laporan kasus ge- revisi (autosaved)
DESCRIPTION
laporan kasus gastro enteritis akut dehidrasi ringan sedangTRANSCRIPT
Laporan Kasus
GASTROENTERITIS AKUT ec SUSPEK VIRAL
DEHIDRASI SEDANG
Oleh:
dr. Tiara Bunga Indiarsih
dr. Hendra Nopriansyah
Pembimbing:
Dr. Eka Intan, SpA, M.Kes
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUASIN
2013
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan kasus dengan judul :
“Gastroenteritis Akut ec Suspek Viral Dehidrasi Sedang”
Telah dipresentasikan dan diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Program Internship Dokter Indonesia di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Banyuasin Sumatera Selatan.
Banyuasin, 19 September 2013
Pembimbing
Dr. Eka Intan, SpA, M.Kes
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama : An. Mutia Alifah
Umur / Tanggal Lahir : 1 tahun 6 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Berat Badan : 10 kg
Tinggi Badan : 74 cm
Agama : Islam
Alamat : Tanjung Agung Banyuasin III
Kebangsaan : Indonesia
MRS :10 September 2013
B. ANAMNESA
(alloanamnesis dengan ibu penderita, 10 September 2013, pukul 18.00 WIB)
Keluhan Utama : BAB cair
Keluhan Tambahan : Muntah-muntah
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 2 hari sebelum rumah sakit penderita mengeluh BAB cair dan
sering, frekuensi ± 4x/hari, cairan lebih banyak daripada ampas, lendir ada, darah
tidak ada, volume 14
s.d 12
gelas, muntah ada, frekuensi ± 3x/hari, isi apa yang
dimakan dan diminum, muntah tidak menyemprot, demam ada sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit, batuk pilek ada. Anak masih mau minum. Kemudian
2
penderita dibawa ke klinik dokter umum dan diberi 4 macam obat yaitu
paracetamol, loperamid, metoclopramide, dan obat pilek yang orangtua os tidak
ingat namanya, tetapi keluhan tidak berkurang, lalu pasien dibawa berobat ke
UGD RSUD Banyuasin
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Cukup bulan
Partus : Spontan
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 6 Maret 2012
Berat badan lahir : 3200 gram
Panjang badan lahir : 50 cm
Keadaan saat lahir : Langsung menangis
Riwayat Makan
ASI : 0 – sekarang
Susu Formula : (tidak ditanyakan)
Bubur susu : 6 - 12 bulan
Nasi tim : 12 - 15 bulan
Nasi : 15 bulan - sekarang
3
Riwayat Perkembangan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 13 bulan
Kesan : Perkembangan motorik dalam batas normal
Riwayat Imunisasi
BCG : 1 kali, scar + (pada lengan kanan)
DPT : 3 kali
Polio : 3 kali
Hepatitis B : 3 kali
Campak : 1 kali
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan : 10 September 2013
Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 104 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
Pernapasan : 32 x/menit
Suhu : 38,0 °c
Berat Badan : 10 kg
Tinggi Badan : 74 cm
Status Gizi: BB/U : 90,9%
TB/U : 92,5 %
BB/TB : 97,3 %
4
Kesan : Status Gizi Baik
Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk : Normosefali, simetris, UUB cekung (-)
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.
Mata : Cekung (+), Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya +/+,
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).
Hidung : Sekret (+), kental (+), bau (-), warna kuning, napas cuping
hidung (-).
Telinga : Sekret (-).
Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-).
Tenggorokan : Faring hiperemis (+), Tonsil T2-T2 (tidak hiperemis),
dentritus (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat.
Thorak
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis: simetris, retraksi -/-
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-).
