faringitis gerd

24
Laporan Kasus FARINGITIS KRONIS EKSASERBASI AKUT e.c suspek GERD Oleh Dwi Putri Saraswati H1A 006010 DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 2011

Upload: dwie-saraswati

Post on 29-Jun-2015

1.537 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: faringitis gerd

Laporan Kasus

FARINGITIS KRONIS EKSASERBASI AKUT e.c suspek GERD

Oleh

Dwi Putri Saraswati

H1A 006010

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

2011

Page 2: faringitis gerd

LAPORAN KASUS

Identitas pasien

Nama : Tn. B

Umur : 25 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Pagesangan

Pekerjaan : swasta

Anamnesa

Keluhan utama :

Nyeri pada tenggorok

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tenggorokan sejak 2 hari yang lalu. Pasien tidak

mengeluhkan nyeri menelan, batuk (-), pilek (-). Pasien merasakan demam yang tidak terlalu

tinggi sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengeluhkan tenggorokannya terasa kering dan panas.

Pasien juga merasakan ditenggorakannya terasa seperti menganjal. Pasien mengatakan

keluhan ini sudah sering dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, nyeri tenggorokan yang dirasakan

kambuh – kambuhan terutama setelah pasien mengeluhkan maagnya kambuh. Pasein

memilik riwayat menderita penyakit maag, sering mengeluhkan mual dan terasa panas serta

terbakar pada dada yang terutama dikeluhkan saat pasien telat makan dan minum kopi atau

teh.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sering mengalami keluhan serupa.

Riwayat maag ( + ), tekanan darah tinggi ( - ), DM ( - ), Asma ( - )

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa.

Riwayat alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan ataupun obat.

Page 3: faringitis gerd

Riwayat pengobatan

Pasien pernah berobat dengan keluhan serupa, kemudian diberikan antibiotik (amoxicillin)

dan as.mefenamat akan tetapi keluhan pasien tidak berkurang. Pasien juga mengaku

mengkonsumsi obat maag (milanta) yang diminum saat pasien merasakan gejala nyeri uluhati

dan mual yang berat.

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tensi : 120/70 mmHg, nadi 96x/mnt, respirasi 20x/mnt, suhu palpasi normal.

Status lokalis

Telinga

Kanan Kiri

Telinga Kanan Telinga Kiri

Inspeksi :

Aurikula

Preaurikula

Retroaurikula

Palpasi

Edema (-), hiperemi (-),

massa (-)

Edema (-), hiperemi (-),

massa (-), fistula (-), abses (-)

Edema (-), hiperemi (-),

massa (-), fistula (-), abses (-)

Nyeri pergerakan aurikula (-),

nyeri tekan tragus (-), nyeri

tekan retroaurikula (-)

Edema (-), hiperemi (-),

massa (-)

Edema (-), hiperemi (-),

massa (-), fistula (-), abses (-)

Edema (-), hiperemi (-),

massa (-), fistula (-), abses (-)

Nyeri pergerakan aurikula (-),

nyeri tekan tragus (-), nyeri

tekan retroaurikula (-)

Page 4: faringitis gerd

MAE

Membran timpani

Edema (-), hiperemi (-),

secret (-), furunkel (-),

serumen (+)

Intak, berwarna putih,

Cone of light (+)

Edema (-), hiperemi (-),

secret (-), furunkel (-), serumen

(+)

Intak, berwarna putih,

Cone of light (+)

Hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri

Hidung luar Bentuk (N), inflamasi (-),

nyeri tekan (-), deformitas (-)

Bentuk (N), inflamasi (-),

nyeri tekan (-), deformitas (-)

Rhinoskopi anterior

Vestibulum nasi N N

Dasar cavum nasi Bentuk (N), mukosa

hiperemi (-)

Bentuk (N), mukosa

hiperemi (-)

Meatus media Mukosa hiperemi (-), secret (-),

massa (-)

Mukosa hiperemi (-), secret

(-), massa (-)

Meatus inferior Mukosa hiperemi (-),

odema (-)

Mukosa hiperemi (-),

odema (-)

Konka nasi inferior Mukosa hiperemi (-),

odema (-)

Mukosa hiperemi (-),

odema (-)

