paper adhe
TRANSCRIPT
2. TEPUNG IKAN
2.1. Definisi Tepung Ikan
Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan
jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang
terkandung didalam tubuh ikan. Untuk membuat tepung ikan sebenarnya dapat
digunakan semua jenis ikan, tetapi hanya ikan demersal dan pelagis saja yang
banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan.
Sebagai sumber protein hewani, ikan harus dimanfaatkan semaksimal
mungkin untuk memenuhi kebutuhan manusia dan untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia. Oleh karena itu selama ikan masih bisa dimakan, tidaklah
layak bila ikan dijadikan tepung ikan. Jadi hanya sisa-sisa olahan (limbah) atau
kelebihan hasil penangkapanlah yang harus diolah menjadi tepung ikan
(moeljanto, 1992). Perbedaan tepung ikan lokal dengan tepung ikan impor dapat
dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Foto tepung ikan lokal dan tepung ikan import (Sobri, 2008).
Tepung ikan local Tepung Ikan Import
Tepung ikan mengandung protein, mineral dan vitamin B. Protein ikan
terdiri dari asam amino yang tidak terdapat pada tumbuhan. Kandungan gizi yang
tinggi pada tepung ikan dapat meningkatkan produksi dan nilai gizi telur, daging
ternak dan ikan. Usaha pembuatan tepung ikan dapat menggunakan peralatan
yang sederhana (PDII-LIPI, 1998).
3
2.2. Bahan Mentah
2.2.1. Jenis dan komposisi ikan
Banyak pendapat mengenai bahan mentah atau bahan baku yang bisa
dipakai untuk pembuatan tepung ikan.
Setiap jenis ikan dapat diolah menjadi tepung ikan, tetapi umumnya hanya
digunakan ikan-ikan bermutu rendah atau ikan yang tidak terjual
(Murniyati,2000). Hampir semua jenis ikan dapat diolah menjadi tepung ikan.
Kecuali ikan yang sudah busuk (Arifudin, 2002). Tepung ikan terbuat dari jenis-
jenis ikan yang tidak dikonsumsi oleh manusia dan variasi jenis tergantung dari
daerah dimana tepung ikan itu dibuat (Purwito, 1985).
Seperti pada industri lainnya, industri tepung ikan memerlukan pengadaan
bahan mentah yang teratur. Karena itu pada saat merencanakan suatu pabrik
tepung ikan perlu untuk mengetahui jenis-jenis ikan yang tersedia, lamanya
musim penangkapan, lokasi daerah penangkapan, alat tangkap yang cocok, dan
jumlah hasil tangkapan yang dapat dicapai rata-rata pertahun (ilyas, et al, 1985).
Diluar ikan rusak, kelebihan ikan pada waktu musim penangkapan dan
hasil buangan pabrik pengolahan ikan /udang, sumber yang sangat cocok untuk
bahan bak tepung ikan adalah jenis-jenis ikan dasar yang berkualitas dan bernilai
rendah.
Jenis-jenis ikan yang dikategorikan sebagai kategori ikan komersial ke tiga
antara lain Gerreidae ( bangsa kapas-kapas), Leiognathidae( Bangsa Peperek),
Upeneus ( bangsa biji nangka, kuniran), Scolopsis ( Pasir-pasir), Saurida
( Beloso), Theraponidae(Kerong-kerong), Harpodon ( Ikan nomei), Labridae
(Gigi anjing, mamar), Acanthuridae (Ikan Hitam, Buntana, Greon).
Adapun jenis ikan rucah lainnya yaitu, Diodonthidae ( Buntel Duren),
Tetradonthidae ( Buntel mas, Buntel Pasir, Buntel kelapa), Synodus ( Beloso),
Balistidae (Pokol), Cynoglossidae( Lidah) (Dierktur Bina Sumber Hayati, 1985).
4
Berdasarkan sumbernya, ikan yang diolah menjadi tepung ikan dapat
dibedakan atas tiga macam :
1). Ikan yang memang khusus ditangkap untuk dijadikan tepung ikan.
2). Hasil samping tangkapan khusus, dan
3). Sisa pengolahan( fillet, pengalengan, dan lain-lain).
Komposisi dan mutu keseragaman ikan merupakan faktor utama yang
menentukan mutu dan besarnya hasil (yield) tepung ikan yang diperoleh. Selama
tahap pengumpulan dan penanggguhan hendaknya ikan tetap terjaga mutunya
dengan baik dengan jalan menerapkan prinsip-prinsip penanganan ikan segar,
yaitu bekerja cepat dalam lingkungan yang bersih dan bersuhu rendah (ilyas, et al,
1985).
Jika terdapat campuran ikan yang berlemak dan yang tidak, sebaiknya
dipisahkan sebelum diolah menjadi ikan yang berlemak rendah( kurang dari 2 1/2
%) dan yang lebih tinggi. Ikan –ikan yang telah diketahui beracun ( Buntal, dan
lain-lain) harus dibuang dan tidak disertakan dalam pembuatan tepung ikan.
Pengawetan bahan mentah dapat dilakukan dengan meng es atau perlakuan suhu
rendah (Arifudin, 2002).
2.2.2. Pengawetan bahan mentah
Usaha untuk mendapatkan cara-cara pengawetan ikan yang ekonomis
sampai sekarang masih merupakan tantangan bagi industri tepung ikan. Diantara
cara-cara pengawetan yang ada pengawetan dengan teknik pendinginan ( chilling)
merupakan cara yang terbaik untuk mengawetkan hasil tangkapan. Namun untuk
industri tepung ikan penerapan teknik pendinginan baik dengan cara peng es an
maupun dengan air laut yang didinginkan ( refrigerated sea water) nampaknya
masih memerlukan pengkajian, terutama dari aspek ekonominya (ilyas, et al,
1985).
