paper ma ulfa meida _rahandini lukita

17
DETEKSI ADDITIVE OUTLIERS DAN INNOVATION OUTLIERS PADA MODEL MOVING AVERAGE (MA) MELALUI PENDEKATAN TIME SERIES DAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) Ulfa Meida Nurmaya dan Rahandini Lukita Lestari Jurusan Statistika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email: [email protected] [email protected] ABSTRACT Outliers are defined as observations which appear to be inconsistent with the remainder of the data set. Generally, outliers are consist of Additive Outliers (AO) and Innovation Outliers (IO). Additive Outliers (AO) is an event that has an effect on time series data at only one period only while Innovation Outliers (IO) is the effect of events following the Moving Average (MA) process. The purpose of this study is to examine methods of outlier detection for type AO and IO in MA models and obtain the appropriate model of the simulation data between Statistical Process Control (SPC) and time series model. The simulation was performed for data that follow MA (1) model, the amount of data as much as 200 to for the AO and 300 for the IO with parameter value θ -0.7. Two Appropriate SPC (Individual Shewart EWMA charts and graphics) does not show the exact results to detect the presence of AO and IO on the data model with MA (1). These inaccuracies cause a variety of errors, one of which is supposed to be an observation which is in control but the observations detected as out of control. Time Series approximation method is the most appropriate approach is used to detect the presence of AO and the IO or the observation that out of control. Keywords: Model MA, deteksi outlier, Additive Outliers, Innovation Outliers. 1. PENDAHULUAN Data deret waktu merupakan serangkaian data yang berurutan berdasarkan waktu. Data deret waktu dapat digunakan untuk menduga proyeksi masa depan dari suatu variabel berdasarkan pada data masa lalu dan sekarang. Analisis data deret waktu telah banyak diterapkan pada berbagai bidang seperti ekonomi, fisika, demografi, biomedis, dan lain-lain. Dalam pengolahan data dengan teori statistika seringkali asumsi yang digunakan berhubungan dengan contoh pengamatan yang saling bebas. Namun pada kenyataannya pengamatan data deret waktu sering 1

Upload: ulfa-meida-nurmaya

Post on 06-Aug-2015

65 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Ma Ulfa Meida _rahandini Lukita

DETEKSI ADDITIVE OUTLIERS DAN INNOVATION OUTLIERS PADA MODEL MOVING AVERAGE (MA) MELALUI PENDEKATAN TIME

SERIES DAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC)

Ulfa Meida Nurmaya dan Rahandini Lukita LestariJurusan Statistika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Email: [email protected] [email protected]

ABSTRACTOutliers are defined as observations which appear to be inconsistent with the remainder of the data set. Generally, outliers are consist of Additive Outliers (AO) and Innovation Outliers (IO). Additive Outliers (AO) is an event that has an effect on time series data at only one period only while Innovation Outliers (IO) is the effect of events following the Moving Average (MA) process. The purpose of this study is to examine methods of outlier detection for type AO and IO in MA models and obtain the appropriate model of the simulation data between Statistical Process Control (SPC) and time series model. The simulation was performed for data that follow MA (1) model, the amount of data as much as 200 to for the AO and 300 for the IO with parameter value θ -0.7. Two Appropriate SPC (Individual Shewart EWMA charts and graphics) does not show the exact results to detect the presence of AO and IO on the data model with MA (1). These inaccuracies cause a variety of errors, one of which is supposed to be an observation which is in control but the observations detected as out of control. Time Series approximation method is the most appropriate approach is used to detect the presence of AO and the IO or the observation that out of control.

Keywords: Model MA, deteksi outlier, Additive Outliers, Innovation Outliers.

1. PENDAHULUAN

Data deret waktu merupakan serangkaian data yang berurutan berdasarkan waktu. Data deret waktu dapat digunakan untuk menduga proyeksi masa depan dari suatu variabel berdasarkan pada data masa lalu dan sekarang. Analisis data deret waktu telah banyak diterapkan pada berbagai bidang seperti ekonomi, fisika, demografi, biomedis, dan lain-lain. Dalam pengolahan data dengan teori statistika seringkali asumsi yang digunakan berhubungan dengan contoh pengamatan yang saling bebas. Namun pada kenyataannya pengamatan data deret waktu sering tidak saling bebas, sehingga diperlukan pemilihan teknik yang sesuai untuk pengolahan data deret waktu tersebut.

