implementasi pp no. 48 tahun 2014 tentang biaya...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI PP NO. 48 TAHUN 2014
TENTANG BIAYA NIKAH SEBAGAI
PUBLIC SERVICES (Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
ARISA DYKAWRESA
NIM : 1111044100070
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H )
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2015 M
i
IMPLEMENTASI PP NO. 48 TAHUN 2014
TENTANG BIAYA NIKAH SEBAGAI
PUBLIC SERVICES (Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
ARISA DYKAWRESA
NIM : 1111044100070
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H )
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2015 M
IMPLEMENTASI PP NO. 48 TAHUN 2014 TENTANG BIAYA NIKAH SEBAGAI PUBLIC SERVICES
(Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Barn)
Skripsi Diajukankepada Fakultas Syariah dan Hukmn untuk Memenuhi Salah Satn Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Ansa Dykawresa NIM : 1111044100070
Di Bawah Bimbingan
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA {
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF mDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul "Implementasi PP No. 48 Tabun 2014 Tentang Biaya
Nikah Sebagai Public Services (StIidi Pada Kantor Urusan Agama
Kecamatan Kebayoran Baru)" telah diujikan dalam sidang munaqasyah
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8
Oktober 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (SI) pada Program Studi Hukum Keluarga
(Ahwal al-Syakhsiyyah).
Jakarta, 8 Oktober 2015
Mengesahkan Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
1-
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
Ketua : Dr. H. Abdul Halim. M.Ag NIP: 19670608 199403 1 005
Sekretaris : Arip Purkon, 1\'IA NIP: 19790427 200312 1 002
Pembimbing : Dr. H. Yavan Sopvan, SH., M.Ag ~
NIP: 19681014 199603 1 002 ( ~ )
Pcnguji I • Drs. Djawahir Hejazziey, SO., MA -.C) 'tAlA .b~~'~LiVl-v,r' v-/ ___
\lIP 19551015 197903 I 002 ( :-......)
PCllguii II • Dra. Hi ..\Jash:ufa. ~J.-\ ~~ \[P: I L)('6UiU':; 1'19-103 :2 002 I~~<-=>I
iii
1
· j ~
!
i I
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
I. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar Strata Satu (S-I) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penuJisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif H idayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
H idayatullah Jakarta.
Jakarta, 8 September 20 I 5
ArlSa DykawTesa
I\i
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Implementasi PP No. 48 Tahun 2014 Tentang Biaya Nikah
Sebagai Public Services (Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kebayoran Baru)” telah diujikan dalam sidang munaqashah Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Oktober 2015. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)
pada Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah).
Jakarta, 8 Oktober 2015
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.
NIP. 19691216 199603 1 001
PANITIA UJIAN MUNAQASHAH
Ketua : Dr. H. Abdul Halim, M.Ag (.................................)
NIP. 19670608 199403 1 005
Sekertaris : Arip Purkon, MA (.................................)
NIP. 19790427 200312 1 002
Pembimbing : Dr. H. Yayan Sopyan, SH., M.Ag (.................................)
NIP. 19681014 199603 1 002
Penguji I : Drs. Djawahir Hejazziey, SH., MA (.................................)
NIP. 19551015 197903 1 002
Penguji II : Dra. Hj. Maskufa, MA (.................................)
NIP. 19680703 199403 2 002
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 8 September 2015
Arisa Dykawresa
v
ABSTRAK
Arisa Dykawresa. NIM 1111044100070. Implementasi PP No. 48
Tahun 2014 Tentang Biaya Nikah Sebagai Public Services (Studi Pada
Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru). Konsentrasi Peradilan
Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2015 M. x + 88
halaman + 47 halaman lampiran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja KUA Kecamatan
Kebayoran Baru dalam menerapkan peraturan pemerintah tentang biaya nikah
berdasarkan PP No. 48 Tahun 2014. Dalam hal ini penulis mengurai tentang
adanya deviasi yang terjadi pada saat mengurus pernikahan oleh calon pengantin
dalam melangsungkan pernikahannya di KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Metode kualitatif adalah keseluruhan data yang diperoleh dari hasil wawancara
masyarakat yang telah melakukan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran
Baru.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa penulis menemukan
adanya deviasi dalam administrasi pembiayaan nikah. Deviasi tersebut terdapat di
sektor RT calon pengantin yang akan mendaftarkan pernikahannya melalui
bantuan pihak RT untuk mengurus persyaratan pelaksanaan pernikahan. Hal ini
yang menjadi PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah belum sepenuhnya
diterapkan dalam lingkup masyarakat.
Kata Kunci : Good Government. Public Services.
Biaya Nikah. KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
Pembimbing : Dr. H. Yayan Sopyan, SH., M.Ag
Daftar Pustaka : Tahun 1980 s/d Tahun 2013
vi
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas diucapkan dalam kesempatan ini selain
persembahan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan
pertolongan-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta Keluarga dan para sahabat yang setia dalam suka dan duka.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta,
Ayahanda Drs. H. Deddy Indjumpono Putro dan Ibunda Dra. Hj. Otisia
Arinindyah, MM yang tiada lelah dan bosan memberikan motivasi, bimbingan,
kasih sayang serta do’a bagi keempat putra putrinya. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan yang terbaik untuk mereka.
Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang
penulis hadapi, akan tetapi syukur Alhamdulillah berkat rahmat dari Allah SWT,
kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung
maupun tidak langsung segala hambatan dapat diatasi, sehingga pada akhirnya
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, sudah sepantasnya
pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M. Ag., dan Bapak Arip Purkon, MA., selaku
Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga
vii
Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. H. Yayan Sopyan, SH., M.Ag., selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan
Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku
perkuliahan.
5. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas
Syariah dan Hukum serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam
pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
6. Bapak TB. Zamroni, S.Ag., selaku Kepala Kantor Urusan Agama (KUA)
Kebayoran Baru beserta seluruh stafnya yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis dalam mencari data-data sebagai bahan
rujukan skripsi.
7. Do’a dan harapan penulis panjatkan teruntuk adik-adik; Bashith Edryanto,
Chenandito Litus Dyputro, dan Detisya Caeliusa Dyputri yang senantiasa
memberikan semangat, cinta dan kasihnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi.
viii
8. Bude Ir. Hj. Mutia Okecahani dan Bude Lismiyati yang telah banyak
membantu meringankan mengurus adik dan pekerjaan rumah hingga
menyelesaikan skripsi.
9. Terimakasih atas segala bantuannya kepada Burhanatut Dyana, S.Sy.,
Nur Azizah, Fauzan Hakim, Om Tawabuddin, Andhira Ramadhan Utama,
B.Bus., Nabillah, Bude Yani, dan Farda Chalida, S.Sy., sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi.
10. Dan tak lupa untuk semua teman-teman Peradilan Agama 2011 kelas B
dan A yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan
yang berlipat ganda.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan
skripsi ini.
Jakarta, 8 September 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 8
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 10
E. Studi Review Terdahulu ............................................................... 11
F. Metode Penelitian .......................................................................... 13
G. Sistematika Penulisan ................................................................... 17
BAB II PRINSIP ADMINISTRASI PERKAWINAN DALAM
MEWUJUDKAN PELAYANAN PRIMA
A. Good Governance ........................................................................ 18
B. Public Services ............................................................................. 24
x
C. Tujuan Pencatatan Perkawinan ..................................................... 34
D. Administrasi Pembiayaan Nikah di Indonesia ............................. 44
BAB III PENERAPAN PUBLIC SERVICES TERHADAP PP NO. 48
TAHUN 2014 TENTANG BIAYA NIKAH DI KUA KECAMATAN
KEBAYORAN BARU
A. Kondisi Objektif Penelitian .......................................................... 55
B. Proses Pembiayaan Pengurusan Nikah ......................................... 64
C. Analisis Penulis ............................................................................ 71
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 82
B. Saran ............................................................................................. 84
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 85
LAMPIRAN
1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi
2. Surat Permohonan Data/Wawancara di KUA Kecamatan
Kebayoran Baru
3. Surat Keterangan Riset dari KUA Kecamatan Kebayoran Baru
4. Hasil Wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Kebayoran
Baru
5. Hasil Wawancara dengan Tigapuluh (30) Responden
6. Dokumentasi
v
ABSTRAK
Arisa Dykawresa. NIM 1111044100070. Implementasi PP No. 48
Tahun 2014 Tentang Biaya Nikah Sebagai Public Services (Studi Pada
Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru). Konsentrasi Peradilan
Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2015 M. x + 88
halaman + 47 halaman lampiran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja KUA Kecamatan
Kebayoran Baru dalam menerapkan peraturan pemerintah tentang biaya nikah
berdasarkan PP No. 48 Tahun 2014. Dalam hal ini penulis mengurai tentang
adanya deviasi yang terjadi pada saat mengurus pernikahan oleh calon pengantin
dalam melangsungkan pernikahannya di KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Metode kualitatif adalah keseluruhan data yang diperoleh dari hasil wawancara
masyarakat yang telah melakukan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran
Baru.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa penulis menemukan
adanya deviasi dalam administrasi pembiayaan nikah. Deviasi tersebut terdapat di
sektor RT calon pengantin yang akan mendaftarkan pernikahannya melalui
bantuan pihak RT untuk mengurus persyaratan pelaksanaan pernikahan. Hal ini
yang menjadi PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah belum sepenuhnya
diterapkan dalam lingkup masyarakat.
Kata Kunci : Good Government. Public Services.
Biaya Nikah. KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
Pembimbing : Dr. H. Yayan Sopyan, SH., M.Ag
Daftar Pustaka : Tahun 1980 s/d Tahun 2013
vi
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas diucapkan dalam kesempatan ini selain
persembahan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan
pertolongan-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta Keluarga dan para sahabat yang setia dalam suka dan duka.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta,
Ayahanda Drs. H. Deddy Indjumpono Putro dan Ibunda Dra. Hj. Otisia
Arinindyah, MM yang tiada lelah dan bosan memberikan motivasi, bimbingan,
kasih sayang serta do’a bagi keempat putra putrinya. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan yang terbaik untuk mereka.
Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang
penulis hadapi, akan tetapi syukur Alhamdulillah berkat rahmat dari Allah SWT,
kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung
maupun tidak langsung segala hambatan dapat diatasi, sehingga pada akhirnya
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, sudah sepantasnya
pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M. Ag., dan Bapak Arip Purkon, MA., selaku
Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga
vii
Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. H. Yayan Sopyan, SH., M.Ag., selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan
Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku
perkuliahan.
5. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas
Syariah dan Hukum serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam
pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
6. Bapak TB. Zamroni, S.Ag., selaku Kepala Kantor Urusan Agama (KUA)
Kebayoran Baru beserta seluruh stafnya yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis dalam mencari data-data sebagai bahan
rujukan skripsi.
7. Do’a dan harapan penulis panjatkan teruntuk adik-adik; Bashith Edryanto,
Chenandito Litus Dyputro, dan Detisya Caeliusa Dyputri yang senantiasa
memberikan semangat, cinta dan kasihnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi.
viii
8. Bude Ir. Hj. Mutia Okecahani dan Bude Lismiyati yang telah banyak
membantu meringankan mengurus adik dan pekerjaan rumah hingga
menyelesaikan skripsi.
9. Terimakasih atas segala bantuannya kepada Burhanatut Dyana, S.Sy.,
Nur Azizah, Fauzan Hakim, Om Tawabuddin, Andhira Ramadhan Utama,
B.Bus., Nabillah, Bude Yani, dan Farda Chalida, S.Sy., sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi.
10. Dan tak lupa untuk semua teman-teman Peradilan Agama 2011 kelas B
dan A yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan
yang berlipat ganda.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan
skripsi ini.
Jakarta, 8 September 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 8
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 10
E. Studi Review Terdahulu ............................................................... 11
F. Metode Penelitian .......................................................................... 13
G. Sistematika Penulisan ................................................................... 17
BAB II PRINSIP ADMINISTRASI PERKAWINAN DALAM
MEWUJUDKAN PELAYANAN PRIMA
A. Good Governance ........................................................................ 18
B. Public Services ............................................................................. 24
x
C. Tujuan Pencatatan Perkawinan ..................................................... 34
D. Administrasi Pembiayaan Nikah di Indonesia ............................. 44
BAB III PENERAPAN PUBLIC SERVICES TERHADAP PP NO. 48
TAHUN 2014 TENTANG BIAYA NIKAH DI KUA KECAMATAN
KEBAYORAN BARU
A. Kondisi Objektif Penelitian .......................................................... 55
B. Proses Pembiayaan Pengurusan Nikah ......................................... 64
C. Analisis Penulis ............................................................................ 71
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 82
B. Saran ............................................................................................. 84
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 85
LAMPIRAN
1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi
2. Surat Permohonan Data/Wawancara di KUA Kecamatan
Kebayoran Baru
3. Surat Keterangan Riset dari KUA Kecamatan Kebayoran Baru
4. Hasil Wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Kebayoran
Baru
5. Hasil Wawancara dengan Tigapuluh (30) Responden
6. Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam menganjurkan kepada setiap umatnya untuk memiliki pasangan
hidup dan membentuk sebuah keluarga yang tentram, damai, penuh kasih
sayang, dan berkualitas. Perkawinan merupakan fitrah kemanusiaan, karena
itu Islam menganjurkan umatnya untuk menikah karena ini merupakan naluri
kemanusiaan. Naluri ini juga harus dipenuhi dengan jalan yang sah, yaitu
perkawinan.
Islam memandang ikatan perkawinan sebagai ikatan yang kuat
(mitsaqan ghalizhan), ikatan yang suci transenden artinya suatu perjanjian
yang mengandung makna magis, suatu ikatan bukan saja hubungan atau
kontrak keperdataan biasa, tetapi juga hubungan menghalalkan terjadinya
hubungan badan antara suami istri sebagai penyalur libido seksual manusia
yang terhormat, oleh karena itu hubungan tersebut dipandang sebagai ibadah.1
Definisi perkawinan juga melihat peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia dalam kaitan ini Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan Instruksi Presiden Nomor 1
Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam yang merumuskan demikian:
“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
1 Yayan Sopyan, Islam-Negara (Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional), (Jakarta: RMBooks, 2012), cet-II, h. 127
2
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2
Masyarakat dan pribadi saat ini rupanya telah menganggap bahwa
perkawinan merupakan masalah yang serius dan sakral yang harus dilakukan
didepan pegawai pencatat nikah agar dapat diakui oleh negara dan sah di
mata negara serta terpenuhinya syarat dan rukun seperti yang telah ditentukan
oleh agama agar sah di mata agama.
Dengan demikian salah satu bentuk pembaharuan hukum
kekeluargaan Islam adalah dimuatnya pencatatan perkawinan sebagai salah
satu ketentuan perkawinan yang harus dipenuhi. Di katakan pembaharuan
hukum Islam karena masalah tersebut tidak ditemukan di dalam kitab-kitab
fikih ataupun fakwa-fatwa ulama.3
Perkawinan merupakan hal yang sangat penting dan sakral serta
mempunyai dampak yang luas, baik dalam hubungan kekeluargaan
khususnya, maupun pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada
umumnya. Perkawinan ini merupakan masalah yang sangat serius dan tidak
boleh dilakukan dengan main-main, maka untuk mendukung keseriusan itu,
ada hal yang penting sebagai keniscayaan zaman dan kebutuhan legalitas
hukum adalah dengan adanya pencatatan perkawinan.4
2 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004), h. 46
3 Amiur Nuruddin, dkk., Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Krisis Perkembangan
Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI), (Jakarta: Kencana, 2006), h., 121-122
4 Yayan Sopyan, Islam-Negara, h. 129
3
Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Kemudian pada
Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
disebutkan juga bahwa setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan
yang berlaku. Peraturan yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 22
Tahun 1946 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954, sedangkan
kewajiban Pegawai Pencatatan Nikah diatur dalam Peraturan Menteri Agama
RI Nomor 1 Tahun 1955 dan Nomor 2 Tahun 1954.5
Pencatatan nikah pada dasarnya tidak disyari’atkan dalam agama
Islam. Namun, dilihat dari segi manfaatnya, pencatatan nikah sangat
diperlukan.6 Pencatatan nikah dilakukan oleh Petugas Pencatat Nikah.
Pencatatan pernikahan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dalam
masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui undang-undang
untuk melindungi martabat dan kesucian pernikahan. Pencatatan nikah
asalnya hanya sebuah kebutuhan administrasi negara. Namun, fungsi dari
pencatatan nikah itu sangat penting khususnya bagi perempuan. Karena di
antara manfaat dari pencatatan nikah adalah memberikan status hukum yang
jelas terhadap pernikahan yang diselenggarakan. Tujuan pencatatan nikah
5 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2006), h. 47-48
6 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Siraja, 2003), h.
123
4
adalah untuk menghindarkan teraniayanya pihak perempuan (istri) oleh
suami.7
Dalam ketentuan umum pada Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan undang-undang adalah
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sedangkan yang
dimaksud dengan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) adalah pegawai pencatat
perkawinan dan perceraian pada KUA kecamatan bagi umat Islam dan
catatan sipil bagi nonmuslim.8
Pegawai Pencatatan Nikah hanya bertugas mengawasi terlaksananya
perkawinan agar perkawinan berlangsung menurut ketentuan-ketentuan
agama Islam. Pegawai pencatatan ditentukan pegawai yang berkedudukan
Penghulu, Kadhi atau wakilnya atau Naib.9
Peran utama Kantor Urusan Agama (KUA) adalah pelaksanaan
pencatatan nikah. Dalam hal ini pihak KUA telah berusaha semaksimal
mungkin agar seluruh perkawinan di wilayah kerjanya dapat dilakukan
melalui pencatatan dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.10
Realisasi pencatatan itu, melahirkan Akta Nikah yang masing-masing
dimiliki oleh istri dan suami salinannya. Akta tersebut, dapat digunakan oleh
7 Sri Mulyati, Relasi Suami Istri dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW), 2004),
h. 9 8 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 13-14
9 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press), 1986), h. 71 10
Alimin, Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia, (Tangerang Selatan:
Orbit Publishing, 2013), h. 85-86
5
masing-masing pihak bila ada yang merasa dirugikan dari adanya ikatan
perkawinan itu untuk mendapatkan haknya.11
Pemerintah juga telah mengatur masalah biaya pernikahan yang
dilakukan di jam kerja KUA dan di luar KUA dan jam kerja, yakni terdapat
pada Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014 yang sebelumnya adalah
perubahan dari Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2004. Peraturan tersebut
diubah dan diganti agar KUA menjadi lebih berintegritas dan terbebas dari
gratifikasi serta memperjelas keuangan yang harus dibayar oleh masyarakat
untuk biaya pernikahan.
Perubahan yang ditetapkan di dalam PP No. 48 Tahun 2014 di
antaranya yaitu adanya multi tarif yang dikenakan kepada masyarakat yang
akan menikah. Di dalam PP No. 48 Tahun 2014 disebutkan pada Pasal 6:
(1) Setiap warga negara yang melaksanakan nikah atau rujuk di Kantor
Urusan Agama Kecamatan atau di luar Kantor Urusan Agama
Kecamatan tidak dikenakan biaya pencatatan nikah atau rujuk;
(2) Dalam hal nikah atau rujuk dilaksanakan di luar Kantor Urusan Agama
Kecamatan dikenakan biaya transportasi dan jasa profesi sebagai
penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan;
(3) Terhadap warga negara yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau
korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor
Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dikenakan tarif Rp. 0,00 (nol rupiah);
11
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 26
6
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara untuk dapat
dikenakan tarif Rp. 0,00 (nol rupiah) kepada warga negara yang tidak
mampu secara ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan
nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Agama setelah
berkoordinasi dengan Menteri Keuangan;
Ketentuan dalam Lampiran angka II mengenai Penerimaan negara dari
Kantor Urusan Agama Kecamatan diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Tabel I
JENIS PENERIMAAN
NEGARA BUKAN PAJAK
SATUAN
TARIF (Rp.)
II. Penerimaan dari Kantor
Urusan Agama Kecamatan
per peristiwa
nikah atau rujuk
600.000,00
Sumber data diperoleh dari Bimas Islam Kementerian Agama RI
Dari perubahan pasal ini dapat diketahui bahwa penerimaan negara
dari masyarakat untuk biaya pernikahan berubah, yang tadinya Rp. 30.000,-
untuk biaya pencatatan nikah dan rujuk menjadi Rp. 600.000,- untuk biaya
nikah dan rujuk.12
Berdasarkan sumber yang penulis dapatkan dari Republika.co.id,
terdapat artikel yang menyatakan bahwa pada praktiknya ada pihak yang
12
Khoirul Anwar, “PP 48 2014 dan PMA 24 2014, Menuju KUA Berintegritas”, artikel
ini diakses pada 31 Maret 2015 pukul 08.31WIB dari http://bimasislam.kemenag.go.id
7
memanfaatkan ketidaktahuan keluarga pasangan pengantin mengenai
pengurusan pembayaran yang diwakilkan kepada petugas kelurahan atau
pihak lainnya. Oknum tersebut kemudian meminta pembayaran di atas tarif
resmi antara Rp. 800.000,- atau lebih.13
Sedangkan dalam PP No. 48 Tahun 2014 yang mengatur bahwa biaya
pernikahan hanya terbagi menjadi dua, yaitu pertama gratis atau nol rupiah
jika proses nikah dilakukan pada jam kerja di KUA; dan kedua dikenakan
biaya enam ratus ribu rupiah jika nikah dilakukan di luar KUA dan atau di
luar hari dan jam kerja.
