jbptunikompp gdl nkurniasih 17374 2 isi
DESCRIPTION
akuntanTRANSCRIPT
PROSEDUR PENGAWASAN PEMBAYARAN MASA PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 25 BADAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA
JAKARTA KELAPA GADING
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMata Kuliah Kerja Praktek Jenjang S1
Program Studi Akuntansi
Oleh :
Nama : N.Kurniasih
NIM : 21105061
PROGRAM STUDI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIABANDUNG
2008
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kerja Praktek
Dalam suatu negara untuk menjalankan fungsinya pemerintah memerlukan
dana atau modal. Modal yang diperlukan itu salah satunya bersumber dari
rakyatnya yaitu berupa pajak. Pajak juga merupakan gejala sosial dan hanya
terdapat dalam pemungutan suatu masyarakat, tanpa ada masyarakat, tidak
mungkin ada suatu pajak.
Manusia hidup bermasyarakat masing-masing membawa hak dan
kewajiban. Akan tetapi dalam hal ini ada proses timbal balik antara
individu/setiap orang dan masyarakat sekitarnya, artinya ada hak dan kewajiban
individu terhadap masyarakat begitu juga sebaliknya, hak dan kewajiban
masyarakat terhadap individu. Selain itu adanya hubungan timbal balik antara
masyarakat sebagai warga negara dalam memenuhi kewajibannya pada negara
dan negara kepada masyarakatnya. Oleh karena itu ada pembatasan hak-hak asasi
manusia oleh masyarakat seperti hak bersosialisasi, guna menghindari pergesekan
yang akan berakibat buruk karena masing-masing individu mengedepankan
keinginan sendiri.
Pemerintah selaku pihak yang menyelenggarakan urusan negara
memerlukan dana untuk membiayai fungsinya tersebut, mempunyai kewajiban
untuk melindungi negara dan rakyatnya baik dari intervensi politik luar negeri
maupun dalam hal meningkatkan derajat hidup masyarakat menuju kesejahteraan.
Di sisi lain masyarakat sebagai pihak yang diberi perlindungan memiliki
kewajiban utuk ikut serta dalam menjalankan fungsi tersebut, yang biasa
dilaksanakan melalui keikutsertaannya dalam pembiayaan negara. Dari kondisi
ini terlihat bahwa antara negara dengan rakyatnya ada hubungan timbal balik yang
baik, yang tentunya dibatasi dengan aturan, norma, dan undang-undang guna
menghindari kesewenangan kedua belah pihak.
Pada awalnya dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah
telah melakukan reformasi terhadap sistem perpajakan Indonesia. Salah satunya
adalah Tax Reform 1983 yaitu undang-undang No.7 Tahun 1983. Melalui sistem
ini, wajib pajak(masyarakat) diberi kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan
melaporkan pajaknya sendiri atau disebut juga self assessment system. Kemudian
undang-undang tersebut oleh pemerintah diperbaharui kembali menjadi undang-
undang No.17 Tahun 2000 yaitu yang melandasi pajak penghasilan. Dalam
undang-undang tersebut dijelaskan mengenai siapa saja yang menjadi subyek
pajak penghasilan, objek pajak penghasilan, tarif dan ketentuan-ketentuan lain
mengenai pajak penghasilan.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menganalisis mengenai
penerapan pajak penghasilan pasal 25 pada KPP Pratama Jakarta Kelapa Gading
dengan judul “PROSEDUR PENGAWASAN PEMBAYARAN MASA
PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 25 BADAN PADA KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KELAPA GADING”
1.2 Maksud dan Tujuan Kerja Praktek
1.2.1 Maksud Kerja Praktek
Maksud dari kerja praktek yang dilaksanakan dalam rangka penyusunan
laporan kerja praktek ini adalah Penulis ingin menambah wawasan serta
pengetahuan dalam bidang perpajakan dan bagaimana menjadi wajib pajak yang
patuh terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan,
1.2.2 Tujuan Kerja Praktek
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan kerja praktek ini,
adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pengawasan pembayaran masa
pajak penghasilan(PPh) pasal 25 badan pada KPP Pratama Jakarta Kelapa
Gading.
2. Untuk mengetahui bagian-bagian yang terkait dalam pengawasan
pembayaran masa pajak penghasilan (PPh) pasal 25 badan pada KPP
Pratama Jakarta Kelapa Gading.
1.3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan oleh Penulis dalam melaksanakan kerja praktek
adalah menganalisis dan mengemukakan masalah yang di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Kelapa Gading Jakarta utara ini terutama mengenai pengawasan
pembayaran pajak penghasilan(PPh) pasal 25 badan.
Sedangkan metode yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan
laporan kerja praktek adalah metode deskriptif naratif yaitu suatu metode yang
menggambarkan suatu keadaan atau masalah yang terjadi berdasarkan data atau
fakta yang diperoleh selama melaksanakan kerja praktek.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam menyusun laporan kerja
praktek ini adalah sebagai berikut :
1. Studi pustaka(Library Research), yaitu penelitian sumber-sumber data dan
informasi dari perpustakaan yang meliputi literatur yang ada, baik berasal dari
peraturan perundang-undangan perpajakan, karangan maupun tulisan, hasil
kuliah dan bahan lainnya yang mempunyai hubungan dengan objek penelitian
penulis.
2. Studi lapangan(Field Research)
a. Praktek langsung(Observasi) yaitu teknik pengumpulan data dengan cara
melakukan pengamatan langsung terhadap data yang berkaitan dengan
masalah yang akan dibahas.
b. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh dengan cara
Tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang berkompeten di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kelapa Gading khususnya di seksi
pengawasan dan konsultasi.
1.4 Lokasi Dan Waktu Kerja Praktek
Tempat pelaksanaan Kuliah Kerja Praktek adalah di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Kelapa Gading, Jalan Walang Baru No.10 Semper Jakarta Utara.
Waktu yang ditempuh penulis dalam melaksanakan kerja praktek yaitu
selama 1 (satu) bulan terhitung mulai dari tanggal 7 juli 2008 sampai dengan
tanggal 6 agustus 2008. Hari dan jam kerja praktek adalah hari Senin sampai
Jumat, dari jam 07.30 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB.
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Sejarah Perusahaan
KPP(Kantor Pelayanan Pajak) Jakarta Kelapa Gading di bentuk
berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Nomor : 443/KMK.01/2001 tentang
organisasi dan tata kerja Kanwil Direktorat Jenderal Pajak. Kantor Pelayanan
Pajak, Kantor Pemeriksa dan Penyidikan Pajak serta Kantor Penyuluhan dan
Pengamatan Potensi Perpajakan. Wilayah KPP Jakarta Kelapa Gading merupakan
pemecahan dari KPP Jakarta Tanjung Priok maupun Kecamatan Kelapa Gading
dan Kecamatan Cilincing.
