kajian analisis keputusan multikriteria untuk …files.stmik-im.ac.id/sep2010/novi.pdf · peta...
TRANSCRIPT
84
KAJIAN ANALISIS KEPUTUSAN MULTIKRITERIA UNTUK PROSES EVALUASI DATA
SPASIAL DALAM SIG
Oleh :
Novi Rukhviyanti, ST.,M.Si
ABSTRAK-Pengambilan keputusan multikriteria spasial memerlukan keterkaitan dengan pengambilan keputusan objektif dan pengenalan atribut yang digunakan untuk menunjukkan tingkatan dimana objektif tersebut telah dicapai. Suatu atribut digunakan untuk mengukur suatu hasil yang berhubungan dengan objektif. Objektif dan atribut yang dimaksud akan membentuk suatu struktur hirarki dari kriteria evaluasi untuk permasalahan keputusan yang khusus. Dalam tulisan ini, membahas suatu petunjuk yang akan memudahkan dalam pemilihan kriteria evaluasi (dalam hal ini objektif dan atribut). Kedua kriteria yang khusus dan sekumpulan kriteria memiliki sifat yang cukup untuk mewakili multikriteria yang bersifat dasar dari permasalahan keputusan. Setiap kriteria harus meliputi banyak hal dan dapat diukur. Sekumpulan kriteria harus lengkap, operasional (dapat dijalankan), decomposable (dapat disederhanakan), nonredudant (tidak berlebihan), dan minimal (jumlahnya sedikit mungkin). Suatu struktur hirarki objektif dan atribut akan terbentuk, dimana setiap kriteria harus dapat digambarkan sebagai sebuah layer peta dalam basis data SIG. Sekumpulan peta kriteria merupakan gambaran dari keadaan keputusan atau bagian tertentu dari sistem geografik yang nyata. Peta kriteria akan memberikan bermacam-macam skala dimana kriteria dapat diukur. Analisis keputusan multikriteria tersebut harus mengandung nilai dalam berbagai kriteria layer peta yang dapat ditransformasikan (diubah) ke dalam satuan yang yang dapat diperbandingkan. Suatu pendekatan dapat digunakan untuk membuat kriteria layer peta yang sama. Pendekatan tersebut dapat digolongkan ke dalam metode deterministik, probabilistik, dan metode fuzzy.
85
I. MEMILIH KRITERIA EVALUASI
1.1 Struktur Hirarki Kriteria Evaluasi
Kriteria evaluasi merupakan istilah umum yang membahas konsep dari obyektif (tujuan) dan
atribut. Obyektif (tujuan) adalah sebuah pernyataan tentang kondisi atau keadaan yang akan dicapai dari
sistem geografis menurut suatu pertimbangan. Objektif menyatakan arah pengembangan dari satu atau
beberapa atribut. Dalam konteks analisis keputusan, atribut dapat menjadi ide sebagai indikator dari hasil
ukuran selanjutnya yang lebih baik daripada hasil sebelumnya [Starr dan Zeleny, 1997]. Untuk mencapai
suatu tujuan, beberapa kelebihan atribut yang berbeda akan menjadi kebutuhan untuk menetapkan
penilaian yang lengkap dari tingkatan dimana tujuan akan dicapai. Sebagai contoh, jika kita mempunyai
tujuan untuk ‘memperkecil kerugian hutan cemara’, kita bisa menggunakan atribut ‘ukuran tanah dari
kerugian hutan cemara ‘ untuk mengukur tingkatan dimana tujuan akan dicapai. Demikian juga, jika
tujuan yang akan dicapai adalah ‘memaksimalkan pemeliharaan habitat hutan’, atribut yang dihubungkan
dengan tujuan yang akan dicapai ini yaitu ‘populasi hewan yang berbeda dan spesies burung’, ‘kualitas
air sungai’, dan ‘ luas ukuran dari spesies pohon yang ada di hutan’. Tujuan yang spesifik menunjukkan
arah pengembangan (misalnya, meningkatkan kualitas air sungai atau meningkatan populasi beberapa
spesies hewan). Dalam konteks ini, penghitungan dari objektif (tujuan) adalah pemakaian beberapa skala
kuantitatif (numerik) yang menetapkan suatu indikator untuk mencapai tujuan (obyektif) yang terbaik.