5
Pengawetan Sederhana
Cara pengawetan ikan yang paling murah, praktis dan hasilnya cukup baik
adalah dengan penggaraman. Akan tetapi, pengawetan ini mempunyai
kekurangan, apalagi disimpan lama. Pemakaian garam sampai 4% selain
menambah biaya produksi juga tidak efektif karena lama kelamaan juga akan
terjadi proses pembusukkan. Bila terjadi pembusukkan, pengolahan ikan menjadi
lebih sulit dan akan menghasilkan minyak berwarna hitam serta tepung ikan
berkadar amonia agak tinggi. Kadar garam agak tinggi (8 – 10%) menjadikan
ikan kurang baik. Oleh karena itu penggunaan garam sebagai bahan pengawet
tidak digunakan lagi.
Salah satu pengawetan bahan mentah yang relatif mudah pada saat hasil
tangkapan melimpah adalah dengan pembekuan secara blok. Dalam cara
pembekuan ini, ikan dibekukan dalam jumlah banyak sekaligus ( bulk freezing).
Dengan cara ini mutu bahan mentah masih cukup baik untuk pengolahan tepung
ikan.
Pengawetan dengan formalin
Penambahan larutan formaldehyde atau formalin ternyata baik untuk
mempertahankan mutu ikan segar sebagai bahan mentah pengolahan tepung ikan
dan semua ini tergantung pada suhu.
Untuk penambahan yang merata, larutan formalin 40% yang biasa
diperdagangkan, diencerkan dengan perbandingan paling tidak 1:2 penambahan
ini akan lebih baik bila dilakukan dengan alat penyemprot mekanis. Jumlah
formalin yang dibutuhkan tergantung pada suhu bahan mentah dan lama
penyimpanan ( sekitar ½ galon setiap ton). Untuk penyimpanan selama 2 minggu
pada suhu 150 C, formalin ternyata merupakan bahan pengawet yang cukup baik.
Disamping dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk, juga dapat
mempengaruhi jaringan-jaringan yang lunak sehingga lebih mudah dipress setelah
dikukus. Untuk penyimpanan lebih lama, sebaiknya fomalin dicampur dengan
bahan pengawet lain misalnya nitrit. Sebab, lama-kelamaan formalin
menyebabkan kulit ikan mengeras.
6
Pengawetan dengan nitrit (NaNO2 )
Nitrit merupakan bahan pengawet yang baik sekali. Selain bersifat
bakteriostatik juga mudah dihilangkan selama pengolahannya. Karena nitrit
merupakan racun, penggunaannya harus teliti sehingga sisa yang tertinggal pada
tepung ikan hanya sedikit sekali.
Dengan pemakaian nitrit, pembusukkan ikan segar dapat dihambat, tetapi
aktivitas enzim masih terus berjalan. Setelah beberapa waktu, bahan mentah akan
mengandung sejumlah protein yang dapat larut. Hasil tepung ikan yang bermutu
baik berwarna agak kemerah-merahan dan bebas dari pembusukkan. Hal ini dapt
diketahui dari bau, rasa, serta kadar volatile-N, minyak ikan yang dihasilkan juga
bermutu tinggi karena timbulnya warna yang tidak diinginkan dapat dicegah oleh
nitrit atau formalin (ilyas et all, 1985).
2.2.3. Kandungan dalam tepung ikan
Trace Element
Unsur kimia yang terkandung dalam jumlah sangat kecil disebut Trace
Element. Kadar trace element kurang dari seperseribu bagian dan pada ikan biasa
antara 10-4 sampai 10-12 .
Trace element mempunyai fungsi fifiologis yang sangat penting,
diantaranya sebagai pembentuk sistem enzim dan hormone, serta mempengaruhi
proses-proses pertumbuhan dan pembentukan darah. Tepung ikan mengandung
lebih dari 38 macam trace element.
Ikan mengandung trace element 10 kali lebih banyak dari pada hewan lain.
Moluska dan krustacea memiliki kandungan trace element 6-10 kali lebih banyak
dari pada ikan. Perbandingan itu dapat dijelaskan pada Table 1.
Kandungan trace element yang tinggi pada tepung ikan menunjukkan
besarnya fungsi fisiologis dari tepung ikan.
7
Tabel 1. Perbandingan Kadar Trace Element pada beberapa hewan
Vitamin dan APF
Kandungan protein-protein dan Animal Protein Factor ( APF) sangat
penting untuk membantu pembentukan albumin nabati. Vitamin yang sangat
berguna adalah vitamin B12.
Selama tepung ikan dibuat dan disimpan, beberapa vitamin yang rusak dan
vitamin A yang rusak selama pengeringan dan penyimpanan. Vitamin D dapat
bertahan agak lama. Vitamin-vitamin bertahan lebih lama lagi. Kerusakkan pada
vitamin B dipercepat oleh hasil-hasil oksidasi lemak.
Kandungan vitamin B12 yang tertinggi ( 200-400 µ g per Kg) diperoleh
didalam tepung yang dibuat dari herring atau sardine utuh. Sedangkan jenis-jenis
ikan lain hanya didapat vitamin sebanyak 80-200π g per Kg. kandungan vitamin
B1 dan B2 1000- 9000 µ g per Kg.
Minyak
Bahan mentah tepung ikan sebaiknya tidak banyak mengandung minyak.
Kandungan minyak yang tinggi menyebabkan tepung ikan tidak dapat diberikan
kepada hewan selama masa penggemukan karena menimbulkan rasa hambar dan
bau amis pada daging hewan tersebut.
