laptut indeks maloklusi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penilaian terhadap maloklusi telah berkembang dari penilaian maloklusi
terhadap suatu individu menjadi penilaian maloklusi terhadap sekolompok
populasi. Penelitian terhadap maloklusi ini tidak hanya dilakukan oleh seorang
dokter gigi, namun juga dilakukan oleh seorang ahli kesehatan masyarakat.
Dengan meningkatnya perhatian para ahli kesehatan masyarakat terhadap
maloklusi dan perawatan ortodonti maka banyak merode penilaian maloklusi
dengan menggunakan indeks disusun dan diajukan untuk keperluan survei
epidemiologi. Secara umum penyusunan suatu indeks bertujuan untuk
menjelaskan status relatif suatu populasi pada suatu skala bertingkat dengan batas
atas dan batas bawah yang jelas dengan membandingkan satu populasi dengan
populasi yang lain yang telah dikelompokkan dengan kriteria dan metode yang
sama.
Jadi suatu indeks maloklusi memerlukan penilaian kuantitatif dan objektif
yang dapat memberikan batasan adanya penyimpangan dari oklusi ideal yang
masih diaanggap normal, dan dapat memisahkan kasus-kasus abnormal menurut
tingkat keparahan dan kebutuhan masyarakat.
Dalam menggunakan suatu indeks maloklusi dibutuhkan suatu observasi
langsung terhadap sumber data, yaitu keadaan rongga mulutu dan model studi.
Informasi/data yang diperoleh dari kegiatan observasi ini akan diolah dengan
analisis deskriptif agar diperoleh suatu gambaran mengenai karatreistik data
tersebut sehingga dapat diperoleh kesimpulan mengenai tingkat keparahan
maloklusi dan rencana perawatan yang akan diberikan.
Mengingat pentingnya indeks maloklusi bagi mahasiswa kedokteran gigi
sebagai bekal ke depan, maka kita mempelajari macam-macam indeks maloklusi
beserta kriteria-kriteria penggunaannyaa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Sebut dan jelaskan syarat-syarat indeks maloklusi?
1
2. Sebut dan jelaskan macam-macam indeks maloklusi?
3. Bagaimana hubungan analisis deskriftif dengan indeks maloklusi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami syarat-syarat indeks maloklusi.
2. Untuk mengetahui dan memahami segala sesuatu tentang macam dari
indeks maloklusi.
3. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana hubungan analisis deskriftif
dengan indeks maloklusi.
1.4 Mapping
2
Penelitian Observasi Klinik
Analisis Lapangan
Indeks MaloklusiSyarat-syarat
Analisis Deskriptif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Maloklusi
2.1.1 Pengertian
Pengertian oklusi menurut Dewanto (1993) adalah berkontaknya
permukaan oklusal gigi geligi di rahang atas dengan permukaan oklusal gigi
geligi di rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup.
Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada rahang
atas (maksila) dan rahang bawah (mandibula) yang terjadi selama pergerakan
mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua
rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system, skeletal
system dan muscular system. Oklusi gigi bukan merupakan keadaan yang
statis selama mandibula bergerak, sehingga ada bermacam macam bentuk
oklusi misalnya : centrik, excentrik, habitual, supra-infra, mesial, distal,
lingual (Daniel, 2000).
Dikenal ada 2 macam istilah oklusi yaitu (Dewanto, 1993) :
a) Oklusi ideal yaitu suatu konsep teoritis oklusi yang sukar atau bahkan
yang tak mungkin terjadi pada manusia.
b) Oklusi normal yaitu suatu hubungan gigi geligi disatu rahang terhadap gigi
geligi di rahang lain apabila kedua rahang tersebut dikatupkan dan
condylus mandibularis berada pada fossa glenoidea.
Maloklusi adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar
yang diterima sebagai bentuk normal. Maloklusi juga berarti kelainan
ketika gigi-geligi atas dan bawah saling bertemu ketika menggigit atau
mengunyah. Maloklusi dapat berupa kondisi ”bad bite” atau sebagai
kontak gigitan menyilang (crossbite), kontak gigitan yang dalam
(overbite), gigi berjejal (crowdeed), gigitan menyilang (scisor bite) atau
posisi gigi maju kedepan (protrusi). Hal ini dapat memberikan efek
terhadap penampilan estetis, berbicara atau kenyamanan dalam
mengunyah makanan (Daniel, 2000). Dalam penelitian ini maloklusi juga
3
dapat diartikan dengan susunan gigi-geligi yang tidak teratur.
2.1.2 Penyebab Maloklusi
Maloklusi tidak disebabkan oleh satu faktor saja, ada beberapa faktor
berbeda yangmerupakan penyebabnya yaitu, genetik dan lingkungan.
Menurut Proffit (1998) secara umum maloklusi disebabkan karena 2 faktor
yaitu :
a) Faktor keadaan diluar gigi itu sendiri (ekstrinsik factor ) :
Herediter
Kelainan kongenital
Perkembangan dan pertumbuhan yang salah pada waktu prenatal dan
postnatal
Penyakit–penyakit sistemik yang menyebabkan adanya kecenderungan
kearah maloklusi seperti: ketidakseimbangan kelenjar endokrin,
gangguan metabolisme, penyakit-penyakit infeksi, malnutrisi.
Kebiasaan jelek, sikap tubuh yang salah dan trauma.
b) Faktor–faktor pada gigi (intrinsik / lokal factor) :
Anomali jumlah gigi, terdiri dari adanya gigi berlebih (dens
supernumerary teeth) dan tidak adanya gigi (anondontia).
Anomali ukuran gigi.
Anomali bentuk gigi.
Frenulum labii yang tidak normal.
Kehilangan dini gigi desidui.
Persistensi gigi desidui.
Terlambatnya erupsi gigi permanen.
Jalan erupsi yang abnormal.
Ankilosis.
Karies gigi.
Restorasi yang tidak baik.
2.1.3 Akibat Maloklusi
4
Menurut Daniel (2000), maloklusi dapat menyebabkan beberapa
gangguan pada penderitanya yaitu :
a) Masalah psikososial yang disebabkan karena gangguan estetis wajah.
b) Masalah dengan fungsi rongga mulut termasuk kesulitan dalam
menggerakkan rahang (gangguan otot dan nyeri), gangguan sendi
temporomandibular, gangguan pengunyahan, menelan dan berbicara.
c) Kemungkinan mendapatkan trauma yang lebih mudah, masalah
penyakit periodontal atau kehilangan gigi.
Dibiase (2001) menyatakan beberapa kasus maloklusi pada anak remaja
sangat berpengaruh terhadap psikolgis dan perkembangan sosial, yang
disebabkan karena penindasan (bullying) yang berupa ejekan dan hinaan dari
teman sekolahnya. Pengalaman psikis yang tidak menguntungkan dapat
sangat menyakitkan hati sehingga remaja korban penindasan tersebut akan
menjadi sangat depresi.
