konteks wacana dalam novel lontara rindu karya s. …

210
KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. GEGE MAPPANGEWA DISCOURSE CONTEXT IN THE NOVEL LONTARA RINDU BY S. GEGE MAPPANGEWA TESIS Oleh ARISA Nomor Induk Mahasiswa : 04. 08. 939. 2013 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR 2016

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. GEGE MAPPANGEWA

DISCOURSE CONTEXT IN THE NOVEL LONTARA RINDU BY S. GEGE MAPPANGEWA

TESIS

Oleh

ARISA

Nomor Induk Mahasiswa : 04. 08. 939. 2013

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR

2016

Page 2: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

i

KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. GEGE MAPPANGEWA

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister

Program Studi

Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun dan Diajukan Oleh

ARISA

Nomor Induk Mahasiswa : 04. 08. 939. 2013

kepada

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR

2016

Page 3: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

ii

KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. GEGE MAPPANGEWA

Yang disusun dan diajukan oleh

ARISA NIM. 04. 08. 939. 2013

Telah dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Tesis pada tanggal, 14 April 2016

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. M. Ide Said D. M., M.Pd. Prof. Dr. Anshari, M. Hum.

Mengetahui

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia

Prof. Dr. H. M. Ide Said D. M., M.Pd. Dr. Abd. Rahman Rahim. M. Hum. NBM. 988. 463 NBM. 992. 699

Page 4: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

iii

HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI

Judul : Konteks Wacana dalam Novel Lontara Rindu

Karya S. Gege Mappangewa

Nama : Arisa

NIM. : 04. 08. 939. 2013

Program Studi : Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia

Telah diseminarkan dan dipertahankan di depan Panitia Penguji Tesis

pada tanggal 14 April 2016 dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan

dan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada Program

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.

TIM PENGUJI

Prof. Dr. H. M. Ide Said D. M., M. Pd. ( ) (Pembimbing I) Prof. Dr. Anshari, M. Hum. ( ) (Pembimbing II) Dr. Sitti Aida Azis, M. Pd. ( ) (Penguji) Dr. Munirah, M. Pd. ( ) (Penguji

Page 5: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Arisa

NIM. : 04. 08. 939. 2013

Program Studi : Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia

Judul : Konteks Wacana dalam Novel Lontara Rindu

Karya S. Gege Mappangewa

Menyatakan dengan sebenanyar bahwa tesis yang saya buat dan tulis ini

benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan hasil ciplakan atau

dibuatkan oleh orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat

dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang

lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 14 April 2016

Yang Membuat Pernyataan

Arisa

Page 6: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

v

MOTTO

Identitas adalah tapak nisan karya yang mengabadi, nyawa Sang Penulis dalam titian lintasan zaman. Karena itu penghargaan

tinggi adalah hak atasnya.

~Arisa~

Penyatuan sikap menerima atas kekurangan ,menjadi buah dalam pohon kebahagiaan yang

harus disyukuri

Arisa

Kita hanyalah setitik noda kecil yang tinggal di planet bumi, sementara bumi, salah satu planet kecil di antara billion bintang di Galaksi Bima Sakti, sedangkan

Bimasakti satu galaksi di antara jutaan Galaksi yang ada di alam semesta, lalu, apa yamg mesti kita sombongkan?

-ARISA-

Page 7: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

vi

ABSTRAK

Arisa, 2016. Konteks Wacana dalam Novel Lontara Rindu Karya S. Gege Mappangewa, dibimbing oleh: H. M. Ide Said D. M., dan Anshari.

Budaya masyarakat Bugis adalah sebuah sistem yang masih dijunjung tinggi masyarakatnya, ditampilkan dengan menarik dan sarat makna dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Unsur-unsur konteks wacana yang terdapat dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa meliputi: 1) setting ’latar’ dan scene ’suasana’, 2) participants’ partisipasi’, 3) ends ’ hasil’, 4) act sequences ’pesan’, 5) keys ’cara’,6) Instrumentalities ’Sarana’,7) norm ’norma’, dan 8) genre’jenis’. Konsep yang berkaitan dengan konteks dalam menganalisis wacana dalam Novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa meliputi: 1) praanggapan. 2) implikatur, dan 3) inferensi serta pendidikan berkarakter dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa.

Berdasarkan karakteristik penelitian, maka penelitian ini dikategorikan ke dalam jenis penelitian kualitatif yang berarti studi yang mencakup penggunaan dan pengumpulan berbagai data empirik yang bisa dilakukan melalui studi kepustakaan, interview,fragmentasi dan interaksi, dalam hal ini ditegaskan bahwa pendekatan deskriptif kualitatif selalu mendasarkan hal-hal yang bersifat fenomena untuk dianalisis, dideskripsikan dan akhirnya disimpulkan berdasarkan temuan dan analisis yang telah dilakukan. Sumber data adalah novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa. Terbit tahun 2012 dengan jumlah 342 halaman, diterbitkan oleh Republika, Jakarta

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam novel Lontara Rindu terdapat konteks nonverbal wacana yang terdiri atas, 1) setting ’latar’ dan scene ’suasana’, 2) participants’ partisipasi’, 3) ends ’ hasil’, 4) act sequences ’pesan’, 5) keys ’cara’,6) Instrumentalities ’Sarana’,7) norm ’norma’, dan 8) genre’jenis’. Unsur eksternal wacana dalam Novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa meliputi: 1) praanggapan, dalam praanggapan terdapat praanggapan eksistensial, praanggapan faktif, praanggapan nonfaktif, praanggapan leksikal, dan praanggapan konterfaktual. 2) implikatur, dalam implikatur terdapat, maksim kuantitas (the maxim of quantity), maksim kualitas (the maxim of quality), maksim hubungan atau relevansi (the maxim of relevance), dan maksim cara (the maxim of manner), dan 3) inferensi. Sedangkan pendidikan berkarakter yang ditemukan ada empat, yakni 1) jujur, 2) rasa ingin tahu, 3) peduli sosial, 4) bersahabat/komunikatif.

Kata kunci : Konteks, wacana, unsur eksternal wacana, unsur nonverbal wacana, pendidikan, dan karakter.

Page 8: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

vii

Page 9: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

viii

PRAKATA

“Assalamu Alaikum Waramatullahi Wabarakatuh”

“Dan Allah telah mengajari Adam menyebutkan nama-nama (kemampuan

berbahasa), lalu mencerdaskan manusia lewat perantaraan

kalam(wacana). Berkat penguasaan bahasa dan wacana inilah malaikat

bersujud memuliakan Bani Adam, sementara setan dengki

menyesatkannya.” (Yudi latif dan Idi Subandi Ibrahim)

Segala puja dan puji pada Allah subhanahu wa Taala, yang telah

melimpahkan cahaya segala maujud yang bergatung pada-Nya sehingga

tesis ini dapat penulis selesaikan penuh dengan perjuangan.

Penulis menyadari bahwa perjuangan untuk menyelesaikan tesis ini

tidak akan terealisasi dengan baik tanpa uluran tangan dari berbagai

pihak. Penulis dengan kerendahan hati menyampaikan ucapan terima

kasih disampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas

Muhammadiyah Makassar, Prof. Dr. H. M. Ide Said D. M., M. Pd.,

pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk berbagi ilmu dan

pengetahuan sejak awal penulisan hingga tesis ini selesai. Mudah-

mudahan apa yang telah diberikan bernilai ibadah dan amal jariah di sisi-

Nya, amin. Terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya

disampaikan kepada pembimbing II, Prof. Dr. Anshari, M. Hum., Wakil

Dekan 1 Universitas Negeri Makassar, atas segala arahan dan

petunjuknya.

Page 10: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

ix

Ucapan terima kasih kepada Rektor Universitas Muhammadiyah

Makassar, Dr. Rahman Rahim, S.E., M. M., beserta staf yang telah

menyediakan segenap fasilitas dan sarana pendidikan yang penulis

butuhkan selama mengikuti Program Pascasarjana. Terima kasih kepada

penguji Dr. Siti Aida Azis, M. Pd., dan Dr. Munirah, M. Pd., yang telah

memberi arahan dan petunjuk sehingga penulis memperoleh percikan

cahaya khususnya dalam bidang analisis wacana kritis, cara yang

berbeda dalam berbagi ilmu pengetahuan, karakter yang menegangkan,

diselingi oleh kelembutan sebagaimana kodrat seorang ibu,

menggerakkan penulis untuk belajar dan terus belajar, mudah-mudahan

ketulusan penguji bernilai ibadah di sisi Allah Subhanahu wataala, amin!

Terima kasih kepada Ketua Prodi Magister Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, Dr. Abd.Rahman Rahim, M. Hum., yang secara tidak

langsung memberi penulis kesempatan untuk terus menyelesaikan

pendidikan hingga tahap akhir. Maha suci Engkau Ya Allah yang maha

membalas setiap kebaikan yang ditorehkan oleh manusia kepada

sesamanya.

Ucapan terima kasih yang mendalam disampaikan kepada

Sekretaris Program Pascasarjana Dr. H. M. Darwis Muhdina, M. Ag., atas

segala bantuannya. Tempat dan status sosial yang berbeda

menyebabkan penulis baru mengetahui bahwa penulis memiliki hubungan

keluarga yang dekat dengan beliau.

Page 11: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

x

Penghormatan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada Kepala

Tata Usaha PPS Drs. Muh. Yasin Tawakkal, M.M., beserta staf.Terima

kasih kepada Dosen Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah

Makassar yang telah berjasa dalam mendidik dan memberi ilmu kepada

penulis selama perkuliahan berlangsung hingga akhir penelitian.

Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada penulis novel

Lontara Rindu, S. Gege Mappangewa, karena melalui tangannya karya

terbaik lahir dan digunakan oleh penulis sebagai objek penelitian.

Demikian pula kepada pemilik novel Lontara Rindu, Agier yang dengan

ikhlas meminjamkan novelnya selama enam bulan kepada penulis.

Ucapan terima kasih sekalipun terbungkus emas tidak akan pernah

menggantikan seluruh cinta dan kasih sayang Ibunda tercinta, Suminah

dan ayahanda terkasih, Andi Untung Paddo. Cucuran keringat, air mata,

untaian doa serta pengorbanan tiada henti menjadikan penulis pribadi

yang kuat hingga bisa berada pada tahap ini. Maafkan jika Ananda sering

menyusahkan bahkan melukai Ibunda dan Ayahanda. Keselamatan dunia

akhirat semoga tercurah untuk kalian, amin.

Ucapan terima kasih teristimewa kepada kedua mertuaku, Ayahanda

Drs. Andi Salahuddin Nonci, M. Si., dan Dra. Hj. Serley Sinar, M. Si., yang

senantiasa membantu baik dari segi materi maupun nonmateri, menerima

penulis apa adanya, penulis bersyukur menjadi bagian dari kehidupan

kalian.

Page 12: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

xi

Terima kasih yang paling tulus penulis ucapkan kepada suami

tercinta, Andi Rahmat Munawar, S. Sos., M. Si., yang juga berperan

sebagai informan bagi penulis, pengorbanan dan motivasi yang diberikan

kepada penulis menghantarkan penulis pada tahap penyelesaian tesis,

saat penulis tidak bisa membagi waktu antara pendidikan dan mendidik

anak, penulis selalu diingatkan agar tidak melupakan kewajiban utama

sebagai seorang ibu sekaligus istri, saat penulis ingin berhenti kuliah,

suami tercintalah yang memberi semangat bahwa selalu ada jalan dan

kemudahan dalam menuntut ilmu pengetahuan. Terima kasih semoga

ikatan suci ini akan tetap terjalin sampai maut memisahkan, amin!

Buah hati penulis Andi Ali Musthafa dan Andi Khadijah Arridha,

terima kasih atas perjuangan kalian mendampingi penulis, perjalanan sulit

kalian antara Wajo dan Makassar menjadi kekuatan untuk terus berjuang

dalam pendidikan. Jadilah pribadi sederhana di mana pun kalian berada.

Terima kasih kepada Andi Istambul yang banyak membantu penulis

dalam hal menjaga anak-anak, penulis menyadari tanpa bantuan Adinda

penulis tidak akan berada pada tahap akhir pendidikan ini, maaf jika

penulis sering marah dan kesal atas sikap Adinda, petiklah hikmah yang

baik dan membuang yang buruk dari penulis.

Terima kasih kepada sepupu penulis Andi Burhanuddin, yang kuliah

di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar, atas

tumpangan kosnya, terima kasih juga kepada Dinda Andi Reski dan Dinda

Jusna atas bantuannya sebagai tukang ojek yang siap mengantar penulis

Page 13: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

xii

selama penulis melakukan bimbingan dan ujian, terima kasih juga atas

tumpangan kosnya, semoga berkah, semoga penulis bisa membalas

kebaikan kalian. Terima kasih kepada sahabat penulis, Ermawati Umar,

S.Pd yang sempat membantu penulis saat kesulitan mencari dana

tambahan untuk pendidikan,terima kasih kepada seluruh teman

mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar

Angkatan 2013.

Selain itu, penulis juga mengucapkan permohonan maaf atas

kesalahan dan kekhilafan, baik dalam bentuk ucapan maupun tingkah

laku, semenjak penulis menginjakkan kaki pertama kali di Universitas

Muhammadiyah hingga selesainya pendidikan penulis. Semua itu adalah

keterbatasan penulis sebagai manusia biasa, kesempurnaan hanyalah

milik Allah Subhanahu wa Taala. Akhirnya, penulis berharap bahwa apa

yang disajikan dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya wacana. Semoga ini dapat bernilai ibadah di sisi-

Nya, Amin!

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 14 April 2016

Penulis

Page 14: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………… ii

HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI……………………………………. iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS………………………………………. . iv

MOTTO……………………………………………………………………… v

ABSTRAK………………………………………………………………….... vi

ABSTRACT………………………………………………………………… . vii

PRAKATA………………………………………………………………….....viii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………. ix

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… xvi

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….xvii

DAFTAR ISTILAH…………………………………………………………..xviii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1

A. Latar Belakang Penelitian ……………………………………………… 1

B. Fokus Penelitian ………………………………………………………… 9

C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………….. 10

D. Manfaat Penelitian………………………………………………............ 10

E. Definisi Istilah……………………………………………………………. 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………………………………………………… 14

A. Kajian Pustaka…………………………………………………………… 14

1. Hakikat Novel……………………………………………………………. 14

Page 15: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

xiv

2. Konteks…………………………………………………………………... 19

3. Unsur-Unsur Konteks…………………………………………………… 23

3. Unsur Eksternal Konteks Wacana…………………………………….. 26

5. Hakikat Pendidikan Karakter…………………………………………... 38

6. Nilai Pendidikan Karakter dalam Karya Sastra………………………. 40

7. Sejarah Singkat Tolotang………………………………………………. 42

B. Penelitian Relevan……………………………………………………… 44

C. Kerangka Pikir …………………………………………………………… 47

BAB III METODE PENELITIAN………………………………………...… 49

A. Pendekatan Penelitian…………………………………………………. 49

B. Unit Analisis dan Penentuan Informan……………………………….. 49

C. Data dan Sumber Data…………………………………………………. 50

D. Teknik Pengumpulan Data…………………………….………………. 51

E. Teknik Analisis Data ……………………………………………………. 52

F. Pengecekan Keabsahan Temuan…………………………………….. 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………………. 56

A. Deskripsi Karakteristik Objek Penelitian……………………………… 56

B. Penyajian Hasil Analisis Data…………………………………………. 59

1. Konteks Nonverbal Wacana dalam Novel Lontara Rindu Karya S. Gege

Mappangewa…………………………………..……….……………….. 59

2. Unsur Eksternal Wacana dalam Novel Lontara Rindu Karya S. Gege

Mappangewa…………………………………..………………………… 74

Page 16: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

xv

3. Pendidikan Karakter dalam Novel Lontara Rindu Karya S. Gege

Mappangewa……………………………………………………………. 177

C. Pembahasan……………………………………………………………. 127

BAB V SIMPULAN DAN SARAN……………………………………….… 139

A. Simpulan…………………………………………………………………. 139

B. Saran……………………………………………………………….......... 145

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 147

LAMPIRAN

1. Sinopsis Novel Lontara Rindu…………………………………………. 150

2. Biografi S. Gege Mappangewa………………………………….......... 153

3. Korpus Data Konteks Nonverbal Wacana, Unsur Eksternal Wacana dan

Pendidikan Karakter dalam Novel Lontara Rindu Karya S. Gege

Mappangewa……………………………………………………………... 154

4. Riwayat Hidup……………………………………………………………. 155

Page 17: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir……...………………………………….. 48

Page 18: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Sinopsis Novel Lontara Rindu…………………………………….. 150

2. Biografi S. Gege Mappangewa…………………………………... 153

3. Korpus Data Konteks Nonverbal Wacana, Unsur Eksternal

Wacana dan Pendidikan Karakter dalam Novel Lontara Rindu

Karya S. Gege Mappangewa…………………………………….... 154

4. Riwayat Hidup……………………………………………………….. 155

Page 19: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

xviii

DAFTAR ISTILAH

1. Tolotang : Orang Selatan

2. Timpo : Bambu yang dipakai untuk menampung

tuak

3. Tabbere Bajae : Dini hari

4. Lontara : Huruf tradisional masyarakat Bugis-

Makassar

5. Pabbulu : Orang gunung

6. Maggore Kopi : Memanggang kopi dengan wajan dari

tanah liat

7. Makkire-kire : Mengiris-iris daging hewan

8. Dewata Seuwae : Sang Hyang Widi

9. Mattapi were’ : Membersihkan beras

10. Keppang Cedde : Agak pincang

11. Pakkalipa Matu Leggai : Hanya linggis yang melepasnya;

kematian memisahkan

12. Golla-golla pese : Perment mint

13. Makkawi : Mengaitkan ujung sarung di pinggang,

ujung satunya

14. Mabbaja laleng : Membersihkan jalan;penjajakan sebelum

melamar

15. Rakkeang : Loteng

Page 20: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

xix

16. Puang : Panggilan ningrat

17. Salaga : Alat pembajak sawah dari kayu

berbentuk sisir raksasa

18. Mappalili : Tradisi membajak sawah pertama di

awal musim tanam

19. Peco’ bale : Ikan asin yang ditumbuk dengan garam

dan cabai

20. Pammasetau : Kuburan leluhur Tolotang

21. Manu Gaga : Ayam ketawa yang diperlombakan

22. Massempe’ : Permainan saling tending dengan aturan

yang ditentukan

23. Ambo : Ayah

24. Indo : Ibu

25. Lego-lego : Serambi depan rumah panggung

26. Ketinting : Perahu kayu menggunakan mesin

27. Sokko Patunrupa : Nasi ketan empat warna;merah, kuning,

putih, dan hitam

28. Mappettu ada : Proses menentukan hari dan hal

menyangkut pernikahan

29. Dui papenre : Uang belanja pesta pernikahan

dibebankan pada pria

30. Bosara : Tatakan piring dengan pegangan di

bawah dan punya tutup

Page 21: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

xx

31. Walasoji : Kotak persegi dari bambu untuk

seserahan pada wanita

32. Botting : Menikah

33. Jadde : Jenis kue Bugis terbuat dari singkong

parut, yang ditengahnya diberi irisan

pisang, dibungkus daun lalu direbus.

34. Silariang : Kawin lari

35. Ballo : Tuak yang dipermentasikan menjadi

minuman keras

36. Uwwa : Pemimpin Tolotang

37. Pakka salo : Sungai bercabang

38. Mappaci : Proses mendoakan calon pengantin

dengan meletakkan daun pacar di

tangan mempelai

Page 22: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …
Page 23: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …
Page 24: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …
Page 25: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa dipahami dalam paradigma yang diatur dan dihidupkan oleh

pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya

adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta

pengungkapan jati diri dari sang pembicara. Dengan demikian, bahasa

merupakan suatu simbol yang memiliki makna, merupakan alat komunikasi

manusia, penuangan emosi manusia serta merupakan sarana dalam

menuangkan pikiran manusia dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam

mencari kebenaran dalam kehidupannya (Kaelan, 1998 : 7-8). Bahasa juga

memiliki tataran yang terdiri atas fonologi, morfologi, sintaksis, dan wacana,

istilah wacana mempunyai acuan yang lebih luas dari sekadar

bacaan.Wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar dan digunakan

dalam komunikasi.

Wacana digunakan sebagai dasar pemahaman suatu teks sangat

diperlukan oleh setiap orang berbahasa dalam berkomunikasi dan saling

bertukar informasi. Wacana harus dipertimbangkan dari segi isi dan unsur-

unsur pendukungnya sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari

terutama dalam kegiatan berkomunikasi. Secara berurutan, rangkaian bunyi

Page 26: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

2

membentuk kata, rangkaian kata membentuk frase, dan rangkaian frase

membentuk kalimat. Akhirnya rangkaian kalimat membentuk wacana (Arifin

dan Rani, 2006:3). Konteks merupakan acuan umum semua hal menyertai

sebuah wacana. Istilah konteks tidak hanya terdapat dalam sebuah wacana,

tetapi juga terjadi dalam kegiatan atau peristiwa tutur. Dalam menganalisis

sebuah wacana harus dipertimbangkan konteks tempat terdapatnya bagian

wacana agar lebih mudah dalam memahami isi sebuah wacana. Ada teks

dan teks lain yang menyertainya, teks menyertai teks itu adalah konteks

(Halliday dan Hasan, 1985:6).

Konteks memegang peranan penting dalam wacana karena konteks

dapat mambantu pembaca untuk lebih mudah dalam memahami isi wacana.

Konteks dapat mengandung sebuah pesan atau informasi yang terkandung

dalam sebuah wacana. Konteks wacana dibentuk oleh berbagai unsur, dan

unsur-unsur dalam konteks itu berhubungan dengan unsur-unsur yang

terdapat dalam setiap komunikasi bahasa.

Unsur-unsur dalam konteks dapat memberi tanda keterangan bagi

eksistensi dalam hubungannya dengan pembicara yang memperkenalkan

pada suatu percakapan (Djajasudarma, 2012:29&37). Analisis wacana

merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis

suatu unit bahasa yang lebih besar dari kalimat (Purwo,1984:21). Pada

hakikatnya karya sastra adalah cerminan dan potret kehidupan nyata yang

ada di masyarakat, dan sebagai wacana dan sarana komunikasi sosial,

Page 27: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

3

(Cuming, 2005:5). Dengan kata lain, karya sastra memiliki standard ganda;

secara tekstual karya sastra merupakan wacana yang berdimensi estetika,

dan secara kontekstual karya sastra merupakan miniatur potret struktur

sosial budaya manusia dan segala yang melekat pada karya yang

dimaksud. Untuk mendapatkan pemaknaan total, diperlukan telaah yang

tidak saja berdimensi tekstual (mikro semata), tetapi seharusnya

diintegrasikan dengan kontekstualitas fenomena kehidupan, agar terbangun

pemaknaan yang lebih komprehensif dan natural yang meliputi, baik elemen

mikro kesastraan dan kebahasaan maupun elemen makro kesastraan.

Pada zaman modern sekarang ini kedudukan sastra semakin meningkat

dan semakin penting. Sastra tidak hanya memberikan kenikmatan dan

kepuasan batin, tetapi juga sebagai sarana penyampaian pesan moral

kepada masyarakat atas realitas sosial. Karya sastra tercipta dalam kurun

waktu tertentu dapat terjadi penggerak tentang keadaan dan situasi yang

terjadi pada masa penciptaan karya sastra itu, baik sosial budaya, agama,

politik, ekonomi, dan pendidikan, selain itu karya sastra dapat digunakan

sebagai dokumen sosial budaya yang menangkap realita dari masa tertentu,

akan tetapi bukan menjadi keharusan bahwa karya sastra yang tercipta

merupakan pencerminan situasi kondisi pada saat karya sastra ditulis. Salah

satu bentuk “susastra” sebagai penuangan ide kreatif pengarang adalah

novel. Karya sastra sebagai potret kehidupan bermasyarakat merupakan

Page 28: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

4

suatu karya sastra yang dapat dinikmati, dipahami, dan dapat dimanfaatkan

oleh masyarakat.

Karya sastra tercipta karena adanya pengalaman batin pengarang

berupa peristiwa atau problem dunia yang menarik sehingga muncul gagasan

imajinasi yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan karya sastra akan

menyumbangkan tata nilai figur dan tatanan tuntutan masyarakat, hal ini

merupakan ikatan timbal balik antara karya sastra dengan masyarakat,

walaupun karya sastra tersebut berupa fiksi, namun pada kenyataannya,

sastra juga mampu memberikan manfaat yang berupa nilai-nilai moral bagi

pembacanya. Sastra selalu menampilkan gambaran hidup dan kehidupan itu

sendiri, yang merupakan kenyataan sosial. Dalam hal ini, kehidupan tersebut

akan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang seorang,

antarmanusia, manusia dengan Tuhan-Nya, dan antara peristiwa yang terjadi

dalam batin seseorang. Membahas karya sastra ada beberapa bagian yang

muncul antara lain: kurangnya kemampuan pembaca dalam memahami

karya sastra yang bersifat kompleks, unik dan tidak langsung dalam

mengungkapkannya. Hal ini yang menyebabkan sulitnya pembaca dalam

menafsirkan karya sastra. Hal ini sesuai dengan pandapat Nurgiyantoro

(1995:323) yang menyatakan bahwa satu penyebab sulitnya dalam

menafsirkan karya sastra yaitu dikarenakan novel merupakan sebuah struktur

yang kompleks, unik, serta mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung,

oleh karena itu, perlu dilakukan suatu usaha kritik terhadap karya sastra

Page 29: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

5

untuk menjelaskannya dengan disertai bukti-bukti hasil kerja analisis. Sastra

berperan sebagai penuntun hidup, hanya saja penuntun hidup itu

tersublimasi sedemikian rupa sehingga tidak mungkin bersifat mendikte

tentang apa sebaiknya tidak dilakukan di lapangan.

Sastra mampu membentuk watak pribadi secara personal, dan

akhirnya dapat pula secara sosial. Sastra mampu berfungsi sebagai

penyadar manusia akan kehadirannya yang bermakna bagi kehidupan bagi

Sang Pencipta maupun di hadapan sesama manusia.Tidak jarang manusia

mengalami kekosongan jiwa, kekacauan berpikir dan bahkan bisa mengalami

stres karena tidak mampu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.

Karya sastra dapat berperan untuk membentuk sebagai alat penting bagi

pemikir untuk menggerakkan pembaca kepada kenyataan dan menolongnya

untuk mengambil keputusan bila mengalami masalah. Selain itu, dewasa ini

banyak masyarakat jauh dari sifat-sifat kemanusiaan, lupa terhadap

kewajiban hidupnya, bersikap masa bodoh terhadap permasalahan yang

terjadi di sekelilingnya. Dalam hal ini melalui karya sastra (novel) diharapkan

dapat digunakan untuk menyadarkan masyarakat (pembaca) untuk kembali

pada fitrahnya, pada jalan yang benar. Sastra merupakan ekspresi

masyarakat. Oleh sebab itu, kemunculan suatu karya sastra erat

hubungannya dengan persoalan-persoalan yang muncul pada saat itu. Hal ini

menunjukkan bahwa persoalan sosial memang berpengaruh kuat terhadap

Page 30: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

6

wujud sastra. Dengan kata lain, karya sastra tersebut adalah pantulan

hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat.

Di dalam era globalisasi ini, peran sastra sangat berarti. Mengenai hal

ini Alwi, (2002: 235) mengemukakan sastra dapat berperan 3 dalam: (1)

mendorong dan menumbuhkan nilai-nilai positif manusia, seperti suka

menolong, berbuat baik, beriman dan bertakwa; (2) memberi pesan kepada

pembaca, khususnya pemimpin, agar dapat berbuat sesuai dengan harapan

masyarakat, mencintai keadilan, kebenaran, dan kejujuran; (3) mengajak

orang untuk bekerja keras demi kepentingan dirinya, dan ; (4) merangsang

munculnya watak-watak pribadi yang tangguh dan kuat.

Peristiwa atau persoalan itu sangat mempengaruhi kejiwaan. Adanya

hal demikian, seorang pengarang dalam karyanya menggambarkan

fenomena kehidupan yang ada sehingga muncul konflik atau ketegangan

batin. Sastrawan, sastra, dan kehidupan sosial merupakan fenomena yang

saling melengkapi dalam kedirian masing-masing sebagai sesuatu yang

ektensial. Sebuah karya sastra tidak dapat dilepaskan dari pengarang dan

kehidupan manusia sebagai produk kelahiran karya sastra, sastra bukan

sekadar dari kekosongan sosial, melainkan hasil racikan perenungan dan

pengalaman sastrawan dalam menghadapi problema dan nilai-nilai tentang

hidup dan kehidupan (manusia dan kehidupan) pengalaman ini merupakan

jawaban yang utuh dari jiwa manusia ketika kesadarannya bersentuhan

dengan kenyataan.

Page 31: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

7

Penelitian analisis ilmiah dan karya tulis pada karya sastra memang

sudah banyak dilakukan, namun cenderung hanya ditelaah dari sisi struktur

dan tekstual semata. Telaah yang demikian, menghasilkan telaah yang

belum mencapai makna yang maksimal, dan kurang menyentuh. Dalam

menganalisis konteks wacana yang terdapat dalam novel Lontara Rindu

Karya S. Gege Mappangewa ini, peneliti mengkhususkan penelitian pada

konsep yang berkaitan dengan konteks dalam menganalisis wacana dan

unsur-unsur konteks wacana yang terdapat dalam novel Lontara Rindu

karya S. Gege Mappangewa.

Sejak awal 1970-an, para linguis sadar akan pentingnya konteks

dalam menafsirkan berbagai macam kalimat (Arifin dan Rani, 2006: 166).

Konteks merupakan situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi (Mulyana,

2005: 21). Konteks sangat menentukan makna suatu ujaran. Bila konteks

berubah, berubah juga makna suatu ujaran. Konteks dapat dianggap sebagai

sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan atau dialog. Segala sesuatu

yang berhubungan dengan tuturan sangat bergantung pada konteks yang

melatarbelakangi peristiwa tuturan itu. Beberapa unsur eksternal yang

berkaitan dengan wacana yang diperlukan dalam analisis wacana yakni,

praanggapan, implikatur, inferensi, dan unsur-unsur konteks nonverbal

wacana terdiri atas setting ’latar’ dan scene ’suasana’, participants’

partisipasi’, ends ’ hasil’, act sequences ’pesan’, keys ’cara’,

instrumentalities ’sarana’, norm ’norma’, dan genre’jenis’.

Page 32: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

8

Secara garis besar, penelitian ini mengemukakan beberapa latar

belakang dan alasan penting telaah analisis konteks wacana dalam novel

Lontara Rindu karya S. Gegge Mappangewa. Alasan-alasan tersebut

meliputi beberapa pertimbangan: Dari sisi sumber data, karya sastra ini

tergolong karya sastra yang unik karena alur cerita berupa cerita fiksi

namun latar tempat, adat-istiadat, sosial, budaya dan, keyakinan yang

berbeda adalah nyata berada di Kabupaten Sidenreng Rappang.

Selain itu, novel Lontara Rindu karya S. Gegge Mappangewa

merupakan novel peraih penghargaan terbaik pertama “Lomba Novel

Republika 2011 ”, sehingga banyak memperoleh pujian dan komentar

positif, sebagaimana yang dikatakan oleh Asma Nadia (penulis 46 buku

best seller) bahwa ada kejernihan yang mengharukan, bergantian dengan

kelucuan yang menggelitik saat membaca novel Lontara Rindu. Penulisnya

berhasil menjalin kisah yang menarik dengan warna lokal yang kuat, dan

teknik penceritaan yang nyaris tanpa cela. Novel Lontara Rindu karya S.

Gege Mappangewa ini bertutur tentang hubungan manusia di dalam

keluarga dan lingkungannya yang kompleks, terutama karena ada latar

belakang adat dan agama yang berbeda dalam novel ini.

Penulis menyadari bahwa warisan budaya nasional atau warisan

budaya lokal adalah cermin tingginya peradaban bangsa. Dan salah satu

ciri bangsa besar dan maju adalah bangsa yang mampu menghargai dan

melestarikan warisan nenek moyang mereka dengan berbagai cara, salah

Page 33: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

9

satunya adalah melakukan penelitian terhadap karya sastra lokal sekalipun

hanya mengkaji sebuah novel yang sarat akan adat-istiadat, sosial dan

budaya, hal ini menjadi pertimbangan peneliti untuk melakukan penelitian

dengan menganalisis konteks wacana yang terdapat dalam novel Lontara

Rindu karya S. Gege Mappangewa.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, fokus penelitian ini

membahas tentang konteks wacana yang ada dalam novel Lontara Rindu

karya S. Gege Mappangewa.

1. Konteks nonverbal wacana yang terdapat dalam novel Lontara

Rindu karya S. Gege Mappangewa meliputi: (a) setting ’latar’ dan

scene ’suasana’, (b) participants’ partisipasi’, (c) ends ’ hasil’, (d) act

sequences ’pesan’, (e) keys ’cara’,(f) instrumentalities ’sarana’,(g)

norm ’norma’, dan (h) genre’jenis’.

2. Unsur eksternal wacana dalam Novel Lontara Rindu karya S. Gege

Mappangewa meliputi: (a) praanggapan. (b) implikatur, dan (c)

inferensi.

3. Pendidikan karakter dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege

Mappangewa.

Page 34: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

10

C. Tujuan Penelitian

Bertolak dari fokus penelitian, tujuan penelitian ini diarahkan untuk

mendapatkan penjelasan informasi yang layak dan akurat tentang konteks

wacana dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa, yang

mencakup:

1. Konteks nonverbal wacana yang meliputi: (a) setting ’latar’ dan

scene ’suasana’, (b) participants’ partisipasi’, (c) ends ’ hasil’, (d) act

sequences ’pesan’, (e) keys ’cara’,(f) instrumentalities ’sarana’,(g)

norm ’norma’, dan (h) genre’jenis’.

2. Unsur eksternal wacana dalam Novel Lontara Rindu karya S. Gege

Mappangewa meliputi: (a) praanggapan. (b) implikatur, dan (c)

inferensi.

3. Pendidikan karakter dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege

Mappangewa.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Memperkaya kajian tentang linguistik khususnya pragmatik.

b. Memperkaya kajian tentang konteks wacana yang terdiri atas jenis

dan unsur wacana.

c. Memperkaya kajian wacana tradisi dan kehidupan sosial

masyarakat lokal khususnya penganut kepercayaan Tolotang yang

berada di Sulawesi Selatan.

Page 35: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

11

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memotivasi dan

memberi ilmu tambahan kepada pembaca agar mendalami sastra

lebih mendalam karena dengan membaca saja tidak cukup untuk

memahami makna suatu wacana dalam dunia sastra.

b. Bagi tenaga pendidik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi yang tepat bagi pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia di sekolah serta sebagai masukan dalam pengetahuan

bahasa khususnya konteks wacana.

c. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

pendidikan khususnya nilai kehidupan dalam bersikap dan

berperilaku.

d. Bagi peneliti lanjut, penelitian ini diharapkan dapat memberi

pemahaman tentang konteks wacana dalam novel Lontara Rindu

karya S. Gege Mappangewa dengan baik dan benar serta memberi

stimulus bagi peneliti lain untuk mengkaji analisis konteks wacana

untuk penelitian lebih lanjut.

E. Definisi Istilah

Istilah dalam penelitian ini akan didefinisikan secara operasional. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat berikut ini.

1. Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan

menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa.

Page 36: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

12

2. Konteks wacana adalah teks yang menyertai teks lain. Pengertian hal

yang menyertai teks itu meliputi tidak hanya yang dilisankan dan

dituliskan, tetapi termasuk pula kejadian-kejadian nonverbal lainnya

keseluruhan lingkungan teks itu.

3. Praanggapan merupakan asumsi yang dipikirkan oleh penutur

sebelum ia menyampaikan pesan kepada mitratutur atau

pendengar.

4. Implikatur berarti sesuatu yang terlibat atau menjadi bahan

pembicaraan. Secara struktural, implikatur berfungsi sebagai

jembatan yang menghubungkan sesuatu yang diucapkan dengan

yang diimplikasikan.

5. Inferensi merupakan proses penarikan simpulan yang digunakan

pendengar terhadap ujaran yang disampaikan penutur dan simpulan

tersebut ditentukan oleh situasi dan konteks sehingga, pendengar

menduga kemauan penutur dan meresponsnya

6. Setting ‘latar’ dan scene ‘suasana’, latar lebih bersifat fisik, meliputi

tempat dan waktu terjadinya tuturan. Scene merupakan latar psikis

yang mengacu pada suasana psikologis.

7. Participants ‘partisipan’, mengacu pada peserta yang terlibat dalam

komunikasi, misalnya penutur dan petutur atau penulis dan pembaca

8. Ends ‘hasil’, yang mengacu pada tujuan dan hasil komunikasi.

9. Act sequences ‘pesan’, mengacu pada bentuk dan isi pesan.

Page 37: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

13

10. Keys ‘cara’, mengacu pada cara ketika melakukan komunikasi,

misalnya komunikasi dilakukan dengan cara yang serius, santai,

dan lain-lain.

11. Instrumentalities ‘sarana’, yang mengacu pada sarana yang dipakai

dalam menggunakan bahasa, yang meliputi (a) bentuk bahasa yaitu

lisan atau tulisan dan (b) jenis tuturannya, yaitu dengan bahasa

standar atau dengan dialek tertentu.

12. Norms ‘norma’, yang mengacu pada perilaku partisipan dalam

berinteraksi.

13. Genre ‘jenis’, yang mengacu pada tipe-tipe teks seperti dongeng,

iklan, dan lain-lain.

14. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang membentuk

kepribadian para tokoh dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege

Mappangewa melalui pendidikan budi pekerti yang hasilnya terlihat

dalam tindakan nyata.

15. Konteks nonverbal yaitu hubungan yang berkaitan dengan hal-hal di

luar bahasa.

Page 38: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Hakikat Novel

Dalam kesastraan dikenal berbagai macam jenis sastra (genre). Sejak

Plato dan Aristoteles membagi karya sastra menjadi tiga kategori (Wellek dan

Warren, 1989: 300) yakni, puisi, prosa, dan drama, kini ketiga genre sastra

tersebut merupakan genre sastra secara garis besar. Menurut Nurgiyantoro

(1995:1), dunia kesastraan mengenal prosa (Inggris:prose) sebagai salah

satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Prosa dalam pengertian

kesastraan juga disebut fiksi (fiction), teks naratif (narrative text) atau wacana

naratif (narrative discourse). Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita

rekaan (disingkat:cerkan) atau cerita khayalan. Bentuk karya fiksi yang

berupa prosa adalah novel dan cerpen.