Arah pengembangan yang diinginkan dapat diartikan sebagai salah satu dari penyataan berikut :
“lebih banyak atribut akan semakin baik” atau “lebih sedikit atribut akan semakin baik”. Dengan kata
lain, obyektif (tujuan) menyatakan secara tidak langsung memaksimalkan atau meminimalkan fungsi
f(x), dimana x adalah suatu vektor atribut atau variabel keputusan yang terkait dengan tujuannya. Fungsi
f(x) maksimal atau minimal menunjukkan sebagai fungsi obyektif yang dimaksimalkan atau
diminimalkan secara berturut-turut. Sehingga konsep dari suatu obyektif (tujuan) adalah membuat suatu
operasi dengan menetapkan masing-masing tujuan menurut pertimbangan atau atribut yang lebih
tersebut, maka secara langsung ataupun tidak langsung tingkat ukuran dari obyektif menjadi lebih baik.
Hubungan antara obyektif dan atribut mempunyai struktur yang hiraki. Pada tingkat yang paling atas ada
tujuan (obyektif) yang paling umum. Atribut-atribut tersebut bisa didefinisikan sebagai tujuan yang lebih
spesifik, dimana atribut-atribut tersebut selanjutnya bisa ditetapkan pada tingkat yang lebih rendah. Pada
tingkat yang paling bawah dari atribut hirarki, dimana indikator dapat diukur dari yang meluas sampai
tujuan yang saling terkait akan dicapai.
Contoh :
86
Untuk mengilustrasikan hubungan antara konsep atribut dan tujuannnya, dengan menganggap contoh
pengembangan sekumpulan obyektif (tujuan) atau atribut yang saling berhubungan untuk manajemen
daerah hutan. Contoh ini didasarkan pada kajian yang dilakukan oleh Mashimo dan Arimitsu pada tahun
1986. Kajian ini difokuskan pada pengenalan tujuan utama dan atribut-atributnya untuk manajemen hutan
di wilayah pegunungan Jepang.
Pada gambar 1, memperlihatkan struktur hirarki dari tujuan dan atribut-atribut yang saling
berhubungan. Secara keseluruhan obyektif (tujuan)nya adalah memperbaiki manajemen daerah hutan.
Untuk mencapai tujuan ini, berdasarkan tujuan spesifik yang terpilih adalah : (1). memaksimalkan
produktivitas hutan, (2). meminimalkan fluktuasi pembongkaran sungai, (3). meminimalkan bahaya banjir
pada daerah hilir, (4). Memaksimalkan konservasi tanah, dan (5). Memaksimalkan kesempatan untuk
rekreasi.
Gambar 1. Struktur Hirarki obyektif dan atributyang saling terkait
87
Selanjutnya sekumpulan obyektif akan dikenali, sebuah atribut atau beberapa atribut akan dikhususkan
untuk memberikan indikasi dari tingkatan untuk mencapai obyektif yang saling terkait.
Hasil dari tujuan pertama akan menaksir berdasarkan 2 atribut yaitu : jenis tanah atau elevasi
(indeks temperature). Yang lebih pertama adalah atribut yang pasti dimana memberikan nilai
produktivitas yang tinggi untuk bermacam-macam jenis tanah. Atribut elevasi akan diukur berdasarkan
ketinggian dari permukaan laut dalam satuan meter. Yang terletak pada ketinggian paling tinggi akan
menurunkan pruduktivitas hutan.