Lokasi KPP Jakarta Kelapa Gading terletak di jalan walang baru no.10
plumpang semper, Jakarta Utara, dengan luas bangunan 4.281,55 m2 dan luas
tanahnya 6.625 m2.
KPP Jakarta Kelapa Gading berusaha melayani wajib pajak (WP) sebaik
mungkin dalam rangka mewujudkan visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.
Adapun visi Direktorat Jenderal Pajak, yaitu menjadi model pelayanan
masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas
dunia yang di percaya dan dibanggakan masyarakat dengan ciri-ciri :
a. Aparat bermoral dan profesional
b. Berkinerja yang tinggi dan setara dengan kinerja instansi perpajakan
negara-negara maju
c. Kepuasan masyarakat atas kinerja pelayanan secara menyeluruh
d. Kewajiban yang tinggi di mata masyarakat Domestic dan internasional
memiliki tingkat efektifitas dan efesiensi pemungutan pajak yang tinggi
Untuk wilayah Jakarta dibagi menjadi 4(empat) Kantor Pelayanan Pajak
dengan rincian sebagai berikut:
Kantor wilayah IV meliputi wilayah Matraman, Jatinegara, Pulo Gadung,
Cakung I, Cakung II, Kramat Jati, Setiabudi I, Setiabudi II, Tebet, Kebayoran
Baru I, Kebayoran Baru II, Kebayoran Lama, Mampang Prapatan, Pancoran,
Cilandak dan Pasar Minggu.
Kantor wilayah V meliputi wilayah Penjaringan, Pedemangan, Tanjung
Priok, Koja, Kelapa Gading, Pal Merah, Grogol Petamburan, Taman Sari I,
Taman Sari II, Tambora, Tanah Abang I, Tanah Abang II, Cengkareng, dan
Kebon Jeruk. Kantor wilayah VI meliputi wilayah Gambir I, Gambir II, Gambir
III, Sawah Besar, Kemayoran, Cempaka Putih, Menteng I, Menteng II, dan Senen.
Kantor wilayah VII meliputi Perusahaan Negara dan daerah, Penanaman Modal
Asing I, Penanaman Modal Asing II, Penanaman Modal Asing III, Penanaman
Modal Asing IV, Penanaman Modal Asing V, Badan dan Orang Asing,
Perusahaan Masuk Bursa.
KPP Jakarta Kelapa Gading termasuk dalam wilayah pengawasan kantor
wilayah (Kanwil) V Dirjen Pajak.
Sejak tahun 2001, yaitu dengan Keputusan Menteri Keuangan
No.184/KMK.01/2001, berdiri 5 (lima) wilayah kantor pelayanan pajak di daerah
Jakarta Utara terdiri dari :
a. KPP Jakarta Tanjung Priok
b. KPP Jakarta Kelapa Gading
c. KPP Jakarta Penjaringan
d. KPP Jakarta Pademangan
e. KPP Jakarta Koja
Sebelum KPP Jakarta Tanjung Priok masih bergabung dengan KPP
Jakarta Koja, sedangkan KPP Jakarta Kelapa Gading tidak ada perubahan nama
dan bentuk KPP Jakarta Penjaringan masih bergabung dengan KPP Jakarta
Pademangan.
Tujuan di bentuknya kantor pelayanan pajak adalah :
a. Mengoptimalkan penggalian potensi pajak di wilayahnya
b. Dalam rangka Self Assessment System, maka Direktorat Jenderal Pajak
bermaksud memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat
c. Untuk memacu penerimaan pajak Negara sehingga pajak menjadi
salah satu unsur penting sumber dana pembangunan nasional
d. Pengelolaan pemungutan pajak menjadi lebih tertib dan terarah, baik
intensifikasi maupun menjadi lebih spesifik
Kedudukan Kantor Pelayanan Pajak yang teliti adalah berkedudukan di
jalan Walang Baru No.10 Jakarta Utara. Kantor Pelayanan Pajak tersebut bergerak
dibidang perpajakkan dalam rangka menghimpun penerimaan pajak yang
mempunyai NPWP orang atau badan usaha yang berdomisili atau bertempat
tinggal di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kelapa Gading.
Tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak adalah melaksanakan sebagian tugas
pokok dan fungsi pemerintah dibidang sektor perpajakkan untuk meningkatkan
penerimaan pendapatan dalam upaya pembiayaan pembangunan nasional secara
keseluruhan. Dalam melakukan tugas pokok sebagai penghimpunan penerimaan
pajak didaerah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat
Jenderal Pajak.
Sebelum melaksanakan tugas pokoknya sebagai aparat pajak yang
berkualitas, Departemen Keuangan harus membina dan membentuk orang-orang
yang bermental tinggi, mempunyai rasa tanggung jawab dan kejujuran. Oleh
karena itu pegawai pajak bukan sekedar bekerja untuk pemerintah, tapi juga
tempat mengembangkan kemampuan.
Untuk melaksanakan tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak mempunyai
fungsi lain, selain sebagai kontribusi yang berarti bagi pegawai dan kesejahteraan
bangsa serta untuk meningkatkan penerimaan pendapatan, sehingga dapat
memenuhi kebutuhan Wajib Pajak yang ingin berperan serta aktif dalam
pembiayaan pembangunan melalui melakukan kewajiban perpajakannya. Adapun
fungsi lain adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan,
penggalian potensi pajak serta ektensifikasi Wajib Pajak.
b. Penatausahaan dan pengecekan pemberitahuan tahunan serta berkas
Wajib Pajak.
c. Penatausahaan dan pengecekan surat SPT Masa serta pemantauan dan
penyusunan laporan pembayaran masa Pajak Penghasilan, Pajak
pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas barang Mewah dan pajak
tidak langsung lainnya.
d. Verifikasi dan penerapan sanksi perpajakan.
e. Pengurusan pemberitahuan Surat Ketetapan Pajak.
f. Pengurusan tata usaha dan rumah tangga Kantor Pelayanan Pajak.