2.1.4 Diagnosis Maloklusi
Maloklusi sering ditemui selama pemeriksaan oleh dokter gigi, dapat
terlihat ketika gigi berkontak pada saat menelan air ludah dan kepala
ditengadahkan, dan jika ditemukan adanya maloklusi maka pemakaian
rontgen photo dapat dilakukan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
2.1.5 Prevalensi Maloklusi
Cara yang paling mudah untuk mengetahui prevalensi maloklusi ialah
dengan memisahkan maloklusi menurut komponen morfologi yang ada. Cara
ini banyak dilakukan dalam studi epidemiologi dan data mengenai 6
komponen (ciri-ciri) maloklusi dalam TPI dilaporkan dalam penelitian terbaik
di Amerika. Jadi, prevalensi tentang kelainan vertical (gigitan terbuka dan
tumpang gigit dalam), kelainan transversal (gigitan silang), kelainan
anteroposterior (jarak gigit dan jarak gigit terbalik/reserved overjet), kelas II
atau kelas III, gigi berjejal, dan anomaly gigi disajikan secara terpisah.
2.2 Indeks Maloklusi
5
Indeks menurut Toung dan Striffler ialah nilai numeric yang menjelaskan
status relative suatu populasi pada suatu skala bertingkat dengan batas atas dan
batas bawah yang jelas. Hal ini dirancang agar mampu memberi kesempatan dan
fasilitas untuk dibandingkan dengan populasi lain yang telah dikelompokkan
dengan criteria dan metode yang sama. Indeks maloklusi yang diperlukan ialah
penilain kuantitatif dan objektif yang dapat memberikan batasan adanya
penyimpangan dari oklusi ideal yang masih dianggap normal dan dapat
memisahkan kasus-kasus abnormal menurut tingkat keparahan dan kebutuhan
masyarakat.
2.2.1 Syarat Indeks Maloklusi
Menurut Jamison dan McMillan (1960), indeks maloklusi hendaknya
memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
Sederhana, akurat, dapat dipercaya, dan dapat diulang.
Bersifat objektif dan menunjukkan data kuantitatif yang dapat di analisis
dengan metode statistik yang digunakan pada saat itu.
Direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat membedakan antara
maloklusi yang memerlukan perawatan dan yang tidak memerlukan.
Dapat digunakan untuk menilai maloklusi dengan cepat, meskipun oleh
petugas yang tidak diberi instruksi khusus mengenai diagnosis
orthodonti.
Dapat dimodifikasi untuk koleksi data epidemiologi maloklusi yang
berbeda dengan prevalensi, insidensi dan keparahan maloklusi seperti
frekuensi malposisi gigi individual.
Dapat digunakan baik pada pasien maupun pada model gigi.
Dapat untuk mengukur derajat keparahan maloklusi tanpa
mengelompokkan atau mengklasifikasikan maloklusi.
2.2.2 Macam-macam Indeks Maloklusi
a. Occlusal Feature Index (OFI)
Ciri maloklusi yang dinilai adalah letak gigi berjejal, kelainan integritas
tonjol gigi posterior, tumpang gigit, jarak gigit. Keuntungannya metode ini
6
sederhana dan objektif serta tidak memerlukan perlatan diagnostik yang rumit,
namun kurang praktis karena dalam menilai integritas tonjol hanya dengan
memeriksa hubungan gigi posterior atas dan bawah sebelah kanan serta
memerlukan latihan khusus dalam menentukan besarnya skor penilaian gigi
berjejal anterior bawah.
b. Malalignment Index (Mal I)
Indeks ini digunakan untuk menilai keparahan gigi yang tidak teratur.
Ciri oklusi yang dinilai ialah letak gigi yang berpindah atau berotasi secara
kuantitatif. Gigi yang berpindah dinilai apakah lebih kecil atau lebih besar dari
1,5 mm dan gigi yang berotasi dinilai apakah berputar lebih kecil atau lebih
besar dari 45o. Penilaian dilakukan dengan bantuan sebuah penggaris plastik
kecil.
c. Handicapping Labio-Lingual Deviation Index (HLD Index)
Indeks ini ditujukan kepada subjek yang dipilih dengan maloklusi yang
parah atau berat dan adanya anomali wajah. Indeks ini dapat digunakan pada
gigi permanen. Ciri-ciri maloklusi yang dinilai pada metode ini ialah meliputi 9
macam ciri maloklusi di mana 2 di antaranya merupakan ciri khas yang dapat
menentukan adanya cacat muka (physical handicap).
d. Handicapping Malocclusion Assesment Index (HMA Index)
Salah satu indeks yang dianjurkan oleh para ahli yang telah
mengevaluasi penggunaan indeks–indeks yang dianjurkan adalah indeks HMA
oleh Salzman. Indeks HMA secara kuantitatif memberikan penilaian terhadap
ciri–ciri oklusi dan cara menentukan prioritas perawatan ortodonti menurut
keparahan maloklusi yang dapat dilihat pada besarnya skor yang tercatat pada
lembar isian. Indeks ini digunakan untuk mengukur kelainan gigi pada satu
rahang, dan mengukur ciri maloklusi yang merupakan kelainan dentofasial.
Keuntungan penggunaan indeks ini adalah :
Mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi dan peka terhadap semua
tingkatan maloklusi.
Penilaian renggang dan absen gigi posterior dicatat.
Jika metode dipelajari dengan baik, tidak diperlukan catatan lain dan skor
7
keparahan maloklusi dapat dikalkulasi dengan cepat.
Selain keuntungan diatas, indeks ini juga dapat memenuhi persyaratan
indeks yang dituliskan sebelumnya, diantaranya sederhana, objektif dalam
pengukuran, dapat mengukur tingkat keparahan maloklusi, dapat diperiksa
langsung pada pasien dan tidak menggunakan alat yang rumit.
