kpd

47
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ketuban pecah dini ( KPD ) merupakan salah satu masalah obstetri yang penting karena berhubungan dengan 2 komplikasi utama yaitu infeksi dan persalinan kurang bulan. Meskipun keadaan ini hanya mencakup sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan, tetapi menyebabkan sekitar 20% kematian perinatal, kejadian korioamnionitis, dan keadaan gawat janin intrapartum. Insidensi KPD yang dilaporkan beberapa peneliti berbeda-beda yaitu berkisar antara 2,7-17% dari seluruh kehamilan, sedangkan menurut Andersen, insidensi KPD berkisar 10%. Perbedaan ini disebabkan perbedaan definisi yang dipakai oleh masing-masing peneliti. Andersen, Hopkins dan Hayashi mendefinisikan KPD sebagai pecahnya ketuban secara spontan sebelum adanya kontraksi uterus. Batasan KPD lainnya atau yang disebut sebagai ’ premature rupture of the membranes ’ adalah 1

Upload: reza-ervanda-zilmi

Post on 26-Oct-2015

86 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bahan iuni sangat bermanfaat

TRANSCRIPT

Page 1: KPD

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Ketuban pecah dini ( KPD ) merupakan salah satu masalah obstetri yang

penting karena berhubungan dengan 2 komplikasi utama yaitu infeksi dan

persalinan kurang bulan. Meskipun keadaan ini hanya mencakup sekitar 1,7% dari

seluruh kehamilan, tetapi menyebabkan sekitar 20% kematian perinatal, kejadian

korioamnionitis, dan keadaan gawat janin intrapartum.

Insidensi KPD yang dilaporkan beberapa peneliti berbeda-beda yaitu

berkisar antara 2,7-17% dari seluruh kehamilan, sedangkan menurut Andersen,

insidensi KPD berkisar 10%. Perbedaan ini disebabkan perbedaan definisi yang

dipakai oleh masing-masing peneliti. Andersen, Hopkins dan Hayashi

mendefinisikan KPD sebagai pecahnya ketuban secara spontan sebelum adanya

kontraksi uterus. Batasan KPD lainnya atau yang disebut sebagai ’ premature

rupture of the membranes ’ adalah pecahnya ketuban yang terjadi sebelum onset

persalinan pada umur kehamilan 24-44 minggu, dan untuk umur kehamilan yang

kurang dari 38 minggu disebut sebagai ’preterm rupture of the membranes’. Di

RSHS digunakan istilah KPD untuk keadaan robeknya selaput khorioamnion

dalam kehamilan.

Sekitar 40% kejadian KPD terjadi pada kehamilan < 37 minggu dan secara

langsung berhubungan dengan sepertiga dari seluruh persalinan kurang bulan. Di

Amerika Serikat terdapat hampir setengah juta persalinan kurang bulan setiap

1

Page 2: KPD

tahun, dimana KPD merupakan penyebab terhadap kurang lebih sepertiga dari

kelahiran ini. Angka kejadian KPD di Indonesia diduga masih tinggi bila

dibandingkan dengan negara-negara maju. Data laporan tahunan Bagian Obstetri

dan Ginekologi RSHS ( 2000 ) mencatat kejadian KPD sebesar 6,26%.7 Dari

tinjauan kematian perinatal di RSHS tahun 2000 diketahui KPD merupakan

komplikasi ibu yang menyebabkan kematian perinatal tertinggi kedua (15,0%).

Penyebab KPD sampai saat ini masih diketahui pasti dan masih menjadi

bahan perdebatan. Terdapat beberapa kemungkinan penyebab yang telah diteliti

namun belum ditemukan penyebab tersendiri sehingga diduga penyebabnya

multifaktorial. Peningkatan tekanan intrauterin ( gemelli, hidramnion ), merokok,

korioamnionitis, paritas, perdarahan midtrimester, dan defisiensi vitamin C

dihubungkan dengan meningkatnya risiko terjadinya KPD.

2

Page 3: KPD

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ketuban Pecah Dini

Ketuban Pecah Dini masih merupakan faktor predisposisi yang penting

untuk terjadinya persalinan kurang bulan dengan meningkatkan angka kesakitan

dan angka kematian perinatal. Meningkatnya angka kesakitan dan angka

kematian tersebut antara lain tergantung pada umur kehamilan, masa laten, adanya

infeksi pada ibu, serta keadaan sosioekonomi penderita

Etiologi yang pasti dari ketuban pecah dini sampai saat ini masih belum

diketahui, karena itu penanganan kasus-kasus ketuban pecah dini ditujukan untuk

mengurangi risiko pada bayi maupun ibu. Risiko pada ibu biasanya berkaitan

dengan terjadinya infeksi, sedangkan pada janin atau bayi baru lahir adalah

infeksi, kelahiran kurang bulan, gawat janin, dan persalinan traumatik.

2.1.1 Definisi

Definisi ketuban pecah dini sampai saat ini masih belum seragam diantara

beberapa penulis.

Menurut beberapa penulis, definisi ketuban pecah dini adalah pecahnya

selaput khorioamnion sebelum dimulainya proses persalinan secara spontan.

Mereka membedakan antara PROM dan PPROM, dimana definisi PROM (

Premature Rupture of the membrane ) yaitu bila ketuban pecah pada usia

3

Page 4: KPD

kehamilan ≥ 37 minggu, sedangkan PPROM ( Preterm Premature Rupture of the

membrane ) bila usia kehamilan < 37 minggu.

