iv hasil dan pembahasan 4.1 keadaan umum daerah...
TRANSCRIPT
25
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian
Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT). Kabupaten Sumba Timur terletak di antara 119°45 – 120°52 Bujur Timur
(BT) dan 9°16 – 10°20 Lintang Selatan (LS). Berdasarkan posisi geografisnya,
Kabupaten Sumba Timur memiliki batas-batas :
1. Utara : Selat Sumba
2. Selatan : Lautan Hindia
3. Timur : Laut Sabu
4. Barat : Kabupaten Sumba Tengah
Luas wilayah daratan Sumba Timur 700,50 hektar. Sekitar 40% luas Sumba
Timur merupakan daerah yang berbukit-bukit terjal terutama di daerah bagian
selatan, dimana lereng-lereng bukit tersebut merupakan lahan yang cukup subur,
sementara daerah bagian utara berupa dataran yang berbatu dan kurang subur.
Kabupaten Sumba Timur berada pada ketinggian 0 - 1,225 meter dari permukaan
laut. Iklim dipengaruhi oleh laut disekitarnya sehingga cuaca yang terbentuk
panas terik. Temperatur rata-rata paling tinggi pada bulan November yaitu
28,5°C dan temperatur rata-rata paling rendah pada bulan Juli yaitu 26,1°C (BPS,
2014).
Kabupaten Sumba Timur terbagi ke dalam 22 kecamatan, dengan
Kecamatan Kota Waingapu sebagai kecamatan induk. Letak Kecamatan Kota
Waingapu sangat strategis dan merupakan tempat pusat pemerintahan Kabupaten
Sumba Timur. Berdasarkan posisi geografisnya Kecamatan Kota Waingapu
memiliki batas-batas :
26
1. Utara : Selat Sumba
2. Selatan : Kecamatan Kambata Mapambuhang
3. Timur : Kecamatan Kambera
4. Barat : Kecamatan Kanatang dan Nggoa
Berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 6 Tahun
2007 tentang pembentukan Kecamatan Kambera dan Kecamatan Kambata
Mapambuhang maka wilayah administrasi pemerintahan telah terbagi dan
Kecamatan Kota Waingapu sebagai kecamatan induk. Kecamatan Kota
Waingapu mencangkup 4 (empat) kelurahan dan 3 (tiga) desa dengan luas wilayah
77,30 Km2. Jumlah populasi penduduk Kecamatan Kota Waingapu menurut
Registrasi Penduduk tahun 2013 berjumlah 37.459 orang jiwa terdiri atas 19.356
pria dan 18.103 wanita.
Lahan pertanian yang ada di Kecamatan Kota Waingapu seluas 1.767
hektar, luas lahan perkebunan 460 hektar dan padang savana seluas 1.150 hektar
(BPS, 2014). Padang savana yang luas menunjang dalam penyediaan pakan
ternak. Populasi ternak yang ada di Kecamatan Kota Waingapu untuk ternak
kuda sebanyak 1.071 ekor, sapi potong sebanyak 738 ekor, kerbau sebanyak 547
ekor, kambing sebanyak 3.897 ekor dan babi sebanyak 5.153 ekor (BPS, 2014).
Kecamatan Kota Waingapu merupakan wilayah pusat pemerintahan tidak semua
wilayah di Kecamatan Kota Waingapu dapat dijadikan lahan untuk
melangsungkan usaha peternakan. Pusat kota hanya sebagai tempat singgah kuda
yang akan mengikuti acara pacuan kuda tradisional.
27
4.2 Manajemen Pemeliharaan Kuda Sumba
Potensi sektor peternakan yang ada di Kabupaten Sumba Timur cukup
berkembang, hal ini dikarenakan padang savana yang luas menunjang dalam
melangsungkan usaha peternakan. Kuda merupakan salah satu ternak yang
banyak dimiliki masyarakat Sumba Timur. Ternak kuda telah menjadi bagian
hidup masyarakat Sumba Timur. Jumlah kuda yang dimiliki oleh satu keluarga di
Sumba Timur dapat mencapai puluhan sampai ratusan ekor.
