penerapan model contextual teaching learning …

24
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 MUARA RUPIT TAHUN PELAJARAN 2016/2017 ARTIKEL ILMIAH Oleh: DIAN PERMATA SARI NPM 4012014 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU 2016

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING

TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 MUARA RUPIT TAHUN

PELAJARAN 2016/2017

ARTIKEL ILMIAH

Oleh:

DIAN PERMATA SARI

NPM 4012014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

(STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU

2016

Page 2: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING

TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 MUARA RUPIT TAHUN

PELAJARAN 2016/2017

Oleh

Dian Permata Sari 1

Dodik Mulyono 2 dan Novianti Mandasari

3

Email: [email protected]

Skripsi ini berjudul Penerapan Model Contextual Teaching and Learning terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas XI SMA Negeri 1

Muara Rupit Tahun Pelajaran 2016/2017. Rumusan masalah penelitian Apakah

rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas XI SMA Negeri

1 Muara Rupit tahun pelajaran 2016/2017 setelah penerapan model CTL minimal

berkriteria baik?. Tujuan penelitian, untuk mengetahui kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa kelas XI SMA Negeri 1 Muara Rupit tahun pelajaran

2016/2017 setelah penerapan model CTL. Metode penelitian yang digunakan pada

penelitian adalah eksperimen semu tanpa kelas pembanding. Populasi yaitu

seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Muara Rupit. Pengambilan sampel

penelitian dilakukan secara cluster random sampling karena setiap kelas

mempunyai kemampuan dan kesempatan yang relatif sama dan terpilih sebagai

sampel adalah kelas XI.IPA.3 sebagai kelas ekperimen. Pengumpulan data

dilakukan dengan teknik tes berbentuk essay yang terdiri dari 9 soal. Data yang

terkumpul kemudian dianalisis menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil penelitian

dan pembahasan diperoleh rata-rata nilai matematika tes akhir sebesar 82,49

dengan persentase jumlah siswa yang tuntas belajar sebesar 94,29%. Hal ini

didukung dengan hasil analisis pengujian hipotesis diperoleh thitung (4,535) > ttabel

(1,697) dengan demikian hipotesis yang terbukti bahwa rata-rata kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa kelas XI SMA Negeri 1 Muara Rupit tahun

pelajaran 2016/2017 setelah penerapan model CTL berkriteria baik.

Kata kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Hasil Belajar,

Contextual Teaching and Learning

Page 3: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

PENDAHULUAN

Pembelajaran yang menyenangkan di sekolah akan dapat membangkitkan

rasa kegembiraan yang menjadi modal utama dalam menciptakan pemahaman

siswa terhadap materi yang dipelajari. Seorang guru dengan

kemampuanprofesionalnya harus mampu menciptakan suasana belajar yang

menimbulkan minat belajar dan daya tarik terhadap materi yang diajarkan. Salah

satu upaya yang dapat dilakukan guru adalah keterampilan dalam memilih model

pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, kondisi siswa dan kondisi

tempat belajar. Menurut Wena (2010:2) “Penggunaan model pembelajaran dalam

kegiatan sangat perlu karena untuk mempermudah proses pembelajaran sehingga

mencapai hasil yang optimal”. Tanpa model yang jelas, proses pembelajaran tidak

akan terarah sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sulit tercapai

secara optimal, dengan kata lain pembelajaran tidak dapat berlangsung secara

efektif dan efisien. Model yang tidak sesuai dengan materi yang diajarkan akan

menimbulkan kesulitan bagi siswa memahami konsep materi matematika yang

akan diberikan.

Dalam pembelajaran matematika, guru memegang peranan yang sangat

penting untuk menentukan keberhasilan belajar siswa dalam belajar matematika.

Tentunya guru dituntut untuk dapat menentukan model pembelajaran yang

mampu meningkatkan keberhasilan siswa tersebut. Dalam pelaksanaan proses

pembelajaran yang menyenangkan. Matematika merupakan bidang studi yang

sangat penting dalam sistem pendidikan karena matematika merupakan ilmu yang

mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran penting dalam

berbagai disiplin ilmu dan dapat menumbuh kembangkan kemampuan siswa

untuk berpikir dan bersikap logis, kritis, cermat dan bertanggung jawab. Oleh

karena itu matematika diajarkan pada tiap-tiap jenjang pendidikan, mulai dari

pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.

Selain itu, matematika merupakan media untuk memecahkan masalah.

Sebagaimana terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia No. 22 BSNP (2006) yang menyebutkan bahwa tujuan mata pelajaran

Page 4: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

matematika adalah agar siswa mempunyai kemampuan sebagai berikut: 1)

memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat

dalam pemecahan masalah, 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat,

melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,

atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, 3) memecahkan masalah

yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,

menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, 4)

mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk

memperjelas keadaan atau masalah, 5) memiliki sikap menghargai kegunaan

matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki keingintahuan, perhatian dan minat

dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 5 Januari 2016 dengan

melakukan wawancara dengan guru matematika yang mengajar di SMA Negeri 1

Muara Rupit, yaitu Ibu Rosa Anggraini, S.Pd., diketahui bahwa siswa mengalami

kesulitan ketika diberikan pertanyaan yang tidak rutin seperti mengenai hal yang

berkaitan dengan materi. Ini terbukti bahwa hanya beberapa siswa yang mampu

menyelesaikan soal yang diberikan. Itu terjadi karena siswa belum terbiasa

menyelesaikan soal yang membutuhkan pemahaman, perencanaan, penyelesaian

dan menemukan hasil. Hal ini menyebabkan siswa kurang mampu dalam

mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah.

