabir Fdk

9

1. Untuk mengetahui dan menganalisis metode pembinaan mental terhadap

gelandangan dan pengemis di panti sosial bina karya Pangudi Luhur Bekasi.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat yang

menentukan keberhasilan pembinaan mental di panti sosial bina karya

pangudi luhur Bekasi.

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari seluruh rangkaian kegiatan dan

hasil penelitian adalah sebagai berikut :

1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan pengetahuan yang

meliputi Bimbingan Penyuluhan Sosial, Bimbingan Konseling Islam

khususnya yang berkaitan dengan model Pembinaan Mental Terhadap

Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur”

Bekasi.

2. Diharapkan dapat membantu dan memberi masukan bagi Panti Sosial Bina

Karya “pangudi luhur” Bekasi dalam Pembinaan Mental terhadap

gelandangan dan pengemis dalam bentuk Program Kerja.

3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi jurusan Bimbingan

Penyuluhan Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi dalam

pengembangan keilmuan dan kurikulum.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa judul skripsi mahasiswa atau

mahasiswi sebelumnya yang oleh penulis jadikan sebagai tinjauaan pustaka.

Page 10: Hamdani Jabir Fdk

10

Namun perlu dipertegas perbedaan antara masing – masing judul dan masalah

yang dibahas, antara lain:

1. Warti Sasmiati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, UIN syarif

Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Metode Pembinaan Mental Narapidana

Anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Wanita Tanggerang.”

Dalam penelitian skripsi ini menjelaskan bahwa metode yang digunaka

pembimbing dalam pembinaan mental spiritual bagi nara pidana anak (anak

didik) jua tak berbeda dari metode bimbingan pada umumnya (antara teori dan

praktek di lapangan), di antaranya seperti metode Group Guidance (bimbingn

berkelompok) dalam metode ceramah dan diskusi, serta metode directive

(bersifat mengarahkan) dalam metode iqra (pembelajaran Al-qur’an dan

hafalan ayat-ayat Al-qur’an), wawancara, Tanya jawab, pemutaran film dan

muhasabah. Dari sekian metode yang digunakan pembimbingan ada dua

metode yang lebih sering digunakan yakni metode cerama dan metode iqra (

pengajaran baca tulis Al-qur’an) karena lebih efektif.

2. Daman, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2006, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Peranan Pembimbing Agama Islam Dalam

Pembinaan Mental Nara Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan”

Dalam penulisan skripsi ini menjelaskan tugas pembimbing Agama Islam

dalam pembinaan mental nara pidana, diantaranya : a. tugas pembimbing

agama dalam membinaan mental, b. Jenis-jenis program kegiatan pembinaan

keagamaan terhadap nara pidana dan metodenya, c. factor penunjang dan

penghambat pelaksaan pembinaan mental keagamaan terhadap nara pidana.

Page 11: Hamdani Jabir Fdk

11

3. Asrul Muharram, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam 2007, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi “Pola Komunikasi Dalam Pembinaan

Keagamaan Di Panti Sodial Bina Laras 04 Cipayung Jakarta Timur”

Dalam penulisan skripsi ini menjelaskan pola komunikasi dalam

pembinaan keagamaan di panti rehabitasi social bina laras 04 adalah pola

komunikasi kelompok (group communication) yang bersifat sentralistik

dimana seorang Pembina menjadi pusat sentral dalam berkomunikasi terutama

dalam memberikan materi-materi pembinaan keagamaan terhadap pekerja seks

komersial (PSK) yang menjadi murid binaannya.

Dari beberapa factor yang telah penulis kemukakan pada ininya faktor

penghambat lebih dominan berasal dari dalam diri seorang PSK itu sendiri,

oleh karena itu pola pembinaan hendaknya lebih menanamkan kepada

kesadaran, pembinaan mental dan keagamaan sebagai pondasi yang kuat dalam

menghadapi berbagai masalah-masalah tersebut yang dapat menjuruskannya

kembali kelembah kenistaan.

4. Hj. Holipah, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009 UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi “Metode Bimbingan Mental Pada Jamaah

Calon Haji di Kelompok Bimbingan Haji (KBIH) Mathala’ul Anwr Karawang.

Penelitian ini merupaka penelitian deskriptif, sasaran yang diteliti adalah

Metode Bimbingan Mental pada jamah calon haji I kelompok Bimbingan

Ibadah Haji (KBIH) Mathala’ul Anwar Karawang. Metode bimbingan mental

yang ada di Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Matha’ul Anwar adalah

metode langsung (metode komunikasi langsung) yaitu dimana pembimbing

melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang yang di

Page 12: Hamdani Jabir Fdk

12

bimbingnya (jamaah calon haji) dalam hal ini ada dua metode bimbingan yang

terdiri dari bimbingan individual dan bimbingan kelompok.

5. Mulia Rahmawati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Upaya Peningkatan Kinerja Pegawai

Melalui Pelaksanaan Bina Mental dan Spiritual di Kantor Pemerintah Daerah

Kabupaten Tanggerang”

Dalam skripsi ini adapun tujuan dari penelitian ini adalah pembinaan

mental yang dilaksakan oleh BINTAL (Bina Mental dan Spiritual) jadi

pengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai. Karena dengan mengikuti

kegiatan-kegiatan keagamaan dapat menumbuhkan semangat untuk terus

mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dari hasil pembinaan yang dilakukan

oleh BINTAL, manfaat yang dirasakan oleh para pegawai dalam hal bekerja

adalah dapat meningkatkan disiplin kerja yang berdampak pada peningkatan

kinerja pegawai; bekerja menjadi lebih tambah semangan dan hasil pekerjaan

menjadi lebih maksimal, begitu juga dalam hal ibadah menjadi semakin rajin

dan istiqmah.

Dari kelima penelitian diatas yang membedakan dengan penelitian ini adalah

model dan metode yang ada di setiap lembaga tersebut. Metode yang digunakan

harus menyesuaikan dengan objek dan sasaran, agar pembinaan metal atau

pembinaan keagaaman dapat tersampaikan dengan baik dan bisa diterima oleh

objeknya.

Metode Pembinaan metal yang di laksanakan di PSBK ini Ialah dengan

metode ceramah dan diskusi, kegiatan bimbingan/atau tuntunan untuk memahami

Page 13: Hamdani Jabir Fdk

13

diri sendiri, dan orang lain dengan belajar tentang keagamaan, cara berfikir positif

dan keinginan untuk berprestasi serta mengubah sikap normatif mereka agar lebih

baik. Kegiatan bimbingan mental merupakan kegiatan yang wajib mereka ikuti

bagi semua siswa(sebutan untuk gepeng) yang ada di PSBK ini. Untuk

memperlancar kegiatan ini telah disediakan seorang ustadz yang sekaligus

merupakan seorang pegawai dibagian rehabilitasi sosial yang berkompeten dalam

bidangnya, yaitu Bapak Endin Khoiruddin yang selalu memberikan bimbingan

mental tentang keagamaan. Dari hasil pembinaan mental diharapkan siswa bisa

membuka wawasan dan memahami diri sendiri, sehingga menjadi manusia yang

berkeinginan untuk berprestasi, mempunyai kemampuan untuk bertindak secara

efesien, memiliki tujuan hidup yang jelas, memiliki konsep diri yang sehat,

memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usahanya, memiliki

regulasi diri dan integrasi kepribadian dan memiliki batin yang tenang.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan skripsi ini secara sistematika penulis

membagi ke dalam enam bab. Adapun sistematika selengkapnya adalah sebagai

berikut:

BAB I : Pendahuluan yang mencangkup latar belakang, pembatasan dan

rumusan masalah,tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika

penulisan.

BAB II : Tinjauan Teoritis. Terdiri dari pengertian model, pengertian

pembinaan, pengertian mental, pengertian Gelandangan dan pengertian Pengemis,

karakteristik gelandangan dan pengemis, permasalahan sosial gelandangan dan

pengemis, model perumusan masalah gelandangan dan pengemis, prinsip-prinsip

Page 14: Hamdani Jabir Fdk

14

penanganan gelandangan dan pengemis,kebijakan dan strategi penanggulangan

gelandangan dan pengemis, definisi panti sosial,.

BAB III : Metodologi Penelitian yang terdiri dari, pendekatan penelitian,

jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, teknik

pemilihan informan, sumber data, teknik pencatatan data, keabsahan data, focus

amatan penelitian.

BAB IV : Gambaran Umum PSBK Panti Sosial Bina Karya “Pangudi

Luhur” Bekasi, gambaran umum ini meliputi tentang sejarah berdirinya, visi dan

misi, Tugas Pokok, Tujuan dan Fungsi Panti, landasan hukum, Struktur

Organisasi, mekanisme kerja, komposisi pegawai, sasaran dan garapan lembaga,

Persyaratan Calon Keluarga Binaan Sosial, Waktu dan Kapasitas Pelayanan,

Proses Rehabilitasi Sosial, pembiayaan operasional, Kerja Sama Lintas Sektoral,

sarana dan prasarana, Pembimbing Pondok Tahun 2011, jumlah Warga Binaan

Sosial tahun 2011.

BAB V : Temuan dan Analisis Data, bab ini akan menguraikan analisa

hasil penelitian mengenai tahapan Rehabilatas Pembinaan Mental terhadap

Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi

Jawa Barat.

BAB VI : Penutup, dalam penutup ini penulis akan berusaha memberikan

kesimpulan dari keseluruhan pembahasan skripsi ini serta Saran terhadap tujuan

dan manfaat yang diharapkan dapat diambil dari tulisan ini.

Page 15: Hamdani Jabir Fdk

15

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Model Pembinaan Mental

1. Pengertian Model

Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau

dihasilkan (Departemen P dan K, 1984:75). Definisi lain dari model adalah

abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta

mempunyai tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah

abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat

dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1983: ix – xii).1

Selanjunya memuat jenis-jenis model dapat dibagi dalam lima kelas yang

berbeda :

1. Kelas I, pembagian menurut fungsi :

a. Model deskriptif : hanya menggambarkan situasi sebuah sistem tanpa

rekomendasi dan peramalan. Contoh : peta organisasi

b. Model prediktif : model ini menunjukkan apa yang akan terjadi, bila sesuatu

terjadi.

c. Model normatif : model yang menyediakan jawaban terbaik terhadap satu

persoalan. Model ini memberi rekomendasi tindakan-tindakan yang perlu diambil.

Contoh : model budget advertensi, model economics, model marketing.

2. Kelas II, pembagian menurut struktur.

1 Abdul Wahid Chairul, Pengertian Model dan Jenis-jenisnya, di akses dari

http://www.damandiri.or.id/file/abdwahidchairulahunairbab2.pdf, pada tanggal 3 mei 2011.

Page 16: Hamdani Jabir Fdk

16

a. Model Ikonik : adalah model yang menirukan sistem aslinya, tetapi dalam suatu

skala tertentu. Contoh : model pesawat.

b. Model Analog : adalah suatu model yang menirukan sistem aslinya dengan

hanya mengambil beberapa karakteristik utama dan menggambarkannya dengan

benda atau sistem lain secara analog. Contoh : aliran lalu lintas di jalan

dianalogkan dengan aliran air dalam sistem pipa.

c. Model Simbolis : adalah suatu model yang menggambarkan sistem yang

ditinjau dengan simbol-simbol biasanya dengan simbol-simbol matematik. Dalam

hal ini sistem diwakili oleh variabel-variabel dari karakteristik sistem yang

ditinjau.

3. Kelas III, pembagian menurut referansi waktu.

a. Statis : model statis tidak memasukkan faktor waktu dalam perumusannya.

b. Dinamis : mempunyai unsur waktu dalam perumusannya.

4. Kelas IV, pembagian menurut referansi kepastian.

a. Deterministik : dalam model ini pada setiap kumpulan nilai input, hanya ada

satu output yang unik, yang merupakan solusi dari model dalam keadaan pasti.

b. Probabilistik : model probabilistik menyangkut distribusi probabilistik dari

input atau proses dan menghasilkan suatu deretan harga bagi paling tidak satu

variabel output yang disertai dengan kemungkinan-kemungkinan dari harga-harga

tersebut.

c. Game : teori permainan yang mengembangkan solusi-solusi optimum dalam

menghadapi situasi yang tidak pasti.

5. Kelas V, pembagian menurut tingkat generalitas.

a. Umum

Page 17: Hamdani Jabir Fdk

17

b. Khusus

Model Pelayanan:

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka penerima

pelayanan menghendaki:

1. Pelayanan yang tepat, cepat, dan profesional.

2. Pelayanan yang berorentasi pada kompetensi.

3. Pelayanan yang mengedepankan Hak Asasi Manusia.

4. Pelayanan yang berdimensi keadilan dan pemberdayaan.

5. Pelayanan yang berorentasi kepada kebutuhan klien.

Dari pengertian model yang bersifat abtrak tidak dapat ditampilkan dan tidak

berupa data. Namun hanya gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai

tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh.

Model-model diatas menggambarkan penelitian ini memiliki variabel-variabel

dari karakteristik sistem yang ditintau, penelitian bertujuan menampilkan

gambaran model pembinaan mental yang dilakukan oleh panti sosial yang sudah

mempunyai variasi dan karakteristik. Dari penelitian tersebut akan menghasilkan

salah satu kelas model yang tertera diatas.

2. Pengertian Pembinaan

Kata pembinaan berasal dari bahasa arab “bina” artinya bangunan. Setelah

dibakukan kedalam bahasa Indonesia, jika diberi awalan “pe-” dan akhiran “an”

menjadi pembinaan yang mempunyai arti pembaruan, penyempurnaan usaha,

tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna

untuk memperoleh hasil yang lebih baik.2

2 Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1994), Cet. Ke-2, h. 117.

Page 18: Hamdani Jabir Fdk

18

1. Pembinaan adalah suatu upaya, usaha kegiatan yang terus menerus

mempelajari, meningkatkan, menyempurnakan, mengarahkan, mengembangkan

kemampuan untuk mencapai tujuan agar sasaran pembinaan mampu menghayati

dan mengamalkan ajaran islam sebagai pola kehidupan sehari-hari baik dalam

kehidupan pribadi, keluarga maupun kehidupan sosial masyarakat.3

2. Pembinaan adalah segala upaya pengelolahan berupa merintis, meletakan

dasar, melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni,

mengarahkan, serta mengembangkan kemampuan seorang untuk mencapai tujuan,

mewujudkan manusia sejahtera dengan mengadakan dan menggunakan segala

daya dana yang dimiliki.4

Jadi, pembinaan dapat dipahami sebagai suatu kegiatan membangun yang

dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik terhadap

warga binaan pemasyarakatan yang bertujuan agar mereka (warga binaan)

menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana

sehingga dianggap berguna serta berperan aktif bagi pembangunan bangsa dan

Negara.

Pembinaan hampir sama juga dengan bimbingan dan penyuluhan. Bimbingan

secara harfiah dapat diartikan sebagai memajukan, memberi jalan atau menuntun

orang lain kearah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya dimasa kini dan masa

mendatang.5 Dan juga dapat disebut sebagai suatu proses membantu individu

melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya

3 Proyek Penerangan Bimbingan Khutbah Agama, Pembinaan Rohani Pada Dharma

Wanita, Penerbit DEPAG, 1984, h. 8. 4 Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan, dan Perceraian BP-4, Membina Keluarga

Bahagia dan Sejahtera, (Jakarta: BP-4, 1994), h.3. 5 HM. Arifin, pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta:

Bulan Bintang, 1985), Cet. Ke-4, h. 18.

Page 19: Hamdani Jabir Fdk

19

agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.6 Sedangkan

penyuluhan mengandung arti menerangi, menasehati atau member kejelasan

kepada orang lain, memahami atau mengerti tentang hal yang dialaminya.7 Jadi

menurut penulis bahwa pengertian pembinaan hampir sama dengan pengertian

bimbingan dan penyuluhan yang sama-sama berusaha membentuk manusia untuk

menjadi yang lebih baik dan dapat beradaptasi dengan baik-baik terhadap

lingkungannya, sehingga dapat melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya

dengan tepat, benar dan berjalan dengan lancar.

3. Pengertian Mental

Mental dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai “suatu hal yang

berhubungan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat badan dan

tenaga”.8

J.P Chapin mendefinisikan mental dalam bukunya “Kamus Lengkap

Psikologi” yang di terjemahkan Kartni Kartono sebagai berikut:

1. Menyimpang masalah pikiran, akal ingatan atau proses-proses yang berasosiasi

dengan pikiran, akal, ingetan

2. (Strukuralisme) menyinggung isi kesadaran

3. (Fungsionalisme) menyinggung perbuatan atau proses

4. (Psikoanalisis) menyinggung ketidak sadaran, pra-kesadaran, dan kesadaran

5. Menyinggung proses-proses khusus misalnya kesiagan, sikap, implus, dan

proses intelektual

6 Abu Ahmad, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Semarang: Toha Putra, 1997), h.

8. 7 HM. Arifin, pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta:

Bulan Bintang, 1985), Cet. Ke-4, h. 18. 8 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembang Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. Ke-1, Edisi Tiga, h. 733.

Page 20: Hamdani Jabir Fdk

20

6. Menyinggung proses tersembunyi, yang dipertentangkan dengan proses terbuka

7. Menyinggun segala sesuatu yang bersumber pada sebahagian hasil dari sebab

musabab mental seperti gangguan mental”.9

Dalam istilah lain H.M. Arifin menyatakan bahwa “arti mental adalah sesuatu

kekuatan yang abstrak (tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh pancaindra

tentang wujud dan zatnya, melaikan yang tampak adalah hanya gejalanya saja dan

gejala inilah yang mmungkin dapat dijadikan sasaran penyelidikan ilmu jiwa atau

lainnya.10

Zakiah Daradjat, mengumukan bahwa mental sering digunakan sebagai ganti

dari kata Personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua

unsur-unsur jiwa termaksud pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan dala

keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak tingkah laku, cara

menghadapi suatu hal yang menekan perasaan mengecewakan, mengembiraan,

dan sebagainya.11

Jadi kata mental adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat, diraba secara lahiriah

dan tidak mudah untuk di ukur karena ia sesuatu yang abstrak. Namun pada

prinsipnya mental itu satu kekuatan yang utuh dan terbentuk dalam suatu wujud

kegiatan yang merupakan gambaran yang jelah antara suasana yang sedang

meraka lakukan, sehingga hal ini dapat terlihat dalam wujud tingkah laku

seseorang dalam bentuk wajar atau tidak.

9 JP. Chapin, (penerjemah: Kartini Kartono), Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT.

Raja Grafino, 2004), Cet. Ke-9, h. 297. 10

HM. Arifin Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Ruhaniah Manusia, (Jakarta:

Bulan Bintang, 1997), Cet. Ke-2, h.17. 11

Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1990), Cet. Ke-4,h. 38-39.

Page 21: Hamdani Jabir Fdk

21

Dengan demikian, pembinaan mental adalah usaha untuk memperbaiki dan

memperbaharui suatu tindakan atau tingkah laku seseorang melalui bimbingan

mental/ jiwanya sehingga memiliki kepribadian yang sehat, akhlak yang terpuji

dan bertanggung jawab dalam menjalani kehidupannya.

B. Gelandangan dan Pengemis (gepeng)

1. Pengertian Gepeng

Istilah “gepeng” merupakan singkatan dari kata gelandangan dan pengemis.

Menurut Depertemen Sosial R.I (1992), gelandangan adalah orang-orang yang

hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak

dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan

yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.12

“Pengemis” adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta

di muka umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari

orang lain. 13

Gelandangan pengemis adalah seseorang yang hidup menggelandang dan

sekaligus mengemis.14

Ali, dkk. (1990) menyatakan bahwa gelandangan berasal dari gelandang yang

berarti selalu mengembara, atau berkelana (lelana). Dengan strata demikian maka

gelandangan merupakan orang-orang yang tidak mempunyai tempat tinggal atau

12

Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-

Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem 13

Ibid, h. 2 14

Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan

dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan

Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis, hal 5

Page 22: Hamdani Jabir Fdk

22

rumah dan pkerjaan yang tetap atau layak, berkeliaran di dalam kota, makan-

minum serta tidur di sembarang tempat. 15

Menurut Mutholib dan Sudjarwo dalam Ali,dkk.,(1990) diberikan tiga

gambaran umum gelandangan, yaitu :

a. Sekelompok orang miskin atau dimiskinkan oleh masyarakat,

b. Orang yang disingkirkan dari kehidupan khalayak ramai,

c. Orang yang berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan

keterasingan.

Dengan mengutip definisi operasional sensus penduduk maka gelandangan

terbatas pada mereka yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, atau tempat

tinggal tetapnya tidak berada pada wilayah pencacahan. Karena wilayah

pencacahan telah habis membagi tempat hunian rumah tinggal yang lazim maka

yang dimaksud dengan gelandangan dalam hal ini adalah orang-orang yang

bermukim pada daerah-daerah bukan tempat tinggal, tetapi merupakan konsentrasi

hunian orang-orang seperti dibawah jembatan, kuburan, pinggiran sungai,

emperan toko, sepanjang rel kereta api, taman, pasar dan konsentrasi hunian

gelandangan yang lain.

Pengertian gelandangan tersebut memberikan pengertian bahwa mereka

termaksud golangan yang mempunyai kedudukan lebih terhormat daripada

pengemis. Gelandangan pada umumnya mempunyai pekerjaan tetapi tidak

memiliki tempat tinggal yang tetap (berpindah-pindah). Sebaliknya pengemis

15

Ali, dkk. (1990) Gelandangan di kartasura, dalam Studi Kasus Saptono Iqbali,

gelandangan-Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 2-3.

Page 23: Hamdani Jabir Fdk

23

hanya mengharapkan belas kasihan orang lain serta tidak menutup kemungkinan

golongan ini memiliki tempat tinggal yang tetap.16

Beberapa ahli menggolongkan gelandangan dan pengemis termaksud

kedalam golongan sektor informal. Keith Harth (1973) dalam Studi Kasus

Saptono Iqbali, mengemukakan bahwa dari kesempatan memperoleh penghasilan

yang sah, pengemis dan gelandangan termasuk pekerja sektor informal. Sementara

itu, Jan Bremen (1980) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, mengusulkan agar

dibedakan tiga kelompok pekerja dalam analisis terhadap kelas sosial di kota,

yaitu:

1. kelompok yang berusaha sendiri dengan modal dan memiliki keterampilan

2. kelompok buruh pada usaha kecil dan kelompok sendiri dengan modal sangat

sedikit atau bahkan tampa modal

3. kelompok miskin yang kegiatanya mirip gelandangan dan pengemis. Kelompok

kedua dan ketigalah yang paling banyak di kota dunia. Ketiga kelompok ini

masuk kedalam golongan kerja sektor informal.17

2. Karakteristik Gelandangan dan Pengemis

a. Perilaku menggepeng erat kaiatnya dengan urbanisasi, dan urbanisasi erat

kaitannya dengan adanya kesenjangan pembangunan wilayah pedesaan dan

perkotaan. Semasih adanya kesenjangan ini maka urbanisasi akan sulit di

bendung dan, akan member peluang munculnya kegiatan sector informal

seperti kegiatan menggepeng.

b. Pada hakikatnya tidak ada norma sosial yang mangatur perilaku menggepeng.