Pada sekumpulan data deret waktu, kadang-kadang terdapat data yang nilainya jauh berbeda dari data lainnya dan tidak mencerminkan karakteristik data secara umum. Nilai ini dinamakan dengan outlier. Kehadiran outlier ini tidak terkecuali pada data yang saling berkorelasi (autocorrelated). Pada pengolahan data deret waktu, Gounder et.al (2007) menjelaskan bahwa kehadiran outlier akan mempengaruhi analisis data seperti identifikasi model, estimasi parameter dan peramalan. Untuk mendeteksi kehadiran outlier tersebut Fox (1972) memperkenalkan metode untuk deteksi outlier pada data deret waktu yang dikenal dengan outlier tipe 1 atau Additive Outliers (AO) dan tipe 2 atau Innovation Outliers (IO).

Kajian tentang deteksi outlier menjadi sangat penting karena kehadiran outlier bisa menyebabkan estimasi parameter model menjadi tidak tepat. Pengisolasian outlier dapat memberikan model yang lebih bagus. Jika data yang mengandung outlier tidak diperlakukan secara benar maka dapat menghasilkan model yang tidak mencerminkan data yang sesungguhnya.

1

Page 2: Paper Ma Ulfa Meida _rahandini Lukita

Moving Average (MA) adalah salah satu model pada data deret waktu. Pendeteksian outlier pada data deret waktu untuk model deret waktu merupakan masalah yang menarik untuk diteliti karena kemampuannya dalam memberikan model data deret waktu untuk permasalahan aktual yang lebih tepat (Mustika, 2012). Selain itu, outlier juga dikenal sebagai data out of control pada lingkup pengendalian kualitas. Statistical Process Control (SPC) menyediakan metode yang menarik untuk monitoring kinerja. Pada satu sisi, model-based approaches dan grafik EWMA yang terbukti cukup efektif dalam menghindari false alarm dan dalam mendeteksi pergeseran proses (MacCarthy and Wasusri, 2012). Namun disisi lain, muncullah suatu pertanyaan besar apakah deteksi outlier untuk data yang saling berkorelasi dengan menggunakan SPC dan pendekatan Time Series memberikan performasi yang sama?. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dibahas dan dibandingkan mengenai proses pendeteksian outlier dengan menggunakan model MA, Shewart control chart, grafik EWMA dalam penggunaannya pada data simulasi.

2. METODOLOGI

Moving Average (MA) merupakan indikator teknikal yang paling luas digunakan oleh investor dan trader diseluruh dunia, karena kemampuannya menghilangkan faktor subjektif dari setiap analis (Anonim, 2012). MA dapat diartikan sebagai perubahan harga rata-rata dalam satu timeframe tertentu.

Zt merupakan deret outlier pada pengamatan dan Xt merupakan deret yang tidak mengandung outlier. Pada Xt yang mengikuti model MA (q).

X t=θ (B )a t (1)

dengan varians

γ 0=σ a2∑

j=0

q

θ j2

dan θ ( B )=1−θ1B−⋯−θq Bq merupakan proses yang sudah stasioner.

a t merupakan error yang white noise, dan memenuhi asumsi IIDN(0 , σa2 ) . Maka, additive outlier (AO)

dapat didefinisikan sebagai berikut

Z t={ X t t≠TX t+ω t=T

(2)

=X t+ωI t(T )

=θ ( B ) at+ωI t(T )

(3)

dimana

I t(T )={1 , t=T

0 , t≠Tdan , innovative outlier (IO) didefinisikan sebagai berikut

Z t=X t+θ (B ) ωI t(T )

=θ ( B ) (at+ωI t(T )) (4)

