ppt gerd
DESCRIPTION
fTRANSCRIPT
Gastroesophageal Reflux Disease
Alifah Diendhia
Pembimbing :
Dr. Didiet Pragtinyo, Sp.PD-FINASIM
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem Digestivus merupakan sistem pencernaan yang banyak melibatkan organ-organ dalam tubuh.
Gangguan pencernaan adalah gangguan yang berhubungan dengan organ lambung atau perut
Keluhan pada gastrointestinal (GI) dapat berkaitan dengan gangguan local/ intra lumen saluran cerna (misalnya adaya ulkus duodeni, gastritis, dan sebagainya)
Penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) didefinisikan sebagai gejala dan atau kerusakan mukosa esofagus (esofagitis) akibat refluks abnormal isi lambung ke dalam esophagus
Manifestasi klinis penyakit refluks gastroesofagus sangat bervariasi dan gejala yang timbul kadang-kadang sukar dibedakan dengan kelainan fungsional lain dari traktus gastrointestinal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi
Faring
Fungsi faring : untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara dan artikulasi
Fungsi menelan :
1. Fase oral
2. Fase faringeal
3. Fase esofageal
Esofagus
Definisi
suatu keadaan patologis sebagai akibat dari refluks kandungan lambung ke dalam esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas.
Epidemiologi
Penyakit ini umumnya ditemukan pada populasi negara –negara barat, namun dilaporkan relatif rendah insidennya di negara Asia- Afrika
GERD pada negara berkembang sangat dipengaruhi oleh usia, usia dewasa antara 60-70 tahun merupakan usia yang seringkali mengalami GERD
Etiologi
bersifat multifaktorial
perubahan yang sifatnya sementara ataupun permanen pada barrier diantara esophagus dan lambung
sfingter esophagus bagian bawah yang inkompeten, relaksasi dari sfingter esophagus bagian bawah yang bersifat sementara, terrganggunya ekspulsi dari refluks lambung dari esophagus, ataupun hernia hiatus
Patofisiologi
1. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
2. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
3. Ketahanan epitel esofagus menurun
4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam empedu, HCL.
5. Kelainan pada lambung
6. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
Refluks gastroesofageal terjadi melalui 3 mekanisme :
1. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat
2. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan
3. Meningkatnya tekanan intraabdomen
Manifestasi klinis
Gejala yang khas
Heart burn
Regurgitasi
Nyeri ulu hati
Nyeri dada
Gejala EksraesofagealBatuk Kronis,Suara
Serak dll
Disfagia
Diagnosis
Endoskopi : GOLD STANDARD
- Menilai perubahan makroskopik dari mukosa esofagus
- Kelainan esofagitis
- Memastikan adanya Barret’s esophagus, displasia atau keganasan
Klasifikasi Los Angeles
Derajat
kerusakan
Endoskopi
A Erosi kecil pada mukosa esofagus dengan diameter
<5 mm
B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter
>5mm tanpa saling berhubungan
C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai atau
mengelilingi seuruh lumen
D Lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial/
mengelilingi seluruh lumen esofagus.
Klasifikasi Savary-Miller
GRADE Deskripsi endoskopi
I Erosi sebagian dari satu lipatan mukosa
esofagus
II Erosi sebagian dari beberapa lipatan
mukosa esofagus. Erosi dapat
bergabung
III Erosi meluas pada sirkumferesnsia
esofageal
IV Ulkus, striktura dan pemendekan
esofagus
V Barrett’s ephitelium
Esofagografi dengan bariumPemantauan pH 24 jamTest Bernstein : mengukur
sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dengan HCl 0,1
Pemeriksaan manometriScintigrafi GastroesofagealTes supresi asam
Diagnosis banding
Achalsia (kardiospasme, Esophageal aperistaltis, Megaesofagus)
GastritisCa esophagusUlkus peptikumEsophagitis
Alarm sign of GERD
Tatalaksana
Target tatalaksana GERD :
menyembuhkan lesi esophagus
menghilangkan gejala/keluhan
mencegah kekambuhan
memperbaiki kualitas hidup
mencegah timbulnya komplikasi
Modifikasi gaya hidup :
Meninggikan posisi kepala saat tidur dan menghindari makan sebelum tidur
Berhenti merokok dan konsumsi alkohol
Mengurangi konsumsi lemak
Menurunkan BB dan menghindari memakai pakaian ketat
Menghindari coklat, teh, kopi dan soda
Hindari pemakaian obat (antikolinergik, tefilin, diazepam)
Terapi medikamentosa Step Up
Pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat pompa proton/PPI).
Step Down
Pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antacid.