Menurut salah satu guru yang mengajar di SMA Negeri 1 Muara

Rupit permasalahan ini pada umumnya disebabkan karena siswa yang masih

belum memahami dan mengerti tentang materi yang diajarkan oleh guru.

Umumnya siswa memilih diam dan menerima apa adanya yang disampaikan oleh

guru, pada saat guru mempersilahkan siswa untuk bertanya, siswa memilih untuk

diam, diam disini tidak bisa diartikan bahwa siswa memahami dan mengerti akan

materi yang disampaikan. Tetapi diam di sini bisa diartikan bahwa siswa kurang

Page 5: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

memahami terhadap materi yang disampaikan ataupun diam karena takut dan

malu untuk bertanya.

Oleh karena tidak tercapainya tingkat keberhasilan yang maksimal, maka

dalam hal ini peneliti berasumsi untuk menggunakan metode atau model

pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran yang nantinya dapat

mempengaruhi motivasi dan minat belajar siswa dalam mata pelajaran matematika

dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan nilai KKM yang maksimal.

Penggunaan model pembelajaran akan mempermudah guru dalam pelaksanaan

proses pembelajaran yang berlangsung secara efektif dan efisien. Sehingga

tercipta suasana belajar yang menimbulkan daya tarik siswa dalam materi yang

diajarkan dan melibatkan siswa lebih aktif.

Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan di atas, peneliti ingin

melaksanakan pembelajaran dengan model CTL. Model CTL ini membekali siswa

berupa pengetahuan dan kemampuan (skill) yang lebih realistis karena inti

pembelajaran ini adalah mengaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata

dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan sebelumnya (pior

knowledge) dengan aplikasinya dalam kehidupan mereka dimasyarakat dalam

mempelajari mata pelajaran matematika sehingga mampu mempengaruhi hasil

belajar siswa menjadi lebih baik. Selain itu, model CTL ini, membuat siswa

termotivasi mengikuti proses belajar mengajar dengan aktif, karena siswa dapat

bekerjasama menemukan pengetahuan maupun melatih keterampilan yang

ditemukan sendiri (Taniredja, dkk., 2013:50).

Peneliti memilih model CTL ini karena peneliti menurut peneliti suasana

pembelajaran CTL ini akan membuat kegiatan pembelajaran menjadi lebih

menarik dan menyenangkan bagi siswa dalam mempelajari materi pelajaran

matematika sehingga mampu mempengaruhi hasil belajar siswa untuk menjadi

lebih baik, karena siswa secara langsung dapat memecahkan masalah dan

mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata sebagai hubungan

antara pengetahuan dan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

Page 6: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

Berdasarkan uraian di atas, peneliti perlu untuk mengadakan penelitian

dengan judul “Penerapan Model CTL terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Muara Rupit Tahun Pelajaran

2016/2017 ? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa kelas XI SMA Negeri 1 Muara Rupit tahun

pelajaran 2016/2017 setelah penerapan model CTL.

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Masalah dalam matematika adalah suatu pernyataan matematika yang

jawabannya tidak dapat langsung diketahui dan membutuhkan tahapan dalam

menyelesaikannya. Menurut Ruseffendi (2006:336) “Suatu persoalan merupakan

masalah bagi seseorang apabila persoalan itu tidak dikenalnya, siswa harus

mampu menyelesaikannya terlepas dari apakah sampai atau tidak kepada

jawabannya, dan sesuatu itu merupakan pemecahan masalah baginya, bila ada niat

untuk menyelesaikannya”. Sedangkan menurut Widjajanti (2009:403) “Soal atau

pertanyaan disebut masalah tergantung kepada pengetahuan yang dimiliki

penjawab. Dapat terjadi bagi seseorang, pertanyaan itu dapat dijawab dengan

menggunakan prosedur rutin baginya, namun bagi orang lain untuk menjawab

pertanyaan tersebut memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang telah

dimiliki secara tidak rutin”.

Sementara menurut Nuharini (2008:82) “Pemecahan masalah dalam

matematika dapat berupa menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang

tidak rutin, serta mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari”.

Maksudnya adalah di mana sebuah soal yang untuk sampai pada prosedur yang

benar atau sampai pada hasil akhir diperlukan pemikiran yang lebih mendalam.

Oleh sebab itu pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk

berpikir kritis, logis, kreatif dan sistematis.

Pemecahan masalah matematika merupakan proses yang digunakan untuk

memecahkan masalah matematika dengan metode pemecahan yang belum

diketahui sebelumnya. Indikator pemecahan masalah yang digunakan dalam

Page 7: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

penelitian ini diadopsi dari indikator kemampuan pemecahan masalah menurut

Fauziah (2010:38) yaitu: 1) mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang

ditanyakan dan kecukupan unsur yang diperlukan, 2) merumuskan masalah

matematik atau menyusun model matematik, 3) menerapkan strategi untuk

menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar

matematika, 4) menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan

asal, 5) menggunakan matematika secara bermakna.

