kasus asma akut
DESCRIPTION
asmaTRANSCRIPT
KASUS ASMA AKUT
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Menjelaskan pengertian dari gangguan pernafasan
Menjelaskan deskripsi dari asma
Menjelaskan penyebab dan factor resiko dari stroke
Mendefinisikan secara singkat patofisiologi dari asma
B. Dasar Teori
1. Definisi
Asma merupakan suatu kondisi kronik yang melibatkan sistem respirasi di mana
saluran nafas mengalami penyempitan. Selain faktor lingkungan, faktor genetik ikut
menentukan kerentanan seseorang terhadap penyakiit asma ini.
Sehingga dapat di definisikan bahwa Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif
intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap
stimulasi tertentu. bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif
intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme,
peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas.
Menurut National Asthma Education and Prevetion Program (NAEPP) pada National
Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal iniasma bronkial) didefinisikan
sebagai penyakit inflamasi kronik pada paru, yang dikarakterisir oleh:
Obstruksi saluran nafas yang bersifat reversible, baik secara spontan maupun
pengobatan,
Inflamasi jalan nafas , dan
Peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (hiper-
responsivitas)
2. KLASIFIKASI
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum
pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis dan uji
faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat
dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan
berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat
menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam
penatalaksanaannya.
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari:
Intermitten;
Persisten ringan;
Persisten sedang;
Persisten berat
2. Asma saat serangan
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan
sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global
Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan
gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat
serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma
serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat.
Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut).
Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan
ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang
mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat
menyebabkan kematian. Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma,
tidak harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai
prediksi dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan
keterbatasan yang ada. Penilaian tingkat serangan yang lebih tinggi harus diberikan
jika pasien memberikan respon yang kurang terhadap terapi awal, atau serangan
memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi.
3. EPIDEMIOLOGI
Asma merupakan masalah kesehatan dunia, di mana diperkirakan 300 juta orang
diduga mengidap asma(GINA, 2008) 300 juta orang diduga mengidap asma(GINA,
2008) Kematian akibat asma di dunia dipekirakan mencapai 250 000 orang/tahun Di
Indonesia : prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2 – 5
% pendudukIndonesia menderita asma Asma merupakan salah satu penyakit utama
yang menyebabkan pasien memerlukan perawatan, baik di rumah sakit maupun di
rumah. Separuh dari semua kasus asma berkembang sejak masa kanak-kanak,
sedangkan sepertiganya padamasa dewasa sebelum umur 40 tahun. dapat dimulai
pada segala usia, mempengaruhi pria dan wanita tanpa kecuali, dan bisa terjadi
padasetiap orang pada segala etnis.
4. PATOFIOLOGI DAN MEKANISME TERJADINYA ASMA
Gejala asma, yaitu batuk seseak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi
bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.
Inflamasi
Faktor risiko Faktor risiko
Hipereaktifitas bronkus Obstruksi BR
GejalaFaktor risiko
Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus
ini dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter objektif
untuk menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien.
Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan
uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat
nonspesifik.
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen,
virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi
asma dini (early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction =
LAR). Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut
menjadi reaksi inflamasi sub-akut atau kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi di
bronkus dan se-kitarnya, berupa infiltrasi sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit
dalam jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus.
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang
kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan
di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal.
Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lain yang juga
dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas,
netrofil, platelet, limfosit dan monosit.
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus
vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks
bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan
asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel-sel
inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens. Tromboksan, PAF
dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan
inflamasi yang akhirnya menimbulkan hipereaktivitas bronkus.
Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma:
Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan
dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya.
Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma.
Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu
(enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi
yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan
dengan hiperreaktivitas bronkus.
Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger)
maka akan terjadi serangan asma (mengi)
Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau debu rumah,
binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta
pajanan asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian b2 agonis; sedangkan pencetus:
Semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin
dan metakolin.
Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:
Faktor genetik
Faktor lingkungan
Sensitisasi inflamas
i
Gejala Asma
Hipereaktifitas bronkus obstruksi
Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu:
1. Pencegahan primer
2. Pencegahan sekunder
3. Pencegahan tersier
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko
asma (orangtua asma), dengan cara :
Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan
bayi/anak
Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu
asupan janin
Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
Diet hipoalergenik ibu menyusui
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah
tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan
terutama tungau debu rumah.
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah
menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal
dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa
pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE
spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian
asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini
bukan sebagai pengendali asma (controller).
