laporan kelompok 1 251013

Upload: wendha-asbet-swandita

Post on 02-Mar-2016

33 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TUGAS BESAR Perencanaan & Pengendalian Produksi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan dunia teknologi dan industri yang semakin cepat membuat perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur membutuhkan suatu sistem yang lebih efektif dan efisisen yang nantinya akan mendukung mereka dalam bersaing di berbagai bidang ekonomi, politik ataupun sosial agar semakin tinggi dan memenuhi kebutuhan pelanggannya. Oleh karena itu setiap perusahaan dituntut untuk bisa mengatur sistem manajemennya dan mengendalikan sistem produksinya ke tingkat yang lebih baik. Tujuan pengendalian produksi adalah merencanakan dan mengendalikan arus bahan baku produksi mulai dari masuk ke dalam system hingga keluar dari sistem menjadi sebuah output produk.

Pengendalian produksi dituntut untuk dapat menilai secara kontinyu permintaan konsumen, modal perusahaan, kapasitas produksi dan lain-lain. Perencanaan produksi dapat mudah dibuat jika permintaan bersifat konstan dan waktu produksi tidak menghambat. Namun pada kenyataannya tingkat permintaan akan berfluktuasi dan waktu produksi dibatasi oleh perusahaan sehingga tidak mudah dibuat.

Pada studi kasus yang diberikan yaitu PT ASG merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang produksi kaleng dengan jenis sistem produksi make-to-order. Dari semua proses yang dilakukan mulai dari pemesanan bahan baku hingga pengiriman sangat bergantung pada jumlah pesanan dari konsumen. Maka dari itu, diperlukan sebuah metode agar perusahaan dapat mengantisipasi fluktuatifnya permintaan konsumen. Dengan melakukan perencanaan secara menyeluruh meliputi peramalan permintaan, perencanaan agregat, pengendalian persediaan, perencanaan kebutuhan material, maupun penjadwalan inilah tujuan akhir perusahaan untuk memksimalkan keuntungan serta dapat mengembangkan usaha dapat dicapai.1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada studi kasus ini adalah:

1. Bagaimana metode MA,WMA,dan Eksponensial dapat di aplikasikan untuk meramalkan permintaan berdasarkan data historis PT. ASG ?

2. Bagaimana mnghitung perencanaan agregat yang ada pada PT. ASG tersebut?

3. Bagaimana menghitung jadwal permintaan tiap periode dari PT.ASG?

1.3 Tujuan

Tujuan dari studi kasus ini adalah:

1. Dapat memahami dan mengaplikasikan peramalan permintaan berdasarkan data historis menggunakan metode MA, WMA dan Eksponensial dari perusahaan ada pada PT. ASG.

2. Dapat memahami dan mengaplikasikan perhitungan Perencanaan Agreegat dari PT. ASG

3. Dapat memahami dan mengaplikasikan MRP dalam menghitung jadwal permintaan tiap periode dari PT. ASG

1.4 Manfaat

Manfaat dari studi kasus ini adalah:

1. Dapat mengetahui dan mengaplikasikan peramalan permintaan berdasarkan data historis menggunakan metode MA, WMA dan Eksponensial dari perusahaan ada pada PT. ASG.

2. Dapat mengetahui dan mengaplikasikan perhitungan Perencanaan Agreegat dari PT. ASG

3. Dapat mengetahui dan mengaplikasikan MRP dalam menghitung jadwal permintaan tiap periode dari PT.ASG

1.5 Batasan

Batasan yang digunakan untuk studi kasus diatas adalah sebagai berikut:

1. Peramalan hanya menggunakan metode Moving Average (MA), Moving Average with trend, Exponential Smoothing (ES), dan Double Exponential Smoothing2. Tracking signal adalah +4 dan -4.3. Perencanaaan produksi dan pengendalian persediaan pada PT. ASG dilakukan selama 6 bulan ke depan1.6 Asumsi

Asumsi yang digunakan untuk studi kasus diatas adalah sebagai berikut:1. Tidak ada mesin yang rusak selama melakukan proses produksi.

Pekerjanya bekerja secara normal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Perencanaan dan Pengendalian Produksi

Perencanaan dan pengendalian produksi dapat didefinisikan sebagai proses untuk merencanakan dan mengendalikan aliran material yang masuk, mengalir dan keluar dari sistem produksi atau operasi sehingga permintaan pasar dapat dipenuhi dengan jumlah yang tepat, waktu penyerahan yang tepat, dan biaya produksi minimum. Dari definisi di atas, maka pekerjaan yang terkandung dalam hal ini secara garis besar dapat kita bedakan menjadi dua hal yang saling berkaitan, yaitu: perencanaan produksi dan pengendalian produksi.

Kerangka kerja untuk memahami sistem MPC adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Manufacturing Planning and Control (MPC) System

Sumber: Journal of Manufacturing Planning and Control Chapter 1

Kegiatan yang terjadi pada MPC system sangatlah komplek hal ini dikarenakan MPC merupakan kegiatan manufaktur yang dimulai dari perencanaan produksi sampai proses eksekusi. Kegiatan tersebut meliputi perencanaan bisnis sebagai dasar membuat rencana pemasaran, marketing planning sebagai dasar untuk membuat production planning, production planning rencana tentang beberapa yang akan dibuat pada tiap periode yang biasanya dinyatakan dalan satuan agregat, MPS (Master Production scheduling)untuk rencana berapa item yang harus dibuat pada tiap periode selama 1-5 tahun, resource planning untuk rencana kapasitas yang diperlukan sebagai pemenuhan kebutuhan dari perencanaan produksi, rough cut capacity planning dimana merencanakan untuk menentukan kapasitas kebutuhan yang diperlukan untuk memenuhi MPS, demand management sebagai aktivitas untuk memprediksi kebutuhan dimasa datang dikaitkan dengan kapasitas, MRP (material requirement planning) untuk menetapkan rencana kebutuhan material untuk melaksanakan MPS, capacity requirement planning sebagai rencana untuk merealisasikan MPS di setiap periode dan tiap mesin, production activity control (PAC) untuk aktivitas membuat produk setelah barang dibeli, purchasing yang merupakan aktivitas memilih vendor, membuat order pembelian, menjadualkan vendor sampai mengejar vendor, dan yang terakhir adalah performance measurement sebagai evaluasi sistem MPC untuk melihat seberapa jauh hasil yang diperoleh dengan rencana yang telah ditetapkan.

1.1.1.1 Metode Peramalan

Beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan peramalan adalah metode Weight Moving Average, Exponential Smoothing, dan Winter method. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut:

1. Moving AverageMoving average diperoleh dengan merata-rata permintaan berdasarkan beberapa data masa lalu yang terbaru. Tujuan utama dari penggunaan metode ini adalah untuk mengurangi atau menghilangkan variasi acak permintaan dalam hubungannya dengan waktu. Tujuan ini dicapai dengan merata-rata beberapa nilai data secara bersama-sama, dan menggunakan nilai rata-rata tersebut sebagai ramalan permintaan untuk periode yang akan datang. Secara matematis, maka MA akan dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

Sumber: Hakim Nasution dan Yudha Prasetyawan, 2008:40

Dimana :

Xt=Permintaan aktual pada periode t

N=Banyaknya data permintaan yang dilibatkan dalam permitungan MA

Ft=Peramalan permintaan pada periode t2. Weighted Moving AveragePada metode WMA, setiap data permintaan aktual memiliki bobot yang berbeda. Data yang lebih baru akan mempunyai bobot yang tinggi karena data tersebut mempresentasikan kondisi yang terakhir terjadi. Secara matematis WMA dapat dinyatakan sebagai berikut :

Sumber: Hakim Nasution dan Yudha Prasetyawan, 2008:43

Dimana :

Xt =Permintaan aktual pada periode t

3. Exponential Smoothing ModelKelemahan teknik MA dalam kebutuhan akan data-data masa lalu yang cukup banyak dapat diatasi dengan teknik ES. Model ini mengasumsikan bahwa data berfluktuasi di sekitar nilai mean yang tetap, tanpa trend atau pola pertumbuhan konsisten.

