implementasi sanksi administrasi laporan hasil...

109
i IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA TERHADAP TERCIPTANYA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BEBASDARI KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME (Analisis Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih Dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, danNepotisme) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum(S.H.) Oleh: AHMAD FARHAN NAZHIRI NIM: 1112048000048 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M

Upload: others

Post on 04-Jan-2020

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

i

IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL

KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA TERHADAP

TERCIPTANYA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN

BEBASDARI KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME

(Analisis Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

Dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, danNepotisme)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum(S.H.)

Oleh:

AHMAD FARHAN NAZHIRI

NIM: 1112048000048

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2019 M

Page 2: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

ii

Page 3: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

iii

Page 4: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

iv

Page 5: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

v

ABSTRAK

AHMAD FARHAN NAZHIRI NIM 1112048000048 IMPLEMENTASI

SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL KEKAYAAN

PENYELENGGARA NEGARA TERHADAP TERCIPTANYA

PEMERINTAHAN YANG BERSIH, BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI,

DAN NEPOTISME (UJI EVALUASI UNDANG-UNDANG NOMOR 28

TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN NEGARA YANG

BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI, DAN

NEPOTISME)Program Studi Ilmu Hukum, (Hukum Kelembagaan Negara),

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1440 H/ 2019 M.X+ 88 Halaman 11 Halaman Lampiran

LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) merupakan sebuah

Instrument dalam pencegahan atau pendeteksi adanya Tindak Pidana Korupsi

yang ada di Indonesia. Melaui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme maka LHKPN telah berjalan selama 20 Tahun. Namun dalam

perjalanannya tersebut masih terdapat ditemukannya Tindak Pidana Korupsi di

Lingkungan Pemerintahan di Indonesia

Sanksi Administrasi yang terdapat di Undang-Undang dianggap terlalu lemah

sehingga membuat Para Penyelenggara Negara masih banyak yang melalaikan

kewajibannya dalam hal melaporkan harta kekayaannya kepada publik.

Penelitian ini merupakan penelitian Preskriptif yaitu mengevaluasi apakah

Sanksi-sanksi Administrasi yang diberikan oleh Undang-Undang tersebut sudah

tepat atau belum. Penelitian ini menggunakan Metode Kualitatif dengan

pendekatan Normatif yang dipadukan dengan pendekatan Empiris.Pengkajian

penelitian ini meliputi Peraturan-Peraturan yang ada dengan sumber pendukung

seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

dengan penelitian ini.

Hasil temuan penelitian ini menunjukan bahwa Sanksi Administrasi yang

ditetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme sudah tepat. Kesadaran Para Penyelenggara Negara masih lemah

terhadap keterbukaan harta kekayaan kepada publik. Bentuk Sanksi Administrasi

yang diberikan oleh Pimpinan dari setiap-setiap Instansi untuk para Aparatur di

bawahnya yang diwajibkan melaporkan LHKPN masih banyak dinilai lemah.

Kata Kunci : Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara,

HartaKekayaan,Good Governance,Komisi Pemberantasan

Korupsi, Teori Kepatuhan Hukum.

Pembimbing Skripsi : 1. Dr. Alfitra, S.H., M.Hum.

: 2. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum.

Daftar Pustaka : Tahun 1972 Sampai 2019

Page 6: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT atas

limpahan nikmat dan karuniaNya peneliti dapat diberikan kesempatan untuk

menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa juga shalawat serta salam peneliti haturkan

kepada junjungan alam baginda Nabi Muhammad SAW karena berkat beliaulah

yang telah mengjari kita bahwa pentingnya sebuah ilmu dalam kehidupan kita.

Alhamdulillah dengan segenap rasa syukur peneliti dapat menyelesaikan

penelitian ini yang berjudul :

“IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL

KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA TERHADAP

TERCIPTANYA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BEBAS DARI

KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME”(Uji Evaluasi Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan

Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)dalam rangka menyelesaikan salah

satu syarat menyelesaikan studi untuk menempuh gelar Sarjana Hukum di

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Pada kesempatan ini juga, perkenankan peneliti memberikan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang sudah membantu

menyelesaikan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum

dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Seketaris Ilmu Hukum dengan

arahannya dalam proses penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Alfitra, S.H., M.H. dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum.yang telah

berkenan menjadi pembimbing skripsi dengan kesabaran memberikan

Page 7: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

vii

masukan, ilmu dan ketelitiannya untuk proses penyususnan skripsi ini

sehingga peneliti dapat menyelesaikannya dengan baik dan benar.

4. Biro Humas KPK dan Unit LHKPN KPK yang telah meluangkan waktu

untuk memberikan beberapa informasi terkait data yang sangat dibutuhkan

dalam menunjang proses penelitian skripsi ini, dengan dengan adanya data

tersebut penelitian pada skripsi ini dapat diselesaikan dan dapat

dipertanggung jawabkan kebenarannya.

5. Pimpinan Pusat Perpustakaan UIN dan Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

karena telah memberikan fasilitas buku-buku dan referensi yang dibutuhkan

dalam proses penyusunan dan penelitian skripsi ini.

6. Pihak-pihak yang sudah banyak memberikan bantuan secara tidak langsung

dalam proses penyusunan penelitian ini.

Akhir Kata, peneliti ucapkan banyak terima kasih kepada para pihak yang telah

membantu peneliti menyusun skripsi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

peneliti serta para pembacanya di masa yang akan datang.

Jakarta, 17 Juli 2019

Peneliti

Page 8: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................ iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv

ABSTRAK ........................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah. ................... 6

1. Identifikasi Masalah ............................................................. 6

2. Pembatasan Masalah ............................................................ 6

3. Perumusan Masalah ............................................................. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 7

1. Tujuan Penelitian ................................................................. 7

2. Manfaat Penelitian ............................................................... 7

D. Metode Penelitian........................................................................ 8

1. Tipe Penelitian ..................................................................... 8

2. Pendekatan Masalah ............................................................ 9

3. Sumber Data ......................................................................... 9

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ................................... 10

5. Teknik Pengolahan dan Analisis .......................................... 10

6. Teknik Penulisan .................................................................. 11

E. Kerangka Konseptual .................................................................. 11

1. Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara ................. 11

2. Sanksi ................................................................................... 12

3. Good Governance ................................................................ 12

4. Clean Governance................................................................ 12

F. Sistematika Penulisan ................................................................... 13

Page 9: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

ix

BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BERSIH

DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME

A. Kerangka Teori............................................................................ 15

1. Negara Hukum ....................................................................... 15

2. Kepatuhan Hukum .................................................................. 16

3. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik ........................... 21

B. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu .......................................... 27

BAB III KETENTUAN TENTANG KEWAJIBAN LAPORAN

HASIL KEKAYAAN PENYELENGGARAAN NEGARA

A. Latar Belakang Lahirnya Laporan Hasil Kekayaan

Penyelenggara Negara ................................................................. 29

B. Instrumen Dalam Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara

Negara ......................................................................................... 33

C. Mekanisme dan Sanksi yang Terdapat di Laporan Hasil

Kekayaan Penyelenggara Negara ................................................ 37

1. Pejabat Negara dan Penyelenggara Negara Wajib

Lapor ...................................................................................... 37

2. Tata Cara dan Mekanisme Pelaporan Laporan Hasil

Kekayaan Penyelenggara Negara ........................................... 39

3. Sanksi Terhadap Pejabat Negara dan Penyelenggara Negara

Tidak Lapor Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara

Negara .................................................................................... 44

D. Pelaporan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara .......

..................................................................................................... 45

BAB IV IMPLEMENTASI LAPORAN HASIL KEKAYAAN

PENYELENGGARA NEGARA TERHADAP

PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH

DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME

A. Penerapan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara

terhadap terciptanya Good and Clean Governance .................. 59

Page 10: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

x

B. Penerapan Sanksi Terhadap Pelaksanaan Instrumen dan Upaya

Penegakan Hukum dalam Laporan Harta Kekayaan

Penyelenggara Negara ................................................................. 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 80

B. Rekomendasi ........................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 83

Page 11: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada umumnya, hukum diartikan sebagai kaedah-kaedah mengenai

tingkah laku orang perorangan di dalam masyarakat yang mempunyai sanksi

yang dipaksakan.Oleh karenanya, hukum bersifat memaksa.Hukum pada

dasarnya muncul untuk mengatur dan menyerasikan pelaksanaan kepentiang

yang berbeda-beda dalam anggota masyarakat.1Melihat adanya manfaat

keteraturan yang timbul di masyarakat, pemerintah yang berwenang

(legislatif) membentuk sebuah peraturan hukum yang mana peraturan hukum

tersebut diakui dan sah untuk dijalankan oleh setiap komponen negara.

Perundang-undangan sebagai salah satu sumber hukum tertulis,

mempunyai kelebihan dari norma-norma sosial yang lain, karena undang-

undang dapat dikaitkan dengan kekuasaan tertinggi dalam suatu negara, oleh

sebab itu undang-undang memiliki kekuatan yang mengikat dan memaksa

untuk setiap komponen negara tersebut.2Undang-undang itu sendiri

merupakan hukum yang sengaja dibentuk oleh pemerintah yang berwenang

dalam pembuatan undang-undang (legislative).Sehingga negara-negara yang

bertumpu dalam mengatur kehidupan bernegaranya pada hukum atau

undang-undang maka negara tersebut termasuk negara hukum

(rechtsstaat).Sehingga pemerintah sebagai komponen negara, wajib mentaati

peraturan yang telah diciptakan demi terwujudnya kemaslahatan yang dicita-

citakan oleh negara.

Dinamika kekuasaan menjadi sebuah ladang dalam mencari suatu

keuntungan untuk pribadi maupun kelompok yang berkuasa, sehingga

perebutan Kekuasaan menjadi hal yang biasa dalam dinamika pemerintahan

di Indonesia. Perebutan kekuasaan tersebut justru mengarah kepada perbuatan

yang kotor dan cendrung merugikan negara yang berdampak sangat besar

terhadap berkurangnya kesejahteraan rakyat. Perbuatan yang dilakukan oleh

1 Ahmad Sukardja. Hukum Tata Negara Dan Administrasi Negara Dalam Prespektif Fikih

Siyasah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 10 2 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), h.85

Page 12: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

2

pejabat negara tersebut tidak jarang mengarah kepada kesewenang-wenangan

yang menyebabkan terjadinya pelanggaran hak-hak orang lain (despotisme)

dan berujung kepada Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Kamus Umum Belanda yang berbahasa Indonesia yang disusun oleh

Wijowasito, corruptie yang juga disalin menjadi corruption dalam bahasa

Belanda mengandung arti perbuatan korup, penyuapan.3 Dapat dikatakan juga,

bahwa koupsi adalah penggunaan kekuasaan publik untuk kepentingan

pribadi. Kekuasaan publik merupakan kekuasaan yang diberikan oleh publik,

sedangkan arti publik bisa berarti masyarakat, atau kelompok-kelompok yang

terdapat di masyarakat tersebut.4Dilihat dari peningkatan dan masih kurangnya

hukum pidana yang telah ada, pembaruan undang-undang dalam menangani

fenomena tersebut sangat diperlukan khususnya dalam kalangan

pemerintahan.sebab dilihat dari akibat yang ditimbulkan sangatlah serius,

maka korupsi sudah bukan lagi permasalahan biasa namun sudah dapat

dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dan

pemberantasannya diperlukan penanganan yang luarbiasa (extraordinary

measure) dengan instrumen hukum yang luar biasa (extraordinary

instrument).5 Dapat disimpulkan, korupsi, kolusi dan nepotisme merupakan

perbuatan yang kotor, merusak dan menciderai sebuah tatanan nilai sosial

yang mana di tempat tersebut terjadi sebuah sirkulasi dalam menjalankan

sebuah roda pemerintahan, pengembangan dan pembangunan negara.

Melihat hal tersebut pemerintah menciptakan sebuah instrumen yang

dirancang untuk mengantisipasi terjadinya sebuahpenyimpangan moral atau

korupsi dikalangan pejabat pemerintahan tersebutyaitu Laporan Hasil

Kekayaan Penyelenggara Negara (Asset Declaration). Instrumen ditanamkan

asas-asas umum pemerintahan yang layak sebagaimana yang tertuang dalam

3 Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama Kpk Kajian Yuridis UURI Nomor 30

Tahun 1999 juncto UURI Nomor 20 Tahun 2001 Versi UURI Nomor 30 Tahun 2002 juncto UURI

Nomor 46 Tahun 2009, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h.23 4 Reza A.A Wattimena, Filasafat Anti-Korupsi, Membedah Hasrat Kuasa, Pemburuan

Kenikmatan, dan Sisi Hewani Manusia di Balik Korupsi, (Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI),

2012), h.10 5 H.Elwi Danil, Korupsi Konsep,TtindakPidana, dan Pemberantasannya,(Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2011), h.76.

Page 13: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

3

Pasal 3 dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme tersebut.Secara tidak langsung peraturan tersebut dapat

membentuk para pejabat negara memiliki watak dan mental

bertanggungjawab, adil, dan jujur.

Dalam perjalanan LHKPN latar belakang ini peneliti mencoba

mengangkat kasus dugaan suap Rendra Kresna Bupati Malang. Berdasarkan

data KPK memiliki kekayaan sebesar 3,2 Miliar Rupiah. Rendra telah menjadi

Politisi selama 20 tahun mulai dari DPRD sampai menjadi Bupati Malang.

Jika ditelusri melalui LHKPN, harta kekayaan Rendra tersebut pada Tahun

2001 sebesar Rp. 767.248.850,00 saat itu beliau menjadi Legislator. Rendra

lalu terpilih menjadi Ketua DPD Golkar Kab. Malang dan dari Kursi Legislatif

menjadi Eksekutif, yaitu Bupati Malang periode 2005-2010.Total harta

kekayaannya yang dilaporkan pada tahun 2005 silam sebesar Rp.

1.234.487.787,00 . Saat menjabat sebagai Bupati Malang periode tahun 2010-

2015, LHKPN yang dilaporkan pada tahun 2010 dilaporkan mencapai Rp.

1.972.388.907,00. Setahun berikutnya laporan harta Rendra melonjak tajam

sebesar Rp. 3.087.392.729,00. Tahun 2014 Rendra kembali melaporkan harta

kekayaan untuk mencalonkan dirinya menjadi Bupati Malang 2016-2021

dengan harta kekayaan sejumlah Rp. 3.222.448.981,00 sehingga membuat

tanda tanya mengenai sumber harta kekayaanya.6 Walaupun Rendra menepis

anggapan dirinya telah melakukan suap dan telah bersikap jujur serta terbuka

atas harta kekayannya, namun peneliti menyimpulkan bahwa penelusuran

harta kekayaan penyelenggara merupakan salah satu cara dalam mengukur

harta kekayaan Penyelenggara Negara tersebut layak untuk diperiksa dan

mempertanggung jawabkan harta kekayaannya.

Namun keberadaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan

6Diaksess pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 17:30 dari laman website Liputan6.com “Saat

Harta Kekayaan Bupati Malang Melonjak Tajam, Kok Bisa?”13 Oktober 2018 (10:02) WIB oleh Zainul Arifin,https://www.liputan6.com/regional/read/3666350/saat-harta-kekayaan-bupati-malang-melonjak-tajam-kok-bisa?utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7w9arwTvQ.0&utm_referrer=

Page 14: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

4

Nepotisme saat ini dipertanyakan. Sebab masih banyaknya temuan-temuan

Tindak Pidana Korupsi di lapangan membuat Peraturan tersebut dinilai gagal

dalam menciptakan Pemerintahan yang baik dan bersih dari Tindak Pidana

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Kegagalan Undang-Undang tersebut

disebabkan oleh masih banyaknya Para Penyelenggara Negara yang

melalaikan kewajibannya dalam melaporkan harta kekayaannya kepada

pubilk, dalam hal ini pelaporan harta tersebut dikelola oleh KPK.

KPK melaporkan melalui website resminya yaitu “Ikhtisar Kepatuhan

LHKPN” pada Tahun 2018 menunjukan bahwa banyaknya para

Penyelenggara Negara yang belum taat untuk melaporkan hasil kekayaan

mereka kepada negara. Data tersebut dapat kita lihat dari table berikut ini:7

Bidang Wajib

Lapor

LHKPN

Sudah

Lapor

LHKPN

Belum

Lapor

LHKPN

Kepatuhan

(%)

Eksekutif 261.263 46.447 214.816 17,78 (%)

Yudikatif 23.860 2.947 20.913 12,35 (%)

Legislatif –

MPR

2 1 1 50,00 (%)

Legislatif –

DPR

523 39 484 7,46 (%)

Legislatif –

DPD

136 82 54 60,29 (%)

Legislatif –

DPRD

16.312 1.626 14.686 9,97 (%)

Pemilu

Legislatif DPR

RI

537 28 509 5,21 (%)

7KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi), E-LHKPN Transparansi itu mudah, Data tersebut

berhasil diunduh pada tanggal 22/02/2019 (12:00:23 WIB) melaluli laman

websitehttps://elhkpn.kpk.go.id/portal/user/petakepatuhan (data tersebut dapat sedikit berubah

pada setiap jamnya)

Page 15: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

5

Pemilu

Legislatif DPD

RI

704 548 156 77,84 (%)

Pemilu

Legislatif

DPRD

5.445 457 4.988 8,39 (%)

BUMN/BUMD 27.854 5.124 22.730 18,40 (%)

Total 336.636 57.299 279.337 17,02 (%)

Berdasarkan tabel ”Ikhtisar Kepatuhan LHKPN” tersebut dapat

disimpulkan bahwa pada tahun 2018 sebanyak 336.636 para Penyelenggara

Negara yang wajib lapor LHKPN sebanyak 57.299 sudah melaporkan LHKPN

dan sebanyak 279.337 belum melaporkan LHKPN. Kesimpulannya hanya

sebesar 17,02% kepatuhan para Penyelenggara Negara dalam melaporkan

harta kekayaannya. Dengan kata lain Undang-Undang 28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme tersebut belum berjalan dengan baik.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tersebut menjelaskan sanksi

yang diterima atas kelalaian tersebut hanya mendapatkan Sanksi Administrasi.

Sanksi Administrasi tersebut dinilai tidak jelas bentuknya seperti apa dan

dinilai sangat lemah untuk membuat para Penyelenggara Negara patuh

terhadap LHKPN sabagai mana yang diatur di dalam Undang-Undang

tersebut. Mengingat bahwa LHKPN merupakan hal yang penting dalam

memberantas korupsi di Indonesia, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih

dalam lagi mengenai permasalahan berdasarkan latar belakang tersebut, yaitu

mewujudkan suatu tata pemerintahan yang jujur, bersih, dan bertanggung

jawab melalui laporan hasil kekayaan Penyelenggara Negara sebagai sistem

dalam mendeteksi sebuah pelanggaran moral yaitu perbuatan korupsi

dikalangan pejabat pemerintahan. Peneliti mengambil tema “Implementasi

Sanksi Administrasi Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara

terhadap Terciptanya Pemerintahan yang Bersih, Bebas dari Korupsi,

Page 16: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

6

Kolusi, dan Nepotisme” (Analisis Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Koupsi, Kolusi

dan Nepotisme).

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Melihat latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat

diambil dan ditarik beberapa identifikasi masalah, yaitu:

a. Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara diatur dalam Undang-

undang yang merupakan alat dalam mengatur kehidupan bernegara

yang wajib dipatuhi oleh semua komponen Negara, sehingga dengan

tidak dilaksanakannya kewajiban oleh beberapa pejabat negara dalam

melaporkan harta kekayaannya, maka peraturan tersebut menjadi

tumpul.

b. Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara merupakan sebuah

sistem dalam mendeteksi awal terjadinya sebuah kasus tindak pidana

korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara, tetapi dengan adanya

kelalaian terhadap pelaksanaannya menyebabkan terbukanya peluang

untuk para pejabat negara tersebut melakukan tindak pidana korupsi.

c. Sanksi Administrasi yang ada dinilai masih lemah karena masih belum

bisa menjerat para Penyelenggara Negara yang lalai terhadap

kewajibannya melaporkan LHKPN.

d. Pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan

nepotisme merupakan cita-cita Nasional dari Negara Indonesia

sehingga LHKPN merupakan salah satu indikator penting dalam

mewujudkannya, namun apabila tidak berjalan mustahil cita-cita

tersebut akan terwujudkan.

2. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu melebar maka peneliti hanya membatasi

masalah pada para Penyelenggara Negara yang tidak melaporkan LHKPN

kepada KPK dalam rentan waktu 2016 sampai dengan 2018, peneliti hanya

mencari tahu bagaimanakah bentuk Sanksi Administratif yang sebenarnya

Page 17: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

7

diterapkan di lapangan sebagai akibat hukum dari tidak melaporkannya

LHKPN tersebut.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas,peneliti

merumuskan masalah bahwa fungsi Undang-Undang sebagai norma atau

alat pengatur tidak berjalan dengan baik, sehingga berdasarkan hal tersebut

peneliti membuat beberapa uraian pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimanakah implementasi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi, dan Nepotisme dalam praktek penyelenggaraan negara

menciptakan pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi,

dan nepotisme?

b. Bentuk sanksi seperti apakah yang dibutuhkan untuk Penyelenggara

Negara agar mau menjalakan kewajibanya melaporkan harta

kekayaannya kepada publik?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas maka

penelitian ini bertujuan untuk:

a. Untuk mengetahui Implentasi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dalam praktik penyelenggaraan

negara menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi,

kolusi, dan nepotisme.

b. Untuk mengtahui bentuk sanksi apakah untuk penyelenggara negara

dalam praktek penyelenggaraan negara agar mau menjalankan

kewajibannya melaporkan harta kekayaannya kepada publik.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dalam penelitian skripsi ini, dapat berkontribusi

baik secara teoritis maupun secara praktis, adapun penjabarannya sebagai

berikut:

Page 18: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

8

a. Manfaat teoritis

Secara teoritis ini diharapakan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan serta memberikan suatu pemahaman dan kontribusi dalam

menanggapi msalah hukum, khususnya tentang sanksi administrasi

laporan hasil kekayaan penyelenggara negara terhadap terciptanya

pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme

b. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini dapat diharapkan menjadi

bahan pertimbangan bagi pemerintahan dalam membuat kebijakan-

kebijakan dan konsekuensi hukum yang berkaitan dengan urgensi

pengaturan sanksi laporan hasil kekayaan penyelenggara negara

terhadap terciptanya pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi,

kolusi, dan nepotisme.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Seperti kebanyakan penelitian hukum lainnya penelitian hukum yang

digunakan peneliti yaitu metode Kualitatif. Pada penulisan penelitian ini,

peneliti membuatnya dengan bersifat Preskriptif yaitu penelitian yang

digunakan untuk mendapatkan beberapa rekomendasi tentang LHKPN

pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999.8 Rekomendari tersebut

ditujukan terkait kendala-kendala dan mencari tahu tentang sanksi seperti

apakah yang baik untuk menjerat para Penyelenggara Negara agara mau

melaporkan LHKPN.

Pada penelitian ini juga peneliti melakukan penekatan normatif,

peraturan perundang-undangan merupakan objek utama serta menjadi

bahan primer dalam penelitian yang dilakukan.9Penelitian normatif

meliputi penelitian tentang asas, sistematika, taraf singkronisasi,

perbandingan, dan sejarah hukum.Salah satu contoh yang dikemukakan

oleh Sumitro, Penelitian berupa inventarisasi perundang-undangan yang

8Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Perss, 1986), h.10

9 Fahmi Muhammad, Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Lembaga Penelitian

UIN SyarifHidayatullah, 2010), h. 38

Page 19: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

9

berlaku, berupaya mencari asas-asasdasar falsafah dari perundang-

undangan tersebut, atau penelitian yang berupa usaha penemuan hukum

yang sesuai dengan suatu kasus tertentu.10

2. Pendekatan Masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan yang berdasarkan tipe

kualitatif. Maka untuk pendekatan yang dilakukan oleh peneliti,

menggunakan pendekatan melalui Undang-Undang (statue approach)

sehingga dalam mengkaji laporan hasil kekayaan penyelenggara negara

melalui perundang-undangan yang membentuknya. Pendekatan secara

konsep (conceptual approach) yaitu mengkaji laporan hasil kekayaan

penyelenggara negara melalui konsep-konsep yang sudah ada.