Andersen, Hopkins dan Hayashi mendefinisikan KPD sebagai pecahnya

ketuban secara spontan sebelum adanya kontraksi uterus. Batasan KPD lainnya

adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum onset persalinan (inpartu)

pada umur kehamilan 24-44 minggu, dan untuk kehamilan yang kurang dari 38

minggu disebut sebagai ’ preterm rupture of the membranes’. Dibedakannya

istilah ini karena merupakan keadaan yang meningkatkan mortalitas dan

morbiditas janin.

Pernoll menggunakan istilah preterm rupture of membranes (PTROM)

untuk keadaan ketuban pecah pada kehamilan prematur dan prelabor rupture of

the membranes (PLROM) bila ketuban pecah yang terjadi pada kehamilan aterm

dan bila PTROM terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai prolonged premature

rupture of the membranes.

Di RS Hasan Sadikin Bandung digunakan istilah KPD pada keadaan

robeknya selaput khorioamnion dalam kehamilan. Tidak ada perbedaan istilah

untuk KPD pada kehamilan cukup bulan atau kurang bulan, tetapi pengelolaannya

berbeda

2.1.2 Insidensi

Insidensi kejadian ketuban pecah dini berbeda-beda tergantung kepada

penelitinya, angka ini bervariasi antara 7-12%. Hal ini disebabkan adanya

perbedaan definisi yang dikemukakan.

4

Page 5: KPD

Cunningham dan Pernoll melaporkan kejadian KPD berkisar antara 1,7 –

10,7%, sedangkan menurut Andersen, insidensi KPD berkisar 10% Hampir 94%

terjadi pada kehamilan aterm dengan 20% terjadi lebih dari 24 jam. Tingginya

insidensi ini merupakan risiko meningkatnya infeksi ibu dan janin. Meningkatnya

morbiditas berhubungan dengan lamanya periode laten, sedangkan morbiditas dan

mortalitas pada janin berhubungan juga dengan usia kehamilan.

Di Indonesia, kejadian ketuban pecah dini yang dilaporkan Muchtar

(1980) di RS Mangkuyu Yogyakarta yaitu 5,3%, Sudarmadi (1971) di RSCM

Jakarta sebesar 4,2%. Sedangkan Usman L (2000) di RS. Dr. Hasan Sadikin

Bandung mendapatkan angka kejadian sebanyak 17,7%.

2.1.3 Etiologi

Sampai saat ini etiologi KPD belum diketahui dengan pasti. Beberapa

keadaan yang merupakan predisposisi untuk terjadinya KPD antara lain

1. Trauma : Amniosentesis, pemeriksaan dalam, koitus

2. Peningkatan tekanan intra uterin : Hidramnion, gemelli

3. Inkompeten serviks

4. Kelainan letak : Letak lintang, letak sungsang

5. Infeksi : Vagina, serviks, traktus urinarius

6. Riwayat keluarga dengan KPD

Diantara berbagai predisposisi yang ada, infeksi merupakan penyebab

tersering terjadinya KPD. Infeksi ini dapat langsung terjadi pada selaput janin

ataupun melalui infeksi vagina yang menjalar secara asenden ke selaput janin atau

infeksi pada cairan amnion.

5

Page 6: KPD

2.1.4 Diagnosis

Menurut Garite, berdasarkan anamnesis saja, diagnosis ketuban pecah dini

dapat ditegakan dengan ketepatan 90%, ditambah dengan pemeriksaan fisik dan

lakmus tes, maka lebih tinggi lagi ketepatan diagnosisnya . Bila tes lakmus dan ’

fern test ’ positif, ketepatan diagnostiknya 99%. Bila kedua pemeriksaan ini

hasilnya negatif, berarti selaput ketuban intak. Hanya harus diperhatikan bahwa

pemeriksaan-pemeriksaan di atas dapat memberikan hasil negatif palsu atau

positif palsu bila terpapar darah, cairan semen, cairan vagina ( pada vaginitis )

Diagnosis ketuban pecah dini dapat ditegakkan berdasarkan:

- Keluarnya keluar cairan banyak dari jalan lahir secara tiba-tiba

- Cairan tersebut tetap mengalir dari jalan lahir

- Pada pemeriksaan spekulum ditemukan cairan mengalir dari serviks

- Pemeriksaan cairan tersebut dengan kertas nitrazine/kertas lakmus bersifat

basa

- Pada pemeriksaan ultrasonografi tampak oligohidramnion

- Pemeriksaan ’ fern test ’ secara mikroskopik (+)

2.1.4.1 Gejala

1. Pasien biasanya mengeluhkan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba

dari vagina. Dengan keterangan tambahan berupa saat timbul, warna,

konsistensi serta bau dari cairan tersebut dapat membantu untuk

membedakan KPD dengan leukorrhea normal dalam kehamilan,

inkontinensia urin, infeksi vagina dan secret mukus karena dilatasi cervix.

6

Page 7: KPD

2. Adanya flek dari vernix atau mekonium.

3. Ukuran uterus berkurang.

4. Janin semakin teraba pada palpasi.

2.1.4.2 Pemeriksaan Spekulum Steril

Pemeriksaan spekulum steril adalah tahapan yang paling penting untuk

diagnosis KPD yang akurat. Klinisi sebaiknya menghindari pemeriksaan

intraservikal digital secara bersamaan disaat pasien tidak dalam inpartu

dan tidak ada perencanaan tindakan induksi, karena tindakan itu memberi

kemungkinan meningkatnya risiko komplikasi terhadap infeksi.

