pemanfaatan methylobacterium spp. pada invigorasi … · in screen house experiment there was no...
TRANSCRIPT
PEMANFAATAN Methylobacterium spp. PADA INVIGORASI
DAN TEKNIK COATING UNTUK MENINGKATKAN VIGOR
BENIH KEDELAI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
RATRI TRI HAPSARI
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pemanfaatan
Methylobacterium spp. pada Invigorasi dan Teknik Coating Untuk Meningkatkan
Vigor Benih Kedelai” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2013
Ratri Tri Hapsari
NIM. A251100061
ABSTRACT
RATRI TRI HAPSARI. Utilization of Methylobacterium spp. in Invigoration and
Seed Coating Technique for Enhancing Soybean Seed Vigor. Under direction of
ENY WIDAJATI, SELLY SALMA, MARYATI SARI.
Soybean seed deterioration is one of the problem in supplying high seed
quality in tropical environtment such as Indonesia. Methylobacterium spp. for
invigoration and enhancing soybean seed storage by coating technique can be
used to solve this problem. The aims of the research were: (1) to find out the
potency of Methylobacterium spp. for soybean seed invigoration, (2) to get
Methylobacterium spp coating formulation to enhancing soybean seed storage. (3)
to enumerate viable Methylobacterium spp. in coated seed during open storage.
Experiments were conducted in Soil Biology Laboratory and Screen House
Indonesian Soil Research Institute (ISRI), PT. East West Seed Indonesia
Laboratory, Seed Technology Laboratory IPB, Bogor from November 2011 to
July 2012. The research materials were soybean seed (Argomulyo), four isolates
of Methylobacterium spp namely TD-TPB3, TD-J7, TD-TM3 and TD-TM1. The
research consisted of two experiment (1) Methylobacterium spp application for
seed invigoration in different viability, (2) Methylobacterium spp. application
with seed coating at various storage period. The first experiment using
Randomized Complete Block Design factorial. The first factor were six levels
invigoration aplication i.e: control, soaking seed by steril water, soaking seed by
TD-TPB3, soaking seed by TD-J7, soaking seed by TD-TPB3 + TD-TM3, and
soaking seed by TPB-3 + TD-J7. Second factor were different seed viabiliaty, i.e:
V1 (seed germination: 78 %); V2 (seed germination: 83 %); V3 (seed
germination: 94 %). The second experiment using Nested Design. The first factor
was storage period, i.e: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 month. Second factor were 11 level
formulations: control, coating with arabic gum, coating with arabic gum +
tochopherol 800 ppm, coating with arabic gum + TD-TM1, coating with arabic
gum + TD-TM3, coating with arabic gum + TD-TPB3, coating with arabic gum
+ TD-TPB3 + TD-TM1, coating with arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM3,
coating with arabic gum + peat, coating with arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM1
+ peat, coating with arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM3 + peat. The result
showed that at laboratory level, invigoration enhancing vigor index 8.9-20.6 %,
and hypocotyls length 1.5-2.5 cm compare to control. In screen house experiment
there was no significant improvement for vegetative stage in soybean. Coating
with formula arabic gum, arabic gum + tochopherol 800 ppm, and arabic
gum+TD-TM3 consistently maintain significant higher seed germination (SG) and
germination rate (GR) seed viability until 6 month storage compare to control also
have no significant vigor index (VI) compare to control. Coating formula with
peat resulting low SG (78.3-80.7 %), whereas coating formula with
Methylobacterium spp resulting higher SG (81.3-86.7 %) compare to without
coating (79.3 %) after 6 month storage. Methylobacterium spp. still viable in
formula coated seed until 6 month storage. Colony number decrease from 5.00 x
104
- 1.80 x 107 cfu g
-1 seed to 1 x 10
1 - 1.14 x 10
2 cfu g
-1seed at 6 month storage.
Keywords: Tochopherol, arabic gum, Glycine max, seed longevity
RINGKASAN
RATRI TRI HAPSARI. Pemanfaatan Methylobacterium spp. pada Invigorasi dan
Teknik Coating Untuk Meningkatkan Vigor Benih Kedelai. Dibimbing oleh ENY
WIDAJATI, SELLY SALMA, MARYATI SARI.
Kemunduran benih kedelai merupakan salah satu masalah dalam penyedian
benih bermutu di lingkungan tropis seperti Indonesia. Methylobacterium spp. pada
teknik coating dan invigorasi dapat dimanfaatkan sebagai salah satu upaya untuk
memecahkan masalah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengetahui
potensi Methylobacterium spp. untuk invigorasi benih kedelai, (2) mendapatkan
formulasi coating dengan Methylobacterium spp. yang dapat mempertahankan
viabilitas benih selama di penyimpanan, (3) mengetahui jumlah Methylobacterium
spp. yang hidup pada coating benih kedelai selama penyimpanan.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah dan Rumah
Kaca Balai Penelitian Tanah (Cimanggu-Bogor), Laboratorium PT. East West
Seed Indonesia (Purwakarta) dan Laboratorium Teknologi Benih IPB (Bogor)
pada bulan November 2011 sampai Juli 2012. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah benih kedelai Argomulyo dan empat isolat Methylobacterium
spp, yaitu TD-TPB3, TD-TM1, TD-TM3, TD-J7.
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan, yaitu (1) Aplikasi
Methylobacterium spp. untuk invigorasi pada benih kedelai. (2) aplikasi
Methylobacterium spp untuk mempertahankan daya simpan benih kedelai dengan
teknik coating pada berbagai periode simpan. Percobaan satu menggunakan
Rancangan Acak Kelompok faktorial. Faktor pertama adalah aplikasi invigorasi,
yaitu: kontrol (tanpa aplikasi perendaman air/isolat), perendaman benih dengan air
steril, perendaman benih dengan Methylobacterium TD-TPB3, perendaman benih
dengan Methylobacterium TD-J7, perendaman benih dengan Methylobacterium
TD-TPB3+TD-TM3, perendaman benih dengan Methylobacterium TD-
TPB3+TD-J7. Faktor kedua adalah tingkat viabilitas awal benih yang berbeda,
yaitu: V1 (DB: 78 %); V2 (DB: 83 %); V3 (DB: 94 %).
Percobaan kedua, menggunakan Rancangan Petak Tersarang (Nested
Design). Faktor pertama sebagai petak utama adalah periode simpan benih yaitu:
0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 bulan. Faktor kedua sebagai anak petak adalah formulasi coating
dengan Methylobacterium spp., yaitu: (1) kontrol (tanpa coating), (2) coating
arabic gum, (3) coating arabic gum + tokoferol 800 ppm, (4) coating arabic
gum+TD-TM1, (5) coating arabic gum+TD-TM3, (6) coating arabic gum+TD-
TPB-3, (7) coating arabic gum+TD-TPB3+TD-TM1, (8) coating arabic
gum+TD-TPB3+TD-TM3, (9) coating arabic gum+gambut, (10) coating arabic
gum+TD-TPB3+TD-TM1+gambut, (11) coating arabic gum+TD-TPB3+TD-
TM3+gambut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi terbukti efektif
untuk meningkatkan nilai indeks vigor Argomulyo dengan DB awal 78-94 %
dapat meningkatkan nilai indeks vigor rata-rata sebesar 8.9-20.6 % dan panjang
hipokotil meningkat 1.5-2.5 cm dibandingkan kontrol. Perlakuan invigorasi tidak
memberikan pengaruh yang efektif pada benih yang ditanam di rumah kaca.
Formula arabic gum, arabic gum+tokoferol 800 ppm, dan arabic gum+TD-
TM3 secara konsisten dapat mempertahankan viabilitas benih sampai dengan
periode simpan 6 bulan yang nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol berdasarkan
kecepatan tumbuh (KCT) dan daya berkecambah (DB) serta memiliki nilai vigor
(IV) yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Formula coating dengan gambut
menghasilkan DB yang rendah (78.3-80.7 %), sedangkan formula coating dengan
Methylobacterium spp menghasilkan DB yang lebih tinggi (81.3-86.7 %)
dibandingkan dengan tanpa coating (79.3 %) setelah disimpan sampai 6 bulan.
Methylobacterium spp. tetap hidup dalam coating benih selama periode simpan 6
bulan. Jumlah koloni berkurang dari 5.00 x 104
- 1.80 x 107
cfu g-1
benih menjadi
1 x 101
- 1.14 x 102 cfu g
-1 benih setelah 6 bulan periode simpan.
Kata kunci: Tokoferol, Glycine max, gum arab, daya simpan benih
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN Methylobacterium spp. PADA INVIGORASI
DAN TEKNIK COATING UNTUK MENINGKATKAN VIGOR
BENIH KEDELAI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
RATRI TRI HAPSARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Giyanto, MSi
Judul Tesis : Pemanfaatan Methylobacterium spp. pada Invigorasi dan Teknik
Coating Untuk Meningkatkan Vigor Benih Kedelai
Nama : Ratri Tri Hapsari
NIM : A251100061
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Eny Widajati, MS
Ketua
Dra. Selly Salma, MSi
Anggota
Maryati Sari, SP, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Benih
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 30 Januari 2013
Tanggal Lulus: 28 Februari 2013
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
kasih sayangNya sehingga penulisan karya ilmiah dengan judul “Pemanfaatan
Methylobacterium spp. pada Invigorasi dan Teknik Coating Untuk Meningkatkan
Vigor Benih Kedelai” dapat diselesaikan.
Penelitian dan penulisan tesis ini berlangsung di bawah bimbingan Dr. Ir.
Eny Widajati, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan dua orang Anggota
Komisi Pembimbing yaitu: Dra. Selly Salma, MSi, dan Maryati Sari, SP, MSi.
Penulis menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan atas arahan, semangat
dan bimbingan sejak perencanaan hingga penyelesaian tesis ini.
Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Kepala Badan Litbang Kementrian Pertanian, Kepala PUSLITBANGTAN,
dan Kepala BALITKABI yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa
untuk mengikuti program S2 di IPB
2. Program KKP3T yang telah memfasilitasi pendanaan penelitian ini
3. Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu dan
Teknologi Benih Sekolah Pascasarjana IPB, atas dorongan dan arahan yang
diberikan
4. Dr. Ir. Darda Efendi M.Sc selaku Wakil Program Studi Ilmu dan Teknologi
Benih Ilmu, atas arahan dan saran pada ujian tesis
5. Dr. Ir. Giyanto, MSi selaku penguji luar komisi atas arahan dan masukan
yang diberikan pada ujian tesis.
6. Seluruh staf Laboratorium Konservasi Mikrobiologi BB-BIOGEN, Biologi
Tanah BALITTANAH, Ilmu dan Teknologi Benih IPB, dan UPBS
BALITKABI atas bantuan dan kerjasamanya.
7. Suami tersayang (Anggraita Kusuma) atas doa, pengertian, kesabaran, dan
semangat yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan.
8. Keempat orang tua (Bapak Supiyono, Ibu Sumbangsih, Bapak H. Soehartono
dan Ibu Hj. Sri Wahyuni), kakak dan adik tersayang atas doa, kasih sayang,
dan semangat yang diberikan kepada penulis selama ini.
9. Keluarga Benih 2010, Pasca ITB 2011 dan 2012, teman-teman AGH 45
benih, teman kost “KKB-Cibanteng” dan “Wisma Putri-Komplek IPB-2
Sindangbarang” atas kebersamaan, bantuan dan dukungan selama penelitian.
10. Kepada semua pihak yang telah membantu, namun tidak dapat disebutkan
satu per satu dalam karya ilmiah ini, semoga Allah SWT membalas kebaikan
dengan pahala berlipat ganda.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tesis ini karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat.
Bogor, Januari 2013
Ratri Tri Hapsari
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada 30 Oktober 1984 sebagai anak ketiga dari
empat bersaudara pasangan Bapak Supiyono dan Ibu Sumbangsih.
Pendidikan sarjana ditempuh di program studi Pemuliaan Tanaman,
Fakultas Pertanian Universitas Jendral Soedirman (UNSOED) Purwokerto pada
tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Pengalaman bekerja dimulai pada tahun 2007, penulis diterima sebagai
CPNS Kementrian Pertanian. Penulis bertugas di Balai Penelitian Kacang-
kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI) Malang pada Kelompok Peneliti
Pemuliaan Tanaman, Perbenihan dan Plasma Nutfah (KELTI PNP) tahun 2008
hingga saat ini. Tahun 2010 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan program magister pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih,
Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari
Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xviii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xx
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxi
PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA Potensi Methylobacterium spp. dalam Meningkatkan Vigor Benih .... 5
Potensi Methylobacterium spp. dalam Mempertahankan Daya
Simpan Benih ....................................................................................... 10
Pelapisan Benih (Seed Coating) ........................................................... 13
Invigorasi ............................................................................................. 15
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 17
Bahan dan Alat Penelitian .................................................................... 17
Metode Penelitian................................................................................. 18
HASIL DAN PEMBAHASAN 29
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .............................................................................................. 53
Saran ..................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 55
LAMPIRAN .................................................................................................... 63
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Konsentrasi fitohormon yang terdapat pada 17 suspensi kultur
Methylobacterium spp .............................................................................. 6
2. Konsentrasi tokoferol yang terdapat pada 21 suspensi kultur
Methylobacterium spp .............................................................................. 11
3. Konsentrasi Methylobacterium spp. yang digunakan untuk invigorasi
benih ......................................................................................................... 20
4. Konsentrasi Methylobacterium spp. yang digunakan untuk seed coating 25
5. Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap kecepatan tumbuh pada uji
di laboratorium ......................................................................................... 29
6. Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap daya berkecambah pada uji
di laboratorium ......................................................................................... 30
7. Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap panjang akar pada uji di
laboratorium.............................................................................................. 31
8. Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap Berat Kering Kecambah
Normal (BKKN) pada uji di laboratorium ............................................... 31
9. Pengaruh faktor tunggal perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap
indeks vigor pada uji di laboratorium ....................................................... 32
10. Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap panjang hipokotil pada uji
di laboratorium ......................................................................................... 33
11. Pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap
tinggi tanaman 14 hst, 21 hst, 28 hst, dan 35 hst pada uji di rumah kaca 34
12. Pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap
jumlah daun 28 hst, dan 35 hst pada uji di rumah kaca ............................ 36
13. Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap bobot kering tajuk pada uji di
rumah kaca ................................................................................................ 36
14. Nilai rata-rata panjang akar dan bobot kering akar pada uji di rumah
kaca ........................................................................................................... 37
15. Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap daya tumbuh bibit kedelai
pada uji di rumah kaca .............................................................................. 37
16. Pengaruh faktor tunggal periode simpan dan formula coating terhadap
daya berkecambah ..................................................................................... 44
17. Pengaruh faktor tunggal periode simpan terhadap bobot kering
kecambah normal kedelai.......................................................................... 46
18. Pengaruh interaksi periode simpan dan formula coating terhadap
kecepatan tumbuh benih kedelai ............................................................... 48
19. Pengaruh interaksi periode simpan dan formula coating terhadap indeks
vigor benih kedelai .................................................................................... 49
20. Rata-rata jumlah Methylobacterium spp. yang hidup pada benih yang
dicoating.................................................................................................... 52
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Alur pelaksanaan penelitian ...................................................................... 17
2. Proses perendaman benih dengan isolat Methylobacterium spp
menggunakan aerator ............................................................................... 21
3. Grafik imbibisi benih kedelai ................................................................... 40
4. Koloni bakteri yang terdapat dicoating benih kedelai pada periode
simpan 1 bulan .......................................................................................... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Deskripsi kedelai Argomulyo ................................................................... 63
2. Media AMS dalam 1 liter ......................................................................... 63
3. Trace elemen per 100 ml .......................................................................... 63
4. Tryptophan ................................................................................................ 64
5. Proses coating benih kedelai hingga dikemas untuk 6 bulan periode
simpan ....................................................................................................... 64
6. Rekapitulasi analisis keragaman pengaruh lot benih dan perlakuan
invigorasi terhadap beberapa variabel pengamatan pada uji di
laboratorium .............................................................................................. 65
7. Rekapitulasi analisis keragaman pengaruh perlakuan invigorasi dan lot
benih terhadap beberapa variabel pengamatan pada uji di rumah kaca .... 65
8. Pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap
kadar air benih pada uji di laboratorium ................................................... 66
9. Rekapitulasi analisis keragaman periode simpan dan formula coating
serta interaksinya terhadap beberapa variabel pengamatan pada benih
kedelai ....................................................................................................... 66
10. Pengaruh faktor tunggal periode simpan dan formula coating terhadap
kadar air benih kedelai .............................................................................. 67
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan tanaman pangan fungsional dan sumber protein penting
di Indonesia. Kandungan protein varietas kedelai di Indonesia berkisar antara 30-
45 % sedangkan kandungan lemak berkisar antara 7-25 % (BALITKABI 2008).
Input utama dalam menghasilkan produk kedelai yang berkualitas adalah
penyediaan benih kedelai bermutu tinggi. Salah satu faktor pembatas penyediaan
benih kedelai di daerah tropis, seperti Indonesia adalah kemunduran benih yang
berlangsung cepat selama penyimpanan sehingga mengurangi ketersediaan benih
bermutu tinggi.
Benih bermutu tinggi dapat dicirikan dari vigor yang tinggi (Ilyas 2012).
Menurut Sadjad et al. (1999), vigor benih adalah kemampuan benih tumbuh
normal dalam keadaan lapang suboptimum. Secara umum, vigor benih dibagi
menjadi dua kategori, yaitu vigor kekuatan tumbuh dan vigor daya simpan. Vigor
kekuatan tumbuh mengindikasikan vigor benih pada kondisi alam suboptimum,
sedangkan vigor daya simpan adalah kemampuan benih untuk disimpan dalam
kondisi suboptimum.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan vigor benih
adalah dengan teknik seed enhancement. Menurut Taylor et al. (1998), terdapat
tiga teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu benih, yaitu pre-
sowing hydration treatment (priming), teknologi coating dan seed conditioning.
Priming adalah perlakuan benih sebelum tanam dengan cara menyeimbangkan
potensial air benih untuk merangsang kegiatan metabolisme di dalam benih
sehingga benih siap berkecambah. Menurut Kuswanto (2003), seed coating
merupakan pelapisan benih menggunakan zat tertentu seperti zat pengatur
tumbuh, zat hara mikro, mikroba, fungisida ataupun antioksidan yang dapat
meningkatkan penampilan benih di lapangan.
Seed coating menggunakan zat antioksidan merupakan salah satu cara yang
dapat digunakan untuk memperlambat proses kemunduran benih kaya protein dan
lemak seperti kedelai. Justice dan Bass (2002) menjelaskan selama benih
2
mengalami penyimpanan, proses oksidasi yang terjadi dapat memutuskan ikatan
rangkap asam lemak tak jenuh sehingga menghasilkan radikal-radikal bebas yang
dapat bereaksi dengan lipida lainnya. Menurut Bewley dan Black (1986)
akumulasi radikal bebas menyebabkan kerusakan membran yang mengakibatkan
terjadinya kebocoran elektrolit, sehingga berpotensi menurunkan viabilitas benih.
