laprak pati
DESCRIPTION
PatiTRANSCRIPT
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Salah satu jenis karbohidrat adalah pati. Pati adalah homopolimer glukosa
yang dihubungkan oleh ikatan α-glikosidik (Winarno,1992). Pati tersusun atas
jenis molekul polisakarida, yang satu linear (amilosa) dan yang lain bercabang
(amilopektin). Pati alami, kedua molekul ini disatukan berdekatan dalam
granula pati mikroskopik. Granula biasanya mengandung amilosa sekitar 15-30%
dari keseluruhan granula tersebut (Fennema,1976). Pati terdiri dari dua fraksi
yang dapatdipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarutnya merupakan amilosa,
sedangkan fraksi tidak terlarutnya merupakan amilopektin. Daya cerna pati
dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni (soluble starch). Pati murni
diasumsikan dapat dicerna dengan sempurna dalam saluran pencernaan.
Pati memiliki karakteristik tertentu berdasarkan bentuk, ukuran, distribusi
ukuran, komposisi, dan kekristalan granulanya (Belitz dan Grosch,1999). Bentuk
aslinya secara alami, pati merupakan butiran-butiran kecil yang disebut granula.
Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu
dapat digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula, karakteristik lain
adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya
(Hodge dan Osman, 1976).
Pati memegang peranan penting dalam pengolahan pangan terutama
karena mensuplai kebutuhan energi manusia di dunia dengan porsi yang tinggi.
Lebih dari 80 persen tanaman pangan terdiri dari biji-bijian atau umbiumbian dan
tanaman sumber pati lainnya (Greenwood dan Munro, 1979). Pati tidak larut pada
air dingin dan akan membentuk massa pasta yang padat dan keras apabila
dicampur dengan air dingin, oleh karena itulah pati sangat sulit dijadikan massa
adonan yang nantinya mengalami pencetakan.
Praktikum kali ini mengenai penentuan kadar pati. Sampel yang digunakan
terdiri dari tepung terigu, tepung maizena, tepung pisang, tepung beras, dan
tepung hunkweee. Metode yang digunakan dalan praktikum ini yaitu Luff
Schoorl. Pertama-tama sampel yang telah halus ditimbang sebanyak 1 gram dan
ditambahkan 30 ml akuades untuk melarutkan sampel dan diamkan selama 1 jam
sambil diaduk. Sampel dilarutkan dengan akuades untuk mengetahui bagian yang
larut dan tidak. Bagian yang tidak larut merupakan kandungan patinya, sedangkan
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
bagian yang tidak larut bukan merupakan pati. Pengadukan dilakukan untuk
membantu pemisahan bagian yang larut dan tidak.
Biasanya ketika pelarutan sampel dengan akuades, ditambahkan pelarut-
pelarut yang dapat menghilangkan komponen selain pati pada sampel yang
mengandung lemak, protein, dan lain-lain. Hal ini ditujukan agar didapatkan
kadar pati yang lebih akurat dan sesuai dengan literatur yang ada. Praktikum kali
ini tidak menambahkan pelarut lain selain akuades.
Langkah selanjutnya sampel disaring dan endapan dicuci ke dengan 250
ml akuades sehingga hasil flitrat yang tertampung sebanyak 500 ml. Hal ini juga
untuk mendapatkan karbohidrat yang benar-benar tidak larut, setelah itu endapan
tersebut ditambahkan dengan 100 ml HCl 25 % yang berfungsi untuk
menghidrolisa pati. Hidrolisis pati terjadi antara suatu reaktan pati dengan reaktan
air. Reaksi ini adalah orde satu karena reaktan air yang dibuat berlebih sehingga
perubahan reaktan dapat diabaikan. Reaksi hidrolisis pati dapat menggunakan
katalisator ion H+ yang dapat diambil dari asam. Reaksi yang terjadi pada
hidrolisis pati adalah sebagai berikut:
x (C6H10O5) + x H2O → x C6H12O6
Selanjutnya sampel direfluks selama 2,5 jam untuk mempercepat reaksi
dengan cara pemanasan, setelah direfluks sampel didinginkan dan dinetralkan.