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Auskultasi : HR: 104 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, cubitan kulit perut lambat
kembali
Perkusi : Timpani
5
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Lipat paha dan genitalia : Pembesaran KGB (-)
Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-), edema (-), CRT < 2’’
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hematologi (10-09-2013)
Hb : 12,2 g/dl
Ht : 41 vol%
Leukosit : 13.900/mm3
LED : 16 mm/jam
Trombosit : 354.000/mm3
Hitung jenis : 1/0/2/59/31/8
E. DIAGNOSIS BANDING
Gastroenteritis Akut e.c susp Viral dengan Dehidrasi Sedang +
Faringitis
Gastroenteritis Akut e.c susp Bakteri dengan Dehidrasi Sedang +
Faringitis
F.DIAGNOSIS KERJA
Gastroenteritis Akut e.c susp Viral dengan Dehidrasi Sedang + Faringitis
G.PENATALAKSANAAN
Rehidrasi: IVFD RL 75 cc/kgBB/4 jam
Maintenance: 1000 cc + (BB-10) x 50 cc = 1000 cc / 24 jam
Amoksiklav 3 x 250 mg
Oralit 100 cc tiap BAB cair atau muntah
6
Zink 1x20 gr selama 10 hari
L-Bio 1x1 sachet
Paracetamol 3 x 125 mg
Ondansentron 1 x 4 mg
H. RENCANA PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Feses rutin
Pemeriksaan swab faring
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
J. FOLLOW UP
Tanggal Keterangan
11/9/2013 S : Keluhan : BAB cair (+) 2x, volume ¼ gelas, muntah (-)
O : Sense : CM
N : 100x/menit RR : 36x/menit T : 38,5oC
Kulit : turgor normal
Kepala : UUB cekung (-), mata cekung (+), air mata +/+,
mukosa bibir kering (-), faring hiperemis (+)
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : HR = 100x/menit, BJ I dan II normal, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen : cembung, lemas, BU (+) meningkat, hepar/lien
tidak teraba, cubitan kulit perut kembali cepat
Ekstremitas : akral dingin (-), sianosis (-), CRT < 2’’
7
12/9/2013
A : Diare akut ec suspek viral dehidrasi ringan + faringitis
P : - IVFD RL gtt XII/menit
- Amoksiklav 3 x 250 mg
- Oralit 100 cc tiap kali BAB cair
- Zink 1 x 20 mg
- L- bio 1 x 1 sachet
- Paracetamol 3 x 125 mg
- Diet NB 1000 kkal, 3x1 porsi
S : Keluhan : BAB cair (+) 1x, muntah (-)
O : Sense : CM
N : 104x/menit RR : 30x/menit T : 37,1oC
Kulit : turgor normal
Kepala : UUB cekung (-), mata cekung (-), air mata +/+,
mukosa bibir kering (-), faring hiperemis (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : HR = 104x/menit, BJ I dan II normal, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen : cembung, lemas, BU (+) meningkat, hepar/lien
tidak teraba, cubitan kulit perut kembali cepat
Ekstremitas : akral dingin (-), sianosis (-), CRT < 2’’
A : Diare akut ec suspek viral telah terehidrasi + faringitis
P : - IVFD RL gtt XII/menit
- Amoksiklav 3 x 250 mg
- Oralit 100 cc tiap kali BAB cair
- Zink 1 x 20 mg
- L- bio 1 x 1 sachet
8
- Paracetamol 3 x 125 mg
- Diet NB 1000 kkal, 3x1 porsi
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian
pada anak di negara-negara berkembang. Pengelolaan diare menurut WHO telah
berhasil menurunkan angka kematian diare sebesar 95%, tetapi hanya sedikit
menurunkan angka kesakitan diare. Pengelolaan diare yang dianjurkan WHO
menurut empat unsur utama, yakni pemberian cairan, diet, obat-obatan, dan
penyuluhan. Pengelolaan diare tersebut tidak memperhatikan etiologi, patofisiologi,
dan patogenesis terjadinya diare. Hanya sedikit diare akut (di bawah 5%) yang
melanjut menjadi diare kronis. Diare kronis memerlukan penanganan yang lebih
rumit, dimana etiologi, patofiologi, dan patogenesis penyakit berperan dalam
penangannya.
Batasan
Batasan diare menurut WHO adalah keluarnya tinja yang lunak/ cair dengan
frekuensi 3x/hari atau lebih dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja. Batasan
lainnya adalah ibu merasakan adanya perubahan konsistensi dan frekuensi BAB.
Batasan kedua dibuat karena bayi yang belum mendapat makanan tambahan dan
hanya ASI eksklusif, BAB dapat mencapai 6 sampai 8 kali perhari dengan feses encer
dengan ada bagian padat dan berbau asam. Tabel 1 dibawah ini adalah frekuensi
defekasi pada bayi dan anak.
10
Tabel 1. Frekuensi defekasi pada bayi dan anak
Usia Frekuensi defekasi (kali/
minggu)
Rata-rata frekuensi
defekasi (kali/ hari)
0-3 bulan
Bayi yg mendapat
ASI
Bayi yg mendapat
susu formula
5-40
5-28
2,9
2,0
6-12 bulan 5-28 1,8
1-3 tahun 4-21 1,4
>3tahun 3-14 1.0
Dikutip dari modifikasi dari Biggs WS, Dery WH. Evaluation anf treatment of constipation in Infant
and children 2006.
Definisi
Dalam menangani kasus diare, penting untuk membedakannya berdasarkan
waktu, yakni diare akut dan kronis. Diare akut adalah kumpulan penyakit dengan
gejala diare berupa defekasi dengan tinja cair/ lembek dengan atau tanpa darah dan
lendir dengan frekuensi 3 kali/lebih, berlangsung kurang dari 14 hari dan frekuensi
kurang dari 4x/bulan. Batasan akut menurut Arasu lebih lama yakni 28 hari. Secara
praktis WHO membedakan diare diare dalam 3 kelompok, yakni diare akut, kolera,
dan disentri. Kasus yang bukan kolera dan disentri dikelompokkan menjadi diare
akut. Diare persisten lebih ditujukan untuk diare akut yang melanjut lebih dari 14 hari
yang umumnya disebabkan agen infeksi. Diare kronis lebih ditujukan untuk diare
yang hilang timbul yang sering terjadi berulang atau diare akut dengan gejala yang
ringan yang melanjut lebih dari 14 hari, yang umumnya disebabkan oleh non infeksi.