Septum nasi Deviasi (-), benda asing (-),

perdarahan (-)

Deviasi (-), benda asing (-),

perdarahan (-)

Tenggorokan

Page 5: faringitis gerd

Keterangan

Mukosa bukal

Mukosa gigi

Mukosa faring

Tonsil kanan kiri

Warna merah muda, hiperemi (-)

Warna merah muda, hiperemi (-)

Hiperemi (+), edema (-), ulkus (-), granul (+), lateral band (-),

neovaskularisasi (+)

Hiperemi (-), ukuran T1-T1, kripte melebar (-), detritus (-)

Diagnosis : Faringitis kronis eksaserbasi akut e.c susp GERD

Usulan pemeriksaan :

Swab tenggorokan

Endoskopi

Pengukuran PH esofagus

Konsul dengan penyakit dalam untuk mengetahui penyebab dari dispepsia yang

dikeluhkan pasien.

Terapi :

Medikamentosa :

Antibiotik : Cefadroxil tablet 500 mg 2x1,

Anti sekretori (PPI) : lanzoperazol

Obat kumur

KIE : mengurangi makanan atau minuman yang berminyak, pedas, dingin, dan panas. Bila

pasien merasakan demam yang tidak terlalu tinggi, dapat di kompres dengan air hangat

dan meningkatkan intake cairan.

Prognosis : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

Page 6: faringitis gerd

I. Faringitis Kronis

Definisi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus

(40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma dan toksin. Virus dan bakteri melakukan invasi ke

faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Infeksi bakteri grup A Streptococcus

hemolitikus banyak menyerang anak usia sekolah dan orang dewasa. Penularan infeksi

melalui sekret hidung dan ludah.

Faringitis kronis adalah kondisi inflamasi dalam waktu yang lama pada mukosa faring

dan jaringan sekitarnya. Faringitis kronis terbagi menjadi faringitis kronis hiperplastik

(granular) dan faringitis kronis atropi atau kataralis.

Etiologi

Faringitis kronis bisa disebabkan karena induksi yang berulang-ulang faringitis akut

atau karena iritasi faring akibat merokok berlebihan dan penyalahgunaan alcohol, sering

konsumsi minuman ataupun makanan yang panas, dan batuk kronis karena alergi. Faringitis

kronis akibat gangguan pencernaan pada lambung juga mungkin terjadi namun merupakan

penyebab yang jarang ditemukan. Penyebab lain yang tidak termasuk iritan adalah pemakaian

suara berlebihan misalnya pada orator, sinusitis, rhinitis, inhalasi akibat uap yang merangsang

mukosa faring, debu, serta kebiasaan bernafas melalui mulut karena hidung tersumbat.

Gejala

Gejala subjektif yang dirasakan dapat berupa rasa gatal di tenggorokan, rasa ada yang

mengganjal di tenggorokan, batuk iritatif dan batuk yang berdahak. Penderita faringitis kronis

juga dapat menderita gangguan pada laring yaitu suara serak.

Pada stadium dini, membran mukosa akan tampak merah karena pembuluh darah yang

mengalami kongesti, bengkak dan dilapisi mucus. Pada tahap selanjutnya warna membrane

mukosa faring akan lebih gelap dan seperti ditutupi oleh folikel-folikel yang membesar,

terjadi penebalan mukosa, serta secret berkurang dan kental.

Diagnosis faringitis kronis ditegakkan dengan anamnesis dan inspeksi mukosa faring.

Pasien faringitis harus menghindari sumber-sumber iritan. Kebiasaan merokok,

mengkonsumsi alcohol, makanan panas, dan kontak langsung dengan udara terbuka harus

dibatasi untuk mengurangi gejala faringitis.

