muzakarah profesi
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Balakang Masalah
”Mengajar Lebih Baik”, itulah salah satu tuntutan dan harapan
terhadap guru-guru terkait implementasi kurikulum tingkat satuan
penidikan tahun 2013 (kurikulum 2013) yang dilaksanakan secara
bertahap mulai tahun pelajaran 2013/2014. Mengajar lebih baik berarti
membantu peserta didik untuk belajar lebih bermakna, lebih berkualitas,
lebih cepat, lebih mudah, lebih menyenangkan, lebih banyak, serta lebih
aplikatif dan efektif.
Dalam konteks implementasi kurikulum 2013, kegiatan untuk
membantu peserta didik tersebut diharapkan dapat memberi pengalaman
proses pembelajaran yang tidak hanya meningkatkan pengetahuan saja,
tetapi harus meningkatkan kreatifitas, inovasi, berfikir kritis, dan
berkarakter kuat, seperti bertanggung jawab, mandiri, toleran, produktif,
bekerja sama, dan lain-lain, disamping dukungan kemampuan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan demikian
dibutuhkan tingkat keprofesionalan yang tinggi dari guru-guru dalam
menjalankan tugas mengelola pembelajaran dan mengelola kelas.
Salah satu indikator keprofesionalan seorang guru adalah ia
menyadari dan memahami “kemengapaan” tindakannya. Guru yang
profesional menyadari dan memahami mengapa ia harus merencanakan
atau melaksanakan pembelajarannya dengan metode A atau metode B,
dengan strategi C atau D; mengapa ia harus menerapkan pembelajaran
individual, klasikal atau kelompok. Guru profesional memahami mengapa
ia harus menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan
kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; mengapa ia tidak boleh
diskriminatif terhadap para siswanya, dan masih banyak mengapa-
mengapa lainnya.
Dari berbagai catatan yang ada, ternyata masih banyak guru-guru
kita yang tidak yakin betul mengapa mereka harus merencanakan
1
dan/atau melaksanakan pembelajarannya dengan metode atau strategi
tertentu. Sebagai contoh, dari hasil angket yang diberikan kepada 31
orang guru terkait mengapa mereka lebih memilih merencanakan
penggunaan metode ceramah, telaah buku teks, diskusi dalam
pembelajarannya, 24 orang (77,42%) guru mengaku bahwa rencana
pembelajaran yang dimiliki hanya foto copy. Artinya, rencana penggunaan
metode metode ceramah, telaah buku teks, dan diskusi tersebut, tidak
benar-benar sebagai hasil analisis guru yang bersangkutan dan akibatnya
banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan rencana.
Mengapa demikian? Setelah ditelususri lebih jauh melalui diskusi
singkat dengan rekan-rekan guru dan pengawas (mata pelajaran lain) atas
hasil angket di atas yang kemudian diperkuat dengan hasil kunjungan
kelas, ada tiga hal utama yang diduga sebagai penyebab:
Pertama: belum optimalnya pemahaman guru terhadap sejumlah
kompetensi yang semestinya dikuasai dan diperlukan untuk
pelaksanaan tugas (khususnya kompetensi pedagogik dan
profesional);
Kedua: belum optimalnya pemahaman guru terhadap sejumlah
ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang notabene
sebagai tolok ukur atau standar kualitas kinerja guru, seperti:
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan juncto Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan; Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian; Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Proses.
Selain itu, masih banyak guru yang kesulitan dalam
menerjemahkan bahasa kurikulum atau bahasa peraturan ke
dalam bahasa pembelajaran sehingga tidak sedikit guru yang
memiliki perangkat pembelajaran dengan prinsip “asal ada”.
2
Ketiga: belum adanya wahana atau wadah yang memadai, yang
dapat memfasilitasi guru-guru untuk mengembangkan
keprofesiannya secara berkala dan berkelanjutan. Kalaupun ada
MGMP, ternyata kurang memadai karena MGMP umumnya
berlangsung saat ada bantuan dana dari pemerintah pusat dengan
jumlah peserta yang terbatas. Guru-guru yang mengikuti MGMP
pun jarang menularkan hasil diklatnya kepada guru-guru yang lain
di sekolah.
Menyikapi semua permasalahan di atas, terlebih dengan akan
diimplementasikannya kurikulum 2013 secara serempak mulai tahun
pelajaran 2014/2015, guru-guru pasti membutuhkan bantuan dan
dukungan profesional. Guru memerlukan bantuan dan dukungan tidak
hanya dalam memahami peraturan perundangan tentang implmentasi
kurikulum. Guru juga memerlukan bantuan dalam memahami dan
mempraktekkan strategi maupun teknik belajar dan pembelajaran yang
relevan dengan kurikulum sehingga dapat meningkat hasil belajar siswa.
