kajian morfologi, morfometrik, dan status konservasi …lib.unnes.ac.id/42025/1/4411416059.pdf ·...
TRANSCRIPT
KAJIAN MORFOLOGI, MORFOMETRIK, DAN STATUS
KONSERVASI JENIS - JENIS IKAN HIU YANG DIJUAL DI TPI
PANTAI UTARA JAWA TENGAH
Skripsi
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh
Erlinda Afra Maulina
4411416059
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi saya yang berjudul
“Kajian Morfologi, Morfometrik, dan Status Konservasi Jenis-Jenis Ikan Hiu
yang Dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah” disusun berdasarkan hasil penelitian
saya dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi atau kutipan yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Skripsi ini belum pernah diajukan
untuk memperoleh gelar dalam program sejenis di perguruan tinggi manapun.
Semarang, Agustus 2020
Erlinda Afra Maulina
4411416059
iii
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul
Kajian Morfologi, Morfometrik, dan Status Konservasi Jenis-Jenis Ikan Hiu yang
Dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah
disusun oleh :
Erlinda Afra Maulina
4411416059
telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang pada tanggal 9 Juli 2020.
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Dr. Sugianto, M.Si Dr.dr Nugrahaningsih WH, M.Kes
NIP. 196102191993031001 NIP. 196907091998032001
Penguji I Penguji II
Dr. Partaya, M.Si Drs. Bambang Priyono, M.Si
NIP. 196007071988031002 NIP. 195703101988101001
Penguji III/ Pembimbing
Dr. Ning Setiati, M.Si
NIP. 195903101987032001
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kadar
kesanggupannya. - (Q.S. Al-Baqarah : 286)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain. - (Q.S. Al-Insyirah : 4-7)
PERSEMBAHAN
Ayah dan Ibu tercinta.
Untuk keluarga, kerabat dan sahabat-sahabat yang
selalu membantu dan memberi dukungan.
Jurusan Biologi dam Prodi Biologi.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Negeri Semarang.
v
PRAKATA
Segala puji dan syukur kehadirat الله SWT atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya
yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan skripsi
dengan judul “Kajian Morfologi, Morfometrik, dan Status Konservasi Jenis-Jenis Ikan
Hiu yang Dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah” sebagai syarat untuk
menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Universitas Negeri Semarang. Penelitian ini
merupakan bagian dari penelitian payung Dr. Ning Setiati, M.Si.
Dalam penyusunan skripsi ini banyak hambatan serta rintangan yang penulis
hadapi, namun pada akhirnya dapat melaluinya berkat adanya bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang atas kesempatan yang diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan S1.
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam atas izin yang diberikan
kepada penulis untuk melakukan penelitian.
3. Ketua Jurusan Biologi yang telah memberikan dukungan dan arahan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi.
4. Dr. Ning Setiati, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen penelitian
payung yang selalu membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Dr. Partaya, M.Si. dan Drs. Bambang Priyono, M.Si. selaku dosen penguji skripsi
yang telah memberikan saran dan masukan atas skripsi yang penulis susun.
6. Seluruh Staff Dosen dan Pegawai Laboratorium Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang kiranya
telah banyak memberikan pengetahuan pada penulis, selama menimba ilmu di
Jurusan Biologi ini.
7. Keluarga tercinta dan seluruh keluarga besar penulis, terima kasih telah memberikan
dukungan, dorongan doa, motivasi, nasihat dan pengorbanan materialnya selama
vi
penulis menempuh studi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang.
8. Teman-teman seperjuangan bimbingan skripsi Dr. Ning Setiati, M.Si. yang saling
menguatkan selama proses penyusunan skripsi.
9. Sahabat serta teman-teman Rombel 2 Biologi 2016 yang selalu memberikan
masukan, saran, dan semangat kepada penulis selama belajar dan berjuang bersama
di Universitas Negeri Semarang. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu
persatu yang telah membantu dalam penyelesaian naskah skripsi ini.
Rasa hormat dan terima kasih bagi semua pihak atas segala dukungan dan
doanya semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah mereka berikan
kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi penulis pada khususnya,
lembaga, masyarakat, dan pembaca pada umumnya. Kritik dan saran yang membangun
terkait skripsi ini, akan sangat bermanfaat untuk penulis. Akhir kata penulis ucapkan
terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu dan semoga Allah SWT
melimpahkan karunia-Nya dalam setiap amal kebaikan kita dan diberikan balasan.
Aamiin.
Semarang, Agustus 2020
Penulis
vii
ABSTRAK
Maulina, Erlinda Afra. (2020). Kajian Morfologi, Morfometrik, dan Status Konservasi
Jenis-Jenis Ikan Hiu yang Dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah. Skripsi, Jurusan
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Semarang. Pembimbing Dr. Ning Setiati, M.Si.
Kata Kunci : Morfologi, Morfometrik, Status Konservasi, TPI pantai Utara Jawa
Tengah, Jenis-Jenis Ikan Hiu
Kajian morfologi, morfometrik, dan status konservasi jenis-jenis ikan hiu
sangat diperlukan datanya untuk dapat memberi informasi yang mendasar sebagai
upaya konservasi. Berdasarkan hasil observasi awal jumlah hasil tangkapan hiu
menurun dan semakin kecilnya ukuran yang ditangkap, sehingga perlu dilakukan
penelitian tentang morfologi, morfometrik, dan status konservasi jenis-jenis ikan hiu
yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi jenis ikan hiu, mendeskripsikan morfologi, morfometrik, dan status
konservasi jenis-jenis ikan hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah.
Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut digunakan metode survey yang
bersifat deskriptif. Pengambilan sampel ikan hiu dilakukan secara purposive sampling
pada semua armada penangkapan ikan yang mendapatkan hasil tangkapan berupa ikan
hiu di TPI Pantai Utara Jawa Tengah meliputi TPI Bajomulyo Juwono, TPI Tasik
Agung Rembang, TPI Tanjungsari Rembang, dan TPI Tambaklorok Semarang masing-
masing 1 kali setiap TPI. Kajian morfologi dianalisis menggunakan hubungan
kekerabatan dalam software MVSP 3.2, untuk analisis data morfometrik menggunakan
analisis komponen utama (PCA) dan analisis kelayaktangkapan hiu.
Hasil identifikasi ciri morfologi menunjukkan bahwa terdapat 5 jenis hiu yang
dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah yaitu Carcharhinus brevipinna, Carcharhinus
longimanus, Carcharhinus sealei, Chiloscyllium punctatum, dan Alopias pelagicus.
Berdasarkan kajian morfologi diketahui bahwa bentuk tubuh ikan hiu lonjong dan
memanjang, memiliki celah insang yang terletak di sisi kepala, dan sebagian besar
memiliki ekor berbentuk heterocercal. Analisis hubungan kekerabatan secara
morfologi diketahui bahwa Carcharhinus longimanus dan Carcharhinus sealei
memiliki hubungan kekerabatan yang paling dekat dengan nilai koefisiensi korelasi
sebesar 0,76. Karakter morfometrik yang dianalisis menggunakan analisis komponen
utama (PCA) memiliki kemiripan yang besar pada jenis Carcharhinus brevipinna,
Carcharhinus longimanus, Carcharhinus sealei, dan Chiloscyllium punctatum,
sedangkan pada Alopias pelagicus tidak mirip dengan keempat jenis lainnya.
Berdasarkan hasil analisis data kelayaktangkapan hiu, jenis hiu yang sudah layak
tangkap didominasi oleh hiu jenis Chiloscyllium punctatum dan Carcharhinus sealei.
Status konservasi berdasarkan IUCN, pada hiu Carcharinus longimanus berstatus kritis
(CR), Alopias pelagicus berstatus terancam (EN), Carcharhinus sealei, Carcharhinus
brevipinna dan Chiloscyllium punctatum berstatus hampir terancam (NT). Jenis ikan
hiu yang masuk ke dalam daftar Appendix II CITES yaitu Carcharinus longimanus dan
Alopias pelagicus.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................... ii
PENGESAHAN ....................................................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv
PRAKATA ............................................................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xii
BAB
1. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
1.3 Tujuan................................................................................................................. 4
1.4 Penegasan Istilah ................................................................................................. 5
1.5 Manfaat ............................................................................................................... 6
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 7
2.1 Klasifikasi ........................................................................................................... 7
2.2 Morfologi Ikan Hiu ............................................................................................. 8
2.3 Studi Morfometrik..............................................................................................10
2.4 Status Konservasi ...............................................................................................11
2.5 TPI Pantai Utara Jawa Tengah ...........................................................................14
3. METODE PENELITIAN .....................................................................................18
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..............................................................................18
ix
3.2 Populasi Penelitian .............................................................................................18
3.3 Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................................19
3.4 Prosedur Penelitian ............................................................................................19
3.5 Metode Pengumpulan Data ................................................................................23
3.6 Analisis Data ......................................................................................................23
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................28
4.1 Jenis Ikan Hiu yang Dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah .............................28
4.2 Kajian Morfologi dan Morfometrik Ikan Hiu ......................................................30
4.3 Status Konservasi ...............................................................................................46
5. PENUTUP ...........................................................................................................52
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................52
5.2 Saran ..................................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................54
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Alat dan bahan penelitian ...................................................................................19
3.2 Pengukuran Bagian-Bagian Morfometrik Ikan Hiu ............................................22
4.1 Jenis Ikan Hiu yang Dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah .............................28
4.2 Matriks Jumlah Pasangan Satuan Taksonomi Operasional .................................38
4.3 Matriks koefisiensi Korelasi Antar Jenis Ikan Hiu .............................................38
4.4 Status Konservasi dan Status Perdagangan .........................................................47
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Morfologi Hiu ..................................................................................................... 9
2.2 Morfometrik Hiu ...............................................................................................11
2.3 Kategori Pembagian Status Konservasi ..............................................................12
4.1 Morfologi Carcharhinus brevipinna ...................................................................31
4.2 Morfologi Carcharhinus longimanus .................................................................32
4.3 Morfologi Carcharhinus sealei ..........................................................................33
4.4 Morfologi Chiloscyllium punctatum ...................................................................34
4.5 Morfologi Alopias pelagicus ..............................................................................36
4.6 Fenogram Hasil Pengelompokkan Berdasarkan Koefisisensi Korelasi Antar Jenis
Ikan Hiu ...........................................................................................................38
4.7 Diagram Kelayaktangkapan Ikan Hiu .................................................................41
4.8 Hasil Analisis PCA Karakter Morfometrik .........................................................45
4.9 Diagram Presentase Jenis Ikan Hiu Berdasarkan IUCN ......................................47
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Tabel Identifikasi Jenis Ikan Hiu Berdasarkan White et al (2006) ..................... 64
2. Karakter Morfologi yang Dinyatakan dengan Kode Biner ................................ 67
3. Perhitungan Koefisiensi Korelasi ..................................................................... 69
4. Kunci Identifikasi ............................................................................................. 72
5. Studi Morfometrik Ikan Hiu ............................................................................. 73
6. Hasil Analisis Principle Component Analysis (PCA) ........................................ 76
7. Ukuran Panjang Total Jenis Ikan Hiu ............................................................... 81
8. Kelayaktangkapan Hiu ..................................................................................... 83
9. Dokumentasi Jenis Ikan Hiu ............................................................................. 84
10. Dokumentasi Pengukuran Morfometrik ............................................................ 85
11. Dokumentasi Penelitian .................................................................................... 86
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Jawa Tengah mempunyai wilayah seluas 32.284,268 km2 atau sekitar
23,97% dari luas wilayah Pulau Jawa, terletak pada koordinat antara 6030’-9030’ LS
dan antara 108030’ 111030’ BT. Panjang garis pantai yang dimiliki Jawa Tengah
adalah 791,76 km, yang terdiri atas pantai utara sepanjang 502,69 km dan pantai selatan
sepanjang 289,07 km. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah (2015),
kondisi Pantai Utara Jawa Tengah yang landai dan perairan yang relatif tenang
menjadikan Pantai Utara Jawa Tengah sebagai daerah yang memiliki cukup banyak
sentra nelayan dan penangkapan ikan terutama dengan skala kecil dan menengah.
Berdasarkan observasi di beberapa TPI Pantai Utara Jawa Tengah,
penangkapan dan perdagangan ikan terus terjadi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Dalam pengamatan, terlihat banyak jenis ikan yang diperjualbelikan di TPI Pantai
Utara Jawa Tengah. Jenis ikan yang diperjualbelikan kebanyakan termasuk ke dalam
kelas Osteichthyes dan Chondrichthyes. Ikan yang diperjualbelikan dan termasuk ke
dalam kelas Osteichthyes antara lain yaitu ikan tembang (Sardinella fimbriata),
kembung (Rastrelliger kanagurta L.), layang (Decapterus ruselli), lemuru/sero
(Sardinella longiceps), selar/bentong (Selar crumenophthalmus), tengiri
(Scomberomorus commerson), tongkol (Euthynnus affinis), tuna (Thunnus sp), layur
(Trichiurus savala), petek (Leiognathus aquulus), kerapu (Chepalopholis bunack), dsb.
Ikan yang diperjualbelikan di TPI Pantai Utara Jawa Tengah yang termasuk ke dalam
kelas Chondrichthyes adalah ikan pari dan ikan hiu.
Salah satu potensi sumber daya alam yang mempunyai keragaman tinggi di
Pantai Utara adalah jenis ikan hiu. Hiu berperan sebagai top predator di dalam
ekosistem perairan yang berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem. Keberadaan hiu
2
sangat berpengaruh penting bagi ekosistem, jika hiu mengalami kepunahan maka
ekosistem keseimbangannya menjadi terganggu. Secara global populasi hiu mengalami
penurunan yang cukup signifikan dan jika tidak dilakukan langkah-langkah konservasi
maka dikhawatirkan populasi hiu dapat mengalami kepunahan. Menurut Dharmadi
dan Fahmi (2003), produksi perikanan hiu di Indonesia pada tahun 1987 tercatat
sebesar 36.884 ton, kemudian pada tahun 2000 produksi perikanan hiu meningkat
sebesar 68.366 ton. Menurut catatan FAO, Indonesia menempati urutan teratas sebagai
Negara yang paling banyak memproduksi hiu setiap tahunnya (STEVENS et al. 2000);
(TRAFFIC 2002). Konvensi tentang perdangangan internasional tumbuhan dan satwa
liar (CITES) telah memasukkan beberapa jenis hiu dalam daftar apendiks CITES, hal
ini bertujuan untuk mengatur agar perdagangan internasional hiu tidak menyebabkan
kepunahan jenis tersebut.
Perikanan hiu adalah suatu komoditas perikanan yang cukup menjanjikan di
dalam meningkatkan perekonomian nelayan di Pantai Utara Jawa Tengah. Hiu
memiliki nilai ekologis yaitu berperan penting dalam ekosistem terumbu karang dan
lautan. Hiu merupakan salah satu predator tingkat atas dari rantai makanan yang
menentukan keseimbangan dan mengontrol jaring-jaring makanan yang komplek di
bawah mereka. Berkurangnya jumlah hiu di dalam suatu ekosistem akan berdampak
pada berubahnya tatanan alamiah dalam struktur komunitas yang berakibat pada
terganggunya keseimbangan suatu ekosistem (Graham et al., 2010). Hiu memiliki nilai
ekonomis yang tinggi di pasar domestik maupun internasional. Data FAO melaporkan
bahwa Indonesia merupakan negara penghasil hiu terbesar di dunia dengan kontribusi
sekitar 12,31% dari total produksi dunia (Fahmi dan Dharmadi, 2005). Hiu digunakan
sebagai komoditi ekspor untuk dimanfaatkan sirip, kulit, daging dan organ dalamnya
(Dulvi et al., 2008).
Fahmi dan Dharmadi (2013), menyatakan bahwa ikan hiu yang hidup di
perairan Indonesia berjumlah 114 jenis. Beberapa jenis hiu memiliki nilai ekonomi
tinggi untuk diperdagangkan siripnya di pasaran nasional maupun internasional. Jenis-
jenis hiu dari famili Carcharhinidae, Lamnidae, Alopiidae dan Sphyrnidae merupakan
kelompok hiu yang sering dimanfaatkan siripnya, karena anggota kelompok ikan hiu
3
tersebut umumnya berukuran besar. Kondisi ini menyebabkan hampir seluruh jenis
ikan hiu yang bernilai ekonomis telah dihadapkan kepada ancaman kepunahan.
Status konservasi ikan hiu berdasarkan data IUCN, 1 jenis termasuk kategori
sangat terancam langka (critically endangered), 5 jenis kategori terancam langka
(endangered), 23 jenis termasuk kategori rawan punah (vulnerable), serta 35 jenis
termasuk kategori hampir terancam (near threatened) (Fahmi dan Dharmadi, 2013).
Berdasarkan Penelitian (Setiati, 2016) terdapat sebanyak 440 ekor ikan hiu
yang didaratkan di TPI Pantai Utara Jawa Tengah. Beragam jenis ikan yang tertangkap
nelayan di Wilayah Perairan Pantai Utara Jawa Tengah menandakan wilayah ini
memiliki potensi perikanan laut yang cukup besar, dalam hal ini termasuk ikan hiu.
Setiap hari nelayan melakukan penangkapan ikan. Anggapan bahwa sumber daya ikan
tidak pernah habis, membuat nelayan berlomba menangkap ikan sebanyak mungkin
tanpa membiarkan ikan yang berukuran kecil untuk tumbuh atau tidak menyisakan ikan
yang masih berpotensi untuk berkembang biak, sehingga dikhawatirkan
keanekaragamannya punah. Menurut Blaber et al., (2009) dan Graham et al., (2010)
sebagian besar hiu memiliki karakteristik pertumbuhan yang lamban, periode matang
gonad yang cukup lama serta fekunditas rendah sehingga penangkapan yang berlebihan
dapat menyebabkan berkurangnya populasi ikan hiu. Informasi mengenai jenis-jenis
ikan hiu yang tertangkap nelayan dan dijual di TPI wilayah Pantai Utara Jawa Tengah
berbasis konservasi masih kurang.
Penelitian mengenai kajian morfologi, morfometrik, dan status konservasi
jenis-jenis ikan hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah penting dilakukan,
karena mengingat banyaknya penangkapan ikan hiu yang tidak terkontrol. Dalam
penelitian ini diperlukan adanya catatan status konservasi jenis-jenis ikan hiu. Kegiatan
yang dapat dilakukan yaitu perlunya meneliti morfologi dan morfometrik jenis ikan hiu
yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah meliputi TPI Bajomulyo Juwono, TPI
Tasik Agung Rembang, TPI Tanjungsari Rembang, dan TPI Tambaklorok Semarang.
Kegiatan yang dilakukan meliputi identifikasi morfologi, morfometrik, dan status
konservasi jenis-jenis ikan hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah. Kegiatan
identifikasi morfologi dilakukan dengan pendataan ikan hiu yang dijual dengan
4
mengacu pada beberapa buku panduan. Untuk kegiatan pengukuran morfometrik
dilakukan dengan mengukur panjang tubuh menggunakan beberapa variabel
pengukuran tiap individu ikan hiu. Tujuan dari pengukuran morfometrik adalah untuk
menganalisis kelayaktangkapan hiu berdasarkan ukuran panjang yang dijual di TPI
Pantai Utara Jawa Tengah. Data penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran
informasi tentang jenis ikan hiu apa saja yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah
dan bahan untuk selanjutnya dipakai sebagai dasar pengelolaan perikanan, khususnya
perikanan hiu, agar kelestariannya di alam masih dapat terjaga.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis ikan hiu apa saja yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah?
2. Bagaimana kajian morfologi dan morfometrik jenis ikan hiu yang dijual di TPI
Pantai Utara Jawa Tengah?
3. Berdasarkan IUCN dan CITES, bagaimana status konservasi ikan hiu yang
dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi jenis-jenis ikan hiu yang dijual di TPI pantai Utara Jawa
Tengah.
2. Mendeskripsikan morfologi dan morfometrik jenis ikan hiu yang dijual di TPI
Pantai Utara Jawa Tengah.
3. Mendeskripsikan status konservasi ikan hiu yang dijual di TPI Pantai Utara
Jawa Tengah.
5
1.4 Penegasan Istilah
1.4.1 Morfologi Ikan Hiu
Ikan hiu merupakan ikan bertulang rawan yamg masuk ke dalam subkelas
Elasmobranchii. Pada umumnya ikan hiu bersifat predator. Habitatnya bervariasi dari
perairan dekat pantai (inshore) sampai palung dalam (trench). Ikan hiu mempunyai
ciri-ciri morfologi sebagai berikut (Raharjo, 2009):
1. Bentuk tubuh yang lonjong dan memanjang.
2. Memiliki celah insang yang terletak di sisi kepala dan berjumlah 5-7 celah.
3. Mulut terletak di bagian ujung terdepan bagian bawah.
4. Ekor pada umumnya berbentuk heterocercal yaitu bentuk cagak dengan cuping
bagian atasnya lebih berkembang dibanding bagian cuping bawahnya. Bentuk
ekor demikian sangat membantu pergerakannya sebagai ikan predator sejati.