Pemecahan masalah dapat berupa menciptakan ide baru, menemukan

teknik atau produk baru. Bahkan di dalam pembelajaran matematika, selain

pemecahan masalah mempunyai arti khusus, istilah tersebut juga mempunyai

interpretasi yang berbeda. Misalnya menyelesaikan soal cerita atau soal yang tidak

rutin dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun pemberian skor dalam pemecahan masalah memperlihatkan

bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah. Pemberian skor pemecahan

masalah dalam penelitian ini diadopsi dari penskoran pemecahan masalah yang

dikemukakan oleh Schoen dan Ochmke (dalam Fauziah, 2010:40), seperti pada

tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1

Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah

Skor Memahami

Masalah

Membuat Rencana

Pemecahan

Melakukan

Perhitungan

Memeriksa

Kembali Hasil

0 Salah

menginter-

prestasikan/ salah sama

sekali

Tidak ada rencana,

membuat rencana

yang tidak relevan

Tidak melakukan

perhitungan

Tidak ada

pemeriksaan atau

tidak ada keterangan lain

1 Salah

menginter-

prestasikan sebagai soal,

mengabaikan

Membuat rencana

pemecahan yang

tidak dapat dilaksanakan

sehingga tidak

dapat dilaksanakan

Melaksanakan

prosedur yang

benar dan mungkin menghasilkan

jawaban yang benar

tapi salah

perhitungan

Ada pemeriksaan

tetapi tidak tuntas

Page 8: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

2 Memahami

masalah soal

selengkapnya

Membuat rencana yang benar tetapi

salah dalam

hasil/tidak ada

hasil

Melakukan proses yang benar dan

Mendapatkan hasil

yang benar

Pemeriksaan dilaksanakan

untuk melihat

kebenaran proses

3 - Membuat rencana yang

benar, tetapi tidak

lengkap

- -

4 - Membuat rencana

sesuai dengan

prosedur dan mengarah pada

solusi yang benar

- -

Skor

Maksimal 2 Skor

Maksimal 4

Skor

Maksimal 2

Skor

Maksimal 2

Kriteria kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini dimodifikasi

dari Redhana (2013:79). Skor tertinggi untuk tiap soal pemecahan masalah sesuai

dengan pedoman penskoran pemecahan masalah matematis di atas adalah 10 dan

skor terendah untuk tiap soal adalah 0. Adapun kriteria kemampuan pemecahan

masalah matematika yang diperoleh siswa dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2

Kriteria Penggolongan Kemampuan Pemecahan Masalah

Rentang Skor Kriteria

0,00 – 2,00 Sangat Kurang

2,01 – 4,00 Kurang

4,01 – 6,00 Cukup

6,01 – 8,00 Baik

8,01 – 10,00 Sangat Baik

Model Pembelajaran

Model pembelajaran didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang

menggambarkan prosedur sistematis mengorganisasikan pengalaman belajar

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijono

(2009:46) “Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman

dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial”. Sedangkan Sumiati

Page 9: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

dan Asra (2009:88) “Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur yang sistematis mengorganisasikan pengalaman belajar

untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para

pengajar merencanakan aktivitas belajar mengajar”.

Sementara menurut Suhana (2009:41) “Model pembelajaran ialah suatu

pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan prilaku siswa secara adaptif

maupun generatif”. Model pembelajaran sangat erat kaitannya gaya belajar siswa

(learning style) dan gaya mengajar guru (teacher style), yang keduanya disingkat

menjadi SOLAT (Style of Leaning and Teaching).

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran adalah suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan

penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga

terjadi perubahan dan perkembangan pada diri siswa.

Pembelajaran Contextual Teaching Learning

Menurut Aqib (2013:1) “Model CTL merupakan konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia

nyata siswa”. Hal ini dimaksudkan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Sedangkan Taniredja (2013:49)

menyatakan bahwa:

Model CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara

materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya

dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama

dalam pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme (Constructivism), menemukan

(Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community),

pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic

Assessment).

Page 10: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

Adapun menurut Karweit (dalam Yamin, 2011:194) model CTL adalah

pembelajaran yang dirancang agar siswa melaksanakan kegiatan dan memecahkan

masalah dengan mencerminkan sifat tugas seperti di dunia nyata.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model

CTL merupakan konsep belajar dengan mengaitkan antara materi yang diajarkan

dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Terdapat tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme

(Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat

belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan

penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).

langkah model CTL yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu, 1)

Guru mengarahkan siswa untuk menkonstruksikan sendiri pengetahuan barunya

(Constructivism) dan mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-

hari, 2) Siswa melaksanakan kegiatan inkuiri (Inquiry) dengan cara menemukan

sendiri konsep yang dimilikinya dan dapat memahami konsep tersebut, 3) Guru

mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya (Questioning) dengan

cara siswa diberikan soal-soal yang berkaitan dengan materi pembelajaran, 4)

Guru membentuk kelompok (Learning Community) dengan melakukan diskusi

antar siswa dalam menyelesaikan soal-soal, 5) Guru memberikan contoh

(Modeling) mengerjakan suatu soal yang berkaitan dengan materi, 6) Siswa

melakukan refleksi di akhir pertemuan (Reflection) dengan cara menugaskan

siswa untuk menjelaskan apa yang telah mereka pelajari berkaitan dengan materi

pembelajaran, 7) Guru melakukan penilaian yang sebenarnya (Authentic

Assessment) dan memberikan gambaran tentang perkembangan belajar siswa.