Sattler et al. (2004) melaporkan tokoferol merupakan salah satu zat antioksidan
yang dapat membatasi oksidasi lipid nonenzimatik selama penyimpanan,
perkecambahan, dan perkembangan awal bibit. Tokoferol, telah diketahui sebagai
antioksidan yang mampu mempertahankan integritas membran. Menurut
Ardiansyah (2007), senyawa tersebut dilaporkan bekerja sebagai scavenger
radikal bebas oksigen, peroksidasi lipid dan oksigen singlet. Mekanisme kerja
antioksidan terkait dengan struktur molekulnya yang dapat memberikan
elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu, sehingga dapat
memutus reaksi berantai dari radikal bebas.
Tokoferol dapat dimanfaatkan sebagai coating untuk meningkatkan daya
simpan benih kedelai. Tokoferol bisa didapat secara alami dari tanaman dan
Methylobacterium spp. ataupun secara sintetik. Hughes dan Tove (1982), berhasil
mendeteksi kandungan derivat tokoferol menggunakan HPLC (High Performance
Liquid Chromatography) pada Methanobacteria dan mikroorganisme lainnya. Hal
ini didukung oleh penelitian Widajati et al. (2011) dengan perangkat HPLC dapat
mendeteksi kemampuan Methylobacterium spp dalam memproduksi tokoferol.
Methylobacterium spp. atau disebut juga Pink Pigmented Facultative
Metylotroph (PPFM) juga memiliki keistimewaan dapat menghasilkan
fitohormon. Hasil penelitian Widajati et al. (2008) menunjukkan bahwa analisis
fitohormon pada kultur Methylobacterium spp yang diisolasi dari berbagai jenis
tanaman Indonesia menghasilkan kadar IAA berkisar antara 1.42 ppm – 15.14
ppm, kadar GA3 berkisar antara 20.28 ppm - 129.83 ppm, sedangkan kadar Trans
zeatin berkisar antara 22.28 ppm – 89.21 ppm.
Methylobacterium spp. telah banyak dilaporkan berperan dalam
meningkatkan daya berkecambah benih beberapa tanaman, seperti pada padi
(Madhaiyan et al. 2004), kacang tanah (Madhaiyan et al. 2006a), tomat
(Madhaiyan et al. 2007), tembakau (Abanda-Nkpwatt 2006), dan kedelai
3
(Meenakshi & Savalgi 2009). Hasil penelitian Radha et al. (2009), pada kedelai
yang diinokulasi isolat bakteri Methylobacterium spp. yang dikombinasikan
dengan Bradyrhizobium japonicum strain SB 120 dapat meningkatkan tinggi
tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk dan bobot kering akar, jumlah nodul
dan bobot kering nodul.
Manfaat mikroba dalam usaha pertanian belum disadari sepenuhnya, karena
pandangan umum terhadap mikroba lebih terfokus secara selektif pada mikroba
patogen yang menyebabkan penyakit pada tanaman (Saraswati & Sumarno 2008).
Berbagai penelitian menunjukkan perlakuan benih menggunakan mikroba dapat
melindungi tanaman tidak hanya pada tahap pembibitan atau persemaian, tetapi
selama siklus hidup tanaman tersebut (Copeland & McDonald 2001). Holland et
al. (1996) melaporkan PPFM dapat digunakan sebagai inokulum pada benih atau
seed coating yang bertujuan untuk meningkatkan perkecambahan, vigor dan daya
simpan benih.
Methylobacterium spp. dapat diaplikasikan dalam pelapisan dan invigorasi
benih kedelai. Berdasarkan beberapa hasil penelitian dan potensi isolat
Methylobacterium spp. yang dapat menghasilkan fitohormon dan tokoferol,
diharapkan potensi Methylobacterium spp. tersebut dapat meningkatkan daya
simpan dan vigor kekuatan tumbuh benih kedelai.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui potensi Methylobacterium spp. untuk meningkatkan vigor
kekuatan tumbuh benih kedelai dengan teknik invigorasi.
2. Mendapatkan formulasi coating dengan Methylobacterium spp. yang dapat
mempertahankan viabilitas benih selama di penyimpanan.
3. Mengetahui jumlah populasi Methylobacterium spp. pada coating benih
kedelai selama penyimpanan.
4
Ruang Lingkup Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian disusun percobaan yang meliputi: (1)
aplikasi Methylobacterium spp. untuk invigorasi pada benih kedelai. (2) aplikasi
Methylobacterium spp untuk teknik coating. Percobaan pertama disusun untuk
meningkatkan vigor kekuatan tumbuh khususnya pada benih kedelai yang telah
mengalami kemunduran, sedangkan percobaan kedua disusun untuk
mempertahankan vigor daya simpan benih kedelai.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Methylobacterium spp. dalam Meningkatkan Vigor Benih
Methylobacterium spp. disebut juga Pink Pigmented Facultative
Methylotroph (PPFM) karena memiliki pigmentasi merah muda yang khas.
Menurut Holland et al. (2002), PPFM berwarna merah muda karena memiliki
pigmen karetenoid, produk dari metabolisme isoprenoid. Green (1992)
melaporkan bakteri PPFM memiliki ciri khas dapat hidup pada senyawa
berkarbon tunggal (C1) dari tanaman yaitu metanol (CH3OH) atau metilamina
(CH3NH2) sebagai sumber karbonnya. Kemampuan Methylobacterium spp dalam
memanfaatkan gugus metil maupun kemampuannya untuk tumbuh pada senyawa
multi karbon seperti suksinat, piruvat atau glioksilat, maka bakteri tersebut
termasuk kelompok bakteri fakultatif metilotrof.
Methylobacterium spp. merupakan mikrobiota normal pada filosfer hampir
semua tanaman, lumut dan paku-pakuan. Menurut Amelia (2002) sebagai
mikroflora normal pada filosfer hampir semua tanaman, hal ini memungkinkan
bakteri tersebut memiliki peranan untuk mendukung pertumbuhan tanaman inang.
Glick et al. (1999) melaporkan secara langsung maupun tidak langsung bakteri
dapat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Secara tidak langsung, bakteri tersebut dapat mengurangi atau mencegah
kerusakan yang disebabkan oleh organisme fitopatogen melalui satu atau beberapa
mekanisme yang berbeda seperti produksi antibiotik, antifungi dan lain-lain.
Secara langsung, umumnya bakteri mensintesis senyawa tertentu seperti hormon
tumbuh, vitamin, siderofor atau mempermudah pengambilan nutrien dari
lingkungan.
Simbiosis Methylobacterium dengan tanaman berawal dari pemanfaatan
metanol yang diproduksi oleh tanaman. Metanol merupakan produk samping dari
metabolisme pektin pada dinding sel yang sedang berkembang (Kutschera 2007).
Salma et al. (2005) melaporkan metanol merupakan produk dari aktivitas enzim
methanol dehidrogenase yang dikeluarkan melalui stomata. Penelitian
Chistoserdova et al. (2003) menunjukkan bahwa Methylobacterium spp. memiliki
sedikitnya 100 gen yang berperan dalam metabolisme metanol.
6
Metanol yang dihasilkan tanaman merupakan tempat hidup yang baik untuk
Methylobacterium spp. Sebagai bentuk simbiosisnya dengan tanaman,
Methylobacterium spp dilaporkan dapat memproduksi hormon pertumbuhan yang
berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Lidstrom dan
Chistoserdova (2002) hormon pertumbuhan yang dihasilkan adalah jenis sitokinin
trans-zeatin dan auksin Indole Acetic Acid (IAA). Widajati et al. (2008)
melaporkan dengan perangkat HPLC (High Performance Liquid
Chromatography) dapat mendeteksi fitohormon jenis IAA, GA3 dan sitokinin
pada suspensi kultur Methylobacterium spp. Tabel 1 menunjukkan konsentrasi
fitohormon yang terdapat pada 17 suspensi kultur Methylobacterium spp.
Tabel 1 Konsentrasi fitohormon yang terdapat pada 17 suspensi kultur
Methylobacterium spp.
No Isolat Asal Tanaman
IAA
(ppm)
GA3
(ppm)
Trans-Zeatin
(ppm)
1 TD-TPB1 Terong bulat 2.31 79.64 25.79
2 TD-TPB2 Terong bulat 3.39 99.61 22.66
3 TD-TPB3 Terong bulat 9.56 129.83 33.14
4 TD-TM1 Tomat 7.2 86.18 52.08
5 TD-K2 Kedelai 9.63 59.11 43.79
6 TD-G2 Gambas 1.81 49.99 26.82
7 TD-G3 Gambas 5.74 20.28 69.36
8 TD-J2 Jagung 2.08 ttd 89.21
9 TD-J7 Jagung 9.13 98.75 74.37
10 TD-J10 Jagung 15.14 51.44 59.75
11 TD-L2 Labu siam 12.68 98.36 49.74
12 TD-P4 Padi 9.32 ttd 22.28
13 TD-P5 Padi 1.46 47.92 28.79
14 PPU-K2 Kedelai 3.69 92.89 27.9
15 PPU-K10 Kedelai 9.56 78.32 ttd
16 TD-T1 Terong ungu 1.42 83.15 39.71
17 TD-B1 Buncis 6.4 78.15 ttd
Sumber: Widajati et al. (2008)
Holland (1997) mengemukakan pemodelan produksi sitokinin yang
dihasilkan tanaman akibat adanya asosiasi dengan PPFM. Teori tersebut
mengasumsikan produksi sitokinin oleh PPFM terjadi pada jaringan yang sedang
berkembang. Jaringan tersebut dikolonisasi oleh PPFM. Sitokinin disebutkan
bertindak sebagai molekul sinyal yang dapat menginisiasi pembelahan sel
7
sehingga mendorong terjadinya demetilasi pektin yang melepaskan metanol.
Metanol tersebut, dikonsumsi PPFM sebagai sumber nutrisi. Menurut Ivanova et
al. (2007) gen yang bertanggung jawab dalam sintesis sitokinin adalah gen ipt
pada hampir semua genom bakteri Methylotropic yang di uji menggunakan
analisis PCR (Polymerase Chain Reaction). Hal ini dapat diketahui dari
kemampuan pembentukan akar plantlet tembakau transgenik yang
mengekspresikan gen ipt.
Selain menghasilkan sitokinin, Methylobacterium spp. juga dilaporkan dapat
memproduksi IAA. Omer et al (2004) dengan kombinasi perangkat HPLC dan
NMR (Nuclear Magnetic Resonance) berhasil mendeteksi fitohormon jenis IAA
pada 16 suspensi kultur PPFM. Menurut Ivanova et al. (2007) pada
Methylobacterium extorquens, gen RMQ09094 yang bernama BfdC
(Benzoylformate Dercaboxylase) bertanggung jawab sebagai reaksi kunci pada
sintesis IAA, misalnya pada dekarboksilasi indole-3-pyruvate (IpyA). Senyawa
IpyA adalah senyawa intermediet dalam lintasan utama sintesis IAA.
Hormon asam indol-3-asetat (IAA) merupakan auksin alami yang bersifat
tidak stabil dan berperan merangsang pembelahan dan pembesaran sel pada pucuk
tanaman, serta dalam pembentukan akar. Hormon asam geberelat (GA3) dapat
merangsang pertumbuhan organ baru serta dapat mempengaruhi pembentukan
daun dan akar. Hormon trans-zeatin (TZ) merupakan hormon sitokinin yang
berperan dalam pembelahan sel jaringan dan merangsang tunas daun (Wetherell
1982).
Kemampuan Methylobacterium spp. dalam memproduksi fitohormon
menyebabkan bakteri ini dapat menstimulus perkecambahan benih. Holland dan
Pollaco (1994) dalam Selvakumar et al. (2008) melaporkan benih yang diberi
perlakuan PPFM memperlihatkan perkecambahan dan perkembangan tanaman
yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak diberi perlakuan PPFM.
Pengurangan populasi PPFM pada kulit benih menyebabkan daya berkecambah
benih tersebut juga berkurang.
Berbagai penelitian di dalam dan luar negri juga telah banyak membuktikan
Methylobacterium spp. berperan dalam meningkatkan daya berkecambah benih
beberapa tanaman, contohnya pada padi (Madhaiyan et al. 2004; Fitriani 2008),
8
kacang tanah (Madhaiyan et al. 2006a), tomat (Madhaiyan et al. 2007), cabai
rawit (Afifah 2009), kakao (Sadikin 2009), dan cabai besar (Goni 2010). Menurut
Riupassa (2003), Methylobacterium spp. memiliki pola adaptasi untuk mampu
hidup pada lingkungan dengan daya dukung yang beragam, walaupun bakteri ini
merupakan satu kelompok metilotrof.
Hasil penelitian Madhaiyan et al. (2004) pada benih padi yang diberi
perlakuan Methylobacterium spp. dapat meningkatkan rata-rata daya berkecambah
berkisar antara 33.44 % - 38.74 % dibandingkan dengan kontrol 32.81 %.
Selanjutnya, Madhaiyan et al. (2006a) melaporkan bahwa pada benih kacang
tanah yang dimbibisikan dengan Methylobacterium sp. PPFM-Ah secara nyata
dapat meningkatkan persentase daya berkecambah dari 82 % menjadi 98 % dan
indeks vigor dari 2939 menjadi 3998 dibandingkan dengan kontrol. Radha et al.
(2009), melaporkan bahwa benih kedelai yang diinokulasi isolat bakteri
Methylobacterium yang dikombinasikan dengan Bradyrhizobium japonicum strain
SB 120 mempunyai dampak yang signifikan meningkatkan tinggi tanaman,
jumlah daun, bobot kering tajuk, bobot kering akar, jumlah nodul dan berat kering
nodul.
Secara tidak langsung, Methylobacterium spp juga dilaporkan dapat
mengurangi atau mencegah efek yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen
melalui ketahanan sistemik terinduksi atau induced systemic resistance (ISR) pada
padi (Madhaiyan et al. 2004) dan kacang tanah (Madhaiyan et al. 2006a).
Madhaiyan et al. (2006a) melaporkan pada benih kacang tanah yang telah
diimbibisi dengan Methylobacterium sp. PPFM Ah dan diinokulasi dengan
Aspergilus niger dan Sclerotium rolfsii dapat meningkatkan daya berkecambah
dan indeks vigor. Selain itu, juga dapat meningkatkan pathogenesis related-
protein (PR-protein) dan fenolik dibandingkan dengan kontrol. Hal ini didukung
oleh peningkatan aktivitas phenylalanine ammonia lyase (PAL), β-1.3 glukanase
dan enzim peroksidase (PO) pada benih yang diberi perlakuan Methylobacterium
sp. PPFM-Ah dibandingkan dengan kontrol. Menurut Heil dan Bostock (2002)
PR-protein memegang peranan penting dalam meningkatkan resistensi tanaman
terhadap invasi patogen. Beberapa fungsinya antara lain melisis dinding sel
patogen, menginaktivasi enzim yang disekresikan patogen, menggangu struktur
9
dan fungsi membran sel patogen dan pertahanan dinding sel tanaman. Kelompok
PR-protein yang umum dikenal antara lain kitinase, dan β-1.3 glukanase.
Penelitian Madhaiyan et al. (2006b) melaporkan bahwa enzim 1-
aminocyclopropane-1-carboxylate (ACC) deaminase terdapat pada benih kanola
yang diberi perlakuan dengan Methylobacterium fujisawaens. Benih kanola yang
diberi perlakuan M. fujisawaens menunjukkan jumlah ACC yang lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol. Jumlah ACC yang berkurang diduga disebabkan
oleh aktivitas ACC deaminase yang dihasilkan bakteri M. fujisawaens. Aktivitas
ACC deaminase berperan menurunkan level etilen dengan cara mendegradasi
ACC (prekursor hormon etilen). ACCD yang dihasilkan M. fujisawaens dapat
meniadakan efek etilen sehingga dapat memacu pemanjangan akar dan
memberikan pengaruh yang baik pada pertumbuhan tanaman. Lemus et al. 2009
melaporkan pada tanaman tomat, ACC deaminase yang dihasilkan oleh
Burkholderia sp. dapat mempengaruhi level etilen serta memiliki peran penting
dalam pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Akhwan et al. (2012) membuktikan
bahwa bakteri penghasil ACC deaminase memberikan pengaruh lebih baik bagi
pertumbuhan dan hasil bawang merah seperti pada berat kering akar, luas daun,
laju pertumbuhan tanaman (LPT), berat kering total, tinggi tanaman, berat kering
oven umbi, diameter umbi, indeks panen, berat segar umbi, susut bobot umbi, dan
berat umbi jemur matahari.
Methylobacterium spp. dilaporkan juga mampu mengurangi fitotoksik
logam berat (Idris et al. 2006; Madhaiyan et al. 2007). Menurut Lacava et al.
(2008) Methylobacterium spp mampu memproduksi hydroxamate-type
siderophores. Neilands (1995) melaporkan siderofor dapat digunakan dalam
pengendalian penyakit tumbuhan dengan memanfaatkan peranannya untuk
menyerap besi dari lingkungan dan menyediakan mineral yang penting bagi sel
mikroba. Menurut Budzikiewicz (2001) mekanisme kerja siderofor terjadi melalui
perkembangan yang cepat dari bakteri yang mengolonisasi akar tanaman dan
memindahkan besi di daerah permukaan serta terciptanya kondisi yang sesuai
untuk pertumbuhan akar. Dey et al. (2004) mengemukakan bakteri penghasil
siderofor juga dapat menginduksi ketahanan tanaman. Mekanisme ketahanan
10
tanaman terjadi karena adanya perbaikan lingkungan tumbuh dengan adanya
interaksi mikroba tanaman.
Potensi Methylobacterium spp dalam Mempertahankan
Daya Simpan Benih
Zat antioksidan ternyata juga terdapat pada bakteri Methylotroph yang dapat
mensintesis PQQ (Pyrroloquinoline Quinon). Senyawa PQQ adalah suatu gugus
prostetik (koenzim) dari metanol dehidrogenase. Pyrroloquinoline Quinon terletak
pada periplasma dalam enzim metanol dehridogenase (Lidstrom et al. 1998).
Kasahara dan Kato (2003) melaporkan enzim-enzim yang mengandung PQQ
antara lain enzim metanol dehidrogenase. Pada bakteri metilotrof, perombakan
metanol dan metilamina menjadi formaldehida (CH2O) memerlukan enzim
metanol dehidrogenase dan metilamina dehidrogenase. Formaldehida selanjutnya
dapat teroksidasi atau berasimilasi ke dalam sel karbon (Lidstrom et al. 1998).
Morris et al. (1994) melaporkan pada Methylobacterium extorquens AM-1
dibutuhkan tujuh gen untuk mensistesis PQQ. Gen tersebut berkode pqqDGCBA
dan pqqEF.
Pyrroloquinoline Quinon dilaporkan dapat bekerja sebagai pembersih
(scavenging) superoksida dan mampu mengikat radikal bebas beracun lainnya.