3. Sumber Data

a. Bahan Hukum Primer

Bahan sumber hukum primer merupakan bahan hukum yang

bersifat mendasar atau autoritatif. Sehingga merupakan bahan hukum

yang menjadi pedoman dalam melakukan penelitian. Terutama yang

terkait dengan implikasi laporan hasil kekayaan penyelenggara negara,

seperti:

1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan

Negara Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;

2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi;

3) Peraturan KPK Nomor 07 Tahun 2016 Tentang Tata Cara

Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Harta Kekayaan

Penyelenggara Negara.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan yang bersumber dari

segala sesuatu yang bukan merupakan sumber hukum resmi.Bahan

hukum sekunder ini biasanya merupakan sumber-sumber yang dapat

10

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008).

h. 86

Page 20: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

10

menjelaskan bahan hukum primer yang berkaitan dengan penelitian

ini.Bahan hukum sekunder tersebut berupa buku-buku yang ditulis

oleh para ahli hukum tata negara, jurnal-jurnal hukum, tesis dan

pendapat para sarjana yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan yang memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder seperti kamus hukum, encyclopedia, dan lain-lain.11

Adanya sumber tersier tersebut maka dapat membantu penulis dalam

menjabarkan bahan hukum primer dan bahan sekunder dalam

melakukan penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Upaya mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan Metode

dokumentasi, metode ini dimaksudkan dengan mencari hal-hal atau

variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, media online,

majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda, dan sebagainya.12

Pengumpulan

tersebut menghasilkan kumpulan-kumpulan bahan penelitian baik yang

merupakan bahan penelitian yang bersifat primer, sekunder maupun

tersier. Kemudian diklasifikasikan sesuai dengan pembahasan dari

penelitian tersebut, setelah itu semua data ditelaah, dikaitkan, dan

dianalisis antara yang satu dengan yang lain sampai menemukan

kesimpulan.

5. Teknik Pengolahan dan analisis

Teknik pengolaan data dan analisis yang akan digunakan dengan

menguraikan dan menghubungkan bahan primer, sekunder, dan tersier

sedemikianrupa. Tampilan penulisan penelitian ini menjadi lebih

sistematis dan mampu menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

Pengolaan penelitian ini dengan menggunakan penulisan secara deduktif

11

Johnny Ibrahim,Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia

Publishing, 2008), h. 296 12

M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatfi,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007),

h. 201.

Page 21: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

11

yaitu menarik kesimpulan dari yang bersifat masalah yang umum kepada

hal yang bersifat konkret yang tengah dihadapi.Setelah itu dilakukan

analisis penelitian terhadap implikasi laporan hasil kekayaan

penyelenggara negara terhadap terciptanya pemerintahan yang bersih,

bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

6. Teknik Penulisan

Penulisan penelitian ini berdasarkan buku pedoman penulisan skripsi yang

dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta pada tahun 2017.

E. Kerangka Konseptual

1. LHKPN (Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara)

LHKPN merupakan sebuah instrument yang digunakan sebagai alat

Preventif atau pendeteksi awal terjainya sebuah tindak pidana korupsi i

Inonesia yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

Tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi, dan Nepotisme. Lebih lanjut diatur dalam Peraturan Komisi

Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 Tentang Tata Cara

Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan

Penyelenggara Negara.

Prinsip yang ditanam dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

tersebut, memuat Asas Kepastian Hukum, Asas Tertib Penyelenggara

Negara, Asas Kepentingan Umum, Asas Keterbukaan, Asas

Proporsionalitas, Asas Profesionalitas, dan Asas Akuntabilitas. Asas-asas

ini merupakan asas-asas yang harus ada dalam menciptakan sebuah

pemerintahan yang baik dan bersih (Good and Clean Governance), oleh

karena itu mengingat asas ini termuat di dalam peraturan yang salah

satunya mengatur Instrument pencegahan tindak pidana korupsi, maka

sudah sewajarnya Negara Indonesia mengharapkan sebuah pemerintahan

yang baik, bersih, dan bebas dari tindak pidana Korupsi.

Page 22: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

12

2. Sanksi

Sanksi merupakan suatu cara menerapkan suatu norma atau aturan.

Sanksi hukum adalah sanksi-sanksi yang digariskan atau diotorisasi oleh

hukum. Setiap peraturan-peraturan hukum mengandung atau menyiratkan

sebuah statemen mengenai konsekuensi-konsekuensi dari hukum

tersebut. Konsekuensi inilah yang disebut dengan sanksi-sanksi , janji-

janji atau ancaman. Sebagian besar energi sosial hukum dan investasi

masyarakat mengenai hukum mengacu pada dukungan pada dukungan

kepada sistem sanksi yang menekan atau mengancam.13

3. Good Governance

Mengenai pengertian good governance, dalam pengartiannya apabila

dilihat secara konseptual, kata baik (good) dalam istilah kepemerintahan

(governance) yang baik (good governance) maka memiliki dua arti

pemahaman, yaitu yang pertama sebuah nilai yang menjunjung tinggi

keinginan/kehendak rakyat, serta nilai-nilai yang dapat meningkatkan

kemampuan rakyat dalam upayanya mencapai tujuan nasional yaitu

adanya kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.

Kedua, aspek fungsional dari para penyelenggara negara yang efektif dan

efisien dalam melaksanakan tugasn-tugasnya untuk mecapai tujuan

tersebut.14

Di Indonesia, Lembaga Administrasi Negara memberikan

sebuah pandangan mengenai good governance, yaitu penyelenggaraan

pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, efisien dan

efektif, melalui “kesenergian” interaksi yang konstruktif diantara

domain-domain negara, masyarakat dan sektor swasta.15

4. Clean Governance

Pemerintahan di dalam suatu negara dapat dikatakan baik (Good

Governance) apabila pemerintahan tersebut lahir dari pemerintahan yang

13

Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Prespektif Ilmu Sosial, (Bandung: Nusa Media,

2017, h.93 14

Sedarmayanti, Good Governance “Kepemerintahan yang Baik”,(Bandung: Penerbit

Mandar Maju, 2012), h.3 15

BPKP-LAN, Akuntabilitas dan Good Governance, (Jakarta: LANRI, 2000), h.18

Page 23: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

13

bersih (Clean Government). Hal tersebut berarti bahwa, pemerintahan

yang baik dapat terwujud apabila Pejabat Negara atau Penyelenggara

Negara dapat berkerja dilandaskan pada prinsip transparansi dan

akuntabilitas terhadap tugas dan fungsi dari jabatannya. Mengingat hal

tersebut Penyelenggara Negara sudah seharusnya menjalankan tugas

yang dimilikinya dengan penuh rasa tanggung jawab agar cita-cita

mewujudkan pemerintahan yang terbebas dari korupsi, kolusi, dan

nepotisme dapat terwujud.16

F. Sistematika Penulisan

Penulisan Penelitian ini memilki sistematika yang tersdiri dari 5 (lima)

BAB dan beberapa Sub-BAB di setiap BAB. Seperti halnya dengan penulisan

penelitian lainnya sistematika penulisan ini dimulai dari BAB Pendahuluan

yang menjabarkan awal penelitian ini kemudian dilanjutkan dengan BAB-

BAB selanjutnya. Penulis akan menjabarkan Penelitian ini dengan sistematika

sebagai berikut:

BAB I: Bab ini menjelaskan tentang sistematika awal dalam penulisan

penelitian ini. Sistematika yang tertuang dalam BAB

Pendahuluan ini sebagai berikut, Latar Belakang, Identifikasi

Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan

Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika

Penulisan.

BAB II: Bab ini penelitiakan membahas tentang teori-teori yang menjadi

dasar pembentukan dan prinsip-prinsip dasar dalam pelaksanaan

dari Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara.

Ditambahkan juga pada bab ini mengkaji tentang tinjauan

(review) kajian terdahulu untuk mendukung pemikiran di dalam

penelitian ini dan memastikan tidak ada persamaan pemikiran di

antara penelitian ini dengan penelitian pihak lain.

16

Sajiono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, (Yogyakarta: Laksbang

Pressindo, 2008), h. 150

Page 24: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

14

BAB III: Bab ini peneliti hendak menjabarkan secara umum tentang

ketentuan normatif yang menyangkut kewajiban Penyelenggara

Negara dalam melaporkan harta kekayaannya berdasarkan

Undang-Undang yang berlaku.

BAB IV : Bab ini peneliti hendak menjelaskan tentang penerapan dari

pelaksanaan laporan hasil kekayaan penyelenggara negara

selama ini dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan

bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Peneliti juga mencoba

untuk mengkaji sanksi apa yang tepat untuk penelitian ini.

BAB V : Bab ini merupakan bab Penutup yang berisi tentang kesimpulan

dan rekomendasi peneliti dari hasil penelitian.

Page 25: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

15

BAB II

TINJAUAN UMUM

PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI,

KOLUSI, DAN NEPOTISME

A. Kerangka Teori

1. Negara Hukum

Negara hukum diartikan sebagai sebuah konsep negara, di mana

pemerintah yang berkuasa dan rakyat sebagai unsur yang dipimpinya

semuanya tunduk pada aturan hukum (rechtstaat). Hukum tersebut

ditonjolkan sebagai pengusa agar pemerintah tidak bertindak sewenang-

wenang atau menyalahgunakan kekuasaannya (Abuse of Power),

kemudian hukum juga bertujuan untuk mencegah rakyat bertindak

sesuka hatinya.1Peran hukum di sini sangat penting dalam menjalankan

kehidupan bernegara, keseimbangan dan persamaan kedudukan di

hadapan hukum sangat diutamakan terlebih kedua unsur negara tersebut

memiliki hak dan kewajibannya masing-masing yang harus dijaga.

Pada masa Jhon Locke muncul sampai dengan masa Montesquieu

yaitu sebuah pemikiaran mengenai sebuah kekuasaan negara harus

bisa dikontrol atau iawasi dan bahkan dibatasi dengan mengajukan

konsep pembagian kekuasaan (distributor of power) atau pemisahan

kekuasaan (separationof power). Dengan pembatasan kekuasaannya

dibagi menjadi tiga cabang kekuasaan (Trias Politica) yang diharapkan

tidak ada lagi kekuasaan yang seweang-weanang dari penguasa.2

Pembagian ini juga bertujuan dalam memudahkan kinerja dan fungsi

dari masing-masing bidang pengelolaan negara.

Jhon Locke mengatakan bahwa tentang hak-hak manusia lahir

secara alamiah telah membawa hak untuk hidup, hak kemerdekaan, dan

hak milik. Bahkan lebih lanjut Jhon Locke beranggapan bahwa keadaan

alamiah atau hak-hak manusia secara alamiah memang suah ada

1 Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, IlmuNegara, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007),

h. 91 2Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, (Jakarta: Pramedia Group, 2016), h. 33

Page 26: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

16

mendahului berdirinya suatu negara.3 Berdasarkan hal tersebut, sudah

seharusnya negara yaitu pemerintah menjaga keberlangsungan hidup

rakyatnya. Menjaga keberlangsungan hidup rakyat sama halnya engan

menjaga kesejahteraan rakyatnya.

Pembidangan masing-masing tugas dan fungsinya dijelaskan oleh

Montesquieu pemisahan bidang tersebut dibagi menjadi 3 yaitu,

Kekuasaan Legislatif yang membentuk Undang-Undang, Kekuasaan

Yudikatif yang menjatuhi hukuman atas kejahatan dan menjadi

penengah dalam sebuah sengketa,dan Kekuasaan Eksekutif sebagai

pelaksana Undang-Undang atau kebijakan pemerintah.4Dewasa ini

meskipun pembagian kekuasaan telah dilakukan namun, kecendrungan

dalam bertindak sewenang-wenang oleh penguasa tidak dapat

dihilangkan begitu saja. Sudah sewajibnya pembagian kekuasaan

tersebut dilakukan menjadi tiga cabang kekuasaan bidang yang

diharapkan penguasa dapat bertinak bijak dan tidak melakukan tindakan

kesewenang-wenangan. Bahkan dalam perkembangannya saat ini

pembagian tersebut dilengkapi dengan suatu sistem mekanisme

perimbangan kekuasaan yang ikenal dengan istilah “check and balance

system”. Kekuasaan dari bidang-bidang yang ada haruslah saling

mengecek dan mengimbangi antara satu bidang dengan bidang yang

lainnya, agar tidak ada bidang yang lebih tinggi dari bidang lainnya

karena kedudukan bidang-bidang tersebut sama hanya saja yang

membeakan yaitu fungsi dan tugasnya saja.5

2. Kepatuhan Hukum

Hukum diartikan sebagai aturan atau norma di mana membuat

perbuatan-perbuatan masyarakatnya atau subjek hukum tersebut

memiliki sebuah pola.6 Negara pada dasarnya membuat sebuah hukum

3Aminuddin Ilmar,Hukum Tata Pemerintahan, ... h. 53

4Azhary, Negara Hukum Inonesia Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-Unsurnya,

(Jakarta: UI-Pers, 1995), h.28 5Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, ... h. 59

6„Abd al-Hamid Hakim, al-Bayan, (Jakarta: Sa‟adiyah Putra, 1972), h. 10.

Page 27: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

17

dalam memastikan tidak adanya salah satu pihak yang mendominasi

antara yang satu dengan yang lainnya.

Sejalan dengan penjelasan tersebut hukum tidak hanya mengikat

kepada masyarakatnya saja namun hukum juga seharusnya mengikat

kepada semua elemen dalam negara tersebut. Khususnya dalam hal ini

pemerintah atau Penyelenggara Negara sebagai pelaksana dari pembuat

kebijakan maupun sebagai pihak yang bertanggung jawab terlaksananya

tujuan nasional dalam kehidupan bernegara dari negara tersebut.

Diperlukannya upaya penegakan hukum yang merupakan proses untuk

menegakan atau memfungsikan norma-norma hukum secara nyata

dalam berprilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum

dalam masyarakat dan bernegara.7

Ketaatan hukum atau kepatuhan hukum, pada dasarnya melibatkan

dua variable, yaitu adalah hukum dan manusia yang menjadi objek dari

pengaturan hukum tersebut. Peraturan hukum tidak hanya dilihat dari

fungsi hukum menjadi sebuah peraturan hukum tetapi juga fungsi

manusia sebagai sasaran untuk menjalankan peraturan hukum tersebut,

sehingga kepatuhan hukum tidak hanya dijabarkan tentang hadirnya

peraturan hukum tersebut namun juga kesediaan manusia yang diatur

oleh peraturan hukum tersebut.8Melihat hal tersebut kedua komponen

dasar tersebut harus bergerak dengan beriringan, dengan demikian

keduanya dapat mendukung kepatuhan hukum tersebut dapat terwujud

dengan baik.

Seseorang atau kelompok masyarakat akan taat atau patuh pada

suatu kaidah hukum disebabkan oleh beberapa hal yaitu

7 Jimly Asshidiqie,Penegakan HUkum jurnal ini diakses pada laman

httpscholar.google.co.idscholar_urlurl=http%3A%2F%2Fwww.academia.edu%2Fdownload%2F3

1812599%2FPenegakan_Hukum.pdf&hl=id&sa=T&oi=ggp&ct=res&cd=6&d=106869644002487

61702&ei=AItZXOm-KtaMyQTkwKLQBg&scisig=AAGBfm2tEXjPYyOn3vMIPB4W1V_ pada

tanggal 30 Januari 2019. 8Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah,

(Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), h. 207

Page 28: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

18

a. Seseorang telah diberikan indoktrinir sejak kecil terhadap kaidah

hukum yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat sehingga

secara tidak langsung orang harus berbuat sesuai dengan apa yang

perintah maupun dilarang oleh hukum. Seseorang telah dikenalkan

dan diajarkan untuk mematuhi nilai-nilai sesuai dengan adat

istiadat budaya pada tempat tinggalnya. Tanpa disadari atau tidak,

seseorang menjalankan suatu kaidah secara terus menerus akan

suka rela menjalankan kaidah tersebut.

b. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk sosial yang selalu

membutuhkan teman ataupun manusia lainnya dalam berinteraksi

demi melangsungkan hidupnya. Proses interaksi sosial tersebut

menuntut seseorang harus mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku di

dalam kelompok masyarakat tersebut. Proses sosialisasi tersebut

lama-kelamaan membuat seseorang akan terbiasa dalam menjalani

kaidah-kaidah hukum di dalam masyarakat. Sama halnya seperti

sebelumnya sebuah kebiasaan dan secara sadar maupun tidak sadar

orang tersebut akan patuh dengan sendirinya terhadap peraturan

tersbut.

c. Pada dasarnya manusia cendrung memiliki rasa untuk hidup pantas

dan teratur, namun tolak ukur pantas dan teratur bersifat relatif

antara seseorang yang satu dengan orang lainnya, sehingga

diperlukan sebuah takaran untuk menyatukan presepsi mengenai

ukuran pantas dan teratur dalam mengatur sebuah hubungan

kehidupan bermasyarakat. Tolak ukur tersebutlah yang lahir

menjadi sebuah kaidah-kaidah hukum yang wajib dipatuhi setiap

orang dalam kelompok masyarakat dan salah satu factor seseorang

mematuhi sebuah peraturan hukum yaitu kegunaan dari kaidah

tersebut.

d. Salah satu sebab seseorang patuh terhadap kaidah hukum adalah

sebagai identifikasi seseorang dalam suatu kelompok. Setiap

kelompok masyarakat mempunyai kaidah-kaidah tertentu yang

Page 29: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

19

wajib dipatuhi oleh anggotanya. Seseorang juga dapat mematuhi

kelompok tersebut menganggap kelompok tersebut lebih dominan

dari kelompok lainnya, sehingga seseorang cendrung ingin

mengadakan identifikasi terhadap dirinya kepada kelompoknya

tadi.9

Proses sosialisasi terhadap sebuah lingkungan kelompok

masyarakat memiliki peranan yang besar terhadap perubahan seseorang

dalam keadaan sadar maupun tidak sadar mematuhi dan menjalankan

sebuah kaidah atau peraturan hukum yang hidup dalam kelompok

masyarakat tersebut.

H.C Kelman berpendapat bahwa kepatuhan hukum dapat

dibedakan menjadi tiga jenis dan menurut prosesnya kepatuhannya,

a. Compliance, kepatuhan hukum yang berdasarkan kepada sebuah

harapan di mana seseorang berharap mendapatkan sebuah imbalan

dan/atau usaha diri agar terhindar dari resiko sanksi hukuman yang

mungkin dijatuhkan apabila seseorang tersebut salah bertindak.

Kepatuhan hukum seperti ini terjadi bukan didsarkan kepada

kesadaran dan keyakinan pada tujuan atau nilai dari sebuah kaidah

hukum tersebut, lebih kepada adanya pengendalian yang dominan

dari pemegang kekuasan. Kepatuahn hukum dapat terlaksana

dengan baik apabila adanya sebuah pengawasan yang lebih ketat

terhadap pelaksanan kaidah-kaidah hukum tersebut.

b. Identification, kepatuhan hukum yang disebabkan bukan karena

intrinsiknya, namun dikarenakan agar keanggotaan seseorang

tersebut tetap terjaga di dalam masyarakat serta menjaga hubungan

yang baik dengan Aparat Hukum yang memiliki kewenangan

menjalankan hukum tersebut. Dalam arti lain orang tersebut dapat

mengambil keuntungan dari menjalankan norma tersebut. Proses

identifikasi pada kelompoknya tersebut akan memunculkan nilai

9Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-masalah

Sosial,.(Bandung: Alumni, 1982) h. 54

Page 30: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

20

positif pada orang tersebut. Adanya upaya yang dilakukan oleh

orang tersebut untuk mengatasi perasaan khawatirnya terhadap

kekecewaan tertentu, dengan metode menguasai objek frustasi

tersebut dengan mengadakan identifikasi.

c. Internalization, seseorang mematuhi kaidah-kaidah hukum

dikarenakan kepatuhan tadi memiliki imbalan yang diterima oleh

seseorang tersebut. Hasil dari proses tersebut di dasarkan pada

motivasi secara intrinsik. Kekuatan dari proses ini adalah orang

tersebut percaya kepada tujuan dan dampak positif dari sebuah

norma, tidak didasarkan terhadap perasaan atau nilai-nilai

kelompok masyarakatnyamaupun pemegang kekuasaan.10

Adanya ketiga jenis dasar seseorang dalam mematuhi sebuah

norma atauran hukum tersebut, maka semakin mempermudah para

penegak hukum dan pemerintah negara dalam mengoptimalkan sebuah

norma peraturan hukum yang hendak diterapkan nantinya dalam

kehidupan bernegara.

Aturan hukum atau perundang-undangan dapat dikatakan tidak

efektif untuk diterapkan sehingga terdapat keteumpulan dalam suatu

penegakan hukum.Hal tersebut dapat terjadi apabila sebagian besar

warga masyarakatnya sudah tidak menaati peraturan hukum.Apabila

sebagian besar ketaatan warga masyarakatnya kepada peraturan hukum

atau perundang-undangan hanya bersifat compliance atau identification

maka kualitas efektivitas dari aturan perundang-undangan itu masih

dapat dipertanyakan, walaupun warga mayarakatnya terlihat sangat taat

kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.11

Artinya sebuah

hukum diterapkan memiliki sebuah nilai yang positif dalam hal

substansi, dengan kata lain sebuah hukum dapat berjalan dengan baik

10

Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-masalah

Sosial,... h. 227 11

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence),(Jakarta: Kencana,

2012), h. 349

Page 31: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

21

apabila seseorang yang menjalankannya sadar akan nilai tersebut dan

berupaya menjaganya.

3. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

Pembangunan Negara Indonesia tidak terlepas dari pembangunan

sistem Pemerintahan yang baik dan bersih (Good and Clean

Governance). Untuk mencapai sistem pemerintahan tersebut maka

diperlukannnya AAUPB dalam penerapannya di ranah pemerintahan.

Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) dapat

memiliki sebuah arti sebagaimana dikemukanan oleh Muin Fahmal,

bahwa asas umum pemerintahan yang layak merupakan rambu-rambu

bagi para Penyelenggara Negara ataupun Pejabat Administrasi negara

dalam menjalankan tugasnya. Rambu-rambu tersebut dibutuhkan agar

pelaksaan penyelenggaraan negara tetap pada koridor hukum yang

sesungguhnya.12

Penjalasan tersebut ini membuat sebagian besar

AAUPB merupakan sebuah rambu atau koridor bagi pemerintah dalam

menjalankan roda pemerintahan apabila dilihat dari sebagian besar

AAUPB masih berbentuk asas-asas yang tidak tertulis, abstrak dan

masih dapat dikembangkan berdasarkan budaya kehidupan di dalam

masyarakat, sehingga dalam pengambilan keputusan maupun sebuah

kebijakan pemerintah dapat bertindak bijaksana dan efektif untuk

menjamin keselarasan anatara pemerintah dengan masyarakat.13

Hal ini

menjadi acuan sekaligus untuk mencegah para Penyelenggara Negara

melakukan perbuatan dalam memberikan sebuah kebijakan berdasarkan

hak dan wewenangnya sesuai dengan tujuan dari peraturan Perundang-

Undangan dan sesuai nilai-nilai dari budaya yang terdapat di tengah-

tengah masyarakat tersebut.

Menyamakan AAUPB dengan norma hukum tidak tertulis akan

dapat menimbulkan suatu permasalahan kesalahpahaman, pada

12

Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-asas Umum

Pemerintahan yang Baik, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), h. 151 13

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, (Jakarta: PT Rajagrafindo, 2013),

h. 235

Page 32: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

22

dasarnya dalam kontek ilmu hukum “asas” dengan “norma” memiliki

perbedaan, yaitu asas (prinsip/ide) merupakan pemikiran yang umum

dan abstrak, sedangkan norma merupakan sebuah aturan konkret yang

merupakan penjabaran dari ide (asas) dan harus memiliki sebuah

sanksi.14

P ada kenyataannya SF. Marbun berpendapat bahwa norma

yang berlaku dalam kehidupan masyarakat pada dasarnya merupakan

peraturan hukum, sebab hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis

merupakan sebuah aturan yang mengatur sebuah kehidupan manusia

bagaimana seharusnya berbuat.15

Artinya sebuah hukum dibentuk baik

tertulis maupun tidak tertulis berdasarkan cita-cita dari masyarakat

negara itu sendiri, sehingga sudah seharusnya sebuah peraturan

Perundang-Undangannya yang sifatnya menyangkut tentang

masyarakat umum haruslah memuat asas-asas atau prinsip-prinsip di

dalam AAUPB tersebut.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi

Pemerintahan menjelaskan di dalam Pasal 10 Ayat (1) mengenai Asas-

Asas Umum Pemerintahan yang Baik yaitu,

a. Kepastian Hukum,

b. Kemanfaatan,

c. Ketidak Berpihakan,

d. Kecermatan,

e. Tidak Menyalahgunakan Wewenang,

f. Keterbukaan,

g. Kepentingan Umum, dan

h. Pelayanan yang Baik.