Pemicu (inducer)
Pemacu (enhancer)
Pencetus (trigger)
5. ETIOLOGI
Pemicu mengakibatkan terganggunya saluran pernafasan dan mengakibatkan
penyempitan dari saluran pernafasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan
bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut, yang belum berarti asma.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu timbul seketika,
berlangsung dalam waktu pendek dan lebih mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun
saluran pernafasan akan bereaksi lebih cepat bila sudah ada atau terjadi peradangan.
1. Faktor pada pasien
o Aspek genetik
o Kemungkinan alergi
o Saluran napas yang memang mudah terangsang
o Jenis kelamin
o Ras/etnik
2. Faktor lingkungan
o Bahan-bahan di dalam ruangan :
Tungau debu rumah
Binatang, kecoa
o Bahan-bahan di luar ruangan :
Tepung sari bunga
Jamur
o Makanan-makanan tertentu, bahan pengawet, penyedap, pewarna makanan
o Obat-obatan tertentu
o Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray )
o Ekspresi emosi yang berlebihan
o Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
o Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
o Infeksi saluran napas
o Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktivitas fisik tertentu
o Perubahan cuaca
6. DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA ASMA
A. Diagnosis
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani
dengan semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik
awal untuk menegakkan diagnosis. Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma
diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang .
1. Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:
a. Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari?
b. Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah
terpajan alergen atau polutan?
c. Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold) merasakan
sesak di dada dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih)?
d. Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas
atau olah raga?
e. Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian obat
pelega (bronkodilator)?
f. Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca
atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?
g. Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis
alergi)?
h. Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung,
saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi?
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya kelainan.
Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling
sering ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan
mengi diluar serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat berat mengi dapat tidak
terdengar (silent chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-hal
sebagai berikut, sesuai derajat serangan :
Inspeksi
- pasien terlihat gelisah,
- sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi
epigastrium, retraksi suprasternal),
- sianosis
Palpasi
- biasanya tidak ditemukan kelainan
- pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
Perkusi
- biasanya tidak ditemukan kelainan
Auskultasi
- ekspirasi memanjang,
- mengi,
- suara lendir
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:
- Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
- Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
- Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
- Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.
- Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.
- Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain asma.
Diagnosis Banding
Dewasa
- Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
- Bronkitis kronik
- Gagal jantung kongestif
- Batuk kronik akibat lain-lain
- Disfungsi larings
- Obstruksi mekanis
- Emboli paru
Anak
- Rinosinusitis
- Refluks gastroesofageal
- Infeksi respiratorik bawah viral berulang
- Displasia bronkopulmoner
- Tuberkulosis
- Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran respiratorik
intratorakal
- Aspirasi benda asing
- Sindrom diskinesia silier primer
- Defisiensi imun
- Penyakit jantung bawaan
A. Tatalaksana Pasien Asma
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).
Tujuan :
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;
Mencegah eksaserbasi akut;
Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin;
Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;
Menghindari efek samping obat;
Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel;
Mencegah kematian karena asma.
Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi
genetiknya.
Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara dokter dan pasien
sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta apabila adanya komunikasi yang
terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau pernyataan pasien, ini merupakan kunci
keberhasilan pengobatan.
Ada 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma, yaitu:
KIE dan hubungan dokter-pasien
Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko;
Penilaian, pengobatan dan monitor asma;
Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut, dan
Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dll
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan asma
akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang
1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh pasien.
Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah (lihat bagan 1), dan apabila
tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan
disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat
serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk
selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :
bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)
kortikosteroid sistemik
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat yang sebaiknya
diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik.
Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral
(metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari.
Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada
dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip).
Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila
diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2 agonis kerja
cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip).
Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan.
Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU. Pemberian obat-
obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. Bila tidak ada
dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer). Untuk lebih jelasnya lihat pada
algoritma (bagan 3, bagan 4).
2. Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah
serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma.
Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan
pelega); dan Menjaga kebugaran.
Edukasi
Edukasi yang diberikan mencakup :
Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan
Mengenali gejala serangan asma secara dini
Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya
Mengenali dan menghindari faktor pencetus
Kontrol teratur
Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien adalah pelangi
asma (bagan 6), sedangkan pada anak digunakan lembaran harian.
Obat asma
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan
asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan
dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi
(kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan
kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol.
Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain :
Inhalasi kortikosteroid
β2 agonis kerja panjang
antileukotrien
teofilin lepas lambat
Tabel 4. Jenis Obat Asma
Jenis obat Golongan Nama generik Bentuk/kemasan obat
Pengontrol
(Antiinflamasi)
Pelega
(Bronkodilator)
Steroid inhalasi
Antileukokotrin
Kortikosteroid
sistemik
Agonis beta-2
kerjalama
kombinasi steroid dan
Agonis beta-2
kerjalama
Agonis beta-2 kerja
cepat
Flutikason propionat
Budesonide
Zafirlukast
Metilprednisolon
Prednison
Prokaterol
Formoterol
Salmeterol
Flutikason + Salmeterol.
Budesonide + formoterol
Salbutamol
IDT
IDT, turbuhaler
Oral(tablet)
Oral(injeksi)
Oral
Oral
Turbuhaler
IDT
IDT
Turbuhaler
Oral, IDT, rotacap
solution
Antikolinergik
Metilsantin
Kortikosteroid
sistemik
Terbutalin
Prokaterol
Fenoterol
Ipratropium bromide
Teofilin
Aminofilin
Teofilin lepas lambat
Metilprednisolon
Prednison
Oral, IDT, turbuhaler,
solution, ampul (injeksi)
IDT
IDT, solution
IDT, solution
Oral
Oral, injeksi
Oral
Oral, inhaler
Oral
IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan bersama
dengan spacer
Solution: Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser
Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet
Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv
Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara lain
dengan melakukan senam asma. Pada dewasa, dengan Senam Asma Indonesia yang
teratur, asma terkontrol akan tetap terjaga, sedangkan pada anak dapat menggunakan
olahraga lain yang menunjang kebugaran.
7. DESKRIPSI KASUS
AN.H(12 TAHUN) tiba-tiba saja mengalami batuk-batuk yang kerap disertai
sesak nafas setelah bermain sepak bola bersama teman-temannya sampai menjelang
maghrib ketika libur dirumah neneknya. ia segera dibawa kepuskesmas terdekat dan
mendapat obat. pada saat pemeriksaan dia Nampak kelelahan dengan pernafasan yang
cepat serta thakikardi ( 140/menit ) dan bunyi mengi yang terdengar jelas. pagi harinya
neneknya membawanya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut skin
test ,menunjukkan bahwa dia alergi beberapa macam allergen. selain itu, neneknya
menceritakan bahwa dia juga punya riwayat rhinitis alergi dan pernah mengalami operasi
pengambilan tonsil ketika berumur 5 tahun.
Diagnosa: serangan asma akut
Riwayat penyakit
1. Rhinitis sejak usia 3 tahun
2. Tonsilektomi
Riwayat obat
1. obat rhinitis dahulu : CTM selama 1 bulan.
2. obat asma dari puskesmas : oksigen, salbutamol inhaler 2-4 puff dengan MDI interval 20
menit.
8. ANALISIS KASUS ATAU PEMBAHASAN
AN. H(12 TAHUN) pada kasus ini mengalami batuk batuk yang kerap disertai
sesak nafas. gejala ini dapat timbul karena terjadi radang (infeksi saluran
pernafasan), alergi( asma), sebab-sebab mekanis debu saat ia bermain sepak bola dan
dapat juga karna factor suhu yang yang mendadak naik atau turun. batuk terutama
dapat disebabkan oleh infeksi virus. virus-virus ini dapat merusak mukosa saluran
pernafasan sehingga menyebabkan pintu masuk untuk virus dan kuman.batuk dapat
mengakibatkan menjalarnya infeksi dari suatu bagian paru-paru ke yang lain dan juga
mergen yang sama merupakan bebab tambahan pada pasien yang menderita penyakit
jantung.
Dari hasil skin test menunjukkan bahwa dia alergi beberapa allergen . pada
sebagian pasien asma disamping HRB aspesifik, juga terdapat alergi. Dengan ini
dimaksudkan unutu membentuk antibodies terhadap allergen tertentu yang memasuki
tubuh( antigen). antibodies ini dari tipe Ig E, juga disebut regain , mengikat diri pada
mastcells antara lain disaluran pernafasan,mata dan hidung .bilamana jumlah Ig E
sudah cukup besar, maka pada waktu allergen yang sama masuk lagi kedalam tubuh,
terjadilah penggabungan antigen-antibody. ,mastcel ls pecah ( degranulasi) dan segera
melepaskan mediatornya. akibatnya adalah sering kali bronkokontriksi dengan
pengembangan mukosa dan hipersekresi dahak, yang merupakan gejala khas serangan
sama.
allergen inhalasi yang masuk ketubuh lewat pernafasan merupakan penyebab utama
reaksi alergi tersebut diatas. penderita asama menunjukkan kepekaan berlabihan
terhadap, terutama debu rumah, yang mengandung tungau (hausedustmite ) dan bulu
binatang juga terhadap sari bunga berbagai tumbuhan dan pohon, jenis tepung dan jamur
allergen oral dan local dikenal pula, yang memasuki tubuh melaui mulut atau
kulit.banyak bahan makanan mengandung allergen dan juga obat-obatan tertentu atau
metabolitnya dapat menimbulkan reaksi alergi.
pasien juga menpunyai riwayat rhinitis sejak usia 3 tahun dan pernah dilakukan
operasi pengambilan tonsil masalah ini juga berhungan dengan penyakit yang diderita
oleh AN.H rhinitis allergi merupakan gangguan alergi yang paling sering terjadi. sering
kali disertai radang selaput ikat mata.
Gejalanya antara lain salesma berat, bersin hidung mampat dan gatal-gatal
bdisekitar mata dan hidung. umunya gejala ini bertahan lebih dari empat minggu atau
sering kambuh. Penyebabnya dapat diakibatkan oleh reaksi alergi terhadap sari
tepung( pollen ), tungau, debu rumah, spora jamur, serpihan kulit binatang atau bahan
makanan.
pollen adalah sel-sel perbanyakan jantan dari rumput dan pohon, yang penyerbukan nya
dilakukan oleh angin.
debu rumah merupakan cocktail dari beragam produk: tungau, fungsi ( spora) dan bakteri,
serpihan kulit dan rambut orang dan binatang piaraan, sisa serangga mata pada pakaian,
tanah dan lain-lain.
9. OBAT TERPILIH
1. TERBUTALIN
2. SALBUTAMOL
3. KLORFENIRAMIN MALEAT
10. EVALUASI OBAT TERPILIH
TERBUTALIN
Indikasi : asma bronchial, emfisema, bronchitis kronik
Kontra indikasi : hipersensitivitas, tirotoksikosis
Efek samping : tremor dan palpitasi adalah karakter dari amin
simpatomimetik, kekakuan dan akan hilang setelah pengobatan beberapa hari dan
palpitasi akan reda bila dosis diturunkan
Perhatian : hati – hati pada hipertensi, gangguan
kardiovaskular, hipertiroid, diabetes mellitus dan riwayat kejang, tidak dianjurkan
pemberian bersamaan dengan obat beta blocker yang non selektif, wanita hamil
trisemester pertama, wanita menyusui, anak dibawah 12 tahun.
Sediaan beredar : asmabet ( mahakan beta farma), brasmatic (darya
varia), forasma (guardian pharmatama ), lasmalin ( lapi)
SALBUTAMOL (ALBUTEROL)
Indikasi : asam bronchial, bronchitis asmatis dan emfisema
pulmonum
Kontra indikasi : hipersensitivitas
Efek samping : mual, sakit kepala, palpitasi, tremor, vasodilatasi
peripheral, takikardia dan hipokalemi yang kadang timbul setelah pemberian dosis tinggi.
Perhatian : hati –hati pemberian pada pasien tirotoksikosis,
wanita hamil dan menyusui, pemberian bersamaan dengan derivate xantin, steroid dan
diuretic, hindari pemberian pada penderita hipertensi, jantung iskemik dan pada pasien
usia lanjut, anak dibawah usia 6 tahun, hipertiroidism, diabetes mellitus.
Interaksi obat : b-blocker, seperti propanolol, menghambat efek
samping salbutamol. Obat adrenergic tambahan, inhibitor monoaminooksidase atau
antidepresan trisiklik.
Sediaan beredar : ascolen (heroic), asmacel ( rocella), astop (yahi utama).