Sampel bersifat asam karena larutan HCl 25 % yang ditambahkan sebelumnya,
oleh sebab itu perlu dinetralkan kembali dengan penambahan NaOH dengan
penambahan indikator PP 1% sebanyak 2 tetes. Indikator phenol phtalein dibuat
dengan cara kondensasi anhidrida ftalein (asam ftalat) dengan fenol. Trayek pH
8,2 – 10,0 dengan warna asam yang tidak berwarna dan berwarna merah muda
dalam larutan basa. PP tidak dapat digunakan untuk reaksi asam kuat oleh basa
kuat, karena pada titik ekivalen tidak tepat memotong pada bagian curam dari
kurva titrasi, hal ini disebabakan karena titrasi ini saling menetralkan sehingga
akan berhenti pada pH 7, sedangkan warna berubah pada pH 8. Sampel yang telah
menjadi netral dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan akuades
hingga tanda batas. Penambahan akuades berfungsi sebagai pengenceran,
selanjutnya disaring untuk mendapatkan filtratnya.
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
Penentuan kadar pati ini menggunakan metode oksidasi kupri, di mana
cara yang dipakai adalah cara Luff Schoorl. Cara Luff Schoorl ini yang ditentukan
bukannya kuprooksida yang mengendap tetapi untuk menentukan kuprioksida
dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula pereduksi (titrasi blanko) dan
sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Prinsipnya
reaksi yang terjadi adalah mula-mula kuprooksida yang ada dalam reagen iod dari
garam. Penentuannya dilakukan dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat, jadi
titrasi (blanko – titrasi sampel) ekuivalen kuproksida yang terbentuk ekuivalen
jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan.
Penentuan kadar pati dilakukan dengan metode Luff Schoorl. Sampel
dipipet sebanyak 25 ml dan ditambakan larutan Luff Schoorl sebanyak 25 ml serta
ditambahkan batu didih. Batu didih pada praktikum ini tidak ditambahkan. Batu
didih berfungsi batu didih juga untuk mencegah terjadinya letupan (bumping)
pada saat refluks. Batu didih ini tidak digunakan karena alat refluks yang
digunakan modern menggunakan bantuan energi listrik. Refluks selama 15 menit.
Refluks digunakan untuk pemanasan senyawa-senyawa yang mudah
menguap atau volatil. Kondensor yang digunakan adalah pendingin bola, bukan
pendingin Liebig, tujuannya untuk menghalangi uap pelarut tetap ada. Kondensor
Liebig dapat menyebabkan senyawa yang akan disintesis tidak ada hasilnya
karena kesemuanya sudah menguap.
Sampel yang sudah di refluks dibiarkan terlebih dahulu selama 5 menit.
Hal ini berfungsi untuk menunggu cairan yang masih menetes, setelah itu labu
tersebut didinginkan dengan melalukannya pada air yang mengalir. KI 30 % dan
25 ml asam sulfat 6 N ditambahkan. Penambahan larutan-larutan ini akan
menimbulkan reaksi antara kuprioksida menjadi CuSO4 dengan H2SO4, dan
CuSO4 tersebut bereaksi dengan KI. Larutan KI berfungsi untuk membentuk
larutan berwarna kuning kecoklatan yang menunjukkan adanya campuran CuI2,
Cu2I2, dan I2. Sampel yang sudah ditambahkan KI dan asam sulfat dititrasi dengan
larutan Na-tiosulfat 0,1 N yang telah distandarisasi sampai terbentuk warna
kuning jerami. Reaksi tersebut ditandai dengan timbulnya buih dan warna larutan
menjadi coklat.
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
Titrasi harus dilakukan secepat mungkin untuk mencegah menguapnya
larutan KI, setelah itu tambahkan amilum 1% sebanyak 2 ml lalu dilanjutkan
dengan titrasi Na- tiosulfat 0,1 N hingga warnanya berubah menjadi putih susu.
Penambahan amilum harus dilakukan hingga titik akhir titrasi, sedangkan titrasi
oleh Na- tiosulfat harus dilakukan langsung setelah penambahan amilum 1%.