Pemeriksa harus mencari dari 3 buah tanda pasti yang berhubungan

dengan KPD :

1. Pooling

Pengambilan cairan amnion dari fornix posterior untuk

divisualisasikan. KPD yang telah berlangsung lama dapat

menyebabkan kehilangan sebagian besar cairan, dan mukosa

vagina tampak hanya basah. Pada keadaan seperti itu, baik

manuver Valsalva atau tekanan pada fundus uteri selama

pemeriksaan spekulum menghasilkan visualisasi dari adanya aliran

atau pecahnya ketuban dari kanalis endoservikalis.

2. Tes Nitrazine

Cairan yang diambil dari fornix posterior menggunakan

kapas steril (cotton-tipped swab) lalu diapuskan pada kertas strip

7

Page 8: KPD

yang sensitif terhadap perubahan pH, perubahan warna terjadi dari

kuning-hijau menjadi biru tua pada pH diatas 6,0 – 6,5. Vagina

dalam kehamilan memiliki pH sekitar 4,5 – 6,0 dan cairan amnion

memiliki pH 7,1 – 7,3. Oleh karena itu, tes terhadap pH alkalis

biasanya menunjukkan adanya cairan amnion. Tes nitrazine ini

memiliki tingkat akurasi sebesar 80-90%, dengan 10% false positif

dan 10% false negatif. Nitrazine dapat memberikn hasil false-

positif dari kontaminasi oleh darah, semen dari hubungan seksual

sebelumnya, atau antiseptic alkalis. Infeksi pada vagina juga akan

meningkatkan pH vagina. Hasil false-positif juga dapat diberikan

pada urin yang alkalis.

3. Ferning

Sedikit cairan yang diambil dari fornix posterior diapuskan

pada objek glass, lalu dibiarkan mengering, dan lihat dengan

mikroskop. Cairan amnion yang telah mengering tersebut

menampakkan gambaran ‘arborization’ atau ‘palm leaf pattern’

atau ‘feathery’ karena seperti bulu. Gambaran ferning ini terjadi

karena kristalisasi elektrolit terutama NaCl dalam cairan amnion

karena pengaruh dari hormone estrogen. Hasil false-positif dapat

terjadi bila sampel terkontaminasi dengan semen dan mucus

cervical.

Bersama-sama, ketiga penemuan ini menunjukkan ada rupturnya ketuban.

Apabila ada salah satu yang tidak diketemukan, merupakan indikasi untuk

8

Page 9: KPD

dilakukan tes lebih lanjut. Jika tidak ada cairan bebas ditemukan, ‘dry pad’ harus

ditempatkan di bawah perineum pasien dan observasi adanya aliran. Tes yang

dapat digunakan untuk konfirmasi KPD termasuk mengobservasi adanya cairan

dari ostium cervix saat pasien batuk atau melakukan manuver Valsalva atau

tekana pada fundus uteri selama pemeriksaan spekulum dan oligohydramnions

pada pemeriksaan ultrasound. Adapun tes lebih lanjut yang dapat digunakan

antara lain :

a. Ultrasound

Penilaian ultrasound terhadap volume cairan amnion dapat membantu dalam

diagnosis KPD, terutama pada pasien yang sebelumnya memiliki volume

cairan amnion yang normal.

b. Amniocentesis

Terdapat bukti yang kuat bahwa keberadaan organisme pada rongga amnion

memiliki hubungan dengan peningkatan risiko terhadap pecahnya membran.

Adapun diagnosis infeksi intrapartum dapat ditunjukkan dengan gejala-gejala

sebagai berikut :

1) Febril di atas 38°C

2) Takikardi pada ibu (>100 denyut/menit)

3) Fetal takikardi (>160 denyut/menit)

4) Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus

5) Cairan amnion berwarna keruh atau hijau

6) Leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3)

9

Page 10: KPD

Penilaian dari kultur membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga tidak

dapat diandalkan untuk penatalaksanaan yang cepat. Sedangkan pewarnaan

gram adalah standar baku emas untuk investigasi yang cepat.

c. Indigo Carmine Dye

Memasukkan indigo carmine dye ke dalam rongga amnion dalam beberapa

jam selama amniocentesis untuk mengkonfirmasi diagnosa KPD pada

oligohydramnions tanpa ada bukti pecahnya ketuban. Penggunaan ‘perineal

pad’ mungkin dilakukan terutama digunakan untuk insersi vagina karena teori

risiko infeksi. Harus diperhatikan bahwa cairan pewarna tersebut dapat

mencapai kandung kemih maternal setelah beberapa jam dan dapat mewarnai

‘pad’ bila ada inkontinensia urin.

2.1.5 Komplikasi

Komplikasi KPD yang paling sering terjadi adalah meningkatnya angka

kejadian infeksi. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah persalinan kurang

bulan, tali pusat menumbung, sepsis neonatorum, endometritis. Dengan pecahnya

ketuban akan terjadi kondisi oligohidramnion yang meningkatkan risiko

penekanan pada tali pusat yang dapat menimbulkan gawat janin dan kematian

janin.

10

Page 11: KPD

Penelitian retrospektif terhadap 6425 kasus ketuban pecah dini pada

kehamilan aterm memperoleh hasil adanya peningkatan kematian janin setelah

KPD ≥ 72 jam. Komplikasi yang berhubungan dengan KPD diantaranya adalah :

a. Persalinan prematur.

