nihonshi 2.docx
TRANSCRIPT
ZAMAN PERTENGAHAN (CHUUSEI)MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Nihonshi (Sejarah Jepang)
Oleh :
Atiekah Sumaroh
Ichi Anggreini.D.K.P
Melly Septiani M.S (1100098)
Nia Novitasari
M. Dzikri
Oktaviani Zahrah.G
R.Citra Mirasati
Tina Nurtina (1104169)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA JEPANG
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis telah mampu menyelesaikan makalah berjudul “Zaman
Pertengahan (Chuusei)”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Nihonshi.
Dalam sejarah Negara Jepang terdapat lima pembagian zaman, yaitu; zaman kuno
(kodai), zaman pertengahan (chuusei), zaman pra modern (kinsei), zaman modern
(kindai) dan Gendai (dewasa ini). Dalam makalah ini akan dijelaskan zaman
pertengahan (chuusei), dimana terbagi ke dalam tiga zaman antara lain; zaman
Kamakura, Muromachi dan Azuchi Momoyama. Dari ketiga pembagian zaman
tersebut terdapat beberapa peristiwa yang berpengaruh terhadap negara Jepang
yang terangkum dalam sub judul keadaan zaman. Selain itu terdapat kebudayaan
pada masa itu serta peninggalan-peninggalan yang kini menjadi sejarah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena
masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan
teknik penulisannya. Akhirnya, semoga makalah ini memberikan manfaat bagi
penulis dan bagi pembaca. Amin.
Bandung, 8 Mei 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Zaman Kamakura merupakan zaman dimulainya sistem pemerintahan
feodal (Hōkenseido). Sistem pemerintahan seperti ini baru dapat diakhiri
setelah zaman Edo. Oleh karena itu kebudayaan pada masa itu adalah
kebudayaan feodal. Inti dari sistem feodal tersebut adalah pengelolaan
tanah dikerjakan oleh petani dan pemilik tanah menggunakan tenaga Bushi
(Samurai) sebagai alat pemeras petani agar mereka terus bekerja dan
membayar pajak yang tinggi.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan zaman kamakura dan muromachi saat itu?
2. Bagaimana keterkaitan antara kebudayaan kamakuran dengan
sistem pemerintahan?
3. Bagaimana kebudayaan pada zaman muromachi?
4. Apa yang disebut dengan heike monogatari dan gunki
monogatari?
5. Apa saja peninggalan pada zaman kamakura dan muromachi ?
B. Tujuan Makalah
Untuk mengetahui sejarah pada zaman kamakura dan
perkembangan-perkembangannya sebagai bahan acuan sumber
untuk menambah wawasan terhadap sejarah jepang.
BAB II
ZAMAN PERTENGAHAN (CHUUSEI)
MAKALAH
Zaman pertengahan atau Chuusei terbagi ke dalam tiga zaman yaitu; zaman
Kamakura, Muromachi dan zaman Azuchi Momoyama. Berikut ini uraiannya:
1. ZAMAN KAMAKURA 1192-1333 M
Keadaan Zaman
Setelah keluarga Taira yang dipimpin
Kiyomori, mengalahkan keluarga
Minamoto yang dipimpin Yoshitomo,
semua keluarga Minamoto dibunuh kecuali
Yoritomo dan Yoshitsune (keduanya masih
kecil). Mereka tidak dibunuh karena ibu
Yoshitsune dijadikan selir oleh Kiyomori.
Karena peperangan tersebut, Kiyomori
menggantikan kedudukan keluarga
Fujiwara di Kyōto.