Penambahan indikator amilum dilakukan setelah campuran mendekati titik akhir,
hal ini dilakukan karena apabila dilakukan pada awal titrasi maka amilum dapat
membungkus iod dan mengakibatkan warna titik akhir menjadi tidak terlihat
tajam.
Pengukuran pati didasarkan pada reaksi antara karbohidrat (pati) dengan
larutan cupper. Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff
menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga
dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Prinsip
metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2
yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Proses iodometri adalah proses
titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator
kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam
penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi
dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator
(Winarno, 1992).
I2 bebas ini selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3
sehinga I2 akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air, oleh
karena itu jika dalam suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka
penambahan amilum sebelum titik ekivalen. Titrasi itu dihentikan bila telah terjadi
perubahan warna dari kuning jerami menjadi putih susu. Reaksinya yaitu sebagai
berikut.
R – COH + CuO →CuO2 + R – COOH
H2SO4 + CuO → CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2KI → CuI2 + K2SO4
2CuI2 → Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3 → Na2S4O6 + NaI
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
Volume yang digunakan untuk mentitrasi didapatkan. Volume tersebut
dapat digunakan sebagai penentu kadar gula total. Perhitungan kadar gula
pereduksi yaitu:
a = (V blanko−V sampel ) x N
0,1 N
b = Nilai a dari tabel
% gula = b x FP
W (g ) x 1000 x 100
Nilai 0,1 N pada rumus a didapat dari konsentrasi Na-tiosulfat pada tabel.
FP merupakan faktor pengenceran, yaitu sebesar 100. Nilai b yaitu nilai a pada
tabel, jika tidak ditemukan nilai a secara tepat, maka dilakukan interpolasi.
Interpolasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui nilai dari
sesuatu yang berada didalam sebuah interval (diantara dua buah titik yang
segaris).
Gambar 1. Contoh Interpolasi(Chapra dan Canale, 1985)
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
Gambar 2. Tabel Penetapan Gula Menurut Luff Schoorl(Dokumentasi Pribadi, 2015)
Pengujian terhadap pati bertujuan untuk mengetahui berapa kadar pati
dalam suatu bahan pangan. Jumlah pati dalam bahan pangan dapat digunakan
untuk mengetahui bagaimana cara pengolahan yang tepat dan bagaimana asupan
diet sehari-hari bagi tubuh. Volume blanko sebesar 24,9 ml. Blanko yaitu
melakukan prosedur penentuan kadar tanpa sampel. Larutan blanko biasanya
digunakan untuk acuan dalam analisis. Hasil pengamatan dalam penentuan kadar
pati dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Penentuan Kadar Pati
Kel Sampel Berat sampel
Volume titrasi % Pati Literatur
1 A Tepung pisang 1,0171 g 21,7 ml 63,8875 % 64 - 67%2 A Tepung terigu 1,0032 g 22 ml 68,65% 65 - 70%3 A Tepung maizena 1,0090 g 21,7 ml 64,395% 54,4 – 71,7%4 A Tepung beras 1,0131 g 22,1 ml 56,17 % 72%5 A Tepung hunkweee 1,030 g 21,5 ml 63,9684 % 66%6 A Tepung pisang 1,0363 g 21,4 ml 71,432% 64 - 67%
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
7 A Tepung terigu 1,0012 g 22,2 ml 54,75% 65 - 70%8 A Tepung maizena 1,0051 g 21,2 ml 75,17% 54,4 – 71,7%9 A Tepung beras 1,0206 g 21,3 ml 71,96% 72%10 A Tepung hunkweee 1,0126 g 20,9 ml 80,88% 66%
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)
Berikut contoh perhitungan kadar pati pada tepung hunkweee.
a = (V blanko−V sampel ) x N
0,1 N
= (24,9−20,9 ) x 0,094
0,1 N = 3,76
b = Nilai a dari tabel
4−3,763,76−3 = 9,7−x
x−7,3
0,24x – 1,728 = 7,372 – 0,76x
x = 9,1
% pati = b x FP
W (g ) x 1000 x 100 %
= 9,1 x 100
1,0126 x 1000 x 100% x 0,9 = 80,88 %
4.1 Tepung Terigu
Tepung terigu (wheat flour) dibuat dari bagian dalam gandum disebut
wheat endosperm) setelah membuang bagian luarnya yang keras dan banyak
mengandung serat (disebut wheat bran) dan bagian paling kecil dari inti biji
gandum yang mengandung banyak vitamin dan mineral (disebut wheat germ).