Ketika membran ruptur, persalinan biasanya segera terjadi. Terjadinya

persalinan setelah ketuban pecah bervariasi sesuai umur kehamilan. Pada janin

cukup bulan, persalinan sering terjadi dalam 24 jam dalam 90% kasus. Ketika

KPD terjadi pada usia 28-34 minggu, 50% pasien bersalin dalam 24 jam dan

80-90% dalam 1 minggu. Jika KPD terjadi pada janin prematur akan

menyebabkan komplikasi prematuritas yang menyababkan kesakitan dan

kematian perinatal. Pada kebanyakan kasus, mortalitas perinatal pada KPD

janin premature berhubungan dengan komplikasi prematuritas seperti ARDS,

NEC. Pada awal kehamilan, persalinan dapat terjadi dalam waktu satu minggu

11

Page 12: KPD

atau lebih setelah terjadinya ketuban pecah, sehingga kemungkinan terjadinya

infeksi pun meningkat seiring bertambahnya waktu antara ketuban pecah

hingga terjadinya persalinan. Pada umumnya, terjadi pemendekan kala I, tapi

tidak berefek pada durasi kala II.

b. Infeksi pada ibu, janin ataupun neonatal.

Baik ibu ataupun janin memiliki resiko infeksi saat terjadi KPD.

Infeksi pada ibu diantaranya adalah korioamnionitis. Ibu dapat mengalami

endometriasis jika infeksi mencapai endometrium, penurunan aktivitas

miometrium (distonia, atonia).

Infeksi janin dapat berupa pneumonia, infeksi saluran kencing, infeksi

lokal seperti omphalitis atau konjungtivitis. Biasanya korioamnionitis

mengawali terjadinya infeksi janin. Tetapi serpsis pada janin dapat terjadi

sebelum korioamnionitis secara klinis terbukti pada ibu. Hal ini dijelaskan

dengan adanya infeksi preklinis, yang terjadi saat selaput amnion menjadi

tempat kolonisasi bakteri virulen, tetapi pada saat itu tidak terlihat infeksi ibu

secara klinis. Beratnya infeksi meningkat sesuai dengan bertambahnya umur

kehamilan. Infeksi dapat terjadi secara ascending, dimana pecahnya ketuban

menyebabkan adanya hubungan langsung antara ruang intra amnion dan dunia

luar. Infeksi terjadi ascenden dari vagina ke intra uterin. Semakin lama

terjadinya KPD maka invasi bakteri pun semakin meningkat. Infeksi dapat

berkembang menjadi infeksi sistemik saat infeksi uterin menjalar melalui

sirkulasi fetomaternal, sehingga terjadi sepsis hingga septik syok yang dapat

mengakibatkan kematian ibu.

12

Page 13: KPD

Korioamnionitis menyebabkan bertambahnya resiko sepsis pada janin.

Organisme yang paling sering menyebabkan korioamnionitis adalah bakteri

yang berasal dari vagina seperti streptococcus B dan D, bakteri anaerob yang

masuk secara ascenden. Untuk membuktikan amnionitis perlu dilakukan

amniosentesis, kita dapat memeriksa leukosit, pewarnaan gram ataupun kultur

bakteri.

Sindroma respon peradangan janin menggambarkan infeksi janin

dengan adanya korioamnionitis secara klinis dan mengakibatkan kerusakan

system saraf pusat janin. Manifestasinya adalah lesi pada substansi putih

periventrikular (leukomalasia) diperantarai respon peradangan SSP janin

dengan dikeluarkannya sitokin. Lesi yang terjadi menyebabkan cerebral palsy,

berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi leukosit dan kadar IL-6.

Tanda terjadinya infeksi diantaranya :

1. Febris, suhu >380C.

2. Ibu leukositosis. Jika ditemukan kelainan pada jumlah leukosit,

maka pemeriksaan harus diulang. Jika ternyata hasilnya lebih dari

16000/μL, harus berhati-hati akan terjadinya infeksi.

3. Fundus lunak

4. Takikardi, nadi ibu >100x/m atau DJJ >160x/m.

5. Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus

6. Cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau.

c. Hipoksia dan asfiksia sekunder karena kompresi tali pusat

13

Page 14: KPD

Prolaps tali pusat terjadi lebih sering pada KPD(insidensi 1,5 %),

hal ini disebabkan presentasi janin yang kurang mencapai pelvis. Kombinasi

antara KPD dan malpresentasi meningkatkan frekuensi terjadinya komplikasi

ini.

Selain itu, kompresi tali pusat, meskipun tanpa prolaps, lebih sering

sekunder karena oligohidramnion. Hal ini bisa terjadi sebelum atau saat

persalinan dan mengakibatkan gawat janin. Ketuban pecah menyebabkan

berkurangnya jumlah air ketuban, terjadilah partus kering karena air ketuban

habis.

d. Deformitas janin

Komplikasi mayor yang terjadi karena KPD adalah deformitas

janin.KPD yang terjadi pada awal kehamilan dapat menyebabkan

pertumbuhan terganggu, malformasi karena kompresi pada wajah dan

ekstremitas janin, dan yang paling penting adalah hipoplasia paru. Mekanisme

terjadinya hipoplasia paru berkaitan dengan KPD tidak jelas diketahui.

Drainase ketuban menyebabkan oligohidramnion yang menyebabkan

hipoplasia paru. Oligohidramnion menyebabkan kompresi ekstrinsik terhadap

toraks janin dan mengganggu pertumbuhan paru dengan menghambat gerakan

nafas. Perubahan aliran darah paru juga menyebabkan terhambatnya

perkembangan dan maturasi paru. Diagnosis hipoplasia paru ditegakkan

dengan mengukur diameter dada janin dan dibandingkan dengan normogram

sesuai umur kehamilan dan rasio lainnya. Selain itu, hipoplasia paru dapat

ditegakkan melalui otopsi dengan cara menimbang berat paru.