2.1.1 Fungsi KPP Modern
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas dalam KPP
Modern menyelenggarakan fungsi :
1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, serta penyajian informasi perpajakan. Khusus KPP Pratama
ada tambahan fungsi berupa pendapatan objek dan subjek pajak serta
penilaian objek pajak bumi dan bangunan
2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan
3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan surat pemberitahuan serta penerimaan surat lainnya
4. Penyuluhan perpajakan
5. Pelaksanaan registrasi wajib pajak
6. Pelaksanaan ekstensifikasi
7. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak
8. Pelaksanaan pemeriksaan pajak
9. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak
10. Pelaksanaan konsultasi perpajakan
11. Pelaksanaaan intensifikasi
12. Pelaksanaan administrasi KPP modern
Untuk mengefektifkan dan mengefisiensikan pelaksanaan fungsi
organisasi, DJP membuat kebijakan penggabungan beberapa kantor pajak yang
memiliki fungsi yang berbeda. Penyusunan struktur organisasi kantor pajak
modern berdasarkan fungsi membuat struktur organisasi lebih ramping, dimana
untuk KPP Pratama pada hakekatnya adalah merger antara kantor pemeriksaan
dan penyidikan pajak (karikpa), kantor pelayanan pajak (KPP) dan kantor
pelayanan pajak PBB (KPPBB), sedangkan KPP madya pada hakekatnya adalah
merger antara KPP dan Karikpa.
2.2 Struktur Organisasi
Struktur yang terdapat pada setiap organisasi pada dasarnya merupakan
kerangka pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab dari pegawai yang
melaksanakan pekerjaan. Setiap unsur harus dirancang dan ditata sebaik mungkin
dengan mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai, kejelasan struktur yang
terdapat dalam satu organisasi akan segera dapat diketahui hubungan kerjanya
secara fungsional antara satu bagian dengan bagian yang lain.
Struktur organisasi KPP Modern telah dibuat lebih menggunakan
pendekatan fungsional dibanding kantor pelayanan pajak dahulu, adapun
susunannya adalah sebagai berikut :
1. Subbagian Umum
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
3. Seksi Pelayanan
4. Seksi Penagihan
5. Seksi Pemeriksaan
6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III
9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV
10. Kelompok Jabatan Fungsional
(Bagan struktur organisasi terlampir)
2.3 Uraian Tugas
1. Subbagian umum mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian,
keuangan, tata usaha dan rumah tangga .
2. Seksi pengolahan data dan informasi mempunyai tugas melakukan
pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan,
pelyanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-
Filling, serta penyiapan laporan kinerja.
3. Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan produk
hukum perpajakan pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan,
penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan, serta penerimaan surat
lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak, serta
melakukan kerjasama perpajakan.
4. Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang
pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, pengaihan aktif, usulan
penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
5. Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana
pemeriksaan, pengawsan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan
penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi pemeriksaan
perpajakan lainnya.
6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan(di KPP Pratama) mempunyai tugas melakukan
pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, penilaian
objek pajak dalam rangka ekstensifikasi.
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, seksi pengawasan dan konsultasi II, seksi
pengawasan dan konsultasi III, serta seksi pengawasan dan konsultasi IV,
masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan
kewajiban perpajakan wajib pajak, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak
dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis
kinerja wajib pajak, melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka
melakukan intensifikasi, serta melakukan evaluasi hasil banding.
8. Account Representative(AR), secara konsep account repsentative mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan tugas pembinaan dan pengawaan terhadap
wajib pajak berdasarkan sektor usaha tertentu. Dengan konsep tersebut, maka
pembentukan AR bertujuan agar proses pemenuhan kewajiban perpajakan
wajib pajak dapat terpantau secara efektif dan efisien.
Dari konsep dan tujuan dibentuknya AR tersebut diatas, maka diharapkan
AR setidaknya memilki ciri-ciri berikut :
1. Mengenal secara baik sektor usaha wajib pajak yang menjadi tanggung
jawabnya
2. Malaksanakan pengawasan prima karena AR menguasai bidangnya
3. Memberikan konsultasi kepada wajib pajak secara dini agar terhindar dari
sanksi perpajakan
4. Menginformasikan ketentuan-ketentuan perpajakan terkini
5. Setiap AR bertanggung jawab atas sejumlah tertentu wajib pajak
6. Memiliki akses terhadap rekening (taxpayer’s account) dan data base
wajib pajak
Pegawai Direktorat Jenderal Pajak(DJP) yang bekerja pada KPP Madya
yang bertugas memberikan pelayanan, pembinaan dan pengawasan secara
langsung kepada WP antara lain:
1. Menjawab pertanyaan WP atas permasalahan perpajakannya
2. Memberikan informasi tentang proses penyelesaian restitusi/keberatan
3. Memberikan pelayanan kepada WP seperti :
- Memproses permohonan SKB
- Memproses permohonan pemberian ijin penggunann bea materai
dengan cara lain
4. Memproses permohonan penegasan dan konfirmasi masalah perpajakan
5. Melakukan pemuktahiran data WP
6. Mejawab pertanyaan WP mengenai pemeriksaan pajak dan langkah
penyelesainnya
7. Menginformasikan perubahan ketentuan perpajakan dan kewjiban
kepatuhannya
8. Memonitor tanggal pembayaran & pelaporan serta memberikan peringatan
dini mengenai tunggakan kewajibannya
9. Menyediakan sumber informasi kepada seksi lainnya mengenai faktor-
faktor resiko di bidang industri tertentu yang memiliki dampak terhadap
perilaku kepatuhan WP yang ditanganinya, dan dapat memberikan usulan
pemeriksaan
2.4 Kegiatan Perusahaan
Organisasi dan tata kerja KPP modern di kanwil DJP Jakarta I ditetapkan
berdasarkan keputusan menteri keuangan no.254/KMK.01/2004 tanggal 24 mei
2004 tentang organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jakarta I, Kantor Pelayanan Pajak Madya, dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama di
lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak I, sebagaimana telah
dirubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 167/KMK.01/2005 tanggal
31 Maret 2005 tentang perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor
254/KMK.01/2004 tentang organisasi dan tata kerja
KPP modern mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan
pengawasan wajib pajak di bidang pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai,
pajak penjualan atas barang mewah dan pajak tidak langsung lainnya dalam
wilyah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk KPP Pratama disamping tugas diatas ia juga mempunyai tugas
melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawsan wajib pajak dibidang pajak
bumi dan bangunan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dalam
wilayah wewenangnnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB III
PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK
3.1 Bidang Pelaksanaan Kuliah Kerja Praktek
Dalam pelaksanaan kerja praktek ini, Penulis ditempatkan di bagian
pengawasan dan konsultasi. Dimana dalam pelaksanaan kerja praktek tersebut
Penulis diberikan pengarahan dan bimbingan mengenai prosedur pengawasan
pembayaran masa pajak penghasilan(PPh) pasal 25 badan.