Rerata (95%) diare akut terjadi dalam 3-5 hari, karena itu diare akut yang melanjut
lebih dari 7 hari (disebut prolong diare) harus diketahui agen penyebabnya.
11
Etiologi
Kebanyakan kasus diare (+/- 85%) disebabkan oleh rotavirus, ETEC, dan tidak
ditemukan mikroorganisme penyebab. Sisanya (+/- 15%) disebabkan bakteri lainnya,
virus lainya, parasit, malabsorpsi makanan, alergi makanan, keracunan makanan,
immunodefisiensi dan lain-lain. Jadi kebanyakan penyebab diare tidak memerlukan
antimikroba/ antibiotik untuk mengatasinya.
Kebanyakan kasus diare (+/- 80%) disebabkan agen infeksi, dimana 1/3 kasus
(30%) diare di masyarakat disebabkan oleh rotavirus. Separuh (+/- 50%) kasus diare
yang dirawat di RS disebabkan oleh rotavirus, menunjukkan diare karena rotavirus
menimbulkan dehidrasi yang lebih berat. Hanya sekitar 10% disebabkan oleh agen
makanan, yakni pada kasus keracunan, malabsorpsi, intoleransi, ataupun alergi.
Diare dapat disebabkan agen penyebab infeksi, yakni virus, bakteri, parasit
dan jamur, Golongan virus yakni Rotavirus, virus Norwalk, Norwalk like virus,
Astovirus, Calcivirus, dan Adenovirus. Golongan bakteri yakni E.Coli, Salmonella,
Shigella, Vibrio Cholera, Stapylococcus Aureus. Golongan parasit yakni Entamoeba
histolytica, Dientomoeba fragilis, Giardia Lamblia. Golongan cacing, yakni
Strongiloides stercoralis, Capillaria Phillipinensis. Golongan jamur yakni candidiasis,
Coccodioidomycosis. Walaupun penyebabnya banyak, secara klinis WHO hanya
membagi diare akut menjadi diare akut, disentri, dan kolera.
Beberapa penyakit penyerta dapat menyertai diare. Pada diare akut penyakit
penyerta terbanyak adalah sepsis (27,2%), terutama pada bayi yang berumur kurang
dari 2 bulan, bronkopneumonia (23,53%) dan malnutrisi (19,12%). Penyakit penyerta
adalah penyakit yang terajdi bersamaan dengan penyakit diare. Beberapa penyakit
dapat menyerang sistem lainnya disamping traktus digestivus, misalnya infeksi
enterovirus 40-41, virus campak, rotavirus yang dikaitkan dengan gejala saluran
cerna dan nafas.
12
Patogenesis diare akut
1) Masuknya jasad renik yang masih hidup ke usus halus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung.
2) Jasad renik tersebut berkembang biak di dalam usus halus.
3) Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik).
4) Akibat toksin tersebut terjadilah hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Patofisiologi dasar terjadinya diare adalah absorpsi yang berkurang dan atau
sekresi yang meningkat. Beberapa mekanisme yang mendasarinya adalah mekanisme
sekretorik (diare sekretorik), mekanisme osmotik (diare osmotik), dan campuran.
Prinsip dasar infeksi oleh bakteri adalah kemampuan bakteri mengeluarkan toksin-
toksin, yang dapat bertindak sebagi reseptor untuk melekat pada enterosit, merusak
membran enterosit dan kemudian menghancurkannya (sitolitik, disebutb sitotoksin),
mengaktifkan second messenger intarseluler sehingga terjadi peningkatan sekresi
(disebut enterotoksin), dan merusak/merangsang sistem persarafan (disebut
neurotoksin). Pada infeksi bakteri, kerusakan sel dapat terjadi tergantung jenis bakteri
yang menginvasi, tetapi dapat pula entrositnya utuh/ tidak rusak. Jika enterositnya
rusak maka disamping diare sekresi juga dapat terjadi diare osmotik (tergantung pada
tingkat kerusakan enterosit). Prinsip dasar diare karena virus adalah invasi virus ke
dalam enterosit untuk berkembang biak sehingga enterosit lisis. Lisisnya enterosit
menyebabkan gangguan pada villi (pemendekan pada villi) sehingga menyebabkan
kripta hipertropi dan hiperplasi.
Diare sekretori
Diare terjadi akibat aktifnya ‘pompa’ yang bekerja mengeluarkan elektrolit
dan air ke lumen usus. Biasanya pompa yang terangsang adalah pompa clorida.
‘Pompa’ ini terangsang karena adanya rangsangan mediator-mediator
intraseluler(second messenger) yang terangsang karena toksin bakteri.