Kuntjoro Purbopranoto mengemukakan dalam bukunya,

melengkapi AAUPB yang ada pada Negara Belanda dengan

mengadopsinya ke dalam konteks Indonesia, yang sebagian terdapat di

dalam peraturan Perundang-Undangan pada Pasal 3 Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

14

Ateng Syafrudin, Asas-asas Pemerintahan yang Layak Pegangan bagi Pengabdian

Kepala Daerah, (Bandung: PT Citra Aditya Bhakti,1991), h. 65 15

SF. Marbun, Pembentukan, Pemberlakuan, dan Peranan Asas-asas Umum Pemerintahan

yang Layak dalam Menjelmakan Pemerintahan yang Baik dan Bersih di Indonesia, Disertasi,

(Bandung: Universitas Padjajaran, 2001), h. 72

Page 33: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

23

dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Apabila dijabarkan di

antara yaitu,

a. Asas kepastian hukum (principle of legal security) adalah asas

yang menjadi landasan dalam menjaga dan menghormati hak-

hak yang telah dimiliki seseorang berdasarkan keputusan badan

atau Pejabat Negara.16

Setiap tindakan akan mendapatkan

konsekuensi yang harus dilaksanakan oleh yang bersalah.

b. Asas keseimbangan (principle of proportionality) adalah asas

yang mengutamakan keseimbangan antara hukuman yang dapat

diberikan kepada seorang pegawai yang bersangkutan.17

Terhadap pelanggaran atau kealpaan yang sama namun

diperbuat oleh orang yang berbeda akan dikenakan sanksi yang

sama, dan sesuai dengan kriteria yang terdapat di dalam

peraturan perundang-undangan.18

Dalam memberikan putusan

maupun hukuman Badan atau yang pihak yang berwenang

harus bertindak objektif.

c. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan (principle of

equality) Asas ini mengandung pengertian bahwa Badan

Pemerintahan atau pejabat yang berwenang mengambil tindakan

yang sama terhadap setiap kasus yang sama, walaupun pada di

lapangan tidak selalusuatu kasus memiliki kesamaan yang

absolute antara satu kasus dengan kasus lainnya, Badan

Instansiatau Pejabat yang berwenangharus dapat mengambil

kebijakan terhadap kasus-kasus yang tengah dihadapi.19

16

Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-asas Umum

Pemerintahan yang Baik,...h. 159 17

Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan

Administrasi Negara, (Bandung: Alumni, 1975), h. 31 18

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi,...h. 246 19

Philipus M. Hadjon, Norma Hukum Sebagai Norma Kewenangan dan Asas-Asas Umum

Pemerintahan yang Baik (AAUPB) dalam Rangka Perlindungan Hukum Bagi Rakyat

(Tersangka/Terdakwa), dalam Dwi Windu KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana): Problematika Penegakan Hukumnya, (Surabaya: Fakultas Hukum Universitas Airlangga,

1998), h. 271

Page 34: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

24

d. Asas bertindak cermat (principle of carefulness) bahwa seorang

Badan Instansi atau Pejabat yang berwenang dalam mengambil

keputusan haruslah bertindak secara hati-hati dan cermat agar

keputusan yang diberikan tepat sasaran terhadap kasus yang

hendak di selesaikan, sehingga dalam penerapannya nanti

kebijakan tersebut tidak menimbulkan kerugian pada penerima

keputusan ataupun masyarakat.20

e. Asas motivasi dalam setiap keputusan (principle of motivation)

ini mengutamakan bahwa setiap keputusan yang akandiambil

oleh Badan Instansi yang berwenangharus berdasarkan sebuah

alasan atau motivasi yang cukup adil dan jelas.21

f. Asas larangan mencampuradukan kewenangan (principle of

non-misuse of competence) berkaitan tentang larangan bagi

Penyelenggara Negara menyalahgunakan kewenangan atas

kekuasaannya (Abuse of Power) untuk tujuan lain selain

daripada tujuan yang telah ditetapkan kepada kewenangan

tersebut.22

g. Asas permainan yang layak (principle of fair play). Asas ini

memberikan kesempatan seseorang dalam mencari penjelasan

dan keadilan serta memberikan kesempatan untuk melakukan

pembelaan dirinya dengan memberikan argumentasi-

argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan atau ketetapan

administrasi.23

Instansi atau Pejabat yang bersangkutan tidak

boleh menghalang-halangi seseorang mendapatkan keputusan

yang baik untuknya.

h. Asas keadilan dan kewajaran yaitu, Pejabat Negara hendaknya

memiliki sebuah pertimbangan yang baik saat akan mengambil

20

S.F. Marbun, Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi di Indonesia, (Yogyakarta:

Liberty, 1997), h. 360 21

S.F. Marbun, Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi di Indonesia,... h.377 22

Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-asas Umum

Pemerintahan yang Baik,... h.161 23

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi,... h. 255

Page 35: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

25

sebuah keputusan dan tidak boleh memberikan keputusan yang

sewenang-wenang. Asas keadilan berfungsi sebagai landasan

berfikir seorang Pejabat Negara ataupun Badan Instansi dalam

mempertimbangkan sebuah tindakan yang proposional, sesuai,

seimbang, dan selaras dengan hak seseorang penerima

keputusan. Asas kewajaran menjadi sebuah landasan para

Pejabat Negara ataupun Badan Instansi yang memperhatikan

aspek nilai-nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat baik

dari sudut pandang agama, moral, adat istiadat, maupun nilai-

nilai lainnya.24

i. Asas meniadakan akibat keputusan yang batal, yaitu Asas yang

menghilangkan atau membersihkan nama seseorang ketika

putusan atas orang tersebut dicabut oleh Pengadilan walaupun

orang tersebut terbukti bersalah. Ini juga berdampak orang

tersebut diperbolehkan kembali mendapatkan haknya atau

bekerja dan dikembalikan pada jabatan atau posisi

sebelumnya.25

j. Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar

ini menuntut agar Pejabat Negara dalam bertindak haruslah

menimbulkan dan memberikan sebuah harapan-harapan yang

baik untuk warga negara. Ketika Pejabat yang memberikan

harapan tersebut telah tersampaikan kepada masyarakat maka

Pejabat tersebut tidak boleh ingkar terhadap ucapannya.26

k. Asas perlindungan atas pandangan (cara) hidup pribadi , bahwa

Pejabat Negara dituntut agar dapat memberikan perlindungan

hukum kepada setiap warganya. Asas ini menjunjung tinggi

24

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi,... h. 258 25

Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-asas Umum

Pemerintahan yang Baik,... h. 163 26

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi,...h.259

Page 36: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

26

perbedaan atau Demokrasi yang ada di tengah-tengah

masyarakatnya.27

l. Asas kebijaksanaan, bahwa Pejabat Negara dalam menjalankan

tugas dan pekerjaannya diberikan sebuah keleluasaan dan

kebebasan dalam memberikan kebijaksaan pada permasalahan

yang dihadapinya tanpa harus selalu mengikuti setiap peraturan

hukum yang ada (Dieskresi). Hal tersebut disebabkan bahwa

Undang-Undang tidak bersifat Dinamis dan tidak selalu

membawa jawaban atas semua permasalahan baru yang timbul

ditengah-tengah masyarakat.28

m. Asas Penyelenggaraan kepentingan umum, Pejabat Berwenang

dalam menjalankan tugasnya harus dapat mengambil sebuah

keputusan atas kebijaksanaannya yang mengutamakan

kepentingan yang mencangkup semua aspek kehidupan orang

banyak. Asas tersebut merupakan sebuah konsekuensi negara

dalam upayanya mewujudkan konsepsi negara hukum modern

(welfare state), yang membuat Pemerintah sebagai

Penyelenggara Negara harus bertanggung jawab dalam

mewujudkan bestuurszorg (kesejahteraan umum) bagi seluruh

warga negaranya.29

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi

Pemerintahan pada Pasal 4 mengenai ruang lingkup administrasi

Pemerintahan dalam Undang-Undang meliputi semua aktivitas Badan

dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam lingkup lembaga Eksekutif, Yudikatif,

Legislatif, dan Pemerintahan yang disebutkan di dalam UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau Undang-Undang. Pada Pasal 7 Ayat

(1) menyebutkan bahwa Pejabat pemerintah berkewajiban menyelenggarakan

27

Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-asas Umum

Pemerintahan yang Baik,...h. 163 28

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi,...h. 262 29

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi,...h.263

Page 37: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

27

Administrasi Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-

Undangan, kebijakan pemerintah, dan AAUPB.

Keinginan Negara Indonesia memiliki pemerintahan yang baik dan

bersih sudah seharusnya didukung oleh sebuah hokum dan sebuah alat paksa

dalam membuat Penyelenggara Negara taat pada sebuah aturan. Dalam

Undang-Undang tersebut terdapat beberapa jenis Sanksi Administrasi. Pada

Pasal 81 yang dimaksud Sanksi Administrasi ringan yaitu teguran secara

lisan, teguran tertulis, dan penundaan kenaikan pangkat, golongan, dan

kenaikan pangkat lainnya. Sanksi Administrasi sedang yaitu pembayaran

uang paksa dan/atau ganti rugi, pemberhentian sementara dengan

memperoleh hak-hak jabatan, atau pemberhentian sementara tanpa

memperoleh hak-hak jabatan. Sanksi Administrasi berat yaitu pemberhentian

namun masih mendapatkan hak keuangan dan fasilitas lainnya,

pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas

lainnya, pemberhentian tetap dengan memperoleh hak keuangan dan fasilitas

lainnya ditambah dengan publikasi di media massa, dan memperoleh

pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak keuangan dan fasilitas lainnya

serta dipublikasikan di media massa.

B. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Karya tulis ini, peneliti mengambil rujukan dari beberapa sumber-sumber

yang sudah ada sebelumnya. Sumber-sumber yang dimaksud di antaranya

jurnal, skripsi, dan penelitian lainnya yang terkait dengan penelitian ini.

Keterkaitan antara sumber rujukan dengan sumber rujukan tetapi fokus

permasalahan yang dimunculkan oleh penulis penelitian ini berbeda dengan

sumber rujukan.

1. Skripsi yang ditulis oleh Nurul Nazmi Laily Lubis pada Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara tahun 2018 dengan

judul Implementasi Program Laporan Harta Kekayaan

Penyelenggara Negara Berbasis Elektronik Bagi Para Pejabat

Struktural Pada Pemerintahan Kota Tebing Tinggi. Skripsi ini

bertujuan mendeskripsikan bagaimana tingkat kepatuhan para

Page 38: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

28

Penyelenggara Negara di wilayah Kota Tebing Tinggi dalam melaporkan

harta kekayaannya dengan menggunakan E-LHKPN. Penelitian yang

dilakukan pada skripsi tersebut dan yang dilakukan oleh peneliti

memiliki kesamaan yaitu adanya ketidak patuhan Penyelenggara Negara

dalam melaporkan LHKPN. Berbeda hal terkait masalah penelitian yang

lebih spesifik di mana skripsi tersebut lebih bertujuan mendeskripsikan

Implementasi dari penggunaan E-LHKPN, namun penelitian yang dibuat

oleh peneliti lebih spesifik mencari tahu sanksi apakah yang tepat bagi

Penyelenggara Negara agar memiliki kesadaran pentingnya pelaporan

LHKPN.30

2. Jurnal Hukum yang ditulis Sjahruddin Rasul dengan judul Penerapan

Good Govenance Di Indonesia dalam Upaya Pencegahan Tindak

Pidana Korupsi. Jurnal Hukum tersebut mendeskripsikan bahwa upaya

untuk menghentikan bertumbuhnya tindak pidana korupsi dengan

menerapkan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Jurnal dan

skripsi yang diteliti oleh meneliti sama-sama mengusung konsep Good

Governancce dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih dari

korupsi. Perbedaan yang mencolok pada keduanya yaitu terletak pada

konsep penggunaan instrumen LHKPN pada penelitian ini.31

30

Skripsi Nurul Nazmi Laily Lubis, FISIP, Universitas Sumatera Utara tahun 2018 ,

Implementasi Program Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Berbasis Elektronik

Bagi Para Pejabat Struktural Pada Pemerintahan Kota Tebing Tinggi Diakses pada tanggal 2 Agustus 2019 (21:40 WIB) http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/6195

31Sjahruddin Rasul, Penerapan Good Governance di Indonesia dalam Upaya Pencegahan

Tindak Pidana Korupsi, pada jurnal yang berjudul Mimbar Hukum, Volume 21, Nomor 3, tahun

2009, jurnal ini diakses pada laman website http://journal.ugm.ac.idjmharticleview1627610822

Page 39: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

29

BAB III

KETENTUAN TENTANG KEWAJIBAN LAPORAN HASIL KEKAYAAN

PENYELENGGARA NEGARA

A. Latar Belakang lahirnya LHKPN (Laporan Hasil Kekayaan

Penyelenggara Negara).

Akibat terjadinya kecurangan-kecurangan dalam penyalahgunaan

kekuasaan (abuse of power) dikalangan Pemerintahan, telah merugikan

negara yang berdampak luas dalam hal ini menghambat negara dalam

mensejahterakan rakyatnya. Penyalahgunaan kekuasaan ini yang kerap terjadi

yaitu seperti penyelewengan uang negara oleh para Penyelenggara Negara

atau tindak pidana korupsi.

Kamus Al-Munawwir kata korupsi diartikan juga risywah (penyuapan),

khiyanat (pencurian), fasad (kerusakan), ghulul (penggelapan), suht

(tertutup), dan bathil (kebohongan).1Seperti yang di jelaskan dalam Kamus

Al-Bisri kata korupsi diartikan dengan kata risywah (penyuapan), ihtilas

(pencopetan), dan fasad.2Kamus Besar Bahasa Indonesia kata korupsi

diartikan sebgai perbuatan yang buruk, rusak, gemar menggunakan barang

atau uang yang dititipkan(diamanahkan) kepadanya tanpa adanya

pertanggung jawaban, dan dapat disogok atau disuap dengan adanya

kekuasaan yang dimilikinya untuk kepentingan pribadi. Apabila dilihat dalam

arti terminologinya korupsi adalah penggelapan atau penyelewengan uang

negara ataupun uang perusahaan untuk kepentingan pribadi, orang lain

ataupun kelompoknya.3 Kesimpulan dari beberapa ahli bahasa tersebut, bila

disimpulkan Korupsi memiliki arti sebuah perbuatan menyimpang manusia

baik secara individu atapun berkelompok yang merugikan negara ataupun

perusahaan swasta.Dampak negatif yang ditimbulkan oleh perilaku

menyimpang (korupsi) tersebut, maka negara pun dalam hal ini pemerintah

1 Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, ( Yogyakarta: PonPes

Al-Munawwir Krapyak, 1984), h. 537 2 Adib Bisri dan Munawir AF, Kamus Al-Bisri,(Surabaya: Pustaka Progresif, 1999), h. 161

3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1995), h. 527

Page 40: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

30

Negara Indonesia pun membentuk suatu badan independen (auxiliary organs)

dalam memberantas tindak pidana korupsi yang terjadi di kalangan para

Penyelenggara Negara. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) merupakan

lembaga independen negara yang bertugas dalam menindak lanjuti Pasal 10

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan yang

Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Menanggapi petunjuk

dari Undang-Undang tersebut, maka dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang

kemudian dipertegas di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2002 tersebut.

KPK bukan merupakan lembaga peradilan (Yudikatif) terpadu yang

terdapat di Indonesia, namun dalam hal tanggung jawab yang diberikan baik

berupa tugas dan wewenang komisi tersebut merupakan salah satu lembaga

penegak hukum, yang khusus dalam menangani perbuatan tindak pidana

korupsi, kolusi dan neptisme di Indonesia yang sebagaimana telah diatur

dalam Undang-undang KPK, adanya kekuatan hukum tersebut maka KPK

dapat lebih kosentrasi dalam upayanya dalam pemebrantasan tindak pidana

korupsi di Indonesia dapat berjalan lebih maksimal..4Salah Satu tugas yang

melatar belakangi berdirinya KPK yaitu adanya keharusan setiap pejabat

negara dalam melaporkan setiap harta kekayaannya melalui sebuah sistem

yang dinamakan dengan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara.

Diatur Pasal 1 Ayat (7) dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

Tentang Penyelenggaraan Pemerintah yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi, dan Nepotisme, yang berbunyi,

“Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara yang selanjutnya

disebut Komisi Pemeriksa adalah lembaga independen yang bertugas

untuk memeriksa kekayaan Penyelenggara Negara dan mantan

Penyelenggra Negara untuk mencegah praktek korupsi, kolusi, dan

nepotisme”.

Melihat Pasal 1 Ayat (7) pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

tersebut, upaya pemberantasan korupsi tidak hanya dilakukan dengan cara

4 Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoritis, Praktik dan

Masalahnya, (P.T. Alumni: Bandung, 2007), h. 23

Page 41: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

31

yang represif namun juga dengan upaya preventif yang mencegah tumbuhnya

korupsi maupun perilaku koruptif di masa mendatang. KPK berupaya dalam

menjalankan fungsinya melakukan berbagai kegiatan pencegahan meliputi

pendaftaran dan pemeriksaan LHKPN, gratifikasi, pendidikan, pelayanan

masyarakat dan penelitian.5Berdasarkan hal tersebut, maka pelaksanan

LHKPN menjadi sebuah kewajiban yang harus di jalankan setiap Pejabat

Negara ataupun Penyelenggara Negara.

LHKPN merupakan sistem yang dibentuk berupa formulir yang berisikan

tentang informasi dari harta kekayaan para Penyelenggara Negara.

Sebagaimana diterangkan dalam Ketentuan Umum pada Pasal 1 Ayat (3) dan

Ayat (4) pada Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun

2016 Tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta

Kekayaan Penyelenggara Negara menerangkan bahwa,

Dalam Pasal 1 Ayat (3) tertulis yang dimaksud dengan

“Harta Kekayaan adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud

atau tidak berwujud, termaksud hak dan kewajiban lainnya yang dapat

dinilai dengan uang yang dimiliki oleh Penyelenggara Negara beserta

istri/suami dan anak yang masih dalam tanggungan Penyelengagara

Negara, baik atas nama Penyelenggara Negara ataupun orang lain, yang

diperoleh sebelum dan selama Penyelenggara Negara memangku

jabatan”.

Kemudian dalam Pasal 1 Ayat (4) menerangkan bahwa

“Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara untuk selanjutnya

disebut dengan LHKPN adalah laporan dalam bentuk cetak dan/atau

bentuk lainnya tentang uraian dan rincian informasi mengenai Harta

Kekayaan, data pribadi, termasuk penghasilan, pengeluaran dan data

lainnya atas Harta Kekayaan Penyelenggara Negara”.

Terdapat beberapa pembagian LHKPN dengan beberapa jenis format

formulir dengan kebutuhan penyelidikan yang berbeda. Format tersebut

diantaranya Model KPK-A, dan Model KPK-B. Model KPK-A merupakan

formulir tanda terima penyerahan data Laporan Harta Kekayaan

Peneyelenggara Negara kepada KPK.Berbeda dengan isi Model KPK-A,

5 Coruption Education Commission-Republik Indonesia, Laporan Tahunan (Annual Report)

2006, (Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006), h. 5.2

Page 42: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

32

Model KPK-B di mana Model KPK-B berisi tentang perubahan informasi-

informasi dari Penyelenggara Negara.

Setiap Penyelenggara Negara wajib melaporkan dan mengumumkan

harta kekayaannya sebelum, selama, dan sesudah masa jabatannya, sesuai

dengan Pasal 5 Ayat(2) dan (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun

1999.Pengelolaan LHKPN tersebut meliputi pendaftaran, pemeriksaan dan

pengumuman.Termasuk sejumlah kegiatan pendukung seperti pendataan dan

bimbingan teknis pengisian LHKPN yang diselenggarakan oleh KPK.6 Para

Penyelenggara Negara haruslah memahami, meneliti, dan memberikan

informasi yang sebenar-benarnya dalam mengisi LHKPN tersebut.

Pada tanggal 31 Desember 2016, Formulir Model KPK-A dan Model

KPK-B diganti dengan menggunakan E-LHKPN (Elektronik Laporan Harta

Kekayaan Penyelenggara Negara).7Formulir yang digunakan hanya satu jenis

formulir untuk setiap jenis pelaporan.KPK meniadakan pelaporan

menggunakan media cetak.Penyampaian dapat disampaikan secara On Line

maupun Off Line melalui Excel ataupun melalui Email

[email protected] jenis dokumen yang diwajibkan untuk

dilaporkan seperti halnya Surat Kuasa dan Surat Pernyataan dapat

disampaikan secara off line dengan dikirimkan secara manual.8 Sejalan

dengan Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07

Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan

Harta Kekayaan Penyelenggara Negara berbunyi bahwa,

“penyampaian LHKPN sebagaimana yang diamksud Pasal 4 dan Pasal 5

dapat diserahkan secara langsung atau melalui media lain yang

ditentukankan oleh KPK”.

6Coruption Education Commission-Republik Indonesia, Laporan Tahunan (Annual Report)

2006...h. 5.2 7 Diakses pada hari dan tanggal Selasa, 6 November 2018, pukul 9:17, pada halaman web

http://kepegawaian.dephub.go.id/portal/download/file/NzEx 8Diakses pada hari dan tanggal Selasa, 6 November 2018, pukul 10:31, pada halaman web

https://www.kpk.go.id/id/layanan-publik/laporan-harta-kekayaan-penyelenggaraan-

negara/faq/111-statistik/lhkpn

Page 43: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

33

B. Instrument dalam LHKPN (Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara

Negara).

Pada Pasal10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme berbunyi,

“Untuk mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih bebas dari

korupsi, kolusi, dan nepotisme, Presiden selaku Kepala Negara

membentuk Komisi Pemeriksa”.

Di dalam Undang-Undang yang sama tugas dan wewenang diperkuat

kembali pada Pasal 17 Ayat (1) dan Ayat (2). Pasal 17 Ayat (1) berbunyi

“Komisi Pemeriksa memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan

pemeriksaan terhadap kekayaan Penyelenggara Negara.” Pasal 17 Ayat (2)

kemudian menjelaskan sebagaimana yang dimaksud oleh Ayat (1) tersebut

adalah:

1. “Melakukan pemantauan dan klarifikasi atas harta kekayaan

Penyelenggara Negara;

2. Meneliti laporan atau pengaduan masyarakat, lembaga swadaya

masyarakat, atau instansi pemerintah tentang dugaan adanya korupsi,

kolusi dan nepotisme dari para Penyelenggara Negara;

3. Melakukan penyelidikan atas inisiatif sendiri mengenai harta kekayaan

Penyelenggara Negara berdasarkan petunjuk adanya korupsi, kolusi,

dan nepotisme terhadap Penyelenggara Negara yang bersangkutan;

4. Mencari dan memperoleh bukti-bukti, menghadirkan saksi-saksi

untukpenyelidikan Penyelenggara Negara yang diduga melakukan

korupsi, kolusi dan nepotisme atau meminta dokumen-dokumen dari

pihak-pihak yang terkait dengan penyelidikan harta kekayaan

Penyelenggara Negara yang bersangkutan;

5. Jika dianggap perlu, meminta bukti kepemilikan sebagian atau seluruh

harta kekayaan Penyelenggara Negara yang diduga diperoleh dari hasil

korupsi, kolusi, dan nepotisme selama menjabat sebagai Penyelenggara

Negara, juga meminta pejabat yang berwenang membuktikan dugaan

tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.”

Pada beberapa Pasal di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

tersebut dijelaskan tugas, wewenang, dan kewajiban dalam hal pendaftaran,

pemeriksaan, serta pengumuman hasil laporan harta kekayaan Penyelenggara

Page 44: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

34

Negara,Pasal 6 Huruf d pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

TentangKomisi Pemberantasan Korupsi, berbunyi,

“Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas: d. melakukan

pecegahan tindak pidana korupsi.”