Yoshitsune
Yoritomo
Pada tahun 1180 M Yoritomo
membentuk markas di Kamakura dan punya
banyak pengikut. Yoshitsune juga
membantunya untuk mengalahkan keluarga
Taira. Tahun 1185 M Yoritomo menyuruh
Yoshitsune dan Kiso Yoshinaka untuk
menyerang keluarga Taira. Terjadi
pertempuran di Dan no Ura. Dalam
pertempuran tersebut Yoshitsune
mengalahkan keluarga Taira. Kemenangan
Yoshitsune tersebut ternyata menimbulkan iri
hati pada Yoritomo. Akhirnya Yoshitsune
dibunuh.
Yoritomo menguasai Jepang dengan sistem pemerintahan militer
(pemerintahan Bakufu) dan mendirikan pusat pemerintahan di Kamakura (Hal
inilah yang menyebabkan penamaan zaman ini dinamakan zaman Kamakura).
Saat itu ada 2 macam pemerintahan yaitu pemerintahan sipil dan agama yang
dipimpin oleh oleh Tennō yang ada di Kyoto dan pemerintahan militer (bakufu)
yang dipimpin oleh Yoritomo yang ada di Kamakura.
Tahun 1185 M Yoritomo memberikan tanah kepada kaum militer yang aktif
berperang dan menjadikan mereka sebagai pengikutnya (Gokenin). Gokenin yang
berpotensi dijadikan Shugo (kepala polisi di daerah) dan Jittō (pengawas tanah
yang bertugas mengumpulkan pajak). Tahun 1192 M Yoritomo mendapat gelar
Sei-i-tai-Shōgun (=Jendral yang menundukkan orang-orang liar. Orang liar di sini
adalah bangsa Ainu yang keberadaannnya semakin terpinggirkan) dan sejak saat
itu dimulailah pemerintahan Bakufu yaitu pemerintahan militer yang dipimpin
oleh Shōgun . Shugo dan Jittō yang diangkat dari keluaga dan pengikut dari
Yoritomo mulai menghapus sistem Shōen (tanah pribadi yang bebas pajak).
Akhirnya Shugo menguasai daerah propinsi dan menjadi kepala daerah dengan
sebutan Daimyō. Mereka membentuk prajurit-prajurit bersenjata yang disebut
Samurai. Para Daimyō semakin berkuasa dan pemerintah Bakufu semakin lemah.
Setelah Yoritomo meninggal tahun 1199, kekuasaan Bakufu bergeser ke
keluarga Hōjō (keluarga asal istri Yoritomo yaitu Masako). Tahun 1256,
Tokimune (usia 6 tahun) menjadi kaisar. Selama pemerintahannya dua kali Jepang
diserang oleh pasukan Kubilai Khan (tahun 1274 M dan 1281 M). Para Gokenin
yang ikut berperang tidak mendapatkan balas jasa yang cukup. Gokenin merasa
tidak puas dan tidak lagi mengikuti pemerintahan Bakufu.
Tahun 1333 M, Tennō Godaigo yang melihat lemahnya Bakufu ini,
memanggil para Gokenin yang tidak puas terhadap keluarga Hōjō untuk
menjatuhkan Bakufu. Tokoh yang berjasa dalam perebutan kekuasaan itu adalah
Ashikaga Takauji, Kibatake Chikafusa, Kusonoki Masahige dan Niita Yoshida.
Dengan jatuhnya Bakufu Kamakura maka berakhirlah zaman Kamakura.
Kebudayaan
Zaman Kamakura merupakan zaman dimulainya sistem pemerintahan feodal (Hōkenseido). Sistem pemerintahan seperti ini baru dapat diakhiri setelah zaman Edo. Oleh karena itu kebudayaan pada masa itu adalah kebudayaan feodal. Inti dari sistem feodal tersebut adalah pengelolaan tanah dikerjakan oleh petani dan pemilik tanah menggunakan tenaga Bushi (Samurai) sebagai alat pemeras petani agar mereka terus bekerja dan membayar pajak yang tinggi.