13
Beberapa bakteri mengeluarkan enterotoksin tanpa invasi maupun merusak
struktur mukosa usus. Bakteri ini menempel di sel, kemudian mengeluarkan
enterotoksin yang mengikat reseptor mukosa yang spesifik yang kemudian
meningkatkan aktifitas mediator intraseluler menyebabkan terjadinya peningkatan
sekresi. Contohnya adalah Vibrio Cholera dimana bakteri berkembang dalam usus
kecil, kemudian melakukan perlengketan pada enterosit, kemudian mengeluarkan
cairan. ETEC mengeluarkan toksin labil panas (LT, termasuk enterotoksin) yang
kemudian berikatan dengan reseptor membran apikal enterosit, yang akan
mengaktivasi GMP siklik intraseluler yang memacu sekresi CL dan menghanbat
absorbsi Na. EPEC melakukana perlengketan tanpa menimbulkan kerusakan pada
mukosa dan tanpa pengeluaran enterotoksin, terjadi kerusakan pada mikrovilli, yang
mengakibatkan gangguan absorpsi.
Beberapa kuman melakukan invasi, menimbulkan reaksi radang, dan
menyebabkan destruski enterosit, diantaranya Shigella, Campylobacter, Entamoeba
histolytica. Infeksi dapat terbatas pada usus kecil atau kolon, tetapi dengan cepat
menimbulkan kolitis dengan dengan ulserasi pada mukosa superfisial dan keluhan
mengejan, tenesmus, dan tinja berlendir dan berdarah.
Gejala klinis
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare, tinja cair
dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau
sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat
gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan
banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun,
turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir
bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
14
Komplikasi Diare akut
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit dapat terjadi berbagai
komplikasi seperti:
1. Dehidrasi
2. Renjatan (shock) hipovolemik
3. Gangguan elektrolit (hipokalemia, hiponatremia, hipernatremia)
4. Hipoglikemi
5. Intoleransi laktosa sekunder
6. Kejang
7. Malnutrisi energi protein
Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO, maka dehidrasi dibagi tiga menjadi
dehidrasi ringan, sedang, atau berat, yaitu:
1. Dehidrasi Ringan
Tidak ada keluhan atau gejala yang mencolok. Anak tampak sadar, kelopak
mata tidak cekung, air mata masih terlihat pada saat anak menangis, bibir dan
lidah basah, anak minum secara normal bila diberikan air atau oralit
(meskipun kadangkala anak menolak cairan oralit karena tidak menyukai
rasanya), dan turgor kulit kembali dengan cepat (<1 detik). Anak terlihat agak
lesu, haus, dan agak rewel.
2. Dehidrasi Sedang
Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih gejala berikut:
Gelisah, cengeng
Anak sangat kehausan
Ubun-ubun besar dan kelopak mata cekung
Sedikit air mata saat menangis
Bibir dan lidah kering
Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera
kembali ke posisi semula (1-2 detik).
15
3. Dehidrasi berat
Tandanya ditemukan 2 atau lebih gejala berikut:
Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk
Tidak bisa minum, tidak mau makan
Ubun-ubun besar dan kelopak mata sangat cekung
Tidak ada air mata sangat menangis
Bibir dan lidah sangat kering
Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik
Tidak kencing 6 jam atau lebih/frekuensi buang air kecil berkurang/kurang
dari 6 popok/hari.
Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi
Berdasarkan derajat dehidrasi dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan
berat. Klasifikasi sesuai kehilangnan cairan yang trejadi (PWL=previous water loss).
Tabel 2. Derajat dehidrasi yang dihubungkan dengan kehilangan BB
Derajat dehidrasi %Kehilangan BB
Bayi-anak <10kg
Anak besar
Tanpa dehidrasi 0-5%
Dehidrasi ringan-sedang 5-10% (rerata 7.5%)(50-
100ml/kg)
Rerata 5-6% (50-60%
ml/kg)
Dehidrasi berat 10-15% (rerata 12.5%)
(100-150ml/kg)
Rerata 5-9% (80-90
ml/kg)
Pada anak yang lebih besar dimana CES, lebih sedikit maka PWL sebesar 9%
BB sudah menimbulkan dehidrasi berat. Derajat dehidrasi dapat ditentukan
berdasarkan gambaran klinis anak yang menderita diare, yang menurut MTBS
(manajemen terpadu balita sakit) berdasarkan keadaan umum, kelopak mata, rasa
haus dan turgor.
16
MTBS
MTBS ini pratis dan mudah dikerjakan. Hal-hal yang perlu ditanyakan adalah
berapa lama diare sudah berlansung, ada darah atau tidak dalam feses. Kemudian
lihat dan raba; keadaan umum, mata cekung, rasa haus/tidak mau minum, dan turgor.
Klasifikasikan diare berdasarkan derajat dehidrasi dan berdasarkan lama diare dan
darah dalam tinja.
Gambar 1. Alogaritme klasifikasi diare menurut MTBS
Program P2 diare
Penilaian ini sedikit lebih rumit, tetapi lebih baik dalam menenutkan derajat
dehidrasi dibandingkan MTBS. Penilaian ini mirip dengan MTBS, tetapi terdapat
penambahan penilaian air mata dan keadaan mukosa mulut dan lidah.