Fungsi PQQ serupa dengan vitamin E, β-karoten, karetenoid, vitamin C,
flavonoid, asam linoleat terkonjugasi dan senyawa fenolik (Klinman 1996). Hal
serupa juga dikemukakan He et al. (2003) bahwa PQQ dapat berfungsi sebagai
vitamin dan dapat bersifat sebagai antioksidan.
Zat antioksidan memiliki berbagai manfaat, diantaranya dapat digunakan
dalam bidang pertanian. Sattler et al. (2004) melaporkan salah satu zat antioksidan
yang dapat membatasi oksidasi lipid nonenzimatik selama penyimpanan,
perkecambahan, dan perkembangan awal bibit adalah tokoferol. Menurut Rahayu
(2010) tokoferol sering disebut juga sebagai vitamin E. Tokoferol yang terbesar
aktivitasnya adalah α-tokoferol. Hasil penelitian Fukuzawa dalam Sattler (2004)
mengungkapkan bahwa satu molekul α-tokoferol dapat menetralkan hingga 120
molekul oksigen singlet sebelum terdegradasi. Menurut Ardiansyah (2007),
mekanisme kerja antioksidan terkait dengan struktur molekulnya yang dapat
11
memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu, sehingga
dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas.
Tokoferol bisa didapat secara alami dari tanaman dan Methylobacterium
spp. ataupun secara sintetik. Hughes dan Tove (1982), berhasil mendeteksi
kandungan derivat tokoferol menggunakan HPLC (High Performance Liquid
Chromatography) pada Methanobacteria dan mikroorganisme lainnya. Hal ini
didukung oleh penelitian Widajati et al. (2011) dengan perangkat HPLC dapat
mendeteksi kemampuan Methylobacterium spp dalam memproduksi tokoferol.
Konsentrasi tokoferol yang terdapat pada 21 suspensi kultur Methylobacterium
spp. ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Konsentrasi tokoferol yang terdapat pada 21 suspensi kultur
Methylobacterium spp.
No Isolat Asal Tanaman Tokoferol (ppm)
1 TD-TPB1 Terong bulat 0
2 TD-TPB2 Terong bulat 422.85
3 TD-TPB3 Terong bulat 871.70
4 TD-TM1 Tomat 1766.91
5 TD-TM3 Tomat 1611.80
6 TD-B1 Buncis 486.80
7 TD-G2 Gambas 312.71
8 TD-G3 Gambas 247.94
9 TD-J2 Jagung 216.58
10 TD-J7 Jagung 190.18
11 TD-L2 Labu siam 313.94
12 TD-P4 Padi 771.04
13 TD-P5 Padi 683.17
14 PPU-K2 Kedelai 370.05
15 PPU-K10 Kedelai 316.01
16 M. TL Durian 258.25
17 M. Atas Durian 128.30
18 DK-4 Kedelai 59.41
19 DK-1 Kedelai 144.80
20 Tantri TP Durian 121.70
21 Tantri TL Durian 265.68
Sumber: Widajati et al. (2011)
Methylobacterium spp. yang mampu memproduksi tokoferol dapat
dimanfaatkan untuk mempertahankan daya simpan benih. Penyimpanan benih
selama periode tertentu berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih. Benih
12
yang telah disimpan akan mengalami kemunduran benih yang ditunjukkan dengan
menurunnya viabilitas dan vigor benih. Kemunduran benih adalah proses bertahap
yang diikuti oleh terakumulasinya metabolit beracun yang makin lama semakin
menekan daya berkecambah dan pertumbuhan kecambah. Kemunduran benih
akan terjadi semakin cepat dikarenakan denaturasi protein akibat proses oksidasi
lemak. Benih berkadar lemak tinggi cenderung tidak tahan disimpan lama. Proses
yang terjadi selama penyimpanan dapat memutuskan ikatan rangkap asam lemak
tak jenuh sehingga menghasilkan radikal-radikal bebas yang dapat bereaksi
dengan lipida lainnya. Hal ini yang menyebabkan rusaknya struktur membran sel
(Justice dan Bass 2002).
Sattler et al. (2004) melakukan penelitian pada daun dan biji tanaman
Arabidopsis thaliana dengan cara mengisolasi dan mengkarakterisasi lokus
vitamin E (vte1 dan vte2) kemudian melakukan mutasi pada lokus tersebut.
Mutasi menyebabkan defisiensi tokoferol di semua jaringan. Mutasi pada salah
satu lokus tersebut menyebabkan umur benih berkurang secara signifikan
dibandingkan dengan tipe liarnya. Pertumbuhan bibit mutan vte2 selama
perkecambahan mengalami kerusakan dengan tingkat lemak hidroperoksida dan
asam lemak hidroksi meningkat hingga 4 – 100 kali dibandingkan dengan tipe
liarnya. Hal ini menunjukkan pentingnya peran tokoferol dalam mempertahankan
viabilitas benih.
Pemberian tokoferol sebelum masa simpan diduga dapat mempertahankan
viabilitas benih selama periode simpan. Tokoferol diduga dapat berperan sebagai
antioksidan untuk mengurangi efek radikal bebas yang terbentuk selama benih
dalam penyimpanan. Penghambatan pembentukan radikal bebas dapat
mempertahankan struktur membran sel dari kemunduran. Hasil penelitian Sari
(2009) menunjukkan benih kacang panjang yang dicoating dengan formulasi
arabic gum dan tokoferol memiliki daya berkecambah 92 % dibandingkan kontrol
90.67 % setelah disimpan selama 3 bulan.
13
Pelapisan Benih (Seed Coating)
Pelapisan benih merupakan salah satu metode seed enhancement, yaitu
suatu metode untuk memperbaiki mutu benih menjadi lebih baik melalui
penambahan bahan kimia pada lapisan luar benih yang dapat mengendalikan
perkecambahan benih. Penambahan bahan kimia lain yang menguntungkan seperti
ZPT atau hormon sintetik, zat hara mikro, mikroba dan fungisida pada pelapis
dapat digunakan untuk meningkatkan performansi benih di lapangan (Copeland &
McDonald 2001).
Manfaat pelapisan benih menurut Kuswanto (2003) antara lain, yaitu
melindungi benih dari gangguan atau pengaruh kondisi lingkungan selama
penyimpanan atau dalam rantai pemasaran, mempertahankan kadar air benih,
menyeragamkan ukuran benih, meningkatkan efisiensi pemakaian alat penanaman
benih sehingga dapat digunakan untuk menanam berbagai jenis benih,
memudahkan penyimpanan benih dan mengurangi dampak buruk kondisi
lingkungan penyimpanan serta memperpanjang daya simpan benih.
Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa polimer untuk pelapis
benih idealnya memiliki karakter sebagai berikut: (1) water-based polymer, (2)
nilai viskositas yang rendah, (3) memiliki konsentrasi yang tinggi pada saat padat,
(4) memiliki pengaturan keseimbangan antara hidrofilik dengan hidrofobik, (5)
membentuk lapisan tipis keras selama pengeringan. Selain itu, menurut Kuswanto
(2003) bahan coating yang digunakan tidak bersifat toxic terhadap benih, mudah
pecah dan larut apabila terkena air sehingga tidak menghambat proses
perkecambahan. Bahan coating juga bersifat porus, sehingga benih masih dapat
memperoleh oksigen untuk respirasi, bersifat higroskopis, tidak bereaksi dengan
pestisida, bersifat perambat dan penyimpan panas yang rendah serta harus mudah
didapat dengan harga yang relatif murah, sehingga dapat menekan harga benih.
Desai et al. (1997) melaporkan bahwa bahan polimer yang memiliki sifat adhesi
yang baik untuk digunakan pada coating benih, diantaranya adalah arabic gum,
dextran, methylcellulose, dan parafin.
Hasil penelitian Setiawan (2005), melaporkan arabic gum dapat digunakan
sebagai bahan pelapis benih karena tidak bersifat racun dan tidak berpengaruh
14
terhadap mutu fisiologi benih, konsentrasi arabic gum yang baik untuk pelapisan
benih cabai adalah 0.05 g ml-1
. Pada konsentrasi tersebut nilai daya berkecambah
dan potensi tumbuh maksimum masing-masing sebesar 95 % dan 98.5 %.
Arabic gum atau gum Arab berasal dari getah atau eksudat yang dihasilkan
oleh pohon akasia (Acacia sp.) yang merupakan respon tanaman karena adanya
pelukaan yang disebut dengan gummosis. Fennema (1996) melaporkan arabic
gum tersusun atas monosakarida (D-galaktosa dan D-glucoronic acid) dan
polisakarida. Polimer penyusun arabic gum antara lain β-D-galactose, L-
arabinose, D-gluconic acid, L-rhamnose, dan 4-O-methyl-D-glucoronic acid.
Karakter arabic gum antara lain yaitu dapat larut dalam air dingin, kelarutan
dalam air cukup tinggi (lebih dari 50%), pengemulsi yang baik dan menstabilkan
emulsi, viskositas relatif pada konsentrasi tinggi, dan pH berkisar antara 4.0 – 4.8.
Seed coating menggunakan PPFM telah dilakukan dan dipatenkan oleh
Holland et al. (1996). Menurut Holland, jumlah populasi awal yang disarankan
agar dapat meningkatkan perkecambahan pada benih kedelai adalah sekitar 107-
108 sel bakteri ml
-1. Proporsi larutan coating pada benih dapat berkisar 0.1 sampai
25 % dari berat benih, bergantung dari tipe benihnya. Bahan perekat yang dapat
digunakan dapat berupa vinyl pyrrolodine atau vinyl acetate, sedangkan carier
yang dapat digunakan, antara lain gambut atau vermikulit. Proses pengeringan
benih dapat dilakukan dengan airdryer menggunakan suhu tidak lebih dari 30 0C.
Sari (2009) melaporkan pada benih kacang panjang, formulasi coating
arabic gum + Methylobacterium TD-L2 merupakan formulasi terbaik berdasarkan
tolok ukur Indeks vigor benih, potensi tumbuh maksimum, bobot kering
kecambah, dan keserempakan tumbuh bibit. Benih yang dicoating dengan
formulasi ini setelah disimpan 12 minggu masih memiliki viabilitas yang tinggi,
ditunjukkan oleh tolok ukur daya berkecambah, yaitu 90.33%. Berdasarkan tolok
ukur kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, bobot kering kecambah,
bobot kering bibit, keserempakan tumbuh bibit, dan daya tumbuh bibit, formulasi
coating terbaik adalah arabic gum + tokoferol. Benih yang dicoating dengan
formulasi tersebut setelah disimpan 12 minggu masih memiliki viabilitas yang
tinggi, ditunjukkan oleh tolok ukur daya berkecambah, yaitu 92 %.
15
Invigorasi
Invigorasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk meningkatkan
vigor benih yang telah mengalami deteriorasi atau kemunduran (Ilyas 2012).
Invigorasi sering juga disebut seed enhacement atau peningkatan mutu benih.
Menurut Taylor et al. (1998), seed enhacement dapat didefinisikan sebagai
perlakuan pasca panen yang dapat memperbaiki perkecambahan atau
pertumbuhan kecambah atau memfasilitasi benih, dan materi lain yang diperlukan
saat tanam. Definisi tersebut mencakup tiga metode umun, yaitu (1) pre-sowing
hydration treatment atau priming, (2) teknologi coating dan (3) seed conditioning.
Teknik priming mencakup dua kategori, yaitu (1) penyerapan air secara
terkontrol dan (2) tidak terkontrol. Penyerapan air secara tidak terkontrol
merupakan metode dimana air tersedia bebas dan tidak dibatasi oleh lingkungan.
Oleh karena itu, pengambilan air diatur oleh afinitas jaringan benih. Teknik umum
yang digunakan dalam penyerapan air tidak terkontrol adalah mengimbibisi benih
pada media blotters yang lembab atau merendam benih dalam air. Perendaman
benih dalam air dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan aerasi.
Penyerapan air secara terkontrol adalah metode yang mengatur kadar air sehingga
mencegah perkecambahan. Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk
membatasi pengambilan air, yaitu: priming dengan larutan, priming dengan teknik
matriks padat dan drum priming dengan hidrasi terkontrol (Taylor et al. 1998)
Perlakuan invigorasi juga dapat diintegrasikan dengan hormon untuk
meningkatkan perkecambahan. Selain itu, bisa pula dengan pestisida, biopestisida,
dan mikroba yang menguntungkan untuk melawan penyakit benih dan bibit
selama awal penanaman, atau untuk memperbaiki status hara, pertumbuhan, dan
hasil tanaman (Ilyas 2012).
Menurut Sutariati (1998) perlakuan invigorasi dengan menggunakan GA3
secara nyata dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih cabai serta mampu
meningkatkan konsentrasi protein pada benih. Sitorus (2005) juga melaporkan
perendaman benih kacang hijau dengan GA3 50 ppm, 100 ppm dan 150 ppm
mampu meningkatkan daya berkecambah dari 87.11 % menjadi 96.89 %, 98.22 %
dan 90.00 %. Salisbury dan Ross (1995) giberelin mempunyai efek fisiologi
16
terhadap pembelahan dan perpanjangan sel, merangsang sintesis enzim hidrolisis
serta meningkatkan plastisitas dan turgiditas sel.
Danial (2011) melaporkan invigorasi dengan cara merendam benih kedelai
selama 12 jam dengan Methylobacterium TD-K2 dapat meningkatkan nilai indeks
vigor sebesar 17.33 % dan Methylobacterium TD-J2 dapat meningkatkan
kecepatan tumbuh sebesar 9.49 % dibandingkan dengan kontrol. Holland et al.
(1996) juga melaporkan bahwa pada benih bunga matahari yang diimbibisi
dengan aquades yang mengandung PPFM dapat meningkatkan daya berkecambah
sampai 16 % dibandingkan dengan kontrol.
17
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah dan Rumah Kaca
Balai Penelitian Tanah (Cimanggu-Bogor), Laboratorium PT. East West Seed
Indonesia (Purwakarta) dan Laboratorium Teknologi Benih (IPB-Bogor) pada
bulan November 2011 sampai Juli 2012. Penelitian ini terdiri atas beberapa
tahapan kegiatan seperti yang tersaji pada Gambar 1.
Gambar 1 Alur pelaksanaan penelitian
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas
Argomulyo (Lampiran 1), empat isolat Methylobacterium spp (TD-TPB3, TD-
TM1, TD-TM3, TD-J7), media kultur Amonium Mineral Salt (AMS), arabic
gum, tokoferol, air steril, gambut, kertas stensil. Peralatan yang digunakan
Perbanyakan isolat Methylobacterium spp
Aplikasi ke benih
Invigorasi
Pengujian viabilitas benih di laboratorium dan rumah kaca
Seed coating
Penyimpanan 0-6 bulan pada
suhu kamar
Pengujian viabilitas benih dan jumlah Methylobacterium spp
yang hidup (viable count)
18
meliputi alat untuk mengkultur bakteri, waterbath sonicator, shaker, vortex,
aerator, alat pengecambah benih IPB 72-1, alat seed coating, plastik polipropilen,
sealer.
Metode Penelitian
Percobaan I: Aplikasi Methylobacterium spp. untuk invigorasi pada benih
kedelai
Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah aplikasi invigorasi, yaitu:
P0: kontrol (tanpa aplikasi perendaman air/isolat)
P1: aplikasi perendaman benih dengan air steril
P2: aplikasi perendaman benih dengan Methylobacterium TD-TPB3
P3: aplikasi perendaman benih dengan Methylobacterium TD-J7
P4: aplikasi perendaman benih dengan Methylobacterium TD-TPB3 + TD-
TM3
P5: aplikasi perendaman benih dengan Methylobacterium TD-TPB3 + TD-
J7
Faktor kedua adalah tingkat viabilitas awal benih Argomulyo yang berbeda,
yaitu: V1 (DB awal: 78 %, tanggal panen 18-10-2010); V2 (DB awal: 83 %,
tanggal panen 8-4-2011); V3 (DB awal: 94 %, tanggal panen 25-8-2011).
Sebanyak 18 kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 54
satuan percobaan.
Model linear dalam Rancangan Acak Kelompok Faktorial sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk
Keterangan:
Yijk = nilai pengamatan pada faktor aplikasi invigorasi taraf ke-i, faktor tingkat
viabilitas awal benih taraf ke-j, dan ulangan ke-k
µ = nilai tengah pengamatan karakter yang diamati
αi = pengaruh utama dari faktor perlakuan aplikasi invigorasi ke-i
βj = pengaruh utama dari faktor perlakuan tingkat viabilitas awal benih ke-j
(αβ)ij = komponen interaksi dari faktor aplikasi invigorasi dan faktor tingkat
viabilitas awal benih
ρk = pengaruh aditif dari kelompok dan disumsikan tidak berinteraksi dengan
perlakuan
εijk = pengaruh acak yang menyebar normal
19
i = perlakuan aplikasi invigorasi
j = perlakuan lot benih
k = ulangan 1, 2, 3
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata pada analisis sidik ragam
dengan taraf kepercayaan 95 %, maka analisis dilakukan dengan menggunakan
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).
Pemilihan isolat yang digunakan untuk aplikasi invigorasi didasarkan pada
konsentrasi fitohormon tertinggi yang diproduksi Methylobacterium spp. menurut
hasil penelitian Widajati et al. (2008) (Tabel 1). Selain itu, kemudahan isolat
tersebut diperbanyak pada media cair juga menjadi pertimbangan karena
dibutuhkan suspensi bakteri dalam jumlah yang cukup besar (+ 2 l per satu
kombinasi perlakuan invigorasi). Berdasarkan penelitian sebelumnya
Methylobacterium spp tidak memiliki kekhususan inang sehingga koleksi isolat
Methylobacterium spp yang tercantum pada Tabel 1 dapat diaplikasikan pada
berbagai jenis tanaman, yaitu diantaranya pada padi (Fitriani 2008), kakao
(Sadikin 2009), cabai rawit (Afifah 2009), cabai besar (Goni 2010), dan kedelai
(Danial 2011). Hal ini diperkuat oleh pernyataan Riupassa (2003), bahwa
Methylobacterium spp. memiliki pola adaptasi untuk mampu hidup pada
lingkungan dengan daya dukung yang beragam.
Prosedur Penelitian
Persiapan Bakteri pada Media Cair
Peremajaan isolat dilakukan terlebih dahulu dengan cara mengambil 1 ose
biakan murni dari koleksi agar miring kemudian digoreskan pada media padat
AMS. Media padat AMS adalah media yang berisi larutan AMS (Lampiran 2) dan
trace elemen (Lampiran 3) sebanyak 25 μl l-1
. Sebelum disterilisasi, terlebih
dahulu diukur keasaman larutan dengan pH meter (pH=7) kemudian diberi
penambahan bacto agar (20 g l-1
). Media yang telah larut kemudian disterilisasi
menggunakan autoklaf selama 20 menit pada suhu 121 0C.
Penambahan metanol sebanyak 10 ml l-1
ke dalam media cair AMS
dilakukan ketika suhu media (+ 30 0C) secara aseptik. Metanol yang diberikan
terlebih dahulu disterilkan dengan cara menyaring larutan tersebut dengan
20
membran filter berpori (millipore) 0.22 μm merek Millex®GP. Media tersebut
kemudian dituang secara aseptik dalam cawan petri yang telah di sterilisasi.