Terdapat dua bentuk faringitis kronis yaitu :

Faringitis kronis hiperplastik

Page 7: faringitis gerd

Faringitis kronis atrofi

a. Faringitis kronis hiperplastik

Faktor predisposisi :

- Rinitis kronis dan sinusitis

- Inflasi kronik yang dialami perokok dan peminum alcohol

- Inhalasi uap yang merangsang

- Infeksi

- Daerah berdebu

- Kebiasaan bernafas melalui mulut

Manifestasi klinis :

- Rasa gatal, kering dan berlendir yang sukar dikeluarkan dari tenggorokan

- Batuk serta perasaan mengganjal di tenggorokan

Pemeriksaan fisik :

- Penebalan mukosa di dinding posterior faring

- Hipertrofi kelenjar limfe di bawah mukosa

- Mukosa dinding faring posterior tidak rata (granuler)

- Lateral band menebal

Penatalaksanaan :

- Dicari dan diobati penyakit kronis di hidung dan sinus paranasal

- Local dapat dilakukan kaustik dengan zat kimia  (nitras argenti, albothyl) atau dengan

listrik (elektrokauter)

- Sebagai simptomatik diberikan obat kumur atau isap, obat batuk (antitusif atau

ekspektoran)

b. Faringitis kronis atrofi

Adalah faringitis yang timbul akibat rangsangan dan infeksi pada laring karena terjadi

rhinitis atrofi, sehingga udara pernafasan tidak diatur suhu dan kelembabannya sehingga

menimbulkan rangsangan infeksi pada faring.

Manifestasi klinis :

- Tenggorokan terasa kering dan tebal

- Mulut berbau

Pemeriksaan fisik :

Page 8: faringitis gerd

Pada mukosa faring terdapat lendir yang melekat, dan bila lendir itu diangkat akan

tampak mukosa dibawahnya kering.

Penatalaksanaan :

Terapi sama dengan rhinitis atrofi, ditambah obat kumur, obat simtomatik dan

menjaga hygiene mulut.

II. Penyakit Refluks Gastro Esofageal

Definisi

Gastroesophageal Reflux Disease adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat

refluks kandungan lambung ke dalam esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat

dari keterlibatan esophagus, faring, laring, dan saluran nafas.

Etiologi

Penyakit gastroesofageal refluks bersifat multifaktorial. Hal ini dapat terjadi oleh

karena perubahan yang sifatnya sementara ataupun permanen pada barrier diantara esophagus

dan lambung. Selain itu juga, dapat disebabkan oleh karena sfingter esophagus bagian bawah

yang inkompeten, relaksasi dari sfingter esophagus bagian bawah yang bersifat sementara,

terrganggunya ekspulsi dari refluks lambung dari esophagus, ataupun hernia hiatus.

Patogenesis

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang

dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah

ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat

menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari

gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat

rendah (< 3 mmHg). Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3

mekanisme:

Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat

Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan

Meningkatnya tekanan intraabdominal

Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya GERD menyangkut

keseimbangan antara faktor defensif dari esophagus dan faktor ofensif dari bahan refluksat.

Yang termasuk faktor defensif esophagus, adalah pemisah antirefluks (lini pertama), bersihan

Page 9: faringitis gerd

asam dari lumen esophagus (lini kedua), dan ketahanan epithelial esophagus (lini ketiga).

Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik.

Manifestasi Klinik

Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau

retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar

(heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan),

mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau demikian, derajat berat ringannya

keluhan heartburn ternyata tidak berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang

timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip dengan keluhan pada serangan angina pectoris.

Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur atau

keganasan yang berkembang dari Barrett’s esophagus. Odinofagia (rasa sakit saat menelan

makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esophagus yang berat.

GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esophageal yang atipik dan sangat

bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak (non-cardiac chest pain/NCCP), suara serak,

laryngitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau asma.

Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor predisposisi untuk timbulnya

GERD karena timbulnya perubahan anatomis di daerah gastroesophageal high pressure zone

akibat penggunaan obat-obatan yang menurunkan tonus LES (misalnya teofilin).

Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut atau

keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh sebab itu, umumnya pasien dengan GERD

memerlukan penatalaksanaan secara medik.

Diagnosis

Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama, beberapa pemeriksaan penunjang

dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu :

Endoskopi saluran cerna bagian atas

Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk

diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus (esofagitis refluks).

Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai perubahan makroskopik dari

mukosa esophagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat

menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan

endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini

disebut non-erosive reflux disease (NERD).

Page 10: faringitis gerd

Ditemukannya kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi yang dipastikan dengan

pemeriksaan histopatologi (biopsi), dapat mengkonfirmasikan bahwa gejala heartburn

atau regurgitasi tersebut disebabkan oleh GERD.