17
Tabel 3. Penilaian derajat dehidrasi menurut program P2 Diare
Penilaian A B C
1.Lihat
Keadaan
umum
Mata
Air mata
Mulut dan
lidah
Rasa haus
Baik, sadar
Normal
Ada
Basah
Minum biasa,
tidak haus
Gelisah, rewel
Cekung
tidak ada
Kering
Haus, ingin minum
banyak
Lesu, lunglai atau
tidak sadar
Sgt cekung/ kering
Tidak ada
Malas minum atau
tdk bisa minum
2.Periksa
Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sgt
lambat
3.Derajat dehidrasi Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan-
sedang
Dehidrasi berat
Skor Maurice King
Skor ini telah lama dibuat, tetapi karena tidak praktis maka skor ini jarang
digunakan. Beberapa kelemahan skor ini adalah penilaian ubun-ubun besar (UUB)
dan denyut nadi. UUB lebih cembung dan frekuensi nadi lebih cepat pada bayi yang
menangis dan atau panas.
18
Tabel 4. Penilaian derajat dehidrasi menurut Skor Maurice King
Bagian tubuh yg
diperiksa
Nilai untuk gejala yg ditentukan
0 1 2
Keadaan umum sehat Gelisah,
cengeng,apatis,
ngantuk
Mengigau, koma
atau syok
Kekenyalan
kulit
Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun
besar
Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering dan
sianosis
Denyut nadi/
menit
Kuat<120 Sedang <120-
140
Lemah>140
Catatan:
1.Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit anatar ibu jari dan telunjuk
selama 30-60 detik, kemudian dilepas. Jika kulit kembali dlm waktu:
1 detik: turgor kulit agak kurang=dehidrasi ringan
1-2 detik: turgor kurang=dehidrasi sedang
>2 detik: turgor sgt kurang=dehidrasi berat
2. Berdasarkan skor yg terdapat pada seorang penderita dpt ditentukan derajat
dehidrasinya.
Nilai 0-2=dehidrasi ringan
Nilai 3-6=dehidrasi sedang
Nilai 7-12=dehidrasi berat
3.Pada anak-anak dgn ubun-ubun besar sudah menutupi, nilai ubun-ubun besar
diganti dgn banyaknya/ frekuensi kencing.
19
Penilaian derajat dehidrasi berdasarkan gambaran klinis umum dapat
menyokong klasifikaso lainnya terutama MTNS. Tabel memperlihatkan derajat
dehidrasi berdasarkn gambaran klinis.
Penatalaksanaan
Prinsip dasar penatalaksanaan diare adalah pemberian cairan (rehidrasi), feeding
adjusment, pengobatan medikamentosa dan health education (penyuluhan).
1) Pemberian cairan
Penggantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi
efektif diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan beratbadan
yang hilang sebagai persentasi kehilangan total beratbedan dibandingkan berat badan
sebelumnya sebagai baku emas.
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parenteral. Bila diare profus
dengan pengeluaran tinja yang banyak (>100 ml/kgBB/hari) atau muntahhebat
(severe vomiting) sehingga penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung
yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi
defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya rahidrasi
parenteral hanya dilakukan untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi.
Keuntungan terapi oral karena ma=urah dan dapatdiberikan dimana-mana.
AAPmerekomendasikan cairan rehidrasi oral untuk rehidrasi dengan kadarnatrium
berkisar antara 75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan
natrium antara 40-60 mEq/L. Anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus
dilanjutkan segera pemberian makanannya sesuai umur.
a. Dehidrasi Ringan-Sedang
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan
pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat
diberikan secara intravena sebanyak 75 ml/kgbb/4 jam. Pemberian cairan oral
dapat dilakukan setelah anak dapat minum sebanyak 5 ml/kgbb/jam. Biasanya
20
dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam pada anak. Selanjutnya
untuk cairan maintenance dapat disesuaikan dengan rumus Holiday’s Sgar:
- BB < 10 kg : BB x 100 cc
- BB 10-20 kg : 1000 cc + (BB-10) x 50 cc
- BB > 20 kg : 1500 cc + (BB-20) x 20 cc
Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan
sebanyak 10 ml’kgbb per oral setiap kali diare atau muntah.
b. Dehidrasi Berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10 % untuk bayi
dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-
koma, pernafasan Kusmaul, gangguan dinamik sirkulasi) memerlukan
pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian cairan parenteral menurut
panduan WHO diberikan sebagai berikut
- Usia < 1 tahun : 30 ml/kgbb dalam 1 jam pertama ; selanjutnya 70 ml/
kgbb dalam 5 jam
- Usia >1 tahun : 30 ml/kgbb dalam 30 menit pertama ; selanjutnya 70
ml/kgbb dalam 2,5 jam
Walaupun pada diareterapi cairan perenteral tidak cukup bagi kebutuhan
penderita akan kalori, namun hal ini tidak menjadi masalah besar karena
hanya menyangkut waktu yang pendek. Apabila keluhan diare dan muntah
telah hilang dapat kembali diberikan diet sebagaimana biasa. Segala
kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak, dan protein akan segera dipenuhi.
Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar
penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman
sebagai biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan
terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan.
