makalah teologi kel viii revisi
DESCRIPTION
MODEL-MODEL INTEGRASI AGAMA DAN SAINSTRANSCRIPT
MAKALAH
MODEL-MODEL INTEGRASI AGAMA DAN SAINS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teologi Islam
Dosen Pengampu : Achmad Nasihuddin M.A
Disusun oleh :
1. Amalia Intifaada (09610090)
2. Hikmah Maghfirotun N (09610092)
3. Lusiana Wati (09610101)
4. Fitriana Handayani (09610104)
. 5. Anis Fathona H (09610112 )
6. Anis Safida (09610121)
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, dengan rasa syukur kehadirat ilahi robbi yang masih memberikan
kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Model-model Integrasi Agama dan
Sains ” ini dengan baik. Shalawat maas salam semoga tetap terhaturkan kepada junjungan
kita nabi Muhammad SAW. yang telah memberikan petunjuk dari kegelapan sehinga kita
bisa merasakan cahaya kebenaran, yakni agama Islam.
Selanjutnya saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Achmad Nasichuddin, yang telah
memberikan bimbingan pembuatan makalah ini sehingga terselesaikan dengan tepat. Dan tak
lupa ucapan terima kasih kepada teman-teman serta berbagai pihak yang telah membantu
tersusunnya makalah ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penyusun makalah ini menyadari bahwa masih banyak kekukarangan dan kesalahan
dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
penyusun harapkan untuk pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi seluruh umat islam di Indonesia agar mampu
mengintegrasikan agama dan sains khususnya untuk seluruh civitas akedemika Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Amin.
Malang, 6 Juni 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia internasional, pada jurnal Zygon yang khusus membahas sains
dan agama menyebutkan pada tahun 1990 menjadi fenomena baru pembahasan antara
sains dan agama. Muncul banyak buku yang terbit pada masa itu yang membahas
keterkaitan antara sains dan agama, dan ini menjadi sebagai wacana intelektual yang
dimuliakan.
Sains dan agama sebenarnya sangatlah berkaitan. Keduanya jika dipadukan
dapat saling menunjang satu sama lain. Sains yang merupakan hasil pemikiran
manusia yang telah terealisasikan sebenarnya merupakan ilmu yang telah ada, dan
telah dijelaskan dalam salah satu unsur dari agama itu sendiri. Namun yang masih
menjadi pertanyaan, apakah ilmu itu lahir benar-benar tanpa agama yang dijadikan
sebagai sumbernya? Ataukah ilmu itu lahir setelah penemu ilmu itu mempelajari
sumber dari agama yang ada? Jika dilihat secara umum, ilmu itu memang bersumber
dari agama yang ada, dan dikembangkan oleh si pengamat isi kitab suci yang
merupakan dasar agama menjadi ilmu yang dikenal saat ini.
Dalam Al-Qur’an pun telah terpaparkan bagaimana suatu ilmu itu bekerja. Ini
yang menjadi perdebatan antara kaum muslim dengan kaum barat yang notabene
dikenal sebagai penemu ilmu itu sendiri. Apakah mereka yang mengaku-akukan ilmu
yang telah ada ataukah mereka memang telah menemukan ilmu itu dan secara
kebetulan ilmu yang mereka temukan itu sama dengan yang ada di dalam kitab suci
(Al-Qur’an).
Ilmu yang dikenal saat ini telah berkembang dengan begitu pesatnya, bahkan
ilmu yang seharusnya dipersembahkan untuk kemaslahatan ummat malah dapat
menghancurkan manusia yang tidak mengetahui apapun tentang ilmu itu. Hal ini telah
merugikan banyak pihak.
Pengintegrasian agama dan sains dapatlah dijadikan sebagai pelurus hal ini.
Perpaduan keduanya akan menjadi sebuah cahaya hebat yang akan membawa
manusia kepada kehidupan yang lebih baik lagi.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian integrasi agama dan sains?
2. Bagaimana awal pertemuan agama dan sains, pandangan serta hubungan
antara keduanya?
3. Bagaimanakah integrasi agama islam dengan sains?
4. Bagaimana model-model integrasi agama dan sains?
1.3 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian integrasi agama dan sains.