Sumba Timur memiliki padang savana yang sangat luas dan masih banyak
terdapat lahan kosong yang dapat digunakan tempat untuk beternak. Sistem
pemeliharaan ternak kuda di Sumba timur beragam, yaitu ada yang dikandangkan
(intensif), semi ekstensif dan di gembalakan (ekstensif). Sistem pemeliharaan
secara intensif atau yang dikandangkan biasanya dilakukan dalam pemeliharaan
kuda pacu karena kuda pacu membutuhkan perawatan dan pelatihan khusus.
Perawatan kuda pacu meliputi membersihkan tubuh kuda, mengompres tubuh
kuda dengan air hangat agar otot menjadi rileks, dan merawat kuku kuda.
Pelatihan yang dilakukan kuda pacu seperti berenang di laut atau dikali, berjalan
mendaki, dan lari di lapangan yang biasa dijadikan tempat pacuan agar dapat
mengetahui lintasan lari.
Sebagian peternak memelihara kuda pacu dengan semi ekstensif, hal
tersebut dilakukan agar tidak mengeluarkan biaya terlalu besar dan sebulan
sebelum pacuan berlangsung peternak akan memelihara dengan sistem intensif.
Pemeliharaan sistem semi ekstensif dilakukan dengan cara kuda digembalakan
pada pagi hingga sore hari, lalu pada sore hari kuda dimasukan ke dalam ranch.
Pemeliharaan ekstensif dilakukan dengan cara digembalakan. Kuda dibiarkan
mencari pakan dan minum sendiri, dalam pemeliharaan ekstensif kuda
28
dimasukan ke dalam kandang pada saat dilakukan vaksinasi saja. Ini tergantung
dari pemeliharaan setiap para peternaknya.
4.2.1 Bibit dan Sistem Perkawinan
Bibit unggul adalah bibit yang memiliki sifat unggul. Pada ternak sifat
unggul bergantung pada tujuan budidaya. Upaya perbaikan mutu genetik untuk
peningkatan produktivitas ternak kuda Sumba dapat dilakukan melalui program
seleksi dan perkawinan silang. Pemilihan bibit tentu disesuaikan dengan tujuan
dari masing-masing peternak, apakah untuk daging atau sebagai kuda pacu.
Secara umum ciri bibit yang baik adalah berbadan sehat, tidak cacat, bulu bersih,
dan mengkilat serta daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan karena itu lebih baik
memilih calon induk lokal.
Peternak melakukan seleksi untuk dijadikan bibit dilihat dari garis
keturunan dan konformasi tubuh. Kriteria bibit untuk djadikan kuda potong
dilihat dari performa yaitu pertambahan bobot badan. Kriteria bibit untuk
dijadikan kuda pacu dipilih kuda yang memiliki postur badan yang proporsional,
kaki panjang, pertulangan kuat, leher ramping, dan letak pusaran. Di Sumba,
kuda sering dijadikan sebagai kuda pacu. Masyarakat di sana sangat gila akan
pacuan sehingga dalam melakukan pemilihan bibit perlu diperhatikan agar kuda
yang dijadikan sebagai kuda pacu dapat memenangkan acara pacuan tersebut.
Sistem perkawinan dilakukan dengan cara kawin alam. Alasan tidak
menggunakan inseminasi buatan karena semen cepat mati yang disebabkan suhu
lingkungan Sumba Timur sangat panas dan terik. Selama proses perkawinan satu
pejantan dapat mengawinkan 20-25 ekor betina. Proses perkawinan terjadi di
padang savana sehingga dapat terjadi inbreeding karena peternak tidak memiliki
29
recording hanya menggunakan daya ingat peternak. Sistem perkawinan khusus
kuda pacu dimasukan ke dalam kandang, karena pejantan dan betina yang
digunakan yaitu kuda pilihan yang memiliki darah pacu.