Tidak ayal lagi, MGMP dan pelatihan biasanya menjadi harapan
terbesar dari para guru untuk mendapatkan bantuan dan dukungan.
Kalaupun ada supervisi kelas itu tidak cukup karena waktunya juga
singkat dan (biasanya) berlalu tanpa tindak lanjut yang berarti.
Mengingat bahwa tidak semua guru berkesempatan memperoleh
bantuan dan dukungan profesional melalui MGMP, pelatihan-pelatihan,
observasi kelas atau sejenisnya, maka muncullah ide agar
pengembangan profesi guru-guru juga difasilitasi melalui suatau wadah
yang mudah diakses oleh semua guru di sekolah. Wadah dimaksud
kemudian diusulkan dengan nama “Muzakarah Profesi Guru”, atau
dalam tulisan ini selanjutnya disebut Muzkarah Profesi. Muzakarah profesi
merupakan kegiatan bertukar pikiran atau belajar secara bersama-sama
(kolaborasi) di antara para guru dan (bila perlu) dengan melibatkan stake
holders tertentu untuk meningkatkan dan mengembangkan
keprofesiannya.
3
Artinya, untuk mencapai hasil yang lebih baik, fungsi bantuan dan
dukungan membutuhkan banyak waktu dan upaya. Tidak ada cara
tunggal untuk mengerjakan fungsi ini. Meski kesuksesan tidak pernah
dapat dijamin, tetapi upaya yang sungguh-sunguh tidak pernah sia-sia.
B. Tujuan Penulisan1. Melakukan kajian empiris dan teoritis tentang pentingnya
muzakarah profesi di sekolah untuk meningkatkan dan
mengembangkan keprofesian guru-guru.
2. Menguraikan langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk
pelaksanaan muzakarah profesi di sekolah sehingga mampu
sebagai wadah yang efektif bagi peningkatan dan
pengembangan keprofesian guru-guru.
C. Manfaat Penulisan1. Meningkatkan pemahaman dan wawasan para pihak (guru,
kepala sekolah, pengawas sekolah, dan para penentu
kebijakan) terkait pentingnya muzakarah profesi di sekolah.
2. Terbangunnya motivasi silaturrahmi pedagosis di antara
sesama pendidik, dimana seorang guru dapat menimba
pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dari guru lainnya
melalui wadah yang mudah diakses oleh semua guru di
sekolah.
3. Tumbuhnya nuansa baru dalam kepengawasan sekolah, karena
pengawas yang bertugas secara khusus melakukan pembinaan
(di sekolah binaan) dapat dengan mudah menjadwalkan
kegiatan pembinaannya melalui muzakarah profesi.
4
BAB IIKAJIAN TEORI DAN HASIL PENEITIAN
A. Arti dan Makna Muzakarah Profesi GuruDalam KBBI (2001 : 769), Muzakarah diartikan sebagai pertukaran
pikiran tentang suatu masalah. Dalam tulisan ini, Muzakarah profesi
merupakan kegiatan bertukar pikiran atau belajar secara bersama-sama
(kolaborasi) di antara para profesional (guru) untuk meningkatakan dan
mengembangkan keprofesiannya.
Berbicara tentang muzakarah profesi, tentu melibatkan beberapa
istilah yang tak terpisahkan satu sama lain dengan profesi itu sendiri
seperti : profesi, profesional, profesionalisme, profesionalitas, bahkan
profesionaliasasi. Dalam KBBI, Depdiknas, (2001 : 897) dijelaskan:
”Profesi adalah bidang pekerjaaan yang dilandasi pendidikan keahlian
(keterampilan, kejujuran, dsb) tertentu”. Dedi Supriadi (1998 : 95)
menyatakan bahwa profesi menunjuk pada suatu pelayanan atau jabatan
yang menuntut keahlian, tanggung jawab dan kesetiaan terhadapnya.
Lebih dari itu Syaiful Sagala (2009 : 2) menjelaskan bahwa profesi
merujuk pada suatu pekerjaan yang dilakukan atas dasar suatu janji publik
dan sumpah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pekerjaan sebagai
“guru” merupakan sebuah profesi, karena pekerjaan tersebut dilakukan
atas dasar pendidikan keahlian, janji publik dan bahkan sumpah.
Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen
pasal 7 ayat (1) menegaskan bahwa profesi guru dan dosen merupakan
bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip:
a. memiliki bakat, minat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memeiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan dan latar belakang pendidikan
yang sesuai dengan bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
5
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi
kerja; dan
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan
secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
Mengingat bahwa “menjadi guru” adalah sebuah profesi, maka
guru harus memiliki ketekunan, kesabaran, inteketualitas, kompetensi,
tanggung jawab dan kejujuran, kelayakan ekonomi, serta membuka dan
mengembangkan diri untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adapun kata “profesional" merujuk pada penampilan seseorang
yang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya dan atau menunjuk pada
orang itu sendiri (Depdiknas, 2001 : 897). Sementara profesionalitas
menunjuk pada kualitas atau sikap pribadi individu terhadap suatau
pekerjaan (Abin Syamsudin, 2003 : 3.3). Sedangkan profesionalisme
menunjuk pada (a) derajat penampilan seseorang sebagai profesional; (b)
sikap dan komitmen anggota profesi bekerja berdasarkan standar yang
paling ideal dari kode etik profesinya (Abin Syamsudin, 2003 : 3.3).
Artinya, seorang profesional harus bekerja sesuai dengan tuntutan
yang seharusnya dalam hal ini menggunakan standar yang paling ideal
yaitu kode etik tertentu dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan kata lain, sebagai seorang profesional guru harus bekerja
berdasarkan kode etik tertentu (dalam hal ini Kode Etik Guru Indonesia)
dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku (seperti Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
Peratuaran Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun
2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru serta
Peraturan Perundang-undangan lainnya).
Masih terkait dengan keprofesionalan seorang guru, dalam pasal
39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa pendidik (dalam hal ini guru)
6
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian masyarakat.
Lebih dari itu dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa dalam menjalankan
tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran
yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan
jenis kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu, atau latar
belakang keluarga, dan status sosial peserta didik dalam
pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan
kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Dari beberapa uraian di atas, yang dimaksud dengan Muzakarah
Profesi adalah wadah kegiatan bertukar pikiran atau belajar secara
bersama-sama (kolaborasi) bagi guru-guru di suatu sekolah untuk
meningkatakan dan mengembangkan keprofesiannya di bawah koordinasi
dan pengawasan kepala sekolah dan pengawas sekolah, sehingga guru-
guru dapat bekerja sesuai standar yang ada.
Standar dimaksud (khususnya untuk implementasi kurikulum 2013)
antara lain, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses,
Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian, Permendikbud Nomor
81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, dan sejenisnya.
7
B. KAJIAN HASIL PENELITIANDalam tulisan ini akan disajikan beberapa hasil penelitian yang
mnegindikasikan demikian pentingnya muzakarah profesi di sekolah.
Tujuan utama muzakarah profesi adalah meningkatkan mutu
kinerja guru di suatu sekolah. Catatan Human Develovement Index (HDI)
menunjukkan bahwa “mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai
untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar”, seperti
pelaksanaan Kurikulum Tentang Satuan Pendidikan (KTSP). Hasil
penelitian Dantes, dkk (2004, dalam Mansur Muslich, 2008 : 6)
menunjukkan bahwa hanya 1.4% sekolah yang menyatakan bahwa guru-
gurunya paham dengan kurikulum berbasis kompetensi.
Menurut Mansur (2008), KTSP yang diberlakukan sejak tahun
2006, yang dianggap sebagai penyempurnan dari kurikulum yang berlaku
sebelumnya, nasibnya tidak jauh berbeda dengan KBK. Sekolah dan guru
yang diberikan keleluasan untuk berkreasi dengan berpatokan pada
standar isi dan sejenisnya, ternyata memiliki kadar pemahaman yang
beragam yang kemudian berdampak kurang optimal pada penerapannya
di lapangan, terutama dalam proses pembelajaran.
Dari data statistik HDI terdapat 60% guru SD, 40% guru SMP,
43% guru SMA, 34% guru SMK, dianggap belum layak untuk mengajar di
jenjangnya masing-masing, sehingga diasumsikan berpengaruh terhadap
kualitas SDM Indonesia yang berada pada urutan 109 dari 179 negara di
dunia. Dengan kondisi seperti inilah muzakarah profesi perlu digiatkan
oleh semua guru di semua tingkat dan satuan pendidikan.