2. Mengetahui awal pertemuan antara agama dan sains, dan pandangan serta
hubungan antara keduanya.
3. Mengetahui pengintegrasian agama islam dan sains.
4. Mengetahui model-model integrasi agama dan sains.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Integrasi Agama dan Sains
Integrasi dapat diartikan sebagai perpaduan, penyelarasan antara dua hal yang dapat
dipadukan. Beberapa orang mengupayakan suatu integrasi yang lebih sistematik antara sains
dan agama.
Jajak pendapat di Amerika menyatakan bahwa 45% penduduknya mengakui
keberadaan Tuhan sebagai pencipta manusia dalam bentuk yang sempurna. Dan sebanyak
40% dari mereka percaya bahwa “manusia berkembang dalam kurun waktu jutaan tahun dari
bentuk yang sederhana dan Tuhanlah yanng mengarahkan proses tersebut”. Sebanyak 10%
percaya bahwa Tuhan sama sekali tidak berperan dalam proses tersebut. Di kalangan negara-
negara industri maju, kalangan yang menafsirkan Alkitab secara harfian dan menolak teori
evolusi jumlahnya jauh lebih sedikit, hanya sekitar 7% di Inggris.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kebanyakan manusia, dari kalangan ilmuan
tentu ikut dalam hal ini, mengakui adanya hubungan antara sains dan agama. Denagn
berbagai temuan yang mereka lakukan, kebanyakan dari mereka menjadikan temuan yang
mereka temukan tersebut merupakan bukti kepercayaan mereka terhadap keberadaan Tuhan.
2.2 Awal Perjumpaan dan Beberapa Pandangan Agama dan Sains
Awal perjumpaan antara Agama dan Sains adalah sebagai sahabat yang begitu
mendukung, ini terjadi pada abad 18. Sekitar pada abad yang ke-19 mulai timbul masalah
pada pemikiran masing-masing pemikir yang begitu signifikan perbedaannya antara Agama
dan Sains. Sehingga beberapa dan Sains yang akhirnya berabad-abad mereka terpisah.
Salah satu pandangan terhadap hubungan antara Agama dan Sains, yaitu integrasi.
Pada kasus ini para Theolog Natural berharp dapat menemukan sebuah bukti akan kebenaran
keberadaan Tuhan. Ada pula yang mengawali harapan ini dari tradisi keagamaan tertentu dan
berusaha menunjukkan adanya keserasian dari keyakinannya terhadap ilmu pengetahuan
modern.
Beberapa versi pembahasan hubungan antara Agama dan Sains dalam segi pandang
intregasinya, sebagai berikut:
1. Theology of Nature. Sumber utama terletak di luar Sains, yaitu teori ilmiah
yang bisa berdampak kuat atas perumusan ulang doktrin-doktrin tertentu
(penciptaan dan sifat dasar manusia).
2. Natural Theology. Eksistensi Tuhan terwujud atas bukti deasain alam semesta.
3. Sintesis Sistematis. Sains ataupun Agama memberikan konstruksi pada
pengembangan metafisika inklusif (filsafat proses).
1) Theology of Nature
Dalam segi pandang ini, tidak berangkat dari sains. Ini berangkat dari segi
keagamaan berdasarkan pengalaman keagamaan dan wahyu historis. Namun, ia berpendapat
bahwa beberapa doktrin tradisional harus dirumuskan ulang dalam sinaran sains terkini.
Di sini sains dan agama dipandang sebagai sumber ide-ide yang relatif independen,
tetapi bertumpang tindih dalam minatnya. Secara khusus, doktrin tentang penciptaan dan sifat
dasar manusia dipengaruhi oleh temuan-temuan sains. Jika kepercayaan keagamaan hendak
diselaraskan dengan pengetahuan ilmiah, dan mesti melakukan penyesuaian dan modifikasi
yang lebih besar daripada yang dilakukan oleh pendukung tesis Dialog.
Dikatakan bahwa teolog harus mengambil bentangan luas sains yang telah diterima
secara luas. Doktrin teologi harus konsisten dengan bukti ilmiah bahkan jika ia tidak
dipengaruhi langsung oleh teori sains terkini.