Untuk melindungi minyak digunakan anti- oksidan pada bahan atau press
cake pada bahan yang dikeringkan. Hasil yang terbaik diperoleh dengan
8
Hewan Proporsi perbandingan Trace Element
Moluska dan krustacea 60-100
Ikan 10
Hewan lain 1
pemakaian butylated hydroxy-toluene 0,1 % dari berat tepung atau dengan propyl-
galate. Kedua anti oksidan ini tidak berpengaruh buruk terhadap hewan yang
memakannya.
Protein dan Mineral
Tepung ikan kaya akan protein hewani yang kandungannya tergantung
pada keadaan bahan mentah serta cara pembuatannya, yaitu 55 %- 57%.
Perbedaan kandungan protein dan mineral lebih jelas pada tepung ikan dari pada
bahan mentahnya karena bahan mentah terdiri atas kepala ikan , isi perut dan
ikan-ikan kecil dalam proporsi yang berbeda-beda.
Tepung ikan yang berasal dari ikan dan offal mengandung lebih banyak
mineral dan protein kolagen dalam kandungan protein keseluruhannya. Jika
tepung itu berasal dari isi perut atau ikan utuh, kandungan mineral lebih kecil,
sedangkan kandungan protein dapat mencapai 75%. Perebusan bahan mentah dan
pemerasan berikutnya menentukan kadar protein dan mineral (Murniyati, 2000).
2.2.4. Potensi Bahan Baku Tepung Ikan
Selama ini tepung ikan dinegara kita sebagian besar berasal dari limbah
pengalengan lemuru di daerah Banyuwangi dan daerah Bali. Sebagian lainnya
berasal dari limbah industri udang serta dari ikan-ikan yang tidak dimanfaatkan
untuk konsumsi atau lebih dikenal dengan ikan rucah.
Limbah Industri Pengalengan Ikan
Pada tahun 1982 bahan baku tepung ikan didapat dari limbah industri
pengalengan ikan lemuru, namun kini selain pengalengan ikan lemuru,
pengalengan ikan cakalang juga sudah mulai berkembang. Sudah tentu limbah
dari pengalengan ikan ini juga dapat dimanfaatkan untuk bahan baku tepung ikan.
Limbah Industri Udang Beku
Ekspor udang Indonesia dilakukan dalam bentuk udang beku. Bagian
kepala udang inilah yang dipakai sebagai bahan baku tepung ikan. Selain itu
untuk udang-udang yang kecil yang diekspor dalam bentuk beku maupun yang
9
dikaleng, bagian kulit juga harus dikupas sehingga kulit dan kepala menjadi bahan
tepung ikan seperti halnya pada limbah pembuatan ebi.
Limbah kepala udang pada pengawetan udang beku segar (tanpa kepala)
kurang lebih 40% dari bahan baku (udang utuh) (Purwito, 1985).
3. METODA PENGOLAHAN TEPUNG IKAN
3.1. Peralatan
Peralatan/perlengkapan mesin untul memproduksi tepung ikan dapat
diklasifikasikan menjadi peralatan modern dan tradisional yang dioperasikan
manual. Peralatan merupakan unit lengkap yang bekerja otomatis. Kapasitas
nominalnya memerlukan bahan mentah 60-1000 ton per hari.
Pemilihan pengadaan peralatan harus disesuaikan dengan jumlah dan
kontinuitas bahan mentah yang dapat disediakan.
3.1.1. Peralatan Modern
Komponen dan fungsinya dapat dilihat dalam gambar 3
10
3.1.2. Peralatan Tradisional
Peralatan tradisional terdiri dari beberapa jenis alat yang berdiri sendiri.
Jumlah dan kapasitas tiap jenis/ alat yang akan dimiliki harus disesuaikan dengan
kemampuan suplai bahan mentah. Kemampuan kerja dan penjemuran ( arealnya)
alat pengering mekanik, sebagai berikut :
Wadah : bak/tong/drum dari bahan plastic. Semen atau fiberglass
Keranjang dari plasik atau fiber glas yang fungsinya untuk mencuci limbah
ikan/ikan kecil
Tengki perebus dari bahan tahan karat yang dilengkapi sarangan
Alat pengepres/ pengempa, kapasitasnya disesuaikan dengan alat perebus
Gilingan atau penumbuk
Alat pengeringan : tempat penjemuran dan peralatannya atau alat pengering
mekanik
Ayakan (Arifudin, 2002).
11
3.2. Metoda Pengolahan Tepung Ikan
Pengolahan tepung ikan pada prinsipnya adalah perubahan bentuk dari
ikan utuh atau limbahnya menjadi bentuk tepung ikan. Sedangkan metoda yang
digunakan dapat dilakukan secara konvesional maupun cara sederhana. Pada
pengolahan tepung ikan selain dihasilkan tepung ikan juga didapat minyak ikan
yang mempunyai nilai ekonomis cukup baik (ilyas, et al, 1985).
3.2.1. Pengolahan dengan metoda konvensional
Pengolahan tepung ikan secara konvensional dilakukan secara mekanis
dan tahap-tahap pengolahannya merupakan suatu rangkaian yang kontinyu.
Bahan mentah masuk kedalam unit pengolah dan keluar sudah dalam produk
akhir ( tepung ikan). Mutu tepung ikan yang dihasilkan dengan cara konvensional
mudah dikontrol, karena semua tahap-tahap pengolahan dan kondisinya dapat
diatur dengan baik. Demikian juga pada metoda konvensional dapat dihindarkan
adanya penundaan yang terjadi diantara tahap-tahap pengolahan yang biasanya
terjadi pada cara sederhana. Tahap-tahap pengolahannya adalah sebagai berikut:
Pencingcangan
Pencincangan diperlukan jika ikan yang akan diolah mempunyai ukuran
yang lebih besar sehingga memudahkan tahap pengolahan berikutnya.
