kami segenap tim redaksi al-falah smk muhammadiyah 1 ... · edisi iii/ 15 mei 2015 menjaga nikmat...

2
SMK MUHAMMADIYAH 1 SUKOHARJO Wahai saudaraku, dalam perjalanan hidup kita sampai detik ini, mungkin kita pernah merasakan akan adanya nilai atau harga dari sesuatu hal saat sesuatu itu sudah tidak ada. Saat sesuatu itu masih ada, seringkali kita menganggapnya biasa atau bahkan menyia-nyiakannya. Dan saat sesuatu itu sudah tidak ada atau hilang dari diri kita, baru kita bisa merasakan betapa bernilai dan berharganya sesuatu itu bagi diri kita. Nikmat sehat misalnya, saat kita masih memiliki tubuh yang sehat mungkin kita menganggap kesehatan itu sebagai nikmat yang biasa dan kadang tidak menghargainya. Namun berbeda saat nikmat sehat itu mulai berkurang dari diri kita atau saat kita ditimpa suatu penyakit, kita baru menyadari betapa besarnya nikmat sehat itu bagi kita. Di dalam Islam, Allah mengajarkan agar kita senantiasa mensyukuri setiap nikmat dan karunia yang Allah berikan kepada kita. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: “Dan (ingatlah juga) tatkala Rabb-mu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur,pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih”. (Q.S Ibrahim (14) ayat 7) Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam juga pernah memuji keistimewaan seorang mukmin dalam menyikapi segala kebaikan Allah subhanahu wa ta'ala dengan penuh rasa syukur. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sungguh ajaib perkara seorang mukmin itu. Sesungguhnya segala sesuatu Edisi III/ 15 Mei 2015 Menjaga Nikmat dengan Syukur (oleh: Arif Rohman, S.Pd.I) (Guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan) TIM Redaksi Pelindung Drs.H.Mustadjab,M.Pd Pembina Taofik Ridwan,S.Pd Ah Zanin Nu’man,M.Pd.I Ketua Umum Rendi Dwi Santoso Ketua Redaksi Rubyanto Prabowo Editor Ah. Zanin Nu’man,M.Pd.I Ibrohim Munib,S.Pd.I Supriyono,S.Pd Layout Muhammad Tafrikhan Galih Aditya Putra Distributor Firman Priyanto Danil Rizal Iransyah INFO : Bagi antum yang mengaku siswa SMK MUTUHARJO silahkan kirimkan tulisan antum ke Redaksi kami, apabila tulisan antum dimuat maka, akan mendapatkan SESUATU dari redaksi. E-mail : [email protected], BBM : 3258D25C, Hp : 087812848308, Facebook : Facebook.com/ pripmsmkmutuharjo ia lebih menuruti ibunya daripada bapaknya. Bersamaan dengan itu sang anak menganggap bapaknya sebagai musuh. Jika sang anak berakal, niscaya dia akan menyimpulkan bahwa sang ibu merupakan musuh sesungguhnya dalam wujud teman dekat. Karena larangan sang ibu untuk berbekam akan menggiringnya kepada penyakit yang lebih besar dibandingkan sakit karena berbekam. Karena itu, teman yang jahil lebih berbahaya dari seorang musuh yang berakal. Dan setiap orang menjadi teman dirinya sendiri, akan tetapi nafsu merupakan teman yang jahil. Nafsu akan berbuat pada dirinya apa yang tidak diperbuat oleh musuh.” [Minhajul Qashidin hal 281-282 (dalam AsySyariah)]. Wallohu ta’ala a’lam bish-showab. Kami Segenap Tim Redaksi Al-Falah SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo mengucapkan Selamat dan Sukses atas Kelulusan Siswa-Siswi Kelas XII SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo 2014/2015 Semoga Ilmunya Bermanfa’at

Upload: doanliem

Post on 29-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kami Segenap Tim Redaksi Al-Falah SMK Muhammadiyah 1 ... · Edisi III/ 15 Mei 2015 Menjaga Nikmat dengan Syukurberbekam. Karena itu, teman yang jahil lebih (oleh: Arif Rohman, S.Pd.I)

SMK MUHAMMADIYAH 1 SUKOHARJO

Wahai saudaraku, dalam perjalanan hidup kita sampai detik ini,

mungkin kita pernah merasakan akan adanya nilai atau harga dari sesuatu hal

saat sesuatu itu sudah tidak ada. Saat sesuatu itu masih ada, seringkali kita

menganggapnya biasa atau bahkan menyia-nyiakannya. Dan saat sesuatu itu

sudah tidak ada atau hilang dari diri kita, baru kita bisa merasakan betapa

bernilai dan berharganya sesuatu itu bagi diri kita.