Ilustrasi 5. Kuda Sumba Jantan
Ilustrasi 6. Kuda Sumba Betina
4.2.2 Perkandangan
Ukuran kandang kuda biasanya 3 x 3,5 m tetapi di Sumba ukuran kandang
beragam. Kandang di Sumba kebanyakan dibuat seadanya saja yaitu hanya
30
menggunakan pembatas berupa kayu tanpa adanya naungan. Setiap bangunan
kandang dilengkapi air bersih. Kandang jepit untuk pemeriksaan kuda terbuat
dari kayu dengan panjang 167 cm, lebar 75 cm dan tinggi 215 cm. Tetapi ada juga
dari peternak menyiapkan kandang seperti bangunan, tergantung dari setiap
peternaknya itu sendiri.
Pada sistem perkandangan di Sumba, jika kuda akan melahirkan
menggunakan kandang yang agak tertutup. Biasanya kuda beranak pada malam
hari atau menjelang pagi. Bagi kuda betina yang sedang menyusui, air minum
sudah diperhatikan oleh peternak karena jika kekurangan maka air susu induk
akan berkurang pula. Kandang untuk kuda betina dan anaknya tersedia cukup
luas supaya anak-anak kuda dapat bergerak dengan bebas.
Di Sumba, untuk menjaga keamanan dan keselamatan kuda, pagar umbaran
dibuat dari kayu atau besi yang kuat dan tidak memakai kawat berduri. Pada areal
umbaran diusahakan agar bebas dari benda-benda tajam atau keras yang dapat
mengakibatkan kuda cedera dan pintu pagar harus selalu tertutup, kemudian untuk
menahan tiupan angin kencang dan sekaligus sebagai tempat berteduh, di
sekeliling pagar ditanami pohon pelindung.
Ilustrasi 7. Sistem Perkandangan Kuda Sumba
31
Ilustrasi 8. Sistem Perkandangan Kuda Sumba
Ilustrasi 9. Sistem Perkandangan Kuda Sumba
4.2.3 Pakan
Kondisi Sumba Timur dengan padang savana yang luas membuat para
peternak tidak sulit untuk memberi pakan ternak. Sistem pemeliharaan kuda
dengan cara digembalakan, sehingga kuda dapat mencari pakan sendiri. Pakan
berupa rumput yang terdapat di padang savanna biasa disebut dengan rumput
mapu. Kondisi apapun baik musim panas dan musim hujan rumput mapu tetap
melimpah walaupun pada musim panas rumput dalam bentuk kering kecoklatan.
32
Pakan tambahan berupa dedak pada musim panas diberikan agar nutrisi yang
dibutuhkan tercukupi.
Pakan yang diberikan untuk kuda pacu berbeda dengan pakan kuda pada
umumnya. Peternak memberi pakan kuda pacu berupa gandum, jagung giling,
dedak dan vitamin. Pakan tambahan diberikan peternak untuk meningkatkan
stamina. Pakan tambahan yang diberikan seperti madu dan telur kampung atau
telur puyuh atau telur bebek. Pakan diberikan sebanyak ± 5 Kg/ekor/hari.
Konsumsi air diberikan secara addlibitum. Kuda yang sedang digembalakan akan
mencari minum sendiri karena Sumba Timur memiliki banyak sumber air.