METODE

Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu yaitu kegiatan percobaan

(experiment) yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang

timbul sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu. Desain eksperimen yang

Page 11: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

digunakan berbentuk Pre-test and Post-test Group. Sebelum mengadakan

eksperimen sebenarnya, akan dilakukan pre-test untuk mencari nilai skor awal.

Dari hasil pre-test itu akan dibandingkan dengan hasil post-test, maka akan

mendapat skor akhir yang akan menentukan sejauh mana keberhasilan penerapan

model CTL yang dilakukan (Sugiyono, 2012:167).

Desain eksperimen yang digunakan berbentuk Pre-test and Post-test

Group menurut Arikunto (2010:124) dapat digambarkan:

O1 X O2

Keterangan:

O1 : Tes yang dilakukan sebelum menggunakan model CTL (pre-test)

X : Perlakuan dengan menerapkan model CTL

O2 : Test yang dilakukan sesudah menggunakan model CTL (post-test)

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI SMA Negeri 1

Muara Rupit tahun pelajaran 2016-2017 sebanyak 151 orang terdiri 4 kelas,

pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil secara acak atau random,

Setelah dilakukan pengambilan secara random maka yang terpilih satu kelas yang

menjadi sampel yaitu kelas XI.IPA 3 dan diberi perlakuan model CTL.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik tes. Arikunto (2010:193) menyatakan bahwa “Tes adalah serentetan

pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur

keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh

individu atau kelompok” Tes ini berbentuk tes esai sebanyak 7 soal yang

diberikan sebanyak dua kali yaitu sebelum pembelajaran (pre-test) dan sesudah

pembelajaran (post-test). Tes awal diberikan untuk melihat kemampuan awal

siswa dan tes akhir diberikan untuk memperoleh data tentang kemampuan

pemecahan masalah dalam materi statistika.

Page 12: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskriptif Data Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Juli sampai dengan 9 Agustus

2016 di kelas XI.IPA.3 di SMA Negeri 1 Muara Rupit yang berjumlah 35 orang.

Pelaksanaannya dilakukan secara langsung oleh peneliti dan sesuai dengan jadwal

yang berlangsung di sekolah tersebut. Model pembelajaran yang digunakan adalah

penerapan model CTL pada materi pokok statistika. Sehari sebelum pertemuan

pertama dilaksanakan, peneliti mengadakan sosialisasi tentang pembelajaran

dengan model CTL. Sosialisasi ini perlu dilaksanakan mengingat pembelajaran

dengan model CTL ini belum pernah diterapkan sebelumnya. Peneliti juga

menginformasikan materi yang akan diajarkan dengan model CTL ini yaitu materi

pokok statistika.

Jumlah pertemuan tatap muka yang dilakukan adalah lima kali pertemuan

dengan rincian satu kali pemberian tes awal pada hari Kamis, 28 Juli 2016, tiga

kali proses pembelajaran dengan model CTL yaitu pertemuan pertama pada hari

Selasa, 2 Agustus 2016, pertemuan kedua pada hari hari Kamis, 4 Agustus 2016,

pertemuan ketiga pada hari Sabtu 6 Agustus 2016 dan satu kali pemberian tes

akhir pada hari Selasa 9 Agustus 2016. Selama tiga kali proses pelaksanaan

penelitian peneliti merekapitulasi nilai tes dalam setiap pertemuan. Hal ini

dilakukan untuk melihat perkembangan nilai hasil belajar anak selama penelitian.

1. Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa

Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa

Sebelum mengikuti pembelajaran yang diberikan. Kemampuan awal tersebut

menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pembelajaran yang akan

disampaikan oleh guru. Pemberian tes awal digunakan untuk mengetahui

kemampuan awal siswa pada materi pokok statistika. Pemberian pretest

dilaksanakan pada hari Kamis, 28 Juli 2016 yang diikuti 35 siswa.

Berdasarkan hasil perhitungan (lampiran C), rekapitulasi data pretest

dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:

Page 13: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

Tabel 4.1

Rekapitulasi Data Pretest

Nilai

Tertinggi Nilai Terendah Tuntas Tidak Tuntas

Rata-Rata

Nilai

76 47 1 siswa

(2.86%)

34 siswa

(97,14%) 62,43

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai rata-rata yang

diperoleh siswa sebesar 62,43 dengan nilai tertinggi yang diperoleh sebesar 76

dan nilai terendah sebesar 47. Sedangkan siswa yang tuntas sebanyal 1 siswa

(2.86%) dan sebanyak 34 siswa (97,14%) tidak tuntas. Sehingga dapat

dikatakan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

kelas XI SMA Negeri 1 Muara Rupit tahun pelajaran 2016/2017 setelah

penerapan model CTL berkriteria belum baik.