Perilaku gepeng berkembang secara alamiah dan melalui pemikiran yang

16

Ibid. h. 3 17

Ibid. h. 3

Page 24: Hamdani Jabir Fdk

24

rasional. Perkembangan perilaku gepeng dibagi menjadi tiga tahap, yaitu

sebelum gunung Agung meletus (1963), sesudah gunung Agung meletus

(1963-1970-an), dan setelah tahun 1980-an.

c. Kegiatan menggepeng umumnya dilakukan ibu-ibu yang disertai dengan anak-

anaknya. Mereka umumnya relatif muda dan termaksud dalam tenaga kerja

yang produktif.

a. Pendidikan keluarga gepeng pada umunya rendah. Hal ini agak berbeda dengan

masyarakat lainya.

b. Keadaan ekonomi keluarga gepeng umumnya relatif lebih baik dari rata-rata

masyarakat lainnya.

c. Masih terdapat sikap idealis dari masyarakat disekitarnya untuk menolak

perilaku gepeng.

3. Permasalahan Sosial Gelandangan dan Pengemis

Masalah sosial yang tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan

masyarakat, terutama yang berada di daerah perkoaan adalah masalah

gelandangan dan pengemis. Permasalah sosial gelandangan dan pengemis

merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti halnya

kemiskinan, pendidikan rendah, minimnya keterampilan kerja yang dimiliki,

lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain sebagainya. Adapun gambaran

permasalah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :18

18

Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan

dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan

Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 7.

Page 25: Hamdani Jabir Fdk

25

a. Masalah kemiskinan

Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan

dasar minimal dan jangkauan pelayanan umum sehingga tidak dapat

mngemabngkan kehidupan pribadi mauupun keluarga seacra layak.

b. Masalah Pendidikan

Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan pengemis relatif rendah

sehingga menjadi kendala untuk memperoleh pekerjaan yang layak.

c. Masalah keterampilan kerja

Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang

sesuai dengan tuntutan pasar kerja.

d. Masalah sosial budaya

Ada beberapa faktor sosial budaya yang mempengaruhi seseorang menjadi

gelandangan dan pengemis.

e. Rendahnya harga diri

Rendahnya harga diri pada sekelompok orang, mengakibatkan tidak adanya

rasa malu untuk meminta-minta.

f. Sikap pasrah pada nasib

Mereka menganggap bahwa kemiskinan dan kondisi mereka sebagai

gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk

melakukan perubahan.

Page 26: Hamdani Jabir Fdk

26

g. Kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang

Ada kenikmatan tersendiri bagi sebagian besar gelandangan pengemis yang

hidup menggelandang,karena mereka merasa tidak terikat oleh peraturan dan

norma-norma yang kadang-kadang membebani mereka, sehingga mengemis

adalah salah satu mata pencahaian.

h. Masalah Kesehatan

Dari segi kesehatan, gelandangan dan pengemis termasuk kategori warga

Negara dengan tingkat kesehatan fisik yang rendah akibatnya rendahnya gizi

makanan dan terbatasnya akses pelayanan kesehatan.

Selain permasalahan diatas ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh

permasalahan gelandangan dan pengemis antara lain :

a. Masalah Lingkungan

Gelandangan dan Pengemis pada ummumnya tidak memiliki tempat tinggal

tetap, tnggal diwilayah yang sebenarnya dilarang dijadikan tempat tinggal, seperti

: taman-taman, bawah jembatan dan pinggiran kali. Oleh karena itu kehadiran

mereka dikota-kota besar sangat mengganggu ketertiban umum, ketenangan

masyarakat dan kebersihan serta keindahan kota.

b. Masalah Kependudukan

Gelandangan dan pengemis yang hidupnya berkeliaran dijalan-jalan dan

tempat umum, kebanyak tidak memiliki kartu identitas (KTP/KK) yang tercatat

dikelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian besar mereka hidup bersama sebagai

suami istri tanpa ikatan pernikahan yang sah.

Page 27: Hamdani Jabir Fdk

27

c. Masalah keamanan dan ketertiban

Maraknya gelandangan dan pengemis disuatu wilayah dapat menimbulkan

kerawaan sosial, serta mengurangi keamanan dan ketertiban didaerah tersebut.

Penanggulangan gepeng akan mampu mewujudkan stabilitas nasional, khususnya

stabilitas dalam bidang kenyamanan dan keamanan sehingga diperlukan suatu

studi yang mampu menggambarkan secara utuh. Gambaran gejala gepeng ini

dipakai untuk menentukan kebijakan, strategi dan langkah-langkah

penanggulangan gepeng. Model perumusan masalah gepeng dapat dilihat pada

Gambar 1.19

Gambar 1. Model Perumusan Masalah Gepeng

19

Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-

Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 2.

GEPENG

Gangguan

Ketertiban

Kesulitan

Pemukiman

Pembangunan

Perkotaan

Urbanisasi

Kesenjangan

Stabilitas

keamanan

Pembangunan

Pedesaan

Gangguan

Keamanan

Cita-cita

Nasional

Stabilitas

Nasional

Kesulitan

pekerjaan

Page 28: Hamdani Jabir Fdk

28

4. Prinsip-prinsip Penanganan Gelandangan dan Pengemis

A. Prinsip-prinsip Umum

1. Pengharapan terhadap harkat dan martabat manusia, dimana gelandangan dan

pengemis diterima dan dihargai sebagai pribad yang utuh dalam kehidupan

masyarakat (bersosialisasi kembali kemasyarakat).

2. Pengakuan terhadap hak gelandangan dan pengemis dalam menentukan

nasipnya sendiri melalui pemberian kesempatan turut dalam merencanakan

kehidupan/pekerjaan yang dipilih sesuai dengan kemampuannya.

3. Pemberian kesempatan yang sama bagi gelandangan dan pengemis dalam

mengembangkan diri dan berperan serta dalam berbagai aktifitas kehidupan,

tanpa membedakan suku, agama, ras atau golongan.

4. Penumbuhan tanggung jawab sosialyang melekat pada setiap gelandangan dan

pengemis yang dilayani.20

B. Prinsip-prinsip Khusus

1. Prinsip penerimaan gelandangan dan pengemis secara apa adanya.

2. Prinsip tidak menghakimi (non judgemental) gelandangan dan pengemis.

3. Prinsip Individualisasi, dimana setiap gelandangan dan pengemis tidak

disamaratakan begitu saja, tetapi harus dipahami secara khusus sesuai dengan

keunikan pribadi dan masalah mereka masing-masing.

20

Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan

dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan

Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 9-10.

Page 29: Hamdani Jabir Fdk

29

4. Prinsip kerahasiaan, dimana setiap informasi yang diperoleh dari gelandangan

dan pengemis dapat dijaga kerahasiaannya sebaik mungkin, terkecuali

digunakan untuk kepentingan pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan

dan pengemis itu sendiri.

5. Prinsip partisipasi, dimana gelandangan beserta orang-orang terdekat dengan

dirinya di ikut sertakan dan dapat berperan optimal dalam upaya pelayanan

dan rehabiltasinya kembali kemasyarakat.

6. Prinsip komunikasi, dimana kualitas dan intensitas komunikasi antara

gelandangan dan pengemis dengan keluarga dan lingkungan sosialnya dapat

ditingkatkan seoptimal mungkin sehingga berdampak positif terhadap upaya

rehabilitasi gelandangan dan pengemis.

7. Prinsip kesadaran diri, dimana para pelaksana pelayanan dan rehabilitasi sosial

gelandangan dan pengemis secara sadar wajib menjaga kualitas hubungan

profesionalnya dengan gelandangan dan pengemis, sehingga tidak jatuh dalam

hubungan emosional yang menyulitkan dan menghambat keberhasilan

pelayanan.21

5. Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis

Kebijakan penanggulangan gepeng yang dikembangakan adalah dengan lebih

memacu pembangun pedesaan agar serasi dengan pembangunan di daerah

perkotaan. Pendekatan yang di perlukan adalah yang bersifat pendekatan holistik,

yang tidak hanya terpaku pada pelaku gepeng itu sendiri tetapi berusaha menjakau

seluruh sub sistem yang mempengaruhi munculnya urbanisasi dan perilaku

21

Ibid, hal 10.

Page 30: Hamdani Jabir Fdk

30

menggepeng. Serta termaksud seluruh sumberdaya manusia yang ada.

Sumberdaya manusia yang ada di pedesaan diusahakan untuk dikembangkan

sebagai subjek pembangunan yang mampu memanfaatkan peluang yang ada serta

mengembangkan potensi yang dimiliki dengan memperhatikan kendala yang

dihadapi.22

Strategi penanggulangan gepeng yang dikembangkan adalah dengan

memanfaatkan peluang yang ada, serta mengembangkan potensi yang dimiliki dan

sedapat mungkin mengurangi kendala-kendala yang ada, yang semuanya

diharapkan menyentuh kebutuhan material maupun spiritual. Peluang

penanggulangan telah tampak secara nyata, baik di daerah asal (pedesaan)

maupun di daerah penerima (perkotaan). Dominasi pendapatan dari perternakan

merupakan peluang nyata di daerah asal gepeng.23

Potensi utama penanggulangan gepeng antara lain dengan adanya sikap

menolak dari masyarakat umumnya didaerah asal gepeng terhadap periku

menggepeng. Serta adanya pola pikir yang rasional masyarakat untuk menghadapi

lingkungan fisik yang sangat kritis, tampaknya masyarakat memiliki etos kerja

yang tinggi sehingga potensi inilah yang perlu dikembangan menjadi kekuatan

nyata.24

C. Definisi Panti Sosial

Secara etimologi panti sosial berarti rumah, tempat (kediaman) yang

diberlakukan untuk kemasyarakatan. Secara konseptual dapat dikemukakan

22

Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-

Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 12. 23

Ibid. hal. 12 24

Ibid. hal. 12

Page 31: Hamdani Jabir Fdk

31

bahwa panti sosial adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung

jawab untuk memberikan pelayanan sosial.

Panti sosial adalah unit pelaksanaan teknis di lingkungan Departemen Sosial

yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jendral

Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial sehari-hari secara fungsional dibina oleh para

Direktur terkait sesuai dengan bidang tugasnya. Panti Sosial dipimpin oleh

seorang Kepala Panti. Panti sosial mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan

rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial agar mampu

berperan aktif, berkehidupan dalam masyarakat, rujukan regional, pengkajian dan

penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi serta koordinasi dan kerja

sama dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.25

Dalam melaksanakan tugasnya, panti sosial menyelenggarakan fungsinya

antara lain sebagai berikut :

1. Penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan

2. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, diagnose sosial dan perawatan

3. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi yang meliputi bimbingan mental,

sosial, fisik dan keterampilan

4. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut

5. Pelaksanaan pemberian informasi dan advokasi

6. Pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rehabilitasi

sosial

7. Pelaksanaan urusan tata usaha.

25

Keputusan Mentri sosial Republik Indonesia, tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti

Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. Jakrta 2003

Page 32: Hamdani Jabir Fdk

32

Panti Sosial Bina Karya mempunyai tugas memberikan bimbingan,

pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, rehabilitatif, promotif

dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi

serta bimbingan lanjut bagi para gelandangan dan pengemis agar mampu mandiri

dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan

penyiapan standard pelayanan dan rujukan.26

Teori-teori diatas dapat dijadikan perangkat analisa yang digunakan selain

pengamatan dan penelitian, juga untuk memperkuat dan melegitimasi secara

akademis-ilmiah hasil tinjauan.

Mencangkup variabel-variabel secara menyeluruh, teori-teori dapat

membandingkan prespektif seseorang atau hasil wawancara dan temuan

lapangan/observasi yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Hal ini yang

akan mempermudah peneliti menganalisis berbagai masalah dan persoalan yang di

hadapi panti sosial bina karya pangudi luhur Bekasi.

26

Ibid.

Page 33: Hamdani Jabir Fdk

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi Penelitian

Metodelogi penelitian merupakan strategi umum yang dipakai dalam

pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab permasalahan

yang diselidiki. Penggunaan metodelogi ini dimaksudkan untuk menentukan data

akurat, dan signifikan dengan permasalahan sehingga dapat digunakan untuk

mengungkapkan permasalahan yang diteliti.

1. Pendekatan Penelitian

Sebuah pendekatan diakui selain mengandung sejumlah keunggulan, juga

memiliki beberapa kelemahan tertentu. Hal ini adalah sesuatu yang wajar dan

universal. Meskipun demikian, tidak berarti sebuah pendekatan menjadi tidak sah

atau tidak penting untuk digunakan. Sebab, persoalannya tidak terletak pada

bagaimana menggunakan dan menempatkan sebuah pendekatan (dengan

keunggulan dan kelemahan yang melekat apadanya) dalam suatu studi dengan

masalah yang relevan ditelaah menurut logika pendekatan tersebut.1

Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh

Lexy Moleong dalam bukunya Metodelogi Penelitian Kualitatif adalah “prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”2 Menurut mereka,

pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic. Jadi

1Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 1998), Hal 3. 2 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 1998), Hal 4.

Page 34: Hamdani Jabir Fdk

34

dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu/oragnisasi kedalam variabel

atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.

Sedangkan menurut Anselm Strauss dalam teknik dan teori Grounded, H. M.

Djunady Ghony adalah

penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat

diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistic atau dengan cara

lain dari pengukuran.3

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu

dengan melakukan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati.4 Penelitian kualitatif

menghasilkan dan mengelolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkip

wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya.5

Pendekatan ini digunakan karena peneliti bermaksud untuk mengetahui proses

yang dilakukan para pekerja sosial melakukan rehabilitas dalam pelayanan dan

penanganan permasalahan gelandangan pengemis dan mendeskripsikan tentang

pembinaan mental untuk gelandangan dan pengemis di Panti Sosial Bina Karya

(PSBK).

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu metode untuk memecahkan

masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan

3 H. M. Djunady Ghony, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: prosedur, Teknik dan teori

Grounded (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997) cet ke 1, h. 11. 4 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

1998) ,h. 4. 5 Poerwandari, E. Kristi, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, Edisi

ketiga (Jakarta, LPSP 3 UI, 2005), h. 36.

Page 35: Hamdani Jabir Fdk

35

subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat

sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.6

3. Tempat dan waktu Penelitian

Peneliti melakukan penelitian ini berlokasi di PSBK yang berlokasi di Jl.. H.

M. Djojomartono No. 19 Departemen Sosial, Bekasi Timur, Jawa Barat. Adapun

alasan pemilihan lokasi itu didasari oleh pertimbangan sebagai berikut :

1. Lokasi penelitian mudah dijangkau oleh peneliti.

2. Bertujuan untuk mengetahui bagaimana rehabilitasi sosial dipanti tersebut,

sehingga mempermudah peneliti menganalisis data.

3. Adapun waktu penelitian ini dilakukan mulai bulan januari 2011 sampai dengan

mei 2011.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk

memperoleh data yang diperlukan. Dan pada penelitian ini Teknik pengumpulan

data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan

utama dari penelitian adalah mendapatkan data.7

Tehnik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data dan informasi

yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan penelitian

ini. Tehnik pengumpulan data ini dilakukan dengan :

a. Observasi atau pengamatan. Dalam hal ini peneliti mengadakan pengamatan

langsung terhadap sarana dan prasarana dan kegiatan rehabilitasi panti tersebut,

kegiatan Warga Binaan Sosial (WBS) dari proses Pendekataan awal hingga pada

proses penyaluran. Dalam observasi peneliti melakukan pencatatan apa yang bisa

6 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 1998) 7 Prof. Dr. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : ALFABETA, 2005

Page 36: Hamdani Jabir Fdk

36

dilihat oleh mata, di dengar oleh telinga, diraba oleh tangan, kemudian peneliti

tuangkan dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan data yang dibutuhkan.

Observasi dan pengambilan data penelitian di PSBK ini dari bulan Januari sampai

dengan mei 2011.

b. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh

pewawancara (yang mengajukan pertanyaan) dengan yang terwawancarai (yang

memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan). Jadi wawancara ialah untuk

mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara peneliti dengan

pihak siswa, pegawai panti, pekerja sosial dan penyuluh sosial yang menangani

klien tersebut. Wawancara ini terdiri dari satu orang Sie PAS (Program dan

Advokasi Sosial), satu orang Sie Rehsos (Rehabilitasi Sosial), satu orang pekerja

sosial, satu orang penyuluh sosial dan lima orang klien. Pertanyaan pokok ialah

tentang tahapan rehabilitasi dan pembinaan mental yang diberikan oleh Panti

Sosial Bina Karya ini dari awal hingga terminasi bahkan sampai dengan

bimbingan lanjut. Wawancara dilakukan pada waktu istirahat dan menanyakan

terlebih dahulu untuk dimohon kesediaannya diwawancarai. Kegiatan wawancara

banyak dilakukan di dalam kantor ruangan kerja dan ruangan konsultasi.

c. Dokumentasi, yaitu peneliti mengumpulkan, membaca, memperoleh dan

mempelajari berbagai macam bentuk data melalui pengumpulan dokumen-

dokumen dan gambar yang ada di Panti Sosial Bina Karya serta data-data lain di

perpustakaan yang dapat dijadikan bahan analisa untuk hasil dalam penelitian ini.

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang telah didokumentasikan dalam

buku dan majalah.

Page 37: Hamdani Jabir Fdk

37

5. Teknik Pemilihan Informan

Berkenaan dengan tujuan penelitian, maka pemilihan informan menentukan

informasi kunci (key informan) tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus

penelitian.

Untuk memilih sempel (dalam hal ini informan kunci) lebih tepat dilakukan

dengan sengaja (purposive sampling) yaitu peneliti memilih dan menentukan

subjek atau orang-orang yang menjadi informan untuk diwawancarai. Selanjutnya,

bilamana dalam proses pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi

informasi baru, proses pengumpulan informasi sudah selesai.

Pemilihan sampel yang peneliti gunakan yaitu:

Pengambilan sampel dengan variasi maksimum: pengambilan sampel ini

dilakukan bila subjek atau target penelitian menampilkan banyak variasi, dan

penelitian bertujuan menangkap dan menjelaskan tema-tema sentral yang

tertampilkan sebagai akibat keluasan cakupan (variasi) partisipan penelitian.

Keterwakilan semua variasi penting, dan pendekatan maximum variation sampling

justru mencoba memanfaatkan adanya perbedaan-perbedaan yang ada untuk

menampilkan kekayaan data.

Patton (1990) menjelaskan demikian.

The maximum variation sampling strategy truns that apparent weakness into a

strength by applying the following logic: any common petterns that emerge from

great variation are of varticu-lar interest and value in capturing the core

experiences and central, shared aspects or impacts of a program (Patton, 1990,

hal. 172).

Patton mengingatkan bahwa penelitian dengan sampel yang menampilkan

variasi maksimum tidak dapat dilakukan dengan jumlah sampel terlalu kecil,

mengingat jumlah sampe; terlalu kecil akan menyulitkan diperolehnya

keterwakilan semua variasi. Walau demikian, karena penelitian kualitatif juga

Page 38: Hamdani Jabir Fdk

38

sulit dilaksanakan dengan jumlah sampel terlalu besar, variasi harus dapat

dimaksimalkan dengan jumlah sampel relative tetap terbatas. Konstruksi dimulai

dengan mengidentifikasi karekteristik atau kinerja yang berdeda dari individu-

individu yang terlibat dalam fenomena. Bila penentuan sampel dilakukan dengan

baik, temuan diharapkan menampilkan:

1. deskripsi yang berkualitas dan mendetail dari tiap kasus, dengan

mendokumentasikan keunikan dari tiap kasus,

2. pola-pola yang tampil dari kasus yang berbeda-beda.8

Adapun dari penelitian variasi maksimum ini adalah bagaimana peneliti dapat

mendeskripsikan keanekaragaman atau keunikan dari objek yang di teliti, dari

bergai macam latar belakang mereka sampai berada di Panti Sosial Bina Karya

Bekasi ini. banyak yang telah berumah tangga ada juga yang bujang sampai pada

anak-anak dengan latar belakang pendidikan mereka yang hanya tingkat SD

bahkan tidak tamat.

Dengan demikian jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah 8 orang.

Adapun objek penelitian ini yaitu pada kegiatan atau proses metode pembinaan

mental yang dilaksanakan oleh Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi,

dengan mewawancarai beberapa orang secara acak yang benar-benar menguasai

permasalahan dalam penelitian ini, kemudian penulis meminta rujukan untuk

mendapatkan informasi dan informan lainya. Begitu seterusnya sampai sekiranya

sudah tidak muncul lagi informasi-informasi baru yang bervariasi.

8 Poerwandasari, E. Kristi, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Manusia, Edisi Ketiga

(Jakarta, LPSP 3 UI, 2005), h. 98-99.

Page 39: Hamdani Jabir Fdk

39

6. Sumber Data

Bila dilihat dari sumbernya, tehnik pengumpulan data terbagi dua bagian,

yaitu :

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari para informan yang ada

di panti pada waktu penelitian. Data primer ini diperoleh melalui

pengamatan dan wawancara.

b. Data Sekunder

Data sekunder ialah data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber

informasi tidak langsung, seperti dokumen-dokumen yang ada di

perpustakaan, pusat pengelolahan data, pusat penelitian, departemen dan

sebagainya. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya

data yang diperoleh dari studi kepustakaan.

7. Teknik Pencatatan Data

Dalam teknik pencatan data, peneliti menggunakan catatan lapangan (data

lapangan). Catatan lapangan (data) dibuat oleh peneliti sewaktu mengadakan

pengamatan, wawancara atau menyaksikan kejadian tertentu selama di lapangan

dengan menggunakan bahasa objektif. Alat bantu yang peneliti gunakan dalam

proses pencatatan data berupa alat tulis, tape recorder dan kekuatan daya ingat.