Statistical Process Control. Asumsi standar yang biasanya yang digunakan pada diagram kontrol yaitu data proses yang berada dalam keadaan in-control memenuhi asumsi IIDN ~ (µ, σ2). Mean (µ) dan standar deviasi (σ) dianggap fixed dan tidak diketahui. Kondisi out-of-control adalah perubahan dalam Mean (µ) atau standar deviasi (σ) (atau keduanya). Kita bisa mengatakan bahwa ketika proses dalam keadaan in-control, karakteristik kualitas pada waktu t, xt dapat ditunjukkan oleh model :

2

Page 3: Paper Ma Ulfa Meida _rahandini Lukita

x t=μ+εt t=1 ,2 ,. . .(5)

dimana ε t IIDN ~ (0, σ2). Hal ini disebut Shewhart Model dari proses.Diagram kontrol Shewhart yang digunakan adalah diagram kontrol individu. Prosedur pengambilannya menggunakan rentang bergerak dua observasi berurutan. Parameter diagram kontrol individu yaitu :

UCL = x̄+3M̄ R̄d2 (6)

C enter Line = x̄ (7)

L CL = x̄−3M̄ R̄d2 (8)

Batas-batas kendali diagram Moving Range :UCL =D4 M̄ R̄

(9)C enter Line =M̄ R̄ (10)

L CL =D4 M̄ R̄(11)

dengan MR= 1

n−1∑i=2

n

|X i−X i−1|

Montgomery dan Mastrangelo (1991) menyarankan pendekatan prosedur Exponentially Weighted Moving Average (EWMA) untuk data yang memiliki autokorelasi. Pada umumnya, diagram kontrol EWMA digunakan untuk observasi individual dan rasional subgrup dengan ukuran sampel n > 1, akan tetapi diagram kontrol EWMA juga dapat menjadi salah satu alternatif ketika ukuran subgroup n = 1.Peta kendali EWMA secara umum digunakan untuk mendeteksi pergeseran kecil dalam mean proses. Peta kendali EWMA mendeteksi lebih cepat dalam rentang 0.5s - 2s dengan syarat ukuran sampel yang sama. Meskipun demikian, peta kendali EWMA memiliki kelemahan yaitu peta kendali EWMA akan mendeteksi lebih lama di dalam pergeseran yang besar dalam mean proses. Persamaan diagram kontrol EWMA adalah:

zi= λ x i+(1−λ ) zi−1(12)

dimana 0< λ≤1 adalah konstan (sampel pertama i = 1) maka z0=μ0 .

Batas kontrol dari diagram kontrol EWMA adalah :

UCL =μ0+ Lσ √( λ2−λ ) (1−(1− λ )2i )

(13)C enter Line =μ0 (14)

UCL =μ0−Lσ √( λ2−λ ) (1−(1−λ )2 i )

(15)

dimana L adalah lebar dari batas kontrolnya.

Data yang digunakan dalam makalah ini merupakan data hasil dari simulasi dengan menggunakan Software R. Berikut ini langkah-langkah analisis yang dilakukan :

3

Page 4: Paper Ma Ulfa Meida _rahandini Lukita

1. Membangkitkan 2 kelompok data dengan proses MA (1) dengan masing-masing kelompok data memiliki outlier AO dan IO.

4

Page 5: Paper Ma Ulfa Meida _rahandini Lukita

#MA(1) dengan Additive Outlier#MA(1) with tetha-1=-0.7y1t <- arima.sim(list(order = c(0,0,1), ma = 0.7), n = 200)ts.plot(y1t)win.graph()par(mfrow=c(1,2))acf(y1t)pacf(y1t)arima(y1t, order = c(0,0,1), method = "ML")y2t <-y1ty2t[101]<- 20win.graph()par(mfrow=c(1,2))acf(y2t)pacf(y2t)

#MA(1) dengan Innovative Outlier#MA(1) with tetha-1=-0.7#Y[t]<-e[t]-(-0,7)*e[t-1]

n<-300e<-rnorm(n,mean=0,sd=2)et<-eet[30]<-50

Y<-0Y[1]<-et[1]for(j in (2:300)) {Y[j] <-et[j]+0.7*et[j-1]}acf(Y)pacf(Y)X<-cbind(e,et,Y)

2. Melakukan pendekatan SPC Model Based Approach pada masing-masing kelompok data yang telah mengandung outlier dengan diagram Shewart Individual.