Tepung terigu pada dasarnya merupakan sumber karbohidrat (KH), yang
kendungan patinya tinggi serta protein berbentuk luten sama dengan tepung
gandum.
Tepung terigu mengandung banyak zat pati yaitu karbohidrat kompleks
yang tidak larut dalam air. Pati tersebut berasal dari endosperma yang merupakan
bagian yang terbesar dari biji gandum (80-83%) yang banyak mengandung pati.
Proses penggilingan, bagian inilah yang akan diambil sebanyak-banyaknya untuk
diubah menjadi tepung terigu dengan tingkat kehalusan tertentu.
Berdasarkan percobaan, kadar pati tepung terigu sebesar 68,65% dan
54,75% jika dirata-ratakan yaitu sebesar 61,7%. Berdasarkan literatur, kadar pati
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
tepung terigu sebesar 65-70% (Koswara, 2009). Kadar pati yang didapatkan saat
praktikum mendekati dengan literatur. Perbedaan yang terjadi mungkin
disebabkan berbagai faktor diantaranya, masih adanya komponen gizi lain selain
pati pada sampel tersebut. Faktor lainnya, mungkin dipengaruhi oleh volume
sampel yang bervariasi. Volume sampel pada setiap sampel yang digunakan ini
bergantung pada titrasi yang dilakukan serta warna akhir yang dihasilkan.
4.2 Tepung Maizena
Tepung maizena merupakan sumber karbohidrat yang digunakan untuk
bahan pembuat roti, kue kering, biskuit, makanan bayi, dan lain-lain. tepung
jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea
mays) yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung
merupakan suatu proses memisahkan kulit, endosperm, lembaga dan tip cap.
Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan
memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang
tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari endosperm karena dapat membuat
tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang
paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemakyang
terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung tengik.
Biasanya kadar pati dalam tepung maizena adalah sebesar 54,4% - 71,7%
(Singh, et al., 2008). Pati jagung tersusun atas 25% amilosa dan 75% amilopektin.
Kadar yang terhitung pada analisis pati pada tepung maizena sebesar 64,395% dan
75,17% jika dirata-ratakan yaitu sebesar 69,7825%. Hasil ini sudah sesuai dengan
kadar pati pada literatur. Amilosa mendorong proses mekar sehingga produk yang
berasal dari pati-patian beramilopektin tinggi bersifat porous, ringan, gating, dan
mudah patah.
4.3 Tepung Beras
Tepung beras dapat digunakan dalam pembuatan kue-kue tradisional.
Tepung beras ini diklasifikasikan menjadi 3, yaitu tepung beras beramilosa rendah
(9-20%), beras beramilosa sedang (20-25%), dan beras beramilosa tinggi (25-
33%) (Winarno,1992). Beras beramilosa rendah (9-20%) cocok untuk pembuatan
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
makanan bayi, makanan sarapan, dan makanan selingan, karena sifat gelnya yang
lunak. Pembuatan roti dari tepung beras atau campuran tepung beras dan terigu
(30:70) menggunakan beras dengan kadar amilosa rendah, suhu gelatinisasi
rendah, dan viskositas gel yang rendah akan menghasilkan roti yang baik. Beras
yang mengandung kadar amilosa sedang sampai tinggi (20-27%) dapat digunakan
sebagai bahan baku pembuatan beras pratanak dalam kaleng dan sup nasi dalam
kaleng. Beras beramilosa tinggi dapat digunakan sebagai bahan bakupembuatan
bihun. Beras jenis ini mempunyai stabilitas dan daya tahan untuk tetap utuh dalam
pemanasan tinggi, serta mempunyai sifat retrogradasi yang kuat, sehingga setelah
dingin pasta yang terbentuk menjadi kuat, tidak mudah hancur atau remuk.