Pada waktu wawancara dan melakukan pencatatan data, keberadaan peneliti

diketahui oleh peksos. Pencatatan data tersebut dinamakan dengan transkip

wawancara. Kemudian dari hasil wawancara tersebut dicatat, dan direkam untuk

kemudian diolah dan disempurnakan apabila peneliti telah berada ditempat

tinggal.

Page 40: Hamdani Jabir Fdk

40

8. Analisa Data

Ada berbagai cara untuk menganalisa data, tetapi secara garis besarnya

dengan langkah-langkah sebagai berikut9:

a. Reduksi data, yaitu dimana peneliti mencoba memilih data yang relevan

dengan proses layanan sosial bagi gelandangan dan pengemis serta

hambatan-hambatannya.

b. Penyajian data, setelah data mengenai proses layanan sosial bagi gelandangan

dan pengemis serta hambatan-hambatannya diperoleh, maka data tersebut

disusun dan disajikan dalam bentuk narasi, visual gambar, matrik, bagan,

tabel dan lain sebagainya.

c. Penyimpulan atas apa yang disajikan, pengambilan kesimpulan dengan

menghubungkan dari tema tersebut sehingga memudahkan untuk menarik

kesimpulan.

9. Keabsahan Data

a. Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan menggunakan teknik tringulasi,

yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang

lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan; (a) membandingkan data hasil

pengamatan dengan hasil wawancara, misalnya untuk mengetahui

bimbingan merntal bagi gelandangan dan pengemis yang diberikan oleh

PSBK tersebut. (b) membandingkan keadaan dan prespektif sesorang

dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya dalam hal ini

peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh klien yang menerima

pelayanan dengan jawaban yang diberikan oleh pegawai atau peksos. (c)

9 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 1998), Hal 288.

Page 41: Hamdani Jabir Fdk

41

membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan

dengan masalah yang diajukan. Peneliti memanfaat dokumen dan data

sebagai bahan perbandingan.10

b. Ketekunan atau keajegan pengamatan, ketekungan pengamatan bermaksud

menentukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi-situasi yang sangat

relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari. Kemudian

memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci, maksudnya peneliti

hanya memusatkan dan mencari jawaban sesuai dengan rumusan masalah

saja.11

c. Kepastian dengan teknik pemeriksaan audit, kepastian auditor dalam hal ini

ialah objektif atau tidak tergantung pada persetujuan beberapa orang

terhadap pandangan, pendapat dan penemuan seseorang. Dapatlah dikatakan

bahwa pengalaman sesorang itu subjektif, sedangkan jika disepakati oleh

beberapa orang barulah dapat dikatakan objektif.12

10. Fokus Amatan Penelitian

Untuk mempermudah penulisan agar lebih fokus dalam melakukan

penelitian, maka peneliti memfokuskan masalah yang akan dibahas pada

persoalan pembinaan mental terhadap gelandangan dan pengemis,

Banyak pelayanan yang ditawarkan oleh panti sosial pangudi luhur Bekasi

dalam membina Warga Binaannya, tapi disini peneliti hanya memfokuskan

penelitiaan mulai dari pedekatan awal, proses pembinaan mental sampai tahap

terminasi (pengakhiran) yang dilaksakan disana.

10

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 1998), Hal 330-331. 11

Ibid, hal 329. 12

Ibid, hal 341.

Page 42: Hamdani Jabir Fdk

42

Fokus amatan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Awal

Adalah serangkaian kegiatan untuk mendapatkan pengakuan, dukungan,

bantuan, dan peran serta dalam pelaksanaan program, termaksud upaya

memperoleh gambaran potensialitas sumber-sumber pelayanan, pasar usaha dan

kerja serta untuk mendapatkan calon klien.

Pendekatan dimaksud, meliputi kegiatan-kegiatan orientasi dan konsultasi,

identifikasi, motivasi dan seleksi dengan jabaran rincian sebagai berikut :

a. Orientasi dan konsultasi

Ialah kegiatan pengenalan program pelayanan kepada Pemerintah Daerah,

instansi-instansi teknis, dan pilar-pilar partisipan usaha kesejahteraan sosial yang

terkait untuk mendapatkan pengesahan/pengakuan, dukungan/bantuan dan peran

sertanya dalam pelaksanaan program.

Pendekatan awal pertama kali di lakukan oleh PSBK dalam bentuk orientasi

dan konsultasi.

b. Identifikasi

Ialah kegiatan upaya untuk memperoleh data yang lebih rinci tentang diri

gelandangan dan pengemis serta potensi lingkungan, termasuk sumber-sumber

pelayanan dan pasaran kerja dan usaha, fasilitas/garis kemudahan.

c. Motivasi

Ialah kegiatan pengenalan program pengenalan kepada gelandangan dan

pengemis untuk menumbuhkan keinginan dorongan yang tinggi dalam mengikuti,

melaksanakan program pelayanan dan rehabilitasi sosial.

Page 43: Hamdani Jabir Fdk

43

d. Seleksi

Ialah kegiatan pengelompokan/klasifikasi penyandang masalah kesejahteraan

sosial terutama yang sudah dimotivasi, untuk menentukan siapa yang memenuhi

persyaratan dan siapa yang tidak dapat diterima menjadi calon penerima

pelayanan.

2. Penerimaan

Adalah serangkaian kegiatan administratif maupun teknis meliputi registrasi,

dan penempatan dalam program pelayanan yang dilaksanakan pada saat calon

penerima pelayanan hasil seleksi secara syah diterima sebagai klien definitif di

panti. Kegiatan penerimaan tersebut secara operasional adalah sebagai berikut :

a. Registrasi

Ialah kegiatan registrasi administrasi pencatatan dalam buku induk penerima

pelayanan (setiap penerima pelayanan 1 klien agar diberi NIP/NIK) dan

mengkompilasikan berbagai formulir isian untuk mendapatkan penerima

pelayanan definitif lengkap dengan segala informasi/biodatanya.

b. Penempatan dalam program rehabilitasi sosial

Adalah kegiatan pengelompokan bakat dan minat para penerima pelayanan

(klien) dipadukan dengan program bimbingan, khususnya program keterampilan

kerja praktis yang sudah diprogramkan (sesuai dengan inventarisasi pasaran

usaha/kerja) untuk menambahkan semangat dan kecintaan untuk mengikuti

bimbingan kerja tersebut.

3. Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (Assesment)

Ialah upaya untuk menelusuri, menggali data penerima pelayanan (klien),

faktor-faktor penyebab masalahnya tanggapannya serta kekuatan-kekuatannya

Page 44: Hamdani Jabir Fdk

44

dalam upaya membantu dirinya sendiri. Hal ini dapat dikaji, dianalisa dan diolah

untuk membantu upaya rehabilitasi sosial, dan resosialisasi bagi penerima

pelayanan (klien).

4. Pembinaan Mental

Adalah serangkaian kegiatan teknis operasional yang diarahkan untuk

pulihnya kembali harga diri, kepercayaan diri, disiplin, kemampuan integrasi,

kesadaran dan tanggung jawab sosial kemampuan penyesuaian diri dan

penguasaan satu atau lebih jenis keterampilan kerja sebagai bekal untuk dapat

bermata pencaharian layak dalam tatanan hidup masyarakat. Bimbingan Mental.

Proses kegiatan ini yang peneliti fokuskan, untuk mengetahui bagaimana

model pembinaan mental, dan faktor-faktor apakah yang menjadi pendukung dan

penghambat menentukan keberhasilan pembinaan mental.

5. Resosialisasi

Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang bersifat dua arah yaitu di satu

pihak untuk mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi penuh ke dalam

kehidupan dan penghidupan masyarakat secara normatif, dan di satu pihak lagi

untuk mempersiapkan masyarakat khususnya masyarakat daerah asal atau

lingkungan masyarakat di lokasi penempatan kerja/usaha klien agar mereka dapat

menerima, memperlakukan dan mengajak serta untuk berintegrasi dengan

kegiatan kemasyarakatan. Adapun kegiatan resosialisasi meliputi beberapa hal

sebagai berikut :

a. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat

Ialah kegiatan bimbingan/tuntunan pendekatan untuk menumbuhkan kemauan

keluarga, masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi sosial.

Page 45: Hamdani Jabir Fdk

45

b. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat

Ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan agar klien tersebut

dapat melaksanakan seluruh kegiatanya sesuai dengan norma yang berlaku dan

menghindari kegiatan yang menjadi larangan-larangan masyarakat.

c. Pemberian bantuan stimulans usaha produktif

Ialah serangkaian kegiatan pengadaan bantuan peralatan dan bahan untuk

mempersiapkan klien dapat melaksanakan praktek bermata pencaharian dan

bantuan tersebut bersifat merangsang usaha-usahanya agar dapat lebih

berkembang.

d. Bimbingan usaha/kerja

Ialah kegiatan tuntutan praktek berusaha/bekerja untuk dapat menciptakan

lapangan kerja yang layak, serta praktek mengelola usaha, menuju terciptanya

kondisi usaha yang efektif dan efisien.

6. Penyaluran

Adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk mengembalikan penerima

pelayanan kedalam kehidupan dan penghidupan di masyarakat secara normatif

baik dilingkungan keluarga, masyarakat, daerah asal maupun kejalur-jalur

lapangan kerja/usaha mandiri (wirausaha) dengan bertransmigrasi.

7. Bimbingan Lanjut

Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada klien dan

masyarakat guna lebih memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan

kemandirian klien dalam kehidupan serta penghidupan yang layak.

a. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peran serta dalam

pembangunan.

Page 46: Hamdani Jabir Fdk

46

Ialah kegiatan bimbingan usaha bimbingan/tuntunan untuk lebih

memantapkan kemampuan penyesuain diri dalam tata hidup bermasyarakat dan

keikutsertan mereka dalam proses pembangunan sesuai dengan kemampuanya.

b. Bantuan pengembangan usaha/bimbingan peningkatan keterampilan.

Ialah serangkaian kegiatan yang diarahkan kepada penerima pelayanan dalam

bentuk pemberian bantuan ulang balik berupa peralatan dan bahan permodalan

maupun pemantapan keterampilan, sehingga jenis usaha/kerjanya lebih

berkembang.

c. Bimbingan pemantapan kemandirian/peningkatan usaha/kerja.

Ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada penerima

pelayanan guna dapat meningkatkan usaha ekonomis, produktif, sehingga dapat

mengembangkan jenis dan jumlah penghasilannya.

8. Evaluasi

Untuk memastikan apakah proses pelayanan dan rehabilitasi sosial

gelandangan pengemis berlangsung sesuai rencana yang telah ditetapkan wajib

dilakukan evaluasi terhadap setiap tahapan proses yang dilalui dan kemudian

diambil kesimpulan apakah secara keseluruhan proses telah berjalan baik dan

dapat dilakukan pengakhiran pelayanan.

9. Terminasi (Pengakhiran Pelayanan)

Pengakhiran pelayanan dilaksanakan untuk memastikan hasil evaluasi umum

terhadap klien telah dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dan mampu

menjadi warga negara masyarakat yang bertanggung jawab. Dalam hal ini

dipersiapkan klien dalam proses pengakhiran berjalan secara wajar, dimana

pemutusan pelayanan tidak menimbulkan konflik psikologis yang dapat

Page 47: Hamdani Jabir Fdk

47

mengganggu klien. Disamping itu agar administrasi penanganan kasus

berlangsung dengan tertib, dibuatkan surat pemberitahuan formal bahwa proses

pelayanan klien sudah berakhir.

Page 48: Hamdani Jabir Fdk

48

BAB IV

Gambaran Umum PSBK

(Panti Sosial Bina Karya) “Pangudi Luhur” Bekasi

A. Profil Lembaga dan Sejarah Berdirinya

Panti sosial bina karya “Pangudi Luhur” adalah salah satu Unit Pelaksana

Teknis Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial

RI (Kepmensos No.59/Huk/2003). Yang mempunyai tugas Rehabilitasi Sosial

Tuna Sosial Gelandangan dan Pengemis yang bersifat preventif, kuratif,

rehabilitative, promotif dalam bentuk resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi

para gelandangan, pengemis, dan orang telantar agar mampu mandiri berperan

aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar

pelayanan dan rujukan.1

B. Sejarah Berdirinya

1. Tanggal 04 Oktober 1961 dengan nama “Komando Penampungan

Pendidikan dan Penyaluran Tuna Karya” seluruh Jawa di Bekasi

(KOP.3.T.K)

2. Tahun 1974 berubah menjadi PRTK (Panti Rehabilitasi Tuna Karya)

3. Tahun 1987 tercetus ide Mensos (Ibu Nani Sudarsono) yang dinamakan

LIPOSOS. Muncul 2 Program LIPOSOS (uji coba) dan PRTK. Kedua

Program tersebut tetap berjalan. Diresmikan PRPGOT dengan SK Mensos

RI. No 41/HUK/KEP/XI/89 tanggal 01 November 1989 perubahan nama

menjadi Panti Rehabilitasi Gelandangan Pengemis dan Orang Terlantar

1 Brosur PSBK. Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi.

Page 49: Hamdani Jabir Fdk

49

(PRPGOT) H. Moeljadi Djojomartono Bekasi dibawah naungan Kantor

Wilayah Departemen Sosial Propinsi Jawa Barat.

SK Mensos RI No. 14/HUK/KEP/1994 tentang Penamaan UPT

pusat/Panti/Sasana berubah nama menjadi Panti Sosial Bina Karya

“Pangudi Luhur” Bekasi Sampai saat ini.

C. Visi dan Misi

Visi

“Mengembalikan fungsi sosial gelandangan, pengemis dan orang terlantar

secara professional agar mampu berperan aktif, bermartabat yang memiliki

kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat”

Misi

1. Memberikan Pelayanan Rehabilitasi Sosial Terhadap Gelandangan dan

Pengemis beserta Keluarganya.

2. Memberikan pencegahan agar orang tidak menggelandang dan pengemis.

3. Menyelenggarakan pengkajian model pelayanan Rehabilitasi Sosial dan sebagai

fungsi Laboratorium penanganan Gelandangan dan Pengemis beserta

keluarganya.

4. Memfasilitasi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan Pelayanan

Rehabilitasi Sosial.

5. Mengembangkan sistem rujukan sebagai jaringan kerja dengan instansi terkait.

Page 50: Hamdani Jabir Fdk

50

D. Tugas Pokok, Tujuan dan Fungsi Panti

1. Tugas Pokok

Tugas pokok Panti Sosial Bina Karya, memberikan bimbingan, pelayanan dan

rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk

bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi serta

bimbingan lanjut bagi para gelandangan dan pengemis agar mampu mandiri dan

berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan

standar pelayanan dan rujukan.2

2. Tujuan

Terbina dan berkembangnya tata kehidupan dan penghidupan sosial bagi

gelandangan dan pengemis yang meliputi pulihnya kembali rasa harga diri,

kepercayaan diri, tanggung jawab sosial, serta mau dan mampu melaksanakan

fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat.

3. Fungsi

1. Penyusunan perencanaan program, evaluasi dan pelaporan.

2. Pelaksanaan Observasi, Identifikasi, Motivasi, Konsulatasi, Seleksi, Registrasi,

Assesment, dan Rujukan.

3. Rehabilitasi Sosial yang meliputi Bimbingan Fisik, Mental, Sosial dan

keterampilan terhadap Gelandangan dan Pengemis beserta keluarganya.

4. Resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut.

5. Layanan data, informasi dan Advokasi Sosial.

6. Pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standar pelayanan.

7. Pelaksanaan urusan Tata Usaha.

2 Ibid.

Page 51: Hamdani Jabir Fdk

51

E. Landasan Hukum

1. UU No. 11 Th.2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

2. PP. No.31 Th. 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis.

3. Keppres RI No. 40 Th. 1993 tentang Koordinasi Penanggulangan Gelandangan

dan Pengemis.

4. UU No. 23 Th. 2002 tentang Perlindungan Anak.

5. Kepmensos RI No. 30/HUK/1996 tentang Rehabilitasi Gelandangan dan

Pengemis di dalam Panti Sosial RI.

6. Kep. Mensos RI No. 59/HUK/2003 tentang Organisasi dan Tata Panti di

lingkungan Departemen Sosial RI.

7. Pelayanan Penanganan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis

Sistem Panti.3

F. Struktur Organisasi PSBK

Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor. 106/HUK/2009 tertanggal

30 September 2009 , tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di lingkungan

Departemen Sosial RI. Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur”

dipimpin oleh seorang kepala panti dibantu oleh satu kepala subbagian tata usaha,

dua kepala seksi dan kelompok jabatan fungsional. Adapun skruktur organisasi di

Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi adalah sebagaimana

bagan di bawah ini:4

3 Ibid.

4 Sumber data diperoleh langsung dari Ka.SUB.Bagian Tata Usaha. 2011.

Page 52: Hamdani Jabir Fdk

52

Gambar 2. Struktur Organisasi

Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi

KEPALA

Drs. Sebak Singkali

KA.SUB.BAGIAN TATA USAHA

Drs. Lusinto, MM.

KASIE REHABILITASI SOSIAL

Drs. Pujiyanto

KASIE PROG & ADVOKASI SOSIAL

Drs. Sugiono

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

Dra. Laila kurniati

KEPALA INSTALASI PRODUKSI

Drs. Alimin

Page 53: Hamdani Jabir Fdk

53

G. Mekanisme Kerja

1. Kepala Panti

Mempunyai tugas memimpin mengkoordinasi dan mengendalikan

pelaksanaan kegiatan rehabilitasi gelandangan dan pengemis.

2. Sub. Bagian Tata Usaha

Mempunyai tugas melakukan urusan surat menyurat, kepegawaian, keuangan,

perlengkapan dan rumah tangga serta kehumasan.

3. Seksi Program dan Advokasi Sosial

Menpunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan program, pemberian

informasi dan advokasi, pengkajian dan peyiapan standar pelayanan serta

melakukan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelayanan dan

rehabilitasi sosial.

4. Seksi Rehabilitasi Sosial

Menpunyai tugas melakukan registrasi, observasi, identifikasi, pemeliharaan

jasmani dan penetapan diagnosa, perawatan, bimbingan pengetahuan dasar

pendidikan, mental, sosial, phisik, keterampilan, resosialisasi, penyaluran, dan

bimbingan lanjutan.

5. Kelompok Jabatan Fungsional

Menpunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional

masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 54: Hamdani Jabir Fdk

54

6. Instalasi Produksi

Menpunyai tugas kegiatan keterampilan kerja yang bersifat ekonomi,

produktif bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial pasca rehabilitasi

agar mampu berperan aktif dalam masyarakat.5

H. Komposisi Pegawai

1. Komposisi Pegawai Menurut Kedudukan dan Jabatan

Pegawai Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi adalah

berjumlah 62 orang, yang terdiri dari laki-laki 24 orang dan perempuan 38 orang

yang terbagi kedalam jabatan strukturan dan fungsional. Komposisi pegawai

PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi, menurut kedudukan dan jabatan ditunjukan di

bawah ini :

Table 1. Komposisi Pegawai Menurut Kedudukan dan Jabatan

No Kedudukan Struktural Fungsional Jumlah

1 Kepala Panti 1 Orang - 1 Orang

2 Ka. Subbag TU 1 Orang - 1 Orang

3 Ka. Sie Rehsos 1 Orang - 1 Orang

4 Ka. Sie PAS 1 Orang - 1 Orang

5 Sub Bagian Tata Usaha 20 Orang - 20 Orang

6 Seksi Rehsos 14 Orang 14 Orang

7 Seksi PAS 5 Orang 5 Orang

8 Pekerja Sosial - 17 Orang 17 Orang

9 Penyuluh - 1 Orang 1 Orang

10 Arsiparis - 1 Orang 1 Orang

Jumlah 43 Orang 19 Orang 62 Orang

Sumber Data: Ka.SUB. Tata Usaha. 2011.

5 Sumber data diperoleh langsung dari Ka.SUB.Bagian Tata Usaha. 2011.

Page 55: Hamdani Jabir Fdk

55

2. Komposisi Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan

Komposisi pegawai menurut tingkat pendidikan di Panti Sosial Bina Karya

“Pangudi Luhur” Bekasi pada tahun 2011, ditunjukan di bawah ini :

Table 2. Komposisi Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Sarjana S2 1 Orang

2 Sarjana S1 13 Orang

3 Sarjana Muda/D3 10 Orang

4 SLTA 32 Orang

5 SLTP -

6 SD 2 Orang

Jumlah 58 Orang

Sumber Data: Ka.SUB. Tata Usaha. 2011.

3. Komposisi Pegawai Menurut Tingkat Golongan

Komposisi pegawai menurut tingkat golongan kepegawaian di Panti Sosial

Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi pada tahun 2011, ditunjukan di bawah ini :

Table 3. Kompisisi Pegawai Menurut Tingkat Golongan

No Golongan Jabatan

1 Golongan IV 3 Orang

2 Golongan III 44 Orang

3 Golongan II 13 Orang

4 Golongan I 2 Orang

Jumlah 62 Orang

Sumber Data: Ka.SUB. Tata Usaha. 2011.

I. Sasaran dan Garapan Lembaga

1. Gelandangan

Gelandangan adalah sesorang yang hidup dalam keadaan tidak mempunyai

tempat tinggal dan pekerjaan tetap serta mengembara di tempat umum sehingga

hidup tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat.

Page 56: Hamdani Jabir Fdk

56

2. Pengemis

Pengemis adalah seseorang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-

minta di tempat umum dengan berbagai cara alas an untuk mendapatkan belas

kasihan dari orang lain.

3. Keluarga Gelandangan dan Pengemis

Keluarga Gelandangan dan Pengemis adalah saudara atau family dari

Gelandangan dan Pengemis.

4. Anak yang orang tuanya menjadi gelandangan dan pengemis

5. Pemulung gelandangan

6. Pengemis gelandangan

7. Pedagang asongan gelandangan.6

J. Persyaratan Calon Keluarga Binaan Sosial

1. Sehat jasmani (tidak mempunyai penyakit menular atau kronis)

2. Sehat rohani (tidak mempunyai penyakit jiwa)

3. Tidak sedang berurusan dengan penegak hukum

4. Usia produktif ( secara fisik mampu bekerja keras )

5. Tidak dalam keadaan hamil

6. Sudah bekeluarga atau masih bujangan

7. Bersedia mengikuti program pelayanan panti.7

6 Brosur PSBK. Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi.

7 Ibid.

Page 57: Hamdani Jabir Fdk

57

K. Waktu dan Kapasitas Pelayanan

Dalam 1 (satu) tahun anggaran memberikan layanan sosial sebanyak 600

orang Tuna Sosial beserta keluarganya. Sementara ini pembinaan terhadap

Gelandangan dan Pengemis selama 6 (enam) bulan. Ada wacana pelaksanaan

pembinaan selama 1 (satu) tahun :8

1. Perkembangan kepribadian klien belum matang.

2. Kemampuan keterampilan belum memadai.

3. Penyiapan penyaluran yang disesuaikan dengan penerimaan lapangan kerja.

4. Berdasarkan pertimbangan professional pelaksanaan pelayanan dapat diakhiri

sebelum batas waktu yang ditentukan.