2. Deskripsi Data Kemampuan Akhir Siswa

Setelah kemampuan awal siswa diketahui, dilanjutkan kegiatan

pembelajaran dengan model CTL. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan

sebanyak tiga kali pertemuan dengan menerapkan model CTL pada materi

statistika. Pada akhir penelitian dilakukan postest untuk mengetahui

kemampuan akhir siswa. Kemampuan akhir siswa adalah kemampuan siswa

dalam penguasaan materi pokok statistika pada kelas XI.IPA.3 di SMA Negeri

Rupit yang merupakan kemampuan memecahkan masalah siswa setelah

proses pembelajaran. Tes kemampuan akhir dilaksanakan tanggal 7 Agustus

2016 dikuti sebanyak 35 siswa.

Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran C), rekapitulasi data t postest

dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2

Rekapitulasi Data Postest

Nilai

Tertinggi Nilai Terendah Tuntas Tidak Tuntas

Rata-Rata

Nilai

99 71 33 siswa (94,29%) 2 siswa

(5,71%) 86,60

Page 14: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rata-rata ( x ) nilai secara

keseluruhan sebesar 86,60 dengan nilai tertinggi sebesar 99 dan nilai terendah

sebesar 71. Siswa yang tuntas untuk postest sebanyak 33 siswa (94,29%) dan

sisanya sebanyak 2 siswa (5,71%) tidak tuntas. Jadi secara deskriptif dapat

dikatakan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

kelas XI SMA Negeri 1 Muara Rupit tahun pelajaran 2016/2017 setelah

penerapan model CTL berkriteria baik

Dari hasil analisis diperoleh bahwa rata-rata nilai pretes adalah 62,43

dan untuk rata-rata nilai postest adalah 86,60. Ini dapat dilihat bahwa terjadi

peningkatan rata-rata nilai dari pretest ke postest sebesar 24,17. Sedangkan

persentase jumlah siswa yang tuntas pada pretest sebesar 2.86% dan pada

postest sebesar 94,29%. Untuk ketuntasan belajar inipun mengalami

peningkatan sebesar 91,43%. Secara rinci peningkatan nilai rata-rata dan

ketuntasan belajar tersebut dapat dilihat pada grafik 4.1 berikut:

Grafik 4.1

Peningkatan Nilai Rata-Rata Nilai dan Ketuntasan Belajar

3. Analisis Data Penelitian

Berdasarkan hasil postest diperoleh rata-rata ( x ) sebesar 86,60 dan

simpangan baku (s) sebesar 8,05. untuk mengetahui kenormalan data,

digunakan uji normalitas dengan uji kecocokan 2 (chi kuadrat). Dikarenakan

penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen semu maka data

0

20

40

60

80

100

Nilai Rata-Rata Ketuntasan Belajar

pretes

Page 15: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

yang diuji kenormalannya hanya data postest sedangkan data pretest tidak

digunakan. Data pretest hanya digunakan untuk mengetahui kemampuan awal

siswa sebelum penerapan model CTL.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui data hasil tes siswa

berdistribusi normal atau tidak, untuk lebih jelas uji normalitas ini dapat

dilihat pada lampiran C. Kriteria pengujiannya adalah hitung2

dibandingkan dengan ,2abelt dengan taraf kepercayaan 5% dan dk = j – 1,

dimana j adalah banyaknya kelas interval. Jika 2hitung ≤ 2

tabel, maka dapat

dinyatakan bahwa data berdistribusi normal, dan jika 2hitung > 2

tabel,

maka dapat dinyatakan bahwa data tidak normal.

Rekapitulasi hasil uji normalitas data postest (lampiran C) dapat

dilihat pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3

Hasil Uji Normalitas Skor Postest

hitung2 dk tabel

2 Kesimpulan

10,477 5 11.070 Normal

Berdasarkan table 4.3 hasil uji normalitas (Lampiran C) diperoleh

nilai 2 hitung = 10,477. Selanjutnya 2 hitung dibandingkan 2 tabel dengan

derajat kebebasan (dk) = n–1, dimana n adalah banyaknya kelas interval.

Jika 2 hitung<2 tabel, maka dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi

normal dan dalam hal lainnya data tidak berdistribusi normal. Nilai 2 tabel

dengan α = 5% dan dk = 5 adalah 11,070. Dengan demikian 2 hitung <2

tabel, maka dapat dinyatakan bahwa data tes akhir berdistribusi normal.

Page 16: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

b. Uji hipotesis (uji-t)

Karena data berdistribusi normal dan simpangan baku populasi

tidak diketahui maka untuk menguji hipotesis digunakan rumus uji-t.

Hipotesis statistik yang diuji adalah:

Ho : Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas

XI SMA Negeri 1 Muara Rupit setelah penerapan model CTL

dalam kriteria tidak baik.

Ha : Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas

XI SMA Negeri 1 Muara Rupit setelah penerapan model CTL

belum dalam kriteria baik.

Rekapitulasi hasil uji-t postest (lampiran C) dapat dilihat pada Tabel

4.4 berikut.

Tabel 4.4

Hasil Uji-t Skor Postest

Berdasarkan tabel 4.4 analisis pengujian hipotesis (lampiran C)

diperoleh bahwa thitung = 8,125. Selanjutnya thitung dibandingkan dengan

nilai ttabel pada daftar distribusi t dengan derajat kebebasan dk = n-1 = 34,

α = 0,05 diperoleh ttabel = 1,697. Dengan demikian thitung (8,125) > ttabel

(1,697), hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima.