Pengamatan morfologi ikan hiu yang diambil pada penelitian ini meliputi jumlah jenis
yang dijumpai dan ukuran tubuh tiap masing-masing individu ikan hiu. Pengamatan
morfologi juga bertujuan untuk melihat hubungan kekerabatan antar jenis ikan hiu
secara kualitatif.
1.4.2 Morfometrik Ikan Hiu
Morfometrik adalah suatu metode pengukuran bentuk-bentuk luar tubuh yang
dijadikan sebagai dasar membandingkan ukuran ikan, seperti lebar, panjang standar,
tinggi badan dan lain-lain. Pengukuran morfometrik berguna untuk mengetahui pola
pertumbuhan ikan, kebiasaan makan ikan, golongan ikan dan sebagai dasar dalam
melakukan identifikasi ikan. Pengukuran morfometrik pada penelitian ini dilakukan
terhadap 10 variabel pengukuran, antara laian yaitu:
PT : Panjang Total SD : Panjang Sirip Dada
PC : Panjang Cagak EB : Panjang Ekor Bawah
PS : Panjang Standar EA : Panjang Ekor Atas
PK : Panjang Kepala B : Bobot Tubuh
SP : Panjang Sirip Punggung JK : Jenis Kelamin
6
Standar kelayaktangkapan hiu adalah apabila total length catch (TL catch) ≥ total
length of maturity (TL of maturity). Hiu dikatakan belum layak tangkap apabila total
length catch (TL catch) ≤ total length of maturity (TL of maturity).
1.4.3 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pantai Utara Jawa Tengah
Berdasarkan hasil observasi di lapangan Tempat Pelelangan Ikan merupakan
tempat para penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli ikan melalui pelelangan
dimana proses penjualan ikan dilakukan di hadapan umum dengan cara penawaran
bertingkat.
TPI yang dimaksud pada penelitian ini yaitu TPI yang berada di Pantai Utara
Jawa tengah antara lain: TPI Bajomulyo Unit I Juwono, TPI Tasik Agung Rembang,
TPI Tanjungsari Rembang, dan TPI Tambaklorok Semarang.
1.4.4 Status Konservasi
Status konservasi merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukkan
tingkat keterancaman jenis makhluk hidup dari konservasinya. Status konservasi
biasanya dikeluarkan oleh pemerintah atau lembaga non pemerintah yang memiliki
perhatian pada keanekaragaman hayati. Status konservasi yang sering dijadikan
rujukan secara global adalah The IUCN Red List of Threatened Species dan CITES
Appendices.
Status konservasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penetapan status
perlindungan jenis ikan hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah menurut
peraturan perundangan internasional IUCN (International Union for Conservation of
Nature) dan CITES Appendices.
1.5 Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah memberikan informasi
yang mendasar mengenai jenis - jenis ikan hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa
Tengah berdasarkan ciri morfologi ikan hiu, sehingga dapat digunakan sebagai
referensi pengelolaan jenis-jenis ikan hiu dan status konservasi secara berkelanjutan.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi
Ikan hiu termasuk ke dalam kelas Chondrichthyes. Berdasarkan FAO
(Compagno, 1984), ikan hiu merupakan ikan bertulang rawan yang terdiri dari sekitar
500 jenis, dan diklasifikasikan dalam 7 ordo serta 30 famili. Adapun klasifikasi ikan
hiu menurut Last et al., (2010) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Vertebrata
Kelas : Chondrichthyes
Sub Kelas : Elasmobranchii
Ordo 1 : Hexanchiformes
Famili : 1.1 Hexanchidae (Hiu Kucing)
Ordo 2 : Squaliformes
Famili : 2.1 Centrophoridae (Hiu Botol)
2.2 Dalatiidae (Hiu Tikus)
2.3 Etmopteriidae
2.4 Somniosidae (Hiu Tikus)
2.5 Squalidae (Hiu Botol)
Ordo 3 : Squantiniformes
Famili : 3.1 Squantinidae (Hiu Kodok)
8
Ordo 4 : Lamniformes
Famili : 4.1 Pseudocarcharinidae (Hiu Buaya)
4.2 Mitsukurinidae
4.3 Megachasmidae
4.4 Lamnidae (Hiu Tengiri)
4.5 Alopiidae (Hiu Monyet)
Ordo 5 : Heterodontiformes
Famili : 5.1 Heterodontidae
Ordo 6 : Orectolobiformes
Famili : 6.1 Orectolobidae
6.2 Ginglymostomatidae
6.3 Hemiscyllidae
6.4 Stegostomatidae
6.5 Rhincodontidae (Hiu Paus)
Ordo 7 : Carcharhiniformes
Famili : 7.1 Scyliorhinidae (Hiu Tokek)
7.2 Pseudotriakidae (Hiu Tahu)
7.3 Triakidae (Hiu Karang)
7.4 Hemigaleidae (Hiu Kacang)
7.5 Carcharhinidae (Hiu Buas)
7.6 Sphyrnidae (Hiu Martil)
2.2 Morfologi Ikan Hiu
Ikan hiu merupakan jenis ikan vertebrata, memiliki tulang belakang, sirip yang
berpasangan, sisik di kulit, rahang yang dapat digerakkan, ekor berujung runcing dan
pada umumnya berbentuk heterocercal, dan memiliki celah insang yang terletak di sisi
kepala yang berjumlah 5-7 celah (gambar 2.1). Ikan hiu termasuk kedalam kelas
Chondrichthyes, memiliki tulang rawan karena ikan hiu memiliki endoskeleton yang
relatif lentur dan kulit tertutupi struktur sisik yang berbentuk seperti gigi-gigi kecil
(denticle), sisik ini disebut sisik placoid. Ikan hiu memiliki kelenjar pada kulit yang
9
mensekresikan mucus, sehingga ikan hiu memiliki kulit yang licin dan khas. Ikan hiu
pada umumnya bersifat predator. Habitat ikan hiu di air yang dingin dengan kedalaman
yang tinggi (Awanis, 2015).
Ikan hiu harus terus menerus berenang agar tidak tenggelam karena tidak
memiliki gelembung renang. Hal ini menyebabkan badan ikan hiu menjadi langsing
dan sisik dadanya besar yang berfungsi sebagai hidrofoil, sehingga memberi daya
apung yang besar. Ikan hiu berenang dengan gerakan berkelok-kelok dari badannya
dan siripnya yang tidak lentur berfungsi sebagai pengendali arah. Tubuh ikan hiu
ditutupi oleh sisik plakoid yang berupa duri halus dan tajam dengan posisi yang
condong ke belakang. Bentuk gigi ikan hiu mirip dengan gigi biasa dengan struktur
yang sama dalam beberapa deret. Gigi ikan hiu berganti secara terus menerus selama
hidupnya (Raharjo, 2009).
Gambar 2.1 Morfologi Hiu (sumber: White et al., 2006)
Karakter morfologi dalam biologi perikanan dapat digunakan untuk mengukur
jarak dan hubungan kekerabatan dalam pengkategorian variasi dalam taksonomi. Hal
ini juga dapat membantu melihat populasi stok ikan dalam perairan. Rafsanjani (2011)
menyatakan bahwa, pendekatan morfologi merupakan sifat yang sering digunakan
dalam mempelajari hubungan kekerabatan pada suatu populasi. Kelemahan dari
pendekatan secara morfologi adalah tingkat subjektivitas sangat tinggi, dan kondisi
lingkungan yang harus selalu dijaga (Hu dan Quiros 1991 dalam Rafsanjani 2011).
10
2.3 Studi Morfometrik
Morfometrik adalah ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh
ikan hiu misalnya panjang total, panjang cagak, panjang standar, panjang kepala,
panjang ekor atas, panjang sirip punggung, panjang sirip dada, dan panjang ekor
bawah. Menurut Afrianto et al. (1996) menyatakan bahwa morfometrik adalah ukuran
dalam suatu panjang atau perbandingan ukuran bagian-bagian tubuh luar organisme.
Ukuran ini merupakan salah satu hal yang dapat digunakan sebagai ciri
taksonomi saat mengidentifikasi ikan hiu. Ukuran yang dimaksud adalah jarak antara
satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain. Hasil pengukuran morfometrik biasanya
dinyatakan dalam satuan centimeter atau millimeter, ukuran ini disebut ukuran mutlak.
Tiap jenis ikan hiu memiliki ukuran mutlak yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat
disebabkan oleh umur, jenis kelamin, dan lingkungan hidupnya.
Menurut Rahmat (2011) menyatakan bahwa, morfometrik adalah suatu cara
untuk mendeskripsikan jenis ikan dan untuk menentukan unit stok pada suatu perairan
dengan berdasarkan atas perbedaan morfologi jenis yang diamati. Beberapa cara
pengukuran morfometrik yang dapat dilakukan antara lain panjang standar, moncong
atau bibir, sirip punggung, atau tinggi batang ekor.
Secara kuantitatif studi morfometrik mempunyai 3 manfaat antara lain
membedakan jenis kelamin dan jenis, mendeskripsikan pola-pola keragaman
morfologis antar jenis, dan mengklasifikasikan serta menduga hubungan filogenik. Ciri
morfometrik tiap jenis dapat berubah secara kontinu sejalan dengan ukuran dan umur
(Rachmawati, 2009).
11
Gambar 2.2 Morfometrik Hiu (Last & Stevens, 2009 dalam Santosa et al, 2017)
Gambar 2.2 menunjukkan pengukuran morfometrik dan pengamatan sampel
ikan hiu menggunakan 10 variabel pengukuran, yaitu :
1. Panjang Total (PT)
2. Panjang Cagak (PC)
3. Panjang Standar (PS)
4. Panjang Kepala (PK)
5. Panjang Ekor Atas (EA)
6. Panjang Sirip Punggung (SP)
7. Panjang Sirip Dada (SD)
8. Panjang Ekor Bawah (EB)
9. Bobot (B)
10. Jenis Kelamin (JK)
Menurut White et al (2006), Standar kelayaktangkapan hiu adalah apabila total
length catch (TL catch) ≥ total length of maturity (TL of maturity). Hiu dikatakan
belum layak tangkap apabila total length catch (TL catch) ≤ total length of maturity
(TL of maturity).
2.4 Status Konservasi
Status konservasi merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukkan
tingkat keterancaman jenis makhluk hidup dari konservasi. Status konservasi
diterapkan bagi hewan dan tumbuhan. Penetapan status konservasi bertujuan untuk
memberikan perlindungan dan pelestarian terhadap jenis makhluk hidup. Status
konservasi dikeluarkan oleh pemerintah atau lembaga non pemerintah yang memiliki
perhatian pada keanekaragaman hayati. Status konservasi yang biasa dijadikan rujukan
secara global adalah The IUCN Red List of Threatened Species dan CITES Appendices.
12
2.4.1 IUCN Red List
IUCN adalah singkatan dari International Union for Conservation of Nature.
IUCN merupakan indikator penting kesehatan keanekaragaman hayati. IUCN Red List
of Threatened Species terbagi ke dalam 9 kategori status konservasi makhluk hidup.
Gambar 2.3 menunjukkan kategori-kategori dalam status konservasi IUCN.
Gambar 2.3 Kategori Pembagian Status Konservasi (IUCN Red List, 2019)
1. Extinct / EX (Punah)
Merupakan status kepunahan yang diberikan kepada jenis yang terbukti (tidak ada
keraguan lagi) bahwa individu terakhir jenis tersebut telah punah.
2. Extinct in the Wild / EW (Punah di Alam Liar)
Merupakan status konservasi yang diberikan kepada jenis yang hanya diketahui
berada di tempat penangkaran atau di luar habitat alami mereka.
3. Critically Endangered / CR (Kritis)
Merupakan status konservasi yang diberikan kepada jenis yang menghadapi risiko
konservasi diwaktu dekat.
4. Endangered / EN (Genting atau Terancam)
Merupakan status konservasi yang diberikan kepada jenis yang sedang
menghadapi risiko kepunahan di alam liar yang tinggi pada waktu yang akan
datang.
5. Vulnerable / VU (Rentan)
Merupakan status konservasi yang diberikan kepada jenis yang sedang
menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang.
13
6. Near Threatened / NT (Hampir Terancam)
Merupakan status konservasi yang diberikan kepada jenis yang mungkin berada
dalam keadaan terancam atau mendekati terancam kepunahan, meski tidak masuk
ke dalam status terancam.
7. Least Concern / LC (Berisiko Rendah)
Merupakan status konservasi yang diberikan kepada jenis yang telah dievaluasi
namun tidak masuk ke dalam kategori manapun.
8. Data Deficient / DD (Informasi Kurang)
Merupakan status konservasi yang diberikan kepada jenis yang telah dievaluasi
namun masih kekurangan data untuk dimasukkan ke salah satu kategori.
9. Not Evaluated / NE (Tidak Dievaluasi)
Merupakan status konservasi yang diberikan kepada jenis yang tidak dievaluasi
berdasarkan kriteria kriteria yang ditetapkan IUCN.
2.4.2 CITES (Convention on international Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora)
CITES atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar jenis
terancam merupakan perjanjian internasional antar Negara dalam perdagangan flora
dan fauna yang disusun berdasarkan resolusi sidang anggota World Conservation
Union (IUCN) tahun 1963. Tujuan perjanjian internasional ini adalah untuk melindungi
tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan internasional spesimen tumbuhan dan
hewan yang mengakibatkan kelestarian jenis tersebut terancam (CITES, 2019).
CITES menetapkan tiga kategori jenis-jenis jenis yang dapat diperdagangkan
secara internasional. Ketiga kategori ini yang dikenal dengan istilah Apendiks CITES,
antara lain yaitu :
1. Apendiks I : Memuat daftar dan melindungi seluruh spesies tumbuhan dan
satwa liar yang terancam dari segala bentuk perdagangan internasional secara
komersial. Perdagangan spesimen dari spesies yang termasuk Appendix I yang
ditangkap di alam bebas adalah ilegal dan hanya diizinkan hanya dalam keadaan
luar biasa, misalnya untuk penelitian, dan penangkaran. Satwa dan tumbuhan
yang termasuk dalam daftar Apendiks I, namun merupakan hasil penangkaran
14
atau budidaya dianggap sebagai spesimen dari Apendiks II dengan beberapa
persyaratan.
2. Apendiks II : Memuat daftar dari spesies yang tidak terancam kepunahan,
tetapi mungkin akan terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa
adanya pengaturan. Total jenis satwa yang masuk ke dalam daftar appendix II
di Indonesia sebanyak 546 jenis.
3. Apendiks III : Memuat daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang telah
dilindungi disuatu negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya, dan
memberikan pilihan (option) bagi negara-negara anggota CITES bila suatu saat
akan dipertimbangkan untuk dimasukkan ke Appendix II, bahkan mungkin ke
Appendix I. Spesies yang dimasukkan ke dalam Apendiks III adalah spesies
yang dimasukkan ke dalam daftar setelah salah satu negara anggota meminta
bantuan para pihak CITES dalam mengatur perdagangan suatu spesies. Spesies
tidak terancam punah dan semua negara anggota CITES hanya boleh
melakukan perdagangan dengan izin ekspor yang sesuai dan Surat Keterangan
Asal (SKA) atau Certificate of Origin (COO). Di Indonesia saat ini tidak ada
spesies yang masuk dalam Appendix III.
2.5 TPI Pantai Utara Jawa Tengah
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan salah satu fasilitas fungsional dari
pelabuhan perikanan. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai pusat pemasaran hasil
tangkapan.
Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Pelabuhan Perikanan, memberikan definisi pelabuhan perikanan merupakan tempat
yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai
tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan
sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang
dilengkapi fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Tempat
pelelangan ikan merupakan salah satu fasilitas yang dimiliki pelabuhan perikanan.
15
Berdasarkan Pasal 4 Ayat (3) huruf a Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
8 Tahun 2012 tentang Pelabuhan Perikanan menyatakan bahwa Tempat Pemasaran
Ikan (TPI) termasuk dalam fasilitas fungsional yang dimiliki oleh pelabuhan perikanan.
Pengertian tempat pelelangan ikan (TPI) sendiri tertuang dalam Pasal 1 Ayat
(8) Peraturan Bupati Banyuwangi No. 62 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Pelaksana
Penyelenggaraan Tempat Pelelangan ikan, yang memberikan definisi tempat
pelelangan adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk
melakukan pelelangan termasuk jasa pelelangan lainnya yang disediakan ditempat
pelelangan termasuk tempat yang dikontrak pemerintah daerah dari pihak lain untuk
dipakai sebagai tempat pelelangan.
2.5.1 TPI Tasik Agung Rembang
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasik Agung Rembang adalah satu dari
sembilan Pelabuhan Perikanan Pantai yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas
pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif PPP
Tasik Agung Rembang terletak di Desa Tasik Agung, Kecamatan Rembang,
Kabupaten Rembang dan secara geografis terletak di antara 111’00 s/d 111’30 BT dan
6’30 s/d 7’30 LS. Kawasan PPP Tasik Agung Rembang menempati area seluas 8,2 Ha
(PPP Tasikagung, 2013).
Kabupaten Rembang merupakan kabupaten yang terletak di Pantai Utara
Propinsi Jawa Tengah, dengan luas wilayah sekitar 1.014 km2 dengan panjang garis
pantai 63 km. 35% dari luas wilayah kabupaten Rembang merupakan kawasan pesisir
seluas 355,95 km2. Pelabuhan Rembang yang terletak di desa Tasik Agung, merupakan
satu-satunya pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Rembang. Kegiatan
utamanya melayani kegiatan perikanan dari mendaratkan kapal di dermaga, bongkar-
muat kapal, ikan diangkut untuk dilelang di TPI (Tempat Pelelangan Ikan).
Wilayah Kabupaten Rembang memiliki potensi perikanan laut yang cukup
potensial yang dimanfaatkan dalam usaha penangkapan ikan, budidaya air payau dan
air tawar. Pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan yang terbanyak berasal dari laut
yang mendominasi 96,53% dari seluruh produksi total yang diperoleh dari 3 potensi:
laut, air payau dan air tawar/perairan umum.
16
Nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di TPI Tasikagung tidak
seluruhnya berasal dari Tasikagung, tetapi ada juga yang berasal dari daerah Rembang
yang lain seperti Sarang dan Kragan. Kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di
TPI Tasikagung adalah mini purse seine dengan ukuran 20 GT-30 GT. Kapal-kapal
tersebut selain dari Tasikagung, Sarang dan Kragan ada juga yang berasal dari daerah
luar seperti Juwana. Fasilitas-fasilitas TPI yang semakin lengkap, menyebabkan
banyak nelayan yang memiliki kapal untuk mendaratkan hasil tangkapannya di TPI.
2.5.2 TPI Tanjungsari Rembang
Desa Tanjungsari memiliki luas wilayah sebesar 224.911 m2, yang berjarak
kurang lebih 6 km dari pusat kota Rembang. Desa Tanjungsari memiliki Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) dimana merupakan salah satu Tempat Pelelangan Ikan di
Kabupaten Rembang yang masih aktif dan memiliki prospek pengembangan yang baik
adalah TPI Tanjungsari. Tempat Pelelangan Ikan Tanjungsari terletak di Desa
Tanjungsari Kecamatan Rembang, yang berjarak kurang lebih 6 km dari pusat kota
Rembang. Nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di TPI Tanjungsari adalah
nelayan dengan daerah penangkapan di perairan Rembang. Nelayan di TPI Tanjungsari
ini pada umumnya adalah nelayan one day fishing. Alat tangkap yang digunakan di TPI
Tanjungsari ada 2 macam yaitu Gill net dan cantrang (Sari et al, 2017).
2.5.3 TPI Bajomulyo Unit I Juwono
Secara geografis PPP Bajomulyo terletak pada koordinat 111°8'30"BT dan
6°42'30" di Desa Bajomulyo, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati (Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Jawa Tengah, 2017). Akses jalan ke PPP sekitar 90 Km dari ibu
kota propinsi, 14 Km dari ibu kota kabupaten, serta 1 Km dari ibu kota kecamatan.
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Bajomulyo memiliki panjang pantai 60 kilometer
serta berada di sisi barat sungai Juwana sepanjang 1.346 m dengan luas ± 15 Ha.