Rumus ES dinyatakan sebagai berikut :

Sumber: Hakim Nasution dan Yudha Prasetyawan, 2008:45

Dimana :

St=Peramalan untuk periode t

Xt+(1-)=Nilai aktual time seriesFt-1=Peramalan pada waktu t-1 (waktu sebelumnya)

=Konstanta perataan antara 0 dan 1

1.1.1.2 Ukuran Akurasi Hasil Peramalan

Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada 4 ukuran yang biasa digunakan yaitu:

a. Rata-rata deviasi mutlak (Mean Absolute Deviation= MAD)MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar ataukah lebih kecil dibandingkan dengan kenyataannya. Secara matematis, MAD dirumuskan sebagai berikut:

MAD= Sumber: Hakim Nasution dan Yudha Prasetyawan, 2008:34

Dimana :

A = permintaan actual pada periode-t

Ft = peramalan permintaan pada periode-t

n = jumlah periode peramalan yang terlibat

b. Rata-rata kuadrat kesalahan (Mean Square Error = MSE )

MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis, MSE dirumuskan sebagai berikut:

MSE =

Sumber: Hakim Nasution dan Yudha Prasetyawan, 2008:34

c. Rata-rata kesalahan peramalan (Mean Forecast Error = MFE)

MFE sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu hasil peramalan selama periode tertentu terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bila hasil peramalan tidak bias, maka nilai MFE akan mendekati nol. MFE dihitung dengan menjumlahkan semua kesalahan peramalan selama periode peramalan dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara sistematis, MFE dinyatakan sebagai berikut:

MFE = Sumber: Hakim Nasution dan Yudha Prasetyawan, 2008:35

d. Rata-rata persentase kesalahan absolut (Mean Absolute Percentage Error = MAPE)

MAPE merupakan ukuran kesalahan relatif. MAPE biasanya lebih berarti dibandingkan dengan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil peramalan terhadap permintaan actual selama periode tertentu yang akan memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Secara sistematis, MAPE dinyatakan sebagai berikut:

MAPE = Sumber: Hakim Nasution dan Yudha Prasetyawan, 2008:35

1.1.2 Perencanaan Agregat (Agregate Planning)

Tujuan dari perencanaan agregat adalah untuk memberikan pemahaman konsep agregasi serta mampu menyusun rencana agregat dan mampu menyusun jadwal produksi induk dalam informasi perusahaan. Selain itu tujuan Agregat Planning adalah membangkitkan (generate) top level production plans. Basis dari AP adalah hasil ramalan dan target produksi ditentukan oleh top level business plan memperhatikan kapasitan dan kapabilitas perusahaan. Analisisnya dilakukan dalam kelompok produk (product family) dengan unit agregat. Peran AP pada perusahaan adalah sebagai interface antara perusahaan/sistem manufaktur dan pasar produknya.

1.1.2.1 Agregate Planning StrategiesStrategi dari perencanaa agregat meliputi:

1. Pilihan kapasitas (capacity option)a. Mengubah-ubah tingkat inventory (level production)b. Mengubah-ubah ukuran tenaga kerja: penambahan/pengurangan pegawaic. Mengubah-ubah tingkat produksi: tinggi/rendah (over time/under time)d. Menggunakan pekerja sambilan (part time works)2. Pilihan permintaan (demand option)a. Mempengaruhi demand: iklan, promosi, penjualan langsung, discount, diskriminasi harga.

b. Penangguhan pengiriman.

3. Strategi murni (pure strategy)Bila yang diubah-ubah hanya satu variable

4. Kombinasi Strategi (mixed strategy)

Melibatkan pengubahan beberapa variable, misalnya bila pure strategy tidak feasible.

Faktor-faktor yang dapat dikendalikan dalam agregate planning:

1. Persediaan (inventory)2. Laju produksi (production rate)3. Tenaga kerja (manpower)4. Kapasitas: lembur/penambahan tenaga kerja (recruitment)/pengurangan tenaga kerja (layoff)5. Subkontrak (subcontract)Metode yang dipakai meliputi:

1. Metode grafik (graphical methods)

a. Strategi murni (Pure strategy)

b. Strategi kombinasi (mixed strategy)

2. Pendekatan matematik (mathematical approach)a. Model program linier (linear programming model)

b. Transportasi model (transportation model)

3. Indek koefesien manajemen (management coefficient index)

4. Simulasi (simulation)

Biaya-biaya yang muncul dalam aggregate planning1. Penambahan tenaga kerja/pengurangan tenaga kerja

2. Lembur (overtime)/ tidak lembur

3. Biaya penyimpanan persediaan

4. Biaya sub kontrak

5. Biaya tenaga kerja sambilan (part time labor cost)

6. Biaya penangguhan pesanan (backorder cost)

7. Biaya kekurangan barang (stock out cost)

1.1.3 Perencanaan DisagregateDisagregasi dilakukan untuk menyusun jadwal induk produksi (MPS Master Production Schedule) setelah diketahui jadwal produksi agregatnya.

Metode disagregasi meliputi:

1. Persentase

2. Bitran dan hax

3. Hax dan meal

1.1.3.1 Master Production Schedule (MPS)

Jadwal produksi induk (master production schedule, MPS) atau JPI merupakan input dari disagregasi pada rencana agregat. JPI bertujuan untuk melihat dampak demand pada perencanaan material dan kapasitas, selain itu untuk menjamin bahwa produk tersedia untuk memenuhi demand tetapi ongkos dan inventori yang tidak perlu dapat dihindarkan.

1.1.3.2 MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MRP adalah prosedur logis, aturan keputusan dan teknik pencatatan terkomputerisasi yang dirancang untuk menterjemahkan MPS menjadi kebutuhan bersih untuk semua item. Sistem MRP dikembangkan untuk membantu perusahaan manufaktur mengatasi kebutuhan akan item-item dependent secara lebih baik dan efesien. Selain itu sistem MRP didesain untuk melepaskan pesanan-pesanan dalam produksi dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga sesuai dengan jadwal prouksi untuk produk akhir.

1.1.3.2.1 Input dari MRP

Dalam MRP terdapat 3 input yang nantinya akan dibutuhkan yaitu:

1. Jadwal induk produksi

2. Catatan keadaan persediaan

3. Struktur produk

Jadwal induk produksi didasarkan pada peramalan atas permintaan independent dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Hasil peramalan dipakai untuk membuat rencana produksi agregat yang pada akhirnya dibuat rencana detail yang menentukan jumlah produksi yang dibutuhkan untuk setiap produk akhir beserta periode waktunya untuk suatu jangka perencanaan.