Kata novel berasal dari kata Latin novellas yang diturunkan pula dari kata

novies yang berarti baru. Dikatakan “baru” karena jika dibandingkan dengan

jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, jenis novel ini

muncul kemudian (Tarigan, 1987: 164). Dalam sastra Indonesia, pada

Angkatan 45 dan seterusnya, jenis prosa fiksi yang disebut roman lazim

dinyatakan sebagai novel (Waluyo, 2002: 2). Dengan demikian, untuk

Page 39: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

15

selanjutnya penyebutan istilah novel di samping mewakili pengertian novel

yang sebenarnya, juga mewakili roman.

Novel menurut Stanton (2007:90) mampu menghadirkan perkembangan

satu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak

atau sedikit karakter, dan bebagai peristiwa rumit yang terjadi beberapa

waktu silam secara lebih merenik. Dengan demikian, dalam novel, pelukiskan

tentang perkembangan watak tokoh digambarkan secara lebih lengkap.

Novel menawarkan sebuah dunia imajinatif, yang menampilkan rangkaian

cerita kehidupan seseorang yang dilengkapi dengan peristiwa,

permasalahan, dan penonjolan watak setiap tokohnya.

Novel (cerita rekaan) dapat dilihat dari beberapa sisi. Jika ditinjau dari

panjangnya, novel pada umumnya terdiri atas lima belas ribu hingga empat

puluh lima ribu kata. Berdasarkan sifatnya, novel (cerita rekaan) bersifat

expands, ‘meluas’ yang menitikberatkan pada complexity. Sebuah novel tidak

akan selesai dibaca sekali duduk, hal ini berbeda dengan cerita pendek.

Dalam novel (cerita rekaan) juga dimungkinkan adanya penyajian

panjang lebar tentang tempat atau ruang. Sementara itu, menurut Tarigan

(1987: 165), jika ditinjau dari segi jumlah kata, biasanya novel mengandung

kata-kata yang berkisar antara 35.000 buah sampai tak terbatas. Novel yang

paling pendek itu harus terdiri atas 100 halaman dan rata-rata waktu yang

dipergunakan untuk membaca novel minimal 2 jam. Lebih lanjut dikemukakan

oleh Nurgiyantoro (1995: 11), jika dilihat dari segi panjang cerita, novel (jauh)

Page 40: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

16

lebih panjang daripada cerpen. Oleh karena itu, novel dapat mengemukakan

sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci,

lebih rinci, dan lebih banyak melibatkan permasalahan yang lebih kompleks.

Cerita rekaan atau novel adalah salah satu genre sastra yang

dibangun oleh beberapa unsur. Sesuai dengan pendapat Waluyo, (2002:

136) bahwa cerita rekaan (dalam hal ini novel) adalah wacana yang dibangun

oleh beberapa unsur.

Unsur-unsur itu membangun suatu kesatuan, kebulatan, dan regulasi

diri atau membangun sebuah struktur. Struktur dalam novel merupakan

susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi

hubungan timbal balik, saling menentukan untuk membangun kesatuan

makna.Unsur-unsur itu bersifat fungsional, artinya dicipta pengarang untuk

mendukung maksud secara keseluruhan dan maknanya ditentukan oleh

keseluruhan cerita itu.

a. Tokoh dan penokohan

1) Tokoh

Tokoh merupakan bagian intrinsik novel yang ikut membangun

terwujudnya sebuah fiksi. Aminuddin (2002: 79), tokoh adalah pelaku yang

mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peritiwa itu mampu

menjalin cerita. Berdasarkan funsinya atau penting tidaknya dibagi kehadiran

tokoh dalam cerita dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh sentral/utama dan

tokoh bawahan. Tokoh utama merupakan tokoh yang memegang peranan

Page 41: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

17

dalam sebuah ceita. Sedangkan tokoh bawahan adalah tokoh yang kurang

begitu penting kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya diperlukan

untuk menunjang dan mendukung tokoh utama.

2) Penokohan

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang

yang diambilkan dalam cerita (Nurgiyantoro, 1995:165). Setiap tokoh pasti

memiliki watak atau karakter. Watak adalah sifat dan sikap tokoh dalam

cerita. Tokoh cerita biasanya mengemban suatu perwatakan tertentu yang

diberi bentuk dan isi oleh pengarang. Perwatakan dapat diperoleh melalui

tindak tanduk, ucapan atau sejalan tidaknya antara apa yang dikatakan

dengan apa yang dilakukan. Cara pengarang dalam menggambarkan atau

memunculkan tokohnya dapat menggunakan berbagai macam cara dan

karakter yang beragam.

Perwatakan/karakter dapat dilihat dari:

(a) Cakapan.

(b) Pikiran tokoh.

(c) Stream of consciousness.

(d) Lukisan perasaan tokoh.

(e) Perbuatan tokoh.

(f) Sikap tokoh.

(g) Pandangan tokoh satu kepada tokoh lain.

(h) Lukisan fisik, lukisan datar.

Page 42: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

18

Stream of consciousness mencakup monolog soliloquy. Monolog

adalah cakapan batin yang menjelaskan kejadian-kejadian yang sudah terjadi

dan yang sedang terjadi. Soliloquy merupakan cakapan batin yang

menjelaskan hal-hal yang akan terjadi.

b. Latar atau Setting.

Latar atau setting cerita mencakup unsur tempat atau ruang, unsur

waktu serta unsur suasana. Setiap kejadian akan terjadi dalam suatu tempat

dan waktu tertentu. Latar atau tempat sangat penting, yaitu untuk

memberikan gambaran kepada pembaca dan menciptakan suasana tertentu

yang membuat ceita tampak nyata. Yang termasuk dalam latar yaitu ruang

atau tempat, dan waktu.

c.Tema

Tema merupakan gagasan ide, pikiran utama pokok pembicaraan di

dalam karya sastra yang dapat dirumuskan dalam kalimat pernyataan. Tema

adalah makna yang terkandung dari sebuah cerita, merupakan gagasan

dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan terkandung di dalam

teks sebagai struktur semantik dan yang menyangkut persamaan-persamaan

dan perbedaan-perbedaan (Nurgiyantoro, 1995:67).

Dalam sebuah karya sastra tema kadang tidak dengan mudah

ditemukan, karena tak jarang harus melakukan kegiatan membaca dan

memahami seluruh bacaan terlebih dahulu untuk menemukan sebuah tema.

Harus memulai pengamatan yang jeli, menghubungkan setiap persoalan

Page 43: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

19

yang ada, mencari fakta-fakta yang terdapat dalam cerita dan

menghubungkannya dengan persoalan, mempelajari karakter-karakter dan

sikap para tokoh, dan kemudian baru menyimpulkan tema.

2. Konteks

a. Pengertian Konteks

Sesuai dengan namanya konteks berarti yang berkenaan dengan teks,

yakni benda-benda atau hal-hal beserta canda bersama teks dan menjadi

lingkungan itu. Menurut Brown dan Yule (1996:70), konteks adalah

lingkungan (envirenment) atau keadaan (circum stances) tempat bahasa

digunakan. Dapat pula dikatakan bahwa konteks adalah lingkungan teks. Di

samping istilah konteks dalam khazanah istilah linguistik Indonesia juga

digunakan istilah lingkungan, lingkupan yang sama mempunyai makna yang

berbeda karena konteks yang berbeda.

Dardjowidjojo (1985:89) menyebutkan bahwa ada dua lingkungan atau

konteks dalam penggunaan bahasa, yakni konteks linguistik dan konteks

ekstra linguistik. Dalam wujud dan yang berupa konteks linguistik (berupa

unsur bahasa) konteks adalah satuan bahasa (kata, frasa, kalimat atau

untaian kalimat) yang mendahului atau yang mengikuti unsur bahasa dalam

ujaran. Konteks linguistik tersebut juga diistilahkan dengan konteks, yakni

bagian teks yang menjadi lingkungan sebuah teks dalam teks yang sama

makna pronomina posesif.

Page 44: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

20

Konteks sangat penting dalam penentuan makna kata. Sepanjang

masalahnya menyangkut konteks verbal (konteks berupa ujaran atau

bahasa), hal ini sudah diketahui oleh beberapa pionir di bidang semantik

sebagai suatu hal yang fundamental. Misalnya, Darmesteter berbicara

tentang berbagai unsur penyatu kalimat yang memodifikasikan makna setiap

kata. Begitu pula kutipan-kutipan kalimat dalam perkamusan (leksikografi)

diakui sebagai dasar tuntutan oleh penyusun kamus seperti Dr. Johnson,

yang menyusun Oxford English Dictionary, dan juga para penyuntingnya

yang kemudian menggantikannya. Tetapi, para linguis modern ternyata tidak

hanya menempatkan tekanan yang besar terhadap konteks itu, tetapi sudah

memperluas sekali ruang lingkupnya dan mempersoalkan lebih dalam lagi ke

arah pengaruh konteks terhadap makna kata.

Di samping konteks verbal itu, linguis juga harus menaruh perhatian

kepada apa yang disebut konteks situasi. Konteks ini diperkenalkan ke dalam

linguistik oleh seorang antropolog Bronislaw Malinowski berdasarkan

pengalaman lapangannya tentang bahasa dan kebudayaan penduduk

Trobriand Island di Fasifik Selatan. Konteks situasi itu tidak hanya berarti

situasi yang sebenarnya tempat ujaran terjadi, tetapi juga rnenyangkut

keseluruhan latar belakang budaya di mana peristiwa tutur itu muncul.

Menurut Malinowski, “konsep tentang konteks itu harus menembus ikatan-

ikatan yang hanya bersifat kebahasaan dan harus diteruskan kepada analisis

terhadap kondisi-kondisi umum yang memayungi ketika hahasa itu

Page 45: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

21

dituturkan. Studi tentang sesuatu bahasa, yang dipakai oleh orang yang

hidup berbeda kondisinya dilakukan dalam hubungan dengan studi tentang

kebudayaan dan lingkungan mereka”.

Prinsip ini sangat penting sekali bagi semantik historis. Makna

sepenuhnya dan selengkapnya dari sebuah kata dapat ditangkap kembali

hanya jika kita tempatkan kata itu dalam konteks budaya pada zaman kata itu

hidup. Misalnya, kata Latin rex ‘raja’ tidaklah persis sama maknanya dengan

king ‘raja’ dalam bahasa Inggris atau roi ‘raja’ dalam bahasa Prancis, karena

rex itu, yang mengacu bentuk monarki pada awal sejarah Romawi,

mempunyai konotasi mengerikan dan menjadi lambang tirani: “setelah

pengusiran Tarquinius orang Romawi segan mendengar kata ‘raja’ itu, tulis

Cicero dalam De Republica.

Konteks budaya itu bahkan lebih relevan untuk memahami sepenuhnya

apa yang disebut “kata kunci” (key-word) yang mengikhtisarkan cita-cita

suatu peradaban tertentu: misalnya kata cortegiano dari zaman Renaissans

Italia, honnete homme dari zaman Prancis abad ke-17, dan kata Inggris

gentelman (semua itu kira-kira berarti seorang laki-laki yang memang

seharusnya begitu, ‘yaitu jantan’). Kata gentelman kemudian hidup terbesar

dalam bahasa Eropa daratan, tetapi ada sedikit perubahan tekanan dan

perubahan dalam implikasi nuansa.

Perluasan cakupan konteks ini, baik kebahasaan maupun

nonkebahasaan, telah membuka cakrawala baru bagi studi makna. Apa yang

Page 46: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

22

menjadi tujuan kita ialah “urutan kontekstualisasi atas fakta-fakta, konteks

dalam konteks, masing-masingnya menjadi sebuah fungsi, suatu organ

dalam konteks yang lebih besar dan semua konteks itu menyatu dalam wujud

yang bisa disebut konteks budaya (Sumarsono, 2011:32).

Semantik modern juga mulai memperhatikan lebih cermat terhadap

dampak konteks atas makna. Kini cukuplah dikatakan secara singkat

beberapa bentuk utama dari dampak itu. Secara umum dapat dikatakan ada

dua jenis pengaruh konteks terhadap kata, yaitu yang berpengaruh terhadap

kata apa saja, dan yang lebih besar berpengaruhnya terhadap beberapa kata

daripada kata yang lain. Tiap kata, tidak peduli betapa tepat dan pasti

maknanya, akan menurunkan dari konteksnya suatu kepastian (makna) yang

pada hakikatnya hanya dapat muncul dalam ujaran-ujaran yang spesifik. Ini

pun berlaku bagi nama diri (proper name), jenis kata yang paling konkret di

antara semua jenis kata yang ada.

Nama diri itu mempunyai berbagai aspek, tetapi hanya satu aspek saja

yang paling relevan untuk sesuatu situasi tertentu. Misalnya, jika kita

berbicara tentang Soekarno, hanya konteks yang akan menunjukkan apakah

kita sedang berbicara tentang Presiden pertama RI atau tentang bekas

Kepala Kepolisian RI tahun 1960-an, atau tentang Sukarno-Sukarno yang

lain. Faktor lain yang sangat bergantung kepada konteks adalah segi emotif

makna kata. Pendeknya, tiap kata praktis dapat memperoleh unsur emotif

dalam suatu konteks; sebaliknya, ada kata-kata yang mempunyai visi

Page 47: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

23

emosional yang kuat, kadang-kadang diperlakukan biasa-biasa saja.

Misalnya, dalam bahasa Inggris, kata home dianggap sebagai salah satu

kata yang mempunyai nilai emotif tinggi, dipakai dalam banyak konteks,

seperti “home sweet home”, “England home and beauty,” dst.; tetapi nilai

emosi itu benar-benar dipreteli dalam konteks seperti Home Office, BBC

Home Service.

Jenis kekaburan atau keambiguan lain yang kepastian maknanya hanya

bisa ditentukan oleh konteks adalah kata-kata yang mempunyai berbagai

kemungkinan untuk masuk ke berbagai jenis kata. Hal ini khususnya banyak

terjadi pada bahasa Inggris, karena banyak kata yang bisa berpindah dari

satu jenis kata ke jenis kata yang lain melalui proses yang disebut konversi.

Seperti yang pernah kita bicarakan di muka, kata down misalnya, bisa masuk

ke dalam setidaknya lima jenis kata.

3. Unsur-Unsur Konteks

Konteks nonverbal yaitu hubungan yang berkaitan dengan hal-hal di

luar bahasa. Konteks nonverbal meliputi situasi sosial,dan budaya.

Pemahaman konteks situasi dan budaya dalam wacana dapat dilakukan

dengan berbagai prinsip penafsiran dan analogi. Prinsip-prinsip tersebut

yaitu: prinsip penafsiran personal, prinsip penafsiran lokasional, prinsip

penafsiran temporal, dan prinsip analogi (Sumarlam, 2005 : 47-54).

Prinsip penafsiran personal berkaitan dengan siapa sesuangguhnya

yang menjadi partisipan di dalam suatu wacana. Dalam hal ini, siapa penutur

Page 48: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

24

dan siapa mitratutur sangat menentukan makna sebuah tuturan. Prinsip

penafsiran lokasional berkenaan dengan penafsiran tempat atau lokasi

terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka

memahami wacana. Penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman

mengenai waktu. Berdasarkan konteksnya kita dapat menafsirkan kapan atau

berapa lama waktu terjadinya suatu situasi (peristiwa, keadaan, proses).

Prinsip analogi digunakan sebagai dasar, baik oleh penutur maupun

mitratutur, untuk memahami makna dan mengidentifikasi maksud dari (bagian

atau keseluruhan) sebuah wacana. Inferensi adalah proses yang harus

dilakukan oleh komunikan (pembaca/pendengar/mitratutur) untuk memahami

makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan

oleh komunikator (pembicara/ penulis/ penutur).

Konteks wacana yang mendukung pemaknaan ujaran, tuturan, atau

wacana adalah situasi kewacanaan. Situasi kewacanaan berkaitan erat

dengan tindak tutur. Sejalan dengan pandangan Dell Hymes (1972) yang

menyebut komponen tutur dengan singkatan SPEAKING.

a. Setting ‘latar’ dan scene ‘suasana’, latar lebih bersifat fisik, meliputi tempat

dan waktu terjadinya tuturan. Scene merupakan latar psikis yang

mengacu pada suasana psikologis.

b. Participants ‘partisipan’, mengacu pada peserta yang terlibat dalam

komunikasi, misalnya penutur dan petutur atau penulis dan pembaca.

c. Ends ‘hasil’, yang mengacu pada tujuan dan hasil komunikasi.

Page 49: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

25

d. Act sequences ‘pesan’, mengacu pada bentuk dan isi pesan.

e. Keys ‘cara’, mengacu pada cara ketika melakukan komunikasi,

misalnya komunikasi dilakukan dengan cara yang serius, santai, dan

lain-lain.

f. Instrumentalities ‘sarana’, yang mengacu pada sarana yang dipakai dalam

menggunakan bahasa, yang meliputi (1) bentuk bahasa yaitu lisan atau

tulisan dan (2) jenis tuturannya, yaitu dengan bahasa standar atau

dengan dialek tertentu.

g. Norms ‘norma’, yang mengacu pada perilaku partisipan dalam

berinteraksi.

h. Genre ‘jenis’, yang mengacu pada tipe-tipe teks seperti dongeng, iklan, dan

lain-lain (dalam Mulyana, 2005: 23).

Berikut ini adalah contoh kedelapan unsur konteks wacana yang telah

disebutkan di atas.

“Pukul enam sore, Desa Sukamaju sudah tampak sunyi seperti kuburan. Terpaksa aku menutup pintu rumah. Masuk, dan tiduran. Aku terbangun jam tiga pagi dan mendengar suara gaduh di dapur. Ternyata aku melihat Ibu sudah sibuk mempersiapkan barang dagangan. “Ibu masak apa untuk dijual hari ini?” tanyaku pada ibu. “Masak sayur asem dan sayur lodeh, Nak” jawab ibu. “Semoga dagangan ibu hari ini laku terjual habis, ya Bu!” “Amin. Nak, kamu iarus belajar yang rajin ya agar jadi orang yang sukses.” “Iya, saya akan belajar dengan sungguh-sungguh agar dapat mewujudkan keinginan ibu. Doakan saya selalu ya, Bu”. “Iya, Nak, di setiap doa ibu selalu teserta namamu”.

Page 50: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

26

Pada contoh dating aspek setting tempat terlihat pada kata Desa

Sukamaju dan dapur. Setting waktu terlihat pada jam tiga pagi. Kemudian

partisipannya adalah ibu dan anak. Tujuan akhir pembicaraan ends ditujukan

oleh perkataan ibu terhadap anaknya yang menginginkan anaknya itu sukses

di masa depan.

Act atau bentuk pesan yang ada pada contoh tersebut adalah bentuk

nasihat. Selanjutnya, cara (key) yang ditunjukkan adalah pembicaraan yang

serius dengan sarana (instrumentalities) lisan. Pesan yang disampaikan si

ibu adalah norma yang halus. Genre atau jenis contoh di atas adalah jenis

fiksi prosa.

4. Unsur Eksternal Konteks Wacana

Unsur eksternal (unsur luar) wacana adalah sesuatu yang menjadi

bagian wacana, namun tidak nampak secara implisit. Sesuatu itu berada di

luar satuan lingual wacana atau sering disebut unsur ekstralinguistik wacana.

Kehadirannya berfungsi sebagai pelengkap keutuhan wacana.

Unsur-unsur eksternal ini terdiri atas praanggapan, implikatur, dan

inferensi. Analisis dan pemahaman terhadap unsur-unsur tersebut dapat

membantu pemahaman tentang suatu wacana.

a. Praanggapan

Brown dan Yule (1996:43) menyatakan bahwa praanggapan atau

presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai

kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presupposisi

Page 51: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

27

adalah penutur bukan kalimat. Cummings (2005:42) menyatakan bahwa

praanggapan adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat

dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu.

Dari definisi praanggapan di atas dapat disimpulkan bahwa

praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum

melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh

mitratutur. Ada beberapa Jenis praanggapan yaitu; Praanggapan

Eksistensial, Praanggapan Faktif, Praanggapan Nonfaktif, Praanggapan

Leksikal, Praanggapan Struktural, dan Praanggapan Konterfaktual.

1). Praanggapan Eksistensial

Praanggapan eksistensial adalah praanggapan yang mengasosiasikan

adanya suatu keberadaan. Penyebab praanggapan ini tidak hanya

diasumsikan terdapat dalam susunan posesif.

Misalnya: “Mobil Anda berarti „Anda punya Mobil )

Tetapi juga lebih umum dalam frasa nomina tertentu. Dalam pemakaian

pembicara diasumsikan terlibat dalam hal-hal yang disebutkan.

“ Yacht itu milik Anda, bukan?” (Liye, Tere, 2013 : 74)

Contoh tersebut mengandung praanggapan eksistensial yaitu ada

sebuah Yacht. Frasa nomina „yacht itu mempraanggapan keberadaan

sebuah yacht di suatu tempat.

Page 52: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

28

2). Praanggapan Faktif (PF)

Praanggapan faktif merupakan praanggapan yang mengikuti kata kerja

yang dapat dianggap sebagai suatu kenyataan. Sejumlah kata kerja seperti

„tahu , „menyadari , dan „sadar memiliki praanggapan faktif.

Contoh: Maggie : “Tidak selalu. Kami tidak hanya menulis berita sesuai fakta yang ada. Secara prinsip demikian, tapi kenyataannya, kami selalu bisa memasukkan opini di dalam berita tersebut.Thomas sudah memberikan opininya. Kita telah mendengarnya. Pendapatnya jelas tidak relevan karena dia berkepentingan, tapi boleh jadi memiliki kebenaran. Aku juga berhak memiliki opini, dan aku memilih mempercayai Thomas. Terlalu naïf jika penangkapan ini tidak ada kaitannya dengan konvensi partai. Kita semua bebas-bebas saja memiliki pendapat yang berbeda.” (Liye, Tere, 2013, hlm. 142).

Tuturan tersebut mempraanggapan bahwa pada kenyataannya

seorang wartawan selalu memasukkan opininya di dalam sebuah berita,

dalam kasus ini, Maryam sebagai wartawan melakukan hal tersebut di atas.

3). Praanggapan Leksikal (PL)

Praanggapan leksikal merupakan praanggapan yang dalam pemakaian

suatu bentuk dengan makna yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan

dengan praanggapan lain (yang tidak dinyatakan) yang dipahami. Dalam

Praanggapan leksikal, pemakaian ungkapan khusus oleh penutur diambil

untuk mempraanggapkan sebuah konsep lain (tidak dinyatakan), sedangkan

pada kasus praanggapan faktif, pemakaian ungkapan khusus diambil untuk

mempraanggapkan kebenaran informasi yang dinyatakan setelah itu.

Page 53: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

29

Contoh: Theo : “Dalam lima hal, empat di antaranya dia memiliki kesamaan denganmu, Thomas. Namanya Lee―aku tidak tahu nama lengkapnya. Dia juga tidak terkalahkan. Penerus salah satu konglomerasi terbesar di Hong Kong. Pemilik banyak gedung dan bisnis properti di kawasan Asia Pasifik, terutama Hong Kong dan Makau.” (Liye, Tere, 2013, hlm.16).

Maksud dari kalimat ini menyatakan bahwa Lee „lawan main Thomas

adalah seorang petarung yang tidak pernah kalah ketika bertanding, artinya

kejadian ini sudah terjadi di pertandingan-pertandingan sebelumnya karena

Lee selalu memenangkan pertandingan dan tidak pernah terkalahkan. Jadi

tuturan yang dituturkan Theo di atas merupakan bentuk praanggapan

leksikal.

4). Praanggapan Struktural (PS).

Dalam praanggapan struktural, struktur kalimat telah dianalisis sebagai

praanggapan secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah

diasumsikan kebenarannya. Penutur diasumsikan dapat menggunakan

struktur-struktur yang sedemikian untuk memperlakukan informasi seperti

yang diprasangkakan dan dari sinilah kebenarannya dapat diterima oleh

penutur.

Contoh: Maggie : “Baik, akan kukatakan demikian. Satu lagi, dan ini penting, Thomas, wartawan dari review mingguan politik itu kembali menghubungi, kapan kau ada waktu untuk wawancara?” (Liye, Tere, 2013, hlm. 24).

Kata tanya ‘kapan’ dalam tuturan tersebut mengasumsikan bentuk

jawaban yang mengiringi praanggapan. Praanggapan ini dapat menuntun

Page 54: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

30

penutur untuk memercayai bahwa informasi yang diberikan itu benar, bukan

sekadar praanggapan seseorang yang sedang bertanya. Jadi, tuturan di atas

termasuk ke dalam jenis praanggapan struktural karena tuturan tersebut

sudah diasumsikan kebenarannya.

5). Praanggapan NonFaktif (PNF)

Praanggapan nonfaktif merupakan suatu praanggapan yang

diasumsikan tidak benar. Kata-kata kerja seperti „bermimpi, membayangkan,

dan berpura-pura digunakan dengan praanggapan yang mengikutinya tidak

benar.

Contoh: Thomas : “Kau bisa mengarang yang lebih baik lagi, Meg. Aku sedang terapi kesehatan. Kau bisa bilang ekor di pantatku tumbuh semakin panjang, misalnya.” (Liye, Tere 2013, hlm. 24).

Kata mengarang dalam kutipan tersebut dapat diartikan sebagai

sesuatu yang sebenarnya tidak pernah terjadi atau hanya angan-angan

penutur saja yakni angan-angan tokoh Thomas yang menyuruh Maggie

mengarang cerita kepada orang lain jika ada yang bertanya tentang dirinya.

Jadi, tuturan di atas termasuk ke dalam jenis praanggapan nonfaktif karena

tuturan tersebut merupakan asumsi yang tidak benar-benar terjadi.

6. Praanggapan Konterfaktual (PKF)

Praanggapan konterfaktual berarti bahwa apa yang dipraanggapkan

bukan hanya tidak benar, melainkan kebaikan dari benar atau tidaknya

dengan kenyataan.

Page 55: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

31

Thomas : “Anda sepertinya lebih cocok menjadi motivator, atau guru, bahkan seorang juru selamat, bukan seorang politikus.” Penanya (wartawan) : “Eh, tidak cocok? Maksud Anda, Tuan Thomas?” (Liye, Tere, 2013, hlm. 26).

Kata ‘sepertinya’ di atas bertolak belakang dari kenyataan, artinya apa

yang diucapkan Thomas di atas kenyataannya bertolak belakang dengan

kondisi yang sebenarnya. Kenyataannya penanya yang bertanya bukanlah

seorang motivator, guru, ataupun juru selamat melainkan ia seorang politikus

sebab konferensi itu merupakan konferensi politik sehingga peserta yang

hadir pun pastinya adalah orangorang yang berkiprah dalam dunia politik.

Jadi, kalimat tersebut untuk mempraanggapkan sesuatu yang tidak benar

atau bertolak belakang dari kenyataan.

b. Implikatur

Konsep implikatur pertama kali dikenalkan oleh Grice (1991) untuk

memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh

teori semantik biasa. Implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang

dimaksud oleh penutur berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah

(Brown dan Yule, 1996:31).

Dalam lingkup analisis wacana, implikatur berarti sesuatu yang terlibat

atau menjadi bahan pembicaraan. Secara struktural, implikatur berfungsi

sebagai jembatan yang menghubungkan sesuatu yang diucapkan dengan

yang diimplikasikan (Mulyana, 2005: 11).

Page 56: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

32

Grice (dalam Mulyana, 2005: 12) menyatakan, ada dua macam

implikatur, yaitu implikatur konvensional dan implikatur percakapan.

Implikatur konvensional ditentukan oleh arti konvensional kata-kata yang

dipakai. Semua orang umumnya sudah mengetahui tentang maksud atau

pengertian hal tertentu, misalnya:

“Dia orang Medan, oleh karena itu dia bicara lantang.”

Contoh tersebut tidak secara langsung menyatakan suatu ciri (bicara

lantang) disebabkan oleh ciri lain (jadi orang Medan), tetapi bentuk ungkapan

yang dipakai secara konvensional berimplikasi bahwa hubungan seperti itu

ada. Kalau individu yang dimaksud itu orang Medan dan tidak bicara lantang,

implikaturnya yang keliru, tetapi ujarannya tida salah. Sementara itu,

implikatur percakapan muncul dalam satu tindak percakapan dan bersifat

temporer (terjadi saat berlangsungnya tindak percakapan), berikut contohnya.

Ibu: Rani, adikmu belum pulang. Rani: Ya, Bu. Saya ambil jaket dulu.

Percakapan Ibu dan Rani tersebut mengandung implikatur yang

bermakna “perintah menjemput”. Tuturan itu berbentuk kalimat perintah. Ibu

hanya memberitahukan “adik belum pulang”. Namun, Rani dapat memahami

implikatur yang disampaikan ibunya, ia menjawab dan siap untuk

melaksanakan perintah ibunya.

Implikatur percakapan mengutip prinsip kerja sama atau kesepakatan

bersama untuk dapat menggunakan bahasa secara berhasil dan berdaya

Page 57: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

33

guna. Dalam penerapannya, prinsip kerja sama ditopang oleh seperangkat

asumsi yang disebut bidal-bidal kesepakatan atau maksim. Grice (1991:309)

menyatakan bahwa percakapan akan mengarah pada penyamaan unsur-

unsur pada transaksi kerja sama yang semula berbeda. Penyamaan tersebut

dilakukan dengan jalan: (1) menyamakan jangka tujuan pendek, meskipun

tujuan akhirnya berbeda atau bahkan bertentangan, (2) menyatukan

sumbangan partisipasi sehingga penutur dan mitratutur saling membutuhkan,

dan (3) mengusahakan agar penutur dan mitratutur mempunyai pengertian

bahwa transaksi berlangsung dengan suatu pola tertentu yang cocok, kecuali

bila bermaksud hendak mengakhiri kerja sama.

Dalam rangka memenuhi keperluan tersebut, Grice menyatakan teori

tentang aturan percakapan atau maksim yang dipandang sebagai

prinsip/dasar kerja sama. Prinsip kerja sama tersebut yakni berikanlah

sumbangan Anda pada percakapan sebagaimana yang diperlukan sesuai

dengan tujuan atau arah pertukaran pembicaraan yang Anda terlibat di

dalamnya (Grice 1991:45). Prinsip tersebut mengharapkan para penutur

untuk menyampaikan ujarannya sesuai dengan konteks terjadinya peristiwa

tutur, tujuan tutur dan giliran tutur yang ada. Prinsip kerja sama tersebut,

ditopang oleh maksim-maksim percakapan (maxim of conversation), yaitu :

maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi,maksim cara.

1) Maksim Kuantitas (The Maxim of Quantity)

Page 58: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

34

Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat

memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin

sesuai yang dibutuhkan. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi

yang sebenarnya dibutuhkan petutur. (Grice, 1991) Memberikan jumlah

informasi yang tepat, yaitu :

a. Sumbangan informasi Anda harus seinformatif yang dibutuhkan.

b. Sumbangan informsi Anda jangan melebihi yang dibutuhkan.

Contoh [1]:

A : “Apa judul tugas analisis wacana kamu? (1)

B : “ Penggunaan bahasa Indonesia dalam Wacana Politik di Media Massa”.

Contoh (2)

B : “ Menggunakan analisis wacana kritis (AWK) siapa?” (3)

A : “ Fairclough.” (4)

Pada wacana [1] B menyampaikan informasi sesuai yang diminta oleh

A. Inisiasi A dengan tuturan (1) dan (3) direspons dengan informasi yang

memadai oleh B dengan tuturan (2) dan (4). Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa dalam wacana [1] para peserta tutur telah menaati maksim

kuantitas, yakni submaksim pertama. Para peserta tutur dalam sebuah

interaksi menaati maksim kuantitas dengan tujuan agar informasi yang

disampaikan dapat dipahami oleh mitratuturnya dengan jelas agar tidak

terjadi salah paham.

2) Maksim Kualitas (The Maxim of Quality)

Page 59: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

35

Dengan maksim kualitas peserta tutur diharapkan untuk tidak

mengatakan sesuatu yang tidak benar dan tidak mengatakan sesuatu yang

bukti kebenarannya kurang meyakinkan. (Grice, 1991).

Contoh [4] :

G : Andi, kamu sudah mengerjakan tugas? (9)

A : Sudah, Pak! (10)

G : Apa kamu punya kesulitan? (11)

A : (soal) Nomor 4, Pak. (12)

G : Coba, bapak lihat! (13)

A : Ini, Pak. (14)

Pada wacana [4] di atas, Andi telah memberikan informasi yang benar

kepada gurunya. Kebenaran informasi yang disampaikan Andi dapat dilihat

dari koherensi tuturan-tuturannya. Pada tuturan (10) Andi menyatakan bahwa

ia telah mengerjakan tugas. Hal ini didukung oleh pengetahuannya tentang

soal yang sulit (tuturan 12) dan dibuktikan dengan hasil kerjanya (tuturan 14).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Andi telah menaati maksim

kualitas, submaksim pertama. Dalam komunikasi apabila seseorang tidak

memberikan informasi yang benar, maka orang tersebut melanggar maksim

kualitas, baik submaksim pertama (tidak memberikan informasi yang diyakini

salah) maupun submaksim kedua (tidak memberikan informasi yang tidak

didukung oleh bukti yang cukup).

3) Maksim Hubungan atau Relevansi (The Maxim of Relevance)

Page 60: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

36

Di dalam maksim hubungan atau relevansi, dinyatakan bahwa agar

terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan petutur, masing-masing

hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang

sedang dipertuturkan itu. (Grice, 1991).

Contoh: (6)

H : Nama? (19)

S : Suparmin. (20)

H : Alamat? (21)

S : Sawojajar, Malang. (22)

H : Pekerjaan? (23)

S : Swasta. (24)

Pada wacana [6] di atas, saksi (S) memberikan informasi yang relevan

dengan inisiasi yang diberikan oleh hakim (H). tuturan S (20), (22), dan (24)

selalu relevan dengan inisiasi H (19), (21), dan (23). Bertutur dengan tidak

memberikan jawaban atas tuturan yang disampaikan dianggap tidak

mematuhi dan melanggar prinsip kerja sama.

Contoh: (7)

A : Aku lapar sekali, lebih baik kita makan dahulu yuk! (25)

B : Wah, kasihan sekali Nenek itu. (26)

B menentang maksim hubungan atau relevansi dengan menjawab

pertanyaan yang tidak berhubungan dengan tentang ujaran A.

4) Maksim Cara (The Maxim of Manner)

Page 61: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

37

Maksim cara memiliki empat submaksim, yaitu:

(1). Hindarilah ungkapan yang kabur.

(2) Hindarilah kata-kata yang berarti ganda (ambigu).

(3) Berbicaralah dengan singkat, dan

(4) Berbicaralah dengan teratur.

Dalam realisasinya, peserta tutur dalam sebuah interaksi menaati

maksim cara dengan cara menghindari tuturan yang kabur, menghindari

tuturan yang berarti ganda, tidak berbelit-belit, dan menyampaikan tuturan

secara teratur. Biasanya, tuturan yang menaati maksim kuantitas sekaligus

juga menaati maksim cara. (Grice,1991).

c. Inferensi

Inferensi atau penarikan simpulan ditentukan oleh situasi dan konteks

percakapan sehingga pendengar menduga kemauan penutur dan

meresponsnya (Arifin dan Rani, 2006: 161). Pembaca atau pendengar harus

dapat mengambil pengertian, pemahaman, atau penafsiran suatu makna

tertentu. Dapat dikatakan, pembaca harus mampu mengambil simpulan

sendiri, meskipun makna tersebut tidak terungkap secara eksplisit.

Selanjutnya, Cummings (2005: 105) menyatakan, proses inferensi

merupakan proses yang dapat digunakan oleh lawan bicara untuk

memperoleh implikatur-implikatur dari ujaran penutur yang dikombinasikan

dengan ciri-ciri konteks. Jadi, dapat disimpulkan bahwa inferensi merupakan

proses penarikan simpulan yang digunakan pendengar terhadap ujaran yang

Page 62: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

38

disampaikan penutur dan simpulan tersebut ditentukan oleh situasi dan

konteks.

Wacana lisan yang bersifat dialogis (percakapan) tidak hanya

menentukan oleh aspek-aspek formal bahasa dalam makna ujaran, tetapi

oleh konteks situasional. Dengan cara itu, pendengar dapat menduga

maksud dari pembicara, dan dengan itu pula pendengar dapat memberikan

responsnya. Di samping aspek konteks situasional, aspek sosio-kultural juga

menjadi faktor penting dalam memahami wacana inferen, sebagai contoh:

A: Wah, sudah masuk kota. Kita cari dodol dulu.

B: Langsung ke ibu Nurjannah saja!

Kota yang dimaksud dalam percakapan tersebut adalah Kota

Kandangan. Penjelasan itu dipastikan benar, karena secara kultural

Kandangan dikenal sebagai kota sentra pembuatan dodol. Lebih jelas lagi,

jawaban B yang menekankan “Ibu Nurjannah” yang memang dikenal sebagai

pembuat dodol yang enak. Proses inferensi itu yang harus dilakukan

pendengar atau pembaca untuk mendapatkan simpulan yang jelas.

5. Hakikat Pendidikan Karakter

Secara etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani, paedagogike

yang merupakan kata majemuk yang terdiri atas dua kata, yaitu pais yang

berarti anak dan Ago yang berarti kubimbing. Jadi secara sederhana

paedagogike adalah aku membimbing anak (Hadi, 2003:17). Pendidikan

adalah usaha membentu seseorang menjadi manusia seutuhnya. Pendidikan

Page 63: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

39

bukan saja mentransfer ilmu pengetahuan, melainkan lebih kepada sarana

pembudayaan dan penyaluran nilai.

Sementara itu, karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Depdiknas, 2008:682) adalah tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi

pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Sedangkan

menurut Kamisa, (1997:281) bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan,

akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari orang lain, tabiat,

watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian.

Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian

seseorang melalui pendidikan budi pekerti yang hasilnya terlihat dalam

tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung

jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya (Gunawan,

2012:24). Penerapan pendidikan karakter merupakan sesuatu yang sangat

penting dimiliki peserta didik untuk mengarungi dunia pendidikan. Karakter

sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu Charasain, yang artinya mengukir

hingga membentuk suatu pola. Jadi, untuk mendidik anak agar memiliki

karakter diperlukan proses mengukir, yakni pengasuhan dan pendidikan yang

tepat (Nurchaili, 2010:235). Pendidikan karakter merupakan suatu sistem

penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi

komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemauan, dan tindakan untuk

melaksanakan, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama,

Page 64: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

40

lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia yang memiliki

kepribadian.

6. Nilai Pendidikan Karakter dalam Karya Sastra

Semi (1993:18) menyatakan bahwa sastra selalu memegang peranan

yang sangat penting, karena hampir selalu mengekspresikan nilai-nilai

kemanusiaan, karena sifat satra yang normatif, maka sastra lebih mudah

berkomunikasi sehingga nilai-nilai yang disampaikan lebih mudah dicerna.

Sedangkan Suryaman (2011:2) mengatakan bahwa karya sastra membawa

nilai-nilai luhur manusia, yang mengembangkan empati dalam diri pembaca

terhadap permasalahan manusia. Kehadiran karya sastra dalam ranah

kehidupan manusia menjadi jembatan untuk membentuk karakter pembaca

untuk lebih memahami satu sama lain. Sastra mampu menghadirkan dan

menghargai nilai-nilai kehidupan yang ada untuk diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari yang bertujuan membentuk karakter seseorang.

Nilai-nilai pendidikan karakter menurut Kemendiknas (2010:9-10)

terbagi menjadi 18 (delapan belas), yaitu: 1). Religius, sikap dan perilaku

yang patuh dalam menganut ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, 2). Jujur, perilaku yang didasarkan pada

upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam

perkataan, tindakan, dan pekerjaan, 3). Toleransi, sikap dan tindakan yang

menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan

orang lain yang berbeda dari dirinya, 4). Disiplin, tindakan yang menunjukkan

Page 65: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

41

perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan, 5). Kerja

keras, perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi

berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan

sebaik-baiknya, 6) Kreatif, berpikir dan melakukan sesuatu untuk

menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki, 7).

Mandiri, sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain

dalam menyelesaikan tugas-tugas, 8). Demokratis, cara berpikir, bersikap,

dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain,

9). Rasa ingin tahu, sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui yang lebih mendalam dan meluas dari suatu yang dipelajarinya,

dilihat, dan didengar, 10). Semangat kebangsaan, cara berpikir, bertindak,

dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di

atas kepentingan diri dan kelompoknya, 11). Cinta tanah air, cara berpikir,

bersikap, dan berbuat, yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan

penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, dan politik bangsa, 12). Menghargai prestasi, sikap, dan tindakan

yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi

masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain, 13).

Bersahabat/komunikatif, tindakan yang memperlihatkan rasa senang

berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain, 14). Cinta damai:

sikap perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang

dan aman atas kehadiran dirinya, 15). Gemar membaca, kebiasaan

Page 66: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

42

menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan

kebajikan bagi dirinya, 16). Peduli lingkungan, sikap dan tindakan yang selalu

berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang

sudah terjadi, 17). Peduli sosial, sikap dan tindakan yang selalu ingin

memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan, dan

18). Tanggung jawab, sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan

tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,

masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang

Maha Esa.

7. Sejarah Singkat Tolotang

Di Kabupaten Sidenreng Rappang (disingkat menjadi Kabupaten

Sidrap) Sulawesi Selatan ada komunitas yang menganut Agama Lokal atau

yang disebut sebagai agama To Lotang. Mereka sebenarnya sudah

mengenal Tuhan terlebih dahulu dari agama pendatang yang mengaku

bahwa merekalah yang memperkenalkan konsep Tuhan kepada Masyarakat

Bugis secara umum.

Agama-agama import menyudutkan masyarakat yang beragama To

Lotang ini, sebagai Animisme dan Dinamisme. Dewata Seuwae Dewatae

(Tuhan Yang Maha Esa) mempunyai Gelar Patotoe (yang menentukan

Takdir). Esensi kosakata sakral tersebut jelas merupakan penekanan pada

makna Yang Maha Segala-galanya. To Lotang atau To Wani merupakan

Page 67: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

43

istilah yang pertama kali diucapkan oleh La Patiroi, Addatuang Sidenreng VII,

untuk menyebut pendatang yang berasal dari arah Selatan, yaitu Wajo.

To Lotang terdiri atas 2 (dua) kata yaitu kata To (dalam bahasa Bugis

yang berarti orang), dan kata Lotang (dalam bahasa Bugis Sidrap, dengan

ucapan Lautang, yakni berarti Selatan – dari arah Lautan).

Masyarakat To Lotang (To Lautang – dari arah Lautan) percaya bahwa

manusia pertama dibumi ini sudah musnah (Tenggelamnya Atlantis). Adapun

manusia yang hidup sekarang adalah manusia periode kedua (Setelah

Tenggelam-nya Atlantis,). Di Kelurahan Amparita lama, Kecamatan Tellu

Limpoe, Kabupaten Sidenreng Rappang, sebuah komunitas bernama Towani

Tolotang, bermukim sejak ratusan tahun lalu. Komunitas ini, terjaga secara

turun-temurun dan terus berkembang hingga sekarang. Bagi sebagian orang,

ketika mendengar komunitas Tolotang disebut, mungkin akan berpikir tentang

sebuah kampung pedalaman yang orang-orang di dalamnya begitu tertinggal

layaknya pemukiman dan komunitas di pedalaman Papua. Namun, itu sama

sekali salah. Sebaliknya, komunitas ini berada di Ibu kota kecamatan. Dari

Ibu kota Kabupaten, Pangkajene, Amparita hanya berjarak sekitar 8 km.

Jarak tempuh dengan kendaraan roda dua ataupun empat paling lama

setengah jam.

Page 68: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

44

B. Penelitian yang Relevan

Kajian teoretis penelitian mengenai analisis tentang konteks pada

sebuah wacana selama ini telah banyak dilakukan oleh peneliti. Berikut

beberapa penelitian terdahulu yang relevan degan penelitian ini dan dapat

dijadikan sebagai kajian pustaka. Furoidatul Khusnia (2006) dalam tesis yang

berjudul Gaya Penuturan pada Shalawat Nabi. Analisis tulisan ini lebih

menekankan pada analisis secara tekstual dan stilistika yang ada pada

sumber data semata dan tidak banyak dikaitkan dengan telaah konteks yang

terkait dengan pola wacana sebagai cermin masyarakat. Bentuk temuan dan

analisisnya masih bertumpu pada analisis elemen-elemen kebahasaan

secara makro, sehingga menghasilkan temuan yang lebih berorentasikan

pada konvensi kebahasaan.

Penelitian oleh Mutia Naily (2012) dengan judul ”Analisis Wacana Puisi

Kembang Sepasang Karya Joko Pinurbo (Analisis Konteks, Aspek

Gramatikal, dan Leksikal) menunjukkan bahwa analisis konteks puisi ini

mencakup analisis konteks sosial budaya yang menggunakan perumpamaan

kembang sepasang untuk menggambarkan hubungan anak dan ibu, serta

lelaki dan perempuan yang sangat manusiawi dan hakiki. Juga mencakup

analisis konteks situasi, yang difokuskan pada konteks fisik yang meliputi

tempat: pojok halaman, waktu: dari kembang sepasang mekar sampai

menjadi layu, dan objek atau topik: kembang sepasang. Analisis

gramatikalnya meliputi pengacuan (pengacuan persona, demonstratif:

Page 69: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

45

pronomina demonstratif tempat dan pronomina demonstratif waktu),

pelesapan, dan konjungsi. Analisis aspek leksikal yang terdapat dalam puisi

ini, meliputi repetisi (repetisi anafora, mesodiplosis, dan penuh), antonimi

(oposisi kutub, hubungan, dan hierarkial), kolokasi, dan hiponimi.

Nanik Herawati (2008) dengan judul penelitiannya Analisis WacanaSyair

Lagu Anak-Anak Karya A.T Mahmud Kajian Eksternal dan Internal. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa kajian ekternal ini di antaranya mencakup

tentang konteks situasi yang meliputi konteks fisik, sosial, dan epistemis.

Konteks fisik ini meliputi tempat terjadinya lagu ”Ambilkan Bulan” yang terjadi

di luar rumah di tempat terbuka dengan langit yang cerah, sedangkan tempat

terjadinya lagu ”Pelangi” adalah alam terbuka dan terjadi ketika setelah hujan

turun dan cuaca kembali cerah. Alam bebas dengan pepohonan

kemungkinan merupakan tempat burung benyanyi, yang secara fisik tidak

digambarkan dalam teks lagu ”Burung Bernyanyi” Topik pembicaraan lagu

”Ambilkan Bulan” dan ”Pelangi” berdasarkan perilaku anak yang mengangumi

keindahan alam, sedangkan topik ”Burung Bernyanyi” adalah mengenai

suasana hati yang riang.

Konteks sosial dalam lagu ”Ambilkan Bulan” memperlihatkan kenangan

masa kanak-kanak A.T Mahmud, pada malam hari saat akan tidur dengan

menggunakan lampu yang remang-remang, sehingga menjadikan bulan

sebagai penerang. Lagu ”Pelangi” memperlihatkan peran pendidikan ,yang

sejak kecil anak dididik untuk selalu mengagungkan Tuhan, sehingga

Page 70: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

46

membuat anak dekat dengan Tuhan, dan mencintai lingkungannya. Lagu

”Burung Bernyanyi” memperlihatkan suasana pedesaan dengan pepohonan

yang rimbun yang memungkinkan tempat burung bernyanyi riang. Konteks

epistemis pada ”Ambilkan Bulan”, adalah bahwa si penutur bercakap-cakap

dengan ibunya tentang keindahan bulan. Dia menginginkan bulan tersebut

dapat menerangi kamarnya yang gelap. Pada syair lagu ”Pelangi” dan

”Burung Bernyanyi” konteks epistemisnya tidak nyata, karena penutur hanya

bertutur secara monolog.

Berdasarkan hasil penelitian yang relevan, maka ditemukan persamaan

dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya adalah menganalisis

wacana secara umum berdasarkan unsur-unsur konteks wacana seperti

setting, participants, isi pesan, dan ends. Perbedaannya adalah tentang

objek kajian yakni judul novel yang berbeda serta konsep konteks dan

pendidikan karakter yang digunakan dalam menganalisis wacana.

Tinjauan hasil penelitian di atas, mengilhami peneliti untuk melakukan

analisis konteks wacana pada novel Lontara Rindu karya S. Gege

Mappangewa yang menggunakan pendekatan pragmatik sehingga

memperoleh pemaknaan secara terpadu yang tercermin dalam fenomena

karya sastra, konteks sangat menentukan makna suatu ujaran. Bila konteks

berubah, berubah juga makna suatu ujaran. Konteks dapat dikatakan

sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu dialog atau pembicaraan.

Page 71: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

47

C. Kerangka Pikir

Berdasarkan pembahasan teori pada bagian tinjauan pustaka, maka

penulis menguraikan kerangka pikir yang akan menjadi landasan penelitian

ini untuk memecahkan masalah yang akan dipaparkan.

Sebuah karya sastra adalah hasil imajinatif yang berangkat dari

sebuah kenyataan kemudian diolah sedemikian rupa oleh pengarang atau

penulis menjadi sebuah karya yang sarat dengan nilai. Penulis karya sastra

adalah anggota masyarakat yang mencoba mempunyai ide, gagasan, dan

pendapat. Sebagian karya sastra terlahir dari kenyataan, sehingga penulis

membentuk alur cerita sesuai dengan keadaan sosial budaya yang

dihadapinya. Maka tidak heran jika dalam karya sastra seperti novel

terkandung endapan-endapan pengalaman sosial pengarangnya.

Pada novel Lontara Rindu Karya S. Gege Mappangewa, objek

penelitian dianalisis berdasarkan konteks wacana yang ada dalam novel

tersebut. Untuk mengetahui konteks wacana tersebut maka, penulis

memfokuskan penelitian dengan mengkaji unsur eksternal dan konteks

nonverbal wacana yang meliputi praanggapan, implikatur, dan inferensi serta

Setting’Latar’ dan Scene’Suasana’, Participants’ Partisipasi’, Ends’ Hasil’, Act

Sequences’Pesan’,Keys’Cara’,Instrumentalities’Sarana’, Norm’Norma’,

Genre’Jenis.

Page 72: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

48

Gambar 1 : Bagan Kerangka Pikir

Novel Lontara Rindu Karya S. Gege Mappangewa

Unsur Eksternal Wacana

Konteks Nonverbal Wacana

a. Praanggapan

b. Implikatur

c. Inferensi

a. Setting’Latar’ dan Scene’Suasana’

b. Participants’ Partisipasi’

c. Ends’ Hasil’

d. Act Sequences’Pesan’

e. Keys’Cara’

f. Instrumentalities’Sarana’

g. Norm’Norma’

h. Genre’Jenis

Temuan

Konteks Wacana

Pendidikan Karakter

Page 73: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

49

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berarti studi yang

mencakup penggunaaan dan pengumpulan berbagai data empirik yang bisa

dilakukan melalui interview, observasi dan interaksi, dalam hal ini, (Denzin &

Lincoln, 2009:2), menegaskan bahwa pendekatan deskriptif kualitatif selalu

mendasarkan hal-hal yang bersifat fenomena untuk dianalisis, dideskripsikan

dan akhirnya disimpulkan berdasarkan temuan dan analisis yang telah

dilakukan.

C. Unit Analisis dan Penentuan Informan

Secara garis besar peneliti mengemukakan beberapa latar belakang

dan alasan penting telaah analisis konteks wacana dalam novel Lontara

Rindu karya S. Gegge Mappangewa. Alasan-alasan tersebut meliputi

beberapa pertimbangan, dari sisi sumber data, karya sastra ini tergolong

karya sastra yang merupakan novel peraih penghargaan terbaik pertama

“Lomba Novel Republika 2011 ”, sehingga banyak memperoleh pujian dan

komentar positif, sebagaimana yang dikatakan Asma Nadia ( penulis 46

buku best seller ) bahwa ada kejernihan yang mengharukan, bergantian

dengan kelucuan yang menggelitik saat membaca Lontara Rindu.

Page 74: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

50

Penulis novel Lontara Rindu berhasil menjalin kisah yang menarik

dengan warna lokal yang kuat, dan teknik penceritaan yang nyaris tanpa

cela. Novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa bertutur tentang

hubungan manusia di dalam keluarga dan lingkungannya yang kompleks,

terutama karena ada latar belakang adat-istiadat dan agama yang berbeda

dalam novel ini. Hal ini menjadi pertimbangan penulis untuk melakukan

penelitian dengan menganalisis konteks wacana yang terdapat dalam novel

tersebut. Informan yang akan peneliti pilih adalah Informan yang memiliki

pengetahuan cukup tentang budaya dan adat-istiadat masyarakat Amparita

Sidrap khusunya Tolotang yang merupakan latar tempat dalam novel Lontara

Rindu Karya S.Gege Mappangewa.

D. Data dan Sumber Data

1. Data

Data yang diperoleh berupa data primer, yakni data yang diperoleh

secara langsung dari novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa.

Adapun data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah unsur eksternal

wacana yang meliputi praanggapan, implikatur, dan inferensi, sedangkan

konteks nonverbal wacana meliputi Setting’Latar’ dan Scene’Suasana’,

Participants’ Partisipasi’, Ends’ Hasil’, Act Sequences’pesan’,

Keys’Cara’,Instrumentalities’Sarana’, Norm’Norma’, Genre’Jenis dan

pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege

Mappangewa.

Page 75: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

51

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel

Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa yang diterbitkan oleh Harian

Republika tahun 2012 dengan ketebalan buku 342 halaman.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dikumpulkan

dengan teknik kaji dokumen yang memuat jenis dan unsur konteks wacana.

Data dipilih sesuai keperluan sehingga data yang diperlukan untuk ditelaah

cukup konfrehensif, berdasarkan fokus penelitian yaitu, unsur eksternal

wacana yang meliputi praanggapan, implikatur, dan inferensi, sedangkan

konteks nonverbal wacana meliputi Setting’Latar’ dan Scene’Suasana’,

Participants’ Partisipasi’, Ends’ Hasil’, Act Sequences’Pesan’,

Keys’Cara’,Instrumentalities’Sarana’, Norm’Norma’, Genre’Jenis.

Dalam pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik, seperti

membaca, mencatat, dan mengistimasi. Langkah pertama dilakukan dengan

membaca secara saksama dan berulang terhadap novel tersebut. Setelah

melakukan kegiatan awal, disusul dengan kegiatan pencacatan terhadap

semua data ke dalam kartu data (korpus) untuk menghindari hadirnya data

yang tidak terkendali, maka peneliti mengadakan eliminasi terhadap data

yang tidak sesuai dengan pokok persoalan yang dikaji. Eliminasi data

dilakukan dengan mengeliminasi sejumlah data berdasarkan keyakinan

peneliti sebagai instrument kunci dalam penelitian ini.

Page 76: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

52

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan dengan cara pembacaan intensif,

ditelaah, secara semiotik, heuristik (dianalisis dari konvensi linguistik)

hermeneutik dan retroaktif (konvensi sastra) disempurnakan dengan

fragmentasi, penyajian, diskusi, elaborasi, dan pengintepretasian yang

selanjutnya dideskripsikan dan disimpulkan, jadi tidak melalui uji hepotesis.

1. Pembacaan Heruistik dan Diteruskan Retroaktif

Teknik analisis ini digunakan sejak awal penelitian, yaitu dengan cara

membaca secara seksama dan telaah secara teks dan konteks. Teknik ini

sebenarnya diilhami oleh model strategi telaah hermeneutik; strategi ini

ditempuh agar penulis memperoleh gambaran yang jelas isi dan maksud

secara kontekstual akan lebih berarti jika diteruskan membaca retroaktif;

membaca secara berulang sehingga semakin valid dan jelas pemaknaannya

terutama ketika membaca teks yang berkonvensi kesasteraan. Pembacaan

yang demikian akan memperoleh pemaknaan teks yang lebih mendekati

kontekstual maksud sebuah teks yang sebenarnya (Refatterre (1978: 5-6).

2. Fragmentasi (Fragmentating)

Setelah melakukan pemetaan isi dari sumber data, peneliti melakukan

fragmentasi; pemilihan bagian sumber data yang terkait dengan fokus

masalah yang terdapat dalam rumusan masalah atau fokus masalah 1, 2,

dan 3 yang telah diformulasikan dalam bab satu. Selanjutnya, setelah

melakukah pembacaan dengan cara pemenggalan sumber data secara

Page 77: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

53

akurat yang berupa frase ataupun kalimat yang dipastikan terkait dengan

fokus masalah dan sumber data yang telah ditetapkan, dan sekaligus

sebagai elemen signifikan yang menjadi sentral analisis dan temuan, yang

terdapat dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege mappangewa, yang

selanjutnya disebut dengan fragmentasi (Soekemi, 1988)

3. Penyajian

Hasil pemetaan yang sudah akurat dari fragmentasi perlu disajikan dalam

bentuk paparan, tabel dan bagan agar mudah dicerna dan sistemetik dalam

penampilan pembahasan dan diskusi. Model penyajian ini berfungsi sebagai

pendukung fakta dan eviden dari sumber data yang telah dikaitkan dengan

fokus masalah.

4. Diskusi dan Elaborasi

Tahapan analisis ini merupakan kegiatan utama dan paling penting

seriring paradigma dan pendekatan kualitatif memang intinya mencari makna

di balik data yang tersurat, dan yang tersirat; yaitu dengan cara

mendiskusikan dan mengelaborasi setiap elemen sumber data dengan

landasan teori yang digunakan dan menggunakan logika dan intuitif yang

dituangkan melalui expresi kata-kata. Frase dan kalimat, baik berupa

penjelasan, sanggahan penegasan, evaluasi, generalisasi ataupun

penyimpulan.

Page 78: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

54

G. Pengecekan Keabsahan Temuan

Pengecekan keabsahan temuan terhadap data yang dikumpulkan

menggunakan triangulasi.

1. Reduksi Data

Kegiatan reduksi data meliputi; seleksi, simplikasi, abstraksi dan

pemindahan yang masih mentah dari catatan yang dilakuakan di lapangan.

Selanjutnya, data diverifikasi menurut kelompok data sesuai dengan fokus

yang diteliti yaitu, memilih novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa

ke dalam slot-slot framen yang terkait dengan fokus masalah data yang ada.

Kegiatan ini meliputi presentasi data yang sudah diperoleh

berdasarkan masing-masing kelompok fokus, disajikan dan dianalisis, dan

selanjutnya disimpulkan sesuai dengan fokus yang sudah ditetapkan, dalam

bentuk tabel, matrik, ataupun dalam bentuk penjelasan lainnya.

2. Verifikasi

Verifikasi dilakukan dalam rangka melakukan pemikiran induktif untuk

mendapatkan simpulan terakhir, yaitu dengan cara“cross chesk” data satu

dengan data yang lainya. Cara yang lazim dipakai yaitu dengan sistem

“Trianggulasi”, yang meliputi tiga tahapan, pertama dengan cara

membanding antara data satu dengan data yang lain, data yang sudah

didapatkan dari sumber data Novel Lontara Rindu yang sudah terjaring

berdasarkan fokus masalah diadakan pengecekan secara cermat dengan

cara memilih dan membangdingkan antara data satu terhadap data lain,

Page 79: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

55

sehingga data yang terpilih merupakan data yang akurat isinya dengan fokus

masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Tahapan penelitian ini diterapkan

pada semua rumusan masalah 1, 2, dan 3. (trianggulasi data). Selanjutnya

tahapan kedua, peneliti melakukan trianggulasi personal dengan melibatkan

pakar dan promotor/ pembimbing.

1. Konsultasi ke Pembimbing

Konsultasi ini dilakukan beberapa kali untuk menguji keabsahan data

dan memeriksa dan mencocokkan pemahaman peneliti dan validator tentang

objek penelitian yang sedang dilakukan. Selain itu, agar lebih terarah peneliti

berkonsultasi kepada Pembimbing I, Prof. Dr. H. M. Ide Said. D. M.,M. Pd.,

dan Pembimbing II, Prof. Dr. Anshari, M. Hum.

Keabsahan data diperiksa dengan cara membaca dan menelaah secara

teliti dan intensif terhadap sumber data penelitian ini, untuk memperoleh

kebenaran secara akurat, sehingga diperoleh pemaknaan yang memadai

dalam mendukung penelitian ini.

2. Diskusi dengan Teman Sejawat

Diskusi ini dilakukan untuk memperoleh informasi atau bertukar pikiran

tentang hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini. Sebagai langkah

awal dalam memberikan suatu kepercayaan dan kesempatan untuk memulai

menjajaki hipotesis yang muncul dari pemikiran peneliti dalam memulai

penelitian ini.

Page 80: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

56

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Karakteristik Objek Penelitian

Deskripsi singkat tentang objek penelitian ini dapat dilihat dari sisi

sumber data, karya sastra ini tergolong karya sastra yang merupakan novel

peraih penghargaan terbaik pertama “Lomba Novel Republika 2011

sehingga banyak memperoleh pujian dan komentar positif, sebagaimana

yang dikatakan Asma Nadia ( penulis 46 buku best seller ) bahwa ada

kejernihan yang mengharukan, bergantian dengan kelucuan yang

menggelitik saat membaca Novel Lontara Rindu Karya S. Gege

Mappangewa.

Penulis memilih novel Lontara Rindu sebagai objek penelitian karena

bertutur tentang hubungan manusia di dalam keluarga dan lingkungannya

yang kompleks, terutama karena ada latar belakang adat-istiadat dan

agama yang berbeda dalam novel ini.

Konteks wacana yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah jenis

eksternal konteks wacana yang meliputi praanggapan, implikatur, dan

inferensi, sedangkan unsur-unsur konteks wacana meliputi Setting’Latar’ dan

Scene’Suasana’, Participants’ Partisipasi’, Ends’ Hasil’, Act

Sequences’Pesan’, Keys’Cara’,Instrumentalities’Sarana’, Norm’Norma’,

Genre’Jenis dan pendidikan karakter.

Page 81: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

57

Novel Lontara Rindu Karya S. Gege Mappangewa ini menceritakan

tentang kerinduan, agama dan budaya yang sarat dengan adat dan tradisi.

Rindu yang terdapat dalam novel Lontara Rindu bukanlah perasaan yang

mutlak ditujukan kepada kekasih saja tetapi untuk orang-orang tertentu

seperti rindu Vito kepada ayah dan adiknya. Penulis novel menggunakan

sudut pandang impersonal, penulis berdiri di luar cerita dan serba tahu. Ia

melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia

batin yang paling dalam dari tokoh.

Alur yang digunakan dalam novel Lontara Rindu Karya S. Gege

Mappangewa ini adalah alur mundur (flash back progresif) dan alur maju

(Progresif). Dari kisah Halimah yang baru dimunculkan di flash back di

Lontara Rindu 4, pertemuan setelah tokoh utama menjalankan

penokohannya sendiri dan perjalanan tokoh utama yang alurnya terus maju

mencari ayahnya. Latar cerita adalah Sidenreng Rappang Kabupaten Sidrap

dan Kota Samarinda Kalimantan Timur.

Ada beberapa tokoh yang terlibat dalam Novel Lontara Rindu Karya S.

Gege Mappangewa. Tokoh-tokoh tersebut antara lain Vito anak yang tak

putus asa dalam mencari ayahnya dan tinggal bersama ibunya Halimah; Vino

merupakan saudara kembar Vito yang ikut dengan ayahnya;Halimah

perempuan yang jatuh cinta pada Azis, kawin lari lalu kembali pada orang

tuanya dan melahirkan anak kembar yang diberi nama Vito dan Vino; Ilham

pria Tolotang yang kawin lari bersama Halimah lalu meninggalkan Halimah

Page 82: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

58

dan menikah di Kalimantan Timur; Azis sepupu Halimah, sekaligus calon

suami Halimah yang ditinggal karena Halimah kawin lari bersama Ilham;

Kakek ayah dari Halimah dan Kakek yang pemarah tetapi sangat sayang

pada Vito; Ibu Maulindah guru IPS Vito dan teman-temannya; Pak Amin guru

olahraga Vito sekaligus guru yang mengajarkan nilai-nilai budaya dan agama

kepada Vito dan teman-temannya.

Pak Bahtiar Kepala Sekolah Vito; Nadia istri Ilham yang menculik Vito

agar bisa bertemu ayahnya; Irfan sahabat Vito yang punya ide-ide kreatif;

Jihang teman main Vino semasa kecil; Ibu Irfan yang suka marah-marah

pada ayah Irfan; Nenek Malomo tokoh intelektual sekaligus penasihat

kerajaan pada zaman Raja Sidenreng Rappang, La Patiroi; Pak Saleng

sahabat Ilham, tempat Vito meminta alamat ayahnya; Pak Fadhil orang yang

menculik Vito, suruhan Nadia ibu tiri Vino; Anugrah sahabat Vito; Sarah , Alif ,

Allauddin, Bimo, Waddah , Adnan mereka adalah sahabat Vito sekaligus

teman bermain, baik suka maupun duka. Dalam penelitian ini penulis juga

mencantumkan kutipan yang langsung oleh pengarang, Ibu Halimah , Ayah

Halimah , dan Ayah Irfan.

Page 83: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

59

B. Penyajian Hasil Analisis Data

1. Konteks Nonverbal Wacana dalam Novel Lontara Rindu Karya S.

Gege Mappangewa

a. Setting ’Latar’ dan Scene ’Suasana’, Participants’ Partisipasi, ‘Ends’ Hasil’, Act Sequences’ Pesan’, Keys’ Cara’, Instrumentalities’ Sarana’, ‘Norm’ Norma’, dan‘Genre’ Jenis’.

Data 1

“Mau kemana?” Seorang laki-laki sepantaran dengannya, yang dari gelagatnya juga senasib dengannya, mendekat.

“Co-Corawali!” jawabnya dengan gugup. “Saya mau ke Amparita. Tapi sepertinya tak ada lagi mobil malam

ini.” Halimah melirik lelaki yang berdiri tak jauh dari sampingnya. Di bawah lampu jalan yang mulai temaran, lelaki itu mendapat penilaian sempurna di matanya. Bukan hanya wajah. Dari cara bicaranya yang sopan, Halimah menangkap kesan jika lelaki itu berpendidikan.

“Kenapa bisa kemalaman?”. Lelaki itu membuka topik. “Saya dari menjelang magrib berdiri di sini…,” ucap Halimah tanpa

sekali pun menatap mata lawan bicaranya. “Menjelang magrib? Kalo menjelang magrib, harusnya tadi nunggu

di terminal. Biasanya mobil yang full penumpang ndak lewat sini lagi, tapi mengambil jalur lewat depan Rumah Sakit Nenek Mallomo. Di sini khusus nunggu mobil dari Parepare.”

“Kalau tidak ada angkot hingga isya, saya bisa pinjam mobil kakak sepupu saya yang di sini. Saya janji akan antar kamu sampai ke Corawali.”

(LR, 2012:46-48)

Situasi percakapan:

Berdasarkan kutipan data (1) percakapan terjadi di jalan poros Sidrap,

ketika Halimah menunggu mobil untuk pulang ke Corawali, Halimah bertemu

dengan Ilham, di tempat itulah awal pertemuan keduanya. Jangankan ke

Page 84: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

60

Pangkajene, bahkan ke Corawali pun, bagi Halimah adalah momen yang

sangat indah. Meninggalkan Pakka Sallo yang setiap harinya hanyalah

berpemandangan sungai, pegunungan, dan kebun jambu mete, adalah

impian semua remaja Desa Pakka Sallo, termasuk Halimah. Dua hari yang

lalu ayahnya mengajak Halimah ke Corawali karena ada kerabat dekat yang

menikah. Anak gadis harus rajin-rajin menghadiri hajatan yang diadakan

keluarga, di samping untuk membantu, juga untuk berkenalan dengan

keluarga yang lain. Siapa tahu diacara itu akan bertemu dengan jodoh karena

biasanya pemuda desa pun menghadiri hajatan, bukan semata untuk

membantu tetapi juga untuk mencari jodoh.

Analisis:

Pada wacana di atas setting tempat percakapan berada di jalan poros

Pangkajene, tempat lain yang disebutkan oleh partisipan adalah Corawali,

Amparita, Rumah Sakit Nenek Mallomo. Setting waktu terjadi malam hari,

partisipannya adalah Ilham dan Halimah. Tujuan akhir pembicaraan atau

ends ditujukan oleh perkataan Ilham terhadap Halimah yang mengatakan

bahwa jika tidak ada angkot hingga isya, Ilham akan meminjam mobil

sepupunya dan mengantar Halimah sampai di Corawali. Act atau bentuk

pesan yang ada pada wacana di atas adalah perkenalan. Selanjutnya, cara

(key) yang ditunjukkan adalah pembicaraan yang santai dengan sarana

(Instrumentalities) lisan. Norms’ norma’ atau perilaku Ilham selaku partisipan

Page 85: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

61

dalam berinteraksi dengan Halimah adalah halus dan sopan. Genre atau

jenis percakapan pada wacana tersebut adalah fiksi prosa.

Data 2

“ingat! Ini sekolah baru! Kalau kalian tak bisa diatur, bisa-bisa pemerintah meniadakan kembali sekolah ini. Kalian mau ke sekolah kecamatan melanjutkan sekolah? Berapa biaya yang harus kalian keluarkan? Dan yang lebih mengecewakan, sudah hampir satu tahun kalian belajar di sini, tak satu pun dari kalian yang bisa menyumbangkan satu piala untuk sekolah kita….?”

(LR, 2012:13)

Situasi percakapan:

Berdasarkan kutipan data (2) tampak bahwa percakapan terjadi di

sekolah, Ibu Maulindah marah karena terus dikerjai oleh murid-muridnya. Jika

Ibu Maulindah marah tidak ada yang berani mengangkat wajah, semua

tertunduk, lebih khusyuk dibanding saat berdoa. Hampir setiap hari mereka

mengerjai Bu Maulindah saat lagi mengkhayal. Setiap marah Bu Maulindah

pasti menagih piala dari siswa-siswanya.

Analisis:

Pada wacana di atas setting tempat percakapan berada di sekolah.

Setting waktu terjadi pagi hari. Partisipannya adalah Ibu Maulindah dan

siswa-siswinya. Tujuan akhir pembicaraan atau ends ditujukan oleh

perkataan Ibu Maulindah terhadap siswa-siswinya yang mengatakan bahwa,

sudah hampir satu tahun siswa-siswinya belajar, namun tidak satu pun dari

mereka yang menyumbangkan satu piala untuk sekolah mereka. Act atau

Page 86: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

62

bentuk pesan yang ada pada wacana di atas adalah teguran. Selanjutnya,

cara (key) yang ditunjukkan adalah pembicaraan yang serius dengan sarana

(Instrumentalities) lisan. Norms’ norma’ atau perilaku Ibu Maulindah selaku

partisipan dalam berinteraksi dengan siswa-siswinya dalam keadaan marah.

Genre atau jenis percakapan pada wacana tersebut adalah fiksi prosa.

Data 3

“Kamu memang keterlaluan, To! Harusnya waktu kami ke rumahmu dengan Pak Amin, kamu jujur aja. Bukan malah pura-pura terpukul dengan kematian kakek kamu.”

“Apalagi saat Pak Amin lari tunggang langgang karena melihat kakek kamu di tengah malam, itu sama saja merontokkan cambang Pak Amin yang selama ini membuatnya kekar. Lain kali kalau mau bohong, pikir-pikir dulu, To! Selain dosa, merugikan orang lain, juga merugikan diri sendiri.”

“Waduh, kalo mau ceramah, jangan di depan saya deh! Sekalian di masjid hari Jumat, gantikan katte(khatib) Lolo baca kutbah,” protes Vito saat Irfan ikut menyalahkannya.

“Ssst!Pak Amin datang!” seluruh siswa beranjak ke tempat duduk masing-masing.

“Hari ini Bu Maulindah ndak masuk. Saya yang gantikan pelajaran IPS.” Irfan menyenggol kaki Vito pertanda memintanya ke depan kelas untuk meminta maaf. Vito masih kikuk. Berikutnya tendangan dari belakang oleh Adnan. Dengan isyarat yang sama, meminta Vito maju untuk meminta maaf sebelum pelajaran dimulai.

(LR, 2012:52-53)

Situasi percakapan:

Percakapan di atas terjadi antara Vito dan Irfan, sejak rahasia Vito

terbongkar, Irfan terus menasihatinya agar minta maaf pada Pak Amin.

Kebenaran ungkapan itu dirasakan oleh Pak Amin, yang pernah datang

membawa rasa berduka saat Vito tidak masuk sekolah dengan alasan

Page 87: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

63

kakeknya meninggal, bukan hanya diam, saking marahnya, Pak Amin selalu

melarikan pandangannya ke arah lain karena tidak ingin melihat wajah Vito.

Analisis:

Pada wacana di atas setting tempat percakapan terjadi di sekolah

terlihat pada kata Hari ini Bu Maulindah tidak masuk, yang gantikan pelajaran

IPS adalah saya. Setting waktu terjadi pagi hari, partisipannya adalah Vito

dan Irfan, Adnan dan Pak Amin. Tujuan akhir pembicaraan atau ends

ditujukan oleh perkataan Irfan terhadap Vito yang mengatakan bahwa, kalau

ingin berbohong harus dipikirkan terlebih dahulu, karena tidak hanya

merugikan orang lain, tetapi juga diri sendiri. Act atau bentuk pesan yang ada

pada wacana di atas adalah nasihat. Selanjutnya, cara (key) yang di

tunjukkan adalah pembicaraan yang halus dengan sarana (Instrumentalities)

lisan. Norms’ norma’ atau perilaku Irfan selaku partisipan dalam berinteraksi

dengan Vito adalah halus sebaliknya cara Vito berinteraksi dengan Irfan

sedikit kasar. Genre atau jenis percakapan pada wacana tersebut adalah fiksi

prosa.

Data 4

“Halimah, kamu ke sini dulu, “teriak ayahnya dari ruang tengah. Halimah memenuhi panggilan itu dengan seribu tanda tanya. Tak biasanya ia dilibatkan dengan ‘upacara’ minum kopi ayah dan ibunya.

“Tadi pamanmu menemuiku di kebun mete….” Suara ayahnya berhenti sambil menyorot wajah Halimah di bawah cahaya lampu sepuluh watt.

“Dia banyak bercerita tentang Azis, sepupumu yang dulu sekelas dengan kamu waktu SD,” lanjut ibunya.

Page 88: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

64

“Maksud, ibu?” tanyanya saat menangkap sinyal aneh dari kalimat ibunya.

“Sepertinya dia mabbaja laleng (membersihkan jalan): ungkapan yang berarti penjajakan. Biasanya dilakukan keluarga laki-laki sebelum datang melamar).”

“Tapi….” “Tapi kau mencintai Ilham? Begitu maksud kamu?” tegas ayahnya “Dua bulan tinggal di kampung kita, sekali pun dia tak pernah ke

masjid. Setinggi apa pun sekolahnya, bagiku Azis yang selalu azan di masjid, masih jauh lebih berpendidikan daripada dia.”

(LR, 2012:87)

Situasi percakapan:

Percakapan terjadi antara Halimah, ayah dan ibunya. Dengan halus,

ayah Halimah menyampaikan bahwa orang tua Azis mulai membuka jalan

untuk menjodohkan Azis dengan Halimah, dari dulu ayah Halimah berharap

Halimah menikah dengan Azis, tetapi karena dia di pihak perempuan jadi tak

mungkin yang mengutarakan keinginan itu duluan. Beberapa orang Bugis

memang lebih cendrung menikahkan anaknya dengan sepupunya, selain

keluarga telah saling mengenal, juga agar warisan tidak lari ke mana-mana.