Pemasakan (cooking)
Pemasakan dimaksudkan untuk mengkoagulasikan protein, sehingga
memudahkan tahap pengepressan untuk mengeluarkan air dan lemak. Juga
dengan mengkoagulasikan protein, sebahagian besar dari air terikat (bound Water)
terbebas, demikian juga dengan deposit lemak, sehingga memudahkan
pengeluaran air dan lemak. Pemasakan dilakukan secara kontinyu. Pada cara ini
ikan dipanasi secara tidak langsung melalui steam jacket. Ikan masuk kedalam
alat pemasak melalui screw conveyer. Kombinasi antara waktu dan suhu
12
pemasakan dapat dicari dengan cara trial dan error, namun yang paling umum
adalah dengan memanaskan ikan pada suhu 95-1000 C selama 15-20 menit. Hasil
pemasakan yang baik ditandai dengan mudahnya bahan dipress untuk
mengeluarkan “press liquor”. Proses pemasakan ini harus dikontrol dengan baik
untuk menjamin bahwa bahan telah dimasak dengan sempurna dan juga mencegah
terjadinya over cooking.
Pengepresan
Ada dua tipe alat pengepres yang biasa digunakan dalam industri tepung
ikan, yaitu “single screw press” dan “ twin screw press”. Pengepresan harus
dilakukan pada suhu dan kecepatan yang tepat sesuai dengan tipe peralatan dan
kondisi bahan mentah yang diolah. Suhu mempengaruhi viskositas minyak dan
kemudahan mengeluarkannya pada pngepresan.
Kesegaran ikan yang diolah sangat mempengaruhi tahap pengepresan.
Pada ikan yang telah mundur mutunya, ikatan peptida pada proteinnya telah
mengalami penguraian dan menghasilkan rantai-rantai pendek yang kurang
kemampuannya untuk saling mengkait dan membentuk massa yang kompak
selama proses penggumpalan. Juga pelunakan atau penguraian jaringan pengikat
menghasilkan produk yang lebih lembek sehingga menyulitkan pengepresan.
Ikan yang terlalu segar juga terkadang mengakibatkan masalah dalam
produksi tepung ikan, karena “ water binding capacity” dari protein yang
terkoagulasi menjadi sangat tinggi jika ikan yang diolah masih dalam keadaan
atau rigor mortis baru saja berlalu. Pengepresan ini menghasilkan “press cake”
yang berkadar air sekitar 50-60% dan lemak sekitar 4%.
Pemisahan “press liquor”
Press liquor adalah cairan yang terbebas pada saat pengepresan dan ini
merupakan campuran yang terdiri dari minyak, air dan padatan yang terlarut.
Ketiga fraksi tersebut dapat dipisahkan satu sama lain dengan menggunakan
centrifuge sehingga dapat digunakan lebih baik. Proses pemisahan dilakukan
dengan mengalirkan ”press liquor” ke suatu centrifuge horizontal untuk
memisahkan semua partikel padatan terlarut. Padatan yang didapat kemudian
13
dicampurkan kembali dengan “ press cake” untuk kemudian dikeringkan dalam
alat pengering. Sedangkan cairan yang didapat dari centrifuge dialirkan kedalam
centrifuge vertikal untuk memisahkan minyak dan air. Cairan yang sudah bebas
dari minyak disebut “ stick water” yang mengandung protein dan vitamin-vitamin
terlarut dan juga mineral. Stick water kemudian diuapkan dalam evaporator
sehingga didapatkan cairan kental yang mengandung 35-45% padatan.
Penguapan stick water harus dilakukan dengan hati-hati agar vitamin dan asam
amino yang terkandung didalamnya tidak rusak karena suhunya terlalu tinggi.
Hasil penguapan stick water dapat diperdagangkan atau dicampurkan kembali ke
press cake.
Pengeringan
Proses pengeringan ini harus dikntrol dengan baik agar kadar air mencapai
sekitar 10% atau kurang. Proses pengeringan ini harus dikontrol dengan baik agar
kadar air yang diinginkan tercapai dan jangan sampai terjadi over heating yang
yang mengakibatkan rusaknya zat-zat nutrisi dan menimbulkan bau hangus.
Ada dua tipe alat pengering, yaitu pengeringan dengan pemanasan
langsung dan pengeringan tidak langsung dengan menggunakan uap. Pada
pengeringan langsung, press cake dipanaskan dengan udara panas yang bersuhu
sekitar 500-6000C. Kontak langsung dengan medium pengeringan merupakan
keuntungan dan juga kerugian dari sistim pemanasan langsung. Dengan adanya
kontak langsung pengeringan berlangsung dengan cepat, namun jika tidak
dikontrol dengan baik dapat menjadi sumber pencemaran sebagai akibat dari tidak
sempurnanya pembakaran bahan bakar sehingga terjadi oksidasi belerang dan
nitrogen yang selanjutnya bereaksi dengan zat-zat nutrisi.
Pada pengeringan dengan tidak langsung, bahan dikeringkan karena
adanya kontak dengan elemen ( dapat berupa oil, tabung atau bentuk lainnya)
yang dipanaskan oleh uap. Suhu uap tertinggi yang dapat dicapai 1700C.
Transfer panas berlangsung lebih lambat dari pada dengan pemanasan langsung.
Karena itu proses pengeringan memerlukan waktu yang lebih lama, yaitu sekitar
30 menit atau lebih lama.