14

Page 15: KPD

e. Meningkatnya angka seksio sesarea

Komplikasi pada ibu seperti korioamnionitis, endometritis, juga

solusio plasenta , malformasi letak janin gawat janin meningkatkan resiko

seksio sesarea.

2.1.6 Pengaruh ketuban pecah dini terhadap Kesakitan dan Kematian bayi

Setelah terjadinya ketuban pecah dini, kuman vagina dan serviks

mengadakan invasi ke dalam kantung amnion dan dalam 24 jam cairan amnion

akan terinfeksi. Akibat dari cairan amnion yang terinfeksi akan terjadi infeksi

pada janin seperti :

Pneumonia

Septikemia

Meningitis

Gastroenteritis

Pyoderma

15

Page 16: KPD

Komplikasi lain setelah ketuban pecah adalah timbulnya gawat janin

intrapartum, asfiksia neonatorum, prematurutas, dan kematian bayi. Beberapa saat

setelah ketuban pecah akan diikuti oleh persalinan, sehingga pada kehamilan

kurang bulan akan menghasilkan bayi kurang bulan.

Bayi-bayi yang lahir kurang bulan merupakan problem utama yang

dihadapi pada kasus dengan ketuban pecah dini, karena bayi kurang bulan ini

rentan terhadap infeksi, timbulnya sindroma gawat nafas tipe I dan gangguan

penutupan duktus arteriosus. Hal tersebut akan meningkatkan angka kesakitan

dan angka kematian perinatal.

2.1.7 Pengelolaan ketuban pecah dini

Pengelolaan ketuban pecah dini, pada beberapa pusat pendidikan berbeda

dan ini masih merupakan suatu dilema. Bila ketuban pecah dini terjadi pada saat

kehamilan aterm segera dilakukan induksi maka angka seksio sesarea meningkat.

Apabila ditunggu sampai persalinan spontan maka kemungkinan infeksi

meningkat.

Prematur KPD membutuhkan pengelolaan yang lebih sulit. Semakin muda

janin, semakin besar kemungkinan meninggal atau menderita kerusakan serius

yang permanen bila persalinan prematur. Tergantung dari usia janin dan infeksi,

dokter harus bisa memutuskan diantara menunda persalinan sampai janin matur,

atau menginduksi persalinan dan mempersiapkan komplikasi persalinan prematur.

Variasi dari medikasi yang digunakan dalam pengelolaan KPD :

16

Page 17: KPD

- Medikasi untuk menginduksi persalinan (oxytocin) digunakan pada KPD

aterm atau pada kasus prematur KPD yang terkena infeksi.

- Tokolitik digunakan untuk mencegah mencegah dimulainya persalinan. Ini

digunakan pada kasus prematur KPD yang tidak ada tanda infeksi.

- Steroid digunakan untuk membantu kematangan paru-paru lebih cepat. Steroid

biasanya digunakan pada KPD prematur jika janin dilahirkan lebih cepat

karena infeksi atau persalinan tidak dapat dicegah.

- Antibiotik dapat diberikan untuk mengobati infeksi. Sudah diteliti bahwa

dengan pemberian antibiotik sebelum timbul tanda-tanda infeksi dapat

mencegah perkembangan infeksi itu sendiri.

Di bawah ini terdapat beberapa prosuder terapi yang di ambil dari berbagai

sumber:

1. Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RSUP

Dr. hasan Sadikin:

Konservatif

Pengelolaan konservatif dilakukan apabila tidak ada penyulit (baik

pada ibu maupun pada janin), pada umur kehamilan 28-36 minggu, dirawat

selama 2 hari.

Selama perawatan dilakukan :

- Observasi kemungkinan adanya amnionitis atau tanda-tanda infeksi

1) Ibu : suhu > 38oC, takikardi, lekositosis, tanda-tanda infeksi intra

uterin, rasa nyeri pada rahim, sekret vagina purulen.

17

Page 18: KPD

2) Janin : Takikardi

- Pengawasan timbulnya tanda persalinan

- Pemberian antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin 4x500 mg dan

metronidazole 2x500 mg) selama 3-5 hari

- Ultrasonografi untuk menilai kesejahteraan janin

- Bila ada indikasi untuk melahirkan janin, dilakukan pematangan paru janin

Aktif

- Pengelolaan aktif pada ketuban pecah dini dengan umur kehamilan 20-28

minggu dan > 37 minggu

- Ada tanda-tanda infeksi

- Timbulnya tanda-tanda persalinan

- Gawat janin

2. Menurut Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal

- Rawat di rumah sakit

- Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan

antibiotik

- Jika tidak ada infeksi dan kehamilan <37 minggu:

1) Berikan antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin:

ampisilin 4x500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 3x250 mg per

oral selama 7 hari

18

Page 19: KPD

2) Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan

paru janin :

- Betametason 12 mg i.m. dalam 2 dosis setiap 12 jam

- Atau deksametason 6 mg i.m dalam 4 dosis setiap 6 jam

3) Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu

- Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan >37 minggu

1) Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotik profilaksis untuk

mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B:

- Ampisilin 2 g i.v setiap 6 jam

- Atau penisilin G2 juta unit i.v setiap 6 jam sampai persalinan

- Jika tidak ada infeksi pasca persalinan hentikan antibiotik

2) Nilai serviks

- Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan

oksitosin

- Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan

prostaglandin dan infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio

sesarea

3. Penanganan menurut Current Obstetrics and Gynecology

Dengan intervensi

- Umur kehamilan 36 minggu dan berat janin 2500 gram maka persalinan

normal harus segera dilakukan dalam 24 jam, walaupun periode latennya

19

Page 20: KPD

8-12 jam, induksi oksitosin infus dapat diberikan dengan resiko infeksi

yang rendah

- Umur kehamlan 34-36 minggu dan berat janin 2000-3000 gram, induksi

dapat diberikan karena sesuai dengan pematangan paru janin. Persalinan

dapat dimulai dalam 24-48 jam.