3. Mendeteksi outlier dengan SPC menggunakan grafik EWMA.4. Melakukan deteksi outlier dengan pendekatan model Time Series.5. Membandingkan hasil yang diperoleh dari pendekatan SPC dengan pendekatan model Time Series.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan pertama adalah mengenai simulasi untuk mempelajari metode deteksi outlier dengan cara memeriksa ketepatan pendugaan jumlah Additive Outlier (AO) dari model SPC Model Based Approach dan model Time Series. Simulasi dilakukan untuk data yang mengikuti model MA(1) dengan jumlah data sebanyak 200 dan nilai parameter θ sebesar -0,7. Plot Time Series, Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF) data MA(1) ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2 :

Gambar 1. Plot Time Series Data Simulasi MA (1)

5

Page 6: Paper Ma Ulfa Meida _rahandini Lukita

0 5 10 15 20

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

Lag

AC

F

Series y1t

5 10 15 20

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

Lag

Pa

rtia

l A

CF

Series y1t

Gambar 2. Plot ACF dan PACF Data Simulasi MA (1)

Gambar 1 memperlihatkan bahwa secara visual data simulasi MA (1) stasioner terhadap mean. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa pada plot ACF cut off setelah lag pertama serta pada plot PACF, lag turun secara eksponensial. Data hasil simulasi kemudian diberi Additive Outlier dengan cara mengubah nilai pada pengamatan ke-101 menjadi ω = 20. Model simulasi MA (1) dengan AO adalah sebagai berikut.

Z t=(1+0,7 B ) at+20 It(T )

Dengan t = 101. Plot Time Series, Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF) untuk data simulasi yang sudah diberi Additive Outlier tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4:

Gambar 3. Plot Time Series Data Simulasi MA(1) dengan Additive Outlier pada Pengamatan ke-101

6

Page 7: Paper Ma Ulfa Meida _rahandini Lukita

0 5 10 15 20

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

LagA

CF

Series y2t

5 10 15 20

-0.1

0.0

0.1

0.2

Lag

Pa

rtia

l A

CF

Series y2t

Gambar 4. Plot ACF dan PACF Data Simulasi MA(1) dengan Additive Outlier pada Pengamatan ke-101

Secara visual, pada Gambar 3 terlihat bahwa terdapat satu data outlier yang dilihat dari tingginya titik pengamatan pada data ke-101. Gambar 4 menunjukkan bahwa pada plot ACF cut off setelah lag pertama dan pada plot PACF, lag turun eksponensial, oleh karena itu estimasi model setelah ditambahkan AO ini adalah tetap MA(1). Estimasi parameter untuk data MA (1) baik yang belum terdapat AO maupun dengan AO ditampilkan dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Estimasi Parameter Data Simulasi MA(1) dan MA(1) dengan Additive Outlier

Parameter MA(1)

st.error MA(1)

estimasi varians

Ljung-Box (P-value)

Lag 12 Lag 24 Lag 36 Lag 48

MA (1) -0,7677 0,0453 1,029 0,088 0,149 0,444 0,36

MA (1) + AO -0,313 0,0674 3,338 0,392 0,849 0,862 0,983

Tabel 1 menunjukkan bahwa estimasi parameter θ pada model MA (1) sebesar -0,7677. Standar error (σ) yang didapatkan adalah sebesar 0,0453 , maka parameter tersebut sesuai dengan θ pada simulasi yaitu sebesar -0,7 karena nilai -0,7 masih berada pada selang -0,7677± 3(0,0453). Namun, pada model MA (1) yang memuat AO, terlihat bahwa estimasi parameter θ sebesar -0,313 sudah tidak memuat parameter awal -0,7 pada selang -0,313±0,0674. Berdasarkan hal ini, dapat didentifikasi bahwa model sudah mengalami perubahan parameter dengan adanya AO.