Lebih lanjut pada Pasal 13 Huruf a dengan memperkuat wewenang dan

kewajiban KPK sebagai lembaga pemeriksa LHKPN yang berbunyi

“melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap Laporan Harta

Kekayaan Penyelenggara Negara”.

Mekanisme dan tata cara pelaporan LHKPN diatur lebih lanjut pada

Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 Tentang

Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan, dan Pengumuman Harta Kekayaan

Penyelenggara Negara.

Upaya KPK dalam upayanya peningkatan akurasi pengawasan data dan

kemudahan dalam pelaporan harta kekayaan oleh para Penyelenggara Negara

dalam penyampaian LHKPN, KPK memperbaiki sistem pusat data LHKPN

dan peningkatan kordinasi dengan berbagai instansi lain.9 Upaya tersebut

diharapkan dapat dengan mudah pelaporan LHKPN serta tidak ada alasan lagi

para Penyelenggara Negara tidak melaporkan harta kekayaannya kepada

KPK. Upaya tersebut antara lain:

1. KPK telah berhasil melaksanakan “Penggalangan Komitmen” terhadap

hampir seluruh instansi pusat dengan diwakili oleh 75 perwakilan

pimpinan instansi. Kegiatan yang dilaksanakan berupaworkshop Aplikasi

Wajib Lapor LHKPN dan tata cara pemakaian Aplikasi Wajib Lapor

yang baru, dengan tujuan mendukung/mempermudahkan Penyelenggara

Negara wajib lapor LHKPN melaporkan harta kekayaannya kepada

koordinator instansi. KPK juga telah berkerjasama dengan Kementrian

Pemberdayagunaan Aparatur Negara (Men-PAN) dengan menerbitkan 2

Surat Edaran Men-PAN kepada institusi eksekutif untuk menetapkan

9Coruption Education Commission-Republik Indonesia, Laporan Tahunan (Annual Report)

2006,...h. 5.6

Page 45: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

35

Jabatan Wajib Lapor, dan menunjuk koordinator pengelola LHKPN

serta memberikan sanksi bagi Penyelenggara yang tidak patuh.

2. Perbaikan administrasi LHKPN dengan DMS (document management

sistem), dengan mengirimkan surat peringatan kepada Penyelenggara

Negara mengenai ketidakpatuhan pelaporan serta meminta kelengkapan

dokumen pendukung, maupun perbaikan pengisian LHKPN.

3. Penggantian sistem aplikasi lama (warisan KPKPN) dengan

menggunakan aplikasi yang canggih dan aman serta terintegrasi dengan

DMS dan aplikasi wajib lapor (yang digunakan juga oleh koordinator

instansi), sehingga mempermudah pemantauan pelaporan LHKPN.

4. Pengumuman LHKPN dengan mengirimkan Nomor Harta Kekayaan

(NHK) kepada Penyelenggara Negara, mengirimkan poster pengumuman

LHKPN kepada Setda, Sekum, Sekjen atau yang setara, serta membuat

konfrensi pers untuk mengumumkan kekayaan para mentri/pejabat

setingkat menteri.

5. Menyempurnakan formulir LHKPN untuk mempermudahkan pengisian,

mencetak CD multimedia, dan menyediakan fasilitas download peraturan

tentang LHKPN melalui website KPK.

6. Telah melakukan bimbingan teknis pada instansi pusat dan instansi

daerah di semua bidang baik eksekutif, legislatif, yudikatif, dan

BUMN/BUMD. Total peserta 19.810 Peneyelenggara Negara. peserta

berasal dari MA, Kejagung, Depkeu (Dirjen Pajak dan Bea Cukai di

seluruh Indonesia), BUMN (pertamina ,BNI, Mandiri, dll), BPK dari

seluruh Indonesia, kator-kantor Imigrasi, Depdiknas, Dephub,

Deplu(Bintek kepada para calon Duta Besar) dan Depkominfo.

7. KPK melakukan pengelolaan secara khusus untuk pemilihan Kepala

Daerah Langsung(Pilkada), Pemilihan Umum, Menteri dan Pejabat

tinggi.10

10

Coruption Education Commission-Republik Indonesia, Laporan Tahunan (Annual Report)

2006, ... h. 5.7

Page 46: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

36

Upaya KPK dengan menggandeng instansi-instansi yang terkait,

dilakukan dengan membentuk jaringan Koordinator pada setiap instansi agar

Penyelenggara Negara dapat terpantau dengan baik oleh KPK dalam hal

pelaporan Harta Kekayaan para Penyelenggara Negara yang berstatus Wajib

Lapor Harta Kekayaan.

Hubungan antara Penyelenggara Negara diatur di dalam Pasal 7 pada

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999. Di mana pada Pasal 7 Ayat (1)

Hubungan antar Penyelenggara Negara dilaksanakan dengan cara menaati

Norma-Norma kelembagaan, kesopanan, kesusilaan, dan etika yang

berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Ayat (2)

menjelaskan bahwa hubungan antar Penyelenggara Negara sebagaimana

dimaksud Ayat (1) berpegang teguh sebagaimana dimaksud Pasal (3) dan

ketentuan perundang-unangan yang berlaku.

Kemudian peran serta masyarakat dimuat di dalam Pasal 8 sampai

dengan Pasal 9. Pasal 8 Ayat (1) menyebutkan bahwa peran serta masyarakat

dalam penyelenggaraan negara merupakan hak dan tanggung jawab

masyarakat untuk ikut bertanggungjawab penyelenggaraan negara yang

bersih. Ayat (2) pada Pasal tersebut hubungan antar penyelenggara

masyarakat dilaksanakan berpegang teguh sebagaimana yang dimaksud pada

Pasal (3). Pasal 9 Ayat (1) peran serta masyarakat yang dimaksud Pasal (8)

diwujudkan dalam bentuk:

a. Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang

Penyelenggara Negara.

b. Hak untuk memperoleh dan mendapatkan pelayanan yang sama

dan adil dari Penyelenggara Negara.

c. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab

terhadap kebijakan Penyelenggara Negara.

d. Hak memperoleh perlinungan hukum dalam hal:

1) Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksu huruf a, b, dan c.

2) Diminta hadir dalam penyelidikan, penyidikan dan sidang

pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, dan saksi ahli sesuai

dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Pada Ayat (2) dalam Pasal 9 tersebut hak sebagaimana yang dimaksud

pada Ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-

Undangan yang berlaku dengan menaati norma agama dan norma sosial

Page 47: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

37

lainnya. Ayat (3) menjelaskan bahwa ketentuan mengenai tata cara pelaksaan

peran serta masyarakat dalam penyelenggara negara diatur lebih lanjut dalam

Peraturan Pemerintah.

Kerjasama tersebut dibenarkan dalamPeraturan KPK Nomor 07 Tahun

2016, yaitu dalam Pasal 19 Ayat (1),(2), dan (3). Pada Ayat (1) KPK dapat

melakukan kerjasama dengan lembaga/instansi terkait pelaksanaan Peraturan

komisi ini. Kemudian pada Ayat (2) KPK membuka akses dan menerima

informasi publik terkait Harta Kekayaan Penyelenggara Negara yang telah

diumumkan sesuai dengan tata cara permintaan data yang ditetapkan oleh

KPK. Lebih lanjut pada Ayat (3) dalam menjalankan tugas dan fungsi

pendaftaran dan pengumuman LHKPN, KPK dapat meminta

lembaga/instansi terkait untuk membentuk Unit Pengelola LHKPN.

Peran serta masyarakat dicantumkan pada Pasal 20. Pada Pasal (1)

masyarakat dapat memberikan data/informasiatau keterangankepada KPK

terkait engan harta kekayaan Penyelenggara Negara. Ayat (2) menjelaskan

ata/informasi atau keteranganyang dapat dipertanggungjawabkan. Kemudian

Ayat (3) masyarakat dapat memperoleh akses data/informasiterkait harta

kekayaan Penyelenggara Negara yang telah diumumkan sesuai dengan tata

cara permintaan data yang telah ditetapkan KPK. Terakhir Ayat 4

menjelaskan bahwa KPK tidak bertanggungjawab atas penyalahgunaan

informasiatas pemberian akses kepada masyarakat sebagaimana yang

dimaksud pada Ayat (3).

C. Mekanisme dan Sanksi yang Terdapat di LHKPN (Laporan Hasil

Kekayaan Penyelenggara Negara).

1. Pejabat Negara dan Penyelenggara Negara Wajib Lapor LHKPN

Sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

bahwa setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk melaporkan dan

mengumumkan harta kekayaannyasebelum dan setelah menjabat dalam

jabatannya yang mengharuskannya melaporkan harta kekayaannya, hal

tersebut tertuang dalam Pasal 5 Ayat (3) yang berbunyi,

Page 48: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

38

“Para Penyelenggara Nagara yang wajib melaporkan meliputi Pejabat

Negara pada Lembaga tertinggi Negara, Pejabat Negara pada

Lembaga tinggi Negara, Menteri, Gubernur, Hakim, Pejabat Negara

yang lain sesuai dengan peraturan prundang-undangan yang berlaku,

dan Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya

dengan Penyelenggara Negara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.”

Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28

Tahun 1999.Lebih lanjut maksud Pejabat lain yang memiliki fungsi

strategis yaitu antara lain,

“Direksi, Komisaris dan Pejabat Struktural lainnya sesuai pada Badan

Usaha Milik Negaradan Badan Usaha Milik Daerah; Pimpinan Bank

Indonesia; Pimpinan Perguruan Tinggi; Pejabat Eselon 1 dan pejabat

lainnya yang disampaikan di lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian

Negara Republik Indonesia; Jaksa; Penyidik; Panitera Pengadilan; dan

Pemimpin dan Bendaharawan Proyek (yang pada sumber diusulkan

untuk dihapuskan).11

Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan

Pemberantasan Korupsi. Berdasarkan Instruksi tersebut maka

Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) menerbitkan Surat Edaran

Nomor: SE/03/M.PAN/01/2015 Tentang Laporan Hasil Kekayaan

Penyelenggara Negara yang mewajibkan jabatan-jabatan lainnya untuk

menlaporkan harta kekayaannya.

“Jabatan-jabatan tersebut antara lain, Pejabat Eselon II dan pejabat

lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintahan dan/atau

Lembaga Negara; Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen

Keuangan; Pemeriksa Bea Cukai; Pemeriksa Pajak; Auditor; Pejabat

yang mengeluarkan perijinan; Pejabat/Kepala Unit Pelayanan

Masyarakat; dan Pejabat Pembuat Regulasi.”

Kemudian lebih lanjut MenPAN mengeluarkan kembali Surat Edaran

Nomor: SE/05/M.PAN/04/2005 dengan perihal yang sama. Surat Edaran

tersebut meminta agar masing-masing Pimpinan Instansi dimintai untuk

mengeluarkan Surat Keputusan tentang penetapan jabatan-jabatan

rawankorupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungan masing-masing

11

Diakses pada tanggal 21 Januari 2019 pada website https://www.kpk.go.id/id/layanan-

publik/laporan-harta-kekayaan-penyelenggaraan-negara

Page 49: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

39

Instansi yang di wajibkan melaporkan LHKPN kepada KPK.12

Peraturan

KPK Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman

dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara negara dalam Pasal 1

Ayat (2) Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan

fungsi Eksukutif, Legislatif, atau Yudikatif dan Pejabat lain yang fungsi

dan tugas pokoknya berkaitan dengan Penyelenggara Negara atau pejabat

publik lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

2. Tata Cara dan Mekanisme Pelaporan LHKPN

Tugas dan wewenang KPK diterangkan di dalam Pasal 17-18 di dalam

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999. Pada Pasal 17 Ayat (1)

menjelaskan bahwa Komisi Pemeriksa mempunyai tugas dan wewenang

dalam untuk melakukan pemeriksaan terhadap kekayaan Penyelenggara

Negara. Ayat (2) mendetailkan tugas dan wewenang Komisi Pemeriksa

sebagaimana Ayat (1) adalah,

1) Melakukan pemantauan dan klarifikasi atas harta kekayaan

Penyelenggara Negara,

2) Meneliti laporan dan pengaduan masyarakat, lembaga swadaya,

atau instansi pemerintah tentang dugaan adanya korupsi, kolusi,

dan nepotisme dari para Penyelenggara Negara.

3) Melakukan penyelidikan atas inisiatif sendiri mengenai harta

kekayaan Penyelenggara Negara berdasarkan petunjuk adanya

korupsi, kolusi dan nepotisme terhadap Penyelengara yang

bersangkutan,

4) Mencari dan memperoleh bukti-bukti, menghadirkan saksi-saksi

untuk penyelidikan Penyelenggara Negara yang diduga

melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme atau meminta

dokumen-dokumen dari pihak yang terkait dengan penyelidikan

harta kekayaan Penyelengara Negara yang bersangkutan,

5) Jika dianggap perlu, selain meminta bukti kepemilikan sebagian

atau seluruh harta kekayaan Penyelenggara Negara yang diduga

diperoleh dari korupsi,kolusi, dan nepotisme selama menjabat

sebagai Penyelenggara Negara, juga meminta Pejabat yang

berwenang membuktikan dugaan tersebut sesuai dengan

ketentuan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

12

Diakses pada tanggal 21 Januari 2019 pada website https://www.kpk.go.id/id/layanan-

publik/laporan-harta-kekayaan-penyelenggaraan-negara

Page 50: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

40

Ayat (3) pemeriksaan harta kekayaan penyelenggara negara

sebagaimana yang dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan sebelum, selama,

dan setelah yang bersangkutan menjabat. Kemudian Ayat (4) Ketentuan

mengenai tata cara pemeriksaan kekayaan Penyelenggara Negara

sebagaimana dimaksud Ayat (2) dan (3) diatur dengan ketentuan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 18 pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tersebut, pada

Ayat (1) berbunyi hasil pemeriksaan Komisi Pemeriksa sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 disampaikan kepada Presiden, Dewan

Perwakilan Rakyat, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Ayat (2) khusus hasil

pemeriksaan atas harta kekayaan Penyelenggara Negara yang dilakukan

oleh Subkomisi Yudikatif, juga disampaikan kepada Mahkamah Agung.

Kemudian Ayat (3) apabila dalam hasil pemeriksaan sebagaimana yang

dimaksud Ayat (1) ditemukan petunjuk adanya korupsi, kolusi, dan

nepotisme maka hasil pemeriksaan tersebut akan disampaikan kepada

instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-

Undangan yang berlaku, untuk ditindak lanjuti.

Dalam Pasal 4 dalam Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016 tersebut

menjelaskan Ayat (1) bahwa para Penyelenggara Negara wajib

menyampaikan LHKPN pada saat pengengkatan sebagai Penyelenggara

Negara pada saat pertama kali menjabat. Pelaporan kembali pada saat

pengangkatan kembali sebagai Penyelenggara Negara setelah berakhirnya

masa jabatan atau pensiun, atau pada saat berakhirnya masa jabatan atau

pensiun sebagai Penyelenggara Negara.Ayat (2) menjelaskan bahwa

Penyampaian LHKPN sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) disampaikan

dalam jangkau waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak saat pengangkatan

Pengangkatan pertama/ Pengengkatan kembali/ berakhirnya jabatan

sebagai Penyelenggara Negara.

Pasal 5 Ayat (2) Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016 menjelaskan

penyampaian LHKPN oleh Penyelenggara Negara secara periodik

dilakukan selama Penyelenggara Negara tersebut menjabat dilakukan

Page 51: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

41

selama 1(satu) tahun sekali atas harta kekayaan yang diperoleh sejak

tanggal 1 Januari sampai tanggal 31 Desember. Lebih lanjut, penyampaian

LHKPN sebagaimana dimaksud disampaikan dalam jangka waktu paling

lambat 31 Maret pada tahun berikutnya.

Pada Pasal 6 Ayat (1) penyampaian LHKPN sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 dapat dieserahkan secara langsung

atau media lain yang ditentukan oleh KPK.Pasal 6 Ayat (2) menjelaskan

mengenai format LHKPN sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (1)

ditetapkan KPK yang sekurang-kurangnya memuat:

a. Nama

b. Jabatan

c. Instansi

d. Tempat dan tanggal lahir

e. Alamat

f. Identitas suami dan istri

g. Identitas anak

h. Jenis, nilai, dan asal usul perolehan harta yang dimiliki

i. Besarnya penghasilan dan pengeluaran

j. Surat kuasa mendapatkan data keuangan

k. Surat kuasa mengumumkan harta kekayaan

l. Surat pernyataan

Pada Pasal 7 Ayat (1) menjelaskan bahwa KPK akan melakukan

verifikasi administrasi LHKPN sebagaimana Ayat (6). Ayat (2) pada Pasal

7Verifikasi dilakukan dengan meneliti ketepatan pengisian LHKPN serta

kelengkapan bukti pendukung yang dilampirkan sesuai petunjuk pengisian

formulir LHKPN.Ayat (3) menjelakanbukti pendukung yang harus

dilampirkan oleh Penyelenggara Negara paling sedikit memuat beberapa

dokumen yang menerangkan kepemilikan harta kekayaan pada Lembagaan

Keuangan. Hal mengenai ketidak lengkapan laporan LHKPN pada Pasal 8

Ayat (1),(2), dan (3) apabila hasil verifikasi administrasi menyatakan

LHKPN belum lengkap maka KPK menyampaikan pemberitahuan kepada

Penyelenggara Negara mengenai bagian-bagian dari formulir LHKPN dan

bukti pendukungnya masih harus diperbaiki dan/atau dilengkapi oleh

Penyelenggara Negara. Penyampaikan perbaikan atau kelengkapan

LHKPN dilakukan dalam kurun 14 (empat belas) hari kerja sejak

Page 52: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

42

diterimanya pemneritahuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) pada

Pasal 8. Penyelengagara Negara tidak memenuhi kewajiban sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (2) maka Penyelenggara Negara dianggap

menyampaikan LHKPN secara tidak lengkap. Setelah pemberkasan

administrasi Penyelenggara Negara telah dianggap lengkap maka, pada

Pasal 9 dijelaskan dalam hal hasil verifikasi administrasi menyatakan

penyampaian LHKPN telah lengkap, maka KPK memberikan tanda terima

kepada Penyelenggara Negara.

Setelah Penyelenggara Negara telah mendaftarkan diri dan

menyelesaikan prosedur administasi penyampaian LHKPN kepada KPK,

para Penyelenggara Nagara wajib mengumumkan LHKPN kepada publik

melalui media-media massa yang telah disediakan oleh KPK.

Pengumuman tersebut telah diatur melalui Pasal 10 Ayat (1) pada

Peraturan KPK nomor 07 Tahun 2016 tersebut, pengumuman wajib

dilaksanakan oleh Penyelenggara Negara dalam waktu paling lambat 2

(dua) bulan setelah Penyelenggara Negara menyampaikan LHKPN kepada

KPK. Pada Ayat (2) pengumuman sebagaimana dimaksud pasa Ayat (1)

dilakukan dengan menggunakan format yang ditetapkan oleh KPK melalui

media elektronik maupun non elektronik sebagai berikut:

a. Media pengumuman KPK

b. Media pengumuman instansi

c. Surat kabar yang memiliki peredaran secara Nasional

Dalam Pasal 11 mengatur bahwa Penyelenggara negara dapat

memberikan kuasa secara tertulis kepada KPK untuk melakukan

pengumuman atas Harta Kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

Kemudian pada Pasal 12 Ayat (1) menjelaskan bahwa pemeriksaan

ilakukan oleh KPK sebelum, selama, dan setelah Penyelenggara Negara

tersebut menjabat. Ayat (2) menjelaskan bahwa pemeriksaan LHKPN

terhadap Penyelenggara Negara yang telah berakhir masa jabatannya atau

pensiun, dilakukan sampai batas waktu paling lama 5 (lima) tahun

terhitung berakhirnya masa jabatan atau pensiun Penyelenggara Negara.

Page 53: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

43

Dalam Ayat (3) pemeriksaan LHKPN dilaksanakan atas dasar inisiatif

sendiri berdasarkan hasil analisis atau atas permintaan pihak lain.

Kemudian Ayat (4) Pemeriksaan atas dasar inisiatif sendiri didasarkan

pada,

a. Adanya penambahan harta yang lebih besar atau lebih kecil

dibandingkan penghasilan bersih yang dihasilkan.

b. Adanya penambahan atau pelepasan harta yang sumber

diperolehnya berasal dari hibah/warisan/hadiah dalam jumlah

yang signifikan dari total harta kekayaan yang dilaporkan,

c. Adanya jumlah harta kekayaan yang lebih kecil ibandingkan

hutangnya, dan/atau,

d. Analisis lainnya yang berkaitan dengan profil jabatan, harta

kekayaan dan penghasilan.

Ayat (5) Pemeriksaan dilakukan atas permintaan pihak-pihak tertentu

sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) alam rangka upaya penegakan

hukum. Kemudian Ayat (6) pihak tertentu sebagaimana Ayat (3) tidak

dapat menggunakan LHKPN untuk tujuan selain dari alasan permintaan

pemeriksaan.

Harta kekayaan yang dapat diperiksa oleh KPK sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 13, KPK melakukan pemeriksaan terhadap nilai,

jumlah, jenis, dan asal usul harta kekayaan Harta Kekayaan Penyelenggara

Negara (LHKPN) yang diperoleh sebelum, selama, dan setelah

Penyelengara menjabat. Pasal 14 menjelaskan bahwa pemeriksaan

dilakukan antara lain dengan cara menghimpun, mengidentifikasi,

menganalisis, mengkonfirmasi, mengklarifikasi, mengevaluasi data dan

informasi serta melakukan pengecekan lapangan.

Dalam Pasal 15 dalam hal pemeriksaan, KPK dapat meminta

data/informasi atau keterangan kepada,

a. Penyelenggara Negara yang bersangkutan,

b. Kementrian/lembaga/instansi pemerintahan, lembaga negara,

atau swasta.

c. Penyedia jasa keuangan, antara lain bank, perusahaan

pembiayaan, perusahaan asuransi, perusahaan efek, pedagang

valas.

d. Penyedia barang dan jasa lainnya antara lain perusahaan

properti, pedagang kendaraan bermotor, pedagang

Page 54: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

44

permata/perhiasan/logam mulia, pedagan barang seni/barang

antik, atau barang lelang, dan

e. Pihak lainnya.

Pada Ayat (2) permintaan data/informasi atau keterangan kepada

penyedia jasa keuangan sebagaimana disebut pada Ayat (1) huruf c

dilakukan berdasarkan surat kuasa khusus nasabah penyedia jasa keuangan

yang bersangkutan. Ayat (3) menjelasakan dalamrangka pemeriksaan,

maka pihak-pihak sebagaimana disebut Ayat (1) wajib memberikan

data/informasi atau keterangan yang diminta oleh KPK.

Dalam menjalankan pemeriksaan pada Pasal 16 Ayat (1) pemeriksaan

oleh pegawai KPK berasarkan surat perintah tugas yang ditanda tangani

oleh Pimpinan KPK atau Pejabat lain yang ditunjuk. Pada Pasal (2) dalam

melaksanakan pemeriksaan, KPK dapat meminta bantuan tenaga

ahli/profesional. Kemudian Pasal 17 menjelakan bahwa pada Ayat (1)

setiap hasil pemeriksaan wajib dituangkan dalam bentuk laporan hasil

pemeriksaaan LHKPN. Lebih lanjut Ayat (2) Tata cara pemeriksaan

dilakukan berdasarkan prosedur pemeriksaan LHKPN yang ditetapkan

oleh KPK. Kemudian Ayat (3) laporan hasil pemeriksaan LHKPN bersifat

rahasia dan hanya dapat digunakan sebagai data awal untuk kepentingan

sebagaimana dimaksud Pasal 12 Ayat (3).

3. Sanksi Terhadap Pejabat Negara dan Penyelenggara Negara Tidak

Lapor LHKPN

Adapun sanksi yang dikenakan kepada para Penyelenggara Negara

wajib lapor yang tidak melaksankan LHKPN, maka pada Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 1999 pada Pasal 20 Ayat (1) dan (2). Pada Ayat (1)

setiap Penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1),(2),(3),(4),(5) dan (6) dikenakan sanksi

administratif sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-Undangan

yang berlaku. Kemudian Ayat (2) setiap Penyelenggara Negara yang yang

melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (4)

yaitu tidak melakukan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme atau

(7) yaitu bersediamenjadi saksi dalam perkara korupsi, kolusi, dan dam

Page 55: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

45

nepotisme maupun dalam perkara lainnya sesuai ketentuan Peraturan

Perundang-Undangan yang berlaku maka akan dikenakan saksi pidana

atau sanksi perdata sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang

berlaku.Pada peraturan Perundang-Undangan tersebut sanksi

pidanamaupun perdata yang dimaksud yaitu terdapat di Pasal 21 dan 22,

pada Pasal 21 menjelaskan setiap para Penyelnggara Negara atau Anggota

Komisi Pemeriksa yang melakukan kolusi sebagaimana yang dimaksud

pada Pasal 5 Ayat (4) dipidana penjara paling singkat 2 tahun penjara dan

paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua

ratus juta) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00(satu miliar).