Esofagografi dengan barium

Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak

menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih

berat, gambar radiology dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau

penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitive untuk diagnosis

GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari

endoskopi, yaitu pada stenosis esophagus derajat ringan akibat esofagitis peptic dengan

gejala disfagia, dan pada hiatus hernia.

Pemantauan pH 24 jam

Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esophagus.

Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikroelektroda pH pada

bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat memastikan

ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES

dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.

Tes Bernstein

Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan

melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1

jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien

dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang

biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka

test ini dianggap positif. Test Bernstein yang negative tidak menyingkirkan adanya nyeri

yang berasal dari esophagus.

Penatalaksanaan

Walaupun keadaan ini jarang sebagai penyebab kematian, mengingat kemungkinan

timbulnya komplikasi jangka panjang berupa ulserasi, striktur esophagus ataupun esophagus

barrett yang merupakan keadaan premaligna, maka seyogyanya penyakit ini mendapat

penatalaksanaan yang adekuat.

Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi

medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik. Target

penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esophagus, menghilangkan

Page 11: faringitis gerd

gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah

timbulnya komplikasi.

Modifikasi gaya hidup

Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD, namun

bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat

memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk

mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah meninggikan posisi

kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan untuk

meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke

esophagus, berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat

menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel,

mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena

keduanya dapat menimbulkan distensi lambung, menurunkan berat badan pada pasien

kegemukan serta menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan

intraabdomen, menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan

minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam, jikan memungkinkan

menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti antikolinergik, teofilin,

diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta adrenergic, progesterone.

Terapi medikamentosa

Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada penatalaksanaan

GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat ini GERD merupakan

atau termasuk dalam kategori gangguan motilitas saluran cerna bagian atas. Namun

dalam perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif

daripada pemberian obat-obat prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas.

Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step down. Pada

pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat

dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila

gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi

lebih lama (penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan pada pendekatan step down

pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi

pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2

atau prokinetik atau bahkan antacid.

Page 12: faringitis gerd

Dari berbagai studi, dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down ternyata lebih

ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan oleh pasien) dibandingkan dengan

pendekatan terapi step up.

Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan

GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan

PPI dan digunakan pendekatan terapi step down.

Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan diatas 80%

dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi

pemeliharaan (maintenance therapy) atau bahkan terapi “bila perlu” (on-demand therapy)

yaitu pemberian obat-obatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada

kekambuhan sampai gejala hilang.

Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala menandakan adanya

respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih

praktis bagi pasien dan cukup efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD.

Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD :

Antasid

Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi

tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini

dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan obat

golongan ini adalah rasanya kurang menyenangkan, dapat menimbulkan diare

terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang

mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal.

Antagonis reseptor H2

Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan

nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan

penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis

untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat

ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.

Obat-obatan prokinetik

Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini

lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan

GERD sangat bergantung pada penekanan sekresi asam.

Metoklopramid

Page 13: faringitis gerd

Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya rendah dalam

mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali

dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton.

Karena melalui sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf

pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.

Domperidon

Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek samping yang

lebih jarang disbanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak.

Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi

esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan

tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung.

Cisapride

Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat pengosongan

lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam

menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan

dengan domperidon.

Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)

Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek

langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan

pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta dapat

mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena

bekerja secara topikal (sitoproteksi).

Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI)

Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan

obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan

mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses

pembentukan asam lambung.

Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi

esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat serta yang refrakter dengan

golongan antagonis reseptor H2.

Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat

dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-

demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya.

Page 14: faringitis gerd

PEMBAHASAN

Pasien ini di diagnosis dengan faringitis kronis eksaserbasi akut et causa suspek

GERD berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan. Dari anamnesis didapatkan

bahwa keluhan nyeri tenggorokan yang di alami pasien ini berulang dan sudah diberikan

terapi dengan amoxicillin dan anti inflamasi akan tetapi tidak menghilangkan keluhan pasien

secara menyeluruh. Gejala dari faringitis kronis yang didapatkan pada anamnesis dari pasien

ini adalah pasien sering merasakan tenggorokkannya terasa kering dan mengganjal. Pada

anamnesis didapatkan pasien memiliki riwayat sakit maag, dengan gejala rasa terbakar di

bagian dada, mual dan sering merasakan nyeri epigastrium. Hal ini yang menunjang

diagnosis refluks gatroesofageal pada pasien ini. Menurut literatur, refluks gastroesofageal

merukan salah satu penyebab terjadinya faringits kronis. Sehingga berdasarkan anamnesis

dapat dibuat diagnosis pada pasien ini adalah faringitis kronis yang disebabkan oleh refluks

gastro esofageal.