Kekurangan metode ini memerlukan latihan cara pemeriksaan untuk
menyamakan persepsi pada pemeriksa.
e. Treatment Priority Index (TPI)
Indeks ini merupakan modifikasi dari Malocclusion Severity Estimate
untuk menentukan prioritas perawatan bagi sekelompok populasi dan
digunakan untuk tujuan epidemiologi. Indeks dibuat untuk menilai jarak gigit,
gigitan terbalik, tumpang gigit, gigitan terbuka anterior, gigi insisivus agenesis,
disto oklusi, mesio oklusi, gigitan silang posterior dengan segmen gigi atas
bukoversi, gigitan silang posterior dengan segmen gigi atas linguoversi,
malpopsisi gigi individual dan celah langit-langit. Penggunaan indeks ini
memerlukan bantuan sebuah penggaris pengukur.
f. Occlusal Index (OI)
Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan normal
oklusi. Penilaiannya adalah umur gigi, relasi gigi molar, tumpang gigit, jarak
gigit, gigitan silang posterior, gigitan terbuka posterior, penyimpangan gigi,
relasi gigi tengah dan adanya gigi insisivus atas. Indeks ini dapat digunakan
pada masa gigi susu, gigi bercampur dan gigi permanen, namun bentuk
penilaiannya rumit sehingga kurang praktis.
g. Metode Survei Dasar dari WHO
Karena banyak kesukaran-kesukaran yang dihadapi dalam menentukan
kelainan handicap, dan karena tidak adanya standar untuk menilai anomali
dentofasial yang bisa diterima, maka pada tahun 1971 WHO revision
Committee memberikan rekomendasi, bahwa untuk survey dasar hanya
anomali dentofasial yang berat yang dikembangkan, yaitu :
a. Anomali yang menyebabkan cacat muka (facial disfigurement)
8
b. Anomali yang menyebabkan gangguan berat pada fungsi pengunyahan atau
pernafasan
Selain itu keadaan-keadaan yang dianggap sebagai penyebab anomali
juga dicatat, yaitu :
a. Mesio-oklusi yang berat
b. Disto-oklusi yang berat
c. Celah bibir atau celah langit-langit
d. Lain-lain anomali termasuk gigitan terbuka, tumpang gigit dalam, gigi
sangat berjejal dan sebagainya. Jika ini ada maka sebaiknya dirinci secara
lengkap.
Definisi sederhana dari ciri-ciri maloklusi di bawah ini menjelaskan
macam-macam keadaan yang dapat mempengaruhi anomali dentofasial, tetapi
hanya manifestasi yang berat yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan
bentuk yang perlu dicatat sebagai anomali dentofasial.
h. Metode Penilaian menurut FDI
Untuk mengukur atau menilai ciri-ciri maloklusi, pada tahun 1959
sebuah komisi yang menangani klasifikasi dan statistik kondisi mulut dari FDI
(FDI Commission on Classification and Statistic for Oral Conditions =
COCSTOC) telah mengusulkan “Method of measuring Occlusal Traits” yang
telah diterima secara resmi oleh FDI pada Mexico City tahun 1972.
Pengukuran menurut metode ini terbatas pada penilaian tertentu in situ
dari gigi-gigi itu sendiri, hubungan antara gigi-gigi dalam satu rahang (intra-
arch), dan hubungan gigi-gigi dalam kedua rahang (inter-arch). Tidak ada
pilihan umum tentang jaringan lunak (misalnya profil jaringan lunak) sebab
penilaian semacam itu sangat subjektif.
Sistem pengukuran ini merupakan langkah pertama yang pasti ke arah
metode komprehensif untuk mendapatkan informasi kombinasi sifat-sifat atau
ciri-ciri yang mempengaruhi penampilan wajah seseorang. Jika data yang
peroleh cukup, diharapkan dapat menentukan “cut-off point” bagi sifat-sifat
individu yang bisa membedakan orang-orang yang membutuhkan perawatan
dan yang tidak.
9
2.3 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah kegiatan menganalisa suatu data yang fungsinya
untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh. Gambaran
umum ini bisa menjadi acuan untuk melihat karakteristik data yang sudah
diperoleh. Analisis deskriptif sering diabaikan penggunaannya dalam penelitian-
penelitian sosial, karena memang dalam beberapa fungsi analisis lainnya otomatis
tercantum analisis deskriptif. Penggunaan analisis deskriptif ini sangat dianjurkan
untuk digunakan sebelum melakukan analisis lainnya pada data anda. Hal ini
sangat penting karena dengan analisis deskriptif kita bisa mengkoreksi secara
cepat data yang sudah kita masukkan.
http://inparametric.com/bhinablog/statistics/analisis-deskriptif
2.4 Perawatan Orthodontik
2.4.1 Kebutuhan Akan Perawatan Orthodontik
Penilaian kebutuhan akan perawatan orthodontic memerlukan suatu
pengertian yaitu bahwa tanpa perawatan, maloklusi atau kelainan dento-facial
tersebut akan berakibat negative, dan keadaan negative tadi tidak akan terjadi
jika kondisi tersebut dirawat atau dinormalkan. Akibat negative tersebut ialah
menurunnya kesehatan jaringan periodontal, meningkatnya risiko terhadap
karies gigi, gangguan fungsi TMJ, ketidak-mampuan berbicara atau makan,
atau ketidaksesuain psikososial.
2.4.2 Tuntutan Terhadap Perawatan Orthodontik
Tuntutan terhadap perawatan orthodontic ditunjukkan oleh jumlah
pasien yang betul-betul menginginkan dan mencari pelayanan perawatan.
Kebutuhan akan perawatan lebih sukar diukur untuk diukur. Hal ini
berkenaan dengan jumlah orang-orang yang mempunyai masalah orthodontic
dan yang memanfaatkan pelayanan. Seperti kita ketahui bahwa tidak semua
orang dengan gigi yang maloklusi menginginkan perawatan meskipun mereka
memiliki gigi yang sangat menyimpang dari normal. Beberapa di antara
orang-orang tersebut tidak menyadari bahwa mereka mempunyai masalah
10
dengan giginya, sedangkan yang lain merasa bahwa mereka memerlukan
perawatan tetapi tidak berusaha dan tidak dapat memperoleh perawatan.
11
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Syarat-Syarat Indeks Maloklusi
Menurut Jamison dan McMillan (1960), indeks maloklusi hendaknya
memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
Sederhana, akurat, dapat dipercaya, dan dapat diulang.
Bersifat objektif dan menunjukkan data kuantitatif yang dapat di analisis
dengan metode statistik yang digunakan pada saat itu.
Direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat membedakan antara maloklusi
yang memerlukan perawatan dan yang tidak memerlukan.
Dapat digunakan untuk menilai maloklusi dengan cepat, meskipun oleh
petugas yang tidak diberi instruksi khusus mengenai diagnosis orthodonti.
Dapat dimodifikasi untuk koleksi data epidemiologi maloklusi yang berbeda
dengan prevalensi, insidensi dan keparahan maloklusi seperti frekuensi
malposisi gigi individual.
Dapat digunakan baik pada pasien maupun pada model gigi.
Dapat untuk mengukur derajat keparahan maloklusi tanpa mengelompokkan
atau mengklasifikasikan maloklusi.
Indeks Maloklusi Valid sepanjang waktu
Merupakan salah satu syarat indeks maloklusi yang ideal
Bisa dilakukan kapanpun itu waktunya
Jadi indeks yang digunakan dapat digunakan selama penetuan tingkat
keparahan maloklusi walaupun modifikasi data dengan hasil dari sebelum
perawatan sampai setelah perawatan, baik hasilnya tetap atau terjadi
penurunan atau peningkatan.