Meski di kalangan terbatas, pengakuan 149 (46%) siswa yang
menyatakan guru lebih banyak memberikan tugas saat mengajar, yang
diduga disebabkan oleh belum optimalnya pemahaman guru terhadap
ketentuan perundangan yang berlaku seperti permendiknas 22/2006. RPP
yang dimiliki guru (PKn) sebagian besar (77.42%) hasil foto copy,
perumusan tujuan pembelajaran yang kurang sesuai dengan kompetensi
dasar, atau pengakuan sekitar 76.74% siswa tentang dominasi
penggunaan metode ceramah oleh guru, keluhan 51.18% siswa tentang
8
banyaknya catatan yang diberikan oleh guru yang diduga oleh belum optmalnya
pemahaman guru tentang standar proses serta teori-teori pembelajaran yang
mendidik, juga mengindikasikan pentingnya muzakarah profesi.
Hasil penelitian Sadia, dkk. (2003) yang diarahkan pada guru IPA
Buleleng, menunjukkan bahwa 95% Tujuan Pembelajaran Khusus yang
dirancang oleh guru mengarah pada penguasaan produk sains dan hanya 5%
yang mengarah pada keterampilan proses sains. Artinya proses pembelajaran
lebih ditujukan pada Learning to Know, sedangkan Learning How to Learn masih
belum memadai. Ditemukan pula bahwa kegiatan pembelajaran didomonasi oleh
metode ceramah (70%), dengan tingkat dominasi guru yang tergolong tinngi
mencapai 67%.
Kajian yang dilakukan Depdiknas, Bappenas, dan Bak Dunia (1999 : 47,
dalam Sagala, 2009 : 311) menyimpulkan bahwa “guru merupakan kunci penting
dalam keberhasilan memperbaiki mutu pendididkan. Guru merupakan titik sentral
dalam usaha mereformasi pendidikan, dan mereka menjadi kunci keberhasilan
setiap usaha peningkatan mutu pendidikan”. Dengan demikian melalui apapun
namanya, guru-guru harus tetap mengembangkan keprofesiannya.
Hasil penelitian yang dilakukan Saadah (2011), menunjukkan bahwa dari
total sembilan kali tatap muka yang dilakukan oleh tiga orang guru model,
menunjukkan hasil rata-rata bahwa, dengan nilai rencana pembelajaran guru
yang berada pada angka 84,95, guru mampu melaksanakan pembelajaran
dengan nilai 75,15 dengan keterlibatan siswa dalam pembelajaran mencapai
78,94. Untuk mencapai angka keterlibatan siswa 73,33 (Michail Grinder, 2004 :
112), guru harus mampu merencanakan pembelajaran dengan nilai 83,33 dan
melaksanakan pembelajaran dengan nilai 72,91.
Lalu, bagaimana dengan guru-guru yang tidak menyusun sendiri rencana
pembelajarannya? Bagaimana jika nilai RPP guru berada pada angka 75,81
(hasil pembinaan 2013/2014)? Berapa persenkah angka keterlibatan siswa
dalam pembelajaran? Temuan-temuan seperti ini juga laek dibahas dalam
muzakarah profesi.
9
BAB IIIIDE DAN PEMBAHASAN
A. Ide atau GagasanSeperti diuraikan di atas, Muzakarah Profesi adalah wadah untuk
kegiatan bertukar pikiran atau belajar secara bersama-sama (kolaborasi)
bagi guru-guru di suatu sekolah dalam meningkatkan dan
mengembangkan keprofesiannya.
Pertanyaannya adalah tidak cukupkah upaya penigkatan
keprofesian guru-guru melalui lesson study dan/atau MGMP saja?
Ungkapan “banyak jalan menuju Roma” di sinilah konteksnya. Lesson
study dan MGMP tentu tetap dipertahankan jika sumber daya
pendukungnya memungkinkan. Hanya saja, baik lesson study maupun
MGMP umumnya beranggotakan sejumlah guru mata pelajaran yang
sama yang berasal dari sekolah yang berbeda, sehingga dibutuhkan
perencanaan yang matang baik dari segi kepengurusan, waktu, tempat
pelaksanaan, biaya serta berbagai kebutuhan lainnya termasuk ATK. Di
samping itu tidak semua guru yang ada di sekolah, dapat terakomodir
dalam kegiatan-kegiatan pengembangan keprofesian melalui MGMP atau
pelatihan.
