laporan kasus revisi 1

56
LAPORAN KASUS CLOSE FRAKTUR 1/3 DISTAL HUMERUS DEXTRA Disusun Oleh : Handri Poerniawan 02.34865.00058.09 Rabiah 03.37472.00128.09 Pembimbing dr. Yasser Ridwan, Sp.OT LAB/SMF ILMU BEDAH

Upload: raraok

Post on 26-Jun-2015

1.758 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS REVISI 1

LAPORAN KASUS

CLOSE FRAKTUR 1/3 DISTAL HUMERUS DEXTRA

Disusun Oleh :

Handri Poerniawan 02.34865.00058.09

Rabiah 03.37472.00128.09

Pembimbing

dr. Yasser Ridwan, Sp.OT

LAB/SMF ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE

UNIVERSITAS MULAWARMAN - SAMARINDA

2009

Page 2: LAPORAN KASUS REVISI 1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI ............................................................................................... 1

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................... 2

A. Latar Belakang .................................................................. 2

B. Tujuan ............................................................................... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 4

A. Definisi .............................................................................. 4

B. Anatomi ............................................................................. 4

C. Etiologi .............................................................................. 11

D. Patofisiologi ...................................................................... 12

E. Klasifikasi ......................................................................... 13

F. Gambaran Klinis ............................................................... 16

G. Pemeriksaan Penunjang .................................................... 17

H. Penatalaksanaan ................................................................ 17

I. Komplikasi ........................................................................ 22

BAB III. LAPORAN KASUS ................................................................. 24

BAB IV. PEMBAHASAN ...................................................................... 28

BAB V. PENUTUP ................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 31

Follow Up ................................................................................................... 32

1

Page 3: LAPORAN KASUS REVISI 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang

melebihi kekuatan tulang. Fraktur dapat diklasifikasikan menurut garis fraktur

(transversal, spiral, oblik, segmental, komunitif), lokasi (diafise, metafise, epifise)

dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang mengelilingi (terbuka atau

compound dan tertutup). 1

Fraktur humerus adalah salah satu fraktur yang cukup sering terjadi. Insiden

terjadinya fraktur shaft humerus adalah 1-4% dari semua kejadian fraktur.2

Fraktur shaft humerus dapat terjadi pada sepertiga proksimal, tengah dan distal

humerus.1,3

Fraktur korpus humeri dapat terjadi semua usia. Pada bayi, humerus sering

mengalami fraktur pada waktu persalinan sulit, atau cedera non-accidental.

Fraktur ini dapat menyembuh dengan cepat dengan pembentukan kalus massif dan

tidak perlu perawatan. Pada orang dewasa, fraktur pada humerus tidak umum

terjadi. Terdapat beberapa jenis fraktur, tetapi dapat dirawat dengan cara yang

sama. Jika perawatan dilakukan dengan baik, maka tidak akan menimbulkan

masalah.3

Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur korpus humerus adalah cedera

nervus radialis.1-10 Biasanya hanya memar (neuropraksia) yang sembuh sempurna

secara spontan dalam waktu dua sampai empat minggu. Tetapi kadang-kadang

terjadi kerusakan yang permanen.1

B. TUJUAN

Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :

1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan

2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan

yang terdapat pada kasus.

2

Page 4: LAPORAN KASUS REVISI 1

3. Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang

didapat dari anamnesa hingga penatalaksanaan dan follow up..

3

Page 5: LAPORAN KASUS REVISI 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang

humerus yang terbagi atas :1

1. Fraktur Collum Humerus

2. Fraktur Batang Humerus

3. Fraktur Suprakondiler Humerus

4. Fraktur Interkondiler Humerus

B. ANATOMI

Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang

panjang dan terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di

proksimal dan dengan radius ulna di distal. Humerus dapat dibagi menjadi 3

bagian, yaitu proksimal humeri, shaft humeri dan distal humeri.4

Proksimal humeri

Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan

dilapisi oleh tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang

berartikulasi dengan kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula. Arah

caput humeri serong mediosuperior dan sedikit posterior. Caput humeri

dipisahkan dengan struktur di bawahnya oleh collum anatomicum. 4

Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan

tuberculum minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan diri

ke distal sebagai crista tuberculi majoris. Tuberculum minor mengarah ke anterior

dan melanjutkan diri sebagai crista tuberculi minoris. Di antara kedua tuberculum

serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang dilapisi tulang rawan

dan dilalui tendon caput longum m. bicipitis. 4

Shaft humeri

Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga.

Permukaan shaft humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies

4

Page 6: LAPORAN KASUS REVISI 1

anterior lateralis dan facies posterior. Pertemuan facies anterior medialis dengan

facies posterior membentuk margo medialis. Margo medialis ke arah distal makin

menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris medialis. Pertemuan facies

anterior lateralis dengan facies posterior membentuk margo lateralis. Margo

lateralis ini juga ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista

supracondilaris lateralis. 4

Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan

tuberositas deltoidea. Di posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies posterior

humeri didapatkan sulcus nervi radialis (sulcus spiralis) yang berjalan

superomedial ke inferolateral. Foramen nutricium didapatkan dekat margo

medialis dan merupakan lubang masuk ke canalis nutricium yang mengarah ke

distal. 4

Distal humeri

Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri.

Margo medialis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis

berakhir sebagai epicondilus medialis. Demikian pula margo lateralis yang

melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris lateralis berakhir sebagai

epicondilus lateralis. Epicondilus medialis lebih menonjol dibandingkan

epicondilus lateralis serta di permukaan posterior epicondilus medialis didapatkan

sulcus nervi ulnaris. 4

Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang rawan

untuk artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini mempunyai sumbu

yang sedikit serong terhadap sumbu panjang shaft humeri. Struktur ini disebut

trochlea humeri di medial dan capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri

dilapisi oleh tulang rawan yang melingkar dari permukaan anterior sampai

permukaan posterior dan berartikulasi dengan ulna. Di proksimal trochlea baik di

permukaan anterior maupun di permukaan posterior didapatkan lekukan sehingga

tulang menjadi sangat tipis. Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di

permukaan posterior disebut fossa olecrani. 4

Capitulum humeri lebih kecil dibandingkan trochlea humeri, dilapisi

tulang rawan setengah bulatan dan tidak mencapai permukaan posterior.