- Umur kehamilan 26-34 minggu dan berat janin 500-2000 gram,

penatalaksanaan harus berdasarkan dari pemeriksaan amniosintesis. Jika

paru matur dan terjadi amnionitis maka persalinan segera dilakukan. Jika

paru masih immature dan tidak terdapat amnionitis maka penderita

dianjurkan untuk tirah baring dengan pemeriksaan tanda-tanda vital

setiap 4 jam dan pemeriksaan lekosit setiap hari. Adenokortikosteroid

dapat diberikan untuk membantu maturitas.

- Umur kehamilan <26 mingu dan berat janin <500 gram, sangat kecil

kemungkinan bayi dapat diselamatkan dan resiko untuk ibunya sangat

besar

Tanpa Intervensi

- Tirah baring

- Tidak berhubungan seksual

- Tidak dipasang tampon

- Pengecekan suhu badan 3-6 kali perhari

- Pemeriksaan lekosit setiap hari

2.2 DISTOSIA

  

20

Page 21: KPD

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran

bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran

plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu. Persalinan yang normal (eutosia) adalah

persalinan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung spontan dalam 18

jam.

Namun apabila persalinan berlangsung sulit yang ditandai dengan adanya

hambatan kemajuan dalam persalinan, disebut distosia.

 

2.2.1 KLASIFIKASI

Penyebab distosia dapat dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu :

1. Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak tidak memadai,

yaitu :

a. Kelainan his.

b. Kekuatan mengejan kurang kuat, misalnya kelainan dinding perut,

seperti luka parut baru pada dinding perut, diastase muskulus

rektus abdominis; atau kelainan keadaan umum ibu seperti sesak

napas atau adanya kelelahan ibu.

2. Distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin,

misalnya presentasi bahu, presentasi dahi, presentasi muka, presentasi

bokong, anak besar, hidrosefal dan monstrum.

3. Distosia karena adanya kelainan pada jalan lahir baik bagian keras

(tulang), seperti adanya panggul sempit, kelainan bawaan pada panggul

maupun bagian yang lunak seperti adanya tumor-tumor baik pada genitalia

interna maupun pada visera lain di daerah panggul yang menghalangi jalan

lahir.

 

2.2.1.1 Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak ke luar

tidak memadai

21

Page 22: KPD

His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Pada bulan terakhir

dari kehamilan sebelum persalinan dimulai, sudah ada kontraksi rahim yang

disebut his pendahuluan atau his palsu, yang sebetulnya hanya merupakan

peningkatan dari kontraksi Braxton Hicks. Sementara his persalinan, baik atau

tidaknya dapat dinilai dari :

1. Kemajuan persalinan

2. Sifat-sifat his : frekuensi, kekuatan, dan lamanya his. Kekuatan his

dinilai dengan cara menekan dinding rahim pada puncak kontraksi.

3. Besarnya caput succedaneum.

His dinyatakan memadai bila terdapat his yang kuat sekurang-kurangnya 3

kali dalam kurun waktu 10 menit dan masing-masing lamanya >40 detik. Apabila

tidak terjadi demikian, maka disebut gangguan/kelainan his atau inersia uteri.

A.  Definisi Inersia Uteri

Inersia uteri adalah pemanjangan fase laten atau fase aktif atau kedua-duanya dari

kala pembukaan.

B.  Etiologi

Penyebab inersia uteri adalah :

1. Penggunaan analgetik terlalu cepat

2. Kesempitan panggul

3. Letak defleksi

4. Kelainan posisi

5. Regangan dinding rahim (hidramnion, kehamilan ganda)

6. Perasaan takut dari ibu

 

C. Klasifikasi Inersia Uteri

Inersia uteri dapat dibagi menjadi :

22

Page 23: KPD

1. Inersia uteri hipotonis

Adalah kelainan his dengan kekuatan terkoordinasi tetapi lemah atau tidak

adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar.

Dengan CTG, terlihat tekanan yang kurang dari 15 mmHg, sementara his disebut

baik bila tekanan intrauterin mencapai 50-60 mmHg. Biasanya terjadi dalam fase

aktif atau kala II. Dengan palpasi, his jarang dan pada puncak kontraksi dinding

rahim masih dapat ditekan ke dalam. Asfiksi anak jarang terjadi dan reaksi

terhadap pitosin baik sekali.

2. Inersia uteri hipertonis

Adalah kelainan his dengan kekuatan tidak terkoordinasi, misalnya kontraksi

segmen tengah lebih kuat dari segmen atas, tapi dengan kekuatan yang cukup

besar. Inersia uteri hipertonis ini terjadi dalam fase laten. Tanda-tanda gawat janin

cepat terjadi.