Dengan kata lain hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

dapat diterima kebenarannya, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas XI SMA Negeri 1

Muara Rupit setelah penerapan model CTL dalam kriteria baik.

thitung Dk ttabel Kesimpulan

8,125 34 1,697 Terbukti

Page 17: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Juli sampai dengan 9 Agustus

2016 dengan sampel kelas XI.IPA.2 yang berjumlah 35 orang. Sebelum

pelaksanaan pretest, peneliti mengadakan uji coba instrument untuk melihat

kualitas instrument yang di gunakan. Setelah diadakan uji coba dengan melihat

validitas, realibilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda dapat disimpulkan

bahwa dari 9 soal yang di ujicobakan hanya 7 soal yang digunakan sebagai alat

pengumpul data. Sedangkan 2 soal yang ada tidak digunakan karena tidak valid.

Pretest dilaksanakan pada hari Kamis, 28 Juli 2016 dengan nilai rata rata

nilai siswa yang diperoleh sebesar 62,43 dengan nilai tertinggi yang diperoleh

sebesar 76 dan nilai terrendah sebesar 47. Persentase siswa yang tuntas pada

pretest ini hanya sebesar 2.86% (1 siswa). Setelah pretest, peneliti mengadakan

treatman tiga kali proses pembelajaran dengan model CTL.

Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Selasa, 2 Agustus 2016 dengan

penerapan model CTL. Adapun langkah-langkah yang digunakan pada pertemuan

pertama ini adalah guru mengarahkan siswa untuk menkonstruksikan sendiri

pengetahuan barunya (Constructivism) dan mengaitkan materi statistika dengan

kehidupan sehari-hari. Setelah itu siswa melaksanakan kegiatan inkuiri (Inquiry)

dengan cara menemukan sendiri konsep mengenai statistika yang mereka ketahui.

Dari penemuan itu guru mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya

(Questioning) dan memberikan soal yang berkaitan dengan statistika. Untuk

menunjang hasil diskusi yang baik guru membentuk kelompok (Learning

Community) sebanyak 7 kelompok dengan tiap kelompk terdiri dari 5 anggota.

Guru memberikan contoh (Modeling) mengerjakan suatu soal yang berkaitan

dengan materi statistika. Kendala yang tampak pada penerapan ini adalah

kewalahan guru dalam mengatus kelompok siswa untuk berdiskusi, dimana siswa

sibuk sendiri dan materi yang diberikan belum tersampaikan secara maksimal.

Selain itu saat guru melakukan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)

dan memberikan gambaran tentang perkembangan belajar siswa masih banyak

siswa yang ribut. Sehingga dapat dikatakan bahwa untuk pertemuan pertama,

Page 18: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

kegiatan belajar mengajar yang dilakukan masih belum maksimal. Untuk itu

peneliti membuat catatan refleksi untuk pertemuan kedua.

Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis, 4 Agustus 2016. Untuk

mengatasi masalah pada pertemuan pertama, peneliti meminta guru pamong untuk

ikut serta dalam pelaksaan proses belajar mengajar. Keikutsertaan guru pamong

dalam kegiatan belajar mengajar memberi efek yang positif, setiap langkah yang

dilaksanakan guru dalam penerapan model CTL dapat terlaksana dengan baik.

Pembagian kelompok dan diskusi kelompok walaupun masih ada yang ribut

namun tidak berimplikasi ke kelompok lain. Sehingga penyampaian materi

dengan menggunakan model CTL dapat terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat

dari antusiasnya siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Dari 7

kelompok yang di bagi peneliti, sebanyak 5 kelompok yang tampil ke depan untuk

presentasi dan menjawab pertanyaan teman-temannya dengan baik.

Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Sabtu 6 Agustus 2016.

Pertemuan ketiga ini hampir dikatakan tidak ada masalah. Semua berjalan dengan

skenario yang ada, tiap langkah penerapan terlaksana dengan baik. Diskusi

kelompok terjadi dengan aktif, presentasi kelompok pun terlaksana dengan teratur.

Pertanyaan yang dilemparkan teman dalam kelompok dapat dijawab dengan baik.

Setelah dilakukan perbandingan hasil pretest dan postest maka dapat

diketahui bahwa terdapat peningkatan kemampuan memecahkan masalah. Pada

pretest nilai rata-rata siswa ( x ) sebesar 62,43 dan setelah penerapan model CTL

rata-rata kemampuan memecahkan masalah siswa ( x ) meningkat menjadi 86,60.

Peningkatan yang terjadi sebesar 24,17. Jika dibandingkan dengan data pretest,

terdapat pula peningkatan jumlah siswa yang tuntas. Jika pada pretest ketuntasan

siswa 2.86% setelah penerapan model CTL siswa yang tuntas mencapai 94,29%.

Jadi terdapat peningkatan persentase jumlah siswa yang tuntas belajar sebesar

91,43%.