Dll
KLORFENIRAMIN MALEAT
Indikasi : rhinitis, urtikaria, hay fever
Kontra indikasi : hipersensitivitas
Efek samping : mulut kering, mengantuk, pandangan kabur
Perhatian : penderita yang menggunakan obat ini sebaiknya
tidak mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin, tidak dianjurkan
penggunaan pada wanita hamil dan menyusui
Sediaan beredar : alermak (ifars), allergen (novapharin), alleron ( mega
esa farma)
11. MONITORING DAN FOLLOW
Pelangi Asma, monitoring keadaan asma secara mandiri
Hijau
Kondisi baik, asma terkontrol
Tidak ada / minimal gejala
APE : 80 - 100 % nilai dugaan/ terbaik
Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap berada
pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi
Kuning
Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut/ eksaserbasi
Dengan gejala asma (asma malam, aktiviti terhambat, batuk, mengi, dada terasa berat
baik saat aktiviti maupun istirahat) dan/ atau APE 60 - 80 % prediksi/ nilai terbaik
Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi
Merah
Berbahaya
Gejala asma terus menerus dan membatasi aktiviti sehari-hari.
APE < 60% nilai dugaan/ terbaik
Penderita membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang disepakati
dokter-penderita secara tertulis. Bila tetap tidak ada respons, segera hubungi dokter atau
ke rumah sakit.
Sistem penanganan asma mandiri membantu penderita memahami kondisi kronik dan
bervariasinya keadaan penyakit asma. Mengajak penderita memantau kondisinya sendiri,
identifikasi perburukan asma sehari-hari, mengontrol gejala dan mengetahui kapan penderita
membutuhkan bantuan medis/ dokter. Penderita diperkenalkan kepada 3 daerah (zona) yaitu
merah, kuning dan hijau dianalogkan sebagai kartu menuju sehat balita (KMS) atau lampu lalu
lintas untuk memudahkan pengertian dan diingat penderita. Zona`merah berarti berbahaya,
kuning hati-hati dan hijau adalah baik tidak masalah. Pembagian zona berdasarkan gejala dan
pemeriksaan faal paru (APE) .Agar penderita nyaman dan tidak takut dengan pencatatan
tersebut, maka diberikan nama pelangi asma. Setiap penderita mendapat nasehat/ anjuran dokter
yang bersifat individual bergantung kondisi asmanya, akan tetapi aturan umum pelangi asma
adalah seperti pada tabel 15.
Kunjungan
pertama
(First follow-
up)
· Identifikasi & mengontrol
pencetus
· Penilaian berat asma
· Medikasi (apa yang dipakai,
bagaimana & kapan, adakah
masalah dengan pengobatan
tsb.)
· Penanganan serangan asma di
rumah
· Penderita menunjukkan cara
menggunakan obat inhalasi/ spacer,
koreksi oleh dokter bila perlu
· Penggunaan peak flow meter
· Monitor asma & tindakan apa yang
dapat dilakukan (idem di atas)
Kunjungan ke
dua (second
follow-up)
· Identifikasi & mengontrol
pencetus
· Penanganan serangan asma di
rumah
· Medikasi
· Monitor asma (gejala & faal
paru/ APE)
· Penanganan asma mandiri/
pelangi asma (bila penderita
mampu)
· Penderita menunjukkan cara
menggunakan obat inhalasi &
koreksi bila perlu
· Demonstrasi penggunaan peak
flow meter (oleh penderita/ dokter)
· Pelangi asma (bila dilakukan)
Setiap
kunjungan
berikut
· Strategi mengontrol pencetus
· Medikasi
· Monitoring asma.
· Pelangi asma bila penderita
mampu
· Obat inhalasi
· Peak flow meter
· Monitor pelangi asma (bila
dilakukan)
12.KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI
berikan informasi baik kegunaan maupun efek samping yang ditimbulkan. Terdapat
dua jenis obat asma, yaitu obat-obat kerja cepat untuk mengatasi dengan segera
serangan sesak nafas (reliever) dan obat-obat pencegahan jangka lama, untuk mengatasi
peradangan pada sluran nafas (preventer/controller)
terangkan faktor-faktor pencetus serangan asma (allergen) dan cara mengendalikannya.
Hal ini memudahkan untuk melakukan tindakan pencegahan (preventif) terhadap
kambuhnya penyakit asma. Faktor-faktor pencetus ini dapat berbeda antara penderita
satu dengan yang lainnya.
Lakukan rehabilitasi dan peningkatan kebugaran jasmani dengan olah raga atau
latihan jasmani terpimpin. Hal ini untuk menjaga koordinasi pernafasan dan fungsi paru
serta pertahanan paru.
Bentuk pemberian edukasi :
· Komunikasi/nasehat saat berobat
· Latihan/ training pengobatan non farmakologi
· Supervisi
· Diskusi kan masalah-masalah yang dirasakan pasien