Sistem politik feodal Jepang di zaman Edo disebut Bakuhan Taisei (幕藩体制), baku dalam "bakuhan" berarti "tenda" yang merupakan singkatan dari bakufu (pemerintah militer atau keshogunan). Dalam sistem Bakuhan taisei, daimyo menguasai daerah-daerah yang disebut han dan membagi-bagikan tanah kepada pengikutnya. Sebagai imbalannya, pengikut daimyo berjanji untuk setia dan mendukung daimyo secara militer.
Pada zaman ini lahir golongan prajurit yang disebut Samurai, sehingga pada zaman ini muncul dua orang pembuat pedang yang terkenal yaitu Masamune dan Muramasa. Adanya Samurai juga melahirkan suatu etika atau ajaran hidup yang disebut Bushidō. Misalnya berani mati, berani menghadapi bahaya, menjunjung tinggi tanah air, setia kepada pemimpin, dll. Bushido memberikan pedoman kepada setiap tingkah laku dalam pergaulan di masyarakat, termasuk
cara berbicara, memberi hormat, mempertahankan kehormatan, dsb. Harakiri (bunuh diri dengan memotong perut) dianggap perbuatan yang mulia untuk menjunjung kehormatan.
Masamune adalah salah satu pembuat pedang Jepang yang terhebat di Jepang. Masamune juga tercatat sebagai swordsmith legendaris dalam catatan sejarah Jepang. Pedang-pedang katana yang diciptakan oleh masamune sendiri memiliki karakteristik yang khas dan berjeniskan tachi yaitu pedang Jepang sebelum adanya katana dan ukurannyapun lebih panjang dari pada katana biasa kita kenal selama ini. Muramasa memulai karirnya sebagai seorang Japanese Swordsmith yaitu pada tahun 1288 hingga tahun 1328. Muramasa hidup pada masa keshogunan Kamakura. .
Salah satu pedang ciptaan masamune yang paling terkenal dan bahkan dianggap sebagai Harta Negara Jepang yaitu Honjo Masamune. Selain Honjo Masamune ada juga beberapa pedang karya masamune yang cukup terkenal, diantaranya yaitu : Fudo Masamune, Hocho Masamune dan Kotegiri masamune. Pedang-pedang tersebut merupakan pedang-pedang yang pernah mendampingi beberapa orang besar dalam sejarah Jepang. Ini merupakan beberapa pedang yang diciptakan oleh masamune. Di katakan bahwa beberapa pedang ciptaan masamune telah hilang entah ke mana yang sampai sekarang belum di ketahui keberadaannya.
Muramasa merupakan salah satu pembuat pedang Jepang yang sangat terkenal dan merupakan seorang legenda pembuat pedang yang sangat pandai. Muramasa hidup di masa keshogunan Muromachi. Walau Muramasa merupakan seorang swordsmith yang pandai, tapi dia memiliki ambisi juga seorang pembuat pedang gila. Pedang-pedang karya Muramasa populer karena memiliki hawa pembunuh dan haus darah yang sangat tinggi sehingga membuat prajurit yang memegangnya didorong untuk melakukan pembunuhan atau bunuh diri.
Peninggalan
Kehidupan kaum militer pada zaman ini juga melahirkan sastra yang melukiskan
peperangan kaum militer yang disebut Gunki Monogatari, salah satunya yang
paling terkenal adalah Heike Monogatari yang melukiskan bangkit dan jatuhnya
keluarga Taira.
Gunki monogatari (军 记 物语), Atau "war tales," adalah kategori sastra
Jepang yang ditulis terutama di Kamakura dan periode Muromachi yang berfokus
pada perang dan konflik, terutama perang saudara yang terjadi antara 1156 dan
1568. Contoh dari genre ini termasuk Monogatari Hogen dan Heiji Monogatari.
Para gunki paling terkenal adalah Heike Monogatari.