2) Natural Theology
Nurut Thomas Aquinas beberapa sifat Tuhan dapat diketahui hanya dari wahyu kitab
suci, tapi eksistensi Tuhan itu sendiri dapat diketahui hanya dengan nalar. Argumen
Kosmologis menegaskan bahwa setiap peristiwa harus mempunyai sebab sehingga untuk
menghindari siklus yang tak berujung pangkal maka kita harus mengakui sebab Pertama
(Sang Pencipta).
Sains moderen sering menyatakan ketakjubannya terhadap koordinasi-koordinasi
yang ada pada alam semesta sebagai wujud eksistensi Tuhan. Menurut Newton mata tidak
dapat dirancang tanpa kecakapan yang tinggi pada bidang optik. Dan Robert Byle
mengagumi bukti-bukti melimpah tentang alam semesta ini.
Menurut David Hume ada beberapa prinsip yang bertanggung jawab atas pola-pola di
alam semesta ini. Setidak-tidaknya mengarah pada eksistensi Tuhan yang terbatas atau
eksistensi tuhan-tuhan yang tidak mengarah kepada eksistensi Pencipta Yang Maha Kuasa
sebagai mana diyakini agama monoteis. Dia juga mengklaim bahwa adanya kejahatan dan
penderitaan di dunia telah melemahkan argumen desain tradisional.
Diantara filosof kontemporer, Richard Swinburn adalah pembela gigih Natural
Theologi. Dia berangkat dari mendiskusikan teori konfirmasi dala filsafat sains. Swinburn
mengatakan bahwa eksistensi Tuhan mempunyai kemasukakalan awal (Initial Plausibility)
karena kesederhanaannya dan memberikan penjelasan secara terpadu tentang dunia dalam
kerangka tujuan pelaku. Dia juga menganggap bukti-bukti tentang keteraturan dunia
memperbesar kemungkinan bagi hipotesis teistik.
Versi yang tersohor dari argumen desain adalah Prinsip Antropik dalam kosmologi.
Menurut astrofisikawan, kehidupan di alam semesta akan menjadi mustahil jika beberapa
tetapan fisika dan kondisi-kondisi lain pada alam semsta ini sedikit berbeda dengan nilai yang
diketahui. Alam semesta tampaknya fine tuned dengan cermat sehingga memungkinkan
munculnya kehidupan.
3) Sintesis Sistematis
Dalam bahasan ini, jika sains dan agama dapat memberikan kontribusi kearah
pandangan-dunia yang lebih koheren yang lebih dielaborasi dalam kerangka metafisika1 yang
komprehensif maka integrasi sains dapat dilakukan lebih sistematis lagi.
Pada abad ke-13, Thomas Aquinas menuliskan metafisika yang impresif yang terus
berpengaruh dealam pemikiran Katolik. Tulisan-tulisannya yang begitu banyak seara
sistematis mengintegfrasikan gagasan penulis-penulis Kristen awal dengan filsafat dan sains
kontemporer, sebagian besar diturunkan dari karya Aristoteles yang telah ditemukan kembali
di Barat melalui terjemahan-terjemahan bahasa Arab2.
2.3 Hubungan Agama dan Sains
1 Pencarian seperangkat konsep umum yang dapat menafsirkan berbagai aspek realitas secara terpadu. (dok.)
2 Entah ini masih bisa dibenarkan ataupun tidak, Islam yang mencontoh atau um at Kristen yang mengada-ada. (dok. Penulis)
Ian G. Barbour (2002:47) mencoba memetakan hubungan sains dan agama dengan
membuka kemungkinan interaksi di antara keduanya. Melalui tipologi posisi perbincangan
tentang hubungan sains dan agama, dia berusaha menunjukkan keberagaman posisi yang
dapat diambil berkenaan dengan hubungan sains dan agama. Tipologi ini berlaku pada
disiplin-disiplin ilmiah tertentu, salah satunya adalah biologi. Tipologi ini terdiri dari empat
macam pandangan, yaitu: Konflik, Independensi, Dialog, dan Integrasi yang tiap-tiap
variannya berbeda satu sama lain.