3.2 Macam-macam Indeks Maloklusi
3.2.1 “Occlusal Feature Index” (OFI)
Indeks ini ntelah dikembangkan oleh “national institute of dental
research” pada tahun 1957 dan telah diterapkan dan dievaluasi oleh paulton
dan Aaronson (1960) dalam penelitiannya. Ciri-ciri maloklusi yang dinilai
12
dengan metode ini ialah letak gigi berjejal, kelainan interdigitasi tonjol gigi
posterior, tumpang gigit, jarak gigit. Kriteria penilaian denngan member skor
sebagai berikut :
OFI (1) gigi berjejal depan bawah :
0 = susunan letak gigi rapi
1 = letak gigi berjejal sama dengan setengan lebar gigi insisivus satu kanan
bawah
2 = letak gigi berjejal sama dengan lebar gigi insisivus satu kanan bawah
3 = letak gigi berjejal lebih besar dari lebar gigi insisivus satu kanan
bawah
OFI (2) interdigitasi tonjol gigi dilihat pada region gigi premolar dan
molar sebelah kanan dari arah bukal dalam keadaan oklusi.
0 = hubungan tonjol lawan lekuk
1 = hubungan antara tonjol dan lekuk
2 = hubungan antara tonjol lawan tonjol
OFI (3) tumpang gigit, ukuran panjang bagian insisal gigi insisivus bawah
yang tertutup gigi insisivus atas pada keadaan oklusi
0 = sepertiga bagian insisal gigi insisiv bawah
1 = duapertiga bagian insisal gigi insisivus bawah
2 = sepertiga bagian gingival gigi insisivus bawah
OFI (4) jarak gigit, jarak dari tepi labio insisal gigi insisivus atas ke
permukaan labial gigi insisivus bawah pada keadaan oklusi.
0 = 0 – 1,5mm
1 = 1,5 – 3mm
2 = 3mm atau lebih
Skor total didapatkan dengan menjumlahkan skor keempat macam cirri
utama maloklusi tersebut diatas. Skor OFI setiap individu berkisar antara 0 – 9
(OFI (1)) = 3, OFI (2,3 dan 4)masing masing= 2)
13
Penilaian dapat dilakukan pada model gigi atau langsung dalam mulut.
Waktu yang diperlukan untuk menilai hanya kurang lebih 1-11/2 menit bagi setiap
individu.
Keuntungan metode ini adalah sederhana dan obyektif serta tidak
memerlukan peralatan diagnostic yang rumit seperti model gnalthostik. Dan alat
sefalometri. Selain itu apabila peneliti hanya memerlukan waktu penilaian yang
singkat.
Kerugiannya adalah dalam menilai interdigitasi tonjol hanya memeriksa
hubungan gigi posterior atas dan bawah sebelah kanan saja\, sebelah kiri tidak
dinilai. Selain itu penilaian gigi berjejal depan bawah memerlukan latihan terlebih
dahulu karena untuk menentukan besanya skor membutuhkan waktu untuk
mengukur lebar mesio distal gigi gigi anterior bawah dan mengukur panjang
lengkung gigi depan bawah.
Paulton adan aronson (1960) telah mengevaaluasi metode ini dan dari hasil
penelitiannya terbukti bahwa penilaian keparahan maloklusi oleh ahli ortodontio
secara subyektif dan penilaian oleh dokter ahli kesehatan masyarakat memakai
OFI hasilnya mendekati (hamper sama). Criteria penilaian maloklusi oleh ahli
ortodonti sebagai berikut, skornya sebagai berikut :
0 – 1 = maloklusi ringan sekali (slight) = tidak memerlukan perawatan
ortodoni
1 – 3 = maloklusi ringan (mild) = ada sedikit variasi dari oklusi ideal yang
tidak perlu dirawat.
4 – 5 = maloklusi sedang (moderate) = indikasi perawatan ortodonti
6 – 9 = maloklusi berat/parah (severe) = sangat memerlukan perawatan
ortodonti
Penilaian ini yang berdasarkan atas perlunya perawatan tidak dapat
diterapkan pada populasi yang lebih besar, tetapi meskipun demikian ternyata erat
hubungannya dengan skor OFI.
14
3.2.2 “Malalignment Index” (Mal I)
Index ini diajukan oleh Van Kirk dan Pennell pada tahun 1959. Cirri-
ciri maloklusi yang dinilai ialah letak gigi yang tidak teratur (Malalignment
teeth). Criteria penilaian dengan member skor sebagai berikut:
Skor 0 = Ideal alignment = letak gigi teratur dalam deretan normal
Skor 1 = Minor alignment = letak gigi tak teratur ringan
Ini ada 2 tipe yaitu: (1) rotasi <45°
(2) penyimpangan (displacement) <1.5 mm
Skor 2 = Major malalignment = letak gigi tak teratur berat
Ini ada 2 tipe yaitu: (1) rotasi ≥45°
(2) penyimpangan ≥1,5mm
Pada metode penilaian ini gigi geligi dibagi menjadi 6segmen yaitu:
segmen depan atas, kanan atas, depan bawah, kanan bawah dan kiri bawah. Skor
tiap segmen didapat dengan menjumlahkan skor tiap gigi dan skor Mal I tiap
individu didapat dengan menjumlahkan skor tiap segmen. Jadi untuk 32 gigi skor
Mal I berkisar antara 0-64. Tetapi dalam praktek hanya sedikit individu yang
skornya 0 dan diatas 18.
Alat ukur yang dipakai adalah penggaris plastic kecil dengan ukuran 1x4
inci, ujung penggaris miring 45°, dan diatas ujung yang lain diberi tanda garis
mendatar dan tegak pada jarak 1,5mm dari tepi penggaris.
Penilaian dapat dilakukan di model gigi atau langsung di mulut. Bagi
yang sudah terlatih, penilaian maloklusi dengan Mal I hanya memerlukan waktu 1
menit.
Metode ini sederhana, objektif dan praktis untuk program lapangan
sangat cocok. Indeks ini tidak hanya menilai kuantitas maloklusi tetapi juga dapat
untuk mengelompokkan tingkat keparahan maloklusi dalam masyarakat.
Metode ini berbeda dengan pemeriksaan klinik secara rutin yang
dilakukan oleh seorang ahliu Orthodontia tau dokter gigi umum lainnya. Metode
penilaian tersebut tidak memerlukan kursi gigi dan alat pemeriksaan gigi yang lain
15
seperti gigi yang lain seperti sonde, pinset dan lampu penerang. Cukup kaca
mulut, alat penggaris plastic kecil dan penerangan alam.
Van Kirk dan Pennell memilih penilaian maloklusi berdasarkan ketidak
teraturan letak gigi karena seringnya ciri maloklusi ini terjadi dan cirri ini erat
hubungannya dengan ciri-ciri maloklusi yang lain.