5

Page 7: LAPORAN KASUS REVISI 1

Capitulum humeri berartikulasi dengan radius. Di permukaan anterior capitulum

humeri didapatkan fossa radialis. 4

Otot-otot yang berhubungan dengan pergerakan dari tulang humerus

meliputi mm. biceps brachii, coracobrachialis, brachialis dan triceps brachii.

Selain itu humerus juga sebagai tempat insersi mm. latissimus dorsi, deltoideus,

pectoralis mayor, teres mayor, teres minor, subscapularis dan tendon insersio mm.

supraspinatus dan infraspinatus 4

M. Latissimus Dorsi

Otot ini besar dan berbentuk segitia. Batas posterior trigonum lumbale

dibentuk oleh m. latissimus dorsi. Bersama m. teres mayor, otot ini membentuk

plica axillaris posterior, serta ikut membentuk dinding posterior fossa axillaris.

Otot ini berorigo pada processi spinosi vertebrae thoracales VII – sacrales V dan

crista iliaca. Dan berinsersi pada sulcus intertubercularis humeri. Otot ini

berfungsi untuk ekstensi, adduksi dan endorotasi pada artikulasi humeri. 4

M. Deltoideus

Otot yang tebal dan letaknya superficial ini berorigo di tepi anterior dan

permukaan superior sepertiga bagian lateral clavicula, tepi lateral permukaan

superior acromion, serta tepi inferior spina scapulae. Insersi pada tuberositas

deltoidea humeri. Otot ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk

abduksi artikulasi humeri, bagian anterior untuk fleksi dan endorotasi artikulasi

humeri, sedang bagian posterior untuk ekstensi dan eksorotasi artikulasi humeri. 4

M. Supraspinatus

Bagian medial fossa supraspinatus merupakan origo otot ini dan insersinya

di tuberculum majus humeri. Otot ini mendapat inervasi dari n. suprascapularis.

Otot ini berfungsi untuk abduksi artikulasi humeri. Otot ini bersama mm.

infraspinatus, teres minor et subscapularis membentuk rotator cuff, yang berfungsi

mempertahankan caput humeri tetap pada tempatnya dan mencegahnya tertarik

oleh m. deltoideus menuju acromion. 4

6

Page 8: LAPORAN KASUS REVISI 1

M. Infraspinatus

Mm. deltoideus et trapezius berada di superficial dari sebagian otot ini.

Origonya di dua pertiga bagian medial fossa infraspinatus dan permukaan inferior

spina scapulae. Tendo insersinya juga menyatu dengan capsul artikulasi humeri

dan berinsersi pada tuberculum majus humeri. Otot ini diinervasi oleh n.

suprascapularis. Otot ini berfungsi untuk eksorotasi artikulasi humeri. Bagian

superior untuk abduksi dan bagian inferior untuk adduksi artikulasi humeri. 4

M. Subscapularis

Otot ini membentuk dinding posterior fossa axillaris. Origonya di fossa

subscapularis. Tendo insersinya berjalan di anterior dan melekat pada capsula

artikulasi humeri serta tuberculum minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n.

subscapularis. Otot ini berfungsi untuk endorotasi artikulasi humeri. 4

M. Teres Minor

Otot ini mungkin sulit dipisahkan dengan m. infraspinatus. Otot ini

berorigo pada tepi lateral fossa infraspinata dan tendo insersinya mula-mula

melekat pada capsula articularis humeri, kemudian melekat pada tuberculum

minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk

eksorotasi artikulasi humeri. 4

M. Teres Mayor

Otot ini berorigo di facies dorsalis scapulae dekat angulus inferior.

Berinsersi di labium medial sulcus intertubercularis humeri di inferior dari tempat

insersi m. subscapularis. Inervasi otot ini berasal dari n. subscapularis. Bersama

m. latissimus dorsi, otot ini berfungsi untuk adduksi artikulasi. 4

M. Biceps Brachii

Otot yang berorigo di scapula ini, memiliki dua caput yaitu caput longum

et brevis. Caput brevis berorigo bersama dengan m. coracobrachialis di processus

coracoideus. Sedang caput longum berorigo di tuberositas supraglenoidalis.

Ketika melalui sulcus intertubercularis humeri, tendo origonya di fiksasi oleh

ligamentum transversum humeri. Insersi otot ini pada tuberositas radii. Sebagian

tendo insersinya, sebagai lacertus fibrous, berinsersi di fascia antebrachii dan ulna.

7

Page 9: LAPORAN KASUS REVISI 1

Fungsi caput longum m. biceps brachii untuk fleksi artikulasi humeri et cubiti,

sedangkan caput brevisnya untuk supinasi artikulasi radioulnaris. 4

M. Coracobrachialis

Otot ini berorigo di processus coracoideus. Otot ini ditembuw oleh n.

musculocutaneus dan insersi di sepertiga distal medial humeri. Otot ini berfungsi

untuk fleksi dan adduksi artikulasi humeri. 4

M. Brachialis

Otot ini berorigo di dua pertiga distal fascia anteromedial et anterolateral

humeri dan insersi pada capsula artikulasi cubiti, processus coronoideus et

tuberositas ulna. Otot ini berfungsi untuk fleksi artikulasi cubiti. 4

M. Triceps Brachii

Otot ini berada di regio brachii dorsalis. Otot ini memiliki tiga caput dan

tersusun dalam dua lapisan. Caput longum et lateralis menempati lapisan

superficial, sedang caput medial menempati lapisan profundus. Caput longumnya

berorigo pada tuberositas infraglenoidalis. Dalam perjalanannya ke inferior, caput

ini memisahkan hiatus axillaris medialis dari hiatus axillaris lateralis. Origo lateral

et medial dipisahkan oleh sulcus n. radialis humeri. Caput lateral berorigo di

facies posterior humeri di superior dari sulcus ini, sedang caput medial berorigo di

inferiornya. Insersinya di bagian posterior permukaan superior olecranon, fascia

antebrachii dan capsula articularis cubiti. Inervasi otot ini berasal dari n. radialis.