1. Konflik
Pandangan konflik ini mengemuka pada abad ke–19, dengan tokoh-tokohnya seperti:
Richard Dawkins, Francis Crick, Steven Pinker, serta Stephen Hawking. Pandangan ini
menempatkan sains dan agama dalam dua ekstrim yang saling bertentangan. Bahwa sains dan
agama memberikan pernyataan yang berlawanan sehingga orang harus memilih salah satu di
antara keduanya. Masing-masing menghimpun penganut dengan mengambil posisi-posisi
yang bersebrangan. Sains menegasikan eksistensi agama, begitu juga sebaliknya. Keduanya
hanya mengakui keabsahan eksistensi masing-masing
2.Independensi
Tidak semua saintis memilih sikap konflik dalam menghadapi sains dan agama. Ada
sebagian yang menganut independensi, dengan memisahkan sains dan agama dalam dua
wilayah yang berbeda. Masing-masing mengakui keabsahan eksisitensi atas yang lain antara
sains dan agama. Baik agama maupun sains dianggap mempunyai kebenaran sendiri-sendiri
yang terpisah satu sama lain, sehingga bisa hidup berdampingan dengan damai (Armahedi
Mahzar, 2004:212). Pemisahan wilayah ini dapat berdasarkan masalah yang dikaji, domain
yang dirujuk, dan metode yang digunakan. Mereka berpandangan bahwa sains berhubungan
dengan fakta, dan agama mencakup nilai-nilai. Dua domain yang terpisah ini kemudian
ditinjau dengan perbedaan bahasa dan fungsi masing-masing.
3.Dialog
Pandangan ini menawarkan hubungan antara sains dan agama dengan interaksi yang
lebih konstruktif daripada pandangan konflik dan independensi. Diakui bahwa antara sains
dan agama terdapat kesamaan yang bisa didialogkan, bahkan bisa saling mendukung satu
sama lain. Dialog yang dilakukan dalam membandingkan sains dan agama adalah
menekankan kemiripan dalam prediksi metode dan konsep. Salah satu bentuk dialognya
adalah dengan membandingkan metode sains dan agama yang dapat menunjukkan kesamaan
danperbedaan.
4.Integrasi
Pandangan ini melahirkan hubungan yang lebih bersahabat daripada pendekatan
dialog dengan mencari titik temu diantara sains dan agama. Sains dan doktrin-doktrin
keagamaan, sama-sama dianggap valid dan menjadi sumber koheren dalam pandangan dunia.
Bahkan pemahaman tentang dunia yang diperoleh melalui sains diharapkan dapat
memperkaya pemahaman keagamaan bagi manusia yang beriman.
2.4 Integrasi Agama Islam dan Sains
Berdasarkan paparan yang ada, kemunculan sains moderen dan beberapa
perkembangan dalam berbagai disiplinnya menunjukkan bahwa sains moderen sama sekali
tidak mirip dengan apa yang dikenal sebagai sains sebelum Revolusi Sains abad ke-17. Dan
juga menampakkan peran yang dimainkan oleh beberapa produsen utama sains ini, yang tak
seorang pun muslim.
Pada simposium “Membaca Alam Menemukan Tuhan” yang diadakan di Jakarta pada
tanggal 6 Januari 2003, seorang ilmuan Perancis, Bruno ‘Abdul Haqq’ Guiderdoni
menyebutkan ada persamaan secara epistimologi3 antara agama dan sains, yaitu proses
pencarian kebenaran yang terbuka. Tak ada yang absolut4 di antara keduanya. Malah
memiliki integritas tinggi yang harus ditemukan penghubung antara keduanya. Yang
akhirnya akan mencapai kebenaran haqiqi, dan kebenaran ini akan segera terkuak jika
keduanya dapat disatuka dan bisa bekerja sama.
''Meskipun berbeda, sains dan agama tidak bisa dipertentangkan. Justru keduanya bisa
bersatu dalam mencari kesempurnaan yang esensial,'' kata Bruno (Media Indonesia,
7/1/2003)
Antara sains dan agama sering kali dikontradiksikan. Sains yang dicap bersifat
rasionalitas dianggap tidak dapat dipadukan dengan agama yang telah dicap identik dengan
un-rasionalitas. Padahal secara sosiologis dan filosofis keduanya dapat dihubungkan dengan
adanya modernitas. Dan ini memungkinkan unutk keduanya bekerjasama.