Sementara Muzakarah Profesi yang merupakan wadah untuk
kegiatan pertukaran pikiran dan pengalaman serta pendalaman semua hal
yang terkait dengan pofesi guru, beranggotakan guru-guru yang berasal
dari satu sekolah yang sama di bawah koordinasi kepala sekolah dan Tim
Pengembang Kurikulum setempat, serta dengan pengawasan dan
pembinaan dari pengawas sekolah yang bertugas khusus melakukan
pembinaan di sekolah bersangkutan. Artinya, dari segi kepengurusan,
keanggotan, pembiayaan, keterjangkauan dan sejenisnya lebih
sederhana sehingga dapat dengan mudah diakses oleh semua guru yang
ada di sekolah.
Meski demikian, kegiatan dalam muzakarah profesi tetap harus
terarah, terencana dan berjenjang. Kegiatan dapat diawali dengan
sosilaisasi dan diskusi sejumlah ketentuan yang merupakan standar
10
kinerja guru (berupa ketentuan perundang-undangan), pembahasan
sejumlah teori belajar dan pembelajaran yang relevan, inovasi metode,
strategi, model-model pembelajaran, dan berbagai permasalahan lainnya
yang tentunya terkait dengan pengembangan proesi guru. Kegiatan
tersebut kemudian diikuti dengan pembimbingan dan pelatihan, serta
simulasi penerapannya di lapangan, bahkan jika memungkinkan diikuti
juga dengan lesson study. Selain itu, pemberdayaan muzakarah profesi
secara optimal dapat dijadikan wahana yang efektif untuk pembinaaan
guru oleh pengawas pembina di sekolah bersangkutan
B. Pembahasan1. Isi Ide atau Gagasan
Muzakarah profesi yang merupakan wadah peningkatan dan
pengembangan keprofesian guru-guru di suatu sekolah dapat
dilaksanakan minimal tiga kali dalam satu semster. Hal ini analog dengan
pedoman pelaksanaan tugas guru dan pengawas yang dikeluarkan Dirjen
PMPTK Depdiknas Tahun 2009 terkait “Penugasan pengawas menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008”.
Sangat diyakini bahwa dengan diberdayakannya muzakarah profesi
di sekolah, akan menjadi wahana yang efektif bagi pengembangan dan
peningkatan keprofesian guru-guru (pengembangan diri), terlebih dengan
mudahnya diakses oleh semua guru. Dengan demikian guru-guru pun
akan lebih mudah memenuhi tuntutan pasal 17 Peraturan Meneteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, yang mewajibkan adanya unsur
nilai pengembangan diri bagi guru-guru yang akan naik pangkat mulai dari
golongan III/a ke atas.
Ada begitu banyak kegiatan yang dapat dilakukan dalam
muzakarah profesi, dan disarankan kegiatan tersebut mengacu kepada
hasil evalauasi diri guru. Meski demikian kegiata-kegiatan berikut dapat
dijadikan sebagai rambu-rambu:
11
1) Pembahasan Standar Kinerja Guru
Standar kinerja merupakan hal penting yang harus diketahui para
guru agar benar-benar dapat mendukung pertanggungjawaban
tindakannya, baik secara publik maupun akademik. Standar kinerja
dimaksud antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Dalam pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa pendidik
(dalam hal ini guru) merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat.
b. Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen
Dalam pasal 20 ditegaskan bahwa dalam melaksanakan tugas
keprofesinalan, guru berkewajiban (a) merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu,
serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; (b) . . . .
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan juncto Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Dalam pasal 19 ayat 1 dinyatakan: “Proses pembelajaran pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, dan memotisivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologi siswa”.
12
d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetnsi Guru.
Dalam lampiran permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru disebutkan
tentang kompetensi (inti) guru sebagai berikut:
Kompetensi Pedagogik (10 indikator)
Kompetensi Kepribadian (lima indikator)
Kompetensi Sosial (empat indikator)
Kompetensi Profesional (lima indikator).
e. Peraturan Menteri Pendidikan dan Keudayaan (Permendikbud) Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama
pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian
pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar
pembiayaan.
Lulusan SMP/MTs/SMPLB/Paket B memiliki sikap, pengetahuan,
dan keterampilan sebagai berikut.
SMP/MTs/SMPLB/Paket BDimensi Kualifikasi Kemampuan
Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian yang tampak mata.
Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang dipelajari disekolah dan sumber lain sejenis.
13
f. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.