Terkait upaya menghindari gratifikasi tersebut, Ditjen Bimas Islam
mengeluarkan penjelasan tentang alur pelayanan nikah sesuai dengan yang
diatur dalam PP No. 48 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP).14
Dalam hal ini penulis tertarik untuk menjadikan KUA Kecamatan
Kebayoran Baru sebagai objek penelitian. Ketertarikan penulis tersebut
berdasarkan pada letak geografis, keadaan ekonomi dan sosial masyarakat
Kecamatan Kebayoran Baru. Warga Kebayoran Baru merupakan golongan
menengah keatas, sehingga wajar saja jika mereka tidak mempermasalahkan
berapun jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk melangsungkan
pernikahan.
13
Citra Listya Rini, “Kemenag: Tidak Ada Biaya Tambahan untuk Nikah”, artikel ini
diakses pada 30 Maret 2015 pukul 16.04 WIB dari http://m.republika.co.id 14
Citra Listya Rini, “Kemenag: Tidak Ada Biaya Tambahan untuk Nikah”
8
Berawal dari fenomena diatas, kemudian mendorong penulis untuk
mengkaji, meneliti, serta mencermati lebih jauh dalam bentuk skripsi yang
mungkin akan memberikan implikasi bagi kehidupan masyarakat mendatang.
Adapun judul yang penulis angkat adalah: “Implementasi PP No. 48 Tahun
2014 Tentang Biaya Nikah Sebagai Public Services (Studi Pada Kantor
Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru)”
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan suatu permasalahan yang terkait
dengan judul yang sedang dibahas. Masalah-masalah yang sudah tertuang
pada latar belakang diatas, maka dari itu penulis memaparkan beberapa
permasalahan yang ditemukan sesuai dengan bagian latar belakang penelitian
ini, diantaranya adalah:
1. Bagaimana prosedur pelaksanaan pernikahan di KUA Kecamatan
Kebayoran Baru?
2. Siapa saja yang terlibat dalam birokrasi pelaksanaan pernikahan?
3. Adakah penyimpangan tentang PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya
nikah?
4. Dampak yang terjadi apabila biaya nikah tidak diatur dalam PP No. 48
Tahun 2014?
5. Adakah kelebihan dan kekurangan dari berlakunya PP No. 48 Tahun
2014?
9
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam pembahasan skripsi ini penulis memilih KUA Kecamatan
Kebayoran Baru sebagai obyek penelitian. Mengingat banyaknya
kewenangan oleh KUA tersebut, maka penulis melakukan pembatasan
hanya pada pelayanan KUA Kecamatan Kebayoran Baru dalam hal
administrasi pembiayaan nikah yang sesuai dengan PP No. 48 Tahun 2014.
Menarik untuk diteliti, namun perlu adanya pembatasan masalah
dalam skripsi ini sehingga nantinya tidak meluas atau keluar dari pokok
bahasan. Adapun dalam hal ini penulis membatasi penelitian hanya
mencakup tiga strata dalam masyarakat, yaitu Masyarakat Atas,
Masyarakat Menengah, dan Masyarakat Bawah dengan alasan ketiga strata
tersebut dapat mewakili jawaban masyarakat yang melakukan pernikahan
di KUA Kecamatan Kebayoran Baru sejak berlakunya PP No. 48 Tahun
2014 tentang biaya nikah.
2. Perumusan Masalah
Untuk memperjelas masalah dalam pembahasan ini maka
dirumuskan masalahnya sebagai berikut. “Sesuai dengan peraturan
Perundang-undangan yang berlaku bahwa pernikahan yang dilakukan
langsung di Kantor Urusan Agama (KUA) tidak dikenakan biaya atau Rp.
0,- akan tetapi realita yang terjadi belakangan ini masih ada beraneka
ragam tarif biaya nikah.
10
Agar lebih spesifik, rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru
sudah menetapkan biaya nikah yang sesuai dengan ketentuan PP No.
48 Tahun 2014?
b. Apakah ada deviasi antara ketetapan dan pelaksanaan PP No. 48
Tahun 2014 tentang biaya nikah oleh Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Kebayoran Baru?
c. Apabila terjadi deviasi, terdapat di sektor manakah deviasi dilakukan?
d. Bagaimana respon dan tanggapan masyarakat tentang biaya nikah yang
terdapat dalam Peraturan Pemerintah?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam melakukan suatu kegiatan pada dasarnya memiliki tujuan
tertentu. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
penulis uraikan diatas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui biaya nikah sudah sesuai tidak dengan ketentuan
PP No. 48 Tahun 2014 sudah diterapkan oleh KUA Kecamatan
Kebayoran Baru.
b. Untuk mengetahui ada atau tidak deviasi antara ketetapan dan
pelaksanaan terhadap PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah oleh
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru.
11
c. Untuk mengetahui apabila terjadi deviasi yang terdapat di sektor mana
serta bagaimana respon dan tanggapan masyarakat tentang biaya nikah
yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam melaksanakan penelitian ini adalah:
a. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan bermanfaat menambah
wawasan dan pengetahuan dalam bidang Administrasi Keperdataan
Islam.
b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangsih pemikiran yang bermanfaat dalam praktik pernikahan
yang terjadi di masyarakat.
E. Studi Review Terdahulu
Dalam review studi terdahulu penulis meringkas skripsi yang ada
kaitannya dengan biaya nikah diantaranya adalah:
No.
Identitas Penulis
Substansi
Perbedaan
1. Andhika Kharis Ahmadi,
NIM 109044200001,
tahun 2013.
Respon Penghulu KUA
Kec. Pamulang Tentang
Pembebasan Biaya
Administrasi Nikah dan
Rujuk.
Dalam skripsi ini
membahas tentang
respon penghulu
Kantor Urusan Agama
(KUA) Kecamatan
Pamulang mengenai
pembebasan biaya
administrasi nikah dan
rujuk yang akan
dicanangkan oleh
Kementerian Agama.
Adapun respon
penghulu mengenai
Yang membedakan
skripsi terdahulu
dengan skripsi penulis
adalah pihak yang
dijadikan informan.
Jika dalam skripsi
terdahulu yang
dijadikan informan
hanya penghulu dan
masyarakat di daerah
Kecamatan Pamulang
saja, sedangkan dalam
skripsi penulis yang
12
pembebasan biaya
administrasi nikah dan
rujuk tersebut akan
memberikan dampak
positif bagi kedua
belah pihak yang akan
melakukan pernikahan
atau rujuk. Selain itu
dampak positif
tersebut juga akan
merubah pandangan
negatif masyarakat
terhadap penghulu
atas adanya biaya
administrasi nikah dan
rujuk.
menjadi informan
adalah Ketua Kantor
Urusan Agama
(KUA) Kecamatan
Kebayoran Baru, 10
(sepuluh) Masyarakat
Strata Atas, 10
(sepuluh) Masyarakat
Strata Menengah, dan
10 (sepuluh)
Masyarakat Strata
Bawah. Selain itu
penulis juga
mendeskripsikan
tentang PP No. 48
Tahun 2014 yang
telah diterapkan oleh
Kantor Urusan
Agama (KUA)
Kecamatan
Kebayoran Baru.
2. Imam Zakiyudin,
NIM 1110044100059,
tahun 2014.
Faktor Penyebab Biaya
Administrasi Pencatatan
Pernikahan Menjadi
Tinggi (Studi pada
Kantor Urusan Agama
(KUA) Kecamatan
Bumijawa Kabupaten
Tegal Tahun 2009-2013)
Dalam skripsi ini
membahas tentang
faktor-faktor yang
menyebabkan
tingginya biaya
administrasi
pencatatan pernikahan
di Kantor Urusan
Agama (KUA)
Kecamatan Bumijawa.
Faktor-faktor tersebut
berupa ketidaktahuan
masyarakat tentang
berapa kisaran biaya
pencatatan pernikahan
yang mengacu pada
PP No. 47 Tahun
2004 sebesar Rp.
30.000. Selain itu
Yang membedakan
skripsi terdahulu
dengan skripsi penulis
adalah Peraturan
Pemerintah (PP) yang
dijadikan acuan.
Dalam skripsi
terdahulu
menggunakan PP No.
47 Tahun 2004 yang
didalamnya
menyatakan
bahwasannya biaya
administrasi
pencatatan
perkawinan sebesar
Rp. 30.000.
Sedangkan dalam
skripsi penulis
13
adanya kebiasaan
masyarakat yang
selalu meminta pihak
ketiga atau penguna
jasa untuk mengurus
administrasi
pencatatan pernikahan
di KUA. Sehingga
masyarakat harus
memberikan imbalan
lebih dari standar
ketentuan
administrasi. Selain
itu juga tidak adanya
sosialisasi tentang
biaya administrasi
pencatatan pernikahan
yang diatur oleh
Peraturan Pemerintah
yang dilakukan oleh
lembaga Kantor
Urusan Agama (KUA)
kepada masyarakat
diwilayah Kecamatan
Bumijawa.
menggunakan PP No.
48 Tahun 2014 yang
menyatakan bahwa
biaya administrasi
pencatatan
perkawinan yang
dilakukan didalam
jam kerja dan di
Kantor Urusan
Agama (KUA)
sebesar Rp. 0,-
sedangkan apabila
dilakukan diluar KUA
dikenakan biaya
sebesar Rp. 600.000.
F. Metode Penelitian
1. Metode Kualitatif
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Metode kualitatif merupakan data yang dihasilkan dari cara
pandang yang menekankan pada obyek yang bersangkutan dan cara
prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian
dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan
dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di KUA Kecamatan
14
Kebayoran Baru mengenai biaya perkawinan berdasarkan PP No. 48
Tahun 2014.
2. Sumber Data
a. Data Primer adalah data-data yang didapat langsung dari lapangan yakni
dengan cara mencari fakta-fakta yang ada di lapangan tersebut,
melakukan observasi, mengumpulkan data-data yang bersumber dari
KUA Kecamatan Kebayoran Baru berupa hasil wawancara dengan
Kepala KUA Kecamatan Kebayoran Baru, beserta masyarakat yang
telah melakukan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru
mengenai PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah.
b. Data Sekunder dalam penelitian ini terdiri dari penelitian hukum
normatif (penelitian hukum kepustakaan) dan penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yaitu bahan yang
dihasilkan dari bahan hukum terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 48
Tahun 2014 tentang biaya nikah dan bahan hukum lainnya seperti
buku-buku yang mendukung dan memperjelas bahan hukum tersebut.
3. Jenis Penelitian
Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode
deskriptif analisis, yaitu penelitian yang memaparkan suatu karakteristik
tertentu dari suatu fenomena. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
dan memaparkan karakteristik dari beberapa variable dalam suatu situasi.
15
Cara tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis
secara mendalam tentang Implementasi PP No. 48 Tahun 2014 di Kantor
Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru.
4. Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Kebayoran Baru. Adapun yang menjadi bahan penelitian
dalam penulisan skripsi ini adalah Peraturan Pemerintah tentang biaya
nikah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014. Sehubungan
dengan hal tersebut maka yang menjadi respondennya adalah Kepala KUA
Kecamatan Kebayoran Baru dan masyarakat yang telah melakukan
pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data. Bila
dilihat dari sumber datanya maka pengumpulan data menggunakan:
a. Survey
Untuk mendapatkan data tentang KUA Kecamatan Kebayoran
Baru. Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan skripsi ini, penulis
melakukan survey atau pengamatan langsung ke objek penelitian yang
dituju untuk mengetahui kebenaran secara langsung mengenai
implementasi PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah di KUA
Kecamatan Kebayoran Baru.
16
b. Interview / Wawancara
Teknik disini digunakan oleh penulis agar dalam penelitian
didapatkan hasil yang alami dan mendalam, tetapi tetap memakai
pedoman sebagai petunjuk wawancara untuk menjadikan wawancara
lebih teratur dan terarah. Wawancara dilakukan agar penelitian ini
mendapatkan data yang benar-benar akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Wawancara dilakukan dengan pihak Kepala
KUA Kecamatan Kebayoran Baru beserta masyarakat yang telah
melakukan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru mengenai
PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah. Dalam hal ini penulis
mengambil informasi dengan mengkualifikasikan responden dalam
Masyarakat Strata Atas dan Masyarakat Strata Menengah dengan rata-
rata pendidikan terakhir adalah S-1, serta Masyarakat Strata Bawah
dengan rata-rata pendidikan terakhir adalah SMA.
c. Studi Dokumentasi
Penulis melakukan pengumpulan dan penganalisaan terhadap
dokumen-dokumen yang meliputi arsip-arsip resmi dari KUA
Kecamatan Kebayoran Baru dan masyarakat yang telah melakukan
pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru. Setelah data-data
penelitian tersebut didapatkan, kemudian penulis mengolah data dan
diuraikan dengan cara kualitatif.
17
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian skripsi ini berpedoman kepada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatulah Jakarta Tahun 2012. Adapun sistematika
penulisan adalah sebagai berikut:
Bab Pertama, terdiri dari Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang
Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan
dan Manfaat Penelitian, Studi Review Terdahulu, Metode Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.
Bab Kedua, memuat tentang Good Governance, Public Services,
Tujuan Pencatatan Perkawinan, dan Administrasi Pembiayaan Nikah di
Indonesia.
Bab Ketiga, berisi tentang Kondisi Objektif Penelitian, Proses
Pembiayaan Pengurusan Nikah, dan dilanjutkan dengan Analisis Penulis
yaitu penerapan PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya pernikahan di KUA
Kecamatan Kebayoran Baru serta pandangan masyarakat Kebayoran Baru.
Bab Keempat, adalah penutup yang berisi kesimpulan serta saran-
saran. Dalam bab penutup ini penulis menyimpulkan semua yang telah
dibahas dalam skripsi ini.
18
BAB II
PRINSIP ADMINISTRASI PERKAWINAN DALAM MEWUJUDKAN
PELAYANAN PRIMA
A. Good Governance
Di Indonesia, substansi wacana good governance dapat dipadankan
dengan istilah pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Pemerintahan
yang baik adalah sikap di mana kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang
diatur oleh berbagai tingkatan pemerintah negara yang berkaitan dengan
sumber-sumber sosial, budaya, politik, serta ekonomi. Dalam praktiknya
pemerintahan yang bersih (clean government), adalah model pemerintahan
yang efektif, efisien, jujur, transparan, dan bertanggung jawab.1
Atas nama “Good Governance”, Indonesia telah melakukan beberapa
perubahan terkait sistem hukum yang secara khusus menekankan pada
pengaturan masalah-masalah keluarga. Hukum di Indonesia, diletakkan dalam
atau di bawah dua wadah sumber; hukum Islam dan hukum Indonesia.
Terkait dengan pengadopsian hukum Islam, pemerintah lebih banyak
mengatur hukum keluarga. Hukum Islam yang diadopsi kemudian ditinjau
kembali untuk disesuaikan dengan kondisi di Indonesia saat ini. Yang
1 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civid Education)
Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2010), h. 160.
19
kemudian aturan-aturan tersebut diperbaharui agar pemerintah dapat
mengontrol, dan melakukan tata kelola pemerintahan dengan baik.2
Secara terminologis governance yaitu sebagai kepemerintahan
sehingga masih banyak yang beranggapan bahwa governance adalah sinonim
government. Interpretasi dari praktek-praktek governance selama ini memang
lebih banyak mengacu pada perilaku dan kapasitas pemerintah, sehingga
good governance seolah-olah otomatis akan tecapai apabila ada good
government. Berdasarkan sejarah, ketika istilah governance pertama kali
diadopsi oleh para praktisi di lembaga pembangunan internasional, konotasi
governance yang digunakan memang sangat sempit dan bersifat teknokratis
di seputar kinerja pemerintah yang efektif; utamanya yang terkait dengan
manajemen publik dan korupsi. Oleh karena itu, banyak kegiatan atau
program bantuan yang masuk dalam katagori governance tidak lebih dari
bantuan teknis yang diarahkan untuk meningkatakan kapasitas pemerintah
dalam menjalankan kebijakan publik dan mendorong adanya pemerintahan
yang bersih (menghilangkan korupsi).3
Adapun terdapat perbedaan antara government dan governance
adalah:4
2 Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia,
(Ciputat: Orbit Publishing, 2013), h. 16.
3 Hetifah SJ Sumarto, Inovasi-Partisipasi dan Good Governance, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2003), h. 2.
4 Bambang Istianto, Manajemen Pemerintahan dalam Perspektif Pelayanan Publik,
(Jakarta: Mitra Wicana Media, 2011), h. 101.
20
No. Unsur Perbandingan Kata Government Kata Governance
1. Pengertian Badan/lembaga atau
fungsi yang
dijalankan oleh suatu
organ tertinggi
dalam suatu negara.
Cara penggunan
atau pelaksanaan.
2. Sifat Hubungan Hirearchis. Heterakhis dalam
arti ada kesetaraan
kedudukan dan
hanya fungsi.
3. Komponen yang
Terlibat
Sebagai subyek yang
hanya ada satu yaitu
instusi pemerintah.
Ada tiga
komponen yang
terlibat yaitu:
sektor publik;
sektor swasta;
masyarakat.
4. Pemegang Peran
Dominan
Sektor pemerintah. Semua memegang
peran sesuai
dengan fungsi
masing-masing.
5 Efek yang Diharapkan Kepatuhan warga
negara.
Partisipasi warga
negara.
6. Hasil Akhir yang
Diharapkan
Pencapaian tujuan
negara melalui
kepatuhan warga
negara.
Pencapaian tujuan
negara dan tujuan
masyarakat
sebagai warga
negara maupun
sebagai warga
masyarakat.
Dalam pembahasan mengenai good governance terdapat prinsip-
prinsip yang menunjukan bahwa suatu pemerintahan memenuhi kriteria good
governance, yaitu:5
1. Penegakan Hukum, artinya mewujudkan adanya penegakan hukum yang
adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM, dan
memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Penegakan
5 Bambang Istianto, Manajemen Pemerintahan dalam Perspektif Pelayanan Publik, h. 93-
95.
21
hukum juga merupakan faktor kunci kesuksesan penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih, tertib, teratur, efisien, dan efektif.
2. Transparansi, artinya menciptakan kepercayaan timbal balik antara
pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin
kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
3. Kesetaraan, artinya memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.
4. Daya Tanggap, artinya meningkatkan kepekaan para penyelenggara
pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali. Daya tanggap
atau responsif merupakan tuntutan yang disuarakan berbagai kalangan
supaya pemerintah melakukan dengan cepat tindakan yang seharusnya
dilakukan.
5. Akuntabilitas, artinya meningkatkan akuntabilitas publik para pengambil
keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan
masyarakat luas. Akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban
pemerintah terhadap rakyatnya, yakni apa yang dikerjakan dan apa yang
tidak dikerjakan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi janji terhadap
mandat yang diberikan oleh rakyat melalui konstitusi negara.
6. Pengawasan, artinya meningkatkan upaya pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan
ketertiban swasta dan masyarakat luas. Pengawasan juga sebagai salah
satu fungsi manajemen yang merupakan pilar utama kesuksesan dalam
menjalankan kegiatan pemerintahan.
22
7. Efisien dan Efektif, artinya menjamin terselenggaranya pelayanan kepada
masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara
optimal dan bertanggung jawab. Dengan adanya paradigma tersebut hasil
yang dicapai pemerintah akan memiliki efek yang berganda yakni
terwujudnya masyarakat yang sejahtera serta adil dan makmur.
8. Profesionalisme, artinya meningkatkan kemampuan dan moral
penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang
mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas
prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini maka didapatkan
tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa
dinilai bila ia telah bersinanggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip
good governance tersebut.6
Secara keseluruhan, prinsip-prinsip good governance pada dasarnya
mengandung nilai yang bersifat objektif dan universal yang menjadi acuan
dalam menentukan tolak ukur atau indikator dan ciri-ciri/karakteristik
penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik. Karena pada akhirnya,
pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang dapat melindungi dan
mengedepankan kepentingan publik.7
Sejatinya konsep good governance harus dipahami sebagai suatu
proses, bukan struktur atau institusi. Governance juga menunjukkan
6 Nico Andrianto, Good e-Government: Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui e-
Government, (Malang: Bayumedia, 2007), h. 24.
7 Abidarin Rosidi, Reinventing Government: Demokrasi dan Reformasi Pelayanan
Publik, (Yogyakarta: ANDI, 2013), h. 25.
23
inklusitivitas. Kalau government dilihat sebagai “mereka” maka governance
adalah “kita”. Government mengandung pengertian seolah hanya politisi dan
pemerintahan yang mengatur, melakukan sesuatu, memberikan pelayanan,
sementara sisa dari “kita” adalah penerima yang pasif. Sementara
Governance meleburkan perbedaan antara “pemerintah” dan “yang
diperintah” karena kita semua adalah bagian dari proses governance.8
Didalam Good Governance juga terdapat fungsi penyelenggaraan
nagara agar terwujudnya Negara Kesejahteraan (Welfare State) yang
kemudian dikenal juga sebagai Negara Administrasi (Administrative State).
Fungsi pemerintah beserta aparaturnya terhadap masyarakat adalah melayani
(service function) dan mengatur (regulating function). Kedua fungsi tersebut
dijalankan untuk dapat mensejahterakan rakyat. Pemerintah berupaya
memenuhi dan melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat, sehingga
pemerintah berperan sebagai produsen dan layanan yang diperlukan oleh
masyarakat agar tertib dan teratur sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh
pemerintah. Dalam hal ini, fungsi aparatur negara pada Negara yang sedang
berkembang adalah melayani masyarakat, mengayomi masyarakat, dan
menumbuhkembangkan prakarsa dan peranserta masyarakat dalam
pembangunan.