Untuk meminimalkan fluktuasi dalam pembongkaran sungai, berdasarkan pertimbangan atribut
berikut : jenis-jenis tanah, surface geologi, kemiringan (slope), dan elevasi (diukur berdasarkan
ketinggian dari permukaan laut). Untuk menyelesaikan hal ini, sangat penting untuk mengetahui ciri-ciri
yang diinginkan yang menyangkut air di Jepang yang menimbulkan endapan di hulu sungai yang
mengendap ke dalam tanah. Jenis-jenis tanah dan material yang sejenis (geologi) akan menjadi faktor
paling penting yang akan mempengaruhi kapasitas air tanah. Oleh karena itu, nilai dari kapasitas air
tanah digunakan untuk menaksir kedua faktor ini. Sebagai contoh, kelembaban sedang berada pada tanah
hutan yang berwarna coklat dan hitam dan kelembaban sedikit pada tanah hutan yang berwarna coklat
memiliki kapasitas volume yang besar dari air tanah. Lapisan tanah yang keras yang mendasari lapisan
tanah mempunyai pengaruh yang kuat pada pembentukan aquifer, tempat penyimpanan, dan pergerakan
air tanah. Sebagai contoh, abu vulkanik, bahan pyroclastic yang besar, dan granit akan dipertimbangkan
untuk meningkatkan kapasitas air tanah. 2 atribut yang tersisa yaitu kemiringan (slope) dan elevasi akan
diukur berdasarkan tingkat kemiringan dan secara berurutan akan diukur dari ketinggian permukaan laut
dalam satuan meter. Pengendapan ke dalam tanah berhubungan dengan kemiringan. Secara umum,
curamnya kemiringan, lebih cepat dari permukaan runoff dan lebih kecil kesempatannnya untuk
mengendap. Hal ini, curamnya kemiringan, menjadi masukan yang sedikit pada atribut ini untuk
mencapai tujuan dari meminimalkan fluktuasi dalam pembongkara sunag. Demikian juga ketinggian pada
pengurangan tempat menyimpan air dengan pengurangan ketinggiannya.
Obyektif (tujuan) yang menyangkut dengan meminimalkan bahaya banjir akan menaksir
berdasarkan atribut-atribut yang mengikutinya, yaitu : kemiringan, ketinggian, dan kepadatan jurang.
Kontribusi atribut-atribut ini untuk meningkatkan tujuan yang dapat dilihat pada permukaan runoff.
Kecepatan dan banyaknya permukaan runoff akan bergantung pada kemiringan (slope). Kecuraman
slope, menjadi kecepatan tertinggi dan jumlah terbesar dari permukaan runoff.
88
1.2 Mendefinisikan Sekumpulan Kriteria Evaluasi
Aturan umum dalam memilih kriteria evaluasi adalah kriteria tersebut hendaknya diidentifikasi
sesuai dengan keadaan permasalahannya. Ada 2 (dua) kecenderungan yang dapat dipilih dalam
menentukan kriteria evaluasi [Ozernoi dan Graft, 1977; Munda, 1995]. Pertama, jumlah kriteria evaluasi
ditentukan dengan cara tertentu dimana model keputusannya menggambarkan situasi permasalahan
sejelas mungkin. Jadi jumlah kriteria menjadi sangat banyak. Hal ini bisa menjadi petunjuk yang baik
bagi kriteria yang dimasukkan dalam model keputusan. Kedua, situasi permasalahan digambarkan
dengan sedikit kriteria.. Hal ini bisa menjadi petunjuk untuk menyederhanakan masalah keputusan.
Penyederhanaan ini biasanya berhubungan dengan tersedianya data dan kualitas data. Yang paling baik
adalah " pendekatan yang seimbang berdasarkan survey terhadap semua kriteria evaluasi yang ada dan
mekanisme pemilihan kriteria evaluasi dapat diterima "
Prosedur untuk menyeleksi sekumpulan atribut didasarkan pada sifat dari atribut yang sangat
diperlukan. Atribut yang khusus dan sekumpulan atribut memiliki beberapa sifat yang cukup mewakili
multikriteria yang bersifat dasar dari permasalahan keputusan [Keeney dan Raiffa, 1976]. Setiap atribut
harys komprehensif (meliputi banyak hal) dan dapat diukur. Sekumpulan atribut harus lengkap (atribut
dapat mencakup semua aspek dari masalah keputusan), operasional (atribut dapat digunakan secara penuh
dalam analisis), decomposable (atribut dapat dipecah ke dalam bagian-bagian yang dapat
menyederhanakan permasalahan), non-redundant (atribut tidak berlebihan atau tidak mempunyai arti
yang ganda), dan minimal (jumlah atribut sedikit mungkin tapi tepat).