Standar Isi dikembangkan untuk menentukan kriteria ruang lingkup
dan tingkat kompetensi yang sesuai dengan kompetensi lulusan
yang dirumuskan pada Standar Kompetensi Lulusan, yakni sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
g. Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah
Ada beberapa kegiatan yang disarikan dari permendiknas Nomor
65 Tahun 2013, sebagai berikut:
Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik
kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di
SMP/MTs/SMPLB/Paket B disesuaikan dengan tingkat
perkembangan peserta didik. Proses pembelajaran di
SMP/MTs/SMPLB/Paket B disesuaikan dengan karakteristik
kompetensi yang mulai memperkenalkan mata pelajaran dengan
mempertahankan tematik terpadu pada IPA dan IPS
Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik secara utuh/holistik. Artinya
pengembangan ranah yang satu tidak bisa dipisahkan dengan
ranah lainnya. Dengan demikian proses pembelajaran secara utuh
melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan keutuhan
penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada
Standar Isi.
Guru menyusun silabus berdasarkan SKL dan standar isi sebagai
acuan menyusun RPP, yang memuat:
Identitas Mata Pelajaran;
Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas;
Kompetensi Inti (merupakan gambaran secara kategorial
mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan
14
keterampilan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu
jenjang sekolah);
Kompetensi Dasar, yang merupakan kemampuan spesifik yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait
muatan atau mata pelajaran;
Materi Pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur
yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan
rumusan indikator pencapaian kompetensi;
Pembelajaran, yaitukegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan
peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan;
Penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta
didik;
Alokasi Waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam
struktur kurikulum untuk satu semester atau satu tahun; dan
Sumber Belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik,
alam sekitar atau sumber belajar lain yang relevan.
Guru menyusun RPP dan merancang penggalan RPP untuk setiap
pertemuan yang memuat:
Identitas Mata Pelajaran
Kelas/Semeater
Materi Pokok
Alokasi Waktu, ditentukan sesuai dengan keperluan untuk
pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan
jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang
harus dicapai;
tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan
diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
kompetensi dasar danindikatorpencapaiankompetensi;
15
materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir
sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi;
metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;
media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran
untuk menyampaikan materi pelajaran;
sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik,
alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan;
langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan
pendahuluan, inti, dan penutup; dan
penilaian hasil pembelajaran.
Guru melaksanakan pengelolaan kelas secara optimal untuk
terwujudnya pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan serta menantang dan memotisivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif.
h. Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah
Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme,
prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik
mencakup: penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis
portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester,
ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat
kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah, yang
diuraikan sebagai berikut:
1. Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara
komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,
dan keluaran (output) pembelajaran.
16
2. Penilaian diri merupakan penilaian yang dilakukan sendiri oleh
peserta didik secara reflektif untuk membandingkan posisi
relatifnya dengan kriteria yang telah ditetapkan.
3. Penilaian berbasis portofolio merupakan penilaian yang
dilaksanakan untuk menilai keseluruhan entitas proses belajar
peserta didik termasuk penugasan perseorangan dan/atau
kelompok di dalam dan/atau di luar kelas khususnya pada
sikap/perilaku dan keterampilan.
4. Ulangan merupakan proses yang dilakukan untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam
proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan
hasil belajar peserta didik.
5. Ulangan harian merupakan kegiatan yang dilakukan secara
periodik untuk menilai kompetensi peserta didik setelah
menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih.
6. Ulangan tengah semester merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta
didik setelah melaksanakan 8 – 9 minggu kegiatan pembelajaran.
Cakupan ulangan tengah semester meliputi seluruh indikator
yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.
7. Ulangan akhir semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di
akhir semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang
merepresentasikan semua KD pada semester tersebut.
8. Ujian Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UTK
merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh satuan
pendidikan untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi.
Cakupan UTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang
merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi
tersebut.
9. Ujian Mutu Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UMTK
merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh pemerintah
17
untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi. Cakupan
UMTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang
merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi
tersebut.
10. Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN merupakan kegiatan
pengukuran kompetensi tertentu yang dicapai peserta didik dalam
rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan, yang
dilaksanakan secara nasional.
11. Ujian Sekolah/Madrasah merupakan kegiatan pengukuran
pencapaian kompetensi di luar kompetensi yang diujikan pada
UN, dilakukan oleh satuan pendidikan
i. Permedikbud Nomor 81A Tahun 3013 tentang Implementasi Kurikulum 2013 beserta lampirannya
Dalam rangka pelaksanaan Kurikulum 2013, pemerintah melalui Kemendikbud telah menerbitkan peraturan baru tentang Implementasi Kurikulum yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013. Permendikbud No. 81A Tahun 2013 ini menyertakan 5 (lima) lampiran yang memuat tentang beberapa pedoman yang berkaitan dengan Implementasi Kurikulum 2013, yaitu:1. Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan;2. Pedoman Pengembangan Muatan Lokal;3. Pedoman Kegiatan Ekstrakurikuler;4. Pedoman Umum Pembelajaran; dan5. Pedoman Evaluasi Kurikulum.