L. Proses Rehabilitasi Sosial

Proses Rehabilitasi yang diterima Keluarga Binaan Sosial meliputi :9

1. Rehabilitasi Sosial

Proses rehabilitasi sosial antara lain :

a. Tahap Pendekatan Awal

Pada tahap ini Pekerja Sosial melaksanakan;

1. Informasi dan sosialisasi program.

2. Identifikasi masalah.

3. Konsultasi dan Motivasi.

4. Seleksi Penerimaan.

8 Ibid.

9 Ibid.

Page 58: Hamdani Jabir Fdk

58

b. Tahap Penerimaan atau Pemanggilan

Proses tahap Penerimaan meliputi ;

1. Registrasi; Registrasi dilaksanakan kepada Keluarga Binaan Sosial yang telah

lolos seleksi.

2. Penelaahan dan pengungkapan masalah (Need Assesment).

3. Penempatan pada program.

c. Tahap Bimbingan fisik, mental, sosial dan latihan keterampilan Kerja :

1. Bimbingan Fisik dan Mental meliputi :

- Peraturan Baris Berbaris (PBB)

- Senam Kesegaran Jasmani (SKJ)

- Out Bond

- Pendidikan Agama

- Etika/ Budi Pekerti

- Kebersihan lingkungan/K3

- Pemeriksaan Kesehatan

2. Bimbingan Sosial, meliputi :

- Pertemuan Pagi

- Bimbingan Perorangan

- Dinamika Kelompok

- Bimbingan Kelompok

- Diskusi Kelompok

- Kesehatan Masyarakat

Page 59: Hamdani Jabir Fdk

59

- Hidup Bermasyarakat

- HIV/AIDS

- Kesenian

- Komunikasi

- Kewirausahan

3. Bimbingan Keterampilan meliputi ;

- Pembuatan Tahu/Tempe Tahun 1986

- Olahan Pangan Tahun 1995

- Pembuatan Batako Tahun 1992

- Menjahit Tahun 1961

- Tata Rias Kecantikan Tahun 1996

- Sablon dan desain grafis Tahun 1996

- Montir Motor Tahun 1961

- Pertukangan Las Tahun 1961

- Pertukangan Kayu Tahun 1961

- Montir Mobil Tahun 2008

- Pertanian Tahun 2008

2. Resosialisasi

Resosialisasi, meliputi :10

(a) Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat

(b) Bimbingan sosial hidup bermasyarakat

10

Ibid.

Page 60: Hamdani Jabir Fdk

60

(c) Bimbingan bantuan stimulan usaha produktif

(d) Penyaluran

3. Bimbingan Lanjut

Bimbingan Lanjut, meliputi ;11

(a) Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat.

(b) Bantuan pengembangan usaha/kerja.

(c) Bimbingan pemantapan usaha/kerja.

M. Pembiayaan Operasional

Anggaran dan pembiayaan pada PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi sepenuhnya

diperoleh dari Departemen Sosial RI.12

N. Kerja Sama Lintas Sektoral

Dalam melaksanakan rehabilitasi sosial, PSBK "pangudi Luhur' Bekasi

bekerja sama dengan berbagai instansi terkait antara lain :13

- Dinas Nakertrans Kota Bekasi

- Kantor Kependudukan Kabupaten Bekasi

- Dinas Kependudukan Kota Bekasi

- Kandep Agama Kota Bekasi

- KUA Kecamatan Bekasi Timur

- Kepolisian

- Badan/Kantor/Dinas Sosial Sejawa Barat

11

Ibid. 12

Ibid. 13

Ibid.

Page 61: Hamdani Jabir Fdk

61

- Dan beberapa perusahaan tempat PBK di sekitar Bekasi.

O. Sarana dan Prasarana

1. Sarana

a) Luas Tanah : 51.616 M2

b) Kantor : 1 Unit, 55,3 M2

c) R. Keterampilan : 2 Unit, 260 M2 + 120 M2 = 380 M2

d) R. Kelas : 1 Unit, 309 M2

e) Aula : 2 Unit, 240 M2 + 309 M2 = 549 M2

f) Bengkel : 1 Unit, 429 M2

g) Gudang : 1 Unit, 96 M2

h) Poliklinik : 1 Unit, 70 M2

i) Pondok/Asramah : 34 Unit

Pondok / Asrama WBS

1) Type 21 : 14 Unit (@ 5 Pintu)

2) Type 18 : 20 Unit (@ 5 Pintu)

3) M C K : 6 Unit (@ 20 Pintu)

j) MCK : 6 Unit

k) TPA : 1 Unit

l) Wisma Tamu : 1 Unit, 72 M2

m) Rumah Dinas : 34 Unit

n) Mushola : 1 Unit

o) Lahan Pertanian : 3000 M2

Page 62: Hamdani Jabir Fdk

62

2. Prasarana

a) Peralatan Kantor

b) Peralatan Praktek Keterampilan

c) Peralatan Kesenian

d) Mobilitas

1) Roda 6 : 3 Unit

2) Roda 4 : 3 Unit

3) Roda 2 : 6 Unit

e) Telephon / Fax

f) Aiphone

g) Penerangan Lisrik

h) Air Jet Pump

Luas tanah 3 Panti : 15.616 M2

Luas PSBK seluruhnya : 51.616 M2

Luas tanah untuk bangunan : 44.412 M2

Luas tanah untuk sarana : 4.204 M2

Tanah kosong Pertanian : 3.000 M2

P. Pembimbing Pondok Tahun 2011

Koordinator Pekerja Sosial : Ibu Dra. Laila Kurniati Akbariah

Tabel 4. Pembimbing Pondok Tahun 2011

Pondok Pembimbing

Anggrek 3 Nia Dania

Aster 1 Nana Sumarna

Aster 2 Nana Sumarna

Page 63: Hamdani Jabir Fdk

63

Aster 3 Nana Sutisna

Cempaka 1 Sri Wibowo Murtini

Cempaka 2 Sri Wibowo Murtini

Cempaka 3 Kusmirah

Cempaka 4 Raden Hartadi

Cemara 1 Tri Hartati

Cemara 2 Tri Hartati

Cemara 3 Martina T.

Cemara 4 Indara Guntur

Beringin 1 Sumino

Beringin 2 Sumino

Beringin 3 Nuni Suryah

Beringin 4 Yustina W.

Angsana 1 Cahya K.

Angsana 2 Cahya K.

Dahlia 1 Suhartiningsih

Dahlia 2 Suhartiningsih

Dahlia 3 Dedeh Rusmini

Sumber Data: Dra. Laila Kurniati Akbariah (Koordinator Peksos), 2011.

Q. Jumlah Warga Binaan Sosial Angkatan I Tahun 2011

Tabel 5. Jumlah Warga Binaan Sosial Angkatan I Tahun 2011

Keterangan Pria Wanita Jumlah

WBS Potensial

Kepala Keluarga 63 Orang 63 Orang

Isteri 63 Orang 63 Orang

Singel (Bujang) 56 Orang 40 Orang 96 Orang

WBS Non Potensial

Anak-Anak 33 Anak 45 Anak 78 Anak

Jumlah WBS 300 Orang

Sumber Data: Ka.SUB. Rehabilitasi Sosial. 2011.

Page 64: Hamdani Jabir Fdk

64

R. Jumlah Warga Binaan Sosial Angkatan II Tahun 2011

Tabel 6. Jumlah Warga Binaan Sosial Angkatan II Tahun 2011

Keterangan Pria Wanita Jumlah

WBS Potensial

Kepala Keluarga Orang Orang

Isteri Orang Orang

Singel (Bujang) Orang Orang Orang

WBS Non Potensial

Anak-Anak Anak Anak Anak

Jumlah WBS Orang

Sumber Data: Ka.SUB. Rehabilitasi Sosial. 2011.

Page 65: Hamdani Jabir Fdk

65

BAB V

TEMUAN DAN ANALISA DATA

A. Temuan Lapangan

Rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis dilaksanakan melalui suatu

rangkaian proses yang mengacu pada tahapan pertolongan kepada klien yaitu

gelandangan dan pengemis.

Klien atau Warga Binaan sosial (WBS) adalah para gelandangan dan

pengemis hasil dari motivasi dan seleksi yang dilakukan oleh para pegawai PSBK

yang terjun langsung kejalan untuk memberikan informasi dan sosialisasi program

kepada gelandangan dan pengemis yang ada dijalan-jalan serta tempat-tempat

kumuh. Rehabilitasi sosial ini diberikan kepada mereka yang tertarik untuk

mengikutinya dan bagi mereka yang tidak berminat dari PSBK tidak

memaksakannya karena jika mereka dipaksa percuma nanti mereka kabur. Mereka

yang mengikuti rehabilitasi di PSBK ini banyak yang telah berumah tangga

namun ada juga yang masih bujangan dengan bermacam-macam latar belakan

pendidikan mereka.1

Pembimbing yang memberikan Rehabilitasi sosial di PSBK ini adalah mereka

yang disebut sebagai pekerja sosial (peksos) dan penyuluh sosial dengan latar

belakang pendidikan baik yang lulusan hanya tingkat SMA sampai sarjana D3 dan

S1. Mereka sudah sangat pengalaman dan tidak diragukan lagi karena sudah

bertahun-tahun dalam memberikan rehabilitasi sosial di PSBK ini.2

1 Observasi pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.

2 Ibid.

Page 66: Hamdani Jabir Fdk

66

Rehabilitasi sosial diberikan di PSBK ini berlangsung selama 6 (enam) bulan.

Mereka diberikan berbagai macam jenis-jenis pelayanan dan rehabilitasi antara

lain Pelayanan Pengasramaan, Pelayanan Kebutuhan Pangan, Pelayanan

Konseling, Pelayanan Kesehatan, Pelayanan Pendidikan, Pelayanan Keterampilan,

Pelayanan Pembinaan Mental, dan Pelayanan Rekreasi dan Hiburan.3

Pemberian rehabilitasi sosial di PSBK memiliki tahapan-tahapan yaitu

sebagai berikut :

1. Pendekatan Awal

Adalah serangkaian kegiatan untuk mendapatkan pengakuan, dukungan,

bantuan, dan peran serta dalam pelaksanaan program, termaksud upaya

memperoleh gambaran potensialitas sumber-sumber rehabilitasi, pasar usaha dan

kerja serta untuk mendapatkan calon klien.

“Pendekatan awal itu yang dilakukan kita terjun langsung kelapangan

maksudnya disini kan sejak orang terlantar kita langsung terjun

kelapangan kita ketempat basis-basis atau ditempat gepeng itu

diwilayah jabodetabek. Contohnya di daerah senen Jakarta pusat itu

tempat mangkalnya gepengnya kita terjun kesana biasanya malam

hari. Ketempat mangkalnya gepeng itu. Biasanya diemper-emper toko

dan diemper-emper jalanan. Di wilayah senen, kramat jati, jati

Negara, ada juga yang dibekasi. Jadi kita setelah bertemu dengan

gepeng itu biasanya ia keluarga suami anak sama istri. Tidur dipinggir

emper mcknya juga nebeng. Misalkan mcknya ada mck umum. Kita

wawancarai mereka kita ngasih penyuluhan kepada mereka itu,

tujuannya supaya mereka bisa ada kemauan merubah pola hidup

mereka yang lebih layak, biasanya gepeng itu gak layak, tidak teratur

cara hidup mereka, mereka cari uang dengan cara memulung bawa-

bawa gerobak, mencari barang-barang bekas, dan umumnya anaknya

juga tidak sekolah. Nah itu kan juga gak layak dari segi sosial tidak

layak hidup. Nah kita ngasih penyuluhan tujuannya agar mereka

bersedia kita bina di PSBK.”4

3 Ibid.

4 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,

Bekasi senin, 25 April 2011.

Page 67: Hamdani Jabir Fdk

67

Dalam Pendekatan awal ini PSBK juga mendapatkan informasi tentang

gelandangan dan pengemis dari dinas-dinas sosial.

“Informasi kita dapat dari dinas-dinas sosial diwilayah jabodetabek.

Kita kerja sama dengan mereka dinas sosial Jakarta, dinas sosial

bekasi, dinas sosial karawang, dinas purwakarta, bogor, nah kita

membuat surat pengantar yang berisi untuk pengadaan calon warga

binaan sosial, kemudian kita datang ke kantor pemda dan dinas sosial

tersebut, kita koordinasi dengan aparat setempat. Nah kita minta data

gepeng, misalnya diwilayah Jakarta ada berapa banyak. Kemudian kita

menjalin kerja sama maksudnya seandainya dinas social Jakarta timur,

mereka berhasil merazia gepeng kita minta dikirimkan kepanti kita.

Nah disitu setalah dikirimkan nanti kita bina. Dapat informasinya

didapat dari dinas social intinya.”5

Ada juga yang menjadi faktor penghambat dan pendukung PSBK dalam

melakukan pendekatan awal.

"Faktor penghambat dan pendukung, penghambat biasanya dinas

social itu datanya kurang akurat, biasanya data yang diberikan sudah

kadaluarsa. Kita minta misalnya data 2011, kita malah dikasih data

2008. jadi sudah tidak valid lagi atau tidak akurat. Seperti itu, factor

pendukungnya mereka menerima dengan senang hati dengan tangan

terbuka, kita ajak kerja sama mereka pun senang. Mereka siap,

misalnya satpol PP dari Jakarta timur, satpol PP siap akan

mengirimkan gepeng setelah mereka berhasil merazia seperti itu.”6

Pendekatan awal meliputi kegiatan-kegiatan orientasi dan konsultasi,

identifikasi, motivasi dan seleksi dengan jabaran rincian sebagai berikut :

a. Orientasi dan konsultasi

Ialah kegiatan pengenalan program pelayanan kepada Pemerintah Daerah,

instansi-instansi teknis, dan pilar-pilar partisipan usaha kesejahteraan sosial yang

terkait untuk mendapatkan pengesahan/pengakuan, dukungan/bantuan dan peran

sertanya dalam pelaksanaan program.

5 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,

Bekasi senin, 25 April 2011. 6 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,

Bekasi senin, 25 April 2011.

Page 68: Hamdani Jabir Fdk

68

Pendekatan awal pertama kali di lakukan oleh PSBK dalam bentuk orientasi

dan konsultasi.

“Orientasi itu pengenalan, kita survai kelapangan, kita mencari lokasi

dimana sih biasanya tempat yang paling banyak berkumpulnya gepeng

kita mengadakan orientasi. Itu lagi-lagi menjalin kerja sama dengan

dinas social dalam orientasi itu. Orientasi itu meninjau atau kita

survey kelapangan. Kemudian setelah kita bertemu dengan gepene

tersebut baru kita konsultas,i Biasanya calon klein itu kita yang nanti

disebut WBS. Mereka banyak permasalahannya, misalnya klien X ini

kita konsultasi tentang masalahnya misalnya bapaknya tidak bekerja

lagi kena PHK, mereka keluarga miskin mereka konsultasi kepada

mereka. Kemudian anaknya tidak sekolah, dari segi ekonomi mereka

tidak mampu tidak bisa menyekolahkan anaknya, untuk makan pun

tidak ada. Dari segi ekonomi mereka sangat-sangat kurang. Akhirnya

mereka berniat ingin merubah nasib, supaya tarap kesejahteraan hidup

mereka meningkat, kemudian mereka konsultasikan kepada pekerja

sosial.”7

Dalam tahapan orientasi dan konsultasi ini ada juga hambatan yang di alami

PSBK. Seperti yang di jelaskan dibawah ini:

“Faktor penghambat yaitu biasanya diwilayah tertentu tidak mengakui

adanya Gepeng, misalnya dinas social indramayu. Mereka mengatakan

disana tidak ada Gepeng. Itu hambatannya. Padahal kita sama tahu,

disetiap wilayah itu pasti ada Gepeng, walaupun tidak banyak. Jadi

dari dinas social itu mengatakan wilayahnya tidak ada gepeng, tidak

ada keterbukaan. Tidak ada kejujuran.”8

b. Identifikasi

Ialah kegiatan upaya untuk memperoleh data yang lebih rinci tentang diri

gelandangan dan pengemis serta potensi lingkungan, termasuk sumber-sumber

rehabilitasi dan pasaran kerja dan usaha, fasilitas/garis kemudahan.

“Identifikasi adalah pendataan, maksudnya calon-calon klien yang

nanti akan masuk kedalam panti. Di data tentang data klien, nama,

alamat, umur, pekerjaan itu identifikasi. Biasanya kita lakukan di

tempat lokasi orientasi. Petugas PSBK datang ke dinas sosial. Oleh

aparat dinas sosial sudah dikumpulkan keluarga-keluarga yang tidak

7 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,

Bekasi senin, 25 April 2011. 8 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,

Bekasi senin, 25 April 2011.

Page 69: Hamdani Jabir Fdk

69

mampu diaula kantor, kemudian petugas PSBK mengadakan

penyuluhan. Dan mengadakan identifikasi pula, disitu kita mencatat.

Mulai dari nama, status, umur, pekerjaan itu identifikasi. Itu kita

menanyakan masalahnya apa yang dihadapi. Umumnya masalah

sosial.”9

Dalam melakukan identifikasi PSBK juga ada faktor penghambat dan

pendukung yaitu:

“Faktor penghambat dalam melaksanakan indentifikasi ialah kadang

dari calon klien tidak terbuka atau tidak jujur. Misalanya ketika

bertanya tentang usia, mereka mengatakan misalanya 20 tahun

padahal seharusnya 30 tahun. Atau disitu mereka punya pekerjaan,

namun disebutkan mereka menganggur. Nanti setelah klien masuk ke

dalam panti, akan ketahuan apakah misalnya mereka punya pekerjaan

atau tidak. Ini salah satu hambatannya tidak terbuka dan tidak jujur,

hal ini ada beberapa orang yang melakukan seperti itu. Faktor

pendukung identifikasi, pada umumnya antusias untuk tinggal di dalam

panti kepada calon klien ini cukup tinggi. Misalnya, dalam mengikuti

pembinaan di dalam panti mereka mau dan ada semangat untuk

merubah nasib mereka. Ketika kita memberikan penyuluhan disitu ada

tanggapan, ada respon dari calon klien. Misalnya petugas PSBK

memberikan penyuluhan, bahwa nanti ada pembinaan mental, fisik,

keterampilan, mereka sangat antusias dan ada kemamuan.”10

c. Motivasi

Ialah kegiatan pengenalan program pengenalan kepada gelandangan dan

pengemis untuk menumbuhkan keinginan dorongan yang tinggi dalam mengikuti,

melaksanakan program pelayanan dan rehabilitasi sosial.

“Motivasi kegiatan pengenalan program secara lisan kita memberikan

penyuluhan. Manakala kita mengunjungi ke lokasi tempat

berkumpulnya para gepeng. Kita bicara secara lisan, dan juga

diberikan lifet yang berisi tentang kegiatan yang ada di PSBK.

Seandainya calon klien mau mereka bisa datang sendiri untuk daftar.

Materi, secara lisan kita jelaskan bahwa PSBK punya kegiatan

bimbingan mental, social, agama, keterampilan. Misalnya untuk laki-

laki akan mendapatkan keterampilan montir motor, mobil, sablon, dan

untuk perempuannya akan mendapatkan cara jahit, semuanya itu ada

instrukturnya yang melatih mereka. Materinya tentang kegitan di

9 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,

Bekasi senin, 25 April 2011. 10

Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,

Bekasi senin, 25 April 2011.

Page 70: Hamdani Jabir Fdk

70

dalam panti.disini kita memotivasi mereka untuk menumbuhkan

keinginan atau kemauan dan semangat untuk menjadi warga binaan

sosial atau klien di PSBK ini. Itulah tujuan motivasi yang dilakukan

PSBK.”11

Dalam melakukan motivasi PSBK juga ada faktor penghambat, yaitu:

“Faktor penghambat dalam melaksanakan motivasi. Biasanya calon

klien ada yang bertanya. “Pak/Bu didalam panti kita mendapat uang

tidak?” kalau di dalam pikiran mereka orientasinya adalah uang,

karena mereka biasanya mulung dan jual barang-barang bekas mereka

mendapat uang dalam sehari bisa mencapai 50.000 sampai 70.000

jadi manakala mereka ditawarkan untuk masuk ke dalam panti, mereka

akan bertanya seperti itu. Kalau kita jawab tidak, mereka akan

berubah pikiran. Ada yang seperti itu beberapa orang. Dengan alasan

tidak mendapat uang mereka tidak mau berada di panti, mereka lebih

senang mencari uang. Padahal kita sudah jelaskan bahwa di dalam

panti memang tidak mendapat uang, akan tetapi di tanggung tidak

akan lapar, mendapat pendidikan, diberikan kegiatan, dan diberikan

kehiduapan yang layak secara manusiawi. Akan tetapi kadang mereka

kurang menerima saran dari petugas PSBK.”12

d. Seleksi

Ialah kegiatan pengelompokan/klasifikasi penyandang masalah kesejahteraan

sosial terutama yang sudah dimotivasi, untuk menentukan siapa yang memenuhi

persyaratan dan siapa yang tidak dapat diterima menjadi calon penerima

pelayanan.

“Ada syarat dan ketentuan dalam seleksi, Syarat dan ketentuan klien

adalah sehat jasmani dan rohani. Artinya tidak cacat atau dalam

keadaan normal. Kita membina mereka untuk merubah taraf hidup,

pola pikir mereka. Bagaimana hidup secara layak dan secara

manusiawi. Kemudian dilihat secara usia, panti memilih usia produktif

dan mau mengikuti peraturan yang ada di PSBK.”13

Ada juga yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dalam tahapan

seleksi di PSBK, yaitu:

11

Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,

Bekasi senin, 25 April 2011. 12

Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,

Bekasi senin, 25 April 2011. 13

Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi

senin, 25 April 2011.

Page 71: Hamdani Jabir Fdk

71

“Faktor penghambat seleksi. Adalah tidak memenuhi syarat yang

ditentukan pada diri klien. Misalnya seorang ibu dengan anaknya

datang ke panti dalam keadaan hamil. Sedangkan panti PSBK tidak

menerima hamil karena bukan rumah sakit. Kemudian ada yang datang

dalam keadaan tidak normal (gangguan jiwa) yang dikirim langsung

oleh pihak kepolisian atau warga sekitar PSBK (diantar langsung).