Analisis:

Pada wacana di atas setting tempat percakapan berada di rumah

Halimah tepatnya di ruang tengah. Setting waktu terjadi malam hari dengan

memperhatikan kalimat ‘Di bawah cahaya lampu sepuluh watt’, partisipannya

adalah ayah, ibu dan Halimah. Tujuan akhir pembicaraan atau ends ditujukan

oleh perkataan ayah terhadap Halimah yang mengatakan bahwa ‘setinggi

apa pun sekolah Ilham jika tidak pernah menginjak masjid maka Azis yang

Page 89: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

65

sering ke masjid jauh lebih berpendidikan’ meski tidak sekolah tinggi Azis

adalah pemuda yang rajin ke masjid oleh karena itu ayah Halimah sangat

menyukainya. Act atau bentuk pesan yang ada pada wacana di atas adalah

penyampaian dan nasihat . Selanjutnya, cara (key) yang ditunjukkan adalah

pembicaraan yang serius dengan sarana (Instrumentalities) lisan. Norms’

norma’ atau perilaku ayah dan Ibu Halimah selaku partisipan dalam

berinteraksi dengan Halimah adalah lembut dan kasar. Genre atau jenis

percakapan pada wacana tersebut adalah fiksi prosa.

Data 5

“Saya menemanimu tidur malam ini bukan untuk bercerita tentang ayahmu. Aku ingin mengajakmu menjadi lelaki Bugis yang sesungguhnya!” Vito yang tadinya memeluk guling untuk menyembunyikan tangis,kini meleraikan gulingnya.

“Lelaki Bugis tak berpantang menangis, tapi saat dia menangis, tak boleh ada yang berubah. Harus tetap tegar!”

“Ayahku juga Bugis?” Vito mencoba menyelidik. Suara generator dari pinggiran kampung sudah mati, berarti sudah jam sepuluh. Tak ada lagi suara, kecuali bunyi kelelawar berebut buah semu jambu mete. Juga sesekali suara burung hantu yang bertengkar di puncak pohon asam yang daunnya banyak meranggas akibat kemarau berkepanjangan.

(LR, 2012:118)

Situasi percakapan:

Percakapan data (5) terjadi antara Vito dan kakeknya, sejak kepergian

ayah Vito, lelaki tua itu tidak bisa apa-apa. Tetapi, dia berusaha tegar di

depan Vito dan Halimah. Meski banyak bungkam, kakek Vito selalu memberi

semangat kepada Vito agar semangat menjalani hidup.

Page 90: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

66

Analisis:

Pada wacana di atas setting tempat percakapan berada di rumah Vito.

Setting waktu terjadi malam hari, partisipannya adalah Vito dan kakek.

Tujuan akhir pembicaraan atau ends ditujukan oleh perkataan kakek

terhadap Vito yang mengatakan bahwa lelaki Bugis tidak boleh menangis,

kalaupun harus menangis tidak boleh berubah dan harus tetap tegar. Act

atau bentuk pesan yang ada pada wacana di atas adalah nasihat.

Selanjutnya, cara (key) yang ditunjukkan adalah pembicaraan yang santai

dengan sarana (Instrumentalities) lisan. Norms’ norma’ atau perilaku kakek

selaku partisipan dalam berinteraksi dengan Vito adalah lembut dan halus.

Genre atau jenis percakapan pada wacana tersebut adalah fiksi prosa.

Data 6

“Ada yang hampir terlupa, saya pertama ke Pakka Sallo tahun delapan puluhan. Kalian tahu untuk urusan apa?” semua menggeleng. Semua penasaran. Mereka bisa membaca gaya bicara Pak Amin saat bercerita dan bertanya retoris, itu berarti ada cerita yang sangat menarik dari jawabannya nanti.

“Dulu saking makmurnya negeri ini, saat musim tanam tiba, ratusan hetare sawah yang ada di kecamatan ini hampir semuanya terisi padi menghijau.”

“Hampir?” Alif mencoba mengorek lebih jauh, mengapa tak semua lahan tertananmi. Semua mata beralih ke Alif karena pertanyaannya dianggap mengganggu cerita.

“Lahan yang tidak tertanami adalah lahan yang tak bisa digarap lagi, karena musim hujan akan segera berakhir. Biasanya lahan seperti inilah yang akan ditempati kerbau dan sapi mencari makan….”

“Oke, sudah sore. Kita harus pulang!”

(LR, 2012:158)

Page 91: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

67

Situasi percakapan:

Pak Amin melakukan perjalanan bersama siswa-siswinya menuju ke

Sumur Citta. Dalam perjalanan Pak Amin singgah di Danau Sidenreng dan

banyak bercerita tentang tokoh Nenek Mallomo. Betapa suburnya daerah

mereka dahulu. Saat ini sungai di Pakka Sallo kering. Danau Sidenreng

kering. Kebanyakan nelayan berubah profesi menjadi petani jagung. Itu pun

harus memompa air dari sungai yang menghubungkannya dengan Danau

Tempe di Kabupaten Wajo. Andai kemarau panjang terus berlanjut, maka

gelar Sidrap sebagai kota beras benar-benar hanya sebagai simbol.

Analisis:

Pada wacana di atas setting tempat percakapan berada di Danau

Sidenreng, meski tersirat akan tetapi setting tempat dijelaskan pada situasi

percakapan. Setting waktu terjadi sore hari, partisipannya adalah Pak Amin

dan siswa-siswinya. Tujuan akhir pembicaraan atau ends ditujukan oleh

perkataan Pak Amin terhadap siswa-siswinya yang mengatakan bahwa ‘

‘Dahulu negeri mereka sangat subur dengan padi yang menghijau, jika ada

lahan yang tidak tertanami maka itu adalah lahan yang tidak bisa digarap

lagi’. Act atau bentuk pesan yang ada pada wacana di atas adalah bercerita

dan memberi nasihat. Selanjutnya, cara (key) yang ditunjukkan adalah

pembicaraan yang santai dengan sarana (Instrumentalities) lisan. Norms’

norma’ atau perilaku Pak Amin selaku partisipan dalam berinteraksi dengan

Page 92: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

68

siswa-siswinya adalah halus dan sopan. Genre atau jenis percakapan pada

wacana tersebut adalah fiksi prosa.

Data 7

“Lima jam perjalanan kaki meninggalkan Pakka Sallo, menelusuri setapak belantara di antara gelap. Cinta telah memberinya keberanian serupa itu. tak sedikit pun ketakutan menyusup di hatinya meski belantara terkadang benar-benar gelap ketika cahaya purnama tak bisa menembus rimbun pepohonan, sementara cahaya senternya hanya mampu menerangi jalan setapak tempat kakinya akan berpijak. Matahari baru saja menyapa pagi ketika dia tiba di Corawali. Lalu sebuah angkot mengantarnya ke Pangkajene. Tapi sedikit kecewa saat tempat yang ditujunya itu tak ada Ilham, masih ada harapan, dia akan menunggu sampai Ilham akan datang menemuinya. Pagi sejuk telah berubah terik. Terik pun telah melayu dan berganti sore. Ilham tak datang. Halimah gelisah.”

“Boleh saya tahu siapa yang kamu tunggu? Laki-laki, perempuan?” “Teman saya, laki-laki.” Ungkap Halimah pada Pak Sopir “Enam hari berturut-turut ada seorang lelaki yang duduk di sini.

Katanya menunggu seseorang. Menunggu dari pagi dan pulang malam dengan agkot terakhir.”

(LR, 2012:178-179)

Situasi percakapan:

Halimah melangkah diam-diam, agar lantai papan yang diinjaknya tidak

membangunkan tamu-tamu yang lain. Kutipan di atas menjelaskan

perjalanan Halimah meninggalkan rumah serta pernikahannya dengan Azis

yang hanya tinggal beberapa jam. Halimah hanya berbekal beberapa lembar

pakaian dengan satu senter dua baterai. Halimah telah berjanji pada Ilham

bahwa mereka akan bertemu di Pangkajene lalu kawin lari. Di Pangkajene

Halimah bertemu dengan Sopir mobil yang pernah bertemu dengan Ilham.

Page 93: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

69

Analisis:

Pada wacana di atas setting tempat percakapan berada di Pakka Sallo

ketika Halimah dalam perjalanan dan pada akhirnya sampai di Corawali, dan

melanjutkan kembali perjalanannya menuju Pangkajene. Setting waktu

terjadi malam hari di mana Halimah menunggu semua orang tertidur lelap,

setelah itu pagi hari sampai di Corawali dan dari Corawali Halimah

melanjutkan perjalanan ke Pangkajene. Di Pangkajene Halimah menunggu

Ilham hingga sore hari. Waktu perjalanan yang ditempuh Halimah adalah lima

jam saat melakukan perjalanan kaki dari Pakka Sallo menuju Corawali.

Partisipannya Halimah dan sopir mobil Pangkajene. Tujuan akhir

pembicaraan atau ends ditujukan oleh perkataan sopir mobil terhadap

Halimah bahwa ada seorang lelaki yang menunggu seseorang hingga enam

hari berturut-turut. Act atau bentuk pesan yang ada pada wacana di atas

adalah pelarian. Selanjutnya, cara (key) yang ditunjukkan adalah

pembicaraan yang santai dengan sarana (Instrumentalities) lisan. Norms’

norma’ atau perilaku sopir selaku partisipan dalam berinteraksi dengan

Halimah adalah halus dan sopan. Genre atau jenis percakapan pada wacana

tersebut adalah fiksi prosa.

Data 8 “Tonronge sekarang seperti pasar.”Pak Amin membuka cerita

sambil merapatkan duduk di kursi kayu yang tersedia di lego-lego. “Hanya sawah kita yang tidak diberi patok pembatas.”

“Sudah kamu patok tadi?” “Ya, sabarlah! Insya-Allah, tanah kita aman. Buktinya ndak ada

yang mau mengakuinya…”

Page 94: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

70

“Bukan ndak ada, tapi belum ada.” “Tadi pagi, katanya, orang dari Dinas pertambangan sudah

mengambil sampel tanahnya. Tunggu sampai ada pengumuman resmi dari pemerintah….”

“Kalau cuman mau lihat-lihat sawah , saya juga bisa. Kenapa ndak di patok tadi?.” Ayahnya sudah menaikkan nada suaranya beberapa oktaf. Pak Amin menghela nafas panjang. Tak tahu harus mulai dari mana untuk menjelaskannya. Ayahnya sudah terprovokasi dengan orang-orang kampung untuk tidak percaya dengan apa pun yang dikatakan oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Pertambangan dan energi. Termasuk pengolahan emas jika Tonronge betul-betul jadi ladang emas.”

(LR, 2012:212)

Situasi percakapan:

Kutipan wacana terjadi di rumah orang tua Pak Amin, percakapan

mereka terkait Tonronge, tempat sawah keluarga Pak Amin, setelah isu

adanya emas mulai beredar dari mulut ke mulut. Tonronge yang gersang dan

tidak pernah diperhatikan oleh pemilikya ramai bagaikan pasar. Warga

bergantian datang untuk memberi tanda, dipatok bahkan diberi kawat berduri

agar orang lain tidak mengambil lahan mereka. Pak Amin berada di tempat

itu karena tidak ingin mengecewakan ayahnya yang juga percaya akan

keberadaan emas di Tonronge. Ayah Pak Amin sempat emosi karena Pak

Amin seolah-olah tidak percaya akan keberadaan emas yang ramai

dibicarakan oleh warga.

Analisis:

Pada wacana di atas setting tempat percakapan berada di rumah orang

tua Pak Amin tepatnya di lego-lego rumah. Tempat lain yang disebut pada

Page 95: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

71

wacana tersebut adalah Tonronge. Setting waktu terjadi malam hari,

partisipannya adalah Pak Amin dan ayahnya. Tujuan akhir pembicaraan atau

ends ditujukan oleh perkataan Pak Amin terhadap ayahnya yang mengatakan

bahwa Firman sudah mengirimkan sampel tanah ke Palu, di sana ada

temannya yang kerja di pabrik emas. Kabarnya, positif mengandung emas.

Act atau bentuk pesan yang ada pada wacana di atas adalah peringatan.

Selanjutnya, cara (key) yang ditunjukkan adalah pembicaraan yang serius

dengan sarana (Instrumentalities) lisan. Norms’ norma’ atau perilaku Pak

Amin selaku partisipan dalam berinteraksi dengan ayahnya adalah halus dan

sopan. Genre atau jenis percakapan pada wacana tersebut adalah fiksi

prosa.

Data 9

“Hari Ahad, Pak Amin dan tujuh siswa laki-lakinya berkumpul di lapangan sekolah. Pak Bahtiar turut hadir.

“Pekan depan, kita akan ikut lomba futsal antara sekolah tingkat Kecamatan di Corawali!”

“Yes! Kita turun gunung lagi! Pekik Irfan dalam hati. Turun ke Corawali bagi mereka itu sama halnya tamasya ke kota, meninggalkan perbukitan yang mengekang pandangan.

“Ingat! Semua ini masih mimpi! Pak Amin kini yang berteriak. Suasana tenang lagi.

“Lawan-lawan kita di luar sana sudah siap sejak dua bulan lalu. Sedangkan waktu kita tinggal sepekan karena suratnya baru diterima. Jadi, kita harus berlatih sepuluh kali lipat dari mereka jika kita ingi menang,” Lanjut Pak Bahtiar.

(LR, 2012:234)

Page 96: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

72

Situasi percakapan:

Percakapan terjadi antara Pak Amin, Pak Bahtiar dan ketujuh siswa laki-

laki. Mereka berkumpul di lapangan sekolah. Pak Bahtiar turut hadir. Siswa

Pak Amin belum pernah menang dalam lomba apa pun, sehingga ketika ada

kesempatan ikut bertanding, mereka memanfaatkan waktu dengan latihan.

Pak Amin dan Pak Bahtiar tidak hanya melatih tetapi memberi semangat dan

motivasi mengingat siswanya hanya tujuh orang.

Analisis:

Pada wacana di atas setting tempat percakapan berada di lapangan

sekolah. Setting waktu tidak tertulis pada wacana di atas hanya dijelaskan

mereka berkumpul pada hari Ahad dan bisa saja itu terjadi pagi hari atau

siang hari. Partisipannya adalah Pak Amin, Pak Bahtiar dan ketujuh siswa

laki-lakinya. Tujuan akhir pembicaraan atau ends ditujukan oleh perkataan

Pak Bahtiar terhadap ketujuh siswanya yang mengatakan bahwa mereka

harus berlatih dengan giat jika ingin menang. Act atau bentuk pesan yang

ada pada wacana di atas adalah nasihat. Selanjutnya, cara (key) yang

ditunjukkan adalah pembicaraan yang serius dengan sarana

(Instrumentalities) lisan. Norms’ norma’ atau perilaku Pak Amin dan Pak

Bahtiar selaku partisipan dalam berinteraksi dengan ketujuh siswanya adalah

halus dan sopan. Genre atau jenis percakapan pada wacana tersebut adalah

fiksi prosa.

Page 97: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

73

Data 10

“Kalian ke ruang kepala sekolah!” Ketujuhnya langsung tatap. Ada

irama ketakutan dari degup jantung mereka. “Berani berbuat, berani bertanggung jawab!” ucap Pak Amin saat

belum ada yang berani melangkah ke ruang kepala sekolah. Lagi-lagi Irfan mengambil langkah pertama, disusul yang lain. Waddah dan Sarah terlihat cemas. Duduknya gelisah. Matanya menatap penuh harap kepada Pak Amin. Bebaskan mereka dari hukuman, Pak! Pak Amin yang diharapkannya terpaku di tempat. Tak sampai sepuluh menit setelah mereka menemui kepala sekolah, mereka telah kembali tapi bukan ke kelas. Mereka digiring ke lapangan. Di sana mereka berguling, lompat kodok keliling lapangan, sambil menirukan suara burung gagak.”

(LR, 2012:265)

Situasi percakapan:

Pak Amin marah sekaligus kagum kepada murid-muridnya, meskipun

apa yang mereka lakukan salah, tetapi niatnya baik, mereka merusak ballo

Pak Japareng, mereka mengambil keputusan tanpa memberi tahu Pak Amin.

Pak Japareng melapor kepada kepala sekolah yakni Pak Bahtiar sehingga

Pak Amin meminta mereka mempertanggungjawabkan apa yang mereka

lakukan. Waddah dan Sarah berusaha menolong, tetapi Pak Amin tetap

dengan pendiriannya.

Analisis:

Pada wacana di atas setting tempat percakapan berada di sekolah.

Setting waktu tidak tertulis pada wacana di atas, namun jika kejadiannya

berada di sekolah maka waktu sekolah hanya terjadi mulai pagi hari hingga

Page 98: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

74

siang hari. Partisipannya adalah Pak Amin, Wardah, Sarah dan ketujuh siswa

laki-lakinya. Tujuan akhir pembicaraan atau ends ditujukan oleh perkataan

Pak Amin terhadap ketujuh siswanya yang mengatakan bahwa jika berani

berbuat harus berani bertanggung jawab. Setiap kesalahan yang mereka

perbuat harus mereka tangani sendiri. Act atau bentuk pesan yang ada pada

wacana di atas adalah teguran dan nasihat. Selanjutnya, cara (key) yang

ditunjukkan adalah pembicaraan yang serius dengan sarana

(Instrumentalities) lisan. Norms’ norma’ atau perilaku Pak Amin selaku

partisipan dalam berinteraksi dengan ketujuh siswanya adalah halus dan

tegas. Genre atau jenis percakapan pada wacana tersebut adalah fiksi prosa.

2. Unsur Eksternal Wacana dalam Novel Lontara Rindu Karya S. Gege

Mappangewa.

a. Praanggapan

1). Praanggapan Eksistensial

Data 11

“Hei, mau kau bawa ke mana kerbau-kerbauku?”

(LR, 2012:217) Situasi percakapan:

Percakapan di atas terjadi menjelang sore hari, saat Pak Amin masih

kecil dan ibunya mau menggiring kerbau-kerbau itu pulang ke kandang,

ternyata dari arah yang juga tidak jauh dari tempatnya duduk berteduh di

Page 99: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

75

bawah pohon, seseorang datang menegurnya, Pak Amin dan ibunya salah

mengambil kerbau. Yang mereka ambil adalah kerbau orang lain.

Analisis:

Praanggapan eksistensial adalah praanggapan yang mengasosiasikan

adanya suatu keberadaan dan wacana di atas adalah wacana eksistensial

yaitu ada seekor ‘kerbau’. ‘kerbau’ mempraanggapan keberadaan seekor

‘kerbau’ di suatu tempat, yakni di Tonronge. Tonronge adalah tanah yang

sudah tidak ditanami padi, hanya kerbau-kerbau warga yang dipelihara di

Tonronge.

Data 12

“Ayahku juga bugis?”

(LR, 2012:118)

Situasi percakapan:

Percakapan itu terjadi antara Vito dengan kakeknya. Kakek terus

menasehati Vito agar kuat dan jangan bersedih, kakek mengatakan pada Vito

bahwa lelaki Bugis tak berpantang menangis, tetapi saat menangis tidak

boleh ada yang berubah. Harus tetap tegar. Mendengar ungkapan kakeknya,

Vito bertanya balik “Ayahku juga Bugis?”

Analisis:

Praanggapan tidak hanya mengasosiasikan keberadaan, akan tetapi

lebih umum dalam frasa nomina tertentu. Dalam pemakaian pembicara

diasumsikan terlibat dalam hal-hal yang disebutkan. Ketika kakek

Page 100: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

76

mengatakan lelaki Bugis berpantang menyerah, Vito pun langsung

mengatakan “Ayahku lelaki Bugis?”. Jika Vito Bugis artinya ayahnya adalah

Bugis. Itu termaksud dalam praanggapan eksistensial. Hal itu termasuk cara

Vito mencari informasi akan siapa dan di mana keberadaan ayah

kandungnya.

Data 13

“Bu Maulindah berhenti mengajar.”

(LR, 2012:125)

Situasi percakapan:

Kutipan percakapan tersebut terjadi antara Irfan dan Pak Amin, ibu

Maulindah berhenti mengajar karena akan melanjutkan pendidikannya di

Jepang. Alif yang tidak mengetahui informasi tersebut ditarik tangannya oleh

Pak Amin menaiki motor dan melintasi jalan berbatuan menuju Kota

Kecamatan, berharap dapat bertemu dengan ibu Maulindah yang telah

meninggalkan sekolah.

Analisis:

Kutipan wacana tersebut mengandung wacana eksistensial umum, jika

ibu Maulindah “berhenti mengajar” maka praanggapan eksistensialnya

adalah ibu Maulindah adalah seorang guru, seorang guru yang berhenti

mengajar.

Page 101: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

77

Data 14

“Itu sana sawah ayahmu, cepat patok! Jangan sampai ada yang mengakui sebagai tanahnya.”

(LR, 2012:204)

Situasi percakapan:

Kutipan wacana terjadi di Tonronge, tempat sawah keluarga Pak Amin,

setelah isu adanya emas beredar,Tonronge yang gersang dan tidak pernah

diperhatikan oleh pemilikya ramai bagaikan pasar. Warga bergantian datang

untuk memberi tanda, dipatok bahkan diberi kawat berduri agar orang lain

tidak mengambil lahan mereka. Pak Amin berada di tempat itu karena tidak

ingin mengecewakan ayahnya yang juga percaya akan keberadaan emas di

Tonronge.

Analisis:

Pada kutipan wacana tersebut dikandung praanggapan eksistensial,

yang mengasosiasikan adanya keberadaan. “Itu sana sawah ayahmu, cepat

patok” keberadaan sawah tersebut di Tonronge, dan menunjukkan hak milik

dari ayahnya Pak Amin dan bukan orang lain.

2). Praanggapan Faktif (PF)

Data 15

“Saya juga tak tahu. Mungkin saya akan ke tempat pertama kita bertemu. Berdiam diri di sana sampai orang mengenalku sebagai orang gila. Saya rela, daripada harus menerima tawaranmu…”

(LR, 2012:186)

Page 102: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

78

Situasi percakapan:

Halimah terluka bukan karena Ilham tidak mencintainya melainkan,

karena dari awal pertemuan Ilham menyembunyikan statusnya yang

menganut kepercayaan Tolotang sehingga Halimah beranggapan mereka

menganut kepercayaan yang sama. Pesan cinta yang damai saling

menghargai, dan menyayangi dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini

ternyata begitu sulit tercapai. Hakikat cinta yang semestinya dirasakan

manusia sebagai karunia Tuhan justru menjadi malapetaka ketika manusia

merusak nilai cinta itu sendiri. Terlebih jika mereka berpandangan bahwa

mencintai berarti harus memiliki. Mencintai harus menodai kesucian diri

maupun orang yang dicintai. Kejujuran adalah modal utama dalam menjalani

sebuah hubungan, hal inilah yang tidak dimiliki oleh Ilham sehingga saat

Halimah mengambil keputusan yang besar, bukan kebahagiaan yang

didapatnya melainkan penyesalan.

Hakikat cinta yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai agama,

mengangkat harkat kemanusiaan, dan mengedepankan akhlak terpuji,

seringkali ternoda oleh nafsu berlumur dosa. Akhirnya, cinta dan nafsu pun

berjalan seiring, tanpa ada pembatas. Cinta yang begitu dalam membuat

Ilham mengambil keputusan salah yakni mengajak Halimah kawin lari.

Cinta yang semacam itulah yang harus dihindari dari para remaja,

pelajar dan mahasiswa saat ini. Agar tidak terpuruk masa depannya. Cinta itu

karunia, fitrah. Berbahagialah orang yang telah dirahmati cinta. Sengsaralah

Page 103: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

79

orang yang tidak memiliki cinta. Dan celakalah orang yang mempermainkan

cinta dengan sesuatu yang berbau maksiat.

Analisis:

Tuturan tersebut mempraanggapan bahwa Halimah menebak

bagaimana masa depannya jika harus meninggalkan kepercayaannya selaku

pemeluk agama Islam. Halimah memilih gila daripada mengikuti tawaran

Ilham untuk menganut Tolotang. Apa yang dikatakan oleh Halimah

berpotensi menjadi kenyataan sebab Halimah baru mengetahui bahwa Ilham

berasal dari keluarga Tolotang, tetapi untuk kembali ke rumahnya itu hal yang

mustahil. Hal ini pula yang akan menjadi jurang pemisah di antara keduanya,

karena Ilham tidak akan diakui sebagai anak dan keluarga Tolotang jika tetap

bersama Halimah. Dalam novel ini diceritakan banyaknya ajaran agama yang

menyimpang dengan ajaran Islam di antaranya ritual yang masih

menganggap bahwa upacara di makam mendatangkan sesuatu berkah.

Data 16

“Sebetulnya tidak dicuri tetapi dirusak! Nilainya pun tak seberapa, tapi cara mencurinya yang profesional, membuat saya yakin bahwa ada orang yang mem-back up aksi ini”.

(LR, 2012:260)

Situasi percakapan:

Kutipan cerita tersebut terjadi saat Pak Saleng datang ke sekolah

menemui Pak Bahtiar selaku kepala sekolah. Pak Saleng marah dan telah

mengetahui bahwa siswa-siswa Pak Aminlah yang telah merusak ballonya.

Page 104: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

80

Analisis:

Tuturan tersebut mempraanggapan bahwa ada beberapa anak yang

telah merusak ballonya dan ada yang mendalangi semua itu. praanggapan

tersebut mengikuti kata kerja yang dianggap sebagai suatu kenyataan. Meski

tidak mencuri, beberapa anak yang dicurigai Pak Saleng telah merusak ballo

miliknya.

Data 17

“Awas kena parang, jangan duduk di depan ayah!”

(LR, 2012:112)

Situasi percakapan:

Percakapan tersebut terjadi pada saat Vito masih kecil. Ayahnya

membuat gasing agar Vito bisa bermain dengan adiknya Vino. Vito berusaha

mengingat kembali kenangan masa kecilnya dengan sang ayah.

Analisis:

Kutipan di atas merupakan praanggapan faktif yang dianggap sebagai

suatu kenyataan. Kata “awas” dan “jangan” menegaskan bahwa pekerjaan

yang dilakukan ayah Vito berbahaya dan anak kecil tidak boleh mendekat.

Meski belum terkena dampak dari larangan tersebut, Vito sangat berpeluang

terkena parang jika duduk di depan ayahnya yang sedang membuat gasing.

Sebelum hal itu terjadi, Vito telah mendapat peringatan dari ayahnya.

Page 105: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

81

3). Praanggapan Leksikal (PL)

Data 18

“Bu Maulindah sebenarnya kagum dengan kepintaran Vito bercerita. Paling jago ngarang cerita. Selalu punya alasan yang membuat temannya terpesona sekaligus membuat Bu Maulindah menyembunyikan senyum karena tak ingin dianggap luluh di depan Vito”

(LR, 2012:14)

Situasi percakapan:

Situasi di atas terjadi saat Vito lagi-lagi terlambat padahal rumahnya

dekat dengan sekolah. Ibu Maulindah sebenarnya kagum dengan kepintaran

Vito bercerita, apalagi mengarang cerita jika terlambat, karena itu ibu

Maulindah selalu menghukum Vito dengan menyuruhnya bercerita sebelum

duduk mengikuti pelajaran.

Analisis:

Maksud dari kalimat ini menyatakan bahwa, Vito paling pandai

mengarang cerita dalam kelas. Vito selalu punya alasan agar selamat dari

hukuman ibu Maulindah. Artinya kejadian seperti yang dialami Vito sudah

terjadi pada pertemuan-pertemuan pembelajaran lainnya. Ketika terlambat

Vito selalu bisa menarik perhatian guru dan teman-temannya sehingga

tuturan di atas adalah bentuk praanggapan leksikal karena merupakan

praanggapan yang dalam pemakaiannya dinyatakan secara konvensional

dan ditafsirkan dengan praanggapan lain yang dipahami.

Page 106: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

82

Data 19

“Saya sudah puluhan tahun jual-beli kambing, sapi, dan kerbau. Tinggal unta saja yang belum pernah saya beli. Baru kali ini saya mendapatkan kerbau yang susah sekali dinaikkan ke truk.”

(LR, 2012:33)

Situasi percakapan:

Dalam novel Lontara Rindu, meskipun Pakka Salo merupakan

kampung yang akses jalannya belum diaspal, PLN belum beroperasi akan

tetapi, mata pencaharian masyarakat Pakka Sallo sangat beragam. Pak Amin

dan ibu Maulindah berprofesi sebagai guru, ada petani, ada yang bertani

jambu mete, ada yang menjual dan membeli kerbau dan ada pula menjual

ballo untuk menutupi biaya hidup yang semakin bertambah.

Analisis:

Pernyataan pertama, Pak Saleng sudah puluhan tahun jual-beli

kambing, sapi, dan kerbau, praanggapan pertama, unta saja yang belum ia

beli, praanggapan kedua, baru kali ini ada kerbau susah dinaikkan ke dalam

truk. Praanggapan Pak Saleng adalah kalaupun Pak Saleng harus membeli

unta meski sekali tentu akan mudah baginya memasukkan ke dalam truk

apalagi dengan kerbau yang bertahun-tahun telah dilakoninya. Padahal saat

membeli unta tidak bisa ditarik simpulan apakah akan mudah untuk

memasukkannya dalam truk. Praanggapan tersebut merupakan praanggapan

leksikal yang bentuk dan maknanya dinyatakan secara konvensional

Page 107: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

83

ditafsirkan dengan praanggapan lain yang dipahami. Pemakaian ungkapan

khusus diambil untuk mempraanggapankan sebuah konsep lain.

4). Praanggapan NonFaktif (PNF)

Data 20

“Pokoknya kita harus bersatu! Jangan sampai ada yang diberi iming-iming harga tinggi lalu menjualnya. Akan lebih menguntungkan kalau kita sendiri yang mengelolanya. Ndak usah takut! Saya akan mengajari kalian cara menambang. Saya pernah ikut menambang di Sulawesi Tenggara beberapa bulan yang lalu,waktu terdengar kabar ada tambang emas ditemukan di sana. Bayangkan dalam satu hari saya bisa dapat dua kilogram emas.”

(LR, 2012:206)

Situasi percakapan:

Kutipan cerita di atas terjadi di pematang sawah. Pak Amin pun berada

di sawah itu dan mendengarkan pembicaraan warga. Setiap hari Tonronge

ramai bak pasar. Petakan sawah yang dulunya gersang dan tak dilirik

pemiliknya, kini telah dibatasi dengan patok bahkan dipagari kawat berduri.

Warga berkumpul untuk bersatu agar warga lain tidak menjual tanahnya

dengan harga murah. Mereka bahkan sepakat akan melawan pemerintah jika

dipersulit dalam hal pembuktian adanya emas di Tonronge.

Analisis:

Maksud kalimat tersebut menyatakan bahwa Tonronge adalah tanah

yang kemungkinan besar ada kadar emasnya. Karena adanya kandungan

emas itulah warga tidak boleh menerima iming-iming dari orang lain,

Page 108: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

84

praanggapan lainnya adalah daripada orang lain yang mengelola tanah

tersebut sebaiknya warga setempat yang mengelolanya. Untuk bisa

mengelola tanah Tonronge dibutuhkan keahlian karena itu ada salah satu

warga yang pernah menjadi penambang akan mengajari warga lainnya.

Dalam praanggapan leksikal pemakaian ungkapan khusus oleh penutur

diambil untuk mempraanggapkan sebuah konsep lain.

Data 21

“Ini situasinya darurat. Bayangkan kalau gurunya tahu dia bohong, bukan hanya dia, tetapi saya sebagai kakeknya dan kamu sebagai mamanya akan ikut dipermalukan.”

(LR, 2012:23)

Situasi percakapan:

Kakek Vito sangat mengenal karakter Pak Amin yang merupakan guru

penjaskes Vito. Setiap Pak Amin marah, dia selalu mengancam siswanya

seperti itu. Lari keliling sekolah, lompati tembok sekolah, terus lempari pohon

kelapa yang ada di belakang sekolah sampai buahnya berjatuhan.

Analisis:

Praanggapan pertama, ‘Jika gurunya tahu Vito berbohong’,

sedangkankan praanggapan kedua, ‘Bukan hanya Vito, melainkan Kakek

dan Ibunya pun akan dipermalukan’. Kata berbohong memberi arti bahwa

Vito tidak akan dipermalukan karena kebenarannya tidak diketahui oleh Pak

Amin. Kakek berpraanggapan demikian kepada Pak Amin dan itu sesuai

Page 109: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

85

dengan apa yang diyakini Vito. Kalimat yang dipakai oleh kakek Vito

bukannya tidak wajar atau sesuai, hanya saja apa yang dilakukan oleh kakek

tidak sesuai dengan tindakan Pak Amin saat mengetahui Vito berbohong.

Jujur merupakan harga yang tidak bisa ditawar. Jujur berarti pantang untuk

berbohong apa pun resikonya. Kejujuran inilah yang harus ditanamkan ke

dalam dunia pendidikan agar menjadi pegangan dalam mengolah pendidikan

itu sendiri yang merupakan jantung berbangsa dan bernegara. Sehingga

benarlah bahwa praanggapan leksikal adalah pemakaian ungkapan khusus

oleh penutur diambil untuk mempraanggapkan sebuah konsep lain.

Data 22

”Bagaimana kalau kita ketuk pintu rumahnya Pak Amin?” ”Pak Amin bisa saja tak setuju dengan aksi kita, bahkan malah

menyerahkan kita ke warga untuk diadili.”

(LR, 2012:231)

Situasi percakapan:

Saat Vito dan Irfan kebingungan dan tidak tahu harus meminta bantuan

kepada siapa, mereka memutuskan untuk ke rumah Pak Amin untuk

bersembunyi setelah merusak ballo yang dibuat oleh Pak Japareng. Saat

Vito bermaksud mengetuk pintu rumah Pak Amin, Irfan jutru ragu dan

khawatir Pak Amin bisa saja tidak setuju dengan aksi mereka dan bahkan

malah menyerahkan mereka ke warga untuk diadili.

Page 110: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

86

Analisis: Praanggapan pertama, yang dijadikan dasar pemikiran oleh Irfan adalah

benar dan praanggapan kedua, juga benar. Sehingga dapat ditarik

praanggapan umum bahwa Pak Amin bisa saja tidak setuju bahkan akan

menyerahkan mereka ke warga untuk diadili. Dari praanggapan itu Vito dan

Irfan memutuskan untuk tetap mengetuk pintu rumah Pak Amin tetapi bukan

sebagai pelaku yang telah menggagalkan ballo Pak Japareng tetapi sebagai

warga yang memberi tahu Pak Amin bahwa telah terjadi pengrusakan yang

menyebabkan Pak Japareng mengalami kerugian besar dan segera

membutuhkan pertolongan. Sehingga benarlah bahwa praanggapan leksikal

adalah pemakaian ungkapan khusus oleh penutur diambil untuk

mempraanggapkan sebuah konsep lain.

5). Praanggapan Konterfaktual (PKF)

Data 23

”Waduh, kalo mau ceramah, jangan di depan saya deh! Sekalian di masjid hari Jumat, gantikan katte (khatib) Lolo baca khutbah.”

(LR, 2012:52)

Situasi percakapan:

Percakapan terjadi dalam kelas, Vito merasa bersalah karena telah

berbohong pada Pak Amin bahwa kakeknya telah meninggal. Vito yang

malas sekolah selalu mencari alasan agar tidak dimarahi oleh guru-gurunya.

Page 111: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

87

Akan tetapi, kebohongan Vito kali ini tidak bisa dimaafkan. Irfan selaku

sahabat memberi nasihat kepada Vito agar minta maaf pada Pak Amin..

Mendengar nasihat tersebut Vito menegur Alif karena telah menceramahi

dirinya.

Analisis:

Kutipan cerita di atas bertolak belakang dari kenyataan, artinya apa

yang diucapkan oleh Vito bertolak belakang dengan kenyataan yang

sebenarnya. Alif yang memberi nasihat bukanlah seorang penceramah, tetapi

pelajar, Vito menegur Alif seperti itu karena kesal dengan sikap Alif yang

banyak bicara layaknya orang tua bicara pada anaknya. Jadi, kalimat

tersebut untuk mempranggapkan sesuatu yang tidak benar atau bertolak

belakang dari kenyataan.

b. Implikatur

1). Maksim Kuantitas (The Maxim of Quantity)

Data 24

“Sebelum masuk ceritakan dulu alasan keterlambatan!” “Saat mau berangkat ke sekolah tadi, warga kampung

dihebohkan dengan seekor ular hitam yang tiba-tiba muncul dari semak.”

“Panjangnya lebih dari dua meter…” (LR, 2012:14)

Situasi Percakapan:

Percakapan di atas terjadi saat Vito lagi-lagi terlambat padahal

rumahnya dekat dengan sekolah. Ibu Maulindah sebenarnya kagum dengan

Page 112: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

88

kepintaran Vito bercerita, apalagi mengarang cerita jika terlambat karena itu

ibu Maulindah selalu menghukum Vito dengan menyuruhnya bercerita

sebelum duduk mengikuti pelajaran.

Analisis :

Pada data (24), inisiasi Bu Maulindah dengan tuturannya direspons

dengan informasi yang memadai oleh Vito. Inisiasi berupa perintah ‘Sebelum

masuk ceritakan dulu alasan keterlambatan!’, maka respons yang diberikan

lebih panjang dibanding respons terhadap inisiasi perintah. Dengan demikian,

dapat dikatakan bahwa pada data (24), para peserta tutur telah menaati

maksim kuantitas, submaksim pertama.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penaatan maksim

kuantitas dalam sebuah interaksi berfungsi untuk (1) meminta informasi yang

jelas, (2) menyampaikan informasi yang jelas (3) menghindari

kesalahpahaman. Singkatnya, penaatan maksim kuantitas dilakukan peserta

tutur agar interaksi yang diikuti berlangsung dengan lancar dan sampai pada

tujuannya. Tujuannya adalah agar Vito bisa belajar dengan teman-temannya.

Data 25

”Saya atau Vino yang sulung,Ma?” ”Kamu yang sulung.” ”Berarti adik Vino sekarang sudah sebesar saya ya, Ma!”

(LR, 2012:239)

Page 113: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

89

Situasi Percakapan:

Percakapan itu terjadi saat Halimah menunggu Vito di kamarnya, pada

hari ulang tahun Vito, Ia berniat menceritakan segalanya pada Vito, bahwa

benar Vito memiliki saudara kembar yakni Vino.

Analisis:

Pada data (25) Halimah menyampaikan informasi sesuai yang diminta

oleh Vito. Inisiasi Vito dengan tuturan pertama direspons dengan informasi

yang memadai oleh Halimah dengan tuturan kedua. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa data (25) para peserta tutur telah menaati maksim

kuantitas, yakni submaksim (1) meminta informasi yang jelas, (2)

menyampaikan informasi yang jelas (3) menghindari kesalahpahaman. Para

peserta tutur dalam sebuah interaksi menaati maksim kuantitas dengan

tujuan agar informasi yang disampaikan dapat dipahami oleh mitra tuturnya

dengan jelas agar tidak terjadi salah paham. Vito pun mengetahui jika Vino

sebesar dirinya sebab mereka adalah saudara kembar.