Setelah diperoleh pendugaan parameter yang signifikan langkah selanjutnya yaitu diagnostic checking. Diagnostic checking model dilakukan untuk mendeteksi adanya korelasi dan kenormalan antar residual. Untuk memeriksa residual yang saling bebas digunakan uji Ljung-Box dan untuk memeriksa asumsi residual berdistribusi normal, dilakukan uji Kolmogorov Smirnov. Berdasarkan hasil uji Ljung-Box yang ditunjukkan oleh Tabel 1, baik pada model awal MA(1) maupun model MA(1) dengan AO, residual telah mengikuti proses white noise pada α=0,05. Selanjutnya pada pengujian Kolomogorov Smirnov , untuk model MA(1) diperoleh p-value= 0,15 > α (0,05) yang berarti bahwa residual berdistribusi normal. Sedangkan pada model MA(1) dengan AO, diperoleh p-value sebesar 0,01< α (0,05) yang berarti bahwa residual tidak lagi berdistribusi normal dikarenakan adanya outlier. Langkah selanjutnya adalah penerapan deteksi outlier pada data simulasi. Terdapat 3 pendekatan yang akan dilakukan untuk deteksi outlier dimana 2 diantaranya merupakan metode SPC dan satu lainnya merupakan metode Time Series.

Cara pertama untuk mendeteksi adanya outlier adalah melalui pendekatan SPC model based approach. Pendekatan ini diawali dengan memodelkan MA(1) pada data yang memuat AO. Residual yang diperoleh dari pemodelan ini, dicek dengan menggunakan diagram kontrol individual yang ditunjukkan Gambar 5 berikut.

7

Page 8: Paper Ma Ulfa Meida _rahandini Lukita

Gambar 5 Diagram Kontrol Individual Residual Model MA(1) dengan Additive Outlier

Pada Gambar 5 terlihat bahwa terdapat 2 outlier yakni pada pengamatan ke-101 dan ke-102. Hasil ini tidak sesuai dengan simulasi yang telah dilakukan bahwa outlier hanya terdapat pada pengamatan ke-101.

Selanjutnya, cara kedua adalah penggunaan diagram kontrol EWMA untuk deteksi outlier. Aplikasi diagram kontrol EWMA cukup sederhana, hanya dengan memodelkan data yang mengandung outlier. Sebelum menggunakan diagram kontrol EWMA, terlebih dahulu dicari nilai λ optimal. Dengan menggunakan Single Exponential Smoothing, diperoleh λ optimal sebesar 0,01213. Gambar 6 berikut menunjukkan diagram kontrol EWMA pada data hasil simulasi.

Gambar 6 Diagram Kontrol EWMA pada Data MA(1) dengan Additive Outlier

Pada Gambar 6, terlihat bahwa terdapat lebih dari 1 titik outlier atau biasa disebut dengan out of control pada SPC. Outlier berturut-turut terdapat pada data ke-101 hingga data ke-110. Hal ini juga tidak sesuai dengan data simulasi dimana hanya terdapat satu outlier pada data ke-101.

Berdasarkan 2 pendekatan SPC yang telah dilakukan untuk mendeteksi adanya AO pada data dengan model MA(1), menunjukkan bahwa kedua pendekatan tersebut tidak menunjukkan hasil yang tepat. Ketidaktepatan ini menimbulkan berbagai kesalahan, salah satunya adalah dimana seharusnya suatu pengamatan adalah in control namun dideteksi sebagai pengamatan yang out of control. Metode pendekatan Time Series merupakan pendekatan ketiga dalam paper ini yang digunakan untuk mendeteksi adanya AO atau pengamatan yang out of control. Software yang digunakan adalah SAS. Dengan menggunakan alpha (α) 0,05, berikut ini ditunjukkan hasil yang didapatkan:

8

Page 9: Paper Ma Ulfa Meida _rahandini Lukita

Tabel 2 Hasil Deteksi AO dengan Pendekatan Time Series

Outlier DetailsObs Estimate p-value

101 19,27216 < 0,0001

Terdapat 1 outlier yang terdeteksi dengan menggunakan metode Time Series yakni pada pengamatan ke-101. Estimasi yang diperoleh dengan metode ini juga mendekati simulasi yang dilakukan. Hal ini berarti bahwa deteksi AO melalui pendekatan Time Series merupakan cara paling efektif dan akurat pada model MA (1). Selanjutnya, karena telah diketahui bahwa terdapat outlier pada data ke-101, maka dilakukan pemodelan dengan menambahkan AO pada model MA(1). Tabel 3 menunjukkan estimasi model yang baru.

Tabel 3 Estimasi Parameter Model MA(1) dengan Memasukkan AOParamete

rEstimat

eStd.Erro

r p-value

MA1,1 -0,77373 0,04676 <,0001

NUM1 17,7573 0,65688 <,0001

Pada Tabel 3, dengan memasukkan OA kedalam model, didapatkan estimasi untuk parameter MA adalah sebesar -0,77373 dengan standar error 0,04676. Nilai ini menunjukkan bahwa parameter data simulasi awal θ = -0,7 masuk ke dalam selang -0,77373± 3(0,04676). Koefisien untuk outlier berada diantara selang 17,7573± 3(0,65688) dimana AO simulasi telah mendekati nilai tersebut. Model estimasi MA (1) dengan AO didapatkan sebagai berikut.

Z t=(1+0 ,77373 B ) at+17 , 7573 I t(T )

Dengan t = 101. Hasil ini sesuai dengan simulasi yang telah dilakukan.

Pembahasan kedua adalah mengenai deteksi outlier dengan memeriksa ketepatan pendugaan jumlah Innovative Outlier (IO) dari model SPC Model Based Approach dan model Time Series. Simulasi dilakukan untuk data yang mengikuti model MA(1) dengan jumlah data sebanyak 300 dan nilai parameter θ sebesar -0,7. Data hasil simulasi kemudian diberi Innovative Outlier dengan siasat memberikan outlier pada error. Nilai error pada pengamatan ke-30 diubah menjadi ω = 50. Model simulasi MA (1) dengan IO adalah sebagai berikut.

Z t=(1+0,7B ) (a t+50 I t(T ))

Plot Time Series, Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF) untuk data simulasi sebelum dan sesudah diberi Innovative Outlier tersebut dapat dilihat pada Gambar 7, Gambar 8, dan Gambar 9:

9

Page 10: Paper Ma Ulfa Meida _rahandini Lukita

Gambar 7. Plot Time Series Data Simulasi MA(1) Sebelum dan Sesudah diberi Innovative Outlier pada Pengamatan ke-50

Perbedaan data simulasi MA(1) sebelum dan sesudah diberi Innovative Outlier terlihat pada Gambar 7. Sebelum diberi Innovative Outlier, plot time series data simulasi MA(1) memperlihatkan bahwa secara visual data simulasi MA (1) stasioner terhadap mean. Sedangkan setelah diberi Innovative Outlier, plot time series menunjukkan bahwa terdapat dua data outlier yang dilihat dari tingginya titik pengamatan pada data ke-50 dan 51.

Gambar 8. Plot ACF dan PACF Data Simulasi MA(1)

Gambar 9. Plot ACF dan PACF Data Simulasi MA(1) dengan Innovative Outlier pada Pengamatan ke-50

10

Page 11: Paper Ma Ulfa Meida _rahandini Lukita

Gambar 8 dan Gambar 9 memperlihatkan perbedaan secara visual plot ACF dan PACF data simulasi MA(1) sebelum dan sesudah diberi Innovative Outlier pada Pengamatan ke-50. Pada Gambar 8, plot ACF cut off setelah lag pertama serta pada plot PACF, lag turun secara eksponensial. Gambar 9 menunjukkan bahwa terdapat kemiripan pola ACF dan PACF dengan Gambar 8. Namun, masih terdapat perbedaan pada tingginya lag. Oleh karena itu estimasi model setelah ditambahkan AO ini adalah tetap MA(1). Estimasi parameter untuk data MA (1) dengan IO dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Estimasi Parameter Data Simulasi MA(1) dengan Innovative Outlier