Sedangkan pada Pasal 22 setiap Penyelenggara Negara atau Anggota

Komisi Pemeriksa yang melakukan Nepotisme sebagaimana dimaksud

pada Pasal 5 Ayat (4)dipidana penjara paling singkat 2 tahun penjara dan

paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua

ratus juta) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00(satu miliar).

Peraturan KPK Nomor 07 Tahun 2016 pada Pasal 21 Ayat (1), dan

(2). Pada Ayat (21) dalam hal Penyelenggara Negara tidak melaporkan

LHKPN atau tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang dimakasud

dalam peraturan komisi ini, maka KPK dapat memberikan rekomendasi

kepada atasanlangsung atau pimpinan lembaga tempat Penyelenggara

Negara(yang bersangkutan) berdinas untuk memberikan sanksi

administratrif kepada Penyelenggara Negara yang bersangkutan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku. Kemudian pada Ayat (2) apabila

Penyelenggara Negara memberikan keterangan tidak benar mengenai

Harta Kekayaannya dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

D. Pelaporan LHKPN (Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara) di

Indonesia

Implementasi dari LHKPN di Indonesia dapat dilihat dari pelaporan

LHKPN kepada KPK pada kurun waktu 2016-2018. Laporan tersebut telah

Page 56: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

46

diumumkan oleh KPK dalan berbagai media massa guna mempermudahkan

masyarakat mengakses LHKPN tersebut.

Data yang didapatkan melalui websiteresmi KPK “Ikhtisar Kepatuhan

LHKPN” pada tanggal 17 Maret 2016 menunjukan masih banyaknya para

pejabat negara yang belum taat untuk melaporkan hasil kekayaan mereka

kepada negara. Data tersebut dapat kita lihat dari table berikut ini:

Bidang Wajib

Lapor

LHKPN

Sudah

Lapor

LHKPN

Belum

Lapor

LHKPN

Kepatuhan

(%)

Eksekutif 213.107 166.800 46.307 78,27 %

Yudikatif 19.355 18.366 989 94, 89 %

Legislatif –

MPR

3 3 0 100,00 %

Legislatif –

DPR

510 494 16 96,86 %

Legislatif –

DPD

113 106 7 93,81 %

Legislatif –

DPRD

12.219 3.587 8.632 29,36 %

Pemilu

Legislatif DPR

RI

2 2 0 100,00 %

Pemilu

Legislatif DPD

RI

25 23 2 92,00 %

Pemilu

Legislatif

DPRD

6 3 3 50,00 %

BUMN/BUMD 22.209 18.000 4.209 81,05 %

Page 57: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

47

- 1.261 1.050 211 83,27 %

Total 268.810 208.434 60.376 77,54 %

Jika dilihat dari perbidang para Wajib Lapor LHKPN maka

kepatuhannya sebagai berikut:

Bidang Jumlah Instansi Kepatuhan %

Eksekutif 648 78,27 %

Yudikatif 2 94,89 %

Legislatif 440 32,75 %

BUMN/BUMD 414 81,05 %

- 1 83,27 %

Sehingga pada tahun 2016 kepatuhan para Penyelenggara Negara Wajib

Lapor Harta Kekayaan yang berjumlah 268.810 wajib lapor, sebanyak 60.376

(22,46 %) Wajib Lapor yang belum melaporkan LHKPN kepada KPK.

Kemudian sebanyak 208.434 (77,54 %) Wajib Lapor yang telah melaporkan

harta kekayaannya kepada KPK.13

Pada tahun 2017 hasil ikhtisar kepatuhan pelaporan LHKPN oleh para

Penyelenggara Negara yang disampaikan kepada KPK dapat dilihat dari

website resmi yang dikeluarkan oleh KPK. Persentase laporan 2017 LHKPN

dinilai sebagai berikut:

Bidang Wajib

Lapor

LHKPN

Sudah

Lapor

LHKPN

Belum

Lapor

LHKPN

Kepatuhan

(%)

Eksekutif 236.018 157.152 78.866 66,58 %

Yudikatif 22.489 10.822 11.667 48,12 %

Legislatif –

MPR

2 1 1 50,00 %

13

KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi), E-LHKPN Transparansi itu mudah, Data tersebut

berhasil diunduh pada tanggal 22/02/2019 (12:00:23 WIB) melaluli laman website

https://elhkpn.kpk.go.id/portal/user/petakepatuhan (data tersebut dapat sedikit berubah pada setiap

jamnya)

Page 58: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

48

Legislatif –

DPR

534 115 419 21,54 %

Legislatif –

DPD

80 46 34 57,50 %

Legislatif –

DPRD

15.143 4.343 10.800 28,68 %

Pemilu

Legislatif DPR

RI

482 2 480 0,41 %

Pemilu

Legislatif DPD

RI

89 58 31 66,17 %

Pemilu

Legislatif

DPRD

1.801 30 1.771 1,67 %

BUMN/BUMD 25.058 21.435 3.623 85,54 %

Total 301.696 194.004 107.692 64,30 %

Jika tingkat kepatuhan tersebut dilihat dari masing-masing bidang

tersebut menunjukan persentase sebagai berikut:

Bidang Jumlah Instansi Kepatuhan (%)

Eksekutif 642 66,58 %

Legislatif 482 25,34 %

Yudikatif 2 48,12 %

BUMN/BUMD 176 85,54 %

Hasil kepatuhan pelaporan LHKPN pada tahun 2017 oleh para

Penyelenggara Negara, ada sebanyak 301.696 Wajib Lapor. Pada sebanyak

194.004 (64,30%) Wajib Lapor yang telah melaporkan harta kekayaannya

Page 59: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

49

kepada KPK. Sedangkan sebanyak 107.692 (35,70%) Wajib Lapor yang

belum melaporkannya kepada KPK.14

Ikhtisar kepatuhan yang telah dirangkum pada tahun berikutnya pada

tahun 2018, hasil pelaporan LHKPN yang telah didaftarkan oleh para

Penyelenggara Negara kepada KPK menunjukan sebagai berikut:

Bidang Wajib

Lapor

LHKPN

Sudah

Lapor

LHKPN

Belum

Lapor

LHKPN

Kepatuhan

(%)

Eksekutif 261.263 46.447 214.816 17,78 (%)

Yudikatif 23.860 2.947 20.913 12,35 (%)

Legislatif –

MPR

2 1 1 50,00 (%)

Legislatif –

DPR

523 39 484 7,46 (%)

Legislatif –

DPD

136 82 54 60,29 (%)

Legislatif –

DPRD

16.312 1.626 14.686 9,97 (%)

Pemilu

Legislatif DPR

RI

537 28 509 5,21 (%)

Pemilu

Legislatif DPD

RI

704 548 156 77,84 (%)

Pemilu

Legislatif

5.445 457 4.988 8,39 (%)

14

KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi), E-LHKPN Transparansi itu mudah, Data tersebut

berhasil diunduh pada tanggal 22/02/2019 (09:40:27 WIB) melaluli laman website

https://elhkpn.kpk.go.id/portal/user/petakepatuhan (data tersebut dapat sedikit berubah pada setiap

jamnya)

Page 60: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

50

DPRD

BUMN/BUMD 27.854 5.124 22.730 18,40 (%)

Total 336.636 57.299 279.337 17,02 (%)

Selanjutnya apabila kepatuhan tersebut dilihat dari jumlah bidang yang

diperiksa oleh KPK pada tahun 2018 maka dapat dilihat sebagai berikut:

Bidang Jumlah Instansi Kepatuhan (%)

Eksekutif 646 17,78 %

Yudikatif 2 12,35 %

Legislatif 510 11,75 %

BUMN/BUMD 180 18,40 %

Kepatuhan pelaporan LHKPN oleh para Penyelenggara Negara yang

Wajib Lapor pada tahun 2018 laporan tersebut, KPK telah merangkum

sebanyak 336.636 Wajib Lapor. Kemudian dari jumlah Wajib Lapor tersebut

sebanyak 279.337 (82,98%) Wajib Lapor belum melaporkan LHKPN KPK,

sedangkan hanya sebanyak 57.299 (17,02%) Wajib Lapor yang telah

melaporkan harta kekayaannya kepada KPK pada tahun 2018.15

Melihat data pelaporan harta kekayaan tersebut, pelaporan LHKPN pada

tahun 2016 jika dilihat dari hasil persentase yang di-input oleh media internet

“Hukum On Line” dari jumlah Penyelenggara Negara Wajib Lapor LHKPN

sebanyak 288.369 ada sebanyak 90.817 Penyelenggara Negara Wajib Lapor

yang baru melaporkan harta kekayaannya kepada KPK, dan sebanyak

197.685 orang telah melaporkan harta kekayaan mereka kepada KPK. Namun

jika dilihat dari persentase yang telah di-input oleh website resmi KPK pada

tahun yang sama kepatuhan para Penyelenggara Negara pada pelaporan

LHKPN, dari sebanyak 268.810 orang Penyelenggara Negara Wajib Lapor

LHKPN sebanyak 208.434 orang telah melaporkan harta kekayaannya kepada

15

KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi), E-LHKPN Transparansi itu mudah, Data tersebut

berhasil diunduh pada tanggal 22/02/2019 (09:40:27 WIB) melaluli laman website

https://elhkpn.kpk.go.id/portal/user/petakepatuhan (data tersebut dapat sedikit berubah pada setiap

jamnya)

Page 61: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

51

KPK dan sebanyak 60.376 orang Penyelenggara Negara belum melaporkan

harta kekayaannya kepada KPK.

Pada tahun 2017 sebanyak 301.696 orang para Penyelenggara Negara

Wajib Lapor LHKPN yang terdata oleh KPK. Sebanyak 194.004 orang Para

Penyelenggara Wajib Lapor yang telah melaporkan harta kekakyaannya

kepada KPK dan sebanyak 107.692 orang Penyelenggara Negara Wajib

Lapor LHKPN yang belum melaporkan hartanya kepada KPK. Tahun 2018

ada sebanyak 336.636 Wajib Lapor yang terdata sebagai Penyelenggara

Negara Wajib Lapor LHKPN kepada KPK.Sebanayak 279.337 orang Para

Pemyelenggara Negara Wajib Lapor LHKPN yang belum melaporkan harta

kekayaannya kepada KPK dan sebanyak 57.299 orang Penyelenggara Negara

Wajib Lapor LHKPN belum melaporkannya kepada KPK.

Pada table berikutnya memuat data “Rekapitulasi Tindak Pidana Korupsi

di Indonesia melalui laman website ACCH (Anti-Coruption Cleaning House)

yang telah di Up date pada tanggal 31 Desember 2018 silam16

Penindakan 2016 2017 2018 Jumlah

Penyelidikan 96 123 164 383

Penyidikan 99 121 199 419

Penuntutan 76 103 151 330

Inckraht 71 84 106 261

Eksekusi 81 83 113 277

Berdasarkan data rekapitulasi yang keluar pada tanggal 31 Desember

2018, Apabila dikaitkan dengan pelaporan LHKPN di data sebelumnya pada

tahun 2016 jumlah Penyelenggara Negara yang telah melaporkan LHKPN

mencapai 208.434 (77,54 %) orang kemudian melihat hasil di tahun 2017 KPK

telah melakukan tindakan sebagai berikut: Penyelidikan 123 perkara, Penyidikan

16

Diakses pada tanggal 26 Agustus 2019 Pukul 22:45 pada laman web site ACCH. https://acch.kpk.go.id/id/statistik/tindak-pidana-korupsi

Page 62: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

52

121 perkara, Penuntutan 103 perkara, Incraht 84 perkara, dan Eksekusi 83

perkara. Tahun 2017 jumlah Penyelenggara Negara yang telah melaporkan

LHKPN mencapai 194.004 (64,30%) orang, dan KPK telah melakukan

penindakan atas tindak Pidana Korupsi di tahun 2018 sebagai berikut:

Penyelidikan 164 perkara, Penyidikan 199 perkara, Penuntutan 151 perkara,

Incraht 106 perkara, dan Eksekusi 113 perkara. Dapat disimpulkan bahwa

penindakan Tindak Pidana Korupsi pada tahun 2018 lebih besar dari pada tahun

2017. Hal ini sebanding lurus dengan jumlah Penyelenggara Negara yang

melaporkan harta kekayaan.

Page 63: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

53

BAB IV

IMPLEMENTASI LAPORAN HASIL KEKAYAAN PENYELENGGARA

NEGARA TERHADAP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG

BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME

Mengartikan sebuah hukum haruslah diartikan sebagai sebuah perangkat

peraturan yang mengatur masyarakat, kemudian barulah hukum tersebut

didukung oleh sistem sanksi yang tegas dan jelas sehingga melahirkan

penegakan keadilan terhadap hukum tersebut. keadilan yang dimaksudkan di

sini adalah keadilan vindikatif bukan keadilan absolute yang mana

menjatuhkan suatu hukuman berdasarkan perosedur hukum dan dengan

alasan yang jelas serta mendasar, dalam arti tidak berdasarkan kepada

perasaan sentiment (hanya menilai dari subjektif), kesetiakawanan,

kompromistik dan atau alasan yang lain yang justru menyebabkan penegakan

hukum tersebut jauh dari rasa keadilan.1 Hukum pada dasarnya mengikat

pada setiap individu ataupun kelompok yang terbeban(terkena wajib

mematuhi peraturan tersebut), sehingga dalam pelaksanaan penegakan hukum

dan penegakan sanksi terhadap adanya pelanggaran hukum, para penegak

hukum tidak boleh melakukan tebang pilih.

Hukum dalam prespektif kebahasaan, hukum dapat diartikan sebagai

menetapkan sesuatu kepada yang lain. Lebih lanjut hukum juga dipahami

sebagai kumpulan dari peraturan yang baik yang berasal dari sebuah

kesepakatan dalam hal menjunjung nilai moral atau adat kebiasaan yang

dibentuk dalam suatu perundangan yang formal, di mana dalam suatu negara

masyarakatnya mengakui terikat atau menjadi subjek dari hukum formal

tersebut.2Hukum juga diartikan sebagai aturan atau norma di mana membuat

perbuatan-perbuatan masyarakatnya atau subjek hukum tersebut memiliki

1 Sabian Utsman, Menuju Penegakan Hukum Responsif Konsep Philippe Nonet & Philip

Selznick Perbandingan Civil Law System & Common Law System Spiral Kekerasasan &

Penegakan Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cetakan ke-2, h.13 2 M. Hasan Ubadillah, Kontribusi Hukum Islam dalam mewujudkan Good Governance di

Indonesia, diakses pada situs httpjurnalfsh.uinsby.ac.idindex.phpqanunarticleview141 pada

tanggal 26 Januari 2019

Page 64: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

54

sebuah pola.3 Sebuah hukum yang dibentuk sudah seharusnya memiliki

sebuah nilai yang berasal dari nilai-nilai yang ada di tengah masyarakat. Nilai

yang terkandung di dalam hukum tersebut lantas disepakati oleh masyarakat

secara luas untuk dimasukan ke dalam sistem peraturan hukum. Peraturan

hukum yang telah dibekali oleh nilai tersebut dilegalkan maka diharapkan

menjadi sebuah peraturan hukum yang diterima dan berjalan dengan baik

oleh subjek hukum itu sendiri, sehingga dengan kesadaran pentingnya

peraturan hukum tersebut membuat pola yang baik ditengah-tengah

maysarakatnya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, hukum tidak hanya mengikat kepada

masyarakatnya saja namun hukum juga seharusnya mengikat kepada semua

elemen dalam negara tersebut.Khususnya dalam hal ini pemerintah atau

Penyelenggara Negara sebagai pelaksana dari pembuat kebijakan maupun

sebagai pihak yang bertanggung jawab terlaksananya tujuan nasional dalam

kehidupan bernegara dari negara tersebut. Diperlukannya upaya penegakan

hukum yang merupakan proses untuk menegakan atau memfungsikan norma-

norma hukum secara nyata dalam berprilaku dalam lalu lintas atau hubungan-

hubungan hukum dalam masyarakat dan bernegara.4Lebih lanjut suatu aturan

yeng telah dibuat, sudah seharusnya ditegakan dan dijalankan dengan baik

dan penuh rasa tanggung jawab oleh setiap mayarakat maupun para

penyelenggaranya yang mengakui terikat oleh hukum tersebut.

Apabila dilihat dari sudut subjeknya penegakan hukum dapat diartikan

dalam subjek yang luas dan dapat pula diartikan dalam sudut yang sempit

atau terbatas.Dalam arti yang luas penegakan hukum berarti menggunakan

dan melibatkan setiap subjek hukum dalam setiap hubungan hukumnya.

Berarti siapapun yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu

maupun tidak melakukan sesuatu dengan berdasarkan diri pada norma aturan

3„Abd al-Hamid Hakim, al-Bayan (Jakarta: Sa‟adiyah Putra, 1972), h. 10.

4 Jimly Asshidiqie,Penegakan HUkum jurnal ini diakses pada laman

httpscholar.google.co.idscholar_urlurl=http%3A%2F%2Fwww.academia.edu%2Fdownload%2F3

1812599%2FPenegakan_Hukum.pdf&hl=id&sa=T&oi=ggp&ct=res&cd=6&d=106869644002487

61702&ei=AItZXOm-KtaMyQTkwKLQBg&scisig=AAGBfm2tEXjPYyOn3vMIPB4W1V_ pada

tanggal 30 Januari 2019.

Page 65: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

55

hukum yang berlaku, itu bebrarti seseorang tersebut telah menjalankan atau

telah menegakan aturan yang berlaku. Kemudian apabila dilihat dari arti

sempit dilihat dari subjek hukumnya, penegakan hukum diartikan sebagai

upaya para penegak hukum tertentu dalam menjamin dan memastikan bahwa

suatu aturan hukum tersebut berjalan sebagaimana mestinya. Arti sempit

tersebut memastikan dan menjamin tegaknya hukum tersebut, apabila

diperlukan maka aparatur penegak hukum tersebut dapat melakukannya

dengan daya paksa.5 Pada dasarnya manusia memiliki keinginan hidup

teratur. Tolak ukur untuk dapat dikatakan teratur ataupun pantas tidak pantas

memiliki perbedaan pendapat antara orang yang satu dengan yang lainnya.

Oleh karena itu diperlukan tolak ukur untuk menyatukan presepsi atas hal

tersebut6Oleh karena itu, untuk menjaminnya penegakan hukum tersebut

maka diperlukannya kerjasama dan kesadaran diri sebagai subjek hukum

untuk bertanggung jawab menjalankan aturan hukum, terutamnya untuk

aturan hukum tertentu yang mengikat dan mengharuskannya mematuhi dan

menjalankannya.Tidak hanya itu para penegak hukum pun sudah seharusnya

melakukan upaya-upaya penegakan hukum dengan tindakan yang dirasa

diperlukan untuk memastikan hukum tersebut berjalan dengan baik.

Pemberian reward maupun sanksi itu juga tidak boleh melihat siapa yang

akan diberikannya.

Peneliti di awal telah menjabarkan beberapa pemikiran dalam

permasalahan yang diangkat pada skripsi ini. Pelaporan LHKPN oleh Pejabat

ataupun Penyelenggara Negara merupakan sebuah kewajiban yang mutlak

ketika seseorang akan, saat, dan setelah mengemban amanah di dalam roda

pemerintahan pada setiap sektornya. Pemberian beban ini sesuai Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang

5 Jimly Asshidiqie,Penegakan HUkum jurnal ini diakses pada laman

httpscholar.google.co.idscholar_urlurl=http%3A%2F%2Fwww.academia.edu%2Fdownload%2F3

1812599%2FPenegakan_Hukum.pdf&hl=id&sa=T&oi=ggp&ct=res&cd=6&d=106869644002487

61702&ei=AItZXOm-KtaMyQTkwKLQBg&scisig=AAGBfm2tEXjPYyOn3vMIPB4W1V_ pada

tanggal 30 Januari 2019. 6 Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-masalah Sosial,

(Bandung: Alumni, 1982), h. 54

Page 66: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

56

Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pelaksanaan

pelaporan harta kekayaan penyelnggara negara menjadi tugas yang wajib

dilaksanakan mengingat juga bahwa Indonesia merupakan negara hukum, di

mana semua elemen yang ada di dalamnya harus taat terhadap hukum yang

berlaku di Negara Indonesia.Bentuk pelaksanan dari pelaporan harta

kekayaan para Penyelenggara Negara tersebut dibentuk menjadi sebuah

formulir LHKPN.

Pelaksanaan LHKPN tersebut terbentur oleh banyaknya Penyelenggara

Negara yang tidak atau telat melaporkan LHKPN. Hal tersebut membuktikan

bahwa peraturan Perundang-Undangan tersebut tidak efektif atau tumpul

dalam pelaksanaannya, dalam hal ini peraturan yang dimaksud Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 1999. Hal ini dapat kita lihat di Bab 3 sebelumnya

bahwa dari tahun 2016-2018 masih banyak Peneyelengara Negara yang tidak

melaporkan harta kekayaannya. Sudah kewajiban mutlak bagi Penyelenggara

Negara yang khususnya dibebankan melapor harta kekayaannya melaporkan

LHKPN.

Pada dasarnya tidak semua Penyelenggara Negara harus mendaftarkan

LHKPN, hanya beberapa jabatan tertentu yang dikenakan beban melaporkan

harta kekayaannya kepada KPK,

“Sesuai Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 Penyelenggara Negara

wajib melaporkan LHKPN. Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara

yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat

lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan

negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Penyelenggara Negara yang dimaksud adalah sesuai UU No 28

Tahun 1999 BAB II Pasal 2 meliputi,

a) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;

b) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;

c) Menteri;

d) Gubernur;

e) Hakim;

f) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peranturan

perundang-undangan yang berlaku; dan

g) Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan

penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Page 67: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

57

Pada penjelasan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 disebutkan

bahwa :

h) Yang dimaksud dengan “Pejabat negara yang lain” dalam ketentuan

ini misalnya Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri

yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa

Penuh, Wakil Gubernur, dan Bupati/Walikotamadya

Yang dimaksud dengan “pejabat lain yang memiliki fungsi strategis”

adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya didalam melakukan

penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek korupsi, kolusi, dan

nepotisme, yang meliputi: 1. Direksi, Komisaris, dan pejabat

struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha

Milik Daerah; 2. Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan

Penyehatan Perbankan Nasional; 3. Pimpinan Perguruan Tinggi

Negeri; 4. Pejabat Eselon I dan Pejabat lain yang disamakan di

lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

5. Jaksa; 6. Penyidik; 7. Panitera Pengadilan; 8. Pemimpin dan

bendaharawan proyek.”7

“Lebih lanjut, seuai Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 Pasal 5

Ayat(2)dan(3), disebutkan bahwa Penyelenggara Negara berkewajiban

untuk, bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan setelah

menjabat,dan melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan

setelah menjabat. Kemudian bagi yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikenakan sanksi administratif

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”8

Melihat pernyataan Jeji Azizi tersebut, maka hanya Pejabat Negara atau

Penyelenggara Negara yang memiliki jabatan-jabatan ataupun posisi-posisi

strategis yang wajib melaporkan harta kekayaanya.

Setelah masuknya data LHKPN dari Penyelenggara Negara dan dianggap

lengkap maka KPK memberikan tanda terima kepada Penyelenggara Negara

yang bersangkutan. Tahap selanjutnya yaitu sebagaimana di dalam Pasal 10

Peraturan KPK NO 07 Tahun 2016, Penyelenggara Negara wajib

mengumumkan harta kekayaannya paling lambat 2 bulan setelah

penyampaiannya kepada KPK melalui media pengumuman yang telah

ditetapkan oleh KPK, media instansi resmi, dan/atau media massa sekala

Nasional. Sebagaimana diterangkan dalam Pasal 18 di Peraturan yang sama,

KPK akan memantau dan mengklarifikasi atas harta kekayaan Penyelenggara

Negara. Apabila terdapat laporan ataupun dugaan tindak pidana korupsi,

7Jeji Azizi, Spesialis Fungsional LHKPN, Komisi Pemberantasan Korupsi,Interview Pribadi,

Kuningan, 23 April 2019. 8 Jeji Azizi, Spesialis Fungsional LHKPN, Komisi Pemberantasan Korupsi,, ... 23 April 2019.