Media padat digunakan untuk menumbuhkan dan memperbanyak isolat bakteri
sebanyak yang dibutuhkan sebelum dikulturkan kembali pada media cair. Media
padat yang telah digoreskan isolat Methylobacterium spp. kemudian diinkubasi
selama 7 hari pada inkubator.
Perbanyakan isolat pada media cair dilakukan dengan cara menyiapkan
media cair AMS dengan penambahan trace elemen pada erlemeyer, kemudian
disterilisasi. Penambahan metanol (10 ml l-1
) dan triptofan (Lampiran 4) sebanyak
1 ml l-1
secara aseptik juga dilakukan setelah suhu media (+ 30 0C). Triptofan
yang diberikan terlebih dahulu disterilkan dengan cara menyaring larutan tersebut
dengan membran filter berpori (millipore) 0.22 μm merek Millex®GP. Sebanyak 1
ose biakan murni dari media padat dimasukkan ke dalam erlemeyer yang berisi
media cair AMS secara aseptik. Erlemeyer kemudian diinkubasi dalam orbital
shaker selama 7 hari dengan kecepatan 100 rpm pada suhu kamar.
Sebelum digunakan untuk aplikasi, kerapatan bakteri dihitung dengan
metode TPC (Total Plate Count). TPC dilakukan dengan melakukan serial
pengenceran (10-1
, 10-2
, 10-3
, 10-4
, 10-5
). Serial pengenceran dilakukan
menggunakan garam fisiologis (NaCl 0.85 % ). Kemudian sebanyak 50 μl
suspensi isolat pada pengenceran tersebut disebar menggunakan segitiga batang
penyebar pada media padat AMS secara aseptik. Inkubasi dilakukan selama 7 hari
pada suhu kamar untuk menumbuhkan bakteri yang telah disebar. Konsentrasi
Methylobacterium spp. yang digunakan untuk invigorasi benih ditunjukkan pada
Tabel 3.
Tabel 3 Konsentrasi Methylobacterium spp. yang digunakan untuk invigorasi
benih
Nama isolat Asal tanaman Konsentrasi
TD-TM3 Tomat 3.00 x 106
cfu ml-1
TD-TPB3 Terong Putih Bulat 4.82 x 107
cfu ml-1
TD-J7 Jagung 2.60 x 107
cfu ml-1
21
Perendaman Benih
Aplikasi invigorasi dengan priming dilakukan dengan cara merendam
benih dalam wadah gelas plastik berukuran 420 ml yang berisi kultur
Methylobacterium spp.
Perendaman benih dalam media air/isolat dilakukan selama 2 jam pada
suhu kamar (29 0C) dan diberi suplai oksigen menggunakan aerator (Gambar 2).
Pengunaan aerator bertujuan untuk memberikan suplai oksigen kepada benih
sehingga meminimalisasi terjadinya kondisi anaerob. Perbandingan benih dengan
air/isolat 3:10 (w/v).
Gambar 2 Proses perendaman benih dengan isolat Methylobacterium spp
menggunakan aerator
Penanaman di laboratorium
Penanaman di laboratorium dilakukan menggunakan teknik Uji Kertas
Digulung didirikan dalam plastik (UKDdp). Setiap perlakuan diulang sebanyak
tiga kali dan setiap ulangan menggunakan sample sebanyak 100 benih. Benih
dikecambahkan pada ekogerminator tipe IPB-72-1. Pengamatan dilakukan setiap
hari hingga hitungan terakhir (hari ke-5).
Penanaman di rumah kaca
Pengujian juga dilakukan di rumah kaca. Media tanah sebanyak 3 kg
dimasukkan ke dalam polibag ukuran 25 cm x 25 cm. Pemberian pupuk urea 25
22
kg ha-1
, SP-36 50 kg ha-1
, KCl 75 kg ha-1
dan kompos 2 ton ha-1
dilakukan sesuai
dengan dosis rekomendasi (BALITKABI 2012). Jika jarak tanam yang digunakan
40 cm x 10 cm, maka diasumsikan 1 ha lahan memiliki populasi tanaman kedelai
sebanyak 250,000 sehingga setiap polibag diberikan pupuk urea 0.045 g, SP-36
0.072 g, KCl 0.18 g, dan kompos 8 g. Pupuk diberikan seluruhnya pada saat
tanam, kecuali kompos yang telah diberikan 1 minggu sebelum tanam.
Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan dimana setiap ulangan terdiri dari 3
polibag yang ditanam 4 benih per polibag dan disisakan 1 tanaman sehat saat
berumur 14 hari setelah tanam (hst). Penanaman dilakukan sore hari sehingga
diharapkan benih yang telah direndam isolat tidak mengalami perubahan suhu
yang ekstrim.
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman yang dilakukan setiap
hari. Penyemprotan pestisida Decis (bahan aktif deltametrin 25 g l-1
) dengan
konsentrasi 0.5 ml l-1
dilakukan setiap minggu untuk mencegah serangan hama.
Pemanenan
Panen dilakukan pada umur 35 hst ketika tanaman kedelai telah mencapai
masa vegetatif akhir. Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman dengan
hati-hati kemudian akarnya dibersihkan dengan air mengalir. Akar yang telah
bersih kemudian dibungkus dengan kertas koran.
a. Peubah yang diamati di Laboratorium
1. Kecepatan Tumbuh (% etmal-1
)
Kecambah tumbuh (KCT) dihitung berdasarkan nilai pertambahan
perkecambahan (persentase kecambah normal) setiap hari pada kurun waktu
perkecambahan dalam kondisi optimum.
5
1
t
i
CT diK
Dimana: i = kurun waktu perkecambahan (selama 5 hari)
d = tambahan persentase kecambah normal per etmal (24 jam)
23
2. Daya Berkecambah (%)
Penghitungan daya berkecambah (DB) dilakukan berdasarkan persentase
kecambah normal (KN) pada pengamatan pertama dan kedua. Pengamatan
pertama pada hari ke-3 setelah tanam (KN hitungan I) dan pengamatan kedua
pada hari ke-5 setelah tanam (KN hitungan II). Nilai Daya Berkecambah (DB)
didapat dengan rumus:
%100
kandikecambahyangbenih
IIhitunganKNIhitunganKNDB
3. Indeks Vigor (%)
Penghitungan indeks vigor (IV) dilakukan berdasarkan persentase
kecambah normal pada pengamatan pertama (KN hitungan I), yaitu hari ke-3
%100xkandikecambahyangbenih
IhitunganKNIV
4. Panjang hipokotil (cm)
Panjang hipokotil diukur pada saat pengamatan hari ke-5 dengan cara
mengukur panjang hipokotil kecambah
5. Panjang akar (cm)
Panjang akar diukur pada saat pengamatan hari ke-5 dengan cara
mengukur panjang akar kecambah.
6. Bobot Kering Kecambah Normal (g)
Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN) merupakan bobot dari semua
kecambah normal yang telah dibuang kotiledonnya pada hari ke-5. Kecambah
dikeringkan pada oven dengan suhu 60 0C selama 3x24 jam.
b. Peubah yang diamati di Rumah Kaca:
1. Daya Tumbuh (%)
Pengamatan terhadap daya tumbuh (DT) benih dilakukan pada saat bibit
berumur 1 MST. Penghitungan dilakukan terhadap bibit yang telah tumbuh
normal (KN).
%100xdisebaryangbenih
KNDT
24
2. Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh.
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap minggu selama fase vegetatif.
3. Jumlah Daun
Tanaman kedelai dihitung jumlah daunnya ketika sudah ada daun trifoliat.
Pengukuran jumlah daun dilakukan setiap minggu selama fase vegetatif.
4. Bobot Kering Tajuk (g)
Bobot kering tajuk ditetapkan dengan memisahkan bagian tajuk dan akar,
kemudian tajuk dioven. Setelah dioven tajuk ditimbang bobot keringnya. Bobot
kering tajuk dihitung setelah tanaman berumur 35 hst.
5. Bobot Kering Akar (g)
Bobot kering akar dilakukan dengan cara mengoven akar yang dipanen
pada 35 hst. Akar dikeringkan pada oven dengan suhu 60 0C selama 3 x 24
jam. Setelah mencapai bobot yang konstan, akar kemudian ditimbang.
Percobaan II: Aplikasi Methylobacterium spp untuk mempertahankan daya
simpan benih kedelai dengan teknik coating pada berbagai
periode simpan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi coating yang dapat
meningkatkan daya simpan dan vigor benih serta mampu mempertahankan
viabilitas Methylobacterium spp. selama penyimpanan. Penelitian disusun
menggunakan Rancangan Petak Tersarang (Nested Design).
Faktor pertama sebagai petak utama adalah periode simpan benih yaitu:
S0 = 0 bulan S4 = 4 bulan
S1 = 1 bulan S5 = 5 bulan
S2 = 2 bulan S6 = 6 bulan
S3 = 3 bulan
Faktor kedua sebagai anak petak adalah formulasi coating dengan
Methylobacterium spp., yaitu:
1. P1 = Kontrol (tanpa coating)
2. P2 = Coating arabic gum
3. P3 = Coating arabic gum + tokoferol 800 ppm
4. P4 = Coating arabic gum + TD-TM1
25
5. P5 = Coating arabic gum + TD-TM3
6. P6 = Coating arabic gum + TD-TPB3
7. P7 = Coating arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM1
8. P8 = Coating arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM3
9. P9 = Coating arabic gum + gambut
10. P10 = Coating arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM1 + gambut
11. P11= Coating arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM3 + gambut
Model aditif linier :
Yijk = μ + Mi+ Kk(Mi) + Pj + (M*P)ij + εijk
Keterangan :
Yijk : respon perlakuan periode penyimpanan ke-i, formula coating ke-j
dan ulangan ke-k
μ : rataan umum
Mi : pengaruh utama periode penyimpanan ke-i
Kk(Mi) : pengaruh ulangan ke-k dalam periode penyimpanan ke-i
Pj : pengaruh utama formula coating pada waktu ke-j
(M*P)ij : pengaruh interaksi antara periode penyimpanan dan formula
coating
εijk : galat percobaan
Pemilihan isolat yang digunakan untuk proses seed coating didasarkan pada
konsentrasi tokoferol tertinggi yang diproduksi Methylobacterium spp. menurut
hasil penelitian Widajati et al. (2011) (Tabel 2).
Proses coating benih
Seed coating dilakukan dengan melapisi benih kedelai dengan bahan perekat
dan media cair yang berisi isolat Methylobacterium spp. Bahan perekat yang
digunakan adalah arabic gum 0.25 g ml-1
(Sari 2009). Konsentrasi isolat yang
digunakan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Konsentrasi Methylobacterium spp. yang digunakan untuk seed coating
Nama isolat Asal tanaman Konsentrasi
TD-TM1 Tomat 5.80 x 107
cfu ml-1
TD-TM3 Tomat 1.00 x 106
cfu ml-1
TD-TPB3 Terong Putih Bulat 3.60 x 108
cfu ml-1
26
Pelapisan benih dilakukan dengan mesin seed coater PT. East West Seed
Indonesia. Formula coating diberikan dengan cara mencampur kultur cair
Methylobacterium spp dengan arabic gum sampai homogen. Perbandingan benih
dengan formula coating adalah 20:1 (w/v). Perbandingan benih dengan gambut
adalah 1:3 (w/w). Pemberian gambut yang telah disterilisasi, dilakukan setelah
benih yang dicoating keluar dari mesin seed coater.
Benih yang telah terlapisi kemudian ditempatkan pada kain strimin,
dikeringkan dengan airdryer selama + 1 jam pada suhu 30 0C hingga benih
memiliki kadar air kurang dari 12 % agar aman untuk disimpan. Benih yang telah
kering dimasukkan segera pada kemasan plastik, ditutup rapat menggunakan alat
sealer kemudian benih disimpan dalam kondisi suhu kamar selama 6 bulan (Suhu
28-29 0C, RH 71-78 %). Proses coating benih kedelai hingga dikemas untuk 6
bulan periode simpan dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pengujian viabilitas benih dan jumlah Methylobacterium spp. yang hidup
(viable count)
Pengujian viabilitas benih di laboratorium dilakukan menggunakan teknik
Uji Kertas Digulung didirikan dalam plastik (UKDdp). Setiap perlakuan terdiri
dari tiga ulangan dimana setiap ulangan terdiri dari 100 benih. Pengamatan
terhadap peubah pengamatan dilakukan setiap hari.
Pengujian jumlah Methylobacterium spp yang hidup pada benih yang
dicoating juga dilakukan setiap bulannya dengan metode Total Plate Count
(TPC). TPC dilakukan dengan cara mengambil contoh sebanyak 20 g benih
kemudian dimasukkan ke erlemeyer yang berisi 180 ml media cair AMS.
Erlemeyer tersebut lalu di sonifikasi pada waterbath sonicator selama 20 menit.
Sonifikasi bertujuan untuk merontokkan Methylobacterium spp. yang masih
melekat di permukaan benih. Setelah itu, media tersebut di shaker selama 20
menit. dan dilakukan serial pengenceran (10-1
, 10-2
, 10-3
, 10-4
, 10-5
). Sebanyak 50
μl suspensi isolat pada pengenceran tersebut disebar menggunakan segitiga batang
penyebar pada media padat AMS secara aseptik. Setiap perlakuan dilakukan
dengan duplo. Selanjutnya diinkubasi selama 7 hari pada suhu kamar. Jumlah
koloni Methylobacterium spp. yang tumbuh dihitung pada hari ke-7.
27
Peubah yang diamati meliputi:
1. Kadar air (%)
2. Indeks vigor (%)
3. Daya berkecambah (%)
4. Kecepatan tumbuh (% etmal-1
)
5. Bobot kering kecambah normal (g)
6. Jumlah Methylobacterium spp yang hidup (cfu g-1
)
28
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan I: Aplikasi Methylobacterium spp. untuk invigorasi benih kedelai
A. Pengujian di Laboratorium
Hasil rekapitulasi analisis keragaman pengaruh lot benih dan perlakuan
invigorasi terhadap beberapa variabel pengamatan pada uji di laboratorium
(Lampiran 6) menunjukkan tidak terdapat interaksi antara tingkat viabilitas benih
yang berbeda dengan perlakuan invigorasi terhadap peubah yang diamati. Hal ini
bermakna bahwa perilaku lot benih terhadap berbagai perlakuan invigorasi adalah
sama pada semua variabel yang diamati. Pengaruh perbedaan nilai kecepatan
tumbuh (Tabel 5), daya berkecambah (Tabel 6), panjang akar (Tabel 7) dan bobot
kering kecambah normal (BKKN) (Tabel 8) nyata disebabkan tiga tingkat
viabilitas benih yang berbeda.
Tabel 5 Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap kecepatan tumbuh pada uji di
laboratorium
Perlakuan Lot benih
V1 V2 V3
.….Kecepatan Tumbuh (% etmal
-1)……
Kontrol (tanpa perendaman) 21.7 23.7 25.2
Air steril 20.1 22.0 25.7
TD-TPB3 23.1 19.7 24.9
TD-J7 22.6 20.5 25.9
TD-TPB3 + TD-J7 22.0 21.8 26.4
TD-TPB3 + TD-TM1 21.5 22.0 22.6
Rata-rata 21.8 b 21.6 b 25.1 a Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94%
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Kecepatan tumbuh (KCT) lot benih V3 nyata berbeda dengan lot benih V1
dan V2 sedangkan kecepatan tumbuh lot benih V1 dan V2 tidak berbeda nyata
(Tabel 3). Hasil ini menginformasikan bahwa lot benih V3 memiliki performa
kecepatan tumbuh yang lebih baik dibandingkan V1 dan V2.
Menurut Sadjad et al. (1999), kecepatan tumbuh merupakan salah satu tolok
ukur yang mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh benih. Nilai KCT yang tinggi
mencerminkan benih yang vigor, karena benih dapat berkecambah cepat pada
30
waktu yang relatif singkat. Ilyas (1986) melaporkan bahwa pada benih kedelai,
tolok ukur kecepatan tumbuh memiliki korelasi yang erat dengan produksi benih
per hektar dibandingkan daya berkecambah, keserempakan tumbuh bibit, tinggi
tanaman dan jumlah buku produktif. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat
diasumsikan semakin tinggi kecepatan tumbuh suatu benih maka akan semakin
tinggi juga produksi benihnya per hektar.
Lot benih V3 yang lebih vigor juga tampak pada peubah daya berkecambah
(Tabel 6). Menurut Ilyas (2012), daya berkecambah merupakan salah satu tolok
ukur untuk mengetahui viabilitas benih. Viabilitas benih menunjukan daya hidup
benih, aktif secara metabolis dan memiliki enzim yang dapat mengkatalisis reaksi
metabolisme yang diperlukan untuk perkecambahan dan petumbuhan kecambah.
Daya berkecambah benih lot V3 nyata berbeda dengan lot V1 dan lot V2.
Lot benih V3 memiliki daya berkecambah yang lebih tinggi 13.5 % dibandingkan
dengan lot V2 sedangkan dibandingkan lot V1, daya berkecambah lot V3 lebih
tinggi 14.2 %. Lot benih V1 dan V2 tidak berbeda nyata secara statistik sehingga
kemampuan daya berkecambah lot V1 dan lot V2 dianggap sama.
Tabel 6 Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap daya berkecambah pada uji di
laboratorium
Perlakuan Lot benih
V1 V2 V3
.…..Daya Berkecambah (%)……
Kontrol (tanpa perendaman) 78.3 82.7 94.0
Air steril 71.7 73.0 84.0
TD-TPB3 72.0 70.3 83.0
TD-J7 74.0 69.3 92.0
TD-TPB3 + TD-J7 70.0 72.3 89.0
TD-TPB3 + TD-TM1 70.7 73.3 80.0
Rata-rata 72.8 b 73.5 b 87.0 a Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94%
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Trend yang hampir sama dengan kecepatan tumbuh dan daya berkecambah
juga ditemui pada peubah panjang akar kecambah. Lot benih V3 memiliki akar
kecambah lebih panjang dibandingkan dengan lot benih V1 dan V2 sedangkan
panjang akar V1 tidak berbeda dengan V2 (Tabel 7). Selisih nilai panjang akar lot
V3 dan lot V2 adalah 0.9 cm sedangkan selisih nilai V3 dengan V1 adalah 0.8 cm.
31
Tabel 7 Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap panjang akar pada uji di
laboratorium
Perlakuan Lot benih
V1 V2 V3
….…….Panjang akar (cm)………..
Kontrol (tanpa perendaman) 12.7 13.6 15.9
Air steril 13.3 13.7 13.6
TD-TPB3 12.1 12.6 13.4
TD-J7 13.2 12.1 14.0
TD-TPB3 + TD-J7 14.1 12.9 13.0
TD-TPB3 + TD-TM1 13.5 13.7 14.0
Rata-rata 13.2 b 13.1 b 14 a Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94%
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Akar merupakan bagian tanaman yang memiliki peranan sangat penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Akar yang lebih panjang
memungkinkan kecambah untuk memenuhi kebutuhan air yang akan terus
dibutuhkan hingga fase perkembangan dan pertumbuhan tanaman selanjutnya. Hal
ini membuktikan bahwa lot benih yang memiliki viabilitas tinggi ditunjang oleh
akar kecambah yang panjang.