1.1.3.2.2 Output dari MRP

Rencana pemesanan merupakan output dari MRP yang dibuat atas dasar waktu ancang-ancang dari setiap komponen. Waktu ancang-ancang dari suatu item yang dibeli merupakan periode antara pesanan dilakukan sampai barang diterima, sedangkan untuk produk yang dibuat dipabrik sendiri, merupakan periode antara perintah item harus dibuat sampai dengan selesai di proses.

Ada tujuan yang hendak dicapai dengan adanya rencana pemesanan yaitu:

1. Menentukan kebutuhan bawah pada tingkat lebih bawah

2. Memproyeksi kebutuhan kapasitas

Secara umum output dari MRP adalah

1. Memberikan catatan tentang pesanan penjadwalan yang harus dilakukan / direncanakan baik dari pabrik sendiri maupun dari supplier.

2. Memberikan indikasi untuk penjadwalan ulang

3. Memberikan indikasi untuk pembatalan atau pesanan

4. Memberikan indikasi untuk keadaan persediaan.

2.1.3.2.3 Langkah-Langkah Dasar Proses Pengolahan MRP

Adapun langkah-langkah mendasar pada proses MRP adalah sebagai berikut:

1. Netting sebagai perhitungan kebutuhan bersih.Data yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini adalah:

a. Kebutuhan kotoh untuk setiap periode

b. Persediaan yang dipunyai pada awal perencanaan

c. Rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan

2. Lotting untuk menentukan ukuran slotTerdapat banyak alternative untuk menghitung ukuran lot, beberapa teknik diarahkan untuk ongkos set-up dan ongkos simpan, ada juga yang bersifat sederhana dengan menggunakan jumlah pemesanan tetap atau dengan periode pemesanan tetap.

3. Offsetting untuk penetapan besarnya lead timelangkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh cara mengurangkan saat awal tersediannya ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya lead time.

4. Explosion sebagai perhitungan selanjutnya untuk item level berikutnya (dibawahnya)Explosion atau kita sebut saja proses explosion merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item/komponen yang lebih bawah, tentu saja didasar atas rencana pemesanan.

2.1.3.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesulitan dalam Proses MRP

Setiap sistem tentu memiliki beberapa keterbatasan, sehingga selalu saja ada hal-hal yang mempengaruhi tingkat kesulitan setelah sistem tersebut dioperasikan. Begitu pula dengan MRP terdapat 5 faktor yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalamproses MRP yaitu:

1. Struktur produk

Struktur produk yang kompleks kea rah vertical akan membuat proses MRP (proses netting, lotting, offsetting, explosion) yang berulan-ulang dilakukan satu per satu dari atas kebawah serta tingkat demi tingkat dari periode demi periode.

2. Ukuran lot

Perkembangan teknik-teknik ukuran lot sebagai salah satu proses terpenting dalam MRP dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas

b. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas terbatas

c. Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas

d. Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas terbatas

Beberapa teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan asumsi kapasitas tak terbatas yang banyak dipakai secara meluas pada industry mekanis dan elektronis secara berturut-turut adalah:

1) Fixed Period Requirement (FPR) dalam metode ini besarnya jumlah ukuran lot adalah tetap, meskipun selang waktu antar pemesanan tidak tetap.

2) Lot For Lot (L-4-L) dalam teknik penetapan ukuran lot dengan ini dilakukan atas dasar pesanan diskrit, disamping itu teknik dilakukan atas dasar pesanan diskrit, disamping itu teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik ukuran lot yang ada.

3) Fixed Order Quantity (FOQ) teknik ini sangat spesifik untuk menetukan persediaan item. Penentuan besarnya lot dapat semau kita atau dapatpula memakai intuisi yang sesuai dengan pengalaman pemakai. Kebijakan ini ditempuh untuk item-item yang biaya pemesanan (ordering cost) tinggi, dengan memenuhi kebutuhan bersih dari period eke periode.

4) Economic Order Quantity (EOQ) dalam teknik inipun besarnya ukuran lot adalah tetap. Namun perhitungannya sudah mencakup biaya-biaya pesan serta biaya-biaya simpan. Perumusan yang dipakai dalam teknik ini adalah sebagai berikut:

EOQ = Dengan: D = rata-rata kebutuhan

k = biaya pesan

h = biaya simpan

Sumber: Hakim Nasution dan Yudha Prasetyawan, 2008:271

3. Lead time yang berbeda-beda salah satu data yang erat kaitannya dengan waktu adalah lead time, dimana lead time akan mempengaruhi proses offsetting. Suatu perakitan tidak dapat dilakukan apabila komponen-komponen pembentuknya belum siap tersedia.4. Kebutuhan yang berubah maksudnya adalah dalam MRP memang dirancang untuk menjadi suatu sistem yang peka terhadap perubahan-perubahan, baik perubahan dari luar (permintaan) maupun dari dalam (kapasitas).5. Komponen-komponen yang bersifat umum (commonality) berarti komponen tersebut dibutuhkan oleh lebih dari satu induk itemnya. Kompnen umum ini akan menimbulkan kesulitan pada proses netting dan lotting. Proses lotting untuk komponen ini diperoleh dari semua induknya dengan terlebih dahulu menentukan rencana kebutuhan.BAB III STUDI KASUS3.1 Gambaran Umum Usaha

PT.ASG merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang produksi beberapa jenis kemasan kaleng yang mana awalnya merupakan industry pengolahan makanan dalam kaleng menjadi industry pembuatan kemasan kaleng yang berfokus pada produksi kemasan kaleng non-food seperti kaleng thinner, cat, pernis, politer dan sebagian kecil jenis produk lain seperti lem, minyak, grease dan sebagainya. PT ASG semakin berkembang pada tahun-tahun terakhir ini yang kemudian membuat PT. ASG memiliki pelanggan utama yang merupakan perusahaan perusahaan produksi yang terdepan di bidangnya seperti PT.Propan Raya, PT.Bina Adi Daya, PT. Nisannindo Mulia Abadi, PT.Nippon Paint, PT.Trico Paint, dan PT. Avia Avian.

Pada tahun 2010, PT.ASG menambah sumber daya-nya yaitu mesin ISS/OSS untuk memproduksi produknya sehingga dapat menambah volume produk yang dihasilkan. Jenis jenis kaleng yang diproduksi dalam perusahaan ini diantaranya ada 3 macam yaitu kaleng dengan bentuk bulat (round can-line manual), bentuk bulat (round can-line auto) dan kaleng berbentuk persegi. Tujuan utama perubahan ini adalah agar akses gerak kedepan lebih luas dalam mengahadapi persaingan dan untuk meningkatkan strategi ke depan.