3 Cabang dari filsafat yang menyelidiki sumber-sumber serta kebenaran pengetahuan; teori penngetahuan. (dok. Kamus ilmiah)
4 Diartikan sebagai kuasa penuh, mutlak dan tidak terbatasi, tak bersyarat. (dok. Kamus ilmiah)
Sains dan agama mereprentasikan dua sistem besar pemikiran manusia. Mayoritas
manusia di bumi ini menjadikan agama sebagai faktor yang sangat mempengaruhi pola pikir
dan perilaku dalam urusan mereka. Ketika sains menyentuh kehidupan mereka, tidak ada pola
pikir dimana sains tersebut adalah bukti dari agama mereka. Dan pure teknologi yang mereka
pegang sekarang.
Perkembangan sains yang ada memunculkan pertanyaan berbagai pertanyaan yang
begitu vital tentang asal-usul alam semesta dan kehidupan, dan agaknya sains moderen
memiliki jawaban atas ini. Namun jawaban ini juga perlu ditafsirkan melalui perenungan
religius.
Berdasarkan sejarah yang ada, ada mitos antara perang sains dan agama. Pada abad pencerahan, sains dan teologi berjalan seiring bersama seperti yang telah diperlihatkan oleh Newton, Copernicus, dan Boyle. Menurut Newton dan Boyle, mengkaji alam adalah tugas keagamaan. Pengetahuan tentang kekuasaan dan kearifan Tuhan dapat dipahami melalui inteligensia yang tampak dalam desain alam semesta.
Secara psikologis, kebersamaan sains dan agama adalah mungkin. Sains tidak memberikan sense of well-being5. Sains sangat diperlukan, namun belum dapat mencukupi kebutuhan yang memang dibutuhkan dalam kehidupan umat manusia secara kesuluruhan. Dan disinilah peran agama sebagai pelengkap, penyedia kebutuhan dari kekurangan sains. Kesadaran akan arah hidup dan harapan dalam hidup. Agama, menekankan caring for others6
dan saving the earth7 (Holmes Rolston). Sementara sains sama sekali tidak berurusan dengan itu.
Namun, agama bukanlah satu-satunya solusi ataupun sumber sains. Juga tidak bisa diartikan sains dapat disusun dari hanya membaca kitab suci saja, namun harus ada sumber-sumber penguat ataupun fakta yang sesuai sebab pengetahuan juga pengajaran membutuhkan observasi dan pengukuran. Agama dan sains saling berpelengkap. Ini berarti, klaim bahwa kitab suci sumber dari segala sains sama bahayanya dengan klaim bahwa agama tidak dapat bersanding dengan sains.
2.5 Model-Model Integrasi Agama dan Sains
Telah banyak model yang diajukan orang untuk mengintegrasikan agama dan sains,
Beberapa model-model tersebut diantaranya adalah: model IFIAS, model ASASI, model
5
6 Kepedulian terhadap sesama. (dok. Penrj)
7 Menjaga bumi. (dok. Penrj)
diadik komplementer, model diadik dialogis, model triadik komplementer, dan model
tetradik.
1) Model IFIAS
Model integrasi keilmuan IFIAS (International Federation of Institutes of Advance
Study) muncul pertama kali dalam sebuah seminar tentang "Knowledge and Values", yang
diselenggarakan di Stickholm pada September 1984. Model yang dihasilkan dalam seminar
itu dirumuskan dalam gambar skema berikut ini:
Ilmu Pengetahuan
Gambar 1. Model IFIAS
Skema di atas kurang lebih dapat dijelaskan sebagai berikut:
Iman kepada Sang Pencipta membuat ilmuwan Muslim lebih sadar akan segala
aktivitasnya. Mereka bertanggungjawab atas perilakunya dengan menempatkan akal di bawah
otoritas Tuhan. Karena itu, dalam Islam, tidak ada pemisahan antara sarana dan tujuan sains.
Keduanya tunduk pada tolok ukur etika dan nilai keimanan. Ia harus mengikuti prinsip bahwa
sebagai ilmuwan yang harus mempertanggungjawabkan seluruh aktivitasnya pada Tuhan,
Tauhid
Khilafah
Ibadah
haram halal
Adl zhulm
istishlah dhiya
maka ia harus menunaikan fungsi sosial sains untuk melayani masyarakat, dan dalam waktu
yang bersamaan melindungi dan meningkatkan institusi etika dan moralnya. Dengan
demikian, pendekatan Islam pada sains dibangun di atas landasan moral dan etika yang
absolut dengan sebuah bangunan yang dinamis berdiri di atasnya. Akal dan objektivitas
dianjurkan dalam rangka menggali ilmu pengetahuan ilmiah, di samping menempatkan upaya
intelektual dalam batas-batas etika dan nilai-nilai Islam.