Ilustrasi 10. Padang Savana di Sumba
Ilustrasi 11. Padang Savana di Sumba
33
4.3 Deskripsi Data Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Kuda Sumba
Dari data hasil penelitian mengenai bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh
kuda Sumba tersaji sebagai berikut :
4.3.1 Deskripsi Data Bobot Badan pada Kuda Sumba
Berdasarkan data hasil penelitian mengenai penimbangan bobot badan yang
dilakukan terhadap 33 ekor kuda Sumba jantan berumur 4 – 7 tahun yang berada
lapangan Rihi eti, kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara
Timur diperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Bobot Badan Kuda Sumba Jantan Berumur 4 – 7 Tahun
Uraian Hasil
Rata-rata (kg) 212,04
Ragam 689,64
Simpangan Baku (kg) 26,26
Koefisien Variasi (%) 12,38
Berdasarkan data di atas bobot badan kuda Sumba jantan berumur 4 – 7
tahun memiliki rata-rata bobot badan 212,04 ± 26,26 kg, hal tersebut sesuai
dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
426/Kpts/Sr.120/3/2014 tentang Penetapan Rumpun Kuda Sandel bahwa bobot
badan kuda Sumba jantan mempunyai kisaran 209 ± 5,6 kg. Ragam sebesar
689,64 kg, simpangan baku sebesar 26,26 kg. Nilai koefisien variasi sebesar
12,38% menunjukkan bahwa data yang diamati yaitu kuda Sumba yang berada di
lapangan Rihi eti, kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara
adalah seragam, sesuai dengan pernyataan Nasution (1992) bahwa nilai koefisien
34
variasi di bawah 15% menunjukkan data yang diperoleh merupakan data yang
seragam.
Bobot badan suatu ternak sangat perlu untuk diketahui karena bertujuan
untuk manajemen seperti untuk menentukan berapa banyak pakan yang harus
diberikan, waktu ternak akan dikawinkan, waktu ternak akan dijual, dan untuk
pemberian dosis obat atau vaksin yang akan diberikan pada ternak tersebut (Mc
Nitt, 1983), selain itu bobot badan juga dapat menunjukkan keberhasilan dari
suatu pemeliharaan dan pemberian pakan. Jika pemberian pakannya baik maka
akan memberikan bobot badan yang baik pula.
Dilihat dari rata-rata bobot badan kuda Sumba yang telah ditimbang, bobot
badan yang dihasilkan sesuai dengan penetapan rumpun kuda Sumba dan beratnya
tidak terlalu ringan bagi seekor ternak besar. Hal ini menunjukkan bahwa sistem
pemeliharaan kuda Sumba sudah cukup baik, walaupun keadaan di Sumba terik
dan panas tetapi kondisi fisik dari kuda-kuda tersebut sangat baik.
4.3.2 Deskripsi Data Lingkar Dada pada Kuda Sumba
Berdasarkan data hasil penelitian mengenai pengukuran lingkar dada yang
dilakukan terhadap 33 ekor kuda Sumba jantan berumur 4 – 7 tahun yang berada
di lapangan Rihi eti, kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara
Timur diperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.
35
Tabel 4. Data Lingkar Dada Kuda Sumba Jantan Berumur 4 – 7 Tahun
Uraian Hasil
Rata-rata (cm) 139,09
Ragam 28,07
Simpangan Baku (cm) 5,30
Koefisien Variasi (%) 3,81
Lingkar dada merupakan jarak yang diukur melingkar disekeliling rongga
dada di belakang sendi bahu. Ukuran dada yang besar menunjukkan metabolisme
tubuhnya baik karena dukungan dari sirkulasi darah yang bekerja secara optimal
dibantu oleh organ jantung dan paru-paru yang berada pada rongga dada sehingga
dapat membantu pertumbuhan otot, hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh
Ensminger (1991). Lingkar dada yang besar akan erat kaitannya dengan
pertambahan otot-otot disekitar dada dan tentu saja pada bobot badan, dimana
daerah badan akan semakin dalam dan meluas yang akhirnya bagian tersebut akan
tertimbun oleh otot, daging maupun lemak. Penimbunan otot ini akan
mempengaruhi perubahan badan akan semakin membesar dan bertambah berat
(Dwiyanto, 1984).
Berdasarkan data di atas lingkar dada kuda Sumba jantan berumur 4 – 7
tahun memiliki rata-rata lingkar dada 139,09 ± 5,30 cm, hal tersebut sesuai
dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
426/Kpts/Sr.120/3/2014 tentang Penetapan Rumpun Kuda Sandel bahwa lingkar
dada kuda Sumba jantan mempunyai kisaran sebesar 138 ± 1,1 cm. Dari Tabel 4
dapat terlihat bahwa ragam dari lingkar dada sebesar 28,07 cm sedangkan
simpangan baku sebesar 5,30 cm. Nilai koefisien variasi untuk lingkar dada pada
36
kuda Sumba berumur 4 – 7 tahun adalah sebesar 3,81% menunjukkan bahwa
data yang diamati yaitu kuda Sumba yang berada di lapangan Rihi eti, Kota
Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur adalah seragam,
sesuai dengan pernyataan Nasution (1992) bahwa nilai koefisien variasi dibawah
15% menunjukkan data yang diperoleh merupakan data yang seragam.