Fungsi dari caput longum m. triceps brachii untuk ekstensi dan adduksi

artikulasi humeri, sedangkan caput lateral et medial untuk ekstensi artikulasi

cubiti. 4

Persarafan yang berjalan pada regio brachii adalah saraf axillaris, medianus dan

ulnaris

N. Axillaris (C5-C6)

Awalnya saraf ini berjalan sejajar dengan n. radialis. Setinggi inferior m.

subscapularis memisahkan diri dari n. radialis dan berada di lateralnya, kemudian

berjalan ke posterior bersama a. circumflexa humeri posterior melewati hiatus

axillaris lateralis. Selanjutnya saraf ini berjalan di inferior dari tepi inferior m.

8

Page 10: LAPORAN KASUS REVISI 1

teres minor dan menginervasinya. Ketika mencapai sisi posteromedial collum

chirurgicum humeri, n axillaris member cabang n. cutaneus brachii lateralis untuk

menginervasi kulit di superficial m. deltoideus. Akhirnya melanjutkan diri ke

anterior sekeliling sisi lateral collum chirurgicum humeri untuk menginervasi m.

deltoideus. 4

N. Musculocutaneus (C5-C7)

Merupakan cabang fasciculus lateralis pleksus brachialis. M.

coracobrachialis ditembus oleh saraf ini. N. musculocutaneus menginervasi otot-

otot fleksor regio brachii (mm. biceps brachii et brachialis), kulit sisi lateral regio

antebrachii dan arilkulasi cubiti. Selanjutnya saraf ini muncul di lateral dari m.

biceps brachii sebagai n. cutaneus antebrachii lateralis.4

N. Medianus (C5-T1)

Di sisi anterolateral dari a. axillaris, saraf ini terbentuk dari pertemuan

radiks lateralisnya yang merupakan cabang fasciculus lateralis plexus brachialis

dan radiks medialis, yang merupakan cabang fasciculus medialis plexus

brachialis. Selanjutnya berjalan bersama a. axillaris dan lanjutannya, yaitu a.

brachialis. Saraf ini menyilang di anterior a. brachialis untuk berada di medial dari

arteri ini di dalam fossa cubiti. N. medianus bersama a. brachialis berjalan di

permukaan anterior m. brachialis menuju fossa cubiti. 4

N. Radialis (C5-T1)

Cabang terbesar dari pleksus brachialis ini awalnya berjalan di posterior

dari a. axillaris dan di anterior dari m. subscapularis. Saraf ini menginervasi kulit

di sisi posterior regio brachii, antebrachii et manus, otot-otot ekstensor regio

brachii et antebrachii, artikulasi cubiti dan beberapa artikulasi di regio manus.4

N. Ulnaris (C7-T1)

Saraf ini berjalan ke inferior di posteromedial dari a. brachialis, jadi sejajar

dengan n. medianus. Kira-kira di pertengahan region brachii, n. ulnaris menjauhi

a. brachialis dan n. medianus untuk berjalan ke poter oinferior menembus septum

intermusculare medial bersama a. collateralis ulnaris proksimal menuju sisi

medial m. triceps brachii. Akhirnya berada di sisi posterior epicondylus medialis

humeri. 4

9

Page 11: LAPORAN KASUS REVISI 1

Vaskularisasi regio brachii dijelaskan pada bagian berikut:

Arteri brachialis merupakan lanjutan a. axillaris, dimulai dari tepi inferior

m. teres mayor. Arteri ini melanjutkan diri ke fossa cubiti dan di sini berakhir

sebagai dua cabang terminal, yaitu aa. Ulnaris et radialis. Cabang-cabangnya yang

berada di regio ini adalah aa. Profunda brachii, collaterales ulnares proksimal et

distalis. 4

Arteri profunda brachii berjalan ke posterior bersama n. radialis. Di sini

lateral regio brachii arteri ini berakhir sebagai dua cabang terminalnya, yaitu a.

collateralis radialis, yang berjalan ke anterior bersama n. radialis dan a.

collateralis media, yang menuju sisi posterior epicondylus lateralis humeri. 4

Arteri collateralis ulnaris proksimalis berawal dipertengahan regio brachii

dan berjalan bersama n. ulnaris menuju sisi posterior epicondylus medialis

humeri. 4

Arteri collateralis ulnaris distalis awalnya sedikit di superior dari artikulasi

cubiti dan berjalan di posterior dari n. medianus, kemudian cabang-cabangnya

menuju sisi anterior dan posterior epicondylus medialis humeri. 4 Vena brachialis

mengikuti arterinya dan kira-kira di dua pertiga proksimal regio ini v. basilica

berjalan superficial terhadap a. brachialis. 4

Gambar 2.1.. (a) Anterior and (b) Posterior Humerus. (c) Humerus dengan tiga saraf utama yaitu

n. axillaris, n. radialis and n. ulnaris.11

10

Page 12: LAPORAN KASUS REVISI 1

Gambar 2.2. Anterior dan Posterior Humerus. Tempat insersi otot-otot berhubungan dengan

pergerakan humerus.11-12

C. ETIOLOGI

Umumnya fraktur yang terjadi, dapat disebabkan beberapa keadaan berikut:

1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan

puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.

2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki

terlalu jauh.

3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur

patologis.5

Penyebab Fraktur adalah :5

1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada

titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka

dengan garis patah melintang atau miring.

2. Kekerasan tidak langsung:  Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah

tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah

11

Page 13: LAPORAN KASUS REVISI 1

biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor

kekerasan.

3. Kekerasan akibat tarikan otot:  Patah tulang akibat tarikan otot sangat

jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa twisting, bending dan penekanan,

kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

Kebanyakan fraktur shaft humerus terjadi akibat trauma langsung, meskipun

fraktur spiral sepertiga tengah dari shaft kadang-kadang dihasilkan dari aktifitas

otot-otot yang kuat seperti melempar bola. Pada fraktur humerus kontraksi otot,

seperti otot-otot rotator cuff, deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, latissimus

dorsi, biceps, korakobrakialis dan triceps akan mempengaruhi posisi fragmen

patahan tulang yang mengakibatkan fraktur mengalami angulasi maupun rotasi.