Hasil penelitian ini didukung oleh temuan peneliti di lapangan selama

proses pembelajaran menggunakan model CTL siswa terlihat lebih aktif, siswa

Page 19: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

cenderung siap mengikuti kegiatan pembelajaran dengan mempelajari terlebih

dahulu materi yang akan dibahas di kelas. Dengan model CTL ini kecenderungan

guru menjelaskan materi hanya dengan ceramah dapat dikurangi, sehingga siswa

lebih bisa mengkontruksi pengetahuannya sendiri sedangkan guru lebih banyak

berfungsi sebagai fasilitator dari pada pengajar.

Berbeda dengan pengajaran matematika menggunakan metode

konvensional, selama proses belajar-mengajar siswa terlihat kurang begitu aktif.

Siswa hanya mendengarkan secara teliti serta mencatat poin-poin penting yang

dikemukakan oleh guru. Hal ini mengakibatkan siswa pasif, karena siswa hanya

menerima apa yang disampaikan guru sehingga siswa mudah jenuh, kurang

inisiatif dan bergantung kepada guru. Dalam pengajaran matematika

menggunakan model CTL memungkinkan siswa dapat bekerja sama dengan

temannya di mana siswa saling bekerjasama dalam mempelajari materi yang

dihadapi. Dalam pembelajaran ini siswa dilatih untuk mempresentasikan kepada

teman sekelas apa yang telah mereka kerjakan. Dari sini siswa memperoleh

informasi maupun pengetahuan serta pemahaman yang berasal dari sesama teman

dan guru. Perbedaan hasil kemampuan memecahkan masalah yang muncul juga

disebabkan karena siswa yang diberi pembelajaran menggunakan model CTL

mempunyai pengalaman dalam mempresentasikan pendapatnya dan hasil

pekerjaannya kepada teman.

Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa model CTL dapat

meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dengan baik. Model CTL dapat

dijadikan alternatif bagi guru dalam menyampaikan materi pelajaran, membantu

mengaktifkan kemampuan siswa untuk bersosialisasi dengan siswa lain. Siswa

terbiasa bekerja sama dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk belajar,

sehingga hal ini dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah siswa.

Hal ini sejalan dengan pendapat Taniredja (2013:49) menyatakan bahwa

model CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat

Page 20: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam

kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama dalam

pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme (Constructivism), menemukan

(Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community),

pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic

Assessment).

Dari 7 soal yang di gunakan sebagai alat pengumpul data pada saat pretest

diketahui bahwa pada soal nomor 5 siswa rata-rata mendapat nilai kecil pada soal

menghitung desil pada data yang telah dipersiapkan. Secara keseluruhan, siswa

mengalami masalah pada memahami masalah dan membuat rencana pemecahan

dari soal yang diberikan. Untuk soal 4, 5 dan 7, siswa masih bingung pada tahap

membuat rencana pemecahan dan kurang teliti dalam melakukan perhitungan.

Sedangkan untuk soal nomor 1, 2, 3 serta 6, rata-rata kesalahan siswa terletak

pada tahap perhitungan. Semua kesalahan siswa dalam mengerjakan soal peneliti

catat dan akan direfleksikan untuk perbaikan pada saat posttest. Selama penerapan

peneliti akan menekankan pada tahap membuat rencana pemecahan masalah dan

meminta siswa lebih hati-hati dalam menghitung serta memeriksa kembali

perhitungan yang ada.

Selama penerapan CTL ada 7 tahap yang di jalani yaitu yang pertama

konstruktivisme (Constructivism). Pada tahap ini kendala yang tampak adalah

sulit mengubah keyakinan dan kebiasaan siswa dalam belajar. Siswa selama ini

telah terbiasa di ajar dengan menggunakan pendekatan tradisional, mengubah

kebiasaan ini merupakan suatu hal yang tidak mudah dan perlu waktu yang lebih

banyak dalam memberikan maksud penerapan CTL ini. Tahap selanjutnya yaitu

menemukan (Inquiry), siswa yang terbiasa menunggu informasi dari guru

membuat tahap ini belum terlaksana dengan baik. Siswa akan belajar jika ada

transfer pengetahuan dan tugas-tugas dari gurunya. Mengubah sikap “menunggu

informasi” menjadi “pencari dan pengkonstruksi informasi” merupakan kendala

itu sendiri. Tahap bertanya (Questioning), siswa terlihat guru kurang tertarik dan

Page 21: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

mengalami kesulitan mengelola pertanyaan. Seorang siswa sebaiknya dituntut

untuk lebih kreatif dalam mengelola pertanyaan yang ingim di sampaikan.

Pada tahap masyarakat belajar (Learning Community), adanya budaya

negatif di lingkungan siswa. Salah satu contohnya di lingkungan rumah. Pendapat

orang tua selalu dianggap paling benar, ank dilarang membantah pendapat orang

tuanya. Kondisi ini juga terbawa ke sekolah. Siswa terkondisi untuk “mengiakan”

pendapat atau penjelasan guru. Siswa tidak berani mengemukakan pendapatnya

yang mungkin berbeda dengan gurunya. Pada tahap pemodelan (Modeling),

Adanya anggapan guru bahwa penggunaan metode atau pendekatan baru dalam

pembelajaran akan menggunakan waktu yang cukup besar. peneliti khawatir

target pencapaian kurikulum materi tidak tercapai. Pada tahap refleksi

(Reflection), kendala terjadi pada saat peneliti banyaknya pelajaran yang harus

dipelajari siswa merupakan yang cukup serius dala menciptakan masyarakat yang

belajar dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment), peneliti masih belum

terlalu mahir dalam menciptakan penilaian siswa.