Bagian pengawasan dan konsultasi dibagi menjadi empat seksi, yaitu seksi
pengawasan dan konsultasi I, seksi pengawasan dan konsultasi II, seksi
pengawasan dan konsultasi III dan seksi pengawasan dan konsultasi IV. Penulis
diberikan kesempatan untuk mendapatkan banyak informasi sekaligus
mempelajari petunjuk dan teknis serta prosedur pengawasan pembayaran masa
pajak penghasilan(PPh) pasal 25 badan.
3.1.1 Prosedur
3.1.1.1 Pengertian Prosedur
Berbagai pendapat telah dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian
prosedur, setiap ahli memberikan pengertian yang beragam berdasarkan ilmu yang
mereka pelajari disertai dengan asumsi, persepsi yang dikemukakan oleh Mulyadi
dalam buku “Sistem Akuntansi” menyatakan bahwa:
“Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan
orang dalam suatu departemen atau yang dibuat untuk menjamin
penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-
ulang”.
(2001;6)
Sedangkan pengertian prosedur menurut Ardiyos dalam bukunya “Kamus
Besar Akuntansi” menyatakan bahwa :
“Prosedur adalah suatu bagian system yang merupakan rangkaian
tindakan yang menyangkut beberapa orang dalam satu atau beberapa
bagian yang ditetapkan untuk menjamin agar suatu kegiatan usaha atau
transaksi dapat terjadi secara berulang kali dan dilaksanakan bsecara
beragam”.
(2004;73)
Dari kedua pengertian di atas, Penulis mengambil kesimpulan bahwa
prosedur merupakan suatu rangkaian tindakan yang melibatkan beberapa orang
dalam suatu lembaga atau lebih agar terjadi suatu penanganan yang seragam.
Prosedur juga merupakan suatu kegiatan yang berlangsung secara berulang-ulang
dalam lembaga itu sendiri.
3.1.1.2 Karakteristik Prosedur
Karakteristik prosedur yang dikemukakan oleh Mulyadi dalam bukunya
”Sistem Akuntansi” menyatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik prosedur,
diantaranya sebagai berikut:
1. Prosedur menunjang tercapainya tujuan organisasi.
2. Prosedur mampu menciptakan adanya pengawasan yang baik dan
menggunakan biaya yang semaksimal mungkin.
3. Prosedur menunjukan urutan-urutan yang logis dan sederhana.
4. Prosedur menunjukan adanya penetapan keputusan dan tanggung
jawab.
5. Prosedur menunjukan tidak adanya keterlambatan dan hambatan.
(2001;6)
3.1.2 Pengawasan
Dalam keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.19
Tahun1996 disebutkan, pengawasan adalah seluruh proses objek atau kegiatan
tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketetapan yang berlaku.
3.1.3 Pajak
3.1.3.1 Pengertian Pajak
Banyak para ahli yang memberikan pengertian atau definisi mengenai
pajak. Antara lain :
Definisi Pajak menurut Rochmat Soemitro dalam buku “Dasar
Perpajakan” yang ditulis oleh Asep Tjarjana yaitu:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegenprestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”
(2002:01)Definisi Pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja dalam buku
“Dasar Perpajakan” yang ditulis oleh Asep Tjarjana yaitu:
“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”
(2002:01)
Definisi Pajak Menurut Djajadiningrat dalam buku “Dasar Perpajakan”
yang ditulis oleh Asep Tjarjana yaitu:
“Pajak adalah sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan kepada negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman. Menurut peraturan ytang ditetapkan pemerintah serta dapat
dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahtraan umum.”
(2002:01)Dari ketiga definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa cirri-ciri yang melekat pada pengertian pajak
adalah :
a. Pajak dipungut oleh pemerintah berdasarkan oleh Undang-undang
serta peraturan pelaksanaannya.
b. Dalam pembayaran pajak kontra prestasinya atau timbal baliknya tidak
dapat ditunjukan langsung secara individu.
c. Kontra prestasi dari negara atas pembayaran pajak sifatnya umum
bukan secara individu.
d. Pemunguntan pajak diperuntukan bagi pengeluaran dan pembayaran
pemerintah, bila dari pemasukannya masih terdapat surplus
dipergunakan untuk “public investment”.
e. Pajak dipungut disebabkan adanya suatu keadaan, kejadian, dan
perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.
3.1.3.2 Perbedaan Pajak, Retribusi Dan Sumbangan
Selain memungut pajak, pemerintah juga melakukan berbagai pungutan
lainnya, seperti retribusi juga mendapatakan sumbangan. Menurut Asep Tjarjana
dalam bukunya “Dasar Perpajakan” menyatakan bahwa:
“Retribusi adalah iuran rakyat kepada pemerintah berdsarakan peraturan pemerintah yang dapat dipaksakan bagi mereka yang menikmati langsung jasa timbal baliknya atau kontra prestasinya dapat ditunjuk secara langsung. Seperti : retribusi parkir, retribusi pasar, retribusi pasanggrahan dan sebagainya”.
(2002;2)
Sedangkan dalam buku yang sama, pengertian sumbangan adalah :“Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu
tidak boleh dikeluarkan dari kas umum. Karena kontra prestasinya hanya ditunjukan kepada sebagai penduduk saja. Misalnya : pajak kendaraan bermotor, peneng sepeda dan sebagainya. Dimana hasilnya hanya ditunjukan untuk pembuatan jalan dan pemeliharaan jalan, yang khusus bermanfaat bagai para pemakai kendaraan tersebut”.
(2002;2)Jadi perbedaan pokok antara pajak, retribusi, dan sumbangan adalah :
1. Pemungut
Pajak dipungut oleh peemerintah pusat dan daerah, sedangkan retribusi
oleh Pemerintah daerah saja dan sumbangan oleh pemerintah
pusat/daerah dan lembaga non pemerintah.
2. Pelaksanaan
Pajak sifat pelaksanaannya dapat dipaksakan, retribusi dapat
dipaksakan berdasarkan ekonomis dan sumbangan tidak dapat
dipaksakan baik secara yuridis maupun secara ekonomis.
3. Sifat Pemungutan
Pajak berlaku secara umum atau setiap orang yang memenuhi syarat,
sedangkan retribusi berlaku untuk orang tertentu yang menikmati
langsung dan sumbangan berlaku untuk sebagian golongan saja.
4. Kontra Prestasi/Balas Jasa
Balas jasa dari pajak tidak dapat ditunjukan secara langsung, untuk
retribusi balas jasanya dapat ditunjukan secara langsung sedangkan
untuk sumbangan hanya ditunjukan kepada suatu golongan tertentu.