1.3 Teknik Untuk Memilih Kriteria
Meskipun sifat yang diperlukan dari obyektif dan atribut dapat memberikan pedoman untuk
menyeleksi sekumpulan kriteria evaluasi, tidak ada teknik yang universal untuk menentukan sekumpulan
kriteria evaluasi. Hal ini jelas bahwa sekumpulan kriteria bergantung pada sistem khusus yang dianalisis.
Dengan kata lain sekumpulan kriteria evaluasi merupakan masalah yang spesifik. Kriteria digunakan
untuk mengevaluasi lokasi dalam analisis penempatan pabrik nuklir, sebagai contoh, dapat membedakan
sekumpulan kriteria yang rumit pada permasalahan untuk lokasi sekolah.
Terlepas dari itu, masalah keputusan yang bersifat dasar, bagaimanapun juga prosedur untuk
identifikasi sekumpulan kriteria evaluasi akan menjadi banyak tahapan proses yang berulang (iteratif).
Tahapan iteratif bisa menghasilkan penyisihan dari kriteria evaluasi (obyektif dan atribut) yang
berlebihan. Kombinasi dari dua atau lebih kriteria, atau penguraian dari kriteria ke dalam beberapa atribut
untuk memudahkan proses pengukuran. Kriteria evaluasi bergantung pada karakteristik dari masalah
keputusan. Sekumpulan kriteria evaluasi untuk keterangan masalah keputusan bisa dikembangkan terus
89
ke dalam pemeriksaan literatur yang relevan, kajian analitik (misalnya pemodelan sistem), dan pendapat
dari stakeholder (misalnya Metode Delphi).
II. MEMBUAT PETA KRITERIA
2.1 SIG dan Peta Kriteria
Setiap kriteria harus dapat direpresentasikan atau digambarkan sebagai layer peta dalam basis
data SIG. Layer peta yang menggambarkan kriteria evaluasi (atribut yang terkait dengan obyektif) disebut
dengan "peta kriteria“(atau peta atribut). Istilah "peta kriteria" lebih baik dibandingkan dengan peta
atribut yang digunakan untuk menyatakan sifat dasar yang umum dari konsep kriteria dan untuk
menekankan hubungan antara atribut-obyektif. Selanjutnya sangat penting untuk membuat suatu
perbedaan antara 2 (dua) tipe peta kriteria, yaitu : peta faktor (kriteria evaluasi) dan peta pembatas
[Eastman, 1993; Eastman et al,. 1993].
Peta kriteria merepresentasikan distribusi spasial dari atribut tingkatan ukuran dimana obyektif
yang saling terkait akan dicapai. Pembatas merepresentasikan pembatasan yang ditentukan pada variabel
keputusan (sekumpulan alternatif). Pembatas dapat digunakan untuk menyisihkan dari alternatif
pertimbangan (misalnya area) dikarakteristikan dengan beberapa atribut tertentu dan/atau beberapa nilai
atribut tertentu. Sehingga peta pembatas menunjukkan sekumpulan alternatif yang dapat dilakukan
dengan mudah.
Sangat penting untuk mengulas prosedur untuk membuat peta kriteria yang saling melengkapi
proses membuat basis data SIG. Proses yang didasarkan pada kegunaan SIG, dimana memasukkan data
input SIG (pengumpulan, penyusunan kembali, geo-referensi, compiling, dan dekumentasi data yang
relevan), penyimpanan (atribut atau data spasial), manipulasi dan analisis (untuk mendapatkan informasi)
serta output (keluaran).