2) Pembahasan dan Simulasi Penerapan berbagai Strategi, Model, Pendekatan dan Metode Pembelajaran (Peingkatan Kompetensi Pedagogik), dan bila memungkinkan mengembangkan lesson study di sekolah.
3) Pembimbingan Pembuatan Jurnal Reflektif dan Karya Tulis Ilmiah/Karya Inovatif (Peningkatan dan Pengembangan Kompetensi Profesional)
18
2. Persyaratan Pendukung Keterlaksanaan Muzakarah Profesi
Sebelum muzakarah profesi dilaksanakan ada beberapa
persyaratan pendukung yang diperlukan (terutama) berupa
kebijakan-kebijakan yaitu:
1. Kebijakan Pemerintah Daerah (Dinas Dikpora) terkait kesiapan
setiap sekolah menyiapkan waktu yang memadai (minimal tiga
kali dalam satu semster) untuk mengembangkan profesi guru-
gurunya secara berkala dan berkelanjutan
2. Kebijakan Pemerintah Daerah (Dinas Dikpora) terkait kesiapan
setiap pengawas sekolah untuk mengawal proses pelaksanaan
muzakarah profesi di sekolah binaannya. Hal ini penting agar
pengawas sekolah dapat memenuhi kewajibannya
sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Peraturan Meneteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 21 Tahun 2010
tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka
Kreditnya, karena muzakarah profesi sejatinya dihajatkan untuk
wadah pembinaan guru di sekolah.
3. Kebijakan Pemerintah Daerah (Dinas Dikpora) terkait upaya
Kepala sekolah memfasilitasi keterlaksanaan muzakarah profesi
dengan anggaran yang “disesuaikan”.
4. Kesediaan guru-guru untuk membuktikan keikutsertaanya dalam
kegiatan pengembangan diri melalui muzakarah profsi (laporan
kegiatan pengembangan keprofesionalan berkelanjutan).
Lakukan semua kegiatan dan kebijakan di atas dengan tulus,
jujur, adil, transparan.
Jika semua kegiatan di atas dilakukan secara baik, diyakini dalam
tempo “proklamasi” ketersediaan guru-guru profesional pasti lebih
banyak dari sebelum-sebelumnya.
19
3. Langkah-langkah Pelaksanaan
Tujuan utama muzakarah profesi adalah: (1) memperoleh
pemahaman yang lebih baik dan komprehensif tentang sejumlah
kompetensi yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas; (2)
meningkatkan pembelajaran secara berkala dan teratur serta
mudah dikases oleh seluruh guru di sekolah; (3) membangun
silaturrahmi pedagosis, dimana seorang guru dapat menimba
pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dari guru lainnya.
Oleh karena itu, ada tiga kegiatan utama yang diusulkan dalam
pelaksanaan muzakarah profesi:
1. Sosialisasi dan Diskusi
Sosialiasai merupakan kegiatan mengomunikasikan berbagi
cara baru, kebijakan baru dan/ atau ketentuan yang dijadikan
patokan atau standar bagi guru dalam pelaksanaan tugas.
Sosialisasi ini kemudian diikuti dengan pembimbingan dan
pelatihan.
2. Pembimbingan
Pembimbingan merupakan kolaborsi antara guru dan seniornya
dan atau pengawas sekolah untuk memformat dan
menerjemahkan berbagai satndar kinerja atau ketentuan ke
dalam bahasa yang lebih dipahami oleh guru. Pembimbingan
merupakan kegiatan lanjutan dari kegiatan sosialisasi yang
dimaksudkan untuk memberikan stimulasi, arahan, dan
semangat agar guru-guru mau menerapkan cara-cara baru atau
ketentuan-ketentuan (baru) yang diperkenalkan melalui kegiatan
sosialisasi (pembahasan), termasuk membantu guru
memecahkan masalah dan kesulitan dalam mengaplikasikan
cara-cara baru tersebut.