Pelabuhan Perikanan Pantai Bajomulyo terletak di Desa Bajomulyo, Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) Bajomulyo terdiri dari dua unit yaitu Pelabuhan Perikanan
Pantai (PPP) Bajomulyo Unit I yang melayani armada kurang dari 30 GT (jaring
cantrang, pancing mini long line, pancing senggol, jaring cumi, jaring udang, jaring
rajungan, jaring teri, dll) dan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Bajomulyo Unit II
17
melayani armada kapal yang lebih dari 30 GT (jaring purse seine) (Anggoro et al,
2016).
TPI Bajomulyo menjadi salah satu tulang punggung kekuatan perekonomian di
kecamatan Juwana dengan kunjungan kapal nelayan pada tahun 2008 mencapai 12.633
buah. Hasil laut dibongkar dan dijual di TPI Bajomulyo yang memiliki nilai lelang
terbesar di Kabupaten Pati hingga mencapai 94,14% dari total nilai ikan basah hasil
pelelangan. Bahkan pada tahun 2008, produksi ikan laut segar di TPI Bajomulyo Unit
I mencapai 5.194.677 kg atau senilai 144,98 milyar rupiah (Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Pati, 2009).
2.5.4 TPI Tambaklorok Semarang
Tambaklorok merupakan perkampungan nelayan yang letaknya berada di garis
pantai Laut Jawa. Kampung ini terletak tepat di pinggiran Kota Semarang bagian utara
yang langsung berbatasan dengan perairan Laut Jawa. Tambaklorok merupakan bagian
dari Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara. Kampung Tambaklorok
memiliki potensi yang sangat besar terutama dalam produksi hasil laut. Di kampung
tersebut terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI), dimana banyak masyarakat dari luar
Tambaklorok yang datang untuk sekedar membeli hasil laut. Pada tahun 2009 Tempat
Pelelangan Ikan tersebut dapat memproduksi sebesar 74.037 kg dengan nilai produksi
Rp 198.183.700,00, lalu pada tahun 2010 terjadi kenaikan nilai produksi yaitu sebesar
Rp 271.668.500,00 dengan jumlah produksi 50.052 kg (Dinas Perikanan dan Kelautan
Kota Semarang, 2011).
18
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian tentang morfologi (bentuk tubuh, bentuk moncong, bentuk sirip,
warna tubuh dan sirip, jumlah celah insang) dan morfometrik jenis-jenis ikan hiu
dilaksanakan di Beberapa TPI antara lain TPI Bajomulyo Juwana, TPI Tasik Agung
Rembang, TPI Tanjungsari Rembang, dan TPI Tambaklorok Semarang selama kurun
waktu Juni-September 2019. Pada bulan tersebut iklim di laut Jawa sedang memasuki
musim kering dan dipengaruhi oleh angin muson timur. Waktu tersebut berkaitan dengan
pola musim dan kondisi cuaca, dimana laut cenderung tenang dan ombak yang relatif
kecil sehingga memudahkan nelayan untuk beroperasi. Proses identifikasi ikan hiu
dilakukan di Laboratorium Taksonomi Hewan Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Negeri Semarang.
3.2 Populasi Penelitian
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis ikan yang dijual di TPI Pantai
Utara Jawa Tengah antara lain TPI Bajomulyo Juwono, TPI Tasik Agung Rembang,
TPI Tanjungsari Rembang, dan TPI Tambaklorok Semarang.
3.2.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua jenis ikan hiu yang
dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah antara lain TPI Bajomulyo, TPI Tasik Agung,
TPI Tanjungsari, dan TPI Tambaklorok.
19
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Alat dan Bahan Penelitian
No Alat dan Bahan Fungsi
1. Meteran Mengukur morfometrik ikan hiu
2. Timbangan Menimbang berat ikan hiu
3. Gunting Memotong tali untuk label identitas ikan hiu
4. Container box Menyimpan sampel ikan hiu yang belum
teridentifikasi
5. Kamera Mendokumentasikan hasil pengamatan
6. Buku Panduan Identifikasi hiu Mengidentifikasi jenis ikan hiu
7. Laptop Mengolah data hasil pengamatan
8. Millimeter block Mengukur morfometrik ikan hiu
9. Tally Sheet dan Alat tulis Mencatat data pengamatan
10. Pinset/penjepit Mengambil sampel
11. Es batu Mengawetkan sampel
12. Label Memberi identitas ikan hiu yang telah
teridentifikasi
13. Plastic ziplock Menyimpan sampel ikan hiu ukuran kecil
14. Benang Mengikat label identitas pada ikan hiu
15. Gloves Melindungi tangan dari organisme agar tetap
steril
16. Masker Mencegah organisme atau kotoran agar tidak
masuk ke dalam mulut dan hidung
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Persiapan Penelitian
a. Pengumpulan informasi hasil dan jenis ikan hiu yang dijual oleh nelayan di TPI
Pantai Utara Jawa Tengah.
b. Pengumpulan informasi kegiatan bongkar muatan kapal nelayan di TPI Pantai
Utara Jawa Tengah.
20
c. Observasi TPI yang dilakukan di beberapa TPI antara lain yaitu: TPI
Bajomulyo Unit I Juwono, TPI Tasik Agung Rembang, TPI Tanjungsari
Rembang, dan TPI Tambaklorok Semarang.
d. Studi literatur untuk mengidentifikasi ikan yang akan diteliti.
e. Penggabungan data atau informasi yang diperoleh dari studi literatur.
3.4.2 Pelaksanaan Penelitian
a. Ikan hiu yang diperoleh dalam keadaan utuh dijaga kesegarannya dengan
menggunakan es batu.
b. Ikan dimasukkan ke dalam container box yang berisi es batu.
c. Ikan dibawa ke Laboratorium Biologi Unnes untuk diidentifikasi dan diukur
morfometriknya (Lampiran 10).
d. Identifikasi dan Pengukuran Morfometrik
Kegiatan pengidentifikasian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
mengamati ciri-ciri morfologi yang ada pada ikan hiu, kemudian dicocokkan
dengan kunci identifikasi yang dipakai sebagai acuan (Lampiran 1).
1. Pengidentifikasian dilakukan dengan menggunakan beberapa buku, antara
lain:
1) Economically Important Sharks and Rays of Indonesia (2006).
2) Field Guide To Sharks Of the Southeast Asian Region (2012).
2. Ciri-ciri morfologi yang diamati dalam identifikasi antara lain yaitu: bentuk
tubuh, bentuk moncong, warna tubuh dan sirip, jumlah celah insang, dan
bentuk sirip.
3. Ciri-ciri morfometrik yang diukur dalam identifikasi antara lain yaitu:
Panjang Total (PT), Panjang Cagak (PC), Panjang Standar (PS), Panjang
Kepala (PK), Sirip Punggung (SP), Sirip Dada (SD), Ekor Bawah (EB), Ekor
Atas (EA), dan Bobot (B) (Lampiran 5).
4. Ikan hiu yang telah teridentifikasi dimasukkan ke dalam tabel pengamatan
sebagai berikut:
21
Tabel Identifikasi Ikan Hiu
No Jenis Nama
Daerah
Jumlah Total Karakter
♂ ♀
5. Hasil pengukuran karakter morfometrik dimasukkan ke dalam tabel
pengamatan sebagai berikut:
Tabel Karakter Morfometrik
Jenis Nama
Daerah JK PT PC PS PK EA SP SD EB B
Keterangan :
JK : Jenis Kelamin SP : Sirip Punggung
PT : Panjang Total SD : Sirip Dada
PC : Panjang Cagak EB : Ekor Bawah
PS : Panjang Standar EA : Ekor Atas
PK : Panjang Kepala B : Bobot
22
Tabel 3.2 Pengukuran bagian-bagian morfometrik ikan hiu
No. Karakter Morfometrik Keterangan
1 Panjang total (PT) Jarak yang diukur mulai dari bagian terdepan
moncong mulut sampai ujung ekor atas.
2 Panjang cagak (PC) Jarak yang diukur mulai dari bagian terdepan
moncong mulut sampai pangkal cabang ekor.
3 Panjang standar (PS) Jarak yang diukur mulai dari bagian terdepan
moncong mulut sampai ujung gurat sisi.
4 Panjang kepala (PK)
Jarak yang diukur mulai dari bagian terdepan
moncong mulut sampai bagian ujung celah
insang belakang.
5 Panjang ekor atas (EA) Jarak yang diukur dari batang ekor sampai
posterior ekor paling atas.
6 Panjang sirip punggung (SP)
Jarak yang diukur mulai dari bagian ujung
badan atas sampai bagian ujung atas sirip
punggung.
7 Panjang sirip dada (SD)
Jarak yang diukur mulai dari bagian ujung
atas sirip dada sampai bagian ujung bawah
sirip dada.
8 Panjang ekor bawah (EB) Jarak yang diukur dari batang ekor sampai
posterior ekor paling bawah.
9. Bobot (B) Berat tubuh ikan hiu yang ditimbang
menggunakan timbangan.
6. Status konservasi ikan hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah
dimasukkan ke dalam tabel sebagai berikut:
Tabel Status Konservasi & Status Perdagangan
No Jenis Nama Daerah IUCN CITES
e. Dokumentasi
Pengambilan gambar dilakukan pada sisi depan, samping (kanan atau kiri), dan
sisi atas, serta ciri khusus yang ditemukan. Persyaratan lain dalam pengambilan
gambar adalah menyertakan alat ukur atau meteran dan label yang jelas.
23
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode survey yang
bersifat deskriptif. Data yang dikumpulkan yaitu data primer. Pengumpulan data
primer dilakukan dengan menggunakan metode observasi. Pengumpulan data primer
dilakukan di beberapa TPI Pantai Utara Jawa Tengah antara lain TPI Bajomulyo
Juwono, TPI Tasik Agung Rembang, TPI Tanjungsari Rembang, dan TPI Tambaklorok
Semarang. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini meliputi jumlah dan jenis
ikan hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah. Pengambilan sampel ikan hiu
yang dijual di Tempat Pelelangan Ikan dilakukan secara purposive sampling yaitu
pengambilan sampel ikan hiu dilakukan pada semua armada penangkapan ikan yang
mendapatkan hasil tangkapan berupa ikan hiu dan berlabuh di TPI Pantai Utara Jawa
Tengah pada bulan Juni-September 2019. Masing-masing 1 kali setiap TPI.
Morfometrik ikan hiu diukur menggunakan pita meter dengan ketelitian 1 cm
dan untuk pengukuran berat menggunakan timbangan dengan ketelitian 1 kg.
Pengukuran morfometrik ikan hiu digunakan untuk menganalisa kelayaktangkapan hiu
dan karakter morfometrik hiu.
Data sekunder berupa studi pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan
seluruh informasi yang berkaitan dengan kajian atau tujuan penelitian, baik yang
berasal dari perpustakaan maupun dari literature lainnya. Data sekunder yang
dikumpulkan meliputi data jenis ikan hiu, ukuran kelayaktangkapan ikan hiu, dsb.
3.6 Analisis Data
Penentuan morfologi jenis ikan hiu dianalisis secara deskripstif kualitatif
berdasarkan hasil identifikasi yang telah diamati. Sedangkan analisis data karakter
morfometrik ikan hiu menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu analisis
komponen utama (PCA).
3.6.1 Analisis Kekerabatan Hiu Berdasarkan Karakter Morfologi
Penelitian ini menggunakan metode karakterisasi untuk pengamatan morfologi
secara kualitatif. Variabel morfologi yang diamati meliputi 47 karakter kualitatif, yang
disusun dalam tabel satuan taksonomi operasional (STO). Pengamatan morfologi
24
dilakukan secara visual. Hubungan kekerabatan fenetik pada jenis hiu yang didapatkan
ditentukan dengan langkah sebagai berikut:
1. Menentukan Satuan Taksonomi Operasional (STO), dalam hal ini berupa
jenis yang akan dibandingkan;
2. Menyeleksi ciri morfologi dari masing-masing sampel yang dapat
dibandingkan untuk memberi gambaran secara umum dari ciri satuan
taksonomi operasional yang dinyatakan dengan kode biner, artinya yaitu
apabila terdapat karakter yang diamati diberi angka 1 dan apabila tidak
terdapat karakter yang diamati diberi angka 0;
3. Membuat tabel atau matriks berupa ciri-ciri morfologi untuk semua wakil
jenis yang merupakan satuan taksonomi.
4. Data yang diperoleh dari pengamatan berdasarkan karakter morfologi
selanjutnya di analisis menggunakan analisis cluster metode UPGMA pada
aplikasi MVSP 3.2. (Azizah Ulfa Devi Lailatul, et al. 2019);
5. Pengelompokkan jenis berdasarkan nilai persamaan tertinggi menggunakan
rumus koefisiensi korelasi (Sneath & Sokal, 1973)
r(x) . (y) = r (x) + r (y)
√2+2𝑟 (𝑥) . √1+2r (y)
Keterangan:
r(x) . (y) = Koefisiensi korelasi antara hewan yang pertama dengan kedua
atau yang lain
r(x) = Nilai koefisiensi tertinggi dalam tabel
r(y) = Nilai koefisisensi kedua atau yang lain
6. Berdasarkan data koefisiensi korelasi tersebut, langkah selanjutnya yaitu
membuat fenogram yang menggambarkan hubungan kekerabatan jenis ikan
hiu yang diamati.
3.6.2 Kelayaktangkapan Hiu
Untuk menentukan kelayaktangkapan hiu digunakan data panjang total tiap
individu ikan hiu. Setiap jenis hiu memiliki ukuran tubuh yang berbeda-beda, sehingga
25
untuk mencapai ukuran dewasa (length of maturity) hiu membutuhkan waktu yang
berbeda-beda. Analisis yang digunakan untuk menganalisis kelayaktangkapan
sumberdaya hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah adalah deskriptif
komparatif. Analisis kelayaktangkapan hiu ini dilakukan dengan membandingkan data
primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan berupa ukuran panjang total
(total length) hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah, sedangkan data
sekundernya adalah nilai panjang hiu yang sudah mencapai ukuran dewasa (length of
maturity). Data sekunder ikan hiu dapat dilihat dari buku/studi literature. Buku yang
digunakan sebagai perbandingan kelayaktangkapan hiu adalah “Economically
Important Sharks and Rays Indonesia” (White et al. 2006). Standar kelayaktangkapan
hiu adalah apabila total length catch (TL catch) ≥ total length of maturity (TL of
maturity). Hiu dikatakan belum layak tangkap apabila total length catch (TL catch) ≤
total length of maturity (TL of maturity). Hasil perbandingan antara panjang total (total
length) hiu (data primer) dan panjang total hiu pada saat mencapai ukuran dewasa
(length of maturity) (data sekunder) selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
3.6.3 Karakter Morfometrik
Karakter morfometrik pada jenis ikan hiu yang dianalisis adalah panjang total
(PT), panjang cagak (PC), panjang standar (PS), panjang kepala (PK), panjang sirip
punggung (SP), panjang sirip dada (SD), panjang ekor bawah (EB), panjang ekor atas
(EA). Variasi karakter morfometrik dianalisis menggunakan metode analisis
komponen utama atau Pricipal Component Analysis (PCA) yang berfungsi
menyederhanakan variable menjadi beberapa komponen utama agar dapat dijelaskan
hubungan antar variable secara sederhana (Bengen, 2000).
Misalkan X1,X2,…Xp adalah perubah acak yang menyebar menurut sebaran
tertentu dengan vektor nilai tengah µ dan matriks ragam peragam Ʃ. Komponen utama
merupakan kombinasi linier terboboti peubah-peubah asal yang mampu menerangkan
data secara maksimum. Komponen utama ke-j dapi p peubah dapat dinyatakan sebagai
𝑌 𝑗 = 𝑎1𝑗𝑥1 + 𝑎2𝑗𝑥2 + ⋯+ 𝑎𝑝𝑗𝑥𝑝 = 𝒂𝒕𝒙
dan keragaman komponen utama ke-j adalah 𝑉𝑎𝑟(𝑌𝑗 ) = λ𝑗 ; 𝑗 = 1, 2, … , 𝑝 dengan 𝜆1,
𝜆2, … , 𝜆𝑝 adalah akar ciri yang diperoleh dari persamaan |𝜮 − 𝜆𝑰| = 0 dimana 𝜆1 ≥ 𝜆2
26
≥ … ≥ 𝜆𝑝 ≥ 0. Vektor ciri 𝒂 sebagai pembobot dari transformasi linear peubah asal
diperoleh dari persamaan (𝜮 − 𝜆𝑗 𝑰) = 0 ; 𝑗 = 1, 2, … , 𝑝 dan 𝜮 didefinisikan sebagai
matriks ragam peragam XtX, 𝜆 sebagai akar ciri dari 𝜮 dan I sebagai matriks identitas
yang berukuran 𝑝x𝑝 dimana p adalah banyaknya peubah bebas dalam data. Total
keragaman komponen utama adalah 𝜆1 + 𝜆2 + … + 𝜆𝑝 = (𝜮) dan persentase total
keragaman data yang mampu dijelaskan oleh KU ke-j adalah λj
𝑡𝑟(Σ) 𝑥 100%.
3.6.4 Status Konservasi Ikan Hiu
Data primer berupa data jumlah dan jenis hiu digunakan untuk menganalisa
status konservasi ikan hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah. Analisis yang
digunakan untuk mengetahui status konservasi ikan hiu adalah dengan mengetahui
jumlah dan jenis ikan hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah adalah dengan
pendekatan konservasi. Organisasi internasional yang bergerak di bidang perlindungan
dan konservasi alam (IUCN) telah menyusun beberapa kriteria status konservasi jenis
hewan/biota berdasarkan tingkat kerawanannya terhadap konservasi di dalam suatu
daftar merah (red list). Menurut IUCN (2019), jenis/jenis hiu menurut kategori-
kategori keterancaman adalah sebagai berikut:
1. Punah (Extinct, EX);
2. Punah di alam (Extinct In The Wild, EW);
3. Kritis (Critically Endangered, CR);
4. Genting atau Terancam (Endangered, EN);
5. Rentan (Vulnerable, VU);
6. Hampir Terancam (Near Threatened, NT);
7. Berisiko Rendah (Least Concern, LC);
8. Informasi Kurang (Data Deficient, DD);
9. Tidak Dievaluasi (Not Evaluated, NE).
Analisis yang digunakan untuk menentukan status perdagangan ikan hiu yang
dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah adalah CITES. CITES menetapkan tiga
27
kategori jenis-jenis jenis yang dapat diperdagangkan secara internasional. Ketiga
kategori ini yang dikenal dengan istilah Apendiks CITES, antara lain yaitu:
1. Apendiks I : Daftar jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilarang segala
bentuk perdagangan internasional.
2. Apendiks II : Daftar jenis yang tidak terancam punah tapi mungkin terancam
punah bila diperdagangkan terus menerus tanpa adanya pengaturan.
3. Apendiks III : Daftar jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di negara
tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya, dan suatu saat peringkatnya
biasa dinaikkan ke dalam Apendiks II atau Apendiks I.
28
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jenis Ikan Hiu yang Dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah
Hasil identifikasi ikan hiu berdasarkan buku White et al., (2006) pada lokasi
penelitian dijumpai sebanyak 5 jenis dan 62 individu ikan hiu yang dijual oleh nelayan
di TPI Pantai Utara Jawa Tengah, tertera pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Jenis Ikan Hiu yang Dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah
No Ordo Famili Spesies Total
1
Carcharhiniformes Carcharinidae
Carcharhinus brevipinna 26
2 Carcharinus longimanus 4
3 Carcharhinus sealei 7
4 Orectolobiformes Hemiscyllidae Chiloscyllium punctatum 19
5 Lamniformes Alopiidae Alopias pelagicus 6
Jumlah 5 jenis 62
Hasil ikan hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah pada bulan Juni-
September 2019 sebagian besar berasal dari jenis Carcharhinus brevipinna (26 ekor).
Carcharhinus brevipinna merupakan jenis hiu yang aktif bergerombol, kadang
melakukan gerakan berputar keluar dari air ketika menangkap gerombolan ikan yang
menjadi mangsanya. (Compagno, 1984), hiu ini melahirkan anak yang berjumlah 3-
15 ekor, dengan lama kandungan yang tidak diketahui. Hasil tangkapan terendah
berasal dari jenis Carcharinus longimanus (4 ekor). Carcharinus longimanus kadang
ditemukan berenang sendiri (soliter) maupun bergerombol dalam kelompok kecil.
Jumlah anak yang dilahirkan pada spesies ini yaitu 1-15 ekor, dengan lama kandungan
12 bulan (Sharkguardian, 2018). Perbedaan setiap jumlah individu yang dijual
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu musim penangkapan, jumlah armada
yang beroperasi di laut, tipe alat tangkap, lokasi penangkapan, dan perilaku ikan
tersebut (Dharmadi et al., 2013).
Jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkapan ikan hiu dan ikan pari
di Laut Jawa antara lain yaitu payang (lampara net), dogol (seine), pukat pantai (beach
29
seine), jaring insang hanyut (drift gillnet), jaring insang tetap (bottom-set gillnet),
jaring trammel (trammel net), rawai dasar (bottom long line), rawai tuna (tuna long
line), pancing tangan (hand line), sera (guiding barrier) dan bubu (portable traps),
pukat cincin (purse seine) (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2016).
Umumnya alat tangkap cantrang banyak digunakan nelayan untuk menangkap
ikan demersal antara lain ikan hiu, karena cantrang mudah dibuat dan relative tidak
memakan biaya tinggi, baik dalam pembuatan maupun perawatannya. Cantrang
merupakan sejenis pukat yang biasanya digunakan untuk menangkap udang dan ikan
demersal. Cantrang dioperasikan dengan cara dilingkarkan pada perairan dan kemudian
ditarik ke atas kapal dengan menggunakan tenaga manusia ataupun bantuan mesin.
Menurut beberapa penelitian, cantrang diindikasikan sebagai alat tangkap ikan yang
kurang ramah lingkungan karena hampir mirip dengan trawl yang dilarang oleh
pemerintah yang menangkap ukuran ikan kecil maupun sedang matang gonad sehingga
dikhawatirkan akan menghambat keberlanjutan sumberdaya ikan demersal (Tri
Cahyani, 2013).
Penangkapan ikan menggunakan alat tangkap cantrang dalam 1 trip berkisar
antara 15-25 hari dengan jumlah trip maksimal dalam 1 tahun adalah 10 trip.
Pengoperasian cantrang dilakukan dengan 4 tahap yaitu: (1) Persiapan, nelayan
mempersiapkan perbekalan dan pengecekan alat-alat yang digunakan. Nelayan
menentukan daerah penangkapan ikan sesuai dengan daerah yang telah dilakukan
operasi penangkapan sebelumnya; (2) Setting, Pelampung tanda diturunkan kemudian
tali selambar sisi kanan diturunkan dengan arah gerakan kapal membentuk lingkaran,
jaring diturukan kemudian tali selambar sisi kiri mulai diturunkan. Posisi tali selambar
sisi kanan dan sisi kiri sudah berada di garden yang akan mempermudah untuk menarik
jaring tersebut. Waktu yang dibutuhkan untuk setting sekitar 15 menit; (3) Towing,
Penarikan alat tangkap cantrang dengan kecepatan sekitar 5 ± 6 knot. Hal ini dilakukan
agar pada saat penarikan jaring, kapal tidak bergerak mundur karena berat jaring.
Towing dilakukan dengan menarik tali selambar dengan bantuan gardan. Waktu yang
digunakan untuk menarik jaring sekitar 40 ± 50 menit; (4) Hauling, Setelah proses
30
towing selesai maka tali selambar ditarik dan jaring mulai diangkat. Setelah itu ikan di
sortir sesuai jenis dan ukurannya (Auliya & Trisnani 2014).
Umumnya ikan hiu yang tertangkap di daerah penangkapan pinggir (inshore)
berukuran kecil dan sebagian besar belum dewasa, sedangkan yang tertangkap di
perairan tengah (offshore) umumnya berukuran besar dan sudah dewasa. Armada kapal
yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan di daerah perairan pantai
(inshore) berukuran kecil (6-12 GT) dengan jarak kurang dari 12 mil dari pantai,
sedangkan daerah penangkapan offshore (>12 mil) menggunakan armada penangkapan
dengan ukuran kapal lebih dari 30 GT (Rahardjo, 2007).
Aktivitas penangkapan ikan hiu umumnya berlangsung setiap tahun tanpa
dibatasi oleh musim tertentu, namun pada bulan-bulan tertentu ketika hasil tangkapan
meningkat biasanya ditentukan sebagai musim penangkapannya. Musim yang ideal
untuk menangkap ikan hiu adalah ketika kondisi cuaca baik, dengan ombak dan angin
yang tenang, sehingga nelayan dapat melaut dengan jarak tempuh yang lebih jauh dan
dalam tempo yang lebih lama. Menurut Fahmi & Dharmadi (2013), musim
penangkapan hiu berlangsung antara bulan juni - September.
4.2 Kajian Morfologi dan Morfometrik Jenis Ikan Hiu
4.2.1 Morfologi Ikan Hiu yang Dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah
Dari hasil identifikasi morfologi menggunakan acuan White et al (2006) selama
penelitian, jenis ikan hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah meliputi TPI
Bajomulyo Unit 1 Juwono, TPI Tasik Agung Rembang, TPI Tanjungsari Rembang,
dan TPI Tambaklorok semarang antara lain adalah Carcharhinus brevipinna,
Carcharhinus longimanus, Carcharhinus sealei, Chiloscyllium punctatum, dan
Alopias pelagicus.
1. Carcharhinus brevipinna
Carcharhinus brevipinna merupakan salah satu hiu dari famili Carcharinidae.
Hiu ini mempunyai nama lokal Cucut Lanjaman atau hiu merak bulu. Gambar 4.1
merupakan gambar dari morfologi Carcharhinus brevipinna. Morfologi pada hiu
Carcharhinus brevipinna antara lain adalah bentuk badan fusiform, memiliki bentuk
31
moncong yang lancip dan panjang dengan jarak antara lubang hidung 1-1.2 kali jarak
antara ujung moncong ke mulut, memiliki mata yang bundar dan cukup kecil, tidak
memiliki gurat diantara sirip punggung tetapi memiliki gurat di sudut bibir yang relatif
panjang (dibandingkan dengan jenis Carcharhinus yang lain), memiliki celah insang
yang relatif panjang dan berjumlah 5 celah, dan tidak memiliki spirakel. Sebagian besar
ujung sirip punggung dan sirip ekor pada hiu dewasa dan remaja berwarna hitam dan
ujung sirip dada berwarna putih, serta perut bagian bawah berwarna putih.
Gambar 4.1 Morfologi Carcharhinus brevipinna (Maulina EA, 2020)
Keterangan:
1. Moncong lancip dan panjang, letak mulut di bawah belakang mata;
2. Ujung sirip dada berwarna putih;
3. Ujung sirip punggung dan ekor berwarna hitam.
Menurut White (2006), ukuran maksimum Carcharhinus brevipinna dapat
mencapai 283 cm. Ikan jantan mencapai dewasa dan siap bereproduksi pada ukuran
antara 190-200 cm, sedangkan untuk ikan betina mencapai dewasa pada ukuran 210-
220 cm. Hiu ini tergolong hewan vivipar dengan kuning telur berupa plasenta. Jumlah
anak yang dilahirkan pada jenis ini yaitu 3-15 ekor, dengan lama kandungan yang tidak
diketahui. Hiu ini tersebar di seluruh perairan tropis mulai daerah pesisir pantai hingga
paparan benua (Compagno, 1998). Umumnya hiu ini tertangkap di perairan Samudera
Hindia, mulai dari barat Sumatera hingga bagian selatan Jawa, Bali, dan Nusa
Tenggara, serta perairan Laut Natuna, Selat Makassar, dan Laut Banda (Fahmi dan
Dharmadi, 2013). Carcharhinus brevipinna ditemukan di perairan dekat pantai
(inshore) hingga kedalaman 75 m (White et al., 2006).
32
2. Carcharhinus longimanus
Carcharhinus longimanus yang memiliki nama umum Oceanic Whitetip Shark
atau dikenal dengan nama lokal hiu koboi. Hiu ini tergolong jenis hiu oseanik dan
pelagis. Jenis hiu ini adalah satu-satunya hiu pelagis sejati dari genus Carcharhinus.
Carcharhinus longimanus memiliki ciri khas yaitu bentuk siripnya membulat di bagian
ujung dan berwarna putih pada hiu dewasa (berujung hitam pada hiu juvenil), hiu ini
juga memiliki sirip dada yang sangat lebar dan berbentuk dayung, memiliki sirip ekor
besar dan bagian ujungnya berbintik putih. Gambar 4.2 merupakan gambar dari
morfologi Carcharhinus longimanus. Karakter morfologi dari hiu ini antara lain yaitu
bentuk badan fusiform, memiliki moncong pendek dan bulat melebar (tampak dari arah
bawah). Memiliki celah insang yang cukup panjang dan berjumlah 5 celah, dan tidak
memiliki spirakel.
Gambar 4.2 Morfologi Carcharhinus longimanus (White et al., 2006)
Keterangan:
1. Sirip dada lebar dan berbentuk dayung,
2. Ujung sirip membulat di bagian ujung dan berwarna putih,
3. Sirip ekor besar dan ujungnya berbintik putih.
Menurut White (2006), ukuran maksimum hiu koboi dapat mencapai 300 cm.
Ikan jantan mencapai dewasa dan siap bereproduksi pada ukuran antara 190-200 cm,
sedangkan untuk ikan betina mencapai dewasa pada ukuran 180-200 cm. Hiu ini
tergolong hewan vivipar dengan kuning telur berupa plasenta. Jumlah anak yang
dilahirkan pada hiu ini yaitu 1-15 ekor, dengan lama kandungan 12 bulan.
Carcharhinus longimanus biasa dijumpai di jauh lepas pantai di perairan terbuka
33
hingga pada kedalaman lebih dari 200 m, paparan benua, atau sekitar pulau-pulau di
laut lepas. Sebaran jenis hiu ini sangat luas diseluruh perairan tropis dan subtropis yang
bersuhu hangat. Di perairan Indonesia, biasanya ditemukan di perairan Samudera
Indonesia, mulai dari barat Sumatera hingga selatan Nusa Tenggara (Permen-KP No.
59 tahun 2014).
3. Carcharhinus sealei
Carcharhinus sealei yang memiliki nama umum Blackspot Shark atau lebih
dikenal dengan nama cucut lanjaman (Jawa). Hiu ini memiliki tubuh berukuran kecil
yang bersifat oseanik dan pelagis, umumnya hidup di dasar perairan pantai dari daerah
pantai hingga pada kedalaman 40 m. Gambar 4.3 merupakan gambar dari morfologi
Carcharhinus sealei. Hiu ini memiliki ciri morfologi yaitu bentuk badan fusiform, sirip
punggung pertama agak tinggi dan melengkung lancip, sedangkan sirip punggung
kedua berwarna kehitaman atau hitam pada ujungnya, dan sirip lainnya polos. Warna
tubuh abu kecoklatan. Memiliki celah insang yang berjumlah 5 celah dan tidak
memiliki spirakel. Memiliki gurat diantara sirip punggung, memiliki gigi bawah yang
kecil, ramping, tegak lurus, kadang terdapat tonjolan di sisinya. Ujung gigi bagian atas
tajam dan sangat miring, bagian sisi yang diapit terdapat beberapa tonjolan yang
memiliki tepian halus (White et al., 2006).
Gambar 4.3 Morfologi Carcharhinus sealei (Ali et al., 2013)
Keterangan:
1. Moncong agak panjang dan parabolik menyempit, letak mulut di bawah
belakang mata;
2. Sirip punggung pertama agak tinggi dan melengkung lancip;
3. Sirip punggung kedua kehitaman pada ujungnya
34
Panjang maksimum hiu ini dapat mencapai 95 cm, ikan hiu jantan mencapai usia
dewasa pada ukuran >80 cm, sedangkan ikan hiu betina antara ukuran 68-75 cm, dan
ukuran ketika lahir antara 33-36 cm. Menurut White (2006), jenis ini tergolong hewan
vivipar dengan kuning telur berupa plasenta. Jumlah anak yang dilahirkan pada hiu ini
yaitu 1-2 ekor, dengan lama kandungan 9 bulan.
4. Chiloscyllium punctatum
Chiloscyllium punctatum memiliki nama umum Brownbanded Bamboo Shark
atau yang memiliki nama lokal hiu batu. Jenis hiu ini merupakan hiu bentik pasir yang
hidup di dasar perairan, padang lamun, pantai berbatu dan sekitar ekosistem terumbu
karang hingga kedalaman 85 meter (White et al., 2006). Hiu ini aktif pada malam hari
(nokturnal) dan dapat bertahan hidup di luar permukaan air selama 12 jam (Compagno,
1984). Gambar 4.4 merupakan gambar dari morfologi Chiloscyllium punctatum.
Karakteristik morfologi lain dari hiu Chiloscyllium punctatum yaitu tidak memiliki
spirakel, memiliki celah insang berjumlah 5 celah dan batas tiap celah insang berwarna
pucat. Pada hiu Chiloscyllium punctatum dewasa memiliki warna tubuh polos atau
garis-garis coklat yang samar, sedangkan pada juvenil terdapat bintik-bintik gelap..
Dasar sirip anal jauh lebih pendek daripada dasar sirip ekor bawah.
Gambar 4.4 Morfologi Chiloscyllium punctatum (White et al., 2006)
Keterangan:
1. Bentuk tubuh dan ekor ramping;
2. Moncong membulat di bagian anterior, terdapat barbel/sungut, letak mulut di
bawah depan mata;
3. Sirip punggung besar, bersudut, dan terpisah satu sama lain
35
Ukuran panjang maksimum hiu ini adalah 121 cm; ikan jantan mencapai
dewasa pada ukuran sekitar 67-70 cm, sedangkan pada betina belum diketahui (White
et al., 2006). Hiu ini tergolong hewan ovipar dengan kuning telur berupa plasenta.
Jumlah anak yang dilahirkan pada hiu ini yaitu 1-15 ekor, dengan lama untuk menetas
8-15 bulan (Conrath, 2005).
5. Alopias pelagicus
Alopias pelagicus memiliki nama umum Pelagic Thresher Shark atau lebih
dikenal dengan nama hiu monyet atau hiu tikus adalah jenis ikan hiu oseanik yang
hidup di lapisan permukaan hingga kedalaman 152 m (White et al., 2006). Alopias
pelagicus berasal dari famili Alopiidae, hiu jenis ini memiliki ciri khas bentuk sirip
ekornya yang panjang hampir sama atau lebih panjang dari separuh panjang total
tubuhnya, mempunyai cuping (lobe) di bagian atas dari sirip ekor yang sangat panjang,
dan bagian ujung sirip caudal sangat ramping dengan lobus terminal yang sangat
sempit. Menurut Oliver et al (2013) Alopias pelagicus menggunakan cambukan
ekornya untuk melemahkan mangsa. Hiu ini mencari makan pada siang maupun malam
hari. Hewan ini mampu memangsa lebih dari satu ikan sarden dalam satu waktu, hal
ini menunjukkan bahwa mencambuk gerombolan ikan sarden merupakan strategi
mencari makan yang efektif untuk memburu mangsa yang bergerombol. Alopias
pelagicus juga memiliki keunikan lainnya, yaitu ukuran sirip dadanya yang juga relatif
panjang dan kuat. Sirip dada ini berfungsi untuk mengepakkan tubuh hiu agar dia dapat
mencambuk target menggunakan ekor atasnya. Dengan demikian karakteristik sirip
dada dan ekor atasnya diperkirakan adalah hasil evolusi jangka panjang dari teknik
berburu yang digunakan (Santosa K.P, et al. 2017). Gambar 4.5 merupakan gambar
dari morfologi Alopias pelagicus. Morfologi lainnya adalah bentuk badan fusiform.
Moncong mulut relatif pendek dan lonjong, bentuk kepala melengkung di bagian antara
mata, tidak terdapat lekukan yang dalam dibagian tengkuk, tetapi terdapat lekukan
kecil di atas mata. Memiliki mata yang cukup besar, tetapi tidak memanjang ke
permukaan kepala bagian dorsal, posisinya hampir ditengah-tengah bagian sisi kepala.
Memiliki celah insang yang berjumlah 5 celah. Pangkal sirip punggung pertama lebih
36
dekat dengan ujung belakang sirip dada dari pada dengan dasar perut. Tubuh bagian
dorsal hiu Alopias pelagicus berwarna abu-abu metalik pucat, tubuh bagian ventral
berwarna putih, serta bagian atas dan penutup insang berwarna perak metalik. Di
perairan Indonesia, hiu ini ditemukan di perairan Samudera Hindia, mulai dari barat
Sumatera hingga selatan Nusa Tenggara Laut Cina Selatan, Laut Pasifik, Selat
Makassar, Laut Sulawesi, Laut Banda dan Laut Arafura (White et al., 2006; Fahmi &
Dharmadi, 2013).
Gambar 4.5 Morfologi Alopias pelagicus (Maulina EA, 2020)
Keterangan:
1. Ekor bagian atas hampir sepanjang ukuran tubuhnya;
2. Sirip dada panjang dan kuat;
3. Moncong mulut relatif pendek dan lonjong, letak mulut di bawah belakang
mata.
Menurut White et al. (2006), ukuran panjang maksimum hiu ini adalah 365 cm;
ikan jantan mencapai dewasa pada ukuran sekitar 240 cm, pada betina sekitar 260 cm;
dengan ukuran panjang total pada saat lahir 130-160 cm. Umur maksimal hiu monyet
atau tikusan jantan dapat mencapai 20 tahun dan betina 29 tahun (Compagno, 2002).
Menurut White (2006) jenis ini tergolong hewan vivipar. Jumlah anak yang dilahirkan
pada hiu ini adalah 2 ekor anak (satu ekor di setiap uterus) dengan waktu memijah yang
tidak diketahui. Reproduksi Alopias pelagicus tidak bersifat musiman, namun
diketahui cucut ini maksimal melahirkan 2 kali dalam setahun. Pada jenis ini, hiu jantan
dapat membuahi lebih dari satu betina dalam waktu yang berdekatan, sehingga apabila
rasio betina lebih tinggi dari jantan, maka reproduksi masih bisa berjalan dengan lancer
(Parsons et al., 2008).
37
4.2.2 Analisis Kekerabatan Hiu Berdasarkan Karakter Morfologi
Hubungan kekerabatan ikan secara morfologi bertujuan untuk mengetahui
kedekatan antara jenis ikan satu dengan jenis ikan lainnya yang terdapat di suatu
perairan, dan juga untuk memberikan informasi ilmiah dalam bidang taksonomi.
Berdasarkan morfologi jenis ikan hiu yang diperoleh, selanjutnya dianalisis
dalam tabel STO dan disusun dalam bentuk matriks jumlah karakter pasangan STO
(Tabel 4.2). Matriks pada tabel 4.2 memperlihatkan jumlah ciri-ciri yang sama dan
yang berbeda dari 5 jenis hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah.
Hasil pengamatan berdasarkan karakter morfologi yang dimiliki oleh setiap
jenis ikan hiu kemudian dihitung nilai koefisien korelasinya. Nilai koefisien korelasi
dapat ditentukan dengan cara membandingkan karakter morfologi yang terdapat pada
semua jenis ikan hiu yang termasuk dalam Operational Taxonomic Unit (Tabel 4.3).
Jumlah karakter morfologi yang digunakan dalam satuan taksonomi operasional adalah
46 ciri meliputi bentuk moncong, letak mulut, bentuk gigi, bentuk dan letak sirip
punggung, dan warna tubuh (Lampiran 2). Berdasarkan karakter morfologi yang telah
teramati, kemudian data tersebut dianalisis menggunakan analisis cluster, maka
diperoleh matriks hubungan kekerabatan antar jenis pada Tabel 4.2 dan fenogram pada
Gambar 4.6
Analisis cluster bertujuan untuk mengelompokkan hubungan kekerabatan antar
jenis berdasarkan karakter atau penciri yang sama untuk mengetahui kekerabatan yang
jauh atau dekat. Hubungan kekerabatan yang jauh atau dekat suatu jenis dapat diketahui
dari nilai koefisien kemiripannya. Semakin besar nilai koefisien kemiripan suatu jenis
menunjukkan bahwa semakin dekat hubungan kekerabatan antar jenis tersebut atau
sebaliknya (Gusmiaty et al., 2016).