Jika dikaji lebih dalam, diketahui bahwa lot benih V1 memiliki vigor yang
lebih baik dibandingkan lot V2. Hal ini terbukti dari peubah berat kering
kecambah normal (BKKN) (Tabel 8).
Tabel 8 Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap berat kering kecambah
normal (BKKN) pada uji di laboratorium
Perlakuan Lot benih
V1 V2 V3
………….BKKN (g)…………
Kontrol (tanpa perendaman) 2.6 2.1 3.0
Air steril 2.4 2.1 3.2
TD-TPB3 2.2 1.8 3.1
TD-J7 2.2 1.8 3.1
TD-TPB3 + TD-J7 2.6 2.0 3.5
TD-TPB3 + TD-TM1 2.5 2.4 2.9
Rata-rata 2.4 b 2.0 c 3.1 a Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94%
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
32
Lot benih V3 tetap konsisten memiliki vigor terbaik dibandingkan lot benih
V1 dan V2. Nilai rata-rata BKKN lot benih V3 lebih tinggi 0.7 g dibandingkan
dengan lot benih V1 sedangkan lot benih V1 memiliki nilai rata-rata BKKN lebih
tinggi 0.4 g dibandingkan dengan lot benih V2.
Bobot kering kecambah normal (BKKN) menggambarkan viabilitas
potensial benih yang ditanam pada kondisi optimum. Sadjad et al. (1999)
melaporkan benih yang vigor memiliki proses reaktifasi yang cepat apabila berada
pada kondisi lingkungan optimal dan proses metabolisme tidak terhambat
sehingga proses katabolisme maupun anabolisme berjalan normal dan benih
menunjukkan kecepatan tumbuh yang tinggi dalam proses pertumbuhannya. Hal
yang serupa juga dilaporkan Copeland dan McDonald (2001) yang menyatakan
benih yang berviabilitas tinggi memiliki kemampuan untuk mensitesis material
baru secara efisien dan dengan cepat mentransfer material tersebut untuk
pertumbuhan kecambah sehingga mengakibatkan peningkatan akumulasi bobot
kering kecambah.
Perlakuan invigorasi mampu memperbaiki performa perkecambahan pada
variabel pengamatan indeks vigor (Tabel 9), dan panjang hipokotil (Tabel 10).
Perlakuan invigorasi terbukti efektif untuk meningkatkan vigor benih Argomulyo
yang memiliki kisaran nilai indeks vigor awal 28.7-42.3 %. Kenaikan indeks vigor
rata-rata sebesar 8.9-20.6 % dibandingkan kontrol.
Tabel 9 Pengaruh faktor tunggal perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap
indeks vigor pada uji di laboratorium
Perlakuan Lot benih
V1 V2 V3 Rata-rata
..….Indeks vigor (%)…………
Kontrol (tanpa perendaman) 28.7 42.3 41.3 37.4 c
Air steril 53.7 55.3 65.0 58.0 a
TD-TPB3 49.0 51.7 52.3 51.0 ab
TD-J7 46.3 38.7 58.7 47.9 b
TD-TPB3 + TD-J7 52.3 47.3 59.3 53.0 ab
TD-TPB3 + TD-TM1 45.0 51.7 42.3 46.3 bc Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94%
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Hasil yang hampir serupa juga dilaporkan Danial (2011) pada benih kedelai
varietas Kaba yang diberi perlakuan invigorasi dengan isolat Methylobacterium
33
TD-K2 mampu meningkatkan indeks vigor 17.3 % dibandingkan kontrol. Kurniati
(2009) juga melaporkan bahwa perlakuan invigorasi pada benih padi dengan
perendaman isolat Methylobacterium TD-L2, TD-TPB3 dan TD-G3 sangat nyata
meningkatkan nilai indeks vigor pada benih tingkat viabilitas sedang dengan
sebesar 45.3 %, 48 %, dan 36 % dibandingkan kontrol 22.7 %.
Panjang hipokotil benih kedelai yang diberi perlakuan invigorasi secara
statistik berbeda nyata dengan benih yang tidak direndam (Tabel 10). Armstrong
dan McDonald (1992) melaporkan perlakuan priming pada benih kedelai tanpa
diikuti perlakuan pengeringan dapat meningkatkan panjang plumula, radikula dan
berat kecambah. Walaupun demikian, hasil uji lanjut DMRT menginformasikan
bahwa benih yang direndam dengan air steril secara statistik tidak berbeda nyata
dengan perendaman isolat Methylobacterium spp., baik pada variabel indeks vigor
maupun panjang hipokotil. Artinya, secara umum perendaman benih kedelai
dengan Methylobacterium spp. selama 2 jam belum menunjukkan performa yang
lebih baik dibandingkan dengan perendaman air steril.
Tabel 10 Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap panjang hipokotil pada uji di
laboratorium
Perlakuan Lot benih
V1 V2 V3 Rata-rata
……...Panjang hipokotil (cm).…..
Kontrol (tanpa perendaman) 9.3 10.5 8.8 9.5 b
Air steril 11.8 12.0 12.3 12.0 a
TD-TPB3 11.4 11.3 10.4 11.0 a
TD-J7 11.1 11.3 11.3 11.2 a
TD-TPB3 + TD-J7 12.4 11.0 11.4 11.6 a
TD-TPB3 + TD-TM1 11.6 11.7 12.1 11.8 a Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94%
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Abanda-Nkpwatt et al. (2006) melaporkan benih mustard, tomat dan
tembakau yang diinokulasi dengan Methylobacterium extorquens dapat
meningkatkan bobot kecambah dan panjang hipokotil namun pada benih gandum,
barley, jagung, wortel, buncis dan kacang kapri tidak berpengaruh nyata. Menurut
Kalyaeva et al. (2001), kolonisasi antara eksplan tembakau dengan
34
Methylobacteria membentuk asosiasi yang stabil antara bakteri dengan tanaman
inangnya sehingga dapat meningkatkan regenerasi dan formasi akar.
B. Pengujian di Rumah Kaca
Hasil rekapitulasi analisis keragaman pengaruh perlakuan invigorasi dan
lot benih terhadap beberapa variabel pengamatan pada uji di rumah kaca
(Lampiran 8) menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara pengaruh
perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap semua variabel yang diamati. Hal ini
bermakna perilaku lot benih terhadap berbagai perlakuan invigorasi untuk seluruh
variabel yang diamati adalah sama. Perlakuan invigorasi tidak menghasilkan
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan kontrol pada tinggi tanaman (Tabel
11), jumlah daun (Tabel 12), bobot tajuk (Tabel 13), panjang dan bobot kering
akar (Tabel 14), dan daya tumbuh (Tabel 15).
Tabel 11 Pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap
tinggi tanaman 14 hst, 21 hst, 28 hst, dan 35 hst pada uji di rumah kaca
Perlakuan Tinggi Tanaman 14 hst (cm) Tinggi Tanaman 21 hst (cm)
Lot Benih Rata- Lot Benih Rata-
V1 V2 V3 rata V1 V2 V3 rata
Kontrol 24.6 25.8 31.6 27.3 a 46.8 49.2 58.2 51.4
Air steril 22.4 20.7 24.3 22.4 b 45.9 45.1 50.9 47.3
TD-TPB3 21.9 20.4 24.8 22.4 b 50.2 43.3 52.8 48.8
TD-J7 21.4 20.1 23.4 21.6 b 44.2 39.2 50.1 44.5
TD-TPB3+
TDJ7 21.6 19.7 25.1 22.2 b 44.8 45.8 52.3 47.6
TD-TPB3 +
TD-TM1 20.4 20.3 25.6 22.1 b 45.6 44.6 55.5 47.5
Rata-rata 22.1 b 21.2 b 25.8 a
46.3 b 44.5 b 52.8 a
Perlakuan Tinggi Tanaman 28 hst (cm) Tinggi Tanaman 35 hst (cm)
Lot Benih Rata- Lot Benih Rata-
V1 V2 V3 rata V1 V2 V3 rata
Kontrol 78.8 84.6 90.3 84.5 a 96 109 106 103.7
Air steril 75.2 77.1 82.8 78.4 ab 97 93 101 97
TD-TPB3 78.9 75.8 84.2 79.6 ab 96 101 109 102
TD-J7 66.9 66.5 74.7 69.4 c 92 92 98 94
TD-TPB3 +
TD-J7 76.1 72.8 79.7 76.2 abc 100 92 101 97.7
TD-TPB3 +
TD-TM1 73.4 74.3 78.0 75.3 bc 97 94 100 97
Rata-rata 74.8 b 75.2 b 81.6 a
96.3 96.8 102.5
35
Secara umum, tinggi tanaman kedelai pada umur 14, 21, 28 dan 35 hst
memiliki pola yang sama (Tabel 11). Lot benih V3 secara statistik, nyata memiliki
batang yang lebih tinggi dibandingkan dengan lot V1 dan lot V2 pada umur 14, 21
dan 28 hst. Trend yang hampir sama juga terjadi ketika tanaman berumur 35 hst,
dimana lot V3 terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan lot V1 dan V2, namun
perbedaannya tidak nyata secara statistik.
Perlakuan invigorasi tidak memberikan peningkatan panjang batang
tanaman dibandingkan kontrol saat tanaman berumur 14 hst. Pada saat tanaman
berumur 35 hst, tidak terdapat pengaruh dari perbedaan lot benih dan perlakuan
invigorasi. Akan tetapi pola pertumbuhan dari masing-masing perlakuan hampir
sama dengan hasil yang didapat pada umur 14, 21, dan 28 hst. Benih yang tidak
direndam dan perlakuan perendaman TD-TPB3 stabil memberikan nilai rata-rata
tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Sedangkan
perlakuan perendaman dengan isolat TD-J7 memperlihatkan nilai rata-rata tinggi
tanaman yang terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Jumlah daun tanaman pada umur 14 hst dan 21 hst secara statistik tidak
dipengaruhi oleh lot benih maupun perlakuan invigorasi. Perlakuan invigorasi
baru tampak memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel jumlah daun
ketika tanaman berumur 28 hst dan 35 hst (Tabel 12). Perlakuan perendaman
benih dengan air steril dan isolat TD-TPB3 menghasilkan jumlah daun yang sama
dengan kontrol pada saat tanaman berumur 28 hst. Perendaman dengan isolat TD-
J7, TD-TPB3 + TD-J7, dan TD-TPB3 + TD-TM1 belum memberikan pengaruh
jumlah daun yang lebih banyak pada umur 28 hst dibandingkan kontrol.
Ketika tanaman berumur 35 hst, seluruh perlakuan invigorasi tidak
menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan kontrol. Secara
umum, perlakuan perendaman benih dengan isolat Methylobacterium spp saja
belum cukup mampu memberikan kontribusi yang efektif pada variabel jumlah
daun. Walaupun dengan perendaman benih diharapkan kolonisasi awal bakteri
Methylobacterium spp dapat terjadi, namun diperlukan aplikasi lanjutan berupa
penyemprotan isolat pada tanaman untuk hasil yang maksimal. Hasil yang hampir
serupa dilaporkan Meenakshi (2008) bahwa perlakuan inokulasi benih kedelai
yang dilanjutkan dengan penyemprotan isolat Methylobacterium spp. + B.
36
japonicum menghasilkan jumlah daun yang nyata lebih banyak (7 helai)
dibandingkan dengan perlakuan pada benih saja pada 60 hst.
Tabel 12 Pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap
jumlah daun 28 hst, dan 35 hst pada uji di rumah kaca
Perlakuan
Jumlah Daun 28 hst Jumlah Daun 35 hst
Lot Benih Rata-rata
Lot Benih Rata-
rata V1 V2 V3 V1 V2 V3
Kontrol 17 15 17 16.15 a 27 28 31 28.56 a
Air 16 16 17 16.37 a 25 23 24 23.89 b
TD-TPB3 16 16 16 15.85 ab 22 23 24 23.00 b
TD-J7 13 14 15 14.04 c 22 21 22 21.33 b
TD-TPB3 + TD-J7 16 14 15 14.85 bc 25 21 24 23.44 b
TD-TPB3 + TD-TM1 15 14 15 14.57 bc 23 21 23 22.56 b
Rata-rata 16 15 16 24 23 25
Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94%
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Nilai bobot kering tajuk yang tinggi kemungkinan merupakan dampak yang
ditimbulkan tingginya nilai rata-rata jumlah daun dan tinggi tanaman kontrol
dibandingkan tanaman yang diberi perlakuan isolat Methylobacterium spp.
sehingga memberi sumbangan yang nyata terhadap akumulasi nilai bobot kering
tajuk kontrol (Tabel 13).
Tabel 13 Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap bobot kering tajuk pada uji di
rumah kaca
Perlakuan Lot Benih
V1 V2 V3 Rata-rata
.…..….…Bobot Kering Tajuk (g)………
Kontrol 4.09 3.79 4.37 4.08 a
Air 3.20 3.46 3.45 3.37 b
TD-TPB3 3.31 3.11 3.19 3.20 b
TD-J7 3.13 2.40 2.80 2.78 b
TD-TPB3 + TD-J7 3.07 2.76 2.96 2.93 b
TD-TPB3 + TD-TM1 3.05 2.72 3.17 2.98 b Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94%
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Nilai rata-rata panjang dan bobot kering akar yang diberi perlakuan
invigorasi tidak berbeda nyata terhadap kontrol. Walaupun terdapat beberapa
perlakuan yang memiliki nilai lebih tinggi daripada kontrol, namun secara statistik
semua perlakuan belum memberikan kontribusi yang nyata (Tabel 14).
37
Tabel 14 Nilai rata-rata panjang akar dan bobot kering akar pada uji di rumah
kaca
Perlakuan
Panjang Akar (cm) Bobot Kering Akar (g)
Lot Benih Rata-
rata
Lot Benih
V1 V2 V3 V1 V2 V3 Rata-
rata
Kontrol 31.6 28.6 32.9 31.0 0.5663 0.4249 0.5616 0.5176
Air 36.2 34.3 36.4 35.7 0.5875 0.6202 0.5994 0.6024
TD-TPB3 33.5 34.0 30.7 32.7 0.5808 0.5219 0.5348 0.5458
TD-J7 34.9 33.9 29.1 32.7 0.4469 0.3995 0.5192 0.4552
TD-TPB3 + TD-J7 34.3 32.6 34.7 33.9 0.4977 0.4551 0.5285 0.4938
TD-TPB3 + TD-TM1 34.4 31.6 31.3 32.4 0.4732 0.4494 0.4676 0.4634
Rata-rata 34.2 32.5 32.5
0.5254 0.4785 0.5352
Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94%
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range
Test (DMRT) pada taraf 5%
Sejalan dengan pengujian viabilitas yang dilakukan di laboratorium,
pengujian di rumah kaca juga membuktikan bahwa lot V3 merupakan lot yang
paling vigor dibandingkan dengan lot V1 dan V2. Hal ini dapat dilihat dari
variabel pengamatan tinggi tanaman 14 hst (hari setelah tanam), 21 hst, 28 hst
(Tabel 11) dan daya tumbuh (Tabel 15).
Daya tumbuh kedelai pada pengujian di rumah kaca nyata dipengaruhi oleh
perbedaan lot benih dimana lot benih V3 memiliki daya tumbuh yang lebih baik
dibandingkan lot benih V1 dan V2 (Tabel 15). Lot benih V1 tidak berbeda dengan
lot benih V2. Selisih nilai daya tumbuh lot benih V3 dibandingkan dengan lot
benih V2 sebesar 15.4 % sedangkan dengan lot benih V1 sebesar 22.8 %.
Tabel 15 Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap daya tumbuh bibit kedelai
pada uji di rumah kaca
Perlakuan Lot Benih
V1 V2 V3
….……Daya Tumbuh (%)……...
Kontrol 69.3 83.3 97.3
Air 66.7 83.3 89.0
TD-TPB3 72.3 75.0 89.0
TD-J7 52.7 58.3 86.3
TD-TPB3 + TD-J7 77.7 72.0 86.0
TD-TPB3 + TD-TM1 64.0 75.0 92.0
Rata-rata 67.1 b 74.5 b 89.9 a Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94%
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range
Test (DMRT) pada taraf 5%
38
Pada Tabel 15 dapat diketahui bahwa lot benih V1 yang diberi perlakuan
perendaman dengan isolat Methylobacterium TD-TPB3 (72.3 %) dan TD-TPB3 +
TD-J7 (77.7 %) cenderung dapat meningkatkan daya tumbuh dibandingkan
dengan kontrol (69.3 %) dan perendaman air steril (66.7 %) walaupun tidak
berbeda nyata secara statistik. Daya tumbuh yang dapat meningkat pada benih
kedelai yang diberi perendaman TD-TPB3 dan TD-TPB3 + TD-J7 diduga
dikarenakan hormon tumbuh yang dihasilkan kedua isolat tersebut. Hasil ini
didukung oleh penelitian Widajati et al. (2008) yang melaporkan bahwa isolat
Methylobacterium spp. mampu memproduksi fitohormon dari jenis IAA, GA-3,
dan transzeatin. Isolat TD-TPB3 yang diisolasi dari daun terong putih bulat
dilaporkan menghasilkan IAA 9.56 ppm, GA-3 129.83 ppm dan trans zeatin 33.14
ppm. Isolat TD-J7 yang diisolasi dari daun jagung dilaporkan dapat memproduksi
IAA 9.13 ppm, GA-3 98.75 ppm, dan trans zeatin 74.37 ppm.
Kurang terekspresinya peranan Methylobacterium spp. pada penelitian ini
diduga disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah (1) metode aplikasi
invigorasi yang belum tepat, (2) tidak terbentuknya asosiasi yang stabil antara
bakteri dengan tanaman inangnya. Keberhasilan penggunaan metode priming
dalam invigorasi benih telah banyak dilaporkan pada berbagai penelitian,
diantaranya pada benih padi (Madhaiyan et al. 2004), cabai besar (Goni 2010),
kakao (Sadikin 2009), tomat (Madhaiyan et al. 2007), dan tembakau (Abanda-
Nkpwatt 2006).
Penggunaan metode priming lebih banyak berhasil pada benih-benih yang
berukuran kecil dibandingkan pada benih berukuran besar seperti kedelai (Hessel
et al. 1986 dalam Copeland dan McDonald 2001) dan jagung (Bennett dan Waters
et al. 1986 dalam Copeland dan McDonald 2001). Meskipun demikian, hasil
penelitian Danial (2011) menunjukkan bahwa keberhasilan penggunaan metode
priming dengan cara perendaman isolat Methylobacterium TD-TPB3 selama 12
jam dapat meningkatkan daya berkecambah benih kedelai berukuran biji besar
seperti Anjasmoro. Daya berkecambah benih Anjasmoro dilaporkan nyata
mengalami peningkatan sebesar 18.66 % dibandingkan kontrol. (dari 70.67 %
menjadi 89.33 %). Peningkatan nilai indeks vigor juga dilaporkan terjadi pada
benih kedelai berukuran biji sedang seperti Kaba. Nilai indeks vigor benih Kaba
39
yang diberi perlakuan perendaman isolat TD-K2 selama 12 jam, dilaporkan nyata
mengalami peningkatan sebesar 17.33 % dibandingkan dengan kontrol (dari 72%
menjadi 89.33 %).