3.1.3.3 Pengolongan Pajak
Menurut Asep Tjarjana dalam bukunya “Dasar Perpajakan”
menyatakan bahwa penggolongan pajak terbagi atas:
a. Menurut Golongannya :
Pajak Langsung yaitu pajak yang secara ekonomis pembayarannya
harus dipikul sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak
dapat dilimpahkan kepada orang lain.
Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang secara ekonomis
pembayarannya dapat dialihkan/digeserkan kepada orang lain atau
pajak yang dipungut setiap terjadi peristiwa atau perbuatan yang
menyebabkan terutangnya pajak. Misalnya: Pajak pertambahan nilai,
dan pajak penjualan barang mewah, pajak tontonan, bea materai, bea
masuk, cukai, pajak pembangunan dan sebagainnya.
b. Menurut Lembaga
Pajak Pusat yaitu pajak yang pemungutanya
dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Kantor Pelayan pajak.
Pajak Daerah yaitu pajak yang pemungutannya dilakkan oleh
pemerintah daerah baik tingkat I, maupun tingkat II melalui Dinas
Pendapatan. Misalnya: pajak radio, pajak reklama, pajak tontonan,
pajak jalan dan sebagainya.
c. Menurut Sifatnya
Pajak Perorangan (Subyektif) yaitu pajak pemungutannya pertama-
tama memperhatikan: keadaan pribadi pembayarannya(subyek), status
pembayar pajak(bujangan/kawin dan jumlah tangguhan), maka
keadaan tersebut akan mempengaruhi besar kecilnya pajak yang harus
dibayar. Misalnya: pajak penghasilan.
Pajak Kebendaan(Obyektif) yaitu pajak yang pemungutunnya pertama-
tama memperhatikan obyeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan
dan peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar
pajak. Misalnya : pajak pertambahan nilai(PPN) dan pajak bumi dan
bangunan(PBB).
d. Menurut Jangka Waktunya :
Pajak Tidak Berakhir(Berkohir) yaitu pajak yang dipungut secara
berkala menurut kohir(dapat piutang pajak) oleh karena pada
permulaan tahun pajak telah tersusun suatu daftar yang berisikan data
tertentu dari diri wajib pajak sebab telah terjadi sebelumnya.
Misalnya: Pajak penghasilan(PPh), Pajak bumi dan bangunan(PBB).
Pajak Berakhir (Tidak Berkohir) yaitu pajak yang umumnya timbul
karena suatu kejadian atau perbuatan yang tidak diketahui sebelumnya,
siapa yang melakukannya sehingga tidak mungkin untuk disusun suatu
daftar wajib pajak terlebih dulu. Misalnya: Pajak pertambahan
nilai(PPN), bea materai, Cukai.
(2002;3)
3.1.3.4 Fungsi Pajak
Bertitik tolak dari pengertian dan definisi pajak, diperoleh kesan bahwa
pemerintah memungut pajak semata-mata untuk memperoleh uang sebanyak-
banyaknya guna membiayai pengeluaran-pengeluarannya baik yang bersifat rutin
maupun untuk pembangunan.
a. Fungsi Budgetair(Sumber Keuangan Negara)
Bahwa pajak merupakan sumber keuangan negara, berarti bahwa
pemerintah memungut pajak semata-mata untuk memperoleh uang
sebanyak-banyaknya guna membiayai pengeluaran-pengeluarannya baik
yang bersifat rutin maupun untuk pembangunan.
b. Fungsi Regurelend( Mengatur)
Bahwa pajak yang dipungut digunakan untuk:
Sebagai alat untuk melaksanaakan kebijaksanaan dalam lapangan
ekononomi dan sosial
Sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya
diluar bidang ekonomi
Berikut ini beberapa contoh penerapan pajak yang berhubungan dengan
fungsi megatur, antara lain :
Untuk melindungi industri dan produksi dalam negeri dari persaingan
barang-barang impor agar industri dalam negeri lebih berkembang,
maka pemeritah menetapkan kebijaksanaan pengenaan tarif bea masuk
yang tinggi terhadap barang impor.
Untuk menarik minat masyarakat menyimpan uang pada bank, maka
pemerintah menangguhkan pengenaan pajak penghasilan terhadap
bunga Tabanas dan Taska.
Untuk mendorong perkembangan koperasi dalam kaitannya dalam
usaha meningkatkan kesejahteraan anggotanya, maka sisa hasil usaha
koperasi dibebaskan dari pajak.
Untuk mengurangi kesenjangan sosial, untuk menekan pola hidup
mewah, maka pemerintah memberlakukan pajak penjualan barang
mewah.
Untuk menarik minat pemilik modal asing, agar bersedia mananamkan
modalnya di Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan Undang-
undang No.4 tahun 1967 tentang penanaman modal asing. Serta
beberapa fasilitas yang berkaitan dengan pajak berupa pembebasan dan
keringanan bea masuk untuk barang modal, pembebasan pajak
perseroan(Tax Holding) dan sebagainya.
3.1.3.5 Tarif Pajak
Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum pajak adalah untuk membuat
keadilan dalam pemungutan pajak, sehingga seluruh wajib pajak akan merasakan
tekanan yang sama dalam pembayaran pajaknya. Dengan demikian tariff pajak
yang diberlakukan harus mencerminkan keadilan. Maka tarif yang berlaku
adalah:
a. Tarif Progresif(Meningkat) yaitu pemungutan pajak dengan prosentase
yang semakin besar sesuai dengan semakin besarnya jumlah yang
dikenakabb pajak. Misalnya: Tarif Pajak Penghasilan.
b. Tarif Tetap yaitu besarnya pajak bersifat tetap, tidak tergantung kepada
besarnya dasar pengenaan pajak. Misalnya: Bea Materai.
c. Tarif Degresif(Menurun) yaitu tarif pemungutan pajak, dimana
presentasenya semakin kecil sebanding dengan semakin besarnya jumlah
yang menjadi di dasar pengenaan pajak.
d. Tarif Profosional(Sebanding) yaitu Prosentase tarif pajak yang bersifat
tetap berapapun jumlah yang di jadikan dasar pengenaan pajak, sehingga
besarnya pajak berubah-rubah sesuai dengan jumlah yang di kenakan
pajak. Misalnya: Pajak Pertambahan Nilai besarnya tariff 10%.