Di bagian posterior tengah melintas nervus Radialis langsung melingkari

periostum diafisis humerus dari proksimal ke distal sehingga mudah terganggu

akibat patah tulang humerus bagian tengah.9

D. PATOFISIOLOGI

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas

untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar

dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang

mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi

fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan

jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena

kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan

tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami

nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn

vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian

inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.5

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur penyembuhan tulang:

1. Faktor intrinsik

12

Page 14: LAPORAN KASUS REVISI 1

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan

untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,

kelelahan (fatigue fracture), dan kepadatan atau kekerasan tulang.

2. Faktor ektrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung

terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

Jenis fraktur berdasarkan kekuatan yang mengenainya:

Kompresif: fraktur proksimal dan distal humerus

Bending: fraktur transversa shaft humerus

Torsional: fraktur spiral shaft humerus

Torsional dan bending: fraktur oblik, kadang diikuti dengan fragmen

”butterfly”.7,9

E. KLASIFIKASI

Berikut klasifikasi fraktur diafisis humerus menurut Ortopaedics Trauma

Association (OTA);9,12

Tipe A: fraktur sederhana (simple fracture)

A1: spiral

A2: oblik (>30°)

A3: transversa (<30°)

Tipe B: fraktur baji (wedge fracture)

B1: spiral wedge

B2: bending wedge

B3: fragmented wedge

Tipe C: fraktur kompleks (complex fracture)

C1: Spiral

C2: Segmental

C3: Ireguler (significant comminution)

13

Page 15: LAPORAN KASUS REVISI 1

Gambar 2.3. Tipe A = fraktur sederhana. A1 = fraktur spiral (.1 pada sepertiga proksimal, .2 pada sepertiga

tengah, dan .3 pada sepertiga distal), A2 = fraktur oblik, A3 = fraktur transversa.12

Gambar 2.4. Tipe B = fraktur baji (wedge fracture). B1 = fraktur baji spiral (spiral wedge fracture), B2 =

bending wedge fracture, A3 = fragmented wedge fracture.12

14

Page 16: LAPORAN KASUS REVISI 1

Gambar 2.5. Tipe C = complex fracture. C1 = fraktur spiral kompleks, C2 = fraktur segmental kompleks, A3

= fraktur ireguler.12

Berdasarkan arah pergeserannya, fraktur humerus dibagi menjadi;

1. Fraktur sepertiga proksimal humerus

Fraktur yang mengenai proksimal metafisis sampai insersi m. pectoralis

mayor diklasifikasikan sebagai fraktur leher humerus. Fraktur di atas insersi

pectoralis mayor menyebabkan fragmen proksimal abduksi dan eksorotasi

rotator cuff serta distal fragmen bergeser ke arah medial. Fraktur antara

insersi m. pectoralis mayor dan deltoid umumnya terlihat adduksi pada akhir

distal dari proksimal fragmen dengan pergeseran lateral dan proksimal dari

distal fragmen.2,9,12

2. Fraktur sepertiga tengah dan distal humerus

Jika fraktur terjadi di distal dari insersi deltoid pada sepertiga tengah korpus

humerus, pergeseran ke medial dari fragmen distal dan abduksi dari fragmen

proksimal akan terjadi.2,9,12

15

Page 17: LAPORAN KASUS REVISI 1

Gambar 2.6. Lokasi fraktur dan arah pergeseran fragmen. (dari kiri ke kanan) Fraktur diatas

insersi pectoralis mayor, fraktur antara insersi pectoralis mayor dan deltoid, fraktur

di bawah insersi deltoid.12

Secara ringkas dapat penjelasan posisi fragmen fraktur dapat dilihat pada table 2.1

berikut:9

Tabel 2.1. Tabel posisi fragmen fraktur.9

Lokasi fraktur Fragmen proksimal Fragmen distal

Diatas insersi

pectoralis mayor

Abduksi, eksorotasi oleh

rotator cuff

Medial, proksimal oleh

deltoideus dan pectoralis

mayor

Antara pectoralis

mayor dan tuberositas

deltoideus

Medial oleh pectoralis, teres

mayor dan latissimus dorsi

Lateral, proksimal oleh

deltoideus

Distal tuberositas

deltoideus

Abduksi oleh deltoideus Medial, proksimal oleh

biceps dan triceps brachii

16

Page 18: LAPORAN KASUS REVISI 1

F. GAMBARAN KLINIS

1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen

tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk

bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen

tulang.1-12

2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada eksremitas.

Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas

normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal

otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.1-12

3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah

tempat fraktur.1-12

4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya

derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu

dengan lainnya.1-12

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma

dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah

beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.1-12

6. Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus radialis dan

arteri brakialis. Saat pemeriksaan apakah ia dapat melakukan dorsofleksi

pergelangan tangan atau ekstensi jari-jari tangan.1-12

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin,

hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED)

meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa

penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah.7

Radiologi

Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis

fraktur (transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat

terbaca jelas). Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan.

Sendi bahu dan siku harus terlihat dalam foto. Radiografi humerus

17

Page 19: LAPORAN KASUS REVISI 1

kontralateral dapat membantu pada perencanaan preoperative.

Kemungkinan fraktur patologis harus diingat. CT-scan, bone-scan dan

MRI jarang diindikasikan, kecuali pada kasus dengan kemungkinan

fraktur patologis. Venogram/anterogram menggambarkan arus

vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang lebih

kompleks.9

H. PENATALAKSANAAN

1. Konservatif

Pada umumnya, pengobatan patah tulang shaft humerus dapat

ditangani secara tertutup karena toleransinya yang baik terhadap angulasi,

pemendekan serta rotasi fragmen patah tulang. Angulasi fragmen sampai

300 masih dapat ditoleransi, ditinjau dari segi fungsi dan kosmetik. Hanya

pada patah tulang terbuka dan non-union perlu reposisi terbuka diikuti

dengan fiksasi interna.6,7,9

Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi; beban pada

lengan dengan cast biasanya cukup untuk menarik fragmen ke garis tengah.