Nikmat sehat misalnya, saat kita masih memiliki tubuh yang sehat

mungkin kita menganggap kesehatan itu sebagai nikmat yang biasa dan kadang

tidak menghargainya. Namun berbeda saat nikmat sehat itu mulai berkurang

dari diri kita atau saat kita ditimpa suatu penyakit, kita baru menyadari betapa

besarnya nikmat sehat itu bagi kita.

Di dalam Islam, Allah mengajarkan agar kita senantiasa mensyukuri

setiap nikmat dan karunia yang Allah berikan kepada kita. Allah subhanahu wa

ta'ala berfirman:

“Dan (ingatlah juga) tatkala Rabb-mu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika

kamu bersyukur,pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu

mengingkari (nikmatKu), sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih”. (Q.S Ibrahim

(14) ayat 7)

Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam juga pernah memuji

keistimewaan seorang mukmin dalam menyikapi segala kebaikan Allah

subhanahu wa ta'ala dengan penuh rasa syukur. Beliau shallallahu 'alaihi

wasallam bersabda:

“Sungguh ajaib perkara seorang mukmin itu. Sesungguhnya segala sesuatu

Edisi III/ 15 Mei 2015

Menjaga Nikmat dengan Syukur

(oleh: Arif Rohman, S.Pd.I) (Guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan) TIM Redaksi

Pelindung

Drs.H.Mustadjab,M.Pd

Pembina

Taofik Ridwan,S.Pd

Ah Zanin Nu’man,M.Pd.I

Ketua Umum

Rendi Dwi Santoso

Ketua Redaksi

Rubyanto Prabowo

Editor

Ah. Zanin Nu’man,M.Pd.I

Ibrohim Munib,S.Pd.I

Supriyono,S.Pd

Layout

Muhammad Tafrikhan

Galih Aditya Putra

Distributor

Firman Priyanto

Danil Rizal Iransyah

INFO : Bagi antum yang mengaku siswa SMK MUTUHARJO silahkan kirimkan tulisan antum ke

Redaksi kami, apabila tulisan antum dimuat maka, akan mendapatkan SESUATU dari redaksi.

E-mail : [email protected], BBM : 3258D25C, Hp : 087812848308, Facebook : Facebook.com/

pripmsmkmutuharjo

ia lebih menuruti ibunya daripada bapaknya.

Bersamaan dengan itu sang anak menganggap

bapaknya sebagai musuh. Jika sang anak berakal,

niscaya dia akan menyimpulkan bahwa sang ibu

merupakan musuh sesungguhnya dalam wujud

teman dekat. Karena larangan sang ibu untuk

berbekam akan menggiringnya kepada penyakit

yang lebih besar dibandingkan sakit karena

berbekam. Karena itu, teman yang jahil lebih

berbahaya dari seorang musuh yang berakal.

Dan setiap orang menjadi teman dirinya sendiri,

akan tetapi nafsu merupakan teman yang jahil.

Nafsu akan berbuat pada dirinya apa yang tidak

diperbuat oleh musuh.” [Minhajul Qashidin hal

281-282 (dalam AsySyariah)]. Wallohu ta’ala

a’lam bish-showab.