Fungsi yang ketiga tersebut sebenarnya justru harus menjadi muara
bagi kedua fungsi yang lain, artinya pelayanan dan pengayoman harus
8 Hetifah SJ Sumarto, Inovasi-Partisipasi dan Good Governance, h. 2.
24
sekaligus diarahkan agar masyarakat mampu berprakasa dan berperan serta
dengan baik dalam pembangunan. Fungsi yang ketiga ini sebenarnya sejalan
pula dengan paradigma baru dalam administrasi Negara, yaitu fungsi
pemberdayaan (empowering). Paradigma baru dalam administrasi Negara
menekankan bahwa pemerintah sekaligus diarahkan agar masyarakat mampu
berprakarsa dan berperan serta dengan baik dalam pembangunan tidak lagi
harus menjadi produsen dan layanan yang diperlukan masyarakat, tetapi
pemerintah harus lebih berperan sebagai fasilitator dan regulator, sehingga
masyarakat mampu dengan baik memenuhi kebutuhannya sendiri.9
B. Public Services
Setiap warga negara selalu berhubungan dengan aktivitas birokrasi
pemerintahan. Tidak henti-hentinya orang harus berurusan dengan birokrasi,
sejak berada dalam kandungan sampai meninggal dunia. Dalam setiap sendi
kehidupan kalau seseorang tinggal di sebuah tempat dan melakukan interaksi
sosial dengan orang lain serta merasakan hidup bernegara.10
Terkait dengan pembahasan Good Governance juga telah membangun
kolerasi antara kepemimpinan pemerintah dengan pelayanan publik secara
positif. Jika semua fungsi berjalan dengan efisien dan efektif maka akan
mendorong pemerintah untuk lebih tertib, tepat, teratur, sistematis, dan cepat
dalam memberikan pelayanan publik.
9 http://fakultashukum-universitaspanjisakti.com Diakses pada tanggal 10 Juni 2015
pukul 18:30 WIB.
10 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2008), h. 155.
25
Terminologi pelayanan publik dapat di jumpai di tengah masyarakat
(media cetak, televisi, dan internet) secara beragam. Dalam berbagai media
tersebut terkadang mereka menggunakan istilah/terminologi pelayanan
publik, pelayanan masyarakat, ataupun pelayanan umum secara bergantian
dan memang pada kenyataannya konsep dan definisinya boleh dikatakan
relatif sama dan tidak ada konsep yang baku mengenai terminologi dalam
istilah ini. Kalau dalam bahasa Inggris, terminologi tersebut disebut sebagai
public service.11
Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa baik
oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta
kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi
kebutuhan dan/atau kepentingan masyarakat.12
Namun, sejak reformasi bergulir di awal 2000-an, ada perubahan
pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal pengelolaan keuangan
lembaga/instansi (satuan kerja/satker) milik pemerintah. Terutama
satker/lembaga yang memberikan pelayanan kepada masyarakat di satu sisi,
tetapi di sisi lain masyarakat harus juga membayar biaya atas layanan
tersebut. Pergeseran pendekatan dalam pengelolaan satker pemerintah yang
menghasilkan layanan sekaligus membebankan biaya kepada masyarakat
11
Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2013), h. 15.
12 Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia, h.
170.
26
(service and cost) ini berawal dengan adanya pemisahan kategori pelayanan
publik ke dalam dua bentuk pelayanan (dari sisi pembiayaan).13
Pertama, pelayanan publik yang bebas biaya. Pelayanan publik dalam
kategori ini merupakan pelayanan dasar (basic service) bagi semua warga
negara. Semua bentuk pelayanan yang disediakan oleh pemerintah dan
seharusnya tidak dikenakan biaya. Contoh pelayanan publik pada kategori ini
adalah penyediaan layanan untuk memperoleh pendidikan dasar dan
menengah bagi masyarakat serta pelayanan kepada semua warga untuk
mendapatkan tanda pengenal seperti Kartu Tanda Penduduk/KTP.14
Kedua, pelayanan publik yang dapat dikenakan biaya. Pelayanan
publik kategori ini memerlukan peran dan partisipasi masyarakat, terutama
dalam hal pembiayaan. Artinya, ada sharing cost antara pengguna dengan
pemerintah bagi satuan kerja milik pemerintah yang menyediakan layanan
publik ini. Oleh karena itu, terhadap pengguna atau warga masyarakat yang
membutuhkan layanan ini dikenakan biaya yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Peran yang paling krusial bagi pemerintah dalam layanan ini
adalah mengontrol biaya layanan yang akan dibebankan oleh penyedia jasa
agar tidak memberatkan warga dan terjangkau oleh segala lapisan masyarakat
(terutama golongan masyarakat tidak mampu). Selain itu, pelayanan
masyarakat diberikan atas dasar kesempatan yang sama (equal access) bagi
semua lapisan masyarakat dan layanan yang diberikan tanpa mengutamakan
13
Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi, h. 12.
14 Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi.
27
pencarian keuntungan (not-for-profit).15
Dan contoh pelayanan publik yang
dapat dikenakan biaya adalah pencatatan nikah, yaitu pencatatan nikah yang
dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) melalui Kantor Urusan Agama
(KUA) untuk kedua calon mempelai yang ingin menikah. Baik perkawinan
yang dilakukan di dalam jam kerja KUA maupun di luar jam kerja KUA yang
sesuai dengan tarif Peraturan Pemerintah yang berlaku.
Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan
secara ekstrem dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan
dengan kehidupan manusia. Masyarakat setiap waktu akan selalu menuntut
pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan itu
seringkali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, karena secara empiris
pelayanan publik yang terjadi selama ini masih menampilkan ciri-ciri yakni
berbelit-belit, lambat, mahal dan melelahkan.
Kecenderungan seperti itu terjadi karena masyarakat masih
diposisikan sebagai pihak yang “melayani” bukan yang “dilayani”. Oleh
karena itu pada dasarnya dibutuhkan suatu perubahan dalam bidang
pelayanan publik dengan mengembalikan dan mendudukkan pelayanan dan
yang dilayani pada pengertian yang sesungguhnya. Pelayanan yang
seharusnya ditujukan pada masyarakat umum kadang dibalik menjadi
pelayanan masyarakat terhadap negara, meskipun negara berdiri
sesungguhnya adalah untuk kepentingan masyarakat yang mendirikannya.
15
Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi, h. 13.
28
Artinya, birokrat sesungguhnya haruslah memberikan pelayanan terbaik
kepada masyarakat.16
Dalam tatalaksana pelayanan umum (Yanum), pada hakekatnya
merupakan penerapan prinsip-prinsip pokok sebagai dasar yang menjadi
pedoman dalam perumusan tatalaksana dan penyelenggaraan kegiatan
Yanum. Sesuai dengan Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum yang
ditetapkan dengan Keputusan Menpan Nomor 81 Tahun 1993, maka sendi-
sendi atau prinsip-prinsip tersebut dapat dipahami dengan penjelasan sebagai
berikut:17
1. Kesederhanaan, yaitu prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit,
mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan, yakni memuat tentang:
a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik.
b. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa
dalam pelaksanaan pelayanan publik.
c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
3. Kepastian Waktu, di mana dalam pelaksanaan pelayanan publik dapat
diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4. Akurasi, di mana produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat,
dan sah.
16 Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik,
(Bandung: Nuansa, 2012), h. 17-18.
17 Bambang Istianto, Manajemen Pemerintahan dalam Perspektif Pelayanan Publik, h.
111-117.
29
5. Keamanan, proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman
dan kepastian hukum.
6. Tanggungjawab, pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat
yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan
penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan
publik.
7. Kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu tersedianya sarana dan
prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai
termasuk penyediaan sarana teknologi komunikasi dan informatika
(telematika).
8. Kemudahan akses, di mana tempat dan lokasi serta sarana pelayanan
yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat
memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
9. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan, di mana pemberi pelayanan
harus bersikap disiplin, sopan, dan santun, ramah, serta memberikan
pelayanan dengan ikhlas.
10. Kenyamanan, yaitu lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan
ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan
sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti
parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain.18
Sesuai dengan jenis dan sifat pelayanan, serta dengan pertimbangan
agar dapat melaksanakan prinsip-prinsip pelayanan umum secara efektif,
18
Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, h.
101-102.
30
maka dalam Penyelenggaraan Pelayanan Umum, sesuai dengan
KEPMENPAN (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara) Nomor
63 Tahun 2003, dapat dilaksanakan dengan pola-pola pelayanan sebagai
berikut:19
1. Pola Fungsional, yaitu pola pelayanan publik yang diberikan oleh
penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi, dan
kewenangannya.
2. Pola Terpusat, yaitu pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh
penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari
penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan.
3. Pola Terpadu, terdapat dalam dua bentuk yaitu:
a. Pola Terpadu Satu Atap, yaitu pola pelayanan terpadu satu atap
diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis
pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani
melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat
dengan masyarakat tidak perlu untuk disatu-atapkan.
b. Pola Terpadu Satu Pintu, yaitu pola pelayanan terpadu satu pintu
diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis
pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui
satu pintu.
19
Bambang Istianto, Manajemen Pemerintahan dalam Perspektif Pelayanan Publik, h
110.
31
4. Pola Gugus Tugas, yaitu petugas pelayanan publik secara perorangan
atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi
pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu.
Selain terdapat pola-pola pelayanan publik yang sesuai dengan
KEPMENPAN (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara) Nomor
63 Tahun 2003, terdapat juga faktor-faktor yang mendukung peningkatan
pelayanan publik agar dapat berjalan secara tertib dan teratur, yaitu:20
1. Faktor Hukum
Hukum akan mudah ditegakkan, jika aturan atau undang-undangnya
sebagai sumber hukum mendukung untuk terciptanya penegakan hukum.
Artinya, peraturan perundang-undangannya sesuai dengan kebutuhan
untuk terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik.
2. Faktor Aparatur Pemerintah
Aparatur pemerintah merupakan salah satu faktor dalam terciptanya
peningkatan pelayanan publik. Oleh karena aparat pemerintah merupakan
unsur yang bekerja di dalam praktik untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Maka secara sosiologis aparat pemerintah
mempunyai kedudukan atau peranan dalam terciptanya suatu pelayanan
publik yang maksimal.
3. Faktor Sarana
Penyelenggaraan pelayanan publik tidak akan berlangsung dengan lancar
dan tertib (baik) jika tanpa adanya suatu sarana atau fasilitas yang
20
Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, h. 22-
24.
32
mendukungnya. Sarana itu mencakup tenaga manusia yang
berpendidikan, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan
keuangan yang cukup.
4. Faktor Masyarakat
Pada intinya penyelenggaraan pelayanan diperuntukkan untuk
masyarakat, dan oleh karenanya masyarakatlah yang memerlukan
berbagai pelayanan dari pemerintah sebagai penguasa pemerintahan.
Dengan kata lain masyarakat memiliki eksistensi dalam pelayanan,
karena dalam konteks kemasyarakatan pelayanan publik berasal dari
masyarakat (publik) di mana tujuan utamanya adalah untuk terciptanya
kesejahteraan masyarakat seutuhnya.
5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan merupakan faktor yang hampir sama dengan faktor
masyarakat. Jika melihat dari sistem sosial budaya, negara Indonesia
sendiri memiliki masyarakat yang majemuk dengan berbagai macam
karakteristik. Faktor kebudayaan dalam terciptanya penyelenggaraan
pelayanan yang baik pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari
hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak
mengenai apa yang baik, layak dan buruk.
Pelayanan publik juga mempunyai maksud dan tujuan agar dapat
menciptakan pelayanan yang tertib, teratur, dan memudahkan masyarakat
pengguna jasa yang telah disediakan oleh pemerintah. Maksud dan tujuan dari
33
pelayanan publik telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu:21
Pasal 2
Undang-undang tentang Pelayanan Publik dimaksudkan untuk
memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan
penyelenggara dalam pelayanan publik.
Pasal 3
Tujuan Undang-undang tentang Pelayanan Publik adalah:
a. Terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak,
tanggungjawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang
terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;
b. Terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak
sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang
baik;
c. Terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan
peraturan Perundang-undangan;
d. Terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat
dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
Dengan adanya pelayanan publik yang telah disediakan oleh
pemerintah, akan menjadikan pergumulan yang sangat intensif antara
pemerintah dengan warga, dan baik atau buruknya dalam pelayanan publik
yang sangat dirasakan oleh masyarakat. Ini sekaligus membuktikan, bahwa
21
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
34
jika terjadi perubahan signifikan dalam pelayanan publik dengan sendirinya
manfaat itu dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Keberhasilan
dalam mewujudkan praktik good governance dalam pelayanan publik mampu
membangkitkan dukungan dan kepercayaan masyarakat.22
C. Tujuan Pencatatan Perkawinan
Perkawinan merupakan hal yang sangat penting dan sakral serta
mempunyai dampak yang luas, baik dalam hubungan kekeluargaan
khususnya, maupun pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada
umumnya. Perkawinan ini merupakan masalah yang sangat serius dan tidak
boleh dilakukan dengan main-main, maka untuk mendukung keseriusan itu,
dibutuhkannya legalitas hukum adalah dengan adanya pencatatan
perkawinan.
Pencatatan perkawinan merupakan pembaharuan dalam hukum
keluarga di dunia Islam. Hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan modern
yang mana perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan secara
agama dan negara serta dapat dibuktikan dengan adanya akta otentik
perkawinan berupa buku nikah. Masyarakat saat ini rupanya telah
menganggap bahwa perkawinan merupakan masalah yang serius dan sakral
yang harus dilakukan didepan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) agar dapat
diakui oleh negara dan sah di mata negara serta terpenuhinya syarat dan
rukun seperti yang telah ditentukan oleh agama agar sah di mata agama.
Pencatatan perkawinan ini dianggap penting karena hal ini ditujukan sebagai
22
Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, h. 83.
35
upaya untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat,
melindungi kesucian perkawinan sebagai sebuah nilai dan ikatan yang sakral
dan secara khusus ditujukan untuk melindungi kaum perempuan dalam rumah
tangga.23
Pada zaman dahulu Al-Qur’an dan Al-Hadis tidak mengatur secara
rinci mengenai pencatatan perkawinan, bahkan jika kita telusuri secara
ekplisit tidak ada ketentuan hukum dari pencatatan perkawinan ini. Ada
beberapa faktor mengapa pada zaman dahulu perkawinan tidak dicatat:24
1. Budaya tulis-baca, khususnya dikalangan orang Arab Jahiliyah masih
jarang. Oleh karena itu, orang Arab mengandalkan pada daya ingatannya
(hafalan) ketimbang tulisan.
2. Perkawinan bukan syariat baru dalam Islam. Ia merupakan syariat nabi-
nabi terdahulu secara terus menerus di turunkan.
3. Pada masyarakat jaman dahulu, nilai-nilai kejujuran dan ketulusan dalam
menjalankan kehidupan masih sangat kuat sehingga sikap saling percaya
dan tidak saling mencurigai menjadi fundamen kehidupan masyarakat.
Cukup dengan di saksikannya perkawinan tersebut oleh dua orang saksi
dan masyarakat sekitar sudah cukup membutikan bahwa pasangan suami
istri tersebut telah melakukan perkawinan yang sah dan tidak dianggap
kumpul kebo.
23
http://prodipps.unsyiah.ac.id, Diakses pada tanggal 12 Juni 2015 pukul 15:07 WIB.
24Yayan Sopyan, Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional, h. 129
36
4. Problematika hidup pada jaman dahulu masih sederhana, belum
sekompleks dan serumit jaman sekarang ini.
Seiring berkembangnya jaman, maka berubahlah pola pikir dan
perilaku masyarakat. Dalam perkawinan, pencatatan mutlak diperlukan.
Adapun fungsi dan kegunaannya adalah untuk memberikan jaminan hukum
terhadap perkawinan yang dilakukan terutama untuk melindungi harkat dan
martabat perempuan. Karena ketika perkawinan tersebut telah halal di mata
agama akan tetapi jika tidak dilakukan secara prosedur negara tetap saja
perkawinan tersebut dianggap ilegal oleh negara. UU Perkawinan di
Indonesia mengatur dengan kewenangan tertentu agar terwujudnya
ketertiban, bahwa perkawinan selain sah menurut agama maka pernikahan
harus dicatat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni
di Kantor Urusan Agama (KUA) bagi umat Islam dan Kantor Catatan Sipil
(KCS) untuk non Muslim.25
Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan satu-satunya lembaga yang
menangani masalah pencatatan perkawinan ini. Menurut KMA (Keputusan
Menteri Agama) No. 517 Tahun 2001 yaitu Kantor Urusan Agama (KUA)
merupakan lembaga pemerintah yang berkedudukan di wilayah kecamatan
yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Departemen
Agama Kabupaten/Kotamadya di bidang urusan agama Islam dalam wilayah
25
http://prodipps.unsyiah.ac.id Diakses pada tanggal 12 Juni 2015 pukul 15:15 WIB.
37
kecamatan.26
Adapun fungsi Kantor Urusan Agama (KUA) itu sendiri
diantaranya adalah pelayanan administrasi perkawinan dan rujuk
(kepenghuluan), pembinaan perkawinan dan keluarga sakinah, pembinaan
kemasjidan, pembinaan zakat, wakaf, ibadah sosial dan Baitu Mal.
Untuk sahnya suatu perkawinan yang ditinjau dari sudut keperdataan
adalah bilamana perkawinan tersebut sudah dicatat atau didaftarkan pada
Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil (KCS) sesuai dengan
agama yang dianutnya.27
Selama perkawinan belum terdaftar maka
perkawinan itu masih belum dianggap sah menurut ketentuan hukum negara
sekalipun mereka sudah memenuhi prosedur dan tata cara menurut ketentuan
agama. Sedangkan bilamana yang ditinjau sebagai suatu perbuatan
keagamaan maka pencatatan perkawinan hanyalah sekedar memenuhi
administrasi perkawinan saja yang tidak menentukan sah atau tidaknya suatu
perkawinan.28
Pencatatan nikah sangat penting dilaksanakan oleh pasangan
mempelai, dengan adanya pencacatan nikah maka akan menghasilkan buku
nikah yang merupakan bukti autentik tentang keabsahan pernikahan baik
secara agama maupun negara. Sebuah catatan aksiologi menyatakan
26
LAPORAN PENELITIAN. Respon Masyarakat DKI Jakarta Terhadap Optimalisasi
Fungsi Kantor Urusan Agama (KUA). Oleh Jaenal Aripin, M.Ag, Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag
dan Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Sc. 2004.
27 Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang
No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta:
UI Press, 1986), cet. Ke-5, h. 175.
28 Syaharani, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung: Alumni,tth),
h.10.
38
bahwasanya manfaat dari pencatatan pernikahan diantaranya adalah mendapat
perlindungan hukum terutama bagi istri jika terjadi penyelewengan dari pihak
suami, memudahkan urusan perbuatan hukum lain yang terkait dengan
pernikahan seperti halnya hendak melaksanakan ibadah haji dan asuransi
kesehatan, legalitas formal pernikahan di hadapan hukum serta terjaminnya
keamanan dari kemungkinan terjadinya pemalsuan dan kecurangan lainnya.
Pentingnya sebuah pencatatan dalam suatu masalah yang berkaitan
dengan individu yang lain atau dalam masalah mu’amalah. Islam sebagai
agama yang sempurna telah terlebih dahulu memerintahkan kepada para
pemeluknya untuk mencatatkan setiap peristiwa yang berkenaan dengan
individu yang lain. Hal ini dilakukan untuk menghindari sifat lupa akan
terjadinya sesuatu dan madharat-madharat yang lain, sehingga untuk
mengantisipasi permasalahan tersebut sangatlah penting untuk dicatat. Hal ini
didasari oleh Firman Allah dalam Surah al-Baqarah ayat 282 sebagai berikut.
2 /282) )
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang belum ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar.”
(Al-Baqarah [2] : 282)
Berdasarkan terjemahan diatas, para pemikir hukum Islam (faqih)
dahulu tidak ada yang menjadikan dasar pertimbangan dalam perkawinan
mengenai pencatatan dan aktanya, sehingga mereka menganggap bahwa hal
itu tidak penting. Namun, bila diperhatikan perkembangan ilmu hukum saat
39
ini pencatatan perkawinan dan aktanya mempunyai kemaslahatan serta
sejalan dengan kaidah fikih.
Sejak diundangkannya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan merupakan era baru bagi kepentingan umat Islam khususnya dan
masyarakat Indonesia umumnya. UU ini merupakan hasil dari kodifikasi dan
unifikasi hukum perkawinan, yang bersifat nasional yang menempatkan
hukum Islam dalam tempat yang paling terhormat. Pencatatan perkawinan
seperti yang diatur dalam Pasal 2 ayat 2 di katakana bahwa “Tiap-tiap
perkawinan di catat menurut peraturan per-UU-an yang berlaku”.29
Pasal
tersebut adalah satu-satunya ayat yang mengatur tentang pencatatan
perkawinan. Di dalam penjelasannya tidak ada uraian yang lebih rinci kecuali
yang dimuat di dalam PP No.9 Tahun 1975. Ini berbeda dengan ayat 1 yang
di dalam penjelasannya dikatakan (i) tidak ada perkawinan di luar hukum
agama dan (ii) maksud hukum agama termasuk ketentuan Perundang-
undangan yang berlaku.30
Di dalam PP No.9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang
Perkawinan Pasal 3 dinyatakan31
:
29
Syaharani, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia, h. 132
30Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Taringan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana,
2004), h.122.
31 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Taringan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h.
122-123.