Anjuran nilai-nilai Islam abadi seperti khilafala, ibadah, dan adl adalah aspek
subjektif sains Islam. Emosi, penyimpangan, dan prasangka manusia harus disingkirkan
menuju jalan tujuan mulia tersebut melalui penelitian ilmiah. Objektivitas lembaga sains itu
berperan melalui metode dan prosedur penelitian yang dimanfaatkan guna mendorong
formulasi bebas, pengujian dan analisis hipotesis, modifikasi, dan pengujian kembali teori-
teori itu jika mungkin.
Karena sains menggambarkan dan rnenjabarkan aspek realitas yang sangat terbatas, ia
dipergunakan untuk mengingatkan kita akan keterbatasan dan kelemahan kapasitas manusia.
Alquran juga mengingatkan kita agar sadar pada keterbatasan kita sebelum terpesona oleh
keberhasilan penemuan-penemuan sains dan hasil-hasil penelitian ilmiah8.
2) Model Akademi Sains Islam Malaysia (ASASI)
Model yang dikembangkan oleh Akademi Sains Islam Malaysia (ASASI) muncul
pertama kali pada Mei 1977 dan merupakan satu usaha yang penting dalam kegiatan integrasi
keilmuan Islam di Malaysia karena untuk pertamanya, para ilmuwan Muslim di Malaysia
bergabung untuk, antara lain, menghidupkan tradisi keilmuan yang berdasarkan pada ajaran
8 Dalam Alquran surat Yasin [36]:77-83, Allah Swt berfirman:
) �ين� م�ب خص�يم� ه�و �ذا فإ �ط�فة� ن م�ن� اه� ق�ن ل خ �ا ن أ ان� �س �ن اإل� ر ي م� ول
ام ) ٧٧أ �ع�ظ ال ي �ح�ي� ي ن� م قال �قه� ل خ س�ي ون ال0 مث ا ن ل ب وضريم ( � م ر ي ل� ) ٧٨وه� ق�
) �يم� عل خل�ق� �ل: �ك ب وه�و ة� �مر و�ل أ ها أ �ش ن أ �ذ�ي ال �يها ي �ح� د�ون ) ٧٩ي �وق� ت �ه� م�ن �م� �ت ن
أ �ذا فإ ا ار0 ن خ�ضر� األ� جر� �الش م�ن �م� ك ل جعل �ذ�ي ال
)٨٠ ) �يم� ) �عل ال ق� ��خال ال وه�و لى ب ه�م� �ل م�ث خ�ل�ق ي ن� أ على �قاد�ر� ب ر�ض
واأل� موات� �الس ق خل ذ�ي �ال ي�س ول �ذا ) ٨١أ إ ه� م�ر�
أ �ما �ن إ ) �ون� ك في �ن� ك ه� ل ق�ول ي ن�
أ 0ا �ئ ي ش اد ر �ذ�ي ) ٨٢أ ال �حان ب فس�
( ) جع�ون �ر� ت �ه� ي �ل وإ ي�ء� ش �ل: ك �وت� ملك د�ه� �ي ٨٣ب
Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata! Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?" Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk, yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu." Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia. Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Kitab suci al-Qur’an. Tradisi keilmuan yang dikembangkan melalui model ASASI ini
pandangan bahwa ilmu tidak terpisah dari prinsip-prinsip Islam. Model ASASI ingin
mendukung dan mendorong pelibatan nilai-nilaidan ajaran Islam dalam kegiatan penelitian
ilmiah; menggalakkan kajian keilmuan di kalangan masyarakat; dan menjadikan Alquran
sebagai sumber inspirasi dan petunjuk serta rujukan dalam kegiatan-kegiatan keilmuan.