Hanging cast dipakai dari bahu hingga pergelangan tangan dengan siku

fleksi 90° dan bagian lengan bawah digantung dengan sling disekitar leher

pasien. Cast (pembalut) dapat diganti setelah 2-3 minggu dengan pembalut

pendek (short cast) dari bahu hingga siku atau functional polypropylene

brace selama ± 6 minggu.6,7,9

18

Page 20: LAPORAN KASUS REVISI 1

Gambar 2.7. Penatalaksanaan pada fraktur shaft humerus dengan konservatif. 7

Pergelangan tangan dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal.

Latihan pendulum pada bahu dimulai dalam 1 minggu perawatan, tapi

abduksi aktif ditunda hingga fraktur mengalami union. Fraktur spiral

mengalami union sekitar 6 minggu, variasi lainnya sekitar 4-6 minggu.

Sekali mengalami union, hanya sling (gendongan) yang dibutuhkan hingga

fraktur mengalami konsolidasi.7,9

Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien

harus dirawat lama. Itulah sebabnya pada patah tulang batang humerus

dilakukan operasi dan pemasangan fiksasi interna yang kokoh. 7,9

Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi

konservatif:

Hanging cast

Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur

humerus dengan pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik.

Penggunaan pada fraktur transversa dan oblik pendek menunjukkan

kontraindikasi relatif karena berpotensial terjadinya gangguan dan

19

Page 21: LAPORAN KASUS REVISI 1

komplikasi pada saat penyembuhan. Pasien harus mengangkat tangan

atau setengah diangkat sepanjang waktu dengan posisi cast tetap untuk

efektivitas. Seringkali diganti dengan fuctional brace 1-2 minggu

pasca trauma. Lebih dari 96% telah dilaporkan mengalami union.9

Coaptation splint

Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint

memiliki stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih

kecil daripada hanging arm cast. Lengan bawah digantung dengan

collar dan cuff. Coaptation splint diindikasikan pada terapi akut

fraktur shaft humerus dengan pemendekan minimal dan untuk jenis

fraktur oblik pendek dan transversa yang dapat bergeser dengan

penggunaan hanging arm cast. Kerugian coaptation splint meliputi

iritasi aksilla, bulkiness dan berpotensial slippage. Splint seringkali

diganti dengan fuctional brace pada 1-2 minggu pasca trauma. 9

Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)

Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang

tidak dapat ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman

jadi pilihan. Teknik ini diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang

minimal atau fraktur yang tidak bergeser yang tidak membutuhkan

reduksi. Latihan pasif pendulum bahu dapat dilakukan dalam 1-2

minggu pasca trauma. 9

Shoulder spica cast

Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan

abduksi dan eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi

kesulitan aplikasi cast, berat cast dan bulkiness, iritasi kulit,

ketidaknyamanan dan kesusahan memposisikan ektremitas atas. 9

Functional bracing

Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan

mempertahankan aligment fraktur ketika melakukan pergerakan pada

sendi yang berdekatan. Brace biasanya dipasang selama 1-2 minggu

pasca trauma setelah pasien diberikan hanging arm cast atau

20

Page 22: LAPORAN KASUS REVISI 1

coaptation splint dan bengkak berkurang. Kontraindikasi metode ini

meliputi cedera massif jaringan lunak, pasien yang tidak dapat

dipercaya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan asseptabilitas

reduksi. Collar dan cuff dapat digunakan untuk menopang lengan

bawah; aplikasi sling dapat menghasilkan angulasi varus (kearah

midline). 9

2. Tindakan operatif

Pasien kadang-kadang mengeluh hanging cast tidak nyaman,

membosankan dan frustasi. Mereka bisa merasakan fragmen bergerak dan

hal ini kadang-kadang cukup dianggap menyusahkan. Hal penting yang

perlu diingat bahwa tingkat komplikasi setelah internal fiksasi pada humerus

tinggi dan sebagian besar fraktur humerus mengalami union tanpa tindakan

operatif.7,9

Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan

pembedahan, diantaranya:

Cedera multiple berat

Fraktur terbuka

Fraktur segmental

Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser

Fraktur patologis

Siku melayang (floating elbow) – pada fraktur lengan bawah

(antebrachii) dan humerus tidak stabil bersamaan

Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi

Non-union7,9

Fiksasi dapat berhasil dengan;

1. Kompresi plate and screws

2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel

3. External Fixation

21

Page 23: LAPORAN KASUS REVISI 1

Plating menjadikan reduksi dan fiksasi lebih baik dan memiliki

keuntungan tambahan bahwa tidak dapat mengganggu fungsi bahu dan siku.

Biar bagaimanapun, ini membutuhkan diseksi luas dan perlindungan pada

saraf radialis. Plating umumnya diindikasikan pada fraktur humerus dengan

kanal medulla yang kecil, fraktur proksimal dan distal shaft humerus,

fraktur humerus dengan ekstensi intraartikuler, fraktur yang memerlukan

eksplorasi untuk evaluasi dan perawatan yang berhubungan dengan lesi

neurovaskuler, serta humerus non-union.7,9

Interlocking intramedullary nail diindikasi pada fraktur segmental

dimana penempatan plate akan memerlukan diseksi jaringan lunak, fraktur

humerus pada tulang osteopenic, serta pada fraktur humrus patologis.