3. Pelatihan/Simulasi
Pelatihan merupakan suatu proses yang dilakukan untuk
memperkuak kemampuan umum, keterampilan mengajar,
dan/atau keterampilan tertentu lainnya untuk pelaksanaan
20
tugas-tugas keprofesian. Pelatihan diikuti dengan kegiatan
simulasi dan bila perlu lesson study.
Lesson study atau kaji pembelajaran merupakan bentuk
kegiatan para guru untuk secara bersama-sama dengan guru
lain mengupayakan terwujudnya pembelajaran yang bermutu
yakni pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, menyenangkan.
Kegiatan ini dilakukan mulai dari mengidentifikasi permasalahan
pembelajaran yang dihadapi, penyusunan rencana
pembelajaran, pendalaman materi, sampai dengan mengamati
sercara cermat dampak aflikasi dari perencanaan yang telah
disusun dengan fokus utama peningkatan dan pengembangan
proses belajar siswa.
21
BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan1. Muzakarah profesi sebagai wadah pengembangan profesi guru-
guru amat diperlukan keberadaannya di sekolah. Hal terjadi
karena MGMP, pelatihan-pelatihan, seminar dan sejenisnya
belum mampu mengakomodasi semua guru di sekolah,
sementara guru-guru yang mengikuti MGMP dan/atau pelatihan
juga jarang menularkan hasilnya ke rekan-rekan guru lainnya di
sekolah
2. Muzakarah profesi sebaiknya dilaksanakan tiga kali dalam satu
semester dengan anggaran yang disesuaikan.
3. Kegiatan yang dailkaukan dalam muzakarah profesi sebaikanya
diawali dengan sosialisasi sejumlah ketentuan perundangan
yang berlaku yang merupakan standar kualitas kinerja guru,
diikuti dengan pembahasan teori-teori pendukung.
B. SARAN1. Muzakarah profesi di satu sisi memberikan harapan bagi
terangkulnya semua guru di sekolah dalam pengembangan
keprofesian. Namun di sisi lain akan menjadikan proses
pembelajaran “sepi” pada hari pelaksanaan. Karena itu
disarankan kepada sekolah untuk menjadwalkan pelaksanaan
muzakarah profesi pada hari-hari non efektif belajar. Misal
sebelum kegiatan efektif belajar di awal semester, sekitar mid
semester, atau setelah pelaksanaan semester, dan/atau di
hari-hari lain yang secara khusus dirancang untuk kegiatan
terebut tampa mengganggu proses belajar mengajar.
2. Agar muzakarah profesi dapat berjalan optimal dan bisa
memberikan hasil yang sesuai harapan, diperlukan sarana
pendukung yang berupa kebijakan yang dikeluarkan oleh Dinas
terkait.
22
DAFTAR PUSTAKA
Darmanto, Priyo & Pujo Wiyata, 2004. Kamus Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris, Surabaya, Arkola.
Depdiknas, Balai Pustaka, Jakarta, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Depdiknas, Ditjen PMPTK, PB PGRI, Jakarta, 2008. Kode Etik Guru Indonesia dan Dewan Kehormatan Guru Indonesia
Depdiknas Republik Indonesia, Jakarta, 2008. Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.
Depdiknas Republik Indonesia, Jakarta, 2008. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Depdiknas, Dirjedikdasmen, Jakarta, 2004. Standar Kompetensi Guru Sekolah Menengah Pertama.
Depdiknas Republik Indonesia, Jakarta, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Muslich, Masnur, 2008. KTSP, Bumi Aksara, Jakarta.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, 2009. Manajemen Pendidikan,
Bandung, Alfabeta.
Purwanto, Ngalim, 2008. Administrasi dan Supervisi Pendidikan,
Bandung, Remaja Rosdakarya.
Sagala, Syaiful, 2009. Kemampuan Profesional Guru dan tenaga Kependidikan, Bandung, Alfabeta.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya
23
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013
tentang Standar Kompetensi Lulusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 tentang
Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah
Menteri Pendidikan dan Keudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah
Menteri Pendidikan dan Keudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang
Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah
Menteri Pendidikan dan Keudayaan Nomor 81A Tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum
24
BAB IPENDAHULUAN
4. Latar Belakang Masalah5. Tujuan PenulisanManfaat Penulisan
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori B. Kajian Hasil Penelitian
BAB IIIIDE DAN PEMBAHASAN
4) Ide atau Gagasan5) Pembahasan
1. isi ide atau gagasan2. persyatan pendudkung yang diperlukan3. langkah-langkah pelaksanaan4. hal alinyag diperlukan jika ingin pts dengan gagasan tsb
BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
25