koefisien partisi

19
KOEFISIEN PARTISI A. Tujuan Mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroform air. B. Landasan Teori Pengetahuan tentang partisi penting untuk ahli farmasi, karena prinsip ini melibatkan beberapa bidang ilmu farmasetik. Termasuk disini pengawetan system minyak air, kerja obat pada tempat yang tidak spesifik, absorpsi dan distribusi obat ke seluruh tubuh (Marten, 2009). Koefisien distribusi sering disebut juga dengan koefisien partisi. Koefisiennya yakni angka dalam persamaan kimia yang menunjukkan kuantitas relatif spesies yang terlihat dalam suatu reaksi. Tetapan kesetimbangannya yang menjelaskan distribusi spesies zat terlarut diantara dua pelarut yang tak campur. Dalam

Upload: devitasubamairi

Post on 18-Sep-2015

62 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Farfis 1

TRANSCRIPT

KOEFISIEN PARTISIA. TujuanMengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroform air.

B. Landasan TeoriPengetahuan tentang partisi penting untuk ahli farmasi, karena prinsip ini melibatkan beberapa bidang ilmu farmasetik. Termasuk disini pengawetan system minyak air, kerja obat pada tempat yang tidak spesifik, absorpsi dan distribusi obat ke seluruh tubuh (Marten, 2009).Koefisien distribusi sering disebut juga dengan koefisien partisi. Koefisiennya yakni angka dalam persamaan kimia yang menunjukkan kuantitas relatif spesies yang terlihat dalam suatu reaksi. Tetapan kesetimbangannya yang menjelaskan distribusi spesies zat terlarut diantara dua pelarut yang tak campur. Dalam penggunaan notasi pH memungkinkan semuua tingkat keasaman dan kebasaan yang banyak dijumpai dalam bidang kimia dinyatakan dalam skala 0 sampai 14, sesuai dengan konsentrasi ion H+ yang terdapat didalam larutan. Larutan dengan pH 7 dinyatakan sebagai basa, sementara larutan dengan pH =7 dinyatakan sebagai larutan netral. Tingkat penetrasi sebuah substansi koefisien partisi senyawa yang sama mudahnya larut dalam air yang mudah menerobos masuk kedalam. Kebanyakan obat melewati membran sel dengan cara difusi pasif. Dalam proses ini diperlukan energi, dan obat bergerak menembus membran sel berdasarkan adanya suatu perbedaan kadar obat antara dua permukaan membran, serta kelarutan obat dalam lipid bilayer yang membentuk membran sel. Selain bergantung pada kelarutan obat dalam lipid, kecepatan difusi juga dipengaruhi oleh koefisien partisi lipid-air dari obat tersebut (Day dan Underwood, 2001).Untuk meningkatkan fluks obat yang melewati membran kulit, dapat digunakan senyawa-senyawa peningkat penetrasi. Fluks obat yang melewati membran dipengaruhi oleh koefisien difusi obat melewati stratum corneum, konsentrasi efektif obat yang terlarut dalam pembawa, koefisien partisi antara obat dan stratum corneum dan tebal lapisan membran. Peningkat penetrasi yang efektif dapat meningkatkan koefisien difusi obat ke dalam stratum corneum dengan cara mengganggu sifat penghalangan dari stratum corneum. Peningkat penetrasi dapat bekerja melalui tiga mekanisme yaitu dengan cara mempengaruhi struktur stratum corneum, berinteraksi