40
(1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan
kehendaknya kepada Pegawai Pencatat di tempat perkawinan akan
dilangsungkan.
(2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10
hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.
(3) Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat 2 disebabkan
sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat (atas nama) Bupati
Kepala Daerah.
Dengan demikian, pencatatan perkawinan ini walaupun di dalam UUP
hanya diatur oleh satu ayat, namun sebenarnya masalah pencatatan ini sangat
dominan. Ini akan tampak dengan jelas menyangkut tata cara perkawinan itu
sendri yang kesemuanya berhubungan dengan pencatatan. Sehingga ada
sebagian pakar hukum yang menempatkannya sebagai syarat administratif
yang juga menentukan sah tidaknya sebuah perkawinan.
Adapun di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), pencatatan
perkawinan ini di atur dalam Pasal 5 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Agar terjaminnya ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap
perkawinan harus di catat.
(2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai
Pencatat Nikah (PPN) sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang
No.22 Tahun 1946 jo. Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954.
Selanjutnya pada Pasal 6 dijelaskan:
41
(1) Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 5, setiap perkawinan harus
dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat
Nikah (PPN).
(2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah
(PPN) tidak mempunyai kekuatan hukum.
Selain itu, pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
ketertiban perkawinan dalam masyarakat, baik perkawinan yang dilaksanakan
berdasarkan hukum Islam maupun perkawinan yang dilaksanakan oleh
masyarakat yang tidak berdasarkan hukum Islam. Pencatatan perkawinan
merupakan upaya untuk menjaga kesucian (mitsaqan galidzan) aspek hukum
yang timbul dari ikatan perkawinan.32
Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui perundang-undangan
untuk melindungi martabat dan kesucian perkawinan dan khususnya bagi
perempuan dalam kehidupan rumah tangga. Melalui pencatatan perkawinan
yang dibuktikan oleh akta, apabila terjadi perselisihan diantara suami istri
maka salah satu diantaranya dapat melakuakan upaya hukum guna
mempertahankan atau memperoleh hak masing-masing. Karena dengan akta
tersebut, suami istri memiliki bukti autentik atas perbuatan hukum yang telah
mereka lakukan.33
32
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.
26.
33Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h.
107
42
Dengan adanya pencatatan ini, maka perkawinan ini akan dianggap
sah baik dimata hukum negara maupun agama. Adapun dampak dari tidak
dicatatkannya perkawinan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Terhadap Istri
Perkawinan bawah tangan berdampak sangat merugikan bagi istri
dan perempuan umumnya, baik secara hukum maupun sosial. Secara
hukum, istri tidak dianggap sebagai istri yang sah, istri tidak berhak atas
nafkah dan warisan dari suami jika ia meninggal dunia, istri tidak berhak
atas harta gono-gini jika terjadi perpisahan, karena secara hukum
perkawinan istri dianggap tidak pernah terjadi. Secara sosial, istri akan
sulit bersosialisasi karena perempuan yang melakukan perkawinan bawah
tangan sering dianggap telah tinggal serumah dengan laki-laki tanpa
ikatan perkawinan (alias kumpul kebo) atau istri dianggap menjadi istri
simpanan.
b. Terhadap Anak
Untuk anak, sahnya perkawinan dibawah tangan menurut hukum
Negara memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan di
mata hukum. Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak
sah. Dengan kata lain sang anak tidak mempunyai hubungan hukum
terhadap ayahnya. Dalam akta kelahirannya pun statusnya dianggap
sebagai anak luar nikah. Akibatnya, hanya dicantumkan nama ibu yang
melahirkannya. Keterangan status sebagai anak diluar nikah dan tidak
tercantumnya nama si ayah akan berdampak sangat mendalam secara
sosial dan psikologis bagi si anak dan ibunya. Tidak jelas status anak di
43
mata hukum mengakibatkan hubungan antara ayah dan anak tidak kuat.
Sehingga, bisa saja suatu waktu ayahnya menyangkal bahwa anak
tersebut adalah bukan anak kandungnya. Namun, yang jelas-jelas
merugikan adalah si anak tidak berhak atas biaya kehidupan, pendidikan,
nafkah dan warisan dari ayahnya.34
c. Terhadap Laki-laki atau Suami
Hampir tidak ada dampak mengkhawatirkan atau merugikan bagi
diri laki-laki atau suami yang menikah bawah tangan dengan seorang
perempuan. Yang terjadi justru menguntungkannya, karena suami bebas
untuk menikah lagi, karena perkawinan sebelumnya yang dibawah
tangan dianggap tidak sah dimata hukum. Suami bisa saja menghindar
dari kewajibannya memberikan nafkah, baik kepada istri maupun kepada
anak-anaknya dan tidak dipusingkan dengan pembagian harta gono-gini,
warisan dan lain-lain.35
Dengan demikian, pelaksanaan peraturan pemerintah yang mengatur
tentang pencatatan dan pembuktian perkawinan dengan akta nikah merupakan
tuntutan dari perkembangan hukum dalam mewujudkan kemaslahatan umum
(maslahat mursalah) di negara Republik Indonesia.36
Dan pencatatan
perkawinan menjadi hal yang wajib hukumnya untuk dilakukan oleh seluruh
masyarakat yang hendak melangsungkan pernikahannya. Karena kehidupan
34
http://matapenadunia.com Nur Alfiah, “Untung Rugi Nikah Di Bawah Tangan”,
Artikel ini diakses pada tanggal 15 Juni 2015 pukul 10.30 WIB.
35http://solusihukum.com Diakses pada tanggal 15 Juni 2015 pukul 11.22 WIB.
36Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 30.
44
yang modern saat ini menuntut adanya ketertiban dalam berbagai hal, antara
lain masalah pencatatan perkawinan. Sehingga pasangan yang hendak
menikah diwajibkan melakukan pencatatan perkawinan di KUA dan
pencatatan perkawinan ini juga sebagai bagian dari public services yang
diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat yang hendak melakukan
pernikahan. Apabila hal ini tidak mendapat perhatian, kemungkinan besar
akan timbul kekacauan dalam kehidupan masyarakat, mengingat jumlah
manusia sudah sangat banyak dan permasalahan hidup pun semakin
kompleks.
D. Administrasi Pembiayaan Nikah di Indonesia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, administrasi adalah usaha
dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan cara-cara
penyelenggaraan pembinaan organisasi; usaha dan kegiatan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan kebijaksanaan untuk mencapai tujuan; kegiatan yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan; kegiatan kantor dan tata
usaha.37
Secara terminologi yang disebut “Administrasi” adalah mengurus,
mengatur, mengelola. Mengurus dan pengurusan diarahkan pada penciptaan
keteraturan sebab pengurusan yang teratur menghasilkan pencapaian tujuan
yang tepat atau pada tujuan yang diinginkan. Mengatur dan pengaturan
37
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), h. 7.
45
tentunya diarahkan pada penciptaan keteraturan.38
Administrasi pemerintah
juga termasuk dalam kategori pelayanan publik yang diwajibkan oleh negara
dan diatur dalam perundang-undangan dalam rangka mewujudkan
perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, dan harta benda.39
Kegiatan pelayanan publik administrasi yang dilakukan oleh instansi
pemerintah adalah layanan yang menyediakan dokumen penting atau surat-
surat bernilai kepada masyarakat untuk memberikan perlindungan terhadap
hak-hak masyarakat. Contohnya adalah layanan dalam bidang penerbitan akta
kelahiran, kartu tanda penduduk, izin mendirikan bangunan, sertifikat tanah,
surat nikah, dan sebagainya. Kegiatan layanan dalam bentu ini biasanya
bersifat monolpoli dan mandatori, artinya diselenggarakan oleh hanya satu
instansi pemerintah dan tidak bisa dilakukan oleh instansi
nonpemerintah/swasta, terutama layanan penerbitan surat nikah, akta
kelahiran, dan sertifikat tanah.40
Administrasi atau dalam hal ini pencatatan perkawinan diberlakukan
di hampir semua negara muslim di dunia, meskipun berbeda satu sama lain
dalam penekanannya. Menurut Khoiruddin Nasution, aturan pencatatan
perkawinan di negara-negara muslim dapat dibagi menjadi tiga kelompok.
Pertama, kelompok negara yang mengaruskan pencatatan dan memberikan
sanksi (akibat hukum) bagi mereka yang melanggar, seperti halnya di Brunei
38
Faried Ali, Teori dan Konsep Administrasi Dari Pemikiran Paradigmatik Menuju
Redefinisi, (Jakarta, Rajawali Pers, 2011), h. 19-20.
39 Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi, h. 16.
40 Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi, h. 17.
46
Darussalam, Singapura, Iran, India, Pakistan, Yordania, dan Republik Yaman.
Sementara yang kedua, negara-negara yang menjadikan pencatatan hanya
sebagai syarat administrasi dan tidak memberlakukan sanksi atau denda bagi
yang melanggar, seperti Filipina, Lebanon, Maroko, dan Libya. Ketiga,
negara yang mengharuskan pencatatan tetapi tetap mengakui adanya
perkawinan yang tidak dicatatkan. Hal ini hanya terjadi di Syiria.41
Jika kembali ke kitab-kitab fikih klasik, maka tidak akan ditemukan
adanya kewajiban pasangan suami istri untuk mencatatkan perkawinannya
pada pejabat negara. Dalam tradisi umat Islam terdahulu, perkawinan sudah
dianggap sah bila telah terpenuhi syarat dan rukun-rukunnya. Hal ini berbeda
dengan perkara muamalah, yang dengan tegas Alquran memerintahkan untuk
mencatatkannya. Dengan demikian, ketentuan mengenai pencatatan
perkawinan dapat dikatakan baru diterapkan dalam masyarakat Islam ketika
terjadinya pembaruan hukum perkawinan.42
Lembaga pencatatan perkawinan bukan saja merupakan syarat
administrasi yang substansinya bertujuan untuk mewujudkan ketertiban
umum, namun juga mempunyai cakupan manfaat yang besar bagi
kepentingan dan kelangsungan suatu perkawinan.43
Lembaga yang resmi
menangani pencatatan pernikahan di Indonesia adalah Kantor Urusan Agama
(KUA). Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan instusi yang secara
41
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.
182. 42
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, h. 182
43 Yayan Sopyan, Islam-Negara; Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 134.
47
langsung bersentuhan dengan masyarakat di tingkat kecamatan yang berada
di bawah naungan Kementerian Agama Republik Indonesia.44
Selain itu
Kantor Urusan Agama diberi kewenangan dan tugas untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat terkait dengan masalah-masalah keagamaan.
Salah satu pelayanan yang diberikan oleh Kantor Urusan Agama
(KUA) kepada masyarakat adalah tata cara perkawinan. Di samping itu,
Penasehat Perkawinan juga harus menguasai perihal tata cara perkawinan
yang telah di atur dalam peraturan perundang-undangan tata cara perkawinan
Bab III Pasal 10 dan 11 Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975. Dalam
Pasal 10 disebutkan:45
(1). Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman
kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat (bagi yang beragama Islam
yang dimaksud adalah PPN).
(2). Tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
(3). Dengan mengindahkan tata cara perkawinan menurut masing-masing
hukum agamanya dan kepercayaannya, perkawinan dilaksanakan
dihadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi.
Dan dalam Pasal 11 disebutkan:
44
Departemen Agama RI, Profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Teladan 2002 &
2003, (Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2003), h. 81.
45 Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman
Konselor Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2001), h. 21-25.
48
(1). Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan ketentuan
Pasal 10 PP No. 9 Tahun 1975, kedua mempelai menandatangani akta
perkawinan yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan
ketentuan yang berlaku.
(2). Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai, selanjutnya
ditandatangani oleh dua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri
perkawinan dan bagi yang melangsungkan perkawinan menurut agama
Islam ditandatangani pula oleh wali atau yang mewakilinya.
(3). Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan telah
tercatat secara resmi.
Untuk memenuhi kedua ketentuan yang telah tertera dalam PP No. 9
Tahun 1975 Pasal 10 dan 11, maka proses perkawinan adalah sebagai berikut:
1) Pemberitahuan Kehendak Nikah
Pemberitahuan kehendak nikah dapat dilakukan oleh calon
mempelai atau orang tua atau wakilnya dengan membawa surat-surat
yang diperlukan, yaitu:
a. Surat persetujuan kedua calon mempelai.
b. Akte kelahiran atau surat kenal lahir atau surat keterangan asal-usul.
c. Surat keterangan mengenai orang tua.
d. Surat keterangan untuk kawin dari Kepala Desa yang mewilayahi
tempat tinggal yang bersangkutan.
e. Surat izin kawin dari pejabat yang ditunjuk oleh
MENHANKAM/PANGAB bagi calon mempelai anggota ABRI.
49
f. Surat Kutipan Buku Pendaftaran Talak/Cerai atau surat talak/cerai jika
calon mempelai seorang janda atau duda.
g. Surat keterangan kematian suami/istri dari Kepala Desa yang
mewilayahi tempat tinggal atau tempat matinya suami/isteri.
h. Surat izin dan atau dispensasi bagi calon mempelai yang belum
mencapai umur menurut ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 Pasal 6 ayat 2 s/d Pasal 7 ayat 2.
i. Surat dispensasi camat bagi perkawinan yang akan dilangsungkan
kurang dari sepuluh hari kerja sejak pengumuman.
j. Surat izin poligami dari Pengadilan Agama bagi calon suami yang
hendak beristeri lebih dari seorang.
k. Surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa bagi mereka yang
tidak mampu.
l. Surat kuasa yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Nikah, apabila salah
seorang calon mempelai atau keduanya tidak dapat hadir sendiri
karena sesuatu alsan yang penting, sehingga mewakilkan kepada
orang lain.
2) Pemeriksaan Nikah
a. Tata Cara Pemeriksaan
Pegawai Pencatat Nikah/Wakil PPN/Pembantu PPN yang
menerima pemberitahuan kehendak nikah meneliti dan memeriksa
calon suami, calon isteri dan wali nikah tentang ada atau tidaknya
halangan pernikahan, baik dari segi hukum munakahat maupun dari
segi peraturan perundang-undangan tentang perkawinan.
50
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan bersama-sama, tetapi tidak
ada halangan apabila dilakukan sendiri-sendiri. Bahkan dalam
keadaan yang meragukan, perlu dilakukan pemeriksaan sendiri-
sendiri.
b. Materi Pemeriksaan46
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui apakah yang
bersangkutan memenuhi segala persyaratan dan tidak ada halangan
perkawinan baik menurut hukum agama maupun peraturan
perundang-undangan.
3) Pengumuman Kehendak Nikah47
Kehendak nikah diumumkan oleh PPN/Pembantu PPN atau
pemberitahuan yang diterimanya setelah segala persyaratan/ketentuan
dipenuhi dengan menempelkan surat pengumuman (model Ne).
Pengumuman dilakukan:
a. Di kantor pencatatan pernikahan yang mewilayahi tempat akan
dilangsungkannya pernikahan.
b. Di kantor/kantor-kantor pencatatan pernikahan yang
mewilayahi tempat tinggal masing-masing calon mempelai.
PPN/Wakil PPN/Pembantu PPN tidak boleh meluluskan akad
nikah sebelum lampau sepuluh hari kerja sejak pengumuman, kecuali
46 Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman
Konselor Keluarga Sakinah, h. 28.
47 Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman
Konselor Keluarga Sakinah, h. 54-56.
51
seperti apa yang diatur dalam PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 3 ayat 3.
Dalam kesempatan waktu sepuluh hari ini, calon suami isteri seyogianya
mendapat nasehat perkawinan dari BP4 setempat.
4) Akad Nikah dan Pencatatannya
Nikah yang dilangsungkan di bawah pengawasan atau dihadapan
PPN/Wakil PPN/Pembantu PPN dicatat dalam Akta Nikah dan kepada
masing-masing suami isteri diberikan Kutipan Akta Nikah. Dengan
adanya kutipan akta nikah ini, maka terkait semua pihak untuk
mengakuinya, dan pemerintah berkewajiban untuk melindungi secara
hukum, termasuk segala hak dan kewajiban yang timbul dari perkawinan
itu.
Sebaliknya, perkawinan yang dilangsungkan tidak dihadapan
PPN/Wakil PPN/Pembantu PPN, walaupun mungkin sah menurut hukum
agama, tetapi tidak mengikat orang lain untuk mengakuinya dan tidak
pula memperoleh pengakuan dan perlindungan hukum dari pemerintah.
5) Penolakan Kehendak Nikah
Apabila setelah diadakan pemeriksaan nikah, ternyata tidak
memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan baik
persyaratan menurut hukum munakahat maupun persyaratan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku maka PPN atau Pembantu
PPN harus menolak pelaksanaan pernikahan itu. Dengan cara
52
memberikan surat penolakan kepada yang bersangkutan serta alasan-
alasan penolakannya menurut contoh model P3.
Setelah menerima penolakan itu dan berdasarkan penolakan itu
yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan terhadap penolakan itu
kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya. Setelah
memeriksa penolakan itu dengan acara singkat (sumir), Pengadilan
Agama memberikan ketetapan menguatkan penolakan, atau
memerintahkan agar pernikahan itu dilangsungkan dan PPN/Pembantu
PPN harus melangsungkan pernikahan itu.
Disamping perihal tentang tata cara perkawinan, pemerintah juga
telah mengatur dan menetapkan masalah biaya pernikahan yang
dilakukan di jam kerja KUA dan di luar KUA dan jam kerja KUA, yakni
terdapat pada Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014 yang sebelumnya
adalah perubahan dari Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2004 Pasal 6.
Pada PP No. 47 Tahun 2004 Pasal 6 menyatakan bahwa; (1) Kepada
warga negara yang tidak mampu dapat dibebaskan dari kewajiban
pembayaran tarif Biaya Pencatatan Nikah dan Rujuk. (2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai kriteria warga negara yang tidak mampu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Agama setelah
mendapat persetujuan Menteri Keuangan.48
Hal ini menjadi polemik terhadap KUA terutama penghulu yang
dituduh telah menerima gratifikasi dari calon pengantin atas tarif biaya
48
http://anggaran.depkeu.go.id Diakses pada tanggal 7 April 2015 pukul 09:20 WIB.
53
nikah yang harus dikeluarkan oleh calon pengantin karena kurangnya
info lebih rinci mengenai biaya nikah. Berawal dari hal tersebut inilah
Kementerian Agama merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47
Tahun 2004 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
yang berlaku pada Departemen Agama. Dalam PP No. 47 Tahn 2004 ini,
diatur bahwa biaya pencatatan nikah hanyalah Rp. 30.000,-. Namun
belum cukup untuk menyelesaikan polemik yang terjadi dalam KUA.
Karena KUA juga harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan Peraturan
Menteri Agama (PMA) No 11 tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah.
Dalam PMA tersebut di atur bahwa pernikahan bisa dilakukan dalam dua
opsi: di kantor (KUA) atau di luar kantor.
Pernikahan yang dilakukan di luar kantor, selain atas permintaan
calon pengantin, juga harus atas persetujuan Pegawai Pencatat Nikah
(PPN).49
Inilah yang membuat biaya nikah melebihi peraturan pemerintah
yang telah dibuat oleh pemerintah. Maka pemerintah membuat PP No. 48
Tahun 2014 yang mengatur khusus tentang biaya nikah agar
meminimalisir kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat terhadap
biaya yang harus dikeluarkan untuk menikah. Di dalam PP No. 48 Tahun
2014 disebutkan pada Pasal 6:
(1) Setiap warga negara yang melaksanakan nikah atau rujuk di Kantor
Urusan Agama Kecamatan atau di luar Kantor Urusan Agama
Kecamatan tidak dikenakan biaya pencatatan nikah atau rujuk;
49
http://kemenag.go.id Diakses pada tanggal 7 April 2015 pukul 15:15 WIB.
54
(2) Dalam hal nikah atau rujuk dilaksanakan di luar Kantor Urusan
Agama Kecamatan dikenakan biaya transportasi dan jasa profesi
sebagai penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan;
(3) Terhadap warga negara yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau
korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor
Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dikenakan tarif Rp. 0,00 (nol rupiah);
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara untuk dapat
dikenakan tarif Rp. 0,00 (nol rupiah) kepada warga negara yang
tidak mampu secara ekonomi dan/atau korban bencana yang
melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan Agama
Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri Agama setelah berkoordinasi dengan Menteri
Keuangan;
Ketentuan dalam Lampiran angka II mengenai Penerimaan negara dari
Kantor Urusan Agama Kecamatan diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
JENIS PENERIMAAN
NEGARA BUKAN PAJAK
SATUAN
TARIF (Rp.)