Heike monogatari (平 家 物语) Adalah rekening epik perjuangan antara
klan Taira dan Minamoto untuk menguasai Jepang pada akhir abad ke-12 dalam
Perang Genpei (1180-1185). Heike (平 家) mengacu pada Taira (平) klan; "hei"
menjadi bacaan alternatif dari kanji (karakter) untuk Taira. Dalam hal judul
Perang Genpei, "hei" dapat dibaca sebagai alternatif "pei" lagi dan "gen" (源)
adalah kanji yang sama digunakan dalam Minamoto (juga dikenal sebagai Genji)
nama klan.
Telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris paling tidak lima kali, yang pertama
oleh AL Sadler di 1918-1921. Sebuah terjemahan lengkap di hampir 800 halaman
oleh Hiroshi Kitagawa & T. Bruce Tsuchida, yang diterbitkan pada tahun 1975.
Juga diterjemahkan oleh Helen Mc Cullough pada tahun 1988. Dan terjemahan
ringkasan oleh Burton Watson diterbitkan pada tahun 2006.
Hal itu diceritakan kembali dalam prosa Jepang oleh novelis sejarah terkenal
yaitu Eiji Yoshikawa, yang diterbitkan di Asahi Mingguan pada tahun 1950
dengan judul Kisah Baru dari Heike.
Dari segi arsitektur, banyak dibuat patung Buddha (dari batu, kayu,
perunggu, tembaga). Patung yang paling terkenal adalah Daibutsu di Kamakura.
Patung ini dibuat dari tembaga dan tingginya 15 meter. Arsitektur pada zaman ini
lebih mementingkan keindahan yang struktural dari pada yang bersifat hiasan.
Misalnya di gerbang depan kuil Todaiji yaitu patung Niō-zo (Kongōrikishi). Di
zaman ini banyak pula dibuat lukisan gulung (emaki) seperti Genji Monogatari
Emaki, Mōkoshūrai Emaki.
Pada zaman ini muncul juga Buddha aliran Zen. Aliran Zen cocok dengan
kepribadian kaum militer karena aliran ini mengajarkan kedisiplinan batin dengan
meditasi Zen (Zazen).
Tanaman teh juga mulai masuk ke Jepang dan menggantikan sake yang
memabukkan.
Niō-zō (kongōrikishi) Daibutsu di Kamakura
Portrait of Masamune
Heike monogatari
ZAMAN MUROMACHI (1338 M – 1568 M)
Keadaan Zaman
Setelah bakufu Kamakura roboh, pada tahun 1333 M kaisar Godaigo
berkehendak memerintah secara de jure dan de facto. Perubahan dari
pemerintahan bakufu menjadi pemerintahan yang berpusat pada kaisar tersebut
dikenal dengan nama restorasi Kenmu. Restorasi tersebut hanya berlangsung
sampai 1336 M, karena pada tahun 1336 M Ashikaga Takauji yang sebelumya
membantu kaisar, berbalik menentang kaisar yang ingin memerintah sendiri. Ia
menyerang Kyōto. Niita Yoshida dan Kusonoki Masahige yang setia pada kaisar,
gugur pada pemberontakan tersebut.
Kaisar kalah dan mundur ke Yoshino (di Nara) dan mendirikan istana di
sana. Sementara itu di Kyōto telah diangkat kaisar baru. Karena itu pada tahun
1336 M –1392 M ada dua orang Tennō. Tennō yang di utara/Kyōto (Tennō
Kōmyō) dan Tennō yang di selatan/Yoshino (Tennō Godaigo). Tennō yang di
utara mendirikan istana Hokuchō (istana utara) dan Tennō yang di selatan
mendirikan istana Nanchō (istana selatan). Sehingga pada rentang waktu tersebut
dikenal juga dengan zaman Nanbokuchō (zaman istana di utara dan selatan).
Rakyat menganggap bahwa Tennō yang sah adalah Tennō yang ada di Yoshino
(selatan). Sehingga ada pula yang menamakan zaman ini sebagai zaman Yoshino.