Tepung beras diperoleh dari penggilingan atau penumbukan beras dari tanaman
padi (Oryza sativa).
Tepung beras yang digunakan saat praktikum merupakan tepung beras
yang berkadar amilosa rendah karena digunakan untuk pembuatan kue kering dan
roti. Amilosa tidak menjadi ukuran keseluruhan kadar pati karena masih terdpat
rantai amilopektin yang dapat menjadi kesatuan ukuran kadar pati. Berdasarkan
percobaan, kadar pati pada tepung beras sebesar 56,17% dan 71,96% jika dirata-
ratakan yaitu sebesar 64,065%. Hasil ini hampir mendekati literatur yang
mengatakan kadar pati pada tepung beras sebesar 72% (Sulistijani, 1998).
4.4 Tepung Hunkweee
Tepung hunkwee adalah tepung yang terbuat dari pati kacang hijau yang
dapat diperoleh di toko-toko bahan kue maupun swalayan. Tepung hunkwee dapat
diolah menjadi berbagai jenis makanan, baik kue, cake, bubur, dan sebagainya.
Biji kacang hijau berbentuk bulat atau lonjong, umumnya berwarna hijau, tetapi
ada juga yang berwarna kuning, coklat atau berbintik-bintik hitam. Berdasarkan
percobaan, kadar pati pati tepung hunkwee sebesar 63,9684% dan 80,88% jika
dirata-ratakan yaitu sebesar 72,4242%. Berdasarkan literatur, kadar pati pada
tepung hunkwee sebesar 66%.
4.5 Tepung Pisang
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
Tepung pisang mempunyai rasa dan bau yang khas sehingga dapat
digunakan pada pengolahan berbagai jenis makanan yang menggunakan tepung
(tepung beras, terigu) di dalamnya. Dalam industri tepung pisang, banyak
digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan puding, makanan bayi, roti
(terutama di Ekuador) dan lain-Iain (Widowati, 2001). Berdasarkan percobaan,
kadar pati pati tepung pisang sebesar 63,8875% dan 71,432% jika dirata-ratakan
yaitu sebesar 67,65975%. Berdasarkan literatur, kadar pati pada tepung pisang
sebesar 64,69 – 67,31% (Antarlina, 2004).
Berdasarkan percobaan, urutan kadar pati yang paling tinggi sampai
terendah yaitu tepung hunkwee, tepung maizena, tepung pisang, tepung beras, dan
tepung terigu. Berdasarkan literatur, urutan kadar pati yang paling tinggi sampai
terendah yaitu tepung beras, tepung terigu, tepung hunkweee, tepung pisang, dan
tepung maizena. Hal ini disebabkan oleh praktikan yang kurang melakukan
percobaan dengan baik, meliputi: penimbangan yang terlalu berlebih, penyaringan
yang kurang maksimal sehingga filtrat serta residu yang didapat kurang maksimal,
kurang teliti dalam pengukuran volume larutan, dan penghentian titik akhir titrasi
yang terlalu lambat atau cepat.
Tepung hunkwee memiliki kadar pati yang tertinggi, hal ini disebabkan
karena tepung hunkwe terbuat dari kacang hijau yang diekstraksi patinya. Pati
pada kacang hijau terdapat pada kotiledon dan sebesar 80% dari total keseruhan,
inilah yang menyebabkan tepung hunkwe memiliki kadar pati terbanyak. Daya
cerna pati paling tinggi adalah tepung hunkwee sehingga sangat baik untuk
dijadikan bahan makanan untuk bayi dan anak balita yang sistem pencernaannya
belum sesempurna orang dewasa. Sementara tepung dengan daya cerna paling
rendah adalah tepung terigu. Daya cerna pati dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah proses pengolahan, misalnya proses penggilingan yang
menyebabkan struktur pangan menjadi halus sehingga pangan tersebut mudah
dicerna dan diserap. Ukuran partikel juga mempengaruhi proses gelatinisasi pati,
ukuran butiran pati yang makin kecil mengakibatkan mudah terdegradasi oleh
enzim. Makin mudah enzim bekerja, makin cepat pencernaan dan penyerapan
karbohidrat pati.