3.2.3 “Handicapping Labio-Lingual Deviation Index” (HLD Index)
HLD Index disusun oleh Draker pada tahun 1960, dengan maksud
untuk diajukan sebagai cara penilaian yang objektif bagi episemiologi
maloklusi.
Ciri-ciri maloklusi yang dinilai pada metode ini ialah meliputi 9
macam cirri maloklusi dimana 2 diantaranya merupakan ciri khas yang dapat
menentukan adanya cacat muka ( physical handicap). Macam cirri meloklusi
yang dinilai dan cara memberi skor sebagai berikut:
Macam ciri maloklusi Skor HLD
1. Celah langita (“cleft palate”) Skor 15 ..................
2. Penyimpangan traumatik yang berat Skor 15 ..................
3. Jarak gigit (dalam mm) ..................
4. Tumpang gigit (dalam mm) ..................
5. Protrusi mandibula x5 ..................
6. Gigitan terbuka x4 ..................
7. Erupsi ectopic, hanya gigi depan, tiiap gigi x3 ..................
8. Gigi berjejal anterior: Maksila...Mandibula...tiap
Rahang Skor 5 ..................
9. Penyimpangan Labio –lingual (dalam mm) ..................
Jumlah: ..................
Menurut Draker (1960), skor 13 atau lebih sudah termasuk phisical
handicap. Draker menyatakan bahwa metode ini sederhana, objektif dan
reproducible, penilaian maloklusi dapat dilakukan langsung pad subjek yang
diteliti atau model gigi tanpa menggunakan alat khusus, dan dipakai untuk
16
menentukan cut off point bagi program kesen yang telah ditentukan, sehingga
dapat disesuaikan dengan perubahan dana yang tersedia tanpa
mengesampingkan objektivitas peneliti.
Apabila indeks ini diterapkan dengan sempurna, secara epidemiologi
akan dapat memisahkan kelainan handicapping labio-lingual devistion dari
sampel yang diteliti. Dengan demikian akan memudahkan tim pelayanan
kesehatan gigi dalam melaksanakan programnya.
Menurut Draker handicapping malocclision adalah satu-satunya faktor
yang sangat menarik bagi kesehatan masyarakat. Definisi yang spesifik dan
tepat bagi handicapping melocclusion sukar ditentukan sebab ada sejumlah
kemungkinan variasi yang tidak terbatas dari maloklusi terutama variasi
individu tentang handicap.
Untuk menilai handicapping malocclusion dibutuhkan suatu alat
penilaian semacam indeks yang dapat menunjukkan ada atau tidaknya
handicap dan untuk mengukur keparahannya. Jadi bukan suatu pengetahuan
spesialisasi.
Persentase yang tinggi dari oarang-orang yang menderita maloklusi,
yang menurut ahli Orthodonti merupakan perawatan, ternyata kasusnya tidak
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat. Sebaliknya penilainan
maloklusi oleh ahli kesehatan masyarakat (petugas lapangan) tidak perlu
memuaskan bagi dokter gigi ahli Orthodonti atau dokter giigi yang bekerja di
klinik (petugas klinik).
Handicap ialah suatu keadaan yang dapat diamati. Jadi indeks untuk
menilai handicap semacam DLD index sebaiknya berdasarkan pada
pengguanaan oleh dokter gigi Kesehatan Masyarakat bukan oleh spesialis
Orthodonti.
3.2.4 “Handicapping Malocclusion Assesment Index” (HMA Index)
Penilaian maloklusi pada metode ini dengan mengunakan HMAR
(Handicapping Maloklusin Assesment record) yaitu suatu lembar isian yang
dirancang oleh salzman dan digunakan untuk melenkapi cara menentukan
17
prioritas perawatan ortodonti menurut keparahan maloklusi yang dapt dilihat
paa besarnya skor yang tercatat pada lembar isian tersebut.
Ciri-ciri maloklusi yang dicatat dan diskor sebagai berikut :
A. Kelainan gigi dalam satu rahang
1. Segmen Anterior
Untuk setiap gigi anterior rahang atas yang terlibat skornya 2, sedang
setiap gigi anterior rahang bawah skornya 1
a. Gigi absen : jumlah gigi yang dinilai absen ialah yang tidak
terdapat dalam rongga mulut. Jika tinggal akar juga termasik
absen
b. Gigi berjejal : ialah gigi yang brjejal karena kurang tempat
sehingga untuk mengatur perlu menggeser gigi lain dalam rahang
c. Gigi rotasi : gigi yang letaknya terputar tetapi cukup tempat untuk
mengaturnya dala lengkung rahang.
d. Gigi renggang :
1. Renggang terbuka yaitu celah yang terdapat di antar gigi
sehingga terlihat papl interdental yang tampak, bukan giginya
2. Renggang tertutup ialah penuupan uang sebagian sehingga
tidak memungkinkangigi untuk erupsi penuh tanpa menggeser
gigi lainnyadalam lengng rahag yang sama. Yang diskor
giginya.
2. Semen posterior
Utuk setiap gigi yang teribat diskor 1
a. Gigi absen : jumlah gigi yang dinilai absen ialah yang tidak
terdapat dalam rongga mulut. Jika tinggal akar juga termasik
absen
b. Gigi berjejal : ialah gigi yang brjejal karena kurang tempat
sehingga untuk mengatur perlu menggeser gigi lain dalam rahang
c. Gigi rotasi : gigi yang letaknya terputar tetapi cukup tempat untuk
mengaturnya dala lengkung rahang.
d. Gigi renggang :
18
1. Renggang terbuka yaitu celah interproksimal yang
menampakkan papillae disebelah mesial dan distal disebuah
gigi. Yang diskor giginya bukan celahnya.
2. Renggang tertutup ialah penuupan uang sebagian sehingga
tidak memungkinkangigi untuk erupsi penuh tanpa menggeser
gigi lainnya dalam lengkung rahang yang sama. Yang diskor
giginya.
B. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi
1. Segmen Anterior
Untuk setiap gigi rahang atas yang terlibat diberi skor 2
a. Jarak gigit : penilaian jarak gigit aialah bila gigi insisiv atas
labioversi sehingga gigi insisiv bawah pada waktu oklusi
mengenai mukosa palatum. Apabila gigi insisiv atas tidak
labioversi maka keadaan itu hanya diskor sebagai kelainan
tumpang gigit.
b. Tumpang gigit : penilaianan tumpang gigit ialah apabila pada
watu oklusi, gigi insisiv atas mengenai mukosa gingival insisiv
bawah, sedang gigi bawah tersebut mengenai mukosa palatum.
Jika gigi insisiv atas labioversi maka selain kelainan tumpang
gigit juga jarak gigit.
c. Gigitan silang : yaitu apabila gigi insisiv atas pada waktu oklusi
di sebelah lingual gigi insisiv bawah.
d. Gigitan terbuka : yaitu apabila pada waktu oklusi gigi depan atas
dan bawah tidak bertemu atau kontak. Gigitan terbuka dapat pula
disertai dengan adanya kelainan jarak gigitbila tepi insisal gigi
insisiv bawah pada waktu gigi posterior oklusi.