Data 26

“Boleh saya tahu siapa yang kamu tunggu? Laki- laki,perempuan?”

”Teman saya,laki-laki.” ”Enam hari berturut-turut ada seorang lelaki yang duduk di sini.

Katanya menunggu seseorang. Menunggu dari pagi dan pulang malam dengan angkot terakhir.”

”Pulang ke mana?” ”Katanya dia orang Amparita. Dia sempat memperkenalkan nama

pada saya….” ”Namanya Ilham?”. (LR, 2012:179)

Page 114: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

90

Situasi percakapan:

Percakapan data (26) terjadi saat Halimah berada di terminal

Pangkajene, Halimah melarikan diri dari rumah dan meninggalkan Azis yang

yang hanya hitungan jam akan menikah dengan dirinya. Halimah telah

berjanji diam-diam dengan Ilham bahwa sebelum pernikahan dimulai mereka

akan bertemu di Pangkajene. Namun, kenyataannya berbeda Halimah tidak

bertemu dengan Ilham, sampai akhirnya seorang sopir datang dan

menjelaskan tentang Ilham yang juga berhari-hari menunggu kedatangan

Halimah.

Analisis:

Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat

memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin

sesuai yang dibutuhkan. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi

yang sebenarnya dibutuhkan petutur. Selain itu, ujaran Pak Sopir juga

melanggar maksim kualitas, Pak Sopir sebenarnya tidak mengetahui bahwa

Halimah adalah wanita yang selalu ditunggu oleh Ilham, karena itu Pak Sopir

bertanya pada Halimah dan Halimah menjawab dengan singkat ‘pulang

kemana’ sehingga Pak Sopir seharusnya tidak panjang lebar menjelaskan

tetapi cukup menjawab Amparita, bahkan Pak Sopir tidak langsung menyebut

nama Ilham sehingga mendorong mitratutur menyebutkan nama dengan

nada bertanya kembali pada Pak Sopir. Maka itu, ujaran Pak Sopir tersebut

dapat dikatakan melanggar maksim kualitas. Dari pelanggaran maksim

Page 115: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

91

kuantitas dan kualitas, ada implikatur yang timbul adalah Pak Sopir ingin

memberikan informasi kepada Halimah tentang seorang lelaki yang

menunggunya.

Data 27

”Mau ke mana?” ”Co-Corawali!” ”Saya mau ke Amparita. Tapi, sepertinya tak ada lagi mobil

malam ini.” (LR, 2012:46)

Situasi percakapan:

Pada percakapan data (27), seorang lelaki menghampiri Halimah dan

langsung bertanya padanya. Halimah sangat gugup karena sebelumnya tidak

pernah berbicara dengan orang asing apalagi di tempat umum. itulah

pertemuan pertama antara keduanya.

Analisis:

Ujaran Ilham di atas dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas serta

relevansi, karena ujaran tersebut selain dapat dikatakan berlebihan, juga

keterkaitannya dengan pertanyaan Ilham pada tuturan pertama. Ilham dan

Halimah bercakap tetapi, masih dalam tahap perkenalan, tetapi Ilham justru

merespons jawaban Halimah dengan bercerita panjang lebar tentang tempat

yang akan didatanginya.

Oleh karena pelanggaran maksim tersebut, maka ujaran tersebut

mengandung implikatur percakapan yakni, Ilham ingin menjelaskan pada

Halimah agar Halimah tidak salah paham terhadapnya bahwa dia laki-laki

Page 116: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

92

baik yang hanya ingin berkenalan saja dengan Halimah. Meski melanggar

maksim kuantitas, Ilham hanya ingin menyakinkan Halimah bahwa niatnya

baik. Percakapan juga akan mengurangi rasa jenuh akibat menunggu mobil

yang tidak kunjung tiba.

Data 28

”Sekali lagi, saya akan datang. Kamu jangan pernah menerima lamaran lelaki mana pun.”

”Sampai kapan?” ”Begitu kuliahku selesai, itu paling lama setahun dari sekarang,

saya akan datang menghilangkan keraguanmu sekaligus menghapus kerinduanku.”

(LR, 2012:84)

Situasi percakapan:

Percakapan data (28) terjadi saat Ilham akan meninggalkan Pakka Sallo

karena KKN yang dijalaninya telah berakhir. Halimah merasa penantiannya

akan menyisakan lara, Halimah bertanya “sampai kapan” pada Ilham karena

ia tahu hubungannya dengan Ilham belum mendapatkan restu dari ayahnya.

Analisis:

Pada wacana (28) Halimah menyampaikan informasi tidak sesuai yang

diminta oleh Ilham. Inisiasi Ilham dengan tuturan pertama direspons dengan

informasi yang tidak memadai oleh Halimah dengan tuturan kedua,

seharusnya Halimah menjawab apa yang ditanyakan, akan tetapi justru

bertanya kembali pada Ilham ‘Sampai kapan?’. Selain itu, Ilham menjawab

kembali tuturan Halimah dengan jawaban yang melebihi apa yang dibutuhkan

Page 117: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

93

oleh Halimah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam wacana (28)

para peserta tutur tidak menaati maksim kuantitas, yakni submaksim pertama

dan kedua.

Ilham tidak mendapat informasi yang cukup karena Halimah tidak

menjawab dengan tepat pertanyaannya, pada percakapan kedua, saat

percakapan seinformatif justru Ilham yang memberikan informasi yang

melebihi apa yang dibutuhkan. Para peserta tutur dalam sebuah interaksi

tidak menaati maksim kuantitas khususnya Ilham karena berusaha untuk

menyakinkan Halimah bahwa ia pasti akan datang untuk melamar. Halimah

pun terbawa oleh suasana hati yang tidak menentu oleh karena itu, saat Iham

bertanya ia tidak merespons dengan tepat justru bertanya kembali sesuai

dengan apa yang terlintas dalam pikirannya bahwa penantian, bukan hal

yang mudah.

2). Maksim Kualitas (The Maxim of Quality)

Data 29

“Saya ucapkan terima kasih sekaligus memberikan dua jempol kepada Vito yang tak pernah lagi terlambat!”

”Tapi, Bu, kita ndak pernah lagi dengar cerita dari Vito karena tidak pernah lagi terlambat.”

”Kalian mau cerita?saya juga bisa bercerita…”

(LR, 2012:101)

Situasi percakapan:

Percakapan pada wacana (29) adalah efek dari perubahan besar yang

dialami Vito, setelah berbohong pada Pak Amin, Vito menghukum dirinya

Page 118: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

94

sendiri dengan berlari di belakang sekolah, memanjat tembok, melempar

pohon kelapa hingga pingsan. Sejak saat itu Vito yang awalnya suka

berbohong, sering terlambat ke sekolah berubah drastis. Vito yang tadinya

malas mulai rajin, bahkan hadir lebih awal di sekolah mendahului teman-

temannya. Sehingga Bu Maulindah memberikan apresiasi yang luar biasa

lewat dua jempol kepada Vito, Irfan menanggapi dengan pernyataan terbalik

bahwa sejak Vito rajin ke sekolah sudah tidak ada lagi siswa yang dihukum

dengan bercerita, menanggapi itu Bu Maulindah menawarkan diri untuk

bercerita menggantikan Vito.

Analisis:

Situasi percakapan wacana (29) memberikan informasi yang benar

bahwa Vito telah mengalami perubahan yang baik. Kebenaran informasi yang

disampaikan Bu Maulindah dapat dilihat dari koherensi tuturan-tuturannya

‘Saya ucapkan terima kasih sekaligus memberikan dua jempol kepada Vito

yang tak pernah lagi terlambat”’ Bu Maulindah menyaksikan sendiri

perubahan Vito oleh sebab itu, ucapan secara langsung disampaikan dengan

ucapan terima kasih dan dua jempol kepada Vito. Bu Maulindah tidak

melanggar maksim kualitas, hanya saja penutur kedua yakni Irfan dengan

tuturannya ‘Tapi, Bu, kita ndak pernah lagi dengar cerita dari Vito karena

tidak pernah lagi terlambat.’ Membalas tuturan pertama dengan tidak tepat

sehingga melanggar maksim kualitas. Berubahnya Vito dari segi sifat tidak

menutup kemungkinan bahwa Vito masih bisa menceritakan kisah yang jauh

Page 119: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

95

lebih menarik. percakapan kedua seharusnya dijawab oleh Vito agar menaati

maksim kualitas tetapi justru itu tidak terjadi. Pada percakapan ketiga Bu

Maulindah menanggapi percakapan kedua bahwa dirinya akan menggantikan

Vito bercerita jika mereka menginginkannya. Sehingga percakapan kedua

dan ketiga menaati maksim kualitas dan maksim relevansi.

Data 30

”Kamu belum tidur, To?” ”Belum ngantuk, Kek!” ”Belum ngantuk atau lagi pikirkan sesuatu?”

(LR, 2012:270)

Situasi percakapan:

Percakapan wacana (30) terjadi saat kakek datang ke kamar Vito, kakek

tahu kegelisahan Vito yang terus merindukan ayah dan adiknya Vino. Vito

yang sudah terbiasa akan diamnya kakek tentang keberadaan ayahnya pun

tidak banyak berkomentar, bahkan sering menyembunyikan apa yang

dipikirkannya.

Analisis:

Dalam komunikasi apabila seseorang tidak memberikan informasi yang

benar maka orang tersebut telah melanggar maksim kualitas. Kakek

sebenarnya telah mengetahui bahwa Vito sulit tidur bukan karena tidak

mengantuk, melainkan oleh beban pikiran. Percakapan kedua telah

melanggar maksim kualitas karena telah memberikan informasi yang salah.

Page 120: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

96

Dari percakapan tersebut muncullah implikatur bahwa kakek telah

mengetahui penyebab sulitnya Vito untuk memejamkan mata, meskipun Vito

tidak jujur dalam menjawab apa yang kakek tanyakan, kakek berusaha

menyakinkan Vito bahwa memang benar Vito sulit tidur karena memikirkan

sesuatu. percakapan pertama dan kedua tidak terjalin prinsip kerja sama

yang baik.

3). Maksim Hubungan atau Relevansi (The Maxim of Relevance).

Data 31

“Kamu ndak usah bangun kalo gitu, kamu sembunyi aja di kamar…”

“Ayah ini bagaimana, masa mendidik anak seperti itu?” “Ini situasinya darurat. Bayangkan kalo gurunya tahu dia

bohong…”

(LR, 2012:23)

Situasi percakapan:

Percakapan data (31) kakek berusaha membantu cucunya Vito untuk

sembunyi di kamar, guru dan teman-teman Vito datang berkunjung karena

informasi yang mereka dapat Vito sedang sakit. Apa yang dilakukan kakek ini

ditanggapi oleh Halimah sementara kakek terus membela cucu

kesayangannya itu.

Analisis:

Dalam ujaran (31) dapat dikatakan terdapat pelanggaran maksim

kuantitas dan relevansi pada percakapan pertama dan kedua. Kakek

sebenarnya berbicara pada Vito, namun ditanggapi oleh Halimah yang

Page 121: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

97

memberikan tanggapan terhadap pernyataan kakek. Pelanggaran maksim

relevansinya adalah ujaran yang tidak ada sangkut pautnya dengan

pernyataan kakek. Pada percakapan kedua dan ketiga terjadilah hubungan

dan relevansi Kalimat baru tersebut berisi pernyataan Halimah yang

ditanggapi kembali oleh kakek dan itu relevan tentang sesuatu yang sedang

dipertuturkan itu.

Implikatur yang ditampilkan Halimah yakni bahwa ia sedang mengganti

topik pembicaraan tetapi itu mengandung nasihat bahwa didikan kakek

terhadap Vito itu tidak benar. Dan kakek pun melakukan itu karena rasa

sayang yang berlebihan untuk melindungi cucunya.

Data 32

”Kamu pernah ke Pasar Amparita?” “Ada apa sih, Ma?Kok seperti aneh sekali dengar pasar

Amparita?” ”Bagaimana tidak aneh, Pasar Corawali saja kamu tak

pernah injak kalo tidak ditemani…”

(LR, 2012:76)

Situasi percakapan:

Vito selalu menggunakan waktu untuk mencari tahu tentang ayah dan

adiknya Vino, setelah mendengar kabar bahwa kakek dari ayahnya berada di

Amparita, Vito pun berusaha mencari tahu keadaan ayah dan adiknya di

Amparita, sehingga Halimah merasa aneh saat menanggapi pertanyaan Vito

sebelumnya, Halimah mengalihkan situasi pembicaraan dengan alasan

‘Pasar Corawali saja kamu tak pernah injak kalo tidak ditemani’. Vito belum

Page 122: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

98

pernah ke pasar Corawali sendirian. Selalu ditemani oleh ibunya. Apalagi

mau langsung ke pasar Amparita.

Analisis:

Ujaran Vito di atas dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas serta

relevansi, karena ujaran tersebut selain dapat dikatakan berlebihan, juga

keterkaitannya dengan pertanyaan Halimah dapat dikatakan tipis. Halimah

bertanya pada Vito, akan tetapi Vito berpendapat bahwa Halimah sangat

aneh jika pembahasannya adalah Amparita sehingga Halimah menanggapi

dengan jawaban yang relevan namun terlalu berlebihan sehingga kesannya

kurang tepat.

Oleh karena pelanggaran percakapan pertama dan kedua, maka ujaran

tersebut mengandung implikatur percakapan yakni, Halimah berusaha

menyembunyikan kebenaran dari Vito. Amparita adalah tempat Ilham selaku

ayah Vito dilahirkan. Hanya saja Ilham tidak tinggal di Amparita. Ilham tinggal

di Kalimantan Timur membawa serta Vino saudara kembar Vito. Halimah

ingin menjelaskan pada Vito agar Vito tidak salah paham terhadapnya,

Halimah pun merasa curiga dengan berbagai macam pertanyaan

sebelumnya yang ditanyakan oleh Vito karena pertanyaan itu selalu berkaitan

dengan Amparita .

Data 33

”saya tahu maksud ayah, Di sana sekarang ada emas, kan? Orang Pakka Sallo juga ramai-ramai membicarakannya.”

Page 123: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

99

”Jadi, kamu sudah tau? Terus kenapa tertawa? Kamu ndak percaya kalo Tonronge sekarang jadi tambang emas?”

”Ayah untuk memastikan tanah punya kadar emas atau tidak, itu ndak bisa dengan mata telanjang.”

(LR, 2012:197)

Situasi percakapan:

Percakapan Pak Amin dengan Ayahnya terkait areal persawahan

ratusan hektare yang tidak pernah dilirik lagi oleh para pemilikya. Begitu juga

dengan ayah Pak amin. Sekitar lima hektare sawahnya di lokasi itu tak

pernah lagi dikunjunginya. Ketiadaan irigasi membuat petani tergantung pada

air hujan. Pak Amin bukannya tidak percaya dengan lahan yang telah tertidur

puluhan tahun itu menyimpan emas di bawah lapisan tanahnya. Hanya saja,

rumor tentang emas itu muncul bersama dengan hal-hal yang berbau mistik.

Oleh sebab itu, pada percakapan di atas Pak Amin tertawa di depan

ayahnya. Untuk memeriksa kadar emas dalam tanah tidak hanya dengan

mata telanjang tetapi harus dilakukan dengan penelitian lebih lanjut dan

ilmiah apalagi belum ada bukti emas yang ditemukan di lahan tersebut.

Analisis:

Respons Ayah Pak Amin pada ujaran data (33) dapat dikatakan bingung

akan tindakan Pak Amin yang sudah tahu ada isu emas di Tonronge, tetapi

bersikap biasa saja. Jawaban ayahnya pada tuturan kedua adalah jawaban

tidak langsung bahwa memang benar di Tonronge ada emas. Pertanyaan

Page 124: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

100

ayahnya adalah bagian dari kekesalannya pada Pak Amin sehingga respons

tersebut dapat dikatakan tidak melanggar maksim relevansi. Di dalam

maksim hubungan atau relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama

yang baik antara penutur dan petutur, masing-masing hendaknya dapat

memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang

dipertuturkan.

Pak Amin ingin menegaskan pernyataan sebelumnya bahwa untuk

memastikan tanah punya kadar emas atau tidak, itu tidak bisa dibuktikan

dengan mata telanjang saja. Pernyataan Pak Amin hanya untuk

mempertegas bahwa sampai detik itu tidak ada bukti emas yang ditemukan

hanya isu semata.

Data 34

”Kamu mau apakan air itu?” ”Buat diminum, Pak,” ”Saya mengajak kalian ke sini bukan untuk menyakini

cerita-cerita mistik yang ada di balik sejarah sumur ini tapi untuk memperlihatkan kepada kalian, bahwa kisah Nenek mallomo yang melegenda di Sidrap benar-benar pernah terjadi. Bukan dongeng semata!”

(LR, 2012:142)

Situasi percakapan:

Percakapan wacana (34) adalah kelanjutan kisah perjalanan Pak Amin

dan kesembilan siswanya saat berada di Sungai Citta. Pak Amin melihat

Anugrah memasukkan air sumur ke dalam botol minumannya. Pak Amin

langsung menegurnya, bahwa air yang berada di sumur itu tidak boleh

Page 125: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

101

disalahgunakan untuk hal-hal mistik. Siswa-siswinya pun langsung mengunci

rapat-rapat pikiran yang sebelumnya beranggapan bahwa air sumur itu

benar-benar bisa membawa berkah dan mengusir roh-roh jahat. Pak Amin

bukan sekadar guru penjas, melainkan ustaz yang selalu menuntun mereka,

Pak Amin selalu mengingatkan mereka tentang shalat.

Analisis:

Ujaran (34) Anugrah tidak melanggar maksim relevansi, di mana Pak

Amin yang kembali bertanya mengenai motif Anugrah memasukkan air sumur

ke dalam botol minumannya. Dan setelah Anugrah membalas pada

percakapan kedua dengan jawaban singkat dan padat, Pak Amin

menanggapi dengan pernyataan yang berkaitan dengan pengetahuan dan

menyatakan bahwa ‘Saya mengajak kalian ke sini bukan untuk menyakini

cerita-cerita mistik yang ada di balik sejarah sumur ini tapi untuk

memperlihatkan kepada kalian, bahwa kisah Nenek Mallomo yang

melegenda di Sidrap benar-benar pernah terjadi. Bukan dongeng semata!’

Dalam maksim relevansi hendaknya dapat memberikan kontribusi yang

relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan agar terjalin kerja sama

yang baik antara penutur dan petutur.

Data 35

”Kenapa ya, Bu Maulindah sering sekali mengkhayal?” “Mikir jodoh kali ya?” “Jangan berisik, pesawat mau boarding nih!”

(LR, 2012:18)

Page 126: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

102

Situasi percakapan:

Ibu Maulindah menjadi bahan perbincangan dalam kelas hal itu

disebabkan oleh kebiasaannya yang sering melamun. Hal itu sangat wajar

karena Bu Maulindah adalah satu-satunya perempuan yang sudah sarjana di

Pakka Sallo, bahkan Bu Maulindah tidak pernah bermimpi untuk menjadi

seorang guru. Selain itu, Bu Maulindah juga belum menikah sementara

umurnya sudah menginjak 30-an tahun sehingga Waddah langsung

merespons dengan kalimat ‘Mikir jodoh kali ya?’ dan ‘Pesawat yang mau

boarding’ menurut Alif adalah Bu Maulindah yang akan masuk dalam ruang

kelas.

Analisis:

Ujaran Irfan, Waddah, dan Alif dapat dikatakan melanggar maksim

relevansi. Perhatikan percakapan tersebut ‘Kenapa ya, Bu Maulindah sering

sekali mengkhayal?’ dan ‘Mikir jodoh kali ya?’ serta ‘Jangan berisik, pesawat

mau boarding nih!’ Ujaran kedua dan ketiga tersebut sama sekali tidak ada

hubungannya. Ujaran pertama dan kedua sangat tipis sekali hubungannya,

Waddah menuturkan ujaran ‘Mikir jodoh kali ya?’ karena Waddah dan teman-

temannya mengetahui usia Bu Maulindah telah menginjak 30-an tahun ke

atas namun belum menikah, ketika masuk dalam ruangan pun Bu Maulindah

lebih banyak melamun daripada mengajar.

Page 127: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

103

Dugaan Waddah belum bisa dibenarkan karena konteks sebelumnya

menjelaskan bahwa Bu Maulindah tidak pernah bermimpi menjadi seorang

guru, cita-citanya adalah pegawai kantoran yang sukses di kota besar.

Implikasi yang muncul adalah siswa-siswi Bu Maulindah hanya menebak apa

yang menjadi penyebab sering melamunnya Bu Maulindah.

Data 36

”Namamu Vito? ”Vito Ilhamsyah Putra”

(LR,2012:39)

Situasi percakapan:

Pak Saleng adalah sahabat Ilham yang merupakan ayah Vito, saat Pak

Saleng ke Pakka Sallo membeli kerbau ia bertemu dengan Vito, ia tahu cerita

tentang kerbau kembar membuat Vito melamun sehingga Pak Saleng fokus

pada wajah Vito dan mengenalinya. Oleh sebab itu, Pak Saleng langsung

bertanya’Namamu Vito?’ setelah itu dibenarkan oleh Vito dengan menyebut

nama lengkapnya.

Analisis:

Pada wacana (36) Vito memberikan informasi yang relevan dengan

pertanyaan yang diberikan oleh Pak Saleng. Tuturan Pak Saleng untuk

menyakinkan dirinya sendiri bahwa anak yang berdiri di depannya itu

memang benar Vito. Jawaban dari petutur kedua menyebabkan terjalin kerja

sama yang baik antara keduanya.

Page 128: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

104

Data 37

”Kek,tengah malam gini, ngapain ke sini?” ”Saya kesini bawain sleeping bag kamu yang tertinggal.” ”Waduuh, Kek bukan tertinggal. Emang sengaja saya

ndak bawa…” ”Nah itu dia!Kakek ndak bisa tidur mikirin uang

belasungkawa…”

(LR, 2012:42)

Situasi percakapan:

Saat Vito dan teman-temannya berkemah, tiba-tiba kakek datang

menghampirinya dengan alasan membawa sleeping bag. Kakek gelisah

memikirkan uang belasungkawa yang diberikan oleh guru dan teman-teman

Vito serta berniat mengembalikannya. Sementara teman-temannya kaget

melihat kakek ternyata masih hidup, Pak Amin pun telah mengetahui

kebohongan Vito.

Analisis:

Pada wacana (37) ujaran pertama, kedua dan ketiga menaati

maksim relevansi atau hubungan. Sedangkan pada submaksim keempat

pernyataan kakek ‘Nah itu dia!’ sudah tepat tetapi tuturan yang mengikuti

tuturan awal sangat berlawanan arah dengan ujaran pertama, kedua, dan

ketiga. Ujaran keempat konteksnya berbeda, karena berhubungan dengan

Vito yang berbohong kepada guru dan teman-temannya bahwa alasan ia

tidak sekolah disebabkan meninggalnya kakek. Saat itu Vito dan Halimah

menerima uang belasungkawa dari sekolah, implikasi yang muncul adalah

Page 129: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

105

kakek mendatangi perkemahan Vito hanya untuk mengurangi

kegelisahannya serta mengembalikan uang belasungkawa yang tidak berhak

ia terima.

Data 38 ”Mama Sakit?” ”Saya menunggu kamu pulang sekolah!” ”Saya baru ingat ! Hari ini dua puluh sembilan september.

Saya ulang tahunya,Ma?”

(LR, 2012:238)

Siatuasi percakapan:

Saat pulang sekolah Vito melihat Halimah duduk di lego-lego.

Pemandangan itu jarang terjadi, biasanya Halimah berada di kebun mete

hingga sore. Vito mengira bahwa Halimah sedang sakit. Keanehan lain

adalah Halimah tidak pernah menunggunya khusus serupa itu. keningnya

masih mengernyit. Tatapan Vito menetaskan ribuan pertanyaan ke Halimah,

akhirnya Vito menemukan jawaban bahwa hari itu ulang tahunnya.

Analisis:

Wacana (38) pada ujaran pertama Vito bertanya pada Halimah ‘Mama

sakit?’ akan tetapi ditanggapi oleh Halimah dengan topik lain, lalu ditanggapi

secara berlebihan dan tidak relevan oleh Vito. Sehingga dalam percakapan

itu petutur dan mitratutur telah melanggar maksim hubungan atau relevansi.

Seharusnya kerja sama bisa terjalin karena ini hanya percakapan antara ibu

dan anak, masing-masing tidak memberikan kontribusi yang relevan tentang

Page 130: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

106

sesuatu yang sedang dipertuturkan. Percakapan Vito dan Halimah tersebut

mengandung implikatur yang bermakna keterbukaan, di mana Halimah

sebenarnya ingin menceritakan semua kisah tentang kepergian ayah serta

adik kembarnya yakni Vino. Begitu pun sebaliknya dengan Vito yang ingin

mengetahui keberadaan ayah serta adiknya. Akibat dari ketidakterbukaan

sejak awal terjadilah kecanggungan di antara ibu dan anak dalam

mengungkapkan apa yang menjadi beban pikiran sehingga keduanya tidak

menaati maksim relevansi atau hubungan.

Data 39

”Ayah pergi membawa adik Vino?” ”Nama ayah, Ilham kan, Ma?” ”Ayahmu seorang penganut Tolotang…”

(LR, 2012:240)

Situasi percakapan:

Percakapan antara Halimah dan Vito terkait kisah perpisahan Halimah

dengan Ilham ayah Vito. Halimah tidak bisa melupakan pengkhianatan Ilham.

Halimah membuktikan bahwa dirinya bisa merawat luka bekas kepergian

suaminya. Tetapi, kerinduannya pada Vino selalu ingin membuatnya berlari

melintasi pengunungan yang mengelingi Pakka Sallo demi menemui anaknya

itu. Setelah meninggalkan Halimah selama beberapa tahun Ilham kembali

kepada Halimah, namun itu hanya berlangsung dua tahun, setelah itu Ilham

membawa Vino lari meninggalkan Vito dan Halimah. Itulah sebabnya pada

Page 131: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

107

hari ulang tahun Vito digunakan Halimah untuk menceritakan segalanya pada

Vito.

Analisis:

Percakapan wacana (39), Vito bertanya pada Halimah ’Ayah pergi

membawa adik Vino?”’ dan pertanyaan pada ujaran kedua ‘Nama ayah,

Ilham kan, Ma?’ secara kualitas pertanyaan Vito hanya membutuhkan

jawaban ‘Ya’ atau ‘Tidak’ namun itu tidak terjadi. Dua kali Vito melontarkan

pertanyaan dan hanya dijawab sekali oleh Halimah itu pun bukan jawaban

yang diminta oleh Vito. Sehingga dapat ditarik simpulan bahwa percakapan

antara Vito dan Halimah telah melanggar maksim hubungan atau relevansi.

Mencermati jawaban Halimah pada ujaran ketiga ‘Ayahmu seorang

penganut Tolotang…’ Halimah tidak menjawab pertanyaan Vito, tetapi hanya

menuturkan sebuah pernyataan bermakna. Pernyataan inilah yang

memunculkan implikatur bahwa Halimah secara tidak langsung ingin

menjelaskan pada Vito bahwa salah satu penyebab perpisahan antara dia

dan ayahnya karena ayah Vito seorang penganut Tolotang. Harapan yang

muncul adalah Vito tidak perlu lagi menanyakan banyak hal karena satu

alasan sudah cukup untuk diketahuinya.

Data 40

”Ada yang bisa saya bantu, Pak?” ”Saya Japareng, Pak!”

(LR, 2012:259)

Page 132: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

108

Situasi percakapan:

Pada percakapan di atas Pak Japareng melangkah masuk ke kantor

untuk bertemu dengan Pak Bahtiar. Pak Japareng sangat marah kepada

tujuh siswa Pak Amin karena mereka adalah penyebab rusaknya ballo yang

di kelola Pak Japareng di pohon enau milikya. Kedatangannya untuk

melaporkan Pak Amin dan tujuh siswanya kepada kepala sekolah agar

mereka dihukum sesuai dengan apa yang mereka lakukan.

Analisis:

Pada wacana (40) Pak Bahtiar selaku Kepala Sekolah mempersilakan

kepada Pak Japareng agar masuk dalam ruangan dan dipersilakan duduk.

Pak Bahtiar mengira bahwa ada murid baru yang akan masuk sekolah

ternyata dugaannya salah. Pak Bahtiar bertanya ‘Ada yang bisa saya bantu,

Pak?’ kalimat yang diucapkan Pak Bahtiar adalah kalimat sopan sebagai

tanda menghargai tamu, akan tetapi jawaban dari Pak Japareng ‘Saya

Japareng, Pak!” kebalikan dari kesopanan karena dari segi ujaran

menegaskan bahwa ‘Sayalah Pak Japareng!’ orang paling berpengaruh di

Pakka Sallo karena penjualan ballonya. Tanda (!) adalah ketegasan dalam

perintah, itu menandakan Pak Japareng sangat marah ketika menghadap

Pak Bahtiar. Tujuannya adalah bertemu dengan Pak Amin dan ketujuh

siswanya.

Dari penjelasan di atas terjadilah pelanggaran maksim hubungan atau

relevansi, di mana tidak terjalin kerja sama. Jawaban ujaran kedua tidak

Page 133: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

109

sesuai dengan apa yang diminta oleh ujaran pertama. Implikasi yang muncul

saat itu adalah Pak Japareng mendatangi sekolah bukan dengan niat yang

baik melainkan untuk mencari pelaku yang menyebabkan kerusakan pada

pohon enau yang airnya akan dijadikan ballo.

4). Maksim Cara (The Maxim of Manner)

Dalam realisasinya, peserta tutur dalam sebuah interaksi menaati

maksim cara dengan cara menghindari tuturan yang kabur, menghindari

tuturan yang berarti ganda, tidak berbelit-belit, dan menyampaikan tuturan

secara teratur. Biasanya, tuturan yang menaati maksim kuantitas sekaligus

juga menaati maksim cara.

Data 41

”Korupsi itu sama dengan mencuri ya, Pak?” ”Ooohhh, jelassss!Koruptor itu di atasnya pencuri. Mereka adalah

penyamun-penyamun berdasi,” ”Jangan-jangan mereka penyebab kemarau panjang ini!” ”Kita tidak boleh memvonis seperti itu. Kita tanya hati kita masing-

masing dan jawab dengan hati kita masing-masing. Pernahkah kita tak jujur selama ini? Pernakah kita mencuri selama ini? Ingat putra Nenek Mallomo yang membawa petaka berkepanjangan hanya mencuri setangkai kayu. Itu pun niatnya bukan mencuri karena batang kayu yang dicurinya adalah kayu yang batangnya menjulur ke kebunnya.”

(LR, 2012:140)

Situasi percakapan:

Situasi percakapan data (41) menceritakan perjalanan Pak Amin dan

kesembilan siswanya menuju sumur Citta, sepanjang jalan mereka

disuguhkan cerita tentang Nenek Mallomo oleh Pak Amin. Pada zaman

Page 134: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

110

Nenek Mallomo manusia diazab dengan kemarau panjang karena ada rakyat

yang tidak jujur atau bahkan mencuri. Adnan menanyakan bahwa korupsi itu

sama dengan mencuri dan Pak Amin mendukung pertanyaan Adnan bahwa

koruptor itu di atasnya pencuri. Pak Amin banyak mengajarkan tentang

makna kehidupan pada siswa-siswanya.

Analisis:

Tuturan pada data (41) memiliki kadar kejelasan rendah, sehingga

kadar kekaburannya menjadi sangat tinggi. Tuturan penutur Pak Amin yang

berbunyi ‘Ooohhh, jelassss!Koruptor itu di atasnya pencuri. Mereka adalah

penyamun-penyamun berdasi,’ sama sekali tidak memberikan kejelasan

tentang apa yang sebenarnya diminta oleh penutur. Pertanyaan pertama

dibuka dalam tuturan tersebut ‘Korupsi itu sama dengan mencuri ya, Pak?’

pertanyaan itu hanya butuh penjelasan letak kesamaan korupsi dengan

pencuri. Jawaban Pak Amin pada awalnya ‘Ooohhh, jelas!’ artinya korupsi

dan mencuri itu sama, namun kalimat dibelakangnya menjelaskan kembali

bahwa koruptor itu di atasnya pencuri. kadar ketaksaan dan kekaburan yang

tinggi, akan menyebabkan Adnan bingung memahami makna yang

sebenarnya sehingga maknanya pun semakin kabur.

Dapat dikatakan demikian, karena kata itu dimungkinkan untuk

ditafsirkan bermacam-macam. Demikian pula dengan tuturan yang

disampaikan petutur Aldi, yakni ‘Jangan-jangan mereka penyebab kemarau

panjang ini!’ jika tidak ada penengah dalam percakapan maka dapat

Page 135: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

111

mendatangkan banyak kemungkinan penafsiran karena dalam tuturan

tersebut tidak jelas apa sebenarnya hubungan korupsi, mencuri dan

kemarau. Tuturan demikian dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama

karena tidak mematuhi submaksim ungkapan yang kabur, submaksim kata-

kata ganda, submaksim berbicara dengan singkat dan submaksim berbicara

dengan teratur.

Data 42

”kita harus membantu Pak Saleng menaikkan kerbau ke truknya. Ada yang punya ide?”

”Gimana kalau kita pancing” “Maksud kamu, kita naikkan rumput ke atas truk, siapa tau kerbau

itu mau memakan rumput itu?” “Kalau mau rumput ndak usah naik truk, tuh kan disekeliling truk

banyak rumput segar. Toh dia ndak minat.”

(LR, 2012:36)

Situasi percakapan:

Pak Saleng kesulitan menaikkan kerbaunya ke truk, padahal itu adalah

pekerjaan yang dilakoninya puluhan tahun. Melihat kejadian itu Pak Amin dan

siswa-siswanya berusaha untuk membantu. Mereka tidak hanya membantu

Pak Saleng, tetapi berusaha menjadikan suasana yang tadinya tegang

menjadi lebih ceria dengan bersenda gurau.

Analisis:

Pada data (42), tuturan kedua memiliki kadar kejelasan rendah,

sehingga kadar kekaburannya menjadi sangat tinggi. Tuturan penutur Irfan

Page 136: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

112

yang berbunyi ‘Gimana kalau kita pancing?’ sama sekali tidak memberikan

kejelasan tentang apa yang sebenarnya diminta oleh penutur, sehingga

diperjelas maknanya oleh Pak Amin ‘Maksud kamu, kita naikkan rumput ke

atas truk, siapa tahu kerbau itu mau memakan rumput itu?’ selanjutnya

ditanggapi kembali oleh Irfan ‘Kalau mau rumput ndak usah naik truk, tuh kan

di sekeliling truk banyak rumput segar. Toh dia ndak minat.’ Sehingga

semakin kabur jawaban yang diminta oleh penutur pertama.

Secara umum tuturan pertama telah memenuhi submaksim singkat

akan tetapi melanggar submaksim yang lain yakni tidak menyampaikan

informasi secara jelas kata “pancing” belum menunjukkan cara bagaimana di

pancing, tuturan ketiga tidak singkat dan tidak teratur lalu menjadi ambigu

pada tuturan keempat.

Data 43 ”Pekan depan, kita akan ikut lomba futsal

antarsekolah tingkat Kecamatan di Corawali!”. ”Kita harus jadi pemenang!” ”Kita ke Pangkajene?” ”Yess! Kalo begitu kita harus menang!” ”Kita harus latihan!”

(LR, 2012:233-234)

Situasi percakapan:

Percakapan data (43) terkait Pak Amin dan siswa-siswanya yang akan

mengikuti lomba futsal di Kecamatan Corawali. Pak Amin memberi mereka

semangat agar mereka tidak putus harapan walaupun jumlah laki-laki hanya

tujuh orang.

Page 137: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

113

Analisis:

Pada data (43) di atas, Pak Amin memberikan informasi kepada Alif

dan teman-temannya. Wacana di atas memiliki konteks akan ada

pertandingan lomba futsal antarsekolah di Kecamatan Corawali. Tuturan

kedua memberikan informasi bahwa mereka harus jadi pemenang.

Sedangkan tuturan ketiga menimbulkan efek tidak teratur dalam percakapan

tersebut karena telah mengetahui lombanya di Corawali, tetapi masih saja

bertanya ‘Kita ke Pangkajene?’ setelah itu pada tuturan berikutnya Alif

menuturkan ‘Yess! Kalo begitu kita harus menang!’ dan ‘Kita harus latihan!”’.

implikasi yang dimunculkan adalah agar bisa menang harus dilakukan

dengan latihan karena semangat saja tidak cukup.

Secara umum, penaatan maksim cara dalam sebuah interaksi memiliki

fungsi untuk menyampaikan informasi secara jelas, tidak ambigu, singkat,

dan teratur dalam rangka menunjang tercapainya tujuan interaksi yang

sedang diikuti. Secara khusus, penaatan maksim cara pada percakapan di

atas berfungsi untuk Pak Amin karena menyampaikan informasi yang jelas

sehingga tidak kabur, dan tuturan kedua Pak Amin berbicara dengan singkat

dan teratur, dan Alif berbicara tidak teratur pada tuturan ketiga, serta

meluruskan topik pembicaraan pada tuturan keempat dan kelima.

Pelanggaran maksim cara juga sering terjadi dalam sebuah interaksi,

baik submaksim pertama (menghindari ungkapan yang kabur), submaksim

kedua (menghindari kata-kata yang berarti ganda), submaksim ketiga

Page 138: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

114

(berbicara singkat), dan submaksim keempat (berbicara yang teratur).

Umumnya, peserta tutur melanggar maksim cara dengan cara memberikan

informasi yang berbelit-belit, tidak singkat, sehingga mitratutur tidak

mendapatkan informasi sebagaimana diinginkan.

3. Inferensi

Data 44

” Mau diapakan air itu?” ” Buat diminum Pak,” ”Saya mengajak kalian ke sini bukan untuk menyakini cerita-cerita

mistik yang ada dibalik sejarah sumur ini tapi untuk memperlihatkan kepada kalian, bahwa kisah Nenek Malomo yang melegenda di Sidrap benar-benar pernah terjadi. Bukan dongeng semata!”