II. Penerimaan dari Kantor
Urusan Agama Kecamatan
per peristiwa
nikah atau rujuk
600.000,00
Sumber data diperoleh dari Bimas Islam Kementerian Agama RI
55
Dari perubahan pasal ini dapat diketahui bahwa penerimaan negara
dari masyarakat untuk biaya pernikahan berubah, yang tadinya Rp. 30.000,-
untuk biaya pencatatan nikah dan rujuk menjadi Rp. 600.000,- untuk biaya
nikah dan rujuk.50
50
Khoirul Anwar, “PP 48 2014 dan PMA 24 2014, Menuju KUA Berintegritas”, artikel
ini diakses pada tanggal 31 Maret 2015 pukul 08:31 WIB dari http://bimasislam.kemenag.go.id
55
BAB III
PENERAPAN PUBLIC SERVICES TERHADAP PP NO. 48 TAHUN 2014
TENTANG BIAYA NIKAH DI KUA KECAMATAN KEBAYORAN BARU
A. Kondisi Objektif Penelitian
1. Sejarah KUA Kecamatan Kebayoran Baru
Pada tahun 1952 sampai dengan tahun 1964 Kantor Urusan Agama
(KUA) Kecamatan Kebayoran Baru bertempat di Kantor Kelurahan
Gunung, tepat di Jalan Hang Lekir I No. 5 Kel. Gunung. Di tahun 1964
sampai tahun 1967 Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran
Baru pindah ke Kantor Kawedanaan Kebayoran Baru, di Jalan Barito
Kebayoran Baru. Sementara di tahun 1967 sampai dengan 1972 pindah
kantor ke Blok O, yang menempati salah satu ruangan Masjid Syarif
Hidayatullah di Jalan Iskandar Syah Kelurahan Senayan. Selanjutnya di
tahun 1972, Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru
pindah menempati gedung baru yang berlantai satu yang disediakan oleh
PEMDA DKI di Jalan Singgalang No. 20 Kelurahan Gunung.1
Pada tahun 1986 gedung tersebut dibangun menjadi dua lantai oleh
PEMDA DKI dengan luas tanah kurang lebih 450 m2. Selama
pembangunan, karyawan dan karyawati menempati kantor milik
Pendidikan Agama Islam di Jalan Praja Kebayoran Lama. Setelah selesai
dibangun tahun 1987 dan diresmikan oleh Walikota Jakarta Selatan oleh
1 Arsip Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru
56
Bapak H. Muhtar Zakaria, karyawan dan kayawati kembali menempati
gedung Kantor Urusan Agama (KUA) yang berada di Jalan Singgalang
No. 20 yang sekarang bernama Jalan Kerinci Raya No. 20 Blok E
Kelurahan Gunung, dan masih ditempati hingga sekarang.
2. Letak Geografis KUA Kecamatan Kebayoran Baru
Kecamatan Kebayoran Baru adalah sebuah kecamatan yang
terletak di Kota Jakarta Selatan. Kecamatan ini sebagian besar
merupakan daerah pemukiman, meskipun beberapa bagian juga
merupakan daerah pertokoan (Blok M) dan pusat bisnis (Sudirman
Business District, SBD). Di Kecamatan Kebayoran Baru terdapat Bursa
Efek Indonesia dan memiliki satu terminal bus dalam kota di Jakarta
(Terminal Blok M), serta berdiri gedung balaikota Jakarta Selatan,
markas Kepolisian Resor Jakarta Selatan, gedung pusat Kejaksaan Agung
Republik Indonesia, dan gedung Sekretariat Jendral ASEAN (Assosiation
of South East Asian Nation).
Gambar 1
Kecamatan Kebayoran Baru
57
Kecamatan Kebayoran Baru juga memiliki batas-batas wilayah,
yaitu di sebelah Utara Kebayoran Baru berbatasan dengan Kecamatan
Tanah Abang dan Setiabudi. Sebagian kecil Jalan Hang Lekir dan Jalan
Jendral Sudirman serta Jalan Gatot Soebroto adalah batas Utara
Kecamatan Kebayoran Baru. Di sebelah Barat terdapat Kali Grogol yang
memisahkan Kebayoran Baru dengan Kecamatan Kebayoran Lama. Kali
Krukut juga membatasi di sebelah Timur dengan Kecamatan Mampang
Prapatan, sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan
Cilandak dengan batasnya adalah Jalan Margaguna dan Jalan Haji Nawi
Raya. Dan Kecamatan Kebayoran Baru memiliki luas 12,58 km² dan
jumlah penduduk 155.201 jiwa.
Gambar 2
Letak Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru
58
Kantor Urusan Agama (KUA) Kebayoran Baru berada di Provinsi
DKI Jakarta Kota Jakarta Selatan yang terdiri dari 10 Desa / Kelurahan
yaitu Kelurahan Selong, Kelurahan Gunung, Kelurahan Kramat Pela,
Kelurahan Gandaria Utara, Kelurahan Cipete Utara, Kelurahan Pulo,
Kelurahan Melawai, Kelurahan Petogogan, Kelurahan Rawa Barat,
Kelurahan Senayan.2
3. Tugas dan Fungsi KUA Kecamatan Kebayoran Baru
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 517 Tahun
2001 Tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan,
bahwa tugas Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan adalah
melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama
Kota/Kabupaten di Bidang Urusan Agama Islam di Wilayah Kecamatan.3
Dan dalam melaksanakan tugasnya Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Kebayoran Baru melaksanakan fungsi:
a. Melaksanakan Tata Usaha Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kebayoran Baru.
b. Melaksanakan Tata Usaha Keuangan Kantor Urusan Agama
Kecamatan Kebayoran Baru.
c. Melaksanakan Urusan Rumah Tangga Kantor Urusan Agama
Kecamatan Kebayoran Baru.
2 Arsip Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru
3 http://kuakebayoranbaru.com Diakses pada tanggal 25 Juni 2015 pukul 16:25 WIB
59
d. Melaksanakan Pengurusan Perlengkapan Kantor Urusan Agama
Kecamatan Kebayoran Baru.
e. Mengumpulkan, Mengolah, Data dan Statistik serta Dekomentasi di
Bidang Nikah dan Rujuk, Pembinaan Perkawinan, Kemasjidan, Zakat,
Wakaf dan Ibadah Sosial.
f. Melaksanakan Pencatatan Nikah dan Rujuk, Mengurus dan Membina
Masjid, Zakat, Wakaf, Baitul Maal, Ibadah Sosial, Kependudukan,
dan Pengembangan Keluarga Sakinah.
g. Ikut berperan dalam melaksanakan Pembinaan Kerukunan Hidup
Umat Beragama dan Pembinaan Produk Halal di Wilayah Kecamatan
Kebayoran Baru.
h. Menyusun program kerja Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kebayoran Baru dan membuat laporan pelaksanaannya.
i. Memberikan bimbingan kepada pegawai, dalam melaksanakan tugas.
j. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Kantor
Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan.
k. Memberikan saran pertimbangan kepada Kepala Kantor Kementerian
Agama Kota Jakarta Selatan yang berkenaan dengan tugas KUA
Kecamatan Kebayoran Baru.
60
4. Motto, Visi dan Misi KUA Kecamatan Kebayoran Baru
Adapun Motto Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Kebayoran Baru adalah melayani dengan “PUAS” (Professional, Utility,
Accountable, Smile). Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Kebayoran Baru juga memiliki visi dan misi agar terciptanya kelancaran
dalam birokrasi Kantor Urusan Agama (KUA) yang berintergritas.4
VISI
“Terwujudnya pelayanan yang profesional penuh kesunguhan dan
akuntabel menuju masyarakat Kebayoran Baru yang religius, rukun, dan
mandiri”
MISI
1. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Nikah dan Rujuk (NR);
2. Meningkatkan Pelayanan Keluarga Sakinah;
3. Meningkatkan Pelayanan Ibadah Sosial;
4. Meningkatkan Pelayanan Produk Halal;
5. Miningkatkan Pelayanan Perwakafan;
6. Meningkatkan Pelayanan Kemitraan Umat Islam;
7. Meningkatkan Pelayanan Konsultasi dan Bimbingan Manasik Haji;
8. Meningkatkan Pelayanan Kemesjidan.
4 Arsip Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru
61
5. Struktur Organisasi KUA Kecamatan Kebayoran Baru
PENGAWAS
Fitrima Suarni, S.Pd. I
Drs. H. Muslich Kamal, M. Pd
PENYULUH
Dra. Hj. Nina Kurniasih, MA
Dra. Siti Jubaedah
JFT PENGHULU
H. Hadholi Efendi, S.Ag
Drs. Ruknuddin
H. Nahrowi, S.Ag
Drs. H. Khairulloh
JFU PENYUSUN
BAHAN
Nozy Nainita R, S.P.Si
Nita Rochman, SE
Siti Rahmah, S.Sos. I
JFU PENGOLAH
DATA
Hj. Nelita, BA
KEPALA
H. TB. Zamroni, S.Ag
Suartini
Praherawati
Wirmaiyetti
Tunggono
Wijoyo
Agung Nugroho
Sugianto
Ratu Ina Sopiah
J
F
U
P
E
N
Y
A
J
I
D
A
T
A
62
6. Data Nikah Rujuk dan Data Pembinaan Pra-Nikah di Kantor Urusan
Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Lama
a. Presentase Nikah dan Rujuk Tahun 2011-2014
Tabel 1
Sumber data diperoleh langsung dari arsip KUA Kecamatan Kebayoran
Baru.
Tabel 2
Tahun
Nikah Campuran
Wali
Hakim
Adhol
Wali
Hakim
Ghoir
Adhol
Nasab Jumlah
Nasab Hakim
2011 2 12 0 33 1297 1330
Nikah Campuran
Wali Hakim AdholWali Hakim Ghoir…
NasabJumlah
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2011 2012 2013 2014
14 10 21 21
0 0 0 1
33 27 25 44
1297 1258
1118 1169
1330 1285
1143 1214 Nikah Campuran
Wali Hakim Adhol
Wali Hakim Ghoir
Adhol
Nasab
Jumlah
63
2012 2 8 0 27 1258 1285
2013 15 6 0 25 1118 1143
2014 20 1 1 44 1169 1214
Sumber data diperoleh langsung dari arsip KUA Kecamatan Kebayoran
Baru.
b. Presentase Pembinaan Pra-Nikah (Suscatin - Kursus Calon Pengantin)
Tahun 2011-2014
Tabel 3
Sumber data diperoleh langsung dari arsip KUA Kecamatan Kebayoran
Baru.
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2011 2012 2013 2014
173 154
286
910
1157 1131
857
304
1330 1285
1143 1214
Perseorangan
Kelompok
Jumlah
64
Tabel 4
Tahun
Per-Orangan Kelompok
Jumlah
Nikah Presentase Pasangan
Nikah
Presentase Pasangan
Nikah
2011 13% 173 87% 1157 1330
2012 12% 154 88% 1131 1285
2013 25% 286 75% 857 1143
2014 75% 910 25% 304 1214
Sumber data diperoleh langsung dari arsip KUA Kecamatan Kebayoran
Baru.
B. Proses Pembiayaan Pengurusan Nikah
Dalam proses pembiayaan pengurusan nikah yang terjadi di KUA
(Kantor Urusan Agama) Kecamatan Kebayoran Baru, penulis telah membuat
coding atau pengodean data yang dapat mempermudah mengidentifikasi data.
Dari hasil wawancara yang telah penulis laksanakan, penulis mengambil 2
(dua) kriteria biaya pengurusan nikah, yaitu langsung mengurus sendiri di
KUA Kecamatan Kebayoran Baru dan melalui bantuan (pihak RT calon
pengantin).
65
Penulis juga melakukan wawancara kepada 3 (tiga) strata masyarakat,
yaitu masyarakat atas sebanyak 10 (sepuluh) responden dengan latar belakang
pendidikan sarjana strata 2 (dua) pada usia calon pengantin 25 tahun sampai
usia 28 tahun bagi laki-laki dan usia calon pengantin 22 tahun sampai 25
tahun bagi perempuan, masyarakat menengah sebanyak 10 (sepuluh)
responden dengan latar belakang pendidikan sarjana strata 1 (satu) pada usia
calon pengantin 25 tahun sampai 27 tahun bagi laki-laki dan usia calon
pengantin 23 tahun sampai 25 tahun bagi perempuan, dan masyarakat bawah
sebanyak 10 (sepuluh) responden dengan latar belakang pendidikan SMA
(Sekolah Menengah Atas) pada usia calon pengantin 21 tahun sampai 23
tahun dan usia calon pengantin 19 tahun sampai 21 tahun bagi perempuan.
Dan jumlah responden yang menjadi sampel penelitian seluruhnya berjumlah
30 (tiga puluh) responden, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan yang
sudah menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru.
1. Pembiayaan Nikah Langsung Melalui KUA Kecamatan Kebayoran Baru
Tabel 5
Prosedur
Keterangan
Masyarakat
Atas
Masyarakat
Menengah
Masyarakat
Bawah
1. Biaya Nikah Rp. 600.000,- Rp. 600.000,- Rp. 600.000,-
dan yang tidak
mampu Rp. 0,-.
Dan menunjukkan
66
Surat Keterangan
Tidak Mampu
(SKTM) dari RT
Sumber data diperoleh langsung dari wawancara dengan Kepala KUA
Kecamatan Kebayoran Baru, Rabu 24 Juni 2015 dan responden pada Juli
hingga Agustus 2015.
2. Pembiayaan Nikah Melalui Bantuan (Pihak RT dari Calon Pengantin)
Tabel 6
Prosedur
Keterangan
Masyarakat
Atas
Masyarakat
Menengah
Masyarakat
Bawah
1. Biaya Nikah Rp. 2.000.000,-
=>
Rp. 3.000.000,-
Rp. 1.200.000,-
=>
Rp. 1.800.000,-
Rp. 600.000,-
=>
Rp. 1.200.000,-
Sumber data diperoleh langsung dari wawancara dengan responden Juli
hingga Agustus 2015
Selain pembiayaan nikah yang telah dilakukan oleh masyarakat,
penulis juga memasukkan Prinsip-Prinsip Good Governance dan Prinsip-
Prinsip Public Services dalam kinerja KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
Dalam prinsip-prinsip Good Governance, terdapat 8 (delapan) prinsip yang
sebagian dari prinsip tersebut telah memasuki kriteria Good Governance di
KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
Yaitu, dalam hal penegakan hukum, KUA Kecamatan Kebayoran
Baru telah melaksananakan PP No. 48 Tahun 2014 sesuai dengan peraturan
pemerintah yang berlaku, yaitu biaya nikah yang dilakukan pada jam kerja
67
KUA atau diluar jam kerja KUA adalah sebesar Rp. 600.000,-. KUA
Kecamatan Kebayoran Baru juga telah menyamaratakan biaya nikah bagi
semua strata, yaitu dengan biaya nikah sebesar Rp. 600.000,- dan biaya nikah
Rp. 0,- untuk masyarakat yang tidak mampu. Akan tetapi setelah melakukan
penelitian di lapangan, penulis menemukan kesenjangan atau tidak sesuainya
antara teori dengan praktek. Dan dalam hal ini penulis dapat
mengklasifikasikan biaya nikah yang kepengurusannya melalui bantuan
(pihak RT) dalam 3 (tiga) starata masyarakat, yaitu Strata Masyarakat Atas,
Strata Masyarakat Menengah, dan Strata Masyarakat Bawah.
. KUA Kecamatan Kebayoran Baru tanggap dalam menampung
aspirasi masyarakat tanpa kecuali. Yaitu apabila ada pasangan calon
pengantin yang kesulitan atau belum mengetahui syarat-syarat pelaksanaan
dalam kepengurusan pernikahan, pihak KUA Kecamatan Kebayoran Baru
siap membantu.5 Pihak KUA Kecamatan Kebayoran Baru juga
mempermudah proses berjalannya pernikahan, dengan cara menyanggupi
untuk melangsungkan akad nikah diluar jak kerja KUA tanpa ada biaya
tambahan. Hal ini KUA Kecamatan Kebayoran Baru sangat efisien dan
efektif dalam melaksanakan tugasnya untuk melayani calon pengantin yang
hendak melangsungkan pernikahan.
Tetapi, pihak KUA Kecamatan Kebayoran Baru belum sepenuhnya
transparan. Karena dari data yang penulis peroleh dari responden, pihak KUA
5 Wawancara pribadi dengan TB. Zamroni, S.Ag., Kepala KUA Kecamatan Kebayoran
Baru pada Rabu, 24 Juni 2015 pukul 09.05 WIB
68
meminta sumbangan berupa 2 (dua) kitab suci Al-Qur’an. Sedangkan dalam
PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah, tidak ada ketentuan calon
pengantin menyumbangkan 2 (dua) kitab suci Al-Qur’an.6 Padahal dari segi
akuntabiltas, KUA Kecamatan Kebayoran Baru yang secara tidak langsung
adalah bagian dari pemerintahan juga belum sepenuhnya bertanggungjawab
atas mandat yang diberikan oleh pemerintah, yaitu masih ada sumbangan
berupa Al-Qur’an. Dan tarif yang berlaku diluar KUA Kecamatan Kebayoran
Baru yang kepengurusannya melalui bantuan (pihak RT) melebihi biaya
nikah yang sesuai dengan PP No. 48 Tahun 2014 sebesar Rp. 600.000,-. Tarif
tinggi yang diberikan pihak RT kepada calon pengantin belum diketahui oleh
KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
Dari hal tersebut maka KUA Kecamatan Kebayoran Baru belum
melakukan pengawasan lebih lanjut mengenai biaya nikah yang sudah
diterapkan oleh pihak RT calon pengantin.Dan dari segi profesionalisme,
KUA Kecamatan Kebayoran Baru belum memenuhi prinsip ini. Karena
masih ada responden yang mengeluhkan kalau proses mendaftarkan ke KUA
harus 2 (dua) bulan sebelum melangsungkan perkawinan.7 Padahal tata cara
perkawinan dalam peraturan perundang-undangan pada BAB III Pasal 10 ayat
1 PP No. 9 Tahun 1975 disebutkan bahwa “Perkawinan dilangsungkan
6 Wawancara pribadi dengan Mas Dian selaku responden dalam strata masyarakat
menengah pada Jum’at 31 Juli 2015 pukul 18.45 WIB
7 Wawancara pribadi dengan Anandia Bella selaku responden dalam strata masyarakat
atas pada Rabu, 12 Agustus 2015 pukul 16.15 WIB
69
setelah hari kesepuluh sejak pengumuman kehendak perkawinan oleh
Pegawai Pencatat Nikah”8
Sedangkan dalam prinsip-prinsip Public Services, terdapat 10
(sepuluh) prinsip yang sebagian dari prinsip tersebut telah memasuki kriteria
pelayanan prima di KUA Kecamatan Kebayoran Baru. Diantaranya adalah
prosedur pelayanan publik yang telah dilakukan oleh KUA Kecamatan
Kebayoran Baru tidak berbelit-belit serta mudah dipahami dan dilaksanakan
oleh calon pengantin. Hal ini menunjukkan bahwa KUA Kecamatan
Kebayoran Baru telah memenuhi prinsip public services dalam hal
kesederhanaan. Kejelasan dalam hal pesyaratan teknis, administrasif
pelayanan publik, dan rincian biaya yang dilaksanakan oleh unit kerja atau
pejabat yang berwenang di KUA Kecamatan Kebayoran Baru pun sudah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang dalam tata cara
perkawinan dan PP No. 48 Tahun 2014.9
Dalam hal akurasi, yaitu dimana pelayanan publik dapat diterima
dengan benar, tepat, dan sah.10
Sistem yang dibuat oleh KUA Kecamatan
Kebayoran Baru sudah diterima dengan benar dan tepat oleh dalam hal biaya
nikah yaitu pada PP No. 48 Tahun 2014 sebesar Rp. 600.000,- dan Rp. 0,-
untuk calon pengantin yang tidak mampu dengan menunjukkan Surat
8 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun
1974
9 Wawancara pribadi dengan Zara Maydinaselaku responden dalam strata masyarakat atas
pada Senin, 6 Juli 2015 pukul 10.00 WIB
10 Bambang Istianto, Manajemen Pemerintahan dalam Perspektif Pelayanan Publik,
(Jakarta: Mitra Wicana Media, 2011), h. 111
70
Keterangan Tidak Mampu (SKTM). KUA Kecamatan Kebayoran Baru juga
sudah memenuhi prinsip keamanan. Karena dengan adanya PP No. 48 Tahun
2014 tentang biaya nikah, calon pengantin yang akan menikah di KUA
Kecamatan Kebayoran Baru akan merasa aman dalam kepastian hukum
tentang biaya nikah yang akan dikeluarkan untuk mendaftarkan pernikahan.11
Dan pihak KUA Kecamatan Kebayoran Baru sudah bertanggungjawab atas
penyelenggaraan pelayanan publik, seperti terlaksananya proses perkawinan
pada saat akad nikah.
Dari segi prinsip kemudahan akses, KUA Kecamatan Kebayoran Baru
telah memenuhi kriteria. Karena tempat dan lokasi KUA Kecamatan
Kebayoran Baru mudah dijangkau oleh calon pengantin sehingga
memudahkan para calon pengantin untuk mendaftarkan perkawinan.