3.1.3.6 Sistem Pemungutan Pajak
Hutang pajak timbul karena Undang-undang bukan karena perjanjian,
yang pelunasannya dapat dipaksakan (Paksaan secara yuridis). Sistem
pemungutan pajak pada dasarnya dapat di bedakan menjadi 3 (tiga) sistem
yaitu:
a) Official Assessment System
Yaitu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan
besaranya pajak yang terutang oleh wajib pajak yang terletak pada fiskus
(aparat pemungutan pajak).
Dalam sistem ini, pemerintah sebagai pemungutan pajak(Fiskus) harus
aktif mencari subjek pajak atau siapa yang kena pajak beserta proyek,
kemudian menerbitkan surat ketetapan(Misalnya: Pajak Bumi dan
Bangunan).
b) Self Assessment System
Yaitu sistem pemungutan pajak diman wewenang untuk menentukan
besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, terletak pada wajib
pajak yang bersangkutan.
Dalam sistem ini wajib pajak dituntut harus berinisiatif/aktif untuk
menghitung sendiri, menyetor sendiri ke kas negara(melalui kantor pos
atau bank persepsi/yang ditunjuk) dan melaporkan sendiri ke kantor
pelayanan pajak. Dalam hal ini tugas fiskus hanya memberikan
penerangan, pengawasan atau sebagai verifikator(Misalnya : Pajak
Penghasilan Pasal 25)
c) With Holding System.
Yaitu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang tidak terletak pada fiskus maupun wajib
pajak, melainkan terletak pada pihak ke tiga yang telah ditunjukkan oleh
Menteri Keuangan. Misalnya: PPh. Pasal 21, PPh. Pasal 22, PPh. Pasal 24.
3.1.3.7 Dasar Hukum Pemungutan Pajak
Dasar pemungutan pajak terdapat justifikasi (pembenaran atau dasar),
sehingga fiskus berwenang untuk memungut pajak. Untuk mendapatkan
justifikasi pemungutan pajak maka dalam hukum pajak telah timbul beberapa
teori yang termasuk dalam asas pemungutan pajak menurut falsafah hokum
yaitu pemungutan pajak harus dilakukan berdasarkan asas keadilan, asas
yuridis, asas ekonomis, dan asas finansial.
a) Asas Keadilan
Menyatakan bahwa Hukum Pajak(hukum atau peraturan perundang-
undangan perpajakan) harus mengabdi dan berdasarkan kepada suatu asas
yaitu asas keadilan.
b) Asas Yuridis
Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan
perpajakan harus dapat memberikan jaminan hukum, baik untuk negara
maupun bagai warga negaranya, bagi fiskus dan juga bagi Wajib Pajak.
Artinya setiap pengenaan dan pemungutan pajak harus berdasarkan
Undang-undang.
Logikanya, pajak adalah peralihan kekayaan dari rakyat kepada negara,
pengorbanan rakyat kepada negara, pemberian sebagian kekayaan yang
dimilikinya kepada negara. Beban yang harus dipikul rakyat untuk
kepentingan negara. Tujuan penghimpunan dana ini oleh negara adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, tanpa ada
kontraprestasinya secara langsung terhadap wajib pajak. Tentunya alasan
pajak sebagai beban dapat dijadikan dasar bahwa untuk menentukan dasar
pengenaan Pajak da berapa besar tarif atas pajak yang dikenakan kepada
rakyat harus melalui persetujuan rakyat itu sendiri. Dimana persetujuan
itu perlu diwakilkan, dipresentasikan melalui lembaga perwakilan rakyat
dan dari persetujua tersebut lahirlah undang-undang sebagai aturan yang
menjadi rambu-rambu bagi pelaksanaan pemenuhan kewajiban
perpajakan.
Di Indonesia Undang-undang Dasar 1945 pasal 23 ayat (2) menetapkan:
“ segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.
c) Asas Ekonomis
Pajak yang dibayarkan oleh warga negara selaku Wajib Pajak yang
dipungut oleh fiskus harus diusahakan oleh peraturan perpajakan,
bertujuan untuk :
Tidak menghambat lancarnya proses produksi, distribusi dan
perdagangan.
Tidak pernah menghalangi rakyat dalam usahanya menuju
kebahagiaan, keadilan, kenyamanan, kesejahteraan dan jangan
merugikan kepentingan rakyat banyak.
d) Asas Finansial
Pajak sebagai penerimaan negara yang menjadi primadona, yang
digunakan untuk membiayai pemerintah dalam menjalankan fungsiya, dan
untuk tujuan mensejahterakan masyarakat. Untuk memperoleh
penerimaan tersebut maka biaya yang dikeluarkan untuk upaya
pengumpulan pajak harus lebih kecil dari pada jumlah pajak yang
diperoleh. Dengan kata lain sistem pemungutan pajak harus efisien, biaya
yang dikeularkan dalam hal administrasi, sumber daya manusia, teknologi
dan sebagainya tidak sama dengan jumlah pajak yang diterima negara,
atau bahkan defisit.
Disamping itu untuk menghindari tertimbunnya tunggakan pajak yang
tidak/belum terbayar untuk menambah penerimaan negara maka haruslah
selalu diterliti apakah syarat-syarat penting telah dipenuhi untuk dapat
memugut pajak dengan efektif dan efisien.
3.1.4 Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan karena ada subjeknya yang
telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan peraturan perpajakan.
3.1.4.1 Subjek Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
a. Yang termasuk pajak subjek adalah:
1. Orang pribadi
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau
berada di Indonesia ataupun diluar Indonesia.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
Merupakan subjek pajak penganti menggantikan mereka yang berhak
yaitu ahli waris, dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan
dari warisan tetap dapat dilaksanakan.
3. Badan
Bahwa badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditier dan badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama
dan bentuk apapun.
4. Bentuk Usaha Tetap
Yang dimaksud bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang
digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal diindonesia
atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak
berkedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia.
b. Yang tidak termasuk subjek pajak penghasilan, yaitu:
1. Badan Perwakilan Negara Asing
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat dan orang-orang
yang diperbantukan kepada yang mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga
negara Indonesia .
3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi
tersebut tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk
memperolaeh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman
kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga Negara Indonesia
dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan
lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
c. Kewajiban Pajak Subjektif
1. Subjek pajak dalam negeri pribadi, dimulai disaat dilahirkan sampai
dengan saat meninggal atau mulai saat berada di Indonesia dan
mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia sampai dengan saat
meninggal di Indonesia untuk selama-lamanya.
2. Subjek pajak dalam negeri badan, dimulai saat didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia sampai dengan saat dibubarkan atau
tidak lagi berkedudukan di Indonesia.