21
2) Diet
Pada diare, diet memegang peranan penting. Pemberian diet secara dini dapat
mempercepat penyembuhan diare dan mencegah penurunan BB lebih lanjut. Pada
dehidrasi berat, makanna diberikan setelah keadaan umum anak membaik, ASI
diteruskan sepertyi biasanya. Tetap meneruskan makan dan minum seperti
biasanya, dengan penamhbahn porsi karena pada pada diare kebutuhan akan diet
meningkat 40% adalah prinsip terapi diet pada terapi diare. Makanan yang
dikonsumsi banyak mengandung kalium dan tidak merangsang.
Pada bayi yang mendapat susu formula, jika ada tanda-tanda intoleransi glukosa
(baik klinis maupun lobaratoris), dehidrasi berat, diare telah berlangsung 3-5 hari
ganti susu formula dengan susu rendah laktosa atau bebas laktosa. Penelitian
multisenter menunjukkan pemberian susu bebas laktosa lebih bermanfaat jika ada
tanda-tanda intoleransi latosa dibandingkan sus rendah laktosa.
3) Terapi medikamentosa.
Menurut WHO dan DEPKES, antibiotika hanya digunakan pada kasus
kolera dan disentri. Penggunaan antibiotika dapat diperluas pada kasus diare
invasif, yakni diare yang disebakan oleh bakteri yang menginvasi enterosit. Suatu
diare digolongkan ke diare invasif jika ditemukan leukosit tinja 10/lpb atau lebih,
yang biasanya ditandai dengan gejala panas lebih dari 38,5’c. Antibiotik juga
harus digunakan jika terdapat gejala meteorismus, dimana pada keadaan ini
terjadi perubahan barrier usus yang menyebabkan bakter-bakteri intraluminal
mudah mengalami translokasi. Secara mikroskopis, penggunaan antibiotika dapat
dibenarkan pada kasus tersangka kolera, tersangka shigelosis, terbukti amubiasis,
terbukti giardiasis, dan overgrowth kuamn. Diare yang melanjut lebih dari 7 hari,
dipertimbangkan untuk memberi antibiotika sambil menunggu hasil kultur dan
resistensi feses. Penggunaan antibiotika yang tepat adalah berdasarkan hasil
kultur feses. Kultur juga dilaksanakn untuk mengetahui parasit sebagi
22
penyebabnya. Jenis antibiotika yang sering digunakan untuk membasmi kolera
drug iof choicenya adalah tetrasiklin dengan alternatifnya kotrimoksazol. Untuk
disentri, drug of choicenya adalah kotrimoksazol. Untuk amubiasis dan giardiasis
drug of choicenya adalh metronidazol. Untuk overgwoth kuman, karena hampoir
90 % kuamn yang di kolon adalah kuam gram negatif anaerob, maka drug of
choice nya adalah metronidazol. Secara sederhana, pada diare yang memerlukan
antibiotik, maka diperlukan antibiotika kotrimoksazol dan metronidazol. Tetapi
karena banyak resisten terhadao kotrimoksazol, maka pemilihan obat antibiotika
pada kasus diare yang memerlukan antibiotika, sebaiknya mengikuti pola
resistensi dan sensivitas kuman pada daerah tersebut.
Beberapa penyakit dapat menyertai diare akut. Pemakian antibiotika dpat
dibenarkan pada kasu seperti ini, tetapi antibiotika yang dipakai adalah antibiotika
untuk penyakit penyerta, misalnya diare akut dengan tonsilofaringitis, maka
antibiotika yang digunkana adalah antibiotika untuk tonsilofaringitis. Panas tinggi
yang menyertai diare dapat diebakan oleh sepsis, ensefelatitis, meningitis danm
lain-lain. Bayi berumur di bawah 3 bulan juga perlu dilindungi dengan antibiotik
jika mengalami diare, karena mudah mengalami sepsis.
- Zinc (seng)
Zinc merupakan mikronutrien esensial bagi tubuh. Zinc berperan dalam
proses pertumbuhan dan diferensiasi sel, menjaga stabilitas dinding sel, serta
ikut dalam proses ekspresi dari gen dan pengaturan ion intraseluler. Zinc
berperan penting dalam sistem imun. Pada sistem imunitas non-spesifik, jika
terjadi defisiensi zinc akan menyebabkan kerusakan sel epidermal, mukosa GIT
dan saluran nafas yang merupakan barrier terhadap mikroba. Defisiensi zinc
akan menganggu fungsi leukosit PMN, sel NK dan aktivitas komplemen. Pada
sistem imunitas spesifik, zinc berperan besar dalam sistem limfosit. Defisensi
zink menyebabkan atrofi timus dan berkurangnya kandungan limfosit. GIT
23
memiliki kandungan limfosit yang terbanyak setelah timus sehingga defisiensi
zinc menyebabkan anak rentan terhadap infeksi kuman penyebab gangguan
GIT. Zinc berperan dalam mempertahankan integritas mukosa usus melalui
fungsi regenerasi sel dan stabilitas membran sel. Zinc dapat menghalangi
pembentukan c-GMP yang menimbulkan diare sekresi.