(LR, 2012:142)

Situasi percakapan:

Percakapan di atas terjadi di sumur Citta, letaknya di pinggir jalan poros

menuju Pangkajene. Pak Amin menegur Anugrah yang memasukkan air

sumur ke dalam botol minumannya. Siswa-siswa Pak Amin mulai

beranggapan bahwa air sumur itu benar-benar bisa membawa berkah dan

mengusir roh-roh jahat. Oleh karena itu, Pak Amin selalu menuntun dan

mengingatkan siswa-siswanya untuk tidak menyakini hal-hal mistik.

Analisis:

Air yang dimaksud Pak Amin pada wacana tersebut adalah air sumur

Citta. Pak Amin bertanya langsung kepada Anugrah’ Mau diapakan air itu?’

karena, ia menyimpulkan hanya dari tindakan Anugrah yang mengisi air

Page 139: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

115

dalam botol. Yang digunakan adalah botol minumannya oleh sebab itu,

Anugrah berpeluang meminum air sumur tersebut. Air sumur Citta adalah

salah satu bukti kisah Nenek Mallomo yang melegenda di Sidrap dan benar-

benar pernah terjadi. Akan tetapi, bukti yang ada tidak bisa dijadikan alasan

kuat bahwa airnya dapat menyembuhkan orang sakit, membawa berkah, dan

mengusir roh jahat. Anugrah mengisi air sumur untuk diminumnya, hingga

Pak Amin langsung menyimpulkan bahwa itu mistik.

Data 45

”bisa kita bicara?saya ada bisnis menarik!” ”Dengan saya?Mau pesan Jadde’untuk besok?’

”Bukan mau pesan Jadde’. Boleh saya naik dulu ke rumah?”

(LR, 2012:200)

Situasi percakapan:

Firman berdiri di rumah I Cinnong, perempuan setengah bungkuk itu

baru pulang mencabut singkong di belakang rumahnya. I Cinnong adalah

pembuat Jadde, yang jarang dibeli oleh masyarakat karena mereka jijik

padanya. Kedatangan Firman hanya untuk membeli sawah I Cinnong di

Tonronge, tanah yang belakangan itu diyakini memiliki kadar emas, meski

belum dibuktikan dengan secara fisik. I Cinnong yang buta huruf sama sekali

tidak mengetahui maksud kedatangan Firman. Bahkan, ia beranggapan

Firman datang untuk membeli jadde buatannya.

Analisis:

Page 140: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

116

Firman baru datang dan mengatakan ‘Bisa kita bicara?saya ada bisnis

menarik!’, kata ‘bisnis menarik’ akan memunculkan praanggapan siapa pun

yang mendengarnya. I Cinnong penjual jadde, itu bagian dari usaha kecilnya

mencari uang, sehingga I Cinnong beranggapan Firman datang untuk

membeli jaddenya. Meski melakukan simpulan yang salah, konteks dari

situasi percakapan tidak salah karena berada di rumah I Cinnong selaku

penjual jadde. Ujaran firman kurang lengkap dan Firman pun tahu bahwa I

Cinnong sudah tua dan buta huruf, sehingga dapat ditarik simpulan atau

inferensi bahwa Firman memanfaatkan situasi I Cinnong agar dapat membeli

sawahnya dengan harga murah, meski pada akhirnya Firman mengalami

kerugian karena tanah tersebut tidak mengandung emas.

Data 46

“Kamu tutup hidung saja! Saya yakin kamu ndak tahan. Ndak usah malu-malu.”

(LR, 2012:150)

Situasi percakapan:

Vito datang ke rumah Pak Saleng, untuk mencari informasi tentang

keberadaan ayahnya. Pak saleng adalah pedagang sapi dan kulit sapi serta

kerbau, Pak Saleng yang sudah terbiasa dengan bau busuk dari kulit-kulit

sapi yang dibelinya sama sekali tidak menggunakan masker. Pak Saleng

Page 141: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

117

meminta Vito menutup hidung karena ia yakin Vito tidak seperti dirinya yang

sudah terbiasa dengan bau bangkai.

Analisis:

Kebanyakan orang yang tidak mengetahui konteks percakapan di atas

akan beranggapan bahwa bau apa yang dimaksud? Apakah bau wangi, bau

busuk sampah dan sebagainya. Ada beberapa orang yang justru terganggu

dengan wewangian tertentu. Sehingga salah memahami konteks akan salah

menginterpretasi makna. Karena informasi itu tidak langsung dinyatakan di

dalam teks. Dengan melihat sikap dan gerak-gerik Vito Pak Saleng dapat

merasakan bahwa Vito merasa terganggu dengan bau bangkai di bawah

rumahnya, oleh karena itu Pak Saleng menawarkan Vito untuk menutup

hidungnya.

3. Pendidikan Karakter dalam Novel Lontara Rindu Karya S. Gege

Mappangewa

a. Jujur

Jika membicarakan sosok guru di dalam novel Lontara Rindu karya

S. Gegge Mappangewa. Tokoh Pak Amin dan Ibu Maulindah bukanlah sentra

penting dalam novel ini, melainkan kehadiran keduanya tetap menjadi warna

tersendiri dalam hal pendidikan. Cara pandang yang khas dari Pak Amin

adalah menganggap semua muridnya sebagai juara dan memiliki potensi luar

biasa. Meskipun siswa-siswanya terlahir di dusun yang terpencil dengan

Page 142: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

118

fasilitas pendidikan yang sangat minim, Pak Amin tetap yakin mereka

memiliki potensi untuk maju dan senantiasa memotivasi mereka.

Pak Amin juga merepresentasikan paradigma pendidikan yang

terintegritas antara ilmu umum dan nilai-nilai agama serta nilai-nilai kearifan

lokal untuk membangun karakter budi pekerti siswa-siswanya. Hal ini

tercermin misalnya dalam percakapan mereka ketika melakukan perjalanan

ke sumur Citta peninggalan Nenek Mallomo, tokoh dalam sejarah Bugis yang

konon pada masanya terjadi kemarau panjang akibat seseorang yang

berlaku tidak jujur. Ketika itu dusun Pakka Salo juga dilanda kemarau

berkepanjangan. Pak Amin dengan apik menghubungkan antara hikmah dari

cerita tersebut tentang azab yang turun jika manusia tidak jujur, perintah

agama untuk berlaku jujur dan keadaan aktual kini yang penuh dengan

ketidakjujuran seperti korupsi.

Data 47

“Koruptor itu di atasnya pencuri, mereka itu penyamun-penyamun berdasi.”. Namun Pak Amin tidak sekadar mengutuk keadaan tetapi juga mengajak siswa-siswanya berefleksi, “Kita tanya hati kita masing-masing dan kita jawab masing-masing. Pernahkan kita tidak jujur selama ini? Pernahkan kita mencuri selama ini? Ingat putra Nenek Mallomo yang membawa petaka kemarau hanya mencuri sebatang kayu.” Efek dari refeleksi Pak Amin diceritakan bahwa Sarah, Alaudin dan Adnan siswa-siswanya menjadi menyadari kesalahan mereka

(LR, 2012:140).

Page 143: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

119

Pak Amin tidak memandang profesi guru sebagai subjek yang

bertugas “mengisi” siswa-siswanya dengan ilmu-ilmu yang diketahuinya.

Paradigma pengajaran Pak Amin adalah guru sebagai fasilitator dalam

mengembangkan kecerdasan siswa-siswanya yang beragam. Ketika

menghadapi suatu masalah Pak Amin tidak langsung menginstruksikan

pemecahan sendiri tetapi menfasilitasi siswa-siswanya untuk berdiskusi

mencari pemecahan. Pak Amin juga berparadigma bahwa pada dasarnya

tidak ada anak yang nakal, jika ada anak yang berkelakuan buruk bisa saja

karena mereka sedang tertimpa masalah tertentu. Kisah Vito yang berubah

sikapnya karena sangat merindukan sosok ayah bisa dirasakan oleh Pak

Amin dan menjadi pendamping bagi siswanya tersebut.

Kesabaran seorang guru dan orang tua dalam mendidik anak akan

membuahkan hasil yang baik, terkadang seorang anak mengharapkan

perhatian lebih dari orang tuanya.

Data 48

“La Palaga, apa yang terjadi dengan negeri ini? Sepanjang sejarah, baru kali ini negeri ini dilanda kemarau berkempanjangan,” ungkap Raja La Patiroi, saat Nenek Mallamo datang menghadap.

“Begini Puang (panggilan ningrat)! Kemarau panjang ini diakibatkan oleh salah seorang rakyat bahkan penghuni Sao Raja (istana) ini tidak jujur,” tegas Nenek Mallomo setelah memberi hormat pada Sang Raja.

“Tidak jujur? Maksud kamu?” Raja mengerutkan kening. “Tidak jujur itu bukan hanya berdusta, Puang, mencuri

juga termasuk dalam ketegori tidak jujur.”

(LR, 2012: 94 -95)

Page 144: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

120

Kutipan tersebut di atas menunjukkan bahwa betapa perilaku tidak

jujur itu sangat memberi nilai buruk bagi kehidupan. Kutipan dialog antara

Raja La Patiroi dengan Nenek Mallomo mengisyaraktan bahwa tindakan atau

sikap tidak jujur dapat menjadi awal munculnya malapetaka dalam kehidupan

ini. Bagi kehidupan masyarakat Bugis kondisi telah disadari bahwa kejujuran

itu sangat tinggi nilainya dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat.

Masyarakat Bugis percaya bahwa dengan bersikap tidak jujur maka

akan berdampak buruk bagi kehidupan mereka. Dampak buruk itu tidak

hanya dapat merugikan orang lain, akan tetapi jauh dari masyarakat Bugis

percaya bahwa dengan bersikap tidak jujur maka yang timbul hanyalah rasa

malu terhadap masyarakat atau orang lain yang hidup di sekitarnya. Dengan

demikian konsep kejujuran dalam kehidupan pergaulan masyarakat Bugis

sangat dijunjung tinggi karena dengan bersikap jujurlah harkat dan martabat

sebagai orang Bugis dapat terlindungi.

Pada sisi yang lain, kejujuran bagi masyarakat atau orang Bugis

selalu diikuti dengan perilaku adil. Perilaku adil juga merupakan salah satu

bagian yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam menjaga siri’nya.

Perilaku adil ini terpatri dengan jelas pada hukum adat yang diberlakukan

oleh masyarakat Bugis. Seperti yang terungkap pada kutipan berikut ini.

Data 49

“Puang, ade’ temmakkeana’ nennia temmakeappo (adat tak mengenal anak dan tak mengenal cucu)

Page 145: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

121

Nenek Mallomo sebagai hakim yang bijak lagi adil kemudian menjatuhkan vonis mati kepada putra tercintanya.

“Apa itu tidak terlalu berlebihan, Pagala?” “Puang, saya menghukumnya bukan karena kayu yang

dicurinya, tapi karena perbuatannya itu. Karenanya negeri ini telah dilanda kemarau berkepanjangan. Dia telah menyengsarakan rakyat.”

(LR, 2012: 95-96).

Berdasarkan kutipan tersebut, mengisyaratkan bahwa sikap adil

merupakan salah satu bagian kehidupan orang Bugis dalam menjaga nama

baiknya. Sikap tidak jujur yang dilakukan oleh anak Nenek Mallomo telah

membuatnya kehilangan nyawa. Pada sisi yan lain, keadilan tetap harus

ditegakan oleh Nenek Mallomo sekalipun ia mendapati bahwa pelaku dari

ketidakjujuran dalam hal pencuri itu adalah anaknya sendiri. Demi menjujung

tinggi harkat dan martabatnya lebih baik ia kehilangan anaknya daripada

harus mananggung rasa malu sepanjang hidupnya akibat perbuatan anaknya

yang telah menyengsarakan orang banyak. Bahkan pada kutipan yang lain

terungkap sebagai berikut.

Data 50

“Aku berpesan kepada tiga golongan: kepada raja, hakim, dan pelayan masyarakat. Jangan sekali-kali engkau meremahkan kejujuran itu. Berlaku jujurlah serta peliharalah tutur katamu, engkau harus tegas. Sebab kejujuran dan tutur kata yang baik itu memanjangkan usia. Oleh karena itu takkan mati kejujuran itu, takkan runtuh yang datar, takkan putus yang kendur, takkan patah yang lentur. “itu pesan Nenek Mallomo semasa hidupnya yang hingga kini tak banyak lagi yang mampu melaksanakan amanah itu.”

(LR, 2012:96)

Page 146: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

122

Dalam kenyataannya masyarakat Bugis menempatkan sikap jujur di

atas segala tindakan mereka dalam rangka berupaya keras menjaga harkat

dan martabatnya tetap dalam koridor nilai-nilai kebaikan dan terhindar dari

perbuatan yang dapat membuat mereka menjadi malu atau membuat harga

diri mereka menjadi tercoreng.

Masyarakat Bugis percaya bahwa dengan mengamalkan keempat

pesan yang dikatakan oleh Nenek Malamo akan menciptakan keteraturan

dalam hidup. Pesan tentang ‘takkan mati kejujuran itu’ dimaknai bahwa

kejujuran itu akan selalu dikenang. Dengan bersikap jujur seseorang akan

dapat dikenang dan ingat sifat sifat baiknya melalui perilaku jujurnya. Dengan

perilaku jujur itu secara tidak langsung akan membangkitkan sikap tegas

dalam diri seseorang. Hal itu dalam kehidupan orang Bugis menjadi sesuatu

yang sangat penting.

Makna ‘takkan runtuh yang datar’ bagi kalangan orang Bugis adalah

jika orang yang selalu membusungkan dada dan bertingkah sombong juga

angkuh, maka orang tersebut akan cepat tersingkir dari pergaulan dalam

masyarakat. sebaliknya orang yang sederhana seperti tidak menyombongkan

kedudukan akan menjadi lebih baik dan akan semakin dihargai

keberadaanya oleh orang lain. Sementara makna dari ‘takkan putus yang

kendur’ adalah lebih kepada sifat mengalah. Dalam pengertian bahwa

mengalah tersebut untuk menang, aman, dan damai.

Page 147: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

123

Filosofi tersebut mengajarkan kepada orang Bugis bahwa dalam

kehidupan ini tidak boleh ada sikap terburu-buru dalam bekerja ataupun

dalam mengambil suatu keputusan. Selain itu, pula bermakna bahwa kita

harus dapat mengontrol emosi dalam suasana apa saja dari yang kita hadapi

serta selalu membangun hubungan harmonis dengan sesama manusia yang

lain. Sedangkan makna dari ‘takkan patah yang lentur’ adalah kepandaian

seseorang dalam menempatkan diri di masyarakat. Dalam masyarakat yang

penuh dengan berbagai macam kepentingan diwajibkan bagi orang-orang

Bugis untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang lain atau seseorang yang

dihadapinya. Keberadaannya tidak boleh memihak kepada sesuatu yang lain

akan tetapi selalu berusaha untuk dapat bersikap adil ketika ada sesuatu

permasalahan dalam kehidupan yang dihadapinya.

b. Peduli sosial dan bersahabat

Kepedulian sosial terbangun karena bermukim dalam satu kampung,

sekalipun dalam kelompok ini terdapat orang-orang yang sama sekali tidak

ada hubungan darahnya/keluarga. Perasaan akrab dan saling menganggap

saudara/ keluarga muncul karena mereka sama-sama bermukim dalam satu

kampung memunculkan kepedulian sosial. Biasanya, mereka saling topang-

menopang, bantu-membantu dalam segala karena mereka saling

menganggap saudara senasib dan sepenaggungan. Perhatikan kutipan

berikut ini

Page 148: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

124

Data 51

“Vito memeluk temannya satu per satu dan mengucapkan terima kasih atas perjuangannya yang telah berhasil menyelamatkan lebih dari seperempat kebun mete…”

(LR, 2012:256)

Saat kebun mete terbakar, semua warga yang mengetahuinya turun

dari rumah dan berusaha membantu, termasuk Vito dan kawan-kawannya.

Mereka bergotong-royong membantu tetangga yang membutuhkan

pertolongan. Saat Vito diculik oleh orang yang tak dikenal, rumah Halimah

telah disesaki warga, demi menghibur dan dan mencari solusi bagaimana

cara menemukan Vito.

Data 52

“Saya sudah melapor ke kantor polisi. Kita berdoa saja, karena polisi sedang mengejar mereka dan merazia kendaraan sepanjang jalan menuju Makassar. Besok pagi, akan ada polisi yang datang ke sini untuk melaporkan hasilnya.”

(LR, 2012:304)

Kepedulian sosial dan bersahabat pada kutipan wacana di atas

terjalin antarsatu dengan yang lain. Mereka merasa senasib dan

sepenanggungan. Oleh karena jika seorang membutuhkan yang lain,

bantuan dan harapannya akan terpenuhi, bahkan mereka bersedia untuk

tidur melantai di lantai papan rumah panggung untuk menghibur hati tetangga

yang sedang kehilangan.

Page 149: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

125

c. Rasa ingin tahu

Bentuk rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang

mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang

dilihat, didengar, dan dipelajari secara mendalam. Rasa ingin tahu siswa Pak

Amin dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa cukup besar.

Hal tersebut terungkap ketika Pak Amin berniat mengajak siswanya untuk

field trip ke salah satu tempat bersejarah di Sidrap.

Rasa ingin tahu merupakan salah satu pendidikan karakter yang telah

ditetapkan oleh Kemendiknas, yang tentu saja harus dimiliki oleh peserta

didik. Rasa ingin tahu tumbuh karena adanya rasa penasaran yang

berkecamuk dalam diri seseorang sehingga membuatnya mencari jawaban,

salah satu cara mencari jawaban adalah dengan bertanya.

Anugrah adalah salah satu siswa Pak Amin yang di kepalanya tumbuh

rasa ingin tahu mengenai field trip. Anugrah bertanya kepada Pak Amin

meski dengan pengucapan yang salah, karena diucapkan dengan bahasa

Indonesia. Sementara Irfan merasa aneh karena yang akan dikunjungi hanya

sungai, padahal di kampungnya, Pakka Sallo terdapat pula banyak sungai.

Irfan kemudian mengungkapkan keanehan itu dengan cara bertanya kepada

Pak Amin. Untuk lebih jelasnya mengenai rasa ingin tahu Anugrah dan Irfan,

berikut kutipan datanya:

Data 53

Page 150: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

126

“Piltrip? Pil apa tuh, Pak? Tanya Anugrah sambil mencolek sambal dengan ubi goreng langsung dari ulekan.

“Field Trip! Itu sama dengan darmawisata. Saya akan mengajak kalian ke sebuah sumur di Allaukang.”

“Sumur? Di sungai sini juga banyak sumur, Pak,” sela Irfan”

(LR, 2012:91)

Berdasarkan kutipan tersebut, terungkap bahwa rasa ingin tahu

Anugrah tentang arti Pil. Cara pengucapan Anugrah tentang field trip tidak

benar, tetapi bukan berarti Anugrah berhenti pada ketidak tahuannya

tersebut. Ia (Anugrah) justru dengan berani bertanya kepada gurunya (Pak

Amin) arti dari kata field trip tersebut. Hal ini menunjukkan rasa ingin tahu

Anugrah sangat besar. Sedangkan rasa ingin tahu Vito, bukan pada sungai

yang akan dikunjungi, tetapi kampung yang bernama Amparita. Oleh karena

itu, tanpa sungkan Vito bertanya kepada Pak Amin mengenai Amparita.

‘Apakah Allaukang berdekatan dengan Amparita?’ cara bertanya Vito seolah

ada yang disembunyikan, itu terlihat dari tatapannya dan nada suaranya yang

serius.

Rasa ingin tahu Vito dijawab dengan tenang oleh Pak Amin tanpa

curiga jika ada maksud tertentu.

Data 54

“Oh iya, Pak! Allaukang yang akan kita kunjungi dekat dengan Amparita ya, Pak?” Vito bertanya dengan tatapan penuh harapan dan suara yang serius.

“Berbatasan! Kalau dari sini, Amparita dulu baru Allaukang, setelah itu Pangkajene Ibu Kota Kabupaten. Memang kenapa, To?

Page 151: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

127

(LR, 2012:92)

Berdasarkan kutipan tersebut, terungkap bahwa Vito merupakan anak

yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa

Vito memiliki salah satu ciri karakter yang baik. Bertanya merupakan gerbang

utama untuk mengetahui apa yang tidak diketahui atau memperjelas apa

yang telah diketahui, dengan kata lain untuk menambah pengetahuan.

C. Pembahasan

Hasil analisis novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa melalui

kajian konteks nonverbal wacana ditemukan Setting ’Latar’ dan Scene

’Suasana’, Participants’ Partisipasi, ‘Ends’ Hasil’, Act Sequences’ Pesan’,

Keys’ Cara’, Instrumentalities’ Sarana’, ‘Norm’ Norma’, dan‘Genre’ Jenis’.

Konteks wacana yang mendukung pemaknaan ujaran, tuturan, atau wacana

adalah situasi kewacanaan. Situasi kewacanaan berkaitan erat dengan tindak

tutur. Sejalan dengan pandangan Dell Hymes (1972) yang menyebut

komponen tutur dengan singkatan SPEAKING.

Setting and scene (latar tempat dan waktu serta suasana tutur) dalam

novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa ditemukan latar tempat

yakni di Desa Pakka Sallo, Kecamatan Corawali, Amparita, jalan poros

Pangkajene, sumur Citta, Rumah Sakit Nenek Mallomo, dan Danau

Sidenreng. Setting tempat tersebut secara umum berada di Kabupaten

Sidenreng Rappang (SIDRAP). Akhir cerita pertemuan antara Vito dengan

ayahnya terjadi di Kota Samarinda Kalimantan Timur. Setting waktu terjadi

Page 152: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

128

pagi, malam, dan siang hari. Ada pun suasana psikologi yang dialami

partisipan dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa adalah

sedih, bahagia, kecewa, marah, sabar, hal ini dijelaskan secara umum dalam

penyajian analisis data.

Participants (peserta) yang telibat adalah Vito tokoh utama, Vino adik

Vito sebagai tokoh pendukung, Halimah ibu dari Vito, Kakek, ayah Halimah

sekaligus kakeknya Vito, Ilham ayah Vito, Azis sepupu Halimah, Pak Amin

guru penjaskes vito, Ibu Maulindah guru IPS, Pak Bahtiar sebagai kepala

sekolah, Irfan, Adnan, Alif, Bimo, Sarah, Waddah, Allauddin yang merupakan

sahabat Vito, Jihang teman bermain Vino sewaktu kecil, Pak Saleng sahabat

Ilham, Pak Japareng penjual ballo, ayah Irfan, ibu Irfan, ayah Pak Amin,

Nadia istri kedua Ilham yang tinggal di Kota Samarinda.

Ends (hasil) merupakan tujuan akhir dari pembicaraan dalam setiap

kutipan data yang dianalisis. Tujuan akhir pembicaraan sangat beragam dan

berhubungan dengan Act atau bentuk pesan yang ada dalam novel Lontara

Rindu karya S. Gege Mappangewa. Bentuk pesan tersebut meliputi nasihat,

teguran, perkenalan, pelarian, pencarian, dan kemarahan.

Key (nada tutur) atau cara yang digunakan oleh partisipan dalam

berinteraksi dan komunikasi dengan lawan tuturnya adalah santai dan serius.

Ada pun Instrumentalities (sarana) yang digunakan dalam berbahasa adalah

lisan, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan bahasa Bugis,

bahasa merupakan kebudayaan utama dan telah lama berkembang dalam

Page 153: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

129

masyarakat Bugis yang disebut bahasa Ugi. Penggunaan bahasa daerah

setempat , yakni bahasa Bugis menunjukkan nilai budaya yang tinggi dalam

novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa dan menjadi identitas

daerah yang tetap digunakan dengan bangga oleh masyarakat setempat.

Petuah-petuah Bugis banyak diungkapkan dengan menggunakan

bahasa Bugis dan istilah-istilah yang biasa digunakan masyarakat dalam

mengungkapkan sesuatu dan menamai sesuatu yang ada dalam masyarakat.

Misalnya petuah Bugis yang terkenal hingga sekarang ini adalah Ade’t

emmakeana’ nennia temmakeappo’ yang memiliki arti adat tidak mengenal

adat dan tidak mengenal cucu. Ungkapan tersebut terdapat dalam novel

Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa yang menunjukkan bahwa

penggunaan bahasa Bugis yang terkenal hingga sekarang ini mengandung

pesan moral yang tinggi akan terasa lebih komunikatif jika menggunakan

bahasa setempat, di mana setting sebuah novel berada.

Norms (norma) mengacu pada perilaku partisipan dalam berinteraksi.

Dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa, partisipan

berinteraksi dengan perilaku marah, baik, sopan, jengkel, kecewa. Genre

(jenis) percakapan yang digunakan dalam novel Lontara Rindu karya S.

Gege Mappangewa adalah prosa fiksi.

Menurut George Yule (2006: 43) bahwa praanggapan atau presupposisi

adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum

menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur bukan

Page 154: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

130

kalimat. George Yule mengemukakan praanggapan terdiri atas enam jenis,

yaitu1) Praanggapan Eksistensial, 2) Praanggapan Faktif, 3) Praanggapan

Leksikal, 4) Praanggapan Struktural (PS), 5) Praanggapan NonFaktif (PNF),

6) Praanggapan Konterfaktual (PKF). Namun, dalam novel Lontara Rindu

karya S. Gege Mappangewa hanya ditemukan lima jenis praanggapan.

Praanggapan yang tidak ditemukan adalah Praanggapan Struktural (PS).

Praanggapan eksistensial adalah praanggapan yang mengasosiasikan

adanya suatu keberadaan. Selain itu, lebih umum dalam frasa nomina

tertentu. Dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa terdapat

empat jenis praanggapan eksistensial yaitu ada sebuah ‘kerbau’. ‘kerbau’

mempraanggapan keberadaan sebuah ‘kerbau’ di suatu tempat, yakni di

Tonronge. “Itu sana sawah ayahmu, cepat patok” keberadaan sawah tersebut

di Tonronge, dan menunjukkan hak milik dari ayahnya Pak Amin dan bukan

orang lain.

Selain itu, Kutipan wacana dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege

Mappangewa mengandung wacana eksistensial umum, jika Ibu Maulindah

“berhenti mengajar” maka praanggapan eksistensialnya adalah Ibu

Maulindah adalah seorang guru, seorang guru yang berhenti mengajar.

Praanggapan faktif mempraanggapan bahwa Halimah menebak

bagaimana masa depannya jika harus meninggalkan kepercayaannya selaku

pemeluk agama Islam. Halimah memilih gila daripada mengikuti tawaran

Ilham untuk menganut Tolotang. Apa yang dikatakan oleh Halimah

Page 155: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

131

berpotensi menjadi kenyataan sebab Halimah baru mengetahui bahwa Ilham

berasal dari keluarga Tolotang tetapi, untuk kembali ke rumahnya itu hal yang

mustahil.

Praaanggapan leksikal, praanggapan nonfaktif dan praanggapan

konterfaktual juga terdapat dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege

Mappangewa. Praanggapan struktural tidak ditemukan dalam novel Lontara

Rindu karya S. Gege Mappangewa, alur cerita tidak menampilkan informasi

yang dapat memunculkan praanggapan yang tepat dan dapat diasumsikan

kebenarannya. Dari pembahasan terkait praanggapan menurut George Yule

(2006: 43) yang menyatakan bahwa praanggapan atau presupposisi adalah

sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum

menghasilkan suatu tuturan adalah sejalan, selain itu, ditemukan teori yang

dapat bersinergi dengan pendapat George dan Yule bahwa penutur dalam

mengasumsikan sesuatu tidak hanya mencermati dari yang disampaikan

oleh lawan tutur, tetapi termasuk gerak-geri dan ekspresi wajah lawan tutur.

Grice (1991:309) menyatakan bahwa percakapan akan mengarah pada

penyamaan unsur-unsur pada transaksi kerja sama yang semula berbeda.

Penyamaan tersebut dilakukan dengan jalan: (1) menyamakan jangka tujuan

pendek, meskipun tujuan akhirnya berbeda atau bahkan bertentangan, (2)

menyatukan sumbangan partisipasi sehingga penutur dan mitratutur saling

membutuhkan, dan (3) mengusahan agar penutur dan mitratutur mempunyai

Page 156: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

132

pengertian bahwa transaksi berlangsung dengan suatu pola tertentu yang

cocok, kecuali bila bermaksud hendak mengakhiri kerja sama.

Dalam rangka memenuhi keperluan tersebut, Grice menyatakan teori

tentang aturan percakapan atau maksim yang dipandang sebagai

prinsip/dasar kerja sama. Prinsip kerja sama tersebut yakni berikanlah

sumbangan Anda pada percakapan sebagaimana yang diperlukan sesuai

dengan tujuan atau arah pertukaran pembicaraan yang Anda terlibat di

dalamnya (Grice 1975:45). Prinsip tersebut mengharapkan para penutur

untuk menyampaikan ujarannya sesuai dengan konteks terjadinya peristiwa

tutur, tujuan tutur dan giliran tutur yang ada. Prinsip kerja sama tersebut,

ditopang oleh maksim-maksim percakapan (maxim of conversation), yaitu :

maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi,maksim cara.

Maksim kualitas, kuantitas, relevansi, dan cara yang ditemukan dalam

novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa hanya sedikit yang sejalan

dengan prinsip Grice karena partisipan lebih banyak diperankan oleh anak-

anak yang tidak memahami bahwa seorang penutur diharapkan dapat

memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin

sesuai yang dibutuhkan. Partisipan kebanyakan menyela percakapan dengan

senda gurau sehingga terkadang melebihi bahkan tidak terkait dengan apa

yang dibutuhkan oleh penutur pertama. Ungkapan yang kabur, tidak jelas dan

tidak teratur kadang mempengaruhi makna sehingga muncullah implikasi

dalam percakapan. Oleh karena itu, penengah dalam percakapan sangat

Page 157: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

133

penting. Dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa Pak Amin

menjadi sosok yang sangat penting. Sebab, menjadi penengah dalam

percakapan yang melibatkan dirinya dengan siswa-siswinya.

Cummings (2007: 105) menyatakan, proses inferensi merupakan proses

yang dapat digunakan oleh lawan bicara untuk memperoleh implikatur-

implikatur dari ujaran penutur yang dikombinasikan dengan ciri-ciri konteks.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa inferensi merupakan proses penarikan

simpulan yang digunakan pendengar terhadap ujaran yang disampaikan

penutur dan simpulan tersebut ditentukan oleh situasi dan konteks.

Dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa, hanya

terdapat tiga inferensi. Penarikan simpulan pertama adalah pengamatan

melalui tindakan partisipan yang menyebabkan kecurigaan pada partisipan

lainnya. Kedua ada penarikan simpulan yang salah disebabkan oleh

kesalahan penutur pertama. Penarikan simpulan oleh lawan tutur tidak tepat

disebabkan lawan tutur memanfaatkan situasi lawan tutur yang kurang

berpendidikan.

Kemendiknas tahun 2010 mengeluarkan 18 nilai pendidikan karakter,

yakni religius, jujur, , toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,

demokratis, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai

prestasi,sikap, dan tindakan, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar

membaca, peduli lingkungan, dan peduli sosial. Dalam penelitian ini hanya

Page 158: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

134

ditemukan empat nilai pendidikan karakter, yakni jujur, rasa ingin tahu,

bersahabat/komunikatif, dan rasa peduli soaial.

Pak Amin juga merepresentasikan paradigma pendidikan yang

terintegritas antara ilmu umum dan nilai-nilai agama serta nilai-nilai kearifan

lokal untuk membangun karakter budi pekerti siswa-siswanya. Hal ini

tercermin misalnya dalam percakapan mereka ketika melakukan perjalanan

ke sumur Citta peninggalan Nenek Mallomo, tokoh dalam sejarah Bugis yang

konon pada masanya terjadi kemarau panjang akibat seseorang yang

berlaku tidak jujur. Ketika itu dusun Pakka Salo juga dilanda kemarau

berkepanjangan. Pak Amin dengan apik menghubungkan antara hikmah dari

cerita tersebut tentang azab yang turun jika manusia tidak jujur, perintah

agama untuk berlaku jujur dan keadaan aktual kini yang penuh dengan

ketidakjujuran seperti korupsi.

Pak Amin tidak memandang profesi guru sebagai subjek yang

bertugas “mengisi” siswa-siswanya dengan ilmu-ilmu yang diketahuinya.

Paradigma pengajaran Pak Amin adalah guru sebagai fasilitator dalam

mengembangkan kecerdasan siswa-siswanya yang beragam. Ketika

menghadapi suatu masalah Pak Amin tidak langsung menginstruksikan

pemecahan sendiri tetapi menfasilitasi siswa-siswanya untuk berdiskusi

mencari pemecahan. Pak Amin juga berparadigma bahwa pada dasarnya

tidak ada anak yang nakal, jika ada anak yang berkelakuan buruk bisa saja

karena mereka sedang tertimpa masalah tertentu. Kisah Vito yang berubah

Page 159: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

135

sikapnya karena sangat merindukan sosok ayah bisa dirasakan oleh Pak

Amin dan menjadi pendamping bagi siswanya tersebut.

Perilaku tidak jujur itu sangat memberi nilai buruk bagi kehidupan.

Kutipan dialog antara Raja La Patiroi dengan Nenek Mallomo

mengisyaraktan bahwa tindakan atau sikap tidak jujur dapat menjadi awal

munculnya malapetaka dalam kehidupan ini. Bagi kehidupan masyarakat

Bugis kondisi telah disadari bahwa kejujuran itu sangat tinggi nilainya dalam

hidup dan kehidupan bermasyarakat.

Masyarakat Bugis percaya bahwa dengan bersikap tidak jujur maka

akan berdampak buruk bagi kehidupan mereka. Dampak buruk itu tidak

hanya dapat merugikan orang lain akan, tetapi jauh dari masyarakat Bugis

percaya bahwa dengan bersikap tidak jujur maka yang timbul hanyalah rasa

malu terhadap masyarakat atau orang lain yang hidup di sekitarnya. Dengan

demikian, konsep kejujuran dalam kehidupan pergaulan masyarakat Bugis

sangat dijunjung tinggi karena dengan bersikap jujurlah harkat dan martabat

sebagai orang Bugis dapat terlindungi.

Pada sisi yang lain, kejujuran bagi masyarakat atau orang Bugis

selalu diikuti dengan perilaku adil. Perilaku adil juga merupakan salah satu

bagian yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam menjaga siri’nya.

Perilaku adil ini terpatri dengan jelas pada hukum adat yang diberlakukan

oleh masyarakat Bugis. Seperti yang terungkap pada kutipan berikut ini.

Page 160: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

136

Masyarakat Bugis percaya bahwa dengan mengamalkan keempat

pesan yang dikatakan oleh Nenek Malamo akan menciptakan keteraturan

dalam hidup. Pesan tentang ‘takkan mati kejujuran itu’ dimaknai bahwa

kejujuran itu akan selalu dikenang. Dengan bersikap jujur, seseorang akan

dapat dikenang dan ingat sifat sifat baiknya melalui perilaku jujurnya. Dengan

perilaku jujur itu, secara tidak langsung akan membangkitkan sikap tegas

dalam diri seseorang. Hal itu dalamkehidupan orang Bugis menjadi sesuatu

yang sangat penting.

Makna ‘takkan runtuh yang datar’ bagi kalangan orang Bugis adalah

jika orang yang selalu membusungkan dada dan bertingkah sombong juga

angkuh, maka orang tersebut akan cepat tersingkir dari pergaulan dalam

masyarakat. Sebaliknya orang yang sederhana seperti tidak

menyombongkan kedudukan akan menjadi lebih baik dan akan semakin

dihargai keberadaannya oleh orang lain. Sementara makna dari ‘takkan putus

yang kendur’ adalah lebih kepada sifat mengalah. Dalam pengertian bahwa

mengalah tersebut adalah untuk menang, aman, dan damai.

Filosofi tersebut mengajarkan kepada orang Bugis bahwa dalam

kehidupan ini tidak boleh ada sikap terburu-buru dalam bekerja ataupun

dalam mengambil suatu keputusan. Selain itu, pula bermakna bahwa kita

harus dapat mengontrol emosi dalam suasana apa saja dari yang kita hadapi

serta selalu membangun hubungan harmonis dengan sesama manusia yang

lain. Sedangkan makna dari ‘takkan patah yang lentur’ adalah kepandaian

Page 161: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

137

seseorang dalam menempatkan diri di masyarakat. Dalam masyarakat yang

penuh dengan berbagai macam kepentingan diwajibkan bagi orang-orang

Bugis untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang lain atau seseorang yang

dihadapinya. Keberadaannya tidak boleh memihak kepada sesuatu yang lain

akan tetapi, selalu berusaha untuk dapat bersikap adil ketika ada sesuatu

permasalahan dalam kehidupan yang dihadapinya.

Kepedulian sosial karena sikap bersahabat hal ini terbangun karena

bermukim dalam satu kampung, sekalipun dalam kelompok ini terdapat

orang-orang yang sama sekali tidak ada hubungan darahnya/keluarga.

Perasaan akrab dan saling menganggap saudara/ keluarga muncul karena

mereka sama-sama bermukim dalam satu kampung memunculkan

kepedulian sosial.

Saat kebun mete terbakar, semua warga yang mengetahuinya turun

dari rumah dan berusaha memba ntu, termasuk Vito dan kawan-kawannya.

Mereka bergotong-royong membantu tetangga yang membutuhkan

pertolongan. Saat Vito diculik oleh orang yang tak dikenal, rumah Halimah

telah disesaki warga, demi menghibur dan mencari solusi bagaimana cara

menemukan Vito.

Kepedulian sosial dan bersahabat pada kutipan wacana dalam novel

Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa terjalin antarsatu dengan yang

lain. Mereka merasa senasib dan sepenanggungan. Oleh karena jika seorang

membutuhkan yang lain, bantuan dan harapannya akan terpenuhi, bahkan

Page 162: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

138

mereka bersedia untuk tidur melantai di lantai papan rumah panggung untuk

menghibur hati tetangga yang sedang kehilangan.

Bentuk rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang

mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang

dilihat, didengar, dan dipelajari secara mendalam. Rasa ingin tahu siswa Pak

Amin dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa cukup besar.