Metode priming termasuk teknik invigorasi benih dengan penyerapan air
secara tidak terkontrol yang penerapannya lebih mudah dan praktis dibandingkan
dengan matriconditioning. Penyerapan air secara tidak terkontrol menyebabkan
hidrasi benih berjalan sangat cepat. Hal ini dapat diketahui dari kadar air benih
perlakuan priming yang meningkat hingga 5 kali lipat dibandingkan kontrol dalam
waktu dua jam perendaman. Tabel pengaruh faktor tunggal lot benih dan
perlakuan invigorasi terhadap kadar air benih pada uji di laboratorium dapat
dilihat pada Lampiran 8. Kadar air terendah dicapai oleh lot benih dengan
viabilitas awal tinggi (V3) yang berbeda nyata dengan viabilitas awal benih
rendah (V1 dan V2). Hasil ini menunjukkan bahwa lot benih dengan viabilitas
awal tinggi mampu menahan laju air yang masuk ke dalam kulit benih
dibandingkan dengan benih yang memiliki viabilitas awal rendah.
Proses awal terjadinya imbibisi benih adalah melalui kulit benih. Bewley
dan Black (1986) membagi proses imbibisi menjadi tiga fase, yaitu fase pertama
yang ditunjukkan dengan pengambilan air yang cepat, fase kedua yang
ditunjukkan dengan pembengkakkan setelah air mencapai bagian yang lebih
dalam sampai radikula muncul dan fase ketiga ditunjukkan dengan pengambilan
air di bagian-bagian kulit benih yang lembab. Pada fase kedua boleh dikatakan
pengambilan air hampir tidak ada.
Sedikit berbeda dengan pernyataan Bewley dan Black, Suriyong et al.
(2002) juga melakukan penelitian tentang efek perlakuan pra-tanam terhadap
imbibisi lima benih kedelai lokal Thailand. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa pada benih kedelai proses imbibisi dibagi menjadi tiga tahap. Pada lima
jam pertama, benih akan menyerap air dengan cepat dikarenakan perbedaan
potensial air pada benih dan air. Pada tahap kedua, penyerapan air agak sedikit
meningkat pada lima hingga sepuluh jam perendaman. Pada tahap ketiga, laju
imbibisi mulai menurun dan benih yang terendam mulai stabil pada 12 jam
perendaman (Gambar 3). Beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan air
40
pada benih kedelai diantaranya ketebalan kulit dan kandungan protein pada
kotiledon.
Sumber: Suriyong et al. (2002)
Gambar 3. Grafik imbibisi benih kedelai
Koizumi et al. (2008) mempelajari peranan protektif kulit benih ketika
imbibisi terjadi menggunakan Micro magnetic Resonance Imaging (MRI) dan
mendapati bahwa kulit benih (testa) yang utuh, membantu mengatur
penggabungan air ke dalam radikula, hipokotil dan kotiledon melalui lapisan
dalam kulit benih sehingga berperan mencegah hancurnya jaringan benih pada
awal imbibisi. Pada penelitian ini, diduga lot benih V3 memiliki kulit benih yang
lebih kompak dan tebal sehingga laju imbibisi berjalan lebih lambat. Oleh karena
itu, kandungan air yang terdapat dalam benih juga lebih rendah dibandingkan
dengan lot benih V1 dan V2.
Methylobacterium spp. yang diaplikasikan diharapkan sudah bekerja sejak
saat benih diinokulasikan dengan cara perendaman. Amelia (2002) melaporkan
kolonisasi awal bakteri mempunyai peranan penting bagi fisiologi tanaman.
Kolonisasi awal bakteri diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sintas
(bertahan hidup) bakteri. Madigan et al. (1997) melaporkan kemampuan sintas
bakteri berkaitan dengan adanya kompetisi antar mikroorganisme dalam
penguasaan tempat hidup atau memperebutkan nutrisi, antibiosis dan predasi.
Hasil penelitian Goni (2010) menunjukkan bahwa aplikasi
Methylobacterium spp. strain TD-J7 + TD-TPB3 dengan cara merendam benih
Bobot (g)
Waktu (jam)
Varietas kedelai
0:00 1:30 3:00 4:30 6:00 7:30 9:00 10:30 12:00
9 8.5
8 7.5
7 6.5
6 5.5
5 4.5
4 3.5
3 2.5
2 1.5
1 0.5
0
41
dan penyemprotan pada bibit setiap 2 minggu dapat meningkatkan tinggi bibit
cabai sebesar 5.1 cm daripada perlakuan perendaman benih. Danial (2011) juga
melaporkan bahwa benih kedelai yang direndam dan diberi penyemprotan isolat
pada 10 hst dan 20 hst secara nyata meningkatkan tinggi tanaman sebesar 4.03 cm
dibandingkan dengan benih yang hanya direndam saja. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa aplikasi Methylobacterium spp tidak cukup hanya dengan
perendaman benih saja namun perlu dilakukan penyemprotan secara rutin pada
tanaman.
Pada penelitian kali ini, penggunaan isolat Methylobacterium spp.
diaplikasikan hanya dengan teknik perendaman tanpa dilanjutkan penyemprotan.
Harapannya, bakteri tersebut akan sedini mungkin terbawa di kotiledon kemudian
meluas masuk ke jaringan tanaman dan terus terbawa hingga perkembangan
tanaman sehingga dapat mendominasi filosfer daun dan memberikan pengaruh
yang menguntungkan pada tanaman inang. Pada kenyataannya, hasil penelitian ini
secara umum menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dengan teknik
perendaman selama 2 jam menggunakan aerator tidak memberikan respon yang
lebih baik pada pertumbuhan tanaman kedelai.
Percobaan II: Aplikasi Methylobacterium spp untuk mempertahankan daya
simpan benih kedelai dengan teknik coating pada berbagai
periode simpan
Rekapitulasi analisis keragaman periode simpan dan formula coating serta
interaksinya terhadap beberapa variabel pengamatan pada benih kedelai dapat
dilihat pada Lampiran 9. Hasil analisis ragam menunjukkan terdapat interaksi
yang sangat nyata antara periode simpan dengan formula coating pada variabel
pengamatan kecepatan tumbuh dan indeks vigor. Hal ini menunjukkan bahwa
diantara sebelas formula coating dan enam periode simpan yang diuji, responnya
untuk variabel pengamatan kecepatan tumbuh dan indeks vigor tidak sama. Faktor
tunggal periode simpan dan formula coating berpengaruh terhadap daya
berkecambah, sedangkan variabel berat kering kecambah normal hanya
dipengaruhi oleh faktor periode simpan.
Pengaruh faktor tunggal periode simpan dan formula coating terhadap kadar
air benih kedelai dapat dilihat pada Lampiran 10. Rata-rata kadar air benih kedelai
42
hingga periode simpan 6 bulan masih baik, yaitu dibawah 12 %. Hal ini
menunjukkan bahwa pengemasan benih kedelai dalam plastik mampu menahan
uap air dari udara. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hasbianto
(2012) yang menyatakan bahwa penggunaan kemasan plastik PP dapat
mempertahankan kadar air benih kedelai pada tingkat aman hingga akhir periode
simpan (4 bulan).
Kadar air benih kedelai pada penyimpanan 6 bulan secara statistik masih
sama dengan kadar air ketika awal disimpan (0 bulan), kecuali pada bulan ke-2.
Hal ini diduga dikarenakan fluktuasi suhu dan RH ruang simpan. Penyimpanan
dilakukan dalam suhu kamar sehingga suhu dan RH menjadi tidak terkontrol.
Pada pengamatan suhu dan RH bulan ke-2 terjadi peningkatan suhu harian dari
25.5 0C menjadi 31.3
0C. Sedangkan RH ruangan berkisar antara 72-83 %.
Menurut Justice dan Bass (2002) benih bersifat higroskopis, artinya benih akan
selalu mengadakan keseimbangan kadar air dengan udara di sekitarnya,
keseimbangan tersebut akan tercapai jika tidak ada lagi uap air yang bergerak dari
udara ke dalam benih atau sebaliknya dari benih ke udara.
Daya Berkecambah (DB)
Secara umum pada Tabel 16 diketahui rata-rata sejalan dengan lamanya
periode simpan, DB benih kedelai mengalami penurunan. Daya berkecambah
benih rata-rata berkisar antara 83.8 - 90.6 %. Persentase DB yang beragam di
setiap bulannya diduga disebabkan fluktuasi suhu dan RH ruang simpan. Rata-rata
suhu harian selama 6 bulan periode simpan berkisar antara 25.5 – 32.5 0C,
sedangkan kelembaban ruang simpan berkisar antara 54 – 87 %. Pada penelitian
ini, diduga fluktuasi suhu dan RH menyebabkan terjadinya peningkatan respirasi
benih sehingga mendorong terjadinya serangan cendawan. Selain itu, rata-rata
peningkatan jumlah kecambah abnormal terjadi pada bulan ke-3 kemudian
kembali menurun pada bulan ke-4. Menurut Alencar dan Faroni (2011) pada
penyimpanan benih kedelai, faktor suhu tidak hanya berakibat pada
perkembangan cendawan tetapi juga dapat mendorong perubahan kimia dalam
benih. Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa proses mundurnya
43
mutu fisiologis benih terjadi secara berangsur-angsur dan kumulatif akibat
perubahan fisiologis dan biokimia benih.
Daya berkecambah benih yang telah dicoating nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan benih yang tidak dicoating hingga periode simpan 6 bulan
pada suhu kamar. Formula coating arabic gum, arabic gum + tokoferol 800 ppm,
arabic gum + TD-TM1, arabic gum + TD-TM3, arabic gum + TD-TPB3 dan
formula arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM1 memiliki nilai DB yang berbeda
nyata dengan kontrol.
Benih yang diberi perlakuan coating pada periode simpan 6 bulan memiliki
DB diatas 80 % dibandingkan kontrol, kecuali pada benih yang diberi perlakuan
TD-TPB 3 + TD-TM1 + arabic gum + gambut dan TD-TPB3 + TD-TM3 + arabic
gum + gambut. Daya berkecambah tersebut masih memenuhi SNI benih
bersertifikat karena kemampuan daya berkecambahnya diatas 80 % (BSN 2003).
Hasil ini sejalan dengan penelitian Sari (2009), benih kacang panjang yang
diberi perlakuan arabic gum + Methylobacterium TD-L2 hingga periode simpan
12 minggu dapat meningkatkan DB 6.7 % dibandingkan tanpa perlakuan coating.
Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan coating dengan arabic gum mampu
mempertahankan struktur dan permeabilitas membran benih dari kerusakan dan
kebocoran metabolit akibat radikal bebas yang terbentuk selama penyimpanan,
sehingga dapat menekan laju kemunduran benih.
Benih yang diberi perlakuan gambut, pada saat pengamatan banyak
terserang cendawan sehingga menyebabkan benih busuk. Walaupun gambut yang
diberikan sudah steril, namun karena kadar air (KA) benih yang diberi perlakuan
penambahan gambut hingga enam bulan periode simpan lebih tinggi (10.1-10.8%)
dibandingkan kontrol (9.6%) dan perlakuan lain (9.4-9.9%) sehingga diduga dapat
menstimulus pertumbuhan cendawan. Pada saat proses pengeringan, benih yang
diberi tambahan gambut tidak ikut dimasukkan ke dalam airdryer seperti pada
perlakuan yang lain. Hal ini dikarenakan penggunaan airdryer pada benih yang
diberi penambahan gambut dikhawatirkan akan ikut terhempas ketika mesin
tersebut dinyalakan, sehingga pengeringan pada benih tersebut dilakukan dengan
penjemuran secara alami ditempat yang teduh dan tidak terkena sinar matahari
langsung selama 2 hari.
44
Tabel 16 Pengaruh faktor tunggal periode simpan dan formula coating terhadap daya berkecambah
Formula Coating Periode Simpan (bulan)
0 1 2 3 4 5 6 Rata-rata
…….………………….Daya Berkecambah (%)…………………………….
Tanpa coating 91.0 89.7 74.7 85.3 84.7 81.7 79.3 83.8 d
Arabic gum 95.0 92.3 95.0 88.0 92.0 88.3 83.3 90.6 a
Tokoferol 800 ppm + Arabic gum 97.7 90.3 89.3 90.0 90.0 84.7 85.7 89.7 ab
TD-TM1 + Arabic gum 94.3 92.0 89.7 87.7 89.0 90.0 86.7 89.9 a
TD-TM3 + Arabic gum 93.3 92.0 89.3 88.3 90.3 87.7 83.0 89.1 ab
TD-TPB3 + Arabic gum 94.0 90.3 89.3 85.3 91.0 84.7 86.0 88.7 ab
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum 91.3 92.3 94.7 86.7 83.3 87.7 86.0 88.9 ab
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum 93.7 89.7 87.3 88.0 87.3 82.3 81.3 87.1 bc
Arabic gum + Gambut 94.3 88.7 84.0 84.3 82.3 73.7 80.7 84.0 d
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum + Gambut 93.0 88.7 83.7 84.3 87.0 83.0 79.7 85.6 cd
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum + Gambut 95.0 89.7 87.7 80.0 84.3 86.7 78.3 85.6 cd
Rata-rata 93.8 a 90.5 b 87.7 c 86.2 cd 87.4 c 84.6 de 82.7 e
Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
44
45
Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN)
Berdasarkan data pada Tabel 17 diketahui bahwa BKKN kedelai
dipengaruhi oleh periode simpan. Perlakuan coating tidak terlihat pengaruhnya
terhadap BKKN. Secara umum, semakin lama benih disimpan akan mengurangi
bobot kering kecambah normalnya. Hingga akhir penyimpanan (6 bulan) terjadi
penurunan BKKN sebesar 0.98 g dibandingkan dengan awal penyimpanan (dari
3.4 g menjadi 2.5 g). Hal ini diduga disebabkan bobot kering kecambah
dipengaruhi oleh ketersediaan cadangan makanan dan aktivitas metabolisme yang
berlangsung di dalam benih.
Bobot kering kecambah normal menggambarkan viabilitas potensial benih
yang ditanam pada kondisi optimum. Menurut Sadjad et al. (1999), BKKN dapat
dijadikan tolok ukur bahan cadangan makanan yang ada dalam benih. Bobot
kering kecambah akan mencerminkan kondisi fisiologis benih. Benih dengan
mutu fisiologis tinggi, vigor tinggi akan menghasilkan kecambah dengan bobot
kering tinggi pula. Oleh karena itu, perbedaan kondisi fisiologis benih akan
menghasilkan perbedaan bobot kering kecambah.
Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh benih pada periode simpan 0 bulan masih baik, yaitu
berkisar antara 30 - 32 % (Tabel 17). Pada periode penyimpanan 1 bulan telah
terjadi penurunan kecepatan tumbuh benih pada semua formula coating, yang
berbeda sangat nyata dibandingkan saat 0 bulan. Kecepatan tumbuh benih yang
paling menurun adalah formula coating arabic gum + TD-TPB3
Memasuki periode simpan 2 bulan, secara umum dapat diketahui bahwa
semua perlakuan coating mampu mempertahankan kecepatan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan kontrol. Selisih rata-rata nilai kecepatan tumbuh benih perlakuan
coating sebesar 2.3 - 6.6 % etmal-1
dibandingkan dengan kontrol. Pada periode
simpan 2 bulan formula coating tokoferol 800 ppm+arabic gum mampu
mempertahankan kecepatan tumbuhnya sama seperti periode 1 bulan. Kecepatan
tumbuh formula arabic gum + TD-TPB3 mengalami kenaikan sebesar 1.2 %
etmal-1
dibandingkan pada periode 1 bulan.
46
Tabel 17 Pengaruh faktor tunggal periode simpan terhadap bobot kering kecambah normal kedelai
Formula Coating Periode Simpan (bulan)
0 1 2 3 4 5 6
…..…………………Bobot Kering Kecambah Normal (g)……………
Tanpa coating 3.4 3.5 3.0 2.8 3.2 2.4 2.3
Arabic gum 3.6 3.5 3.1 3.1 3.1 2.9 2.5
Tokoferol 800 ppm + Arabic gum 3.5 3.1 3.4 2.8 3.2 2.7 2.6
TD-TM1 + Arabic gum 3.5 3.3 3.1 2.6 3.1 2.8 2.6
TD-TM3 + Arabic gum 3.4 3.4 3.2 3.0 3.1 2.8 2.4
TD-TPB3 + Arabic gum 3.5 3.0 3.0 3.1 3.1 2.8 2.6
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum 3.6 3.3 3.2 2.8 2.9 2.6 2.6
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum 3.3 3.2 3.2 3.1 3.2 2.7 2.6
Arabic gum + Gambut 3.4 3.5 3.4 2.9 3.2 2.4 2.2
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum + Gambut 3.3 3.4 3.4 2.9 2.7 2.9 2.4
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum + Gambut 3.4 3.7 3.3 2.7 2.7 2.9 2.1
Rata-rata 3.4 a 3.3 ab 3.2 b 2.9 d 3.0 c 2.7 e 2.5 f
Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
46
47
Secara umum, pada periode simpan enam bulan, formula Arabic Gum,
arabic gum + tokoferol, arabic gum + TD-TM3 dan arabic gum + TD-TPB3
dapat mempertahankan kecepatan tumbuh nyata lebih tinggi dibandingkan
kontrol. Peningkatan kecepatan tumbuh perlakuan tersebut berkisar antara 3.2 -
4.1 %. Hasil ini menunjukkan formula coating yang digunakan sesuai untuk benih
kedelai, karena terbukti dapat melindungi benih dari lingkungan mikro yang
kurang menguntungkan tetapi juga tidak meracuni dan menghambat benih untuk
berkecambah normal.
Indeks Vigor (IV)
Benih kedelai yang diberi perlakuan coating maupun kontrol memiliki
vigor yang beragam selama 6 bulan periode simpan (Tabel 19). Perbedaan vigor
benih antara yang di coating dengan kontrol mulai terlihat pada periode simpan 2
bulan. Benih yang di coating memiliki performa yang lebih baik dibandingkan
kontrol. Selisih nilai indeks vigor benih kontrol dengan yang di coating berkisar
antara 3 - 21%.
Secara umum hingga periode simpan enam bulan, benih yang diberi
perlakuan formula coating tanpa penambahan gambut dan kontrol (tanpa coating)
memiliki nilai indeks vigor yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi
gambut. Benih yang diberi perlakuan gambut banyak yang terserang cendawan.