Page 68: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

58

kolusi maupun nepotisme, maka KPK akan menindaklanjuti sebagaimana

kewenangan KPK pada Pasal 17 pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun

1999.

Mengenai laporan adanya dugaan tindak Pidana Korupsi, di pidak lain

PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) telah

mengantongi dan mengawasi 1,3 juta rekening milik Penyelenggara Negara

yang terdiri dari Pejabat Negara, Politikus, Pengusaha dan Firma Hukum

yang diduga para Penyelenggara Negara tersebut melakukan Tindak Pidana

Pencucian Uang. Wakil Kepala PPATK menegaskan bahwa pihaknya tidak

akan sungkan untuk menyerahkan data rekening tersebut kepada Penegak

Hukum untuk mempersempit ruang gerak pelaku pencucian uang.9 KPK

sebagai lembaga yang berwenang dalam memeriksa LHKPN berdasarkan

Pasal 17 dan Pasal 18 pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tersebut

dapat memeriksa atas inisiatif sendiri maupun menerima laporan dugaan

adanya tindak Pidana Korupsi melalui tindak Pencucian Uang dari para

Penyelenggara Negara yang sengaja melaporkan harta kekayaannya secara

tidak jujur.

Dalam hal pemeriksaan oleh KPK dapat didasarkan pada inisiatif sendiri

yang dalam analisisnya berdasarkan Profil Jabatan, harta kekayaan, dan

penghasilan sebagaimana diterangkan pada Pasal 12 Ayat 2 Peraturan KPK

Nomor 7 Tahun 2016, dengan didukun Pasal 15 dalam Peraturan tersebut

yang menjelaskan KPK dapat meminta Informasi atau keterangan dari pihak

lain. Sebagai contoh kasus KPK memeriksa Emirsyah Safar mantan Dirut

(Direktur Utama) PT Garuda Indonesia untuk mendalami kasus suap

pengadaan pesawat dan 50 mesin Pesawat AirBus A330-300. Dari pengadaan

tersebut KPK mengetahui tersangka Emirsyah menerima aliran dana uang

sejumlah 1,2 juta Euro, 150 ribu Dollar Amerika yang senilai 20 milliar

9Diaksess pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 13:15 dari laman website “NEWS” yang

terbit pada tanggal 26 Agutus 2019 “PPATK Awasi 1,3 Juta Rekening Milik Pejabat Negara”Rabu, 27 Februari 2019 (06:04) WIB, https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/pnk2sa428/ppatk-awasi-13-juta-rekening-milik-pejabat-negara

Page 69: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

59

Rupiah. Tidak hanya itu tersangka menerima barang senilai 2 juta Dollar

Amerika dari Beneficial owner Connaugth International Pte Ltd Soetikno

yang tersebar di rekening Indonesia dan Singapura.10

Dalam Bab 2 sebelumnya peneliti menerangkan sebuah kutipan bahwa,

sebuah aturan hukum atau perundang-undangan menjadi tidak efektif untuk

diterapkan dikarenakan,apabila sebagian besar ketaatan warga masyarakatnya

kepada peraturan hukum atau perundang-undangan hanya bersifat compliance

(berharap imbalan) atau identification (menjaga kepentingan diri sendiri

dalam menjalankan hukum tersebut)maka kualitas efektivitas dari aturan

Perundang-Undangan itu masih dapat dipertanyakan, walaupun warga

mayarakatnya terlihat sangat taat kepada peraturan perundang-undangan yang

berlaku.11

Pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 oleh

Penyelenggara Negara yang dibebankan kewajiban lapor harta kekayaan pada

Undang-Undang tersebut, sebagian hanya bersifat formalitas. Kesadaran akan

pentingnya atau nilai yang terkandung dalam Undang-Undang tersebut

masih kurang banyak dimiliki oleh para Penyelenggara Negara. Tidak

mengherankan apabila banyak di antara Penyelenggara Negara masih kurang

mau mematuhi kewajibannya, apapun itu alasannya.

A. Penerapan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara terhadap

terciptanya Good and Clean Governance

Kesuksesan dari penerapan LHKPN oleh Penyelenggara Negara

memiliki sebuah nilai yang sangat diimpikan oleh Negara Indonesia. Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 1999 memuat sebuah asas yang merupakan cita-

cita atau Program Nasional dari sebuah negara, khususnya Negara Indonesia

saat ini. Asas-Asas tersebut diantaranya,

1. Asas Kepastian Hukum;

10

Diakses pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 17:20 dari laman website “Suara” yang terbit Rabu, 17 Juli 2019 “Periksa Emirsyah Satar, KPK Klarifikasi Aliran Dana Kasus Korupsi Garuda”. https://www.suara.com/news/2019/07/17/212103/periksa-emirsyah-satar-kpk-klarifikasi-aliran-dana-kasus-korupsi-garuda

11 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana,

2012), h. 349

Page 70: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

60

2. Asas Akuntabilitas;

3. Asas Kepentingan Umum;

4. Asas Keterbukaan;

5. Asas Proporsionalitas;

6. Profesionalitas; dan

7. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara.

Tidak berlebihan jika peneliti menyebutnya konsep tersebut merupakan

impian dari setiap negara, dan Negera Indonesia adalah negara yang saat ini

sedang sangat aktif dalam mewujudkan konsep tersebut. Asas Akuntabilitas

dalam kehidupan bernegara sangatlah perlu khususnya mereka yang menjabat

di ranah pemerintahan. Kehidupan bernegara oleh pemerintah tidak terlepas

dari Administrasi Pemerintahan. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014

Tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 4 ruang lingkup administrasi

pemerintah meliputi Bidang Eksekutif, Bidang Legislatif, Bidang Yudikatif,

dan Bidang-Bidang lainnya yang berdasarkan Undang-Undang.

Melihat hal tersebut LHKPN merupakan sebuah indikator penting dalam

mewujudkan Good and Clean Governance. Asas tersebut sangat mutlak harus

dimiliki oleh setiap para Penyelenggara Negara di Indonesia termasuk mereka

yang dikenai beban wajib melaporkan harta kekayaanya.

Mengingat kehidupan bernegara dewasa saat ini yang sedang dihadapkan

dengan sebuah permasalah yang mengancam terganggunya sistem dan pola

Penyelenggaraan Negara. Salah satunya adalah tindak pidana korupsi yang

dilakukan oleh para Penyelenggara Negara khususnya di Indonesia.krisis

ekonomi-politik yang melanda Indonesia pada tahun 1997, telah melahirkan

banyak koreksi terhadap berbagai konsep, metode dan prektik-praktik

penyelenggaraan berbangsa dan bernegara, yang diyakini oleh banyak

pengamat berperan besar sebagai salah satu penyumbang krisis

multidimentional tersebut. pemerintahan yang lebih condong sentralistik dan

birokrasi patrimonialistik, Penyelenggara Negara yang terlepas dari kontrol

sosial dan kontrol suprastruktur dan infrastruktur politik, yang disertai banyak

munculnya ideologi pembangunan yang tidak berdasarkan pada ekonomi

Page 71: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

61

kerakyatan berimpilkasi luas pada praktik-praktik Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme(KKN) di Indonesia. Krisis-krisis yang dihadapi bangsa Indonesia

ini tidak terlepas dari kegagalan bangsa ini dalam mengembangkan sistem

Penyelenggara Negara dan pembangunan yang tidak mengindahkan prinsi-

prinsip tata pemerintahan yang baik yaitu “good governance”.12

Tidak adanya kesadaran Penyelenggara Negara yang bertanggung jawab

dalam menegakan prinsip Good Governance oleh Para Penyelenggara Negara

maka Bangsa Indonesia kedepannya akan semakin banyak akan menghadapi

permasalahan tindak pidana korupsi yang merusak para Penyelenggara

Negara dalam menjalankan roda pemerintahan.Good Governance sendiri

merupakan sebuah konsep yang mengandung prinsip-prinsip dari Asas-asas

Umum Pemerintahan yang baik, yang mana diyakini dapat merubah watak

para Penyelengagara Negara dalam menjalankan roda pemerintahan dengan

baik dan bersih, terutamanya terbebas dari Tindak Pidana Korupsi.

Good Governance pada dasarnya mempunyai peranan dalam membantu

terselenggara dan tercapainya tujuan Nasional yang menjadi salah satu

pondasi dasar sehingga harus segara diterapkan, khususnya di Indonesia.

Cita-cita yang terdapat dalam good governance haruslah dipahami dan

diyakini dapat membantu upaya-upaya pemberantasan dan pencegahan

Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Karakteristik yang terdapat di

dalamgood governance yaitu prinsipefektifvitas, efisiensi, akuntabilitas,

penegakan hukum, dan equality(Keadilan) dapat ditegakan maka

penyalahgunaan wewenang dapat diminimalisir ataupun dihilangkan. Tidak

hanya itu, tanpa menyampingkan Prinsip Transparansi, Konsensus,

Partisipasi, Responsivitas, dan Strategic Vision haruslah ditegakan dalam

setiap tingkatannya, sehingga diharapkan dapat memberikan keseimbangan

bagi pihak Penyelenggara Negara, pihak Swasta, dan pihak Masyarakat.13

12

Sjahruddin Rasul, Penerapan Good Governance di Indonesia dalam Upaya Pencegahan

Tindak Pidana Korupsi, jurnal ini diakses pada laman website

http://journal.ugm.ac.idjmharticleview1627610822 13

Sjahruddin Rasul, Penerapan Good Governance di Indonesia dalam Upaya Pencegahan

Tindak Pidana Korupsi, http://sjournal.ugm.ac.idjmharticleview1627610822b h.544

Page 72: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

62

Oleh karena itu dengan adanya beberapa Prinsip-prinsip yang terkandung di

dalam good governance diharapkan seluruh pihak mampu bersama-sama

dalam upayanya menciptakan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari

Nepotisme. Sehingga tujuan-tujuan Nasional dapat tercpai dan terselenggara

dengan baik tanpa adanya gangguan dari Tindak Pidana Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme yang telah mengakar dan membudaya di tengah-tengah

masyarakat.

Good Governance berdasarkan konseptual jika dibagi menjadi dua kata

maka, Good memiliki arti menjadi dua yang pertama yaitu, sebuah nilai yang

menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat serta nilai-nilai yang dapat

meningkatkan kemampuan rakyat dalam mencapai tujuan nasional,

berkemandirian yang berkelanjutan dan keadilan sosial. Kemudian yang

kedua memiliki arti merupakan aspek fungsional pemerintahan yang efektif

dan efisien, dalam pelaksanaan tugasnya dan tujuannya dalam mencapai

tujuannasional.14

Tidak hanya itu pemerintah tidak hanya menjamin

terlaksananya aspek fungsional pemerintah harus mengkoreksi apakah tujuan

nasional tersebut terlah tercapai atau belum berjalan dengan baik.

Rencana strategis Lembaga Administrasi Negara tepatnya pasca

reformasi mengatakan bahwa diperlukannya sebuah pendekatan baru dalam

penyelenggaraan negara dan pembangunan yang terarah untuk mewujudkan

pemerintahan yang lebih baik (Good Governance) yaitu peroses pengelolaan

pemerintahan yang Demokratis, Professional, Profesional, Menjunjung tinggi

supremasi hukum dan hak asasi manusia, Desentralisasi, Partisipasi,

Transparansi, Berkeadilan yang bersih dan Akuntabel, selain Berdayaguna,

Berhasil guna serta berorentasi pada daya saing dalam peningkatan

bangsa.15

Upaya-upaya pelaksaan Good Governance di Indonesia sendiri telah

dilaksanakan dengan Tap MPR Nomor XI/MPR/1999 tentang

penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan

nepotisme. Lebih lanjut diciptakannya Undang-undang Nomor 28 Tahun

14

Sudarmayanti, Good Governance II, (Bandung: Bandar Maju, 2004), h. 4 15

Sudarmayanti, Good Governance II,... h. 7

Page 73: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

63

1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi, dan Nepotisme. Pasal 3 pada Undang-undang tersebut telah

menjelaskan Asas-asas yang diperlukan dalam mewujudkan Penyelenggara

Negara yang bersih di antaranya (1) Asas Kepastian Hukum, (2) Asas tertib

Penyelenggara Negara, (3) Asas Kepentingan Umum, (4) Asas Keterbukaan,

(5) Asas Proposionalitas, (6) Asas Profesionalitas, (7) Asas Akuntabilitas.16

Menindak lanjuti kedua peraturan tersebut maka berdasarkan Undang-undang

Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, maka

pemerintah membuat suatu Badan Pembantu (Auxilary Organ) yaitu KPK

(Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam mewujudkan pemberantasan korupsi

di Indonesia.

Tugas dan fungsi yang diberikan KPK sudah dituangkan dalam Undang-

undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi,

tepatnya dalam Pasal 6 peraturan tersebut. Pasal 6 huruf d dan e telah jelas

bahwa KPK memiliki tugas dan wewenang dalam melakukan pencegahan

korupsi (tindakan prefentif), kemudian KPK memiliki kewenangan dalam

melakukan monitoring terhadap para Penyelenggara Negara dalam halnya

penyelenggaraan pemerintahan negara.Dalam Pasal 7 peraturan perundang-

undangan tersebut, sebagai upayanya KPK menjawab tugas yang diberikan

negara pada Tap MPR Nomor XI/MPR/1999 dan peraturan Undang-undang

Nomor 28 Tahun 1999 untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan

bebas dari tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme KPK tidak hanya

melakukannya dengan cara represif namun juga dengan melakukan upaya

tindakan prefentif. Sebagai upaya prefentif tersebut dijelaskan pada Pasal 13

khususnya pada huruf a bahwa KPK melakukan pendaftaran dan pemeriksaan

terhadap harta kekayaan penyelenggara negara. Berdasarkan hal tersebut

KPK telah berupaya untuk melakukan pencegahan tindak pidana korupsi

tersebut secara prenpentif dengan menerbitkan Laporan Harta Kekayaan

Penyelenggaraan Negara (LHKPN).

16

Sjahruddin Rasul, Penerapan Good Governance di Indonesia dalam Upaya

PencegahanTindak Pidana Korupsi, jurnal ini diakses pada laman

websitehttp://journal.ugm.ac.idjmharticleview1627610822 pada tanggal 28 Januari 2019

Page 74: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

64

Untuk mempermudah teknis pelaporan LHKPN, KPK menggunakan

media massa elektronik untuk mempermudah para Penyelenggara Negara

dalam melaporkan harta kekayaannya. Tidak hanya dalam hal pelaporan

LHKPN saja, tetapi dalam hal pemantauan para Penyelenggara Negara, KPK

terus berupaya memantau dalam memaksimalkan kepatuhan Penyelenggara

Negara dalam melaporkan harta kekayaannya dengan menggunakan

mekanisme media online, sehingga terpantau secara langsung dan

terintegritas.

Dalam tanyajawab pribadi, Jeji Azizi, Spesialis Fungsional LHKPN,

Komisi Pemberantasan Korupsi, menjelaskan bahwa,

“KPK telah menyediakan Dashboard MCP (Monitoring Centre for

Prevention) Kegiatan Implementasi e-LHKPN untuk memonitoring

progres implementasi e-LHKPN yang dilaksanakan oleh KPK dan

instansi dengan berbagai tahapannya, dimulai dari Sosialisasi Sistem e-

LHKPN, Penerbitan Regulasi LHKPN di Instansi yang diselaraskan

dengan system e-LHKPN, Pembentukan Unit Pengelola LHKPN

Instansi, Pendaftaran Master Jabatan Instansi ke database e-LHKPN,

Pendaftaran Wajib LHKPN dan yang terakhir Pendaftaran akun e-Filing

LHKPN.”17

Upaya tersebut KPK terus memantau para Penyelenggara Negara dengan

dalam hal pelaporan LHKPN. Dengan adanya sistem tersebut KPK dapat

langsung menilai dan memberi tindakan apabila ditemukan data yang kurang

maupun adanya Penyelenggara Negara yang belum melaporkan harta

kekayaanya dengan memberi tahukan kepada instansi yang terkait.

17

Jeji Azizi, Spesialis Fungsional LHKPN, Komisi Pemberantasan Korupsi,... 23 April 2019

Page 75: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

65

Progres Implementasi e-LHKPN per 2 Mei 2019 :

Terdapat tiga Asas yang cukup penting dan tidak bisa dalam

penerapannya dijalankan secara terpisah sebab satu Asas dengan Asas

lainnya sangat mempengaruhi satu dengan yang lain. Asas tersebut yaitu Asas

Akuntabilitas, Asas Transparansi, dan Asas Pastisipasi Masyarakat. Masing-

masing adalah instrumen yang diperlukan dalam mencapai Asas lainnya, dan

ketiganya merupakan instrumen yang diperlukan dalam mewujudkan

manajemen publik yang baik.18

Apabila Asas tersebut berjalan dengan baik

maka Program Nasional dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan

bebas dari tindak pidana korupsi.

Lebih lanjut sebagaimana ditegaskan oleh Bapak Jeji Azizi dalam tanya

jawab pribadi,

“LHKPN merupakan sebuah alat kontrol para penyelenggara negara

dan merupakan salah satu bentuk langkah pencegahan korupsi sekaligus

transparansi kekayaan pejabat. LHKPN diharapkan menjadi acuan berapa

harta kekayaan penyelenggara negara ketika di awal menjabat dan di

akhir masa jabatan. Pemeriksaan akan dilakuka apabila kenaikan

kekayaan dinilai tidak wajar / tidak sesuai dengan jumlah penghasilan

yang diterima. Pelaporan dan Pemeriksaan LHKPN merupakan

kewajiban Penyelenggara Negara.Keterbukaan terhadap masyarakat

merupakan keniscayaan bagi Pejabat Publik, sehingga jangan ada

kekayaan yang disembunyikan. Penyelenggara Negara mempunyai

peranan yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan negara

atautata kelola pemerintah daerah yang bersih, transparan, dan akuntabel

(Good Governance).“19

18

Loina Lalolo Karina P, Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi, dan

Partisipasi, (Jakarta: Seketariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional, 2003), h.6 19

Jeji Azizi, Spesialis Fungsional LHKPN, Komisi Pemberantasan Korupsi,... 23 April 2019.

Page 76: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

66

Sudah sewajarnya sebuah pelaporan LHKPN menjadi hal yang wajib

dilaksanakan secara jujur oleh para Penyelenggara Negara, yang mana dari

pelaporan tersebut Penyelenggara Negara dapat dinilai langsung oleh

masyarakat yang dipimpin oleh Penyelenggara Negara tersebut

bertanggungjawab atau tidaknya atas jabatan yang dipegangnya. Tidak hanya

itu untuk menekan dan menghapus angka Tindak Pidana Korupsi dalam

struktur pemerintahan di Indonesia sendiri menciptakan tata kelola

pemerintahan yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,

maka good governance merupakan salah satu solusi yang terbaik untuk

menciptakan pemerintahan yang bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

tersebut.

Berdasarkan data Ikhtisar Kepatuhan Penyelenggara Negara dalam

melaporkan harta kekayaannya kepada KPK yang diambil dari kurun waktu

tiga tahun yaitu tahun 2016 sampai dengan 2018, masih menunjukan kurang

optimalnya pelaporan LHKPN tersebut. Pada tahun 2016 sebanyak 268.810

orang Penyelenggara Negara Wajib Lapor LHKPN sebanyak 208.434 orang

yang telah melaporkan harta kekayaannya, dan sebanyak 60.376 orang

Penyelenggara Negara belum melaporkan harta kekayaannya. Artinya

sebanyak 22,46% Penyelenggara Negara belum melaporkannya kepada

KPK, Sedangkan 77,54% Penyelenggara Negara telah melaporkannya kepada

KPK. KPK juga mendata persentase kepatuhan Penyelenggara Negara pada

tahun 2016 dari masing-masing Bidang. Bidang Eksekutif terdapat 648

Instansi dengan kepatuhan 78,27%. Bidang Yudikatif terdapat 2 instansi

dengan kepatuhan 94,89%. Bidang Legislatif terdapat 440 instansi dengan

kepatuhan 32,75%. Bidang BUMN/BUMD terdapat 414 instansi

dengankepatuhan 81,05%. Kemudian 1 Bidang lainnya terdata keptuhannya

83,27%.20

Pada tahun 2017 sebanyak 301.696 orang para Penyelenggara Negara

yang Wajib Melaporkan Harta Kekayaannya kepada KPK, terdata sebanyak

20

KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi), E-LHKPN Transparansi itu mudah, Data tersebut

berhasil diunduh pada tanggal 22/02/2019 (09:40:27 WIB) melaluli laman website

https://elhkpn.kpk.go.id/portal/user/petakepatuhan

Page 77: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

67

194.004 orang para Penyelenggara Negara telah melaporkan harta

kekayaannya kepada KPK. Sedangkan terdapat 107.692 orang Penyelenggara

Negara belum melaporkannya kepada KPK. Berarti sebanyak 64.30%

Penyelenggara Negara telah melaporkan harta kekayaannya, sedangkan

sebanyak 35.70% Penyelenggara negara belum melaporkan harta

kekayaannya kepada KPK. Jika di lihat dari Ikhtisar Kepatuhan perbidang

tersebut pada tahun 2017, maka perolehan persentasenya dapat digambarkan

pada bidang Eksekutif 66,58 % dari 642 instansi, Legislatif 25,34 % dari 482

instansi, Yudikatif 48,12 % dari 2 instansi, dan BUMN/BUMD 85,54 % dari

176 instansi.21

Pada Tahun 2018 ada Ikhtisar Kepatuhan Penyelenggara Negara dalam

melaporkan LHKPN sebanyak 336.636 Wajib Lapor yang terdata sebagai

Penyelenggara Negara Wajib Lapor LHKPN kepada KPK. 279.337 orang

Para Pemyelenggara Negara belum melaporkan harta kekayaannya kepada

KPK dan sebanyak 57.299 orang Penyelenggara Negara telah melaporkannya

kepada KPK. Jika dipersentasekan dari Ikhtisar Kepatuhan Penyelenggara

Negara dalam melaporkan harta kekayaannya kepada KPK maka sebanyak

82, 98% Penyelenggara Negara belum melaporkan harta kekayaannya,

sedangkan hanya sebanyak 17.02% Penyelenggara Negara telah melaporkan

harta kekayaannya kepada KPK. Kemudian jika dilihat dari ikhtisar

kepatuhan perbidang, Bidang Eksekutif sebanyak 17,78% dari 646 instansi,

Bidang Legislatif sebanyak 11,75% dari 510 instansi, Bidang Yudikatif

sebanyak 12,35% dari 2 instansi, dan Bidang BUMN/BUMD 18,40% dari

180 instansi.22

Jika dilihat dari ikhtisar kepatuhan perbidang dalam rentan waktu 2016-

2018, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Bidang Legislatif memiliki

21

KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi), E-LHKPN Transparansi itu mudah, Data tersebut

berhasil diunduh pada tanggal 22/02/2019 (09:40:27 WIB) melaluli laman website

https://elhkpn.kpk.go.id/portal/user/petakepatuhan 22

KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi), E-LHKPN Transparansi itu mudah, Data tersebut

berhasil diunduh pada tanggal 22/02/2019 (09:40:27 WIB) melaluli laman website

https://elhkpn.kpk.go.id/portal/user/petakepatuhan

Page 78: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

68

kepatuhan dalam melaporkan LHKPN kepada KPK dibanding dengan bidang

lainnya. Adanya Penyelenggara Negara yang enggan melaporkan harta

kekayaannya dengan tepat waktu dan bahkan tidak melaporkannya sama

sekali menjadi sebuah kendala yang harus disegera terselesaikan. Melihat

data yang ada, telah sedikit banyak membuat opini buruk di tengah-tengah

masyarakat terhadap para Penyelenggara Negara yang tidak adil (equality)

dalam menjalankan hukum yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 28

Tahun 1999. Lebih khusus lagi dalam hal ini yang menjadi sorotannya yaitu

ketidak percayaannya masyarakat dalam menilai para Penyelenggara Negara

dari sisi Akuntabilitas (Tanggungjawab), dan Transparansi (Keterbukaan)

dalam memegang jabatannya.