Ada pula anak terlantar yang dibuang oleh orang tuanya, kemudian di

antar ke panti PSBK. Disini kami kesulitan, yang akhirnya kami terima

dahulu untuk selanjutnya kami berikan rujukan ke panti lainnya yang

terdapat di depsos. Padahal dip anti PSBK hanya menerima calon

klien yang sehat jasmani dan rohani yang siap untuk di bina secara

mental. faktor pendukung, banyak juga yang calon klien yang serah

diri memang ini memenuhi syarat, sehat fisik, jasmani, dan rohani yang

siap untuk dibina di PSBK maka dikirim ke PSBK.”14

2. Penerimaan

Adalah serangkaian kegiatan administratif maupun teknis meliputi registrasi,

dan penempatan dalam program rehabilitasi yang dilaksanakan pada saat calon

penerima pelayanan hasil seleksi secara syah diterima sebagai klien definitif di

panti.

“Jadi penerimaannya WBS itu kan datang dengan sendirinya, ada juga

yang kiriman dari dinas sosial, nanti setelah mereka datang kesini kita

terima tentu saja yang sudah melalui seleksi awal, kemudian kita

identifikasi lagi mengenai identitas klien sama ada beberapa point

yang mereka harus tau mengenai tata tertib di PSBK dan kegiatan apa

saja yang harus dilaksakan di PSBK ini. Setelah itu ada tes kesehatan

ke poliklinik kalo dia sesuai dengan sasaran garapan dan juga tidak

mempunyai kelainan fisik, disinikan kita garapannya gepeng yang

potensial yang tidak mempunyai cacat atau kelainan mental.”15

Kegiatan penerimaan tersebut secara operasional adalah sebagai berikut :

a. Registrasi

Ialah kegiatan registrasi administrasi pencatatan dalam buku induk penerima

rehabilitasi (setiap penerima rehabilitasi 1 klien agar diberi NIP/NIK) dan

14

Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi

senin, 25 April 2011. 15

Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi

Senin 25 April 2011.

Page 72: Hamdani Jabir Fdk

72

mengkompilasikan berbagai formulir isian untuk mendapatkan penerima

rehabilitasi definitif lengkap dengan segala informasi/biodatanya.

“Registrasi secara langsung memang ditangani oleh pekerja sosial

sendiri. Kita punya buku register dan di awal mereka dikasih blangko

seleksi awal tadi kemudian kita data kita identifikasi. mencatat data-

data pribadi klien yang sudah masuk seperti nama, alamat, usia,

pekerjaan, masalah yang dihadapi. Semuanya ini di catat baru

kemudian kita ada semacam pernyataan bahwa dia harus sanggup

menaati semua peraturan disini, langsung dia tanda tangan surat

pernyataan itu dan siap mereka mengikuti apa yang ada di PSBK

ini.”16

Dalam tahap ini regristrasi ada juga yang menjadi faktor penghambat yaitu:

“Faktor dalam tahap registrasi sebenarnya tidak begitu banyak, hanya

saja biasanya data yang kita dapat itu tidak sesuai dengan data yang

sebenarnya, dan juga biasakan ada calon klien yang dating sendiri nah

banyak itu pas bukan jam kerjaatau hari libur, jadi kita juga bingung

untuk mendatanya terpaksa kita tampung dulu, kita nginapkan dia di

pondokan yang belum terisi atau yang masih kosong sampai jam

kerja.”17

b. Pengasramaan dan Penempatan dalam program rehabilitasi sosial

Adalah kegiatan pengelompokan bakat dan minat para penerima pelayanan

dan rehabilitasi (klien) dipadukan dengan program bimbingan, khususnya

program keterampilan kerja praktis yang sudah diprogramkan (sesuai dengan

inventarisasi pasaran usaha/kerja) untuk menambahkan semangat dan kecintaan

untuk mengikuti bimbingan kerja tersebut.

“Tahapan penempatan calon klien yang sudah di data, kemudian

diarahkan ke asrama yang masih kosong oleh petugas pembimbing.

Biasanya untuk satu keluarga ditempatkan pada satu rumah.

Sedangkan jika klien bujangan laki-laki dan bujangan perempuan

sendiri dipisah. Umumnya satu kamar memiliki perbedaan dalam

keterampilan. Pembauran dalam satu asrama di tujukan untuk saling

mengenal. Kemudian dalam penempatan keterampilan kita disini

meliat dari potensi yang ada pada WBS tersebut, artinya kalau dia

16

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi

Kamis, 28 April 2011. 17

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi

Kamis, 28 April 2011.

Page 73: Hamdani Jabir Fdk

73

memiliki bakat di montir mobil berarti kita kia masukkan kedalam

keterampilan montir mobil, dan juga begitu kalau dia bakat di menjahit

ya kita masukan kedalan keterampilan menjahit, jadi kita lihat dulu

bakat dan minat WBS tersebut.”18

Ada juga yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dalam tahapan

seleksi di PSBK, yaitu:

“Faktor penghambatnya paling kalau WBS itu tidak sesuai dengan

keahliannya, ada juga yang ngambil keterampilan contoh menjahit tapi

dia bakat di olah pangan, kita bingung juga dia mau fokus di

keterampilan apa.”19

3. Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (Assesment)

Ialah upaya untuk menelusuri, menggali data penerima rehabilitasi (klien),

faktor-faktor penyebab masalahnya tanggapannya serta kekuatan-kekuatannya

dalam upaya membantu dirinya sendiri. Hal ini dapat dikaji, dianalisa dan diolah

untuk membantu upaya rehabilitasi sosial, dan resosialisasi bagi penerima

rehabilitasi (klien).

“Assesment ini contohnya seperti kita menggali permasalah yang ada

di para WBS, mengapa mereka ada dipanti ini. Tujuannya agar mereka

benar-benar sesuai dengan garapan dan sasaran rehabilitas disini,

yaitu gelandangan, pengemis dan orang-orang terlantar.”20

Ada juga dalam assessment ini seperti bedah kasus atau disebut juga case

conference, jadi bagaimana WBS yang ada masalah atau kasus yang

pembimbingnya tidak mampu menyelesaikan sendiri, jadi kita angkat dalam case

conference dengan mengundang psikolog, pembimbing agama atau bintal dan

juga dokter, di dalam case conference itu bisa di kasih masukan-masukan atau

18

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi

Kamis, 28 April 2011. 19

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi

Kamis, 28 April 2011. 20

Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi

Senin 25 April 2011.

Page 74: Hamdani Jabir Fdk

74

saran-saran apa saja yang berkaitan dengan masalah yang dialami WBS

tersebut.”21

Dalam Pengungkapan dan Pemahaman Masalah ini ada sedikitnya faktor

penghambat yaitu:

“Kalau dalam pelaksanaannya sebenernya tidak begitu banyak

menghambat ya, paling kalau misalnya kita sudah mengundang dokter,

perawat, bintal itu salah satu suka tidak datang karena mungkin ada

kesibukan lain. Kalau selebihnya dalam peksos sendiri bisa-bisa

saja.”22

4. Pembinaan Mental

Pembinaan Mental Adalah serangkaian kegiatan teknis operasional yang

diarahkan untuk pulihnya kembali harga diri, kepercayaan diri, disiplin,

kemampuan integrasi, kesadaran dan tanggung jawab sosial kemampuan

penyesuaian diri dan penguasaan satu atau lebih jenis keterampilan kerja sebagai

bekal untuk dapat bermata pencaharian layak dalam tatanan hidup masyarakat.

“Pembinaan mental di PSBK wajib di ikuti oleh setiap WBS baik laki-

laki maupun perempuan, baik orang dewasa maupun anak-anak semua

wajib mengikuti pembinaan mental terutama yang beragama islam.

Sementara yang beragama non muslim ada tersendiri sudah disiapkan

Pembina yang beragama non muslim juga.”23

Proses kegiatan ini yang peneliti fokuskan untuk mengetahui metode

pelaksaan pembinaan mental dan mengetahui faktor apa saja yang menjadi

pendukung dan penghambat terlaksananya pembinaan mental.

21

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi

Kamis, 28 April 2011. 22

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi

Kamis, 28 April 2011. 23

Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bintal (Pembinaan Mental), Bpk Ust.

Endin Khoirudin, Bekasi Kamis, 28 April 2011.

Page 75: Hamdani Jabir Fdk

75

1. Metode Pelaksanaan Pembinaan Mental di PSBK :

Pelaksanaan kegiatan pembinaan mental di sediakan ialah dengan kegiatan

bimbingan/tuntunan untuk memahami diri sendiri, dan orang lain dengan belajar

keagamaan, cara berfikir positif dan keinginan untuk berprestasi serta mengubah

sikap normatif agar lebih baik.

Di bawah ini adalah metode kegiatan pembinaan mental yang di laksanakan

Panti Sosial Bina Karya, Bekasi:

a. Ceramah keagamaan

Para Warga Binaan Sosial (WBS) di kumpulkan di sebuah ruangan serba

guna/aula kemudian penyuluh memberikan materi berupa keagamaan, setelah

memberikan ceramah keagamaan ada tanya jawab dari WBS berkaitan dengan

materi yang disampaikannya. Ceramah keagamaan ini bertujuan untuk pemenuhan

spiritual, merubah sikap normatif/akhlak pada WBS.

Tujuan lain dari penyampaian materi ceramah keagamaan ini adalah:

1. Mempunyai pengetahuan tentang agama secara luas

2. Mempunyai pengetahuan tentang hukum dan syariat dalam agama

3. Mampu mempelajari dan membedakan antara yang halal dan haram

4. Mampu bersikap lebih sabar dan tawakal

5. WBS bisa merasakan kenikmatan beragama.

Waktu pelaksanaan pembinaan mental dengan ceramah agama yaitu setiap

hari senin dan rabu pukul 08.30-10.00 WIB, yang bertempat di ruang serba

guna/aula.

Page 76: Hamdani Jabir Fdk

76

b. Pemberian Motivasi

Pemberian motivasi ini biasanya dilakukan pada saat setelah ceramah agama

disampaikan, jadi penyuluh setelah memberikan ceramah keagamaan sebelum

penutup dengan doa ada pemberian motivasi, biasanya dilakukan dengan cara

permainan (games) dan diakhir permainan itu di jelaskan pelajaran apa atau

manfaat yang bisa diambil dari permainan tersebut tentang kehidupan sehari-hari.

Tetapi pemberian motivasi ini tidak hanya pada saat dalam ceramah keagamaan

saja, bisa juga pada saat konseling kelompok atau konseling individu. Bisa juga

pada saat case conference (pembahasan masalah) dengan WBS yang bermasalah.

Tujuan dari pemberian motivasi ini adalah:

1. Mampu bertindak secara efisien

2. Memiliki tujuan hidup yang jelas

3. Mampu mengkonsep diri

4. Mampu mengkoordinasikan antara segenap potensial dengan usaha-usahanya

5. Memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian

6. Memiliki batin yang tenang.

7. Posisi pribadinya seimbang dan baik

8. Selaras dengan dunia luar, dengan dirinya sendiri dan dengan lingkunganya.

c. Menikahkan dan Mengkhitankan

Salah satu program yang ada PSBK adalah menikahkan dan mengkhitankan

WBS-nya yang belum menikah dan di khitan, dan program ini adalah sepenuhnya

dalam program Bintal (pembinaan mental) yang dilaksakan satu kali dalam 6

Page 77: Hamdani Jabir Fdk

77

(enam) bulan/perangkatan yang bekerja sama dengan kantor urusan agama (KUA)

Bekasi timur.

Dari panti menawarkan kepada WBS yang ingin menikah dan khitan,

kemudian di data dan di beri surat pernyataan. Setelah itu semua diurus ke kantor

urusan agama.

Tujuan dari menikahkan adalah:

1. Menyelamatkan dari perzinahan

2. Mampu memiliki tanggung jawab

3. Mencegah penyakit, terutama HIV/AIDS

4. Dapat memiliki keluarga yang sakinah, mawadah dan waramah.

Waktu pelaksanaan menikahkan dan mengkhitankan tidak menentu, hanya

saja setiap angkatan pasti melaksanakan kegiatan tersebut. Pada angkata I 2011

kemarin hari senin 2 mei 2011 dilaksakannya pernikahan masal yang di ikuti

WBS sebanyak 16 (enam belas) pasang pengantin. Dan untuk mengkhitankan

nanti dilaksanakan pada bulan juni, sudah terkumpul 18 WBS yang akan di

khitankan yang terdiri dari anak-anak dan ada juga orang dewasa.

d. Outbond dan Tafakur Alam

“Dalam pembinaan mental juga ada kegiatan outbont atau bisa disebut

juga tafakur alam itu dilaksanakan diluar panti dengan kegiatan jalan-

jalan, disana kita adakan permainan, dan doa bersama…”24

Kegiatan outbond dan tafakur alam adalah kegiatan diluar panti yang

dilakukan guna membangun kerjasama antara WBS dan menambah kepercayaan

dan tanggung jawab. Sedangkan tafakur alam bertujuan untuk penyegaran

kembali para WBS setelah melakukan rutinitas rehabilitasi di PSBK.

24

Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bintal (Pembinaan Mental), Bpk Ust.

Endin Khoirudin, Bekasi Kamis, 28 April 2011.

Page 78: Hamdani Jabir Fdk

78

Tujuan lain dari kegiatan outbond dan tafakur alam yaitu:

1. Untuk menghilangkan jenuh dan penyegaran setelah 6 (enam) bulan lamanya

rehabilitasi di dalam panti.

2. Menyenangkan hati WBS yang sebentar lagi akan keluar dari panti PSBK

3. Menumbuhkan kebersamaan dan tanggung jawab.

4. Lebih bersyukur atas nikmat Allah SWT dan mampu mengambil pelajaran

dari melihat alam ciptaan-Nya.

Waktu pelaksanan kegiatan outbond dan tafakur alam yaitu dilaksanakan

diakhir rehabilitasi, Sebelum para WBS meninggalkan panti untuk disalurkan dan

di kembalikan ketempat asal meraka. Anggaran yang dikeluarkan sepenuhnya dari

pemerintah dalam hal ini Kementrian Sosial Pusat melalui PSBK Bekasi.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Mental

Pelaksaan pembinaan mental di PSBK terdapat faktor pendukung dan

penghambat, dalam proses pelaksanaan pembinaan mental yang menjadi faktor

pendukung dan penghambat tersebut diantara lain yaitu:

Faktor Pendukung

1. Tenaga pengajar yang kopenten di bidangnya, memiliki keahlian dan

ilmu/materi yang dapat di terapkan dalam pelaksanaan pembinaan mental

2. Sarana dan prasarana fasilitas yang ada di PSBK sangat mendukung untuk

berlangsungnya pembinaan mental, seperti gedung aula, sound system, papan

tulis, infokus dan laptop

3. Anggaran dana yang langsung di berikan sepenuhnya dari pemerintah pusat

yaitu Kemensos (kementrian sosial)

Page 79: Hamdani Jabir Fdk

79

1. Dari WBS itu sendiri adanya rasa keinginan yang kuat untuk mau merubah

dirinya dan bertekad ingin lebih baik lagi setelah dari PSBK ini.

2. Kerja sama dengan intasi pemerintah dalam hal ini adalah KUA (Kantor

Urusan Agama) Bekasi Timur.

b. Faktor Penghambat

1. Adanya kejenuhan dan malas-malasan dari WBS dalam mengikuti kegiatan

pembinaan mental.

2. Keterbatasan dana yang di alokasikan untuk proses kegiatan pembinaan

mental masih sangat terbatas

3. Fasilitas yang masih belum begitu lengkap, dan gedung aula yang terkadang

berbenturan pelakasaan pembinaan mental dengan cek kesehatan yang

dilaksanakan di dalam gedung aula

4. WBS yang berbeda pendidikan dan pengalaman, hal ini juga menjadi faktor

penghambat dalam penyampaian materi yang akan di berikan oleh penyuluh

5. Waktu yang sangat terbatas, hanya dalam 6 (enam) bulan saja pembinaan

mental di laksanakan.

5. Resosialisasi

Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang bersifat dua arah yaitu di satu

pihak untuk mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi penuh ke dalam

kehidupan dan penghidupan masyarakat secara normatif, dan di satu pihak lagi

untuk mempersiapkan masyarakat khususnya masyarakat daerah asal atau

lingkungan masyarakat di lokasi penempatan kerja/usaha klien agar mereka dapat

menerima, memperlakukan dan mengajak serta untuk berintegrasi dengan

Page 80: Hamdani Jabir Fdk

80

kegiatan kemasyarakatan. Adapun kegiatan resosialisasi meliputi beberapa hal

sebagai berikut :

a. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat

Ialah kegiatan bimbingan/tuntunan pendekatan untuk menumbuhkan kemauan

keluarga, masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi sosial.

b. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat

Ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan agar klien tersebut

dapat melaksanakan seluruh kegiatanya sesuai dengan norma yang berlaku dan

menghindari kegiatan yang menjadi larangan-larangan masyarakat.

c. Pemberian bantuan stimulans usaha produktif

Ialah serangkaian kegiatan pengadaan bantuan peralatan dan bahan untuk

mempersiapkan klien dapat melaksanakan praktek bermata pencaharian dan

bantuan tersebut bersifat merangsang usaha-usahanya agar dapat lebih

berkembang.

d. Bimbingan usaha/kerja

Ialah kegiatan tuntutan praktek berusaha/bekerja untuk dapat menciptakan

lapangan kerja yang layak, serta praktek mengelola usaha, menuju terciptanya

kondisi usaha yang efektif dan efisien.

6. Penyaluran

Adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk mengembalikan penerima

pelayanan kedalam kehidupan dan penghidupan di masyarakat secara normatif

baik dilingkungan keluarga, masyarakat, daerah asal maupun kejalur-jalur

lapangan kerja/usaha mandiri (wirausaha) dengan bertransmigrasi.

“Penyaluran biasanya WBS itu kita kembalikan kedaerahnya masing-

masing untuk buka usaha, ada juga yang trnsmigrsi bekerja sama

Page 81: Hamdani Jabir Fdk

81

dengan Dinaskertrans, dan juga ada juga lembaga-lembaga atau

perusahaan yang mita untuk bekerja di sana. Jadi kalau

lembaga/perusahan itu butuh pegawai misalnya bengkel atau salon,

kita siapin WBS yang benar-benar kompeten dibidangnya.”25

Ada juga faktor penghambat dalam penyaluran yang dilakukan PSBK antara

lain:

“Yang menjadi faktor penghambat paling hanya dalam penyaluran

biasanya ada juga WBS yang betah di panti dan tidak mau di

pulangkan, karena mereka belum siap, sementara di panti ini setelah di

rehabilitasi harus disalurkan semua karena kita akan mengadakan

rehabilitasi angkatan selanjutnya.”26

7. Bimbingan Lanjut

Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada klien dan

masyarakat guna lebih memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan

kemandirian klien dalam kehidupan serta penghidupan yang layak.

“Bimbingan lanjut biasa di lakukan setelah 3 atau 4 bulan setelah

mereka keluar dari panti, kita adakan bimbingan lanjut tapi tidak

semua WBS yang pernah mengikuti rehabilitasi disini kita binjut.

Disesuaikan dengan dana yang di sediakan terus dipilih kira-kira WBS

yang memang harus kita binjut, terutama WBS yang sering member

kabar dia buka usaha nah kita binjut kita melihat sampai sejauh mana.

Jadi setelah mereka keluar tidak kita lepas begitu saja.”27

Dalam melaksanakan bimbingan lanjut ada juga faktor pendukung dan

penghambat yang PSBK alami, yaitu:

“Yang menjadi faktor penghambat biasanya kadang-kadang alamat

WBS yang pertama dia kasih belum tentu dia kembali kesitu, karena

mereka gelandangan tidak menetap disatu tempat jadi kemungkinan

beralih tempat, kemudian kalau dia kembali ke daerah asal dia pulang

kampong kadang-kadang lokasinya sulit banget untuk kita cari, faktor

dana juga karena dananya sedikit. Selanjutnya dari pihak WBS sendiri

kalau mereka menghubungi dan minta didatengi dan mau membuka

25

Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi

Senin 25 April 2011. 26

Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi

Senin 25 April 2011. 27

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi

Kamis, 28 April 2011.

Page 82: Hamdani Jabir Fdk

82

usaha modal yang diperlukan kurang biasanya mengalami hal seperti

itu.”28

Tahap bimbingan lanjut secara operasional PSBK melaksanakanya dalam 3

kegiatan, yaitu:

a. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peran serta dalam

pembangunan.

Ialah kegiatan bimbingan usaha bimbingan/tuntunan untuk lebih

memantapkan kemampuan penyesuain diri dalam tata hidup bermasyarakat dan ke

ikut sertan mereka dalam proses pembangunan sesuai dengan kemampuanya.

”Peran masyarakat biasanya kalau misalkan WBS itu mau selesai

mengikuti rehabilitasi disini, tapi kita belum melaksanakan itu, jadi

contohnya sebelum WBS kembali kedaerah asalnya kita datang kesana

untuk survey kita adakan koordinasi dengan pihak aparat setempat

disana kita beri tau bahwa yang bersangkutan pernah ikut pelatihan

disini, jadi mereka siap. Fungsinya saling ada kerja sama.”29

Ada juga yang menjadi faktor penghambat dalam melaksanakan bimbingan

peningkatan kehidupan bermasyarakat dan serta dalam pembanguna, yaitu:

“Di daerah setempatnya tidak punya sarana untuk membimbing lebih

lanjut, semestinya kita saling kerja sama terutama dari dinas sosial

setempat, kalau mereka mau buka usaha saling kerja sama jadi tidak

hanya membebankan pada pihak panti saja, padahal pihak panti hanya

punya dana untuk paket saja.”30

b. Bantuan pengembangan usaha/bimbingan peningkatan keterampilan.

Ialah serangkaian kegiatan yang diarahkan kepada penerima pelayanan dalam

bentuk pemberian bantuan ulang balik berupa peralatan dan bahan permodalan

28

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi

Kamis, 28 April 2011. 29

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi

Kamis, 28 April 2011. 30

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi

Kamis, 28 April 2011.

Page 83: Hamdani Jabir Fdk

83

maupun pemantapan keterampilan, sehingga jenis usaha/kerjanya lebih

berkembang.