Pemberian gambut bertujuan untuk mendukung pertumbuhan bakteri karena
mengandung bahan organik yang sangat tinggi (Vijarnsonn 1996). Walaupun
gambut yang digunakan sudah steril, namun karena KA benih yang diberi
perlakuan penambahan gambut hingga enam bulan periode simpan lebih tinggi
(10.1 - 10.8 %) dibandingkan kontrol (9.6 %) dan perlakuan lain (9.4 - 9.9 %)
sehingga menstimulus pertumbuhan cendawan. Benih yang telah terserang
cendawan, kemudian menyerang benih lain. Walaupun pada saat pengamatan
benih yang terserang cendawan sudah disingkirkan, namun cendawan tersebut
dapat juga menyebar melalui substrat media perkecambahan. Hal tersebut,
menyebabkan semakin banyak benih yang terkena serangan cendawan sehingga
berakumulasi pada rendahnya nilai indeks vigor.
48
Tabel 18 Pengaruh interaksi periode simpan dan formula coating terhadap kecepatan tumbuh benih kedelai
Formula Coating Periode Simpan (bulan)
0 1 2 3 4 5 6
...…………………………Kecepatan Tumbuh (% etmal
-1)……………….………….
Tanpa coating 30.6 a 25.3 b-i 20.8 n-p 23.4 g-n 26.5 b-e 20.2 o-p 21.3 m-p
Arabic gum 32.4 a 26.6 b-e 27.3 bc 25.0 b-j 26.4 b-f 25.2 b-i 25.0 b-j
Tokoferol 800 ppm + Arabic gum 32.5 a 25.6 b-i 25.2 b-i 24.4 c-l 27.6 b 23.5 f-n 24.5 c-l
TD-TM1 + Arabic gum 31.6 a 26.1 b-g 25.0 b-j 22.9 i-o 25.1 b-i 27.1 bc 23.8 e-m
TD-TM3 + Arabic gum 31.4 a 25.3 b-i 24.9 b-j 25.5 b-i 24.0 d-m 25.6 b-i 25.4 b-i
TD-TPB3 + Arabic gum 32.5 a 24.3 c-l 25.5 b-i 24.4 c-l 25.3 b-i 23.1 i-n 24.8 b-k
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum 31.0 a 26.2 b-g 27.1 bc 24.7 b-k 24.3 c-l 25.7 b-h 23.5 f-n
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum 31.8 a 24.7 b-k 24.8 b-j 23.7 e-m 26.5 b-e 24.4 c-l 23.7 e-m
Arabic gum + Gambut 31.3 a 25.8 b-h 23.0 i-o 22.7 i-p 27.3 b-c 20.0 p 21.2 m-p
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum + Gambut 31.1 a 26.9 b-d 23.1 i-n 21.2 m-p 23.2 i-n 20.7 n-p 21.8 l-p
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum + Gambut 31.4 a 25.4 b-i 23.4 f-n 21.4 m-p 23.3 i-n 21.7 l-p 22.1 j-p
Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
48
49
Tabel 19 Pengaruh interaksi periode simpan dan formula coating terhadap indeks vigor benih kedelai
Formula Coating Periode Simpan (bulan)
0 1 2 3 4 5 6
……………………………….Indeks Vigor (%)……………..……………………..
Tanpa coating 61.0 a-i 52.7 a-n 31.3 l-t 49.0 a-q 64.7 a-e 27.3 o-t 40.7 e-s
Arabic gum 62.3 a-g 41.0 e-s 50.3 a-q 49.3 a-q 70.0 ab 57.7 a-j 58.0 a-j
Tokoferol 800 ppm + Arabic gum 60.3 a-i 60.7 a-i 41.7 e-s 58.0 a-j 72.0 a 38.3 f-s 51.0 a-q
TD-TM1 + Arabic gum 65.3 a-e 51.3 a-q 37.3 h-s 48.7 a-q 59.7 a-i 69.7 a-c 37.0 i-s
TD-TM3 + Arabic gum 63.0 a-f 51.7 a-p 37.0 i-s 61.3 a-i 65.3 a-e 53.7 a-m 52.0 a-o
TD-TPB3 + Arabic gum 61.0 a-i 58.3 a-j 47.7 a-q 45.0 c-q 67.0 a-d 30.3 m-t 47.0 b-q
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum 55.3 a-l 48.3 a-q 48.3 a-q 45.0 c-q 60.3 a-i 43.0 d-s 44.0 d-r
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum 62.0 a-h 53.0 a-n 41.3 e-s 48.0 a-q 67.3 a-d 38.0 g-s 49.7 a-q
Arabic gum + Gambut 54.0 a-m 47.7 a-q 32.0 k-t 41.3 e-s 60.3 a-i 13.0 t 28.7 n-t
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum + Gambut 56.3 a-k 47.3 a-q 34.3 j-t 26.7 r-t 45.3 b-q 20.3 r-t 19.7 s-t
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum + Gambut 49.3 a-q 34.0 j-t 27.0 r-t 27.0 r-t 46.3 b-q 49.3 a-q 27.0 r-t
Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
49
50
Jika ditelaah berdasarkan peubah vigor seperti DB (Tabel 16) dan KCT
(Tabel 18) dapat diketahui bahwa formula arabic gum, arabic gum + tokoferol
800 ppm, arabic gum + TD-TM3 dan arabic gum + TD-TPB3 dapat
mempertahankan KCT dan DB benih nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol
sampai periode simpan enam bulan. Berdasarkan peubah nilai IV (Tabel 19),
formula arabic gum, arabic gum + tokoferol 800 ppm dan arabic gum + TD-TM3
dapat mempertahankan nilai IV secara konsisten lebih tinggi dibandingkan kontrol
sampai enam bulan periode simpan, walaupun tidak berbeda nyata.
Nilai IV yang beragam dikarenakan pada saat pengamatan banyak
kecambah yang belum normal pada saat pengamatan hitungan pertama.
Berdasarkan hasil pengamatan, kecambah yang belum normal pada hitungan
pertama memiliki kecenderungan untuk menjadi kecambah abnormal pada
hitungan kedua (DB). Menurut BPMBTPH (2005) penyebab abnormalitas pada
benih dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantara yaitu: (1) pelukaan mekanis
pada embrio, (2) kerusakan embrio akibat pemanasan, (3) kerusakan embrio
akibat bahan kimia, (4) defisiensi fisiologis benih atau embrio, (5) infeksi primer
dan penyakit pada kecambah, (6) penyebab yang tidak diketahui.
Fluktuasi nilai IV pada setiap periode simpan diduga disebabkan fluktuasi
suhu dan RH ruang simpan. Rata-rata suhu harian selama 6 bulan periode simpan
berkisar antara 25.5 – 32.5 0C, sedangkan kelembaban ruang simpan berkisar
antara 54 – 87 %. Pada penelitian ini, diduga fluktuasi suhu dan RH menyebabkan
terjadinya peningkatan respirasi benih sehingga mendorong terjadinya serangan
cendawan hingga akhirnya dapat menyebabkan benih yang abnormal. Menurut
Alencar dan Faroni (2011) pada penyimpanan benih kedelai, faktor suhu tidak
hanya berakibat pada perkembangan cendawan tetapi juga dapat mendorong
perubahan kimia dalam benih.
Viabilitas Methylobacterium spp.
Keberlangsungan hidup Methylobacterium spp. setelah benih disimpan
penting diketahui untuk menduga keefektivan formula coating yang telah
ditambahkan bakteri. Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa Methylobacterium
spp. masih tetap hidup sampai 6 bulan periode simpan. Jumlah koloni
51
Methylobacterium spp. hingga periode simpan 1 bulan masih cukup tinggi
berkisar 3.25 x 103 sampai 1.18 x 10
7 cfu g
-1 benih. Hingga periode simpan benih
6 bulan, jumlah populasi bakteri Methylobacterium spp. mengalami penurunan
sehingga jumlahnya berkisar antara 1 x 101
sampai 1.14 x 102
cfu g-1
benih.
Nilai 0 (nol) pada Tabel 20 menunjukkan tidak ada koloni
Methylobacterium spp yang terdeteksi pada saat pengamatan menggunakan
metode TPC (Total Plate Count) pada periode simpan 0 dan 1 bulan sehingga
pengamatan terhadap benih yang tidak diberi perlakuan Methylobacterium spp
hanya dilakukan sampai periode simpan 1 bulan.
Pada periode simpan 1 bulan terdeteksi bakteri lain pada kontrol di media
selektif AMS. Bakteri tersebut berwarna putih, sedangkan bakteri
Methylobacterium spp. yang terdeteksi pada coating benih yang diberi perlakuan
berwarna merah muda hingga merah terang. Perbedaan bakteri yang terdeteksi
pada kontrol dan yang diberi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.
a. Kontrol b. TD-TPB 3 + TD-TM-3 + Arabic gum
Gambar 4 Koloni bakteri yang terdapat dicoating benih kedelai pada
periode simpan 1 bulan
Holland et al. (1996) menyarankan konsentrasi bakteri 105 –
10
10 cfu ml
-1
sebagai jumlah yang cukup efektif untuk meningkatkan daya berkecambah dalam
teknologi coating benih, tetapi nilai optimum pada beberapa benih dan jenis
bakteri dapat ditentukan berdasarkan pengalaman. Artinya, pada benih tertentu
dan jenis isolat tertentu keefektifan jumlah sel bakteri dapat berbeda disesuaikan
dengan pengalaman penelitian yang telah dilakukan.
52
Tabel 20 Rata-rata jumlah Methylobacterium spp. yang hidup pada benih yang dicoating
Formula Coating Periode Simpan (bulan)
1 2 3 4 5 6
……………………………..…..… Cfu g
-1 benih………………………………….
Tanpa coating 0 - - - - -
Arabic gum 0 - - - - -
Tokoferol 800 ppm + Arabic gum 0 - - - - -
TD-TM1 + Arabic gum 5.00 x 10
3 6.77 x 10
2 4.08 x 10
2 7.18 x 10
2 4.75 x 10
1 1.00 x 10
1
TD-TM3 + Arabic gum 3.25 x 10
3 1.27 x 10
3 5.50 x 10
1 5.75 x 10
1 4.63 x 10
1 2.25 x 10
1
TD-TPB3 + Arabic gum 1.05 x 10
4 2.59 x 10
3 1.19 x 10
3 7.25 x 10
2 1.51 x 10
2 1.14 x 10
2
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum 1.18 x 10
7 8.13 x 10
3 4.55 x 10
2 3.09 x 10
2 8.88 x 10
1 5.63 x 10
1
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum 2.47 x 10
4 2.66 x 10
3 1.21 x 10
3 5.10 x 10
3 2.94 x 10
2 6.75 x 10
1
Arabic gum + Gambut 0 - - - - -
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum + Gambut 3.00 x 10
3 4.83 x 10
2 2.60 x 10
2 4.58 x 10
2 3.25 x 10
2 7.75 x 10
1
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum + Gambut 2.23 x 10
4 2.04 x 10
3 6.75 x 10
2 3.18 x 10
2 5.38 x 10
1 1.75 x 10
1
Ket: Jumlah populasi awal kultur Methylobacterium spp. saat dicampur bahan coating TD-TM1 (2.90 x 106 cfu g
-1 benih), TD-TM3 (5.00 x 10
4 cfu g
-1
benih), TD-TPB3 (1.80 x 107 cfu g
-1 benih)
tanda - : tidak diamati
52
53
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Perlakuan invigorasi, terbukti efektif untuk meningkatkan indeks vigor
Argomulyo yang memiliki kisaran vigor awal 28.7-42.3 %. Kenaikan indeks
vigor rata-rata sebesar 8.9-20.6 % dibandingkan kontrol, sedangkan rata-rata
kenaikan panjang hipokotil antara 1.5-2.5 cm dibandingkan kontrol. Hasil
perlakuan invigorasi yang ditanam di rumah kaca tidak menghasilkan
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan kontrol.
2. Formula coating arabic gum, arabic gum + tokoferol 800 ppm, arabic gum +
TD-TM3 dan arabic gum + TD-TPB3 secara konsisten dapat
mempertahankan viabilitas benih sampai dengan periode simpan 6 bulan yang
nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol berdasarkan kecepatan tumbuh (KCT)
dan daya berkecambah (DB) serta memiliki nilai vigor (IV) yang tidak
berbeda nyata dengan kontrol. Formula coating dengan gambut menghasilkan
DB yang rendah (78.3-80.7 %), sedangkan formula coating dengan
Methylobacterium spp menghasilkan DB yang lebih tinggi (81.3-86.7 %)
dibandingkan dengan tanpa coating (79.3 %) setelah disimpan sampai 6
bulan.
3. Methylobacterium spp. tetap hidup dalam coating benih sampai periode
simpan 6 bulan. Jumlah koloni berkurang dari 5.00 x 104
- 1.80 x 107
cfu g-1
benih menjadi 1 x 101
- 1.14 x 102
cfu g-1
benih setelah 6 bulan periode
simpan.
Saran
Teknik coating dengan arabic gum dan Methylobacterium spp. sangat
prospektif untuk diterapkan pada penyimpanan benih kedelai dalam suhu kamar
karena Methylobacterium spp. tetap hidup dalam coating benih sampai periode
simpan 6 bulan dengan jumlah berkisar antara 1 x 101
- 1.14 x 102 cfu g
-1 benih.
54
55
DAFTAR PUSTAKA
Abanda-Nkpwatt D, Müsch M, Tschiersch J, Boettner M, Schwab W. 2006.
Molecular interaction between Methylobacterium extorquens and seedling:
growth promotion, methanol consumption, and localization of the methanol
emission site. J Exp Bot 57(15): 4025-4032.
Afifah N. 2009. Penggunaan Methylobacterium spp. untuk invigorasi benih cabai
rawit (Capsicum frutescens L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Alencar ERD, Faroni LRD. 2011. Storage of soybeans and its effects on quality
of soybean sub-products. Di dalam: Krezhova D, editor. Recent Trends for
Enhancing the Diversity and Quality of Soybean Products.
http://www.intechopen.com/books/recent-trends-for-enhancing-the-
diversity-and-quality-of-soybeanproducts/storage-of-soybeans-and-its-
effects-on-quality-of-soybean-sub-products. Pp: 47-66 [14 Februari 2013].
Akhwan IAS, Sulistyaningsih E, Widada J. 2012. Peran JMA dan bakteri
penghasil acc deaminase terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah
pada cekaman salinitas. Vegetalika 1 (2): 139-152.
Amelia R. 2002. Pengaruh inokulasi isolat bakteri pink pigmented facultative
methylotroph terhadap pertumbuhan jagung dan kedelai. [skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ardiansyah. 2007. Antioksidan dan Peranannya Bagi Kesehatan,
http://islamicspace. wordpress. com/2007/01/24/antioksidan-dan-
peranannya -bagi-kesehatan/>.[31 Maret 2011].
Armstrong H, McDonald MB. 1992. Effect of osmoconditioning on water uptake
and electrical conductivity in soybean seed. Seed Science and Technology
20: 391-400.
[BALITKABI] Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.
2008. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian.
Puslitbangtan, Bogor.
[BALITKABI] Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.
2012. Teknologi Produksi Kedelai untuk Lahan Sawah, Lahan Kering
Masam, dan Lahan Pasang Surut Tipe C dan D.
http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/id/teknologi-produksi-kabi. [12 April
2012].
[BPMBTPH] Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura. 2005. Evaluasi Kecambah Pengujian Daya Berkecambah.
Jakarta: Dirjen Tanaman Pangan, Direktorat Perbenihan. 228 p.
56
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2003. SNI 01-6234.1-2003 Benih kedelai –
Bagian 1: kelas benih penjenis (BS). SNI.
Bessile DV, Basile MR, Li QY, Corpe WA. 1985. Vitamin B12 stimulated growth
and development of Jungermannia lelantha grolle and Gymnocolea inflate
(Huds) Dum (Hepaticae). The Biologist 88 (2): 77-81.
Bewley JD, Black M. 1986. Seeds Phisiology of Development and Germination.
Second Printing. New York: Plenum Press. 367 p.
Budzikiewicz H. 2001. Siderophore-antibiotic conjugates used as Trojan horses
against Pseudomonas aeruginosa. Current Topics in Medicinal Chemystry
1: 73-92.
Copeland LO, Mc Donald MB. 2001. Principle of Seed Science and Technology.
New York: Chapman and Hall. 408p.
Chistoserdova L, Chen SW, Lapidus A, Lidstrom ME. 2003. Methylotrophy in
Methylobacterium extorquens AM1 from a genomic point of view. Journal
Bacteriol. 185(10): 2980–2987.
Danial D. 2011. Pengaruh aplikasi Methylobacterium spp. terhadap peningkatan
vigor dan produksi tanaman kedelai [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Desai BB, Kotecha PM, Salunkhe K. 1997. Seed Handbook. New York: Marcel
Dekker, Inc. 627p.
Dey R, Pal KK, Bhatt DM, Chauhan SM. 2004. Growth promotion and yield
enhancement of peanut (Arachis hypogaea L.) by application of plant
growth-promoting rhizobacteria. Microbiological Research 159: 371-389.
Fennema OR. 1996. Gum Arabic. http://food.oregonstate.edu/html [20 Maret
2010].
Fitriani D. 2008. Penggunaan Methylobacterium spp. untuk invigorasi benih padi
(Oryza sativa L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Glick BR, Patten CL, Holguin G, Penrose DM. 1999. Biochemical and Genetic
Mechanisms Used by Plant Growth Promoting Bacteria. London: Imperial
college press.
Goni. 2010. Pengaruh aplikasi Methylobacterium spp. terhadap vigor benih dan
bibit cabai besar (Capsicum annum L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
57
Green PN. 1992. The genus Methylobacterium. Di dalam: Ballows A, Truper HG,
Dworkin M, Harder W, Schleifer KH, editor. The Prokaryotes. New York:
Springer. http://books.google.co.id. [15 Februari 2013].
Hasbianto A. 2012. Pemodelan Penyimpanan Benih Kedelai (Glycine max (L.)
Merrill) pada Sistem Penyimpanan Terbuka [tesis]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
He K, Nukada H, Urakami T, Murphy M. 2003. Antioxidant and prooxidant of
pyroloquinoline-quinon (PQQ): implication for its function in biological
system. Biochem. Pharmacol. 65:67-74.
Heil M, Bostock RM. 2002. Induced Systemic Resistance (ISR) against pathogens
in the context of induced plant defences. Ann Bot 89 (5): 503-512.
http://aob.oxfordjournals.org/content/89/5/503.full. [15 Februari 2013].
Hughes PE, Tove SB. 1982. Occurrence of α-tocopherolquinone and α-
tocopherolquinol in microorganism. Journal of Bacteriology 151 (3): 1397-
1402.
Holland MA, Salisbury MD, Polacco JC, Columbia MO. 1996. Seeds, coated or
impregnated with a PPFM. United States Patent Aplication Publication Pub
No. US005512069 A.
Holland MA. 1997. Methylobacterium and plants. Recent Res. Devel. In Plant
Physiol 1: 207-221
Holland MA, Long RLG, Polacco JC. 2002. Methylobacterium spp: Phylloplane
bacteria involved in cross talk with the plant host? Di dalam: Lindow SE,
Hecht-Poinar, Elliot VJ, editor. Phyllosphere Microbiology. Minnesota:
APS Press.