Lingkar dada mempunyai nilai korelasi yang tinggi dengan bobot badan,
oleh karena itu banyak para peneliti untuk menentukan bobot badan berdasarkan
lingkar dada, semakin besar lingkar dada maka akan semakin besar pula berat
seekor kuda. Koefisien korelasi antara lingkar dada dan panjang badan dengan
bobot badan sangat tinggi dibandingkan dengan ukuran tubuh lainnya.
4.3.3 Deskripsi Data Panjang Badan pada Kuda Sumba
Berdasarkan data hasil penelitian mengenai pengukuran panjang badan yang
dilakukan terhadap 33 ekor kuda Sumba jantan berumur 4 – 7 tahun yang berada
lapangan Rihi eti, kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara
Timur diperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Data Panjang Badan Kuda Sumba Jantan Berumur 4 – 7 Tahun
Uraian Hasil
Rata-rata (cm) 119,98
Ragam 21,24
Simpangan Baku (cm) 4,61
Koefisien Variasi (%) 3,84
37
Panjang badan merupakan jarak garis miring antara titik bahu (point of
shoulder) sampai bagian pangkal ekor (point of buttocks). Panjang badan adalah
suatu ukuran yang penting bagi kuda. Panjang badan juga mempunyai korelasi
yang tinggi dengan bobot badan, oleh karena itu panjang badan dijadikan variabel
pelengkap setelah lingkar dada. Hal ini sesuai dengan pendapat Dwiyanto (1982)
bahwa panjang badan dan lingkar dada adalah komponen tubuh ternak yang
berkorelasi positif tinggi dengan memberikan nilai penyimpangan yang semakin
kecil.
Berdasarkan data di atas panjang badan kuda Sumba jantan berumur 4 – 7
tahun memiliki rata-rata panjang badan 119,98 ± 4,61 cm, ragam dari panjang
badan sebesar 21,24 cm sedangkan simpangan baku sebesar 4,61 cm. Nilai
koefisien variasi untuk panjang badan pada kuda Sumba berumur 4 – 7 tahun
adalah sebesar 3,84. Hal ini menunjukkan bahwa kuda Sumba yang berada di
lapangan Rihi eti, Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara
Timur adalah seragam, sesuai dengan pendapat Nasution (1992) bahwa nilai
koefisien variasi dibawah 15% menunjukkan data yang diperoleh merupakan data
yang seragam.
Panjang badan merupakan salah satu ukuran tubuh ternak yang dapat
dipakai sebagai dasar pendugaan bobot badan ternak dan memiliki nilai korelasi
tertinggi setelah lingkar dada dalam menentukan bobot badan ternak.
Bertambahnya panjang badan diduga menyebabkan otot-otot yang menimbuni
tulang ke arah panjang semakin meluas yang pada akhirnya akan menambah
bobot badan (Manggung, 1979).