ASASI mendukung cita-cita untuk mengembalikan bahasa Arab, selaku bahasa Alquran,
kepada kedudukannya yang hak dan asli sebagai bahasa ilmu bagi seluruh Dunia Islam, dan
berusaha menyatukan ilmuwan-ilmuwan Muslim ke arah memajukan masyarakat Islam
dalam bidang sains dan teknologi9.
Pendekatan ASASI berangkat dari menguraikan epistemologi Islam dengan
menggunakan pemikiran keilmuan para ulama klasik semacam al-Ghazali yang pada
umumnya menggunakan pendekatan fiqh di satu sisi dan pendekatan para filosof seperti al-
Farabi di sisi lain. Model integrasi keilmuan ASASI berangkat pada pandangan klasik bahwa
ilmu diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu ilmu fard ‘ain yang wajib bagi setiap
manusia Islam, ilmu fard kifayah yang wajib oleh masyarakat Islam yang perlu dikuasai oleh
beberapa orang individu, ilmu mubah yang melebihi keperluan, dan ilmu sia-sia yang haram.
Model ASASI menggagas kesatuan dan integrasi keilmuan sebagai satu ciri sains Islam yang
berdasarkan Keesaan Allah. ASASI mengembangkan model keilmuan Islam yang memiliki
karakteristikn menyeluruh, integral, kesatuan, keharmonisan dan keseimbangan.1 ASASI
berpendapat bahwa ilmu tidak hanya diperoleh melalui indra persepsi (data empirik) dan
induksi, dan deduksi, akan tetapi juga melalui intuisi, heuristik, mimpi dan ilham dari Allah.
3) Model Diadik Komplementer
Model Diadik ini dapat dinyatakan dalam gambar sebuah lingkaran yang terbagi oleh
sebuah garis lengkung menjadi dua bagian yang sama luasnya, seperti symbol Tao dalam
tradisi Cina. Dalam model ini, sains dan agama adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Agama dan ilmu saling melengkapi karena keduanya sama-sama dibutuhkan untuk mencari
kebenaran dalam hidup manusia.
9 Wan Ramli bin Wan Daud dan Shaharir bin Mohamad Zain, Pemelayuan, Pemalaysiaan danPengislaman Ilmu Sains dan Teknologi dalam Konteks Dasar Sains Negara, Jurnal Kesturi, No. 1. 1999,hal. 15-16
Sains
Gambar 2. Model Diadik Komplementer
4) Model Diadik Dialogis
Model diadik dialogis ini dapat dilukiskan secara diagram dengan dua buah lingkaran
sama besar dan saling berpotongan. Jika kedua lingkaran tersebut mencerminkan agama dan
sains, maka akan terdapat sebuah kesamaan. Kesamaan itulah yang merupakan bahan bagi
dialog antara sains dan agama. Misalnya Maurice Bucaille menemukan sejumlah fakta ilmiah
di dalam kitab suci Al-Qur’an. Atau para ilmuwan yang menemukan sebuah bagian pada otak
yang disebut sebagai “the God Spot” yang dipandang sebagai pusat kesadaran religious
manusia. Model inilah yang disebut model diadik dialogis.
Gambar 3. Model Diadik Dialogis
5) Model Triadik Komplementer
Dalam model ini ada unsur ke 3 yang menjembatani sains dan agama. Jembatan itu
adalah filsafat. Model ini diajukan oleh kaum teosofis yang bersemboyankan” There is no
religion higher than truth”. Kebenaran atau truth adalah kesamaan antara sains, filsafat dan
agama.
Agama
Tampaknya model ini merupakan perluasan saja dari model diadik komplementer
dengan memasukkan filsafat sebagai komponen ketiga yang letaknya diantara sains dan
agama. Model triadik komplementer ini mungkin dapat di modifikasi dengan
menggabungkan filsafat dengan humaniora atau ilmu-ilmu kebudayaan.
Gambar 4. Model Triadik komplementer
6) Model Tetradik.
Sebagai koreksi terhadap model diadik dan triadik komplementer, telah
dikembangkan sebuah model tetradik. Salah satu interpretasi dari model diadik
komplementer adalah identifikasi komplementasi “sains/ agama” dengan komplementasi
“luar/dalam”, pemisahan luar/dalam identik dengan pemilihan “objek/ subyek” dalam
persepektif epistimologi. Permulaan ini untuk sementara, menurut pemikiran Ken Wilber,
dianggap tidak mencukupi untuk memahami fenomena budaya.