3.1.4.2 Objek Pajak
Objek pajak penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia selama satu tahun pajak yang dapat
dipakai untuk konsumsi dan menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan bentuk apapun.
a. Objek Pajak Penghasilan
Berdasarkan pasal 4 ayat (1) UU PPh:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa,
2. Hadiah dari undian,
3. Laba usaha,
4. Keuntungan karena penjualan atau penghasilan harta,
5. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan
pengembalian utang,
6. Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian visa dari
hasil usaha koperasi,
7. Royalti,
8. Sewa atau penghasilan,
9. Penerimaan pembayaran berkala,
10. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah,
11. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing,
12. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva,
13. Premi asuransi,
14. Iuran yang diterima atua diperoleh perkumpulan sepanjang ditentukan
berdasarkan volume atau pekerjaan bebas anggotanya,
15. Tambahan kekayaan neto dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak,
16. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah di bebankan sebagai
biaya.
b. Yang tidak termasuk objek pajak:
1. Sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan
para penerima zakat yang berhak,
2. Harta hibah yang diterima oleh keluarga saudara dengan garis
keturunan lurus satu sederajat,
3. Warisan,
4. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, dan
asuransi bea siswa.
3.1.5 Self Assesment System
Self Assesment System adalah suatu sistem perpajakan yang memberi
kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri
kewajiban dan hak perpajakannya. Dalam hal ini dikenal dengan:
- Mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak
- Meghitung dan atau memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang
terutang
- Menyetor pajak tersebut ke Bank persepsi/kantor pos
- Melaporkan penyetoran tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak
- Menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui pengisian
SPT(Surat Pemberitahuan) dengan baik dan benar.
Adapun ciri-ciri Self Assesment System:
a. Wajib Pajak (dapat dibantu oleh Account
Representative selaku Konsultan Pajak) melakukan peran aktif dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya.
b. Wajib Pajak adalah pihak yang
bertanggung jawab penuh atas kewajiban perpajakannya sendiri.
c. Pemerintah dalam hal ini Instansi
Perpajakan melakukan pembinaan, penelitian, dan pegawasan terhadap
pelaksanaan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak , melalui pemeriksaan
pajak dan penerapan sanksi pelanggaran dalam bidang pajak sesuai peraturan
yang berlaku.
Kewajiban Wajib Pajak dalam Self Assesment System :
1. Mendaftarkan diri ke
Kantor Pelayanan Pajak
Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor
Pelayanan Pajak(KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi
Perpajakan (KP4) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan
Wajib Pajak, dan dapat melalui e-register(media elektronik online) untuk
diberikan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).
2. Menghitung pajak oleh
Wajib Pajak
Meghitung pajak penghasilan adalah menghitung besarnya pajak terutang
yang dilakukan pada setiap akhir tahun pajak, dengan cara mengalikan tarif
pajak dengan dasar pegenaan pajak.
Selisih antara pajak yang terutang dengan kredit pajak dapat berupa:
- Kurang bayar, jumlah pajak terutang lebih besar dari kredit pajak
- Lebih bayar, karena jumlah pajak terutang lebih besar dari kredit
pajaknya.
- Nihil, karena jumlah pajak terutang sama dengan kredit pajak.
3. Membayar pajak
dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak
4. Pelaporan dilakukan
Wajib Pajak
Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau KP4 dimana Wajib Pajak terdaftar.
SPT dapat dibedakan sebagai berikut:
a. SPT masa, yaitu
SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak
bulanan. SPT Masa PPh Pasal 21,22,23,25,26,PPN dan PPnBM.
b. SPT tahunan yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. SPT
Tahunan Badan, Orang Pribadi, pasal 21.
3.1.6 Pajak Penghasilan Pasal (PPh) 25 Badan
3.1.6.1 Pengertian
Pajak penghasilan pasal 25 adalah pajak penghasilan yang
terhutang dalam tahun berjalan yang pemenuhannya dilakukan oleh wajib
pajak sendiri dengan cara menghitung, membayar dan melaporkan pajak
yang terhutang dalam satu bulan takwim.
Pembayaran PPh Pasal 25(angsuran pembayaran pajak yang
dilakukan setiap bulan oleh wajib pajak berdasarkan ketentuan pasal 25
UU PPh) merupakan pembayran di muka terhadap utang pajak
penghasilan yang akan dihitung sendiri(self assessment) oleh wajib pajak
pada akhir tahun pajak (melalui penyampaian SPT).
3.1.6.2 Subjek Pajak
Subjek PPh badan bukan hanya perusahaan. Yang dimaksud
dengan Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroran terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, BUMN, BUMD dengan nama dan bentuk apapun.
Subjek pajak badan dibedakan menjadi subjek pajak badan dalam
negeri dan subjek pajak badan luar negeri. Subjek pajak badan dalam
negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia.
3.1.6.3 Objek Pajak
Objek pajak PPh bagi WP badan dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu penghasilan badan dalam negeri dan penghasilan badan luar
negeri(BUT maupun tidak). Pada prinsipnya objek PPh adalah
penghasilan itu sendiri, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima oleh WP.
Objek pajak badan dalam negeri semua penghasilan yang diterima
atau diperoleh oleh badan tersebut baik dari dalam mupu luar negeri (pasal
4 ayat (1) UU PPh).
3.2 Teknik Pelaksanaan Kerja Praktek
Pada saat melaksanakan kerja praktek pada bagian seksi pengawasan dan
konsultasi selama kurang lebih satu bulan mulai tanggal 7 juli sampai dengan 6
agustus 2008. Penulis diberikan pengarahan dan bimbingan baik secara teori
maupan petunjuk dan teknis dalam melaksanakan pengawasan atas pembayaran
pajak penghasilan(PPh) pasal 25 badan.
Teknik pelaksanaan yang dilakukan penulis dalam melakukan kerja
praktek di kantor pelayanan pajak pratama Jakarta kelapa gading adalah dengan
melakukan beberapa kegiatan diantaranya:
1. Penulis terlebih dahulu harus mengenal ruang lingkup, keadaan dan kondisi
tempat kerja praktek.
2. Mempelajari peraturan–peraturan sebagai dasar hukum dalam melakukan
pemungutan pajak.
3. Penulis melakukan tanya jawab langsung mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan proses pengawasan pembayaran pajak pengahasilan pasal 25
badan,yaitu dengan para account representative(AR) yang pernah melakukan
pengawasan terhadap wajib pajak.