Prosedur untuk mendapatkan peta kriteria menurut kegunaan utama dari SIG adalah :
1. Pengumpulan dan penyimpanan data yang relevan dalam basis data SIG.
2. Manipulasi dan analisis data untuk mendapatkan informasi berdasarkan kriteria evaluasi tertentu.
3. Peta kriteria dapat dianggap sebagai output atau keluaran dari pemrosesan dan analisis data
berbasis SIG.
Pada gambar 2 di bawah ini mengilustrasikan SIG yang didasarkan pada pendekatan untuk membuat peta
kriteria.
90
Dengan menganggap hipotesis permasalahan keputusan yang melibatkan 3 (tiga) bidang evaluasi dari
tanah yang berdasarkan 2 (dua) kriteria sebagai berikut :
(1). Harga tanah
(2). Kedekatan dengan jalan besar.
Proses untuk membuat 2 (dua) peta kriteria ini dimulai dengan peta dasar (data layer peta (gambar 2).
Peta tersebut menunjukkan batas fdari tiga bidang tanah dan jalan (bertepatan dengan batas). Basis data
SIG memuat informasi tentang biaya untuk memperoleh tanah. Data masukan (input), 2 (dua) layer peta
kriteria dapat dibuat dengan menggunakan operasi SIG dasar. Pertama, peta kriteria biaya dibuat dengan
penetapan nilai dari atribut (biaya perolehan) untuk setiap obyek (bidang tanah). Kedua, operasi
kedekatan digunakan untuk membuat peta kriteria kedekatan pada jalan. Kedua peta keluaran ini akan
menjadi peta masukan untuk analisis keputusan multikriteria. Ulasan peta kriteria tersebut tidak dapat
dibandingkan pada kegunaan atribut yang diukur dalam satuan yang berbeda (satuan nilai uang dan jarak)
. Aturan keputusan multikriteria memerlukan peta kriteria yang sebanding, peta kriteria harus dibakukan
terlebih dahulu sebelum digunakan dalam analisis keputusa multikriteria.
Gambar 2. Pembuatan Peta
91
2.2 Peta Kriteria dan Skala Pengukuran
Atribut dapat diukur dengan skala kuantitatif dan kualitatif. Peta kriteria dapat diklasifikasikan
berdasarkan kecocokkan skala pengukuran menjadi peta kriteria kuantitatif dan kualitatif. Peta kategori
menggambarkan tipe soil (tanah), tipe vegetasi, tipe pemukiman (settlement), dsb.
Contoh peta kriteria kuantitatif yaitu yang termasuk ke dalam DEM (Digital Elevation Model). Keeney
dan Raiffa (1976) membedakan peta kriteria mejadi 2 (dua) tipe yaitu:
1. Natural-scale criterion maps
2. Constucted-scale criterion maps
Gambar berikut ini menunjukkan klasifikasi dari peta kriteria:
Gambar 3. Klasifikasi dari Peta Kriteria
92
2.3 Peta Kriteria yang Sebanding
Adanya keragaman skala atribut yang dapat diukur dalam MCDM membutuhkan adanya
transformasi layer peta kriteria yang beragam ke dalam unit-unit atau satuan-satuan yang dapat
dibandingkan. Teknik yang dapat digunakan adalah mengklasifikasikan layer kriteria berdasarkan tipe
informasi yang ada.
Metode (pendekatan) diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Metode Deterministik
Transformasi skala linear
Fungsi Nilai/kegunaan (Value/Utility function)
2. Metode Probabilistik
Obyektif
Subyektif
Revised
3. Metode Fuzzy
Gambar 4. Pembuatan Peta Kriteria yang baku dengan Pendekatan Transformasi Skala Linear
93
Pendekatan Fungsi Nilai
Pendekatan fungsi nilai/kegunaan merupakan cara lain dalam perubahan bentuk standar peta
menjadi sebuah skala biasa. Nilai atau kegunaan adalah sebuah bilangan yang diberikan terhadap hasil
keputusan yang mungkin (atau tingkatan atribut). Sebuah fungsi merupakan sebuah ekspresi hasil nilai
skala standar untuk setiap nilai dari sebarisan data atribut (Hepner, 1984). Ada sejumlah teknik untuk
menaksir sebuah fungsi nilai (kurva nilai). Metode nilai tengah merupakan salah satu teknik untuk
memperoleh sebuah kurva nilai.