Pelayanan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru sudah melaksanakan
pelayanan secara sopan, santun, ramah, serta memberikan pelayanannya
dengan ikhlas.12
Di KUA Kecamatan Kebayoran Baru telah melengkapi sarana dan
prasarana yang memadai untuk menunjang terlaksananya perkawinan, seperti
ruangan-ruangan yang dipakai oleh calon pengantin untuk kursus calon
pengantin dan melakukan pernikahan di KUA. Lingkungan pelayanan di
KUA Kecamatan Kebayoran Baru sudah tertib, teratur, dan ruang tunggu
yang nyaman, bersih, rapi, serta dilengkapi fasilitas pendukung lainnya
11
Wawancara pribadi dengan Dewi Pertiwi selaku responden dalam strata masyarakat
bawah pada Kamis, 27 Agustus 2015 pukul 13.00 WIB 12
Wawancara pribadi dengan Suparyadi selaku responden dalam strata masayarakat
bawah pada Selasa, 4 Agustus 2015 pukul 17.00 WIB
71
seperti parkir, dan toilet. Hal ini yang membuat calon pengantin nyaman
dengan kondisi KUA Kecamatan Kebayoran Baru.13
Tetapi KUA Kecamatan Kebayoran Baru kurang disiplin tentang
ketentuan pendaftaran perkawinan yang dilaksanakan 2 (dua) bulan sebelum
menikah. Hal ini juga berdampak dalam hal kepastian waktu. KUA
Kecamatan Kebayoran Baru belum bisa menerapkan dengan baik sistem
pembagian waktu. Karena menurut responden, ketika calon pengantin akan
mendaftarkan diri untuk menikah di KUA Kecamatan Kebayoran Baru, calon
pengantin mendaftarkan 2 (dua) bulan sebelum tanggal melangsungkan
perkawinan.14
Padahal tata cara perkawinan dalam peraturan perundang-
undangan pada BAB III Pasal 10 ayat 1 PP No. 9 Tahun 1975 disebutkan
bahwa “Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak
pengumuman kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah”.15
C. Analisis Penulis
Berdasarkan PP No. 48 Tahun 2014 Tentang Biaya Nikah bahwa tarif
biaya nikah / rujuk adalah sebesar Rp. 600.000,- dan KUA Kecamatan
Kebayoran Baru sudah menetapkan biaya nikah yang sesuai dengan ketentuan
PP No. 48 Tahun 2014. Dari hasil wawancara yang penulis laksanakan pada
bulan Juli sampai Agustus, masyarakat yang melakukan pernikahan langsung
13
Hasil pengamatan langsung oleh penulis di KUA Kecamatan Kebayoran Baru pada
Rabu, 26 Agustus 2015 pukul 09.00 WIB
14 Wawancara pribadi dengan Anandia Bella selaku responden dalam strata masyarakat
atas pada Rabu, 12 Agustus 2015 pukul 16.15 WIB
15 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun
1974
72
melalui KUA Kecamatan Kebayoran tanpa melalui bantuan sebanyak 10
(sepuluh) responden dari 30 (tiga puluh) responden.
Tabel 7
Strata Responden Biaya
1. Masyarakat Atas II dan IV Rp. 600.000,-
2. Masyarakat
Menengah
I, V, dan IX Rp. 600.000,-
3. Masyarakat Bawah III, IV, VI. VII, dan
VIII
Rp. 600.000,-
Sumber data diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan responden
Juli hingga Agustus 2015
Dari strata masyarakat atas sebanyak 2 (dua) responden, masyarakat
menengah sebanyak 3 (tiga) responden, dan masyarakat bawah sebanyak 5
(lima) responden. Dan tarif biaya nikah sesuai dengan PP No. 48 Tahun 2014
sebesar Rp. 600.000,- dengan cara setor melalui setoran tunai ke Bank BTN,
Bank BRI, Bank BNI, atau Bank Mandiri atas nama Bendahara Penerima
Penerimaan Negara Bukan Pajak Nikah / Rujuk (PNBP NR) Kementerian
Agama Republik Indonesia.16
Tetapi berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis
dengan responden masyarakat menengah, terjadi deviasi antara ketetapan dan
pelaksanaan terhadap PP No. 48 Tahun 2014 yaitu deviasi yang dilakukan
16
Wawancara pribadi dengan TB. Zamroni, S.Ag., Kepala KUA Kecamatan Kebayoran
Baru pada Rabu, 24 Juni 2015 pukul 09:05 WIB.
73
oleh pihak KUA Kecamatan Kebayoran Baru adalah kedua calon pengantin
dimintai menyumbangkan 2 (dua) kitab suci Al-Qur’an dengan alasan satu
dari pihak calon pengantin laki-laki dan satu dari pihak calon pengantin
perempuan.17
Sedangkan didalam PP No. 48 Tahun 2014 tidak ada ketentuan
bagi calon pengantin yang menikah menyumbangkan Al-Qur’an.
Sementara itu, dari hasil wawancara yang penulis laksanakan pada
masyarakat bawah yang melakukan pernikahan melalui bantuan pihak RT
calon pengantin sebanyak 5 (lima) responden. Dari kelima responden, biaya
yang dikeluarkan pun berbeda-beda.
Tabel 8
Strata Masyarakat Bawah
Responden Biaya
I, II, dan V Rp. 1.000.000,-
IX dan X Rp. 1.200.000,-
Sumber data diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan responden
Juli hingga Agustus 2015
Dan dari masyarakat menengah, terdapat 7 (tujuh) responden yang
melakukan pernikahan melalui bantuan pihak RT calon pengantin. Tarif yang
ditawarkan oleh pihak RTpun berbeda.
17
Wawancara pribadi dengan Mas Dian selaku responden dalam strata masyarakat
menengah pada Jum’at, 31 Juli 2015 pukul 18:45 WIB.
74
Tabel 9
Strata Masyarakat Menengah
Responden Biaya
II dan VIII Rp. 1.200.000,-
III, VI, VII, dan X Rp. 1.500.000,-
IV Rp. 1.800.000,-
Sumber data diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan responden
Juli hingga Agustus 2015
Sedangkan dalam strata masyarakat atas tarif yang diberikan oleh
pihak RT lebih tinggi.
Tabel 10
Strata Masyarakat Atas
Responden Biaya
I, V, VI, dan IX Rp. 2.000.000,-
III dan VII Rp. 2.500.000,-
VIII dan X Rp. 3.000.000,-
Sumber data diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan responden
Juli hingga Agustus 2015
Alasan masing-masing RT mengenai tarif yang tidak sesuai dengan
ketentuan PP No. 48 Tahun 2014 adalah karena terbentur oleh biaya proses
pembawaan berkas-berkas calon pengantin hingga sampai di KUA
75
Kecamatan Kebayoran Baru. Bahkan ada responden yang menyatakan bahwa
pihak RT tahu kalau acara pernikahan yang akan dilaksanakan oleh calon
pengantin atas biaya pribadi, orang tua calon pengantin, atau dibiayai oleh
sponsor.18
Hal inilah yang menguatkan penulis bahwa telah terjadi deviasi
terhadap pembiayaan nikah yang terjadi pada sektor pihak RT calon
pengantin.
Deviasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyimpangan
(dari peraturan).19
Jika ditelurusi dalam isi kandungan al-Qur’an, maka
terdapat ayat yang menyinggung tentang perbuatan deviasi dalam
Surat Asy-Syu’araa ayat 183 yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.”
(Asy-Syu`araa [26] : 183)
Di dalam ayat tersebut memang tidak menjelaskan secara jelas tentang
perbuatan deviasi, tetapi deviasi adalah termasuk perbuatan yang merugikan
sesama manusia serta telah menghilangkan hak-hak manusia untuk
mendapatkan hak yang sama antar sesama manusia. Deviasi bisa disebabkan
karena ada celah untuk melakukan tindakan yang tidak selaras dalam
peraturan yang telah berlaku. Hal ini termasuk dalam kategori korupsi yang
dilakukan oleh sumber daya manusia. Pelaku perilaku deviasi adalah pihak
18
Wawancara pribadi dengan Andhita Lestari selaku responden dalam strata masayarakat
atas pada Selasa, 14 Juli 2015 pukul 10:15 WIB.
19 http://kbbi.web.id Diakses pada tanggal 30 Agustus 2015 pukul 19:30 WIB
76
administrasi yang mengurus hal-hal yang mengenai proses-proses tertentu
yang berhubungan dengan biaya dan tarif yang sebelumnya telah ditetapkan
oleh peraturan yang telah dibuat, baik dalam pemerintah maupun lembaga.
Ketaatan terhadap pemerintah maupun lembaga dalam hal peraturan-
peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah dan seharusnya yang
menjalankannyapun harus tunduk dengan peraturan yang telah dibuat oleh
pemerintah. Di al-Qur’an juga telah disebutkan dalam Surat An-Nisa ayat 59
yang bebunyi sebagai berikut:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (An-Nisa [4] : 59)
Dalam hal biaya nikah yang telah penulis analisis di KUA Kecamatan
Kebayoran Baru, deviasi yang terjadi terdapat dalam sektor RT (Rukun
Tetangga) calon pengantin. Karena pihak RT telah membuat tarif prosedur
pernikahan yang tidak sesuai dengan ketentuan PP No. 48 Tahun 2014
tentang biaya nikah. Didalam PP No. 48 Tahun 2014 telah jelas menyatakan
bahwa pasangan calon pengantin yang hendak menikah di Kantor Urusan
Agama (KUA) pada di luar jam kerja KUA dikenakan biaya nikah
77
Rp. 600.000,-, sedangkan pasangan calon pengantin yang hendak menikah di
jam kerja KUA dikenakan biaya Rp. 0,-.
Yang dimaksud dengan biaya nikah Rp. 0,- untuk calon pengantin
yang tidak mampu secara ekonomi dan dengan menunjukkan Surat
Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari RT tempat kedua calon pengantin.
Dan biaya nikah sebesar Rp. 600.000,- dikenakan untuk biaya transportasi
dan jasa profesi sebagai penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan.20
Tetapi hal ini tidak sesuai dengan ketentuan telah dibuat oleh
pemerintah. Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan dengan 30
(tiga puluh) responden pengantin dalam konteks tarif biaya nikah, maka
penulis memakai 3 (tiga) variabel untuk setiap masing-masing strata
masyarakat.
Tabel 11
Variabel Pertama
Strata Masyarakat Atas
2 (dua)
responden
Mengurus proses pembiayaan nikah tanpa
bantuan (sendiri)
Biaya Nikah
Rp. 600.000,-
8 (delapan)
Mengurus proses pembiayaan nikah melalui
bantuan (pihak RT)
Biaya Nikah
4 (empat) responden Rp. 2.000.000,-
20
PP No. 48 Tahun 2014 Pasal 6
78
responden 2 (dua) responden Rp. 2.500.000,-
2 (dua) responden Rp. 3.000.000,-
Sumber data diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan responden
Juli hingga Agustus 2015
Dari keterangan tabel diatas pada variabel Pertama maka penulis
menganalisis pembiayaan nikah melalui bantuan pihak RT adalah sebesar Rp.
2.000.000,-. Hal ini dikarenakan tarif tersebut lebih dominan di strata
masyarakat atas.
Tabel 12
Variabel Kedua
Strata Masyarakat Menengah
3 (tiga)
responden
Mengurus proses pembiayaan nikah tanpa
bantuan (sendiri)
Biaya Nikah
Rp. 600.000,-
7 (tujuh)
responden
Kepengurusan pernikahannya melalui bantuan
(pihak RT)
Biaya Nikah
2 (dua) responden Rp. 1.200.000,-
4 (empat) responden Rp. 1.500.000,-
1 (satu) responden Rp. 1.800.000,-
Sumber data diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan responden
Juli hingga Agustus 2015
79
Sedangkan dari keterangan tabel diatas pada variabel Kedua maka
penulis menganalisis pembiayaan nikah melalui bantuan pihak RT adalah
sebesar Rp. 1.500.000,-. Hal ini dikarenakan tarif tersebut lebih dominan di
strata masyarakat menengah.
Tabel 13
Variabel Ketiga
Strata Masyarakat Bawah
5 (lima)
responden
Mengurus proses pembiayaan nikah tanpa
bantuan (sendiri)
Biaya Nikah
Rp. 600.000,-
5 (lima)
responden
Kepengurusan pernikahannya melalui bantuan
(pihak RT)
Biaya Nikah
3 (tiga) responden Rp. 1.000.000,-
2 (dua) responden Rp. 1.200.000,-
Sumber data diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan responden
Juli hingga Agustus 2015
Dan dari keterangan tabel diatas pada variabel Ketiga maka penulis
menganalisis pembiayaan nikah melalui bantuan pihak RT adalah sebesar Rp.
1.000.000,-. Hal ini dikarenakan tarif tersebut lebih dominan di strata
masyarakat bawah.
80
Tentunya, ketiga variabel tersebut tidak sesuai dengan PP No. 48
Tahun 2014 karena dengan adanya tarif-tarif tertentu, pihak RT calon
pengantin bisa mengambil kesempatan dalam mengambil keuntungan dalam
menjalankan pelayanan umum untuk masyarakat. Pekerjaan yang dilakukan
oleh pihak RT termasuk dalam korupsi. Karena di dalam al-Qur’an Surat Al-
Infithaar ayat 10-12 telah tercantum dengan jelas mengenai pekerjaan yang
dilakukan oleh manusia walaupun pekerjaan tersebut tidak diketahui oleh
pihak yang berwenang. Ayat tersebut berbunyi:
Artinya: “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang
mengawasi pekerjaanmu).” (Al-Infithaar [82] : 10)
Artinya: “Yang mulia (disisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaan
mu itu).” (Al-Infithaar [82] : 11)
Artinya: “Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(Al-Infithaar [82] : 12)
Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengawasan dari KUA
Kecamatan Kebayoran Baru dalam pembiayaan proses pernikahan atas tarif
yang sesuai dengan PP No. 48 Tahun 2014. Dari isi kandungan al-Qur’an
dalam Surat Adz-Dzaariyaat ayat 55 yang berbunyi:
Artinya: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya
peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.”
(Adz-Dzaariyaat [51] : 55)
81
Menurut penulis, sebaiknya pihak KUA Kecamatan Kebayoran Baru
melakukan penyelidikan ke pihak RT yang melakukan tarif-tarif tertentu
mengenai proses pembiayaan nikah. Dan apabila pihak RT membenarkan
adanya tarif-tarif proses pembiayaan nikah, maka pihak KUA Kecamatan
Kebayoran Baru memberikan pengarahan untuk tidak memberikan tarif-tarif
tertentu dalam proses pembiayaan nikah kepada semua strata masyarakat.
Agar tidak terjadi deviasi yang dilakukan oleh pihak RT calon pengantin
dalam membantu KUA Kecamatan Kebayoran Baru untuk dapat memenuhi
prinsip-prinsip good governance dan public services dari berbagai sektor
yang membantu kinerja KUA Kecamatan Kebayoran Baru dalam proses
pembiayaan nikah.
82
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dari bab I sampai bab III, pada akhirnya
penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru sudah
menetapkan biaya nikah yang sesuai dengan ketentuan PP No. 48 Tahun
2014, yang didalam PP tersebut menyatakan bahwa calon pengantin yang
hendak menikah di jam kerja KUA sebesar Rp. 0,- dan yang dimaksud
tarif di jam kantor KUA dengan biaya sebesar Rp. 0,- ini adalah untuk
calon pengantin yang tidak mampu secara ekonomi dan menunjukkan
Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari RT tempat kedua calon
pengantin. Sedangkan, biaya nikah di luar jam kerja KUA adalah sebesar
Rp. 600.000,- yang dikenakan untuk biaya transportasi dan jasa profesi
sebagai penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan.
2. Di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru telah
terjadi deviasi antara ketetapan dan pelaksanaan terhadap PP No. 48
Tahun 2014 tentang biaya nikah. Deviasi yang terjadi adalah berbedanya
tarif biaya nikah yang harus calon pengantin bayarkan. Dan biaya yang
dikeluarkan oleh setiap calon pengantin pun berbeda-beda. Tarif yang
dikenakan menunjukkan strata calon pengantin berdasarkan kemampuan
ekonomi setiap calon pengantin. Dalam variabel Pertama pada strata
masyarakat atas dikenakan tarif sebesar Rp. 2.000.000,-, variabel Kedua
83
pada strata masyarakat menengah sebesar Rp. 1.500.000,-, dan variabel
Ketiga pada strata masyarakat bawah adalah sebesar Rp. 1.000.000,-.
3. Deviasi ini terjadi bukan pada sektor Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Kebayoran Baru, tetapi pada sektor RT tempat calon
pengantin. Pihak RT memasang tarif lebih tinggi dari ketentuan PP No.
48 Tahun 2014 adalah dengan alasan untuk biaya pengurusan data-data
calon pengantin ke Kantor Urusan Agama. Dan cepat atau tidaknya
kepengurusan yang dilaksanakan oleh RT tergantung pada tinggi atau
rendahnya biaya yang dikeluarkan oleh calon pengantin. Semakin besar
biaya yang dikeluarkan oleh calon pengantin, maka semakain cepat juga
proses yang dilakukan oleh pihak RT.
4. Respon dan tanggapan masyarakat pun tidak keberatan dengan tarif yang
diberlakukan RT. Karena bagi semua strata, baik itu masyarakat atas,
masyarakat menengah, dan masyarakat bawah tentang tarif berbeda yang
dilakukan oleh dari pihak RT sesuai dengan kinerja RT yang telah
mengurus proses pernikahan calon pengantin.
84
B. Saran
Bagi pihak Kantor Urusan Agama (KUA) Kebayoran Baru sebaiknya
melakukan penelurusan ke RT yang memberlakukan tarif tinggi terhadap
biaya nikah pada PP No. 48 Tahun 2014 dan memberikan pengarahan agar
tidak terjadi deviasi dalam pelaksanaan PP No. 48 Tahun 2014 agar dapat
terciptanya pelayanan publik yang jujur dan bersih.
85
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Faried. Teori dan Konsep Administrasi dari Pemikiran Paradigmatik Menuju
Redefinisi. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Alimin. Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia. Tangerang Selatan:
Orbit Publishing, 2013.
Andrianto, Nico. Good e-Government: Transparansi dan Akuntabilitas Publik
Melalui e-Government. Malang: Bayumedia, 2007.
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya.
Aripin, Jaenal. LAPORAN PENELITIAN. Respon Masyarakat DKI Jakarta
Terhadap Optimalisasi Fungsi Kantor Urusan Agama (KUA). 2004.
Departemen Agama RI. Profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Teladan 2002
& 2003. Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2003.
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji.
Pedoman Konselor Keluarga Sakinah. Jakarta: Departemen Agama RI,
2001.
Hasan, M. Ali. Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam. Jakarta: Siraja,
2003.
Istianto, Bambang. Manajemen Pemerintahan dalam Perspektif Pelayanan
Publik. Jakarta: Mitra Wicana Media, 2011.
Kharlie, Ahmad Tholabi. Hukum Keluarga Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika,
2013.
Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: 1997.
Kumorotomo, Wahyudi. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2008.
Lukman, Mediya. Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi.
Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta:
Kencana, 2006.
Marbun, B.N. Konsep Manajemen Indonesia, Jakarta: Lembaga Pendidikan dan
Pembinaan Manajemen, 1980.
86
Mulyati, Sri. Relasi Suami Istri dalam Islam, Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW),
2004.
Nuruddin, Amiur, dkk. Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Krisis
Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI).
Jakarta: Kencana, 2006.
Ridwan, Juniarso. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik.
Bandung: Nuansa, 2012.
Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2003.
Rosidi, Abidarin. Reinventing Government: Demokrasi dan Reformasi Pelayanan
Publik. Yogyakarta: ANDI, 2013.
Sopyan, Yayan. Islam-Negara (Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam
Hukum Nasional). Jakarta: RMBooks, 2012. cet-II.
Suma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004.
Sumarto, Hetifah SJ. Inovasi-Partisipasi dan Good Governance. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2003.
Syaharani. Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia. Bandung:
Alumni, tth.
Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia
(UI-Press), 1986.
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ubaedillah, A. Pendidikan Kewarganegaraan (Civil Education) Demokrasi Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010.
87
Undang-undang
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1955 tentang
Kewajiban Pegawai Pencatatan Nikah
Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2007
tentang Pencatatan Nikah
Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 517 Tahun 2001 tentang Fungsi
Kantor Urusan Agama (KUA)
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (KEPMENPAN) Nomor 63
Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Umum
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan
Nikah
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan
Nikah
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik
Hasil Penelitian
Wawancara Pribadi dengan TB. Zamroni, S. Ag. Jakarta, 24 Juni 2015
Wawancara Pribadi dengan 10 (sepuluh) responden Masyarakat Atas. Juli hingga
Agustus 2015
Wawancara Pribadi dengan 10 (sepuluh) responden Masyarakat Menengah. Juli
hingga Agustus 2015
Wawancara Pribadi dengan 10 (sepuluh) responden Masyarakat Bawah. Juli
hingga Agustus 2015
88
Dokumen Elektronik dari Internet
Alifah, Nur. “Untung Rugi Nikah di Bawah Tangan”. Artikel diakses pada
tanggal 15 Juni 2015 dari http://matapenadunia.com
Anwar, Khoirul. “PP 48 2014 dan PMA 24 2014, Menuju KUA Berintegritas”.
Artikel diakses pada 31 Maret 2015 dari http://bimasislam.kemenag.go.id
http://id.m.wikipedia.org Diakses pada tanggal 25 Juni 2015
http://www.fakultashukum-universitaspanjisakti.com Diakses pada tanggal 10
Juni 2015
http://www.kbbi.web.id Diakses pada tanggal 30 Agustus 2015
http://www.kemenag.go.id Diakses pada tanggal 7 April 2015
http://www.kuakebayoranbaru.com Diakses pada tanggal 25 Juni 2015
http://www.solusihukum.com Diakses pada tanggal 15 Juni 2015
Rini, Citra Listya. “Kemenag: Tidak Ada Biaya Tambahan untuk Nikah”.
Artikel diakses pada 30 Maret 2015 dari http://m.republika.co.id
KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ......
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM\.1111 Telp. (62-21) 74711537.7401925 Fax. (62-21) 7491821
_H. Juanda No. 95 Clpulat Jakarta 15412. Indonesia Website: www.ulnjkt.ac.id E-mail ;[email protected]
Nomor :Un.01/F4/PP.00.9/1053/2015 Jakarta, 06 Mei 2015Lampiran Perihal : Mohon Kesediaan Menjadi
Pembimbing Skripsi
Kepada Yang Terhormat, Dr. 1I. Yayan Sofyan, M.Ag (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) Di-
JAKARTA
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Pimpinan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengharapkan kesediaan Saudara lJntuk menjadi pembimbing skripsi mahasiswa :
Nama : Arisa Dykawresa . NIM : 1111044100070 ProdilKonsentrasi : Peradilan Agama
Judul Skripsi : Implementasi PP No. 48 Tahun 2014 Tentang Biaya Nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru
Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut : 1. Topik bahasan dan outline bila dianggap perlu dapat dilakukan perubahan dan
penyempurnaan. 2. Tehnik penulisan agar merujuk kepada buku "Pedoman Karya IImiah di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta"
Demikian atas kesediaan saudara karni ucapkan terima kasih
Wassalamu'alaikum W. W.
An. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum ~:-....
,::'/ t:. R14 ~ . . :~~~%~~fh H urn arga"'~' s S D_>. 'J ". __
..'.::/-.:...,,?- ~ .• ::o:ii.~--'-1,-.'\.:?;:;..
:2!~;' .. ':.7j 'u-- ~~=....:..:..:..=~ '\p, , 2 . -241998031003 \./::; KJl,~'TA./ . ...
~, ,/:''''----... '\Tembusa n : ...'..::\....L·:~~~t::5·
1. Kasubag Akademik &kemahas{swa'an Fa~ultas Syariah dan Hukum 2. Sekretaris Program Studi Ahwal al Syakhshiyah 3. Arsip
KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Clputat Jakarta 15412 Indonesia Telp. (62-21) 74711537,7401925 Fax. (62-21) 7491821 Webslle : www.ulnJkl.ac.ld E-mail: syar [email protected]<
Nomor : UN.01/F4/KM.01.03/980/2015 Jakarta, 18 April 2015
lampiran
Hal : 'Permohonan DatalWawancara
Kepada
Yth. Kepala KUA Kecamatan Kebayoran Baru 'KUA Kecamatan Kebayoran Baru
di Tempat
Assa/ammu'a/aikum, Wr. Wb. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UfN Syarif Hidayatullah Jakarta menerangkan
bahwa:
Nama ARISA DYKAWRESA TempaVTanggal Jakarta /19 September 1993 NIM 1111044100070 Semester 8 Program Studi Akhwal Syakhsiyyah (Hukum Keluarga Islam) Alamat Rempoa Permai No.9 RT. 004/011 Bintaro, Pesanggrahan,
Jakarta Selatan 12330 Telp/Hp 08988236713
Adalah benar yang bersangkutan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang menyusun skripsi dengan judul:
IMPLEMENTASI PP NO. 48 TAHUN 2014 TENTANG BIAYA NIKAH DI KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) KECAMA TAN KEBA YORAN BARU .
Untuk melengkapi bahan penulisan skripsi, dimohon kiranya Bapakllbu li.lapat menerima yang bersangkutan untuk wawancara serta memperoleh data guna penulisan skripsi dimaksud. Atas kerjasama dan bantuannya. kami ucapkan terima kasih.
Tembusan 1. Dekan Fakultas Syanah dan Hukum UIN Syarlf H1dayalullah Jakarla 2 Ka/Sekprodi Akhwal Syakhslyyah (Hukum Keluarga Islam) I Peradlian Agama
KEMENTERIAN AGAMA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN KEBAYORAN BARU
JI. Kerina Raya Blok E No.20 Kebayoran Barn Jakarta Selatan Telp. 7393335 Website: www.kuaJcebayoranbaru.com
SURAT KETERANGAN No. KK.09.1.4/PW.01l1135/ VIII / 2015
Menindaklanjuti Surat dari Kementerian Agama Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum Nomor
UN.OIIF4/KM.Ol.03/980/2015 tanggal 18 April 2015, Kepala Kantor Urusan Agama
(KUA) Kecamatan Kebayoran Barn Kota Jakarta Selatan Provinsi DK! Jakarta dengan
ini menerangkan bahwa :
Nama : ARISA DYKAWRESA
NIM : 1111044100070
Tempat/Tgl. Lahir : Jakarta, 19 September 1993
Semester : IX ( Serribilan )
Program studi : Akhwal Syakhsiyyah (Hukum Keluarga Islam)
Alamat : Rempoa Pennai No.9 Rt. 004/011
Kel. Bintaro Kec. Pesanggrahan Kota Jakarta Selatan.
Telah melakukan wawancara pada tanggal 24 Juni 2015 M bertepatan dengan
tanggal 07 Ramadhan 1436 H mengenai Implimentasi Peraturan Pemerintah Nomor 48
Tahun 2004 tentang Biaya Nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kebayoran Baru .
Demikian keterangan IIII dibuat, agar dapat diketahui dan dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Zamroni S.A P. 197005011997031 002
HASIL WAWANCARA
DENGAN KEPALA KUA KECAMATAN KEBAYORAN BARU
Narasumber : H. TB. Zamroni, S.Ag
Hari / Tanggal : Rabu, 24 Juni 2015
Waktu : 09.05 WIB s/d selesai
Tempat : KUA Kecamatan Kebayoran Baru
1. Apakah PP No. 48 Tahun 2014 sudah diterapkan dan disosialisasikan di KUA
Kecamatan Kebayoran Baru?
Jawab : PP No. 48 Tahun 2014 sudah kami terapkan dan sudah
disosialisasikan sesuai dengan peraturan yang berlaku sejak 30 hari
terhitung dari tanggal yang telah diundangkan yaitu pada kisaran
bulan Juli 2014 hingga bulan April 2015. Bahkan saat ini sudah
dibuat PP baru yaitu PP No. 19 Tahun 2015 yang pada dasarnya isi
dan ketentuan yang berlaku di PP No. 19 Tahun 2015 sama dengan
PP No. 48 Tahun 2015 yaitu tentang Tarif atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP).
2. Apakah bapak menemukan kendala setelah menerapkan PP No. 48 Tahun
2014? Kalaupun ada bagaimana solusinya?
Jawab : Sejauh ini bagus dan tidak ada masalah dengan PP No. 48 Tahun
2014 kalaupun ada kendala seperti calon pengantin tidak mampu
maka harus mengajukan Surat Keterangan Tidak Mampu dari RT
tempat calon pengantin tinggal agar biaya yang dikeluarkan
menjadi Rp. 0,00.
3. Bagaimana antusiasme masyarakat terhadap prosedur pernikahan di KUA dan
PP No. 48 Tahun 2014?
Jawab : Antusiasme masyarakat dalam prosedur pernikahan sangat tinggi.
Karena ini bagian dari kelangsungan hidup mereka masing-masing.
Ada masyarakat yang mengurus proses pernikahannya sendiri dan
ada yang diwakilkan oleh pihak keluarga calon pengantin.
Kalaupun ada yang belum mengetahui runtutan prosedur
pendaftaran menikah, ya kami bimbing dan beritahu bagaimana
prosedur pendaftaran menikah.
4. Apakah di KUA Kecamatan Kebayoran Baru mengadakan kursus calon
pengantin?
Jawab : Ya, ada. Kami mengadakan kursus calon pengantin 1 (satu) bulan 2
(dua) kali dan antusiasme masyarakat disini tinggi untuk ingin
mengikuti kursus calon pengantin tetapi karena terhambat oleh
pekerjaan yang susah dapat izin dari kantor tempat mereka bekerja
jadi tidak memungkinkan untuk hadir dan mengikuti kursus calon
pengantin.
5. Pada umumnya, masyarakat disini melangsungkan pernikahannya lebih
banyak dilakukan di luar jam KUA atau di dalam jam KUA?
Jawab : Sejauh ini lebih banyak yang melangsungkan pernikahan di luar
jam KUA. Masyarakat disini hanya ya sekitar 10-15% saja yang
menikah didalam KUA (Kantor Urusan Agama) dan dilakukan
pada jam kerja KUA. Karena ya itu tadi, terhambat oleh pekerjaan
calon pengantin masing-masing. Itulah dedikasi kami terhadap
pelayanan masyarakat agar dapat mempermudah segala urusan.
6. Bagaimana proses pembayaran pernikahan?
Jawab : Proses pembayaran pelaksanaan pernikahan apabila seluruh
dokumen calon pengantin sudah memenuhi syarat sesuai dengan
ketentuan Syariat Islam dan peraturan yang berlaku, dengan cara
setor melui setoran tunai ke Bank atas nama Bendahara Penerima
Penerimaan Negara Bukan Pajak Nikah / Rujuk (PNBP NR)
Kementerian Agama Republik Indonesia sebesar Rp. 600.000,-.
Adapun nama Bank nya antara lain:
a. Bank BTN : 00001-01-30-555666-7;
b. Bank BRI : 0230-01-002788-30-4;
c. Bank BNI : 034-613808-3;
d. Bank Mandiri : 103-000622674-6;
KUA Kecamatan Kebayoran Baru
Kepala
TB. Zamroni, S.Ag
NIP. 19700501 199703 1 002
A. HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT ATAS
RESPONDEN 1
Narasumber : Andhita Lestari
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hari / Tanggal : Selasa, 14 Juli 2015
Waktu : 10.15 WIB s/d selesai
Tempat : Tempat tinggal narasumber di Gandaria, Jakarta Selatan
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Waktu itu saya melangsungkan pernikahan di Gedung PTIK pada
13 Desember 2014.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Pada saat saya menikah kepengurusannya saya serahkan ke RT
karna pada saat itu saya masih bekerja dan suami bekerja juga. Jadi
sepertinya tidak memungkinkan untuk melakukan pengurusan
sendiri. Karna izin dari kantor saya dan suami pun susah.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Kepengurusannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku kok dan
juga terstruktur dengan baik sih. Kalau PP No. 48 Tahun 2014 itu
saya diberitahu dari RT bahwa biaya nikah saat ini Rp. 600.000,-
dan itu hanya untuk administrasi di KUA saja. Jadi belum yang
lainnya.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada, dari pihak RT saya diminta biaya sebesar Rp. 2.000.000,-
untuk kepengurusannya hingga berlangsungnya pernikahan.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Kalau saya bilang sih sesuai lah dengan runtutan yang harus
dilaksanakan oleh RT, karna waktu dan tenaga juga ya. Jadi
menurut saya tidak ada masalah dengan biaya, asalkan prosesnya
tepat waktu.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Tidak ada pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak
KUA maupun dari RT. Dari RT hanya disuruh isi form kesehatan
kedua calon pengantin. Tapi ya tidak saya isi, karna saya dan suami
sudah sama-sama percaya kalau sama-sama sehat. Dari pihak KUA
hanya konfirmasi tentang tanggal dan tempat pernikahan yang akan
berlangsung.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Pihak KUA datang tepat waktu. Sempat saya tanya pada saat saya
dapat konfirmasi dari KUA, apa dari pihak KUA butuh dijemput?
Dan mereka bilang, tidak perlu.
Narasumber
Andhita Lestari
RESPONDEN 2
Narasumber : Zara Maydiana
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hari / Tanggal : Senin, 6 Juli 2015
Waktu : 10.00 WIB s/d selesai
Tempat : MINISTOP Barito
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya menikah tanggal 14 Desember 2014 di Gedung Pekerjaan
Umum (PU).
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Saya melakukan sendiri kepengerusannya sampai di KUA
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sesuai kok dengan yang diberlakukan di KUA Kebayoran Baru.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Tidak ada sih. Hanya biaya nikah itu saja Rp. 600.000,-.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak lah, malah mungkin terbilang murah ya dengan harga segitu.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada, saya dan suami dateng tentang pengarahan calon pengantin.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Ya tepat waktu kok dengan jam yang saya minta di KUA.
RESPONDEN 3
Narasumber : Yuli Astuti
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hari / Tanggal : Kamis, 20 Agustus 2015
Waktu : 14.30 WIB s/d selesai
Tempat : Taman Ayodia, Gandaria, Jakarta Selatan
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya waktu itu menikah di Masjid Agung Al-Azhar pas tanggal 11
April 2015.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Waktu itu sih keluarga saya minta tolong ke RT sih, karna kami
belum paham ya cara-cara kalo mau nikah gitu.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sepertinya sih sesuai dengan ketentuan pemerintah ya yang saya
juga baru dapet info dari RT.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada. Waktu itu harganya Rp. 3.000.000,- nah kan beda jauh banget
sih sama tarif resmi Rp. 600.000,-. Lalu saya nego jadi Rp.
2.500.000,- tapi prosesnya lama.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Sebenernya sih gak juga ya. Kalo kita mau cepet dan waktunya
mepet ya wajar lah lebih mahal.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada kok, cuma waktu itu saya gak bisa hadir karna gak bisa
ninggalin kantor.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Alhamdulillah sih tepat waktu ya, info yang saya berikan ke RT
tentang jam berapa saya mau menikah sesuai dengan kedatangan
penghulunya.
Narasumber
Yuli Astuti
RESPONDEN 4
Narasumber : Tiara Yuliandini
Pekerjaan : Pengusaha
Hari / Tanggal : Jum’at, 10 Juli 2015
Waktu : 12.30 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara memalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya dan suami menikah pada 25 Januari 2015 di Graha Purnawira.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Kemarin saya menyuruh teman saya. Jadi gak sendiri dan bukan
dari KUA tapi bukan dari RT juga. Intinya sendiri sih ngurusnya.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sistemnya seuai kok dari pemberkasannya sampai biaya.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Gak ada sih.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak kok, sesuai dengan kesanggupan masyarakat.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada, cuma waktu itu saya dan suami tidak bisa hadir.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : KUA datang tepat waktu kok.
RESPONDEN 5
Narasumber : Swita Dwi Natasya
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hari / Tanggal : Rabu, 12 Agustus 2015
Waktu : 15.00 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya dan suami menikah pada 28 September 2014 di Gedung Polda
Metro Jaya.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Gak keduanya. Suami mengurusnya melalui bantuan pihak RT.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sesuai kok. Pihak RT yang menginfokan tentang PP tersebut.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada, kena tarif Rp. 2.000.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak berat sih. Karna memang pengurusannya butuh waktukan.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada kok. Tapi saya dan suami tidak hadir.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Pihak KUA tepat waktu datengnya.
RESPONDEN 6
Narasumber : Marina Sari
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hari / Tanggal : Rabu, 12 Agustus 2015
Waktu : 15.30 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya menikah di Hotel Dharmawangsa tanggal 11 Januari 2015.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Saya melalui pihak RT tempat saya tinggal.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Kalo persyaratannya sih sesuai, tapi pas biaya kok gak sesuai yaa...
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Nah itu. Saya diminta dari RT Rp. 2.000.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Berat sih engak, cuma kok jauh banget dari tarif KUA
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada, tapi saya gak dateng hehe.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Ya, tepat waktu kok.
RESPONDEN 7
Narasumber : Anandia Bella
Pekerjaan : Pengusaha
Hari / Tanggal : Rabu, 12 Agustus 2015
Waktu : 16.15 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Kami menikah di Hotel Ritz Carlton tanggal 10 April 2015.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Melalui bantuan RT
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sesuai sih kayanya. Saya gak begitu merhatiin sih.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada, biaya nikahnya kata RT jadi Rp. 2.500.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak lah, karna kan diurusin RT. Kecuali kalo ngurus sendiri.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada kok
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Mereka datang tepat waktu kok.
RESPONDEN 8
Narasumber : Hana Farhana
Pekerjaan : Mahasiswi
Hari / Tanggal : Rabu, 5 Agustus 2015
Waktu : 11.00 WIB s/d selesai
Tempat : Tempat tinggal narasumber di Jalan Wijaya
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Dirumah ini, di Jalan Wijaya pas tanggal 20 Februari 2015.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Keluargaku sih minta tolong RT karna biar cepet.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Kalo surat-surat iya, sesuai tapi kalo masalah biaya, enggak sama
sekali.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada, RT minta Rp. 3.000.000,-.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Berat sih sebenernya tapi yaudahlah orang butuh cepet.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada, waktu itu sih saya aja yang dateng, penasaran pengen tau kaya
apa sih, hehehe.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Amat sangat tepat waktu. Saya malah mikirnya molor-molor gitu
datengnya. Eh ternyata pas.
Narasumber
Hana Farhana
RESPONDEN 9
Narasumber : Agung Hermansyah
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hari / Tanggal : Rabu, 5 Agustus 2015
Waktu : 14.00 WIB s/d selesai
Tempat : Pondok Indah Office Tower
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya dan istri menikah pada tanggal 19 September 2014 di Masjid
Agung Al-Azhar.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Saya melalui bantuan RT.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Pengurusannya sesuai kok dengan ketentuan dari KUA tetapi
biayanya tidak sesuai.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada, RT mintanya Rp. 2.000.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak lah karna kan ada tenaga dan waktu yang diluangkan pihak RT
untuk mengurus pernikahan saya. Jadi secara tidak langsung saya
membayar tenaga dan waktu orang RT lah.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada kok, dan waktu itu saya dan istri dateng ke KUA untuk kursus
calon pengantin itu. 2x kalo gak salah.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Pihak KUA tepat waktu kok pas saya menikah kemarin.
Narasumber
Agung Hermansyah
RESPONDEN 10
Narasumber : Nandya Ananda
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hari / Tanggal : Jum’at 10 Juli 2015
Waktu : 13.00 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya nikah tanggal 15 November 2014 di Hotel Dharmawangsa.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Orangtua saya sih yang mengurus dan sepertinya melalui pihak RT.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Kayanya sih sesuai
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada. Orangtua saya bayar sebesar Rp. 3.000.000,- ke RT.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak sih, kan diurusin sama RT
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada, Cuma saya gak bisa dateng.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Tepat waktu kok.
A. HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT ATAS
RESPONDEN 1
Narasumber : Andhita Lestari
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hari / Tanggal : Selasa, 14 Juli 2015
Waktu : 10.15 WIB s/d selesai
Tempat : Tempat tinggal narasumber di Gandaria, Jakarta Selatan
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Waktu itu saya melangsungkan pernikahan di Gedung PTIK pada
13 Desember 2014.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Pada saat saya menikah kepengurusannya saya serahkan ke RT
karna pada saat itu saya masih bekerja dan suami bekerja juga. Jadi
sepertinya tidak memungkinkan untuk melakukan pengurusan
sendiri. Karna izin dari kantor saya dan suami pun susah.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Kepengurusannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku kok dan
juga terstruktur dengan baik sih. Kalau PP No. 48 Tahun 2014 itu
saya diberitahu dari RT bahwa biaya nikah saat ini Rp. 600.000,-
dan itu hanya untuk administrasi di KUA saja. Jadi belum yang
lainnya.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada, dari pihak RT saya diminta biaya sebesar Rp. 2.000.000,-
untuk kepengurusannya hingga berlangsungnya pernikahan.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Kalau saya bilang sih sesuai lah dengan runtutan yang harus
dilaksanakan oleh RT, karna waktu dan tenaga juga ya. Jadi
menurut saya tidak ada masalah dengan biaya, asalkan prosesnya
tepat waktu.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Tidak ada pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak
KUA maupun dari RT. Dari RT hanya disuruh isi form kesehatan
kedua calon pengantin. Tapi ya tidak saya isi, karna saya dan suami
sudah sama-sama percaya kalau sama-sama sehat. Dari pihak KUA
hanya konfirmasi tentang tanggal dan tempat pernikahan yang akan
berlangsung.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Pihak KUA datang tepat waktu. Sempat saya tanya pada saat saya
dapat konfirmasi dari KUA, apa dari pihak KUA butuh dijemput?
Dan mereka bilang, tidak perlu.
Narasumber
Andhita Lestari
RESPONDEN 2
Narasumber : Zara Maydiana
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hari / Tanggal : Senin, 6 Juli 2015
Waktu : 10.00 WIB s/d selesai
Tempat : MINISTOP Barito
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya menikah tanggal 14 Desember 2014 di Gedung Pekerjaan
Umum (PU).
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Saya melakukan sendiri kepengerusannya sampai di KUA
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sesuai kok dengan yang diberlakukan di KUA Kebayoran Baru.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Tidak ada sih. Hanya biaya nikah itu saja Rp. 600.000,-.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak lah, malah mungkin terbilang murah ya dengan harga segitu.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada, saya dan suami dateng tentang pengarahan calon pengantin.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Ya tepat waktu kok dengan jam yang saya minta di KUA.
RESPONDEN 3
Narasumber : Yuli Astuti
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hari / Tanggal : Kamis, 20 Agustus 2015
Waktu : 14.30 WIB s/d selesai
Tempat : Taman Ayodia, Gandaria, Jakarta Selatan
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya waktu itu menikah di Masjid Agung Al-Azhar pas tanggal 11
April 2015.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Waktu itu sih keluarga saya minta tolong ke RT sih, karna kami
belum paham ya cara-cara kalo mau nikah gitu.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sepertinya sih sesuai dengan ketentuan pemerintah ya yang saya
juga baru dapet info dari RT.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada. Waktu itu harganya Rp. 3.000.000,- nah kan beda jauh banget
sih sama tarif resmi Rp. 600.000,-. Lalu saya nego jadi Rp.
2.500.000,- tapi prosesnya lama.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Sebenernya sih gak juga ya. Kalo kita mau cepet dan waktunya
mepet ya wajar lah lebih mahal.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada kok, cuma waktu itu saya gak bisa hadir karna gak bisa
ninggalin kantor.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Alhamdulillah sih tepat waktu ya, info yang saya berikan ke RT
tentang jam berapa saya mau menikah sesuai dengan kedatangan
penghulunya.
Narasumber
Yuli Astuti
RESPONDEN 4
Narasumber : Tiara Yuliandini
Pekerjaan : Pengusaha
Hari / Tanggal : Jum’at, 10 Juli 2015
Waktu : 12.30 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara memalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya dan suami menikah pada 25 Januari 2015 di Graha Purnawira.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Kemarin saya menyuruh teman saya. Jadi gak sendiri dan bukan
dari KUA tapi bukan dari RT juga. Intinya sendiri sih ngurusnya.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sistemnya seuai kok dari pemberkasannya sampai biaya.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Gak ada sih.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak kok, sesuai dengan kesanggupan masyarakat.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada, cuma waktu itu saya dan suami tidak bisa hadir.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : KUA datang tepat waktu kok.