Wilber tampaknya memerlukan komplementasi baru untuk melengkapi
komplementasi-komplementasi modernis yang disebut terdahulu. Komplementasi baru itu
komplementasi postmodernis “satu/banyak”. Komplementasi itu disebut Ken Wilber sebagai
komplementasi “individu/sosial”. Dengan adanya dua komplementasi, yang lama dan yang
baru, maka realitas budaya dibagi menjadi empat kuadran dimana satu lingkaran dibelah oleh
dua buah sumbu komplementasi yang saling tegak lurus satu sama lainnya, horizontal dan
vertikal. Pada diagram empat kuadaran Wilber ini, sumbu individual/sosial diletakkan secara
horizontal dengan individualitas di sebelah kiri dan sosialitas di sebelah kanan. Sedangkan
sumbu interior /eksterior diletakkan pada arah vertical dengan interioritas sebelah kiri dan
eksterioritas di sebelah kanan.
Dalam diagram Wilber, kuadran kiri atas berkaitan dengan subjektivitas, yang
menjadi topik bagi psikologi barat dan mistisme timur, dan kuadran kanan atas berkaitan
dengan objektivitas yang menjadi topic bagi sains atau ilmu-ilmu kealaman. Sedangkan
kuadrat kiri bawah berkaitan dengan intersubjektivitas yang menjadi topic bahasan
humaniora dan kebudayaan. Sementara itu kuadaran kanan bawah menyangkut
interobjektifiatas yang mempelajari gabungan objek-objek yang disebut Wilber sebagai
masyaeakat, tetapi tampaknya lebigh seusai jika diberi judull teknologi.
Filsafat Sains Agama
Dengan demikian, ada empat kuadran keilmuawan, yaitu ilmu-ilmu kealaman
(kanan atas), ilmu-ilmu keagaman (kiri atas), ilmu-ilmu kebudayaan (kiri bawah) dan ilmu-
ilmu keteknikan (kanan bawah).
Subjektivitas Objektivitas
Intersubjektivitas Interobjektivitas
Gambar 5. Model Tetradik
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Individual
Interior Eksterior
Sosial
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari materi ini adalah:
1. Integrasi Agama dan Sains merupakan perpaduan, penyelarasan dan penyatuan
antara sains dan agama. Perpaduan atau integrasi adalah hubungan yang bertumpu
pada keyakinan bahwa pada dasarnya tujuan ilmu dan agama adalah satu dan
sama, yaitu mencari kebenaran tentang rahasia besar alam ini.
2. Awal perjumpaan antara Agama dan Sains adalah sebagai sahabat yang begitu
mendukung, ini terjadi pada abad 18. Sekitar pada abad yang ke-19 mulai timbul
masalah pada pemikiran masing-masing pemikir yang begitu signifikan
perbedaannya antara Agama dan Sains.
3. Tipologi hubungan antara agama dan sains terdiri dari empat macam pandangan,
yaitu: Konflik, Independensi, Dialog, dan Integrasi yang tiap-tiap variannya
berbeda satu sama lain.
4. Model-model integrasi antara agama dan sains diantaranya adalah: model IFIAS,
model ASASI, model diadik komplementer, model diadik dialogis, model triadik
komplementer, dan model tetradik.
3.2 Saran
Penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu untuk
menambah kesempurnaan, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca
sangat diharapkan. Selain itu, untuk lebih memperluas wawasan mengenai
pembahasan dalam makalah ini, maka diperlukan buku referensi yang lebih banyak
lagi yang berhubungan dengan integrasi agama dan sains.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal Bagir, dkk. 1960. Integrasi Ilmu dan Agama : Interpretasi dan Aksi.
Yogyakarta: Mizan Pustaka.
Barbour, Ian G.. 2005. Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer dan Agama.
Bandung: Mizan.
Davies, Paul. 2002. Tuhan, Doktrin dan Rasionalitas, dalam Debat Sains Modern.
Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
Barbour, Ian G.. 2002. Juru Bicara Tuhan, Antara Sains dan Agama. Bandung:
Mizan.
Partanto, Pius A. dan Albarry, M. Dahlan. 2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:
Arkola.