3.2 Produk

Berikut merupakan produk yang dihasilkan dalam PT. ASG:

Tabel 3.1 Produk PT. ASG

NoNama ProdukHarga Produk

1Round can-line manualRp. 4.500/unit

2Round can-line autoRp. 5.000/unit

3Rectangular canRp. 5.500/unit

3.5 Proses Produksi

Pada perusahaan ASG bagian Produksi-Assembly bertanggung jawab dalam perakitan komponen dengan body kaleng. Pembuatan kemasan kaleng dilakukan dengan menyambung lembaran plat timah hingga membentuk kaleng. Berikut ini merupakan alur proses produksi-assembly kaleng yang dapat dilihat pada bagan dan flowchart di bawah ini:

Gambar 3.1 Alur Proses Assembly

Gambar 3.2 Flowchart Proses AssemblyTabel 3.2 Keterangan Proses

KodeKeteranganKodeKeterangan

b1Lempeng Plat TimahM5Mesin flanging

b2BottomM6Mesin seaming bottom

b3RingM7Mesin seaming ring

b4Handle kalengM8Mesin riveting

m1Mesin RoundingP1Round-can line manual

m2Mesin WeldingP2Round-can line auto

m3Mesin ISS/OSSP3Rectangular can

m4Mesin Expanding

Berikut untuk penjelasan masing-masing prosesnya:

1. Rounding / Flexing

Proses rounding adalah proses penggulungan lempeng plat timah untuk membentuk bodi kaleng sebelum proses welding.

2. Welding

Welding adalah proses penyambungan body untuk pembentukan kaleng selain dengan proses keaping dan soldering. Penyambungan kaleng menggunakan sistem ini disebut juga welding side seam.

3. Expanding

Expanding adalah proses pembentukan body hasil welding menjadi bentuk kotak. Selain itu, expander juga digunakan untuk membentuk kerucut/cone pada kaleng. Mesin otomatis expanding yang digunakan membuat round can-line auto yaitu mesin ISS/OSS.

4. Flanging

Flanging merupakan proses untuk menghasilkan Flange width (bagian dari body yang akan masuk dalam proses seaming).5. Double seam

Double seam adalah proses untuk menyambung atau merangkai untuk menjadikan sebuah kaleng dari body dan komponen-komponen endukung seperti bottom, ring dan top end/top lid. Proses seaming dibagi menjadi 2 yaitu seaming bottom dan seaming ring/top end/top lid.

6. Proses riveting

Fungsi riveting adalah sebagai tempat pemasangan handle plastik untuk kaleng-kaleng yang menggunakan handle sebagai alat bantu mengangkat atau membawa.

Produk Round-can line manual, Round-can line auto dan Rectangular can dibuat dari komponen sub-assembly plat timah, ring, bottom dan handle kaleng.Berikut ini tabel kuantitas kebutuhan masingi-masing komponen sub-ssembly:Tabel 3.3 Kebutuhan Komponen Sub-AssemblyKomponen Sub-assemblyRound can-line manualRound can-line autoRectangular can

B1222

B2111

B3111

B4111

Komponen sub-assembly yang digunakan merupakan raw-material yang diperoleh dari supplier PT. ASG. Berikut ini merupakan harga komponen sub-assembly dan nilai lead time rata-rata:Tabel 3.4 Komponen Sub-Assembly dan Nilai Lead TimeKomponen Sub-assemblyAverage Lead TimeHargaOrder Cost setiap Pemesinan

B12 mingguRp 105000/unitRp. 50000

B22 mingguRp 3500/unitRp. 50000

B31 mingguRp 5000/unitRp. 50000

B41 mingguRp 5000/unitRp. 50000

PT. ASG setiap bulan selalu menyediakan persediaan tambahan (suku cadang) komponen sub-assembly bottom yang dibeli dari supplier PT. Angkasa Utama. Tujuan dari penyediaan suku cadang bottom yaitu untuk pemeliharaan kaleng. Berikut ini independent demand yang bervariasi pada komponen sub-assembly selama 12 bulan terakhir (Tahun 2012).

Tabel 3.5 Independent DemandKomponen Sub-assemblyPeriode Waktu (bulan)

123456789101112

Bottom (B3)50158205745101911148014

Tidak ada persediaan pada awal bulan.

PT. ASG mempunyai delapan mesin yang digunakan untuk perakitan komponen sub-assembly. Rata-rata tingkat perakitan untuk masing-masing mesin adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6 Rata-rata Tingkat Perakitan Komponen

Komponen Sub-assemblyRata-rata (perakitan 40 jam/minggu)

M1M2M3M4M5M6M7M8

B125002300220018001200---

B2-------1000

B3-----1300--

B4------1100-

Waktu set up mesin untuk masing-masing mesin adalah sebagai berikut:Tabel 3.7 Waktu Set-up MesinKomponen Sub assemblySet-up Waktu (jam/minggu)

M1M2M3M4M5M6M7M8

B156544---

B2-------2

B3-----3--

B4------2-

Biaya perakitan untuk semua mesin yaitu Rp 25000/jam. Terdapat satu operator di setiap mesin dengan 40 jam per minggu merupakan standar kerja 1 operator dengan upah Rp 30000 tiap jamnya. Upah lembur diberikan sebesar Rp 15000 untuk tiap jamnya dengan batas waktu lembur sampai 8 jam tiap minggu. Apabila jam tenaga kerja reguler dan lembur tidak dapat mencukupi kebutuhan, maka perusahaan akan menambah pekerja sub-kontrak, dengan biaya Rp 12000/orang per jam.

Berikut ini kecepatan produksi masing-masing produk secara keseluruhan.

Tabel 3.8 Kecepatan ProduksiProdukWaktu (menit)

P18

P23

P35

Stock harus dilakukan pada masing-masing tahap produksi yang ada. Stock pada posisi awal, pada minggu ke-0 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.9 Stock Posisi AwalKomponen Sub-assemblyPersedian

B1100

B2200

B3250

B4230

Komponen sub-assembly mempunyai persediaan pada bulan ke-0. Tidak ada produk jadi yang disimpan (inventory). Produk jadi seluruhnya dikirim ke pemberi order atau konsumen setiap selesai proses perakitan.

Biaya overhead yang ditetapkan sebesar Rp 500.000,00 tiap minggu untuk biaya administrasi dan overhead proses manufaktur.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Peramalan (Forecasting)

Pada pembahasan forecasting ini,kelompok kami, telah mencoba 3 metode forecasting untuk setiap produk, yakni metode moving average, weight moving average, eksponential smoothing, serta double exponential smoothing. Kami memilih kedua metode tersebut, karena berdasarkan pola pada data historis dari data aktual permintaan menunjukkan bahwa data tersebut tidak bersifat seasonal maupun trend. 4.1.1 Produk 1

Sebelum memilih suatu model peramalan tertentu, terlebih dahulu mengidentifikasi pola historis dari data aktual permintaan itu. Berikut adalah pola historis dari data penjualan produk 1 PT. ASG:

Gambar 4.1 Grafik Data Historis Penjualan Produk 1 PT.ASG

4.1.1.1 Metode Moving Average With TrendPermasalahan umum dalam menggunakan metode moving average with trend ini adalah bagaimana memilih n-periode yang diperkirakan tepat. Dalam hal ini, dapat menggunakan beberapa nilai n-periode yang memiliki MAD (mean absolute deviation) terkecil. Disini, dikemukakan penggunaan nilai n-periode n=2 dan n=4. Berikut ini adalah contoh perhitungan manualnya

MA F(3)= ==85MA F(3) =

= =96,22

a0t=(2MA)-MA

a1t = (2/(n-1))(MA-MA

Ft=a0t+a1t=187,55 =(2.85)-96,22= 157,1

= (2/(3-1))(126,22-96,22)=30,44

Tabel 4.1 Perhitungan Peramalan Metode Moving Average with Trend

PeriodeAktualF (3)F(5)