Antegrade nailing terbentuk dari paku pengunci yang kaku (rigid

interlocking nail) yang dimasukkan kedalam rotator cuff dibawah kontrol

(petunjuk) fluoroskopi. Pada cara ini, dibutuhkan diseksi minimal namun

memiliki kerugian, yaitu menyebabkan masalah pada rotator cuff pada

beberapa kasus yang berarti. Jika hal ini terjadi, atau apabila nail keluar dan

fraktur belum mengalami union, penggantian nailing dan bone grafting

mungkin diperlukan; atau dapat diganti dengan external fixator. 7,9

Retrograde nailing dengan multiple flexible rods dapat menghindari

masalah tersebut, tapi penggunaannya lebih sulit, secara luas kurang

aplikatif dan kurang aman dalam mengontrol rotasi dari sisi yang fraktur. 7,9

External fixation mungkin merupakan pilihan terbaik pada fraktur

terbuka dan fraktur segmental energy tinggi. External fixation ini juga

prosedur penyelamatan yang paling berguna setelah intermedullary nailing

gagal. 6 Indikasi umumnya pada fraktur humerus dengan non-union infeksi,

defek atau kehilangan tulang, dengan luka bakar, serta pada luka terbuka

dengan cedera jaringan lunak yang luas. 7,9

22

Page 24: LAPORAN KASUS REVISI 1

I. KOMPLIKASI

Komplikasi Awal

Cedera vaskuler

Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas,

kerusakan arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan

memperlihatkan tingkat cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan,

yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan langsung ataupun cangkok

(grafting) vaskuler. Pada keadan ini internal fixation dianjurkan.7,9

Cedera saraf

Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor

metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus,

terutama fraktur oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus.

Pada cedera yang tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak

diperlukan operasi segera.7-9

Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur

digerakkan dari pergerakan pasif putaran penuh hingga

mempertahankan (preserve) pergerakan sendi sampai saraf pulih. Jika

tidak ada tanda-tanda perbaikkan dalam 12 minggu, saraf harus

dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan saraf kadang tidak memuaskan,

tetapi fungsi dapat kembali dengan baik dengan pemindahan tendon.7-9

Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian

cacat setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa

saraf sudah mengalami robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi.7,9

Infeksi

Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik.

Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan

berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.

Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan

lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik

harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.

23

Page 25: LAPORAN KASUS REVISI 1

External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika

intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail

tidak perlu dilepas

Komplikasi Lanjut

Delayed Union and Non-Union

Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan

untuk menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan

(penggunaan hanging cast jangan terlalu berat). Penggunaan teknik

yang sederhana mungkin dapat menyelesaikan masalah, sejauh ada

tanda-tanda pembentukkan kalus (callus) cukup baik dengan

penanganan tanpa operasi, tetapi ingat untuk tetap membiarkan bahu

tetap bergerak. Tingkat non-union dengan pengobatan konservatif pada

fraktur energi rendah kurang dari 3%. Fraktur energi tinggi segmental

dan fraktur terbuka lebih cenderung mengalami baik delayed union dan

non-union.7-9

Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi jika

fiksasi rigid dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah

10%.9

Joint stiffness

Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan

aktivitas lebih awal, namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu

nyeri disarankan) dapat membatasi pergerakan bahu untuk beberapa

minggu.7

Tambahan, pada anak-anak, fraktur humerus jarang terjadi. Pada

anak-anak di bawah 3 tahun kemungkinan kekerasan pada anak perlu

difikirkan. Fraktur dirawat dengan bandage sederhana pada lengan

hingga ke badan untuk 2-3 minggu. Pada anak yang lebih tua

memerlukan plaster splint pendek.7

24

Page 26: LAPORAN KASUS REVISI 1

BAB III

LAPORAN KASUS

Anamnesa

Identitas Pasien

Nama : Nn. E

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasiswa

Suku : Kutai

Agama : Islam

Alamat : Jl. Mulyo Pranoto RT.03 Loa Kulu Kukar

Masuk Rumah Sakit : Tanggal 30 Maret 2009 pukul 11.40 Wita

Keluhan utama : Nyeri pada lengan kanan atas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Keadaan ini dialami setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 15 menit

sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengendarai sepeda motor di daerah

Universitas Mulawarman. Mekanisme kejadian dimulai saat pasien menghindari

lubang. Saat menghindari lubang, sepeda motor yang dikendarai oleh pasien

kehilangan keseimbangan dan akhirnya terjatuh ke sebelah kanan. Dari arah

berlawanan datang sebuah mobil, saat pasien terjatuh, mobil tersebut tidak dapat

menghindar dan pasien masuk ke bawah mobil tersebut. Lengan kanan atas pasien

terkena oleh ban depan mobil.

Pasien tidak memakai helm saat mengendarai sepeda motor. Pasien

mengeluhkan nyeri pada lengan kanan atas dan masih dapat digerakkan namun

pergerakannya terbatas dikarenakan oleh nyeri. Setelah kejadian pasien langsung

dibawa ke RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda oleh teman dan warga

sekitar yang melihat kejadian.

25

Page 27: LAPORAN KASUS REVISI 1

Pemeriksaan Fisik :

Status Generalisata

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Berat Badan : 53 kg

Tanda vital :

Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)

Nadi : 74 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg

Suhu : 36,70 C

Kepala : Jejas (-), Anemis (-/-), ikterus (-/-), pupil isokor 3 mm/

3mm, Reflek cahaya (+/+) simetris kanan = kiri

Leher : Jejas (-)

Thorax : Jejas (-),Pergerakan simetris

Paru : fremitus raba D=S, Sonor, vesikuler, ronki (-/-), wheezing

(-/-)

Jantung : S1 S2 tunggal reguler, bising jantung (-)

Abdomen : Jejas (-), flat, supel, nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak

teraba, perkusi timpani, bising usus (+) normal.

Anggota gerak : Akral hangat, MMT

Sulit

dievaluasi

5

5 5

Lihat status lokalis

Status lokalis

Regio palmar manus dekstra

Ditemukan vulnus ekskoriatum ukuran 2x2 cm

Regio brachii dekstra

Look : deformitas (+), edema minimal, luka terbuka (-)

26

Page 28: LAPORAN KASUS REVISI 1

Feel : nyeri tekan (+),pulsasi a. Radialis dekstra teraba kuat, capillary

refill < 2 detik, sensori (+)

Move : pergerakan aktif dan pasif terbatas oleh karena nyeri, pergerakan

pergelangan tangan dan jari-jari (+)

Regio cruris dekstra

Ditemukan vulnus ekskoriatum ukuran 3x1 cm.