38
Tabel 4.2 Matriks Jumlah Pasangan Satuan Taksonomi Operasional (Pair number
matrices of operational taxonomy unit)
E D C B A
A (Carcharhinus brevipinna) 16 11 17 17
B (Carcharinus longimanus) 15 12 19 12*
C (Carcharhinus sealei) 16 12 6* 10*
D (Chiloscyllium punctatum) 12 19* 22* 23*
E (Alopias pelagicus) 20* 11* 15* 13*
Keterangan:
Tanpa tanda * = Jumlah ciri-ciri yang sama
Dengan tanda * = Jumlah ciri-ciri yang berbeda
Tabel 4.3 Matriks koefisiensi Korelasi Antar Jenis Ikan Hiu
Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi dan fenogram hubungan
kekerabatan (gambar 4.6) yang terbentuk, diperoleh bahwa kelima jenis hiu yang telah
diamati menunjukkan 3 kelompok kekerabatan dengan nilai koefisiensi korelasi
Takson A B C D E
A (Carcharhinus brevipinna) 1
B (Carcharhinus longimanus) 0,586 1
C (Carcharhinus sealei) 0,63 0,76 1
D (Chiloscyllium punctatum) 0,324 0,364 0,387 1
E (Alopias pelagicus) 0,552 0,5 0,593 0,375 1
Gambar 4.6 Fenogram Hasil Pengelompokkan Berdasarkan Koefisisensi Korelasi
Antar Jenis Ikan Hiu
39
sebesar 0,1692. Kelompok I terdiri dari Carcharhinus longimanus dan Carcharhinus
sealei dengan nilai koefisiensi korelasi tertinggi sebesar 0,76. Kedua jenis ini memiliki
hubungan kekerabatan terdekat. Secara morfologi kedua jenis ini memang hampir
mirip secara keseluruhan dan keduanya termasuk ke dalam satu genus. Ciri yang
menunjukkan kesamaan antara kedua jenis ini antara lain yaitu bentuk moncong yang
membulat, memiliki kelopak mata, mulut berada dibawah belakang mata, bentuk gigi
bawah kecil, ramping dan tegak, memiliki gurat diantara sirip punggung, memiliki 5
celah insang dan posisi celah insang berada di sisi kepala, kedua sirip punggung tidak
sama besar, pangkal sirip punggung pertama lebih dekat dengan ujung sirip dada, serta
warna tubuh keabuan. Perbedaan antara kedua jenis ini adalah pada Carcharhinus
longimanus memiliki gigi atas berbentuk segitiga lebar dan tegak, memiliki gurat
diantara sirip punggung, sirip punggung pertama dan sirip dada sangat lebar dan
membundar di bagian ujungnya, dan ujung sirip berwarna putih. Pada Carcharhinus
sealei memiliki gigi atas yang tajam dan sangat miring, sirip punggung pertama agak
tinggi dan melengkung lancip, sirip punggung kedua berwarna kehitaman atau hitam
pada ujungnya sedangkan sirip lainnya polos, serta bagian sisi yang diapit terdapat
beberapa tonjolan yang memiliki tepian halus. Carcharhinus longimanus dan
Carcharhinus sealei termasuk kedalam satu ordo yaitu Carcharhiniformes.
Berdasarkan pernyataan Ali et al (2013), persamaan ciri morfologi yang
mengelompokkan jenis tersebut ke dalam ordo Carcharhiniformes antara lain yaitu
terdapat kelopak mata dan letak mulut berada di bawah belakang mata.
Kelompok II Carcharhinus brevipinna dan Alopias pelagicus dengan nilai
koefisiensi korelasi sebesar 0,552. Kedua jenis ini memiliki hubungan kekerabatan
tingkat sedang. Ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua jenis ini antara lain
yaitu warna tubuh keabuan, memiliki moncong yang panjang, mulut berada di bawah
belakang mata, kedua sirip punggung tidak sama besar, serta pangkal sirip punggung
pertama lebih dekat dengan ujung sirip dada. Perbedaan kedua jenis ini adalah pada
Carcharhinus brevipinna terdapat kelopak mata sedangkan pada Alopias pelagicus
tidak ada. Carcharhinus brevipinna memiliki mata bundar dan kecil, sedangkan
Alopias pelagicus memiliti mata agak lebar. Carcharhinus brevipinna tidak memiliki
40
spirakel, sedangkan pada Alopias pelagicus memiliki spirakel. Alopias pelagicus
memiliki ekor atas hampir sepanjang tubuhnya serta ujung sirip ekor sangat ramping
dengan lobus terminal yang sangat sempit. Berdasarkan Ali et al (2013), kedua jenis
ini termasuk ke dalam ordo yang berbeda yaitu ordo Carcharhiniformes dan
Lamniformes. Ciri yang membedakan kedua ordo ini yaitu pada ordo
Carcharhiniformes memiliki kelopak mata, sedangkan pada ordo Lamniformes tidak
memiliki kelopak mata.
Chiloscyllium punctatum memiliki nilai koefisiensi korelasi sebesar 0,16.
Chiloscyllium punctatum memiliki hubungan kekerabatan terjauh dengan 4 jenis
lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa Chiloscyllium punctatum memiliki karakter
yang jauh berbeda dengan jenis lainnya terutama pada bentuk tubuh dan ekor yang
ramping, bentuk moncong membulat, letak mulut berada di bawah depan mata,
terdapat barbel/sungut di dekat hidung, adanya cuping dan celah di sekitar batas lubang
hidung, warna tubuh kecoklatan dan terdapat bintik-bintik gelap, serta bentuk sirip
punggung pertama dan kedua sama besar. Chilloscyllium punctatum termasuk kedalam
ordo Orectolobiformes. Hal ini didukung oleh pernyataan Ali et al (2013), bahwa ordo
Orectolobiformes memiliki ciri khas yaitu mulut berada di bawah depan mata dan
memiliki barbel/sungut di dekat hidung.
4.2.3 Kelayaktangkapan Hiu
Kelayaktangkapan hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah diperoleh
berdasarkan data ukuran panjang hiu yang diukur menggunakan pita meter. Gambar
4.7 menunjukkan bahwa jenis hiu yang dijual sebagian besar masih belum layak
tangkap.
41
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Carcharhinus
brevipinna
Chiloscyllium
punctatum
Carcharinus
longimanus
Carcharhinus
sealei
Alopias
pelagicus
Belum layak tangkap Layak tangkap
Gambar 4.7 Diagram Kelayaktangkan Ikan Hiu
Setiap jenis ikan hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah memiliki
struktur ukuran panjang tubuh yang berbeda-beda. Data ukuran panjang total ikan hiu
yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah berdasarkan jenis kelaminnya tertera pada
Lapiran 7. Ukuran ikan pertama kali matang gonad ada hubungannya dengan
pertumbuhan ikan dan pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhannya (Sjafei et al.,
1992). Tingkat kematangan gonad ikan hiu dapat diketahui dengan mengukur panjang
total tubuh dari ikan tersebut. Menurut Effendi (2002), pengamatan kematangan gonad
dapat diketahui dengan 2 cara yaitu secara histologi dan morfologi. Untuk mengetahui
kematangan gonad secara morfologi adalah dengan menggunakan ukuran panjang total
tubuh dan berat tubuh. Kelayaktangkapan yang dimaksud adalah ikan yang dijual
sudah mencapai ukuran matang gonad. Untuk mencapai dewasa, setiap jenis hiu
memiliki ukuran panjang tubuh yang berbeda-beda. Hasil analisis perbandingan
panjang total (total length) hiu dengan ukuran panjang hiu saat mencapai dewasa
berdasarkan jenis kelamin tertera pada Lampiran 8.
Kelayaktangkapan hiu berdasarkan ukuran panjang total (total lenght) hiu yang
dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah cenderung bervariasi. Sebagian besar jenis hiu
yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah belum layak tangkap, karena ukuran
42
panjang total (total lenght) pada hiu tersebut masih dibawah ukuran panjang total hiu
pada saat mencapai dewasa atau belum mencapai ukuran matang gonad. Last dan
Stevens (1994), menyatakan bahwa ikan hiu membutuhkan waktu enam hingga
delapan belas tahun lebih untuk mencapai dewasa. Lamanya waktu tersebut
memberikan peluang yang besar hiu tereksploitasi sebelum mencapai dewasa.
Menurut Nikolsky (1963), terdapat beberapa hal yang mempengaruhi ukuran ikan
untuk mencapai dewasa/matang gonad antara lain yaitu kelimpahan dan ketersediaan
makanan, suhu, periode, cahaya, dan faktor lingkungan pada suatu habitat atau perairan
yang berbeda-beda.
Berdasarkan gambar 4.7 kelayaktangkapan hiu menunjukkan bahwa jenis ikan
hiu yang belum layak tangkap dan memiliki status konservasi kritis, langka, dan hampir
terancam memiliki potensi yang tinggi terhadap konservasi di alam. Banyaknya ukuran
ikan hiu yang berada dibawah ukuran dewasa juga dapat mengindikasikan semakin
sedikit ikan hiu yang berukuran dewasa di alam. Penangkapan ikan hiu belum
mencapai dewasa berpotensi mempercepat kepunahan ikan hiu di alam. Menurut
Karman (2016), ikan yang tertangkap sebelum matang gonad, diduga ikan tersebut
belum sempat memijah sehingga hal ini akan mempengaruhi rekruitmen di daerah
penangkapan tersebut. Keberlanjutan perikanan tangkap sebaiknya didukung oleh
peraturan yang menetapkan ukuran ikan yang layak tangkap. Salah satu kriteria ikan
yang layak untuk ditangkap adalah memiliki panjang yang lebih besar dari panjang
pertama kali ikan matang gonad.
Banyaknya penangkapan hiu sebelum hiu sempat tumbuh mencapai ukuran
dewasa atau belum layak tangkap dapat menyebabkan overfishing (growth
overfishing). Atmaja, S.B., et al (2011) menjelaskan bahwa overfishing dapat
dikategorikan menjadi beberapa jenis antara lain yaitu economic overfishing,
biological overfishing, growth overfishing, recruitment overfishing, ecosystem
overfishing, dan malthusian overfishing. Fauzi (2005) meyatakan bahwa, growth
overfishing merupakan situasi dimana ikan yang ditangkap memiliki ukuran yang kecil
daripada ukuran yang seharusnya untuk bereproduksi, atau ikan belum memiliki
kesempatan untuk tumbuh. Terdapat beberapa cara pencegahan untuk menanggulangi
43
kondisi perikanan yang mengalami growth overfishing misalnya yaitu pembatasan
upaya penangkapan, pengaturan ukuran mata jaring, dan penutupan musim atau daerah
penangkapan. Ali Suman (2014), menyatakan bahwa tujuan penutupan daerah dan
musim penangkapan adalah untuk melindungi ikan yang masih muda serta
meningkatkan ukuran ikan pertama kali matang gonad dan akhirnya meningkatkan
produksi. Irfan Hanifa (2017), menyatakan bawah indikator yang dapat dipakai untuk
menunjukkan waktu penutupan atau pembukaan kegiatan penangkapan ikan adalah
status siklus hidup dari sumber daya ikan itu sendiri, sehingga apabila bukti-bukti
ilmiah terhadap waktu ikan kawin, memijah, atau mengasuh anaknya, maka waktu itu
harus dipertimbangkan sebagai musim penangkapan ikan. Penutupan daerah dan
musim penangkapan dapat dilakukan ketika hiu mengalami puncak pemijahan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, masih jarangnya informasi terhadap waktu hiu
kawin, memijah, atau mengasuh anaknya, sehingga untuk daerah dan musim
penangkapan hiu di Indonesia masih belum diperkirakan dengan baik.
4.2.3 Karakter Morfometrik
Enjah Rahmat (2011) menyatakan bahwa, salah satu cara untuk
mendeskripsikan jenis ikan dan menentukan unit stok pada suatu perairan berdasarkan
atas perbedaan morfologi jenis yang diamati adalah dengan menggunakan pengukuran
morfometrik. Pengukuran morfometrik dapat dilakukan dengan mengukur panjang
total, panjang standar, panjang ekor atau panjang sirip punggung.
Hasil pengukuran karakter morfometrik merupakan salah satu parameter yang
dapat digunakan sebagai ciri taksonomik saat mengidentifikasi ikan. Setiap jenis ikan
memiliki ukuran tubuh yang berbeda-beda (Affandi dkk., 1992). Ukuran tubuh suatu
jenis dapat dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, genetik, dan lingkungan
hidupnya. Perbedaan karakter morfometrik tersebut berbeda antara jantan dan betina
akibat interaksi dengan lingkungan (Gustiano, 2003). Faktor lingkungan
mempengaruhi struktur morfologi dan genetik ikan (Turan et al.,2004). Selain itu,
isolasi geografis juga dapat mengakibatkan perubahan morfologi dan genetik,
(Wibowo et al.,2009). Nugroho, et al. (2015) menyatakan bahwa distribusi dan variasi
morfologi yang muncul merupakan respons dari kondisi lingkungan tempat ikan hidup.
44
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi karakteristik morfologi adalah
temperatur, salinitas, oksigen terlarut, radiasi, kedalaman air, kecepatan arus, dan
ketersediaan makanan (Antonucci et al., 2012). Faktor lingkungan di alam tersebut
bersifat dinamis, karena faktor tersebut juga dapat menyebabkan ikan memiliki ukuran
tubuh yang berbeda-beda. Teletchea (2009) menyatakan bahwa, perubahan morfologi
yang terjadi pada ikan diakibatkan dari faktor lingkungan terkadang menjadi kesulitan
bagi peneliti dan mengidentifikasi suatu jenis spesies ikan. Diperlukan adanya
pendekatan/metode tambahan lainnya untuk mendalami taksonomi suatu jenis spesies
ikan berupa analisis gen (Dawnay et al., 2007).
Secara keseluruhan jumlah sampel yang didapatkan sebanyak 62 sampel hiu.
Pengukuran karakter morfometrik dalam penelitian ini menggunakan 9 variabel
pengukuran (Lampiran 5), diantaranya ukuran panjang total yang merupakan pembeda
utama jenis diantara golongan ikan hiu. Kisaran panjang total jenis Carcharhinus
brevipinna (150 ± 45,7), Carcharhinus longimanus (77 ± 61,3), Carcharhinus sealei
(83 ± 44,7), Chiloscyllium punctatum (77,2 ± 15,2), dan Alopias pelagicus (179,8 ±
160,5). Karakter morfometrik dianalisis menggunakan analisis komponen utama
(PCA). Analisis Komponen Utama (PCA) dapat digunakan untuk menentukan
hubungan kekerabatan menggunakan data morfometrik, seperti yang dikemukakan
oleh Bengen (2000) bahwa Analisis Komponen Utama dapat digunakan untuk
mempelajari matriks data dari sudut pandang kemiripan antar individu. Semakin mirip
atau jarak yang dekat suatu individu maka semakin dekat hubungan kekerabatannya.
Tujuan penggunaan PCA adalah penyederhanaan data dengan mengurangi jumlah
variabel yang tidak penting (Sudarto dan Rizal, 2007). Morfometrik hiu dipengaruhi
oleh karakteristik lingkungan dan genetiknya. Perbedaan ukuran karakter morfometrik
pada jenis hiu dianalisis menggunakan analisis komponen utama untuk melihat sebaran
karakter morfometriknya.
45
Gambar 4.8 Hasil Analisis PCA Karakter Morfometrik
Hasil plot PCA (gambar 4.8) yang telah dilakukan, dapat diamati terdapat
kecenderungan bersetangkupan antar populasi meskipun ada beberapa yang
mengalami pemisahan, dapat dilihat bahwa terdapat tiga populasi yang penyebaran
individu-individunya menjauhi populasi kesetangkupan, yaitu populasi Carcharhinus
brevipinna, Chiliscyllium punctatum, dan Alopias pelagicus. Hal ini terbukti bahwa
tingginya variasi morfologi pada beberapa individu-individu pada populasi tersebut.
Hasil analisis menunjukkan kemiripan karakter morfometrik yang besar pada
jenis Carcharhinus brevipinna, Carcharhinus longimanus, Carcharhinus sealei, dan
Chiloscyllium punctatum. Hal ini disebabkan karena ukuran tubuh pada 4 jenis tersebut
hampir sama panjangnya, sedangkan pada jenis Alopias pelagicus memiliki ukuran
tubuh yang relative besar dan juga memiliki ukuran ekor atas yang panjangnya hampir
sama dengan panjang totalnya. Pada umumnya, ikan hiu memiliki panjang ekor atas
dan ekor bawah yang hampir sama, sedangkan pada jenis Alopias pelagicus ekor
bagian atas berukuran jauh lebih panjang dibandingkan dengan ekor bawah. Hal ini
karena tingkah laku Alopias pelagicus dalam mencari makan berbeda. Alopias
pelagicus memangsa ikan-ikan kecil yang hidupnya bergerombol, Alopias pelagicus
menggunakan ekor atasnya untuk mencambuk gerombolan mangsanya, sehingga ikan
yang terkena cambukannya menjadi lemas dan mudah untuk dimangsa.
46
Brown dan Gibson (1983) dalam Haryono (2001) menyatakan bahwa, setiap
jenis ikan memiliki sebaran geografi tertentu yang dikontrol oleh kondisi fisik
lingkungannya. Menurut Stiassny dan Meyer (1999), perbedaan yang mendasar baik
secara morfologi maupun genetik merupakan suatu mekanisme yang dapat diinduksi
oleh adanya faktor eksternal seperti isolasi geografis, perbedaan faktor lingkungan
selama ontogeni, keberadaan predator dan keterbatasan makanan. Maka dari itu
sebaran dan variasi morfometrik yang muncul merupakan respon terhadap lingkungan
fisik tempat hidup jenis tersebut. Futuyama (1986) menyatakan bahwa, variasi secara
geografi dapat muncul diantara populasi dengan daerah distribusi yang luas.
Umumnya, semakin jauh jarak antar populasi, semakin besar perbedaan karakter
morfologinya. Variasi karakter morfometrik dapat disebabkan oleh perbedaan faktor
genetik maupun lingkungannya. Menurut Mayr (1977), perubahan secara morfologi
maupun genetik merupakan suatu mekanisme yang dapat terjadi karena adanya faktor
eksternal seperti perbedaan geografis yang biasanya diikuti oleh perbedaan lingkungan.
Hewit (2004) menyimpulkan bahwa antar populasi yang terisolasi secara geografi
dapat mengalami perbedaan genetik yang dapat teramati secara morfologi. Oleh karena
itu pengujian genetik juga diperlukan untuk melihat perbedaan jenis ikan dan populasi
ikan berdasarkan variasi morfometrik. Bukti genetik bertujuan untuk mengkonfirmasi
bahwa variasi tersebut juga menggambarkan isolasi reproduksi dan bukan karena
perbedaan lingkungan saja (Tzeng, 2000).
4.3 Status Konservasi
Hasil jenis hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah berdasarkan status
konservasi International Union for Conservation of Nature (IUCN) termasuk kedalam
kategori Near Threatened (hampir terancam), Endengered (langka), dan Critically
Endangered (kritis). Daftar merah (red list) IUCN terdapat beberapa status yang
diberikan terhadap jenis-jenis hiu sesuai kondisi sumber dayanya di dunia ataupun di
negara-negara tertentu yang memberikan status tersebut. Berdasarkan status
perdagangan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna
and Flora (CITES) beberapa jenis hiu yang dijual termasuk kedalam kategori apendiks
47
Kritis6% Langka
10%
Hampir terancam84%
II. Jenis hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah berdasarkan status konservasi
IUCN dan status perdagangan CITES disajikan pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Status Konservasi dan Status Perdagangan
No Nama Jenis Nama Lokal IUCN CITES
1. Carcharinus longimanus Hiu Koboi CR Appendix II
2. Alopias pelagicus Hiu tikus, Hiu monyet EN Appendix II
3. Carcharhinus sealei Hiu kejen NT Belum dievaluasi
4. Chiloscyllium punctatum Hiu batu, cucut dolok NT Belum dievaluasi
5. Carcharhinus brevipinna Hiu merak bulu NT Belum dievaluasi
Presentase hasil jenis hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah
berdasarkan status konservasi IUCN disajikan pada gambar 4.9
Gambar 4.9 Diagram Presentase Ikan Hiu yang Berdasarkan IUCN
Gambar 4.9 menunjukkan diagram presentase hasil hiu yang dijual di TPI
Pantai Utara berdasarkan status konservasi IUCN. Berdasarkan kategori kritis
(Critically Endangered) hiu yang didapat berjumlah 4 ekor yaitu dari jenis
Carcharhinus longimanus. Berdasarkan kategori langka (Endangered) hiu yang
didapat berjumlah 6 ekor yaitu dari jenis Alopias pelagicus. Berdasarkan kategori
hampir terancam (Near threatened) hiu yang didapat berjumlah 52 ekor, dimana 26
ekor dari jenis Carcharhinus brevipinna, 19 ekor dari jenis Chiloscyllium punctatum,
dan 7 ekor dari jenis Carcharhinus sealei.
48
Hasil jumlah hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah pada saat
penelitian sebagai besar memiliki status konservasi dalam kategori hampir terancam
(84%). Status konservasi dalam kategori hampir terancam di TPI Pantai Utara Jawa
Tengah ada kaitannya dengan tingginya tingkat eksploitasi/aktifitas penangkapan
(target dan by catch) di daerah perairan tersebut.