182

285

388

4110

5130

6140

7100187.5556

8110149.7778

9120110.4444

1012585.55556

11130121.6667129.14

12130145118.14

13149.4444119.07

14157.2222120.033

15165.5511122.112

16181.7844127.303

17187.5211139.345

18204.9256166.38

Pada tabel 4.2 akan ditampilkan perbandingan dari hasil perhitungan error, tracking signal, serta grafik demand dan forecast untuk 3 jenis periode pada metode moving averageTabel 4.2 Perbandingan ErrorMA (3)MA(5)

MAD33.286.36

Tracking

Signal(-2.581) - (-1)1 dan 2

MSE186570,69

MSFE-14,176,36

Tabel 4.2 Perbandingan Error (Lanjutan)

MA (3)MA(5)

GrafikKet:

Biru = Demand ; merah = forecastKet:

Biru = Demand ; merah = forecast

MAPE30,1975,43

Pada table perbandingan error diatas dapat diketahui bahwa rentang tracking signal pada keduanya tidak ada yang melebihi batas, jadi keduanya dapat dikatakan baik. MAD yang dimiliki MA(5) lebih kecil yaitu 6,36 dan MAD (3) adalah 33,28 yang berarti MA (5) lebih baik daripada MA(3) karena MAD yang dimiliki lebih kecil, namun metode yang dipilih dari keduanya adalah MA(30 dikarenakan grafik data peramalan yang dimiliki MA(3) lebih menyerupai dengan data historisnya. Sehingga karena pertimbangan itulah dipilih metode yang terbaik dari Moving Average with Trend ini adalah yang menggunakan n=3.

4.1.1.2 Metode Double Exponential Smoothing (DES)

Berikut ini peramalan menggunakan Double Exponential Smoothing dengan alpha 0,4 beta 0,3; alpha 0,5, beta 0,3; dan alpha 0,6 beta 0,5. Berikut ini adalah contoh perhitungan manualnyaX (a=0,5 b=0,3)= (a.Xt)+(1-a)Xt-1

= (0,5.85)+(1-0,5)82 = 83,50X(a=0,5 b=0,3)= (X.a)+(1-a)Xt-1

= (83,50.0,5)+(1-0,5)83,50 = 82,75F = (2.X-X)+((a/b)(X-X))= (2.83,50-82,75)+((0,5/0,3)( 83,50-82,75)

=85,50

Tabel 4.3 Perhitungan Peramalan metode Double Exponential Smoothing

PeriodeAktual = 0,4 b=0,3 = 0,5 b=0,3 = 0,6 b=0,5

182.00

285.0084.8885.5082.89

388.0088.8289.7584.53

4110.00111.22116.0492.45

Tabel 4.3 Perhitungan Peramalan metode Double Exponential Smoothing (Lanjutan)

PeriodeAktual = 0,4 b=0,3 = 0,5 b=0,3 = 0,6 b=0,5

5130.00138.29144.44105.00

6140.00156.31159.59118.40

7100.00121.79111.82117.54

8110.00115.47108.59119.65

9120.00121.92119.80124.25

10125.00128.74128.49129.42

11130.00135.39135.62135.05

12130.00136.93136.00139.56

13143.02141.59145.97

14150.09148.12153.01

15158.29155.73160.74

16167.80164.61169.22

17178.83174.97178.54

18191.63187.06188.77

Untuk mengetahui sejauh mana keandalan dari model peramalan double exponential smoothing menggunakan ketiga alpha tersebut, hasil forecasting pada metode double eksponential smoothing dapat dilihat pada tabel. Tabel 4.4 Perbandingan Error = 0,4 b=0,3 = 0,5 b=0,3 = 0,6 b=0,5

MAD12,6511,75512,617

Tracking

Signal(-1,42) (+5)(-1,73) - (+4)(1,00 - (+ 6,0876)

MSFE-1,5-1,27

MSE381399340

Tabel 4.4 Perbandingan Error (Lanjutan) = 0,4 b=0,3 = 0,5 b=0,3

Grafik

MAPE10,94310,82710,622

Pada tabel perbandingan error diatas dapat diketahui bahwa rentang tracking signal pada keduanya ada yang melebihi batas,yaitu yang menggunakan alpha 0,6 beta 0,5 dan alpha 0,4 beta 0,3. Hanya satu yang tidak melebihi dari tracking signal yaitu yang menggunakan alpha 0,5 dan beta 0,3 jadi dilihat dari tracking signal maka yang terbaik adalah yang memakai alpha 0,5 beta 0,3. Sedangkan untuk MAD yang mana semakin kecil semakin akurat data peramalannya , maka yang terbaik adalah yang menggunakan alpha 0,5 beta 0,3 yaitu 11,75, kemudian selanjutnya dari grafik data historis dan peramalannya paling menyerupai diantara ketiganya adalah yang menggunakan alpha 0,5 beta 0,3 juga. Sehingga dapat dikatakan bahwa metode double exponential smoothing ini yang terpilih adalah yang menggunakan alpha 0,5 beta 0,3.

4.1.1.3 Metode Simple Exponential Smoothing

Berikut ini peramalan menggunakan Simple Exponential Smoothing dengan alpha 0,5 ; 0,4, ; dan 0,3 dimana sebelumnya adalah contoh perhitungan manualnyaX (a=0,4) = (a.Xt)+(1-a)Xt-1

= (0,4.85)+(1-0,4)82 = 83,20

Tabel 4.5 Perhitungan Peramalan metode Simple Exponential SmoothingPeriodeAktual = 0,3 = 0,4 = 0,5

18282.0082.0082.00

28582.9083.2083.50

38884.4385.1285.75

411092.1095.0797.88

5130103.47109.04113.94

6140114.43121.43126.97

Tabel 4.5 Perhitungan Peramalan metode Simple Exponential Smoothing(Lanjutan)PeriodeAktual = 0,3 = 0,4 = 0,5

7100110.10112.86113.48

8110110.07111.71111.74

9120113.05115.03115.87

10125116.63119.02120.44

11130120.64123.41125.22

12130123.45126.05127.61

13123.45126.05127.56

14123.45126.05127.53

15123.45126.05127.52

16123.45126.05127.52

17123.45126.05127.51

18123.45126.05127.51

Untuk mengetahui sejauh mana keandalan dari model peramalan simple exponential smoothing menggunakan ketiga alpha tersebut, hasil forecasting pada metode eksponential smoothing with trend dapat dilihat pada tabel 4.6Tabel 4.6 Perbandingan Error = 0,3 = 0,4 = 0,5

MAD15,2014,4313,83

Tracking

Signal(1) (9,09)(1) - (7,63)(1)-(6,60)

MSFE12.5610,018,29

MSE379,58329,88303,08

MAPE12,5112,911,76

Tabel 4.6 Perbandingan Error(Lanjutan)

= 0,3 = 0,4 = 0,5

Grafik Aktual dan peramalan

Pada tabel perbandingan error diatas dapat diketahui bahwa rentang tracking signal yang didapat tidak ada data yang masuk dalam garis batas tracking signal, sehingga untuk mempertimbangkan yang terbaik pada metode ini bisa dilihat dari MAD yang lebih kecil dan grafik antara data aktual dan peramalannya, yang mana MAD terkecil adalah yang menggunakan alpha 0,5, sedangkan untuk grafiknya ketiganya sama baik karena data peramalannya juga mengikuti data historisnya. Oleh karena itu yang dipilih dari metode ini adalah yang menggunakan alpha 0,5 karena lebih baik dalam MAD yang dimiliki. 4.1.1.4 Analisa Hasil Peramalan

Berikut ini adalah hasil analisis dari ketiga metode terpilih diatas, untuk kemudian dipilih salah satu metode terpilih yang terbaik.