2. Segmen posterior
Untuk setiap gigi yang terlibat diskor 1
a. Kelaian anterio-posterior : yaitu kelainan klusi dimana pada
waktu oklusi, gigi kaninus, premolar pertama, dan premolar
kedua serta gigi molar pertama bawah berada disebelah distal
19
atau mesial gigi antagonisnya. Kelainan tersebut diskor bila
terdapat satu tonjolatau lebih dari gigi-gi molar, premolar dan
kaninus berokusi didaerah interproksimal lebih kemesial atau ke
distaldari posisi normal.
b. Gigitan silang : yaitu bila pada waktu oklusi terdapat gigi pada
segmen bukal yang posisinya lebih ke lingual atau bukal diluar
kontak oklusi terhadap gigi antagonisnya.
c. Gigitan terbuka : yaitu bila pada waktu oklusi terdapat celah
antara gigi posterior atas dan bawah. Hubungan tonjol lawan
tonjol tidak termasuk gigitan terbuka.
Setiap ciri maloklusi yang berupa kelainan dentofasial diberi skor 8.
Ciri-ciri tersebut adalah :
1. Celah bibir dan celah mulut
2. Bibir bawah terletak dipalatal insisiv atas
3. Gangguan oklusal
4. Ganguan fungsi rahang
5. Asimetri muka atau wajah
6. Gangguan bicara
Kelebihan HMA :
Kelebihan dari HMA ialah mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi dan
peka terhadap semua tingkatan malolusi. Untuk penilaian maloklusi tidak
memerlukan alat khusus. Kalau dibandingankan dengan indeks yang lain
penilaian subyektif tidak begitu kritis kerana hanya mencatat perbedaan “full
cusp”. Kalau ada eror tidak serius sebab system penilaianya hanya dibagian
anterior dan lebih ke arah penilaian estetik. Keuntungan lain ialah adanya
penilaian renggang dan absen gigi posterior yang dicatat, sedang pada lain-lain
metode hal tersebut diabaikan. Keuntungan yang terbesar ialah bahwa sekali
metode tersebut dipelajari dengan baik, tidak diperlukan catatan lain dan skor
keparahan maloklusi dapat dikalkulasi dengan cepat. Jadi cara penilaian maloklusi
20
dengan HMAR lebh menyerupai penilaian status kesehatan gigi dengan indek
DMF.
Kekurangan HMA:
Kerugian metode ini ialah memerlukan latihan untuk memberi pelajaran
kepada para petugas pelayanan kesehatan gigi agar memahami bagaimana
mengunakan HMAR tersebut. Tetapi sekali mereka mempelajari dan memahami,
kemunkinan membuat kesalahan tidak sebanyak metode-metode yang lain dan
setiap orang yang mempelajari cara ini menjadi berpegalaman dalam melihat
oklusi (Gray dan Arto Demirgian, 1977).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan HMAR untuk menilai
maloklusi pada gigi geligi bercampur ialah:
a. Penilaian absen gigi molar kedua susu, bila tidak ada penyempitan ruang
sebaiknya tidak diberi skor.
b. Renggang antara gigi insisiv lateral dan gigi kaninus atau yang disertai
renggang antara gigi kaninus dan premolar tidak dinilai sebagai renggang
terbuka anterior.
c. Penilaian overbite termasuk bila seluruh mahkota gigi insisiv bawah
tertutup oleh gigi insisiv atas pada keadaan oklusi.
d. Bila posisi gigi premolar dan kaninus normal, tetapi belum erupsi penuh,
sebaiknya tidak dinilai sebagai gigitan terbuka posterior.
3.2.5 “Treatment Priority Index” (TPI)
Indeks ini diperkenalkan oleh Grainger pada tahum 1967
penyusunannya didasarkan atas konsep bahwa maloklusi itu tidakmerupakan
keadaan yang sederhana tetapi lebih merupakan suatu seri kelainan yang
berbeda walaupun satu sama lain saling berhubungan.
Indeks tersebut didapat dari penilaian 10 ciri-ciri maloklusi yang
saling berhubungan dan 1 ciri maloklusi yang merupakan kelainan dentofasial
yang berat. Macam ciri-ciri maloklusi yang dinilai meliputi: (1) jarak gigit, (2)
gigitan terbalik, (3) tumpang gigit, (4) gigitan terbuka anterior, (5) gigi
insisivus agenesis, (6) disto-oklusi, (7) mesio-oklusi, (8) gigitan silang
21
posterior dengan segmen gigi atas bukoversi, (9) gigitan silang posterior
dengan segmen gigi atas palatoversi, (10) malposisi gigi individual, dan (11)
celah langit-langit, kondisi traumatic dan lain-lain anomali dentofasial yang
berat.
Penelitian maloklusi dengan car ini ternyata tidak menilai cirri-ciri
maloklusi tertentu seperti renggang, diastema sentral, dan asimetri garis
tengah (midline asimetry). Hal ini karena grainger berpendapat bahwa cirri-
ciri maloklusi tersebut dipandang dari segi kesehatan masyarakat tidak
penting. Demikian pula kebiasaan-kebiasaan mulut (oral habbit) dan
morphologi jaringan lunak dianggap tidak merupakan factor penyebab
intrinsic terjadinya maloklusi.
Cara menilai dan member skor cirri-ciri maloklusi dengan TPI sebagai
berikut:
a. Hubungan jarak gigi insisivus atas bawah dalam arah horizontal
1) Jarak gigit. Cara mengukur sebagai berikut: ukur jarak dari tepi
labio-insisal gigi insisivus sentral atas ke permukaan labial gigi
insisivus sentral bawah dalam mm. dengan penggaris yang
diletakan ditengah-tengah kedua insisivus sentral atas. Jika kedua
gigi tersebut posisinya tidak sama, jaraknya diambil rata-rata.
2) Underjet (mandibular overjet= gigitan terbalik atau gigitan silang
anterior). Cara menilai seperti overjet.
b. Hubungan gigi insisivus atas dan bawah dalam arah vertical
1) Tumpang gigit.
2) Gigitan terbuka
Yang ternasuk kelainanhubungan gigi insisivus atas dan bawah
ialah palatal bite, tumpang gigit dalam yang ebrupa penutupan gigi
insisivus atas terhadap gigi insisivus bawah sampai tepi gingiva, gigitan
silang anterior dan gigitan terbuka.
Setiap kelainan overbite ini diberikan skor sesuai keparahannya
22
c. Gigi insisivus permanen agenesis
Ini tidak dapat ditentukan tanpa adanya pengambilan foto rontgen.