Tahun 1338 M, Tennō
Kōmyō mengangkat Ashikaga
Takauji sebagai Seiitai Shōgun
dan mendirikan bakufu di
Kamakura (ada juga yang
menyebut zaman ini sebagai
zaman Ashikaga). Takauji
menjalankan pemerintahan
diarki. Dirinya menjadi kepala
kalangan samurai, sedangkan
adiknya yang bernama
Ashikaga Tadayoshi menjadi
kepala administrasi
pemerintahan. Pemerintahan
diarki tersebut ternyata
menimbulkan konflik internal
dalam keshōgunan.
Ashikaga Takauji
Kō no Mōronao beserta pendukungnya yang anti-Tadayoshi berhadapan
dengan kelompok pro-Tadayoshi. Takauji yang semulanya bersikap netral
akhirnya memihak Mōronao. Tadayoshi dipaksa mengundurkan diri dari
jabatannya dan dijadikan biksu. Putra Takauji yang bernama Yoshiakira
menggantikan Tadayoshi sebagai kepala pemerintahan. Setelah Tadayoshi
mengundurkan diri, putra angkatnya yang bernama Ashikaga Tadafuyu melarikan
diri ke Kyūshū dan memberontak terhadap Shōgun.
Pada tahun 1350 M, ketika Takauji memimpin ekspedisi untuk menghabisi
Tadafuyu, Tadayoshi melarikan diri dari Kyōto dan bergabung dengan istana
selatan. Pasukan Tadayoshi menjadi semakin kuat, sehingga Yoshiakira melarikan
diri dari Kyōto karena kalah perang. Pasukan Takauji juga kalah melawan
pasukan Tadayoshi. Tahun 1351 M, Takauji berdamai dengan Tadayoshi dengan
syarat Kō no Mōronao dan Kō no Mōrouji dijadikan biksu. Tadayoshi kembali
menjadi sebagai pembantu Yoshiakira. Takauji dan Yoshiakira memiliki rencana
untuk menghabisi Tadayoshi dan Tadafuyu. Namun Tadayoshi lebih dahulu
melarikan diri. Di tahun 1351 M juga Tadayoshi tertangkap.
Kemudian pihak istana selatan yang dipimpin pangeran Muneyoshi, Nitta
Yoshioki, Nitta Yoshimune, dan Hōjō Tokiyuki menyerang pasukan Takauji.
Tahun 1354 M, pihak istana selatan untuk sementara berhasil menduduki Kyoto.
Tapi tahun 1355 M, berhasil direbut kembali oleh pihak istana utara.
Ashikaga Yoshimitsu
Tahun 1392 M Shōgun generasi ke-3
yaitu Ashikaga Yoshimitsu (cucu Ashikaga
Takauji) memindahkan bakufu dari
Kamakura ke Moromachi, dan mendirikan
bakufu Muromachi. Maka mulai tahun 1392
M – 1573 M disebut zaman Muromachi.
Tahun 1392 M Ashikaga Yoshimitsu
mendamaikan istana utara dan istana selatan
yang sebelumnya berselisih. Tennō yang di
selatan kembali ke Kyoto dan
mengundurkan diri serta mengakui Tennō
utara sebagai penggantinya.
Tahun 1394 M Ashikaga Yoshimitsu menyerahkan jabatan Shōgun kepada
anaknya, kemudian ia mengundurkan diri tetapi masih tetap memerintah.
Ashikaga Yoshimitsu yang mengundurkan diri ke Kitayama (dekat Kyoto)
mendirikan paviliun emas (Kinkaku).
Setelah Yoshimitsu meninggal tahun 1408 M, timbul kekacauan dalam
pemerintahan. Terjadi percampuran Kuge (golongan bangsawan) dan Buke
(golongan militer) yang berlanjut pula dalam budayanya, yaitu timbulnya
Bukebunka (kebudayaan militer-bangsawan). Dalam kenyataannya, golongan
Kuge kalah dari golongan Buke sehingga golongan Kuge jatuh miskin.