Kami Segenap Tim Redaksi Al-Falah

SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo

mengucapkan Selamat dan Sukses atas Kelulusan

Siswa-Siswi Kelas XII

SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo

2014/2015

Semoga Ilmunya Bermanfa’at

Page 2: Kami Segenap Tim Redaksi Al-Falah SMK Muhammadiyah 1 ... · Edisi III/ 15 Mei 2015 Menjaga Nikmat dengan Syukurberbekam. Karena itu, teman yang jahil lebih (oleh: Arif Rohman, S.Pd.I)

baginya adalah kebaikan. Dan tidak-lah yang

demikian itu berlaku pada seseorang kecuali orang

-orang mukmin. Jika menda-patkan kelapangan ia

bersyukur, dan itu kebaikan baginya. Dan jika

mendapatkan kesu-karan ia bersabar, dan itu pun

kebaikan baginya.” (HR. Muslim, no. 2999 dari

Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu).

Seorang mukmin bisa bersikap ajaib

seperti itu karena dia tidak menjadikan dunia ini

sebagai tolak ukur utama sebuah kesuksesan dan

kebahagiaan. Saat mereka ditimpa suatu musibah

mereka bisa bersikap sabar karena memang dia bisa

memahami bahwa itu adalah ujian yang datang dari

Allah dan hal itu tidak hanya menimpa dirinya

seorang. Selain itu mereka tahu bahwa Allah tidak

akan memberikan ujian kepada hamba-Nya

melebihi batas kemampuannya. Sebagaimana

firman Allah subhanahu wa ta'ala di dalam:

“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan

sesuai dengan kesanggupannya…” (Q.S al-Baqarah

(2) ayat 286)

Dan memang segala bentuk kesusahan dan

kegundahan yang menimpa umat manusia di dunia

ini mempunyai batas akhir, sebagaimana dunia ini.

Dan saat seorang mukmin mendapat suatu

nikmat dan karunia dari Allah subhanahu wa

ta'ala mereka akan senantiasa mensyukuri nikmat

itu. Mereka paham bahwa nikmat itu tidak akan

mengekalkannya dan Allah bisa saja mencabut

nikmat itu kapan saja. Jadi seorang mukmin akan

benar-benar mempergunakan nikmat dan karunia

yang Allah berikan itu dengan sebaik-baiknya.

Renungkanlah apa yang dipaparkan oleh ummul

mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha (dalam

riwayat Bukhori nomor 1062), yang melihat Nabi

Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam mendirikan

sholat malam sampai kakinya bengkak, hal itu

dilakukan sebagai bentuk rasa syukur beliau

shallallahu 'alaihi wasallam.

Begitulah seorang mukmin bersyukur.

Karunia Allah subhanahu wa ta'ala yang begitu luas

itu akan ia gunakan untuk mengabdi dengan sebaik-

baik pengabdian seorang hamba kepada Khaliq-nya.

Yakni dengan banyak berdoa kepada Allah di kala

lapang maupun sempit dan beribadah dengan sebaik-

baik ibadah. Rasa syukur itulah yang akan

membuatnya memperoleh kedamaian hati, yaitu saat

mereka bisa bersyukur atas limpahan nikmat

karunia-Nya. Dan juga membuahkan keutamaan

besar yang akan ia raih di negeri akhirat kelak.

Ada satu kaidah yang perlu dipahami

bersama dalam hidup ini. Dalam hal akhirat (ilmu

dan iman) kita harus memandang ke atas (fi umuril-

akhiroh naro ilal a’la), agar kita senantiasa menjadi

hamba Allah yang tawadhu’ (rendah hati) dan

senantiasa memperbaiki diri. Namun dalam hal

keduniawian, kita harus memandang ke bawah (fi

umurid-dunya naro ila adna), agar kita senantiasa

menjadi hamba Allah yang bersyukur, dan tidak lalai

kepada asal muasal nikmat itu berasal.

Renungkanlah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi

wasallam berikut:

“Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan

jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena

yang demikian lebih patut, agar kalian tidak

meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan

kepadamu” (HR al-Bukhari no. 6490, dari sahabat Abu

Hurairah radhiyallahu anhu).

Wahai saudaraku, ketahuilah, bahwa rasa

syukur kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala

menyebabkan terjaganya nikmat-nikmat yang sudah

kita miliki, dan menyebabkan datangnya nikmat-

nikmat Allah yang lain. Dan sebagaimana dijelaskan

oleh Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyah dalam kitab be-

liau Madarijus Salikin (1998), bahwa syukur itu baru

bisa terwujud jika dibangun oleh lima sendi: Orang

yang bersyukur tunduk kepada yang disyukuri,

mencintai-Nya, mengakui nikmat-Nya, memuji-Nya

karena nikmat itu, dan tidak menggunakan nikmat itu

untuk sesuatu yang dibenci-Nya.