Idris R, Kuffner M, Bodrossy L, Puschenreiter M, Monchy S, Wenzel W,
Sessitsch A. 2006. Characterization of Ni-tolerant methylobacteria
associated with the hyperaccumating plant Thlaspi goesingense and
description of Methylobacterium goesingense sp. Nov. Syst. Appl. Microbiol
29: 634-644.
Ilyas S. 1986. Pengaruh Faktor ‘Induced’ dan’ Enforced’ terhadap vigor benih
kedelai dan hubungannya dengan produksi per hektar. [tesis]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih: Teori dan Hasil-Hasil Penelitian.
Bogor: IPB Press. 138 p.
Ivanova EG, Fedorov DN, Doronina NV dan Trotsenko YA. 2007. Metabolic
aspects of methylotrophic bacteria interaction with plants. Di dalam: Book
of Abstracts Plant Growth Substances: Intracellular Hormonal Signaling
58
and Applying in Agriculture. 2nd
International Symposium; 2007 October 8 -
12. Kyiv, Ukraine.
Justice LO, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R,
penerjemah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 446p. Terjemahan dari
Principles and Practice of Seed Storage.
Kalyaeva MA, Zakharchenko NS, Doronina NV, Rukavtsova EB, Ivanova EG,
Alekseeva VV, Trotsenko YA, Buryanov YI. 2001. Plant growth and
morphogenesis in vitro is promoted by associative methylotrophic bacteria.
Russian Journal of Plant Physiology 48: 514–517.
Kasahara T, Kato T. 2003. Nutritional biochemistry: A new redox-cofactor
vitamin for mammals. Nature 422 (6934):832.
Klinman JP. 1996. New quinocofactors in eukaryotes. J. Biol. Chem. 271:27189-
27192.
Koizumi M, Kikuchi K, Isobe S, Ishida N, Naito S, Kano H. 2008. Role of seed
coat in imbibing soybean seeds observed by micro-magnetic resonance
imaging. Annals of botany 102: 343-352. http://aob.oxfordjournals.org [21
September 2010].
Kuswanto H. 2003. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan dan Penyimpanan
Benih. Jakarta: Kanisius.
Kutschera U. 2007. Plant-Associated Methylobacteria as Co-Evolved
Phytosymbionts. Plant signal behav 2 (2): 74-78.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2633902 [24 Nopember
2011].
Lacava PT, Silva-Stenico ME, Araújo WL, Simionato AVC, Carrilho E, Tsai SM,
Azevedo JL. 2008. Detection of siderophores in endophytic bacteria
Methylobacterium spp. associated with Xylella fastidiosa subsp. pauca.
Pesq. Agropec. Bras 43 (4): 521-528.
Lemus JO, Lucas IH, Girard L, Mellado JC. 2009. ACC (1-Aminocyclopropane-
1-Carboxylate) deaminase activity, a widespread trait in Burkholderia sp.,
and its growth promoting effect on tomato plants. Appl. And Environ.
Microbiol 75(20):6581-6590.
Lidstrom ME, Chistoserdova L, Stolyar S, Springer AL. 1998. Genetics and
regulation of C1 metabolism in methylotroph. Di dalam: Canters GW,
Vijgenboom, editor. Biological Electron Transfer Chains: Genetic,
Composition, and Made of Opertation. New York: Kluwer Academic
Publisher. p.89-97. http://link.springer.com/chapter/10.1007%2F978-94-
011-5133-7_7#page-1 [12 Februari 2013].
59
Lidstrom ME, Chistoserdova L. 2002. Plants in the pink: cytokinin production by
metylobacterium. Journal of Bacteriologi 184 (7): 1818.
http://jb.asm.org/cgi/content/full/184/7/1818?view=full&pmid=11889085.
[22 Pebruari 2011].
Madhaiyan M, Poonguzhali S, Senthilkumar M, Seshadri S, Chung H, Yang J,
Sundaram S, Sa T. 2004. Growth promotion and induction of systemic
resistence in rice cultivar Co-47 (Oryza sativa L.) by Methylobacterium spp.
Bot. Bull. Acad. Sin 45: 315-324.
http://ejournal.sinica.edu.tw/bbas/content/2004/4/Bot454-07.html [7 Januari
2013].
Madhaiyan M, Reddy BVS, Anandham R, Senthilkumar M, Poonguzhali S,
Sundaram SP, Sa T. 2006a. Plant growth–promoting Methylobacterium
induces defense responses in groundnut (Arachis hypogaea L.) compared
with rot pathogens.
http://www.aseanbiotechnology.info/Abstract/21023854.pdf [ 11 Februari
2013].
Madhaiyan M, Poonguzhali S, Ryu JH, Sa T. 2006b. Regulation of ethylene levels
in canola (Brassica campertis) by 1- aminocyclopropane-1-carboxylate
deaminase contzining Methylobacterium fujisawaense. Planta 224: 268-
278.
Madhaiyan M, Poonguzhali S, Sa T. 2007. Metal tolerating methylotropic bacteria
reduces nickel and cadmium toxicity and promotes plant growth of tomato
(Lycopersicum esculentum L.). Chesmophere 69(2): 220-228.
www.sciencedirect.com/science/article/pii/s0045653507004845. [27
Nopember 2012].
Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 1997. Biology of Microorganism. Ed ke-8,
New York: Pretince Hall Internasional. Inc.
Meenakshi BC. 2008. Performance Of Methylotrophs In Soybean (Glycine max
(L.) Merrill) Under Field Conditions. Department of Agricultural
Microbiology College of Agriculture, Dharwad University of Agricultural
Sciences, Dharwad - 580 005.
Meenakshi BC, Savalgi VP. 2009. Effect of co-inoculation of Methylobacterium
and B.japonicum on plant growth dry matter content and enzyme activities
in soybean. Karnataka J. Agric. Sci 22(2): 334-348.
Morris CJ, Bivelle F, Turlin E, Lee E, Ellermann K, Fan WH, Ramamoorthi R,
Springer AL, Lindstrom ME 1994. Isolation, phenotypic characterization,
and complementation analysis of mutants of Methylobacterium extorquens
AM1 unable to synthesize pyrroloquinoline quinone and sequences of
pqqD, pqqG, and pqqC. Journal of Bacteriology 176(6):1746-1755.
60
Neilands JB. 1995. Siderophores: structure and fungtional of microbial iron
transport compounds. The Journal of Biologycal Chemistry 270 (45):
26723-26726.
Omer ZS, Tombolini R, Broberg A, Gerhardson B (2004) Indole-3-acetic acid
production by pink-pigmented facultative methylotrophic bacteria. Plant
Growth Regul 43:93–96.
Pirttilä AM, Laukkanen H, Pospiech H, Myllylä R, Hohtola A. 2000. Detection of
intracellular bacteria in the buds of scotch pine (Pinus sylvestris L.) by in
situ hybridization. Appl Environ Microbiol 66: 3073-3077.
Radha TK, Savalgi VP, Alagawadi AR. 2009. Effect of Metylotrophs on growth
and yield of soybean (Gycine max (L.) Merill). Karnataka J. Agric. Sci. 22
(1): 118-121
Rahayu ID. 2010. Vitamin E. http://imbang.staff.umm.ac.id/?tag=tokoferol-alpha
[27 Maret 2011].
Riupassa PA. 2003. Kelimpahan dan keragaman genetik bakteri pink pigmented
methylotroph dari beberapa daun sayuran lalapan [tesis]. Program Pasca
sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 31 hal.
Sadikin I. 2009. Pengaruh Methylobacterium spp. terhadap viabilitas benih kakao
(Theobroma cacao) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Sadjad S, Murniati E, Ilyas S. 1999. Parameter Pegujian Vigor Benih dari
Komparatif ke Simulatif. Jakarta: Grasindo. 185 hal.
Salisbury FB, Ross C. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Tiga. DR Lukman
Sumaryono, penerjemah; Niksolihin, editor. Bandung: ITB-Press. 343 hal.
Terjemahan dari Plant Physiology. Ed ke-4.
Saraswati R, Sumarno. 2008. Pemanfaatan mikroba penyubur tanah sebagai
komponen teknologi pertanian. Iptek Tanaman Pangan 3 (1): 41-58.
Sari PE. 2009. Pengaruh komposisi bahan pelapis dan Methylobacterium spp.
terhadap daya simpan benih dan vigor bibit kacang panjang (Vigna sinensis
L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sattler SE, Gililand LU, Lundback MM, Polard M, Dellapenna D. 2004. Vitamin
E is essential for seed longevity and for preventing lipid peroxidation during
germination. The Plant Cell 16: 1419-1432.
Selvakumar G, Nazim S, Kundu S. 2008. Methylotrophy in bacteria concept and
significance. Di Dalam: Saika R, editor. Microbial Biotechnology. India:
New India Publishing. 422p. http://books.google.co.id. [11 Februari 2013].
61
Setiawan W. 2005. Pengaruh formula coating dan fungisida terhadap viabilitas
benih cabai (Capsicum annum L.) varietas TIT Super [skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sitorus S. 2005. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih Kacang
Hijau (Phaseolus radiatus), Kacang Tanah (Arachis hypogaea) dan Kedelai
(Glycine max) pada Beberapa Periode Simpan. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suriyong S, Vearasilp S, Pawelzik E, Krittigamas N, Thanapornpoonpong S.
2002. Pre-emergence effect to imbibitions of soybean seeds. Di dalam:
Conference an International Agricultural Research for Development.
Witzenhausen, October 9-11 2002.
Sutariati GAK. 1998. Pengaruh Perlakuan Invigorasi pada Tingkat Vigor Benih
yang Berbeda terhadap Perubahan Fisiologis dan Biokomiawi Benih Cabai.
[tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sy A, Giraud E, Jourand P, Garcia N, Willems A, De Lajudie P, Prin Y, Neyra M,
Gillis M, Boivin-Masson C, Dreyfus B. 2001. Methylotrophic
Methylobacterium Bacteria Nodulate and Fix Nitrogen in Symbiosis with
Legumes. J. Bacteriol. 183 (1): 214–220.
Taylor AG, Allen PS, Bennet MA, Bradford KJ, Burris JS, Misra MK. 1998. Seed
Enhancements. Seed Science Research 8: 245-256.
Vijarnsonn P. 1996. Peatlands in Souteast Asia: A regional Perspective. Di dalam:
E Maltby, CP Immirzi, RJ Safford, editor. Tropical Lowland Peatlands of
Southeast Asia. Switzerland: IUCN. 75-92p.
Wetherell DF. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro.
Koensoemardiyah S, penerjemah. Semarang: IKIP Semarang. 110 p.
Terjemahan dari Introduction to Invitro Propagation.
Widajati E, Salma S, Pratiwi E, Kosmiatin M, Rahayu S. 2008. Potensi
Metylobacterium spp asal Kalimantan timur untuk meningkatkan mutu
benih dan kultur invitro tanaman serta analisis keragamannya. Bogor:
Laporan Penelitian LPPM IPB.
Widajati E, Salma S, Sari M. Danial D. 2011. Pemanfaatan Isolat
Methylobacterium spp untuk Peningkatan Vigor Benih dan Produksi
Kedelai dalam Mendukung Swasembada Kedelai di Indonesia. Bogor:
Laporan Penelitian LPPM IPB.
62
63
Lampiran 1 Deskripsi kedelai Argomulyo
Dilepas tahun : 1998
Nomor galur : -
Asal : Introduksi dari Thailand, oleh
PT Nestle Indonesia pada tahun 1988 dengan nama
asal Nakhon Sawan 1
Daya hasil : 1.5–2.0 t/ha
Warna hipokotil : Ungu
Warna bulu : Coklat
Warna bunga : Ungu
Warna kulit biji : Kuning
Warna hilum : Putih terang
Tipe tumbuh : Determinit
Umur berbunga : 35 hari
Umur saat panen : 80–82 hari
Tinggi tanaman : 40 cm
Percabangan : 3–4 cabang dari batang utama
Bobot 100 biji : 16.0 g
Kandungan protein : 39.4%
Kandungan minyak : 20.8%
Kerebahan : Tahan rebah
Ketahanan thd penyakit : Toleran karat daun
Keterangan : Sesuai untuk bahan baku susu kedelai
Pemulia : Rodiah S, C. Ismail, Gatot Sunyoto, dan Sumarno
Lampiran 2 Media AMS dalam 1 liter
KH2PO4 1.74 g
Na2H2PO4 H2O 1.38 g
(NH4)2SO4 0.5 g
MgSO4 .7H2O 0.2 g
CaCl2. 2H2O 0.025 mg
FeSO4 7H2O 4.8 mg
Trace elemen 0.25 μl
Metanol 1 %
Aquades 1000 ml
Lampiran 3. Trace elemen per 100 ml
ZnSO4 .7H2O 0.05 g
MnCl2. 4H2O 0.4 g
CoCl2. 6H2O 0.001 g
CuSO4 .5H2O 0.0004 g
H3. BO3 2 g
Na2MoO4 2H2O 0.5 g
64
Lampiran 4 Tryptophan
L-Tryptophan 0.5 g
Aquadest steril 50 ml
Lampiran 5 Proses coating benih kedelai hingga dikemas untuk 6 bulan periode
simpan
a. Isolat TD-TPB3 sebelum
dicampur dengan arabic gum
b. Isolat TD-TPB3 setelah
dicampur dengan arabic gum
c. Formula coating dimasukkan ke
dalam mesin seed coater sesuai
kebutuhan
d. Benih kedelai + formula
coating pada mesin seed coater
e. Mesin seed coater R&D East
West Seed Indonesia
f. Benih yang telah dicoating
ditempatkan pada kain strimin
untuk dikeringkan
65
g. Benih coating setelah dikemas
dalam plastik propilen
h. Benih coating disimpan selama 6
bulan pada suhu kamar
Lampiran 6 Rekapitulasi analisis keragaman pengaruh lot benih dan perlakuan
invigorasi terhadap beberapa variabel pengamatan pada uji di
laboratorium
Variabel Pengamatan Lot benih Perlakuan Interaksi
KK
(%)
Kadar Air (%) <.0001** <.0001** 0.8657tn
5.17
Kecepatan Tumbuh (%/etmal) <.0001** 0.6442tn
0.2573tn
9.05
Indeks Vigor (%) 0.0647tn
0.0015** 0.3275tn
19.06
Daya Berkecambah (%) <.0001** 0.00747tn
0.8750tn
9.88
BKKN (g) <.0001** 0.6037tn
0.7750tn
15.99
Panjang hipokotil (cm) 0.6455tn
<.0001** 0.3964tn
8.50
Panjang akar (cm) 0.0299* 0.1364tn
0.1469tn
8.06
Lampiran 7 Rekapitulasi analisis keragaman pengaruh perlakuan invigorasi dan
lot benih terhadap beberapa variabel pengamatan pada uji di rumah
kaca
Variabel Pengamatan Lot benih Perlakuan Interaksi
KK
(%)
Daya Tumbuh (%) <.0001** 0.0876tn
0.7429tn
15.97
Tinggi tanaman 14 hst (cm) <.0001** <.0001** 0.8164tn
10.16
Tinggi tanaman 21 hst (cm) 0.0004** 0.2757tn
0.9526tn
12.25
Tinggi tanaman 28 hst (cm) 0.0326* 0.0152** 0.9976tn
10.76
Tinggi tanaman 35 hst (cm) 0.0749tn
0.1612tn
0.7387tn
8.32
Jumlah daun 14 hst 0.7830tn
0.3087tn
0.3666tn
19.09
Jumlah daun 21 hst 0.1047tn
0.0514tn
0.9557tn
12.10
Jumlah daun 28 hst 0.1498tn
0.0017** 0.4391tn
8.34
Jumlah daun 35 hst 0.1378tn
<.0001** 0.7391tn
10.94
Panjang akar (cm) 0.3457tn
0.2398tn
0.7222tn
11.90
Bobot akar (g) 0.3967tn
0.1577tn
0.9822tn
25.07
Bobot tajuk (g) 0.2642tn
0.0004** 0.9696tn
17.82
66
Lampiran 8 Pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap
kadar air benih pada uji di laboratorium
Perlakuan Lot benih
V1 V2 V3 Rata-rata
....................Kadar Air (%)………………
Kontrol (tanpa perendaman) 8.79 9.92 7.26 8.66 b
Air steril 48.11 46.73 42.50 45.78 a
TD-TPB3 44.60 46.41 42.33 44.45 a
TD-J7 45.73 45.11 41.02 43.95 a
TD-TPB3+ TD-J7 45.53 45.35 41.36 44.08 a
TD-TPB3+ TD-TM1 44.97 45.72 41.64 44.11 a
Rata-rata 39.62 a 39.87 a 36.02 b
Lampiran 9 Rekapitulasi analisis keragaman periode simpan dan formula coating
serta interaksinya terhadap beberapa variabel pengamatan pada benih
kedelai
Variabel Pengamatan Periode
simpan
Formula
coating Interaksi KK (%)
Kadar Air (%) 0.0239** <.0001** 0.1527tn
4.66
KCT (% etmal-1
) <.0001** <.0001** <.0001** 5.67
Indeks Vigor (%) 0.0052** <.0001** 0.0014** 21.19
Daya Berkecambah (%) <.0001** <.0001** 0.0688tn
4.59
BKKN (g) <.0001** 0.6951tn
0.1413tn
9.03
67
Lampiran 10. Pengaruh faktor tunggal periode simpan dan formula coating terhadap kadar air benih kedelai
Formula Coating Periode Simpan
0 1 2 3 4 5 6 Rata-rata
……….……………………….Kadar Air (%)……………………………..
Tanpa coating 10.01 9.50 9.73 9.43 9.51 9.58 9.64 9.63 c-e
Arabic gum 9.50 9.57 10.23 9.70 9.69 9.56 9.73 9.71 cd
Tokoferol 800 ppm + Arabic gum 8.85 9.50 10.07 9.99 9.71 9.71 9.93 9.68 c-e
TD-TM1 + Arabic gum 10.02 10.06 10.00 9.82 9.74 9.71 9.80 9.85 bc
TD-TM3 + Arabic gum 9.68 9.42 10.59 9.72 9.40 9.49 9.57 9.70 cd
TD-TPB3 + Arabic gum 8.99 9.07 9.63 9.37 9.27 9.69 9.63 9.38 e
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum 9.67 9.59 10.85 9.89 9.88 9.64 10.06 9.94 bc
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum 9.28 9.21 10.10 9.69 9.43 9.54 9.55 9.54 de
Arabic gum + Gambut 11.5 11.14 10.59 10.46 10.38 10.65 10.51 10.75 a
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum + Gambut 9.77 10.41 9.65 10.02 10.00 9.92 10.55 10.05 b
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum + Gambut 10.18 10.26 10.23 10.21 10.12 10.09 10.16 10.18 b
Rata-rata 9.77 b 9.71 b 10.15 a 9.85 b 9.74 b 9.78 b 9.92 b
67
68