dengan protein interseluler dan memperbaiki partisi obat, coenhancer atau cosolvent ke dalam stratum corneum (Sukmawati, 2010).Suatu zat dapat larut ke dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan berdistribusi diri diantara kedua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke dalam pelarut tidak bercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut tetap berdistribusi diantara kedua lapisan dengan perbandingan konsentrasi tertentu (Marten, 2009). Pada ekstraksi solven, pembagian solut antara dua cairan yang tidak saling larut memberikan banyak kemungkinan yang menarik bagi pemisahan-pemisahan secara analitik. Dari pelarut yang digunakan salah satunya adalah air, oleh karena itu, koefisien partisi dalam hal ini secara nyata dipengaruhi oleh sifat kimia pelarut kedua. Pelarut kedua yang banyak digunakan adalah eter, kloroform dan hidrokarbon. Biasanya senyawa dilarutkan dalam air, kemudian diekstraksi dengan pelarut organik. Kelarutan merupakan fungsi dari kompetisi antara interaksi zt terlarut zat terlarut, sedangkan koefisien distribusi/partisi dipengaruhi oleh interaksi zat terlarut-pelarut. Keadaan ini akan menjadi lebih kompleks karena tercampurnya secara parsial semua pelarut dan masing-masing fase akan jenuh oleh fase lainnya (Mirzayanti, 2000).Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi. Proses reaksi ini ada yang berlangsung sangat cepat, cepat dan ada yang berlangsung lambat maupun sangat lambat. Pembahasan tentang kecepatan atau laju reaksi disebut kinetika kimia. Dalam kinetika kimia ini dikemukakan cara menentukan laju reaksi dan faktor yang mempengaruhinya. Salah satu penentu laju reaksi adalah sifat pereaksinya. Ada yang yang reaktif dan ada yang kurang reaktif. Pada umumnya faktor yang berpengaruh adalah sifat pereaksi, konsentrasi, suhu dan katalis. Jumlah yang terlibat dalam suatu reaksi disebut kemolekulan reaksi. Jumlahnya ada yang satu, dua dan tiga, yang berturut turut disebut unimolekuler, bimolekuler dan termolekuler. Sedangkan menurut ordenya, ada reaksi berorde satu, dua, tiga atau pecahan (Purwani, 2011). Liberasi obat dari sediaan dipengaruhi oleh faktor kimia dan fisika. Faktor kimia yang paling berpengaruh adalah koefisien partisi. Kalium iodida memiliki koefisien partisi yang rendah yang dapat dilihat dari kelarutannya yang sangat tinggi di dalam air. Koefisien partisi tidak hanya perlu diperhatikan dalam pembuatan obat dalam. Dalam pembuatan obat luar atau topikal, koefisien partisi juga merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan. Terdapat dua tahapan kerja obat topikal agar dapat memberikan efeknya yaitu obat harus dapat lepas dari basis dan menuju ke permukaan kulit, selanjutnya berpenetrasi melalui membran kulit untuk mencapai tempat aksinya. Faktor-faktor yang berpengaruh pada kedua tahapan tersebut adalah kondisi kulit, sifat fisikokimia obat sepert kelarutan obat dalam basis, koefisien partisi, koefisien difusi dan sifat fisikokimia basis gel seperti ukuran partikel. viskositas basis, pH basis dan sebagainya (Tahir, 2001).