Penggilingan (milling)
14
Sebelum digiling, bahan yang sudah kering dilewatkan pada penyaring
yang bergetar dan magnit untuk menghilangkan benda-benda asing seperti
potongan kayu, kain, paku, mata pancing, dll. Tujuan dari penggilingan adalah
untuk mendapatkan tepung ikan yang menarik penampakkannya dan
memudahkan pencampuran dengan bahan-bahan lain sehingga didapatkan
campuran yang merata, misalnya dalam pembuatan pellet. Besarnya ukuran
partikel disesuaikan dengan tujuan pemakaiannya, biasanya bervariasi antara 10
sampai 100 mesh. Dalam hal ini harys dicegah penggilingan yang menghasilkan
tepung yang terlalu halus, karena akan menimbulkan debu selama penanganannya
dan juga akan menyebabkan susut berat karena banyak yang lolos dari kampung
kemasan yang selanjutnya akan menyebabkan polusi.
Ada berbagai tipe alat penggiling yang terdapat dipasaran, tetapi alat
penggiling yang paling cocok adalah tipe hammer mill, karena kapasitasnya relatif
besar serta mudah untuk membersihkan.
Pengemasan
Selama penyimpanan dan distribusi tepung ikan dapat dikemas dalam
kantung-kantung yang berkapasitas 50-100 kg. Ada bermacam-macam bahan
pengemas yang dapat dipakai, antara lain ialah karung guni, kertas yang dilapisi
oleh plastik. Namun ditinjau dari segi perlindungan produk terhadap serangan
serangga, tikus, kelembaban udara dan oksigen, maka karung yang terbuat dari
plastik (low density polyethylene ata PVC) merupakan pilihan terbaik.
Penyimpanan.
Selama penyimpanan tepung ikan harus terlindung dari uap air, karena
kalau tidak tepung ikan mudah menyerap uap air, dan ini akan merangsang
pertumbuhan jamur yang selanjutnya akan menimbulkan kerugian terhadap mutu
tepung ikan itu. Karena itu gudang penyimpanan tepung ikan harus berudara
kering dan mempunyai ventilasi yang cukup agar pertukaran udara dengan
lingkungan luar berlangsung dengan lancar. Lantai gudang hendaknya diberi
geladak sehingga tepung ikan tidak langsung ditumpuk diatas lantai. Untuk
mencegah terjadinya bahaya kebakaran yang disebabkan oleh reaksi oksidasi
15
berantai, maka penumpukan karung jangan terlalu tinggi dan terlalu rapat
sehingga ada rongga – rongga untuk aliran udara(ilyas et all, 1985).
3.2.2. Pengolahan ikan berkadar lemak rendah sebagai bahan mentah
Pengeringan langsung
Cara pengolahan dengan pengeringan langsung telah diuraikan, juga
tentang untung ruginya. Dengan pengeringan ini sebaiknya dipakai alat mekanis
(artifical dryer) supaya mutu dan mernanya cukup baik. Dapat juga dikeringkan
dengan sinar matahari, tetapi biasanya tepung ikan menjadi berwarna lebih gelap
dan karena pengeringan lebih lambat kemungkinan terjadi proses ketengikan lebih
cepat (Moeljanto, 1992).
Pengeringan dengan re-sirkulasi
Untuk menghindari bagian yang berharga yang larut dalam liquor, maka
ikan yang telah dimasak tidak perlu dipress. Akan tetapi, cara pemasakkan itu
menimbulkan gumpalan-gumpalan ikan yang disebabkan oleh cairan kental dan
akan mempersulit pengeringannya. Hal seperti ini dapat dihindari dengan cara
pengeringan bertingkat, yaitu tepung ikan setengah kering dicampurkan dengan
bagian yang baru selesai dimasak sehingga kadar airnya lebih rendah.
Apabila kadar lemak dari bahan mentah agak tinggi, maka sebelum
dikeringkan sebaiknya dipres terlebih dahulu. Dengan demikian, pada
pengeringan tahap kedua kadar lemak tepung sudah cukup rendah.
3.2.3. Cara reduksi
Cara ini sudah dilakukan sejak lama secara komersial. Tahap-tahapnya
terdiri dari pemasakkan,pengepresan, dan pengeringan, yang terkadang diikuti
dengan pengolahan minyak dari liquor hasil pengepresan.
Bahan mentah setengah busuk lebih susah pengolahannya, demikian pula
bila terlalu segar. Untuk mempermudah proses pembekuan/penggumpalan,
selama pemasakan terkadang memerlukan penambahan bahan tertentu (koagulan).
Koagulan yang baik dan biasa digunakan dalam praktik komersial adalah
16
formalin. Dengan penambahan formalin, bahan mentah yang bagaimanapun tidak
sulit dipress.
Selama pemasakan, sebagian uap akan mengembun dan menambah kadar
air pada bahan tepung ikan. Oleh karena itu, dalam proses pengepresan kadang-
kadang hal ini harus diperhitungkan karena bila terlalu banyak air bahan tepung
menjadi seperti bubur.
Press cake (tepung ikan padat setelah di press) hendaknya
dihancurkan/digiling terlebih dahulu (untuk mempermudah pengeringan) sebelum
dikeringkan dengan pengering mekanis. Tepung ikan yang sudah kering
sebaiknya mengandung 8-10% air, kemudian digiling, dikemas, lalu disimpan.
Cara pemisahan minyak dari air dalam liquor, mula-mula dengan
penyaringan agar liquor terpisah dari benda-benda padat. Kemudian liquor
dialirkan ke unit sentrifugal. Karena putaran yang cepat dari tabung-tabung
sentrifugal, maka minyak akan terpisah dari air maupun cairan lainnya.
3.2.4. Cara whole meal
Seperti yang telah diuraikan, biasanya liquor ( air hasil pengepresan)
langsung dibuang. Padahal, didalamnya berisi kira-kira 20% bagian padat yang
sebenarnya dapat menjadi tepung. Dengan demikian, tepung yang dihasilkan
menjadi berkurang.