Di ibukota Kyoto, Bakufu berkuasa tetapi kekuasaannya tidak mendapat
penghargaan dari Daimyō. Bakufu tidak mampu mengatasi kekacauan
pemerintahan yang disebabkan oleh Daimyō-Daimyō yang saling berperang untuk
memperluas daerah dan lingkungan kekuasaannya.
Meskipun pemerintahan dalam negeri sedang kacau, tapi perdagangan baik
di dalam maupun luar negeri mengalami kemajuan yang pesat. Bahkan pada tahun
1543 M Jepang membuka hubungan dagang dengan Portugis. Tahun 1549 M
Franciscus Xaverius memasukkan agama Kristen ke Jepang. Selain agama,
tembakau dan senjata api juga masuk ke Jepang.
Pada masa pemerintahan Ashikaga Yoshimasa (Shōgun generasi ke-8),
pemerintahan semakin kacau. Dia mendirikan paviliun perak (Ginkaku) di
Higashiyama. Untuk membiayai pembangunan paviliun tersebut harus ditarik
pajak yang besar dari rakyat. Rakyat pun mengadakan pemberontakan. Puncak
kekacauan terjadi pada perang Onin (Onin no ran) yang berlangsung 11 tahun
(1467 M – 1477 M). Perang itu disebabkan oleh perselisihan dua orang pemimpin
militer yaitu Yamanaka Sozen dan Hosokawa Katsumoto. Perang tersebut
merupakan suatu tanda dari permulaan pergolakan mati-matian yang baru dapat
diakhiri tahun 1615 M. Masa peperangan selama 100 tahun lebih tersebut disebut
sebagai Sengoku jidai (zaman negara-negara berperang). Bakufu Moromachi jatuh
setelah Oda Nobunaga berhasil merampas Kyōto.
Kebudayaan
Dari segi arsitektur dibuat bangunan yang sangat megah seperti Kinkaku dan
Ginkaku. Dari segi seni lahirlah seni minum teh dan seni merangkai bunga
(ikebana) serta lukisan dengan tinta Cina. Dari segi pertunjukan, lahirlah drama
Nō dan Kyōgen (lelucon). Nō diciptakan oleh Kan’ami dan Zeami. Dari segi
pertanian, petani telah mampu membuat kincir angin dan sistem tumpang sari.
Peninggalan
Bangunan yang paling terkenal pada zaman ini adalah Kinkaku dan
Ginkaku. Kinkaku atau paviliun emas didirikan oleh Ashikaga Yoshimitsu.
Bangunannya mengambil gaya arsitektur bangsawan dan gaya kuil Zen di Cina
yang seluruhnya dilapisi emas. Sedangkan Ginkaku atau paviliun perak didirikan
oleh Ashikaga Yoshimasa. Bangunannya mengambil gaya arsitektur kuil Zen
yang disebut Shōinzukuri. Shōinzukuri merupakan gaya bangunan yang di
dalamnya terdapat Tokonoma, Chigaidana (rak), Tatami (lantai tikar), Fusuma
(pintu geser dari kertas), dan Akarishōji (jendela kertas). Gaya ini menjadi dasar
rumah gaya Jepang sekarang.
KinkakuGinkaku
2. ZAMAN AZUCHI-MOMOYAMA (1568 M – 1600 M)
Keadaan Zaman
Keluarga Ashikaga yang ada di
ibukota sudah semakin lemah dan
tidak mampu menjaga kestabilan
negara. Akhirnya salah seorang
Daimyō terkuat yaitu Oda Nobunaga
dengan bantuan Toyotomi Hideyoshi
dan Tokugawa Ieyasu berhasil
mempersatukan Jepang. Tahun 1568
M Nobunaga berhasil merampas
Kyōto dan mengangkat Ashikaga
Yoshiaki sebagai Shōgun boneka
(Shōgun yang kekuasaannya ada di
tangan majikannya). Jadi
kekuasaannya ada di tangan
Nobunaga.