“Jadi WBS yang sudah buka usaha membuat proposal dan di ajukan ke

kita kekurangnya nanti setelah dapat proposal itu kita liat kesana, kita

survey ke lokasi benar tidak dia buka usaha, benar tidak dia

kekurangan barang yang di butuhkan. Misalnya kalau bener nanti kita

kesana lagi untuk untuk memberikan bantuan jadi ada monitoring dan

evaluasinya.”31

c. Bimbingan pemantapan kemandirian/peningkatan usaha/kerja.

Ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada penerima

pelayanan guna dapat meningkatkan usaha ekonomis, produktif, sehingga dapat

mengembangkan jenis dan jumlah penghasilannya.

“Itu tidak pernah kita laksanakan, jadi binjut itu juga secara khusus

kita membimbing pemantapan mereka dalam buka usaha atau tidak,

jadi secara khusus kita laksanakan bukan sekedar melihat tapi juga

kasih motivasi, kita pemantapkan mereka untuk kerja.”32

8. Evaluasi

Untuk memastikan apakah proses pelayanan dan rehabilitasi sosial

gelandangan pengemis berlangsung sesuai rencana yang telah ditetapkan wajib

dilakukan evaluasi terhadap setiap tahapan proses yang dilalui dan kemudian

diambil kesimpulan apakah secara keseluruhan proses telah berjalan baik dan

dapat dilakukan pengakhiran rehabilitasi.

“Tahapan Evaluasi ini biasanya biasanya diadakan pertemuan dengan

semua seksi yaitu membicaran secara bersama-sama di akhir kegiatan

rehabilitasi. Misalanya kekurangan apa yang masih kurang, pelayanan

apa yang masih kurang selama 6 bulan, Supaya kedepan lebih baik

lagi. Nah kemaren diadakan penyusunan program itu evaluasi yang

mengkoordinir seksi PAS (program Advokasi Sosial) semacam rapat

semua seksi membicarakan mengevaluasi hasil kerja kita di tahun 2010

selama satu tahun di evaluasi apa sih kekurangannya,apa sih maslah

31

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi

Kamis, 28 April 2011. 32

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi

Kamis, 28 April 2011.

Page 84: Hamdani Jabir Fdk

84

yang timbul tahun kemarin, apa sih yang yang dirasakan kerangnya

tahun kemarin di bicarakan dalam rapat kemarin, nah kalo ada

kekurang kita tambah, kita perbaiki untuk tahun yang akan datang.

Yang di hasilkan dari evaluasi ini adalah adanya peningkatan, ada

perbaikan, jadi yang masih kurang-kurang di perbaiki. Saya kasih

contoh misalnya ada beberapa klien yang malas-malasan yang dia

harus ikut bimbingan mental, bimbingan agama malah tidur di kelas,

nah disitu pembimbingan harus melaporkan dalam evaluasi kita cari

solusinya dalam masalah seperti itu agar kedepan tidak ada lagi yang

seperti itu. Inilah fungsinya diadakannya evaluasi.”33

9. Terminasi (Pengakhiran)

Pengakhiran pelayanan dilaksanakan untuk memastikan hasil evaluasi umum

terhadap klien telah dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dan mampu

menjadi warga negara masyarakat yang bertanggung jawab. Dalam hal ini

dipersiapkan klien dalam proses pengakhiran berjalan secara wajar, dimana

pemutusan pelayanan tidak menimbulkan konflik psikologis yang dapat

mengganggu klien. Disamping itu agar administrasi penanganan kasus

berlangsung dengan tertib, dibuatkan surat pemberitahuan formal bahwa proses

pelayanan klien sudah berakhir.

“Terminasi biasanya diakhiri dengan penutupan, diakhir kegiatan itu

biasanya diadakan semacam rekreasi, katakana beberapa minggu

sebelum penutupan biasanya diadakan rekreasi untuk penyegaran, kan

selama ini mereka mengikuti kegiatan mereka cape, suntuk, bosen

didalam panti, akhirnya diadakan rekreasi biasanya yang sudah-sudah

ke dufan, ke taman mini itu di biayai oleh PSBK. Kemudian terminasi

juga ada uapcara penutupan, dalam upacara itu juga ada pemberian

sertifika, kalau dia jurusan montir motor dia di berikan sertifikat itu

diserahkan pada saat upacara penutupan, dalam uparacara itu juga

ada penilaian WBS yang terbaik kemudian biasanya di kasih hadiah

sama kepala panti supaya mereka semangat setelah keluar dari

panti.”34

33

Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,

Bekasi senin, 25 April 2011. 34

Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,

Bekasi senin, 25 April 2011.

Page 85: Hamdani Jabir Fdk

85

B. Analisa Hasil Temuan

Skripsi ini ditulis untuk menjelaskan secara deskriptif analitis terkait dengan

temuan lapangan. Analisa tersebut menggunakan kecendrungan subjektif yang

tidak terlepas diri secara terbuka dari nilai-nilai objektifitas. Perangkat analisa

yang digunakan selain pengamatan dan penelitian, juga menggunakan refrensi

untuk memperkuat dan melegitimasi secara akademis-ilmiah hasil tinjauan.

Selanjutnya akan di jelaskan deskriptif analitis terkait dengan hasil temuan di

lapangan. Fokus analisanya terletak pada metode pembinaan mental yang di

laksanakan panti sosial bina karya pangudi luhur Bekasi.

Analisa hasil temuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Analisa Pendekatan awal

Pendekatan awal adalah teknik awal yang dilakukan oleh panti sosial bina

karya untuk mendapatkan WBS (warga binaan sosial) untuk mengikuti program-

program rehabitasi yang ada di dalam panti. Selain itu upaya memperoleh

gambaran potensialitas sumber-sumber rehabilitasi, pasar usaha dan kerja.

Sasaran yang yang dituju oleh PSBK adalah gelandangan dan pengemis, hal

ini karena banyak permasalahan yang di timbulkan olehnya. Masalah sosial yang

tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang

berada di daerah perkoaan adalah masalah gelandangan dan pengemis.

Permasalah sosial gelandangan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi

dari berbagai permasalahan seperti halnya kemiskinan, pendidikan rendah,

Page 86: Hamdani Jabir Fdk

86

minimnya keterampilan kerja yang dimiliki, lingkungan, sosial budaya, kesehatan

dan lain sebagainya.35

Dalam pencarian calon WBS ada dua teknis yang di gunakan panti sosial

bina karya, pertama, terjun langsung kelapangan ketempat-tempat kumus,

emperan toko-toko dan biasanya dilakukan pada malam hari.36

“…kita terjun kesana biasanya malam hari. Ketempat mangkalnya

gepeng itu. Biasanya diemper-emper toko dan diemper-emper

jalanan…”37

Kemudian yang kedua, PSBK memperoleh informasi dari dinas-dinas sosial

pemerintah daerah setempat yang terkait dan telah berkerja sama dalam

pengadaan calon WBS, dengan cara mengirimkan surat dari PSBK ke dinas-dinas

sosial kemudian biasanya dari dinas sosial siap mengirimkan gepeng yang dirazia

di wilayah tersebut.38

Dalam tahap pendekatan awal ini PSBK yang dilakukan yaitu dengan

oriantasi dan kosultasi, identifikasi, motivasi dan seleksi.

Orientasi dan kosultasi kegiatan pengenalan program kepada pemerintah

daerah dan dinas-dinas sosial yang terkait dengan PSBK untuk mendapatkan

pengesahan/pengakuan, dukungan/bantuan dan peran serta dalam pelaksanaan

program, hal tersebut jika melalui pemda dan dinas-dinas sosial dan instasi-

intansi. Selanjutnya pihak PSBK terjun langsung ke lapangan, mereka disana

memberikan pengenalan langsung kepada calon warga binaan sosial (WBS)

tentang panti sosial bina karya dan mengajak untuk mengikuti rehabilitasi dipanti

35

Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan

dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan

Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 7. 36

Observasi pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011. 37

Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,

Bekasi senin, 25 April 2011. 38

Observasi pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.

Page 87: Hamdani Jabir Fdk

87

tersebut, kemudian pihak PSBK melakukan identifikasi atau pendataan secara

rinci tentang diri gepeng. 39

seperti yang dikatakan Bpk. Susanto (Sie Program dan

Advokasi Sosial) hasil wawancara pribadi.

“Identifikasi adalah pendataan, maksudnya calon-calon klien yang

nanti akan masuk kedalam panti. Di data tentang data klien, nama,

alamat, umur, pekerjaan itu identifikasi. Biasanya kita lakukan di

tempat lokasi orientasi.”40

Pada saat pendekatan awal juga melakukan motivasi, disini dilakukan

motivasi dengan pengenalan program rehabilitasi selama dipanti, menumbuhkan

keingin yang kuat terhadap gepeng dalam hal ini calon warga binaan untuk

bersedia mengikut rehabilitasi dengan mengikuti prosedur-prosedur yang ada.

Kemudian setelah di motivasi gepeng yang bersedia mengikuti rehabilitasi di

seleksi, di PSBK ini memiliki kriteria atau persyaratan untuk menjadi warga

binaannya.

“Ada syarat dan ketentuan dalam seleksi, Syarat dan ketentuan klien

adalah sehat jasmani dan rohani. Artinya tidak cacat atau dalam

keadaan normal. Kita membina mereka untuk merubah taraf hidup,

pola pikir mereka. Bagaimana hidup secara layak dan secara

manusiawi. Kemudian dilihat secara usia, panti memilih usia produktif

dan mau mengikuti peraturan yang ada di PSBK.”41

Dalam pendekatan awal PSBK harus menyadari peranan secara objektif

kepada calon warga binaan sosial (WBS) agar mengetahui secara menyeluruh

potensi-potensi yang dimiliki para calon WBS, sebagaimana halnya dalam

menentukan warga binaannya kecendrungan terhadap masalah-masalah yang

timbul dapat diatasi dengan baik.

39

Ibid. 40

Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,

Bekasi senin, 25 April 2011. 41

Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,

Bekasi senin, 25 April 2011.

Page 88: Hamdani Jabir Fdk

88

Pendekatan yang harus dilakukan oleh PSBK harus yang bersifat pendekatan

holistik, yang tidak hanya terpaku pada pelaku gepeng itu sendiri tetapi berusaha

menjakau seluruh sub sistem yang mempengaruhi munculnya urbanisasi dan

perilaku menggepeng. Serta termaksud seluruh sumberdaya manusia yang ada.

Sumberdaya manusia yang ada di pedesaan diusahakan untuk dikembangkan

sebagai subjek pembangunan yang mampu memanfaatkan peluang yang ada serta

mengembangkan potensi yang dimiliki dengan memperhatikan kendala yang

dihadapi.42

2. Analisa Penerimaan

Tahap penerimaan dilakukan setelah pendekatan awal, setelah panti sosial

bina karya mendapatkan calon warga binaan melalui pendekatan awal kemudian

warga binaan yang akan melakukan rehabilitasi didatangkan ke panti sosial bina

karya pangudi luhur Bekasi dengan cara ada yang di jemput dengan kendaraan

dinas ada juga yang datang sendiri. Setelah mereka sampai di lokasi mereka di

harus melakukan registrasi ulang yang disebut kegiatan registrasi administrasi

pencatat dalam buku induk penerimaan rehabilitasi (setiap penerima rehabilitasi

rehabilitasi 1 klien agar di beri NIP/NIK) dan mengkompilasikan berbagai

formulir isian untuk mendapatkan penerimaan rehabilitasi definitif lengkap

dengan segala informasi/biodatanya.43

Registrasi dilakukan apabila calon WBS menunjukan keinginan menjalani

proses rehabitasi sosial yang ada dipanti, registrasi secara langsung dilakukan oleh

pekerja sosial sendiri yang mempunyai buku register, seperti yang dikatakan Bpk.

Susanto (Sie Program dan Advokasi) hasil wawancara pribadi.

42

Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-

Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 12. 43

Observasi pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.

Page 89: Hamdani Jabir Fdk

89

“Registrasi secara langsung memang ditangani oleh pekerja sosial

sendiri. Kita punya buku register dan di awal mereka dikasih blangko

seleksi awal tadi kemudian kita data kita identifikasi…”44

Registrasi sendiri merupakan proses pengesahan calon warga binaan sosial

(WBS) menjadi WBS resmi di panti sosial bina karya bekasi. Pada proses ini

WBS mendapatkan nomor registrasi dan satu berkas file rahasia perkembangan.

Setelah PSBK melakukan registrasi dalam tahap penerimaan kemudian

melakukan kegiatan penempatan dalam program rehabilitasi sosial, kegiatan ini

adalah pengelompokan bakat dan minat para penerima pelayanan dan rehabilitasi

sosial (WBS) dipadukan dengan program bimbingan, khususnya program

keterampilan kerja praktis yang sudah di programkan (sesuai dengan inventarisasi

pasaran/kerja) untuk menambahkan semangat dan kecintaan untuk mengikuti

bimbingan kerja tersebut. Sesuai dengan peranannya panti sosial bina karya

memberikan pelayanan dan rehabitasi sosial terrhadap warga binaanya, Secara

etimologi panti sosial berarti rumah, tempat (kediaman) yang diberlakukan untuk

kemasyarakatan. Secara konseptual dapat dikemukakan bahwa panti sosial adalah

suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab untuk memberikan

pelayanan sosial.45

3. Analisa Pengungkapan dan pemahaman masalah (Assesment)

Dari hasil penelitian, Pengungkapan dan pemahaman masalah (Assesment)

adalah upaya untuk menelusuri, menggali data penerima rehabilitasi (klien),

faktor-faktor penyebab masalahnya tanggapannya serta kekuatan-kekuatannya

dalam upaya membantu dirinya sendiri. Hal ini dapat dikaji, dianalisa dan diolah

44

Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,

Bekasi senin, 25 April 2011. 45

Keputusan Mentri sosial Republik Indonesia, tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti

Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. Jakrta 2003.

Page 90: Hamdani Jabir Fdk

90

untuk membantu upaya rehabilitasi sosial, dan resosialisasi bagi penerima

rehabilitasi (klien). Seperti di ketahui bahwa banyak permasalah yang dialami

oleh WBS dalam hal ini adalah gelandangan dan pengemis, permasalah yang

mencangkup secara keseluruhan yang dapat mengakitbatkan permasalah sosial

terhadap masyarakat.

Permasalah secara umum yang dialami seperti halnya, Masalah kemiskinan,

Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar

minimal dan jangkauan pelayanan umum sehingga tidak dapat mngemabngkan

kehidupan pribadi mauupun keluarga seacra layak. Masalah Pendidikan, Pada

umumnya tingkat pendidikan gelandangan pengemis relatif rendah sehingga

menjadi kendala untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Masalah keterampilan

kerja, Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan

yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja. Masalah sosial budaya, Ada beberapa

faktor sosial budaya yang mempengaruhi seseorang menjadi gelandangan dan

pengemis. Rendahnya harga diri, Rendahnya harga diri pada sekelompok orang,

mengakibatkan tidak adanya rasa malu untuk meminta-minta. Sikap pasrah pada

nasib, Mereka menganggap bahwa kemiskinan dan kondisi mereka sebagai

gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk

melakukan perubahan. Kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang, Ada

kenikmatan tersendiri bagi sebagian besar gelandangan pengemis yang hidup

menggelandang,karena mereka merasa tidak terikat oleh peraturan dan norma-

norma yang kadang-kadang membebani mereka, sehingga mengemis adalah salah

satu mata pencahaian. Masalah Kesehatan, Dari segi kesehatan, gelandangan dan

pengemis termasuk kategori warga Negara dengan tingkat kesehatan fisik yang

Page 91: Hamdani Jabir Fdk

91

rendah akibatnya rendahnya gizi makanan dan terbatasnya akses pelayanan

kesehatan.46

Selain permasalahan diatas ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh

permasalahan gelandangan dan pengemis antara lain :

a. Masalah Lingkungan, Gelandangan dan Pengemis pada ummumnya tidak

memiliki tempat tinggal tetap, tnggal diwilayah yang sebenarnya dilarang

dijadikan tempat tinggal, seperti : taman-taman, bawah jembatan dan pinggiran

kali. Oleh karena itu kehadiran mereka dikota-kota besar sangat mengganggu

ketertiban umum, ketenangan masyarakat dan kebersihan serta keindahan kota.

b. Masalah Kependudukan, Gelandangan dan pengemis yang hidupnya

berkeliaran dijalan-jalan dan tempat umum, kebanyak tidak memiliki kartu

identitas (KTP/KK) yang tercatat dikelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian

besar mereka hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan pernikahan yang sah.

c. Masalah keamanan dan ketertiban, Maraknya gelandangan dan pengemis

disuatu wilayah dapat menimbulkan kerawaan sosial, serta mengurangi keamanan

dan ketertiban didaerah tersebut.

Penanggulangan gepeng akan mampu mewujudkan stabilitas nasional,

khususnya stabilitas dalam bidang kenyamanan dan keamanan sehingga

diperlukan suatu studi yang mampu menggambarkan secara utuh. Gambaran

46

Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan

dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan

Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 7.

Page 92: Hamdani Jabir Fdk

92

gejala gepeng ini dipakai untuk menentukan kebijakan, strategi dan langkah-

langkah penanggulangan gepeng.47

Hal diatas tentu saja menjadi pusat perhatian panti sosial bina karya untuk

mengungkapkan dan memahaminya, sesuai dangan peranannya panti sosial harus

mampu menjadi wadah dalam pemecahan permasalah sosial tersebut.

Dalam pengungkapan dan pemahaman masalah yang ada pada WBS

dilakukan dengan cara memahami kebutuhan dan potensi WBS sebagai dasar

penyusunan rencana intervensi serta mengadakan kajian terhadap berbagai

informasi yang diperoleh pada saat pendekatan awal untuk mengungkap itu

semua. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Laila Kurniati Akbariah (koordinator

peksos) hasil wawancara pribadi.

“Ada juga dalam assessment ini seperti bedah kasus atau disebut juga

case conference, jadi bagaimana WBS yang ada masalah atau kasus

yang pembimbingnya tidak mampu menyelesaikan sendiri, jadi kita

angkat dalam case conference dengan mengundang psikolog,

pembimbing agama atau bintal dan juga dokter, di dalam case

conference itu bisa di kasih masukan-masukan atau saran-saran apa

saja yang berkaitan dengan masalah yang dialami WBS tersebut.”48

Dalam pengungkapan permasalahan yang ada di dalam panti, PSBK telah

memiliki program yang di namakan case conference yang arti mengkaji/

membedah kasus yang terjadi di dalam panti apabila ketika pembimbing pondok

tidak sanggup menyelesaikan sendiri. Dalam kegiatan case conference

menghadirkan beberapa pakar yang menguasai bidangnya seperti dokter,

psikolog, bintal dan termaksud pembimbing pondoknya. Hal itu untuk

47

Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-

Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 2. 48

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi

Kamis, 28 April 2011.

Page 93: Hamdani Jabir Fdk

93

mengungkapkan dan memahami permasalahan yang ada pada diri WBS

kepentingan untuk dimasa yang akan datang.

Secara menyeluru permasalahan yang ada pada gepeng tidaklah hal mudah

untuk diungkap dan dipahami, semua ini adalah tugas pokok pemerintah dan

masyarakat, terutama panti sosial bina karya yang secara etomologi menjadi

wadah dalam permasalah tersebut. Oleh karena itu PSBK harus memiliki prinsip

dalam penanganan gelandangan dan pengemis sebagai berikut:

1. Prinsip-prinsip Umum, Pengharapan terhadap harkat dan martabat manusia,

dimana gelandangan dan pengemis diterima dan dihargai sebagai pribadi yang

utuh dalam kehidupan masyarakat (bersosialisasi kembali kemasyarakat).

Pengakuan terhadap hak gelandangan dan pengemis dalam menentukan nasipnya

sendiri melalui pemberian kesempatan turut dalam merencanakan

kehidupan/pekerjaan yang dipilih sesuai dengan kemampuannya. Pemberian

kesempatan yang sama bagi gelandangan dan pengemis dalam mengembangkan

diri dan berperan serta dalam berbagai aktifitas kehidupan, tanpa membedakan

suku, agama, ras atau golongan. Penumbuhan tanggung jawab sosialyang melekat

pada setiap gelandangan dan pengemis yang dilayani.49

2. Prinsip-prinsip Khusus, Prinsip penerimaan gelandangan dan pengemis secara

apa adanya. Prinsip tidak menghakimi (non judgemental) gelandangan dan

pengemis. Prinsip Individualisasi, dimana setiap gelandangan dan pengemis tidak

disamaratakan begitu saja, tetapi harus dipahami secara khusus sesuai dengan

keunikan pribadi dan masalah mereka masing-masing. Prinsip kerahasiaan,

49

Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan

dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan

Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 9-10.

Page 94: Hamdani Jabir Fdk

94

dimana setiap informasi yang diperoleh dari gelandangan dan pengemis dapat

dijaga kerahasiaannya sebaik mungkin, terkecuali digunakan untuk kepentingan

pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis itu sendiri. Prinsip

partisipasi, dimana gelandangan beserta orang-orang terdekat dengan dirinya di

ikut sertakan dan dapat berperan optimal dalam upaya pelayanan dan

rehabiltasinya kembali kemasyarakat. Prinsip komunikasi, dimana kualitas dan

intensitas komunikasi antara gelandangan dan pengemis dengan keluarga dan

lingkungan sosialnya dapat ditingkatkan seoptimal mungkin sehingga berdampak

positif terhadap upaya rehabilitasi gelandangan dan pengemis. Prinsip kesadaran

diri, dimana para pelaksana pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan dan

pengemis secara sadar wajib menjaga kualitas hubungan profesionalnya dengan

gelandangan dan pengemis, sehingga tidak jatuh dalam hubungan emosional yang

menyulitkan dan menghambat keberhasilan pelayanan.50

Dalam pelaksaannya PSBK memandang bahwasannya warga binaanya

memiliki potensi, baik di lihat kemampuan dan keinginan yang kuat untuk dapat

merubah dirinya, hal ini menjadi sumber kekuatan yang harus sepenuhnya digali

dan disalurkan sehingga secara signifikan belum menjadi energi untuk mengatasi

masalah yang mereka alami.

4. Analisa Pembinaan Mental

Seseorang mengalami gangguan jiwa atau mental yang tidak sehat banyak di

sebabkan karena beberapa faktor, Kemiskinan adalah salah satu faktor yang

menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa dan mental yang tidak sehat.

50

Ibid, h. 10.