Tetapi pada cara penilaian ini, jika pada umur 12 tahun gigi tersebut tidak
ada maka jumlah gigi yang tidak ada tersebut dicatat.
d. Hubungan antero-posterior gigi-gigi segmen bukal
1) Disto-oklusi
2) Mesio-oklusi
Kedua hal tersebut dinilai dengan melihat hubungan gigi
molar pertama permanen ats bawah, dan apabila masih ada gigi
molar susu kedua juga dicatat hubungannya.
Hubungan antero-posterior segmen bukal gigi-gigi
permanen dan gigi geligi bercampur.
Untuk setiap sisi diperiksa derajat penyimpangannya
terhadap neutroklusi. Untuk disto-oklusi diberi skor 2sedangkan
untuk mesio-oklusi diberi skor 2 juga. Tetapi bila hubungannya
tonjol lawan tonjol skor kanya 1. Skor tiap sisi dijumlahkan.
Apabila satu sisi diskor mesio-oklusi dan sisi lain disto-oklusi
maka skor dicatat terpisah.
e. Gigitan silang posterior (posterior crossbite)
Gigi-gigi yang posisinya di luar hubungan normal dicatat
kemudian dijumlah
1) Gigitan silang posterior yang disebabkan oleh gigi atas bukoversi
2) Gigitan silang posterior yang disebabkan oleh gigi atas palatoversi
f. Penyimpangan letak gigi
Jumlah gigi yang letaknya menyimpang diskor dengan
mengguankan metode van kirk dan Pennell. Gigi-gigi yang malposisi
(letaknya menyimpang) ringan atau rotasi ringan diskor 1, sedang gigi
yang malposisi berat atau rotasi berat diskor 2. Selanjutnya skor gigi
dijumlahkan untuk mendapat skor total.
23
3.2.6 “Occlusal Index” (OI)
Indeks ini telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh
WHO, 3 persyaratan utama indeks maloklusi adalah dapat dipercaya (reliable),
sahih(valid) dan sahih sepanjang waktu (valid during time). Indeks ini
didapatkan dengan cara penilaian yang dilakukan dengan
mempertimbangkanatau memperhatikan perkembangan normal dari
maloklusi. Dapat digunakan pada masa gigi susu, gigi bercampur dan gigi
permanent. Selain itu OI mempunyai korelasi yang tinggi dengan standar
klinik. Tetapi karena rumitnya penilaian sehingga kurang praktis.
Cara memberi skor 9 pada cirri khas maloklusi untuk menentukan OI
sebagai cara berikut:
1. Umur gigi (dental age)
Dengan mengklasifikasikan oklusi berdasarkan tingkat perkembangan oklusi,
perbedaan umur kronologis, jenis kelamin dan urutan erupsi gigi dapat
diatasi.
a) Umur gigi 0 mulai pada waktu lahir dan berakhir dengan erupsinya
(mahkota klinis terlihat sebagian) gigi sulung. Jadi umur gigi ini
ditandai dengan erupsinya gigi sulung.
b) Umur gigi I ditandai dengan pekembangan gigi geligi sulung.
c) Umur gigi II ditandai dengan lengkapnya gigi sulung.
d) ditandai dengan tahap pertama dari gigi geligi bercampur, yang lebih
tepat disebut periode gigi geligi bercampur tahap awal (early mixed
dentition)
e) Umur gigi IV ditandai dengan periode tidur atau periode istirahat
(dormant period) yaitu saat tidak ada gigi permanent satupun yang
erupsi, disebut peride gigi geligi bercampur tahap pertengahan.
f) Umur gigi V ditandai dengan tahap terakhir dari gigi geligi bercampur
tahap akhir (late mixed dentition).
g) Umur gigi VI mulai, bila semua gigi kaninus permanent dan gigi
premolar dalam keadaan oklusi. Umur gigi ini ditandai dengan
lengkapnya gigi geligi permanent.
24
Sesuai dengan syarat sebuah indeks malklusi bahwa harus sahih
sepanjang waktu, maka indeks ini ternyata memperhatikan tahap-tahap
perkembangan gigi.
a. Umur gigi I dan II : tahap gigi geligi sulung
b. Umur gigi III, IV dan V : tahap gigi geligi bercampur
c. Umur gigi VI : tahap gigi geligi permanen
2. Hubungan molar atau relasi molar (molar relation)
Pemberian skor hubungan molar sebagai berikut :
a) Menentukan cut off point
b) Tidak ada klasifikasi ke dalam kelas menurut kelas I. II dan III menurut
Angle.
c) Relasi gigi molar sulung kedua (E) dan gigi molar permanen pertama (6)
pada kedua sisi rahang diperhatikan.
A. Gigi sulung
a. Mesial : tonjol mesio-bukal gigi E atas beroklusi dengan tonjol
disto bukal gigi E bawah
b. Distal: tonjol mesio bukal gigi E atas beroklusi dengan tonjol
mesio bukal gigi 6 bawah.
B. Gigi permanen
a. Mesial : tonjol mesio bukal gigi 6 atas beroklusi dengan tonjol
disto bukal gigi 6 bawah
b. Distal : tonjol mesio bukal gigi 6 atas beroklusi dengan tonjol
mesio bukal gigi 6 bawah
3. Tumpang gigit : tumpang gigit di skor sebagai jarak vertical dari tepi insisal
gigi insisivus sentral atas ke tepi insisal gigi insisivus sentral bawah bila
rahang dalam oklusi sentrik.
4. Jarak gigit : jarak gigit di skor sebagai jarak horizontal dari permukaan labial
gigi insisivus atas ke permukaan labial gigi insisivus sentral bawah dalam
millimeter.
5. Gigitan silang posterior
a. Dental cross bite (gigitan posterior tipe dental)
25
b. Functional cross bite (gigitan silang posterior tipe muscular)
c. skeletal cross bite atau osseous cross bite ( gigitan sialng tipe skeletal)
6. Gigitan terbuka posterior (posterior open bite) adalah tidak adanya kontak
occlusal anatara gigi posterior atas dan bawah pada oklusi sentrik.
7. Penyimpangan letak.
a. gigi geligi sulung dan permanen meliputi dua macam derajat
penyimpangan yaitu : penyimpanag sebesar 1,5-2,0 mm atau rotasi sebesar
35-45 derajat diskor 1 dan penyimpangan sebesar lebih dari 2mm atau
rotasi lebih dari 45 derajat diskor 2.
b. gigi geligi bercampur
penyimpangan letak gigi yang tidak disertai dengan kekurangan
tempat/ruang.
penyimpangan letak gigi disertai kekurangan tempat.
8. Hubungan garis tengah (midline relation)
Diastema : celah yang terdapat diantara kedua gigi insisivus sentral sulung
maupun permanen dalam keadaan oklusi.
9. Gigi permanen yang absen (missing permanen teeth)
Yang diberi skor hanya gigi insisivus atas yang absen dan tidak diganti
dengan gigi palsu.