C. ALAT DAN BAHAN1. Alat Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah :a. Beaker glassb. Buret 50 mL c. Corong pisah d. Filler e. Labu Erlenmeyer f. Pipet tetesg. Pipet volume 25 mL h. Statif i. Klem2. Bahan Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah :a. Indikator Fenolftaleinb. Larutan asam salisilatc. Larutan NaOHd. Pelarut n-Heksana

D. PROSEDUR KERJA

E. HASIL PENGAMATAN

F. PEMBAHASANKoefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak saling bercampur. Faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi adalah pelarut pertama dan pelarut kedua.Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul.Sedangkan, Koefisien partisi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur.Pada percobaan, larutan asam salisilat dengan pelarut air dicampurkan dengan pelarut n-heksan dalam corong pisah dan digojog.Penggunaan corong pisah, yaitu untuk memisahkan antara dua fase yang berbeda, fase minyak dan fase cair.Pelarut n-heksan dipilih berdasarkan sifatnya yang non polar sehingga tidak dapat larut dalam air yang bersifat polar.Hal ini memenuhi syarat dalam menentukan koefisien partisi, yaitu antara dua pelarut yang tidak saling larut atau antara pelarut polar dan pelarut non-polar.Pada percobaan dalam labu Erlenmeyer yang berisikan fase cair dan fase minyak ke dalamnya ditambahkan 5 tetes indikator fenolftalein.Hal ini dilakukan agar ketika dilakukan titrasi dapat dilihat titik akhir melalui perubahan warna menetap pada larutan.Titrasi meruapakan suatu analisis volumetric yang dilakukan untuk menentukan kadar suatu larutan yang belum diketahui konsentrasinya menggunakan larutan yang telah diketahui konsentrasinya atau biasa disebut larutan baku. Larutan baku yang digunakan pada percobaan ini, yaitu larutan NaOH. Larutan NaOH digunakan sebagai titran atau pentitrasi karena larutan yang akan dicari konsentrasi/kadarnya atau disebut titrat adalah asam salisilat. Asam salisilat merupakan asam lemah, maka titran yang digunakan haruslah basa kuat, maka digunakanlah larutan NaOH.Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa konsentrasi fase minyak yang didapatkan dari perhitungan setelah dilakukannya titrasi terhadap fase minyak dan fase cair, lebih besar dibandingkan konsentrasi yang didapat pada fase cair.Konsentrasi yang didapat pada fase cair, yaitu 0,02M sedangkan konsentrasi pada fase minyak adalah 0,035.Hal ini menunjukkan bahwa zat terlarut, dalam percobaan ini asam salisilat, lebih banyak larut di dalam pelarut n-heksana dibandingkan dalam pelarut air.Pengamatan tersebut sesuai dengan teori yang ada, dimana pada uraian bahan dapat dilihat bahwa asam salisilat kelarutannya, yaitu sukar larut dalam air dan agak sukar larut dalam kloroform.Sedangkan, pelarut n-Heksana lebih mudah larut dalam kloroform daripada kelarutannya dalam air. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut n-heksana dan asam salisilat sama-sama cenderung akan larut dalam pelarut kloroform yang berarti pelarut n-heksana, asam salisilat, dan kloroform memiliki sifat kepolaran yang sama, karena senyawa polar larut lebih baik dalam pelarut polar dan senyawa non-polar larut lebih baik dalam pelarut non-polar. Dapat dikatakan bahwa asam salisilat dan n-heksana cenderung bersifat non-polar dan asam salisilat akan lebih tertarik larut dalam pelarut n-heksana yang juga bersifat non-polar ketimbang tertarik larut dalam pelarut air yang bersifat polar.Berdasarkan hasil pengamatan didapat bahwa koefisien partisi dari asam salisilat dengan pelarut n-heksana-air, yaitu sebesar 1,75. Koefisien partisi asam salisilat ini merupakan perbandingan antara konsentrasi pada fase organic dan fase cair yang didapat.Manfaat dari diketahuinya kofisien partisi asam salisilat ini, yaitu untuk mengetahui dalam fase sediaan emulsi apa asam salisilat dapat dibut. Manfaat lainnya yaitu untuk mengetahui apakah asam salisilat dalam pelarut n-Heksana-air bersifat hidrofil atau lipofil.

G. KESIMPULANBerdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa pH terhadap koefisien partisi adalah mempengaruhi kecepatan absorpsi pada obat, yang mana obat-obat tersebut bersifat asam atau lemah yang menyebabkan sebagian akan terionisasi jika dilarutkan dalam air. Dalam artian jika suatu senyawa pada obat yang bersifat asam atau basa mengalami ionisasi sebesar 50% (pH = pKa). Maka koefisien partisinya setengah dari obat-obat yang tidak mengalami ionisasi.

DAFTAR PUSTAKAMarten. dkk. 2009. Farmasi Fisik edisi 3 Jilid 1. Jakarta ; Universitas Indonesia Press

Mirzayanti, Y., W., 2000. Pemurnian Gliserol dari Proses Transesterifikasi MinyakJarak dengan Katalis Sodium Hidroksida. Vol.11 No.5.

Purwani, MV., dan Suryanti, 2011, Kinetika Pelarutan Itrium Hidroksida dalam HCl,Jurnal Iptek Nuklir Ganendra, Vol.14, No.1. Hal. 28 38.

R.A. Day, JR., A.L. Underwood, 2001, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam, Jakarta: Erlangga.

Sukmawati, A., dan Suprapto, 2010, Efek Berbagai Peningkat Penetrasi TerhadapPenetrasi Perkutan Gel Natrium Diklofenak Secara In Vitro, JurnalPenelitian Sains & Teknologi, Vol. 11, No.2. Hal. 117 125.

Tahir, 2001. Komparasi Nilai Koefisien Partisi Teoritik Berbagai Senyawa ObatDengan Metoda Hancsh-Leo, Metoda Rekker Dan Penggunaan ProgramClogp. Pusat Kimia Komputasi Indonesia-Austria Jurusan Kimia FakultasMIPA Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS IPERCOBAAN IIIKOEFISIEN PARTISI

OLEH :

NAMA: NURLELA SUNDARI ZNIM: O1A 114 034KELAS: AKELOMPOK: IVASISTEN:

JURUSAN FARMASIFAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS HALU OLEOKENDARI2015