38
4.3.4 Deskripsi Data Bobot Badan pada Kuda Sumba dengan Menggunakan
Rumus Lambourne
Berdasarkan data hasil penelitian mengenai pengukuran lingkar dada dan
panjang badan yang kemudian dihitung dengan menggunakan rumus Lambourne
dilakukan terhadap 33 ekor kuda Sumba jantan berumur 4 – 7 tahun yang berada
lapangan Rihi eti, kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara
Timur diperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Data Bobot Badan Kuda Sumba Jantan Berumur 4 – 7 Tahun
dengan Menggunakan Rumus Lambourne
Uraian Hasil
Rata-rata (kg) 214,89
Ragam 566,98
Simpangan Baku (kg) 23,81
Koefisien Variasi (%) 11,08
Berdasarkan data di atas bobot badan kuda Sumba jantan dengan
menggunakan rumus Lambourne memiliki rata-rata sebesar 214,89 kg, ragam
sebesar 566,98 kg, dan simpangan baku sebesar 23,81 kg. Dapat diketahui bahwa
rataan dari bobot badan dugaan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan
rumus Lambourne pada kuda Sumba adalah 214,89 ± 23,81 kg. Koefisien variasi
bobot badan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Lambourne pada kuda
Sumba adalah sebesar 11,08% yang berarti bahwa bobot badan dugaan rumus
Lambourne dapat dikatakan seragam karena memiliki koefisien variasi dibawah
15% (Nasution, 1992).
Rumus Lambourne mempunyai kelebihan yaitu kedua variabel ukuran
tubuh tersebut dapat saling mengkoreksi satu sama lain sehingga apabila
39
ditemukan ternak dengan lingkar dada yang sama tetapi bobot badannya berbeda
maka panjang badan akan mengkoreksi bobot badan rumus, begitupun sebaliknya
diprediksikan lebih akurat dan mempunyai penyimpangan kecil (Suwarno, 1958).
4.3.5 Penyimpangan Bobot Badan Kuda Sumba Menggunakan Rumus
Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual
Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan terhadap 33 ekor kuda
Sumba jantan berumur 4 – 7 tahun yang berada lapangan Rihi eti, kota
Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur diperoleh hasil
seperti yang ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Data Penyimpangan Bobot Badan Kuda Sumba Jantan Berumur
4 – 7 Tahun Menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot
Badan Aktual
Uraian Hasil
Penyimpangan (kg) 10,23
Persentase Penyimpangan (%) 4,94
Berdasarkan Tabel 7 diatas dapat diketahui bahwa nilai penyimpangan
bobot badan dugaan berdasarkan rumus Lambourne sebesar 10,23 kg dengan
persentase penyimpangannya sebesar 4,94%. Hasil dari penyimpangan
menunjukkan bahwa rumus Lambourne memiliki penyimpangan yang kecil
sehingga rumus ini dapat digunakan untuk menduga bobot badan kuda Sumba
yang berada di Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
Penyimpangan pendugaan bobot badan umumnya berkisar antara 5%
sampai 10% dari bobot badan sebenarnya (Williamson dan Payne, 1978),
sedangkan hasil perhitungan penyimpangan pendugaan bobot badan
40
menggunakan rumus Lambourne pada kuda Sumba lebih kecil sehingga dapat
dikatakan bahwa rumus Lambourne memiliki keakuratan yang lebih tinggi dalam
menduga bobot badan ternak kuda. Hal ini dapat terjadi karena pada rumus
Lambourne pengukuran yang digunakan adalah lingkar dada dan panjang badan.
Pendugaan bobot badan dengan rumus Lambourne yang menggunakan dua
variabel yaitu lingkar dada dan panjang badan, lebih teliti bila dibandingkan
dengan menggunakan satu variabel saja yaitu lingkar dada. Sesuai dengan
pernyataan Dwiyanto (1982) bahwa panjang badan dan lingkar dada adalah
komponen tubuh ternak yang berkorelasi positif tinggi dengan memberikan nilai
penyimpangan yang semakin kecil.
Rumus yang lebih akurat menaksir bobot badan domba Donggala adalah
Lambourne (Malewa, 2009), sehingga selain rumus Lambourne dapat digunakan
untuk ternak domba, rumus tersebut juga dapat digunakan dalam menduga bobot
badan untuk kuda Sumba di Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa
Tenggara Timur karena simpangannya yang kecil. Penggunaan rumus untuk
mengetahui bobot badan adalah sangat baik, karena harga timbangan digital
terlalu mahal sehingga tidak mungkin para peternak atau pemilik kuda akan
membeli timbangan yang akan digunakan untuk menimbang bobot badan.