Parameter MA(1)

st.error MA(1)

estimasi varians

Ljung-Box (P-value)

Lag 12 Lag 24 Lag 36 Lag 48

MA (1) -0,6638 0,0432 4,30 0,942 0,607 0,760 0,586

MA (1) + IO -0,6656 0,0431 12,63 0,996 0,983 0,993 0,998

Tabel 4 menunjukkan bahwa estimasi parameter θ pada model MA (1) sebesar -0,6638. Standar error (σ) yang didapatkan adalah sebesar 0,0432 , maka parameter tersebut sesuai dengan θ pada simulasi yaitu sebesar -0,7 karena nilai -0,7 masih berada pada selang -0,6638± 3(0,0432). Keadaan yang hampir mirip terdapat pada model MA (1) yang memuat IO, terlihat bahwa estimasi parameter θ sebesar -0,6656 masih memuat parameter awal -0,7 pada selang -0,6656±0,0431. Namun, nilai estimasi varians meningkat dari 4,30 menjadi 12,36. Berdasarkan hal ini, dapat didentifikasi bahwa model sudah mengalami perubahan estimasi varians dengan adanya IO.

Setelah diperoleh pendugaan parameter yang signifikan langkah selanjutnya yaitu diagnostic checking. Berdasarkan hasil uji Ljung-Box yang ditunjukkan oleh Tabel 4, baik pada model awal MA(1) maupun model MA(1) dengan IO, residual telah mengikuti proses white noise pada α=0,05. Selanjutnya pada pengujian Kolomogorov Smirnov, untuk model MA(1) diperoleh p-value= 0,15 > α (0,05) yang berarti bahwa residual berdistribusi normal. Sedangkan pada model MA(1) dengan IO, diperoleh p-value sebesar 0,01< α (0,05) yang berarti bahwa residual tidak lagi berdistribusi normal dikarenakan adanya outlier. Langkah selanjutnya adalah penerapan deteksi outlier pada data simulasi.

Pendekatan awal deteksi outlier adalah melalui pendekatan SPC model based approach dengan memodelkan MA(1) pada data yang memuat IO. Residual yang diperoleh dari pemodelan ini kemudian diperiksa dengan menggunakan diagram kontrol individual yang ditunjukkan Gambar 10 berikut.

Gambar 10 Diagram Kontrol Individual Residual Model MA(1) dengan Innovative Outlier

11

Page 12: Paper Ma Ulfa Meida _rahandini Lukita

Pada Gambar 10 terlihat bahwa terdapat satu data yang outlier yakni pada pengamatan ke-30. Hasil ini tidak sesuai dengan simulasi yang telah dilakukan bahwa outlier terdapat pada pengamatan ke-30 dan 31.

Selanjutnya, cara kedua adalah penggunaan diagram kontrol EWMA untuk deteksi outlier dengan terlebih dahulu dicari nilai λ optimal. Dengan menggunakan Single Exponential Smoothing, diperoleh λ optimal sebesar 0,405021. Gambar 11 berikut menunjukkan diagram kontrol EWMA pada data hasil simulasi.

Gambar 11 Diagram Kontrol EWMA pada Data MA(1) dengan Innovative Outlier

Gambar 11 menunjukkan bahwa terdapat 16 titik outlier atau biasa disebut dengan out of control pada SPC. Outlier berturut-turut terdapat pada data ke 30-35, 91, 119, 135, 203, 204, 215-217, 235, dan 236. Hal ini juga tidak sesuai dengan data simulasi dimana terdapat dua data outlier pada data ke-30 dan 31.