B. Penerapan Sanksi terhadap pelaksanaan Instrumen dan Upaya

penegakan Hukum dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara

Negara

Sanksi diberikan oleh tatanan hukum dengan maksud menimbulkan

perbuatan tertentu yang dikehendaki oleh pembuat Undang-Undang. Sanksi

hukum memiliki karakter sebagai tindakan paksa dalam menjalankan

tugasnya sebagai media pengontrol dari Undang-Undang tersebut.23

Setiap

tindakan dari sebuah perbuatan pasti memiliki sebuah konsekuensi, baik

tindakan tersebut merupakan tindakan yang terpuji maupun yang tersebela.

Konsekuensi yang di dapat apabila melakukan tindakan yang tepuji maka

akan mendapatkan sebuah reward yang positif bagi pelaku, namun sebaliknya

apabila tindakan tersebut merupakan perbuatan yang buruk maka akan

mendapatkan sebuah punishment (sanksi atau hukuman) sesuai dengan

perbuatannya.

Pembuatan sanksi pada dasarnya sebagai konsekuensi dari suatu

perbuatan yang merugikan masyarakatnya dan yang harus dihindari, menurut

maksud dari tatanan hukum. Perbuatan yang merugikan ini disebut dengan

delik. Ditinjau dari pandangan maksud dan tujuan pembuatan tatanan hukum

23

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, (Bandung: Nusa Media, 2016), h.

72

Page 79: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

69

ataupun suatu aturan yang telah tertuang dalam peraturan Perundang-

Undangan, delik merupakan suatu kondisi atau syarat berlakunya sanksi oleh

norma hukum. Perbuatan manusia tertentu dinyatakan sebagai delik karena

tatanan hukum meletakkan suatu sanksi sebagai konsekuensi dari perbuatan

tersebut. Sanksi yang diterapkan maka sesuai dengan sanksi yang ada pada

jenis aturan hukum tersebut (Pidana, Perdata, dan Administrasi). Perlu diingat

asumsi mengenai delik bukanlah sebuah perbuatan tertentu yang tanpa diikuti

sebuah sanksi, namun delik merupakan perbuatan yang diikuti sebuah

sanksi.24

Menyimpulkan dari uraian tersebut maka sanksi dapat berjalan jika

adanya sebuah perbuatan yang melawan terhadap hukum (dilarang) yang

telah berlaku dan diikuti pula dengan sebuah sanksi pada aturan tersebut.

Mengingat pentingnya LHKPN dalam menciptakan pemerintahan yang

bersih dan bebas dari Koupsi, Kolusi dan nepotisme maka perlunya

mendukung tertanamnya prinsip good governance dalam kehidupan

bernegara dari para Penyelenggara Negaranya. Namun masih terdapat

banyaknya Penyelenggara Negara Wajib Lapor LHKPN yang masih

terlambat bahkan tidak melaporkannya sama sekali diperlukannya sebuah

upaya hukum, pemberian sanksi maupun solusi-solusi yang harus dilakukan

oleh pihak-pihak yang terkait khususnya oleh KPK untuk mengatasi

permasalah tersebut. Dapat dikatakan bahwa sebagian para Penyelenggara

Negara yang dibebankan melaporkan harta kekayaannya telah melanggar

kewajibannya sebagai Penyelenggara Negara yang termuat di dalam Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 1999. Apabila ditegaskan para Penyelenggara

Negara yang telat maupun tidak melaporkan LHKPN telah melakukan

perbuatan yang melawan hukum (delik) dan menunjukan diri mereka adalah

para Pejabat Negara atau Penyelengagara Negara yang tidak memiliki sifat

keadilan (euality) dalam menjalankan sebuah hukum

Kewajiban melaporkan harta kekayaan merupakan langkah dalam

mendukung Program Nasional dalam menciptakan penyelenggaraan yang

baik, bersih dan bebas dari tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotime. Tidak

24

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara,... h. 74

Page 80: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

70

hanya itu kewajiban tersebut merupakan sebuah langkah dari pemerintah

untuk membuktikan bahwa para Penyelenggara Negara di Indonesia

terintegritas dan dapat dipercaya oleh masyarakat. Namun dengan melihat

konsisi di lapangannya maka akan sulit menciptakan pemerintahan yang baik

dan bersih, terutama akan sulit membangun rasa percaya dari masyarakat.

KPK sebagai lembaga yang bertanggungjawab dalam memproses dan

mengawasi LHKPN tersebut KPK telah melakukan berbagai cara untuk

mempermudah pelaporan, salah satunya memperbaiki teknis pelaporan dan

media pelaporan LHKPN tersebut. Berbagai Kegiatan yang telah dilakukan

oleh KPK, dalam upayanya mengevaluasi kendala-kendala dalam mengurai

kelalaian terhadap pelaporan LHKPN, lebih lanjut dijelaskan oleh Bapak Jeji

Azizi yaitu,

a) “Mengadakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada

tanggal 27-29 November 2018 yang dihadiri oleh perwakilan dari

Kementerian dan Lembaga yang memiliki nilai rendah dalam

kepatuhan LHKPN di 2018 dan diharapkan adanya kenaikan

kepatuhan LHKPN yang signifikan setelah kegiatan tersebut.”

b) “Mengadakan kegiatan Training of Trainers Pengelolaan LHKPN

kepada para Pengelola LHKPN Instansi.”

c) “Mengadakan kegiatan Sosialisasi Peraturan KPK no 7 Tahun 2016

dan bimbingan teknis pengisian LHKPN ke instansi-instansi.”25

Penjelasan tersebut, tanggung jawab dari masing-masing Instansi Negara

yang berperan sebagai pihak Wajib Lapor LHKPN pun seharusnya ikut turut

andil besar dalam membantu tugas KPK tersebut. Sebab kelancaran pelaporan

LHKPN tersebut merupakan tanggungjawab bersama dari berbagai Bidang

Instansi Pemerintahan, khususnya para Kepala dari masing-masing Bidang

Instansi dalam menggerakan Koordinator LHKPN yang dibebankan untuk

mengkoordinir Wajib Lapor LHKPN pada masing-masing instansinya.

Pada Ikhtisar Kepatuhan Pelaporan LHKPN pada tahun 2019

menunjukan bahwa Wajib Lapor LHKPN berjumlah 348.793 Penyelenggara

Negara, masih terdapat 58.461 (16,76%) Penyelenggara Negara belum

melaporkan harta kekayaannya kepada KPK, dan terdapat 290.332 (83,24%)

25

Jeji Azizi, Spesialis Fungsional LHKPN, Komisi Pemberantasan Korupsi,... 23 April 2019.

Page 81: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

71

Penyelenggara Negara telah melaporkan harta kekayaannya kepada KPK.

Namun apabila data tersebut dilihat dari jumlah persentase kepatuhan per-

Bidang Instansi yaitu, Bidang Eksekutif 84,63% dari 641 jumlah Instansi,

Bidang Yudikatif 82,05% dari 2 jumlah Instansi, Bidang Legislatif 63,34%

dari 524 jumlah Instansi, dan BUMN/BUMD 93,45% dari 196 jumlah

Instansi.26

Data tersebut menunjukan Kendala terbesar dari upayanya KPK dalam

menjalankan LHKPN, Bidang Legislatif merupakan salah satu Bidang yang

sangat lalai dalam melaporkan LHKPN, maka dapat ditarik kesimpukan

bahwa Penyelenggara Negara yang mendapat jabatan berasal dari Jabatan

Politisi banyak yang menyampingkan LHKPN dibandingkan dengan Jabatan

yang diperoleh dengan jenjang karir maupun ASN(Aparatur Sipil Negara).

26

KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi), E-LHKPN Transparansi itu mudah, Data tersebut

berhasil diunduh pada tanggal 02/05/2019 (12:00:26 WIB) melaluli laman

websitehttps://elhkpn.kpk.go.id/portal/user/petakepatuhan

Page 82: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

72

“Tingkat kepatuhan Anggota Dewan yang masih rendah dan masih

banyak yang tidak patuh dalam menyampaikan LHKPN dikarenakan

rendahnya komitmen Anggota Dewan untuk menjadi Penyelenggara

Negara yang jujur dan transparan serta tidak bekerjanya Partai Politik

dalam mengawasi kadernya dan lemahnya sanksi yang dijatuhkan.” 27

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tersebut, para

Penyelenggara Negara yang memiliki jabatan strategis. Strategis yang

dianggap sangat rawan terjadinya Tindak Pidana Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme sehingga pemberian sanksi yang tegas merupakan keharusan bagi

para Penyelenggara Negara yang lalai maupun tidak melaporkannya kepada

KPK. Dalam Pasal 20 Ayat 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999

tersebut, menjelaskan bahwa setiap Penyelenggara Negara yang melanggar

ketentuan Pasal 5 sebagaimana yang dimaksud akan dikenakan sanksi

administratif yang berlaku. Mengingat dengan Pasal 4 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2014, bahwa ruang lingkup Administarasi Negara meliputi

Bidang Eksekutif, Bidang Legislatif, Bidang Yudikatif, dan Bidang-Bidang

lainnya yang diatur berdasarkan Undang-Undang. Sudah seharusnya dalam

upayanya menegakan kepastian hukum dan Asas Penyelnggaraan

Kepentingan Umum maka sudah seharusnya Penyelenggara Negara yang lalai

terhadap LHKPN dikenakan Sanksi Administrasi, terutama bagi mereka yang

telah berkali-kali melanggar LHKPN tersebut.

Pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, tidak ada Pasal yang

memberikan kesempatan untuk KPK melakukan penindakan secara langsung

terhadap Penyelenggara Negara yang lalai terhadap LHKPN. Tidak

mengherankan bahwa adanya lembaga maupun instansi Negara, khususnya

Bidang Legislatif memiliki kepatuhan dalam pelaporan LHKPN masih

menjadi Insatansi yang banyak melalaikan dan tidak mealaporkan harta

27

Jeji Azizi, Spesialis Fungsional LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi,... 23 April 2019.

Page 83: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

73

kekayaannya. Sanksi yang diterapkan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun

1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme tersebut menjelaskan bahwa sanksi yang diterapkan

hanyalah berseifat sanksi administratif. Hal tersebut dirasa kurang cukup kuat

dalam menjerat para Penyelenggara Negara yang lalai dan tidak

melaporkannya harta kekayaannya kepada KPK. Terlebih lagi mengingat

Peratuan Perundang-undangan yang ada tidak secara tegas memberikan

kewenangan terhadap KPK khususnya dalam hal pemberian sanksi secara

langsung terhadap pelanggar.

Permasalahan yang muncul dari penjelasan di atas diduga kuat berasal

dari sistem pengawasan dan penegakan sanksi pada Undang-Undang Nomor

28 Tahun 1999 menjadi pemicu utama kendala tersebut. Pada Pasal 20 Ayat

1 pada Peraturan Perundang-undangan tersebut menjelaskan bahwa setiap

Penyelenggara Negara yang melanggar Pasal 5 pada Undang-Undang

tersebut, maka akan dikenakan Sanksi Administratif. Banyak pihak yang

menilai Sanksi Administratif kurang kuat dalam menekan para Penyelenggara

Negara yang lalai terhadap ketentuan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999

tersebut. Terlebih lagi ketentuan pada Peraturan Perundang-undnag tersebut

hanya memberikan pelaksanaan, pengawasan, pengelolaan dan Penyelidikan

berkas kepada KPK sebagai lembaga yang bertanggungjawab dalam

pelaksanaan LKHPN tersebut tetapi tidak dalam hal pemberian sanksi secara

langsung kepada Penyelenggara Negara yang lalai terhadap LHKPN.

Penekanan dalam mengupayakan pelaksanaan dan pemberian sanksi terhadap

Penyelenggara Negara hanya dibebankan kepada Pimpinan Instansi tersebut

tanpa adanya pengawasan yang ketat dari KPK. Pada akhirnya banyak

Pimpinan Instansi yang kurang disiplin dalam menjatuhkan sanksi kepada

bawahanya, termasuk para Pimpinan Fraksi-fraksi dalam Lembaga Legislatif

sehingga banyak para Kadernya lalai dalam melaporkan LHKPN.

Banyak pihak yang menginginkan perubahan atas Sanksi tersebut

menjadi Sanksi Pidana untuk menekan Penyelenggara Negara yang lalai

LHKPN. Hal tersebut sudah sepantasnya dilakukan namun perlu dipahami

Page 84: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

74

bahwa, dalam Peraturan Perundang-undangan pemberian sanksi haruslah

sesuai dengan isi substansi yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan

tersebut. Pemberian Sanksi Pidana dalam konteks substansi yang tidak tepat

terlihat seperti sangat memaksakan, sehingga pemberian sanksi yang tidak

tepat akan membuat Peraturan Perundang-undangan tersebut menjadi tidak

efektif dan tidak memiliki daya hasil/guna. Hal tersebut bersesuaian dengan

salah satu Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu Asas

Kedayagunaan dan Kehasilgunaan. Artinya setiap Peraturan Perundang-

undangan yang dibuat benar-benar dibutuhkan dan diharapkan bermanfaat

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Akibat lainnya

karena sanksi yang tidak tepat dengan substansi Peraturan Perundang-

undangan tersebut maka akan menjadi sulit untuk diterapkan.28

Aturan dan

sanksi yang diterapkan dalam sebuah Peraturan Perundang-undangan

haruslah memiliki sebuah dayaguna maupun nilai yang sesuai dengan tujuan

substansi dari peraturan tersebut.

Melihat ketentuan Peraturan Perundang-undangan tersebut KPK

menyerahkan para Penyelenggara Negara yang tidak melaporkan harta

kekayaannya kepada masing-masing insatansi guna pemberian tindakan. Hal

serupa dijelaskan oleh Bapak Jeji Azizi dalam tanya jawab pribadinya di KPK

bahwa,

“Sanksi administratif dalam perkembangannya tidak memiliki daya

dorong yang kuat dalam peningkatan kepatuhan LHKPN instansi.

Komitmen Pimpinan dan sanksi yang tegas sangat diperlukan. Sebagai

contoh Kementerian Keuangan dengan jumlah Wajib LHKPN terbanyak

(30.507 orang) dapat mencapai kepatuhan LHKPN 100% karena

komitmen tinggi dari Pimpinannya dan sanksi yang tegas. Sanksinya

adalah hukuman yang mempengaruhi pendapatan pegawai berupa

pengurangan insentif selama waktu yang ditentukan.”29

28

Wicipto Setiadi, Sanksi Administratif sebagai Salah Satu Instrument Penengakan Hukum

dalam Peraturan Perundang-Undangan,

http://scholar.google.co.idscholar_urlurl=http%3A%2F%2Fe-

jurnal.peraturan.go.id%2Findex.php%2Fjli%2Farticle%2Fdownload%2F336%2F220&hl=en&sa=

T&ei=kpaXXJ31JJCemgGH-7bYBw&scisig=AAGBfm3rBxZZ-KnCvf9NNOmQ2cJT9K5O9g,

h. 605 29

Jeji Azizi, Spesialis Fungsional LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi, Interview

Pribadi, ... 23 April 2019.

Page 85: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

75

Apabila dilihat dari kurang ketegasan sanksi administratif tersebut

menjadi sedikit sebuah permasalah karena dianggap sepele oleh para

Penyelenggara Negara, hal tersebut ditambah dengan kurang adanya

pemberian kewenangan kepada KPK dalam menindak secara langsung para

Penyelenggara Negara yang lalai terhadap pelaoran LHKPN di dalam

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tersebut. Komitmen para Pemimpin

insatansi yang terkait sangat dibutuhkan dalam pemberian sanksi yang tegas

dan bersifat memberikan efek jera terhadap para Penyelenggara Negara yang

menjabat di Instansinya tersebut, dalam hal melaporkan harta kekayaanya.

Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 menyebutkan setiap

Penyelenggara Negara berkewajiban menyelenggarakan Administrasi

Pemerintah sesuai dengan peraturan Undang-Undang, Kebijakan Pemerintah,

dan AAUPB.

Mengenai sanksi yang diberikan kepada para Penyelenggara Negara

bermacam-macam, ini disebabkan oleh sanksi yang ditentukan oleh Peraturan

Perundang-undangan hanya bersifat umum dan diserahkan kepada Pemimpin

masing-masing instansi tersebut. Sehingga dengan melihat hal tersebut

menyebabkan pemberian sanksi terhadap para Penyelenggara Negara yang

tidak patuh berbeda-beda. Belum lagi ditambah oleh adanya Pimpinan

Instansi yang dinilai kurang tegas terhadap pemberian sanksinya kepada para

Penyelenggara Negara yang tidak patuh.

Seperti yang diterangkan oleh Bapak Jeji Azizi,

“Sanksi yang dijatuhkan kepada Anggota Dewan yang tidak lapor

LHKPN masih lemah, diperlukan sanksi yang dapat memaksa hingga

membuat penyelenggara negara jera bila tidak lapor LHKPN. Upaya

yang dilakukan oleh KPK dalam rangka mendorong tingkat kepatuhan

LHKPN bidang Legislatif diantaranya adalah mengumumkan kepada

publik.”30

30

Jeji Azizi, Spesialis Fungsional LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi, Interview

Pribadi, Kuningan, 23 April 2019.

Page 86: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

76

Pengumuman tersebut dilakukan melalui media massa elektronik, dengan

menyebarkan pengumumannya melalui beberapa website jurnal. Sehingga

diharapkan masayarakat dapat memantau dan mengetahui secara langsung

bahwa adanya ketidakpatuhan dan transparansi para Penyelenggara Negara.

Namun pengumuman yang dilakukan tidak secara langsung menyebutkan

satu persatu Para Penyelenggara Negara, hanya dengan menyebutkan nama

instansinya secara langsung. Sehingga dinilai masih kurang efektif dalam

memberikan efek jera langsung kepada para Penyelenggara Negara secara

individualnya. Walaupun demikian pengumuman tersebut membantu

memberikan dampak buruk kepada instansi-instansi yang memiliki tingkat

kepatuhan yang masih buruk tersebut, sehingga diharapkan Pemimpinda dari

Bidang-bidang Instansi tersebut dapat menindak secara tegas para

Penyelenggara Negara yang lalai terhdap LHKPN pada Instansinya tersebut.

“Sanksi yang dijatuhkan oleh instansi / lembaga lainnya berbeda-beda,

ada yang berupa sanksi administratif, penundaan pemberian tunjangan /

gaji, penundaan naik jabatan, larangan menduduki jabatan strategis /

pimpinan, denda hingga pencopotan dari jabatan.”

“Sanksi ini pun bila tidak diterapkan juga tidak akan berdampak kepada

para Wajib LHKPN yang tidak patuh.”31

“Sebagai contoh instansi pemerintahan yang memberikan sanksi tegas

yaitu Badan Kepegawaian Daerah Nusa Tenggara Barat di mana jika ada

pejabat yang tidak melaporkan LHKPN, sampai 31 Mei 2020 maka

pejabat tersebut terancam dicopot.”32

31

Jeji Azizi, Spesialis Fungsional LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi,... 23 April 2019. 32

Jeji Azizi, Spesialis Fungsional LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi,... 23 April 2019.

Page 87: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

77

“Diperlukan komitmen yang tinggi dari Pimpinan instansi sebagai

contoh langsung kepada seluruh pegawai karena Pimpinan selalu menjadi

role model.”33

Peran pemimpin sangat menentukan terciptanya kepatuhan terhadap

LHKPN dalam Instansi maupun lembaga yang terkait. Adanya role model

seorang pemimpin yang bertanggungjawab, dapat membantu menciptakan

budaya yang baik dari para Penyelenggara di dalam melaksanakan tugasnya

sebagai roda pemerintahan yang Akuntabilitas (bertanggungjawab) dan

Transparansi (terbuka).

“Sanksi bagi yang belum atau tidak memberikan LHKPN belum banyak

ditunjukkan ke publik dan belum jelas bentuknya seperti apa. Sanksi

administrasi bagi yang tidak menyampaikan LHKPN seperti pemotongan

gaji, tidak naik pangkat, tidak mendapatkan promosi, diturunkan pangkat,

mungkin dipandang ringan dan dianggap sepele oleh penyelenggara

negara.Mungkin bila sanksi terhadap yang tidak menyampaikan LHKPN

dalam bentuk pemecatan, penyelenggara negara akan tepat waktu

melaporkan harta kekayaanya karena takut dipecat.”34

Pada dasarnya sebuah sanksi merupakan sebuah timbal balik yang

diberikan kepada seseorang atas perbuatannya melawan ataupun melanggar

norma hukum yang berlaku, sebagai bentuk konsekuensi dan

tanggungjawabnya terhadap perbuatan tersebut. Disisi lain sanksi sudah

seharusnya membuat efek jera terhadap para pelakunya, namun pemberian

sanksi yang tidak tepat maka akan menyebabkan suatu perbuatan buruk

seseorang dapat diulanginya secara terus menerus. Sehingga menyebabkan

tidak tercapainya nilai yang dituju oleh masyarakat tersebut. Terlebih lagi

dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tersebut tidak memberikan

kewenangan yang lebih kepada KPK untuk ikut serta dalam pemberian

33

Jeji Azizi, Spesialis Fungsional LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi,... 23 April 2019. 34

Jeji Azizi, Spesialis Fungsional LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi,... 23 April 2019.

Page 88: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

78

sanksi dan hanya dapat memberikan saran masukan sanksi kepada para

Penyelenggara Negara yang masih lalai terhdap LHKPN. Peran Pimpinan

pada masing-masing Instansi diperlukan dalam memberikan kesadaran

maupun sanksi yang tegas kepada Para Penyelenggara yang menjadi

Penyelenggara Wajib lapor di masing-masing Instansinya menjabat tersebut.

Sanksi Administrasi.

Pada Pasal 81 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, terdapat beberapa

jenis sanksi yaitu, Sanksi Administrasi ringan yaitu teguran secara lisan,

teguran tertulis, dan penundaan kenaikan pangkat, golongan, dan kenaikan

pangkat lainnya. Sanksi Administrasi sedang yaitu pembayaran uang paksa

dan/atau ganti rugi, pemberhentian sementara dengan memperoleh hak-hak

jabatan, atau pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan.

Sanksi Administrasi berat yaitu pemberhentian namu nmasih mendapatkan

hak keuangan dan fasilitas lainnya, pemberhentian tetap tanpa memperoleh

hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya, pemberhentian tetap dengan

memperoleh hak keuangan dan fasilitas lainnya ditambah dengan publikasi di

media massa, dan memperoleh pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak

keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa. melihat

adanya pilihan sanksi berat pada Undang-Undang tersebut dan dirasa cukup

efektif menjerat Penyelenggara Negara yang tidak melaporkan LHKPN, maka

pencopotan jabatan atau pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak

keuangan dan fasilitas serta dipublikasikan kepada publik terkait

pelanggarannya. Hal tersebut cukup untuk membuat para Penyelenggara

Negara yang telah berkali-kali melalaikan kewajibannya melaporkan LHKPN

yang berarti menentang Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme.

Penerapan sanksi yang telah ditetapkan dan disepakati pada setiap

masing-masing instansi yang ada haruslah berjalan dengan penuh tanggung

jawab. Ditegakkan tanpa “tebang pilih” atau haruslah berdasarkan asas

kesamaan dihadapan hukum “equality before the law” yang diberikan oleh

Page 89: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

79

Peraturan Perundang-undangan maupun peraturan lainnya yang berkaitan

tentang LHKPN. Adanya rasa tanggung jawab dan komitmen tersebut dari

masing masing Pimpinan maka LHKPN dapat terlaksana dengan baik.

“ Diperlukan peran serta masyarakat dalam melakukan kontrol sosial

untuk untuk mewujudkan hak dan tanggungjawab masyarakat dalam

penyelenggaraan negara yang bersih dari tindak pidana korupsi”.35

Karena pada masyarakatlah yang nantinya juga menjadi target dari

pengumuman harta kekayaan para Penyelenggara Negara tersebut.

Masyarakat diharapkan melihat dan menilai dari kualitas Penyelenggara

Negara, apakah para Penyelenggara Negaranya dapat dikatakan

bertanggungjawab dan transparansi terhadap kinerjanya ataupun tidak. Peran

serta masyarkatlah yang mampu memberikan tekanan terhadap para

Penyelenggara Negara yang tidak jujur terhadap kinerjanya maupun patuh

terhadap Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

35

Jeji Azizi, Spesialis Fungsional LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi... 23 April 2019.