Selain kendala di atas, ada pula kendala lainnya yaitu hal yang tampak saat

pertama kali diterapkan model CTL di kelas pada pertemuan pertama siswa

merasa aneh kenapa mereka diminta untuk berpikir memecahkan masalah. Namun

setelah dijelaskan tentang model CTL, siswa terlihat tertarik namun masih belum

mengerti cara pelaksanaannya. Sehingga pada pertemuan pertama ini hanya 5

siswa dari 35 siswa yang menjawab. Pada pertemuan pertama ini penelitipun

kewalahan menghadapi ributnya siswa mencari pasangan diskusi mereka atau saat

melaksanakan pembelajaran kelompok. Hal inipun menjadi pelajaran dan akan

direfkleksi untuk pertemuan berikutnya.

Adapun kendala yang tampak dalam penelitian ini untuk pertemuan

pertama adalah siswa-siswa yang pasif. Tahap diskusi kelompok yang seharusnya

menyelesaikan soal dengan berpikir dan berdiskusi dengan pasangan satu bangku

tetapi siswa masih memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi

pelajaran dan kurang berperan aktif dalam menemukan penyelesaian serta

Page 22: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

menanyakan jawaban dari soal tersebut pada pasangan yang lain sehingga terjadi

keributan. Untuk mengatasi kendala dalam penerapan model CTL tersebut guru

akan berkeliling kelas dengan mengingatkan kembali tahap-tahap yang harus

siswa lalui. Hal ini dilakukan agar siswa tertib dalam melalui setiap tahapnya

dalam proses pembelajaran ini.

Dikarenakan siswa telah mengenal pola pelaksanaan model CTL maka

pada pertemuan kedua ini terlihat siswa telah mulai bisa mengikuti kegiatan.

Siswa terlihat aktif dan antusias dalam kelompok sehingga pada waktu sesi tanya

jawab banyak siswa yang bisa menjawab. Dari 35 siswa sebanyak 30 siswa

mampu merespon dengan cepat pertanyaan peneliti. Sehingga pada pertemuan

ketiga tidak ada kendala yang berarti pada saat penerapan.Fenomena dan kendala

yang tampak setiap pertemuan dapat diatasi oleh peneliti dengan bantuan guru

pamong. Setiap akhir pertemuan peneliti mengadakan refleksi dengan guru

pamong, sehingga tiap pertemuan mengalami perbaikan pembelajaran dan hasil

belajar siswapun meningkat seiring dengan aktifnya siswa dalam mengikuti

kegiatan belajar mengajar.

SIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian dan pembahasan dapat

disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

kelas XI SMA Negeri 1 Muara Rupit tahun pelajaran 2016/2017 setelah

penerapan model CTL minimal berkriteria baik. Rata-rata nilai matematika

postest sebesar 82,49 dengan persentase jumlah siswa yang tuntas belajar sebesar

94,29%. Hal ini didukung dengan hasil analisis pengujian hipotesis diperoleh

thitung (4,535) > ttabel (1,697) dengan demikian hipotesis yang terbukti bahwa Rata-

rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas XI SMA Negeri 1

Muara Rupit setelah penerapan model CTL dalam kriteria baik.

Page 23: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

DAFTAR PUSTAKA

Akmil. 2012. Implementasi CTL dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep

Matematika Siswa. Jurnal Didaktik Matematika. 2 (3), 32-40.

Aqib, Zainal. 2013. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual

(Inovatif). Bandung: Yrama Widya.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

BSNP. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar): Jakarta: Badan Standar Nasional

Pendidikan.

Fauziah, Anna. 2010. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa SMP melalui Strategi REACT (Relating,

Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring). Bandung: Tesis

UPI Tidak Diterbitkan.

Nuharini, Dewi. 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Usaha

Makmur.

Redhana, I Wayan. 2013. Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk

Peningkatan Keterampilan Pemecahan Masalah dan Berfikir Kritis.

Jurnal Pendidikan dan Pengajaran. 46 (1), 76-86.

Ruseffendi, E. T. 2006. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung:

IKIP Bandung.

Sari. 2014. Implementasi Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

Bernuansa Pendidikan Karakter untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa MTsN. Jurnal Pendidikan

Matematika. 1 (2), 24-32.

Subana dan Sudrajat. 2005. Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.

Sudjana. 2005. Metoda Statistik. Bandung: Tarsito.

Sugiyanto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma

Pressindo.

Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suhana. 2009. Model Pembelajaran Aktif. Bandung: Yrama Widya.

Sumiati dan Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.

Page 24: PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING …

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

Suprijono. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Taniredja, Tukiran, Faridli, Harmianto. 2013. Model Pembelajaran Inovatif dan

Efektif. Bandung: Alfabeta.

Trianto. 2012. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wena, Made. 2010. Model Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi

Aksara.

Widjajanti, Dedeh. 2009. Perencanaan Pembelajaran Matematika. Bandung:

Rizqi Press.

Yamin, Martinis. 2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.