- Oralit
Oralit adalah cairan elektrolit-glukosa yang sangat esensial dan telah
terbukti efektif dalam pencegahan dan mengobati rehidrasi pada dehidrasi
ringan sedang. Oralit juga diberikan setelah selesai rehidrasi, yakni pada tahap
rumatan. Pada tahap rumatan pemberian cairan ditujukan untuk mengganti
kehilangan cairan yang sedang berlangsung karena diare, yakni sebanyak 10-
20ml/kgBB untuk setiap diare berair yang terjadi dan 5-10 ml/kgBB setiap
muntah atau 100 ml setiap kgBB pada anak dengan BB 10 kg ke bawah dan
200 ml/kgBB untuk BB diatas 20 kg. Komposisi oralit adalah Na (90mml/l)
dan osmolaritas (311mmol/l).
- Probiotik
Selain zinc, dikenal juga adanya Lactobacillus B, probiotik yang juga
dapat digunakan untuk mengurangi kejadian diare pada anak. Probiotik adalah
mikroorganisme hidup yang memberikan keuntungan dan kesehatan, dari
bakteri yang sama yang ada di usus. Bakteri tersebut merupakan penentu
kesehatan pencernaan dan imunitas kita, dan saat jumlahmnya tidak seimbang
bakteri tersebut tidak dapat melindungi tubuh dari penyakit yang disebabkan
oleh bakteri dan virus berbahaya. Pada saat seperti inilah suplemen probiotik
multi strain dapat digunakan untuk mensuport sistem pertahanan tubuh.
24
Probiotik terdiri atas dua grup yaitu Lactobacillus dan
Bifidobacterium. Tiap grup merupakan strain yang berbeda. Saluran
pencernaan manusia memiliki sekitar lebih dari 400 jenis mikroorganisme
yang meningkatkan imun, beberapa diantaranya biasa didapatkan dalam
bentuk suplemen untuk meningkatkan kesehatan. Strain prebiotik yang
berbeda masing masing memiliki keuntungan spesifik, diantaranya:
- Lactobacillus acidophilus
Merupakan suplemen probiotik yang paling banyak ditemukan.Bakteri ini
menciptakan lingkungan tidak bersahabat untuk bakteri “jahat” yang masuk
ke saluran cerna.
- Lactobacillus helveticus
Strain ini dapat membantu meredakan gejala irritable bowel syndrome dan
mencegah terjadinya colitis
- Lactobacillus casei
Strain probiotik ini melawan bakteri dan virus dan mencegah terjadinya diare
- Bifidobacterium longum
Probiotik kuat ini mencegah pertumbuhan bakteri berbahaya dan
meningkatkan imunitas dengan memfermentasikan gula menjadi asam laktat.
Probiotik suplemen dapat berupa single strain maupun multi strain, yang
mengandung baik satu ataupun campuran banyak strain yang dikonsentrasikan.
Terdapat banyak perdebatan mengenai efektifitas dari single strain dan multi
strain probiotik, bagaimanapun juga, muti strain probiotik merupakan pilihan
yang lebih baik karena memberikan hasil yang lebih baik. Ulasan terkini di
European Journal of Nutrition mengatakan bahwa dari 16 penelitian yang
membandingkan keefektifitasan single strain dan multi strain probiotik, 75%
menunjukkan bahwa multi strain probiotik lebih efektif. Karena masing-masing
strain probiotik memiliki keuntungan kesehatan yang berbeda, gabungan dari
25
beberapa strain dengan kualitas tinggi akan menghasilkan cakupan support imun
yang lebih luas.
- Anti emetik
Antiemetik tidak rutin digunakan. Tetapi, antiemetic dapat diberikan untuk
meningkatkan keberhasilan rehidrasi oral. Pemberian antiemetik untuk
meningkatkan keberhasilan rehidrasi oral dan menurunkan angka perawatan
pasien gastroenteritis sudah dibuktikan oleh Chow d.k.k pada tahun 2010. Pilihan
obat antiemetik yang dianjurkan adalah ondansetron.
4) Health education
Pendidikan kesehatan dilakukan pada saat visite dan di ruangan khusus di
mana orang tua penderita dikumpulkan. Pokok ceramah meliputi usaha
pencegahan diare dan KKP, usaha pertolongan untuk mencegah dehidrasi pada
diare dengan menggunakan oralit, imunisasi dan keluarga berencana.
26
BAB III
ANALISIS KASUS
Seorang anak perempuan berusia 1 tahun 6 bulan datang dengan keluhan
utama BAB cair serta keluhan tambahan muntah. Dari anamnesa didapatkan
Sejak 2 hari sebelum rumah sakit penderita BAB cair dan sering, frekuensi
±4x/hari, cairan lebih banyak daripada ampas, lendir ada, darah tidak ada, volume
14
s.d 12
gelas, muntah ada, frekuensi ±3x/hari, isi apa yang dimakan dan
diminum, muntah tidak menyemprot, demam ada sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, batuk pilek ada. Kemudian penderita dibawa ke klinik dokter umum
dan diberi 4 macam obat yaitu paracetamol, loperamid, metoclopramide, dan obat
pilek yang orangtua os tidak ingat namanya, tetapi keluhan tidak berkurang, lalu
pasien dibawa berobat ke UGD RSUD Banyuasin
.