Page 90: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan oleh

peneliti mengenai pelaporan LHKPN yaitu,

1. Implementasi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang

Prenyelnggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme belum berhasil membuat para Penyelenggaraan Negara di

Indonesia terbebas dari Tindak Pidana, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Masih banyak pelanggaran yang terjadi terhadap pelaporan LHKPN dari

data yang diambil dari 2016 sampai 2018 yang pelanggaran tersebut

didominasi oleh Bidang Legislatif, sehingga Bidang Legilatif masih

dinilai sebagai salah satu lembaga yang paling tidak transparan mengenai

harta kekayaannya. Kurang disiplin dan kesadaran dari Penyelenggara

Negara dalam melaporkan LHKPN berdampak pada implementasi

LHKPN sebagai indikator dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih

dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme belum dapat terwujud, ini

menunjukan dalam aspek filosofis Undang-Undang ini masih lemah.

2. Bentuk sanksi Administrasi pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

sudah cukup baik. Dalam aspek normatif Undang-Undang tersebut

seudah cukup baik, dikarenakan Sanksi Administrasi di dalam Undang-

Undang tersebut masih belum jelas bentuknya sehingga sanksi yang

diberikan oleh Kepala/Pimpinan dari setiap Instansi berbeda terhadap

bawahannya yang lalai LHKPN. ImplementasiSanksi Administratif

diberikan oleh Kepala Instansi maupun Ketua Fraksi haruslah Sanksi

Administratif Berat yang bersifat menekan dan dapat membuat jera,

seperti penundaan tunjangan, menurunkan golongan/pangkat dan

pencopotan jabatan yang diberikan kepada para Penyelenggara Negara

yang masih lalai dan tidak lapor LHKPN di masing-masing Instansi yang

bersangkutan. KPK telah berupanya mengevaluasi dan mengatasi

kendala-kendala yang menyebabkan pelanggaran LHKPN dengan

Page 91: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

81

memberikan teguran kepada Kepala Instansi yang banyak para

Penyelenggara Negara lalai melaporkan LHKPN di Instansinya.

Pengumuman menggunakan berbagai media sosial mengenai Instansi-

instansi yang terdapat banyak Penyelenggara Negara yang lalai agar

diketahui publik dan diharapkan menimbulkan rasa malu dan sadar oleh

Instansi-instansi yang bersangkutan.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil dan kesimpulan yang telah dituliskan maka diperoleh

beberapa saran ataupun rekomendasi dari peneliti,

1. Peran Pimpinan Instansi menjadi tolak ukur bagi kedisiplinan para

Penyelenggara Negara pada masing-masing Instansi, sehingga

diharapkan adanya pemahaman serta kesadaran yang lebih bagi Para

Pimpinan Instansi. Diperlukan peraturan tegas yang dibentuk di masing-

masing Instansi, mengenai LHKPN, yang mengikat bagi para

Penyelenggara Negara saat mereka masuk dan menjabat pada Instansi

tersebut, sehingga menjadi kontrak yang mengikat bagi para

Penyelenggara Negara.

2. Diperlukannya perumusan sanksi jelas bentuknya yang mengikat Para

Penyelenggara Negara baik yang menjabat dari jenjang karier

maupun/ASN(Aparatur Sipil Negara)maupun yang berasal dari jenjang

politisi, seperti penundaan tunjangan, sampai kepada pemecatan. Tidak

hanya itu diperlukannya sebuah sanksi ydang jelas dan tegas, yang mana

pada sanksi tersebut dikenakan kepada isntansi-instansi yang terdapat

banyak Penyelenggara Negara yang lalai terhadap LHKPN.

3. Perlunya sebuah dibentuk sebuah aturan hukum dan aturan regulasi yang

kuat untuk diberikan kepada KPK dalam menambah ruang lingkupnya

sebagai Badan Penindak Eksternal (Check and Balence), sebagai

pengawas, pemeriksa dan pemberian sanksi secara langsung kepada

Penyelenggara Negara yang tidak patuh terhadap LHKPN. Tidak hanya

itu pengawasan terhadap Instansi secara langsung oleh KPK dalam

Page 92: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

82

menjamin penegakan hukum terhadap Penyelenggara Negara yang tidak

patuh terhadap LHKPN.

4. Sistem pengumuman kepada masyarakat mengenai para Penyelenggara

Negara masih dinilai belum jelas dan belum dipahami oleh sebagian

besar masyarakat, sehingga harus adanya sosialisasi kepada masyarakat

akan pentingnya pelaporan LHKPN tersebut oleh para Penyelenggara

Negaratersebut dalam memberantas Tindak Pidana Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme. Diperlukan ketegasan dalam bentuk pengumuman dan

memperlihatkan instansi dan jika perlu adanya list daftar nama identitas

pribadi Penyelenggara Negara yang lalai dan tidak patuh terhadap

LHKPN kepada publik.

Page 93: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

83

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang

(Legisprudence), Jakarta, Kencana, 2012.

Azhary, Negara Hukum Indonesia Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-

Unsurnya, Jakarta, UI-Pers, 1995

Bisri, Adib dan Munawir AF, Kamus Al-Bisri,Surabaya, Pustaka Progresif,

1999.

Bungin, M. Burhan, Penelitian Kualitatfi,Jakarta, Kencana Prenada Media

Group, 2007.

Danil, H.Elwi, Korupsi Konsep,TtindakPidana, dan

Pemberantasannya,Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2011.

Djaja, Ermansjah, Memberantas Korupsi Bersama Kpk Kajian Yuridis UURI

Nomor 30 Tahun 1999 juncto UURI Nomor 20 Tahun 2001 Versi

UURI Nomor 30 Tahun 2002 juncto UURI Nomor 46 Tahun 2009,

Jakarta, Sinar Grafika, 2010.

Friedman, Lawrence M, Sistem Hukum Prespektif Ilmu Sosial, Bandung,

Nusa Media, 2017.

Hadjon, M, Norma Hukum Sebagai Norma Kewenangan dan Asas-Asas

Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) dalam Rangka

Perlindungan Hukum Bagi Rakyat (Tersangka/Terdakwa), dalam Dwi

Windu KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana):

Problematika Penegakan Hukumnya, Surabaya, Fakultas Hukum

Universitas Airlangga, 1998.

Hakim, „Abd al-Hamid, al-Bayan, Jakarta, Sa‟adiyah Putra, 1972.

Page 94: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

84

HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi,Jakarta, PT

Rajagrafindo, 2013.

Ibrahim, Jhonny ,Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Malang,

Bayumedia Publishing, 2008.

Ilmar, Aminudin, Hukum Tata Pemerintahan, Jakarta, Pramedia Group, 2016

Karina, Loina Lalolo P, Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas,

Transparansi, dan Partisipasi, Jakarta, Seketariat Good Public

Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2003.

Kelsen, Hans, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Bandung, Nusa

Media, 2016

Kussnadi, Moh dan Binta R. saragih, Ilmu Negara, Jakarta, Gaya Media

Pratama, 2007

Marbun, SF, Pembentukan, Pemberlakuan, dan Peranan Asas-asas Umum

Pemerintahan yang Layak dalam Menjelmakan Pemerintahan yang

Baik dan Bersih di Indonesia, Disertasi, Bandung, Universitas

Padjajaran, 2001.

------- Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi di Indonesia,

Yogyakarta, Liberty, 1997.

Muhammad, Fahmi Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta,

Lembaga Penelitian UIN SyarifHidayatullah, 2010.

Mulyadi, Lilik, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoritis,

Praktik dan Masalahnya,P.T. Alumni, Bandung, 2007.

Munawir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia,

Yogyakarta, Pon Pes Al-Munawwir Krapyak, 1984.

Page 95: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

85

Nasution, Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung Mandar

Maju, 2008.

Purbopranoto, Kuntjoro, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan

Peradilan Administrasi Negara, Bandung, Alumni, 1975.

Raharjo, Satjipto,Ilmu Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2006.

-------- Sosiologi Hukum Perkembangan Metodedan Pilihan Masalah,

Yogyakarta, Genta Publishing, 2010.

Sajiono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, Yogyakarta

Laksbang Pressindo, 2008.

Sedarmayanti, Good Governance “Kepemerintahan yang Baik”,Bandung,

Penerbit Mandar Maju, 2012.

Sibeua, Hotma P, Asas Negara Hukum, Peraturan dan Kebijakan, dan Asas-

asas Umum Pemerintahan yang Baik., Jakarta, Erlangga, 2010.

Soekanto, Soerjono,Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-

masalah Sosial, Bandung, Alumni, 1982.

-------- Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Perss, 1986.

Sukardja, Ahmad. Hukum Tata Negara Dan Administrasi Negara Dalam

Prespektif Fikih Siyasah, Jakarta, Sinar Grafika, 2012.

Sudarmayanti,Good Governance II,Bandung, Bandar Maju, 2004.

Syarifudin, Ateng, Asas-asas Pemerintahan yang Layak Pegangan bagi

Pengabdian Kepala Daerah,Bandung, PT Citra Aditya Bhakti,1991.

Utsman, Sabian,Menuju Penegakan Hukum Responsif Konsep Philippe Nonet

& Philip Selznick Perbandingan Civil Law System & Common Law

Page 96: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

86

System Spiral Kekerasasan & Penegakan Hukum,Yogyakarta, Pustaka

Pelajar, 2010.

Wattimena, Reza A.A, Filasafat Anti-Korupsi, Membedah Hasrat Kuasa,

Pemburuan Kenikmatan, dan Sisi Hewani Manusia di Balik Korupsi,

Yogyakarta, Kanisius (Anggota IKAPI), 2012.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Yang Bersih

dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi;

Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 Tentang

Tata Cara Pelaporan, Pengumuman, dan Pemeriksaan Laporan Harta

Kekayaan Penyelenggara Negara.

Coruption Education Commission-Republik Indonesia,Laporan Tahunan

(Annual Report) 2006, Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006.

BPKP-LAN, Akuntabilitas dan Good Governance, Jakarta, LANRI, 2000.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1995.

Deputi Pencegahan Direktorat Penelitian dan Pengembangan,

Memberdayakan Instrumen Pencegahan Tindak Pidana Korupsi

“Studi tentang Efektivitas Mekanisme Pelaporan Kekayaan

Penyelenggara Negara bagi Pemberantasan Korupsi di Indonesia”,

Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006.

Skripsi Nurul Nazmi Laily Lubis, FISIP, Universitas Sumatera Utara tahun

2018 , Implementasi Program Laporan Harta Kekayaan

Penyelenggara Negara Berbasis Elektronik Bagi Para Pejabat

Page 97: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

87

Struktural Pada Pemerintahan Kota Tebing Tinggi Diakses pada

tanggal 2 Agustus 2019 (21:40 WIB)

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/6195

Diakses pada hari dan tanggal Selasa, 6 November 2018, pukul 10:31, pada

halaman web https://www.kpk.go.id/id/layanan-publik/laporan-harta-

kekayaan-penyelenggaraan-negara/faq/111-statistik/lhkpn

Diakses pada tanggal 26 Agustus 2019 Pukul 22:45 pada laman web site

ACCH. https://acch.kpk.go.id/id/statistik/tindak-pidana-korupsi

Diaksess pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 17:30 dari laman website

Liputan6.com “Saat Harta Kekayaan Bupati Malang Melonjak

Tajam, Kok Bisa?”13 Oktober 2018 (10:02) WIB oleh Zainul

Arifin,https://www.liputan6.com/regional/read/3666350/saat-harta-

kekayaan-bupati-malang-melonjak-tajam-kok-

bisa?utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7w9arwTvQ.0&utm_referrer=

Diaksess pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 13:15 dari laman website

“NEWS” yang terbit pada tanggal 26 Agutus 2019 “PPATK Awasi 1,3

Juta Rekening Milik Pejabat Negara”Rabu, 27 Februari 2019 (06:04)

WIB,

https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/pnk2sa428/p

patk-awasi-13-juta-rekening-milik-pejabat-negara

Diakses pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 17:20 dari laman website

“Suara” yang terbit Rabu, 17 Juli 2019 “Periksa Emirsyah Satar, KPK

Klarifikasi Aliran Dana Kasus Korupsi Garuda”.

https://www.suara.com/news/2019/07/17/212103/periksa-emirsyah-

satar-kpk-klarifikasi-aliran-dana-kasus-korupsi-garuda

Jimly Asshidiqie,Penegakan HUkum jurnal ini diakses pada laman

httpscholar.google.co.idscholar_urlurl=http%3A%2F%2Fwww.acade

Page 98: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

88

mia.edu%2Fdownload%2F31812599%2FPenegakan_Hukum.pdf&hl=

id&sa=T&oi=ggp&ct=res&cd=6&d=10686964400248761702&ei=AI

tZXOm-

KtaMyQTkwKLQBg&scisig=AAGBfm2tEXjPYyOn3vMIPB4W1V_

pada tanggal 30 Januari 2019.

KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi), Ikhtisar Kepatuhan LHKPN, E-

LHKPN Transparansi itu mudah, Data tersebut berhasil diunduh pada

tanggal 22/02/2019 (12:00:23 WIB) melaluli laman

websitehttps://elhkpn.kpk.go.id/portal/user/petakepatuhan (data

tersebut dapat sedikit berubah pada setiap jamnya)

M. Hasan, Ubadillah, Kontribusi Hukum Islam dalam mewujudkan Good

Governance di Indonesia, diakses pada situs

httpjurnalfsh.uinsby.ac.idindex.phpqanunarticleview141pada tanggal

26 Januari 2019

Sjahruddin Rasul, Penerapan Good Governance di Indonesia dalam Upaya

Pencegahan Tindak Pidana Korupsi, jurnal ini diakses pada laman

website http://journal.ugm.ac.idjmharticleview1627610822

Wicipto Setiadi, Sanksi Administratif sebagai Salah Satu Instrument

Penengakan Hukum dalam Peraturan Perundang-Undangan,

http://scholar.google.co.idscholar_urlurl=http%3A%2F%2Fe-

jurnal.peraturan.go.id%2Findex.php%2Fjli%2Farticle%2Fdownload%

2F336%2F220&hl=en&sa=T&ei=kpaXXJ31JJCemgGH-

7bYBw&scisig=AAGBfm3rBxZZ-KnCvf9NNOmQ2cJT9K5O9g,

WAWANCARA PRIBADI.

Bapak Jeji Azizi, Spesialis Fungsional LHKPN, Komisi Pemberantasan

Korupsi, Interview Pribadi, Kuningan, 23 April 2019.

Page 99: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

Lampiran 1:

Surat Permohonan Wawancara

Page 100: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

Lampiran 2:

Surat Pernyataan

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Ahmad Farhan Nazhiri

Tempat, Tanggal Lahir : Mataram, 5 April 1994

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

No. Telp/HP : 082340584477

Instansi/Universitas : Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

Fakultas/Prodi : Fakultas Ilmu Hukum / Hukum

Kelembagaan Negara

Dengan ini menyatakan bahwa kesediaannya membuat ringkasan penelitian

artikel ilmiah popular untuk di medium publikasi KPK, yang berdasarkan

penelitian skripsi saya yang berjudul,

“URGENSI PENGATURAN SANKSI LAPORAN HASIL KEKAYAAN

PENYELENGGARA NEGARA TERHADAP TERCIPTANYA

PEMERINTAHAN YANG BERSIH, BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI,

DAN NEPOTISME”

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan agar dapat

dipergunakan dengan baik sebagaimana mestinya.

Ciputat, 22 April 2019

Hormat saya,

Ahmad Farhan Nazhiri

Page 101: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

Lampiran 3:

TANDA TERIMA SURAT/DOKUMEN

KEPADA INSTANSI

Page 102: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

Lampiran 4:

FORMULIR PERMINTAAN INFORMASI

Page 103: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

Lampiran 5:

PEDOMAN WAWANCARA KEPADA NARASUMBER

UNIT LHKPN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

Narasumber : Ibu Dwiyanti

Tempat : Gedung KPK

Tanggal :Kuningan 23 April 2019

1. Bagaimana pendapat bapak/ibu terkait implementasi LHKPN selama ini

?Apakah good governance bisa tercapai dengan implementasi LHKPN

yang sekarang ? (Apakah kelebihan dan kekurangannya)

Jawaban :

KPK telah menyediakan Dashboard MCP (Monitoring Centre for

Prevention) Kegiatan Implementasi e-LHKPN untuk memonitoring

progress implementasi e-LHKPN yang dilaksanakan oleh KPK dan

instansi dengan berbagai tahapannya, dimulai dari Sosialisasi Sistem e-

LHKPN, Penerbitan Regulasi LHKPN di Instansi yang diselaraskan

dengan system e-LHKPN, Pembentukan Unit Pengelola LHKPN Instansi,

Pendaftaran Master Jabatan Instansi ke database e-LHKPN, Pendaftaran

Wajib LHKPN dan yang terakhir Pendaftaran akun e-Filing LHKPN.

Menu Monitoring Implementasi e-LHKPN dapat diakses melalui

https://elhkpn.kpk.go.id :

Progres Implementasi e-LHKPN per 2 Mei 2019 :

Page 104: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

LHKPN merupakan sebuah alat kontrol para penyelenggara Negara dan

merupakan salah satu bentuk langkah pencegahan korupsi sekaligus

transparansi kekayaan pejabat. LHKPN diharapkan menjadi acuan berapa

harta kekayaan penyelenggara negara ketika di awal menjabat dan di akhir

masa jabatan. Pemeriksaan akan dilakukan apabila kenaikan kekayaan

dinilai tidak wajar / tidak sesuai dengan jumlah penghasilan yang diterima.

Pelaporan dan Pemeriksaan LHKPN merupakan kewajiban Penyelenggara

Negara. Keterbukaan terhadap masyarakat merupakan keniscayaan bagi

Pejabat Publik, sehingga jangan ada kekayaan yang disembunyikan.

Penyelenggara Negara mempunyai peranan yang sangat menentukan

dalam penyelenggaraan Negara atau tata kelola pemerintah daerah yang

bersih, transparan, dan akuntabel (Good Governance).

2. Secara pelaksanaan dan pengawasan kira-kira apa saja kendala yang

dihadapi ?

Jawaban :

Tingkat kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara

(LHKPN) posisi per tanggal 2 Mei 2019

Page 105: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

Direktorat LHKPN terus mendorong kepatuhan Laporan Harta Kekayaan

Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2019. Berbagai kegiatan telah

dilaksanakan diantaranya :

- Mengadakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada

tanggal 27-29 November 2018 yang dihadiri oleh perwakilan dari

Kementerian dan Lembaga yang memiliki nilai rendah dalam

kepatuhan LHKPN di 2018 dan diharapkan adanya kenaikan

kepatuhan LHKPN yang signifikan setelah kegiatan tersebut.

- Mengadakan kegiatan Training of Trainers Pengelolaan LHKPN

kepada para Pengelola LHKPN Instansi.

- Mengadakan kegiatan Sosialisasi Peraturan KPK no 7 Tahun 2016 dan

bimbingan teknis pengisian LHKPN ke instansi-instansi.

- Tingkat kepatuhan Anggota Dewan yang masih rendah dan masih

banyak yang tidak patuh dalam menyampaikan LHKPN dikarenakan

rendahnya komitmen Anggota Dewan untuk menjadi Penyelenggara

Negara yang jujur dan transparan serta tidak bekerjanya Partai Politik

dalam mengawasi kadernya dan lemahnya sanksi yang dijatuhkan.

3. Katagori apa saja yang harus melaporkan LHKPN, apakah seluruh ASN

dan pejabat politis atau pejabat-pejabat tertentu ?

Jawaban :

Sesuai Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 Penyelenggara Negara

wajib melaporkan LHKPN. Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara

yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat

lain yang funsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan

Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Penyelenggara Negara yang dimaksud adalah sesuai UU No 28

Tahun 1999 BAB II Pasal 2 meliputi :

- Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;

- Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;

Page 106: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

- Menteri;

- Gubernur;

- Hakim;

- Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peranturan

perundang-undangan yang berlaku; dan

- Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan

penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Kemudian pada Penjelasan UU No 28 Tahun 1999 disebutkan bahwa :

- Yang dimaksud dengan “Pejabat negara yang lain” dalam ketentuan ini

misalnya Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang

berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh,

Wakil Gubernur, dan Bupati/Walikota madya

- Yang dimaksud dengan “pejabat lain yang memiliki fungsi strategis”

adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya didalam melakukan

penyelenggaraan Negara rawan terhadap praktek korupsi, kolusi,

dannepotisme, yang meliputi: 1. Direksi, Komisaris, dan pejabat

struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha

Milik Daerah; 2. Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan

Penyehatan Perbankan Nasional; 3. Pimpinan Perguruan Tinggi

Negeri; 4. Pejabat Eselon I dan Pejabat lain yang disamakan di

lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

5. Jaksa; 6. Penyidik; 7. Panitera Pengadilan; 8. Pemimpin dan

bendaharawan proyek.

4. Apakah sanksi administrative yang berlaku sudah cukup ? Sanksi

administrative apa saja dalam implementasinya ?

Jawaban :

Sesuai UU No. 28 Tahun 1999 Pasal 5 disebutkan bahwa Penyelenggara

Negara berkewajiban untuk :

- Ayat 2 bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan setelah

menjabat;

- Ayat 3 melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah

menjabat.

Kemudian bagi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5 dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Sanksi administratif dalam perkembangannya tidak memiliki daya dorong

yang kuat dalam peningkatan kepatuhan LHKPN instansi. Komitmen

Pimpinan dan sanksi yang tegas sangat diperlukan. Sebagai contoh

Kementerian Keuangan dengan jumlah Wajib LHKPN terbanyak (30.507

Page 107: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

orang) dapat mencapai kepatuhan LHKPN 100% karena komitmen tinggi

dari Pimpinannya dan sanksi yang tegas. Sanksinya adalah hukuman yang

mempengaruhi pendapatan pegawai berupa pengurangan insentif selama

waktu yang ditentukan.

5. Untuk implementasi sanksi ini antara ASN dan Pejabat Politis ada

perbedaan kah ?

Jawaban :

Sanksi yang dijatuhkan kepada Anggota Dewan yang tidak lapor LHKPN

masih lemah, diperlukan sanksi yang dapat memaksa hingga membuat

penyelenggara negara jera bila tidak lapor LHKPN. Upaya yang dilakukan

oleh KPK dalam rangka mendorong tingkat kepatuhan LHKPN bidang

Legislatif diantaranya adalah mengumumkan kepada publik.

Sanksi yang dijatuhkan oleh instansi / lembaga lainnya berbeda-beda, ada

yang berupa sanksi administratif, penundaan pemberian tunjangan / gaji,

penundaan naik jabatan, larangan menduduki jabatan strategis / pimpinan,

denda hingga pencopotan dari jabatan.

Sanksi ini pun bila tidak diterapkan juga tidak akan berdampak kepada

para Wajib LHKPN yang tidak patuh. Berikut contoh instansi yang

menerapkan sanksi.

Page 108: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

6. Dan apakah saran bapak ke depan untuk terciptanya good governance

melalui LHKPN ?

Jawaban :

- Diperlukan komitmen yang tinggi dari Pimpinan instansi sebagai

contoh langsung kepada seluruh pegawai karena Pimpinan selalu

menjadi role model.

- Sanksi bagi yang belum atau tidak memberikan LHKPN belum banyak

ditunjukkan kepublik dan belum jelas bentuknya seperti apa. Sanksi

administrasi bagi yang tidak menyampaikan LHKPN seperti

pemotongan gaji, tidak naik pangkat, tidak mendapatkan promosi,

diturunkan pangkat, mungkin di pandang ringan dan dianggap sepele

oleh penyelenggara negara. Mungkin bila sanksi terhadap yang tidak

menyampaikan LHKPN dalam bentuk pemecatan, penyelenggara

Negara akan tepat waktu melaporkan harta kekayaanya karena takut

dipecat.

- Penerapan sanksi yang telah ditetapkan.

- Diperlukan peran serta masyarakat dalam melakukan kontrol sosial

untuk untuk mewujudkan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam

penyelenggaraan negara yang bersih dari tindak pidana korupsi.

Page 109: IMPLEMENTASI SANKSI ADMINISTRASI LAPORAN HASIL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...seperti buku-buku, jurnal hukum, dan wawancara dengan lembaga yang terkait

Lampiran 6 :

SURAT KETERANGAN

WAWANCARA