Page 95: Hamdani Jabir Fdk

95

Agar seseorang dapat memaksimalkan potensi dalam dirinya perlu di

butuhkan pikiran dan jiwa yang sehat. Disini faktor psikologis sangat berpengaruh

dalam berkembangnya seseorang, sehingga ia tidak eksis dalam masalah-masalah

sosial dan aktifitas hidup mencari materi dengan segala keindahan dan daya

tariknya. Sikap mental menunjukan kualitas moral seseorang dalam kehidupan

sehai-hari. Mengelolah, melatih serta mengembangkan kemampuan seseorang

tidaklah sangat mudah, Zakiah Daradjat mengemukan bahwa mental sering di

gunakan sebagai ganti dari kata personality (kepribadian) yang berarti bahwa

mental adalah semua unsur-unsur jiwa termaksud pikiran, emosi, sikap (attitude)

dan perasaan dalam keseluruhan dan kebutuhanya akan menentukan corak tingkah

laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan mengecewakan,

mengembirakan dan sebagainya,51

Gelandangan dan Pengemis adalah dampak dari kemiskinan yang dapat

mempengaruhi penyimpangan-penyimpangan perilaku seseorang dari tuntunan

dan bimbingan, merupakan suatu indikasi yang sangat prinsip adanya gangguan

psikologis dan tidak sehatnya mental. Akibat mental dan jiwa yang sakit itu akan

memiliki dampak yang sangat membahayakan bagi individu dan lingkungan

masyarakat, bangsa, Negara dan Agama. Oleh karena itu hal ini juga hendak

menjadi perhatian dalam penyelanggaraan rehabilitasi terhadap gelandangan dan

pengemis di Panti Sosial Bina Karya Bekasi.

Sebagaimana teori diatas kegiatan pembinaan mental dipanti sosial bina karya

merupakan kegiatan yang wajib di ikuti oleh para warga binaan sosial (WBS)

yang ada di panti.

51

Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1990), Cet. Ke-4,h. 38-39.

Page 96: Hamdani Jabir Fdk

96

“Pembinaan mental di PSBK wajib di ikuti oleh setiap WBS baik laki-

laki maupun perempuan, baik orang dewasa maupun anak-anak semua

wajib mengikuti pembinaan mental terutama yang beragama islam.

Sementara yang beragama non muslim ada tersendiri sudah disiapkan

Pembina yang beragama non muslim juga.”52

Dalam pelaksanaan pembinaan mental di PSBK, adalah salah satu program

yang mengedepankan WBS secara patisipatif dalam proses pelaksanaannya.

Artinya PSBK harus memandang bahwasannya WBS memiliki banyak potensi.

Rendahnya tingkat pendidikan yang disandang oleh WBS tidak banyak

berpengaruh terhadap pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

Kegiatan pembinaan mental diberikan kepada WBS agar mereka mempunyai

kekuatan (powerless) untuk mampu memberdayakan dirinya (self empowerment)

sehingga dapat hidup secara layak di masyarakat disertai pengetahuan dan

keterampilan dalam bingkai nilai-nilai religiusitas.

Dalam kegiatan ini telah disedikan seorang penyuluh yang sekaligus

merupakan pegawai dibagian rehabilitasi sosial yang berkompeten dalam

bidangnya, yaitu Bpk. Endin Khoirudin yang melaksakan pembinaan mental

tersebut.

Bapak Endin Khoirudin dalam hal berperanan sebagai fasilitator harus

mampu menjembatani warga binaannya dalam mengembangkan potensi yang di

milikinya, baik potensi secara personal, potensi interpersonal maupun potensi

sosial. Potensi personal dan potensi interpersonal akan tergambar dalam kegiatan

penyampaian materi tentang pembinaan mental sesama warga binaannya, adalah

sebagian dari upaya mengembangkan potensial dan strategi dalam proses

pemecahan masalah.

52

Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bintal (Pembinaan Mental), Bpk Ust.

Endin Khoirudin, Bekasi Kamis, 28 April 2011.

Page 97: Hamdani Jabir Fdk

97

Pelaksanaan kegiatan pembinaan mental di sediakan dengan kegiatan

bimbingan/tuntunan untuk memahami diri sendiri, dan orang lain dengan belajar

keagamaan, cara berfikir positif dan keinginan untuk berprestasi serta mengubah

sikap normatif agar lebih baik.

Di bawah ini peneliti mendeskripsifkan metode kegiatan pembinaan mental

yang di laksanakan Panti Sosial Bina Karya Bekasi dengan model-modelnya:

1. Metode Pembinaan Mental

a. Ceramah keagamaan

Para WBS di kumpulkan di sebuah ruangan serba guna/aula kemudian

penyuluh memberikan materi berupa keagamaan, setelah memberikan cerah

keagamaan ada Tanya jawab dari WBS berkaitan dengan materi yang

disampaikannya. Ceramah keagamaan ini bertujuan untuk pemenuhan spiritual,

merubah sikap normatif/akhlak pada WBS.53

Tujuan lain dari penyampaian materi ceramah keagamaan ini adalah:

1. Mempunyai pengetahuan tentang agama secara luas,

2. Mempunyai pengetahuan tentang hukum dan syariat dalam agama,

3. Mampu mempelajari dan membedakan antara yang halal dan haram,

4. Mampu bersikap lebih sabar dan tawakal,

5. WBS bisa merasakan kenikmatan beragama.

b. Pemberian Motivasi

Pemberian motivasi ini biasanya dilakukan pada saat setelah ceramah agama

disampaikan, jadi penyuluh setelah memberikan ceramah keagamaan sebelum

53

Observasi/temuan lapangan pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.

Page 98: Hamdani Jabir Fdk

98

penutup dengan doa ada pemberian motivasi, biasanya dilakukan dengan cara

permainan (games) dan diakhir permainan itu di jelaskan pelajaran apa/manfaat

yang bisa diambil dari permainan tersebut tentang kehidupan sehari-hari. Tetapi

pemberian motivasi ini tidak hanya pada saat dalam ceramah keagamaan saja, bisa

juga pada saat konseling kelompok atau konseling individu. Bisa juga pada saat

case conference (pembahasan masalah) dengan WBS yang bermasalah.54

Tujuan dari pemberian motivasi ini adalah:

1. Mampu bertindak secara efisien,

2. Memiliki tujuan hidup yang jelas,

3. Mampu mengkonsep diri,

4. Mampu mengkoordinasikan antara segenap potensial dengan usaha-usahanya,

5. Memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian,

6. Memiliki batin yang tenang,

7. Posisi pribadinya seimbang dan baik,

8. Selaras dengan dunia luar, dengan dirinya sendiri dan dengan lingkunganya.

c. Menikahkan dan Mengkhitankan

Salah satu program yang ada PSBK adalah menikahkan dan mengkhitankan

WBS-nya yang belum menikah dan di khitan, dan program ini adalah sepenuhnya

dalam program Bintal (pembinaan mental) yang dilaksakan satu kali dalam 6

(enam) bulan/perangkatan yang bekerja sama dengan kantor urusan agama (KUA)

Bekasi timur.55

54

Observasi/temuan lapangan pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011. 55

Observasi/temuan lapangan pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.

Page 99: Hamdani Jabir Fdk

99

Dari panti menawarkan kepada WBS yang ingin menikah dan khitan,

kemudian di data dan di beri surat pernyataan. Setelah itu semua diurus ke kantor

urusan agama.56

Tujuan dari menikahkan adalah:

1. Menyelamatkan dari perzinahan,

2. Mampu memiliki tanggung jawab,

3. Mencegah penyakit, terutama HIV/AIDS,

4. Dapat memiliki keluarga yang sakinah, mawadah dan waramah.

d. Outbond dan Tafakur Alam

“Dalam pembinaan mental juga ada kegiatan outbont atau bisa disebut

juga tafakur alam itu dilaksanakan diluar panti dengan kegiatan jalan-

jalan, disana kita adakan permainan, dan doa bersama...”57

Kegiatan outbond dan tafakur alam adalah kegiatan diluar panti yang

dilakukan guna membangun kerjasama antara WBS dan menambah kepercayaan

dan tanggung jawab. Sedangkan tafakur alam bertujuan untuk penyegaran

kembali para WBS setelah melakukan rutinitas rehabilitasi di PSBK.58

Tujuan lain dari kegiatan outbond dan tafakur alam yaitu:

1. Untuk menghilangkan jenuh dan penyegaran setelah 6 (enam) bulan lamanya

rehabilitasi di dalam panti,

2. Menyenangkan hati WBS yang sebentar lagi akan keluar dari panti PSBK,

3. Menumbuhkan kebersamaan dan tanggung jawab,

56

Ibid. 57

Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bintal (Pembinaan Mental), Bpk Ust.

Endin Khoirudin, Bekasi Kamis, 28 April 2011. 58

Observasi/temuan lapangan pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.

Page 100: Hamdani Jabir Fdk

100

4. Lebih bersyukur atas nikmat Allah SWT dan mampu mengambil pelajaran

dari melihat alam ciptaan-Nya.

Di lihat dari keseluruhan metode penyampaiannya dan tujuannya metode

dalam pembinaan mental termaksud Model metode adalah normatif : model yang

menyediakan jawaban terbaik terhadap satu persoalan. Model ini memberi

rekomendasi tindakan-tindakan yang perlu diambil, dan model pelayanan metode

ini adalah termaksud model pelayanan yang berorientasi kepada kebutuhan

klien.59

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Mental

Pelaksaan pembinaan mental di panti sosial bina karya (PSBK) terdapat

faktor pendukung dan penghambat.

Faktor Pendukung

1. Tenaga pengajar yang kopenten di bidangnya, memiliki keahlian dan

ilmu/materi yang dapat di terapkan dalam pelaksanaan pembinaan mental

2. Sarana dan prasarana fasilitas yang ada di PSBK sangat mendukung untuk

berlangsungnya pembinaan mental, seperti gedung aula, sound system, papan

tulis, infokus dan laptop

3. Anggaran dana yang langsung di berikan sepenuhnya dari pemerintah pusat

yaitu Kemensos (kementrian sosial)

4. Dari WBS itu sendiri adanya rasa keinginan yang kuat untuk mau merubah

dirinya dan bertekad ingin lebih baik lagi setelah dari PSBK ini.

59

Abdul Wahid Chairul, Pengertian Model dan Jenis-jenisnya, di akses dari

http://www.damandiri.or.id/file/abdwahidchairulahunairbab2.pdf, pada tanggal 3 mei 2011.

Page 101: Hamdani Jabir Fdk

101

5. Kerja sama dengan intasi pemerintah dalam hal ini adalah KUA (Kantor

Urusan Agama) Bekasi Timur.

Faktor Penghambat

1. Adanya kejenuhan dan malas-malasan dari WBS dalam mengikuti kegiatan

pembinaan mental

2. Keterbatasan dana yang di alokasikan untuk proses kegiatan pembinaan

mental masih sangat terbatas

3. Fasilitas yang masih belum begitu lengkap, dan gedung aula yang terkadang

berbenturan pelakasaan pembinaan mental dengan cek kesehatan yang

dilaksanakan di dalam gedung aula

4. WBS yang berbeda pendidikan dan pengalaman, hal ini juga menjadi faktor

penghambat dalam penyampaian materi yang akan di berikan oleh penyuluh

5. Waktu yang sangat terbatas, hanya dalam 6 (enam) bulan saja pembinaan

mental di laksanakan.

Pemanfaatan pendukung yang ada untuk mewujudkan perubahan sosial

adalah hal penting supaya kegiatan rehabilitasi sosial dan pembinaan mental tidak

hanya ideal pada tataran konsep, tetapi disertai dengan kinerja maksimal menuju

tercapainya tujuan ideal yaitu mengantarkan warga binaannya menjadi mapan dan

mampu mengembangkan potensi dalam dirinya agar merubah baik dari sisi

material dan spiritual dan tergolong pada kelompok masyarakat yang hidup layak

untuk kemudian hari mampu memberikan kontribusi kemajuan bangsa dan agama.

Namun dapat kita sadari mewujudkan idealisme tidak semudah yang kita

bayangkan, dalam prosesnya selalu terdapat kendala. Salah satu yang patut

mendapat perhatian lebih ialah dari individunya sendiri, terkadang adanya rasa

Page 102: Hamdani Jabir Fdk

102

jenuhan dan malas-malasan dalam mengikuti rehabilitasi dan pembinaan mental,

belum lagi keterbatasan dana, sarana dan prasaran yang kurang memadai, tingkat

pendidikan yang berbeda dan waktu yang sangat terbatas. Untuk mengatasi itu

semua di perlukan komitmen yang kuat untuk bergerak dan memperbaiki hal

tersebut.

5. Analisa Resosialisasi

Resosialisasi merupakan proses persiapan kondisi jiwa dan mental warga

binaan sosial (WBS) yang akan segera kembali ke keluarga dan masyarakat.

Kegiatan ini meliputi:

1. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat Ialah kegiatan

bimbingan/tuntunan pendekatan untuk menumbuhkan kemauan keluarga,

masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi sosial.

2. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat Ialah serangkaian kegiatan bimbingan

yang diarahkan agar klien tersebut dapat melaksanakan seluruh kegiatanya

sesuai dengan norma yang berlaku dan menghindari kegiatan yang menjadi

larangan-larangan masyarakat.

3. Pemberian bantuan stimulans usaha produktif Ialah serangkaian kegiatan

pengadaan bantuan peralatan dan bahan untuk mempersiapkan klien dapat

melaksanakan praktek bermata pencaharian dan bantuan tersebut bersifat

merangsang usaha-usahanya agar dapat lebih berkembang.

4. Bimbingan usaha/kerja Ialah kegiatan tuntutan praktek berusaha/bekerja untuk

dapat menciptakan lapangan kerja yang layak, serta praktek mengelola usaha,

menuju terciptanya kondisi usaha yang efektif dan efisien.60

60

Observasi/temuan lapangan pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.

Page 103: Hamdani Jabir Fdk

103

Resosialisasi adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang bersifat dua arah

yaitu di satu pihak untuk mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi penuh ke

dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat secara normatif, dan di satu pihak

lagi untuk mempersiapkan masyarakat khususnya masyarakat daerah asal atau

lingkungan masyarakat di lokasi penempatan kerja/usaha klien agar mereka dapat

menerima, memperlakukan dan mengajak serta untuk berintegrasi dengan

kegiatan kemasyarakatan.

Kegiatan ini merupakan salah satu komitmen untuk tercapainya tujuan PSBK

secara konsepsual yaitu Terbina dan berkembangnya tata kehidupan dan

penghidupan sosial bagi gelandangan dan pengemis yang meliputi pulihnya

kembali rasa harga diri, kepercayaan diri, tanggung jawab sosial, serta mau dan

mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan

masyarakat.61

Kegiatan ini sangat membantu sekali para WBS memantapkan dirinya untuk

terjun di masyarakat dan membekali diri dalam usaha/kerja. Pada dasarnya

gelandangan dan pengemis juga merupakan warga Negara yang memiliki hak

untuk hidup layak hanya saja banyak kekurang yang dimiliki dan kurangnya

mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.

6. Analisa Penyaluran

Penyaluran adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk

mengembalikan penerima pelayanan kedalam kehidupan dan penghidupan di

masyarakat secara normatif baik dilingkungan keluarga, masyarakat, daerah asal

61

Brosur PSBK. Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi, Dalam Tujuan Panti.

Page 104: Hamdani Jabir Fdk

104

maupun kejalur-jalur lapangan kerja/usaha mandiri (wirausaha) dengan

bertransmigrasi.

Setelah warga binaan sosial (WBS) mengikuti rehabilitasi di PSBK mereka di

salurkan, ada yang di salurkan ke daerahnya masing-masing untuk mereka buka

usaha dan mengembangkan keterampilanya yang di dapat selama rehabilitasi agar

mereka hidup layak di tataran masyarakat, ada juga yang di salurkan ke lembaga-

lembaga dan perusahaan-perusahaan yang di minta untuk kerja disana. Seperti di

katakana oleh Bpk. Pujiyanto (Kasie Rehabilitasi Sosial) hasil wawancara pribadi.

“Penyaluran biasanya WBS itu kita kembalikan kedaerahnya masing-

masing untuk buka usaha, ada juga yang trnsmigrsi bekerja sama

dengan Dinaskertrans, dan juga ada juga lembaga-lembaga atau

perusahaan yang mita untuk bekerja di sana. Jadi kalau

lembaga/perusahan itu butuh pegawai misalnya bengkel atau salon,

kita siapin WBS yang benar-benar kompeten dibidangnya.62

Proses ini bermaksud agar para warga binaan dapat mempunyai penghasilan

dan mencegah kembali menjadi gelandangan dan pengemis. Mampu

mengembangkan keterampilan yang dia dapat selama rehabilitasi di PBSK.

Hal ini juga salah satu bagian dari kebijakan dan strategi penanggulangan

gepeng. Strategi penanggulangan gepeng yang dikembangkan adalah dengan

memanfaatkan peluang yang ada, serta mengembangkan potensi yang dimiliki dan

sedapat mungkin mengurangi kendala-kendala yang ada, yang semuanya

diharapkan menyentuh kebutuhan material maupun spiritual. Peluang

penanggulangan telah tampak secara nyata, baik di daerah asal (pedesaan)

62

Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi

Senin 25 April 2011.

Page 105: Hamdani Jabir Fdk

105

maupun di daerah penerima (perkotaan). Dominasi pendapatan dari perternakan

merupakan peluang nyata di daerah asal gepeng.63

Potensi utama penanggulangan gepeng antara lain dengan adanya sikap

menolak dari masyarakat umumnya didaerah asal gepeng terhadap periku

menggepeng. Serta adanya pola pikir yang rasional masyarakat untuk menghadapi

lingkungan fisik yang sangat kritis, tampaknya masyarakat memiliki etos kerja

yang tinggi sehingga potensi inilah yang perlu dikembangan menjadi kekuatan

nyata.64

7. Analisa Bimbingan Lanjut

Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada klien dan

masyarakat guna lebih memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan

kemandirian klien dalam kehidupan serta penghidupan yang layak.

Bimbingan lanjut dilakukan secara berkala di tunjukan kepada wbs agar tidak

mengulangi kehidupan menggelandang dan mengemisnya, dalam hal ini biasanya

PSBK melakukan Bimbingan yang diantaranya adalah (1) bimbingan peningkatan

kehidupan bermasyarakat dan peran serta dalam pembangunan, ialah kegiatan

bimbingan usaha bimbingan/tuntunan untuk lebih memantapkan kemampuan

penyesuain diri dalam tata hidup bermasyarakat dan keikutsertan mereka dalam

proses pembangunan sesuai dengan kemampuanya, (2) Bantuan pengembangan

usaha/bimbingan peningkatan keterampilan, ialah serangkaian kegiatan yang

diarahkan kepada penerima pelayanan dalam bentuk pemberian bantuan ulang

balik berupa peralatan dan bahan permodalan maupun pemantapan keterampilan,

sehingga jenis usaha/kerjanya lebih berkembang, (3) Bimbingan pemantapan

63

Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-

Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 12. 64

Ibid, h. 12.

Page 106: Hamdani Jabir Fdk

106

kemandirian/peningkatan usaha/kerja, ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang

diarahkan kepada penerima pelayanan guna dapat meningkatkan usaha ekonomis,

produktif, sehingga dapat mengembangkan jenis dan jumlah penghasilannya.

Bimbingan lanjut dilakukan biasanya setelah 3 sampai 4 bulan setelah WBS

keluar dari panti. seperti yang dikatakan Ibu Laila kurniati Akbariah (Koord.

Peksos) hasil wawancara pribadi.

“Bimbingan lanjut biasa di lakukan setelah 3 atau 4 bulan setelah

mereka keluar dari panti, kita adakan bimbingan lanjut tapi tidak

semua WBS yang pernah mengikuti rehabilitasi disini kita binjut.

Disesuaikan dengan dana yang di sediakan terus dipilih kira-kira WBS

yang memang harus kita binjut, terutama WBS yang sering member

kabar dia buka usaha nah kita binjut kita melihat sampai sejauh mana.

Jadi setelah mereka keluar tidak kita lepas begitu saja.”65

Jadi bimbingan lanjut tidak semua warga binaan sosial yang pernah

mengikuti rehabilitasi di PSBK yang bisa di bimbing lanjut. Yang menjadi faktor

penghambat pelaksaan proses ini adalah biasanya alamat WBS yang pertama

diberikan belum tentu dia kembali ke alamat tersebut, karena mereka

menggelandangan dan mengemis tidak menetap di satu tempat jadi kemungkinan

beralih tempat lain, kemudian kalau kembali ke daerah asal dia pulang kampung

dan lokasinya sulit untuk dicari, faktor dana juga berpengaruh karena dana yang di

berikan untuk bimbingan lanjut sedikit. Selanjutnya dari pihak WBS sendiri

mereka menghubungi dan meminta di datangi untuk membuka usaha modal yang

diperlukan.

8. Analisa Evaluasi

Evaluasi dilakukan oleh PSBK selama 6 bulan sekali, yaitu setelah proses

rehabilitasi selesai. Hal ini di laksanakan oleh pihak PSBK untuk memastikan

65

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi

Kamis, 28 April 2011.

Page 107: Hamdani Jabir Fdk

107

apakah proses pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan pengemis

berlangsung sesuai rencana yang telah ditetapkan wajib dilakukan evaluasi

terhadap setiap tahapan proses yang dilalui dan kemudian diambil kesimpulan

apakah secara keseluruhan proses telah berjalan baik dan dapat dilakukan

pengakhiran rehabilitasi.

Evaluasi kegiatan awal kegiatan yang dilakukan oleh pihak PSBK dalam

menilai terhadap kesiapan program/kegiatan rehabilitasi sosial terhadap

gelandangan dan pengemis dilaksanakan pada awal kegiatan.

Dengan mengacu pada pedomana pelayanan dan rehabilitasi yang ber basis

panti evaluasi terdiri dari evaluasi normati dan evaluasi summatif. Evaluasi

Normatif merupakan penilaian terhadap hasil-hasil yang telah dicapai selama

proses kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap gelandangan dan

pengemis pada awal kegiatan dilaksanakan. Waktu pelaksanaan secara rutin

(perbulan, semester dan tahunan) sesuai dengan kebutuhan informasi hasil

penelitian. Evaluasi summatif yaitu penilaian hasil-hasil yang telah dicapai secara

keseluruhan dari awal proses program/kegiatan. Waktu pelaksanaan

kegitan/proses sesuai dengan jangka waktu program dilaksanakan, untuk program

yang berakhir enam bulan, maka evaluasi summatif dilaksanakan menjelang akhir

ke-6. Untuk evaluasi yang menilai dampak program/kegiatan dapat dilaksanakan

setelah program/kegiatan berakhir dan diperhitungkan dampaknya sudah terlihat

nyata atau belum.66

66

Depsos RI, Pedoman Pelayanan dan Rehabilitasi Berbasis Panti, (Jakarta:Depsos RI,

2006).