Divisi I dan II (hubungan molar atau distal)
Syndrome A jarak gigit dan gigitan terbuka
Syndrome B Hubungan molar distal, tumpang gigit, gigitan silang
posterior, diastema sentral dan penyimpangan garis tengah
Syndrome C Gigi insisivus absen
Syndrome D Penyimpangan letak gigi berat hingga ringan
Syndrome E Gigitan terbuka posterior
Divisi III (hubungan molar mesial)
Syndrome E Hubungan molar mesial, tumpang gigit, gigitan silang
posterior, diastema sentral dan penyimpangan garis tengah
26
3.2.7 “Metode Survei Dasar dari WHO”
Karena banyak kesukaran-kesukaran yang dihadapi dalam menentukan
kelainan handicap, dan karena tidak adanya standar untuk menilai anomali
dentofasial yang bisa diterima, maka pada tahun 1971 WHO revision
Committee memberikan rekomendasi, bahwa untuk survey dasar hanya
anomali dentofasial yang berat yang dikembangkan, yaitu :
a. Anomali yang menyebabkan cacat muka (facial disfigurement)
b. Anomali yang menyebabkan gangguan berat pada fungsi pengunyahan
atau pernafasan
Selain itu keadaan-keadaan yang dianggap sebagai penyebab anomali
juga dicatat, yaitu :
a. Mesio-oklusi yang berat
b. Disto-oklusi yang berat
c. Celah bibir atau celah langit-langit
d. Lain-lain anomali termasuk gigitan terbuka, tumpang gigit dalam, gigi
sangat berjejal dan sebagainya. Jika ini ada maka sebaiknya dirinci secara
lengkap.
Definisi sederhana dari ciri-ciri maloklusi di bawah ini menjelaskan
macam-macam keadaan yang dapat mempengaruhi anomali dentofasial, tetapi
hanya manifestasi yang berat yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan
bentuk yang perlu dicatat sebagai anomali dentofasial.
Mesio-oklusi ialah bila gigi molar permanen pertama bawah dan gigi
kaninus permanen bawah beroklusi lebih kemesial daripada kedudukannya
dalam neutron-oklusi. Hal ini bisa unilateral atau bilateral.
Disto-oklusi ialah bila gigi molar permanen pertama bawah dan gigi
kaninus permanen bawah berada lebih ke distal dari posisinya dalam neutron-
oklusi. Ini juga bisa unilateral atau bilateral.
Penilaian pada gigi geligi susu dilakukan dengan mengamati
kedudukan gigi kaninus sulung dan gigi molar sulung kedua.
Cara melaporkan data sebagai berikut : persentase orang-orang dengan
anomali dentofasial dilaporkan menurut kelompok umur yaitu kelompok umur
27
2-12 tahun dan kelompok umur 15-19 tahun. Distribusi menurut besarnya
penyebab yang mempengaruhi juga harus dilaporkan untuk kelompok umur
yang sama.
3.2.8 “Metode Penilaian menurut FDI”
Untuk mengukur atau menilai cirri-ciri maloklusi, pada tahun 1959
sebuah komisi yang menangani klasifkasi dan statistic kondisi mulut dari FDI
(FDI Commission on Classification and Statistic for Oral Conditions =
COCSTOC) telah mengusulkan “Method of measuring Occlusal Traits” yang
telah diterima secara resmi oleh FDI pada Mexico City tahun 1972.
Pengukuran menurut metode ini terbatas pada penilaian tertentu in situ dari
gigi-gigi itu sendiri, hubungan antara gigi-gigi dalam satu rahang (intra-arch),
dan hubungan gigi-gigi dalam kedua rahang (inter-arch). Tidak ada penilaian
umum tentang jaringan lunak (misalnya profil jaringan lunak) sebab penilaian
semacam itu sangat subjektif.
System pengukuran ini merupakan langkah peryama yang pasti ke arah
metode komprehensif untuk mendapatkan informasi kombinasi sifat-sifat atau
ciri-ciri yang mempengaruhi penampilan wajah seseorang. Jika data yang
diperoleh cukup, diharapkan dapat menentukan “cut-off point” bagi sifat-sifat
individu yang bias membedakan orang-orang yang membutuhkan perawatan
dan yang tidak.
3.3 Hubungan Analisis Deskriptif dengan Indeks Maloklusi
Penelitian analisis deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang realitas pada objek yang diteliti secara objektif.
Tujuan analisis deskriptif untuk memberikan gambaran umum tentang data yang
diperoleh. Gambaran umum ini bisa menjadi acuan untuk melihat karateristik data
yang telah diperoleh. Biasanya analisis deskriptif diawali sebelum melakukan
analisis lainnya pada sebuah data. Analisis deskriptif dapat mengoreksi data yang
telah kita entri secara cepat.
28
Indeks maloklusi merupakan suatu bilangan atau angka yang digunakan
sebagai indicator untuk menerangkan suatu keadaan tertentu atau rasio
proporsional yang disimpulkan secara terus menerusdari sebuah pengamatan.
Jadi, analisis deskriptif dilakukan sebelum menentukan indeks maloklusi.
Karena analisis deskriptif memberikan gambaran umum serta karateristik data
yang diperoleh, hal ini penting untuk menentukan indeks maloklusi apa yang akan
kita gunakan untuk penelitian.
29
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Indeks maloklusi merupakan suatu bilangan atau angka yang digunakan
sebagai indicator untuk menerangkan suatu keadaan tertentu atau rasio
proporsional yang disimpulkan secara terus menerusdari sebuah pengamatan
2. Indeks maloklusi hendaknya memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya :
Sederhana, akurat, dapat dipercaya, dan dapat diulang
Bersifat objektif dan menunjukkan data kuantitatif
Dapat digunakan untuk menilai maloklusi dengan cepat
Dapat dimodifikasi
Dapat digunakan baik pada pasien maupun pada model gigi
Dapat untuk mengukur derajat keparahan maloklusi
Valid sepanjang waktu
3. Macam-macam indeks maloklusi, diantaranya :
a) Occlusal Feature Index (OFI)
b) Malalignment Index (Mal I)
c) Handicapping Labio-Lingual Deviation Index (HLD Index)
d) Handicapping Malocclusion Assesment Index (HMA Index)
e) Treatment Priority Index (TPI)
f) Occlusal Index (OI)
g) Metode Survei Dasar dari WHO
h) Metode Penilaian menurut FDI
4. Penelitian analisis deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang realitas pada objek yang diteliti secara
objektif.
5. Tujuan analisis deskriptif untuk memberikan gambaran umum tentang data
yang diperoleh.
30
DAFTAR PUSTAKA
Dewanto, H. 1993. Aspek-aspek Epidemiologi. Gajah Mada University Press.
http://inparametric.com/bhinablog/statistics/analisis-deskriptif
http: //www.damandiri.or.id
http://[email protected]
31