Tabel 4.7 Analisa perbandingan antara metode

NoDeskripsiModel MA (3)Model DES (a=0,5 b=0,3)Model SES (a=0,5)

1Nilai Peramalan permintaan produk 1 149,44141,59127,56

2Nilai Tracking Signal(-2.581) - (-1)(-1,73) - (+4)(1)-(6,6)

3MAD33.2811.7551813,83

3Tebaran nilai-nilai tracking signalSemua nilai rata-rata berada diantara garis tracking signal. Semua nilai rata-rata berada diantara garis tracking signal.nilai rata rata tidak semua berada di antara garis tracking signal

4Pola distribusi nilai nilai ramalanKurang sesuai dengan data historisSesuai atau menyerupai data historisSesuai atau menyerupai data historis

5Nilai RSFE-85-13,6391,22

Tabel 4.7 Analisa perbandingan antara metode (Lanjutan)NoDeskripsiModel MA (3)Model DES (a=0,5 b=0,3)Model SES (a=0,5)

6KeputusanMenolak Model MA Menerima Model DES Menolak Model SES

Berdasarkan hasil perbandingan ke tiga metode diatas, maka metode yang terbaik adalah metode dengan model Double Exponential Smoothing dengan (a=0,5 b=0,3) yang mana tebaran nilai-nilainya berada diantara garis tracking signal semua yang berarti bahwa data tersebut termasuk baik, pertimbangan selanjutnya adalah pola distribusi data yang mana pola distribusi data antara data actual dan data peramalan produk 1 dengan metode Double Exponential Smoothing dengan alpha 0,5 dan beta 0,3 sudah sesuai dan menyerupai atau sama. Nilai MAD yang didapatkan dari ke tiga metode tersebut, yang memiliki nilai MAD terkecil adalah Double Exponential Smoothing dengan alpha 0,5 dan beta 0,3 dan karena nilai MAD yang semakin kecil berarti bahwa nilai errornya juga semakin bagus dan data peramalan lebih akurat.

4.1.2 Produk II

Sebelum memilih suatu model peramalan tertentu, terlebih dahulu mengidentifikasi pola historis dari data aktual permintaan itu. Berikut adalah pola historis dari data penjualan produk 2 PT. ASG:

Gambar 4.2 Grafik Data Historis Penjualan Produk 2 PT.ASG

4.1.2.1 Metode Moving Average With TrendPermasalahan umum dalam menggunakan metode moving average with trend ini adalah bagaimana memilih n-periode yang diperkirakan tepat. Dalam hal ini, dapat menggunakan beberapa nilai n-periode yang memiliki MAD (mean absolute deviation) terkecil. Disini, dikemukakan penggunaan nilai n-periode n=3 dan n=5. Berikut ini adalah contoh perhitungan manualnyaMA F(3)= ==160MA F(3) =

= =316,66

a0t=(2MA)-MA

a1t = (2/(n-1))(MA-MA)

Ft=a0t+a1t=316,66

=(2.230)-186,7= 273,3

= (2/(3-1))( 230-186,7)=43,33

Tabel 4.8 Perhitungan Peramalan dan MAD Metode Moving Average

PeriodeAktualF (3)F(5)

1120

2170

3190

4210

5230

6250

7240316.6667

8280300

9300316.6667

10320335.5556

11330386.6667359

12250396.6667370.8

13-306.6667350.6

14-365.5589387.335

15-325.1911367.4698

16-440.0089372.0494

17-330.9956354.1104

18-459.7244438.67

Pada tabel 4.9 akan ditampilkan perbandingan dari hasil perhitungan error, tracking signal, serta grafik demand dan forecast untuk 3 jenis periode pada metode moving averageTabel 4.9 Perbandingan ErrorMA (3)MA(5)

MAD55.3774.9

Tracking

Signal(-6) (-1)-1 dan -2

MSE2865,37716,82

MSFE-30,20-74,9

Grafik

MAPE20,8925,76

Pada table perbandingan error dapat diketahui bahwa rentang tracking signal pada keduanya yang tidak melebihi batas adalah dengan MAD yang 3. Sedangkan MAD yang dimiliki MA(3) lebih kecil yaitu 55.57 dan MAD yang (5) adalah 74,9 yang berarti MA (3) lebih baik daripada MA(5) karena MAD yang dimiliki lebih kecil, namun metode yang dipilih dari keduanya adalah MA(3) dikarenakan grafik data peramalan yang dimiliki MA(3) lebih menyerupai dengan data historisnya. Sehingga dipilih metode yang terbaik dari Moving Average with Trend ini adalah yang menggunakan n=3.

4.1.2.2 Double Exponential Smoothing (DES)

Berikut ini peramalan menggunakan Double Exponential Smoothing dengan alpha 0,5 beta 0,4; alpha 0,3, beta 0,3; dan alpha 0,4 beta 0,4 dan dibawah ini merupakan contoh perhitungan secara manual:X (a=0,5 b=0,4)= (a.Xt)+(1-a)Xt-1

= (0,5.170)+(1-0,5)120 = 145X(a=0,5 b=0,3)= (X.a)+(1-a)Xt-1

= (145.0,5)+(1-0,5)120 = 132,50F = (2.X-X)+((a/b)(X-X))= (2.145-132,50)+((0,5/0,4)( 145-132,50)

=173,13Tabel 4.10 Perhitungan Peramalan metode Double Exponential Smoothing

PeriodeAktual = 0,5 b=0,4 = 0,3 b=0,3 = 0,4 b=0,4

1120

2170173.13156.00164.00

3190206.88189.30198.40

4210232.34220.08227.04

5230254.38248.66252.22

6250275.04275.38275.33

7240263.32278.99270.80

8280297.06306.05299.44

9300322.48331.36324.24

10320344.47355.34346.89

11330354.47371.11359.54

12250265.85317.54288.97

13256.58333.84291.62

14246.73352.10294.48

15236.26372.55297.56

16225.14395.45300.89

17213.32421.10304.49

18200.76449.83308.38

Untuk mengetahui sejauh mana keandalan dari model peramalan double exponential smoothing menggunakan ketiga alpha tersebut, hasil forecasting pada metode double eksponential smoothing dapat dilihat pada tabel 4.11Tabel 4.11 Perbandingan Error = 0,5 b=0,4 = 0,3 b=0,3 = 0,4 b=0,4

MAD22.9828.7524.41

Tracking

Signal(-3.2006) (+4.1242)(-2.862) - (+5)(-2,782 - (+ 4.7603))

MSFE-6.7-7-6

MSE491.84615.3419.03

Grafik

MAPE10.09412.61910,84

Ket:

Biru = Forecast ; Merah = DemandPada tabel perbandingan error diatas dapat diketahui bahwa rentang tracking signal pada ketiganya melebihi batas yaitu yang menggunakan alpha 0,5 beta 0,4 , alpha 0,3 beta 0,3 dan alpha 0,4 beta 0,4. Tetapi pada alfa 0.5 an beta 0.4 angka yang keluar dari batas hanyalah sedikit dibandingkan dengan yang lain, oleh sebab itu metode ini yang terbaik dari pada yang lain. Sedangkan untuk MAD yang mana semakin kecil semakin akurat data peramalannya , maka yang terbaik adalah yang menggunakan alpha 0,4 beta 0,4 yaitu 24,41, kemudian selanjutnya dari grafik data historis dan peramalannya paling menyerupai diantara ketiganya adalah yang menggunakan alpha 0,5 beta 0,4 juga. Sehingga dapat dikatakan bahwa metode double exponensial smoothing ini yang terpilih adalah yang menggunakan alpha 0,5 beta 0,4.