Page 108: Hamdani Jabir Fdk

108

9. Terminasi (pengakhiran)

Terminasi adalah Pengakhiran/pemutusan rehabilitasi dilaksanakan untuk

memastikan hasil evaluasi umum terhadap klien telah dapat menjalankan fungsi

sosialnya secara wajar dan mampu menjadi warga negara masyarakat yang

bertanggung jawab. Dalam hal ini dipersiapkan klien dalam proses pengakhiran

berjalan secara wajar, dimana pemutusan pelayanan tidak menimbulkan konflik

psikologis yang dapat mengganggu klien. Disamping itu agar administrasi

penanganan kasus berlangsung dengan tertib, dibuatkan surat pemberitahuan

formal bahwa proses pelayanan klien sudah berakhir.

Dalam kegitan ini biasanya di akhiri dengan penutupan yaitu dengan

mengadakan upacara untuk semua warga binaan sosial (WBS) dan ketika upacara

ada penyerahan sertifika yang di berikan oleh PSBK kepada warga binaannya dan

ada juga penilaian WBS yang terbaik selama mengikuti kegiatan di PSBK, Hal ini

untuk memotivasi kepada mereka setelah keluar dari panti sosial bina karya

tersebut.

Page 109: Hamdani Jabir Fdk

109

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, sebagaimana telah di

uraikan dalam pembahasan pada bab sebelumnya, maka peneliti mencoba

menyimpulkan rehabilitasi sosial berbasis panti yang ada di Panti Sosial Bina

Karya “Pangudi Luhur” Bekasi mengenai metode pembinaan mental. Peneliti

mencoba untuk menguraikan kesimpulan metode pembinaan mental di Panti

Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi sebagai berikut:

1. Metode Pembinaan Mental

Di bawah ini adalah metode kegiatan pembinaan mental yang di laksanakan

Panti Sosial Bina Karya, Bekasi:

a. Ceramah keagamaan

Para WBS di kumpulkan di sebuah ruangan serba guna/aula kemudian

penyuluh memberikan materi berupa keagamaan, setelah memberikan cerah

keagamaan ada Tanya jawab dari WBS berkaitan dengan materi yang

disampaikannya. Ceramah keagamaan ini bertujuan untuk pemenuhan spiritual,

merubah sikap normatif/akhlak pada WBS.

b. Pemberian Motivasi

Pemberian motivasi ini biasanya dilakukan pada saat setelah ceramah agama

disampaikan, jadi penyuluh setelah memberikan ceramah keagamaan sebelum

penutup dengan doa ada pemberian motivasi, biasanya dilakukan dengan cara

permainan (games) dan diakhir permainan itu di jelaskan pelajaran apa/manfaat

Page 110: Hamdani Jabir Fdk

110

yang bisa diambil dari permainan tersebut tentang kehidupan sehari-hari. Tetapi

pemberian motivasi ini tidak hanya pada saat dalam ceramah keagamaan saja, bisa

juga pada saat konseling kelompok atau konseling individu. Bisa juga pada saat

case conference (pembahasan masalah) dengan WBS yang bermasalah.

b. Menikahkan dan Mengkhitankan

Salah satu program yang ada PSBK adalah menikahkan dan mengkhitankan

WBS-nya yang belum menikah dan di khitan, dan program ini adalah sepenuhnya

dalam program Bintal (pembinaan mental) yang dilaksakan satu kali dalam 6

(enam) bulan/perangkatan yang bekerja sama dengan kantor urusan agama (KUA)

Bekasi timur.

Dari panti menawarkan kepada WBS yang ingin menikah dan khitan,

kemudian di data dan di beri surat pernyataan. Setelah itu semua diurus ke kantor

urusan agama.

c. Outbond dan Tafakur Alam

Kegiatan outbond dan tafakur alam adalah kegiatan diluar panti yang

dilakukan guna membangun kerjasama antara WBS dan menambah kepercayaan

dan tanggung jawab. Sedangkan tafakur alam bertujuan untuk penyegaran

kembali para WBS setelah melakukan rutinitas rehabilitasi di PSBK.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat

a. Faktor Pendukung

1. Tenaga pengajar yang kopenten di bidangnya, memiliki keahlian dan

ilmu/materi yang dapat di terapkan dalam pelaksanaan pembinaan mental

Page 111: Hamdani Jabir Fdk

111

2. Sarana dan prasarana fasilitas yang ada di PSBK sangat mendukung untuk

berlangsungnya pembinaan mental, seperti gedung aula, sound system, papan

tulis, infokus dan laptop

3. Anggaran dana yang langsung di berikan sepenuhnya dari pemerintah pusat

yaitu Kemensos (kementrian sosial)

4. Dari WBS itu sendiri adanya rasa keinginan yang kuat untuk mau merubah

dirinya dan bertekad ingin lebih baik lagi setelah dari PSBK ini.

5. Kerja sama dengan intasi pemerintah dalam hal ini adalah KUA (Kantor

Urusan Agama) Bekasi Timur.

b. Faktor Penghambat

1. Adanya kejenuhan dan malas-malasan dari WBS dalam mengikuti kegiatan

pembinaan mental.

2. Keterbatasan dana yang di alokasikan untuk proses kegiatan pembinaan

mental masih sangat terbatas

3. Fasilitas yang masih belum begitu lengkap, dan gedung aula yang terkadang

berbenturan pelakasaan pembinaan mental dengan cek kesehatan yang

dilaksanakan di dalam gedung aula

4. WBS yang berbeda pendidikan dan pengalaman, hal ini juga menjadi faktor

penghambat dalam penyampaian materi yang akan di berikan oleh penyuluh

5. Waktu yang sangat terbatas, hanya dalam 6 (enam) bulan saja pembinaan

mental di laksanakan.

2. Saran

Tanpa mengurangi rasa hormat atas kerja keras yang dilakukan pihak panti

dan dengan disertai keterbatasan seoarang peneliti sebagai manusia biasa yang

Page 112: Hamdani Jabir Fdk

112

meliki keterbatasan dan tak luput dari kesalah yang baru belajar tentang

pengetahuan pembinaan mental, di bawah ini akan di catat beberapa rekomendasi

yang barang kali mampu memberikan masukan bagi panti untuk kinerja dan

ektifitas kegiatan pemberdayaan di kemudian hari.

1. Memperbaiki kinerja kerja para pegawai panti dalam segala hal misalnya

kedisiplinan, etos kerja, sikap, tingkah laku, kepribadian dan lain sebagainya.

Serta meningkatkan potensi kopetensi pegawai sesuai bidang yang di

gelutinya.

2. Membangun kembali mitra kerja di beberapa wilayah yang belum tersentuh,

agar jangkauan penelusuran terhadap gepeng semakin luas dalam upaya

menanggulangi masalah kesejahteraan sosial serta menumbuhkembangkan

masyarakat yang berpotensi dan memiliki etos semangat kerja yang tinggi.

3. Menambahkan Sarana dan prasarana lebih lengkap lagi, dan mudah untuk

dipergunakan untuk kepentingan rehabilitasi yang di sediakan di panti.

4. Menciptakan akses dan menambah kerja sama dengan perusahaan-

perusahaan supaya dalam penyaluran wbs jelas dan dapat mudah di pantau

oleh pihak panti.

5. Perlunya kemampuan berkomunikasi dari pegawai dan pekerja sosial

terhadap wbs supaya ada kedekatan sehingga mudah mengetahui masalah-

masalah yang paling intim yang dihadapi wbsnya.

6. Lebih memperhatikan wbs yang berkopeten di bidangnya dan memberikan

bantuan agar bisa mengembakan kemampuan dan kemandiriannya, sehingga

mereka tidak kembali lagi menjadi gelandangan dan pengemis.

Page 113: Hamdani Jabir Fdk

113

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Sosial R.I, Standard Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

Gelandangan dan Pengemis. (2007).

Departemen Sosial RI. Masalah Sosial Di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan

Sosial Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan Sosial. Jakarta 2005.

Kementrian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Penanggulangan Kemiskinan dan

Pengurangan Pengangguran. Diambil pada tanggal 21 Oktober 2009 dari

http:/www.indonesiaontime.com.

Saptono Iqbali, dalam Studi Kasus Gelandangan-Pengemis di Kecamatan Kubu Kabupaten

Karang Asem, Depertemen Sosial R.I (1992).

Isbandi Rukminto Adi Ilmu Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial (FISIP UI, 2003).

Kartini Kartono, Patologi Sosial ( Cet. VI; Jakarta: CV. Rajawali, 1999).

DR. bustanuddin Agus. Pengembangan ilmu-ilmu social. Gema Insani Press. Jakarta 1999.

Abdul Wahid Chairul, Pengertian Model dan Jenis-jenisnya, di akses dari

http://www.damandiri.or.id/file/abdwahidchairulahunairbab2.pdf, pada tanggal 3 mei

2011.

Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1994).

Proyek Penerangan Bimbingan Khutbah Agama, Pembinaan Rohani Pada Dharma Wanita,

Penerbit DEPAG, 1984.

Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan, dan Perceraian BP-4, Membina Keluarga

Bahagia dan Sejahtera, (Jakarta: BP-4, 1994)

HM. Arifin, pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta:

Bulan Bintang, 1985), Cet. Ke-4.

Ahmad, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Semarang: Toha Putra, 1997).

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembang Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. Ke-1, Edisi Tiga.

Page 114: Hamdani Jabir Fdk

114

JP. Chapin, (penerjemah: Kartini Kartono), Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT. Raja

Grafino, 2004), Cet. Ke-9.

Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang,

1990), Cet. Ke-4.

Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan dan

Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal

Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis.

Keputusan Mentri sosial Republik Indonesia, tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial

di Lingkungan Departemen Sosial. Jakrta 2003.

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 1998).

H. M. Djunady Ghony, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: prosedur, Teknik dan teori

Grounded (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997) cet ke 1.

Poerwandari, E. Kristi, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, Edisi

ketiga (Jakarta, LPSP 3 UI, 2005).

Prof. Dr. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : ALFABETA, 2005.

Brosur PSBK. Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi.

“Pedoman Penulisan Skripsi” (Hamid Nasuhi, Ismatu Ropi, Oman Fathurahman, M.

Syairozi Dimyati, Netty Hartati, Syopiansyah Jaya Putra, CeQDA UIN Jakarta, 2006).

Page 115: Hamdani Jabir Fdk

Pedoman Wawancara

Warga Binaan Sosial PSBK

Nama : Agung Krisyanto

Umur : 50 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Status : duda

Pendidikan Terakhir : Sekolah Dasar (SD)

Keahlian yang dimiki : Supir

Keterampilan yang di inginkan : Tukang Kayu

1. Kenapa Anda bisa masuk di Panti Sosial Bina Karya ini?

Ya, daripada hidup di jalan, arah tidak tentu, kita mencari pekerjaan susah,

lebih baik hidup dipanti ini kan ada yang mengatur, ada yang didik, trus

disamping itu kita diberikan keterampilan, pulang dari sini kita punya

keahlian, siapa tahu setelah keluar dari sini kita bisa mandiri.

2. Dari mana mengetahui Panti Sosial Bina Karya ini?

Sebenarnya saya tidak tahu, ada teman saya yang namanya Sutrisna

memberitahu, kebetulan ketemu di semarang, saya di ajak dari semarang ke

sini.

3. Gambaran seperti apa yang anda ketahui tentang Panti Sosial Bina Karya ini?

Wah, orang tua aja belum tentu seperti ini, disini sudah enak, makan dikasih,

tempat tinggal walaupun sementara dikasih, segala macam dikasih, mulai

dari sendok, piring, alat-alat dapur, dan tempat tidur pun dikasih. Yah,

pokoknya enaklah.

4. Pelayanan/keterampilan apa saja yang anda ketahui di Panti Sosial Bina Karya

ini?

Banyak disini sebenarnya keterampilan, seperti elektro, sablo, tat arias,

tukang kayu, bengkel motor, bengkel mobil, pertanian, yah banyak mas disini

mah.

5. Jenis pelayana/keterampilan apa saja yang anda dapatkan?

Tukang kayu itulah, emang dari dulu kita pegangannya seprti itu. Jadi udah

biasa gitu.

Page 116: Hamdani Jabir Fdk

6. Apa yang anda rasakan selama di Panti Sosial Bina Karya ini?

Senanglah, kita istilahnya hidup dijalan begitu, kita disini dikasih

keterampilan, sudah ada yang ngatur lagi, sudah ada pembinanya lagi.ya,

kita mengikuti aturan disini lah.

7. Apakah anda mengetahui tentang pembinaan mental/spiritual?

Ada, kalo mental spiritual itu yang mengajarnya pak Endin,

8. Materi apa yang anda dapatkan dari pembinaan mental/spiritual?

Ya, masalah keagamaan, sebentar lagi disini ada pernikahan masal.

9. Adakah perbedaan yang anda rasakan pelayanan pembinaan mental dengan

bimbingan yang lainya?

Perbedaannya ya ada mas,

10. Apakah anda mengetahi bagaimana proses dalam penyelanggaraan pembinaan

mental?

Ya, kita hidup dijalanan begitu, ya ibarat motor yang sudah berantakan,

kemudian dimasukan ke bengkel, diperbaiki kembali, bisa jadi bagus lagi,

11. Apa yang menjadi motivasi anda untuk ikut pembinaan mental tersebut?

Motivasi saya supaya lebih baik lagi ke depan.

12. Bagaimana sikap keluarga Anda ketika mengetahui bahwa Anda ada di dalam

panti?

Belum, jadi Keluarga saya belum tahu kalo saya berada di panti.

13. Bagaimana sosialisasi Anda dengan teman-teman di panti?

Ya kebetulan kan saya ketua RT disini, ya kita itu bermacam-macam variasi,

saya tidak membeda-bedakan dengan teman-teman lainnya. Saya itu disini

sama, kita kan disini tidak dibayar, tapi kita disini untuk belajar, belajar dan

belajar. Bagaimana ketika di kampung, kalo dikampung kita tidak mengerti,

sedangkan disini kita selalu diberikan kesempatan untuk terus belajar.

14. Pengalaman apakah yang Anda dapatkan selama tinggal di Panti?

Pengalaman yang ada di panti, contoh, bapak ini awalanya saya tidak kenal

bapak ini, sekarang saya jadi kenal, bahkan mungkin bisa lebih akrab lagi

dari saudara kita, ada yang dari padang, medan, Sulawesi dll. Kita

berkumpul disini menjadi satu. Ternyata dulunya disini tidak kenal, dan

sekarang menjadi kenal.

15. Apakah rencana Anda setelah keluar dari Panti ini?

Yaitu, saya mengambil petukangan, jadi ya mudah-mudahan setelah saya

keluar dari panti ini menjadi tukang kayu. Menjadi lebih baik lagi.

Page 117: Hamdani Jabir Fdk

Pedoman Wawancara

Warga Binaan Sosial PSBK

Nama : Yadi

Umur : 44 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Duda

Pendidikan Terakhir : Sekolah Dasar (SD)

Keahlian yang dimiki : Bangunan

Keterampilan yang di inginkan : Montir Motor

1. Kenapa Anda bisa masuk di Panti Sosial Bina Karya ini?

Ya, terutama karena kehidupan diluar saya merasa banyak kurang, seperti

factor ekonomi, dan juga disini juga banyak menambah ilmu pengetahuan.

2. Dari mana mengetahui Panti Sosial Bina Karya ini?

Ya sebenarnya dari dulu saya sudah mengetahui panti sosial dimanapun,

setahu saya adalah tempat menampung anak-anak jalanan, walaupun baru

kali ini saya merasakan, secara wawasan saya sudah membaca dan

menyaksikan di TV.

3. Gambaran seperti apa yang anda ketahui tentang Panti Sosial Bina Karya ini?

Ya kalau menurut saya sih, pada dasarnya untuk mensejahterakan orang-

orang yang tidak mampu, memberikan bimbingan bagi orang yang tidak

memiliki keahlian, dan saya juga tahu ini adalah salah satu program

pemerintah untuk mengurangi kemiskinan.

4. Pelayanan/keterampilan apa saja yang anda ketahui di Panti Sosial Bina Karya

ini?

Ya, kalau saya kan baru pertama masuk, ya mungkin saya baru mengambil

montir motor.

5. Jenis pelayana/keterampilan apa saja yang anda dapatkan?

Montir motor.

6. Apa yang anda rasakan selama di Panti Sosial Bina Karya ini?

Kalau dari segi pelayanan, baguslah, tinggal bagaimana kita mengikuti

aturan saja, kalau menurut saya sudah sesuai, dan kalau untuk lainnya saya

tidak tahu.

Page 118: Hamdani Jabir Fdk

7. Apakah anda mengetahui tentang pembinaan mental/spiritual?

Yah, itupun disini ada aja. Yaitu untuk mendidik jiwa kita, yang awalnya kita

tidak mengetahui apapun, setelah kita disini saya bisa merasakan sendiri lah.

8. Materi apa yang anda dapatkan dari pembinaan mental/spiritual?

Yah, termasuk itu tadi, bimbingan masalah kedisiplinan, agama dan

bagaimana kita bisa menjalani hidup ini secara normal yah, seperti yang lain

orang bisa kenapa kita masa tidak bisa.

9. Adakah perbedaan yang anda rasakan pelayanan pembinaan mental dengan

bimbingan yang lainya?

Ya masalah perbedaan itu, menurut saya sih seandainya kita ketika mengikuti

bimbingan agama, ya harus kita ikuti, dan setelah itu kita jalani.

10. Apakah anda mengetahi bagaimana proses dalam penyelanggaraan pembinaan

mental?

Proses bimbingan mental disini saya mengetahui dan saya rasakan betul,

sebelum kita mendapatkan bimbingan disini kita merasa takut, bimbang,

namun setelah kita disini perlahan lahan kita bisa.

11. Apa yang menjadi motivasi anda untuk ikut pembinaan mental tersebut?

Yah kalau motivasi saya, untuk mendidik diri saya supaya lebih baik dari

yang dulu-dulu. Dulu saya tidak mengenal agama, kedisiplinan, yah dari sini

kita ingin mendapatkan perubahan diri dan sekarang menjadi mengenal

semuanya.

12. Bagaimana sikap keluarga Anda ketika mengetahui bahwa Anda ada di dalam

panti?

Yah kalau dengan anak-anak biasa saja, sedangkan dengan mantan istri

selama ini belum tahu.

13. Bagaimana sosialisasi Anda dengan teman-teman di panti?

Alhamdulillah bisa menyesuaikan diri.

14. Pengalaman apakah yang Anda dapatkan selama tinggal di Panti?

Pengalaman suka duka yah sebetulnya standar ajalah yah namanya kita

hidup. Bagaimana kita mengenal betul hidup dengan masyarat, dan kita juga

harus bisa menyesuaikan diri.

15. Apakah rencana Anda setelah keluar dari Panti ini?

Yah mengembangkan apa yang kita dapat dari sini. Ya tujuannya kan setelah

kita mendapatkan disini, kita bisa mengembangkan pribadi untuk kepentingan

pribadi, masyarakat dan umumnya untuk bangsa.

Page 119: Hamdani Jabir Fdk

Pedoman Wawancara

Warga Binaan Sosial PSBK

Nama : Ganedi

Umur : 40 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Duda

Pendidikan Terakhir : SMP

Keahlian yang dimiki : Supir

Keterampilan yang di inginkan : Montir Motor

1. Kenapa Anda bisa masuk di Panti Sosial Bina Karya ini?

Ya pengen coba-coba aja. Kan disini ada keterampilannya.

2. Dari mana mengetahui Panti Sosial Bina Karya ini?

Dari temen-temen aja.

3. Gambaran seperti apa yang anda ketahui tentang Panti Sosial Bina Karya ini?

Ya baguslah, kita dapet pendidikan, pengalaman.

4. Pelayanan/keterampilan apa saja yang anda ketahui di Panti Sosial Bina Karya

ini?

Montir, olah pangan, tata rias, mengolah tahu tempe, perkayuan.

5. Jenis pelayanan/keterampilan apa saja yang anda dapatkan?

Montir motor.

6. Apa yang anda rasakan selama di Panti Sosial Bina Karya ini?

Senang, bisa dapat pengalaman, pendidikan, keterampilan, ya namanya juga

kita disini banyak temen, jadi bisa bertukar pengalaman.

7. Apakah anda mengetahui tentang pembinaan mental/spiritual?

Tau, Itu untuk memperbaiki mental kita,supaya nanti kita bisa lebih sabar,

bisa mandiri dan ga gampang terkecohlah.

8. Materi apa yang anda dapatkan dari pembinaan mental/spiritual?

Banyak ya, agama, kedisiplinan, permainan gitu.

9. Adakah perbedaan yang anda rasakan pelayanan pembinaan mental dengan

bimbingan yang lainya?

Page 120: Hamdani Jabir Fdk

Ada, itu masing pembimbing mas, kalo pembimbingnya memberikan materi ya

jelas berbeda, kalo pembinaan mental itu kan biasanya keagamaan.

10. Apakah anda mengetahi bagaimana proses dalam penyelanggaraan pembinaan

mental?

Ya kit amah ikut aja, kalo prose situ kan udah dari sananya. Jadi kita ikut aja,

yang penting kita turut sama peraturannya.

11. Apa yang menjadi motivasi anda untuk ikut pembinaan mental tersebut?

Merubah diri supaya lebih baik lagi mas,saya kan hidup ga mau begini-begini

aja, ya mung kalo ikut disini bisa lebih baik lagi gitu mas.

12. Bagaimana sikap keluarga Anda ketika mengetahui bahwa Anda ada di dalam

panti?

Ga tau mas, keluarga saya ga tau saya ada disini. Mereka taunya saya kerja

aja.

13. Bagaimana sosialisasi Anda dengan teman-teman di panti?

Kalo sama teman-teman disini kita mudah, cepet akrab gitu, jadi ga ada yan

beda-bedain.

14. Pengalaman apakah yang Anda dapatkan selama tinggal di Panti?

Banyak mas,dapat keterampilan, dapat pengalaman yang kita di luar sana ga

bisa dapetin. Jadi banyak pengalaman yang di dapat disini.

15. Apakah rencana Anda setelah keluar dari Panti ini?

Maunya sih usaha, kalo bisa cari-cari kerja, kan disini kita udah di ajari

banyak hal, jadi nanti pas udah kluar kita pengennya bisa hidup normal kaya

kenbanyakan orang.