Metode nilai tengah memiliki langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menentukan kisaran/selang dimana kurva nilai akan ditaksir ( susun batas tertinggi dan
terendah dari skala nilai dan beri nilai 0,0 dan 1,0 sampai nilai terakhir secara berurutan).
2. Mencari titik nilai tengah di antara endpoints dan beri nilai 0,5 pada titik tersebut.
3. Mencari titik-titik nilai tengah di antara nilai minimum dari langkah 1 & 2, dan antara nilai
tengah & nilai maksimum, serta beri nilai 0,25 dan 0,75 pada titik-titik tersebut secara
berurutan.
4. Mengulangi langkah 3 untuk mencari titik-titik nilai tengah di antara hasil yang sudah ditaksir
dan beri nilai 0,125; 0,375; 0,625; 0,875;dst. untuk menghubungkan titik-titik nilai tengah
sampai semua titik diperoleh sesuai dengan kebutuhan. Beberapa titik merupakan ketelitian
yang tertinggi dari kurva tsb.
5. Menggambarkan nilai kurva melalui titik-titik yang ditaksir dan mencocokkan analisisnya ke
dalam titik-titik tsb.
Gambar 5. Pembuatan Peta Kriteria yang baku dengan Pendekatan Fungsi Nilai
94
Probabilitas
Pendekatan probabilitas merupakan metode lain untuk menghasilkan peta kriteria. Pendekatan ini
berdasarkan pada “ Teori Kemungkinan” (King, 1969; Thomas and Huggett, 1980). Ada beberapa cara
dimana pembuat keputusan dapat menaksir kemungkinan untuk beberapa kejadian. Probabilitas tersebut
dibedakan menjadi objektif probabilitas dan subjektif probabilitas. Objektif probabilitas merupakan
kemungkinan dasar untuk menaksir kejadian yang mungkin dan harus ditaksir oleh seseorang yang
independent. Subjektif probabilitas merupakan sebuah gambaran dari derajat kepercayaan dari setiap
kejadian.
Gambar 6. Pembuatan Peta Kemungkinan (Probabilistik)
Gambar 7. Pembuatan Peta Revised Probability
95
Fuzzy Set Membership
Proses dari standarisasi kriteria evaluasi dapat juga ditinjau sebagai menyusun nilai ke dalam
pengelompokkan keanggotaan (Eastman, 1997). Sekelompok data fuzzy adalah kelas dari element-
element atau obyek-obyek yang samar apakah termasuk ke dalam unsur kelas tersebut atau tidak. Dalam
logika fuzzy suatu anggota dinyatakan dalam bentuk himpunan samar (fuzzy set) yaitu ada suatu bentuk
keanggotaan obyek pada suatu himpunan yang batasannya tidak dapat dinyatakan dengan tegas (tidak
pasti), dimana antara nilai absolut (misalnya, antara ‘benar’ dan ‘salah’ atau antara ‘bagus’ dan jelek’)
terdapat nilai antaranya (misalnnya, ‘lumayan bagus’). Nilai antara nilai absolut inilah yang dinyatakan
dalam himpunan fuzzy. Definisi keanggotaan dalam suatu himpunan tersebut tidak pada ‘anggota’ atau
‘bukan anggota’ tetapi lebih kepada tingkatan sampai seberapa jauh derajat keanggotaannya (degree of
membership).. Element-element fuzzy dapat distandarisasi pada peta kriteria sehingga dapat digunakan
pada MCDA.