Oda Nobunaga
Nobunaga memerintahkan Hideyoshi untuk menundukkan Daimyō di
sebelah barat, dan memerintahkan Ieyasu untuk menundukkan Daimyō di sebelah
timur dan utara. Sementara dirinya sendiri membereskan bagian pusat. Nobunaga
mendapat perlawanan dari kaum padri yang menjadikan biara-biara Buddha
sebagai benteng pertahanan. Serangan Nobunaga yang sangat keras terhadap
Buddhisme akhirnya dapat menghancurkan biara-biara tersebut. Dia dibantu
orang-orang Kristen dari Portugis dengan senjata apinya. Nobunaga mengijinkan
pelaksanaan perdagangan bebas, terutama dengan bangsa Portugis dan Spanyol,
serta melindungi agama Kristen. Hal itu dilakukan untuk menekan agama Buddha
dan mendapatkan senjata api.
Tahun 1573 M Nobunaga mendirikan istana Azuchi. Saat Nobunaga
melanjutkan masalah penyatuan negeri, dia meninggal karena dibunuh
pengikutnya yang bernama Akechi Mitsuhide pada tahun 1582 M.
Toyotomi Hideyoshi
Kekuasaan Nobunaga berpindah ke
Toyotomi Hideyoshi. Hideyoshi kemudian
membangun istana Momoyama (Fushimi)
sebagai tempat tinggalnya, tetapi tempat
pemerintahannya ada di istana Osaka
(Himeji). Hideyoshi berhasil menyatukan
Jepang pada tahun 1590 M setelah
menaklukkan keluarga Hōjō di Odawara
dan keluarga Shimaru di Kyūshū.
Saat berkuasa Hideyoshi mengontrol
kekuasaan para Daimyō dan menetapkan
cara menarik pajak yang disebut
Taikōkenchi serta mengatur para petani
untuk mencegah timbulnya pemberontakan
petani. Dengan demikian pembagian antara
Daimyō dan petani semakin maju. Sistem
Shōen pun hilang. Hideyoshi pun berniat
meluaskan kekuasaannya sampai ke Korea
pada tahun 1592 M dan 1597 M tetapi
gagal. Zaman Azuchi-Momoyama berakhir
setelah Toyotomi meninggal dalam
pertempuran Sekigahara melawan
Tokugawa Ieyasu.
Kebudayaan
Dari segi arsitektur, bangunan dibuat secara mewah. hal itu terlihat dari
istana Azuchi, istana Momoyama dan istana Oosaka. Dari segi seni, kebiasaan
minum teh juga makin berkembang dan kebiasaan tersebut ditetapkan sebagai
suatu tatacara minum teh yang disebut Sadō. Dari segi bahasa, kosakata asing
mulai masuk karena pada zaman ini perdagangan dengan bangsa barat dibuka.
Peninggalan
Istana Azuchi dan
Momoyama adalah suatu istana
yang megah pada zaman ini.
Hal inilah yang membuat nama
zaman ini diambil dari kedua
istana tersebut. Saat ini kedua
istana tersebut sudah tidak ada,
tetapi dengan masih adanya
istana Oosaka (Himeji) paling
tidak dapat menggambarkan
kemegahan kedua istana
tersebut.
Himeji (Oosakajō)
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian bab sebelumnya penulis dapat mengemukakan kesimpulan
sebagai berikut:
Daftar Pustaka
http://en.wikipedia.org/wiki/Gunki_monogatari
http://en.wikipedia.org/wiki/The_Tale_of_the_Heike
http://id.wikipedia.org/wiki/Keshogunan_Tokugawa
http://moshimoshi.netne.net/materi/sejarah_jepang/bab_5.htm