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
Viskositas akhir juga merupakan parameter yang menunjukkan
kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan
dan pendinginan serta ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama
pengadukan. Viskositas setback yang tinggi pada tepung menunjukkan tingkat
retrogradasi yang tinggi.
Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam percobaan ini untuk
memperkecil tingkat kesalahan data antara lain :
- Proses pendidihan atau refluks harus dilakukan dengan takaran waktu yang
tepatagar gula-gula karbohidrat dapat dengan tepat bereaksi dengan larutan
Luff Schoorl saat larutan tersebut dicampur.
- Lamanya proses pemanasan harus sesuai, tidak boleh terlalu sebentar
sehingga tembafa dapat tereduksi sempurna dan dapat diikanoleh iodin secara
maksimal
- Proses titrasi haru dilakukan dengan cepat agar senyawa Na2S2O3 dapat
bereaksi dengan I2 secara aktif dan efektif.
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan, kadar pati tepung terigu sebesar 61,7%.
Berdasarkan percobaan, kadar pati pada tepung maizena sebesar
69,7825%.
Berdasarkan percobaan, kadar pati pada tepung pisang sebesar 67,65975%.
Berdasarkan percobaan, kadar pati pada tepung beras sebesar 50,182%.
Berdasarkan percobaan, kadar pati pati tepung hunkwee sebesar 73,33%.
Berdasarkan percobaan, urutan kadar pati yang paling tinggi sampai
terendah yaitu tepung hunkwee, tepung maizena, tepung pisang, tepung
beras, dan tepung terigu.
5.2 Saran
Penentuan penetapan kadar pati, sebaiknya praktikan lebih cermat dalam
melakukan langkah-langkah percobaan seperti penimbangan sampel awal
agar tidak terjadi kesalahan yang akan berpengaruh pada perhitungan
kadar pati sampel.
Waktu praktikum analisis pangan sebaiknya ditambahkan sehingga tidak
terjadi penundaan selama praktikum dan dapat mempebesar keakuratan
data.
Praktikan sebaiknya diberitahukan terlebih dahulu sampel yang akan
dianalisis sehingga dapat mempelajari karakteristik sampel terkait kadar
gula pereduksi dan totalnya.
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
DAFTAR PUSTAKA
Antarlina, S.S, dkk. 2004. Pengolahan Buah Pisang Dalam Mendukung Pengembangan Angroindustri di Kalimantan. Puslitbang Sosek Pertanian : 724-746.
Belitz, H.D. dan Grosch, W. 1999. Food Chemistry. 2nd Ed. Springer, German.
Chapra, S.C dan R. P.Canale.1985. Numerical Methods For Engineers With Personal Computer Applications. Mc Graw-Hill, Singapore.
Fennema, O.R. 1976. Food Chemistry, 3rd ed. Marcel Dekker, New York.
Greenwood, C.T. dan D.N. Munro. 1979. Carbohydrates. Applied Science Publ. Ltd, London.
Hodge G.E. dan Osman E.M. 1976. Carbohydrate. Marcel Dekker Inc, New York.
Koswara, S. 2009. Teknologi Modifikasi Pati [terhubung berkala]. http://ebookpangan.net (diakses pada tanggal 30 Maret 2015).
Sulistijani, D.A. 1999. Sehat dengan Menu Berserat. Penebar Swadaya, Jakarta
Singh, S et al. 2008. Effect of Incoporating Sweet Potato Flour to Wheat Flour on The Quality Characteristics of Cookies. African Journal of Food Science.
Widowati, S dan D.S. Damardjati. 2001. Menggali Sumberdaya Pangan Lokal dalam Rangka Ketahanan Pangan. Majalah PANGAN No 36/X/Jan /2001. BULOG, Jakarta.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.