Diagnosa kerja sementara:

Close Fraktur Humerus + Multiple Vulnus Ekskoriatum

Pemeriksaan Penunjang:

Darah lengkap

Tanggal 30 Maret 2009

Hb : 12,9 gram/dL

Ht : 39,7%

Eritrosit : 4.210.000 /mm3

Leukosit : 15.400 /mm3

Trombosit : 359.000 /mm3

Cloting time : 10”

Bleeding time : 3”

Foto Rontgen Humerus Dekstra AP/Lateral

27

Ditemukan:

Fraktur Spiral Sepertiga Distal

Humerus

Page 29: LAPORAN KASUS REVISI 1

Diagnosa:

Close Fraktur 1/3 Distal Humerus Dekstra + Multiple Vulnus Ekskoriatum

Penatalaksanaan

IVFD RL (Ringer Laktat) 20 tetes/menit

Antrain (Metamizole Na) injeksi 3x1 gram

Rencana ORIF

Laporan Operasi:

Tanggal operasi : 1 April 2009 pukul 10.00 sampai dengan 11.35 wita

Diagnosa pre operatif : Close fraktur 1/3 distal humerus dekstra

Diagnosa post operatif : Close fraktur 1/3 distal humerus dekstra

Jenis tindakan : Dilakukan ORIF STP (Semi Tubuler Plate) dan 6 screw

dan 2 buah lag screw

Terapi post operatif :

IVFD RL 20 tetes/ menit

Cefotaxime inj 3x1 gram

Antrain inj 3x1 gram

Foto kontrol humerus dekstra AP/Lateral

Foto Rontgen Kontrol (Post-op) Humerus Dextra

28

Foto Kontrol Humerus AP/Lateral

Page 30: LAPORAN KASUS REVISI 1

BAB IV

PEMBAHASAN

Telah dilaporkan kasus pasien wanita Nn. E usia 19 tahun dengan

diagnosa close fraktur sepertiga humerus dextra. Pada anamnesa, keluhan utama

pasien ini adalah nyeri pada lengan atas sebelah kanan. Mekanisme trauma, pasien

jatuh dari sepeda motor akibat menghindari lubang, dan saat tejatuh, lengan atas

pasien sebelah kanan terkena ban depan sebuah mobil yang sempat berhenti

mendadak dan datang dari arah berlawanan.

Pada pemeriksaan fisik, pada status lokalis didapatkan vulnus ekskoriatum

ukuran 2 cm x 2 cm pada regio palmar manus dextra dan ukuran 3 cm x 1 cm

pada regio cruris sinistra. Pada regio brachii, pada Look didapatkan deformitas,

edema minimal dan tidak ada luka terbuka; pada Feel didapatkan nyeri tekan,

pulsasi a. radialis teraba kuat, sensoris masih ada dan capillary refill kurang dari

dua detik; pada Move didapatkan pergerakan aktif dan pasif terbatas karena nyeri,

sedangkan pergerakan aktif pergelangan dan jari-jari tangan berfungsi baik.

Pada pemeriksaan darah rutin, terjadi peningkatan lekosit yaitu 15.400

/mm3, sedangkan hemoglobin, hematokrit, cloting time dan bleeding time dalam

batas normal, yaitu berturut-turut 12,9 gr/dL, 39,7%, 3 menit dan 10 menit. Pada

pemeriksaan rontgen anterior-posterior (AP) didapatkan gambaran fraktur spiral

yang memanjang pada sepertiga distal humerus dextra.

Pada pasien ini telah dilakukan tindakan operatif yaitu open reduction

internal fixation (ORIF) semitubular plate (STP) dengan menggunakan 6 screw

dan 2 lag screw setelah dua hari perawatan. Dan telah dilakukan pemeriksaan foto

rontgen kontrol (post-op).

Pembahasan

Fraktur pada humerus pada dewasa, umumnya jarang terjadi. Pada

literature, dikatakan kejadian fraktur humerus sekitar 1-4% dari semua kejadian

fraktur. Namun demikian, apapun jenis fraktur pada humerus, dapat dirawat

dengan cara yang sama dan jarang menimbulkan masalah.

29

Page 31: LAPORAN KASUS REVISI 1

Pada pasien ini, dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang sesuai untuk diagnosa fraktur shaft humerus. Pada kasus ini,

didapatkan pada foto rontgen adalah fraktur spiral memanjang pada sepertiga

distal humerus. Pada literature, dikatakan bahwa fraktur spiral pada humerus

dihasilkan akibat mekanisme torsional (terpuntir) pada lengan. Hal ini mungkin

saja terjadi pada pasien ini, meskipun dalam anamnesa tidak begitu jelas

mekanisme cedera yang disampaikan oleh pasien. Mungkin saja pasien saat

terjatuh dari motor, tangan pasien menekuk lalu menyentuh tanah dan kemudian

tertabrak mobil sehingga terpuntir. Dalam kasus ini, mobil tidak melewati lengan

pasien, karena jika hal itu terjadi kemungkinan tulang lengan atas (humerus)

pasien mengalami fraktur kominutif akibat kompresi ban mobil yang cukup berat.

Pada pasien ini terjadi peningkatan lekosit yaitu 15.400/mm3, sedangkan

hasil laboratorium seperti Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Cloting time (Ct)

dan Bleeding time (Bt) dalam batas normal. Lekosit pada kasus trauma (terutama

pada fraktur) umumnya memang meningkat sebagai respon tubuh terhadap

trauma. Pada literature dikatakan, dalam 8 jam pertama, pada tempat terjadi

fraktur akan terjadi reaksi inflamasi akut disertai terjadinya proliferasi sel radang

terutama disekitar periosteum yang mengalami kerusakan. Karena reaksi inflamasi

akut ini juga pada pasien ini juga didapatkan edema meskipun minimal.

Pemeriksaan Hb dan Ht pada pasien ini ditujukan untuk mengetahui

adanya perdarahan yang berjalan terus menerus sehingga dapat menyebabkan

syok hipovolemik jika tidak segera diatasi. Meskipun demikian, pada fraktur

humerus hal ini jarang terjadi kecuali pada cedera vaskuler yang berat pada

fraktur terbuka. Sedangkan pemeriksaan cloting dan bleeding time dimaksudkan

untuk mengetahui fungsi pembekuan darah, yang penting dalam kasus perdarahan

pada kasus-kasus trauma, karena jika terdapat gangguan fungsi pembekuan darah,

maka perdarahan yang terjadi akan susah berhenti.