Untuk memanfaatkan bagian yang terbuang itu, liquor dipekatkan.
Kemudian cairan kental hasil pemekatan ditambahkan pada tepung ikan dan
jadilah tepung yang disebut whole meal.
Lama-kelamaan praktik ini dihentikan karena harga tepung murah,
penyebabnya yaitu sebagian besar proteinnya larut dalam air sehingga ada
anggapan bahwa whole meal mutunya lebih rendah.
Pemanfaatan glue water ( vairan kental yang diperoleh liquor yang telah
dipisahkan minyaknya) menjadi populer lagi setelah diketahui bahwa dalam glue
water terdapat vitamin B yang larut dalam air. Dari pengolahan glue water itu
dihasilkan fish –soluble. Cara pengolahannya dengan memekatkan glue water
sampai kader solidnya mencapai 50%, kemudian memisahkannya dari kelebihan
lemak dan cairan sisa (sludge) serta dilakukan pengasaman (acidification).
17
Cara penggunaan fish-soluble untuk menghasilkan whole meal adalah
dengan mencampurkannya pada press cake sehingga pemanfaatan bahan mentah
mencapai 100%. Setelah dicampur, lalu dikeringkan. Untuk mencapai efisiensi
setinggi-tingginya, kondensasi uap untuk pemanasan harus dicegah supaya tidak
melewati produk yang sedang dipanasi. Pencegahan ini dilakukan dengan
pemanasan tidak langsung.
Uap dilewatkan melalui ruangan antara dinding luar dan ruang tempat
produk dipanasi. Alat pemanas dengan ruang tidak langsung ini disebut indirect
cooker. Dalam hal ini bahan mentah dipanasi secara tidak langsung dan
kondensasi uap tidak mengenai produk yang dipanasi. Begitu juga untuk
pemisahan minyak dan glue water yang dipekatkan, tanpa terjadi persentuhan
antara uap dan produk yang dipanasi.
3.2.5. Cara re-sirkulasi
Melalui cara ini glue water ditambahkan prescake setengah kering.
Penambahan ini dilakukan pada saat tepung ikan yang sedang dikeringkan
mencapai kadar air 25-30%. Sebab, bila tepung sudah kering penterapan glue
water akan sulit.
Pengeringan ini dilakukan dua kali. Pengeringan pertama dilakukan pada
saat tepung mencapai kadar air 25-30%, lalu glue water ditambahkan kemudian
diikuti pengeringan kedua. Mutu tepung ikan yang dihasilkan cukup tinggi,
meskipun pemakaian bahan bakar juga lebih banyak.
3.2.6. Reduksi kering
Dalam cara ini, ikan dikeringkan lebih dahulu. Dipabrik-pabrik yang
sudah maju, pengeringan dilakukan dalam keadaan hampa(vakum) sehingga tidak
memerlukan suhu tinggi. Selain itu, tepung ikan yang dihasilkan bergizi tinggi
karena komponen-komponen penting tidak rusak oleh pemanasan. Pengeringan
harus dihentikan pada saat kadar air mencapai 8%. Jika kadar air kurang dari 8%
kandungan minyaknya tidak dapat diproses dengan baik. Pemisahan minyak
biasanya dilakukan secara hydraulis dan presscake yang dihasilkan berkadar air
sampai 10%.
3.2.7. Ekstraksi dengan bahan pelarut.
18
Solvent extraction ditujukan khusus untuk memisahkan minyak dari
tepung ikan yang sudah dikeringkan dengan cara reduksi kering. Bahan pelarut
(solvent) yang dipakai adalah yang mudah menguap dan mudah melarukan
minyak. Ekstraksi dilakukan dengan mencampurkan tepung ikan ke dalam bahan
pelarut yang tidak mengandung lemak, sampai tepung ikan kehabisan kandungan
minyak. Kemudian berangsur-angsur dilewatkan pada bahan pelarut yang masih
bersih. Hal ini untuk mendapatkan kadar minyak maksimum pada bahan pelarut
sebelum diuapkan.
Persentase minyak yang didapat dengan cara ini ialah 1-2%. Tepung ikan
ini biasanya tidak akan mengalami proses ketengikan lagi. Selain itu, kadar
proteinnya cukup tinggi, mencapai 80%.
Biasanya minyaknya berwarna hitam, apalagi bila jenis bahan pelarutnya
trichloroethylene atau carbon-tetrachloride.
3.2.8. Ekstraksi basah (wet extraction)
Bahan mentah ikan atau offal (sisa-sisa pengolahan ikan) dalam keadaan
basah dicampur dengan satu jenis pelarut minyak (fat solvent
) yang mempunyai titik didih dan larut dalam air. Campuran ini dipanasi secara
tidak langsung dengan uap.
Sebagian bahan pelarut akan menguap bersama uap air, kemudian
mengembun. Bahan pelarut yang mengembun ini lalu dikembalikan pada proses
pengolahan. Setelah bahan mentah mancapai kadar air kira-kira 10%,
pengeringan dihentikan. Bahan pelarut dan minyak dipisahkan dengan proses
destilasi. Jenis bahan pelarut yang sering dipakai adalah trichlorothylene. Karena
bahan pelarut ini bersifat racun, maka harus benar-benar dihilangkan dari tepung
ikan (Moeljanto, 1992).
19
4. SIFAT-SIFAT TEPUNG IKAN
Sebagian produksi tepung ikan dunia digunakan untuk makanan ternak.
Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
butiran-butirannya agak seragam, bebas dari sisa-sisa tulang, mata ikan dan
benda-benda lainnya.