Untuk memastikan diagnosis faringitis akut pada pasien ini dilakukan pemeriksaan

fisik pada daerah tenggorokan, dimana ditemukan pada bagian posterior dari dinding faring

terdapat banyak granul dan terdapat neovaskularisasi yang menandakan adanya proses

inflamasi yang kronis pada bagian tersebut. Pada pemeriksaan ditemukan mukosa faring

hiperemis yang menandakan sedang terjadi reaksi inflamasi akut disana. Dari hasil

pemeriksaan ini dapat ditarik suatu diagnosis bahwa pada pasien ini terjadi faringitis kronis

dengan eksaserbai akut. Berdasarkan pemeriksaan fisik, belum dapat dipastikan penyebab

dari faringitis kronis pada pasien ini, oleh karena itu pasien di diagnosis dengan suspek

GERD berdasarkan anamnesis. Untuk memastika diagnosis GERD yang di alami pasien

diperlukan pemariksaan penunjang lebih lanjut seperti pengukuran PH esofagus yang

merupakan gold standar untuk mendiagnosis GERD dan melakukan endoskopi untu melihat

keadaan mukosa dari esofagus. Pada pasien ini kemungkinan penyebab dari faringitis

kronisnya lenih mengarah kepada GERD hal ini dikarenakan pasien mengaku sudah berobat

berulang kali dan mendapatkan terapi antobiotik akan tetapi keluhan pasien tidak kunjung

membaik, oleh karena itu lebih di curigai ke arah GERD.

Terapi yang di berikan pada pada pasien ini adalah selain memebrikan antibiotik, juga

diberikan anti sekretorik untuk mengurangi keluhan dari GERD. Pemberian terapi anti

sekretorik juga dapat dilakukan sebagai penunjang diagnosis dimana bila keluhan pasien

membaik dengan pemberian anti sekretorik maka dapat dipastikan faringitis kronis yang

dikeluhakan pasien berasal dari GERD. Antibiotik yang diberikan adalah cefadroxil yang

Page 15: faringitis gerd

merupakan golongan sefalosporin. Hal ini di pertimbangkan karena pasien sudah sering

menggunakan amoxicillin akan tetapi keluhannya tidak membaik. Pemberian Proton Pump

Inhibitor pada pasien ini untuk mengurangi produksi asam lambung sehingga keluhan dapat

menghilang. Proton pump inhibitor merupakan pilihan utama pada GERD, dimana apabila

keluhan tidak membaik barulah dilakuakn endoskopi. Pemeberian obat kumur pada pasien ini

dimaksudkan untu menjaga hygiene mulut untu mencegah infeksi yang lebih berat terjadi.

Pasien juga diberikan penjelasan untuk mengatur pola makan agar tidak terjadi faringitis

kronis dengan eksaserbasi akut yang berulang. Prognosis pada pasien ini adalah baik,

biasanya dengan obat pasien sudah merasakan keluhannya menghilang, akan tetapi pasien

harus tetap menjaga pola makannya agar tidak muncul lagi gejala yang serupa.

Page 16: faringitis gerd

DAFTAR PUSTAKA

Adam Boies Higler. 1997. Penyakit Sinus Paranasalis dalam Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

Anonim, 2010. Faringitis Kronis. Available from : http://isbronchitiscontagious.net/chronic-pharyngitis (accessed : 22 februari 2011)

Chamberlain, 2002, “Infection Of Upper Respiratory Tract” Available from www.henriettesherbal.com (Accessed : 22 februari 2011)

Makmun, dadang, 2006. Penyakit Refluks Gastroesophageal. Jakarta : FKUI

Soepardi, ES., Iskandar M. 2007. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 5. FKUI. Jakarta.