KESIMPULAN
Pada makalah ini membahas prinsip yang memroses pembentukan struktur nilai untuk masalah
pengambilan keputusan multikriteria spasial. Proses ini meliputi pembentukan struktur hirarki dari kriteria
evaluasi. Evaluasi kriteria dikenal sebagai istilah umum yang membahas konsep obyektif dan atribus
secar bersamaan. Suatu obyektif (tujuan) merupakan pernyataan tentang keadaan yang akan dicapai dari
sistem yang dipertimbangkan. Obyektif merupakan fungsi yang menghubungkan atau didapatkan dari
sekumpulan atribut. Untuk mencapai suatu obyektif (tujuan) beberapa atribut yang berbeda diperlukan
untuk menetapkan penilaian yang lengkap dimana tujuan akan dicapai. Jadi sebuah atribut merupakan
ukuran kuantitas yang mewakili nilai tingkatan yang dicapai untuk tujuan yang khusus. Masalah pokok
Gambar 8. Pembuatan Peta Kriteria yang baku dengan Pendekatan Fuzzy
96
dari analisis multikriteria spasial merupakan atribut yang sesuai dengan kenyataan untuk
merepresentasikan basis data SIG sebagai layer peta kriteria.
Peta kriteria merepresentasikan distribusi spasial dari atribut dimana obyektif yang saling
berhubungan akan dicapai. Untuk merepresentasikan cukupnya keadaan untuk pengambilan keputusan,
sekumpulan peta kriteria harus lengkap (atribut dapat mencakup semua aspek dari masalah keputusan),
operasional (atribut dapat digunakan secara penuh dalam analisis), decomposable (atribut dapat dipecah
ke dalam bagian-bagian yang dapat menyederhanakan permasalahan), non-redundant (atribut tidak
berlebihan atau tidak mempunyai arti yang ganda), dan minimal (jumlah atribut sedikit mungkin tapi
tepat). Setiap criteria harus komprehensif dan dapat diukur.
Prosedur untuk mendapatkan peta kriteria menurut kegunaan utama dari SIG adalah :
1. Pengumpulan dan penyimpanan data yang relevan dalam basis data SIG.
2. Manipulasi dan analisis data untuk mendapatkan informasi berdasarkan kriteria evaluasi tertentu.
3. Peta kriteria dapat dianggap sebagai output atau keluaran dari pemrosesan dan analisis data
berbasis SIG.
Adanya keragaman skala atribut yang dapat diukur dalam MCDM membutuhkan adanya
transformasi layer peta kriteria yang beragam ke dalam unit-unit atau satuan-satuan yang dapat
dibandingkan. Teknik yang dapat digunakan adalah mengklasifikasikan layer kriteria berdasarkan tipe
informasi yang ada.
Metode (pendekatan) diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Metode Deterministik
Transformasi skala linear
Fungsi Nilai/kegunaan (Value/Utility function)
2. Metode Probabilistik
Obyektif
Subyektif
Revised
3. Metode Fuzzy
Sangat penting untuk memperjelas perbedaan antara 2 (dua) tipe peta criteria, yaitu : peta faktor
(peta criteria evaluasi) dan peta pembatas (constrain). Istilah peta criteria digunakan untuk mengartikan
peta faktor. Peta pembatas menjelaskan sekumpulan alternatif yang mudah dilakukan.
97
REFERENSI
[1]. Eastman et al,. (1993). Raster Procedures for Multi-Criteria Multi-objective Decisions, Peer
Reviewed Article.,PE&RS
[2]. Malczewski, J. (1999). GIS and Multicriteria Decision Analysis, John Wiley & Sons Inc., New
York, 103 – 136.
[3]. R Thomas and R Huggett 1980 Modelling in Geography, p 30-42 ("Functions"), .... L King 1969
Statistical Analysis in Geography, Prentice-Hall
[4]. Keeney, R. L., and H. Raiffa. 1976. Decisions with multiple objectives: Preferences and value
tradeoffs. John Wiley & Sons, New York.
-“ooo000ooo”-