Status konservasi merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukkan
tingkat keterancaman jenis makhluk hidup dari konservasi. Status konservasi
diterapkan bagi hewan dan tumbuhan. Penetapan status konservasi ini bukan hanya
berdasarkan jumlah populasi yang tersisa saja, melainkan peningkatan atau penurunan
jumlah populasi dalam periode tertentu laju sukses penangkaran, ancaman yang
diketahui dan sebagainya. Status konservasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah IUCN Red List. IUCN Red List merupakan suatu daftar jenis tumbuhan dan
satwa liar yang memiliki status terancam punah di dunia dan bertujuan untuk
memfokuskan perhatian kepada jenis terancam punah tersebut melalui upaya
konservasi langsung (IUCN, 2020).
Status konservasi dan status perdagangan ikan hiu yang dijual di TPI pantai
Utara Jawa Tengah berdasarkan IUCN Red List of Threatened Species dan CITES
tersaji pada tabel 4.2 Terdapat 2 jenis yang termasuk kedalam kategori near threatened
(NT), yaitu Carcharhinus brevipinna (IUCN, 2005), Chiloscyllium punctatum (IUCN,
2015), dan Carcharhinus sealei. Hal ini dikarenakan jumlah ketiga jenis tersebut masih
terbilang cukup banyak di alam bebas. Jenis hiu yang berstatus NT (hampir terancam)
menurut Fahmi dan Dharmadi (2005) jenis yang diyakini akan terancam
keberadaannya di masa mendatang, apabila tidak ada usaha pengelolaan terhadap jenis
tersebut. Jenis hiu dengan status konservasi Endangered/EN (terancam), Fahmi dan
Dharmadi (2005) menjelaskan bahwa jenis hiu yang memiliki status konservasi EN
adalah jenis hiu yang memiliki resiko kepunahan yang tinggi di alam liar akibat dari
besarnya tekanan terhadap populasi jenis dalam kategori ini. Jenis hiu yang dijual di
TPI Pantai Utara dan berstatus Endangered adalah Alopias pelagicus atau hiu tikus
(IUCN, 2018). Alopias pelagicus merupakan jenis hiu pelagis dengan distribusi hiu
yang luas, hiu ini tersebar di perairan laut Tropik hingga Atlantik (Compagno, 2002).
49
Jenis ini memiliki kebiasaan hidup secara berkelompok dalam mencari mangsa
(Dharmadi et al, 2013). Alopias pelagicus juga memiliki kebiasaan hidup di perairan
yang lebih dalam pada siang hari dan lebih dekat dipermukaan pada malam hari
(berkaitan dengan feeding behavior) (Carrier et al., 2010). Jumlah individu Alopias
Pelagicus sangat mengkhawatirkan, hiu ini lebih rentan terhadap eksploitasi berlebihan
dengan tingkat populasi yang rendah sekitar 2 sampai 7% pertahun (Fordham et al.,
2016). Menurut Fahmi dan Dharmadi (2013), sejak tahun 2012, Indonesia telah
mengadopsi resolusi IOTC 10/12 untuk melarang penangkapan ikan dari suku
Alopiidae. Upaya tersebut telah mulai diterapkan dengan menempelkan baliho-baliho
berisi himbauan untuk tidak menangkap kelompok ikan tersebut.
Satu jenis hiu tercatat memiliki status konservasi kritis (Critically Endangered)
yaitu Carcharhinus longimanus (Hiu koboi). Kategori status ini diberikan kepada jenis
hiu yang diyakini mendekati kepunahan di alam. Carcharhinus longimanus merupakan
jenis hiu pelagis yang memiliki sebaran distribusi sangat luas di seluruh perairan tropis
dan subtropis yang bersuhu hangat. Carcharhinus longimanus sering ditemukan di jauh
lepas pantai di perairan terbuka pada kedalaman >200 m, paparan kontinental, atau di
laut-laut dalam sekitar pulau-pulau di laut lepas. Jenis ini memiliki tingkat migrasi yang
cukup tinggi di sepanjang daerah tropis, yang seringkali tertangkap sebagai bycatch
atau tangkapan sampingan pada perikanan tuna dan ikan pedang (swordfish) (Baum et
al., 2006).
Selain IUCN, upaya konservasi lainnya untuk melakukan perlindungan dan
pemanfaatan terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa juga dilakukan
melalui mekanisme Appendix CITES. CITES merupakan perjanjian internasional antar
negara dalam mengatur perdagangan flora dan fauna (dalam hal ini ikan hiu) dan
bagian-bagiannya secara internasional. Tujuan perjanjian internasional ini untuk
menjamin bahwa perdagangan hiu secara internasional tidak akan mengancam
kelestarian jenis-jenis ikan hiu yang diperdagangkan. Tiga jenis ikan hiu yang dijual di
TPI Pantai Utara Jawa Tengah dan masuk ke dalam daftar Appendix II CITES antara
lain yaitu hiu koboi (Carcharinus longimanus) dan hiu tikus (Alopias pelagicus).
50
Kategori Appendix II berarti bahwa perdagangan hiu ke luar negeri harus melalui
pengawasan yang ketat dari pemerintah.
Carcharhinus longimanus atau hiu yang memiliki nama lokal hiu koboi
merupakan salah satu jenis hiu yang masuk kedalam daftar Appendix II pada CoP ke
16 CITES yang diselenggarakan pada tanggal 3-14 Maret 2013 di Bangkok, Thailand.
Status hiu ini dalam Daftar Merah IUCN adalah Critically Endangered (kritis).
Masuknya hiu koboi ke dalam daftar Appendix II CITES pada tahun 2013 mengindikasi
bahwa populasi hiu koboi secara global mengalami ancaman yang cukup serius,
terutama disebabkan karena tingginya volume perdagangan internasional. Pemanfaatan
jenis hiu koboi di Indonesia diatur sejak tahun 2014 dengan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan (Permen-KP) Nomor 59 dan Permen-KP Nomor 48 tahun 2016
tentang larangan pengeluaran kedua jenis ini dari wilayah Indonesia (Permen KP,
2014). Peraturan ini diperbaharui dengan Permen-KP Nomor 48 tahun 2016 dan
Nomor 5 tahun 2018 (Permen KP, 2016; Permen KP, 2018). Penerbitan peraturan-
peraturan ini diharapkan dapat menjaga keberadaan kedua jenis ini yang telah
mengalami penurunan populasi (Jatmiko,I., et al. 2018). Jenis hiu ini kadang
tertangkap oleh pancing rawai hiu, rawai tuna, dan jarring insang tuna.
Hiu tikus Alopias pelagicus merupakan jenis ikan hiu oseanik yang hidup di
lapisan permukaan hingga kedalaman 152 m. Alopias pelagicus adalah jenis hiu yang
masuk kedalam daftar Appendix II pada CoP ke 17 CITES tanggal 24 September – 5
Oktober 2016 di Johannesburg, Afrika Selatan. Status hiu ini dalam Daftar Merah
IUCN adalah Endangered (Genting atau terancam). Indonesia telah mengatur
pengelolaannya dengan Permen-KP No. PER.18/MEN/ 2010; Permen-KP No. PER.12/
MEN/2012; dan Permen-KP No. 26/PERMEN-KP/2013. Menurut Fahmi dan
Dharmadi (2013), secara nasional Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.12/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas, pada pasal 43
telah mewajibkan setiap nakhoda kapal untuk melepaskan ikan hiu tikus dan tertangkap
serta melarang memperdagangkannya. Permen-KP No. 26 tahun 2013 menyebutkan
bahwa tindakan konservasi terhadap ikan hiu tikus/monyet sebagai hasil tangkapan
sampingan (bycatch) meliputi: melepaskan ikan hiu monyet kembali ke laut yang
51
tertangkap dalam keadaan hidup, melakukan penanganan/atau menyiangi ikan yang
tertangkap dalam keadaan mati dan mendaratkannya dalam keadaan utuh, dan
melakukan pencatatan jenis ikan yang tertangkap dalam keadaan mati dan melaporkan
kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap melalui kepala pelabuhan pangkalan
sebagaimana tercantum dalam Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI). Jenis hiu ini sering
tertangkap dengan alat tangkap pancing rawai tuna dan rawai hiu, dan jaring tuna
permukaan.
52
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa:
1. Hasil identifikasi jenis ikan hiu yang dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah
antara lain yaitu Carcharhinus brevipinna (Hiu merak bulu), Carcharinus
longimanus (hiu koboi), Carcharhinus sealei (hiu kejen), Chiloscyllium
punctatum (hiu batu), dan Alopias pelagicus (Hiu tikus).
2. Berdasarkan kajian morfologi diketahui bahwa bentuk tubuh ikan hiu umumnya
lonjong dan memanjang, memiliki celah insang yang terletak di sisi kepala dan
berjumlah 5-7 celah, sebagian besar memiliki ekor berbentuk heterocercal yaitu
bentuk cagak dengan cuping bagian atasnya lebih berkembang dibanding
bagian cuping bawahnya. Analisis hubungan kekerabatan secara morfologi
diketahui bahwa Carcharhinus longimanus dan Carcharhinus sealei memiliki
hubungan kekerabatan yang paling dekat dengan nilai koefisiensi korelasi
sebesar 0,76. Karakter morfometrik jenis ikan hiu yang menunjukkan
kemiripan terbesar terdapat pada jenis Carcharhinus brevipinna, Carcharhinus
longimanus, Carcharhinus sealei, dan Chiloscyllium punctatum, namun pada
jenis Alopias pelagicus karakter morfometriknya tidak mirip dengan keempat
jenis lainnya. Berdasarkan hasil analisis data kelayaktangkapan hiu, jenis hiu
yang belum layak tangkap didominasi oleh hiu jenis Carcharhinus brevipinna,
Carcharinus longimanus, Carcharhinus sealei, dan Alopias pelagicus.
Sebagian besar ukuran panjang total pada hiu tersebut masih dibawah ukuran
panjang total hiu pada saat matang gonad/mencapai dewasa.
3. Status konservasi berdasarkan IUCN dari hiu yang dijual di TPI Pantai Utara
Jawa Tengah adalah pada hiu Carcharinus longimanus (hiu koboi) berstatus
kritis (CR), Alopias pelagicus (Hiu tikus) berstatus terancam (EN),
53
Carcharhinus sealei (cucut lanjaman), Carcharhinus brevipinna (hiu merak
bulu) dan Chiloscyllium punctatum (hiu batu) berstatus hampir terancam (NT).
Berdasarkan CITES, jenis hiu yang masuk kedalam daftar Appendix II adalah
Carcharinus longimanus (hiu koboi) dan Alopias pelagicus (Hiu tikus).
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan 5 jenis hiu yang berstatus satu kritis, satu
terancam, dan 3 hampir terancam. Diperlukan kebijakan pemerintah mengenai aturan
penangkapan hiu yang bernilai ekonomi. Diperlukan juga pengujian genetik untuk
melihat perbedaan jenis ikan dan populasi ikan berdasarkan variasi morfometrik.
54
DAFTAR PUSTAKA
Affandi R, Djadja S.S, Rahardjo M.F, Sulistiono. 1992. Iktiologi, suatu pedoman kerja
laboratorium. IPB. 344 hlm.
Afrianto, E., S.A. Rifai, E. Liviawaty, dan H. Hamdhani. 1996. Kamus Istilah
Perikanan. Kanisius. Yogyakarta. 148 Hal.
Ali Ahmad., ALP Khiok. 2012. Field guide to sharks of the Southeast Asian Region.
SEAFDEC/MFRDMD. Malaysia. 210 pp.
Allen, G. R., & Erdmann, M. V. 2012. Reef Fishes of the East Indies. (Volume I, II,
III).
Anggoro BP, Trisnani DH, Indradi S. 2016. Analisis Kelayakan Finansial Usaha
Penangkapan Ikan Dengan Kapal Purse Seine Berpendingin Freezer
Dibandingkan Dengan Es di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Bajomulyo,
Juwana, Kabupaten Pati. PENA Akuatika, 14 (1), 1-23.
Antonucci, F., Boglione, C., Cerasari, V., Caccia, E., Costa, C. 2012. External shape
analyses in Atherina boyeri (Risso, 1810) from different environ-ments.
Italian journal of zoology, 79(1), 60-68.
Atmaja Suherman Banon, Bambang Sadhotomo, Duto Nugroho. 2011. Overfishing
Pada Perikanan Pukat Cincin Semi Industri di Laut Jawa dan Implikasi
Pengelolaannya. Jurnal Kebijakan Perikanan Industri, 3 (1). Hal 51-60
Auliya Al Bayyinah, Ismail dan Trisnani Dwi Hapsari. 2014. Analisis Finansial Usaha
Perikanan Tangkap Cantrang 30 GT di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Taik Agung Rembang. Journal of Fisheries Resources Utilization
Management and Technology, 3 (3). Hal 218-227
Awanis, H. 2015. Status Konservasi Jenis Ikan Hiu Yang di Perjualbelikan di TPI
Lampulo dan Pasar Peunayong Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh.
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
AWI. 2009. Sharks at Risk. Factsheet. Washington DC.: Animale Welfare Institute.
Ayotte, L. 2005. Sharks-educator’s Guide. 3D Entertainment ltd. And United Nations
Environment Program
Azizah, Ulfa Devi Lailatul et all. 2019. Analisis Kekerabatan Plasma Nutfah Tanaman
Stroberi (Fragaria sp) Berdasarkan Karakter Morfologi dan Random
55
Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Plantropica Journal of Agricultural
Science, 4 (1): 77-85
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. 2015. Produksi Perikanan Laut yang
Dijual di Tempat Pelelangan Ikan Jawa Tengah 2015. CV. Pelita. Semarang.
78 p
Baum, J., Medina, E., Musick, J.A. & Smale, M. 2006. Carcharhinus longimanus. In:
IUCN 2012. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2012.2.
<www.iucnredlist.org>. Downloaded on 19 April 2020
Bengen DG. 2000. Sinopsis Teknik Pengambilan Contoh dan Analisa Data Biofisik
Sumberdaya Pesisir. Bogor (ID): Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan (PKSPL), Institut Pertanian Bogor.
Bhagawati, Dian., Tri Nurani., Muh Nadjmi A. 2017. Jenis, Nisbah, dan Nisbah
Kelamin Ikan Hiu yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap.
Jurnal Ikhtiologi Indonesia, 17 (2), 185-200.
Blaber SJM, Dichmont CM, White W, Buckworth R, Sadiyah L, Iskandar B, Nurhakim
S, Pillans R, Andamari R, Dharmadi, Fahmi. 2009. Elasmobranchs in southern
Indonesian fisheries:the fisheries, the status of the stocks and management
options. Rev Fish Biol Fisheries, 19:367-391.
Carrier JC, Musick JA, Heithaus MR. 2010. Sharks and Their Relatives II:
Biodiversity, Adaptive Physiology and Conservation. London: CRC Press.
Compagno, L. J. V. (1984). Sharks of the world. An annotated and illustrated catalogue
of shark species known to date. Food and Agricultural Organization.pp.470-
472. (125)Vol.4. Pt.250-655.
Compagno, L. J. V. 2002. Sharks of the World: an Annotated and Illustrated Catalogue
of Shark Species Known to Date. Volume ke-2. Roma:FAO.
Conrath CL. 2005. Reproductive Biology. In : Management Techniques For
Elasmobranch Fisheries (ed. John A. Musick). FAO Fisheries Technical
Paper 474. Rome. Vii + 251 page.
CITES. 2019. Convention on the International Trade in Endangered Species of Wild
Flora and Fauna Appendise I, II, and III. Geneva
Dawnay N, Ogden R, McEwing R, Carvalho GR, Thorpe RS (2007) Validation of the
barcoding gene COI for use in forensic genetic species identification. Forensic
science international, 173(1): 1 – 6.
56
Department of Environment. (1999). Australia Government (2014, November 30).
DHARMADI and FAHMI 2003. Fisheries characteristic of artisanal sharks and rays in
Indonesian waters. In : Proceeding of the Seminar on Marine and Fisheries
Jakarta, 15-16 December 2002. Agency for Marine and Fisheries Research,
MMAF. p.122- 129.
Dharmadi. 2013. Biological aspects and catch fluctuation of the pelagic thresher shark,
Alopias pelagicus from the Indian Ocean. Di Dalam: Dharmadi, Fahmi,
Wiadnyana NN, editor. Proceedings of the Design Symposium on
Concervation of Ecosystem 2013 [Internet]. 2012 February 20-21; Bangkok,
Thailand. Kyoto University Design School. hlm 77-85.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tegal. 2009. Produksi per Jenis Ikan per TPI.
Laporan Kepala dinas Perikanan Kota Daerah TK II Tegal.
Dulvy NK, Fowler SL, Musick JA, Cavanagh RD, Kyne PM, Harrison LR, Carlson
JK, Davidson LNK, Fordham SV, Francis MP, Pollock CM, Simpfendorfer
CA, Burgess GH, Carpenter KE, Compagno LJV, Ebert DA, Gibson C,
Heupel MR, Heupel SR, Sanciangco JC, Stevens JD, Valenti S, White WT.
2014. Extinction risk and conservation of the world’s sharks and rays. eLife,
3:1-34.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. 163
hlm.
FAO-FishStatJ. 2015. Fisheries and Aquaculture Software. Retrieved from Rome
Fahmi dan Dharmadi. 2005. Status Perikanan Hiu dan Aspek Pengelolaanya. Oseana,
Volume xxx, Nomor 1, 2005 : 1-8.
Fahmi & Dharmadi. 2013. Tinjauan Status Perikanan Hiu dan Upaya Konservasinya
di Indonesia. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Direktorat
Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta. 179 pp.
Fauzi A, Anna S. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan.
PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fishbase 2017. All fishes reported from Indonesia. www.Fishbase.org. Diakses tanggal
3 Agustus 2019.
Fordham, S., Fowler, SL, Coelho, RP, Goldman, K. & Francis, MP. 2016. Squalusan
acanthias. IUCN Red List of Threatened Jenis 2016: e. T91209505A2898271
57
Futuyama, D. J. 1986. Evolutionary biology. Sunderland, Mass: Sinauer Associates,
Inc. Itaca.
Graham NA, Spalding MD, Sheppard CRC. 2010. Reef shark declines in remote atolls
highlight the need for multi-faceted conservation action. Aquatic Conserv:
Mar. Freshw. Ecosys, 20:543-548.
Gusmiaty, M. Restu., Asrianny, S. H. Larekeng. 2016. Polimorfisme Penanda RAPD
untuk Analisis Keragaman Genetik Pinus merkusii di Hutan Pendidikan
Unhas. Jurnal Natur Indonesia 16 (2): 47-53
Hanan DA, Hoks DB, Coan AL Jr.1993.The California drift gill net fishery for sharks
and swordfish, 1981-82 through 1990-91. Fish Bulletin California
Department of Fish and Game 175: 1 93
Hanifa, Irfan. 2017. Komposisi Hasil Tangkapan Hiu yang Didaratkan di Pelabuhan
Perikanan Samudera (PPS) Cilacap. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Henningsen, A.D & R.T. Leaf. 2010. Observations on the Captive Biology of the
Southern Stingray. Transactions of the American Fisheries Society 139:783–
791.
Hewitt, G. M. 2004. Genetic consequences of climatic oscillations in the quaternary.
Phil. Trans. Royal Soc. Lond. Series B, Biol. Sci. 359:183-195.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature .(2019). IUCN Red List of
Threatened Species. http://www.iucnredlist.org/. Diakses Februari 2020
Jatmiko Irwan., Fathur Rochman., Arief Wujdi. 2018 Komposisi, CPUE dan Status
Konservasi Ikan Hiu Hasil Tangkapan Rawai Tuna di Perairan Samudera
Hindia Selatan Jawa. Prosiding Simposium Nasional Hiu Pari Indonesia Ke-
2, 129-136
Kariyam. 2010. Kesamaan Data Biner Berdasarkan Kategori Nilai Entropy dan Pola
Struktur. Jurnal Ilmu Dasar, 11 (2): 177-182
Karman A, Martasuganda S, Sondita MFA, Baskoro MS. 2016. Basis biologi cakalang
sebagai landasan pengelolaan perikanan berkelanjutan di Provinsi Maluku
Utara. J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 8(1): 159-173.
Kementerian Kelautan dan Perikanan dan WWF Indonesia. 2016. Prosiding
Simposium Hiu dan Pari di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kelautan dan
Perikanan.
58
Last, P.R & J.D. Stevens. 2009. Sharks and Rays of Australia Second Edition. CSIRO.