Tepung ikan yang baru selesai diolah biasanya berwarna abu-abu
kehijauan. Setelah disimpan, apalagi pada suhu tinggi, warnanya berubah menjadi
cokelat kekuningan. Akan tetapi, perubahan ini tidak mempengaruhi nilai
gizinya. Baunya seperti ikan yang lama-kelamaan yang tengik.
Pada tepung ikan telah diketahui adanya bakteri salmonella. Hal ini
menunjukkan, bahwa tepung ikan dapat merupakan carrier. Untuk menghindari
kontaminasi, maka proses pengolahan sampai pengemasan tepung ikan hendaknya
tidaknya terputus-putus.
Komposisi kimia tepung ikan ditentukan oleh jenis ikannya, yang berbeda-
beda antara yang satu dengan yang lain. Tepung ikan yang bermutu harus
mempunyai komposisi sebagai berikut :
Air (moisture) 6-10 %
Lemak 5-12%
Protein 60-75%, dan
Abu 10-20%
Jarang dijumpai tepung ikan dengan kadar air kurang dari 6% sebab pada
tahap ini tepung ikan bersifat higroskopis. Apabila kadar airnya terlalu sedikit,
maka akan terjadi keseimbangan dengan kelembaban tempat penyimpanan.
Pengemasan tepung ikan dengan karung-karung kedap air dapat mencegah
penyerapan maupun kehilangan air.
20
4.1. Kandungan Lemak
Lemak pada tepung ikan tidak mempunyai nilai komersial. Sebab itu, nilai
tepung ikan tergantung pada kadar proteinnya. Penggunaan tepung ikan berkadar
lemak tinggi akan menyebabkan daging mempunyai cita rasa ikan( fishy taste ).
Kadar lemak terendah tepung sekitar 5%, sedangkan tepung ikan yang diolah
dengan ekstraksi dapat mencapai 1%, tergantung pada kesempurnaan proses
ekstraksi. Semakin cepat pengolahan, semakin mudah pula prosesnya. Tepung
ikan dari ikan-ikan dasar ( lean fish ) yang diolah tanpa pemasakan dan
pemampatan dapat mencapai kadar lemak 1%.
Selama penyimpanan, lemak dalam tepung ikan akan teroksidasi, sehingga
menjadi tengik. Akibatnya warna lemak menjadi gelap dan tidak merata, serta
menimbulkan panas di dalam tumpukan ikan. Apabila penimbunan karung terlalu
rapat, panas yang timbul makin lama menjalar sehingga tepungnya bisa hangus,
atau bahkan terbakar. Oleh karena itu, oksidasi lemak sedapat mungkin dicegah
dengan pemakaian antioksidan. Jenis-jenis antioksidan yang baik antara lain BHT
(Butil Hidroksi Toluen) atau BHA (Butil Hidroksi Amin) cukup dengan kadar air
0,02%.
Proses ketengikan pada tepung ikan yang berlanjut akan menghasilkan
peroksida, yang akan berakibat buruk pada hewan piaraan (misalnya : ayam)
apabila kadarnya terlalu tinggi.
4.2. Kandungan protein
Mutu tepung ikan terutama ditentukan oleh kadar proteinnya. Kadar
protein yang tinggi (mencapai 92-95% dari total kandungan protein) harus dapat
dicernakan. Bahan mentah untuk pembuatan tepung ikan harus bagus, sebab bila
agak busuk akan menghasilkan tepung ikan dengan persentase protein rendah,
kadang-kadang sampai 80%.
4.3. Kandungan abu dan mineral
Sebagian besar abu dan mineral dalam tepung ikan berasal dari tulang-
tulang ikan. Kadar mineral tepung akan tinggi bila bahan mentahnya berasal dari
sisa-sisa ikan berupa kepala dan tulang-tulang. Sebagian besar dari abu berupa
21
kalsium fosfat yang diperlukan untuk makanan ternak. Kadang-kadang tepung
ikan yang kadar fosfatnya tinggi dengan kadar protein yang rendah lebih disukai.
Tepung ikan juga terkadang banyak mengandung klorida, yang umunya
berasal dari garam pengawet bahan mentah. Pasir, tanah liat, dan benda-benda
asing lainnya yang sring pula dijumpai pada tepung ikan yang dikeringkan dengan
sinar matahari atau dari pabrik-pabrik kecil.
Selain sebagai sumber protein utama, tepung ikan juga merupakan sumber
kalsium dan fosfat dalam makanan ternak. Hal ini penting sekali untuk
pembentukan tulang ternak. Karena bahan mentahnya berupa ikan, maka di
dalam tepung ikan juga mengandung trace element (Zn, I, Fe, Cu, Mn, Co).
Selain itu, jumlah kandungan yodium pada tepung ikan juga mencukupi
kebutuhan.
4.4. Vitamin-vitamin
Jenis vitamin yang paling banyak ditemui pada tepung ikan adalah vitamin
B. Sedangkan vitamin yang larut dalam minyak jumlahnya sedikit sekali.
Apalagi sebagian besar minyaknya sudah dipisahkan. Karena sangat mudah
teroksidasi, vitamin A dapat dianggap tidak ada lagi, sedangkan vitamin D masih
sering dijumpai bila bahan mentah tepung berasal dari ikan-ikan berlemak. Jenis-
jenis vitamin B yang sering dijumpai adalah riboflavin, asam pantotenat, niasin,
dan kabolamin (vitamin B12). Selama penyimpanan tidak banyak vitamin yang
hilang, tetapi pada waktu pemasakan kira-kira 50% vitamin hilang. Apalagi bila
diikuti dengan pemampatan, jumlah itu menjadi lebih besar (Moeljanto, 1992).