4.1.2.3 Simple Exponential Smoothing

Berikut ini peramalan menggunakan Simple Exponential Smoothing dengan alpha 0,5 ; alpha 0,4; dan alpha 0,3.

X (a=0,4) = (a.Xt)+(1-a)Xt-1

= (0,4.170)+(1-0,4)120 = 140Tabel 4.12 Perhitungan Peramalan Simple Exponential SmoothingPeriodeAktual = 0,3 = 0,4 = 0,5

1120120120.00120.00

2170135.00140.00145.00

3190151.50160.00167.50

4210169.05180.00188.75

5230187.34200.00209.38

6250206.13220.00229.69

7240216.29228.00234.84

8280235.41248.80257.42

9300254.78269.28278.71

10320274.35289.57299.36

11330291.04305.74314.68

12250278.73283.44282.34

13278.73283.44282.34

14278.73283.44282.34

15278.73283.44282.34

16278.73283.44282.34

17278.73283.44282.34

18278.73283.44282.34

Untuk mengetahui sejauh mana keandalan dari model peramalan simple exponential smoothing menggunakan ketiga alpha tersebut, hasil forecasting pada metode simple eksponential smoothing dapat dilihat pada tabel 4.13Tabel 4.13 Perbandingan Error = 0,3 = 0,4 = 0,5

MAD55,5647,2641,28

Tracking

Signal(1) (10)(1) (10)(1) (10)

MSFE48,1037,1529,52

MSE3181,962321,791860,78

Tabel 4.13 Perbandingan Error (Lanjutan) = 0,3 = 0,4 = 0,5

MAPE42,7119,600.06

Grafik

Ket:

Biru = Forecast ; Merah = Demand

Pada table perbandingan error diatas dapat diketahui bahwa rentang tracking signal yang didapat pada ketiga alternativ tersebut yaitu alpha 0,5,alpha 0,4 dan alpha 0,3 tidak ada yang masuk dalam batas tracking signal, sehingga dapat dilihat dari segi MAD yang terendah adalah pada alpha 0.5 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada metode Simple Exponential Smoothing terbaik adalah pada alpha 0.5.4.1.1.4 Analisa Hasil PeramalanTabel 4.14 Analisa Pembandingan Metode TerpilihNoDeskripsiModel MA (3)Model DES (a=0,5 b=0,4)Model SES (a=0,5)

1Nilai Peramalan permintaan produk 1 306,6256,58282,34

2Nilai Tracking Signal(-6) (-1)(-3.2006) (+4.1242)(1)-(10)

3MAD55.3722.9841,28

3Tebaran nilai-nilai tracking signalSemua nilai rata-rata ada yang berada diluar garis tracking signal. Semua nilai rata-rata ada yang keluar diantara garis tracking signal, namun hanya sedikit.semua nilai rata rata tidak berada di antara garis tracking signal

4Pola distribusi nilai nilai ramalanKurang sesuai dengan data historisSesuai atau menyerupai data historisSudah sesuai namun masih kurang menyerupai data actual

Tabel 4.14 Analisa Pembandingan Metode Terpilih (Lanjutan)NoDeskripsiModel MA (3)Model DES (a=0,5 b=0,4)Model SES (a=0,5)

5Nilai RSFE-332,22-73,55324,68

6KeputusanMenolak Model MA (3)Menerima Model DES (a=0,5 b=0,4)Menolak Model ES with Trend (a=0,5 b=0,5)

Berdasarkan hasil perbandingan ke tiga metode diatas, maka metode yang terbaik adalah metode dengan model double exponensial smoothing dengan (a=0,5 b=0,4) yang mana tebaran nilai-nilainya berada diantara garis tracking signal walau tidak semua namun satu data yang outlayer tersebut masih dapat di tolerir karena yang keluar dari batas hanya satu data dan tidak terlalu jauh dari batas yang berarti bahwa data tersebut termasuk baik. Pertimbangan selanjutnya adalah pola distribusi data yang mana pola distribusi data antara data actual dan data peramalan produk 2 dengan metode double exponensial smoothing dengan alpha 0,5 dan beta 0,4 sudah sesuai dan menyerupai atau sama. Nilai MAD yang meskipun didapatkan bahwa dari ke tiga metode tersebut dengan metode ini mempunyai nilai MAD terkecil maka dari itu metode ini cukup baik atau paling tepat yang dimiliki juga tidak terlalu besar sehingga metode yang paling tepat adalah pada double exponential smoothing dengan alpha 0,5 dan beta 0,4.

4.1.3 Produk 3

Sebelum memilih suatu model peramalan tertentu, terlebih dahulu mengidentifikasi pola historis dari data aktual permintaan itu. Berikut adalah pola historis dari data penjualan produk 3 PT. ASG:

Gambar 4.3 Grafik Data Historis Penjualan Produk 3 PT.ASG

4.1.3.1 Metode Moving Average Permasalahan umum dalam menggunakan metode moving average ini adalah bagaimana memilih n-periode yang diperkirakan tepat. Dalam hal ini, dapat menggunakan beberapa nilai n-periode yang memiliki MAD (mean absolute deviation) terkecil. Disini, dikemukakan penggunaan nilai n-periode n=3 dan n=5.

MA F(3)= ==168,67

Tabel 4.15 Perhitungan Peramalan dan MAD Metode Moving AveragePeriodeAktualF (3)F (5)

1100

2196

3210

4185168,67

5180197

6150191,67174,20

7160171,67184,20

8150163,33177,00

9160153,33165,00

10165156,67160,00

11130158,33157,00

12330151,67153,00

13208,33187,00

14203,89187,33

15230,00197,00

16187,96

17214,07224,78

18207,28196,37

Pada tabel 4.16 akan ditampilkan perbandingan dari hasil perhitungan error, tracking signal, serta grafik demand dan forecast untuk 3 jenis period pada metode moving average

Tabel 4.16 Perbandingan ErrorMA (3)MA(5)

MAD35,7441,3428

Tracking

Signal(-4,50) (2,73)(-5,47) (1,80)

MSE1059,86795,0229

GrafikKet:

Biru = Demand ; merah = forecastKet:

Biru = Demand ; merah = forecast

MAPE16,3618,55

Dari tabel perbandingan diatas, dapat di analisa bahwa MAD yang dimiliki metode Moving average dengan n=3 lebih kecil daripada yang n=5. Hal ini menunjukkan bahwa dengan n=3 data yang didapatkan lebih baik dan akurat. Kemudian pada tracking signal, keduanya tidak ada yang sepenuhnya masuk di dalam garis batas, namun yang paling mendekati adalah metode Moving average dengan n=3 dimana satu data memiliki tracking signal -4,50 sedangkan yang menggunakan n=5 data yang outlayer adalah -5,47. Setelah itu dapat dilihat pada grafik antara data actual dan data peramalan yang mana keduanya sama-sama hampir mengikuti tren data aktual. Sehingga dari ketiga pertimbangan diatas, dapat dikatakan bahwa metode ini menggunakan n=3 lebih baik dan akurat daripada dengan n=5.