Tabel Garis besar perbedaan antara inersia uteri hipotonis dan hipertonis

HIPOTONIS HIPERTONIS

Kejadiannya 4 % persalinan 1 % persalinan

Saat terjadinya Fase Aktif Fase Laten

Nyeri Tidak nyeri Nyeri berlebihan

Fetal distres Lambat terjadi Cepat

Reaksi terhadap Oksitosin Baik Tidak baik

Pengaruh sedatif Sedikit Besar

 

D. Penyulit

1.      Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau kesakitan

2.      Kemungkinan infeksi bertambah dan juga meningkatnya kematian perinatal

3.      Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi : tanda-tandanya denyut nadi naik, suhu

meninggi, asetonuri, napas cepat, meteorismus dan turgor berkurang.

 

E. Terapi

1. Inersia Uteri Hipotonis

23

Page 24: KPD

Bila penyebabnya bukan kelainan panggul dan atau kelainan janin

yang tidak memungkinkan terjadinya persalinan pervaginam, kalau ketuban

positif dilakukan pemecahan ketuban terlebih dahulu. Jika upaya ini tidak berhasil

baru kemudian diberi pitosin drip. Sebelum pemberian pitosin drip, kandung

kencing, dan rektum harus dikosongkan dan ditentukan Pelvic score (Bishop

Score). Pitosin drip kurang berhasil pada skor Bishop yang rendah. Bila ada,

pemantauan sebaiknya dilakukan dengan CTG. Jika terapi oksitosin berhasil,

pengaruhnya pada his nyata dalam waktu singkat. Apabila pemberian 1 botol

belum ada hasilnya, setelah istirahat 2 jam bila masih dianggap perlu dapat dicoba

sekali lagi. Bila setelah istirahat his menjadi baik dan persalinan maju, tidak perlu

dilanjutkan dengan botol kedua. Jika setelah pemberian kedua kalinya pembukaan

masih belum lengkap, dilakukan seksio sesarea. Namun, bila pemberian pitosin

drip botol kedua menampakkan kemajuan yang nyata, dapat dipertimbangkan

pemberian botol ke-3.

2. Inersia Uteri Hipertonis

Pengobatan yang terbaik ialah petidin 50mg atau tokolitik, seperti

ritodine dengan maksud menimbulkan relaksasi dan istirahat, dengan harapan

bahwa setelah pasien itu bangun kembali timbul his yang normal. Mengingat

bahaya infeksi intrapartum, kadang-kadang dicoba juga oksitosin, tetapi dalam

larutan yang lebih lemah. Namun, jika his tidak menjadi baik dalam waktu yang

tertentu, lebih baik dilakukan seksio sesarea.

24

Page 25: KPD

Alur skema penanganan kelainan His

2.2.1.2  Distosia karena kelainan presentasi, posisi, atau kelainan janin     

1. Tidak terjadi putaran paksi dalam

2. Presentasi muka

3. Letak dahi

4. Letak sungsang

5. Letak lintang

 

2.2.1.3 Distosia karena kelainan pada jalan lahir

Distosia karena kelainan pada jalan lahir dapat disebabkan oleh kondisi

anatomis panggul sehingga secara fungsional menyebabkan perbandingan antara

kepala dan panggul yang tidak serasi. Kesempitan panggul dibagi menjadi :

1.      Kesempitan pintu atas panggul

2.      Kesempitan bidang tengah panggul

3.      Kesempitan pintu bawah panggul

25

Page 26: KPD

4.      Kombinasi kesempitan pintu atas panggul, bidang tengah, dan pintu bawah

panggul

 

A. Kesempitan Pintu Atas Panggul

Pintu atas panggul dianggap sempit jika konjugata vera ¡Ü10 cm atau jika

diameter transversa <12cm.

Penyebab timbulnya kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :

1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan; panggul sempit seluruhnya,

panggul picak, panggul sempit picak, panggul corong dan panggul belah.

2. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya; panggul

rakhitis, panggul osteomalasia, radang artikulasi sakroiliaka.

3. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang; kifosis, skoliosis.

4. Kelainan panggul disebabkan kelainan anggota bawah; koksitis, luksasi,

atrofi.

A.1. Pengaruh Panggul Sempit pada Kehamilan

1. Dapat menimbulkan retroflexio uteri gravidi incarcerata

2. Karena kepala tidak dapat turun, terutama pada primigravida fundud lebih

tinggi daripada biasa dan menimbulkan sesak napas atau gangguan

peredaran darah.

3. Kadang-kadang fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung.

4. Perut yang menggantung pada seorang primigravida merupakan tanda

panggul sempit (abdomen pendulum).

5. Kepala tidak turun ke dalam rongga panggul pada bulan terakhir.

6. Dapat menimbulkan letak muka, letak sungsang, dan letak lintang.

7. Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil daripada

ukuran bayi (rata-rata).

 

26

Page 27: KPD

A.2. Pengaruh Panggul Sempit pada Persalinan

1. Persalinan lebih lama dari biasa

2. Dapat terjadi ruptura uteri

3. Dapat terjadi infeksi intrapartum

4. Terjadinya fistel, yaitu tekanan yang lama pada jaringan yang dapat

menimbulkan iskemi yang menyebabkan nekrosis.

5. Ruptura simfisis (simfiolisis)

6. Paresis kaki dapat timbul karena tekanan dari kepala pada urat-urat saraf

di dalam rongga panggul.

 

A.3.     Pengaruh Panggul Sempit pada Anak

1. Kematian perinatal meningkat pada partus yang lama, misalnya yang lebih

lama dari 24 jam atau kala II yang lebih dari 1 jam apalagi jika ketuban

pecah sebelum waktunya.