RESPONDEN 5
Narasumber : Swita Dwi Natasya
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hari / Tanggal : Rabu, 12 Agustus 2015
Waktu : 15.00 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya dan suami menikah pada 28 September 2014 di Gedung Polda
Metro Jaya.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Gak keduanya. Suami mengurusnya melalui bantuan pihak RT.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sesuai kok. Pihak RT yang menginfokan tentang PP tersebut.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada, kena tarif Rp. 2.000.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak berat sih. Karna memang pengurusannya butuh waktukan.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada kok. Tapi saya dan suami tidak hadir.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Pihak KUA tepat waktu datengnya.
RESPONDEN 6
Narasumber : Marina Sari
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hari / Tanggal : Rabu, 12 Agustus 2015
Waktu : 15.30 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya menikah di Hotel Dharmawangsa tanggal 11 Januari 2015.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Saya melalui pihak RT tempat saya tinggal.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Kalo persyaratannya sih sesuai, tapi pas biaya kok gak sesuai yaa...
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Nah itu. Saya diminta dari RT Rp. 2.000.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Berat sih engak, cuma kok jauh banget dari tarif KUA
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada, tapi saya gak dateng hehe.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Ya, tepat waktu kok.
RESPONDEN 7
Narasumber : Anandia Bella
Pekerjaan : Pengusaha
Hari / Tanggal : Rabu, 12 Agustus 2015
Waktu : 16.15 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Kami menikah di Hotel Ritz Carlton tanggal 10 April 2015.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Melalui bantuan RT
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sesuai sih kayanya. Saya gak begitu merhatiin sih.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada, biaya nikahnya kata RT jadi Rp. 2.500.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak lah, karna kan diurusin RT. Kecuali kalo ngurus sendiri.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada kok
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Mereka datang tepat waktu kok.
RESPONDEN 8
Narasumber : Hana Farhana
Pekerjaan : Mahasiswi
Hari / Tanggal : Rabu, 5 Agustus 2015
Waktu : 11.00 WIB s/d selesai
Tempat : Tempat tinggal narasumber di Jalan Wijaya
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Dirumah ini, di Jalan Wijaya pas tanggal 20 Februari 2015.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Keluargaku sih minta tolong RT karna biar cepet.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Kalo surat-surat iya, sesuai tapi kalo masalah biaya, enggak sama
sekali.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada, RT minta Rp. 3.000.000,-.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Berat sih sebenernya tapi yaudahlah orang butuh cepet.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada, waktu itu sih saya aja yang dateng, penasaran pengen tau kaya
apa sih, hehehe.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Amat sangat tepat waktu. Saya malah mikirnya molor-molor gitu
datengnya. Eh ternyata pas.
Narasumber
Hana Farhana
RESPONDEN 9
Narasumber : Agung Hermansyah
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hari / Tanggal : Rabu, 5 Agustus 2015
Waktu : 14.00 WIB s/d selesai
Tempat : Pondok Indah Office Tower
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya dan istri menikah pada tanggal 19 September 2014 di Masjid
Agung Al-Azhar.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Saya melalui bantuan RT.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Pengurusannya sesuai kok dengan ketentuan dari KUA tetapi
biayanya tidak sesuai.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada, RT mintanya Rp. 2.000.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak lah karna kan ada tenaga dan waktu yang diluangkan pihak RT
untuk mengurus pernikahan saya. Jadi secara tidak langsung saya
membayar tenaga dan waktu orang RT lah.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada kok, dan waktu itu saya dan istri dateng ke KUA untuk kursus
calon pengantin itu. 2x kalo gak salah.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Pihak KUA tepat waktu kok pas saya menikah kemarin.
Narasumber
Agung Hermansyah
RESPONDEN 10
Narasumber : Nandya Ananda
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hari / Tanggal : Jum’at 10 Juli 2015
Waktu : 13.00 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya nikah tanggal 15 November 2014 di Hotel Dharmawangsa.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Orangtua saya sih yang mengurus dan sepertinya melalui pihak RT.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Kayanya sih sesuai
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada. Orangtua saya bayar sebesar Rp. 3.000.000,- ke RT.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak sih, kan diurusin sama RT
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada, Cuma saya gak bisa dateng.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Tepat waktu kok.
C. HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT BAWAH
RESPONDEN 1
Narasumber : Pipin Rizki (Kiki)
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hari / Tanggal : Selasa, 14 Juli 2015
Waktu : 15.05 WIB s/d selesai
Tempat : Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya menikah dirumah saya sendiri di daerah Cipete hari Sabtu 11
Oktober 2014.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Suami saya minta tolong ke pak RT sih biar gampang, cepet, dan
gak ribet wara-wiri. Soalnya kalo ngurus sendiri kan harus ke RT,
RW, Lurah baru deh KUA. Jadi gak efektif waktu aja.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Iya sesuai kok sama PP itu. Dan dikasih tau tentang PP itu ya pas
bilang ke RTnya kalo sekarang biaya nikah tuh Rp. 600.000,-
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada, dimintain sama RTnya tuh Rp. 1.000.000,- agak heran sih kok
segitu. Dan sempet nego juga biar Rp. 800.000,- tapi dari RTnya
tetep Rp. 1.000.000,- alesannya sih karna emang biasanya segitu
dan harus wara-wiri.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak sih. Biasa aja. Wajarlah kalo emang segitu. Yang penting mah
bisa nikah
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Gak ada sih. Dari RTnya juga gak ada info-info tentang kursus
calon pengantin gitu.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Enggak.... Dari pihak KUA lama banget datengnya. Kan akad
dirumah saya mulai jam 8 pagi, eh ditunggu-tunggu ampe sejam
penghulunya belom dateng-dateng juga. Ya udah akhirnya saya
dinikahkan secara agama dulu sama Ustad yang jadi tamu saya.
Jadi nanti pas orang KUAnya dateng baru deh dicatet secara resmi.
Orang KUAnya juga baru dateng jam 11an.
Narasumber
Pipin Rizki
RESPONDEN 2
Narasumber : Rizky Fadillah
Pekerjaan : Pengusaha
Hari / Tanggal : Rabu, 8 Juli 2015
Waktu : 12.00 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya dan istri menikah Di Masjid Nurul Iman tanggal 16 Mei 2015
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Minta tolong diurus ke RT sih.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sepertinya telah sesuai dengan ketentuan.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada sih kemarin bayar Rp. 1.000.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak lah.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada dan kami dateng ke kursus calon pengantin.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Pihak KUA tepat waktu kok sesuai jamnya.
RESPONDEN 3
Narasumber : Dewi Pertiwi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Agustus 2015
Waktu : 13.00 WIB s/d selesai
Tempat : 7Eleven Taman Puring
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Kemaren saya nikah di KUA ajalah biar gampang dan pas tanggal
11 Oktober 2014.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Sendiri kok ngurusnya ke KUA, deket rumah juga soalnya.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Ya sesuai dengan ketentuan di PP 48. Baik kelengkapan surat-surat
yang dibutuhin KUA sampe biaya nikah.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Gak ada sama sekali. Jadi cuma Rp. 600.000,- itu yang buat
administrasi di KUA.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak juga sih dari pada yang sebelum ada PP malah lebih gak jelas
berapanya harus bayar buat nikah. Kaya buat tarif sendiri dan
ngasal gitu jatohnya.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada dan saya juga hadir biar tau nanti kedepannya gimana hehehe.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Ya karena saya dan suami yang dateng ke KUA nya juga pas jadi
ya pas saya dateng langsung ke penghulu buat nikah.
Narasumber
Dewi Pertiwi
RESPONDEN 4
Narasumber : Ade Wardana
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Hari / Tanggal : Senin, 3 Agustus 2015
Waktu : 10.30 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya dan istri nikah di SDN 05 Cipete Utara tanggal 7 Maret 2015.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Saya urus sendiri aja lah. Berdua istri sih hehe.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sesuai kok dengan ketentuan yang diomongin orang KUA.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Tidak ada kok. Ya Rp. 600.000,- itu aja.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Awalnya kaget cuma pas dijelasin kenapa segini ya sesuai lah.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada, tapi cuma istri yang dateng. Saya kerja soalnya hehe.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : KUA tepat waktu kok datengnya.
RESPONDEN 5
Narasumber : Putri Isnaeni
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hari / Tanggal : Senin, 3 Agustus 2015
Waktu : 15.30 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Nikah kemaren sih tanggal 15 Januari 2015 di rumah saya sendiri.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Minta tolong pak RT, tetanggaan soalnya sih.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Kayanya sih iya ya.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada. Rp. 1.000.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak lah orang sesama orang deket ini.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada, dikasih tau pak RT dan saya juga hadir kok.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Gak kok, pas jam 9 pagi.
RESPONDEN 6
Narasumber : Dimas Putranto
Pekerjaan : Wiraswasta
Hari / Tanggal : Rabu, 26 Agustus 2015
Waktu : 13.30 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya menikah di Gedung PTIK tanggal 8 Maret 2015.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Saya dan istri yang mengurus pernikahan ini.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Dari penjelasan KUA ya saya rasa sudah sesuai.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Tidak ada.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak berat kok ternyata karna saya pikir bakalan mahal.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada kok dan saya bersama istri juga hadir.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Pihak KUA datang tepat waktu sesuai permintaan saya dan istri.
RESPONDEN 7
Narasumber : Azizah Fajariyah
Pekerjaan : Guru SD
Hari / Tanggal : Jum’at, 21 Agustus 2015
Waktu : 12.20 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya menikah tanggal 18 Januari 2015 di rumah suami.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Suami sih yang ngurusin nikah.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Ya sepertinya sesuai.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Tidak ada biaya apapun lagi dari pihak KUA.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak berat sih tapi sesuai dengan mayoritas masyarakat.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada tapi saya dan suami tidak bisa datang.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Ya, tepat waktu kok.
RESPONDEN 8
Narasumber : Suparyadi
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hari / Tanggal : Selasa, 4 Agustus 2015
Waktu : 17.00 WIB s/d selesai
Tempat : Masjid Agung Al-Azhar
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Waktu itu saya dan istri nikah tanggal 3 Oktober 2014 di KUA
Kebayoran Baru.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Saya lakukan sendiri sih soalnya kata orang-orang sekarang
gampang. Dan ternyata memang gampang dan cepat.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Nah, itu juga sesuai dengan PP yang ada di KUA. Dipasang juga
kok infonya di kantornya.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Gak ada lah, kan udah jelas-jelas cuma Rp. 600.000,- kalo lebih
mah bisa dipermasalahin tuh.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak sih, gak berat. Wajarlah kalo segitu buat ngurus
administrasinya.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada, dan saya serta istri juga dateng. Dan ternyata bagus juga sih
kalo ada kursus gini, biar yang belum nikah tuh ngerti gitu tentang
rumah tangga entar itu kaya gimana.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Ya kan saya yang dateng ya, ya jelas lah tepat waktu. Orang
penghulunya juga ada kok di KUA.
Narasumber
Suparyadi
RESPONDEN 9
Narasumber : Alfian Riansyah
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Agustus 2015
Waktu : 14.30 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya menikah dirumah istri tanggal 2 Maret 2015.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : RT sih yang ngurusin semuanya.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Ketentuannya sesuai kok dengan yang saya jalankan kemarin.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada sih Rp. 1.200.000,- jadi ketentuannya yang gak sesuai emang
dibiayanya aja
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak lah, itung-itung bagi-bagi rezeki.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada tapi saya dan istri gak dateng.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Mereka tepat waktu kok datengnya.
RESPONDEN 10
Narasumber : Anggraini
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Hari / Tanggal : Jum’at, 28 Agustus 2015
Waktu : 12.30 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Suami dan saya nikah di Masjid Nurul Hidayah 22 Februari 2015
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Papa saya sih yang ngurus dan papa saya juga melalui pihak RT
untuk ke KUAnya.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Agak gak sesuai sih sama biayanya.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada. Kemaren RT minta Rp. 1.200.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Cukup berat sih, udah nawar Rp. 1.000.000 eh gak dikasih.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada kok tapi cuma suami saya aja yang dateng.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Datengnya tepat waktu kok mereka.
B. HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT MENENGAH
RESPONDEN 1
Narasumber : Mas Dianto
Pekerjaan : Pegawai Negri Sipil
Hari / Tanggal : Jum‟at, 31 Juli 2015
Waktu : 18.45 WIB s/d selesai
Tempat : Tempat tinggal narasumber di Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Pada waktu itu saya menikah di Gedung Pustada Kementerian
Pekerjaan Umum (PU) tanggal 21 Maret 2015.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Karna pada saat itu saya dan istri sama-sama bekerja, jadi yang
mengurus surat-surat ke KUA ya ibu saya. Jadi jatuhnya
kepengurusannya dilakukan sendiri.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Ya sesuai sih dengan PP No. 48 Tahun 2014. Tetapi kok disuruh
menyumbangkan dua kitab suci Al-Qur‟an. Padahal di PP tersebut
tidak tercantum. Alasan menyumbangkan 2 (dua) kitab suci Al-
Qur‟an itu mengibaratkan kalau Qur‟an yang satu dari pihak laki-
laki dan yang satu lagi dari pihak perempuan.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Tidak ada. Sampai selesai menikahpun juga tidak ada. Cuma
memang dari kami pribadi setelah akad dilaksanakan, kami
memberikan uang transport untuk pihak KUA sebesar Rp.
300.000,- sebagai ucapan terima kasih kami.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Tidak berat lah karna memang itu sudah tercantum dalam undang-
undang. Jadi menurut saya sesuai lah dengan sistem dan kinerja
KUA.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada, KUA membuat „kelas‟ kursus calon pengantin. Dan pada saat
itu saya dan istri juga menghadiri kursus tersebut.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : KUA tepat waktu kok pada saat berlangsungnya akad. Dan
memang mereka bekerjanya seperti keburu-buru dengan waktu ya,
karna kan harus bisa membagi waktu dengan calon-calon pengantin
yang lain. Ya walaupun terburu-buru tetapi mereka tetap
profesional dalam bekerja.
Narasumber
Mas Dianto
RESPONDEN 2
Narasumber : Habibah Riani
Pekerjaan : Wirausaha
Hari / Tanggal : Selasa, 7 Juli 2015
Waktu : 09.00 WIB s/d selesai
Tempat : Pasar Mayestik
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya dan suami saya nikah 4 Januari 2015 di Masjid Al-Istiqomah.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Minta tolong ke RT.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Dari surat-surat yang diminta sama RT sesuai kayanya dengan PP.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada mbak, saya bayar ke RT Rp. 1.200.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Agak berat sih, saya nawar ke RT Rp. 1.000.000,- gak dikasih
yaudah deh dealnya Rp. 1.200.000,-
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada. Dan saya juga hadir soalnya deket sih hehe
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Tepat waktu kok penghulunya dateng ke Masjid.
RESPONDEN 3
Narasumber : Syarifudin
Pekerjaan : Pegawai Negri Sipil
Hari / Tanggal : Kamis, 30 Juli 2015
Waktu : 16.00 WIB s/d selesai
Tempat : SMPN 11 Jakarta
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya dan istri menikah di rumah orang tua dari pihak istri saya
pada hari Minggu 1 Februari 2015.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Ya gak sendiri dan gak KUA, jadi minta tolong ke RT buat ngurus-
ngurus pra nikah.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sepertinya sistem pengurusannya sesuai kok dengan PP No. 48
Tahun 2014, terutama dalam hal persyaratan-persyaratan kalau mau
menikah.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada, jadi pas itu saya disuruh bayar dari pihak RT sebesar Rp.
1.500.000,- ya dengan alasan karena dia juga nyuruh orang untuk
ngurus ke KUAnya.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Agak berat sih dan kaget karna bisa beda banget dengan ketentuan
dari pemerintah. Tapi karna memang kata RTnya biasa dengan tarif
segitu dan saya juga dibantu oleh RT jadi ya udah saya ikutin aja.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ya, ada. Cuma waktu itu saya gak bisa hadir karna harus ngajar,
jadi istri saya saja yang bisa hadir.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Agak telat 30 menit lah dari yang sudah dijadwalkan, pas tanya ke
RT kenapa telat penghulunya karna pas daftar juga yang mau nikah
dihari yang sama dengan saya juga banyak. Jadi mungkin “waiting
list” lah, hehe.
Narasumber
Syarifudin
RESPONDEN 4
Narasumber : Eggie Herdianto
Pekerjaan : Wiraswasta
Hari / Tanggal : Kamis, 9 Juli 2015
Waktu : 10.30 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Ya sekitar 7 bulan yang lalu lah saya nikah di Gedung Auditorium
PTIK pas tanggal 28 Desember 2014.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Gak pake bantuan KUA, tapi saya pake bantuan RT saya.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Hmm sesuai sih sepertinya.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ya adalah, orang minta tolong RT dan kenanya Rp. 1.800.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak lah kan udah diurusin tuh sama RT.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Kayanya gak ada deh, apa RTnya yang gak infoin kali ya.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Tepat waktu kok.
RESPONDEN 5
Narasumber : Rena Octara
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Hari / Tanggal : Kamis, 6 Agustus 2015
Waktu : 16.00 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Tanggal 16 Januari 2015 di Grand Mahakam.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Saya lakukan sendiri sih.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sesuai kok dan pihak KUA menjelaskannya juga cukup jelas.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Tidak ada. Hanya biaya nikah saja.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Tidak, malah lebih jelas dan terbuka dengan adanya PP ini.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada kok tapi saya tidak bisa hadir jadi suami saya saja yang hadir.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Ya kok tepat waktu ssuai yang saya minta di KUA.
RESPONDEN 6
Narasumber : Aidi Nelli
Pekerjaan : Marketing
Hari / Tanggal : Selasa, 11 Agustus 2015
Waktu : 09.00 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Januari kemarin sih tanggal 4 di Gedung RRI Radio Dalam.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Kepengerusannya saya serahkan ke RT saya.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sesuai, teapi tetap saja ada biaya yang lain.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada, sebesar Rp. 1.500.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Ya lumayan sih cuma karna ini diurusin orang lain kan jadi gak
masalah lah.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada kok dan saya juga hadir.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Ya, tepat waktu sesuai jadwal.
RESPONDEN 7
Narasumber : Dini Annisa
Pekerjaan : Wirausaha
Hari / Tanggal : Senin, 24 Agustus 2015
Waktu : 14.00 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Saya nikah di Gedung PTIK tanggal 2 Mei 2015.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : RT sih yang bantuin surat-surat buat ke KUA.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sesuai lah pasti, namanya juga informasi untuk masyarakat.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada. Tarif nikah saya kemarin sebesar Rp. 1.500.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Iya sih sebenernya Cuma ya itung-itung ucapan terimakasih lah ke
RT udah ngurusin sampe ke KUA.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada kok.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Ya, penghulunya tepat waktu.
RESPONDEN 8
Narasumber : Abdi Fajrin
Pekerjaan : Mahasiswa
Hari / Tanggal : Jum‟at, 7 Agustus 2015
Waktu : 14.00 WIB s/d selesai
Tempat : Di kampus Universitas Pancasila
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Di Gedung Pulo pas tanggal 3 Mei 2015
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Gue minta tolong RT lah, kan belom ngerti apa-apa.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Kayanya sih sesuai, gak begitu perhatiin soalnya nyokap (Ibu)
yang ngurus ke RT.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Adalah pasti, kemaren tuh bayar Rp. 1.200.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Hmm gak lah, sesuai sama kerjanya RT juga.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada, tapi gue gak dateng hehehe.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Agak telat dikit sih tapi gak ampe lama banget.
RESPONDEN 9
Narasumber : Lia Natalia
Pekerjaan : Pengusaha
Hari / Tanggal : Selasa, 25 Agustus 2015
Waktu : 17.00 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Kami menikah Di Masjid Nurul Hidayah tanggal 15 Mei 2015
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Saya urus sendiri kok, gampang soalnya.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Sesuai kok dari persyaratan sampai biaya.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Tidak ada sama sekali.
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Tidak juga karna emang rinciannya jelas.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada dan waktu itu kami juga hadir.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Tepat waktu kok.
RESPONDEN 10
Narasumber : Fiki Adriansyah
Pekerjaan : Marketing
Hari / Tanggal : Juma‟t, 14 Agustus 2015
Waktu : 14.30 WIB s/d selesai
Tempat : (wawancara melalui via telepon)
1. Kapan dan dimana bapak / ibu menikah?
Jawab : Tahun lalu saya nikah tanggal 27 September 2014 di rumah istri.
2. Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui
bantuan KUA?
Jawab : Pake bantuan RT.
3. Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku?
Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014.
Jawab : Ya, sesuai kok.
4. Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-?
Jawab : Ada. Kemarin diatas Rp. 600.000,- kalo gak salah Rp. 1.500.000,-
5. Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak?
Jawab : Gak lah ya, masih normal harganya.
6. Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA?
Jawab : Ada tapi cuma istri yang dateng.
7. Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang
tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu?
Jawab : Malah belum waktunya mulai, penghulu udah dateng hehe.
DOKUMENTASI
A. KUA Kecamatan Kebayoran Baru
Penataran BP4 (Kursus Calon Pengantin)
Kepala KUA Kecamatan Kebayoran Baru
B. Responden
LAMPIRAN-LAMPIRAN