Dua pendekatan SPC tidak menunjukkan hasil yang tepat untuk mendeteksi adanya IO pada data dengan model MA(1). Ketidaktepatan ini menimbulkan berbagai kesalahan, salah satunya adalah dimana seharusnya suatu pengamatan adalah in control namun dideteksi sebagai pengamatan yang out of control. Metode pendekatan Time Series merupakan pendekatan ketiga dalam paper ini yang digunakan untuk mendeteksi adanya IO atau pengamatan yang out of control. Software yang digunakan adalah SAS. Dengan menggunakan alpha (α) 0,05, berikut ini ditunjukkan hasil yang didapatkan:

Tabel 5 Hasil Deteksi IO dengan Pendekatan Time Series

Outlier DetailsObs Estimate p-value

30 26,34348 < 0,0001

31 19,80472 < 0,0001

Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat dua outlier yang terdeteksi dengan menggunakan metode Time Series yakni pada pengamatan ke-30 dan 31. Estimasi yang diperoleh dengan metode ini juga mendekati simulasi yang dilakukan. Hal ini berarti bahwa deteksi IO melalui pendekatan Time Series merupakan cara paling efektif dan akurat pada model MA (1). Selanjutnya, karena telah diketahui bahwa terdapat outlier pada data ke-30 dan 31, maka dilakukan pemodelan dengan menambahkan IO pada model MA(1). Tabel 6 menunjukkan estimasi model yang baru.

12

Page 13: Paper Ma Ulfa Meida _rahandini Lukita

Tabel 6 Estimasi Parameter Model MA(1) dengan Memasukkan IO

Parameter Estimate Std.Error p-value

MA1,1 -0.65873 0.04425 <.0001

NUM1 49.81597 2.08523 <.0001

NUM1,1 -35.41178 2.07762 <.0001

Pada Tabel 6, dengan memasukkan IO kedalam model, didapatkan estimasi untuk parameter MA adalah sebesar -0.66107 dengan standar error 0.04397. Nilai ini menunjukkan bahwa parameter data simulasi awal θ = -0,7 masuk ke dalam selang -0.66107± 3(0.04397). Koefisien untuk outlier berada diantara selang 49.81597± 3(2.08523) dimana IO simulasi telah mendekati nilai 50. Outlier akan berefek pada data selanjutnya dengan estimasi nilai outlier sebesar -35.41178. Model estimasi MA (1) dengan IO didapatkan sebagai berikut.

Z t=(1+0 , 65873 B )+(at+49 . 81579 ) I t(T )

dengan t = 30. Hasil ini sesuai dengan simulasi yang telah dilakukan.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa dua pendekatan SPC (diagram Shewart Individual dan grafik EWMA) tidak menunjukkan hasil yang tepat untuk mendeteksi adanya AO dan IO pada data dengan model MA(1). Ketidaktepatan ini menimbulkan berbagai kesalahan, salah satunya adalah dimana seharusnya suatu pengamatan adalah in control namun dideteksi sebagai pengamatan yang out of control. Metode pendekatan Time Series merupakan pendekatan yang paling tepat digunakan untuk mendeteksi adanya AO dan IO atau pengamatan yang out of control.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2012). Relative strength index (RSI) dan Moving average (MA) salah satu penyusun sistem dalam trading. http://www.mifx.com/education/25/Moving_Average_MA____Relative_ Strength _Index_RSI_.php. di unduh tanggal 26 Mei 2012.penulis: Monex Investindo Futures

Gounder, M.K, Mahendran dan Rahmatullah. (2007).Detection of Outliers in Non-linear Time Series: A Review,Festschrift in honor of Distinguished Professor Mir Masoom Ali, 213-224.

MacCarthy, B.L. and Wasusri, T. (2012). SPC for Monitoring Scheduling Performance Addresing The Correlated Data. University of Nottingham, Nottingham, UK

Mustika, H. (2012). Model ARMA (p, q) dengan Additive Outliers dan Innovation Outliers. Universitas Andalas, Padang.

Montgomery, D. C., (2005): Introduction to Statistical Quality Control. John Wiley & Sons, Inc. Amerika

Wei, W.W.S. (2006): Time Series Analysis Univariate and Multivariate Method, Pearson Addison wesley. Boston.

13