Hal tersebut terungkap ketika Pak Amin berniat mengajak siswanya untuk

field trip ke salah satu tempat bersejarah di Sidrap. Rasa ingin tahu

merupakan salah satu pendidikan karakter yang telah ditetapkan oleh

Kemendiknas, yang tentu saja harus dimiliki oleh peserta didik. Rasa ingin

tahu tumbuh karena adanya rasa penasaran yang berkecamuk dalam diri

seseorang sehingga membuatnya mencari jawaban, salah satu cara mencari

jawaban adalah dengan bertanya.

Page 163: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

139

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Hasil temuan dan pembahasan unsur, jenis konteks wacana, dan

pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege

Mappangewa, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Unsur konteks meliputi Setting ’Latar’ dan Scene ’Suasana’, Participants’

Partisipas‘Ends’ Hasil’, Act Sequences’ Pesan’, Keys’ Cara’,

Instrumentalities’ Sarana’, ‘Norm’ Norma’, dan‘Genre’ Jenis’. Setting and

scene (Latar Tempat dan Waktu serta Suasana Tutur) dalam novel

Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa ditemukan latar tempat yakni

di Desa Pakka Sallo, Kecamatan Corawali, Amparita, jalan poros

Pangkajene, sumur Citta, Rumah Sakit Nenek Mallomo, dan Danau

Sidenreng. Setting tempat tersebut secara umum berada di Kabupaten

Sidenreng Rappang (SIDRAP). Akhir cerita pertemuan antara Vito dengan

ayahnya terjadi di Kota Samarinda Kalimantan Timur. Setting waktu terjadi

pagi, malam, dan siang hari. Adapun suasana psikologi yang dialami

partisipan dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa adalah

sedih, bahagia, kecewa, marah, sabar, hal ini dijelaskan secara umum

dalam penyajian analisis data.

Page 164: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

140

Participants (peserta) yang telibat adalah Vito tokoh utama, Vino adik

Vito sebagai tokoh pendukung, Halimah Ibu dari Vito, Kakek, ayah

Halimah sekaligus kakeknya Vito, Ilham ayah Vito, Azis sepupu Halimah,

Pak Amin guru penjaskes Vito, Ibu Maulindah guru IPS, Pak Bahtiar

sebagai kepala sekolah, Irfan, Adnan, Alif, Bimo, Sarah, Waddah,

Allauddin yang merupakan sahabat Vito, Jihang teman bermain Vino

sewaktu kecil, Pak Saleng sahabat Ilham, Pak Japareng penjual ballo,

ayah Irfan, ibu Irfan, ayah Pak Amin, Nadia istri kedua Ilham yang tinggal

di Kota Samarinda.

Ends (hasil) merupakan tujuan akhir dari pembicaraan dalam setiap

kutipan data yang dianalisis. Tujuan akhir pembicaraan sangat beragam

dan berhubungan dengan Act atau bentuk pesan yang ada dalam novel

Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa. Bentuk pesan tersebut

meliputi nasihat, teguran, perkenalan, pelarian, pencarian, dan kemarahan.

Key (nada tutur) atau cara yang digunakan oleh partisipan dalam

berinteraksi dan komunikasi dengan lawan tuturnya adalah santai dan

serius. Adapun Instrumentalities (sarana) yang digunakan dalam

berbahasa adalah lisan, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia

dan bahasa Bugis. Norms (norma) mengacu pada perilaku partisipan

dalam berinteraksi. Dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege

Mappangewa, partisipan berinteraksi dengan perilaku marah, baik, sopan,

Page 165: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

141

jengkel, kecewa. Genre (jenis) percakapan yang digunakan dalam novel

Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa adalah prosa fiksi.

2. Jenis eksternal konteks meliputi, praanggapan, implikatur, dan inferensi.

praanggapan yang terdapat dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege

Mappangewa terdiri atas lima jenis, yaitu1) Praanggapan Eksistensial, 2)

Praanggapan Faktif, 3) Praanggapan Leksikal, 4) Praanggapan NonFaktif

(PNF), 5) Praanggapan Konterfaktual (PKF).

Sedangkan implikatur meliputi maksim kualitas, kuantitas, relevansi dan

cara yang ditemukan dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege

Mappangewa hanya sedikit yang sejalan dengan prinsip Grice karena

partisipan lebih banyak diperankan oleh anak-anak yang tidak memahami

bahwa seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang

cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin sesuai yang dibutuhkan.

Partisipan kebanyakan menyela percakapan dengan senda gurau

sehingga terkadang melebihi bahkan tidak terkait dengan apa yang

dibutuhkan oleh penutur pertama. Ungkapan yang kabur, tidak jelas dan

tidak teratur kadang mempengaruhi makna sehingga muncullah implikasi

dalam percakapan. Oleh karena itu, penengah dalam percakapan sangat

penting. Dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa Pak

Amin menjadi sosok yang sangat penting. Sebab, menjadi penegah dalam

percakapan yang melibatkan dirinya dengan siswa-siswinya.

Page 166: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

142

Dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa, hanya

terdapat tiga inferensi. Penarikan simpulan pertama adalah pengamatan

melalui tindakan partisipan yang menyebabkan kecurigaan pada partisipan

lainnya. Kedua ada penarikan simpulan yang salah disebabkan oleh

kesalahan penutur pertama. Penarikan simpulan oleh lawan tutur tidak

tepat disebabkan lawan tutur memanfaatkan situasi lawan tutur yang

kurang berpendidikan.

Pendidikan karakter yang ditemukan dalam penelitian ini hanya empat

nilai pendidikan karakter, yakni jujur, rasa ingin tahu,

bersahabat/komunikatif, dan rasa peduli sosial. Masyarakat Bugis percaya

bahwa dengan bersikap tidak jujur maka akan berdampak buruk bagi

kehidupan mereka. Dampak buruk itu tidak hanya dapat merugikan orang

lain, akan tetapi jauh dari masyarakat Bugis percaya bahwa dengan

bersikap tidak jujur maka yang timbul hanyalah rasa malu terhadap

masyarakat atau orang lain yang hidup di sekitarnya. Dengan demikian

konsep kejujuran dalam kehidupan pergaulan masyarakat Bugis sangat

dijunjung tinggi karena dengan bersikap jujurlah harkat dan martabat

sebagai orang Bugis dapat terlindungi.

Pada sisi yang lain, kejujuran bagi masyarakat atau orang Bugis selalu

diikuti dengan perilaku adil. Perilaku adil juga merupakan salah satu

bagian yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam menjaga siri’nya.

Perilaku adil ini terpatri dengan jelas pada hukum adat yang diberlakukan

Page 167: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

143

oleh masyarakat Bugis. Seperti yang terungkap pada kutipan berikut ini.

Masyarakat Bugis percaya bahwa dengan mengamalkan keempat pesan

yang dikatakan oleh Nenek Malamo akan menciptakan keteraturan dalam

hidup. Pesan tentang ‘takkan mati kejujuran itu’ dimaknai bahwa kejujuran

itu akan selalu dikenang. Dengan bersikap jujur seseorang akan dapat

dikenang dan ingat sifat sifat baiknya melalui perilaku jujurnya. Dengan

perilaku jujur itu, secara tidak langsung akan membangkitkan sikap tegas

dalam diri seseorang. Hal itu dalamkehidupan orang Bugis menjadi

sesuatu yang sangat penting.

Makna ‘takkan runtuh yang datar’ bagi kalangan orang Bugis adalah

jika orang yang selalu membusungkan dada dan bertingkah sombong juga

angkuh, maka orang tersebut akan cepat tersingkir dari pergaulan dalam

masyarakat. Sebaliknya, orang yang sederhana seperti tidak

menyombongkan kedudukan akan menjadi lebih baik dan akan semakin

dihargai keberadaannya oleh orang lain. Sementara makna dari ‘takkan

putus yang kendur’ adalah lebih kepada sifat mengalah. Dalam pengertian

bahwa mengalah tersebut adalah untuk menang, aman, dan damai.

Filosofi tersebut mengajarkan kepada orang Bugis bahwa dalam

kehidupan ini tidak boleh ada sikap terburu-buru dalam bekerja ataupun

dalam mengambil suatu keputusan. Selain itu, pula bermakna bahwa kita

harus dapat mengontrol emosi dalam suasana apa saja dari yang kita

hadapi serta selalu membangun hubungan harmonis dengan sesama

Page 168: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

144

manusia yang lain. Sedangkan makna dari ‘takkan patah yang lentur’

adalah kepandaian seseorang dalam menempatkan diri di masyarakat.

Dalam masyarakat yang penuh dengan berbagai macam kepentingan

diwajibkan bagi orang-orang Bugis untuk dapat menyesuaikan diri dengan

orang lain atau seseorang yang dihadapinya. Keberadaannya tidak boleh

memihak kepada sesuatu yang lain, akan tetapi selalu berusaha untuk

dapat bersikap adil ketika ada sesuatu permasalahan dalam kehidupan

yang dihadapinya.

Kepedulian sosial karena sikap bersahabat hal ini terbangun karena

bermukim dalam satu kampung, sekalipun dalam kelompok ini terdapat

orang-orang yang sama sekali tidak ada hubungan darahnya/keluarga.

Perasaan akrab dan saling menganggap saudara/ keluarga muncul karena

mereka sama-sama bermukim dalam satu kampung memunculkan

kepedulian sosial. Biasanya, mereka saling topang-menopang, bantu-

membantu dalam segala karena mereka saling menganggap saudara

senasib dan sepenaggungan. Saat kebun mete terbakar, semua warga

yang mengetahuinya turun dari rumah dan berusaha membantu, termasuk

Vito dan kawan-kawannya. Mereka bergotong-royong membantu tetangga

yang membutuhkan pertolongan. Saat Vito diculik oleh orang yang tak

dikenal, rumah Halimah telah disesaki warga, demi menghibur dan

mencari solusi bagaimana cara menemukan Vito.

Page 169: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

145

Bentuk rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang

mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang

dilihat, didengar, dan dipelajari secara mendalam. Rasa ingin tahu siswa

Pak Amin dalam novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa cukup

besar. Hal tersebut terungkap ketika Pak Amin berniat mengajak siswanya

untuk field trip ke salah satu tempat bersejarah di Sidrap. Rasa ingin tahu

merupakan salah satu pendidikan karakter yang telah ditetapkan oleh

Kemendiknas, yang tentu saja harus dimiliki oleh peserta didik. Rasa ingin

tahu tumbuh karena adanya rasa penasaran yang berkecamuk dalam diri

seseorang sehingga membuatnya mencari jawaban, salah satu cara

mencari jawaban adalah dengan bertanya.

B. Saran

Berkenaan dengan pembahasan dan simpulan di atas, maka penulis

juga akan memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan

manfaat kepada dunia pendidikan khususnya bahasa Indonesia yakni :

1. Kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari lingkungan sosial, untuk

dapat bersosialisasi dengan baik khususnya dengan sesama. Manusia di-

tuntut untuk memahami budaya dan karakter lainnya yakni mempelajari

dengan seksama dan melestarikan perayaan yang bernilai positif dari

adat- istiadat dan kebudayaan secara umum yang baik dari lingkungannya.

1. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia mengenai sarana komunikasi yang

menjadikan novel Lontara Rindu karya S. Gege Mappangewa sebagai

Page 170: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

146

medianya, diharapkan guru dapat memberikan penjelasan yang lebih

dalam mengenai makna-makna secara implisit yang terkandung di dalam

novel tersebut. Dengan penjelasan yang dalam dan memadai, siswa

diharapkan memiliki pengertian yang baik dan sesuai dengan tujuan

pembelajaran dan siswa dapat mencontoh bagaimana adat budaya yang

baik, tindak percakapan yang sopan terhadap orang tua, dan lebih

mengenal budaya lokalnya pada novel tersebut.

2. Dalam peranannya sebagai fasilitator, guru hendaknya mengacu pada

tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sehingga tidak terbawa oleh

keinginan siswa untuk membahas hal-hal yang tidak ada relevansinya

Page 171: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

147

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2002. Ragam Bahasa Indonesia. J. B. Wolters-Groningen:

Jakarta. Aminuddin. 2002. Analisis Wacana. Kanal: Yogyakarta Arcan, Denzin, Norman.K., dan Lincoln, V. S. 2009. Hand Book of Qualitative

Research. PustakaPelajar: Yogyakarta. Arifin, Bustanul dan Rani, A. 2006. Analisis Wacana. Sebuah Kajian Bahasa

dalam Pemakaian. Bayu Media Publishing: Malang Brown, Gillian and Yule, George.1996. Analisis Wacana. DiIndonesiakan oleh

I.Soetikno. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Cuming, Louise. 2005. Pragmatics a Multidisciplinary Perspective.

Endinburgh University Press: George Square. Dardjowidjojo, Soenjono (Ed.). 1985. Perkembangan Linguistik di Indonesia.

Cipta Gramedia : Jakarta. Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3. Balai Pustaka.

Jakarta. Djajasudarma, Fatimah. 2012. Wacana dan Pragmatik. PT. Rafika Aditama:

Bandung. Eriyanto. 2005. Analisis Wacana. Pengantar Analisis Teks Media.

LKIS.Pelangi Pelajar: Yogyakarta. Grice, H.P. 1991. Logic and Conversation. Dalam Davis, S. (Ed.), Pragmatics:

A Reader . Oxford University Press: New York Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi.

Alfabeta: Bandung. Hadi, Amirul. 2003. Teknik Mengajar Sistematika. Rineka Cipta. Jakarta. Halliday, M.A.K, dan Ruqaiya Hasan. 1985. Bahasa, Konteks danTeks:

Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial,

Page 172: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

148

diterjemahkan oleh Asruddin Barori Tou.Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Herawati, Nanik. 2008. Analisis Wacana Syair Lagu Anak-Anak Karya A.T

Mahmud Kajian Eksternal dan Internal. Hymes, Dell. 1972. Foundation in Socialinguistic. An Ethnographic Approach.

University of Pensylvania: Philadelpia. Kaelan, M. S. 1998. Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya.

Paradigma: Yogyakarta. Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Kartika: Surabaya.

Kaswanti Purwo, Bambang. 1984. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.

Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter

Bangsa. Puskur-Balitbang Kemendinas: Jakarta. Khusnia, Furoidatul. 2006. Gaya Penuturan pada Salawat Nabi. Tidak

Dipublikasikan. Leech, Geofrey. 1976. Semantik 1 dan 2 (Terjemahan J. Hendriex). Uitgeverij

het Spectrum: Utrecht. Liye, Tere. 2016. Hujan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Malinowsky, Bronislaw. 1923. The Problem of Meaning in Primitive

Languange, dalam Ogeden, C,K dan IA Richards(ed). The Meaning of Meaning. Rouledge Keegan. Paul.Ltd: London.

Mappangewa, S. Gege. 2012. Lontara Rindu Republika: Makasar

Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Yogyakarta.

Naily, Mutia. 2012. Analisis Wacana Puisi Kembang Sepasang Karya Joko

Pinurbo (Analisis Konteks, Aspek Gramatikal, dan Leksikal). Nurchaily. 2010. Membentuk Karakter Siswa melalui Keteladanan Guru.

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Vol. 16. Edisi Khusus III, Oktober 2010. Balitbang Kemendiknas. Jakarta.

Page 173: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

149

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar. 2014.

Pedoman Penulisan Tesis: Makasar. Refatterr.1978,Sociolinguistics. Cambridge University Press: Camridge.

Semi, M. Atar. 1993. Anatomi Sastra. Angkasa Raya. Padang.

Soekemi. S. 1988. Fragmentasi Sumber Data. Karunika: Jakarta

Stanton, Robert. 2007. An Introduction to Fiction. (Diterjemahkan oleh Sugihastuti). Pustaka Pelajar :Yogyakarta.

Sumarlam. 2005. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Pustaka Cakra:

Surakarta. Sumarsono. 2011. Sosiolinguistik. PustakaPelajar: Yogyakarta.

Suryaman, M. 2011. Menuju Pembelajaran Sastra yang Berkarakter dan Mencerdaskan. Makalah. Disajikan dalam Pekan Sastra pada 30 April 2011. Universitas Sebelas Maret: Surakarta

Syamsuddin, A.R. 1992. Studi Wacana: Teori Analisis-Pengajaran. FPBS

Press: Bandung Tarigan, H.G. 1987. Pengajaran Wacana. Angkasa: Bandung.

Trilaksono. 2006. Drama Mayor Barbara karya George Bernardshow. Tidak Dipublikasikan.

Waluyo, H.J.2002. Pengkajian Sastra Rekaan. Widyasari Press: Salatiga.

Wellek, Rene and Warren, Austin. 1989. Theory of Literature. Cox & Wymann Ltd: London.

Page 174: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

Lampiran 1 : Sinopsis Novel

1. Judul Buku : Lontara Rindu 2. Pengarang : S. Gege Mappangewa 3. Penerbit : Harian Republika 4. Tempat Terbit : Jakarta 5. Cetakan ke- : 2 juni, 2014 6. Tebal : viiii+343 halaman 7. ISBN : 978-602-7595-01-9

Kehidupan Vito yang sederhana tak membuatnya patah semangat. Vito

dilahirkan di Pakka Sallo Desa terpencil di Sidenreng Rappang, saat dalam

kandungan ibunya, Vito ditinggal sang ayah ke Kalimantan,Vito memiliki

saudara kembar bernama Vino. Saat berumur satu tahun, Ilham ayah Vino

dan Vito kembali ke Pakka Sallo dan kembali berpura-pura menjadi muslim.

Satu tahun kemudian Ilham kembali menganut Tolotang dan membawa lari

Vino.

Halimah dan ayahnya sangat terpukul atas kejadian itu hingga mereka

mendidik dan menjaga Vito dengan sangat baik. Halimah dan ayahnya

sangat tertutup perihal Ilham dan Vino, Vito yang merupakan anak cerdas

dan kritis mulai bertanya tentang ayah dan saudaranya. Vito terus bertanya

pada ibu dan kakeknya tetapi mereka diam seribu bahasa hingga akhirnya

Vito memutuskan untuk mencari informasi dari guru dan sahabat ayahnya.

Selama proses pencarian itu, Vito melalui masa kecil bersama kesembilan

temannya tidak hanya pelajaran sekolah yang didapatnya tetapi pendidikan

moral dan keagamaan yang baik dari Pak Amin dan Bu Maulindah.

Page 175: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

Pendidikan itu pula yang membuat Vito yang tadinya nakal dan suka

berbohong akhirnya berubah. Vito kembali menjadi anak rajin, pintar dan

mandiri. Pencarian Vito berlanjut, setelah mendesak kakek dan ibunya untuk

menceritakan kejadian sebenarnya Vito makin bersemangat untuk mencari

sang ayah. Terlepas dari kesalahan Ilham, Vito tetapi percaya beberapa

kesalahan yang dibuat Ilham tak akan menghapus status sebagai seorang

ayah apalagi masa kecil hingga dua tahun dilaluinya bersama sang ayah.

Vito memulai pencarian dengan berkunjung di rumah Pak Saleng di

Corawali, dari Pak Saleng Vito mendapat alamat ayahnya di Samarinda

Kalimantan Timur. Pencarian kedua adalah dengan meminta izin kepada ibu

dan kakeknya untuk ke Periyammeng, Amparita. Tempat di mana ritual

tahunan rutin diadakan orang Tolotang. Menurut informasi yang didapat ritual

yang diadakan sekali dalam setahun itu akan menjadi ajang berkumpulnya

orang-orang Tolotang. baik dari daerah Sulawesi Selatan maupun yang

merantau ke Provinsi lain. Harapan Vito untuk bertemu ayahnya gagal, yang

ia temui hanya Jihang teman masa kecil Vino dan Uwa’ yang merupakan

ayah dari Ilham.

Vito kembali ke Pakka Salo dengan kecewa, tetapi masih dengan

harapan besar. Usahanya untuk bertemu sang ayah gagal lagi, Vito mulai

belajar memahami dan menerima kenyataan, usianya masih terlalu muda

untuk merantau ke Samarinda. Dua bulan berakhir setelah pencarian

keduanya, Vito diculik oleh orang yang tak dikenal. Halimah dan ayahnya

Page 176: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

panik. Pak Amin dan teman-teman Vito berusaha mencari, tetapi hingga

malam hari Vito tak ditemukan. Motor yang membawa Vito berbelok ke arah

Pare-Pare, Vito tak merasa diculik. Lelaki yang menjemputnya adalah

suruhan dari Nadia istri kedua ilham. Nadia memenuhi janjinya pada Ilham

untuk mempertemukannya dengan Ilham.

Vito menyadari akan kesedihan ibu dan kakeknya, tetapi tak ada pilihan

lain agar bisa bertemu sang ayah Vito harus menuruti perintah suruhan

ayahnya. Setibanya di Samarinda Vito sempat kecewa karena ayahnya tak

menjemput. Ketika tiba di sebuah rumah besar nan megah Vito sangat

takjub, ayahnya menjadi perantau sukses berbanding terbalik dengan

kehidupannya di Pakka Salo.

Pertemuan Vito dan Vino sangat mengharukan. Vino mengajak Vito ke

sebuah kamar di mana ayah mereka terbaring kaku. Air mata Vito tak

terbendung lagi, inilah alasan Vito diculik, ayahnya sakit parah hanya

menunggu maut menjemput. Rasa bahagia Vito karena ayah dan adiknya

masuk Islam dan kesedihan mendalam ia tak dapat bercengkerama dengan

ayahnya. Tiga hari tinggal di Samarinda, Vito pamit untuk pulang ke Pakka

Salo, berat meninggalkan ayahnya, tetapi lebih berat lagi Vito meninggalkan

ibunya yang saat itu sangat berduka. Vito berharap Vino bisa menjaga

ayahnya dengan baik begitupun Vito akan menjaga ibunya dengan baik. Vito

berusaha kuat dan tegar sebagaimana ia melalui masa kecil tanpa sosok

seorang ayah dan adik.

Page 177: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

Lampiran 2: Biografi S. Gege Mappangewa

BIOGRAFI S. GEGE MAPPANGEWA

S. Gege Mappangewa lahir di Sidenreng Rappang, 31 Desember 1974.

Suami dari Nuvida Raf ini adalah alumni Universitas Muslim Indonesia,

Fakultas Teknik Jurusan Mesin, Makassar.

Pengalaman menulis, juara I Lomba Menulis Cerita Pendek Islami

Majalah (LMCPI) Anninda 2008. Juara III Lomba Cipta Cerpen Aneka Yess!

2002. Pemenang Lomba Tulis Cerita Gokil/Lucu Media Kita, 2007,

Universitas Hasanuddin. Juara Harapan Lomba Menulis Cerita Anak oleh

Guru Majalah Bobo (2011). Lebih dari seratus cerpennya, termuat di

beberapa Media (Republika, Aneka Yess!, Keren Beken, Anninda, Sabili,

Fantasi Teen, Muslimah, Favorit, Jelita, dll).

Buku- bukunya yang telah diterbitkan antara lain ; sebuah novel lucu

Cupider-Man 3G (LPPH, 2008). Kumpulan cerpen pribadi, Kupu-Kupu Rani

(LPPH, 2005) dan Save in Your Heart (Zikrul, 2007). Antologi cerpen lucu

Suparman Pulang Kampung (LPPH, 2007) dan 20 cerita Gokil (Mdia Kita,

2007. Antologi esai Ketika Penulis Jatuh Cinta (LPPH, 2005) dan Miss Right

Where Are you (LPPH, 2005) dan novel anak Janji Sepasang Layang-Layang

(Mitra Bocah Muslim/MBM, 2006). Ustadz Jefri pun Menangis (MBM, 2007),

Peribahasa Terindah (MBM, 2008) dan Rahasia Boneka Nasywa (2009).

Penulis bergiat di Forum Lingkar Pena, sebagai dewan penasehat dan

sebagai Kepala Sekolah SMP Plus Al Ashari.

Page 178: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

Lampiran 1 : Korpus Data Konteks Nonverbal Wacana, Unsur Eksternal

Wacana dan Pendidikan Karakter Novel Lontara Rindu Karya

S. Gege Mappangewa

N

o

Fokus

Penelitian

Data Terpilih

Sumber

A

.

1.

Konteks Nonverbal

Wacana

a) Setting ’latar’ dan scene ’suasana’, b) Participants’ partisipasi’, c) Ends ’ hasil’, (d) act sequences ’pesan’, e) Keys ’cara’, f)Instrumentalities ’sarana’, g) Norm ’norma’, dan h) Genre’jenis’.

1.

“Mau kemana?” Seorang laki-laki sepantaran dengannya, yang dari gelagatnya juga senasib dengannya, mendekat. “Co-Corawali!” jawabnya dengan gugup. “Saya mau ke Amparita. Tapi sepertinya tak ada lagi mobil malam ini.” Halimah melirik lelaki yang berdiri tak jauh dari sampingnya. Di bawah lampu jalan yang mulai temaran, lelaki itu mendapat penilaian sempurna di matanya. Bukan hanya wajah. Dari cara bicaranya yang sopan, Halimah menangkap kesan jika lelaki itu berpendidikan. “Kenapa bisa kemalaman?”. Lelaki itu membuka topik. “Saya dari menjelang magrib berdiri disini…,” ucap Halimah tanpa sekali pun menatap mata lawan bicaranya. “Menjelang magrib? Kalo menjelang magrib, harusnya tadi nunggu di terminal. Biasanya mobil yang full penumpang ndak lewat sini lagi, tapi mengambil jalur lewat depan Rumah Sakit Nenek Mallomo. Di sini khusus nunggu mobil dari Parepare.” “Kalau tidak ada angkot hingga isya, saya bisa pinjam mobil kakak sepupu saya yang di sini. Saya janji akan antar kamu sampai ke Corawali.”

Novel Lontara

Rindu, 2012:46-48

Page 179: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

2. “ingat! Ini sekolah baru! Kalau kalian tak bisa di atur, bisa-bisa pemerintah meniadakan kembali sekolah ini. Kalian mau ke sekolah kecamatan melanjutkan sekolah? Berapa biaya yang harus kalian keluarkan? Dan yang lebih mengecewakan, sudah hampir satu tahun kalian belajar disini, tak satu pun dari kalian yang bisa menyumbangkan satu piala untuk sekolah kita….?”

3.

“Kamu memang keterlaluan, To! Harusnya waktu kami ke rumahmu dengan Pak Amin, kamu jujur aja. Bukan malah pura-pura terpukul dengan kematian kakek kamu.” “Apalagi saat Pak Amin lari tunggang langgang karena melihat kakek kamu ditengah malam, itu sama saja merontokkan cambang Pak Amin yang selama ini membuatnya kekar. Lain kali kalau mau bohong, pikir-pikir dulu, To! Selain dosa, merugikan orang lain, juga merugikan diri sendiri.” “Waduh, kalo mau ceramah, jangan di depan saya deh! Sekalian di masjid hari jumat, gantikan katte(khatib) Lolo baca kutbah,” protes Vito saat Irfan ikut menyalahkannya. “Ssst!Pak Amin datang!” seluruh siswa beranjak ke tempat duduk masing-masing. “Hari ini Bu Maulindah ndak masuk. Saya yang gantikan pelajaran IPS.” Irfan menyenggol kaki Vito pertanda memintanya ke depan kelas untuk meminta maaf. Vito masih kikuk. Berikutnya tendangan dari belakang oleh Adnan. Dengan isyarat yang sama, meminta Vito maju untuk meminta maaf sebelum pelajaran dimulai.

Novel Lontara

Rindu, 2012:13

Novel Lontara

Rindu, 2012:52-53

Page 180: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

4.

“Halimah, kamu kesini dulu, “teriak ayahnya dari ruang tengah. Halimah memenuhi panggilan itu dengan seribu tanda tanya. Tak biasanya ia dilibatkan dengan ‘upacara’ minum kopi ayah dan ibunya. “Tadi pamanmu menemuiku di kebun mete….” Suara ayahnya berhenti sambil menyorot wajah Halimah di bawah cahaya lampu sepuluh watt. “Dia banyak bercerita tentang Azis, sepupumu yang dulu sekelas dengan kamu waktu SD,” lanjut ibunya. “Maksud, ibu?” tanyanya saat menangkap sinyal aneh dari kalimat ibunya. “Sepertinya dia mabbaja laleng (membersihkan jalan): ungkapan yang berarti penjajakan. Biasanya dilakukan keluarga laki-laki sebelum datang melamar).” “Tapi….” “Tapi kau mencintai Ilham? Begitu maksud kamu?” tegas ayahnya “Dua bulan tinggal di kampung kita, sekali pun dia tak pernah ke masjid. Setinggi apa pu sekolahnya, bagiku Azis yang selalu azan di masjid, masih jauh lebih berpendidikan daripada dia.”

5.

“Saya menemanimu tidur malam ini bukan untuk bercerita tentang ayahmu. Aku ingin mengajakmu menjadi lelaki Bugis yang sesungguhnya!” Vito yang tadinya memeluk guling untuk menyembunyikan tangis,kini meleraikan gulingnya. “Lelaki Bugis tak berpantang menangis, tapi saat dia menangis, tak boleh ada yang

Novel Lontara

Rindu, 2012:87

Novel Lontara

Rindu, 2012:118

Page 181: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

berubah. Harus tetap tegar!” “Ayahku juga Bugis?” Vito mencoba menyelidik. Suara generator dari pinggiran kampung sudah mati, berarti sudah jam sepuluh. Tak ada lagi suara, kecuali bunyi kelelawar berebut buah semu jambu mete. Juga sesekali suara burung hantu yang bertengkar di puncak pohon asam yang daunnya banyak meranggas akibat kemarau berkepanjangan.

6.

“Ada yang hampir terlupa, saya pertama ke Pakka Sallo tahun delapan puluhan. Kalian tahu untuk urusan apa?” semua menggeleng. Semua penasaran. Mereka bisa membaca gaya bicara Pak Amin saat bercerita dan bertanya retoris, itu berarti ada cerita yang sangat menarik dari jawabannya nanti. “Dulu saking makmurnya negeri ini, saat musim tanam tiba, ratusan hetare sawah yang ada di Kecamatan ini hampir semuanya terisi padi menghijau.” “Hampir?” Alif mencoba mengorek lebih jauh, mengapa tak semua lahan tertananmi. Semua mata beralih ke Alif karena pertanyaannya dianggap mengganggu cerita. “Lahan yang tidak tertanami adalah lahan yang tak bisa di garap lagi, karena musim hujan akan segera berakhir. Biasanya lahan seperti inilah yang akan ditempati kerbau dan sapi mencari makan….” “Oke, sudah sore. Kita harus pulang!”

7.

“Lima jam perjalanan kaki meninggalkan Pakka Sallo, menelusuri setapak belantara di antara gelap. Cinta telah memberinya keberanian serupa itu. tak sedikit pun ketakutan menyusup di hatinya meski

Novel Lontara

Rindu, 2012:158

Novel Lontara

Rindu, 2012:178-179

Page 182: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

belantara terkadang benar-benar gelap ketika cahaya purnama tak bisa menembus rimbun pepohonan, sementara cahaya senternya hanya mampu menerangi jalan setapak tempat kakinya akan berpijak. Matahari baru saja menyapa pagi ketika dia tiba di Corawali. Lalu sebuah angkot mengantarnya ke Pangkajene. Tapi sedikit kecewa saat tempat yang ditujunya itu tak ada Ilham, masih ada harapan, dia akan menunggu sampai Ilham akan datang menemuinya. Pagi sejuk telah berubah terik. Terik pun telah melayu dan berganti sore. Ilham tak datang. Halimah gelisah.” “Boleh saya tahu siapa yang kamu tunggu? Laki-laki, perempuan?” “Teman saya, laki-laki.” Ungkap Halimah pada Pak Sopir “Enam hari berturut-turut ada seorang lelaki yang duduk disini. Katanya menunggu seseorang. Menunggu dari pagi dan pulang malam dengan agkot terakhir.”

8.

“Tonronge sekarang seperti pasar.”Pak Amin membuka cerita sambil merapatkan duduk di kursi kayu yang tersedia di lego-lego. “Hanya sawah kita yang tidak di beri patok pembatas.” “Sudah kamu patok tadi?” “Ya, sabarlah! Insya-Allah, tanah kita aman. Buktinya ndak ada yang mau mengakuinya…” “Bukan ndak ada, tapi belum ada.” “Tadi pagi, katanya, orang dari Dinas pertambangan sudah mengambil sampel tanahnya. Tunggu sampai ada pengumuman resmi dari pemerintah….” “Kalau cuman mau lihat-lihat sawah , saya juga bisa. Kenapa ndak di patok tadi?.”

Novel Lontara

Rindu, 2012:212

Page 183: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

Ayahnya sudah menaikkan nada suaranya beberapa oktaf. Pak Amin menghela nafas panjang. Tak tahu harus mulai dari mana untuk menjelaskannya. Ayahnya sudah terprovokasi dengan orang-orang kampung untuk tidak percaya dengan apapun yang dikatakan oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Pertambangan dan energi. Termasuk pengolahan emas jika Tonronge betul-betul jadi ladang emas.”

9.

“Hari ahad, Pak Amin dan tujuh siswa laki-lakinya berkumpul di lapangan sekolah. Pak Bahtiar turut hadir. “Pekan depan, kita akan ikut lomba futsal antar sekolah tingkat Kecamatan di Corawali!” “Yes! Kita turun gunung lagi! Pekik Irfan dalam hati. Turun ke Corawali bagi mereka itu sama halnya tamasya ke kota, meninggalkan perbukitan yang mengekang pandangan. “Ingat! Semua ini masih mimpi! Pak Amin kini yang berteriak. Suasana tenang lagi. “Lawan-lawan kita di luar sana sudah siap sejak dua bulan lalu. Sedangkan waktu kita tinggal sepekan karena suratnya baru diterima. Jadi, kita harus berlatih sepuluh kali lipat dari mereka jika kita ingi menang,” Lanjut Pak Bahtiar.

10.

“Kalian ke ruang Kepala Sekolah!” Ketujuhnya langsung tatap. Ada irama ketakutan dari degup jantung mereka. “Berani berbuat, berani bertanggung jawab!” ucap Pak Amin saat belum ada yang berani melangkah ke ruang kepala sekolah. Lagi-lagi Irfan mengambil langkah

Novel Lontara

Rindu, 2012:234

Novel Lontara

Rindu, 2012:265

Page 184: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

B

1.

Unsur Eksternal Wacana

Praanggapan

pertama, di susul yang lain. Waddah dan Sarah terlihat cemas. Duduknya gelisah. Matanya menatap penuh harap kepada Pak Amin. Bebaskan mereka dari hukuman, Pak! Pak Amin yang diharapkannya terpaku di tempat. Tak sampai sepuluh menit setelah mereka menemui Kepala Sekolah, mereka telah kembali tapi bukan ke kelas. Mereka digiring ke lapangan. Di sana mereka berguling, lompat kodok keliling lapangan, sambil menirukan suara burung gagak.”

11.

“Hei, mau kau bawa kemana kerbau-kerbauku?”

12.

“Ayahku juga bugis?”

13.

“Bu Maulindah berhenti mengajar.”

14.

“Itu sana sawah ayahmu, cepat patok! Jangan sampai ada yang mengakui sebagai tanahnya.”

15.

“Saya juga tak tahu. Mungkin saya akan ketempat pertama kita bertemu. Berdiam diri di sana sampai orang mengenalku sebagai orang gila. Saya rela, daripada

Novel Lontara

Rindu, 2012:217

Novel Lontara

Rindu, 2012:118

Novel Lontara

Rindu, 2012:125

Novel Lontara

Rindu, 2012:204

Novel Lontara Rindu,

2012:186

Page 185: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

harus menerima tawaranmu…”

16.

“Sebetulnya tidak dicuri tapi dirusak! Nilainya pun tak seberapa, tapi cara mencurinya yang profesional, membuat saya yakin bahwa ada orang yang mem-back up aksi ini”.

17.

“Awas kena parang, jangan duduk di depan ayah!”

18.

“Bu Maulindah sebenarnya kagum dengan kepintaran Vito bercerita. Paling jago ngarang cerita. Selalu punya alasan yang membuat temannya terpesona sekaligus membuat Bu Maulindah menyembunyikan senyum karena tak ingin dianggap luluh didepan Vito”

19.

“Saya sudah puluhan tahun jual-beli kambing, sapi, dan kerbau. Tinggal unta saja yang belum pernah saya beli. Baru kali ini saya mendapatkan kerbau yang susah sekali dinaikkan ke truk.”

20.

“Pokoknya kita harus bersatu! Jangan sampai ada yang diberi iming-iming harga tinggi lalu menjualnya. Akan lebih menguntungkan kalau kita sendiri yang mengelolanya. Ndak usah takut! Saya akan mengajari kalian cara menambang.

Novel Lontara Rindu,

2012:260

Novel Lontara

Rindu, 2012:112

Novel Lontara

Rindu, 2012:14

Novel Lontara

Rindu, 2012:33

Novel Lontara Rindu,

2012:206

Page 186: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

2.

Implikatur

Saya pernah ikut menambang di Sulawesi Tenggara beberapa bulan yang lalu,waktu terdengar kabar ada tambang emas ditemukan di sana. Bayangkan dalam satu hari saya bisa dapat dua kilogram emas.”

21.

“Ini situasinya darurat. Bayangkan kalau gurunya tahu dia bohong, bukan hanya dia, tapi saya sebagai kakeknya dan kamu sebagai mamanya akan ikut dipermalukan.”

22.

”Bagaimana kalau kita ketuk pintu rumahnya Pak Amin?” ”Pak Amin bisa saja tak setuju dengan aksi kita, bahkan malah menyerahkan kita ke warga untuk diadili.”

23.

”Waduh, kalo mau ceramah, jangan di depan saya deh! Sekalian di masjid hari Jumat, gantikan katte (khatib) Lolo baca khutbah.”

24.

“Sebelum masuk ceritakan dulu alasan keterlambatan!” “Saat mau berangkat ke sekolah tadi, warga kampung dihebohkan dengan seekor ular hitam yang tiba-tiba muncul dari semak.” “Panjangnya lebih dari dua meter…”

Novel Lontara Rindu,

2012:23

Novel Lontara Rindu,

2012:231

Novel Lontara Rindu,

2012:52

Novel Lontara Rindu,

2012:14

Page 187: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

25.

”Saya atau Vino yang sulung,Ma?” ”Kamu yang sulung.” ”Berarti adik Vino sekarang sudah

sebesar saya ya, Ma!”

26.

“Boleh saya tahu siapa yang kamu tunggu? Laki- laki,perempuan?”