2. Prolapsus funikuli dapat menimbulkan kematian anak.

3. Moulage yang kuat dapat menimbulkan perdarahan otak.

 

A.4.      Penatalaksanaan dan Prognosis

Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai

faktor di antaranya :

1. Bentuk panggul

2. Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan

3. Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul

4. Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala

5. Presentasi dan posisi kepala

6. His

Jika CV < 8,5cm kesempitan berat dan prognosisnya buruk sehingga lebih

baik dilakukan seksio sesare primer, sedangkan untuk CV > 8,5cm-10cm dengan

kesempitan ringan dilakukan persalinan percobaan. Persalinan percobaan dimulai

pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapat keyakinan bahwa

persalinan tidak dapat berlangsung per vaginam atau setelah anak lahir per

27

Page 28: KPD

vaginam. Persalinan percobaan dikatakan berhasil jika anak lahir per vaginam

secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forseps atau vakum) dan anak serta

ibu dalam keadaan baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila :

1. Pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannya

2. Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik

3. Ada lingkaran retraksi yang patologis

4. Setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah walaupun his cukup baik

dan dilakukan pimpinan persalinan dengan baik, bagian kepala dengan

diameter terbesar dalam 1 jam tetap tidak mau melewati pintu atas panggul

5. Forseps/vakum ekstraksi gagal

 

B. Kesempitan Bidang Tengah Panggul

Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah simfisis dan spina

os ischii. Dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit jika :

1. Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5cm atau

kurang (normal 10,5cm+5cm=15,5cm)

2. Diameter antar spina <9cm

 

B.1. Prognosis

Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran

paksi jika diameter antara kedua spina ¡Ü9cm sehingga kadang-kadang diperlukan

seksio sesarea.

B.2. Terapi

Jika persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul, baiknya

dipergunakan ekstraktor vakum karena ekstraksi dengan forseps kurang

memuaskan, berhubung forseps memperkecil ruangan jalan lahir.

 

28

Page 29: KPD

C. Kesempitan Pintu Bawah Panggul

Pintu bawah panggul terdiri atas 2 segitiga dengan jarak antarkedua tuber

ishiadica sebagai dasar bersamaan.

Pintu bawah panggul dikatakan sempit jika jarak antara tuber os ischii 8cm

atau kurang. Kesempitan pintu bawah panggul dapat menyebabkan gangguan

putaran paksi. Kesempitan ini jarang memaksa kita melakukan seksio sesarea,

yang biasanya dapat diselesaikan dengan forseps dan dengan episiotomi yang

cukup luas.

29

Page 30: KPD

BAB III

KESIMPULAN

Ketuban pecah dini ( KPD ) merupakan salah satu masalah obstetri yang

penting karena berhubungan dengan 2 komplikasi utama yaitu infeksi dan

persalinan kurang bulan. Meskipun keadaan ini hanya mencakup sekitar 1,7% dari

seluruh kehamilan, tetapi menyebabkan sekitar 20% kematian perinatal, kejadian

korioamnionitis, dan keadaan gawat janin intrapartum.

Membuat diagnosis yang tepat terhadap KPD adalah hal yang penting.

Penilaian diagnosis harus efisien dan tepat untuk meminimalisasi jumlah

pemeriksaan vagina dan risiko dari khorioamnionitis. Diagnosis sebagian besar

dapat ditegakan oleh anamnesa.

Ketuban pecah dini (KPD) dapat menyebabkan berbagai macam

komplikasi sesuai dengan umur kehamilan Komplikasi yang berhubungan dengan

KPD. Komplikasi yang dapat timbul adalah persalinan kurang bulan, tali pusat

menumbung, sepsis neonatorum, endometritis. Dengan pecahnya ketuban akan

terjadi kondisi oligohidramnion yang meningkatkan risiko penekanan pada tali

pusat yang dapat menimbulkan gawat janin dan kematian janin

Pengelolaan pasien dengan ketuban pecah dini (KPD) merupakan salah

satu masalah kontroversial dalam ilmu obstetri. Seluruh pasien yang

menampakkan gejala KPD sebaiknya dibawa ke rumah sakit untuk dievaluasi.

Pengelolaan KPD tergantung dari tingkat kehamilan pasien. Pada KPD

yang terjadi saat aterm, ibu dan bayi diobservasi ketat pada 24 jam pertama untuk

30

Page 31: KPD

menilai apakah persalinan terjadi secara alami. Jika persalinan tidak terjadi setelah

24 jam, kebanyakan dokter akan menginduksi persalinan untuk mencegah

perpanjangan waktu antara KPD dan persalinan karena akan meningkatkan resiko

infeksi

31

Page 32: KPD

DAFTAR PUSTAKA

1. Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC.,

William Obstetrics 22nd ed., Connecticut : Prentice-Hal International Inc.,

2005

2. Premature Rupture of The Membranes. http//www.eMedicine.com.

3. Premature Rupture of The Membranes. http//www. health atoz.com

4. High Risk Pregnancy, Premature Rupture of The Membranes(PROM).

http//www.healthsystem.virginia.edu/uvahealth/pedshrpregnant/online.cfm

5. Premature Rupture of The Membranes with Intrauterine Spread.

http//lpig.doereport.com.

6. Creasy, Robert MD. Maternal Fetal Medicine, Principles and Practise 5th

ed., Philadelphia : Saunders., 2004.

7. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran,

Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS Dr. Hasan

Sadikin bagian pertama, Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, 2005.

8. Djamhoer M, Hidayat Wijayanegara, Firman F wirakusumah, Dinan S B,

Sofie R K, Johanes C mose, Maringan D L T. Obstetri Patologi Ilmu

Kesehatan Reproduksi. Edisi ke II. 2003 Bandung Penerbit Buku Kedokteran

EGC / FKUP

32