Pada pasien ini hanya dilakukan foto rontgen AP, padahal sesuai literatur,

seharusnya dilakukan dua posisi pengambilan foto, yaitu anterior-posterior (AP)

dan lateral untuk menilai jenis fraktur.

30

Page 32: LAPORAN KASUS REVISI 1

Dalam beberapa literature dikatakan bahwa penanganan non-operatif

(konservatif) dan operaif pada fraktur humerus sama baiknya, sekitar 90-98%

mengalami keberhasilan (union). Namun demikian, pada pasien ini telah

dilakukan tindakan operatif fiksasi internal, yaitu ORIF STP dengan 6 screw dan

2 lag screw.

Terdapat beberapa indikasi absolut dan relatif serta pertimbangan untuk

dilakukan operatif pada fraktur shaft humerus. Hal yang perlu dipertimbangkan

diantaranya usia, jenis fraktur (sesuai indikasi absolut atau relatif), penyakit atau

trauma yang menyertai (multiple trauma) dan kesanggupan untuk dilakukan

pembedahan.

Pada pasien ini, karena mungkin pertimbangan usia yang masih cukup

muda, yang umumnya melakukan aktivitas dan mobilisasi aktif, selain itu juga

dari segi estetika perlu dipertimbangkan serta indikasi relatif yaitu fraktur spiral

yang memanjang pada sepertiga distal dan mampu untuk dilakukan pembedahan,

karena itu dipilihlah tindakan operatif. Disamping itu, pada kasus ini terjadi

fraktur sepertiga distal dan tidak ada luka terbuka merupakan indikasi untuk

dilakukan internal fiksasi, karena pada fraktur sepertiga distal sering terjadi cedera

saraf radialis sehingga selain perlu dilakukan tindakan ORIF sekaligus untuk

mengeksplorasi dan menilai ada tidaknya cedera saraf radialis meskipun pada

pemeriksaan klinis bisa dilakukan jika ada cedera saraf radialis. Pada literatur,

pemasangan plate dan screw diantaranya diindikasikan pada fraktur distal

humerus dan yang memerlukan eksplorasi untuk evaluasi dan perawatan yang

berhubungan dengan lesi neurovaskuler. Disamping itu metode ini memiliki

keuntungan reduksi dan fiksasi lebih baik serta tidak mengganggu fungsi bahu

dan siku.

Foto rontgen kontrol (post-op) AP dan lateral dilakukan untuk mengetahui

aligment dari humerus dan posisi plate dan screw apakah sudah sesuai pada

tempatnya.

31

Page 33: LAPORAN KASUS REVISI 1

BAB V

PENUTUP

A. Resume

Telah dilaporkan pasien wanita Nn. E dengan usia 19 tahun dengan keluhan

utama nyeri pada lengan atas kanan. Dari hasil pemeriksaan fisik pada regio

brachii dekstra didapatkan deformitas, edema, tidak ada luka terbuka, adanya

nyeri tekan dan pergerakan pasif yang terbatas. Kemudian dilakukan pemeriksaan

radiologi yang didapatkan adanya fraktur pada tulang humerus sepertiga distal.

Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penujang ditegakkan

diagnosa sebagai close fraktur sepertiga distal humerus dekstra dan dilakukan

tindakan open reduction internal fixasi dengan menggunakan 6 screw dan 2 buah

lag screw .

B. Kesimpulan

1. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta penunjang laboratorium dan

radiologi dapat mendiagnosa adanya close fracture sepertiga distal

humerus dextra.

2. Fraktur spiral pada humerus sering disebabkan oleh mekanisme

torsional (terpuntir) pada lengan.

3. Lekositosis pada kejadian fraktur umumnya meningkat disebabkan

akibat dari reaksi inflamasi akut sebagai respon terhadap fraktur.

Hemoglobin dan hematokrit penting untuk mengetahui adanya

perdarahan masif. Sedangkan Cloting time dan bleeding time penting

untuk mengetahui fungsi pembekuan darah. Meskipun demikian

pemeriksaan laboratorium rutin tidak selalu diperlukan.

4. Penanganan non-operatif (konservatif) dan operaif pada fraktur

humerus sama baiknya, sekitar 90-98% mengalami keberhasilan

(union). Pertimbangan dilakukan pembedahan meliputi usia, jenis

fraktur (indikasi absolut dan relatif), penyakit atau trauma yang

menyertai, dan kemampuan untuk dilakukan pembedahan.

32

Page 34: LAPORAN KASUS REVISI 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta.

Hal 380-395.

2. Hermansyah, MD; Fraktur Shaft Humerus (.ppt) (online) 2009.

(http://www.google.com//fraktur-shaft-humerus-hermansyah-MD.pdf.) diakses

tanggal 19 Mei 2009.

3. King Maurice; 1987; Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary Surgery

Volume Two: Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235

4. Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2002; Anatomi Bagian I,

Penerbit Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga; Surabaya

5. Anonymous. Fraktur Patah Tulang (online). 2009.

(http://perawatpskiatri.blogspot.com/search/label, diakses tanggal 11 April

2009).

6. Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2

.EGC : Jakarta .

7. Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.

Widya Medika: Jakarta.

8. Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Medika Aesculapius

FKUI : Jakarta

9. Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43:

Orthopedic; In: Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser

Company : New York

10. Bernard Bloch. 1996. Fraktur dan Dislokasi. Yayasan essentica

Medica :Yogyakarta p. 1028-1030

11. Elis Harorld, 2006, Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper

Limbs; In: Clinical Anatomy Eleventh Edition (e-book); Blackwell

Publishing; Oxford University; p 169-170

33

Page 35: LAPORAN KASUS REVISI 1

12. Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture In: A-Z of

Emergency Radiology (e-book); UK; Cambridge University Press; p 110-111.

34