4.1.3.2 Simple Exponential Smoothing (SES)

Berikut ini peramalan menggunakan Simple Exponential Smoothing dengan alpha 0,4 beta 0,3; alpha 0,5, beta 0,3; dan alpha 0,6 beta 0,5 dimana berikut adalah contoh perhitungan manualnyaX (a=0,4) = (a.Xt)+(1-a)Xt-1

= (0,4.196)+(1-0,4)100 = 138,40

Tabel 4.17 Perhitungan Peramalan metode Simple Exponential Smoothing

PeriodeAktual = 0,3 = 0,4 = 0,5

1100,00

2196,00128,80138,40148,00

3210,00153,16167,04179,00

4185,00162,71174,22182,00

5180,00167,90176,53181,00

6150,00162,53165,92165,50

7160,00161,77163,55162,75

8150,00158,24158,13156,38

9160,00158,77158,88158,19

10165,00160,64161,33161,59

11130,00151,45148,80145,80

12330,00205,01221,28237,90

13128,80138,40148,00

Tabel 4.17 Perhitungan Peramalan metode Simple Exponential Smoothing (Lanjutan)PeriodeAktual = 0,3 = 0,4 = 0,5

14205,01221,28237,90

15205,01221,28237,90

16205,01221,28237,90

17205,01221,28237,90

18205,01221,28237,90

Untuk mengetahui sejauh mana keandalan dari model peramalan simple exponential smoothing menggunakan ketiga alpha tersebut, hasil forecasting pada metode simple eksponential smoothing dapat dilihat pada tabel 4.18Tabel 4.18 Perbandingan Error = 0,3 = 0,4 = 0,5

MAD43,2541,6240,13

Tracking

Signal(1,00) (8,09)(1,00) - (7,28)(1,00) (6,87)

MSFE31,8227,5625,07

MSE11138,968357,006914,90

MAPE10,94310,82710,622

Grafik

Ket:

Biru = Forecast ; Merah = Demand

Dari table perbandingan diatas dapat diketahui bahwa MAD terkecil dimiliki oleh metode simple exponensial smoothing dengan alpha=0,3 yang mana semakin kecil MAD maka semakin baik pula hail peramalannya. Kemudian pada tracking signal , semua data peramalan memiliki data yang keluar dari garis batas, yang sebaiknya tidak dianjurkan, namun yang memiliki data outlayer yang tidak jauh pada metode ini adalah yang menggunakan alpha =0,5 sehingga bias dikatakan bahwa data peramalan dengan alpha 0,5 ini lebih baik. Dari kedua pertimbangan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa metode simple exponensial smoothing dengan alpha 0,5 yang terbaik, karena ketika dilihat dari grafik antara data aktual dan peramalan, semua memiliki grafik yang cukup baik.

4.1.3.3 Metode Weight Moving Averages

Berikut ini peramalan menggunakan Weight Moving Averages dengan n=2 dan n=3

Contoh perhitungan manualnya adalah sebagai berikut :

WMA =

= = 164Tabel 4.18 Perhitungan Peramalan dan MAD Metode Weight Moving AveragePeriodeAktualWMA (2)WMA (3)

1100,00

2196,00

3210,00164,00

4185,00205,33187,00

5180,00193,33195,17

6150,00181,67186,67

7160,00160,00165,83

8150,00156,67160,00

9160,00153,33153,33

10165,00156,67156,67

11130,00163,33160,83

12330,00141,67146,67

13263,33235,83

14204,45205,00

15222,78221,81

16224,08205,56

17216,67218,54

18223,65210,88

Pada tabel 4.19 akan ditampilkan perbandingan dari hasil perhitungan error, tracking signal, serta grafik demand dan forecast untuk 3 jenis period pada metode weight moving average

Tabel 4.19Perbandingan ErrorWMA (2)WMA(3)

MAD35,466733,2037

Tracking

Signal(-2,40) (4,06)(-5,92) (2,95)

MSE4044,894043,13

Tabel 4.19Perbandingan ErrorWMA (2)WMA(3)

Grafik

MAPE15,778814,7505

Dari table perbandingan diatas dapat diketahui bahwa nilai MAD terkecil dimiliki oleh metode ini dengan n=3, sedangkan pada hasil tracking signal keduanya memiliki data yang keluar dari garis batas tracking signal 4.1.3.4 Analisa pembandingan hasil peramalan permintaan Produk 3Tabel 4.20 Analisa Pembandingan Metode Terpilih

NoDeskripsiModel MA (3)Model SES (a=0,5)Model WMA (a=2)

1Nilai Peramalan permintaan produk 1 208,33148263,33

2Nilai Tracking Signal(-4,50) (2,73)(1,00) (6,87)(-2,40) (4,06)

3MAD35,7440,1335,4667

3Tebaran nilai-nilai tracking signalNilai rata-rata ada yang berada diluar garis tracking signal. Nilai rata-rata ada yang keluar diantara garis tracking signal, namun hanya sedikit.Semua nilai rata rata berada di antara garis tracking signal

4Pola distribusi nilai nilai ramalanSesuai dengan data historisSesuai atau menyerupai data historisSudah sesuai namun masih data actual

5Nilai RSFE97,67275,8144

6KeputusanMenolak Model MA (3)Menolak Model DES (a=0,5 b=0,4)Menerima Model WMA dengan n=2

Berdasarkan tabel analisa diatas maka dapat di simpulkan bahwa yang memiliki MAD paling kecil adalah peramalan dengan metode Weight Moving Average dengan n=2 dimana tracking signal yang dimiliki data peramalan hanya satu yang keluar dari garis batas dan tidak terlalu menyimpang jauh seperti pada metode Moving Average dan Simple Exponential Smoothing. Tebaran nilai yang dimiliki oleh ketiga metode semua sudah baik yaitu sudah mengikuti trend dari data historisnya, namun karena 2 pertimbangan sebelumnya, maka dipilihlah metode Weight Moving Average dengan n=2 yang terbaik untuk digunakan dalam peramalan produk 3 ini. EMBED Equation.3

EMBED Equation.3

Universitas Brawijaya

_1444197358.vsdB1

M1

M2

M3

M4

M5

M6

M7

M8

P1

P2

P3

B3

B4

B5

_1444197359.vsdMulai

Rounding

Welding

Jenis Kaleng

Flanging

ISS/OSS

Expanding

Latex ujung (bila perlu)

Seaming bottom

Latex ujung/lem copal/ISS (bila perlu)

Seaming top end

OSS (bila erlu)

Packing

Warehousing

Flanging

Seaming bottom

Seaming ring atau top end

Packing

Warehousing

Flanging

Seaming bottom

Seaming top end

OSS

Packing

Warehousing

Selesai

Round can(line auto)

Round can (line manual)

Rectangular can

_1444197356.unknown

_1444197357.unknown