Dari alloanamnesis yang diperoleh dari ibu pasien ditemukan adanya buang
air besar cair tanpa lendir dan darah, dengan muntah-muntah dan demam
subfebris sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Hal ini mengarahkan kita pada
diagnosa gastroenteritis yang disebabkan oleh virus. Namun demikian,
gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri belum dapat sepenuhnya
disingkirkan karena diperlukan pemeriksaan feses rutin untuk melihat ada atau
tidaknya fecal occult blood pada pasien ini. Pada diare yang disebabkan oleh
bakteri, dari pemeriksaan feses rutin secara makroskopis dapat ditemukan lendir
dan/ atau darah, secara mikroskopis didapatkan adanya leukosit.
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan tanda-tanda dehidrasi yaitu ubun-
ubun cekung dan turgor kulit yang kembali lambat dalam 1-2 detik, namun
penderita masih mau minum. Adanya tanda-tanda gangguan sirkulasi seperti nadi
dan nafas yang cepat, akral ekstremitas yang dingin dan letargi tidak dijumpai.
27
Berdasarkan gejala-gejala tersebut maka derajat dehidrasi pada pasien ini
dikategorikan derajat sedang. Pada pemeriksaan dalam mulut menunjukkan faring
hiperemis yang menunjukkan tanda terjadinya radang tenggorok. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya peningkatan leukosit. Peningkatan
leukosit pada pasien ini menunjukkan adanya infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Bakteri paling banyak menjadi penyebab adalah streptococcus beta
hemolitikus. Namun demikian, untuk dengan pasti menyingkirkan penyebab
faringitis adalah bakteri perlu dilakukan swab faring. Selanjutnya dapat dilakukan
kultur dan resistensi untuk menentukan antibiotika yang tepat. Selain itu
peningkatan hematokrit yang juga ditemukan pada pasien ini dapat
mengindikasikan dehidrasi yang sedang terjadi.
Penatalaksanaan pada pasien ini dengan terapi cairan untuk mengganti cairan
dan elektrolit yang hilang dan mempertahankan jumlah cairan dan elektrolit tubuh
cairan rehidrasi melalui oral sebanyak 75cc/kgbb/4jam pertama kemudian
dilanjutkan dengan cairan maintenance yang disesuaikan menurut rumus Holiday-
Sugar yaitu pada pasien ini dengan BB 10 kg = 1000 cc + (BB-10) x 50 cc = 1000
cc/24 jam. Jika rehidrasi oral gagal, maka pasien dirawat untuk dilanjutkan
dengan rehidrasi intravena sesuai dengan derajat dehidrasinya. Antiemetik tidak
rutin digunakan. Tetapi, antiemetic dapat diberikan untuk meningkatkan
keberhasilan rehidrasi oral. Pemberian antiemetik untuk meningkatkan
keberhasilan rehidrasi oral dan menurunkan angka perawatan pasien
gastroenteritis sudah dibuktikan oleh Chow d.k.k pada tahun 2010. Pilihan obat
antiemetik yang dianjurkan adalah ondansetron.
Antibiotika diberikan karena diduga penyebab faringitis pada pasien ini
adalah bakteri. Pemilihan antibiotika untuk pasien dengan faringitis adalah
sebagai berikut:
28
Pemberian suplemen zinc dapat direkomendasikan sebagai pilihan guna
mencegah terjadinya diare berulang. Pemberian L-Bio sebagai probiotik ditujukan
untuk membantu menormalkan fungsi saluran cerna, dan membantu menjaga
flora normal di usus. Paracetamol diberikan untuk menurunkan suhu tubuh yang
meningkat sebagai manifestasi dari infeksi yang terjadi. Untuk diet gizi diberikan
diet NB 1000 kkal, 3 porsi sehari.
Prognosis pada penderita ini adalah bonam, karena diare dikarenakan infeksi
virus pada prinsipnya merupakan self limiting disease. Diare yang dialami
penderita termasuk diare akut yang prognosisnya lebih baik bila dibandingkan
diare kronis. Dengan pemberian terapi yang tepat yakni rehidrasi secepatnya guna
menggantikan cairan yang hilang ditambah pemberian suplemen zinc akan
mempercepat membaiknya keadaan penderita.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Pickering LK and Snyder JD. Gastroenteritis in Nelson Textbook of
Pediatric,17Edition. 2003. page1272-1276
2. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Gastroenterologi. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.1998. hal
283-293.
3. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. RSMH. 2010.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Apa yang Perlu Diketahui dari Diare Pada
Anak?. No .38. Tahun XXV. 2005
5. Anonim. Diagnosis Diare dan Klasifikasi Dehidrasi. Available at
http://www.medicastore.com/med/index
6. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Diare. Jkarta.
2009. Hal 131-152.
7. Salwan, Hasri. 2008. Diare Pada Anak. Palembang.
8. Veda & Habert. 2011. Gastroenteritis. Article.
Poncohadiyuniyanto.blogspot.com
30