”Teman saya,laki-laki.” ”Enam hari berturut-turut ada seorang

lelaki yang duduk di sini. Katanya menunggu seseorang. Menunggu dari pagi dan pulang malam dengan angkot terakhir.”

”Pulang kemana?” ”Katanya dia orang Amparita. Dia sempat

memperkenalkan nama pada saya….” ”Namanya Ilham?”.

27.

”Mau ke mana?” ”Co-Corawali!” ”Saya mau ke Amparita. Tapi, sepertinya

tak ada lagi mobil malam ini.”

28.

”Sekali lagi, saya akan datang. Kamu jangan pernah menerima lamaran lelaki mana pun.” ”Sampai kapan?” ”Begitu kuliahku selesai, itu paling lama setahun dari sekarang, saya akan datang menghilangkan keraguanmu sekaligus menghapus kerinduanku.”

Novel Lontara Rindu,

2012:239

Novel Lontara Rindu,

2012:179

Novel Lontara Rindu,

2012:46

Novel Lontara Rindu,

2012:84

Page 188: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

29.

“Saya ucapkan terima kasih sekaligus memberikan dua jempol kepada Vito yang tak pernah lagi terlambat!” ”Tapi, Bu, kita ndak pernah lagi dengar cerita dari Vito karena tidak pernah lagi terlambat.” ”Kalian mau cerita?saya juga bisa bercerita…”

30.

”Kamu belum tidur, To?” ”Belum ngantuk, Kek!” ”Belum ngantuk atau lagi pikirkan sesuatu?”

31.

“Kamu ndak usah bangun kalo gitu, kamu sembunyi aja di kamar…”.

“Ayah ini bagaimana, masa mendidik anak seperti itu?”.

“Ini situasinya darurat. Bayangkan kalo gurunya tahu dia bohong…”.

32.

”Kamu pernah ke Pasar Amparita?” “Ada apa sih, Ma?Kok seperti aneh sekali

dengar pasar Amparita?”. ”Bagaimana tidak aneh, Pasar Corawali

saja kamu tak pernah injak kalo tidak ditemani…”

33.

”saya tahu maksud ayah, Di sana sekarang ada emas, kan? Orang Pakka Sallo juga ramai-ramai membicarakannya.”

Novel Lontara Rindu,

2012:101

Novel Lontara

Rindu, 2012:270

Novel Lontara Rindu,

2012:23

Novel Lontara

Rindu, 2012:76

Novel Lontara Rindu,

2012:179

Page 189: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

”Jadi, kamu sudah tau? Terus kenapa tertawa? Kamu ndak percaya kalo Tonronge sekarang jadi tambang emas?” ”Ayah untuk memastikan tanah punya kadar emas atau tidak, itu ndak bisa dengan mata telanjang.”

32.

”Kamu pernah ke Pasar Amparita?” “Ada apa sih, Ma?Kok seperti aneh sekali

dengar pasar Amparita?” ”Bagaimana tidak aneh, Pasar Corawali

saja kamu tak pernah injak kalo tidak ditemani…”

34.

”Kamu mau apakan air itu?” ”Buat diminum, Pak,” ”Saya mengajak kalian ke sini bukan untuk menyakini cerita-cerita mistik yang ada di balik sejarah sumur ini tapi untuk memperlihatkan kepada kalian, bahwa kisah Nenek mallomo yang melegenda di Sidrap benar-benar pernah terjadi. Bukan dongeng semata!”

35.

”Kenapa ya, Bu Maulindah sering sekali mengkhayal?”.

“Mikir jodoh kali ya?” “Jangan berisik, pesawat mau boarding

nih!”.

36.

”Namamu Vito? ”Vito Ilhamsyah Putra”

Novel Lontara Rindu,

2012:76

Novel Lontara Rindu,

2012:142

Novel Lontara Rindu,

2012:18

Novel Lontara Rindu,

2012:39

Page 190: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

37.

”Kek,tengah malam gini, ngapain kesini?” ”Saya kesini bawain sleeping bag kamu

yang tertinggal”. ”Waduuh, Kek bukan tertinggal. Emang sengaja saya ndak bawa…” ”Nah itu dia!Kakek ndak bisa tidur mikirin uang belasungkawa…”

38. ”Mama Sakit?” ”Saya menunggu kamu pulang sekolah!” ”Saya baru ingat ! Hari ini dua puluh sembilan september. Saya ulang tahunya,Ma?”

39.

”Ayah pergi membawa adik Vino?” ”Nama ayah, Ilham kan, Ma?” ”Ayahmu seorang penganut Tolotang…”

40.

”Ada yang bisa saya bantu, Pak?” ”Saya Japareng, Pak!”

41.

”Korupsi itu sama dengan mencuri ya, Pak?” ”Ooohhh, jelassss!Koruptor itu di atasnya pencuri. Mereka adalah penyamun-penyamun berdasi,” ”Jangan-jangan mereka penyebab kemarau panjang ini!” ”Kita tidak boleh memvonis seperti itu. Kita tanya hati kita masing-masing dan jawab dengan hati kita masing-masing.

Novel Lontara Rindu,

2012:42

Novel Lontara

Rindu, 2012:238

Novel Lontara

Rindu, 2012:240

Novel Lontara

Rindu, 2012:259

Novel Lontara Rindu,

2012:140

Page 191: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

3.

Inferensi.

Pernahkah kita tak jujur selama ini? Pernakah kita mencuri selama ini? Ingat putra Nenek Mallomo yang membawa petaka berkepanjangan hanya mencuri setangkai kayu. Itu pun niatnya bukan mencuri karena batang kayu yang dicurinya adalah kayu yang batangnya menjulur ke kebunnya.”

42.

”kita harus membantu Pak Saleng menaikkan kerbau ke truknya. Ada yang punya ide?” ”Gimana kalau kita pancing” “Maksud kamu, kita naikkan rumput ke atas truk, siapa tau kerbau itu mau memakan rumput itu?” “Kalau mau rumput ndak usah naik truk, tuh kan disekeliling truk banyak rumput segar. Toh dia ndak minat.”

43.

”Pekan depan, kita akan ikut lomba futsal antarsekolah tingkat Kecamatan di Corawali!”.

”Kita harus jadi pemenang!” ”Kita ke Pangkajene?” ”Yess! Kalo begitu kita harus menang!” ”Kita harus latihan!”

44.

” Mau diapakan air itu?” ” Buat diminum Pak,” ”Saya mengajak kalian kesini bukan untuk

menyakini cerita-cerita mistik yang ada dibalik sejarah sumur ini tapi untuk memperlihatkan kepada kalian, bahwa kisah Nenek Malomo yang melegenda di

Novel Lontara Rindu,

2012:36

Novel Lontara Rindu,

2012:233-234

Novel Lontara Rindu,

2012:142

Page 192: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

C

Pendidikan Karakter

Sidrap benar-benar pernah terjadi. Bukan dongeng semata!”.

45.

”bisa kita bicara?saya ada bisnis menarik!” ”Dengan saya?Mau pesan Jadde’untuk

besok?. ”Bukan mau pesan Jadde’. Boleh saya

naik dulu ke rumah?”.

46.

“Kamu tutup hidung saja! Saya yakin kamu ndak tahan. Ndak usah malu-malu”.

47.

“Koruptor itu di atasnya pencuri, mereka itu penyamun-penyamun berdasi.”. Namun Pak Amin tidak sekadar mengutuk keadaan tetapi juga mengajak siswa-siswanya berefleksi, “Kita tanya hati kita masing-masing dan kita jawab masing-masing. Pernahkan kita tidak jujur selama ini? Pernahkan kita mencuri selama ini? Ingat putra Nenek Mallomo yang membawa petaka kemarau hanya mencuri sebatang kayu.” Efek dari refeleksi Pak Amin diceritakan bahwa Sarah, Alaudin dan Adnan siswa-siswanya menjadi menyadari kesalahan mereka

48.

“La Palaga, apa yang terjadi dengan negeri ini? Sepanjang sejarah, baru kali ini negeri ini dilanda kemarau berkempanjangan,” ungkap Raja La

Novel Lontara

Rindu, 2012:200

Novel Lontara

Rindu, 2012:150

Novel Lontara Rindu,

2012:140

Novel Lontara Rindu,

2012:94-95

Page 193: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

Patiroi, saat Nenek Mallamo datang menghadap

49.

“Puang, ade’ temmakkeana’ nennia temmakeappo (adat tak mengenal anak dan tak mengenal cucu).

Nenek Mallomo sebagai hakim yang bijak lagi adil kemudian menjatuhkan vonis mati kepada putra tercintanya.

“Apa itu tidak terlalu berlebihan, Pagala?” “Puang, saya menghukumnya bukan

karena kayu yang dicurinya, tapi karena perbuatannya itu. Karenanya negeri ini telah dilanda kemarau berkepanjangan. Dia telah menyengsarakan rakyat”.

50.

“Aku berpesan kepada tiga golongan: kepada raja, hakim, dan pelayan masyarakat. Jangan sekali-kali engkau meremahkan kejujuran itu. Berlaku jujurlah serta peliharalah tutur katamu, engkau harus tegas. Sebab kejujuran dan tutur kata yang baik itu memanjangkan usia. Oleh karena itu takkan mati kejujuran itu, takkan runtuh yang datar, takkan putus yang kendur, takkan patah yang lentur. “itu pesan Nenek Mallomo semasa hidupnya yang hingga kini tak banyak lagi yang mampu melaksanakan amanah itu.”

51.

“Vito memeluk temannya satu per satu dan mengucapkan terima kasih atas perjuangannya yang telah berhasil menyelamatkan lebih dari seperempat kebun mete…”

Novel Lontara Rindu,

2012:95-96

Novel Lontara Rindu

2012:96

Novel Lontara

Rindu 2012:256

Page 194: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

52.

“Saya sudah melapor ke kantor polisi. Kita berdoa saja, karena polisi sedang mengejar mereka dan merazia kendaraan sepanjang jalan menuju Makassar. Besok pagi, aka nada polisi yang datang kesini untuk melaporkan hasilnya.”

53.

“Piltrip? Pil apa tuh, Pak? Tanya Anugrah sambil mencolek sambal dengan ubi goreng langsung dari ulekan. “Field Trip! Itu sama dengan darmawisata. Saya akan mengajak kalian ke sebuah sumur di Allaukang”. “Sumur? Di sungai sini juga banyak sumur, Pak,” sela Irfan”

54.

“Oh iya, Pak! Allaukang yang akan kita kunjungi dekat dengan Amparita ya, Pak?” Vito bertanya dengan tatapan penuh harapan dan suara yang serius. “Berbatasan! Kalau dari sini, Amparita dulu baru Allaukang, setelah itu Pangkajene ibu Kota Kabupaten. Memang kenapa, To?

Novel Lontara

Rindu 2012:304

Novel Lontara

Rindu 2012:91

Novel Lontara Rindu

2012:92

Page 195: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

setting

Data 1

“Mau kemana?” Seorang laki-laki sepantaran dengannya, yang dari gelagatnya juga senasib dengannya, mendekat.

“Co-Corawali!” jawabnya dengan gugup. “Saya mau ke Amparita. Tapi sepertinya tak ada lagi mobil malam ini.”

Halimah melirik lelaki yang berdiri tak jauh dari sampingnya. Di bawah lampu jalan yang mulai temaran, lelaki itu mendapat penilaian sempurna di matanya. Bukan hanya wajah. Dari cara bicaranya yang sopan, Halimah menangkap kesan jika lelaki itu berpendidikan.

“Kenapa bisa kemalaman?”. Lelaki itu membuka topik. “Saya dari menjelang magrib berdiri disini…,” ucap Halimah tanpa sekali pun

menatap mata lawan bicaranya. “Menjelang magrib? Kalo menjelang magrib, harusnya tadi nunggu di

terminal. Biasanya mobil yang full penumpang ndak lewat sini lagi, tapi mengambil jalur lewat depan Rumah Sakit Nenek Mallomo. Di sini khusus nunggu mobil dari Parepare.”

“Kalau tidak ada angkot hingga isya, saya bisa pinjam mobil kakak sepupu saya yang di sini. Saya janji akan antar kamu sampai ke Corawali.”

(LR, 2012:46-48)

Data 2

“ingat! Ini sekolah baru! Kalau kalian tak bisa di atur, bisa-bisa pemerintah meniadakan kembali sekolah ini. Kalian mau ke sekolah kecamatan melanjutkan sekolah? Berapa biaya yang harus kalian keluarkan? Dan yang lebih mengecewakan, sudah hampir satu tahun kalian belajar disini, tak satu pun dari kalian yang bisa menyumbangkan satu piala untuk sekolah kita….?”

(LR, 2012:13)

Data 3

“Kamu memang keterlaluan, To! Harusnya waktu kami ke rumahmu dengan Pak Amin, kamu jujur aja. Bukan malah pura-pura terpukul dengan kematian kakek kamu.”

“Apalagi saat Pak Amin lari tunggang langgang karena melihat kakek kamu ditengah malam, itu sama saja merontokkan cambang Pak Amin yang selama ini membuatnya kekar. Lain kali kalau mau bohong, pikir-pikir dulu, To! Selain dosa, merugikan orang lain, juga merugikan diri sendiri.”

“Waduh, kalo mau ceramah, jangan di depan saya deh! Sekalian di masjid hari jumat, gantikan katte(khatib) Lolo baca kutbah,” protes Vito saat Irfan ikut menyalahkannya.

Page 196: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

“Ssst!Pak Amin datang!” seluruh siswa beranjak ke tempat duduk masing-masing.

“Hari ini Bu Maulindah ndak masuk. Saya yang gantikan pelajaran IPS.” Irfan menyenggol kaki Vito pertanda memintanya ke depan kelas untuk meminta maaf. Vito masih kikuk. Berikutnya tendangan dari belakang oleh Adnan. Dengan isyarat yang sama, meminta Vito maju untuk meminta maaf sebelum pelajaran dimulai.

(LR, 2012:52-53)

Data 4

“Halimah, kamu kesini dulu, “teriak ayahnya dari ruang tengah. Halimah memenuhi panggilan itu dengan seribu tanda tanya. Tak biasanya ia dilibatkan dengan ‘upacara’ minum kopi ayah dan ibunya.

“Tadi pamanmu menemuiku di kebun mete….” Suara ayahnya berhenti sambil menyorot wajah Halimah di bawah cahaya lampu sepuluh watt.

“Dia banyak bercerita tentang Azis, sepupumu yang dulu sekelas dengan kamu waktu SD,” lanjut ibunya.

“Maksud, ibu?” tanyanya saat menangkap sinyal aneh dari kalimat ibunya. “Sepertinya dia mabbaja laleng (membersihkan jalan): ungkapan yang berarti

penjajakan. Biasanya dilakukan keluarga laki-laki sebelum datang melamar).”

“Tapi….” “Tapi kau mencintai Ilham? Begitu maksud kamu?” tegas ayahnya “Dua bulan tinggal di kampung kita, sekali pun dia tak pernah ke masjid.

Setinggi apa pu sekolahnya, bagiku Azis yang selalu azan di masjid, masih jauh lebih berpendidikan daripada dia.”

(LR, 2012:87)

Data 5

“Saya menemanimu tidur malam ini bukan untuk bercerita tentang ayahmu. Aku ingin mengajakmu menjadi lelaki Bugis yang sesungguhnya!” Vito yang tadinya memeluk guling untuk menyembunyikan tangis,kini meleraikan gulingnya.

“Lelaki Bugis tak berpantang menangis, tapi saat dia menangis, tak boleh ada yang berubah. Harus tetap tegar!”

“Ayahku juga Bugis?” Vito mencoba menyelidik. Suara generator dari pinggiran kampung sudah mati, berarti sudah jam sepuluh. Tak ada lagi suara, kecuali bunyi kelelawar berebut buah semu jambu mete. Juga sesekali suara burung hantu yang bertengkar di puncak pohon asam yang daunnya banyak meranggas akibat kemarau berkepanjangan.

(LR, 2012:118)

Page 197: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

Data 6

“Ada yang hampir terlupa, saya pertama ke Pakka Sallo tahun delapan puluhan. Kalian tahu untuk urusan apa?” semua menggeleng. Semua penasaran. Mereka bisa membaca gaya bicara Pak Amin saat bercerita dan bertanya retoris, itu berarti ada cerita yang sangat menarik dari jawabannya nanti.

“Dulu saking makmurnya negeri ini, saat musim tanam tiba, ratusan hetare sawah yang ada di Kecamatan ini hampir semuanya terisi padi menghijau.”

“Hampir?” Alif mencoba mengorek lebih jauh, mengapa tak semua lahan tertananmi. Semua mata beralih ke Alif karena pertanyaannya dianggap mengganggu cerita.

“Lahan yang tidak tertanami adalah lahan yang tak bisa di garap lagi, karena musim hujan akan segera berakhir. Biasanya lahan seperti inilah yang akan ditempati kerbau dan sapi mencari makan….”

“Oke, sudah sore. Kita harus pulang!”

(LR, 2012:158)

Data 7

“Lima jam perjalanan kaki meninggalkan Pakka Sallo, menelusuri setapak belantara di antara gelap. Cinta telah memberinya keberanian serupa itu. tak sedikit pun ketakutan menyusup di hatinya meski belantara terkadang benar-benar gelap ketika cahaya purnama tak bisa menembus rimbun pepohonan, sementara cahaya senternya hanya mampu menerangi jalan setapak tempat kakinya akan berpijak. Matahari baru saja menyapa pagi ketika dia tiba di Corawali. Lalu sebuah angkot mengantarnya ke Pangkajene. Tapi sedikit kecewa saat tempat yang ditujunya itu tak ada Ilham, masih ada harapan, dia akan menunggu sampai Ilham akan datang menemuinya. Pagi sejuk telah berubah terik. Terik pun telah melayu dan berganti sore. Ilham tak datang. Halimah gelisah.”

“Boleh saya tahu siapa yang kamu tunggu? Laki-laki, perempuan?” “Teman saya, laki-laki.” Ungkap Halimah pada Pak Sopir “Enam hari berturut-turut ada seorang lelaki yang duduk disini. Katanya

menunggu seseorang. Menunggu dari pagi dan pulang malam dengan agkot terakhir.”

(LR, 2012:178-179)

Data 8

“Tonronge sekarang seperti pasar.”Pak Amin membuka cerita sambil merapatkan duduk di kursi kayu yang tersedia di lego-lego. “Hanya sawah kita yang tidak di beri patok pembatas.”

Page 198: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

“Sudah kamu patok tadi?” “Ya, sabarlah! Insya-Allah, tanah kita aman. Buktinya ndak ada yang mau

mengakuinya…” “Bukan ndak ada, tapi belum ada.” “Tadi pagi, katanya, orang dari Dinas pertambangan sudah mengambil

sampel tanahnya. Tunggu sampai ada pengumuman resmi dari pemerintah….”

“Kalau cuman mau lihat-lihat sawah , saya juga bisa. Kenapa ndak di patok tadi?.” Ayahnya sudah menaikkan nada suaranya beberapa oktaf. Pak Amin menghela nafas panjang. Tak tahu harus mulai dari mana untuk menjelaskannya. Ayahnya sudah terprovokasi dengan orang-orang kampung untuk tidak percaya dengan apapun yang dikatakan oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Pertambangan dan energi. Termasuk pengolahan emas jika Tonronge betul-betul jadi ladang emas.”

(LR, 2012:212)

Data 9

“Hari ahad, Pak Amin dan tujuh siswa laki-lakinya berkumpul di lapangan sekolah. Pak Bahtiar turut hadir.

“Pekan depan, kita akan ikut lomba futsal antar sekolah tingkat Kecamatan di Corawali!”

“Yes! Kita turun gunung lagi! Pekik Irfan dalam hati. Turun ke Corawali bagi mereka itu sama halnya tamasya ke kota, meninggalkan perbukitan yang mengekang pandangan.

“Ingat! Semua ini masih mimpi! Pak Amin kini yang berteriak. Suasana tenang lagi.

“Lawan-lawan kita di luar sana sudah siap sejak dua bulan lalu. Sedangkan waktu kita tinggal sepekan karena suratnya baru diterima. Jadi, kita harus berlatih sepuluh kali lipat dari mereka jika kita ingi menang,” Lanjut Pak Bahtiar.

(LR, 2012:234)

Data 10

Page 199: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

“Kalian ke ruang Kepala Sekolah!” Ketujuhnya langsung tatap. Ada irama ketakutan dari degup jantung mereka.

“Berani berbuat, berani bertanggung jawab!” ucap Pak Amin saat belum ada yang berani melangkah ke ruang kepala sekolah. Lagi-lagi Irfan mengambil langkah pertama, di susul yang lain. Waddah dan Sarah terlihat cemas. Duduknya gelisah. Matanya menatap penuh harap kepada Pak Amin. Bebaskan mereka dari hukuman, Pak! Pak Amin yang diharapkannya terpaku di tempat. Tak sampai sepuluh menit setelah mereka menemui Kepala Sekolah, mereka telah kembali tapi bukan ke kelas. Mereka digiring ke lapangan. Di sana mereka berguling, lompat kodok keliling lapangan, sambil menirukan suara burung gagak.”

(LR, 2012:265)

PRAANGGAPAN Data 11

“Hei, mau kau bawa kemana kerbau-kerbauku?”

(LR, 2012:217) Data 12

“Ayahku juga bugis?”

(LR, 2012:118)

Data 13

“Bu Maulindah berhenti mengajar.”

(LR, 2012:125)

Data 14

“Itu sana sawah ayahmu, cepat patok! Jangan sampai ada yang mengakui sebagai tanahnya.”

(LR, 2012:204)

Data 15

Page 200: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

“Saya juga tak tahu. Mungkin saya akan ketempat pertama kita bertemu. Berdiam diri di sana sampai orang mengenalku sebagai orang gila. Saya rela, daripada harus menerima tawaranmu…”

(LR, 2012:186)

Data 16

“Sebetulnya tidak dicuri tapi dirusak! Nilainya pun tak seberapa, tapi cara mencurinya yang profesional, membuat saya yakin bahwa ada orang yang mem-back up aksi ini”.

(LR, 2012:260)

Data 17

“Awas kena parang, jangan duduk di depan ayah!”

(LR, 2012:112)

Data 18

“Bu Maulindah sebenarnya kagum dengan kepintaran Vito bercerita. Paling jago ngarang cerita. Selalu punya alasan yang membuat temannya terpesona sekaligus membuat Bu Maulindah menyembunyikan senyum karena tak ingin dianggap luluh didepan Vito”

(LR, 2012:14)

Data 19

“Saya sudah puluhan tahun jual-beli kambing, sapi, dan kerbau. Tinggal unta saja yang belum pernah saya beli. Baru kali ini saya mendapatkan kerbau yang susah sekali dinaikkan ke truk.”

(LR, 2012:33)

Data 20

“Pokoknya kita harus bersatu! Jangan sampai ada yang diberi iming-iming harga tinggi lalu menjualnya. Akan lebih menguntungkan kalau kita sendiri yang mengelolanya. Ndak usah takut! Saya akan mengajari kalian cara menambang. Saya pernah ikut menambang di Sulawesi Tenggara beberapa bulan yang lalu,waktu terdengar kabar ada tambang emas

Page 201: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

ditemukan di sana. Bayangkan dalam satu hari saya bisa dapat dua kilogram emas.”

(LR, 2012:206)

Data 21

“Ini situasinya darurat. Bayangkan kalau gurunya tahu dia bohong, bukan hanya dia, tapi saya sebagai kakeknya dan kamu sebagai mamanya akan ikut dipermalukan.”

(LR, 2012:23)

Data 22

”Bagaimana kalau kita ketuk pintu rumahnya Pak Amin?” ”Pak Amin bisa saja tak setuju dengan aksi kita, bahkan malah

menyerahkan kita ke warga untuk diadili.”

(LR, 2012:231)

Data 23

”Waduh, kalo mau ceramah, jangan di depan saya deh! Sekalian di masjid hari Jumat, gantikan katte (khatib) Lolo baca khutbah.”

(LR, 2012:52)

IMPLIKATUR

Data 24

“Sebelum masuk ceritakan dulu alasan keterlambatan!” “Saat mau berangkat ke sekolah tadi, warga kampung dihebohkan

dengan seekor ular hitam yang tiba-tiba muncul dari semak.” “Panjangnya lebih dari dua meter…”

(LR, 2012:14)

Data 25

”Saya atau Vino yang sulung,Ma?” ”Kamu yang sulung.”

Page 202: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

”Berarti adik Vino sekarang sudah sebesar saya ya, Ma!” (LR, 2012:239)

Data 26

“Boleh saya tahu siapa yang kamu tunggu? Laki- laki,perempuan?” ”Teman saya,laki-laki.” ”Enam hari berturut-turut ada seorang lelaki yang duduk di sini. Katanya

menunggu seseorang. Menunggu dari pagi dan pulang malam dengan angkot terakhir.”

”Pulang kemana?” ”Katanya dia orang Amparita. Dia sempat memperkenalkan nama pada

saya….” ”Namanya Ilham?”. (LR, 2012:179)

Data 27

”Mau kemana?” ”Co-Corawali!” ”Saya mau ke Amparita. Tapi, sepertinya tak ada lagi mobil malam ini.”

(LR, 2012:46)

Data 28

”Sekali lagi, saya akan datang. Kamu jangan pernah menerima lamaran lelaki manapun.”

”Sampai kapan?” ”Begitu kuliahku selesai, itu paling lama setahun dari sekarang, saya akan

datang menghilangkan keraguanmu sekaligus menghapus kerinduanku.”

(LR, 2012:84) Data 29

“Saya ucapkan terima kasih sekaligus memberikan dua jempol kepada Vito yang tak pernah lagi terlambat!”

”Tapi, Bu, kita ndak pernah lagi dengar cerita dari Vito karena tidak pernah lagi terlambat.”

”Kalian mau cerita?saya juga bisa bercerita…”

(LR, 2012:101)

Page 203: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

Data 30

”Kamu belum tidur, To?” ”Belum ngantuk, Kek!” ”Belum ngantuk atau lagi pikirkan sesuatu?”

(LR, 2012:270)

Data 31

“Kamu ndak usah bangun kalo gitu, kamu sembunyi aja di kamar…” “Ayah ini bagaimana, masa mendidik anak seperti itu?”

“Ini situasinya darurat. Bayangkan kalo gurunya tahu dia bohong…”

(LR, 2012:23)

”Kamu pernah ke Pasar Amparita?” “Ada apa sih, Ma?Kok seperti aneh sekali dengar pasar Amparita?” ”Bagaimana tidak aneh, Pasar Corawali saja kamu tak pernah injak kalo

tidak ditemani…”

(LR, 2012:76)

Data 33

”saya tahu maksud ayah, Di sana sekarang ada emas, kan? Orang Pakka Sallo juga ramai-ramai membicarakannya.”

”Jadi, kamu sudah tau? Terus kenapa tertawa? Kamu ndak percaya kalo Tonronge sekarang jadi tambang emas?”

”Ayah untuk memastikan tanah punya kadar emas atau tidak, itu ndak bisa dengan mata telanjang.”

(LR, 2012:197)

Data 32

”Kamu pernah ke Pasar Amparita?” “Ada apa sih, Ma?Kok seperti aneh sekali dengar pasar Amparita?” ”Bagaimana tidak aneh, Pasar Corawali saja kamu tak pernah injak kalo

tidak ditemani…”

(LR, 2012:76)

Data 34

Page 204: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

”Kamu mau apakan air itu?” ”Buat diminum, Pak,” ”Saya mengajak kalian ke sini bukan untuk menyakini cerita-cerita

mistik yang ada di balik sejarah sumur ini tapi untuk memperlihatkan kepada kalian, bahwa kisah Nenek mallomo yang melegenda di Sidrap benar-benar pernah terjadi. Bukan dongeng semata!”

(LR, 2012:142)

Data 35

”Kenapa ya, Bu Maulindah sering sekali mengkhayal?” “Mikir jodoh kali ya?” “Jangan berisik, pesawat mau boarding nih!”

(LR, 2012:18)

Data 36

”Namamu Vito? ”Vito Ilhamsyah Putra”

(LR,2012:39)

Data 37

”Kek,tengah malam gini, ngapain kesini?” ”Saya kesini bawain sleeping bag kamu yang tertinggal.” ”Waduuh, Kek bukan tertinggal. Emang sengaja saya ndak

bawa…” ”Nah itu dia!Kakek ndak bisa tidur mikirin uang belasungkawa…”

(LR, 2012:42)

Data 38 ”Mama Sakit?” ”Saya menunggu kamu pulang sekolah!” ”Saya baru ingat ! Hari ini dua puluh sembilan september. Saya

ulang tahunya,Ma?”

(LR, 2012:238)

Data 39

Page 205: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

”Ayah pergi membawa adik Vino?” ”Nama ayah, Ilham kan, Ma?” ”Ayahmu seorang penganut Tolotang…”

(LR, 2012:240)

Data 40

”Ada yang bisa saya bantu, Pak?” ”Saya Japareng, Pak!”

(LR, 2012:259)

Data 41

”Korupsi itu sama dengan mencuri ya, Pak?” ”Ooohhh, jelassss!Koruptor itu di atasnya pencuri. Mereka adalah

penyamun-penyamun berdasi,” ”Jangan-jangan mereka penyebab kemarau panjang ini!” ”Kita tidak boleh memvonis seperti itu. Kita tanya hati kita masing-masing

dan jawab dengan hati kita masing-masing. Pernahkah kita tak jujur selama ini? Pernakah kita mencuri selama ini? Ingat putra Nenek Mallomo yang membawa petaka berkepanjangan hanya mencuri setangkai kayu. Itu pun niatnya bukan mencuri karena batang kayu yang dicurinya adalah kayu yang batangnya menjulur ke kebunnya.”

(LR, 2012:140)

Data 42

”kita harus membantu Pak Saleng menaikkan kerbau ke truknya. Ada yang punya ide?”

”Gimana kalau kita pancing” “Maksud kamu, kita naikkan rumput ke atas truk, siapa tau kerbau itu mau

memakan rumput itu?” “Kalau mau rumput ndak usah naik truk, tuh kan disekeliling truk banyak

rumput segar. Toh dia ndak minat.”

(LR, 2012:36)

Data 43 ”Pekan depan, kita akan ikut lomba futsal antarsekolah tingkat

Kecamatan di Corawali!”. ”Kita harus jadi pemenang!” ”Kita ke Pangkajene?” ”Yess! Kalo begitu kita harus menang!”

Page 206: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

”Kita harus latihan!”

(LR, 2012:233-234) INFERENSI

Data 44

” Mau diapakan air itu?” ” Buat diminum Pak,” ”Saya mengajak kalian kesini bukan untuk menyakini cerita-cerita mistik yang

ada dibalik sejarah sumur ini tapi untuk memperlihatkan kepada kalian, bahwa kisah Nenek Malomo yang melegenda di Sidrap benar-benar pernah terjadi. Bukan dongeng semata!”

(LR, 2012:142)

Data 45

”bisa kita bicara?saya ada bisnis menarik!” ”Dengan saya?Mau pesan Jadde’untuk besok?’

”Bukan mau pesan Jadde’. Boleh saya naik dulu ke rumah?”

(LR, 2012:200)

Data 46

“Kamu tutup hidung saja! Saya yakin kamu ndak tahan. Ndak usah malu-malu.”

(LR, 2012:150)

PENDIDIKAN KARAKTER

Data 47

“Koruptor itu di atasnya pencuri, mereka itu penyamun-penyamun berdasi.”. Namun Pak Amin tidak sekadar mengutuk keadaan tetapi juga mengajak siswa-siswanya berefleksi, “Kita tanya hati kita masing-masing dan kita jawab masing-masing. Pernahkan kita tidak jujur selama ini? Pernahkan kita mencuri selama ini? Ingat putra Nenek Mallomo yang membawa petaka kemarau hanya mencuri sebatang kayu.” Efek dari refeleksi Pak Amin diceritakan bahwa Sarah, Alaudin dan Adnan siswa-siswanya menjadi menyadari kesalahan mereka

(LR, 2012:140).

Page 207: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

Data 48

“La Palaga, apa yang terjadi dengan negeri ini? Sepanjang sejarah, baru kali ini negeri ini dilanda kemarau berkempanjangan,” ungkap Raja La Patiroi, saat Nenek Mallamo datang menghadap.

“Begini Puang (panggilan ningrat)! Kemarau panjang ini diakibatkan oleh salah seorang rakyat bahkan penghuni Sao Raja (istana) ini tidak jujur,” tegas Nenek Mallomo setelah memberi hormat pada Sang Raja.

“Tidak jujur? Maksud kamu?” Raja mengerutkan kening. “Tidak jujur itu bukan hanya berdusta, Puang, mencuri juga

termasuk dalam ketegori tidak jujur.”

(LR, 2012: 94 -95) Data 49

“Puang, ade’ temmakkeana’ nennia temmakeappo (adat tak mengenal anak dan tak mengenal cucu)

Nenek Mallomo sebagai hakim yang bijak lagi adil kemudian menjatuhkan vonis mati kepada putra tercintanya.

“Apa itu tidak terlalu berlebihan, Pagala?” “Puang, saya menghukumnya bukan karena kayu yang dicurinya, tapi

karena perbuatannya itu. Karenanya negeri ini telah dilanda kemarau berkepanjangan. Dia telah menyengsarakan rakyat.”

(LR, 2012: 95-96).

Data 50

“Aku berpesan kepada tiga golongan: kepada raja, hakim, dan pelayan masyarakat. Jangan sekali-kali engkau meremahkan kejujuran itu. Berlaku jujurlah serta peliharalah tutur katamu, engkau harus tegas. Sebab kejujuran dan tutur kata yang baik itu memanjangkan usia. Oleh karena itu takkan mati kejujuran itu, takkan runtuh yang datar, takkan putus yang kendur, takkan patah yang lentur. “itu pesan Nenek Mallomo semasa hidupnya yang hingga kini tak banyak lagi yang mampu melaksanakan amanah itu.”

(LR, 2012:96)

Data 51

Page 208: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

“Vito memeluk temannya satu per satu dan mengucapkan terima kasih atas perjuangannya yang telah berhasil menyelamatkan lebih dari seperempat kebun mete…”

(LR, 2012:256)

Data 52

“Saya sudah melapor ke kantor polisi. Kita berdoa saja, karena polisi sedang mengejar mereka dan merazia kendaraan sepanjang jalan menuju Makassar. Besok pagi, aka nada polisi yang datang kesini untuk melaporkan hasilnya.”

(LR, 2012:304)

Data 53

“Piltrip? Pil apa tuh, Pak? Tanya Anugrah sambil mencolek sambal dengan ubi goreng langsung dari ulekan.

“Field Trip! Itu sama dengan darmawisata. Saya akan mengajak kalian ke sebuah sumur di Allaukang.”

“Sumur? Di sungai sini juga banyak sumur, Pak,” sela Irfan”

(LR, 2012:91)

Data 54

“Oh iya, Pak! Allaukang yang akan kita kunjungi dekat dengan Amparita ya, Pak?” Vito bertanya dengan tatapan penuh harapan dan suara yang serius.

“Berbatasan! Kalau dari sini, Amparita dulu baru Allaukang, setelah itu Pangkajene ibu Kota Kabupaten. Memang kenapa, To?

(LR, 2012:92)

Page 209: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

RIWAYAT HIDUP

Nama saya adalah Arisa. Akrab dipanggil dengan nama

Icha. Tempat tanggal lahir di Kalimantan Timur, 11

Oktober 1986. Saya merupakan buah hati dari pasangan

Andi Untung Paddo dan Suminah, anak kedua dari lima

bersaudara. Alamat di Jalan H. A. Tanjong No. 43 A, Kecamatan Tempe,

Kabupaten Wajo. Saya menjalani jenjang pendidikan berawal di sekolah SD

001 Tiong Ohang, Kalimantan Timur dan berhasil menyelesaikan pendidikan

SD pada tahun 2000. Setelah itu saya melanjutkan pendidikan di SMPN 25

Sendawar Kalimantan Timur dan selesai tahun 2003. Semangat penulis yang

tinggi untuk mengenyam pendidikan, mengantarkan langkah penulis

melanjutkan lagi pendidikan di SMAN 3 Unggulan Kabupaten Wajo Sulawesi

Selatan, dan berhasil melepaskan identitas putih abu-abu tahun 2006.

Perjalanan panjang saya tidak hanya sampai di situ, saya kemudian

melanjutkan lagi pendidikan S-1 di STKIP Prima Sengkang dan meraih gelar

sarjana pada tahun 2010. Sebuah keberkahan yang Tuhan berikan hingga

akhirnya saya melanjutkan pendidikan S-2 di Pascasarjana Pendidikan

Bahasa dan Sastra Unismuh Makassar). Selain itu, beberapa tangga

organisasi pun pernah saya jajaki. Peran serta saya dalam berorganisasi

yakni sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Puangrimaggalatung Sengkang

Page 210: KONTEKS WACANA DALAM NOVEL LONTARA RINDU KARYA S. …

tahun 2008 hingga 2009, pada tahun yang sama 2008 hingga 2009 saya

terpilih sebagai Ketua Bidang Pembinaan Anggota HMI Cabang Wajo.

Kemauan untuk belajar mendorong saya untuk kembali bergabung

sekaligus menjadi Pengurus Harian Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim

Indonesia (KAMMI) tahun 2008 hingga 2009. Perjalanan panjang terus

mengiringi saya menjadi Anggota Lembaga Kajian Evolusi Kesadaran

Spritual dan Intelektual Cabang Wajo tahun 2007 – 2008. Untuk menjadikan

saya manusia yang lebih bermakna, saya kembali bergabung sebagai

Pengurus Daerah Aisyiah Bidang Lembaga Kebudayaan tahun 2012 hingga

sekarang. Saat ini pun saya diberi kepercayaan 2016 – 2017 menjadi notulen

tetap pada Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim NU

yang bekerja sama dengan Australian Government Departement Of Foreign

Affairs and Trade 2016 – 2017

Melalui beberapa organisasi tersebut, saya menemukan warna-warni

pengetahuan dan pengalaman baik suka maupun duka untuk menemui

makna kehidupan. Sebagai makhluk yang tidak sempurna, saya lengkapi

kehidupan dengan mengarungi bahterah rumah tangga bersama Andi

Rahmat Munawar dan kehidupan bersama sang suami telah menganugerahi

kami buah hati. Anak pertama bernama Andi Ali Musthafa yang saat ini

berumur 6 Tahun, dan anak kedua bernama Andi Khadijah Arridha berumur 3

tahun.