Victoria Asutralia
Lutfika P.S., Sulistyani D.P., Indradi S. 2017. Analisis Keramahlingkungan Alat
Tangkap di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanjungsari Kecamatan Rembang
Kabupaten Rembang. Jurnal Perikanan Tangkap. 1 (1) : 1-10
Mayr E. 1977. Population, Species, and Evolution an Abridgment of Animal Spescies
and Evolution. The Belknap Press of Harvard University Press Cambridge,
Massachusetts and London. England
Nelson, J.S. 2006. Fishes of The World. John Wiley and Sons Inc. New Jersey: 622 p.
Nikolsky GV. 1963. The Ecology of Fishes. New York: Academic Press. 352 hlm.
Nugroho E.D., D.A. Rahayu., M. Amin and U. Lestari. 2015.Morphometric Characters
of Marine Local Fish (Harpodon sp) From Tarakan, Northern Borneo. Jurnal
of Biological Researches.Volume.21 No.1 Desember 2015. E-ISSN:
08526834: 2337-389X
Nurhakim, S., V. P. H. Nikijuluw, D. Nugroho, & B. I. Prisantoso. 2007. Wilayah
pengelolaan perikanan, status perikanan menurut wilayah pengelolaan.
Informasi Dasar Pemanfaatan Berkelanjutan. Buku 2. Pusat Riset Perikanan
Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.Departemen Kelautan dan
Perikanan. 47 pp.
Nurhakim, S.,A. A. Widodo, & B. I. Prisantoso. 2009. Penggunaan Alat Tangkap
Selektif Untuk Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Pari Di Laut Jawa. BAWAL,
Widya Riset Perikanan Tangkap. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset
Kelautan dan Perikanan. 2 (4). 185-192.
Oshitani, S. H. Nakano, & S. Tanaka. 2003. Age and growth of the silky shark
Carcharhinus sealei from the Pacific Ocean. Fisheries Science. 69: 456-464.
Parsons, G.R., Hoffmayer, E.R., Frank, J. And Bet-Sayad W. (2008). A Review of
Shark Reproductive Ecology: Life History and Evolutionary Implications.
Fish Reproduction: 1. Taylor and Francis Pub. USA.
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP). 2013. Profil Pelabuhan Perikanan Pantai
Tasikagung Rembang Tahun 2013. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Jawa Tengah. Semarang.
59
Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan No 8/Men/2012. Tentang Pelabuhan
Perikanan. Kementrian Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia. Jakarta.
(pdf. 20 hal)
Permen-KP. (2014). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 59 tentang
larangan pengeluaran ikan hiu koboi (Carcharhinus longimanus) dan hiu
martil (Sphyrna spp.) dari wilayah negara Republik Indonesia ke luar wilayah
negara Republik Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Permen-KP. (2016). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 48 tentang
Perubahan kedua tentang larangan pengeluaran ikan hiu koboi (Carcharhinus
longimanus) dan hiu martil (Sphyrna spp.) dari wilayah negara Republik
Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia. Kementerian Kelautan
dan Perikanan, Jakarta.
Permen-KP. (2018). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 5 tentang
larangan pengeluaran ikan hiu koboi (Carcharhinus longimanus) dan hiu
martil (Sphyrna spp.) dari wilayah negara Republik Indonesia ke luar wilayah
negara Republik Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Prasetyo, Anggoro Bagus, Indradi Setiyanto, dan Trisnani Dwi Hapsari. 2016. Analisis
Usaha Perikanan Tangkap Kapal Purse Seine Berpendingin Freezer
Dibandingkan Dengan Es Di Pelabuhan Perikanan Pantai (Ppp) Bajomulyo,
Juwana, Kabupaten Pati. Journal of Fisheries Resources Utilization
Management and Technology. 5 (1). 67-77.
Puckridge, M., P.R. Last, W.T. White & N. Andreakis. 2013. Phylogeography of the
Indo-West Pacific maskrays (Dasyatidae, Neotrygon): A complex example of
chondrichthyan radiation in the Cenozoic. Jurnal Ecology 3:21–32.
Rachmawati, P, F. 2009. Analisa Variasi Karakter Morfometrik dan Meristik Kepiting
Bakau (Scylla Sp) di Perairan Indonesia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Rafsanjani, A.A.H. 2011. Analisis Keragaman Genetik Ikan Mas (Cyprinus carpio) di
Waduk Saguling Dengan menggunakan Metode RAPD PCR. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Rahmat, E. 2011. Teknik Pengukuran Morfometrik Pada Ikan Cucut Di Perairan
Samudera Hindia. Jurnal Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara
Baru Jakarta 9 (2): 2-3.
Rahardjo P. 2007. Pemanfaatan dan Pengelolaan Perikanan Cucut dan Pari
(Elasmobranchii) di Laut Jawa. Disertasi. Departemen Pemanfaatan dan
60
Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. vi + 307 hlm.
Raharjo, P. 2009. Hiu dan Pari Indonesia. Balai Riset Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Sadili, D., Dharmadi, Fahmi, Sarmintohadi, I. Ramli, Tania, B.A. Noor, Prabowo,.
Rasdiana, 89 Y. Miasto, R. Puspitasari, N. Terry, M. Monintja dan S. Annisa.
2015a. Pedoman Umum Monitoring Hiu Paus di Indonesia. Kementrian
Kelautan dan Perikanan, 2015. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis
Ikan. Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kementrian
Kelautan dan Perikanan.
Sadili, D., Fahmi, Dharmadi, Sarmintohadi dan R. Ihsan. 2015b. Pedoman identifikasi
dan Pendataan Hiu Apendiks II CITES. Direktorat Konservasi Kawasan dan
Jenis Ikan. Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Sangadji, I. M. 2014. Survei Monitoring Hiu. Denpasar: Badan Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL).
Santosa, Kenichi Prabowo., Norma A., Pujiono W.P. 2017. Studi Morfometrik Hiu
Tikusan (Alopias pelagicus Nakamura, 1935) Berdasarkan Hasil Tangkapan
Di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap, Jawa Tengah. Prosiding Seminar
Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan – Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan
Rehabilitasi Pesisir, Undip, Semarang : 12 November 2016. Hal. 503-514.
Sembiring, A., Pertiwi, N. P. D., Mahardini, A., Wulandari, R., Kurniasih, E. M.,
Kuncoro, A. W., Cahyani, N. K. D., Anggoro, A. W., Ulfa, M., Madduppa, H.
H., Carpenter, K. E., Barber, P. H. & Mahardika, G. N. (2015). DNA
barcoding reveals targeted fisheries for endangered sharks in Indonesia.
Fisheries Research, 164, 130-134.
Setiati, Ning. 2016. Keanekaragaman Species dan Tata Kelola Ikan Condricthyes yang
Didaratkan di TPI Wilayah Pantai Utara Berbasis Konservasi. Prosiding
Seminar Nasional Biologi V Hilirisasi Hasil Penelitian Biologi dan
Pendidikan Biologi Memalui Akselerasi Inovasi Berwawasan Konservasi. Hal
546-551
Schwartz, F.J. 2007. A Survey of Tail Spine Characteristics of Stingrays Frequenting
25 African, Arabian to Chagos-Maldive Archipelago Waters. Smithiana
Bulletin 8: 41-52.
61
[SEAFDEC] South East Asian Fisheries Development Center. (2015). Fishery
Statistical Bulletin of Southeast Asia 2013.
Sharkguardian, 2018. Oceanic Whitetip Shark. (Online) Available at:
https://www.sharkguardian.org/post/2018/10/17/oceanic-whitetip-shark.
Accesed 28 July 2020
Sneath ,PHA & R.R. Sokal, 1973. Numercal Taxonomy: The Principles and Practical
of Numerical Classification. W.H. Freeman and Company. Dan Francisco.
Sjafei D et al. 1992. Fisiologi Ikan II Reproduksi Ikan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
213 hal.
STEVENS, J.D., BONFIL, R., DULVY, N.K., and WALKER, P.A. 2000. The effects
of fishing on sharks, rays and chimaeras (chondrichthyans), and the
implications for marine ecosystem. ICES Journal of Marine Science, 57:476-
494.
Stiassny, M. L. J., A. Meyer. 1999. Cichlids of the Rift Lakes: the Extraordinary
Diiversity of Cichlid Fishes Challenges Enternched Ideas of How Quickly
New Speceis can Arise. Scientific Amerikan Publishes.
Teletchea F (2009). Molecular identification methods of fish species: reassessment and
possible applications. Reviews in Fish Biology and Fisheries, 19 (3): 265.
TRAFFIC 2002. A CITES priorities: Sharks and the twelfth meeting of the conference
of the parties to CITES, Santiago Chile. IUCN and TRAFFIC Briefing
document, page 2. (Online) Available at : http://www.traffic.org/news/ Sharks
CoP12.pdf. Accessed 6 February 2004.
Tri Cahyani, Rochmah. 2013. Kajian Penggunaan Cantrang Terhadap Kelestarian
Sumberdaya Ikan Demersal (Analisis Hasil Tangkapan Dominan yang
Didaratkan di TPI Wedung Demak. Tesis. Semarang. Universitas Diponegoro
Turan, C., D. Ergoden, M. Gurlek, N. Basusta and F. Turan. 2004. Morphometrics
Structuring of The Anchovy (Engraulis encrasiculus L.) in The Vlack Aegean
& Northeastein Mediterranean Seas. Turkey J. Veter. Anim. Sci. 28: 865-871.
White, W.T. 2003. Aspect of the Biology of Elasmobranchs in a Subtropical
Embayment in Western Australia and of Chondrichthyan Fisheries in
Indonesia. Western Australia Mordoch University
62
White, W. T., P. R. Last, J. D. Stevens, G. K. Yearsley, Fahmi and Dharmadi. 2006.
Economically Important Sharks and Rays of Indonesia. Australian Centre for
International Agricultural Research (ACIAR).
63
LAMPIRAN
64
Lampiran 1. Tabel Identifikasi Jenis Ikan Hiu Berdasarkan White et al (2006).
No Jenis Nama
Daerah
Jumlah Total Karakter
♀ ♂
1. Carcharhinus brevipinna
Hiu merak
bulu
15 11 26 1. Bagian ujung sirip
punggung dan ekor
berwarna hitam pada
ikan dewasa (polos pada
juvenile) punggungnya.
2. Letak pangkal sirip
punggung pertama di
atas ujung celah sirip
dada
3. Tidak memiliki gurat
diantara sirip punggung
4. Bentuk moncong lancip
dan panjang (tampak dari
arah bawah), jarak antara
lubang hidung 1-1.2 kali
jarak antara ujung
moncong ke mulut
5. Memiliki celah insang
yang berjumlah 5 celah
2. Carcharinus longimanus
Hiu Koboi 2 2 4 1. Hiu ini berwarna Hitam
keabuan, dan bagian
bawah (perut) berwarna
putih
2. Sirip punggung pertama
dan sirip dada sangat
lebar dan bentuknya
membundar di bagian
ujungnya
3. Bagian ujung sirip
punggung kedua
berwarna bintik hitam
4. Ujung sirip anal
berwarna hitam
5. Memiliki gurat diantara
sirip punggung
6. Bentuk moncong pendek
dan bulat melebar
7. Memiliki celah insang
yang berjumlah 5 celah
65
3. Carcharhinus sealei
Cucut
lanjaman
4 3 7 1. Sirip punggung pertama
agak tinggi, melengkung
lancip.
2. Moncong agak panjang,
parabolik menyempit
(tampak dari arah bawah)
3. Sirip punggung kedua
berwarna hitam, dan sirip
lainnya polos.
4. Warna tubuh abu
kecoklatan.
5. Celah insang berjumlah 5
celah.
4. Chiloscyllium punctatum
Hiu Batu 9 10 19 1. Tubuh dan ekor ramping
2. Moncong membulat di
bagian depan
3. Memiliki sirip punggung
besar dan bersudut
4. Warna tubuh polos atau
garis-garis coklat yang
samar. Pada juvenile
terdapat bintik bintik
gelap
5. Memiliki celah insang
yang berjumlah 4 celah
5. Alopias pelagicus
Hiu Tikus 2 4 6 1. Sirip punggung pertama
lebih dekat dengan ujung
belakang sirip dada dari
pada dengan dasar
siripmperut
2. Bentuk kepala
melengkung di bagian
antara mata, tidak
terdapat lekukan yang
dalam di bagian tengkuk
3. Memiliki mata yang
cukup besar, tetapi tidak
memanjang ke
permukaan kepala.
Posisinya hampir
ditengah-tengah sisi
kepala
66
4. Ekor bagian atas hampir
sepanjang ukuran
tubuhnya
5. Memiliki celah insang
yang berjumlah 4 celah.
67
Lampiran 2. Karakter Morfologi yang Dinyatakan dengan Kode Biner
No Ciri Morfologi A B C D E
Warna tubuh
1. Warna tubuh keabuan 1 1 1 0 1
2. Warna tubuh kecoklatan 0 0 0 1 0
3. Warna tubuh abu metalik 0 0 0 0 1
4. Terdapat bintik gelap pada tubuh 0 0 0 1 0
5. Warna putih pada bagian perut tidak sampai ke dasar sirip dada 0 0 0 0 1
Bagian Kepala
6. Moncong 1 1 1 1 1
7. Moncong panjang 1 0 1 0 1
8. Moncong membulat 0 1 1 1 0
9. Barbel/sungut di dekat hidung 0 0 0 1 0
10. Cuping dan celah di sekitar batas lubang hidung 0 0 0 1 0
11. Mulut 1 1 1 1 1
12. Mulut berada dibawah belakang mata 1 1 1 0 1
13. Mulut berada dibawah depan mata 0 0 0 1 0
14. Ujung gigi bagian atas tajam dan sangat miring 0 0 1 0 0
15. Gigi bawah kecil, ramping, dan tegak 0 1 1 0 0
16. Gigi atas berbentuk segitiga lebar dan tegak 0 1 0 0 0
17. Gigi atas dan bawah sama, simetris 1 0 0 0 0
18. mata 1 1 1 1 1
19. Terdapat kelopak mata 1 1 1 0 0
20. Mata agak lebar 0 0 0 0 1
21. Mata bundar dan kecil 1 0 0 0 0
22. Spirakel 0 0 0 1 1
23. 5 celah insang 1 1 1 1 1
24. posisi celah insang di sisi kepala 1 1 1 1 1
25. Celah insang relative panjang 1 1 0 0 0
68
26. Gurat di sudut bibir relatif panjang 1 0 0 0 0
27. Gurat diantara sirip punggung 0 1 1 0 0
28. Tanpa guratan-guratan kulit di sepanjang tubuh 0 0 0 1 0
Bagian Dada, Punggung, dan Perut
29. 2 sirip punggung 1 1 1 1 1
30. Duri sirip punggung 0 0 0 0 0
31. Sirip punggung tanpa tulang belakang 1 1 1 1 1
32. Kedua sirip punggung besar dan terpisah 0 0 0 1 0
33. sirip punggung 1 besar sirip punggung 2 kecil 1 1 1 0 1
34. Pangkal sirip punggung pertama lebih dekat dengan ujung sirip dada 1 1 1 0 1
35. Pangkal sirip punggung pertama lebih dekat dengan sirip perut 0 0 0 1 0
36. Sirip punggung pertama & sirip dada sangat lebar, membundar di bagian ujungnya 0 1 0 0 0
37. Ujung sirip punggung dan ekor berwarna hitam 1 0 0 0 0
38. Ujung sirip berwarna putih 0 1 0 0 0
39. Warna hitam membulat pada sirip punggung kedua 1 0 0 0 0
40. 2 sirip dada 1 1 1 1 1
41. 2 Sirip perut 1 1 1 1 1
42. 2 sirip anal 1 1 1 1 1
Bagian Ekor
43. Dasar sirip anal jauh lebih pendek daripada dasar sirip ekor bawah 0 0 0 1 0
44. Sirip ekor 1 1 1 1 1
45. Ekor atas hampir sepanjang tubuhnya 0 0 0 0 1
46. Ujung sirip ekor sangat ramping dengan lobus terminal yang sangat sempit 0 0 0 0 1
Keterangan:
A. Carcharhinus brevipinna D. Chiloscyllium punctatum
B. Carcharinus longimanus E. Alopias pelagicus
C. Carcharhinus sealei
69
Lampiran 3. Perhitungan Koefisiensi Korelasi
r (BC) . A = r (BA) + r (CA)
√2+2𝑟 (𝐵𝐶) . √1+2r (A)
= 0,586+ 0,63
√2+ 2(0,76) . √1 + 2.(1)
= 1,216
√3,52 . √3
= 1,216
1,87617 . 1,73205
= 1,216
3,24962
= 0,3742
r (BC) . D = r (BD) + r (CD)
√2+2𝑟 (𝐵𝐶) . √1+2r (D)
= 0,364+0,387
√2+ 2(0,76) . √1 + 2.(1)
= 0,751
√3,52 . √3
= 0,751
1,87617 . 1,73205
A B C D E
A (Carcharhinus brevipinna) 1
B (Carcharhinus longimanus) 0,586 1
C (Carcharhinus sealei) 0,63 0,76 1
D (Chiloscyllium punctatum) 0,324 0,364 0,387 1
E (Alopias pelagicus) 0,552 0,5 0,593 0,375 1
A B C D E
Takson BC A D E
BC 1
A 0,3742 1
D 0,2311 0,324 1
E 0,3364 0,552 0,375 1
70
= 0,751
3,24962
= 0,2311
r (BC) . E = r (BE) + r (CE)
√2+2𝑟 (𝐵𝐶) . √1+2r (E)
= 0,5+0,593
√2+ 2(0,76) . √1 + 2.(1)
= 1,093
√3,52 . √3
= 1,093
1,87617 . 1,73205
= 1,093
3,24962
= 0,3364
Takson BC EA D
BC 1
EA 0,2329 1
D 0,2311 0,2291 1
r (EA) . (BC) = rE.(BC)+ rA.(BC)
√2+2r (EA) . √1+2r (BC)
= 0,3364+0,3742
√2+2.(0,552) . √1+2.(1)
= 0,7106
√3,104 . √3
= 0,7106
1,7618 . 1,73205
= 0,7106
3,0516
= 0,2329
71
r(EA) . D = r.(ED)+ r.(AD)
√2+2r (EA) . √1+2r (D)
= 0,375 + 0,324
√2+2 (0,552) . √1+2 (1)
= 0,375 + 0,324
√2+2 (0,552) . √1+2 (1)
= 0.699
√3,104 . √3
= 0.699
1,7618 . 1,73205
= 0.699
3,0516
= 0,2291
Takson BCEA B
BCEA 1
D 0,1692 1
r(BCEA) . D = rBC (D) + rEA (D)
√2+2r (BCEA) . √1+2r (D)
= 0,2311 + 0,2291
√2+2 (0,2329) . √1+2 (1)
= 0,4602
√2,4658 . √3
= 0,4602
1,5703 . 1,73205
= 0,4602
2,7198
= 0,1692
72
Lampiran 4. Kunci Identifikasi
Kunci Identifikasi Sederhana untuk Hiu Dewasa
No Deskripsi Menuju
1. (a) Bentuk tubuh fusiform. Tidak memiliki barbel/sungut di
dekat hidung. 2
(b) Bentuk tubuh silindris. Memiliki barbel/sungut di dekat
hidung dan terdapat spirakel.
Hemiscyllidae -
Chiloscyllium punctatum
2. (a)
Panjang sirip ekor bagian atas hampir sama atau lebih
panjang daripada separuh panjang total tubuhnya, bagian
bawah berbeda.
Alopiidae -
Alopias pelagicus
(b)
Panjang sirip ekor bagian atas tidak sama dengan
panjang tubuhnya, bagian bawah berbeda. Tidak
terdapat spirakel.
3, 4, 5 Carcharinidae
3.
Warna hitam pada ujung sirip punggung kedua dan sirip
lainnya polos. Sirip punggung pertama agak tinggi dan
melengkung lancip.
Carcharhinus sealei
4.
Warna putih pada ujung sirip. Sirip punggung pertama
membundar di bagian ujungnya, dan membentuk seperti
dayung.