Usaha pembuatan tepung ikan umumnya diikuti hasil samping berupa
minyak ikan atau sebaliknya bagi usaha pembuatan minyak ikan dari ikan-ikan
berlemak tinggi. Produk tepung ikan menjadi hasil samping usaha pengolahan
minyak ikan (Arifudin, 2002).
22
5. STANDAR MUTU TEPUNG IKAN
5.1. Kegunaan tepung ikan
Kegunaan utama tepung ikan adalah sebagai bahan campuran pakan
ternak. Tepung ikan yang bermutu baik harus bebas dari kontaminasi serangga,
jamur, dan mikroorganisme patogen. Di dalam susunan pakan ternak, tepung ikan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan lagi. Terutama untuk pakan ternak
ayam dan babi. Sebab, kandungan proteinnya tinggi, juga pembagian asam-asam
aminonya cukup seimbang (Moeljanto,1992).
Di antara komponen penting dalam tepung ikan, ada satu yang belum
diketahui namanya dan hanya disebut APF (Animal Protein Factor). APF ini
berfungsi membantu asimilasi albumin dari tumbuh-tumbuhan. Peranan APF
dalam tepung ikan adalah membantu pertumbuhan atau pertambahan berat badan
ternak ayam atau babi (Moeljanto, 1992).
5.2. Standar kualitas tepung ikan
Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut: butiran-butirannya agak seragam, bebas dari sisa-sisa tulang dan benda-
benda asing lainnya (Moeljanto dalam Taufik, 1996).
Tepung ikan yang baik adalah tepung ikan yang berkadar protein tinggi
yaitu diatas 60% dan mengandung kadar lemak rendah antara 3%-7%. Lemak
yang terlalu tinggi akan mengakibatkan tepung ikan mudah tengik sehingga
menyebabkan mutu pakan rendah. Tepung ikan yang memenuhi syarat di atas
adalah tepung ikan rucah yaitu dapat menyamai tepung ikan impor (Puspitasari,
2005).
23
Menurut Murtidjo (2001), sesuai standar kualitas FAO, maka tepung ikan
yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Tepung ikan harus merupakan partikel-partikel yang dapat melewati
saringan Tyler nomor 8.
b. Tepung ikan memiliki warna terang, keputihan, abi-abu, sampai cokelat
muda.
c. Tepung ikan memiliki kandungan protein lebih dari 50%.
d. Tepung ikan memiliki kandungan lemak 2,5%- 5%.
e. Tepung ikan memiliki kandungan air sekitar 6%.
Mutu tepung ikan yang dihasilkan dengan cara konvensional mudah untuk
dikontrol, karena semua tahap-tahap pengolahan dan kondisinya dapat diatur
dengan baik. Pada metode konvensional juga dapat dihindarkan adanya
penundaan yang terjadi di antara tahap-tahap pengolahan yang biasanya terjadi
pada cara sederhana (Ilyas, dkk., 1985).
Menurut kompiang (1985), tepung ikan digunakan dalam ransum pakan
berfungsi sebagai sumber protein/asam amino essential, oleh karena itu
persyaratan yang harus dipenuhi antara lain:
a. kadar protein yang tinggi dan mudah dicerna, dimana kesediaan asam
amino tinggi.
b. Kadar air tidak melebihi 10%
c. Kadar lemak tidak melebihi 8% dan penambahan antioksidan sangat
dianjurkan
d. Bebas dari kontaminasi, terutama jamur, bakteri-bakteri penyebab
penyakit.
5.3.Persyaratan mutu tepung ikan
Mutu Tepung Ikan/bahan baku pakan digolongkan dalam tiga tingkat
mutu. Persyaratan mutu standar Tepung Ikan/bahan baku pakan adalah sebagai
berikut :
Komposisi Mutu I Mutu II Mutu IIIa. Air (%) maks 10 12 12
24
b. Protein kasar (%) min 65 55 45
c. Serat kasar (%) maks 1,5 2,5 3
d. Abu (%) maks 20 25 30
e. Lemak (%) maks 8 10 12
h. Ca (%) 2,5 – 5,0 2,5 – 6,0 2,5 – 7,0
i. P (%) 1,6 – 3,2 1,6 – 4,0 1,6 – 4,7
j. NaCl (%) maks 2 2 2
k. Mikrobiologi :Salmonella (pada 25 gram sampel)
Negatif Negatif Negatif
l. Organoleptik :Nilai minimum 7 6 6
5.4.Nilai gizi
Kandungan gizi tepung ikan tergantung dari jenis ikan yang digunakan
sebagau bahan bakunya. Tepung ikan yang berkualitas tinggi mengandung
komponen-komponen sebagai berikut, Air mengandung 6-10%, Lemak 5-12%,
Protein 60-75%, Abu 10-20%.
Selain itu, karena dibuat dari kepala dan duri ikan maka tepung ikan juga
mengandung, Ca fosfat, Seng, Yodium, Besi, Timah, Mangan, Kobalt, Vitamin B,
yaitu Riboflavin (B2), Asam Panthotenat(B3) (PDII-LIPI, 1998).
25
DAFTAR PUSTAKA
Arifudin, Rahmat (2002). Pembuatan Tepung Ikan, Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Jakarta : Pusat Riset Penelitian Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
BPPP-DP (1985). Prosiding Rapat Teknis Tepung Ikan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan (67,68,76-77, 109-113). Jakarta : LIPI.
Moeljanto (1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta : Penebar Swadaya.
Murniyati, A.S dan Sunarman (2000). Pendinginan, Pembekuan, dan Pengawetan Ikan. Yogyakarta : Kanisius.
PDII (1998). Tepung Ikan. Jakarta : LIPI.
http://cahsantren.wordpress.com/2010/02/08/pembuatan-tepung-ikan-metode-konvensional-mesin/
http://pengujiankadarpengendalian.blogspot.com/
26