Selain berbagai keutamaan tentang syukur

yang dipaparkan di atas, kita juga harus memahami

tentang akibat sifat kufur terhadap nikmat Allah sub-

hanahu wa ta'ala. Sifat kufur terhadap nikmat Allah

akan mengakibatkan pelakunya berada pada satu dari

dua keadaan. Kemungkinan yang pertama, Allah akan

mencabut nikmat itu darinya dan kemungkinan yang

kedua, sifat kufur itu akan menambah berat siksanya di

akhirat kelak.

Wallahul musta’an. Tentunya kita tidak ingin terjatuh

ke dalam salah satu dari keadaan tersebut.

Wahai saudaraku, ada satu lagi yang harus

kita pahami. Bahwa nikmat terbesar yang Allah sub-

hanahu wa ta'ala berikan kepada hamba-Nya adalah

nikmat ber-Islam, yang dengannya kita bisa merasakan

nikmat yang lain secara hakiki, nikmat Allah yang bisa

mengantarkan kita ke surga, jadi kita harus bersyukur

dengan menjaganya. Dan kufur nikmat adalah salah

satu penyebab tercabutnya nikmat, membuat dada

menjadi sesak dan hati menjadi resah, serta menambah

berat siksa di akhirat kelak, jadi kita harus menjau-

hinya.

Untaian Indah Ibnu Qudamah

Sebagai penutup, berikut penulis nukilkan

untaian indah dari seorang ulama besar dari Palestina,

Ibnu Qudamah rahimahullahu ta’ala. Beliau pernah

menyampaikan untaian yang begitu indah tentang

sifat syukur, beliau mengatakan:

“Ketahuilah bahwa segala yang dicari oleh setiap

orang adalah nikmat. Akan tetapi kenikmatan

yang hakiki adalah kebahagiaan di akhirat kelak

dan segala nikmat selainnya akan lenyap. Semua

perkara yang disandarkan kepada kita ada empat

macam:

Pertama: Sesuatu yang bermanfaat di dunia dan

di akhirat seperti ilmu dan akhlak yang baik.

Inilah kenikmatan yang hakiki.

Kedua: Sesuatu yang memudaratkan di dunia

dan di akhirat. Ini merupakan bala’ (kerugian)

yang hakiki.

Ketiga: Bermanfaat di dunia akan tetapi

memudaratkan di akhirat seperti berlezat-lezat

dan mengikuti hawa nafsu. Ini sesungguhnya

bala bagi orang yang berakal, sekalipun orang

jahil menganggapnya nikmat. Seperti seseorang

yang sedang lapar lalu menemukan madu yang

bercampur racun. Bila tidak mengetahuinya, dia

menganggap sebuah nikmat dan jika

mengetahuinya dia menganggapnya sebagai

malapetaka.

Keempat: Memudaratkan di dunia namun akan

bermanfaat di akhirat sebagai nikmat bagi orang

yang berakal. Contohnya obat, bila dirasakan

sangat pahit dan pada akhirnya akan

menyembuhkan (dengan seizin Allah subhanahu

wa ta'ala).

Seorang anak bila dipaksa untuk meminumnya

dia menyangka sebagai malapetaka dan orang

yang berakal akan menganggapnya sebagai

nikmat. Demikian juga bila seorang anak butuh

untuk dibekam, sang bapak berusaha menyuruh

dan memerintahkan anaknya

untuk melakukannya. Namun sang anak tidak

bisa melihat akibat di belakang yang akan

muncul berupa kesembuhan.

(Begitupun) sang ibu akan berusaha mencegah

karena cintanya yang tinggi kepada anak tersebut

karena sang ibu tidak tahu tentang maslahat yang

akan muncul dari pengobatan tersebut. Sang anak

menuruti apa kata ibunya. Hal ini disebabkan

oleh ketidaktahuannya sehingga