Antasid
Digunakan untuk gejala ringan GERD
Efektif dan tidak menimbulkan esofagitis
Memperkuat tekanan SEB
Kelemahannya :
⁻ Rasa kurang menyenangkan
⁻ Dapat menimbulkan diare pada anatsida mengandung magnesium serta konstipasi karena mengandung aluminium,
⁻ penggunaannya sangat terbatas pada pasien gangguan fungsi ginjal
Antagonis reseptor H₂Berhasil pada 50% kasus GERDRanitidin, simetidin, famotidin dan
nizatidinSebagai penekan sekresi asamEfektif bagi keadaan yang berat
(Barret’s esophagus)
Obat prokinetik
1. Metoklopramid Efektivitas rendah dalam mengurangi
gejala, tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali kombinasi dengan H2RA atau PPI
melalui sawar darah otak, shg menimbulkan efek thdp susunan saraf pusat mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia
2. Domperidon
- metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak.
- dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung
3. Cisapride
Obat ini merupakan suatu antagonis reseptor 5HT4, obat ini dapat memperkuat tonus SEB dan mempercepat pengosongan lambung.
Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi lebih bagus dari domperidon
Sucralfat (alumunium hidroksida + sukrosa oktasulfat)Tidak memiliki efek langsung
terhadap asam lambungBerefek pada meningkatnya
pertahanan mukosa esofagus sebagai buffer terhadap HCl serta mengikat pepsin dan garam empedu
Proton pump inhibitor (PPI)Drug of choiceMempengaruhi enzim H, K ATP –ase
yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung
Sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi esofagus
Alogaritma tatalaksana GERD lini pertama
Terapi bedah Fundoplikasi Nissen - Dilakukan dengan laparoskopi- Memperkuat esofagus bagian
bawah untuk mencegah terjadinya refluks dengan cara membungkus bagian bawah esofagus
Indikasi fundoplikasi:
1. Kasus resisten dan kasus reflukas esofagitis
2. Pasien dengan gejala yang tidak sepenuhnya terkontol oleh PPI
3. Terjadinya Barret’s esofagus
Komplikasi
Esofagitis
Striktura esofagus
Barret’s esophagus
Prognosis
Angka keberhasilan terapi cukup tinggi sampai 90% tetapi harus diikuti dengan modifikasi diet dan gaya hidup
Menggunakan lansoprazole 30 mg memberikan angka keberhasilan 86%
BAB III
KESIMPULAN
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) merupakan suatu keadaan dimana terjadi gerakan retrogard atau naiknya isi lambung sampai pada esofagus secara patologis
Keadaan berakibat kandungan lambung yang asam dapat mengiritasi mukosa esofagus.
Manifestasi klinis dari PRGE adalah rasa nyeri dada retrosternal atau rasa panas (heartburn) di dada, regurgutasi, disfagia, mual bahkan sampai suara serak karena mengiritasi laring, menyebabkan laringitis.
Penatalaksanaan pada kasus PRGE ini terdapat beberapa jenis yang dilakukan bertahap yaitu modifikasi gaya hidup, medikamentosa dan terapi bedah.
Pada sebagian besar kasus PRGE pasien sembuh dengan terapi medikamentosa
Daftar pustaka
1. Susanto A, Sawitri N, Wiyono W, Yunus F, Prasetyo S. Gambaran klinis dan endoskopi penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) pada pasien asma persisten sedang di RS Persahabatan, Jakarta. Jurnal Respirologi. 2005
2. Asroel H. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Cited June 29 2015. Available : http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-hary.pdf
3. Makmun D. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Dalam : Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, Edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.
4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. 3rd ed. Jakarta: FKUI; 2009
5. Iskandar N, Soepadrdi E, Bashiruddin J, Restuti R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2007.
6. Patti M, Kantz J,editor. Gastroesophageal Reflux Disease Treatment & Management. [cited June 30 2015]. Available: http://emedicine.medscape.com/article/176595-treatment#aw2aab6b6b4aa
7. Guyton, A.C & Hall, J.E. Propulsi dan Pencampuran Makanan dalam Saluran Pencernaan. Dalam : Guyton & Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. EGC. Jakarta. 2007. Hal. 821-831
8. Yunizaf, M.H & Iskandar, N. Penyakit Refluks Gastroesofagus dengan Manifestasi Otolaringologi. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher edisi keenam. FKUI. Jakarta.2007. Hal. 303-310.
9. Novialdy & Irfady,D. Laryngopharyngeal Refluks. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala-Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Padang. 2005. Available from : http://repository.unand.ac.id/17700/1/Laryngopharingeal_reflux.pdf (Accesed : 2015, June 30th )
10. Faezi, M.F, et al. Reviews : Laryngeal Signs and Symptoms and Gastroesophageal Reflux Disease (GERD): A Critical Assessment of Cause and Effect Association. Clinical Gastroenterology and Hepatology. Cleveland. 2003;1:333–344 . Available from : http://www.usagiedu.com/articles/entger/entger.pdf ( Accesed : 2015, June 30th )
11. Gastroesophageal reflux disease : Savary – Miller classification. Cited June 29 2015. Available : http://www.gastrolab.net/pa-113.htm
TERIMA KASIH