4. Mengumpulkan bahan yang berkaitan dengan prosedur pengawasan.
Diluar prosedur pelaksanaan, Penulis juga melakukan tugas-tugas sebagai
berikut:
1. Mempelajari dan mengenal ruang lingkup, keadaan badan usaha yang
dikenakan pajak penghasilan pasal 25.
2. Menyusun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengawasan pajak
penghasilan pasal 25 badan.
3. Memasukan data surat setoran pajak(SSP) masa PPh pasal 25.
3.3 Pembahasan Hasil Pelaksanaan Kerja Praktek
3.3.1 Prosedur Pengawasan Pembayaran Masa Pajak Penghasilan(PPh)
Pasal 25 Badan.
Untuk melakukan pembayaran wajib pajak menyetor ke bank-bank
persepsi (bank pemerintah dan bank swasta) atau kantor pos paling lambat
tanggal 5 bulan takwin berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak(SSP).
Bank persepsi atau kantor pos melakukan pemeriksaan terhadap SSP
lembar 1 sampai 5. Apabila tidak ada kekurangan maka petugas bank persepsi
atau kantor pos akan memproses dalam komputer sebagai pembayaran pajak
yang terutang dari wajib pajak.
Bank menyerahkan SSP lembar 1 sampai 3 untuk dilaporkan ke KPP.
Batas pelaporan 20 hari setelah masa pajak berakhir.
SSP lembar ke 4 akan disimpan oleh pihak bank persepsi atau kantor pos
dan giro sebagai arsip.
SSP lembar ke 2 diserahkan ke kantor pengawasan kas negara(KPKN)
kemudian diserahkah kembali ke Kanwil bagian informasi administrasi
perpajakan(IAP) untuk dilakukan pemeriksaan kepada KPP.
SSP lembar ke 2 diterima di KPP oleh bagian TPT untuk lakukan
pemeriksaan dan penyoritan serta memberikan paraf pada SSP lembar ke 2
trsebut. Jika tidak terdapat koreksi kemudian dilakukan perekaman ke dalam
koputer dengan menggunakan buku ekspedisi serta dibuatkan bukti
penerimaan surat(BPS).
Bagian TPT menyerahkan ke seksi PPh badan untuk dilakukan
pemerisaan ulang. Oleh petugas seksi PPh badan dicocokan dengan lembar ke
3 yang dilaporkan oleh wajib pajak untuk ditata usahakan dengan mencatatnya
dlam buku table dan diarsipkan.
Setiap 3 bulan sekali seksi PPh badan melakukan pengawasan terhadap
pembayaran dan pelaporan yang dilakukan oleh wajib pajak. Jika terjadi
keterlambatan pembayaran dan pelaporan pajak akan dikenakan sanksi dan
denda. Setiap 1 tahun sekali seksi PPh badan menyerahkan SSP lembar ke-2
kebagian TUP untuk pemeriksaan tahunan. Jika tidak terdapat kekurangan
penyetoran bagian TUP akan mengarsipkan serta akan memberikan SPT
tahunan kepada WP untuk dilakukan perpajakan tahunan.
3.3.2 Bagian-Bagian Yang Terkait Dalam Pengawasan Pembayaran
Masa Pajak Penghasilan(PPh) Pasal 25 Badan.
Adapun bagian-bagian terkait dalam pengawasan pembayaran masa
pajak penghasilan(PPh) pasal 25 Badan yaitu :
1. Bagian TPT (tempat pelayanan terpadu)
Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan
penerbitan produk hukum perpajakan pengadministrasian dokumen dan berkas
perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan, serta
penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi
wajib pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan
2. Bagian data dan informasi
Seksi pengolahan data dan informasi mempunyai tugas melakukan
pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan,
pelyanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-
Filling, serta penyiapan laporan kinerja.
3. Bagian pengawasan dan konsultasi
Mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban
perpajakan wajib pajak, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak dan
konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja
wajib pajak, melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan
intensifikasi, serta melakukan evaluasi hasil banding.
4. Bagian penagihan
Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan
penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak,
pengaihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan
dokumen-dokumen penagihan.
5. Bagian pemeriksaan
Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan
rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan,
penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi
pemeriksaan perpajakan lainnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan tinjauan lebih
lanjut terhadap kajian yang diambil oleh Penulis mengenai prosedur pengawasan
pembayaran masa pajak penghasilan(PPh) pasal 25 badan pada kantor pelayanan
pajak pratama Jakarta kelapa gading adalah sebagai berikut :
1. Prosedur Pengawasan Pembayaran Masa Pajak Penghasilan(PPh) Pasal
25 Badan adalah sebagai berikut:
a) Wajib pajak menyetor ke bank-bank persepsi (bank pemerintah
dan bank swasta) atau kantor pos dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak(SSP).
b) Bank persepsi atau kantor pos melakukan pemeriksaan terhadap
SSP lembar 1 sampai 5.
c) Bank menyerahkan SSP lembar 1 sampai 3 untuk dilaporkan ke
KPP.
d) SSP lembar ke 2 diserahkan ke kantor pengawasan kas
negara(KPKN) kemudian diserahkah kembali ke Kanwil bagian
informasi administrasi perpajakan(IAP) untuk dilakukan
pemeriksaan kepada KPP.
e) SSP lembar ke 2 diterima di KPP oleh bagian (Tempat Pelayanan
Terpadu)TPT.
f) Bagian (Tempat Pelayanan Terpadu)TPT menyerahkan ke seksi
PPh badan.
2. Bagian-Bagian terkait dalam pengawasan pembayaran masa pajak
penghasilan(PPh) pasal 25 Badan yaitu: bagian TPT(tempat pelayanan terpadu),
bagian data dan informasi, bagian pengawasan dan konsultasi, bagian
penagihan, bagian pemeriksaan.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, Penulis ingin memberikan saran yang
dapat dijadikan pertimbangan guna meningkan kinerja instansi. Adapun saran
yang ingin Penulis sampaikan diantaranya:
1. Keterlambatan pembayaran pajak disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya mungkin keadaan ekonomi wajib pajak yang tidak
medukung untuk membayar pajak sesuai dengan batas waktu yang telah
ditetapkan. Penulis menyarankan keadaan ekonomi tersebut perlu
diteliti kebenarannya untuk memastikan apakah WP yang bersangkutan
benar-benar tidak mampu untuk membayar atau merupakan upaya WP
untuk melalikan kewajiban perpajakan.
2. Sering terjadinya kesalahan pengisian formulir pajak baik SPT
maupun SSP karena kurangnya pengetahuan WP mengenai tata cara
pengisian formulir pajak, untuk itu diperlukan penyuluhan terhadap tata
cara pengisian formulir pajak kepada WP.