Carcharhinus longimanus
5. Warna hitam pada ujung sirip punggung dan ekor. Carcharhinus brevipinna
73
Lampiran 5. Studi Morfometrik Ikan Hiu
Species Nama
Daerah JK PT PC PS PK SP 1 SP 2 SD EA EB B
Carcharhinus
brevipinna
Hiu
merak
bulu
♂
50 40.7 37 10.5 5.4 - 5.9 12.6 4.9 1
46.4 37.8 33.8 10 5.5 - 5.2 12.5 4.8 0.9
45.7 37 33.4 10 5.5 - 5.8 12.1 5.4 0.9
90 79.2 75.4 14.3 8.2 - 9.8 14.9 6.8 2.6
150 140.7 137.3 24 18.4 - 17 24.8 9.2 5.1
75 66 62.4 14.3 7.3 - 8.5 14.2 6.4 1.7
145 136 133.4 23.5 17 - 16.5 24.5 9 4.9
70 61.3 58.8 12.7 7.1 - 7.9 14 6.2 1.7
55 46.5 42.4 11 5.6 - 6.4 12.9 5.7 1.2
53 45 40.7 9.5 5.6 - 6.2 12.7 5.2 1.1
57 48.4 44 12.7 5.7 - 6.7 13 5.5 1.6
♀
60.3 50.1 47 11.5 6.8 - 6.9 13.5 5.8 1.4
76 65.6 61.3 13 7.3 - 8.2 14.4 6.5 1.7
120 110.2 106 19 10.3 - 12.4 17 8 4
80 70.5 67 14.8 7.6 - 8.8 14.5 6.7 1.9
122 110.3 106.5 19.2 10.5 - 12.8 17.1 8.2 4.2
124 115.2 112 19.2 10.6 - 13 17.4 8.2 4.3
65 57 53.7 12 7 - 7.4 13.8 6 1.8
81 72.4 69 13.4 7.6 - 9 14.7 6.5 1.8
77 67.8 63 13 7.5 - 8.7 14.3 6.6 1.7
95 85 81.2 14.8 8.5 - 10.4 15.3 7 2.3
82 73.5 69.6 13.4 7.7 - 9 14.6 6.6 2
110 101 97.7 17.8 9.8 - 11.5 16.7 7.7 3
115 106 102.2 18.2 10.2 - 11.9 16.8 7.7 3.2
101 92.4 89.5 15 9.1 - 10.8 16 7.3 2.5
97 88 84.7 14.8 8.8 - 10.2 15.4 7 2.5
Carcharinus
longimanus
Hiu
Koboi ♂
61.3 50.1 46.2 17.4 5.5 - 9.2 19.1 6.4 1.7
65.7 53.2 49.1 19 5.8 - 10.3 20.2 7.2 1.8
74
♀ 75 62.1 58.2 20 7.4 - 11.1 21 8.8 2.3
77 64.2 60.4 22 7.7 - 13.2 23 10.5 2.4
Carcharhinus
sealei
Cucut
lanjaman
♂
73 60.6 53.7 15.5 10.6 - 11.1 18.2 9.2 1.5
53 44.2 40.1 10.7 5.5 - 6 13.8 6.3 0.5
68 59.1 55.5 12.3 9.1 - 10.3 15.6 7.7 1.2
♀
44.7 35.3 31.5 9.6 6.6 - 7 11.8 5.4 0.9
77 68.6 64.2 18.6 13.3 - 14.1 22.3 11.5 1.8
71 62.8 58.5 14.2 9.6 - 10.7 17 8.1 1.5
83 74.2 69.1 22.6 18.7 - 19.3 26.4 14.5 2.1
Chiloscyllium
punctatum
Hiu
Batu.
Cucut
Dolok
♀ 75.4 61.4 55.2 15.6 9.3 9.2 8.7 16.3 7.9 1.7
♂ 72.7 58.4 53.6 13.4 10 9.2 8.3 14.8 7.4 1.5
♀ 15.2 14.8 12.4 3.5 2 2.1 1.9 4 0.5 0.2
♀ 22.3 21.3 17.1 4.6 2.9 2.6 1.5 4.5 4 0.4
♀ 19 18.1 15 4.5 2.7 2.6 2.5 4.8 3.8 0.3
♂ 14.2 13.8 10.8 3.5 2.7 2.4 1.3 3.2 2.6 0.2
♀ 63.7 51.7 46.5 10.6 6.3 5.7 7.5 13.8 6.3 1.2
♂ 59 47.2 42 10.7 6 5.4 6.3 13.5 6.5 0.9
♀ 61.3 49.4 45.2 7.5 5.1 5.5 6.5 13.6 6.2 1
♂ 80.1 71 63.2 20.6 14.3 14.2 13.5 20.8 9.3 2.2
♀ 67.4 60 55.4 9 7.5 6.8 5.5 12.6 6.6 1.3
♀ 68.7 60.8 55.8 9.4 8 7.4 6.8 13.5 6.8 1.2
♂ 70.2 67.5 55.6 11.8 8.8 7.6 6.2 11.5 5.6 1.6
♀ 73.2 59 54.1 15.9 9.8 9.7 9.3 18.6 8.5 1.5
♂ 49.5 37.5 32.3 6.4 4.7 3.5 3.1 8.8 5.6 0.4
♂ 64.7 52.2 48.6 8.3 6 6.4 6.9 14.1 6.8 0.9
♀ 76.7 62.2 56.1 16.6 10.3 10.2 9.5 18.1 8.8 1.7
♂ 70.1 57.5 52.3 12.6 9 8.6 8.8 15.2 7.6 1.5
♂ 77.2 63 56.7 17 10.8 10.6 9.7 18.6 7.7 2.1
Alopias
pelagicus
Hiu
Tikus ♂
160.5 62.8 57.2 21.4 5.7 - 16.5 85.2 6.1 5.9
175.3 76.1 72.5 27.6 8.8 - 24.6 92.7 8.8 7.7
75
170 72.3 68.6 25.7 7.2 - 21.5 89.7 7.4 7.5
185 85.4 81.2 36 13.5 - 29.7 105.5 13.6 10.6
♀ 175 76.5 73.3 28 9.1 - 25.2 93 8.9 8
179.8 80.2 76.6 30.5 11.5 - 26.8 99.8 11.6 9.5
76
Lampiran 6. Hasil Analisis Principle Component Analysis (PCA).
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9
Eigenvalue 2847.052 666.874 17.914 2.761 2.157 0.818 0.482 0.281 0.131
Variability (%) 80.460 18.846 0.506 0.078 0.061 0.023 0.014 0.008 0.004
Cumulative % 80.460 99.306 99.813 99.891 99.952 99.975 99.988 99.996 100.000
Squared cosines of the variables:
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9
PT 0.968 0.030 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
PC 0.733 0.266 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
PS 0.733 0.265 0.000 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
PK 0.792 0.038 0.137 0.008 0.024 0.001 0.000 0.000 0.000
SP 1 0.456 0.123 0.278 0.117 0.011 0.006 0.007 0.001 0.000
SD 0.794 0.103 0.092 0.000 0.002 0.004 0.001 0.005 0.000
EA 0.526 0.471 0.002 0.000 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000
EB 0.443 0.000 0.417 0.042 0.004 0.059 0.028 0.007 0.001
B 0.812 0.143 0.001 0.011 0.003 0.004 0.000 0.000 0.026
Values in bold correspond for each variable to the factor for which the squared cosine
is the largest
*Keterangan : PT : Panjang Total, PC : Panjang Cagak, PS: Panjang Standar, PK:
Panjang Kepala, SP: panjang Sirip Punggung, SD: panjang Sirip Dada, EA: panjang
Ekor Atas, EB: panjang Ekor Bawah, B: Bobot Tubuh.
0
20
40
60
80
100
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9
Cum
ula
tive v
ariabili
ty (
%)
Eig
envalu
e
axis
Scree plot
77
Factor scores:
Observation F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9
A1 -47.973 8.448 -0.563 -0.833 0.046 -0.386 -0.576 -0.084 -0.076
A2 -53.255 10.435 -0.317 -0.637 -0.244 -0.854 -0.365 -0.391 -0.096
A3 -54.312 10.645 0.191 -0.522 -0.201 -0.030 -0.439 -0.231 0.065
A4 14.457 -18.025 -2.821 -0.108 0.395 0.643 -0.263 0.434 0.373
A5 114.289 -57.695 1.186 0.717 -2.456 -1.989 -1.098 -0.613 -0.108
A6 -7.652 -9.267 -0.672 -1.087 0.666 0.045 -0.279 -0.114 -0.223
A7 106.848 -54.862 1.090 -0.421 -2.587 -1.619 -0.880 -0.744 -0.230
A8 -15.009 -6.633 -0.886 -1.192 -0.645 0.275 -0.403 -0.530 -0.099
A9 -39.505 4.351 -0.544 -0.817 -0.004 -0.142 0.164 -0.073 -0.006
A10 -42.540 5.222 -1.211 -0.426 -1.005 -0.325 0.242 0.272 -0.071
A11 -36.355 3.287 0.102 -1.327 1.098 -0.613 -0.191 0.037 0.240
A12 -31.919 1.999 -0.691 -0.261 -0.165 0.103 -0.772 -0.491 0.085
A13 -7.634 -8.197 -1.942 0.009 0.472 0.232 0.052 0.067 -0.066
A14 63.171 -39.558 -3.236 -0.826 1.148 0.241 0.257 0.395 0.580
A15 -0.069 -12.319 -1.063 -0.981 0.832 0.218 -0.251 -0.237 -0.141
A16 64.996 -39.230 -3.495 -0.406 1.604 0.810 -0.280 0.440 0.876
A17 70.827 -43.767 -3.158 -1.461 0.176 0.478 0.286 0.221 0.608
A18 -22.701 -3.389 -0.553 -0.899 -0.831 -0.220 -0.114 -0.370 0.140
A19 2.178 -13.960 -1.831 -0.879 -0.601 0.301 0.126 0.092 -0.350
A20 -5.284 -9.945 -1.663 0.061 0.168 0.157 0.352 0.506 -0.138
A21 23.100 -22.275 -2.883 -0.306 0.094 0.694 0.012 0.540 -0.165
A22 3.585 -14.617 -1.993 -0.612 -0.448 0.192 0.316 0.215 -0.139
A23 48.328 -33.676 -2.455 -1.189 0.305 0.289 0.152 -0.118 -0.184
A24 56.004 -37.059 -2.917 -0.910 0.479 0.129 0.207 0.152 -0.130
A25 34.228 -28.175 -3.002 -0.831 -1.162 0.689 0.299 0.077 -0.339
A26 27.249 -24.997 -3.015 -0.620 -0.555 0.455 0.118 0.094 -0.140
B1 -28.861 6.754 4.175 -3.908 1.879 -0.781 0.093 0.054 -0.453
B2 -22.515 5.731 5.061 -3.908 2.746 -0.314 0.124 0.227 -0.440
B3 -7.785 -0.359 5.416 -2.968 2.615 0.272 0.425 -0.469 -0.050
B4 -3.433 -0.498 8.220 -3.609 2.722 1.233 1.038 -0.151 -0.090
C1 -12.979 -0.018 3.974 2.764 1.159 0.419 0.294 0.731 0.027
C2 -42.639 6.660 -0.160 -0.653 -0.292 0.048 0.774 -0.623 -0.625
C3 -17.901 -3.314 1.910 0.844 -1.801 1.125 -0.212 0.568 -0.361
C4 -56.490 12.031 0.921 0.689 -0.454 0.377 -1.295 0.629 0.256
C5 -0.355 -5.477 9.906 0.961 -1.837 0.704 0.692 -0.395 -0.468
C6 -12.229 -4.913 3.302 0.338 -1.336 0.378 0.229 0.368 -0.369
C7 10.913 -6.262 17.248 3.332 -2.488 1.330 -0.260 0.388 -0.350
D1 -11.206 -1.853 0.868 2.134 2.878 -0.137 -0.376 -0.331 0.257
78
D2 -15.813 -1.370 -0.198 3.162 1.560 0.403 -1.441 -0.556 0.335
D3 -98.295 18.808 -2.425 -2.600 -2.758 -1.607 -1.553 0.924 -0.003
D4 -88.143 15.329 -1.945 -0.654 -1.297 -0.598 0.666 -0.450 0.567
D5 -92.555 17.400 -0.908 -1.367 -2.016 -0.040 0.101 0.038 0.442
D6 -100.319 19.275 -1.693 -1.092 -2.031 -0.762 -0.664 -0.099 0.503
D7 -28.938 2.556 -2.056 1.119 0.518 0.700 0.169 0.732 0.093
D8 -36.273 5.598 -1.641 1.020 1.013 0.424 0.408 -0.119 -0.025
D9 -32.720 3.437 -4.240 1.005 -1.414 1.437 0.963 0.427 0.010
D10 2.149 -6.285 9.139 2.246 1.261 -1.947 -0.611 0.785 -0.153
D11 -19.907 -6.217 -3.385 1.413 -1.797 -0.276 1.242 -1.133 -0.034
D12 -17.981 -5.819 -2.505 1.733 -1.926 -0.038 1.103 -0.368 -0.196
D13 -14.674 -9.927 -1.757 2.937 1.126 -3.860 2.509 1.576 0.022
D14 -13.375 0.823 2.737 1.515 1.515 0.095 -0.326 -0.959 -0.124
D15 -53.544 9.517 -5.480 2.718 1.187 0.891 0.204 -0.619 0.394
D16 -27.362 1.541 -3.687 1.318 -1.371 1.736 0.657 -0.090 -0.141
D17 -8.722 -1.165 2.571 2.356 2.579 -0.050 -0.253 -0.668 0.147
D18 -18.560 -0.652 0.111 2.390 0.620 0.664 -0.375 0.155 0.267
D19 -7.555 -1.398 2.778 2.076 2.302 -1.114 -0.898 -0.292 0.268
E1 76.264 64.055 -10.256 1.992 1.611 -1.079 0.206 -0.968 -1.003
E2 102.938 59.067 -2.506 0.043 0.113 0.698 -0.741 0.904 -0.353
E3 94.320 59.402 -5.395 -0.315 0.526 -0.194 -0.504 0.106 -0.313
E4 123.385 61.316 8.967 -1.642 -1.456 -0.738 1.202 -0.583 1.099
E5 103.434 58.627 -1.585 -0.343 -0.310 0.721 -0.903 1.012 -0.157
E6 112.672 60.854 2.859 -0.282 -1.923 0.106 0.643 -0.297 0.755
*Keterangan : A : Carcarhinus brevipinna; B : Carcharhinus longimanus;
C : Carcharhinus sealei; D : Chiloscyllium punctatum;
E : Alopias pelagicus
Squared cosines of the observations:
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9
A1 0.969 0.030 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
A2 0.963 0.037 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
A3 0.963 0.037 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
A4 0.385 0.599 0.015 0.000 0.000 0.001 0.000 0.000 0.000
A5 0.796 0.203 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
A6 0.399 0.586 0.003 0.008 0.003 0.000 0.001 0.000 0.000
A7 0.791 0.208 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
A8 0.827 0.161 0.003 0.005 0.002 0.000 0.001 0.001 0.000
79
A9 0.987 0.012 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
A10 0.984 0.015 0.001 0.000 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000
A11 0.989 0.008 0.000 0.001 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000
A12 0.995 0.004 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000 0.000
A13 0.450 0.519 0.029 0.000 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000
A14 0.717 0.281 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
A15 0.000 0.981 0.007 0.006 0.004 0.000 0.000 0.000 0.000
A16 0.731 0.266 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
A17 0.722 0.276 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
A18 0.974 0.022 0.001 0.002 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000
A19 0.023 0.954 0.016 0.004 0.002 0.000 0.000 0.000 0.001
A20 0.215 0.761 0.021 0.000 0.000 0.000 0.001 0.002 0.000
A21 0.514 0.478 0.008 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
A22 0.056 0.924 0.017 0.002 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000
A23 0.672 0.326 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
A24 0.694 0.304 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
A25 0.593 0.402 0.005 0.000 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000
A26 0.539 0.454 0.007 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
B1 0.910 0.050 0.019 0.017 0.004 0.001 0.000 0.000 0.000
B2 0.861 0.056 0.044 0.026 0.013 0.000 0.000 0.000 0.000
B3 0.571 0.001 0.276 0.083 0.064 0.001 0.002 0.002 0.000
B4 0.115 0.002 0.658 0.127 0.072 0.015 0.011 0.000 0.000
C1 0.868 0.000 0.081 0.039 0.007 0.001 0.000 0.003 0.000
C2 0.975 0.024 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
C3 0.940 0.032 0.011 0.002 0.010 0.004 0.000 0.001 0.000
C4 0.956 0.043 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000 0.000
C5 0.001 0.224 0.733 0.007 0.025 0.004 0.004 0.001 0.002
C6 0.800 0.129 0.058 0.001 0.010 0.001 0.000 0.001 0.001
C7 0.251 0.083 0.626 0.023 0.013 0.004 0.000 0.000 0.000
D1 0.879 0.024 0.005 0.032 0.058 0.000 0.001 0.001 0.000
D2 0.936 0.007 0.000 0.037 0.009 0.001 0.008 0.001 0.000
D3 0.962 0.035 0.001 0.001 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000
D4 0.970 0.029 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
D5 0.965 0.034 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
D6 0.964 0.036 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
D7 0.984 0.008 0.005 0.001 0.000 0.001 0.000 0.001 0.000
D8 0.973 0.023 0.002 0.001 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000
D9 0.967 0.011 0.016 0.001 0.002 0.002 0.001 0.000 0.000
D10 0.033 0.284 0.601 0.036 0.011 0.027 0.003 0.004 0.000
D11 0.872 0.085 0.025 0.004 0.007 0.000 0.003 0.003 0.000
D12 0.870 0.091 0.017 0.008 0.010 0.000 0.003 0.000 0.000
80
D13 0.614 0.281 0.009 0.025 0.004 0.043 0.018 0.007 0.000
D14 0.928 0.004 0.039 0.012 0.012 0.000 0.001 0.005 0.000
D15 0.956 0.030 0.010 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
D16 0.970 0.003 0.018 0.002 0.002 0.004 0.001 0.000 0.000
D17 0.786 0.014 0.068 0.057 0.069 0.000 0.001 0.005 0.000
D18 0.979 0.001 0.000 0.016 0.001 0.001 0.000 0.000 0.000
D19 0.726 0.025 0.098 0.055 0.067 0.016 0.010 0.001 0.001
E1 0.580 0.409 0.010 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
E2 0.752 0.248 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
E3 0.714 0.283 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
E4 0.798 0.197 0.004 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
E5 0.757 0.243 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
E6 0.774 0.226 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Values in bold correspond for each observation to the factor for which the squared cosine is the
largest
*Keterangan : A : Carcarhinus brevipinna; B : Carcharhinus longimanus;
C : Carcharhinus sealei; D : Chiloscyllium punctatum;
E : Alopias pelagicus
81
Lampiran 7. Ukuran Panjang Total Jenis Ikan Hiu
No Jenis Hiu Jenis Kelamin Total Lenght
(cm)
Total Length Of
Maturity (cm)
1. Carcharhinus brevipinna
Jantan
50
190-200
46.4
45.7
90
150
75
145
70
55
53
57
Betina
60.3
210-220
76
120
80
122
124
65
81
77
95
82
110
115
101
97
2. Carcharinus longimanus Jantan
61.3 190-200
65.7
Betina 75
195 77
3. Carcharhinus sealei
Jantan
73
>80 53
68
Betina
44.7
68-75 77
71
83
4. Chiloscyllium punctatum
Jantan
72.7
67-70 14.2
59
82
80.1
70.2
49.5
64.7
70.1
77.2
Betina
75.4
N/A
15.2
22.3
19
63.7
61.3
67.4
68.7
73.2
76.7
5. Alopias pelagicus
Jantan
160.5
240.0 175.3
170
185
Betina 175
260.0 179.8
83
Lampiran 8. Kelayaktangkapan Hiu yang Dijual di TPI Pantai Utara Jawa Tengah
No Jenis
Jantan (ekor) Betina (ekor) (White et al, 2006)
Belum
Layak
Tangkap
Layak
Tangkap
Belum
Layak
Tangkap
Layak
Tangkap
Jantan
(cmTL)
Betina
(cmTL)
1. Carcharhinus brevipinna 11 0 15 0 190-200 210-220
2. Carcharinus longimanus 2 0 2 0 190-200 195
3. Carcharhinus sealei 3 0 2 2 >80 68-75
4. Chiloscyllium punctatum 4 5 N/A N/A 67-70 N/A
5. Alopias pelagicus 4 0 2 0 240.0 260.0
Keterangan :
N/A : Belum Diketahui
84
Lampiran 9. Dokumentasi Jenis Ikan Hiu yang Dijual di TPI Pantai Utara Jawa
Tengah
Carcharhinus brevipinna
Carcharhinus longimanus Alopias pelagicus
Carcharhinus sealei
Chiloscyllium punctatum
85
Lampiran 10. Dokumentasi Pengukuran Morfometrik
Pengukuran Panjang Total Pengukuran Panjang Cagak
Pengukuran Panjang Standar Pengukuran Panjang Kepala
Pengukuran Panjang Sirip Punggung Pengukuran Panjang Sirip Dada
Pengukuran Panjang Ekor atas Pengukuran Panjang Ekor bawah
Penimbangan Bobot Tubuh
86
Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian