alih generasi pilihan karier pengusaha batik …eprints.uny.ac.id/43940/1/chalida ghrya...
TRANSCRIPT
ALIH GENERASI PILIHAN KARIER PENGUSAHA BATIK DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
(SUATU STUDI GENOGRAM KARIER)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Chalida Ghrya Wahyudi
NIM 12104241045
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
OKTOBER 2016
i
ALIH GENERASI PILIHAN KARIER PENGUSAHA BATIK DI DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA
(SUATU STUDI GENOGRAM KARIER)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Chalida Ghrya Wahyudi
NIM 12104241045
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
v
MOTTO
Dreaming is not enough. You have to go a step further and use your imagination
to visualize, with intent!
(Christine Anderson)
If you’re tired for what you fighting now, don’t stop. Just keep moving. Allah SWT
watching you, always.
(Penulis)
Stay educated, work harder, dress well, respect, and be nice to people.
(Penulis)
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
A. Orangtua tercinta sekaligus sahabat yang luar biasa memberikan kasih
sayang, dukungan, nasihat-nasihat dan pelukan hangat selama ini. Skripsi
ini adalah bentuk tanggung jawab atas keputusan mengambil studi lanjutan
dan hadiah atas pengorbanan, doa, kerja keras serta bimbingan yang
diberikan.
B. Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan tempat menuntut ilmu
sekaligus kota budaya.
C. Para pembatik DIY yang senantiasa menceritakan, mengajarkan,
memberikan pengalaman unik pada peneliti selama proses penelitian.
D. Ryan Revinaldi yang menemani mengerjakan Skripsi ini tanpa mengenal
jarum jam.
E. Yolanda Fitra Lailly, Fafa Anggriawan, Irwan Syahli, Galih Wilarko,
Fauzan Akbar, Gilang, Annisa Nur Fathia, Gitta Nur Wulan, Gerry
Maulana Thiar yang saling menyemangati dalam segala kondisi.
F. Indian Geronimo FM, khususnya team Playground (Eman Aditya, Aditya
Wijang dan Tio Andito) serta Rizky Anjas yang telah membantu dan
mendukung penulis dalam membuat Skripsi.
G. Sahabat-sahabat yang setia menemani perjalanan penyusunan skripsi.
vii
ALIH GENERASI PILIHAN KARIR PENGUSAHA BATIK DI DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA (SUATU STUDI GENOGRAM KARIR)
Oleh
Chalida Ghrya Wahyudi
NIM 12104241045
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memaparkan pilihan
karir melalui studi Genogram Karir pada keluarga pengusaha batik. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif interaktif studi kasus.
Subjek pada penelitian dipilih melalui metode snowball sampling yaitu
metode pengambilan sampel berdasarkan penelusuran sampel sebelumnya dan
purposive sampling yaitu pengambilan sampling berdasarkan seleksi khusus dari
peneliti yang membuat kriteria tertentu mengenai siapa yang cocok dijadikan
subjek. Kedua subjek merupakan wirausaha batik yang sudah minimal pada
generasi ke tiga yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengumpulan data
menggunakan observasi, membuat konstruksi genogram karir dan wawancara
mendalam.
Hasil penelitian ini menunjukan analisis genogram karir pada dua
pengusaha batik di DIY yang berinisial AP dan I. Plihan karier menjadi penerus
usaha batik keluarga pada kedua subjek dimulai dari pengaruh di dalam keluarga.
Pemahaman diri subjek mengenai nilai, bakat dan minat ditambah dengan
kedekatan kedua subjek dengan keluarga atau orang lain yang berarti (significant
others) kemudian turut mempengaruhi pilihan karier. Pengenalan lingkungan
kerja usaha batik turun-temurun milik keluarga terjadi setiap hari sejak kecil.
Kaderisasi sebagai penerus usaha batik keluarga juga sudah dilakukan keluarga
masing-masing subjek sejak kecil. Alur alih generasi usaha batik keluarganya
berawal dari generasi kakek dan nenek, kemudian beralih pada generasi orang
tuanya dan generasi subjek saat ini. Model karier kedua subjek merupakan sosok
yang muncul dari generasi sebelumnya, yaitu generasi yang lebih tua yang
memberikan contoh kepada anak-anaknya.
Kata kunci: genogram karir, pilihan karir, regenerasi, pengusaha, batik
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan atas kehaditat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan kemudahannya-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan optimal.
Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini dengan judul “Alih
Generasi Pilihan Karir Pengusaha Batik di Daerah Istimewa Yogyakarta (Suatu
Studi Genogram Karir). Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kesih
kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memberikan
kesempatan untuk menyelesaikan studi di Program Studi Bimbingan dan
Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNY.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memeberikan izin untuk
melakukan penelitian ini.
3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UNY atas
dukungan dari awal hingga akhir penulisan skripsi.
4. Bapak Dr. Suwarjo, M.Pd selaku Penasehat Akademik (PA) atas
bimbingan dan arahan selama menempuh pendidikan di Program Studi
Bimbingan dan Konseling.
5. Ibu Dra. Sri Iswanti, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah berkenan
meluangkan waktu, membimbing, memberikan ilmu, dan mengarahkan,
serta memberi masukan kepada penulis selama penyusunan Skripsi.
ix
6. Seluruh jajaran Dosen jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP
UNY atas ilmu yang bermanfaat selama penulis menjalani masa
pendidikan dan memberikan waktu untuk berdiskusi serta memberi saran.
7. Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi DIY yang telah
memberikan banyak masukan dan pengetahuan mengenai Batik dan
mengarahkan penulis.
8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang baik secara
langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam menyusun
Skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih memiliki
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati dan terbuka menerima
komentar, kritik, dan saran yang membangun. Besar harapan penulis agar
proposal skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.
Yogyakarta, 25 Oktober 2016
Penulis,
Chalida Ghrya Wahyudi
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN .......................................................................... iii
PENGESAHAN ........................................................................................ iv
MOTTO ..................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ...................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 7
C. Batasan Masalah ..................................................................................... 8
D. Rumusan Masalah ................................................................................... 8
E. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian .................................................................................. 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pilihan Karir dalam Genogram Karir ....................................................... 10
1. Pengertian Pilihan Karir ..................................................................... 10
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Karir ............................. 12
3. Teori – Teori Perkembangan dan Pilihan Karir ................................ 13
a. Teori Pilihan Karir Holland ........................................................... 13
b. Teori Pilihan Karir Ann Roe ......................................................... 17
c. Teori Pilihan Karir Trait and Factor .............................................. 24
B. Genogram Karir ...................................................................................... 28
xi
1. Pengertian Genogram Karir .............................................................. 28
2. Aspek-aspek dalam Genogram Karir ................................................ 30
C. Kewirausahaan Menjadi Pilihan Karier yang Diwariskan ..................... 35
D. Kajian Penelitian Terdahulu .................................................................. 39
E. Alur Berpikir .......................................................................................... 41
F. Pertanyaan Penelitian ............................................................................. 43
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian .............................................................................. 46
B. Setting dan Waktu Penelitian ................................................................... 47
C. Subjek Penelitian ..................................................................................... 48
D. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 50
1. Konstruksi Genogram Karir ............................................................... 50
2. Wawancara Genogram Karir ............................................................. 51
3. Observasi ............................................................................................ 52
E. Instrumen Pengumpulan Data ................................................................. 53
1. Pedoman Konstruksi Genogram Karir ............................................... 53
2. Pedoman Wawancara Genogram Karir.............................................. 55
3. Pedoman Observasi ............................................................................ 58
F. Teknik Analisis Data ................................................................................ 58
G. UJi Keabsahan Data ................................................................................. 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 62
1. Deskripsi Setting Penelitian ............................................................... 62
2. Deskripsi Subjek Penelitian ............................................................... 65
3. Hasil Penelitian .................................................................................. 65
a. Hasil Observasi Lingkungan ........................................................ 65
b. Hasil Konstruksi Genogram Karir ............................................... 67
c. Hasil Wawancara ......................................................................... 71
B. Pembahasan ............................................................................................. 99
1. Aspek Pemahaman Diri ..................................................................... 99
2. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja ............................. 100
xii
3. Aspek Proses Pembuatan Keputasan ................................................. 101
4. Aspek Model-Model Pola Hidup ....................................................... 102
5. Aspek Model-Model Karir ................................................................. 103
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................ 104
B. Saran ...................................................................................................... 105
1. Bagi Subjek Penelitian ....................................................................... 105
2. Bagi Pengusaha Batik Baru................................................................ 105
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 106
LAMPIRAN ................................................................................................... 109
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tingkat Klasifikasi Karier Ann Roe ................................................ 23
Tabel 2. Gambaran Subjek Penelitian ............................................................ 50
Tabel 3. Rambu-rambu Wawancara............................................................... 55
Tabel 4. Rambu-rambu Observasi ................................................................. 58
Tabel 5. Jumlah IKM Batik DIY ................................................................... 63
Tabel 6. Deskripsi Kesesuaian Kriteria Subjek Penelitian ............................ 65
Tabel 7. Aspek Pemahaman Diri ................................................................... 93
Tabel 8. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja .......................... 93
Tabel 9. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja .......................... 93
Tabel 10. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja ........................ 94
Tabel 11. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja ........................ 95
Tabel 12. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja ........................ 96
Tabel 13. Aspek Proses Pembuatan Keputusan ............................................. 97
Tabel 14. Aspek Proses Pembuatan Keputusan ............................................. 97
Tabel 15. Aspek Model-Model Pola Hidup ................................................... 98
Tabel 16. Aspek Model-Model Karir ............................................................. 99
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hierarki Maslow ........................................................................... 19
Gambar 2. Skema Alur Berpikir .................................................................... 42
Gambar 3. Model Genogram Karier Okiishi.................................................. 54
Gambar 4. Simbol Genogram Karier ............................................................. 55
Gambar 5. Konstruksi Genogram Karier Keluarga AP ................................. 69
Gambar 6. Konstruksi Genogram Karier Keluarga I ..................................... 71
xv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Catatan Pra-Observasi ............................................................... 109
Lampiran 2. Hasil Transkrip Wawancara & Observasi ................................. 122
Lampiran 3. Hasil Reduksi Data ................................................................... 123
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian .................................................................. 174
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan hidup manusia meningkat seiring dengan berkembangnya zaman
dan pola kehidupan masyarakat. Bukan hanya kebutuhan pokok yang perlu
dipenuhi, tak jarang kita harus memenuhi sedikit banyak hal yang menjadi
keinginan. Karena hal tersebutlah manusia berusaha untuk mendapatkan
pemasukan finansial guna memenuhi semua kebutuhan dan keinginan tersebut.
Dewasa ini banyak orang beranggapan bahwa dengan seseorang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi maka akan mendapatkan perkerjaan disertai penghasilan
yang layak bahkan besar nilainya. Karena hal tersebut banyak orang yang mencari
pekerjaan agar sukses dan mendapatkan kebahagiaan. Untuk mencapai
kesuksesan tersebut, biasanya seseorang akan mencoba dengan mulai memahami
minat, bakat, peluang-peluang juga pengaruh dari lingkungan. Layanan
Bimbingan Karier merupakan layanan yang berusaha untuk mendekatkan antara
bakat, minat, peluang-peluang juga pengaruh dari lingkungan dengan pekerjaan
yang ada.
Bimbingan dan Konseling Karier menurut Mamat Supriatna (2010: 2)
sejatinya memiliki tujuan untuk membantu perkembangan individu agar memiliki
berbagai macam kemampuan, yaitu memahami dan menilai diri, menyadari dan
memahami nilai-nilai yang ada, mengetahui lingkungan pekerjaan yang
berhubungan dengan potensi diri, menemukan dan dapat mengatasi hambatan,
merencanakan masa depan serta membentuk pola-pola karier.
2
Membuat pilihan karier merupakan salah satu cara untuk mewujudkan tujuan-
tujuan yang sudah dipaparkan tadi. Pilihan karier menurut Donald E. Super
(dalam Dewa Ketut Sukardi, 1987:36) merupakan pernyataan kepribadian
seseorang. Dari pendapat tersebut bisa diartikan bahwa karier seseorang akan
merepresentasikan bagaimana kepribadiannya. Mereka yang memiliki minat pada
bidang kesehatan akan banyak mempelajari ilmu pada bidang tersebut dan
memiliki pekerjaan dalam bidang kesehatan. Atau bagi sebagian orang yang
memiliki minat pada bidang ekonomi, memiliki keinginan untuk menjadi ekonom
di masa depan.
Pilihan karier seseorang mendorong mereka untuk menjadi seorang karyawan
atau pegawai di perusahaan-perusahaan ternama yang sesuai dengan minatnya
juga untuk mendapatkan pengakuan di lingkungan sosial atau mendapatkan
penghasilan finansial yang tinggi bahkan kebahagiaan. Untuk itu, mereka
berlomba-lomba mengikuti seleksi pekerjaan agar dapat memasuki perusahaan
yang mereka inginkan.
Jumlah penduduk yang meningkat dan kesempatan lapangan pekerjaan yang
tidak seimbang, menyebabkan angka pengangguran di Indonesia cukup tinggi
termasuk penganggur terdidik lulusan perguruan tinggi. Dari Berita Resmi
Statistik No. 103/11/Th. XVIII yang dirilis 5 November 2015 oleh Badan Pusat
Statistik tentang keadaan ketenagakerjaan pada bulan Agustus 2015, menunjukan
bahwa Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2015 sebesar
6,18 persen angka tersebut mengalami peningkatan dari bulan Februari 2015 yaitu
5,81 persen atau mengalami peningkatan sebanya 110 ribu orang dibandingkan
3
Februari 2015. Pada kenyataannya, memang masih banyak diantara mahasiswa
saat ini yang berorientasi melamar pekerjaan pada perusahaan untuk menjadi
karyawan/orang gajian bermodalkan keterangan lulus dan IPK dari perguruan
tinggi. Padahal, masih ada cara lain yang tidak menggantungkan nasib lewat gelar
yang didapat di perguruan tinggi. Menjadi wirausahawan atau pengusaha adalah
salah satu cara yang bisa dilakukan untuk memiliki sebuah usaha, pekerjaan
bahkan penghasilan tanpa harus mengandalkan gelar. Dengan mewujudkan mimpi
dengan berusaha untuk menjadi wirausaha atau pengusaha sukses maka akan
menumbuhkan, mengembangkan serta mewariskan usaha yang digeluti kepada
anak bahkan cucu.
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak potensi untuk
mengembangkan usaha. Dari berbagai macam sektor, satu diantaranya adalah
bidang industri pakaian serta kebudayaan. DIY dikenal sebagai kota dengan
budaya yang sangat kental. Bukan hanya situs bersejarah yang menarik perhatian,
dan menjadi destinasi liburan, namun ragam kuliner dan kegiatan berbelanja batik
selalu menjadi incaran para wisatawan.
Di tahun 2009 Indonesia bisa bernafas lega, karena meskipun banyak juga
negara yang memproduksi kain dan motif sejenis batik, namun di tahun tersebut
United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)
menobatkan batik Indonesia sebagai warisan pusaka dunia tinggi [Hal tersebut
dilansir dari m.tempo.com (1/2016)]. Daya tarik batik juga mendorong kesuksesan
para pengusaha batik. Usaha batik yang ditemukan saat ini banyak yang
4
merupakan usaha turun-temurun. Tidak tanggung-tanggung, kesuksesan
pengusaha batik bahkan dirasakan tidak hanya pada generasi pertama.
Kesuksesan dalam berwirausaha batik dirasakan oleh Indri Herwahyuni yang
memulai usaha batik saat melanjutkan studi di perguruan tinggi. Galeri batik
bernama Luwes Putra yang terletak di Kota Yogyakarta merupakan usaha turun
temurun dari orang tuanya yang sudah dikelola sejak tahun 2000 sebelum
kelulusan studinya di perguruan tinggi [Hal tersebut dilansir dari mybussiness.id
(9/2016)]. Tidak hanya pengusaha batik asal Kota Yogyakarta, kesuksesan batik
turun-temurun juga dirasakan oleh pengusaha batik asal Cirebon kelahiran 12 Juni
1953 bernama Edi Baredi dan diketahui merupakan generasi ketiga dari usaha
batik turun temurun yang dijalaninya saat ini. Edi Baredi menuturkan bahwa
menjadi pengusaha batik sekedar meneruskan usaha orang tuanya. Galeri batik
bernama Kampoeng Batik Traditional Cirebon miliknya, diketahui sudah dijalani
keluarganya selama 36 tahun [Hal tersebut dilansir dari bandung.bisnis.com
(10/2013)]. Satu lagi yang juga pengusaha batik dari Kota Cirebon, merupakan
kakak beradik bernama Dina Rosdiana berusia 27 tahun beserta sang kakak
bernama Efi Utayati berusia 41 tahun. Keduanya diketahui merupakan generasi
ketiga dari turun temurun usaha batik keluarganya. Dari penuturan Dina diketahui
bahwa Dina dan kakaknya sudah terbaisa dan mengenal batik sejak kecil. Sejak
kecil, Dina dan Efi sudah dididik dan diajari bagaimana cara membuat batik tulis
khas Cirebon dari kerdua orang tuanya. Kesuksesan usaha batik turun temurunnya
dapat dilihat dari hasil ritel, jualan online shop serta dari hasil pameran-pameran
5
yang dapat mencapai kurang lebih 100juta-an per bulannya [Hal tersebut dilansir
dari news.indotrading.com (8/2016)].
Dari cuplikan artikel-artikel tadi, usaha yang sudah dijalankan turun-temurun
menjadi kunci kesuksesan yang dicapai. Namun ternyata, terdapat juga para
pengusaha batik yang sukses meskipun tidak ada turunan dalam bidang usaha
batik. Seorang warga Papua asli yang bernama Jimmy Affar berhasil
mengembangkan “Batik Papua”. Pada tahun 2007, Jimmy mulai mempelajari seni
membatik. Jimmy menuturkan, pernah belajar ke Pekalongan selama empat bulan
untuk belajar menggunakan canting dan mengolah warna. Hasil belajarnya
kemudian ditularkan pada warga di Papua, hingga saat ini Jimmy sudah memiliki
15 tenaga kerja dan 40 orang masyarakat binaan dari pelatihan membatik. Dalam
satu bulan, Jimmy mengaku, usaha batiknya dapat mencapai omzet sektiar
Rp.13,5 juta [Hal tersebut dilansir dari finance.detik.com (03/2015)]. Kesuksesan
pengusaha batik lainnya juga dirasakan oleh Dea Valencia Budiarto, yang
memulai usaha batiknya sejak berumur 16 tahun. Usaha batiknya bukan turun
temurun usaha keluarga, melainkan benar-benar dipelajarinya dari mulai membuat
design dan juga memasarkan batiknya secara online. Pekerjanya selalu bertambah
seiring penghasilannya yang terbilang fantastis di usia muda yang mencapai Rp.
3,5 Milyar per tahun, atau sekitar Rp. 300 juta per bulannya [Hal tersebut dilansir
dari beritasatu.com (01/2014)]. Cuplikan kedua artikel tadi menunjukkan bahwa
terdapat juga pengusaha batik yang sukses bukan dari usaha turun temurun
keluarga.
6
Diantara kesuksesan wirausaha batik turun temurun dan wirausaha batik yang
sukses tanpa ada keturunan, peneliti tertarik pada kesuksesan wirasuaha batik
turun temurun. Kuehl (dalam Jurnal Magnuson & Shaw, 2003: 45) menyatakan
bahwa:
“Genograms provide graphic annals of families’ membership, characteristics and
interpersonal relationship. They reflect the transmission of family patterns from
generation to generation”.
dari pernyataan tersebut terlihat bahwa dengan dengan menganalisa Genogram
sebuah keluarga maka memungkinkan untuk melihat influence yang diberikan
generasi ke generasi. Dengan melakukan analisa pada genogram tersebut, besar
kemungkinan dapat mengamati regenerasi pada sebuah keluarga sebagai bagian
dari pilihan karier generasinya. Seiring dengan hal tersebut, Okiisi menggunakan
Genogram dalam bidang Akademik dan Konseling Karier. Okiishi (dalam Jurnal
Magnuson & Shaw, 2003: 50) menggunakan Genogram untuk mengeksplorasi
pengaruh, nilai-nilai, life role, strategi pengambilan keputusan dan penghalang
atau rintangan menuju kesuksesan dalam konteks konseling karier. Masih
mengenai genogram McGoldric & Gerson (dalam Jurnal Magnuson & Shaw,
2003: 45) menyatakan“Genograms chronicle families and major elements of their
histories over a minimum of three generation”. Hal tersebut menyatakan bahwa
analisa Genogram pada sebuah keluarga yang dilakukan minimal pada tiga
generasi dapat digunakan untuk mengidentifikasi regenerasi pada keluarga
tersebut.
Dari beberapa observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti di
beberapa kawasan pengrajin batik di DIY, rata-rata perusahaan batik
7
dikembangkan oleh keluarga dan saat ini masih berada pada generasi kedua dan
pada umumnya memiliki permasalahan yang sama, yaitu belum bisa atau
kesulitan mewariskan usaha tersebut pada generasi ketiga.
Berangkat dari paparan tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengidentifikasi
pilihan karier dengan menggunakan teknik genogram karier pada keluarga
pengusaha batik di DIY yang minimal sudah dikelola selama tiga generasi.
Tujuannya untuk melihat bagaimana pilihan karier dapat terbentuk sehingga alih
kenerasi usaha keluarga wirausaha batik tulis di DIY dapat terwujud.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan. Peneliti
menemukan beberpaa masalah secara lebih terperinci:
1. Masyarakat Indonesia banyak memiliki orientasi untuk menjadi pegawai,
karyawan atau orang kantoran yang dibayar perusahaan sehingga jumlah
wirausaha sangat rendah hanya 1,65 persen.
2. Jumlah penduduk Indonesia dengan kesempatan kerja tidak seimbang.
3. Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia pada bulan Agustus 2015 sebesar
6,18 persen meningkat dibanding Februari 2015 yaitu 5,81 persen atau mengalami
peningkatan sebanyak 110 orang.
4. Wirausaha batik yang tergolong berusia muda sekaligus terbilang pengusaha baru,
masih kesulitan menjadikan usahanya turun temurun atau melakukan regenerasi.
5. Genogram karier bagi pengusaha batik belum diteliti, padahal dapat menjadi
upaya dalam menemukan cara regenerasi sebagai piihan karier pada pengusaha
batik yang sudah turun temurun.
8
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang sudah diuraikan, maka peneliti
melakukan batasan permasalahan pada regenerasi pengusaha batik di Daerah
Istimewa Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah, maka dapat dirumuskan masalah pada
penelitian yaitu, bagaimana pilihan karier pengusaha batik DIY ditinjau dari
genogram karier?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memaparkan pilihan karier
melalui studi Genogram Karier pada keluarga pengusaha batik.
F. Manfaat Penelitian
Terdapat dua manfaat pada penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat
parktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu
khususnya bidang Bimbingan dan Konseling, terutama dalam Genogram Karier.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pengusaha Batik
Sebagai pengetahuan mengenai Genogram Karier dalam keluarga yang penting
sebagai upaya melestarikan usaha keluarga.
9
b. Bagi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta
Dengan mengetahui analisa genogram karier pada pengusaha batik di DIY
diharapkan menjadi masukan gambaran bagi pemerintah DIY mengenai
regenerasi pengrajin batik di DIY. Dengan gambaran tersebut dapat direncanakan
upaya penyuluhan agar pengusaha batik dapat lestari.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Memberikan dasar dan gambaran kepada pengembangan penelitian mendatang
dalam mengidentifikasi dan menganalisa Genogram Karier.
d. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Dengan penelitian ini, diharpakan dapat menyumbangkan pengetahuan ilmiah
terhadap pengembangan ilmu psikologi pendidikan dan bimbingan dalam bidang
karier khususnya tentang Genogram Karier pada keluarga pengusaha batik.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pilihan Karier
Pilihan karier pada pengusaha batik DIY menjadi variabel yang dianalisis
pada genogram karier. Dengan demikian, teori pilihan karier akan lebih dalam
dibahas dalam sub-bab ini karena merupakan hal penting dalam melakukan
tinjauan pada genogram karier subjek.
1. Pengertian Pilihan Karier
Pilihan karier tentunya sudah tidak asing lagi dalam dunia bimbingan dan
konseling terutama bidang karier. Donald E. Super (dalam Dewa Ketut Sukardi,
1987:17) menjelaskan pengertian karier yaitu “.. the sequence of occupations,
jobs and positions occupied during the course of a person’s working life”. Dari
pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa karier merupakan serangkaian
pekerjaan-pekerjaan, jabatan-jabatan dan kedudukan seseorang pada kehidupan
dalam dunia kerja.
Pengertian lain mengenai karier diungkapkan oleh Crites (dalam Mohamad.
Thayeb Manrihu, 1988: 15) yang mengungkapkan bahwa istilah karier merujuk
dan mencakup sifat developmental dari pengambilan keputusan sebagai suatu
proses yang berlangsung seumur hidup (lifelong). Karier akan selalu berkembang
dari hasil pengambilan keputusan dan berlangsung seumur hidup manusia.
Diungkapkan pula oleh Hansen dan Keierleber (dalam Herr & Cramer, 1984:
14) bahwa “Career includes helping individuals make choices related to work,
education and family as interrelated phenomena affecting role integration”.
11
Karier merupakan bagian dari menolong individu dalam membuat pilihan
mengenai pekerjaan, pendidikan dan juga keterlibatan peran keluarga.
Lebih jauh, Raynor dan Entin (dalam Herr & Cramer, 1984: 14) menjelaskan
mengenai pengertian karier, yaitu:
“A career is a both a phenomenological concept and a behavioral concept. It
is the link between what a person does and how that consists of time-linked
senses of self that are defines how one sees oneself in the context of one’s
social environtment – in terms of one’s future plans, one’s past
accomplishments or failures and one’s present competences and attributes”
Dijelaskan bahwa karier adalah hasil dari pengaruh alamiah dan tingkah laku serta
kebiasaan individu. Keduanya menghubungkan antara apa yang dimiliki dan
bagaimana hal tersebut mempengaruhi individu dalam melihat dirinya sendiri
serta bagaimana individu tersebut melihat dirinya di lingkungan sekitarnya dalam
merencanakan masa depan, menyelesaikan kegagalan dan berkompetisi serta
bagaimana sifat atau atribut pada saat ini.
Brill (dalam Osipow: 1983: 37), seorang analysis yang memberikan
perhatian penuh terhadap pilihan karier mengungkapkan bahwa “Vocational
selection is one realm of behavior in which society permits an individuals to
combine the pleasure and reality principles”. Terlihat bahwa pilihan karier juga
merupakan salah satu bagian dari gabungan antara perilaku yang diakui oleh
lingkungan individu serta pengalaman dan keadaan individu masa kini.
Pilihan karier merupakan hasil dari perjalanan individu yang dipengaruhi oleh
lingkungan sosial sekitar termasuk juga kepribadian serta perilaku individu dalam
pemilihan pekerjaan atau karier untuk masa depan individu tersebut yang
merepresentasikan kepribadian dari individu.
12
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pilihan Karier
Menurut Zunker (2012: 10) banyak faktor yang mempengaruhi pilihan karier,
yaitu sebagai berikut:
a. Values
b. Interests
c. Ability
d. Skills
e. Work-life Experiences
Dari lima faktor tersebut, Zunker (2012: 10) juga berpendapat bahwa masih
banyak faktor lain dan berbagai persoalan-persoalan yang berhubungan yang
tidak menutup kemungkinan dapat mempengaruhi pilihan karier. Perubahan
keadaan ekonomi masyarakat juga akan memberikan dampak pada proses
pemilihan karier. Zunker (2012: 10) berpendapat “… career choice is considered
tentative from the standpoint that practically every choice involves some doubt
about the credibility of the chosen career and that possibility that workplace
changes may make it obsolete”. Dari pendapat Zunker, terlihat bahwa pilihan
karier sesungguhnya sangatlah tentative, dan setiap pilihan memiliki
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.
Menurut Zunker (2012: 10) “Career choice is also clouded by the search all
of us experiences for self-identity and meaning in a world society that is drawing
closer together”. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya pilihan karier
semakin beragam, termasuk pengalaman dalam mencari identitas diri dan arti
kehidupan.
Pilihan karier adalah sebuah proses yang kompleks, banyak model yang
dapat dilakukan dalam mengidentifikasi proses pemilihan karier. Beberapa ahli
13
memiliki pendapat tentang teori pemilihan karier tersebut sehingga ragam model
pilihan karier semakin berkembang.
3. Teori-teori Perkembangan dan Pilihan Karier
Sejak tahun 1950-an para teoritisi mulai memberi pandangan developmental
tentang pilihan karier. Berbagai macam pandangan mulai dikembangkan dan
mulai banyak dikemukakan, teori-teori yang akan dibahas kali ini adalah dari
beberapa ahli dan pada setiap teorinya mengemukakan berbagai macam faktor
yang mempengaruhi pilihan karier sesuai dengan aspek yang ditekankan pada
teori yang dimilikinya.
a. Teori pilihan karier Holland
Teori ini menjadi salah satu fokus peneliti karena pada pilihan karier sejatinya
diwarnai dengan pengaruh dari lingkungannya. Holland (dalam Mohamad.
Thayeb Manrihu, 1988: 56) berpendapat bahwa individu adalah produk bawaan
dari lingkungannya. Dewa Ketut Sukardi (1987: 72) mengemukakan asumsinya
bahwa teori Holland menganggap pemilihan pekerjaan yang terjadi pada subjek
adalah hasil interaksi antara faktor bawaan dengan pengaruh budaya, teman, orang
tua, serta orang lain yang dianggap memiliki peran yang penting.
Holland menyebutkan (dalam Mohamad Thayeb Manrihu, 1988: 57) perilaku
seseorang ditentukan oleh interaksi antara kepribadiannya dan ciri-ciri
lingkungannya. Pendapatnya mengenai individu merupakan produk bawaan
lingkungannya, kemudian akan mendorong individu dalam preferensi-preferensi
untuk jenis-jenis aktivitas tertentu yang pada akhirnya akan mengarahkan individu
kepada tipe-tipe perilaku tertentu. Holland kemudian mengklasifikasikan enam
14
jenis tipe kepribadian dan juga enam tipe lingkungan kerja yang kemudian
bersinergi menjadi orientasi individu dalam menentukan pilihan karier.
Holland (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1987: 75-76) mengungkapkan terdapat
enam tipe kepribadian yaitu:
1) Tipe kepribadian realistis
2) Tipe kepribadian intelektual
3) Tipe kepribadian sosial
4) Tipe kepribadian konvensional
5) Tipe kepribadian usaha
6) Tipe kepribadian artistik
Tipe realistis atau realistic, menurut Holland (dalam Dewa Ketut Sukardi,
1987: 75) memiliki kecenderungan untuk memiliki pekerjaan yang berorientasi
pada lapangan. Holland juga menyebutkan (dalam Osipow, 1983: 83) bahwa “The
realistic orientation is characterized by aggressive behavior, interest in activities
requiring motor coordination, skill and physical strength and masculinity”.
Diungkapkan bahwa, ciri-ciri individu dengan tipe kepribadian relistis yaitu
mengutamakan keterampilan fisik, memiliki keahlian dan koordinasi motorik
yang baik.
Tipe Intelektual atau Investigative diungkapkan oleh Holland (dalam Osipow,
1983: 83) bahwa “The investigative persons’ main characteristics are thinking
rather than acting, organizing and understanding rather than dominating or
persuading and asociability rather than sociability”. Tipe intelektual memiliki
kecenderungan untuk menjadi pemikir daripada melakukannya, lebih cenderung
untuk bernegosiasi dan bersikap asocial daripada bersosialisasi. Kegiatan individu
yang memiliki tipe kepribadian ini menurut Holland (dalam Dewa Ketut Sukardi,
1987: 75) membutuhkan pemahaman tinggi.
15
Tipe sosial menurut Holland (dalam Mohamad Thayeb Manrihu, 1988: 58)
merupakan tipe yang menyukai aktivitas-aktivitas yang melibatkan orang lain
serta memiliki kecenderungan untuk membantu, mengajar atau memberikan
bantuan. Beberapa ciri tipe sosial menurut Holland (dalam Dewa Ketut Sukardi,
1987: 75) adalah pintar bergaul dan berbicara, responsive, bertanggung jawab,
memiliki rasa kemanusiaan, serta memiliki kemampuan verbal.
Holland mengemukakan (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1987:76), individu
dengan tipe kepribadian konvensional tergolong orang yang memiliki
kecenderungan terhadap kegiatan verbal, menyukai bahasa yang tersusun baik,
serta menyukai kejelasan dalam bekerja. Holland (dalam Osipow, 1983: 83)
mengatakan bahwa: “The kind of person prefers structure and order and thus
seeks interpersonal and work situations where structure is readily available”.
Orang dengan tipe tersebut, menurut Holland lebih menyukai sesuatu hal yang
sudah terstruktur dengan baik.
Tipe selanjutnya adalah tipe kepribadian usaha atau enterprising. Holland
(dalam Mohamad. Thayeb Manrihu, 1988: 58) berpendapat bahwa individu yang
termasuk kedalam tipe ini, cenderung seorang yang giat dan menyukai aktivitas-
aktivitas yang berhubungan dengan memanipulasi atau organizing orang lain
untuk memperoleh tujuan ekonomi serta tujuan-tujuan organisasi. Holland (dalam
Dewa Ketut Suakrdi, 1987: 76) memberikan contoh pekerjaan yang mungkin
diambil oleh tipe enterprising, yaitu sebagai seorang pedagang, manajer,
pimpinan eksklusif perusahaan, dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sejenis.
16
Tipe yang ke enam adalah tipe kepribadian artistic. Tipe ini menurut Holland
(dalam Dewa Ketut Sukardi, 1987: 76) memiliki kecenderungan untuk
berhubungan dengan orang lain, namun secara tidak langsung. Tipe artistik lebih
menyukai menghadapi keadaan sektiarnya dengan cara mengeksprersikan diri,
menghindari keadaan yang bersifat interpersonal serta keterampilan fisik.
Sealin tipe kepribadian, Holland juga mengatakan (dalam Dewa Ketut Sukardi,
1987: 77) bahwa sejatinya perilaku yang ada pada diri individu tergantung kepada
dua hal, yaitu kepribadiannya serta lingkungan tertentu tempat individu tersebut
tinggal. Terdapat enam model lingkungan menurut Holland (dalam Dewa Ketut
Suakrdi, 1987: 77-79) yaitu:
1) Lingkungan realistis
2) Lingkungan intelektual
3) Lingkungan sosial
4) Lingkungan konvensional
5) Lingkungan usaha
6) Lingkungan artistic
Lingkungan realistis memiliki ciri tugas-tugas yang kongkrit, berkaitan
dengan fisik serta secara langsung memberikan tantangan terhadap orang yang
ada di lingkungan tersebut (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1987: 77). Lingkungan
intelektual atau investigative menurut Holland (dalam Dewa Ketut Suakrdi: 78)
ditandai dengan berbagai tugas yang memerlukan berbagai kemampuan abstrak
dan kreatif. Holland mengatakan (dalam Mohamad. Thayeb Manrihu, 1988: 60)
dalam lingkungan tersebut mendukung sifat-sifat analitis, rasa ingin tahu,
mandiri, teliti serta rasional. Lingkungan sosial dikemukakan oleh Holland
(dalam Dewa Ketut Sukardi, 1987: 78) memiliki ciri membutuhkan kemampuan
dalam menginterprestasi dan mengubah perilaku manusia, serta minat untuk
17
berkomuniaksi dengan orang lain. Sedangkan lingkungan konvensional menurut
Holland (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1987: 78) ditandai dengan berbagai macam
tugas serta pemecahan amsalah yang memerlukan suatu proses informasi verbal
dan matematis secara berkala, konkrit dan sistematis. Beralih pada lingkungan
usaha atau enterprising, selain menuntut untuk memiliki kepribadian yang giat,
lingkungan ini menurut Holland (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1987: 78) memiliki
berbagai macam tugas yang mengutamakan kemampuan verbal dan digunakan
untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain. Lingkungan selanjutnya
adalah lingkungan artistik, Holland (dalam Dewa Ketut sukardi, 1987: 78)
menandai lingkungan tersebut dengan berbagai macam tugas serta masalah yang
membutuhkan interprestasi atau kreasi dalam bentuk-bentuk yang artistik melalui
citarasa, perasaan serta imajinasi.
Dari enam tipe kepribadian serta enam tipe lingkungan menurut teori Holland
yang sudah dipaparkan diatas, maka peneliti memutuskan untuk menggunakan
teori Holland untuk mengidentifikasi kepribadian serta lingkungan subjek dalam
melakukan pilihan karier.
b. Teori pilihan karier Anne Roe
Salah satu aspek pada pilihan karier yaitu pola hidup, dimana peneliti menaruh
perhatian pada pola asuh orang tua dalam berinteraksi dengan anak menurut teori
Anne Roe.
Lebih jauh, Anne Roe memiliki tiga asumsi tentang teori pilihan karier, yang
pertama, Roe mengemukakan bahwa pengalaman-pengalaman pada masa kanak-
kanak mungkin berhubungan dengan pilihan karier individu tersebut. Roe juga
18
menyangkutkan teori kebutuhan yang dimiliki Maslow dalam teori pilihan
kariernya. Asumsinya yang ketiga adalah bahwa terdapat pengaruh genetik
terhadap keputusan-keputusan karier serta perkembangan hierarki-hierarki
kebutuhan.
Roe (dalam Mohamad. Thayeb Manrihu, 1988: 66) menyebutkan bahwa
genetik setiap individu mendasari kemampuan-kemampuan dan minat-minat
yang berhubungan dengan pilihan karier individu.
Maslow berasumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia bisa disusun dalam
satu hirarki dengan kebutuhan akan kepuasan berada dalam jenjang kebutuhan
lebih rendah, seperti rasa lapar, haus dan bernafas, serta kebutuhan yang levelnya
lebih tinggi lagi adalah cinta, afeksi, pengetahuan dan aktualisasi diri.
Gambar 1. Hierarki Maslow
19
Dalam Osipow (1983; 16) disebutkan “Genetic factors and need hierarchies
combine to influence the selection of a vacation, as a part of their effect on the
total life pattern”. Faktor genetik dan hierarki kebutuhan-kebuthan secara
bersamaan mempengaruhi pilihan individu mengenai karier nya sebagai bagian
dari pola kehidupan mereka. Keterkaitan keduanya memunculkan tiga proposisi,
yaitu;
1) Kebutuhan yang selalu terpenuhi dan tidak menjadi unconscious
motivators.
2) Kebutuhan untuk tingkat yang lebih tinggi, dalam hal ini merupakan
kebutuhan aktualsiasi diri dalam hirarki kebutuhan Maslow, yang tidak
akan muncul sama sekali jika jarang terpuaskan. Kebutuhan dengan
tingkat rendah nantinya akan menjadi motivator yang dominan jika jarang
terpuaskan. Maka, jika pada tingkatan rendah belum terpenuhi, nantinya
akan menjadi motivator-motivator yang dominan dan akan menghalangi
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya.
3) Kebutuhan yang terpuaskan atau terpenuhi setelah tertunda agak lama
akan menjadi motivator yang tidak disadari dalam kondisi tertentu.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan bagian dari perjalanan kehidupan
sepanjang hayat individu sejak lahir hingga meninggal. Sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa perjalanan individu pada masa kanak-kanak dilihat dari
kepuasan kebutuhan-kebutuhannya memiliki pengaruh pada pemilihan karier
individu tersebut. Pada prakteknya Roe memberikan perhatiannya pada mengasuh
anak serta cara orangtua berinteraksi dengan anak. Dalam Mohammad Thayeb
20
Manrihu (1988:68) penelitian yang dilakukan oleh Anne Roe tentang efek
pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak terhadap penyesuaian diri,
kreativitas, intelegensi, menyimpulkan bahwa iklim rumah tangga memiliki
signifikansi bagi pilihan karier.
Roe menegaskan (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1987: 85) bahwa arah pilih
pekerjaan terutama ditentukan oleh kesan pertama (masa bayi dan kanak-kanak)
yang menimbulkan kesan puas dan tidak puas dan kemudian berkembang menjadi
kekuatan psikis yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan arah
minat karier anak. Dapat diartikan bahwa dalam menentukan pilihan karier juga
dipengaruhi oleh pengaruh eksternal dari anak dan tekanan sosial dari orang-orang
disekitar individu tersebut memiliki peranan penting dan hubungan yang erat
dengan pilihan karier.
Menurut Roe (dalam Mohamad. Thayeb Manrihu,1988: 69) kualitas interaksi
awal orang tua pada anak akan menghasilkan perkembangan berbagai minat-
minat serta berbagai pilihan karier. Kualitas interaksi yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
1) dingin
Maksud dari kualitas interaksi orang tua ke anak yang dingin adalah
menjauhi anak (avoidance of the child), yang kemudian terbagi menjadi
dua macam, yaitu;
a) menolak: dingin dan bermusuhan. Orang tua menunjukkan
kekurangan-kekurangan dan mengabaikan preferensi-preferensi serta
pendapat dari anak (emotional rejection of the child).
21
b) mengabaikan: memberikan perawatan fisik secara minimum. Orang
tua tidak memberikan afeksi, cenderung berperilaku dingin tetapi tidak
menghina (neglect of the child).
2) hangat atau dingin
Pola asuh hangat atau dingin adalah orang tua memiliki konsentrasi
emosional pada anak (emotional concentration on the child). Jenis pola
asuh ini terbagi menjadi dua macam:
a) orang tua memberikan perlindungan berlebih-lebihan (cenderung
hangat): terlalu baik, penuh kasih sayang, membolehkan sedikit
kebebasan pribadi, dan melindungi dari yang menyakitkan
(overprotecting).
b) Orang tua terlalu menuntut (cenderung dingin): menentukan standar-
standar tinggi juga cenderung memaksa anak untuk mendapatkan
prestasi akademik yang tinggi. Dalam bentuk lain yang lebih ekstrim,
bahkan orangtua cenderung menolak (overdemanding).
3) hangat
Pola asuh hangat yaitu orang tua melakukan penerimaan terhadap anak.
Menurut Roe (dalam Mohamad. Thayeb Manrihu, 1988: 70) pola asuh ini
terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) begitu saja (casual): sedikit kasih sayang berfikir responsif saat pikiran
tidak kacau, tidak ambil pusing tentang anak, membuat beberapa
peraturan tapi tidak melaksanakannya (casual acceptance of the child).
22
b) penuh kasih (loving): memberikan perhatian hangat dan penuh kasih
sayang, membantu dengan rancangan-rancangan, menggunakan
penalaran bukan dengan hukuman dan mendorong independensi
(loving acceptance)
Pada implementasinya, cara orang tua mengasuh anak, berinteraksi dengan
anak, struktur kebutuhan yang dipenuhi, dan orientasi orang tua yang mendekat
atau menjauhi anak akan diterjemahkan kedalam berbagai bidang serta tingkat
klasifikasi dari karier tersebut .
Menurut Roe (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1987: 63) berbagai bidang serta
tingkat klasifikasi karier adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Tingkat Klasifikasi Karier Ann Roe
Dari bidang yang sudah dipaparkan tadi, Roe (dalam Herr and Cramer, 1984:
115) membagi keseluruhan bidang kedalam 2 grup, yaitu person orientation
(group I, II, III, VII, and VIII) dan things orientation or non person orientation
(groups IV, V, VI).
Fields Levels
I. Pemberi Layanan (Service)
II. Usaha/Dagang (Business
Contact)
III. Organisasi (Organizations)
IV. Teknologi (Technology)
V. Pekerjaan Lapangan (Outdoor)
VI. Pengetahuan (Science)
VII. Budaya (General culture)
VIII. Seni dan Pertunjukan (Arts and
Entertainment)
I. Professional and Managerial
(1)
II. Professional and Managerial
(2)
III. Semiprofessional, Small
Business
IV. Skilled
V. Semiskilled
VI. Unskilled
23
Melihat kualitas-kualitas interaksi antara anak dan orang tua tersebut, terdapat
beberapa kemungkinan dari dampak pola interkasi yang berkaitan dengan bidang
yang akan diambil anak. Roe (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1987: 63) menjelaskan
bahwa anak yang berasal dari orang tua dengan pola interaksi yang kurang
memberikan perhatian, menolak ataupun mengabaikan pendidikan anak maka
memiliki kecenderungan bersifat agresif dan memungkinkan akan membawa
pilihan karier anak pada things orientation or non person orientation. Sedangkan
anak yang datang dari orang tua dengan pola interaksi yang hangat dan menjadi
pusat perhatian orang tua, akan memiliki pola berpikir dan sikap yang cenderung
dapat membina posisi dirinya dengan orang lain. Sehingga, menurut Roe (dalam
Dewa Ketut Sukardi, 1987: 63) anak akan memiliki kecenderungan untuk
mengembangkan orientasi karier pada person orientation.
Dalam teorinya, Roe banyak membahas tentang peran keluarga dalam
mempengaruhi pilhan karier individu. Interaksi antara orang tua dan anak akan
sangat mempengaruhi pilihan karier anak di masa yang akan datang. Pola asuh
orang tua sangat diperhatikan oleh Roe khususnya dalam pengaruh pemilihan
karier anak tersebut di masa yang akan datang. Roe juga memperhatikan teori
kebutuhan dari Abraham Maslow, di mana orang tua sebagai agen primer dalam
memberi influence terhadap pemilihan karier anak, memiliki peran yang sangat
penting. Yang paling utama adalah orang tua dapat memenuhi setiap kebutuhan-
kebutuhan anak di tiap tahapanya sesuai dengan yang terdapat dalam teori
Maslow. Karena kepuasan dan ketuntasan setiap tingkatan dalam teori yang
24
dicetuskan Maslow, menurut Roe juga akan mempengaruhi pemilihan karier
individu.
Berdasarkan paparan tadi, yang berhubungan dengan penelitian ini adalah
hubungan kualitas interaksi orang tua dengan anak dengan bidang pilihan karier
anak. Peneliti akan menggunakan klasifikasi kualitas interaksi orang tua yang
dingin, hangat atau dingin serta hangat.
c. Teori pilihan karier Trait and Factor
Menurut Herr & Cramer (1984; 90) dalam pendekatan Trait and Factor
melihat individu sebagai pola-pola dari sifat, seperti minat, bakat, prestasi/
pencapaian, dan juga karakter dari kepribadiannya yang bisa diidentifikasi melalui
alat-alat pengukuran objektif berupa tes-tes atau inventori-inventori psikologis
kemudian dibuat profilenya untuk menggambarkan potensi individu tersebut.
Dalam Herr & Cramer (1984; 92) mengatakan bahwa:
“… trait and factor approaches maintain that choice is primarily conscious
and cognitive. Choice occurs not only as a function of relating an individual’s
traits to the characteristics of alternatives but also as a function of complex
interaction between the person’s developmental history and environment.”
Dalam pendekatan trait and factor, pilihan merupakan bagian dari kesadaran dan
kognitif. Membuat sebuah pilihan tidak hanya hasil dari hubungan antara sifat
individu dan berbagai alternative yang tersedia, namun juga merupakan
hubungan antara hasil dari interaksi antara masa lalu serta lingkungan individu
tersebut. Dalam review yang dikemukakan oleh Herr & Cramer (1984; 92-97)
Berikut ini merupakan beberapa hal yang memiliki keterkaitan antara sifat dan
pilihan karier:
25
1) ability
Bakat yang dimiliki individu memiliki korelasi yang tinggi pada success
training dari pada dengan success in work performance. Juga terdapat
hubungan antara kemampuan seseorang dan keahlian dalam memilih
pekerjaan.
2) need and interests
Dalam penelitian yang dilakukan pada kebutuhan, minat karier dan
curricula areas ditemukan bahwa jenis kepribadian dari siswa memiliki
keterkaitan dengan pilihan karier mereka.
3) stereotypes and expectations
Dalam membuat pilihan karier, individu mungkin harus melihat keadaan
lingkungan sekitar dan juga perasaan mereka terhadap kebutuhan serta
ekspektasi. Kedua hal tersebut sudah seperti stereotypes dari perkerjaan
dan merupakan dasar dalam memilih karier.
4) significant others
Orang dewasa, guru dan orang tua memiliki peran dalam mempengaruhi
rencanan karier bahkan pilihan karier individu. Karena dalam sebuah
penelitian yang dilakukan Day pada tahun 1966 (dalam Herr and Cramer,
1984: 94) menemukan bahwa sebagian siswa menjadikan gurunya sebagai
model dalam memilih karier, kemudian guru juga memberikan banyak
pengarahan sekaligus memiliki pengaruh dalam membantu membuat
rencana karier.
26
5) values
Keterkaitan antara nilai yang dimiliki individu dengan pilihan kariernya
adalah cause-effect. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Underhill
tahun 1966 (dalam Herr and Cramer, 1984: 95) ditemukan hasil yang
sangat substansial, bahwa nilai yang dimiliki akan menentukan pilihan
karier atau bahkan sebaliknya
6) residence
Luasnya komunitas seorang individu akan mempengaruhi tipe pilihan
karier yang dibuat.
7) family
Pengaruh yang diberikan oleh keluarga termasuk dari pola asuh dan
tingkat sosial ekonomi individu akan memberikan efek terhadap pilihan
karier serta kematangan karier seseorang.
8) adjustment
Kemampuan penyesuaian psikologis individu secara umum mempengaruhi
pemilihan kariernya. Pola perkembangan karier dari individu yang
emosionalnya terganggu tidak akan sebaik individu yang memiliki
emosional yang terkontrol dengan baik. Dari penelitian yang dilakukan
pada tahun 1976 oleh Heath (dalam Herr and Cramer, 1984: 96)
menunjukan bahwa kedewasaan pada tahap adolescence and adulthood
memiliki pengaruh pada karier. Maka terlihat bahwa pilihan karier
individu akan lebih relaistis pada usia yang matang.
27
9) risk Taking
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Burnstein, 1963; Mahone,
1960; dan Morris 1966, (dalam Herr and Cramer, 1984: 97) ditemukan
bahwa tingkat resiko yang diambil memiliki peran dalam pemilihan karier.
Begitu juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Witmer dan Stewart di
tahun 1972 (dalam Herr and Cramer, 1984: 97) mengemukakan bahwa
mengambil resiko pada pilihan yang dibuatnya dapat memperlihatkan
bagaimana tingkat individu tersebut terbuka terhadap pengalaman-
pengalaman baru dan penolakan individu. Keduanya akan menunjukan
bagaiamana kepercayaan diri individu dalam menerima serta
menyesuaikan diri dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.
10) Aspirations
Tingkat kemampuan menyampaikan aspirasi atau memiliki cita-cita pada
setiap individu memiliki pengaruh pada piihan kariernya. Tingkat
seseorang dalam memiliki cita-cita mempengaruhi juga pada tingkat harga
dirinya.
Pada teori trait and factor individu memiliki piihan karier adalah karena
kemampuan kognitif dan pengaruh interaksi dari luar. Selain dari lingkungan,
pengalaman terdahulu individu tersebut juga akan mempengaruhi pemilihan
kariernya. Berdasarkan faktor pilihan karier yang harus dimiliki menurut teori
trait and factor, yang memiiki hubungan dengan penelitian ini terdapat pada
point; (a) ability (b) need and interests (c) significat others (d) values dan (e)
family.
28
Dari ketiga teori yang sudah dipaparkan oleh peneliti; Ginzberg, Roe dan Trait
and Factor, maka peneliti akan menggunakan ketiga sebagai pendukung dari hasil
analisis genogram karier. Pada teori Ginzberg, peneliti akan menggunakan
periode tentatif dan periode realistik pada subjek, sedangkan pada teori Roe,
peneliti akan menggunakan kualitas interaksi serta kemungkinan bidang karier
yang akan diambil oleh anak. Pada teori Trait and Factor, peneliti akan menilik
pada poin ability, need and interests, significant other, values dan family; peneliti
akan menggali bagaimana bakat, minat, orang-orang terdekat dan nilai-nilai yang
dimiliki oleh subjek serta pengaruh yang diberikan poin ketiga yaitu family.
B. Genogram Karier
1. Pengertian Genogram
Genogram secara istilah berasal dari dua kata, yaitu gen (unsur keturunan) dan
gram (gambar atau grafik). Dalam bahasa Indonesia, genogram dapat diartikan
secara singkat sebagai silsilah keluarga.
Istilah genogram sebelumnya banyak ditemukan dalam terapi keluarga. Muray
Bowen menempatkan metode genogram sebagai dasar dari sebuah teori untuk
membuat diagram dalam “underlying emotional processes in the family” namun
dalam perjalanannya juga digunakan sebagai diagnostic and therapeutic tool.
McGoldrick (dalam Abatemarco, Kairys, Gubernick & Hurle, 2012)
mengungkapkan “Genograms are assessment tools used to document familial
relationship and histories and to look for patterns of family interaction”.
Diungkapkan bahwa genogram merupakan sebuah alat untuk melakukan
29
assessment dalam melihat hubungan antar anggota keluarga serta history dan
melihat bagaimana pola interaksi dalam keluarga tersebut.
Kuehl (dalam Jurnal Magnuson & Shaw, 2003: 45) menambahkan bahwa:
“Genograms provide graphic annals of families’ mempership,
characteristics, and interpersonal realtionships. They reflect the transmission
of family patterns from generation to generation.”
Genogram akan menujukan bagaimana catatan sejarah dari sebuah keanggotaan,
karakteristik dan hubungan antar anggota keluarga tersebut. Catatan tersebut juga
akan merefleksikan transmisi pola keluarga atau bagaimana tiap generasi dapat
memberikan pengaruh atau influence dari generasi ke generasi lainnya.
Thomas menambahkan (dalam Jurnal Magnuson & Shaw, 2003: 47) bahwa:
“Genograms potray and explicite recurring symptomps; relational patterns;
chronology and relationships of events; and responses to loss, change, or
developmental transitions. Broader inquiry can include additional
manifestations of cultural influence related to ethnicity, race, immigrations
and acculturation, social class, gender, religion and spirituality, and
worldview”
Lebih lengkap Thomas menyebutkan bahwa genogram akan memperlihatkan
banyak sekali pola, respon individu, bahkan manisfestasi-manifestasi pada
individu.
McGoldrick & Gerson (dalam Magnuson & Shaw, 2003: 45) juga
menyebutkan “Genograms chronicle families and major elements of their
histories over minimum of three generation”. Untuk melihat catatan atau sejarah
dari sebuah keluarga dan unsur-unsur utama yang ada dalam sejarah keluarga
tersebut, paling tidak harus dilakukan pada tiga generasi.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa dengan melihat genogram keluarga,
maka akan memperlihatkan bagaimana interaksi antar anggota keluarga tersebut,
30
serta melihat pola dalam keluarga yang dilakukan pada tiga generasi. Maka,
genogram dapat dikatakan sebuah alat untuk membantu proses konseling karier
dalam mengungkap historical tiga generasi sebuah keluarga dalam bidang karier.
2. Aspek-aspek dalam Genogram Karier
Dalam bidang kesehatan dan pendidikan, genogram digunakan dalam
memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang menjadi dasar pikiran atau alasan
terjadinya sesuatu hal terhadap individu dilihat dari pengaruh gaya hubungan
antar keluarganya dari generasi ke generasi.
Sudah diungkapkan juga sebelumya, bahwa anggota keluarga dari generasi ke
generasi menjadi peran yang penting dalam mempengaruhi berbagai hal dalam
kehidupan individu. Termasuk dalam membuat pilihan karier.
Menurut Mamat Supriatna (2010: 62), asumsi yang mendasar digunakanya
genogram karier dalam konseling adalah karena dalam identifikasi perencanaan
hingga pemilihan karier terdapat pengaruh dari orang lain yang sangat berarti
bagi individu.
Rae Wiemers Okiishi (dalam Mamat Supriatna dan Ilfiandra, 2006)
menyebutkan bahwa orang yang berarti bagi individu adalah guru, teman sebaya
dan orang tua yang berpengaruh terhadap perkembangan dan harapan atau
ekspektasi karier individu tersebut.
Okiishi (dalam Mamat Supriatna dan Ilfiandra, 2006) menggunakan genogram
karier sebagai salah satu cara untuk mengeksplorasi pengaruh, nilai, life roles,
strataegi pengambilan keputusan dan rintangan yang memungkinkan terjadi dalam
mencapai kesuksesan dalam konseling karier.
31
Okiishi (dalam Magnuson & Shaw, 2003:50) menggunakan genogram karier
untuk melihat 3 hal yaitu;
a. Konstruksi dari genogram
b. Perjalanan karier setiap anggota keluarga
c. Eksplorasi dari pengaruh role model dalam sudut pandang, career values dan
related construct.
Moon, Coleman, McCollum, Nelson dan Hensen-Scott (dalam Magnuson &
Shaw, 2003: 50) mengadaptasi penggunaan genogram karier untuk menguji
keputusan karier dan antisipasi dalam perubahan karier. Jika dihubungkan dengan
hal tersebut, dapat dilihat dari teori Bowenian dan teori Super tentang life span
perspective of career development, bahwa keduanya mengilustrasikan
penggunaan genogram dalam menerangkan dan menguji gender roles, pola
pengambilan keputusan, career related values dan berbagai macam isu-isu karier
yang terjadi pada setiap generasi dalam sebuah keluarga.
Penggunaan genogram karier dirasa efektif dalam menganalisis bagaimana
pengaruh keluarga dan orang lain yang berarti dalam perkembangan karier
individu khususnya pilihan karier . Analisis genogram karier individu dapat
dilakukan dengan wawancara untuk melihat berbagai aspek. Hal-hal yang dapat
dianalisis menurut Mamat Supriatna (2010: 63) adalah sebagai berikut:
a. Isi pengamatan diri
b. Pemahaman lingkungan atau dunia kerja
c. Proses pembuatan keputusan
d. Model-model pola hidup dan
e. Model-model karier.
Mamat Supriatna (2010: 63) juga menjelaskan tentang berbagai macam
bidang yang dapat didiskusikan dalam penggunaan genogram karier, yaitu:
32
a. Keberhasilan anggota keluarga sebagai pasangan, orang tua, karyawan, teman
dan saudara
b. Peningkatan atau penurunan mobilitas yang berkaitan sebagai anggota
keluarga yang telah memiliki karier
c. Waktu, ruang, uang dan hubungan yang dikelola di dalam serta di luar
keluarga dan
d. Integritas setiap orang dalam macam-macam peranan yang berbeda.
Berdasarkan pernyataan diatas, secara spesifik peneliti akan menggunakan
metode genogram karier melalui perspektif Mamat Supriatna (2010: 63).
Diungkapkan bahwa dengan melakukan analisis genogram karier dapat melihat
berbagai macam aspek yaitu:
a. Isi pengamatan diri
b. Pemahaman lingkungan atau dunia kerja
c. Proses pembuatan keputusan
d. Model-model pola hidup dan
e. Model-model karier.
Isi pengamatan diri atau pengetahuan dan pemahaman subjek terhadap dirinya
merupakan citra dari diri subjek (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1987: 32). Aspek-
aspek yang dapat diamati untuk mengetahui gambaran tentang pribadi subjek
menurut Dewa Ketut Sukardi (1987: 32) adalah kemampuan kerja/ bakat, minat
kebutuhan hidup dan nilai-nilai. Nilai-nilai dalam kehidupan sangatlah beragam
menurut Sparanger (dalam Jazim Hamidi & Mustafa Lutfi, 2010: 67) berbagai
macam nilai adalah sebagai berikut:
a. Nilai pengetahuan (terkait permasalahan edukasi/ empiris)
b. Nilai sosial (terkait hubungan antar manusia)
c. Nilai ekonomi (terkait keuangan, dagang dan ekonomi mqasyarakat)
d. Nilai kekuasaan (terkait kepemilikan)
e. Nilai estetis (terkait budaya;/ tradisi)
f. Nilai agama (terkait religiusitas pada Tuhan YME)
33
Mamat Supriatna (2010: 63) juga menyebutkan, pemahaman lingkungan atau
dunia kerja menjadi aspek yang dapat diungkap dalam analisis genogram.
Pemahaman tentang dunia kerja menurut Dewa Ketut Sukardi (1987: 32) adalah
sebagai berikut:
a. Persyaratan penerimaan dalam dunia kerja
b. Sifat suatu lapangan kerja
c. Situasi pekerjaan (meliputi aspek sosial, fisik dan administrasi)
d. Masa depan suatu pekerjaan
e. Organisasinya
f. Gaya hidup dalam jabatan tersebut
g. Sosial ekonomi keluarga
h. Lingkungan hidup
i. Relasi
j. Kesempatan kerja
Aspek ketiga yang termasuk dalam analisa genogram yang diperhatikan oleh
Mamat Supriatna (2010) adalah pembuatan keputusan. Pembuatan keputusan
menururt Sukardi (1987: 33) dilakukan dengan rasional dan realistis dengan
beberapa langkah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan informasi, klarifikasi jabatan, analisa jabatan, pemahaman
mengenai berbagai faktor yang dapat mempengaruhi karier.
b. Memahami tentang porensi diri (bakat, minat, pengetahuan, keterampilan,
sikap-sikap dan nilai-nilai.
c. Melakukan pilihan pekerjaan atau jabatan yang bersifat sementara
d. Merencanakan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam memasuki
pekerjaan yang dipilihnya termasuk pada studi lanjutan
e. Berusaha menambah pengetahuan mengenai perkembangan dari dunia kerja,
kebutuhan masyarakat serta tenaga kerja.
Aspek keempat yang juga digaris bawahi adalah model pola hidup. Model
pola hidup yang diadaptasi oleh peneliti adalah dari orang tua, sehingga lebih jauh
mengenai pola interaksi orang tua dan pengaruhnya terhadap anak menurut teori
Ann Roe akan dijelaskan pada sub-bab selanjutnya.
34
Aspek terakhir yang diulas oleh Mamat Supriatna (2010: 63) adalah model
karier. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan sebuah gagasan yang
dikemukakan oleh Gauntlett (2008: 4-5) mengenai enam jenis model karier yang
seluruhnya memiliki karakteristik berbeda. Keenam jenis tersebut menurut
peneliti termasuk pada model karier, lebih jauh dijelaskan sebagai berikut:
a. The ‘straight forward success’ role model
b. The ‘triumph over difficult circumtances’ role model
c. The ‘challenging stereotypes’ role model
d. The ‘wholesome’ role model
e. The ‘outside’ role model
f. The family role model
Keenamnya memiliki ciri yang berbeda, the ‘straight forward success’ role
mode merupakan orang yang sukses dalam pekerjaannya atas dasar pilihannya
sendiri. The triumph over difficult circumtances role model adalah orang-orang
yang dapat mengatasi kesengsaraan hidupnya agar mendapat kesuksesan. The
challenging stereotypes role model merupakan orang yang memiliki keterbatasan
atau disabilitas dan sukses dalam pekerjaannya. The wholesome role model
merupakan role model yang muncul dari generasi sebelumnya, yaitu dari generasi
yang lebih tua yang memberikan contoh kepada anak-anaknya. The outside role
model, merupakan seorang pahlawan bagi orang-orang yang juga mengalami
kondisi sosial yang konvensional. The family role model yaitu hasil melihat atau
mengamati anggota keluarga individu atau bahkan keluarga lain sehingga
menjadikannya model karier.
Dari aspek tersebut dan rinciannya, maka peneliti memutuskan untuk
menggunakan aspek genogram karier menurut Mamat Supriatna (2010: 63) yang
35
juga sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia khususnya Yogyakarta pada
pengusaha batik yang bertindak sebagai subjek penelitian.
C. Kewirausahaan Menjadi Pilihan Karier yang Diwariskan
Istilah kewirausahaan menurut Raymond W. Y (dalam Rambat Lupiyoadi,
2007:4) adalah suatu proses dalam menciptakan sesuatu yang baru (kreasi) dan
membuat sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada (inovasi). Kewirausahaan
tersebut pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kesejahteraan individu dan nilai
tambah bagi masyarakat.
John Kao (dalam Leunardus Saiman, 2009; 41) mendefinisikan kewirausahaan
atau entreprenurship sebagai berikut:
“Entrepreneurship is the attempt to create value through recognition of
business opportunity, the management of risk taking appropriate to the
opportunity and through the communicative and management skills to
mobilize human, financial and material resources necessary to bring a project
to fruition”
Dapat diartikan bahwa kewirausahaan adalah usaha dalam menciptakan nilai
melalui pengenalan kesempatan bisnis, menajamen pengambilan resiko yang tepat
melalui keterampilan komunikasi dan kemampuan manajemen dalam
memobilisasi manusia, uang dan bahan baku atau sumber daya lain yang memiliki
kemungkinan untuk menhasilkan proyek agar terlaksana dengan baik.
Seiring dengan pernyataan tersebut, dalam Instruksi Presiden RI No. 4 tahun
1995 yang diakses lewat situs Badan Pembinaan Hukum Nasional juga disebutkan
bahwa:
“Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang
dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari,
menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan
36
meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik
dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.”
Menurut Coulter (dalam Yuyus Suryana dan Kartib Bayu, 2010; 25) juga
mengungkapkan bahwa kewirausahaan sering dikaitkan dengan proses,
pembentukan atau pertumbuhan suatu bisnis baru yang berorientasi pada
pemerolehan keuntungan, penciptaan nilai, dan pembentukan produk atau jasa
baru yang unik dan inovatif.
Sejauh ini dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan atau entrepreneurship
merupakan sebuah proses dalam memberikan nilai lebih kepada sebuah barang
atau jasa bahkan mencuptakan kreasi baru dalam upaya memajukan kesejahteraa
masyarakat. Sedangkan wirausaha merupakan orang yang melakukan kegiatan
kewirausahaan tersebut dan memiliki sikap serta sifat yang mandiri, kreatif,
inovatif serta gigih dan mewujudkan setiap peikirannya menjadi bentuk yang
lebih rela atau kenyataan.
Kewirausahaan menjadi sebuah pekerjaan yang terbebas dari ketergantungan
terhadap banyak instrument termasuk birokrasi pada berbagai organisasi. Merujuk
pada definisi dari wirausaha, secara garis besar seorang wirausaha merupakan
orang yang mandiri dan memiliki cara berfikir kreatif dan inovatif dalam
menciptakan sebuah pekerjaan. Hal tersebut membuat wirausaha menjadi sebuah
pekerjaan yang tidak banyak bergantung, melainkan banyak mengandalkan diri
sendiri.
Ada beberapa faktor yang memperngaruhi individu untuk menggeluti dunia
kewirausahaan kemudian menjadi seorang wirausaha atau entrepreneur. Menurut
37
Hendro (2011; 61-63) faktor-faktor yang mendorong individu untuk menjadi
wirausaha adalah sebagai berikut:
1) Faktor individual/ personal
(a) pengaruh masa kanak-kanaknya
(b) perkembangan saat dewasa
(c) perspektif atau cita-citanya
2) Susunan kerja
3) Tingkat pendidikan
4) Personality
5) Prestasi pendidikan
6) Dorongan keluarga
7) Lingkungan dan pergaulan
8) Ingin lebih dihargai atau self esteem
9) Keterpaksaan dan keadaan
Pada faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk menjadi wirausaha
terlihat bahwa menjadi wirausaha tidak banyak bergantung pada sebuah sistem,
karena wirausaha juga bisa lahir dari ketidaknyamanan seseorang pada
lingkungan kerjanya.
Peneliti menaruh perhatian lebih pada beberapa faktor-faktor yang mendorong
menjadi wirausaha menurut Hendro (2011: 61-63). Menilik genogram karier yang
menjadi alat untuk meninjau pilihan karier, terdapat beberapa faktor yang
bersinergi. Faktor yang pertama, yaitu faktor individual, salah satunya terdiri dari
pengaruh masa kanak-kanak. Menurut Hendro (2011: 61) Faktor individual/
personal yang dimaksud adalah dorongan dari dalam diri yang merupakan hasil
dari pengaruh pengalaman hidup dari kecil hingga dewasa baik saat individu
tersebut berada di lingkungan atau dalam keluarga. Faktor individual menurut
Hendro (2011: 61) tersebut bersinergi dengan model-model pola asuh yang
terdapat dalam aspek genogram karier. Faktor kedua adalah dorongan keluarga,
menurut Hendro (2011: 62), keluarga merupakan bagian yang sangat penting,
38
karena orang tua yang berada dalam konstelasi keluarga memiliki fungsi sebagai
konsultan pribadi, coach, dan juga mentor dalam membantu individu memilih dan
mengambil keputusan berkarier sebagai wirausaha. Faktor tersebut bersinergi
dengan konsep besar genogram karier, yang memperhatikan pengalaman individu
dalam sebuah keluarga yang mempengaruhi pilihan karier individu tersebut,
genogram karier juga dianalisis paling tidak pada minimal tiga generasi keluarga.
Faktor ketiga yang bersinergi pada genogram karier adalah dorongan menjadi
wirausaha timbul melalui lingkungan dan pergaulan, dalam konsep besar
genogram karier juga disebutkan sebelumnya, bahwa orang tua serta orang lain
yang terdekat dengan subjek menjadi pengaruh yang sangat berarti bagi pilihan
karier individu.
Sinergi antara faktor-faktor pendorong tersebut membuat pekerjaan sebagai
wirausaha sangat akrab dengan genogram karier pada sebuah keluarga. Sehingga,
meninjau genogram karier pada seorang wirausaha khususnya batik menjadi alat
yang efektif dalam mengungkap pilihan kariernya.
D. Kajian Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang sudah dilakukan mengenai
pemilihan karier. Seperti yang dilakukan oleh Darren Fizer (2013) dengan judul
Factors Affecting Career Choices of Collages Students Enrolled in Agriculture
yang dilakukan pada anggota dari Agriculture Clubs yaitu FFA (Future Farmers
of America) dan 4-H (organisasi yang bertidnak sebagai relawan untuk
mengajarkan anak-anak muda mengenai agriculture). Menemukan bahwa faktor
tertinggi sebanyak 27% yang mempengaruhi siswa dalam memilih jurusan
39
agriculture adalah keluarga, kemudian tertinggi kedua sebanyak 20% adalah
faktor personally rewarding menjadi faktor yang mempengaruhi siswa. Dalam
penelitian Darren Fizer (2013) juga disebutkan bahwa, banyak sekali faktor yang
mempengaruhi siswa dalam membuat pilihan karier, namun faktor pengaruh
keluarga memiliki influence terbesar pada penelitiannya tersebut.
Adapula penelitian antara keterkaitan pilihan karier dengan nilai-nilai yang
dimiliki individun yang dilakukan oleh Asst. Prof. Erdogen KAYGIN dan Asst.
Prof. All Caglar GULLUCE (2013) dengan judul The Realtionship between
Career Choice and Individual Values: A Case Study of a Turkish Univerity.
Dalam penelitian tersebut mengungkapkan bahwa terdapat hubugan yang
signifikan positif antara pilihan karier dan nilai-nilai yang dimiliki individu. Nilai-
nilai individu tersebut diterjemahkan kedalam beberapa butir, yaitu private life,
respectability, achievement dan positivism. Butir yang relevan adalah pada butir
achievement. Pada penelitian yang dilakukan KAYGIN & GULLUCE (2013)
menjelaskan achievement merupakan nilai terpenting pada pilihan karier.
Penelitian tersebut juga memperlihatkan bahwa dengan achievement maka
partisipan akan memiliki penerimaan di lingkungan, dapat menjaga kepercayaan
diri serta dapat berkontribusi di masyarakat.
Adapula penelitian mengenai entrepreneur yang dilakukan oleh W.
Mukharomah (2008) dengan judul Sikap Pengusaha Dalam Alih Generasi
Wirausaha di Kota Surakarta. Dalam penelitian tersebut, ditemukan bahwa
banyak faktor yang mempengaruhi alih generasi sebuah usaha. Yang pertama
adalah faktor usia, hasil penelitian yang dilakukan W. Mukharomah (2008)
40
menjelaskan bahwa wirausaha pada usia produktif masih belum memikirkan alih
generasi, sedangkan pelaku usaha di usia senja merasakan pentingnya ali generasi
usaha. Kemudiam W Mukharomah (2008) juga menjelaskan bahwa terdapat
hubungan antara pendidikan dengan sikap alih generasi sebuah usaha. Dalam
penelitiannya menunjukan, sebagian besar pengusaha berpendidikan tinggi akan
membebaskan keturunannya untuk memilih pekerjaan yang diinginkan. Pada
bagian simpulan penelitian W Mukharomah, dijelaskan bahwa alih generasi
sebuah usaha dapat dilakukan dengan cara; (1) dilakuakan jauh sebelum
pengusaha tidak mampu bekerja lagi, yaitu dengan membimbing serta mendidik
anak secara formal maupun non formal agar menjadi seorang wirausaha dimasa
depan yang tangguh, (2) memiliki pendidikan yang mumpuni, karena pendidikan
akan berpengaruh kepada kematangan penalaran dan pola pikir sehingga dapat
menjadi perubahan terhadap sikap yang tidak baik menjadi lebih baik, (3) menjadi
wirausaha bukan hanya bakat yang dibutuhkan, namun juga pendidikan serta
pengalaman.
Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, terdapat beberapa perbedaan
antara penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan kali ini akan
lebih mengungkap realitas pilihan karier wirausaha yang dapat bertahan selama
minimal tiga generasi, bagaimana pengaruh dorongan dalam diri, keluarga serta
orang terdekat dapat membuat sebuah perusahaan bertahan paling tidak tiga
generasi dengan mengunakan analisis genogram karier. Pembeda dalam penelitian
ini juga terletak pada subjek yang akan diteliti, yaitu wirausaha batik di Daerah
41
Istimewa Yogyakarta yang merupakan bagian dari keragaman dari ciri khas
budaya di Indonesia.
E. Alur Berpikir
Pada pra-observasi di lapangan yang sudah dilakukan oleh peneliti,
ditemukan beberapa diantara memang sulit melakukan alih generasi. Padahal
terdapat pula beberapa wirausaha usaha yang sukses dengan suaha batik turun
temurunnya. Menjadi wirausaha batik dalam meneruskan serta mengembangkan
usaha keluarga merupakan sebuah pilihan karier.
Pilihan karier dibuat dengan menggunakan minat-minat, kemampuan-
kemampuan serta nilai nilai-nilai yang dimiliki individu. Hal tersebut tentunya
dipengaruhi oleh kepribadan serta lingkungan tempat individu tumbuh dan
berkembang.
Membuat pilihan karier untuk menjadi penerus wirausaha batik tidak luput
dipengaruhi oleh faktor keluarga dan orang terdekat. Keluarga menjadi faktor
yang berpengaruh terhadap pilihan karier dalam hal alih generasi usaha keluarga.
Pola asuh orang tua pada anak memperlihatkan kualitas interaksi antara anak dan
orang tua yang juga memiliki keterkaitan dengan pembentukan pilihan karier dan
bidang karier yang dipilih oleh anak. Bukan hanya pengaruh orang tua, pengaruh
orang terdekat juga dapat menjadi alasan pembuatan pilihan karier. Pengaruh-
pengaruh tersebut diberikan tidak hanya dalam kurun waktu yang singkat.
Pada usaha keluarga, silsilah keluarga menjadi sorotan dalam melakukan alih
generasi. Genogram karier sebagai alat untuk melihat history individu serta
42
berbagai macam pengaruh yang menjadi pembuatan pilihan karier setidaknya
perlu dilakukan pada minimal tiga generasi. Penggunaan genogram karier akan
membantu identifikasi dari faktor pilihan karier individu mulai dari isi
pengamatan diri, pemahaman lingkungan dan dunia kerja, proses pembuatan
keputuasan, model-model pola hidup (melalui pola asuh orang tua pada anak) dan
model-model karier. Faktor-faktor tersebut juga termasuk pada faktor yang
mempengaruhi pembuatan pilihan karier dilihat dari periode usianya serta menjadi
hasil dari influence pola asuh orang tua dan pengaruh orang terdekatnya.
Bagi wirausaha batik yang sudah mencapai minimal tiga generasi, akan dapat
memperhatikan genogram karier sebagai metode untuk meninjau pilihan karier
yang dibuatnya. Dalam penelitian ini, hasil analisa genogram karier tersebut dapat
digunakan untuk memberikan sudut pandang baru pada wirausaha batik lain
dalam mempersiapkan generasi selanjutnya untuk membuat pilihan karier. Lebih
jauh, merupakan sebagai salah satu upaya regenerasi untuk melestarikan batik dan
mempertahankan gelar Yogyakarta sebagai kota batik dunia. Jika dituangkan ke
dalam sebuah skema, maka kerangka berpikir peneliti sebagai berikut:
Gambar 2. Skema Alur Berpikir
43
D. Pertanyaan Penelitian
Untuk mengarahkan proses penelitian, serta mendapatkan informasi yang
akurat dalam pengumpulan data serta informasi-informasi mengenai aspek yang
akan diteliti, maka peneliti akan menguraikan beberapa pertanyaan penelitian
yang sesuai dengan rumusan masalah yaitu “Bagaimana pilihan karier pengusaha
batik DIY ditinjau dari genogram karier?”. Berikut ini merupakan pertanyaan
penelitian yang sesuai dengan rumusan masalah:
1) Bagaimana pemahaman diri subjek? Meliputi:
(a) Kemampuan kerja/ bakat
(b) Minat
(c) Nilai-nilai yang dimiliki, yaitu:
(1) Nilai edukasi
(2) Nilai sosial
(3) Nilai ekonomi
(4) Nilai kekuasaan
(5) Nilai estetis
(6) Nilai agama
2) Bagaimana pemahaman lingkungan dan dunia kerja subjek? Meliputi:
(a) Persyaratan penerimaan dunia kerja
(b) Sifat suatu lapangan pekerjaan
(c) Situasi pekerjaan
(d) Masa depan pekerjaan
(e) Organisasi
44
(f) Gaya hidup
(g) Sosial ekonomi
(h) Lingkungan hidup
(i) Relasi
(j) Kesempatan kerja
3) Bagaimana proses pengambilan keputusan subjek menjadi wirausaha? Meliputi:
(a) Mengumpulkan informasi pekerjaan
(b) Pemahaman diri
(c) Melakukan pilihan pekerjaan atau jabatan yang bersifat sementara
(d) Membuat career path
(e) Menambah knowledge pekerjaan
4) Bagaimana model-model pola hidup subjek? Meliputi:
(a) Orang tua yang lebih sering menunjukan kekurangan anak dan
mengabaikan pendapat anak
(b) Orang tua tidak banyak mengungkapkan rasa kasih sayang, namun tidak
menghina anak
(c) Orang tua memberikan perlindungan berlebihan, hanya memberi sedikit
kebabasan pribadi pada anak
(d) Orang tua menentukan standar-standar kepada anak dan memaksa
melakukan yang diharapkan orang tua
(e) Orang tua memberikan kasih sayang namun tidak terlalu banyak, cuek
terhadap anak
45
(f) Orang tua memberi perhatian hangat pada anak dana membantu membuat
rencana masa depan serta mendorong anak agar mandiri
5) Bagaiamana model-model karier subjek? Meliputi:
(a) Orang yang sukses pada pilihan bidangnya
(b) Orang yang sukses karena dapat mengatasi kesengsaraan
(c) Orang dengan disabilitas yang sukses dalam pekerjaan
(d) Orang yang sukses pada generasi sebelumnya
(e) Orang yang sukses sebagai pahlawan dari kondisi sosial yang
konvensional
(f) Orang yang sukses dari hasil mengamati keluarga-keluarga sukses baik
individu tersebut maupun keluarga lain
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Pada
penelitian kualitatif tidak diberlakukan generalisasi, melainkan memahami sudut
pandang dan konteks subjek secara lebih mendalam. Nana Syaodih Sukmadinata
(2011: 94) berasumsi bahwa penelitian kualitatif dilakukan untuk dapat
memahami fenomena-fenomena yang terjadi di lingkup sosial dari sudut pandang
subjek. Lebih jauh, Nana Syaodih Sukmadinata (2011: 64) berasumsi bahwa
penelitian kualitatif didedikasikan untuk mendeskripsikan, serta melakukan
analisa terhadap fenomena, peristiwa, aktivitas dalam lingkup sosial, sikap,
kepercayaan persepsi/sudut pandang, pola pikir individu maupun kelompok.
Secara garis besar, penelitian kualitatif dibedakan ke dalam dua macam, yaitu
kualitatif interaktif dan non interkatif (Nana Syaodih Sukmadinata, 2011: 61).
Kedua metode penelitian kualitatif tersebut memiliki berbagai macam metode
dalam pelaksanaannya. Metode kualitatif interaktif menurut Nana Syaodih
Sukmadinata (2011: 62-65) memiliki enam metode sebagai berikut:
1. Studi Etnografik
2. Studi Historis
3. Studi Fenomenologis
4. Studi Kasus
5. Teori Dasar
6. Studi Kritis
Sedangkan metode kualitatif non interaktif menurut Nana Syaodih
Sukmadinata (2011: 65-66) hanya memiliki tiga metode saja, yaitu adalah:
1. Analisis Konsep
2. Analisis Historis
3. Analisis Kebijakan
47
Berbagai macam metode penelitian kualitatif yang sudah dijabarkan tadi,
maka penelitian kali ini menggunakan metode penelitian kualitatif interaktif studi
kasus. Metode penelitian studi kasus, merupakan sebuah penelitian yang
dilakukan terhadap suatu “kesatuan sistem” yang dapat berupa program, kegiatan,
peristiwa, atau sekelompok individu yang memiliki keterkaitan dengan waktu,
tempat atau ikatan tertentu. Kesimpulan yang didapatkan dari studi kasus tersebut
hanya berlaku pada kasus itu saja. Dengan menggunakan studi kasus maka
menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2011: 99) penelitian difokuskan pada satu
fenomena saja yang dipilih dan ingin dipahami secara mendalam dengan
mengabaikan fenomena-fenomena lainnya. Dengan dilakukannya studi kasus,
hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pada satu
fenomena yang dibahas oleh peneliti.
B. Setting dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya di Kota
Yogyakarta dan di Kabupaten Bantul. Kedua daerah tersebut dipilih karena sudah
bukan rahasia umum bahwa Kota Yogyakarta diketahui sebagai kota penghasil
batik dan terdapat banyak penjual batik. Kemudian, Kecamatan Kraton menjadi
pilihan peneliti sebagai tempat penelitian karena pada masa pra observasi yang
dilakukan di Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Daerah Istimewa
Yogyakarta diungkapkan oleh salah satu staf berinisial Y yang menjadi key
informan bahwa berdasarkan hasil pencarian lewat data yang dimiliki oleh Divisi
Sandang dan Kulit, diketahui di Kecamatan Kraton terdapat sebuah usaha Batik
bernama “Gajah Oya” yang saat ini dikelola oleh generasi ke empat keluarga.
48
Setting penelitian kedua, yaitu adalah di Kabupaten Bantul. Key informan
berinisal H yang merupakan salah satu Staf di Lembaga Penelitian dan
Pengembangan kepada Masyarakat di Universitas Negeri Yogyakarta yang juga
merupakan warga di Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul menuturkan bahwa
Kecamatan tersebut dan sekitarnya saat ini memang dikenal dengan desa wisata
batik. Penuturannya tertuju pada sebuah galeri batik bernama “Dirjo Sugito Batik”
yang saat ini dikelola oleh generasi ketiga keluarga.
Proses dalam melakukan penelitian ini tergolong tidak singkat, termasuk
dengan melakukan pra observasi hingga ditemukan hasil, penelitian ini dilakukan
selama bulan Januari – September 2016.
C. Subjek Penelitian
Subjek merupakan individu, benda atau hal-hal dimana terdapat informasi
yang melekat dan dibutuhkan oleh peneliti Subjek penelitian ditentukan dengan
menggunakan snowball sampling dan juga sample purposif atau purposive
sampling. Menurut Sugiyono (2009: 85) snowball sampling adalah teknik
mengambil sumber data yang pada awalnya berjumlah sedikit, lama-lama menjadi
besar. Biernacki & Waldrof (1981: 142) juga menegaskan bahwa “… snowball
method entailed little more than to start it rolling through a personal contact or
through an informant and then simply to sit back and allow the resulting chain to
follow it’s own cause”. Inti dari penuturannya menjelaskan bahwa snowball
sampling merupakan metode pengambilan sampel berdasarkan penelusuran
sampel sebelumnya.
49
Beralih pada purposeive sampling, menurut Sukardi (2006: 41) maksud dari
Purposive atau yang memiliki arti “bertujuan” adalah dalam memilih subjek,
peneliti menggunakan “alasan tertentu” yang sudah ditentukan. Pemilihan subjek
menggunakan purposive sampling dilakukan karena yang menjadi focus dalam
sample ini adalah informan–informan terpilih yang memiliki banyak informasi
mengenai fenomena yang terjadi. Bisa juga diartikan bahwa purposive sampling
merupakan pengambilan sampling berdasarkan seleksi khusus dari peneliti yang
membuat kriteria tertentu mengenai siapa yang masuk ke dalam kualifikasi atau
qualified sebagai subjek. Selanjutnya, subjek dalam penelitian kualitatif disebut
sebagai informan.
Subjek pada penelitian ini adalah dua wirausaha batik yang sudah minimal
pada generasi ke tiga. Subjek pertama penelitian ini berasal dari Kota Yogyakarta
yaitu seorang pria berinisial AP, lahir di Yogyakarta 56 tahun silam. Subjek AP
merupakan generasi ke empat dari usaha bati keluarga “Batik Gajah Oya”.
Pekerjaan yang digelutinya subjek AP saat ini adalah sebagai seorang Konsultan
di United Nation Development Program (UNDP), Pengurus Persatuan Olahraga
Selam Indonesia regional DIY dan pengusaha batik. Subjek yang kedua pada
penelitian ini adalah wanita berusia 38 tahun yang berinisial I. Lahir dan sejak
kecil sudah menetap di Kabupaten Bantul serta merupakan generasi ketiga dari
usaha batik keluarga “Dirjo Sugito Batik”. Pekerjaan yang digeluti oleh subjek I
adalah pengelola usaha batik keluarga. Secara singkat, subjek dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
50
Tabel 2. Gambaran Subjek Penelitian
Nama
Inisial Lokasi
Jenis
Kelamin Umur
Generasi
ke - Pekerjaan
AP
Kec. Kraton,
Kota
Yogykarta
L 56 thn 4
1. Konsultan United
Nation
Development
Program
2. Pengusaha Batik
“Gajah Oya”
I Kec. Pandak,
Kab. Bantul P 38 thn 3
1. Pengusaha batik
“Dirjo Sugito
Batik”
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
mengkombinasikan metode pengumpulan data penelitian kualitatif pada
umumnya yaitu observasi, wawancara dan studi dokumentasi dengan metode
pengumpulan data dalam melakukan analisis genogram karier menurut Mamat
Supriatna (2010: 63). Metode tambahan tersebut berupa pembuatan konstruksi
genogram karier serta wawancara genogram karier. Maka, metode pengumpulan
data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan membuat konstruksi genogram
karier, wawancara genogram karier, observasi non partisipan dan studi
dokumenter. Selalin itu, agar penelitian yang dilakukan berjalan lancar dan
efektif, maka peneliti memutuskan untuk melakukan pra-observasi untuk
melakukan pendekatan lebih mendalam kepada subjek.
1. Konstruksi Genogram Karier
Membuat konstruksi genogram karier digunakan untuk mempermudah peneliti
melakukan bridging untuk melakukan wawancara mengenai genogram karier.
51
Mamat Supriatna (2010: 64-66) menyebutkan terdapat tiga buah tahap untuk
menggunakan genogram karier, yaitu:
a. Konstruksi Genogram
b. Identifikasi Jabatan
c. Eksplorasi Subjek
Ketiga tahap tersebut akan digunakan peneliti untuk mendapatkan informasi
dari subjek. Untuk melakukan Identifikasi Jabatan serta mengeksplorasi subjek,
maka perlu dilakukan wawancara mendalam.
2. Wawancara Genogram Karier
Sumbangan informasi dalam penelitian kualitatif salah satunya ada pada teknik
wawancara. Pada dasarnya, wawancara pada genogram karier sama dengan
wawancara pada umumnya. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2011: 216)
teknik pengumpulan data dengan wawancara sering digunakan dalam penelitain
yang berbentuk deskriptif kualitatif. Wawancara atau interview menurut Jogiyanto
(2010: 93) merupakan sebuah komunikasi dua arah untuk memperoleh data dari
informan. Wawancara dilakukan oleh dua orang antara pewawancara
(interviewer) dan terwawancara (interviewee). Menururt Yin (2014: 111),
wawancara menjadi teknik pengumpulan data yang esensial pada penelitiain
kualitatif, karena dengan menggunakannya, peneliti dapat melaporkan serta
menginterpretasikan informasi yang penting atas situasi yang berkaitan dengan
penelitian yang diberikan oleh subjek. Dalam penelitian kualitatif, wawancara
memang menjadi teknik yang utama dan sebagian besar data penelitian
didapatkan melalui teknik wawancara.
52
Teknik menggunakan genogram karier dilakukan melalui wawancara.
Menururt Bowen dan Brooks (1991: 126) dua kegunaan penggunaan genogram,
adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi contoh yang mungkin mempengaruhi perspektif tentang
karier pada diri subjek
b. Mengidentifikasi sumber self pereception subjek sebagai seorang worker.
Mamat Supriatna (2010: 63) juga menjelaskan tentang berbagai macam
bidang yang dapat didiskusikan dalam penggunaan genogram karier, yaitu;
a. Keberhasilan anggota keluarga sebagai pasangan, orang tua, karyawan, teman
dan saudara
b. Peningkatan atau penurunan mobilitas yang berkaitan sebagai anggota
keluarga yang telah memiliki karier
c. Waktu, ruang, uang dan hubungan yang dikelola di dalam serta di luar
keluarga dan
d. Integritas setiap orang dalam macam-macam peranan yang berbeda.
Dengan melakukan wawancara mendalam, peneliti dapat melakukan
eksplorasi terhadap individu. Aspek-aspek lain juga diungkap oleh peneliti seperti
yang dijelskan pada pedoman wawancara.
3. Observasi
Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
pengamatan kegiatan yang sedang berlangsung (Nana Syaodih Sukmadinata,
2011: 220). Jenis observasi yang dilakukan adalah observasi non participant,
karena dalam observasi ini peneliti tidak ikut ambil andil dalam kegiatan, hanya
sebatas mengamati saja. Yang diteliti melalui teknik observasi oleh peneliti
adalah:
a. Antusiasme dalam menggambarkan situasi subjek
b. Interaksi subjek dengan relasi kerja
53
c. Interaksi subjek dengan pegawai
d. Keadaan lingkungan kerja
e. Kesesuaian pernyataan dengan realita lapangan
f. Hasil Produksi
E. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan dalam
penelitian. Pada penelitian kualitatif, yang menjadi focus dokument pengumpulan
pada adalah peneliti itu sendiri. Menurut Sugiyono (2007: 222) peneliti dengan
jenis penelitian kualitatif merupakan human instrument, yang memiliki multi
fungsi, yaitu sebagai penentu focus penelitian, pemilih informan yang digunakan
sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, penilaian kualitas data,
menginterpretasikan data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Dalam teknik
pengumpulan data ini, peneliti melakukan observasi, kemudian membuat
konstruksi genogram karier sebagai alat untuk menjembatani atau bridging pada
wawancara mendalam mengenai genogram karier, dan melakukan studi
dokumentasi.
1. Pedoman Konstruksi Genogram Karier
Penggunaan genogram karier digunakan untuk mengetahui silsilah keluarga
subjek dan pandangan mengenai karier dalam diri subjek. Pedoman genogram ini
erat kaitannya dengan alasan yang menjadi latar belakang pilihan karier yang
dibuat oleh subjek. Sebelum melakukan wawancara genogram karier, peneliti
memulai dengan membuat konstruksi genogram karier yang diadaptasi dari model
genogram karier Okiishi (dalam Brown dan Brooks, 1991: 128), sebagai berikut
54
Gambar 3. Model Genogram Karier Okiishi
Dalam model genogram yang diadaptasi dari model Okiishi terdapat beberapa
simbol yang tidak digunakan oleh peneliti karena menyesuaikan dengan budaya
timur di Indonesia. Dengan demikian, peneliti memutuskan untuk
mengkombinasikan penggunaan symbol yang dicanangkan oleh Brown and
Brooks (1991: 128) serta dalam Mamat Supriatna (2010: 64) serta menambahkan
keterangan dengan menggunakan warna. Sehingga, beberapa simbol yang dapat
mempermudah pembuatan genogram karier, permepuan disimbolkan dengan
lingkaran, laki-laki disimbolkang dengan persegi, anggota keluarga yang sudah
meninggal diberi warna kuning, anggota keluarga yang telah bercerai diberi garis
pemisah, anggota keluarga yang memiliki ikatan darah diberi garis warna hitam
sedangkan yang tidak sedarah atau menantu diberi warna merah, dan silang
menunjukan kedudukan subjek. Berikut merupakan simbol-simbol dalam
konstruksi genogram karier:
55
Gambar 4. Simbol dalam Genogram Karier
Dengan konstruksi genogram karier yang sudah dibuat, dapat dijadikan awalan
dalam melakukan tindakan lanjutan yaitu berupa wawancara mendalam.
2. Pedoman Wawancara Genogram Karier
Pedoman wawancara bertujuan untuk mengungkapkan pilihan karier yang
dibuat interaksi pola asuh orang tua kepada anak. Penelitian ini dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersangkutan dengan interaksi pola asuh
orang tua agar tidak menyimpang dari topik yang dikehendaki peneliti. Adapun
rambu-rambu wawancara yang dilakukan pada penelitian ini, adalah:
Tabel 3. Rambu-Rambu Wawancara
No Aspek Sub-Aspek Indikator
1. Pemahaman
Diri
a. Bakat
b. Minat
c. Nilai-nilai
a. Mengetahui
kemampuan bawaan
yang dimiliki
b. Mengetahui hasrat atau
dorongan untuk
melakukan keinginan
c. Memiliki dasar
kehidupan dalam
melakukan tindakan
2.
Pemahaman
Lingkungan
dan Dunia
Kerja
a. Persyaratan penerimaan
kerja
b. Sifat suatu lapangan
c. Situasi pekerjaan
d. Masa depan pekerjaan
a. Mengetahui persyaratan
dalam dunia kerja
b. Mengetahui sifat
lapangan kerja
c. Mengetahui situasi
56
e. Organisasinya
f. Gaya hidup
g. Sosial ekonomi keluarga
h. Lingkungan hidup
i. Relasi
j. Kesempatan kerja
pekerjaan yang dipilih
d. Mengetahui masa depan
pekerjaan
e. Mengetahui organisasi
yang terkait dengan
pekerjaan
f. Mengetahui gaya hidup
yang akan dijalani pada
pekerjaan yang dipilih
g. Mengetahui dampak
sosial ekonomi keluarga
dalam pekerjaan yang
dipilih
h. Mengetahui dampak
pekerjaan terhadap
lingkungan hidup
i. Mengetahui relasi yang
terjalin pada pekerjaan
j. Mengetahui kesempatan
dalam mendapatkan
pekerjaan yang dipilih
3.
Proses
Pembuatan
Keputusan
a. Mengumpulkan informasi
b. Memamhami diri
c. Melakukan pilihan
pekerjaan sementara
d. Merencanakan career path
e. Berusaha menambah
knowledge tentang karier
yang digeluti
a. Memahami lingkungan
dan dunia kerja
b. Mengenali bakat, minat
dan nila-nilai dalam diri
c. Memiliki pekerjaan
sementara
d. Memiliki lagkah-langkah
dalam memasuki
pekerjaan yang dipilih
e. Memiliki upaya
menambah pengetahuan
tentang pekerjaan yang
dipilih termasuk
kebutuhan lingkungan
dan tenaga kerja
5. Model-model
Pola Hidup
a. Orang tua yang lebih
sering menunjukan
kekurangan anak dan
mengabaikan pendapat
anak
b. Orang tua tidak banyak
mengungkapkan rasa
kasih sayang, namun
tidak menghina anak
a. Memiliki pola berpikir
dan sikap yang
cenderung dapat
menjalin posisi dirinya
dengan orang lain
b. Memiliki kecenderungan
bersikap agresif dan
memiliki orientasi pada
kebendaan
c. Merasa diabaikan orang
57
c. Orang tua memberikan
perlindungan berlebihan,
hanya memberi sedikit
kebabasan pribadi pada
anak
d. Orang tua menentukan
standar-standar kepada
anak dan memaksa
melakukan yang
diharapkan orang tua
e. Orang tua memberikan
kasih sayang namun
tidak terlalu banyak,
cuek terhadap anak
f. Orang tua memberi
perhatian hangat pada
anak dana membantu
membuat rencana masa
depan serta mendorong
anak agar mandiri
tua ketika berpendapat
d. Merasa orang tua lebih
banyak menunjukan
kekurangan kepada anak
e. Merasa orang tua acuh
terhadap anak tapi tidak
mengucilkan
f. Merasa orang tua tidak
banyak memberi afeksi
g. Merasa orang tua
berlebihan dalam
melindungi
h. Merasa orang tua hanya
memberikan sedikit
kebebasan pribadi
i. Merasa orang tua
mengatur piihan untuk
masa depan
j. Merasa orang tua
menuntut prestasi-
prestasi
k. Merasa orang tua hanya
memberi sedikit afeksi
l. Merasa orang tua
memperlakukan anak
bukan prioritas utama
m. Merasa orang tua
memberikan kasih
sayang
n. Merasa orang tua
kooperatif dalam
membantu membuat
rancangan hidup
o. Merasa orang tua
bijaksana
p. Merasa orang tua
mendorong anak untuk
mandiri
6 Model-model
Karier
a. Orang yang sukses pada
pilihan bidangnya
b. Orang yang sukses
karena dapat mengatasi
kesengsaraan
c. Orang disabilitas yang
sukses dalam pekerjaan
d. Orang yang sukses pada
generasi sebelumnya
a. Merasa terinspirasi
pada orang sukses
dalam bidang yang
dipilihnya
b. Merasa terinspirasi
dari orang yang
terbebas dari
kesengsaraan
c. Merasa terinspirasi
pada orang yang
58
e. Orang yang sukses
sebagai pahlawan dari
kondisi sosial yang
konvensional
f. Orang yang sukses dari
hasil mengamati
keluarga-keluarga
sukses baik individu
tersebut maupun
keluarga lain .
berkebutuhan khusus
namun dapat sukses
d. Merasa terinspirasi
dari anggota keluarga
pafa generasi
sebelumnya
e. Merasa terinspirasi
pada sifat heroic
seseorang dalam
lingkngan
f. Merasa terinspirasi
pada keluarga-
keluarga orang lain
yang diamati
3. Pedoman Observasi
Observasi ini dilakukan untuk mengetahui gambaran keadaan subjek serta
kehidupan sosial subjek bersama pegawai atau orang-orang di lingkungan
sekitarnya. Pedoman observasi ini memiliki relevansi dengan kegiatan alih
generasi. Berikut merupakan rambu-rambu observasi:
Tabel 4. Rambu-rambu Observasi
No Komponen Aspek yang diungkap
1 Keadaan
psikologis Perilaku yang tampak pada subjek
2. Kehidupan sosial a. Hubungan interaksi subjek di lingkungan sosial
b. Sikap dan perilaku subjek di lingkungan sosial
3 Keadaan Usaha c. Hasil produksi batik
F. Teknis Analisis Data
Menurut Bogdan dan Biklen (1982, 145) teknik analisis data adalah:
“… the process of systematically searching and arranging the interview
transcripts, fieldnotes, and other materials that you accumulate to increase
your own understanding of them and to enable you to present what you have
discovered to others.”
59
Dapat dipahami bahwa teknik analisis data menjadi satu hal yang penting
dalam sebuah penelitian kualitatif, karena dengan berbagai teknik yang
digunakan, maka akan membantu untuk meningkatkan pemahaman terhadap
subjek yang diteliti serta dapat menjelaskan tentang yang menjadi temuan peneliti
di lapangan. Dalam menganalisis data yang dilakukan oleh peneliti adalah selaras
dengan pendapat dari Nana Syaodih Sukmadinata (2011; 115) bahwa yang
pertama dilakukan oleh peneliti adalah dengan menyusun fakta-fakta dari temuan
di lapangan. Setelah itu, peneliti membuat diagram-diagram, tabel, gambar-
gambar dan bentuk-bentuk lain yang menjelaskan fakta lainnya. Setelah
keseluruhannya terkumpul, maka akan diinterpretasikan kemudian dikembangkan
menjadi sebuah kesimpulan.
Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2009: 337) analisis data yang
dilakukan dalam penelitian kualitatif dilakukan hingga jenuh dengan
menggunakan tiga buah cara yaitu, data reduction, data display dan conclusion
drawing/ verification. Secara singkat, Miles dan Huberman (dalam Sugiyono,
2009: 338-345) menjelaskan ketiga cara tersebut, sebagai berikut:
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Ketika di lapangan, peneliti mendapatkan cukup banyak data. Data-data
tersebut perlu dicatat secara teliti dan terperinci. Semakin lama durasi penelitian
di lapangan, maka jumlah data yang diperoleh akan semakin banyak, kompleks,
dan rumit sehingga dibutuhkan reduksi data. Miles dan Huberman (dalam
Sugiyono, 2009: 339) menjelaskan bahawa mereduksi data adalah sebuah proses
berfikir yang memerlukan kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang
60
tinggi. Hal tersebut sangat dibutuhkan dalam mereduksi data karena sejatinya
melakukan reduksi pada data yang diperoleh menurut Miles dan Huberman
(dalam Sugiyono, 2009: 338) berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, fokus
terhadap hal-hal yang dianggap penting, mencari tema serta polanya serta
membuang hal-hal yang dirasa tidak perlu.
2. Data Display (Penyajian Data)
Langkah kedua dalam melakukan analisis data adalah mendisplaykan data.
Beberapa yang biasa digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu dengan
melakukan uraian singkat, membuat bagan, membuat hubungan antar kategori,
mebuat flowchart dan sejenisnya. Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2009:
341) mengungkapkan bahwa pada umumnya data yang disajikan pada penelitian
kualitatif yaitu dalam bentuk teks yang bersifat naratif
3. Conclusion Drawing/ Verification
Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 209: 345) pembuatan
kesimpulan menjadi hal yang terakhir dilakukan dalam analisis data. Masalah dan
rumusan masalah dalam penelitian kualitatif merupakan hal yang tentatif karena
bersifat sementara dan akan berkembang setelah melakukan penelitian di
lapangan. Sehingga, kesimpulan dalam penelitian kualitatif memiliki
kemungkinan dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal atau
juga tidak. Kesimpulan yang muncul diharapkan sebuah temuan baru yang belum
ada sebelumnya. Temuan tersebut (dalam Sugiyono, 2009: 345) dapat berupa
deskripsi atau gambaran dari subjek yang masih kabur menjadi jelas setelah
diteliti, dapat berupa hubungan kausal, hipotesis atau bahkan sebuah teori baru.
61
G. Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data pada penelitian ini menggunakan triangulasi data.
Triangulasi data merupakan gabungan atau kombinasi dari berbagai sumber data.
Multi sumber bukti tersebut menurut Yin (2014: 119) digunakan untuk memahami
sumber-sumber dengan lebih mudah. Seiring dengan pernyataan tersebut,
Moelong (dalam Sukardi, 2006: 106) berpendapat bahwa trianggulasi merupakan
sebuah teknik dalam melakukan pemeriksaan terhadap keabsahan data melalui
sebuah kejadian sebagai pembanding terhadap data-data yang ada guna
melakukan pengecekan terhadap data tersebut.
Tujuan dari triangulasi adalah untuk mencari kesamaan informasi dengan
menggunakan metode yang berbeda-beda. Hal tersebut dilakukan karena setiap
metode memiliki beberapa kelemahan sehingga digunakan triangulasi guna
mendapatkan cross check informasi serta data yang akurat dan valid. Tiga buah
metode yang digunakan pada umumnya adalah wawancara, observasi dan analisis
dokumentasi. Trianggulasi yang digunakan oleh peneliti adalah trianggulasi
sumber dan trianggulasi metode.
62
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta atau biasa
disingkat dengan DIY. Keistimewaan Yogyakarta didasarkan karena
wilayah setingkat provinsi ini merupakan peleburan dari Negara Kesultanan
Yogyakarta dan Negara Kadipaten Pakualaman. Daerah Istimewa
Yogyakarta memiliki luas 3.185,80 km2 dan terdiri atas satu Kotamadya,
dan empat Kabupaten. Kini, Kotamadya lebih dikenal dengan Kota
Yogyakarta, kemudian Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten
Gunung Kidul dan Kabupaten Kulon Progo.
Berdasarkan pra observasi pada data Industri Kecil dan Menengah
(IKM) yang diperoleh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
DIY (Disperindagkop DIY) tentang jumlah unit usaha, tenaga kerja
pengrajin batik dan nilai produksi batik DIY, didapatkan hasil bahwa Kota
Yogyakarta memilki unit usaha sejumlah 160 unit, Kabupaten Sleman
memiliki 15 unit usaha, Kabupaten Bantul memiliki 334 unit usaha,
Kabupaten Kulon Progo memiliki 97 unit usaha dan Kabupaten Gunung
Kidul memiliki 85 unit usaha batik. Sedangkan dalam jumlah tenaga kerja,
Kota Yogyakarta memiliki 1399 orang tenaga kerja, Kabupaten Sleman
sebanyak 170 orang, Kabupaten Bantul 638 orang, Kabupaten Kulon Progo
300 orang dan Kabupaten Gunung Kidul sebanyak 162 orang. Kemudian,
nilai produksi juga beragam, jumlah nilai produksi Kota Yogyakarta adalah
63
sebesar Rp. 23.457.494.000, Kabupaten Sleman sebesar Rp.
15.979.626.000, Kabupaten Bantul sebesar Rp. 25.281.782.000, Kabupaten
Kulon Progo sebesar Rp. 1.605.890.000 dan Kabupaten Gunung Kidul
sebesar Rp. 845.313.000. JIka dijumlahkan dari setiap daerahnya, maka unit
usaha IKM Batik di DIY sebanyak 690 unit, tenaga kerja pengrajin batik
sebanyak 2.669 orang dan memiliki nilai produksi dengan jumlah fantastis
yaitu Rp. 67.170.105.000. Jika dituangkan kedalam table, maka sebagai
berikut:
Tabel 5. Jumlah IKM Batik DIY
Kab/Kota UU (Unit) TK
(Orang) NP (Rp.000)
Yogyakarta 160 1399 23.457.494
Sleman 15 170 15.979.626
Bantul 334 638 25.281.782
Kulonprogo 97 300 1.605.890
Gunungkidul 84 162 845.313
JUMLAH 690 2669 67.170.105
Dari data diatas, Kabupaten Bantul memiliki unit usaha paling banyak
sebanyak 334 unit, disusul oleh Kota Yogyakarta 160 unit, Kulon Progo 97
unit, Gunung Kidul 84 unit dan Sleman 15 unit. Dalam jumlah Tenaga
Kerja, Kota Yogyakarta merupakan yang terbanyak sebanyak 1.399 orang,
kemudian Kabupaten Bantul sebanyak 638 orang, disusul dengan
Kabupaten Kulon Progo sebanyak 300 orang, Kabupaten Sleman 170 orang
dan yang terakhir adalah Kabupaten Gunung Kidul dengan jumlah 162
orang. Untuk nilai produksi yang dihasilkan tiap daerah, Kabupaten
merupakan yang tertinggi dengan nilai prosduksi sebesar Rp. 25.281.782.00,
64
kemudian disusul Kota Yogyakarta dengan Rp. 23.457.494.000, Kabupaten
Sleman sebesar Rp. 15. 979.626.000, Kabupaten Kulon Progo sebesar
1.605.890.000 dan terakhir adalah Kabupaten Gunung Kidul dengan jumlah
nilai produksi Rp.845.000.000.
Data tersebut melatarbelakangi pengambilan seting di Kota Yogyakarta
dan juga Kabupaten Bantul. Dilihat dari unit usaha, tenaga kerja dan nilai
produksi, kedua daerah tersebut berada dua teratas dibandingkan dengan
daerah lainnya.
Secara rinci, penelitian yang dilakukan di Kota Yogyakarta dilaksanakan
Kecamatan Kraton. Hal tersebut didasarkan dari penuturan key informan
seorang Staf Divisi Sandang dan Kulit berinisal Y yang mengatakan bahwa
di kecamatan tersebut banyak yang memproduksi batik. Pernyataan
informan AP juga memperkuat hal tersebut, disebutkan bahwa Kecamatan
Kraton memang termasuk cagar budaya dan banyak pembatik sejak dulu,
namun seiring dengan berkembangnya zaman, memang sudah berkurang.
Tempat kedua yang dipilih oleh peneliti adalah Kabupaten Bantul, yaitu
di Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak. Diketahui dari key informan seorang
Staf di Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat di
Universitas Negeri Yogyakarta sekaligus penduduk asli dari desa tersebut,
mengatakan bahwa Desa Wijirejo terdapat banyak unit usaha dan tenaga
kerja batik. Pernyataan yang selaras juga diperkuat oleh pernyataan dari
informan I, bahwa Desa Wijirejo termasuk Desa Wisata Batik.
65
2. Deskripsi Subjek Penelitian
Pada penelitian ini, semua data bersumber pada dua subjek penelitian. Subjek
penelitian harus diketahui memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Pelaku usaha batik paling tidak generasi ketiga.
b. Bertempat tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Subjek dalam penelitian ini sebagaiamana sudah dijelaskan pada bab 3, sudah
memenuhi kriteria subjek penelitian. Subjek yang pertama berinisial AP
bertempat tinggal di Kota Yogyakarta yaitu di Kecamatan Kraton dan merupakan
generasi ke empat dari usaha keluarga. Sedangkan subjek yang kedua, berinisial I
bertempat tinggal di Kabupaten Bantul yaitu di Kecamatan Pandak dan
merupakan generasi ke tiga dari usaha batik keluarga yang dijalankan. Berikut
merupakan tabel yang menunjukan kriteria subjek penelitian:
Tabel 6. Deskripsi Kesesuaian Kriteria Subjek Penelitian
Nama Lokasi Generasi
Ke- Kesesuaian dengan Kriteria
AP Kecamatan Kraton, Kota
Yogyakarta 3 √
I Kecamatan Pandak,
Kabupaten Bantul 4 √
Selain informan, dalam penelitian ini, juga terdapat key informan yang
beragam, mulai dari anggota keluarga, karyawan yang dimiliki subjek serta
tetangga sekitar tempat usaha yang dimiliki subjek.
3. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi yang sudah
dilakukan di lapangan oleh peneliti kepada subjek, maka berikut ini merupakan
sajian dari hasil reduksi data yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan
66
berdasarkan pada tujuan peneliti yaitu untuk mengidentifikasi dan memaparkan
pilihan karier melalui studi Genogram Karier pada keluarga pengusaha batik.
a. Hasil Observasi Lingkungan
Pengamatan peneliti mengenai informan AP dan I memiliki perbedaan. Pada
pengamatan peneliti mengenai lingkungan AP yang berada di Kota Yogyakarta,
lokasi usaha batik yang ditekuni AP berada di rumahnya yaitu di kecamatan
Kraton. Suasana tradisional masih sangat terasa di lingkungan dan di dalam
rumahnya, bangunan rumah sudah berdiri kurang lebih sebelum tahun 1932 sejak
ayah dari informan AP masih kecil. Fungsi ruangan-ruangan yang ada di rumah
tidak berubah sejak bangunan tersebut berdiri. Di dalam rumah, selain ada fungsi
rumah utama, juga terdapat ruangan-ruangan khusus untuk memproduksi batik;
seperti tempat membuat pola, tempat melakukan pencelupan warna, tempat
pembuangan limbah, gudang bahan-bahan pewarna alami dan ruangan untuk para
pembatik mencanting. Rumah yang menjadi tempat tinggal informan AP dan istri
sekaligus dengan galeri batik yang dimilikinya. Galeri terebut terletak di ruangan
pertama setelah pintu utama.
Beralih pada informan I, dari hasil observasi mengenai lingkungan yang
dilakukan oleh peneliti, galeri batik yang dimiliki informan I terpisah dengan
bangunan rumah pribadi informan. Kondisi galeri batik masih sangat baik
meskipun dikatakan oleh informan, bangunan tersebut sudah berdiri sejak eyang
sebagai generasi pertama merintis usaha batik. Galeri batik yang dimilikinya tidak
hanya digunakan sebagai display dari hasil produksi, namun juga proses
pembuatannya terletak di tempat yang sama, tepatnya di bagian belakang galeri
67
batik. Di tempat produksi terdapat beberapa bagian, ada tempat untuk para
pembatik mencanting untuk bati tulis, pewarnaan, menjemur hasil celupan warna,
dan penyimpanan kain-kain setengah jadi, terdapat pula lantai dua yang
digunakan untuk membuat batik cap. Selain itu, terdapat dapur dan keperluan
dasar memasak para pegawai untuk makan siang. Beralih ke bagian galeri, kain-
kain batik dan baju yang sudah jadi tidak secara spesifik dibuat terpisah
melainkan diletakkan secara menyebar namun tetap rapi.
b. Hasil Konstruksi Genogram Karier
Konstruksi genogram karier seperti dijelaskan pada bab tinjauan pustaka,
merupakan sebuah alat untuk melihat peta karier keluarga serta sebagai alat
pengantar wawancara lebih mendalam mengenai pilihan karier yang dibuat
oleh informan. Berikut merupakan display dari hasil konstruksi genogram
karier pada kedua informan:
1) Konstruksi Genogram Karier Keluarga AP
Dari hasil penuturan mengenai anggota kelurganya, AP merupakan anak
pertama dari dua bersaudara. AP menyebutkan bahwa dia lahir ditengah
keluarganya yang mayoritas berlatar belakang pedagang serta pengusaha batik.
Ayah AP yang berinisial M merupakan seorang pengusaha batik, sedangkan
ibunya yang berinisial H merupakan seorang pedagang. Kakek dari ayah informan
diakuinya merupakan generasi kedua dari pengurus batik keluarga, begitupun
sang nenek. Sedangkan kakek dari keluarga ibunya diketahui merupakan seorang
banker dan Neneknya seorang pedagang. Informan AP mengungkapkan bahwa
68
hubungannya dengan keluarga besar dari Ayah lebih dekat diandingkan dari
keluarga Ibunya.
Kakek dari Ayahnya yang berinisial A adalah generasi kedua pewaris usaha
batik. Pada masa Kakeknya, dituturkan oleh informan merupakan tahun gemilang
dari usaha batiknya. Hubungan sang Kakek dengan orang-orang di lingkungan
sekitarnya juga sangat baik, dituturkan oleh informan bahwa sang kakek memiliki
banyak relasi dan termasuk orang yang sangat ramah. Keberhasilan sang Kakek
bukan hanya dalam mengembangkan usaha batik keluarga saja, namun juga
sebagai seorang konseptor dalam memberikan kontribusi ide dalam pembangunan
kota Yogyakarta di zamannya. Menurut informan, sang Kakek dapat menjalankan
usaha batiknya dengan baik, bahkan cukup sering memperkenalkan informan
dengan batik serta kegiatan usahanya sejak kecil. Informan menuturkan bahwa
sang Kakek sering mengajaknya melihat proses pembuatan batik, serta
menceritakan filosofi mengenai batik. Bagi informan, informasi mengenai usaha
batik, banyak didapatkan dari sang kakek. Sebelum usaha batik jatuh di tangan
informan, usaha batik yang dimilikinya dikelola oleh sang Ayah sejak kakeknya
meninggal dunia.
Sang Ayah yang berinisial H meneruskan usaha batik keluarganya disertai
meneruskan relasi antara pelaku usaha batik yang lain. Dari penuturan informan
diketahui bahwa masa-masa sulit mulai terjadi di generasi ketiga usaha batik
keluarganya, di masa tersebut bertepatan dengan krisis moneter yang
mengakibatkan menurunnya omzet dagang batiknya. Sejak duduk bangku kuliah,
informan mengaku selalu dibujuk sang Ayah untuk mau meneruskan usaha batik
69
kelurganya. Informan mengaku bahwa di masa Ayahnya, informan banyak
mengobservasi cara kerja pembuatan batik, pemasarannya serta relasi yang
terjalin antara Ayahnya dan organisasi yang terkait dengan batik.
Dijelaskan sebelumnya, informan AP memang merupakan generasi ke 4 dari
usaha keluarga batiknya, namun dalam konstruksi genogram, AP lebih
menghendaki 3 generasi saja yang diulas, dikarenakan banyak informasi
mengenai generasi pertama yang tidak diketahui oleh AP. Secara sederhana jika
divisualisasikan, maka alur genogram kariernya sebagai berikut:
Gambar 5. Konstruksi Genogram Karier Keluarga AP
2) Konstruksi Genogram Karier Keluarga I
Hasil pembuatan konstruksi genogram karier menunjukan bawa informan I
merupakan cucu pertama dari anak pertama sang Nenek yang tidak lain
pendiri pertama usaha batik keluarga.
Penuturannya mengenai jejak karier keluarga mengungkapkan bahwa
keluarga besar dari Ibunya memiliki mayoritas pekerjaan wirausaha dalam
70
berdagang, usaha yang dimiliki keluarga dari Ibunya adalah toko klontong,
toko bangunan, pedagang kerajinan-kerajinan dan ada satu yang menajdi PNS.
Sedangkan keluarga dari ayahnya mayoritas adalah pegawai negeri dan hanya
ada satu yang menggeluti dunia usaha.
Pada pengakuannya, informan lebih dekat dengan keluarga dari ibunya
yang berinisial Sum. Nenek yang berinisial MU dan Kakek berinisial SU yang
berasal dari Ibunya, merupakan generasi pertama perintis usaha batik
keluarganya saat ini. Sang Nenek memiliki tujuh orang anak yang mayoritas
memiliki pekerjaan sebagai seorang pedagang. Sebagai anak pertama, Ibu
dari informan banyak membantu Neneknya dalam menjalankan usaha batik,
selain Ibunya, Tante dari informan yang berinisial Yul juga sering membantu
usaha batik keluarganya.
Sejak kecil, informan mengaku sudah sangat dekat dengan usaha batik
keluarganya, karena sebagai cucu pertama, Neneknya selalu menghendaki
untuk informan berada di galeri batiknya menemani sang Nenek. Informan
mengakui bahwa sejak kecil sudah diperkenalkan dengan situasi kerja di galeri
batik miliknya. Menginjak umur 18 tahun, informan sering diberi tanggung
jawab untuk membantu Neneknya dalam mempersiapkan bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk membuat batik, mulai dari kain hingga pewarna. Kaderisasi
sudah dilakukan sejak informan I berusia 18 tahun tersebut.
Dari penuturannya, informan I melihat keberhasilan sang Nenek dalam
menjalankan usaha batik. Serta melihat tante-tantenya dalam menjalankan
kegiatan usaha. Meskipun tidak semua tantenya terjun dalam usaha batik,
71
namun menurut penuturannya, semangat berwirausaha seluruh anggotanya
termasuk sang Nenek menjadi contoh dalam meneruskan usaha batik keluarga.
Berikut merupakan viusalisasi dari konstruksi genogram karier keluarga
informan I:
Gambar 6. Konstruksi Genogram Karier Keluarga I
c. Hasil Wawancara
Genogram karier memiliki lima aspek didalamnya, yaitu pemahaman diri,
pemahaman lingkungan dan dunia kerja, proses pengambilan keputusan, model-
model pola hidup serta model-model karier. Berikut merupakan hasil wawancara
dari kelima aspek tersebut:
1) Aspek Pemahaman Diri
Memilih karier sebagai pengusaha batik tidak luput dari pemahaman diri
informan. Dalam pemahaman diri yang diungkap oleh peneliti terdpat tiga sub-
aspek, yaitu bakat, minat serta nilai-nilai yang melandaskan pengambilan
keputusan informan dalam menjalankan usaha batik. Data mengenai pemahaman
diri diperoleh melalui proses wawancara yang dilakukan terhadap kedua
informan.
72
Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek AP, diketahui bahwa bakat yang
dimiliki adalah bekerja sebagai pendukung dan seorang pemikir atau konseptor.
Seperti yang disampaikan oleh AP sebagai berikut:
“Kalau saya itu lebih suka dibalik layar, bikin konsep gitu dan lebih suka
mengulik sesuatu sampai puas. Saya tuh pernah penasaran sama bunga
anggrek kenapa kalau berbunga sangat musiman, terus saya pelajari sampe
saya tau, sampe saya sekarang pelihara anggrek banyak banget. Tapi
setelah tau jawabannya, yaudah deh cukup” (Wawancara Rabu, 10 Agustus
2016)
Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, di halaman belakang rumah
informan terdapat banyak tanaman anggrek seperti yang dikatakan. Sedangkan
minat yang dimiki oleh informan tergolong cukup banyak, dari penuturannya,
informan sangat menyukai traveling, budaya jawa dan menyelam. Dari minatnya
yang sangat beragam, AP diketahui paling senang dengan kegiatan travelling.
Seperti yang disampaikan oleh AP berikut:
“Saya suka sekali jalan-jalan, dan relevan dengan pekerjaan saya sebagai
seorang Arkeolog. Jadi ketika saya jalan-jalan keliling Indonesia, saya bisa
menceritakan sejarah dari bangunan atau temuan saya. Saya ini juga kan
seorang Konsultan di UNDP, jadi ya gitu terus jalan-jalan. Saya suka itu,
selain itu saya juga seorang diver. Ada di kehidupan menyelam itu saya
sudah cukup lama. Tapi dari semuanya, saya harus selalu menjadi orang
jawa yang mengenal budayanya. Orang jawa itu gak boleh hilang jawanya.
Saya banyak belajar tentang budaya jawa juga. Termasuk batik ini.”
(Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016)
Dari penuturan lainnya, peneliti menemukan bahwa nilai-nilai yang melekat
pada diri informan AP adalah nilai budaya. Banyak pengakuannya yang
menuturkan bahwa budaya menjadi landasan dalam melakukan berbagai hal.
Seperti beberapa pernyataan informan AP berikut:
“Bagi saya, batik itu warisan budaya yang semakin hari semakin langka.
Dalam selembar kain batik, terdapat arti dari setiap ukirannya, terdapat
keindanhan dan artistiknya juga” (Wawancara Sabtu, 6 Agustus 2016)
73
“Saya tidak mengejar komersilnya, tapi batik itu kan warisan budaya yang
semakin langka. Harus menjaga originalitasnya juga. Maka dari itu saya
tidak pernah merubah apapun, selalu saya buat pakem batiknya. Sama
seperti jaman dulu sampai hari ini.” (Wawancara Sabtu, 6 Agustus 2016)
“Batik itu budaya, karena batik dibuat dengan rasa, pola-pola dan ragam
hias pada batik juga merupakan luapan rasa.” (Wawancara Rabu, 10
Agustus 2016)
“Untuk meneruskan usaha ini sebetulnya karena saya punya dasar dari
culture” (Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016)
“Saat ini saya mempertahankan batik karena amanah dari orang tua dan
batik itu merupakan filosofi orang jawa dan saya ingin menjadi orang jawa
yang seutuhnya karena saya lahir disini, di tanah jawa.” (Wawancara
Rabu, 17 Agustus 2016)
Informan AP diketahui tidak hanya sendirian meneruskan usaha batik
keluarga, melainkan bersama istrinya. Diketahui dari wawancara bersama
informan, job desk istrinya yang berinisal N adalah maintaining proses produksi
batik serta attend setiap kegiatan mengenai batik dari organisasi. Dari hasil
pengamatan, informan AP memang lebih sering di rumah membuat design untuk
batik yang akan dibuat sedangkan istrinya yang berinisal N lebih sering turun ke
lapangan dan berinteraksi dengan para pegawai serta organisasi Sekar jagad. Jika
dipresentasekan, AP menuturkan maka kegiatan yang dilakukan mengenai usaha
batik ini informan AP sebanyak 40% dan istrinya 60%. Hal tersebut disebabkan
karena informan AP sadar akan kebutuhan hidupnya tidak dapat tertutup hanya
dengan usaha batik selengkapnya akan dibahas pada proses pemilihan karier.
Beralih pada temuan dari informan I yang didapatkan oleh peneliti mengenai
pemahaman dirinya. Bakat yang dimiliki informan I diketahui adalah
berwirausha. Seperti yang dikatakan oleh informan I bahwa:
“Wah saya tuh kayanya ya bisanya dagang gini wirausaha, saya pernah
bikin tas kecil-kecil itu mbak terus dijualin dititipin ke tante saya di bali.
Laku banget itu lumayan, terus saya pernah bikin baju-baju gitu disablon
mbak sampe sekarang” (Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016)
74
Minat yang dimilikinya juga nampak seiring dengan bakat yang dimiliki, sejak
SMA, informan I memang serius untuk meneruskan sekolah ke perguruan tinggi
dengan jurusan akuntansi. Dari percakapannya berikut:
“Saya dulu sekolah di Jogja kan SMA, terus ya milih sendiri pengen
nerusin sekola Akuntansi. Karena ya tertarik aja gitu, kalau selesai kuliah
juga bisa kepake kan” (Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016)
Sedangkan nilai-nilai yang banyak menjadi landasan dalam hidupnya adalah
nilai ekonomi. Terlihat dari percakapannya yang mengatakan bahwa saat ini
mengelola batik adalah bukan karena hobi atau hal apapun lainnya melainkan
untuk mendapatkan uang. Selain itu, informan I juga mengatakan bahwa sumber
penghasilannya adalah dari usaha batik dan memprioritaskan untuk menjual
barang-barang. Selain itu juga informan I mengungkapkan bahwa meskipun
usahanya memang terbuka bagi siapapun yang ingin melihat produksinya, namun
sampai saat ini, belum dapat memfasilitasi keinginan pendatang untuk mencoba
membuat batik, karena informan I menjelaskan bahwa dengan memberikan waktu
bagi pengunjung untuk mencoba batik, maka target pembuatan batik bagi
pegawainya akan berkurang yang kemungkinan dapat menimbulkan
keterlambatan pesanan batik.
“Ini itu bukan hobi atau kesukaan sih ya buat dapetin uang mbak”
(Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016)
“Sekarang ya nerusin ini tuh ya karena dapet uangnya dari sini, usaha aja
pokonya yang penting bisa jual, jual , jual gitu ada barang yang keluar”
(Wawancara Rabu, 31 Agustus 2016)
“Tapi ya belum bisa memfasilitasi buat yang ingin mencoba membatik,
soalnya kan repot, yang kerja nanti jadi terganggu kan kerjanya. Misalnya
saya dapet pesenan berapa gitu, malah telat to produksinya harusnya
75
sesuai entar malah jadi mundur waktunya” ( Wawancara Jumat 12 Agustus
2016)
Pemaparan diatas menunjukan pemahaman diri yang dimiliki informan.
Ketiganya memiliki pemahaman diri yang berbeda atas dirinya.
2) Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
Dalam memahami lingkungan dan dunia kerja, informan memiliki berbagai
macam pengalaman yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini, akan diungkap
beberapa sub aspek mengenai pemahaman lingkungan dan dunia kerja, yaitu
persyaratan penerimaan kerja, sifat suatu lapangan, situasi pekerjaan, masa depan
pekerjaan, organisasinya, gaya hidup, sosial ekonomi keluarga, lingkungan hidup,
relasi dan kesempatan kerja.
Persyaratan penerimaan kerja menjadi seorang pengusaha batik menurut
informan AP adalah memiliki pemahaman terhadap budaya dan paham mengenai
filosofi dari selembar kain batik sehingga bisa memproduksi sebuah kain batik
yang lebih bermakna. Seperti yang dalam pernyataannya berisi sebagai berikut:
“Membuat kain batik itu perlu keahlian dan harus memilki arti. Batik itu
dibuat dengan menggunakan perasaan, kalau dilihat, batik tulis itu seakan
hidup dan bercerita. Coba lihat batik printing, sekilas itu kalau dilihat
bagus dan rapi, tapi kalau diperhatikan batik itu pasti mati. Ga ada feel nya
di kain batik itu.” (Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016)
Sedangkan mengenai pemahaman sifat suatu lapangan, AP menjelaskan
bahwa dia memahami lingkungan usaha batik sudah sejak kecil dengan cara
melihat dan mengobservasi. Seperti pada pernyataannya berikut ini:
“Saya paham ini karena otodidak. Karena saya sering melihat. Pada
dasarnya saya suka sekali mengamati jadi saya memang pengamat dari
kecil.” (Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016)
76
Cukup mirip dengan sebelumnya, AP kemudian mengemukakan
pemahamannya mengenai situasi pekerjaan sebagai pelaku usaha batik.
Pemahamannya dengan situasi kerja juga dikemukakan sebagai berikut:
“Saya melihat sebuah proses di dalam usaha batik ini. Akhirnya saya
membuat teori saya sendiri dari apa yang saya lihat di sekitar saya”
(Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016)
Dari segi masa depan pekerjaan, informan AP mengatakan bahwa batik saat
ini merupakan hal yang tidak biasa. Batik merupakan sebuah kerajinan yang
memiliki nilai keindahan dan history. Namun, AP menyadari bahwa masa depan
batik tulis tidak bisa diandalkan untuk sumber financial keluarganya, terutama
batik yang dibuatnya yang merupakan batik tulis halus. Terpampang dalam hasil
wawancara berikut ini:
“Belum, ga ada bayangan. Karena begini, saya sudah nyaman dengan
pekerjaan saya dan itu saya anggap sebagai sesuatu yang menjanjikan.
Dulu itu batik kelasnya industry sampai sekarang kelasnya kerajinan. Itu
kan menyurut drastic. Saya pikir, prospek ekonomi batik semakin hari
semakin tidak menjanjikan apalagi saat bom Bali satu, hancur batik itu.
Smeuanya itu susah untuk kembali normal, kaya sakit jantung, gak akan
balik normal. Sama kaya batik juga, gak akan bisa balik normal”
(Wawancara Rabu, 17 Agustus 2016)
Mengenai organisasi dalam usaha yang dijalani, subjek memahami bahwa
subek akan mengikuti beberapa organisasi perkumpulan seperti GKBI dan juga
Sekar Jagad yang merupakan organisasi yang sebelumnya diikuti oleh orang
tuanya sebagai generasi ketiga. Pernyataannya yang mendukung hasil tersebut
adalah sebagai berikut:
“Pembatik itu diwadahi dalam Gabungan Koperasi Batik Indonesia yang
membawahi 5 koperasi. Tapi sekarang adanya Koperasi Batik Senopati.
Usaha batik ini juga dari dulu terdaftar disana dan sering ambil kain juga
kok kesana” (Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016)
77
Soal gaya hidup yang mungkin akan dijalani, informan AP menyadari bahwa
kehidupannya tidak akan tersokong dengan baik jika hanya dengan mengandalkan
produksi batik tulis. Seperti yang disampaikannya berikut ini:
“Saya anggap pekerjaan saya itu sebagai sesuatu yang lebih menjanjikan.
Dulu batik itu memang dimulai di kelas industri, tapi saat ini hanya
sebatas kerajinan saja. Sehingga saya selalu bertanya-tanya tentang
prospek batik ini bisa sampai sejauh mana” (Wawancara 17 Agustus 2016)
Mengenai sosial ekonomi keluarga, informan AP menuturkan bahwa secara
finansial memang pernah kacau disebabkan omset batik yang turun saat insiden
bom bali. Sedangkan secara sosial, diungkapkan hubungannya selalu baik dengan
relasi-relasi yang memang sudah dibangun. Dalam pernyataannya menyebutkan
sebagai berikut:
“Saat bom Bali, hubungan kita dengan luar negeri itu jadi jelek. Tapi
bapak tetap bersikeras tidak akan PHK perkerjanya, ini yang membuat
finance keluarga jadi kacau.” (Wawancara 17 Agustus 2016)\
Pemahaman informan AP mengenai lingkungan hidup dan dampaknya sudah
diketahuinya sejak kecil. Bahan pewarna dari alam yang digunakan untuk
memproduksi batik memang tidak menjadi kekhawatiran bagi AP untuk
meneruskan usaha batik keluarga dan tidak khawatir terhadap complain dari
masyarakat.
“Ini kulit kayu untuk membuat warna coklat batik, masih ada warna-warna
lainnya lagi. Nah ada tempat khusus pembuangan limbahnya dibelakang.
Semuanya aman karena tidka mengandung bahan kimia, karena warna
alam” (Wawancara Rabu, 17 Agustus 2016)
Mengenai relasi, informan AP juga paham tentang relasi yang harus terjalin saat
meneruskan usaha batik keluarga. Seperti pernyataanya sebagai berikut:
78
“Sampai sekarang masih ambil kain mori di koperasi, kalau lilin sebagian
di koperasi sebgaian di koperasi sebagian saya beli diluar.” (Wawancara
Rabu, 10 Agustus 2016)
“Saya punya catatannya yang sudah ada sejak dulu, jadi tinggal say abaca
saja dan pesan di tempat yang sama, jadi tinggal diterusin aja”
(Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016)
Yang terakhir adalah mengenai kesempatan kerja yang didapatkan untuk
menjadi penerus usaha batik keluarga menurut AP, merupakan amanah dari orang
tua berdasarkan penilaian dari sang ayah. Karena menururt sang ayah, informan
AP sudah dikader dari kecil untuk meneruskan usaha batik keluarga. Seperti
pernyataannya sebagai berikut:
“Jadi karena penilaian bapak saya yang suatu hari di tahun 90-an gitu
sudah bilang akan diteruskan ke saya, karena hanya saya yang bisa. Bapak
bilang, kalau adik saya gak akan bisa nerusin. Istilahnya ya kalau kerajaan,
saya itu udah dikader jadi pangeran untuk menjadi penerus” (Wawancara,
Rabu 17 Agustus 2016)
Beralih pada informan I yang banyak mengungkapkan mengenai
pemahamannya mengenai lingkungan dan dunia kerja. Beberapa sub yang juga
diungkap yang pertama adalah mengenai persyaratan penerimaan kerja. Bagi
informan I, untuk menjadi seorang pengusaha batik, syaratnya adalah diperlukan
kemampuan untuk meneruskan usaha keluarga dan mau konsisten untuk
mengerjakannya. Seperti yang disampaikan oleh informan I sebagai berikut:
“Dulu itu batik nenek saya pernah sepi, yang lain juga malah mati gitu
mbak. Sekitar di tahun 80an di jamannya Gusdur itu, tapi yang penting
kita tatap jalanin aja pokoknya harus tetap hidup meskipun sedikit-sedikit”
(Wawancara Rabu, 31 Agustus 2016)
Pemahaman informan I mengenai sifat lapangannya juga diketahui nya sejak
kecil, informan I menuturkan bahwa bisnis keluarganya memang dirintis dan di
kerjakan dengan sangat kekeluargaan. Begitupun perlakuan terhadap pegawainya
79
yang sangat luwes dan fleksibel. Saat bisnis batik keluarga masih dipegang oleh
Nenek, informan I menuturkan bahwa sang Nenek sering mengajak pegawainya
untuk makan bersama di tempat makan. Sejak dulu juga informan I sudah sangat
paham bahwa karyawan-karyawannya merupakan tetangga dekat, sehingga masih
sangat kental unsur gorong-royong di galeri batiknya. Selain itu, setiap kali makan
siang-pun seluruh karyawan difasilitasi makan siang dengan memasak untuk
bersama-sama. Berikut merupakan penuturan dari informan I mengenai sifat
lapangan:
“Dulu eyang sering makan-makan diluar bareng sama karyawan paling ya
makan di daerah sini” (Wawancara 31 Agustus 2016)
“Kerjanya ya kalau bantuin anak-anaknya, apa saya cucunya gitu
serabutan aja. Serabutan semua. Ya yang hari ini bisa pa gitu dikerjain. Ga
ada spesifikasi apa gitu yang khusus, kan ga ada manajemennya yang bisa
dikerjain. Soalnya lebih kekeluargaan” (Wawancara Jumat, 12 Agustus
2016)
“Karyawan sini yang ikut kerja ya tetangga- tetangga sini aja mbak,
lumayan kan malah pada seneng dapet kerjaan” (Wawancara Jumat 12
Agustus 2016)
“Nanti makan siang disini, pada masak gitu mbak, yang bisa masak ya
nanati siang ya masak terus yang lainnya jaga toko entar gantian aja gitu
sama yang bisa” (Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016)
Hal tersebut juga dinyatakan oleh pegawai berinisal P yang mengatakan
bahwa bekerja di galeri batik Dirjo Sugito memang fleksibel, bahkan untuk urusan
izin kerja. Seperti yang dituturkannya sebagai beirkut:
“Enak sih mbak kalau disini, boleh izin kalau mendadak, tapi ya entar
dikabari dulu. Kalau pas lagi masuk, terus pulang, ya izin dulu juga nanti
dihitungnya setengah hari gitu” (Wawnacara Kamis, 11 Agustus 2016)
“Makan siang disini mbak, nanti ada yang masak”, terus ya makan bareng-
bareng” (Wawancara Kamis, 11 Agustus 2016)
80
Untuk mengetahui situasi khususnya pada usaha batik keluarga, informan I
mengaku sudah sangat dekat dengan usaha batik keluarga sejak kecil, apalagi saat
usianya 18 tahun dan mulai menginjak masa studi di perguruan tinggi, informan I
sudah terjun dalam bisnis keuarganya.
“Saya dari umur 18 tahun sudah ngurus-ngurus malah disuruh-suruh beli
obat batik juga, soalnya kan saya sekolah di Jogja. Sejak saya kuliah saya
juga diminta nenek untuk bantu dagang” (Wawancara Jumat, 12 Agustus
2016)
Dari penuturannya mengenai pemahaman masa depan usaha batik yang
dijalani, informan I mengatakan bahwa belum mengetahui sepenuhnya. Yang dia
yakini adalah yang penting menjalaninya.
“Saya ga pernah tau batik ini akan menjadi seperti apa, karena kan
memang eyang saya juga cari uangnya dari sini, dari dagang kelontongan
juga, jadi petani juga, jual sembako, jual pupuk buat sawah, jual minyak
tanah, pokonya jual jual jual gitu. Jadi yaudah yang penting yakin dan
jalani aja” (Wawancara Rabu, 31 Agustus 2016)
Mengenai organisasi yang diikuti selama mengurus usaha batik keluarga,
informan I mengakui bahwa tidak secara khusus mengikuti organisasi apapun.
Karena menurut penuturannya, meskipun desa tempat tinggalnya saat ini
merupakan dewasa wisata batik, namun kemunculan usaha batik miliknya lebih
dulu dariapda organisasi batik di desa tersebut. Sehingga informan I dan keluarga
memang tidak mengikuti organisasi semacamnya. Sedangkan mengenai organisasi
secara internal keluarga, memang tidak diberlakukan karena merupakan usaha
yang kekeluargaan dan sangat fleksibel, berikut merupakan penuturan dari
informan I:
81
“Kita sih dari dulu gak pernah ikut-ikut ya mbak, pernah dulu ditawarin
gabung tapi ah ya kita lebih milih buat mandiri aja to. Organsiasinya juga
itu baru muncul sejak ya rame batik disini. Pas Dirjo Sugito Batik rame,
terus mereka jual batik-batik juga jadi rame deh” (Wawancara Jumat, 12
Agustus 2016)
Secara gaya hidup, informan I memahami bahwa menjadi seorang wirausaha
batik memiliki waktu yang fleksibel sehingga, menururtnya sangat menyenangkan
karena ketika bosan, informan I bisa rehat dari pekerjaan untuk sekedar berlibur.
Dalam pernyatannya menjelaskan sebagai berikut:
“Lagian enak, kalau jadi pegawai malah ga fleksibel jam kerjanya. Malah
dimarahi to kalau minta libur, kalau usaha kan bebas bisa liburannya
kapan aja” (Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016)
Lain lagi dengan sosial ekonomi keluarga, informan I mengatakan bahwa
secara social, usaha keluarganya ini memang banyak memberikan manfaat positif
diantara tetangga-tetangga, karena karyawan yang ada di galeri batiknya
merupakan tetangganya. Secara ekonomi, diawal tanggung jawabnya mengurus
usaha keluarga, informan I belum menyadari akan seperti apa income yang
didapatkan, namun selalu berusaha untuk optimal dalam menjual barang-barang
dagangan. Seperti yang diungkapkan sebagai berikut:
“Ya ini, tetangga semua pegawainya mbak, bahkan ada yang dari sebelum
menikah sampe sekarang akhirnya punya anak dan anaknya malah kerja
disini juga” (Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016)
“Belum tau soalnya ya dijalani aja yang penting ada pemasukan gitu”
(Wawancara Rabu, 31 Agustus 2016)
Selanjutnya mengenai lingkungan hidup, informan I menyadari bahwa
produksi batik miliknya menghasilkan limbah kimia yang harus dibuang. Menurut
penuturannya, limbah yang dihasilkan dari produksi batiknya diberikan obat
terlebih dahulu kemudian dibuang ke sungai. Itu juga yang sudah diketahui sejak
82
lama oleh infroman I, selain itu terdapat izin HO atau izin gangguan kepada warga
sekitar. Namun, dampak positif yang memang dibangun oleh usaha kelaurga
informan adalah dengan mempersilahkan kepada siapa saja instansi atau lembaga
yang memang ingin melakukan tour untuk pembuatan batik. Terlihat dari
beberapa piagam yang tampak di dinding galeri batik berupa ucapan terimakasih
dari beberapa sekolah di DIY, Jawa Tengah dan beberapa dari Jawa Timur yang
sudah mempersilahkan lembaga terkait melakukan tour produksi batik dan
sharing. Dampak positif bagi lingkungan yang ditimbulkan juga pengadaan mesin
EDC bagi ttetangganya yang juga pelaku usaha batik kini menjadi lebih gampang
karena kredibilitas galeri batiknya yang baik di pihak Bank, terlebih kini desanya
dikenal sebagai desa wisata batik setelah tetangga-tetangganya termotivasi oleh
kesuksesan galeri batik miliknya dan kemudian membuka galeri batik sendiri”
“Dibuang ke sungai, tapi kan sebelumnya udah dikasih obat gitu biar ga
bahaya ga dibuang langsung begitu aja. Ada izin HO juga, udah ga
masalah gitu kok. Itu juga ada surat izinnya saya pasang disitu.”
(Wawancara Jumat 12 Agustus 2016)
“Kita memang open kalau ada yang mau penelitian atau berkunjung dari
sekolah-sekolah dan gratis mbak gausah bayar. Tapi ya belum bisa
memfasilitasi buat yang ingin mencoba membatik, soalnya kan repot, yang
kerja nanti jadi terganggu kan kerjanya. Misalnya saya dapet pesenan
berapa gitu, malah telat to produksinya harusnya sesuai entar malah jadi
mundur waktunya” ( Wawancara Jumat 12 Agustus 2016)
“Sekarang tetangga lebih enak mbak, bisa pake mesin EDC pengajuannya
gak ribet ya setelah toko saya rame ini akhirnya kan dipercaya sama Bank”
(Wawancara Jumat, 12Agustus 2016)
Dari pengamatan peneliti, memang terdapat izin HO yang tertera di dinding
galeri dan selalu diperbaharui selama lima tahun sekali.
83
Beralih mengenai sub-aspek relasi, informan I membangun relasi yang baik
dengan pemasok kain, malam dan juga warna-warna yang digunakan untuk
memproduksi batik sejak masih dikelola oleh neneknya. Selain itu juga informan I
paham mengenai perkembangan pemasaran batik yang harus dilakukan dengan
memenuhi izin HO agar instansi-instansi dapat memesan batik ke tempatnya.
Diketahui, menurut informan I, jika sebuah instansi akan mengeluarkan anggaran
pembuatan seragam, harus kepada galeri yang berizin. Seperti yang diaktakannya
sebagai berikut:
“Izin HO juga jadi syarat kalau dari instansi atau pegawai negeri mau beli
seragam, kan harus beli ke toko yang berizin mbak” (Wawancara Jumat,
12 Agustus 2016)
“Kalau dulu order cat apa malam gitu tapi ya ga delivery kaya sekarang
ini, dulu ya ambil-ambil gitu. Kain itu ambilnya dari Solo, tapi sekarang
juga udah ada yang bagus ko, di pabrik Medari situ sih” (Wawancara
Jumat, 12 Agustus 2016)
Kesempatan kerja yang dimiliki informan I dapat dikatakan cukup terbuka
lebar. Seperti penuturannya, informan I merupakan cucu pertama, dan sudah
dikader sejak umur 18 tahun untuk terjun dalam bisnis usaha batik milik keluarga.
Penuturannya sebagai berikut:
“Jadi kan saya ini cucu pertama yang paling besar, terus ya disuruh bantui
juga sama tante-tante saya saya ibu juga. Tapi kan lama kelamana tante itu
ounya kesibukan sendiri karena ada suaminya kan. Jadi ya udha dijalani
aja ini saya kelola gitu tapi tetep bisnis usaha keluarga” (Wawancara
Jumat, 12 Agustus 2016)
3) Proses Pembuatan Keputusan
Pada aspek yang ketiga yaitu proses pembuatan keputusan, terdapat beberapa
sub-aspek yaitu mengumpulkan informasi, memahami diri, melakukan pilihan
84
pekerjaan sementara, merencanakan career path dan terakhir adalah berusaha
menambah knowledge mengenai karier yang digeluti. Yang pertama kali akan
diungkap adalah hasil penelitian dari informan AP kemudian dilanjutkan dengan
informan I.
Pada sub-aspek yang pertama yaitu mengumpulkan informasi, informan AP
menyebutkan bahwa AP lebih banyak mengamati kegiatan produksi batik di
rumahnya sejak kecil. AP menuturkan bahwa sejak kecil dari mulai bangun tidur
hingga memasuki waktu tidur AP sangat dekat dengan batik. AP melihat
bagaimana kakek dan orang tuanya bekerja dan memproduksi batik dan melihat
bagaimana cara memandang selembar kain batik. AP mengaku tidak secara
langsung bertanya mengenai batik, melainkan sebatas menjadi pengamat. Untuk
mendapatkan informasi lebih banyak, AP lebih banyak mendapatkannya dari
orang lain. Pada penuturanya, AP menyampaikan sebagai berikut:
“Jadi sebetulnya kan saya ini suka mengamati, saya itu pengamat dari
kecil. Saya melihat proses di rumah dalam memproduksi batik”
(Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016)
“Saya dapet informasi yang secara langsung itu ya dari banyak orang.
Malah ga banyak dari keluarga, kalaau dari keluarga itu saya sebatas
mengamati” (Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016)
“Saya lihat, batik itu dulu ya garment, orang-orang banyak pake batik.
Tapi saya pikir 20-40 tahun kemudian mungkin akan beda. Ya saat ini
buktinya, batik jadi sesuatu hal yang tidak biasa” (Wawancara Rabu, 10
Agustus 2016)
Pada sub-aspek pemahaman diri, sebelumnya sudah dijelaskan pada aspek
yang pertama, sehingga pada sub-aspek tidak dibahas lebih jauh lagi. Beralih pada
sub-aspek yang ketiga yaitu melakukan pilihan pekerjaan sementara. Informan AP
85
menuturkan, bahwa menjadi seorang pengusaha batik bukanlah menjadi mata
pencaharian yang utama. Sehingga, informan AP memutuskan untuk memiliki
pekerjaan yang lain yang menurut penuturannya lebih menjanjikan. Penuturannya
adalah sebagai berikut:
“Saat ini saya bekerja sebagai seorang konsultan di United Nation
Development Program dan juga pengurus POSI DIY. Kalau saya gak
ambil kerjaan lain hanya dari batik saja dengan keadaan pemasaran batik
yang seperti ini, wah saya gak yakin bisa hidup dari itu saja” (Wawancara
Rabu, 10 Agustus 2016)
“Diluar sana orang mikir 40 ribu udah dapet batik, ya batik printing itu gak
peduli bener apa engga batiknya. Segmen pasarnya akhirnya menyempit.
Batik saya gak ada yang harganya segitu, paling engga 800 ribu sampai 3
juta. Jadi yak arena itu, saya ga mampu kalau harus bergantung pada batik
saja, saya lebih yakin terhadap karier saya karena lebih menjanjikan”
(Wawancara Rabu, 17 Agustus 2016)
Selanjutnya, untuk sub-aspek merencanakan career path yaitu mengenai
rencana langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam memasuki pekerjaan yang
dipilihnya termasuk dengan studi lanjutannya. Informan AP mengungkapkan
bahwa menjadi seorang pengusaha batik memang sudah direncanakannya sejak
dulu karena merupakan amanah dari orang tuanya. Selain itu, bagi AP
meneruskan usaha batik merupakan sebuah cara untuk melestarikan budaya jawa
yang harus dipertahankan. Namun, AP memiliki career path lain yaitu berkarier
di bidang yang digelutinya sebagai seorang konsultan di UNDP. Saat masa
sekolah dan menentukan studi lanjutan perguruan tinggi, AP memilih program
studi Arkeologi sebagai ekspresi minat belajarnya yang menyukai traveling.
Baginya, menjadi seorang Arkeolog dapat memenuhi kegemarannya traveling.
Kegemarannya menyelam juga membuahkan hasil yang membuatnya kemudian
mendapatkan kesempatan untuk sekolah Federal Emergency Management Agency
86
di USA yang kemudian mendorongnya menjadi seorang konsultan di UNDP. Dari
keseluruhan pekerjaan yang dimilikinya saat ini, AP merasa sangat menikmati
pekerjaannya sebagai seorang konsultan Berikut merupakan cuplikan hasil
wawacara bersama informan AP mengenai hal terkait:
“Sejak kecil saya sadar kalau saya hanya diam di rumah, saya pasti
disuruh-suruh ya ngurus batik juga. Makanya saya lebih suka ada di luar,
saya cari pengalaman baru di luar, biar pengetahuan saya ga hanya sebatas
batik saja. Saya banyak bersosialisasi di luar agar pengetahuan saya tidak
hanya sebatas pagar rumah saja” (Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016)
“Saya lulusan Gajah Mada fakultas Sastra jurusan Purbakala. Jadi saya ini
seorang arkeolog. Ya karena saya suka jalan-jalan. Pekerjaan Arkeolog
kan gitu, jalan-jalan terus meneliti sebuah bangunan atau prasasti dan
tinggalan-tinggalan lainnya. Jadi ya saya dulu sekolah ini biar bisa jalan-
jalan juga kan enak, kalau batik ya dulu mikirnya gimana ya. Lebih
menjanjikan kalau berkarier lain gitu rasanya.” (Wawancara Rabu, 10
Agustus 2016)
Pada sub-aspek yang terakhir yaitu berusaha menambah knowledge tentang
karier yang digeluti. Pada penyataan yang diberikan oleh informan, diketahui
bahwa diawal informan menggeluti usaha batik tidak dikhususkan belajar
mengenai batik kepada orang tua bahkan kakeknya, informan lebih banyak belajar
secara otodidak dengan melihat serta mengamati prosesnya. Namun, saat ini saat
sudah benar-benar tidak ada yang meneruskan usaha batik kecuali informan dan
istrinya, informan banyak menambah wawasan batik dengan mengikuti pertemuan
yang biasa dilaksanakan satu bulan sekali bersama sebuah organisasi pecinta batik
bernama Sekar Jagad, selain itu juga informan banyak membaca referensi
mengenai batik melalui buku-buku yang dimiliki ayah informan semasa hidupnya.
Berikut merupakan cuplikan hasil wawancara dengan informan:
87
“Saya itu ga belajar khusus ke batik. Jadi saya sebetulnya tau batik itu ya
otodidak, saya sering melihat. Jadi sebetulya saya itu pengamat dari kecil”
(Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016)
“Ini buku saya dapatkan dari penulisnya langsung, ketuanya Sekar Jagad. Di
dalem sini juga ada batiknya bapak, dijadikan contoh batik-batik yang pakem dan
memang batik asli Jogja. Saya juga banyak kenal motif batik dari sini”
(Wawancara Rabu, 17 Agustus 2016)
Berlaih pada informan kedua, yaitu informan I mengungkapkan mengenai
aspek proses pengambilan keputusan. Pada sub-aspek yang pertama yaitu
mengenai pengumpulan informasi mengenai karier, informan I mengatakan
bahwa dia mendapatkan informasi mengenai karier yang akan digelutinya dengan
terjun langsung pada pekerjaan keluarganya sebagai pengusaha batik di umurnya
yang mulai menginjak 18 tahun hingga kuliah. Hal tersebut diakui oleh informan I
merupakan permintaan langsung dari sang nenek yang menginginkan cucu
pertamanya ikut terjun dalam usaha keluarga. Informan I mengakui bahwa
setelah menjadi pengurus dari usaha batik keluarga secara official, informan tidak
pernah membaca buku-buku tentang batik. Karena baginya, yang maish membaca
buku mengenai batik adalah pemula, sedangkan untuk teori dan praktek membuat
batik, informan I mengakui sudah dapat melakukannya. Berikut merupakan
penuturannya:
“Jadi saya memang diminta langsung oleh nenek saya untuk bantu-bantu
waktu umur 18 tahun itu, ya saya belajar secara langsung sejak saat itu”
(Wawancara Jumat 12 Agustus 2016)
Beralih pada sub-aspek memahami diri sendiri, sudah diungkapkan pada aspek
yang pertama kali sudah diungkapkan oleh peneliti. Beranjak pada sub-aspek
yang ketiga yaitu melakukan pilihan pekerjaan sementara, informan I
88
mengungkapkan bahwa belum pernah mencoba bekerja di tempat lain, karena
sejak lulus kuliah benar-benar concern untuk membantu usaha keluarga.
“Wah, engga, saya dari kuliah udah bantu. Dari umur 18 malah sudah
ngurus-ngurus, malah disuruh beli obat, batik juga” (Wawancara Jumat, 12
Agustus 2016)
“Nenek itu dulu bilang ya daripada kerja di orang mending nerusin usaha
keluarga aja gausah pusing cari kerja” (Wawancara Jumat, 12 Agustus
2016)
Sedangkan penuturannya mengenai perencanaan career path yang akan
dijalaninya, diungkapkan bahwa dalam melakukan langkah-langkah yang
dijalaninya untuk menempuh karier yang dipilih sama sekali belum diketahui dan
terpikirkan sebelumnya. Informan I mengaku tidak memiliki program apapun,
sebatas menjalani usaha keluarganya saja saat memutuskan untuk mengurus usaha
tersebut dan menambah beberapa pengrajin agar dapat terpenuhi stok yang banyak
untuk kemudian dijual. Informan I juga belum memiliki gambaran mengenai cita-
cita galeri batiknya karena masih milik keluarga besar. Informan I juga
mengungkapkan bahwa belum akan memperbesar bisnis dengan memiliki cabang,
dikarenakan produksi yang manual. Berikut merupakan penuturannya:
“Sejak saya diminta untuk meneuruskan usaha ini, bahkan jauh sebelum
itu, dari awal saya bantu-bantu juga saya gak punya bayangan buat usaha
ini kedepannya. Karena memang gak ada program apapun. Ya dijalani
saja, eh ternyata makin rame, saya ya nambah-nambah pengrajin aja biar
bisa ngelembur sampe stok banyak gini” (Wawancara Jumat, 12 Agustus
2016)
“Wah saya ga ada cita-cita buat usaha ini, soalnya usaha punya keluarga
besar, jadi saya gaboleh ambil langkah sendiri” (Wawancara Jumat, 12
Agustus 2016)
“Saya belum ada ide buka cabang karena masih manual produksinya jadi
ga begitu banyak hasilnya” (Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016)
89
Sub-aspek yang terakhir adalah berusaha menambah knowledge tentang karier
yang digeluti, pada pernyataan informan I, diungkapkan bahwa informan I tidak
membaca buku-buku pengetahuan mengenai batik karena baginya, yang membaca
buku mengenai pengetahuan batik adalah seorang pemula. Namun untuk motif,
memang banyak dipelajari dengan belajar dari motif kain batik lain dengan cara
diadopsi dan dikombnasikan. Selain itu, informan juga mempelajari cara transaksi
lain yang bisa dilakukan untuk membeli batik di galerinya dengan mengusahakan
mesin EDC. Penuturanya sebagai berikut:
“Duh saya malah gapenrah baca-baca buku kaya gitu, soalnya kan tiap hari
udah saya kerjakan, kalau baca-baca kaya gitu mah itu pemula gitu,
soalnya saya kan udah tau prosesnya. Ya paling kalau motif baru saya baru
ulik gitu” (Wawancara Rabu, 31 Agustus 2016)
“Ada lagi motif-motif yang baru gitu, saya baisanya beli kain baru yang
motifnya emang belum ada di toko, terus nanti saya tanya ke pegawai saya
bisa ngerjain apa engga, paling nanti ya dicoba begitu” (Wawancara Jumat
12 Agustus 2016)
“Saya dulu benar-benar mengusahakan mesin EDC ini mbak, dulu susah
saya perjuanginnya ke BCA, awalnya saya harus bayar punya mesin EDC
ini, dulu ya ga dipercaya masa di desa punya mesin EDC, tapi sekarang
kan enak jadi udah dipercaya gitu” (Wawancara Jumat 12 Agustus 2016)
Dari aspek proses pengambilan keputusan yang ditelti, memang terdapat
kemiripan yaitu karena usaha keluarga yang dijalani memang dibutuhkan
regenerasi, dan mayoritas pengamilan keputusan memang diambil karena alasan
keluarga.
4) Model-model Pola Hidup
Pada model pola hidup, lebih diungkapkan mengenai bagaimana pola interkasi
orang tua kepada anak. Pola Interaksi orang tua kepada AP, tergolong
90
memberikan perlindungan berlebihan, hanya memberi sedikit kebebasan pribadi
kepada AP namun tetap memenuhi kebutuhan anak. Seperti yang dungkapkan
oleh AP bahwa dia termamsuk sangat di-protect oleh orang tuanya. Bahkan untuk
sekedar berenang, dilarang oleh orang tuanya. Selain itu juga AP mengungkapkan
bahwa pernah mengalami stress tinggi yang menyebabkan sering mencuri waktu
untuk melakukan hal-hal yang disukainya. AP juga mengungkapkan bahwa
bapaknya sangat perhatian terhadap pendidikan dan pergaulannya. Bahkan untuk
urusan pendidikan, AP menuturkan ibunya sering menungguinya saat belajar yang
menyebabkan AP tertekan. Berikut merupakan penuturannya:
“Saya waktu kecil termasuk sangat di-protect. Saya bahkan dulu gak
dibolehin berenang, tapi saya curi-curi waktu buat berenang di sungai.
Saya pernah dibelii sepeda tanpa saya minta, terus saya pake buay
sepedaan sampe parangtritis waktu SD” (Wawancara Rabu, 10 Agustus
2016)
“Saya waktu kecil pernah punya stress tinggi. Gara-gara disuruh belajar
ditungguin juga itu kalau saya belajar, malah tambah stress kan saya.
Makanya ya saya suka nakal curi0-curi waktu. Saya gamau ada dirumah
terus, karena saya yakin tiap hari itu ada yang baru tapi bukan dirumah,
dan banyak yang bisa dipelajari” (Wawancara Rabu 10 Agustus 2016)
“Kalau secara kebutuhan ya sangat terpenuhi, meskipun saya keluar sampe
jam berapa, sepedahan kemana, tetep kalau baru sampai rumah yang
ditanya sudah makan atau belum, dan sepeda saya juga gak minta, ya ada
aja begitu” (Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016)
Sedangkan informan I mengungkapkan bahwa, interaksi orang tua kepada
anak tergolong memberikan perhatian yang hangat pada anak dan membantu
membuat renacana masa depan serta mendorong anak agar menjadi mandiri.
Penuturannya mengungkapkan bahwa mengarahkan agar kenal dan mau
meneruskan keluarga dengan disuruh untuk membantu pekerjaan di galeri barik.
Selain itu juga sejak SMA, informan I memang sudah tinggal sendiri di kosan saat
91
menempuh sekolah di Yogyakarta, sehingga menurut informan I hal tersebut
menjadi bekal yang membangunnya menjadi mandiri. Seperti yang diungkapkan
oleh informan I sebagai berikut:
“Dulu ya diarahin buat bantu-bantu di toko terus ya lulus kuliah mau cari
kerja malah suruh disini aja ngelanjutin kan, sampe akhirnya jadi mata
pencaharian” (Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016)
“Orang tua ya ngebebasin aja saya mau usaha apa yang penting usaha
sendiri. Dulu juga saya eprnah nyablon, tapi lagi libur karena tukangnya
meninggl itu loh” (Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016)
“Ya jaman dulu dari SMA itu saya ngekos udah punyauang saku juga, beli
makan sendiri gitu. Ya belajar mandiri” (Wawancara Rabu, 31 Agustus
2016)
“Orang tua saya sih setuju-setuju aja. Paling nanya ke sekolah gitu terus
ngurus biayanya” (Wawancara Rabu, 31 Agustus 2016)
Dari keterangan kedua informan memang terdapat perbedaan interaksi orang
tua terhadap anak.
5) Model-model Karier
Pada model-model karier diungkap siapa orang yang menginspirasi informan
dalam berkarier. Informan AP mengatakan bahwa dalam berkarier banyak
terilhami dari eyangnya. Dalam penuturannya, AP mengatakan bahwa kakeknya
tidak pernah menyombongkan diri akan karya atau hasil kerjanya. Kakeknya juga
lebih menyukai bekerja dibalik layar sama seperti informan AP saat ini. Relasi
yang dimiliki sang kakek juga banyak diketahui dengan banyaknya teman yang
sering berkunjung ke rumah. Berikut merupakan penuturannya:
“Yang saya tauladani dari eyang saya itu dia adalah orang jawa dan
bertindak sebagai orang jawa. Dan eyang saya itu kalau mengerjakan
sesuatu tidak pernah menyombongkan diri dengan mengatakan banyak
karya atau hasil kerjanya. Maka dari itu saya jadi lebih suka bertindak
dibalik layar dalam beberapa hal penting. Eyang saya itu gak sombong,
92
banyak sebenarnya sistem di Jogjakarta ini yang memiliki campur tangan
eyang, tapi beliau tidak pernah sombong. Itu yang paling saya tauladani”
(Wawancara Rabu, 17 Agustus 2016)
Berlaih pada informan I yang mengungkapkan mengenai modelnya dalam
berkarier. Informan I sebelumnya mengungkapkan bahwa menjalani usaha ini
dengan sangat kekeluargaan dan santai. Keputusannya menjadi seorang wirausaha
juga dikarenakan jam kerja yang memang fleksibel. Begitu juga dengan model
karier nya yang banyak terinspirasi dari sang ayah. Pada penuturannya, sang ayah
menginspirasinya bahwa kaya hati adalah yang terpenting dibanding dengan kaya
harta. Kaya sahabat dan keluarga juga lebih berarti daripada harta. Sehingga usaha
keluarga yang dijalaninya memang sangat kekeluargaan. Bagianya, jika hanya
mengejar harta maka selamanya tidak akan puas. Sedangkan kebahagiaan mutlak
adanya, sehingga menururtnya jika hanya mengumpulkan harta tanpa bisa
menikmatinya hanya akan muncul kesedihan belaka. Seperti apda penuturannya
sebagai berikut:
“Bapak saya pernah bilang, orang kaya itu gausah kaya harta, tapi kaya
hati itu yang terpenting, kaya saudara, kaya sahabat, itu harta sesunggunya
yang melebihi uang menurut saya. Kalau orang kaya uang itu ga pernah
puas, ya bapak saya ga terlalu matrealistis sih mbak. Yang penting itu
hidup bahagia dimanapun, malah sakit to kalau ngumpul-ngumpulin harta
tapi gak sempet nikmatin. Kan malah sedih” (Wawancara Rabu, 31
Agustus 2016)
Penuturan dari keduanya sama-sama model karier yang muncul adalah dari
keluarga generasi sebelumnya.
Dari hasil penelitian yang diasajikan oleh peneliti, jika dituangkan kedalam
tabel sesuai dengan aspek yang diungkap antara kedua informan adalah sebagai
berikut:
93
Tabel 7. Aspek Pemahaman Diri
Nama
Inisial
Sub-Aspek Pemahaman Diri
Bakat Minat Nila-nilai
AP
Seorang pemikir atau
konseptor
Traveling, budaya
Jawa dan menyelam Nilai Budaya
I
Berwirausaha Bidang Ekonomi Nilai Ekonomi
Tabel 8. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
Nama
Inisial
Sub-Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
Persyaratan penerimaan kerja Sifat suatu lapangan
AP
Memiliki pemahaman terhadap
budaya and paham mengenai
filosofi dari selembar kain batik
sehingga dapat memproduksi
kain batik dengan lebih
bermakna
Mengetahui sifat lapangan
dengan cara melihat dan
mengobservasi sejak kecil.
Setiap kain dibuat dengan
ketelatenan dan detail yang baik
karena diutamakan keindahan
dari sebuah kain, sehingga
pekerjaannya membutuhkan
ketelitian tingkat tinggi.
I
Memiliki kemampuan untuk
meneruskan usaha keluarga
secara kekeluargaan dan mau
konsisten untuk
mengerjakannya
Mengetahui sifat suatu lapangan
dari mengamati sejak kecil.
Informan menuturkan sifat
lapangan pada usaha keluarganya
sangat fleksibel dan luwes.
Tabel 9. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
Nama
Inisial
Sub-Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
Situasi pekerjaan Masa depan pekerjaan
AP
Mengetahui situasi secara
langsung dengan mengamati
dan mengobservasi kegiatan
produksi di rumah.
Batik bukanlah hal yang biasa
karena merupakan kerajinan
yang memiliki nilai keindahan
dan history. Namun sadar akan
masa depan batik yang
diproduksinya tidak dapat
diandalkan sebagai sumber
penghasilan keluarganya,
94
terutama batik yang dibuatnya
merupakan batik tulis halus yang
harga jualnya mahal dan
pemasarannya menyempit.
I
Mengetahui situasi pekerjaan
sejak kecil dan mulai
berkecimpung secara angsung
sejak usia 18 tahun. Situasi
pekerjaan di usaha batik
keluarganya diketahui sangat
santai dan kekeluargaan
Belum mengetahui sama sekali
mengenai masa depan dari usaha
batik keluarganya, yang
diketahuinya sat itu hanyalah
harus tetap menjalaninya.
Tabel 10. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
Nama
Inisial
Sub-Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
Organisasi Gaya hidup
AP
Mengetahui berbagai macam
organisasi dari mengamati dan
juga paham bahwa secara
otomatis akan mengikuti
beberapa organisasi yang
sebelumnya diikuti oleh
generasi sebelumnya, yaitu
organisasi Sekar Jagad dan
GKBI
Informan menyadari jika hanya
mengandalakan usaha batik tulis
miliknya, gaya hidupnya tidak
akan terpenuhi dan tersokong
dengan baik.
I
Informan mengakui tidak
mengetahui dan mengikuti
organisasi yang menaungi
pelaku usaha batik. Karena
menururtnya, meskipun desa
tempat tinggalnya adalah desa
wisata batik, namun
kemunculan usaha batik
miliknya lebih dulu daripada
organisasi di desa batik
tersebut.
Gaya hidup yang akan
dijalaninya saat mengurus usaha
batik keluarga sudah
dibayangkanya sejak lama.
Baginya, menjadi seorang
wirausaha berarti memiliki waktu
yang fleksibel sehingga sangat
menyenangkan. Karena ketika
informan merasa bosan dengan
pekerjaannya, informan bisa
mengambil waktu liburan
kapanpun dikehendakinya.
Tabel 11. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
Nama Sub-Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
95
Inisial Sosial ekonomi keluarga Lingkungan hidup
AP
Secara financial, usaha yang
dijalani keluarganya kacau
disebabkan omset batik yang
turun. Namun secara sosial,
hubungannya selalu baik
dengan relasi-relasi yang
memang sudah dibangun
sebelumnya
Dampak lingkungan hidup sudah
diketahuinya sejak kecil. Batik
tulis produksinya memakai
warna alam yang tidak
menimbulkan limbah berbahaya
sehingga tidak ada kekhawatiran
dalam memproduksi batik
ataupun complain dari
masyarakat mengenai limbah.
I
Informan menyadari bahwa
secara sosial, usaha keluarganya
memang akan memberikan
banyak dampak positif terhadap
warga sekaitar karena banyak
pegawai yang direkrut dari
tetenagganya juga memiliki
image baik diantara warga
desanya. Sedangkan secara
ekonomi keluarga, informan
sama sekali tidak dapat
memperkirakaan berapa
keuntungan yang akan
didapatkan dengan meneruskan
usaha batik, namun informan
selalu berusaha optimal dalam
menjual abrang dagangan.
Sejak dulu, informan mengetahui
bahwa produksi batik miliknya
menghasilan limbah kima.
Namun menurut penuturannya,
limbah yang dihasilkan dari hasil
produksi kemudian beri obat agar
tidak berbahaya bagi lingkungan.
Selanjutnya juga selalu mengurus
izin gangguan kepada warga
sekitar yang selalu diperbaharui
setiap lima tahun sekali.
Selain itu juga informan bahkan
saat pengurus generasi
sebelumnya mengizinkan
kegiatan instansi ataupun
lembaga-lembaga yang memang
ingin melakukan tour di galeri
batik miliknya.
Tabel 12. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
Nama
Inisial
Sub-Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
Relasi Kesempatan Kerja
AP
96
Informan sangat paham
menganai relasi yang terjalin,
sehinga tidak kebingungan saat
harus meneruskan usaha batik
keluarga. relasi yang dipahami
terutama dalam mengambil
berbagai bahan mentah untuk
pembuatan batik.
Bagi informan, kesempatan kerja
untuk meneruskan usaha batik
kelaurga tidak sulit karena
langsung diamanatkan oleh
generasi sebelumnya, menururt
AP amanah itu muncul
berdasarkan penilaian
terhadapnya dan diakuinya
bahwa informan memang sudah
dikader sejak kecil untuk
meneruskan usaha batik
keluarga.
I
Relasi usaha batik miliknya
dengan para pemasok barang
mentah untuk memproduksi
kain sudah diketahuinya sejak
membantu mengurus usaha
batik keluarga di umur 18
tahun. Hingga saat ini, menurut
penuturannya masih terjalin
dengan baik antara dia dan
relasi pemasok barang mentah
tersebut. Selain itu, informan
juga membangun koneksi
dengan instansi-instansi dan
lembaga-lembaga sebagai
upaya pemasaran batik
miliknya.
Kesempatan untuk meneruskan
usaha batik keluarga
diketahuinya memang sangat
terbuka, karena informan
merupakan cucu pertama dan
sudah dikader sejak kecil oleh
nenek dan ibunya. Selain itu, di
umur 18 tahun juga sudah terjun
langsung pada usaha batik milik
keluarganya.
Pada aspek proses pembuatan keputusan, terdapat sub-aspek memahami diri,
karena aspek tersebut sudah diulas sebelumnya, maka tidak akan diulas untuk
kedua kalinya guna efektivitas penulisan dan hasil penelitian ini. Berikut
merupakan hasil penelitian dari proses pembuatan keputusan:
Tabel 13. Aspek Proses Pembuatan Keputusan
Nama
Inisial
Sub-Aspek Proses Pembuatan Keputusan
Mengumpulkan Informasi Melakukan Pilihan Pekerjaan
97
Sementara
AP
Infomasi mengenai
pekerjaannya sebaga penerus
usaha batik keluarga
diketahuinya dengan banyak
mengamati kegiatan produksi
batik di rumahnya sejak kecil.
AP banyak menjadi seorang
pengamat dan banyak bertanya
pada orang-orang
AP melakukan pepilihan
pekerjaan sementara menjadi
seorang konsultan yang
kemudian malah menjadikannya
sebagai pekerjaan utama yang
lebih menjanjikan secara
financial.
I
Infroman mendapatkan
informasi dengan terjun
langsung pada pekerjaan
keluarganya sebagai pengusaha
batik di umurnya yang
menginjak 18 tahun. Namun
diakui oleh informan, bahwa
tidka pernah membaca buku-
buku mengenai batik karena
menururtnya hal tersebut
hanyalah dilakukan oleh
pemula. Sedangkan dia sudah
mengetahui bagaiaman teori
dan praktek pembuatan batik.
Informan mengungkapkan bahwa
belum pernah mencoba untuk
bekerja di tempat lain, karena
sejak lulus kuliah benar-benar
konsentrasi untuk membantu
usaha keluarga dan diminta
secara langsung untuk mengurus
usaha tesebut. Adapun hal yang
dilakukan sebelum secara official
meneruskan usaha keluarga yaitu
membuat kreasi dompet dari kain
tradisional untuk kemudian
dijual, itupun menururt
penuturannya silakukan
bersamaan dengan meneruskan
usaha batik keluarganya.
Tabel 14. Aspek Proses Pembuatan Keputusan
Nama
Inisial
Sub-Aspek Proses Pembuatan Keputusan
Merencanakan Career Path Berusaha Menambah Knowledge
mengenai karier
AP
Meneruskan usaha batik
keluarga memang sudah
menjadi rencananya sejak dulu
karena merupakan amanah yang
sudah diberikan. Sedangkan
untuk karier yang
diutamakannya sebagai
konsultan juga sudah
Informan diketahui selalu meng-
update pengetahuan batuk dari
bartanya kepada orang-orang dan
juga membaca buku yang
diterbitkan oleh salah satu
pemrakarsa organisasi Sekar
Jagad mengenai berbagi motif
batik nusantara. Informasi baru
98
dirancangny sejak dahulu. AP
memutuskan untuk mengambil
sekolah lanjutan dan kemudian
lebih concern pada bidang
yang digelutinya sambil
meneruskan usaha keluarganya
agar tidak mati termakan zaman
dan tetap bisa melestarikan
batik sebagai warisan budaya
Jawa.
yang didapatkan juga informan
gali melalui pertemuan bulanan
organisasi Sekar Jagad yang
banyak mendiskusikan mengenai
batik.
I
Dalam melakukan langkah-
langkah yang dijalaninya untuk
menempuh karier yang dipilih
sama sekali belum diketahui
dan tidak direncanakan bahkan
terpikirkan sebelumnya.
Informan I juga mengaku, saat
menjalani usaha keluarga tidak
memiliki program atau cita-cita
apapun untuk galeri batik
miliknya, sebatas menjalani
usaha keluarga saja. Namun ada
upaya untuk menambah
pengrajin demi memenuhi
pesanan batik.
Informan tidak secara khusus
membaca berbagai pengetahuan
tentang batik. Namun, informan
selalu meng-update
pengetahuannya mengenai motif.
Informan I banyak belajar motif
dari kain-kain batik yang baru
ditemukannya untuk kemudian
diadaptasi dan dikombinasikan
dengan motif-motif batik
miliknya. Sehingga, menurut
penuturannya, ragam motif yang
ada di galeri batiknya akan
banyak dan unik. Selain itu,
informan I banyak belajar
mengenai cara transaksi yang
bisa dilakukan untuk membeli
batik di galerinya menggunakan
mesin EDC.
Tabel 15. Aspek Model-Model Pola Hidup
Nama
Inisial Sub-Aspek Model-Model Pola Hidup
AP
Pola interaski orang tua kepada AP sesuai dengan penuturan
informan tergolong memberikan perlindungan berlebihan, hanya
memberi sedikit kebebasan pada AP namun juga tetap memenuhi
kebutuhan AP. Menurutnya, dia sangat di-protect oleh orang
tuanya. Bahkan saat belajar, orang tuanya sering menungguinya
sampai selesai.
I
Interaksi orang tua yang dirasakan oleh informan I sejak kecil
99
diungkapkan sangat memberikan perhatian yang hangat, juga
memberikan masukan-masukan untuk masa depannya terutama
memberikan pengertian dalam meneruskan usaha batik keluarga.
Sejak SMA, informan I sudah diajari untuk menjadi seseorang yang
mandiri dengan memberikan izin sekolah di Jogja dan menjadi anak
kos
Tabel 16. Aspek Model-Model Karier
Nama
Inisial Sub-Aspek Model-Model Karier
AP
Informan AP banyak menceritakan bahwa kakeknya sangat dia
tauladani. Dalam penuturannya, AP mengatakan kakeknya tidak
pernah menyombongkan diri akan karya atau ahsil kerjanya.
Kakeknya memang lebih sering bekerja di balik layar namun tetap
memiliki relasi yang banyak.
I
Informan I mengungkapkan bahwa sang ayah banyak
mengilhaminya dalam bekerja. Teruatama bekerja secara santai dan
tidak terlalu ambisius akan uang, namun yang terpenting adalah
kebahagiaan dan bisa menikmati hasil kerja. Informan I melihat
ayahnya bersahaja dan sangat fleksibel.
B. Pembahasan
1. Aspek Pemahaman Diri
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada kedua informan, AP dan I,
minat dan bakatnya sangat mempengaruhi pekerjaan yang saat ini dipilih dan
dijalaninya. Nilai-nilai yang ada dalam hidupnya juga menjadi latar belakang
pengambilan pilihan kariernya saat ini.
Sejalan dengan hal tersebut, menurut Zunker (2012: 10) hal-hal yang
mempengaruhi pilihan karier adalah nilai-nilai, minat, bakat, kemampuan dan
work-life experience. Selain itu, menurut Zunker (2012: 10) “Career choice is
100
also clouded by the search all of us experiences for self-identify and meaning in a
world society that is drawing closer together”. Diungkapkan bahwa terbentuknya
pilihan karier adalah dari pengalaman mencari identitas dan arti kehidupan.
Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh Herr & Cramer (1984;92-97), bahwa
beberapa hal yang mempengaruhi untuk dapat menentukan pilihan karier
diantaranya adalah bakat dan nilai-nilai. Bakat yang dimiliki individu memiliki
hubungan antara kemampuan seseorang dan keahlian dalam memilih sebuah
pekerjaan. Herr & Cramer (1984; 92-97) juga menyebutkan bahwa nilai yang
dimliki individu memiliki keterkaitan dengan pilihan kariernya adalah cause-
effect.
2. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
Hasil wawancara bersama kedua informan menunjukan hasil yang mirip
bahwa pemahaman kedua informan mengenai lingkungan dunia kerja tentang
usaha batik keluarganya banyak didapatkan dari pengalaman masa kecil di
lingkungan keluarga.
Seiring dengan hasil penelitian tersebut, Hendro (2011; 61-63) menjelaskan
bahwa lingkungan dan keluarga menjadi salah satu pendorong menjadi seorang
wirausaha. Keluarga menjadi agen primer dalam memberikan pendidikan
terhadap anak tidak terkecuali pendidikan berwirausaha.
Keadaan lingkungan usaha batik yang diperkenalkan oleh orang tua,
membuat anak tertarik dalam keadaan lingkungan tersebut. Pendapat Holand
(dalam Dewa Ketut Sukardi, 1987: 78) memperkuat bahwa lingkungan usaha
atau enterprising juga turut berperan dalam pembentukan kepribadian individu.
101
Holland menyebutkan (dalam Mohamad Thayeb Manrihu, 1988: 59) bahwa pada
lingkungan dapat menarik tipe kepribadian yang sama . Keadaan lingkungan
tersebut memiliki pengaruh terhadap pemilihan karier individu.
3. Aspek Proses Pembuatan Keputusan
Berdasarkan hasil penelitian, informasi yang didapatkan oleh kedua informan
mengenai usaha keluarga sudah didapatkan sejak kecil. Selain itu, keluarga juga
menjadi faktor dalam mengambil keputusan dalam membuat pilihan karier untuk
meneruskan usaha batik keluarga. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan
oleh Hendro (2011: 61) mengenai pengaruh menjadi wirausaha adalah muncul
dari faktor individual/ personal yang berbentuk dorongan dari dalam diri yang
merupakan hasil dari pengaruh pengalaman hidup dari kecil hingga dewasa baik
saat individu tersebut berada di lingkungan atau dalam keluarga. Pernyataan
tersebut juga diperkuat oleh pendapat dari Mamat Supriatna (2010: 62) bahwa
orang lain yang penting atau significant other dalam kehiudupan individu, dapat
menjadi salah satu alat untuk pengembangan dan pemilihan karier.
4. Aspek Model-Model Pola Hidup
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh orang tua memberikan efek
terhadap pilihan karier anak. Pada penuturan informan AP, diungkapkan bahwa
pola interaki orang tua kepada AP sesuai dengan penuturan informan tergolong
memberikan perlindungan berlebihan, hanya memberi sedikit kebebasan pada AP
namun juga tetap memenuhi kebutuhan AP. Menurutnya, dia sangat di-protect
102
oleh orang tuanya. Pekerjaan utamanaya yang paling disenangi adalah menjadi
konsultan, karena banyak bekerja lapangan.
Seiring dengan pendapat Ann Roe (dalam Thayeb Mohammad Manrihu, 1988;
69) kualitas interaksi dimana orang tua memberikan perlindungan berlebih-
lebihan (cenderung hangat) memiliki ciri-ciri orang tua terlalu baik, penuh kasih
sayang, membolehkan sedikit kebebasan pribadi dan melindungi dari yang
menyakitkan (overprotecting). Pada klasifikasi bidang pekerjaan yang sesuai
dengan kualitas interkasi orang tua pada anak, maka dungkapkan oleh Roe (dalam
Herr and Cramer, 1984: 115) jika keadaan rumah tangga tergolong melindungi
berlebihan dan anak merasa dituntut serta dibatasi, maka ada kemungkinan anak
bersikap agresif dan mencari kepuasan sehingga muncul pilihan karier yang
bersifat non person orientation (technology, outdoor dan science).
Beralih pada hasil penelitian dari informan I yang mengatakan interaksi orang
tua yang dirasakan oleh informan I sejak kecil sangat memberikan perhatian yang
hangat, juga memberikan masukan-masukan untuk masa depannya terutama
memberikan pengertian dalam meneruskan usaha batik keluarga. Sejak SMA,
informan I sudah diajari untuk menjadi seseorang yang mandiri. Pekerjaan utama
yang digelutinya saat ini merupakan usaha batik turun temurun kelaurganya.
Berkaitan dengan yang dikatakan oleh Ann Roe (dalam Thayeb Mohammad
Manrihu, 1988; 69) bahwa orang tua yang memiliki kualitas interaksi loving
acceptance memiliki ciri-ciri memberikan perhatian hangat dan penuh kasih
sayang, membantu dengan rancangan-rancangan, menggunakan penalaran bukan
dengan hukuman serta mendorong anak agar mandiri. Pada klasifikasi bidang
103
karier yang dikemukakan oleh Ann Roe (dalam Herr and Cramer, 1984: 115)
disebutkan rumah tangga yang memiliki sifat mengasihi dan melindungi dan
memiliki sifat menuntut maka akan memunculkan person orientation (service,
business contact, organizations, general culture dan art and entertainments).
5. Aspek Model-Model Karier
Dari pemaparan kedua informan, terdapat kesamaan dalam model-model
karier, yaitu karena banyak mencontoh dari generasi sebelumnya. Sejalan dengan
pendapat dari Gauntlett (2008, 4-5) yang menyebutkan bahwa jenis pola model
karier the ‘wholesome’ role model merupakan role model yang muncul dari
generasi sebelumnya, yaitu generasi yang lebih tua yang memberikan contoh
kepada anak-anaknya.
Hasil penelitian yang diungkapkan juga memiliki keterkaitan dengan pendapat
menurut Herr & Cramer, 1984: 92-97) yang menyebutkan bahwa significant oters
merupakan salah satu hal yang memiliki keterkaitan antara sifat dan pilihan karier.
Disebutkan bahwa orang dewasa, guru dan orang tua memiliki peran dalam
memilih rencana karier bahkan pilihan karier individu.
104
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai alih generasi pilihan
karier melalui studi genogram karier, maka dapat disimpulkan bahwa pilihan
karier meneruskan usaha batik keluarga bagi kedua subjek berinisial AP dan I
dimulai dari pengaruh di dalam keluarga. Penanaman nilai, pemahaman bakat dan
minat sejak kecil dapat mempengaruhi pilihan karier kedua subjek. Kedekatan
subjek AP dan I dengan anggota keluarga atau orang lain yang penting dalam
kehidupan subjek (significat other) turut mempengaruhi arah pilihan karier
subjek.
Pengenalan lingkungan yang selalu terjadi setiap hari sejak subjek AP dan I
kecil memberikan pemahaman mengenai lingkungan kerja pada usaha turun-
temurun keluarganya.
Kaderisasi menjadi penerus usaha batik keluarga juga sudah dilakukan oleh
keluarga masing-masing subjek sejak subjek masih kecil. Pola asuh orang tua
yang diasakan subjek AP dan I juga mempengaruhi arah pilhan karier subjek
setelah dewasa. Alur alih generasi usaha batik keluarganya berawal dari generasi
kakek dan nenek, kemudian beralih pada generasi orang tuanya dan generasi
kedua subjek saat ini.
Model karier yang dijadikan contoh oleh subjek AP dan I merupakan sosok
yang muncul dari generasi sebelumnya, yaitu generasi yang lebih tua yang
memberikan contoh kepada anak-anaknya.
105
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka peneliti memberikan
saran sebagai berikut:
1. Bagi Subjek Penelitian
Kedua subjek penelitian diharapkan dapat membuat design pendidikan yang
efektif untuk melakukan kaderisasi terhadap generasi penerus usaha batik
keluarga. Serta dalam perjalannya, dapat menyesuaikan cara yang dipakai dalam
mengkaderisasi dengan perubahan zaman.
2. Bagi Pengusaha Batik Baru
Disarankan bagi para pengusahan batik yang baru berkecimpung dalam dunia
usaha batik tidak perlu khawatir dalam melakukan usaha batik dan mencoba untuk
melakukan kaderisasi terhadap generasi penerus sebagai cara untuk melestarikan
usaha batik menjadi usaha yang turun-temurun. Cara, metode dan cerita para
pengusaha batik turun-temurun yang sukses melakukan kaderisasi pada generasi
penerusnya atau melakukan regenerasi dapat dijadikan contoh melakukan
regenerasi sebagai upaya melestarikan usaha batik keluarga.
106
DAFTAR PUSTAKA
Abatermarco, Diane J. Kairys, Steven. Gubernick, Ruth, S. and Hurley, Tammy.
(2012). Using Genograms to Understand Pediatric Practices’ Readiness for
Change t Prevent Abuse and Neglect. Journal of Child Health Care. 16 (2).
Hlm 153-165.
Badan Pembinaan Hukum Nasional. (1995). Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 1995: Tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan
Membudayakan Kewirausahaan. Diakses dari www.bphn.go.id. pada tanggal
28 April 2016, pukul 22.54 WIB.
Badan Pusat Statistik Indonesia (2015). Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2015.
Diakses dari www.bps.go.id pada tanggal 14 Januari 2016, pukul 00.32 WIB.
Bernanda Rurit. (2009). UNESCO Putuskan Batik Tulis Indonesia sebagai Pusaka
Dunia. Diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2009/08/05/058190930/unesco-putuskan-batik-
tulis-indonesia-sebagai-pusaka-dunia. Diakses pada tanggal 5 Januari 2016,
pukul 15.03 WIB. Biernacki, Patrick & Waldrof, Dan. (1981). Sociological Methods & Research.
(Vol.2 No.2). Hlm 141-163.
Bogdan, Robert C and Biklen, Sari Knopp. (1982). Qualitative Research for
Education: An Introduction to Theory and Methods. United States of America:
Allyn and Bacon Inc
Brown. Duane and Brooks, Linda. (1991). Career Counseling Techniques. United
States of America: Allyn and Bacon.
Dewa Ketut Sukardi. (1987). Bimbingan Karir: Di Sekolah-sekolah. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Fizer, Daren (2013). Factors Affecting Career Choices of College Students Enrolled
in Agriculture. Research Paper. The University of Tennessee, Martin.
Gauntlett, David. (2008.) Media, Gender and Identity. Oxon: Routledge.
Hen. (2015). Cerita Sukses Pengusaha Papua Berbisnis Batik Unik. Diakses dari
http://finance.detik.com/peluang-usaha/d-2848733/cerita-sukses-pengusaha-
papua-berbisnis-batik-unik. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2016, pukul
22.50 WIB.
107
Hendro. (2011). Dasar-dasar Kewirausahaan: Panduan Bagi Mahasiswa Untuk
Mengenal, Memahami dan Memasuki Dunia Bisnis. Jakarta: Erlangga.
Herr, Edwin L and Cramer, Stanley H. (1979). Career Guidance and Counseling
Through the Life Span: Systematic Approaches. Canada: Little, Brown
Company.
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi. (2010).Civic Education: Antara Realitas Politik
dan Implementasi Hukumnya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Jogiyanto. (2010). Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-
Pengalaman. Cetakan Ketiga. Yogyakarta: BPFE –Yogyakarta.
Kaygin, Erdogan and Gulluce, Ali Caglar. (2013). The Relationship Between Career
Choice and Individual Values: A Case Study of A Turkish University.
International Journal of Humanitites and Social Science. (Vol. 3 No. 3). Hlm.
119-134.
Leunardus Saiman. (2014). Kewirausahaan: Teori, Praktik dan Kasus-kasus. Edisi
2. Jakarta: Salemba Empat.
Maman. (2013). Kisah Sukses Edi Baredi Jalankan Bisnis Batik Tradisional
Cirebon. Diakses http://bandung.bisnis.com/read/20131030/17/451998/kiat-
sukses-edi-baredi-jalankan-bisnis-batik-tradisional-cirebon. pada 17 Oktober
2016, pukul 23.40 WIB.
Mamat Supriatna. (2010). Layanan Bimbingan Karier di Sekolah. Bandung: Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Mamat Supriatna dan Ilfiandra. (2006). Workshop Bimbingan dan Konseling
Politeknik Kesehatan. Pedoman Workshop. Tasikmalaya, Jawa Barat.
Magnuson, Sandy and Shaw, Holly E. (2003). Adaptations of the Multifaceted
Genogram in Counseling, Training and Supervision. The Family Journal:
Counseling and Therapy for Couples and Families. (Vol. 11 No. 1). Hlm. 45-
53.
Mohammad Thayeb Manrihu. (1988). Pengantar Bimbingan dan Konseling Karir.
Jakarta: Depdikbud-Dikti.
Nana Syaodih Sukmadinata. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset.
108
Osipow, Samuel H. (1983). Theories of Career Development. Third Edition. United
States of America: Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, N.J.
Rambat Lupiyoadi. (2007). Entrepreneurship: From Mindset to Startegy. Edisi 2.
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Redaksi. (2016). Indri Sukses Kembangkan Bisnis Batik Milik Orang Tua. Diakses
dari http://www.mybusiness.id/indri-sukses-kembangkan-bisnis-batik-milik-
orang-tua/. Diakses pada 17 Oktober 2016 pukul 22.23 WIB.
Shesar Andriawan. (2014). Dagang Batik, Gadis 19 Tahun Ini Hasilkan Rp 3,5
Miliar. Diakses dari http://www.beritasatu.com/gaya-hidup/161573-dagang-
batik-gadis-19-tahun-ini-hasilkan-rp-35-miliar.html. pada 17 Oktober 2016
pukul 22.15 WIB.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukardi. (2006). Penelitian Kualitatif-Naturalistik dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Usaha Keluarga.
W Mukharomah. (2008). Sikap Pengusaha dalam Alih Generasi Wirausaha di Kota
Surakarta. Jurnal Manajeman dan Bisnis. (Vol. 12 No. 2). Hlm. 103-108.
Wiji Nurhayat. (2016). Kakak Adik Ini Raup Omzet Ratusan Juta Dari Bisnis Batik
Adifta. Diakses dari http://news.indotrading.com/kakak-adik-ini-raup-omzet-
ratusan-juta-dari-bisnis-batik-adifta/. Diakses pada 17 Oktober 2016, pukul
22.30 WIB.
Yuyus Suryana dan Kartib Bayu. (2013). Kewirausahaan: Pendekatan Karakteristik
Wirausahawan Sukses. Edisi 2. Jakarta: Kencana.
Yin, Robert. (2014). Studi Kasus: Desain & Metode. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Zunker, Vernon G. (2012). Career Counseling: A Holistic Approach. Eight Edition.
United States of America: Brooks/Cole.
109
Lampiran 1. Catatan Pra-Observasi
A. Kampung Batik Ngasem
Kampung batik ngasem dipilih oleh peneliti untuk dilakukan observasi karena
dari hasil awal pencarian informasi melalu internet dan beberapa situs travel yang
merekomendasikan tempat tersebut sebagai tempat mencari batik yang dikenal
murah dan beragam modelnya, serta dari sejarah yang diketahui secara singkat,
bahwa kawasan kampung batik ngasem merupakan tempat tinggal pembatik
kraton pada sekitar tahun 1970-an.
Setelah melakukan observasi, ternyata wajah kampung batik ngasem yang
lebih tepatnya berada di sepanjang jalan Rotoyudan sudah sangat berbeda dengan
puluhan tahun silam. Menurut seorang sumber, bapak Eko yang berusia 39 tahun
(bukan sebenarnya), dahulu kampung tersebut dipenuhi dengan banyak
perusahaan batik yang memproduksi batik tulis. Namun saat ini, perusahaan batik
yang masih bertahan hanya ada satu, yaitu perusahaan Batik Luwes. Sedangkan
toko-toko di sepanjang jalan Kampung Batik tersebut saat ini hanya sebatas
menjual batik yang dikirim dari pemasok barang, bahkan beberapanya ada yang
dikirim dari kota Solo. Batik yang didagangkan-pun tidak lagi dimayoritaskan
dengan batik asli atau batik tulis. Melainkan batik printing dan juga cap. Dari
hasil wawancara singkat dengan beberapa pemilik toko, hal tersebut dikarenakan
perbandingan harga antara batik tulis dan cap atau printing yang cukup signifikan.
Sehingga penjual lebih memilih menjual batik printing yang lebih murah dan
banyak peminatnya.
110
1. Perusahaan Batik Luwes
Hari/Tanggal : Kamis, 18 Februari 2016
Hasil :Kenyataan yang sudah dipaparkan tadi membawa peneliti untuk
lebih mengenal perusahaan Batik Luwes yang merupakan satu-satunya
perusahaan yang masih bertahan memproduksi batik tulis.
Batik Luwes sudah berdiri sejak tahun 1980-an, diawali dengan memproduksi
batik tulis seperti kebanyakaan perusahaan lainnya, namun pada saat ini juga
memproduksi batik cap dan kombinasi. Dari wawancara singkat yang dilakukan
dengan karyawan perusahaan batik tersebut, diketahui bahwa saat ini pengelola
perusahaan Batik Luwes adalah anak dari pendiri perusahaan batik tersebut.
Melihat kenyataan di lapangan, maka Perusahaan Batik Luwes tidak memenuhi
kriteria untuk dilakukan penelitian karena pengurus perusahaan bukan dari
generasi ketiga melainkan generasi kedua.
B. Kampung Batik Tirtodipuran
Tidak banyak sebelumnya informasi yang didapat secara umum tentang
Kampung Batik Tirtodipuran sebelum peneliti darang ke lokasi tersebut. Namun,
alasan peneliti mendatangi kampung tersebut karena saat beberapa kali melewati
jalan Tirtodipuran, peneliti menemukan beberapa perusahaan batik di sepanjang
jalannya. Dari analisa sederhana peneliti tentang letak geografis jalan Tirtodipuran
yang ada di sisi selatan kota Yogyakarta yang tidak jauh dari kawasan Kraton
Yogyakarta, ada kemungkinan kawasan tersebut juga merupakan tempat pembatik
kraton.
111
Terdapat tiga perusahaan batik yang menjadi perhatian peneliti, yaitu
perusahan Batik Raradjonggrang, Batik Plentong dan Batik Winotosastro. Dari
pemilik Batik Plentong, peneliti mengetahui beberapa informasi mengenai sejarah
singkat Kampung Batik Tirtodipuran. Beberapa puluh tahun silam, awalnya
sepanjang jalan Prawirotaman II dan jalan Tirtodipuran merupakan kawasan
produsen batik tulis yang terkenal di Yogyakarta. Namun seiring berjalannya
waktu, batik tulis mengalami penurut minat beli dari konsumen karena maraknya
batik cap dan batik printing yang harganya jauh lebih ekonomis. Juragan batik
(sebutan untuk perusahaan batik yang besar) di daerah Prawirotaman II banyak
yang mengalami kerugian dan kemudian gulung tikar. Kemudian mereka beralih
profesi menjadi pengusaha hotel.
Sedangkan Juragan Batik yang ada di kawasan Tirtodipuran masih bertahan
hingga saat ini, namun hanya ada beberapa yang masih memproduksi batik tulis
secara berkala. Beberapa diantaranya yaitu ketiga batik yang sudah disebutkan
tadi, perusahaan Batik Raradjongrang, Batik Plentong dan Batik Winotosastro.
Ketiganya memiliki beberapa persamaan, bangunannya yang bergaya jaman dulu
dan bangunan galeri yang cukup besar daripada galeri batik yang lain. Hal itulah
yang juga menjadi alasan peneliti untuk melakukan pendekatan dengan ketiga
perusahaan tersebut. Karena ada kemungkinan, perusahaan tersebut merupakan
Juragan Batik di jamannya dan sudah cukup lama berdiri.
1. Batik Raradjongrang
Hari/Tanggal : Minggu, 21 Februari 2016
112
Hasil : Saat memasuki galeri batik, peneliti hanya menemukan karyawan
saja. Dari informasi yang didapat, perusahaan Batik Raradjongrang merupakan
perusahaan milik keluarga secara turun termurun. Hingga saat ini, masih
memproduksi batik tulis yang kemudian dipasarkan dalam bentuk kain atau dalam
bentuk baju. Namun sayang, pengurus perusahaan Batik Raradjongrang masih
pada generasi kedua, karena dari informasi yang didapat, generasi ketiga dari
pemilik perusahaan tersebut lebih memilih memiliki profesi lain daripada
meneruskan usaha batik.
2. Batik Winotosastro
Hari/ Tanggal : Kamis, 25 Februari 2016
Hasil : Peneliti berkesempatan bertemu dengan penerus perusahaan
tersebut, beliau merupakan generasi kedua dari keluarga Winotosastro. Sejak
berdirinya perusahaan, mekanisme kerja dan regulasi yang baku untuk operasional
sudah dibangun dengan sistematis. Sehingga, penerus perusahaan bisa
menjalankan sesuai dengan standar operasional yang sudah diciptakan sejak lama.
Keluarga Winotosastro memiliki banyak cabang usaha, beberapanya berupa hotel
dan juga café. Hotel Winotosastro dibangun pada masa kejayaan batik tulis sudah
mulai tergeser dengan keberadaan batik printing yang lebih ekonomis, sedangan
bidang usaha café, merupakan inisiatif bisnis yang muncul dari generasi ketiga
keluarga Winotosastro. Beberapa hal tersebutlah yang melatarnbelakangi alasan
sulitnya kaderisasi penerus usaha batik keluarga. Sehingga sampai saat ini,
perusahaan Batik Winotosastro masih pada penerus generasi kedua.
113
3. Batik Plentong
Hari/ Tanggal : Jumat, 26 Februari 2016
Hasil : Dari wawancara yang dilakukan bersama pemilik perusahan Batik
Plentong, diketahui bahwa saat ini pengurus Batik Plentong tersebut merupakan
generasi kedua keluarga. Saat ini masih melakukan proses kaderisasi agar dapat
meneruskannya kepada generasi ketiga. Namun dari wawancara yang
berlangsung, kedua penerus Batik Plentong merasa keberatan untuk
diwanwancarai lebih lanjut mengenai usaha keluarga tersebut. Karena hal itulah
peneliti memutuskan untuk tidak melakukan observasi di tempat tersebut.
C. Kampung Batik Giriloyo
Batik Giriloyo terdapat di kawasan Imogiri Timur sekitar 14 kilometer dari
Kota Yogyakarta. Informasi umum secara awal didapatkan via internet dari
beberapa situs travel di Yogyakarta menunjukkan bahwa kawasan tersebut juga
merupakan tempat para pembatik kerajaan sejak abad ke-17 dan kerap dikunjungi
wisatawan domestik maupun mancanegara untuk belajar membatik dan berbelanja
kain batik. Mengantongi sedikit informasi tersebut, peneliti kemudian melakukan
wawancara dengan salah satu warga. Menurut Ibu Titi, pemilik Kelompok Batik
Bima Sakti, terdapat 15 kelompok pembatik di Kampung Batik Giriloyo dan yang
tertua adalah keompok batik yang dimilikinya. Masyarakat kampong Giriloyo
sejak dahulu memang melestarikan produksi batik tulis, namun batik yang
diproduksinya bukanlah batik tulis yang sudah jadi atau sudah dilakukan
pewarnaan melainkan batik setengah jadi yang masih sebatas pola. Kemudian
114
batik setengah jadi tersebut akan dikirim ke kota Yogyakarta untuk dilakukan
pengisian warna. Kegiatan tersebut terus berlangsung sampai tahun 2006. Gempa
bumi Yogyakarta tahun 2006 menjadi musibah yang berat bagi masyarakat
Giriloyo yang mayoritas pembatik. Infrastruktur desa yang banyak mengalami
kerusakan juga rumah mereka yang rusak membuat mereka harus mendapatkan
penghasil lebih banyak demi memperbaiki kerusakan tersebut.
Di tahun 2007 terdapat pelatihan dari Pemerintah untuk memulai usaha batik.
Masyarakat banyak belajar mengenai pewarnaan batik menggunakan bahan
pewarna kimia maupun warna alam. Masyarakat juga dilatih bagaimana
memproduksi batik menjadi barang jadi siap pakai berupa kemeja, rok, kebaya dll.
Sehingga mulai tahun tersebut masyarakat Kampung Giriloyo mulai membuat
galeri batik milik pribadi untuk memperjual-belikan batik yang diproduksinya.
Tidak hanya memproduksi batik menjadi barang jadi, namun Kampung Batik
Giriloyo juga berkembang membuat pelatihan pembuatan batik untuk turis-turis
domestic maupun mancanegara. Beberapa kelompok batik membanderol biaya
pelatihan membuat batik sebesar Rp 25.000 – Rp 30.000, harga tersebut sudah
termasuk fasilitas kain ukuran 40cm x 40cm beserta warna dan canting untuk
peserta yang bisa dibawa pulang.
Namun jika dianalisa, kegiatan turun temurun di desa tersebut adalah kegiatan
membatik masyaraktnya, sednagkan usaha batik yang dilakukan oleh masyarakat
di Desa tersebut bukanlah murni karena pengaruh turun-temurun dari generasi ke
generasi, melainkan ada campur tangan dari pemerintah yang melakukan
pelatihan di Desa Giriloyo.
115
Untuk mendapatkan informasi lebih banyak lagi, peneliti tetap mencoba
melakukan pendekatan khusus. Diantara 15 Kelompok batik, peneliti melakukan
pendekatan khusus yaitu kepada kelompok batik yang tertua di Desa Giriloyo
yaitu Kelompok Batik Bima Sakti dan kepada usaha batik yang menurut beberapa
warga merupakan usaha batik pribadi yang paling maju di Desa Giriloyo tersebut.
1. Kelompok Batik Bima Sakti
Hari/Tanggal : Selasa, 1 Maret 2016
Hasil : Kelompok Batik Bima Sakti sampai saat ini masih dikelola oleh
generasi pertamanya yaitu Eyang Hartanti yang juga dibantu anaknya bernama
Ibu Titi. Dari pengakuan Ibu Titi, peneliti mendapatkan informasi bahwa Ibu Titi
yang merupakan generasi kedua tidak banyak meneruskan usaha keluarga
memproduksi batik, karena lebih memilih wirausah bidang lain. Namun, Ibu Titi
tetap memiliki kemampuan membatik sejak duduk di bangku Sekolah Dasar.
Begitupun dengan Ayu, cucu terbesar dari Eyang Hartanti yang merupakan anak
pertama dari Ibu Titi. Ayu lebih memilih meneruskan kuliah terlebih dahulu
darpiada meneruskan usaha batik, namun kemampuan membatik yang dimiliki
Ayu, sudah dikuasainya sejak duduk di bangku Sekolah Menengah pertama. Dari
wawancara dapat disimpulkan bahwa kegiatan turun-temurun keluarga tersebut
adalah menjadi seorang pembatik, bukan pada bidang usaha batik.
116
2. Batik Sungsang
Hari/tanggal : 1 Maret 2016
Hasil : Tidak jauh dengan review sebelumnya, usaha Batik Sungsang
juga dimulai sejak tahun 2007. Beruntung, saat ini Batik Sungsang sudah
memiliki beberpa langganan di wilayah Kota Yogyakarta bahlan hingga
Mancanegara. Informasi yang didapat oleh peneliti dari mbak Dewi yang
merupakan penerus usaha batik Sungsang setelah Ibunya, terdapat konsumen asal
negara Jepang yang tiga bulan sekali selalu meminta kiriman batik tulis dengan
warna alam untuk di ekspor ke Jepang. Namun karena usaha batik yang dilakukan
juga masih pada generasi kedua, maka peneliti tidak bisa menjadikannya tempat
observasi.
D. Kampung Batik Pajangan, Bantul
Keputusan peneliti untuk mencoba melakukan observasi di daerah Pajangan,
Bantul adalah rekomendasi dari salah satu karyawan Radio Geronimo FM di
bagian teknisi bernama Andri. Tidak banyak informasi yang didapatkan, hanya
saja dari keterangan awal, kawasan tersebut memang mayoritas memproduksi dan
menjual batik. Peneliti juga mendapatkan key informan yaitu bapak Heru yang
merupakan ketua salah satu bidang di Universitas Negeri Yogyakarta. Dari
informasi yang diberikan pak Heru, Desa Pajangan, pantul memang merupakan
kawasan pembatik sejak lama. Beberpaa diantaranya merupakan pembatik Kraton
Yogyakarta yang kemudian pindah ke Desa Pajangan untuk meneruskan kegiatan
membatik dan kemudian mencoba untuk memproduksi sendiri. Ada juga Ibu
117
Topo, yang merupakan pemilik batik Topo memberikan informasi bahwa alasan
lain yang menyebutkan bahwa produksi batik berpindah ke kawasan Pajangan,
Bantul adalah karena di wilayah Kota Yogyakarta harus bebas limbah bahan
kimia dari hasil pewarnaan batik. Sedangkan informasi dari key informan,
menuntun peneliti untuk melakukan pendekatan pada salah satu perusahaan batik
tertua yang ada di Desa tersebut yaitu Batik Dirjo Sugito. Menurut informasi dari
key informan, Batik Dirjo Sugito saat ini sudah dikelola oleh generasi ketiga
keluarga tersebut. Kegiatan kaderisasi yang dilakukan oleh generasi pertamanya
sudah dilakukan sejak lama. Key informan juga menunjukkan secara detail
dimana letak galeri dan rumah pengelola Batik Dirjo Sugito tersebut. Juga banyak
bercerita mengenai sejarah keluarga Dirjo Sugito yang sudah menjadi Juragan
Batik di Desa Pajangan, Bantul sejak lama. Menurut cerita key informan, batik
Dirjo Sugito adalah produsen bati terbesar sejak lama, meskipun orang kaya dan
terpandang, namun seluruh anggota keluarganya sangat ramah terhadap
masyarakat sekitar.
Mengantongi informasi tersebut, peneliti memutuskan untuk melakukan
pendekatan lanjutan terhadap Batik Dirjo Sugito. Sedangkan perusahaan batik lain
yang juga direkomendasikan adalah Batik Topo.
1. Batik Topo
Hari/Tanggal : 5 Maret 2016
Hasil : Batik Topo sudah berdiri sejak tahun 80-an, dimulai karena
pemilik batik tersebut, Pak Topo merupakan pembatik kraton di Kota Yogyakarta
118
yang kemudian memulai usaha di Bantul karena alasan limbah pewarna kimia
yang harus berkurang di Kota Yogyakarta. Sampai saat ini usaha Batik Topo
masih menerima pesanan batik dari Kraton Yogyakarta. Saat peneliti pergi ke
lokasi, pembatik di Batik Topo sedang melakukan proses pembuatan 3000 kain
batik yang merupakan pesanan dari Kraton Yogyakarta. Sampai saat ini, usaha
Batik Topo masih dikelola oleh Ibu dan Bapak Topo yang juga founder dari usaha
tersebut. Sedangkan anak dari keduanya saat ini masih sekedar membantu, karena
memiliki pekerjaan di bidang lain.
2. Batik Dirjo Sugito
Hari/Tanggal : 7 & 9 Maret 2016
Hasil : Diawali dari informasi yang didapat peneliti dari dosen
pembimbing skripsi yang memberitahukan bahwa salah satu ketua bidang di
LPPMP Universitas Negeri Yogyakarta yaitu bapak Heru, berdomisili di daerah
Bantul, tepatnya di desa Pajangan. Diketahui bahwa desa tersebut aktif
memproduksi batik tulis sejak puluhan tahun silam. Pak Heru kemudian menjadi
key informan peneliti guna menggali informasi lebih banyak tentang Batik Dirjo
Sugito, yaitu salah satu produsen batik dan juga yang termasuk “Juragan” batik di
jamannya hingga sekarang. Pada puluhan tahun silam Batik Dirjo Sugito dikelola
oleh pendiri sekaligus pemiliknya yaitu bu Dirjo. Memiliki modal yang cukup
banyak untuk memproduksi bati secara berkala, Batik Dirjo Sugito sukses
bertahan di tengah persaingan dengan batik printing yang jauh lebih ekonomis
hingga saat ini. Dari keseluruhan anak Bu Dirjo, ada dua orang yang kemudian
119
meneruskan usaha batik tersebut, yaitu Mirna dan Yuli. Tapi seiring berjalannya
waktu, kedua anak Bu Dirjo memiliki banyak kesibukan lain ditambah lagi
keduanya sudah berkeluarga. Kemudian, disetiap urusan produksi batik, Bu Dirjo
mengajak cucunya yang paling besar bernama Ika untuk membantunya dalam
mengurus usaha batik. Pada wawancara langsung bersama mbak Ika di galeri
Batik Dirjo Sugito, peneliti mendapatkan infromasi bahwa mbak Ika, cucu dari Bu
Dirjo merupakan generasi ketiga dan sudah sejak duduk di bangku kuliah
semester pertama membantu Bu Dirjo dalam mengelola usaha batik. Dari
keterangan yang disampaikan mbak Ika, sejak awal beliau membantu Bu Dirjo
dalam mengurus pesanan batik atau keperluan bahan produksi. Mulai dari
mengurus order pewarna, kain, bahkan membuat perhitungan biaya produksi.
Dari keterangan-keterangan tersebut, maka peneliti memutuskan akan melakukan
penelitian di tempat batik Dirjo Sugito karena sudah memenuhi kriteria yaitu
perusahaan batik yang dikelola selama tiga generasi.
E. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM DIY
1. Divisi Sandang & Kulit
Hari/Tanggal : Rabu, 23 Maret 2016
Hasil : Kedatangan peneliti mengunjungi Dinas Perindustrian,
Perdagangan, Koperasi dan UKM DIY adalah untuk mengetahui pengusaha batik
yang sudah tergolong lama di DIY. Dari wawancara yang dilakukan bersama
salah satu staf di Divisi Sandang & Kulit berinisial Y, diketahui terdapat beberapa
tempat yang di rekomendasikan. Yaitu batik Sekar Kedaton di Giriloyo, kemudian
120
batik Gajah Oya di jalan Panembahan Kota Yogyakarta, sedangkan untuk wilayah
Gunung Kidul, beliau merekomendasikan batik Ganis yang berada di dusun
Banteng Wareng Kecamatan Ngawen Kelurahan Tancep. Beralih ke wilayah
Kulon Progo, peneliti direkonedasikan untuk mendatangi Yoga Batik yang berada
di kelurahan Lendak dusun Mendiro. Beliau menuturkan bahwa batik di Giriloyo,
Kulon Progo dan Sleman, pada saat ini masih apda masa pengembangan. Daerah
yang sudah memiliki ciri khas batik yang kuat menurut beliau adalah Kota
Yogyakarta dan Bantul. Sedangkan Kulon Progo memang diketahui menyusul
dalam mengembangkan batik. Begitu juga dengan Sleman dan Gunung Kidul.
Selain merekomendasikan beberapa tempat usaha batik di Daerah Istimewa
Yogyakarta, staf divisi Sandang & Kulit tersebut juga menceritakan banyak hal.
Yaitu pengembangan batik tulis di DIY merupakan salah satu upaya pelestarian
yang dilakukan pemerintah daerah pada tahun 2013 melalui dana IS atau dana
Istimewa. Kegiatan tersebut digalakan dengan kegiatan promosi batik Jogja. Salah
satu rencana yang akan direalisasikan adalah Welcome Gate di 7 akses masuk
wilayah DIY yang akan dibuat bernuansa batik dan akan direalisaskian pada tahun
2018-2022. Dari keterangan beliau juga diketahui bahwa batik printing memang
tidak termasuk kategori batik, namun merupakan kain yang bermotif batik.
F. Kawasan Kraton Yogyakarta
1. Batik Gajah Oya
Hari/ Tanggal : Rabu, 30 Maret 2016
121
Hasil : Informasi dari salah satu staf pada divisi Sandang Kulit di Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Daerah Istimewa Yogyakarta
membawa peneliti untuk mencari Galeri Batik tersebut. Berbekal GPS dan
beberapa informasi tambahan dari Internet, peneliti mencari lokasi Batik Gajah
Oya. Setelah dua kali memutari jalan yang diyakini sebagai lokasi galeri Batik
Gajah Oya di sekitar Jalan Panembahan, Mangkurat yang masih termasuk
kawasan Kraton, peneliti memutuskan untuk mencari informasi lebih detail
kepada warga sekitar. Berbekal informasi dari tukang parkir salah satu swalayan
di daerah tersebut, akhirnya peneliti menemukan lokasi Batik Gajah Oya. Dari
penelusuran peneliti, Batik Gajah Oya memang tidak terlihat seperti galeri batik
kebanyakan. Lebih terlihat seperti rumah biasa dengan pagar dan cat rumah yang
didominasi warna biru. Namun, ketika amsuk ke bagian ruang tamu, peneliti
menemukan beberapa lemari dan displasy kain batik tulis. menurut Ibu Ninik,
yang merupakan menantu dari pemiliki galeri batik tersebut, saat ini batik Gajah
Oya dikelola olah generasi ke empat keluarga. Selain itu, Batik Gajah Oya sangat
konsisten dalam memproduksi jenis motif dan kain batik. Motif yang diproduksi
oleh Batik Gajah Oya adalah motif khas Yogyakarta dengan warna alam atau
banyak yang mengenal dengan istilah sogan. Selain itu, galeri Batik Gajah Oya
juga mengekspor kain batik ke Negara Jepang setiap tahunnya secara rutin.
Melihat kenyataan yang ada, Batik Gajah Oya yang saat ini sudah dikelola oleh
generasi ke empat akan dijadikan tempat penelitian oleh peneliti guna
menganalisis genogram karir keluarga penguasah batik tersebut.
122
Lampiran 2. Hasil Transkrip Wawancara Subjek
Wawancara Subjek Pemilik Galeri di Kota Yogyakarta
Nama : AP
Usia : 56
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan :Pengurus POSI DIY (Persatuan Olahraga Selam
DIY), Konsultan UNDP (United Nation
Development Program)
Waktu : Pukul 13.28 WIB, Hari Sabtu, 6 Agustus 2016
Tempat :Rumah Subjek
1. Selamat siang pak, ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan mengenai bapak
sebagai pelaku usaha batik. Boleh saya mulai pak?
Baik, tidak masalah. Tapi nampaknya tidak akan terlalu lama. Karena saya masih
ada urusan diluar jam 2 siang ini.
2. Tidak apa-apa pak, nanti mungkin kita bisa janjian di lain hari lagi. Hari ini saya
tanya yang lebih general dulu mungkin pak. Bagaiamana?
Ya tidak masalah. Jadi bagaimana?
3. Begini pak, dari yang pernah saya obrolkan dulu bersama mbak Ninik, batik ini
kan sudah ada sejak eyangnya bapak, apakah ada yang berubah pak dari
mekanisme pembuatan atau manajemennya?
Untuk semua bahan m ulai dari kain, warna sampai malamnya saya tidak pernah
mengubahnya mbak. Semua hitungannya masih sama. Sama sekali tidak ada yang
123
diubah, karena ya ini itu idealisme-nya bapak saya. Beliau tidak akan membuat
perubahan terhadap model-modelnya yang sudah pakem. \
4. Apa yang membuat bapak juga mengikuti jejak orang tua dalam pembuatan batik
yang masih menggunakan pakem dari orang tua bapak?
Jadi begini, batik itu bagi saya merupakan warisan budaya yang semakin hari
semakin langka. Batik itu mbak saat ini bergeser hanya memiliki nilai artistic saja
tanpa memiliki arti. Padahal, seharusnya dalam selembaar kain batik itu
mengandung sebuah arti dan memiliki nilai artistic, nilai keindahan.
5. Nampaknya, bapak memiliki arti yang mendalam tentang batik ya pak. Apakah
selama memiliki usaha batik ini, bapak juga belajar mengenai sejarah asal mula
usaha ini pak?
Wah saya memang banyak mencari tahu dulu mbak. Dulu kan disini itu cagar
budaya mbak waktu jaman eyang saya. Eyang saya dulu itu tinggalnya di
Gamelan I situ mbak. Dan dari dulu memang selalu membuat batik lama, batik
klasik begitu yang warnanya dari alam. Terus begitu sampai saya ini mbak.
Karena bagaimana ya, tidak mengejar komersilnya sih, tapi ya itu batik kan
warisan budaya yang semakin langka. Harus menjaga originalitasnya juga mbak.
Ya saya banyak diceritakan oleh eyang dan bapak, tapi juga banyak mencari
sendiri mbak.
124
Wawancara Subjek Pemilik Galeri di Kota Yogyakarta
Nama : AP
Usia : 56
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan :Pengurus POSI DIY (Persatuan Olahraga Selam
DIY), Konsultan UNDP (United Nation
Development Program)
Waktu : Pukul 10.13 WIB, Hari Rabu, 10 Agustus 2016
Tempat :Rumah Subjek
1. Pagi pak, kita langsung mulai saja ya pak dari membuat pohon keluarga pak. Jadi,
kita akan mulai dari eyang, bagaimana pak?
Boleh boleh, jadi dari Eyang ya?
2. Iya betul pak, boleh diceritakan?
Nah, jadi Eyang itu namanya Atmoredjo, kalau eyang putri namanya Soedjinah.
Sebetulnya itu punya putra lima. Tapi sisa satu aja, jadi empat saudara bapak itu
meninggal waktu kecil. Nah, bapak itu nomor tiga, nama bapak saya itu
Moechajat. Lainnya yang berempat itu belum bernama karena masih kecil
meninggalnya. Nah bapak kan jadi anak tunggal karena tinggal satu, bapak
punya anak dua. Saya dan adik saya, nama saya Amtono Prasutanto sama adik
saya namanya Baryandoko Fediwiranto. Saya nikah sama mbak Ninik, adik saya
sama Ida Priyanti. Saya sama Ninik belum punya anak, adik saya anaknya udah
dua.
125
3. Kalau dulu mas, Eyang kerjanya pembatik?
Nah sebetulnya, eyang buyut itu punya putra dua. Eh tapi gausah diceritain ya?
4. Oh gak masalah pak, jadi bagaimana?
Nah jadi bapaknya eyang saya itu namanya Puspodigdoyo. Ini nih foto Eyang
nenek saya, Atmorejo sama Soedjinah. Bapaknya eyang saya, Puspodigdoyo itu
punya anak dua, anak pertama namanya Danudipuro, anak yang kedua ya eyang
putri saya itu, Soedjinah. Dari dulu semuanya sudah membatik, awalnya emang
diturunkan ke eyang Danudipuro karena serumah, lalu menyusul kemudian
eyang Soedjinah meneruskan.
5. Jadi eyang putri itu membatik karena turunan juga ya pak? Kalau eyang kakung,
dari dulu membatik juga atau berprofesi lain?
Nah, kan eyang putri Soedjinah itu terbilangnya udah juragan batik, jadi ya
eyang kakung saya juga otomatis jadi juragan batik. Tapi ya memang membatik
juga, soalnya dua-duanya kan dagang juga, usaha, ga ada yang jadi pegawai.
Wah udah lama sekali itu mba, ayah saya aja lahir than 1932 mbak.
6. Itu kan keluarga dari bapak ya, nah kalau dari keluarga ibu latar belakang
pekerjannya bagaimana?
Ya, ibu otimatis ikut sih karena kan istrinya. Tapi beliau juga dulunya berdagang,
ibu itu namanya Hartenee. Namanya kebelanda-belandaan itu.
7. Wah, memang ada keturunan Belanda?
wah bukan bukan, jadi dulu bapaknya ibu saya itu kerjanya Ajun Bank di bank
Belanda, jadi kalau sekarang itu istilahnya Banker, yaa dibilang Akuntan bisa.
126
8. Eyang putri dari ibu juga usaha batik pak?
Tidak tidak, eyang putri itu pedagang, beliau punya toko, nama eyang putri itu
Dibyo Pranoto.
9. Jadi eyang putri itu pedagang dan eyang kakung banker, begitu pak?
Nah iya betul, jadi ibu saya juga ikut berdagang bersama bapak pada akhirnya.
10. Kalau saya perhatikan, menggeluti usaha batik keluarga ini berarti sudah sangat
lama ya, adakah penghargaan atau semacam apresiasi gitu pak dari pemerintah?
Kalua penghargaan-pengharagaan seperti itu malah tidak ada ya, soalnya kan
kalau batik itu ya produksi baju biasa, tiap hari kan orang-orang pake batik.
Yakalau semacam garment baju gitu lah. Jadi belum ada namanypenghargaan
buat pelaku usaha atau ekonomi gitu. Soalnya ya itu, batik itu ya pakaian hari-
hari biasa. Eyang saya kan mulainya dari usia Indonesia belum merdeka. Jadi ya
udah lawas banget, jadi ga mikir penghargaan ekonomi gitu kali ya, istilah UKM
itu jaman dlu belum ada. Jadi batik itu dianggap sebagai industry, ya kita jual
pakaian, ya sama kaya orang punya pabrik tekstil, kalau sekarang diidentikan
batik itu pabrik tekstil,
11. Berarti kan memang sudah sangat lama ya pak usaha nya, nah bapak kan pernah
cerita sama sama sekilas, bapak itu mulai dari bangun tidur sampai mau tidur lagi
ketemunya batik. Apakah bapak belajar terus tentang batik pak selama itu? Atau
bagaimana?
Saya ga belajar khusus ke batik. Jadi saya sebetulnya tau batik itu kalau sekarang
istilahnya otodidak, karena ya saya sering melihat. Jadi sebetulnya saya kan
emang suka mengamati jadi ya saya pengamat dari kecil. Saya tuh punya sifat
127
penasaran pengen tahu, sehingga segala sesuatu yang menarik bagi saya, akan
saya kejar samapai detail. Dan saya tidak bertanya, tapi melihat sebah proses
akhirnya saya membuat teori saya sendiri. Nah jadi setelah saya menemukan
teori saya sendiri baru lah saya cross check. Soalnya saya lebih suka pake istilah
saya sendiri pake bahasa saya sendiri.
12. Jadi menurut bapak, batik itu menarik ya? Soalnya bapak kan banyak belajar dan
mengamati, begitu pak?
Wah malah engga, karena dulu tuh batik ya garment, orang-orang banyak pake
batik. Ya sama aja kaya orang jaman sekarang pake kaos pake jeans. Kan
kelihatannya sama saja tidak ada yang istimewa. Jadi ya engga menarik sih kalau
jaman dulu, sama aja soalnya. Tapi kan 20 atau 40 taun mendatang mungkin atau
beda. Ya kaya sekarang ini, baru karena batik itu surut karena perubahan zaman
batik kan jadi unik, jadi hal yang tidak biasa.
13. Jadi otentik begitu pak?
Nah betul, orang tuh kan sadarnya terlambat. Tapi sekarang kan beda, jadi
international heritage, barulah jadi menarik. Sekarang jadi sesuatu yang
exclusive karena orang lain kan sekarang tiap hari ga pake kain batik. Orang kan
kalo jalan-jalan pake kain batik malah disangka mau ketoprak yah.
14. Tapi sebetulnya, bapak mulai tertarik batik itu dari kapan pak?
Sebetulnya saya merasa terarik sama batik ya dari kecil. Tapi saya ga langsung
terjun dari kecil saya gamau terjun langsung dari kecil. Soalnya saya pasti
disuruh ini itu sama bapak saya, terikat di rumah saja. Nanti pasti disuruh
belajar banyak juga sama bapak. Makanya saya mending main di luar, cari
128
pengalaman baru diluar, biar pengetahuan saya ga hanya ada di batik saja. Saya
banyak bersosialisasi diluar. Karena saya berpikir saya kalau bergaul sama
temen-temen saya, saya akan dapat nilai lebih kalau saya dirumah ya udah
pengetahuan saya cuma sebatas pagar rumah.
15. Kalau begitu, banyak sekali pengalaman yang didapat ya? Hobi dan minat bapak
pasti banyak
Wah, minat saya itu banyak banget, karena ya rasa sama sifat saya yang
penasaran itu. Dulu saya belajar anggrek karena penasaran kenapa setelah dari
pameran kan bunganya banyak tapi ketika dirawat dirumah bunganya sedikit.
Nah itu saya belajar bertahun-tahun cari tahu. Ya itu saya tertarik penasaran
saya cari referensi banyak banget sampai saya dapet jawabannya, tapi ya kalau
saya udah tau jawabannya, saya stop aja. Saya juga suka mengkoleksi batu akik
jauh sebelum itu happening. Saya lihat sih batu akik itu indah, tiap daerah di
Indonesia pasti punya khasnya, perhiasan asli dari Indonesia kan. Jadi ciri khas
juga jadinya.
16. Kalau sejak dulu, bangunan rumah memang ada disini pak? Berarti sudah masuk
di dalam kawasan benteng ya pak? Bapak apakah masih ada turunan kraton juga
pak?
Oh, kalau itu kan gini.. jadi rumah-rumah yang ada di dalam benteng itu kan
hitungannya ada di kota. Eyang buyut bahkan bapaknya eyang buyut kan abdi
dalem Kraton, bahkan eyang-eyang terdahulu itu ada yang penari Kraton ada
yang prajurit nah kalo kakaknya eyang saya, eyang Danudipuro itu juga punya
pangkat tertinggi di kraton yang selain keluarga kraton, pangkatnya Kanjeng
129
Raden Tumenggung, beliau itu ahli jam di Kraton. Saya tau juga diceritain sama
eyang saya dulu.
17. Jadi mas juga banyak cerita-cerita sama kelaurga ya? Kalau dulu yang sering
menceritakan tentang batik siapa mas?
Wah saya malah dapet informasi itu dari banyak orang. Malah ga banyak dari
keluarga. Kalau batik ya itu, saya tau karena saya mengamati.
18. Nah, bapak kan pernah cerita, ikut pameran batik di beberapa tempat, di Jogja
bahkan Jakarta. Selain itu, untuk kegiatan pemasaran batiknya, adalagi pak?
Kalau pameran, sebenernya saya penasaran aja, batik saya itu sampai mana sih,
tapi ternyata saya menemukan kalau di level Jogja, Ina craft atau pameran di
JEC gitu, gak masuk kelasnya. Batik saya lebih laku kalau pameran di Jogja, jadi
ya istilahnya lebih laku di kelas menengah ke atas.
19. Jadi batik yang bapak buat lebih cocok di kalangan high class begitu?
Ya kurang lebih begitu, soalnya orang itu kadang salah mengartikan. Mereka
banyak mengartikan batik tulis halus itu dengan, batik yang kainnya itu halus.
Padahal, batik tulis halus itu yang pembuatannya, atau waktu membatiknya itu,
yang disebut halus ya itu. Jadi ya polanya, ragam hiasnya, luwes, cecekannya
juga detail. Jadi disitulah keindahannya.
20. Lalu, menurut bapak, bagaimana esensi dari sebuah batik? Seperti apa batik tulis
halus di mata bapak? Apa syaratnya?
Batik itu sebetulnya proses, selama kain itu ada proses digambar pake lilin, pake
malam itu terus pewarnaannya dengan pencelupan, itu namanya baru batik. Dan
harus manual.
130
21. Tempo hari saya melihat ada sebuah kampus mengembangkan robot batik tulis
pak, menurut bapak bagaimana?
Jadi ya mereka mungkin bisa bikin robot, tapi nanti pada akhirnya batik itu bukan
jadi sebuah hal yang artistic, karena batik itu dibuat harus dengan perasaan
22. Jadi menurut bapak, batik itu banyak nilai budaya?
Ya betul, batik itu budaya, karena batik dibuat dengan rasa, pola-pola dan ragam
hias pada batik itu juga merupakan luapan rasa. Batik sidomukti misalnya, itu
juga ada artinya, mukti kan artinya enak, nyaman, sido kan artinya jadi. Ya itu
artinya jadi nyaman. Itu kan punya arti filosofis. Jadi kalau saya bilang, batik itu
tidak akan terlepas dari manusia di belakangnya. Kita lihat aja hasilnya pasti
akan berbeda, karena dibuatnya dengan perasaan. Coba lihat batik printing,
sekilas bagus tapi kalau diperhatikan batik itu pasti mati. Ga ada feelnya disitu.
Sebenernya kalau batik bagus itu ya pas dilihat batiknya tuh hidup, ada daya
tarik tersendiri dari batik. Ya filosofinya kira-kira seperti itu. Karena batik itu
adalah salah satu filosofinya orang Jawa.
23. Kalau untuk pengusaha batik, ada perkumpulannya pak?
Ada, diwadahi di koperasi. Di Jogja sebenrnya ada 5 koperasi, tapi dulu.
Sekarang adanya Koperasi Batik Senopati. Bahkan dari eyang, udah ikut
tergabung. Jadi ada yang namnya GKBI singkatan dari Gabungan Koperasi
Batik Indonesia, itu tuh seluruh Indonesia, nah di Jogja punya 5 anggota
koperasi, saya lupa lainnya namanya apa, tapi salah satunya Koperasi Batik
Senopati sekarang yang masih ada.
131
24. Kalau sudah tergabung, relasinya semakin banyak ya pak? Kalau dari dulu, untuk
keperluan membuat batik diambil dari mana saja pak?
Oh, kalau itu sejak dulu kain mori itu di supply dari koperasi, kalau lilin sebagian
di supply dari koperasi sebagian saya beli di luar. Saya ya sudah langganan
disana. Nah lilin itu beda beda, ada fungsinya masing-masing ada yang istilahnya
buat bikin draft namanya klowong, sifatnya ini mudah mendingin dan
menggumpal jadi gausah terlalu panas. Ada yang buat nembok nge-blok begitu
sifatnya elastis jadi kalau ditekuk ga pecah, suhunya dibuat lebih tinggi, karena
kalau ditransfer satu tempat ke tempat lain dan terkena sinar matahari, ga akan
meleleh. Nah lilin itu formulanya dari eyang saya, itu 4 formula yang dicampur
jadi satu.
25. Kalau begitu, sudah lama ya pak? Ada yang bapak ubah engga formulanya?
Itu sama sekali ga ada yang saya ubah, sebenerya kalau beli di luar gitu, asal
nyebut beli malam buat nembok, ya bakal dikasih. Tapi nanti formulanya ga sama
yang kita biasa pakai. Soalnya, tiap pengusaha batik, tiap pembatik itu punya
khas pemakaian malamnya sendiri. Nah ini campurannya itu dari lilin, kan lilin
itu terbuat dari limbah minyak tanah, terus dicampur paraffin, dicampur gam nah
yang terakhir dicampur rumah tawon. Ke empat itu jadi bahan utama pembuatan
lilin.
132
26. Kalau bapak dulu, untuk meneruskan dan memesan semua ini dikenalkan atau
diajarkan oleh orang tua?
Wah tidak, disini kan sudah ada catatanya jadi saya tinggal baca aja dan pesan
di tempat yang sama, pegawai saya juga sudah hafal campuran buat bikinnya.
Saya meneruskan saja.
27. Kalau pewarnanya bapak ambil darimana?
Saya ambil dari solo, angkat telfon saja pasti langsung dikirim. Itu sudah sejak
jaman dulu saya pesan kesana.
28. Kalau untuk pembatik, ada yang sudah sejak jaman eyang pak?
Kalau sekarang ya generasi baru, tapi ya masih ada sih yang dari jaman orang
tua saya. Masih membatik di tempat saya.
29. Banyak yang bapak tau tentang batik ya pak, ada foto jaman dulu waktu bapak
membatik ga pak? Atau foto waktu ikut eyang atau orang tua bapak saat
mengurus usaha batik ini?
Wah saya malah ga punya, orang tua saya itu memang hobi fotografi, terutama
bapak saya. Tapi kalau foto saya lagu ngurus-ngurus batik gitu saya rasa ga
ada. Saya ya itu.. lebih banyak diluar, kalau foto saya lagi menyelam, baru
banyak. Soalnya saya kan salah satu pengurus POSI DIY, Persatuan Olahraga
Selam Indonesia.
30. Waw, bapak pengalamannya banyak ya pak. Dulu setelah selesai sekolah,
sebenernya orientasi bapak untuk meneruskan sekolah lagi atau langsung kerja
pak?
133
Saya kuliah di Gadjah Mada fakultas saya Sastra jurusan saya Purbakala. Jadi
saya ini Arkeolog. Kalau jalan ke Prambanan atau Candi Borobudur saya bisa
ceritain semua sejarahnya. Nah sekarang ini kan saya kegiatannya jadi
konsultannya UNDP, itu United Nation Development Program, nah itu adalah
program untuk negara-negara berkembang termasuk Indonesia, saya ini
konsultan di manajemen penanggulangan bencana. Saya pernah sekolah di
Amerika di FEMA Federal Emergency Management Agency. Tapi pulang ke
Indonesia ilmu saya ga banyak kepake. Saya bisa sih eksis gitu kan kesana-kesini
karena latar belakang sekolah saya. Tapi bukan itu yang saya mau, saya tuh ga
begitu suka jadi pemimpin yang eksis sana sini. Filosofi hidup saya itu saya mau
memimpin seorang pimpinan, jadi saya lebih suka ada di balik layar. Way of life
saya itu ada tiga, yang pertama saya harus berpenamilan bersahaja, low profile,
baby face ya seolah-olah ga berdosa gitu hehehe, yang kedua saya harus berhati
malaikat, jadi baik ke semua orang begitu, nah yang ketiga saya harus berotak
mafia, otaknya tuh strategic dan taktis.
31. Dari pembicaraan yang cukup panjang, nampaknya pandangan bapak banyak
dipengaruhi oleh nilai budaya, apakah begitu pak?
Ya mungkin karena saya banyak membaca, banyak berbicara dengan
budayawan, dengan filsuf-filsuf bahkan ada filsuf dari Tibet.
134
32. Untuk punya pandangan seperti sekarang ini yang kooperatif begitu banyak
apakah juga dipengaruhi oleh orang tua pak?
Ga ada dari orang tua, saya cari sendiri karena ya saya itu tadi penasaran dan
banyak mencari sendiri. Gapernah saya diajarin ini itu. Saya cari sendiri dan
ambil kesimplan sendiri.
33. Dari dulu orang tua pernah melarang untuk rencana-rencana bapak engga?
Ah engga pernah, bahkan saya waktu kecil tuh termasuk sangat di protect. Saya
bahkan ga dibolehin berenang, tapi saya curi-curi waktu buat berenang di
sungai. Saya pernah dibeliin sepeda, sampe parangtritis saya sepedaan, waktu
SD itu.
34. Kalau orang tua pernah membantu membuat rencana dan mengarahkan amsa
depan?
Engga pernah, tapi waktu kecil saya pernah punya stress tinggi. Gara-gara aku
disuruh belajar, ditungguin itu kalau saya belajar, malah tambah stress saya.
Makanya ya saya nakal itu suka curi-curi waktu. Saya gamau ada dirumah terus,
karena saya yakin tiap hari itu ada yang baru tapi bukan di rumah. Dan banyak
yang bisa kita pelajari
35. Bapak pernah punya contoh di keluarga tentang karir, sifat begitu?
Ga ada, saya ga ada figure keluarga yang mau dicontoh, saya ya saya. Saya ga
pengen dari bapak apa eyang gitu.
36. Kalau untuk meneruskan usaha ini, bapak melihat contoh dari siapa kalau begitu?
Ya sebetulnya saya punya dasar dari culture, ya budaya itu yang mendasari saya
yang kedua kan ini sebenernya kalau saya matikan bisa saja, tapi rasanya kok
135
sayang tapi ya ini makin sini kan makin jarang yang mengerjakan. Saya punya
harapan ya nanti kan daya saing makin kuat karena kan jarang apalagi di
kelasnya. Saya tidak akan meniru siapapun juga sih. Kalau seseorang menirukan
orang, mengidolakan orang, nanti dia tidak bisa hidup seperti dirinya sendiri,
nanti malah seperti orang yang idolakan itu.
136
Wawancara Pegawai Subjek Pemilik Galeri di Kabupaten Bantul
Nama :P
Usia : 51
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pembatik dan Ibu Rumah Tangga
Waktu : Pukul 15.00 WIB, Hari Kamis , 11 Agustus 2016
Tempat : Galeri Batik Milik Subjek I
1. Ibu sudah sejak kapan kerja bersama mbak I?
Wah saya udah setahun ada sih mbak. Dulu gak disini, dulu itu saya ngebatik di
sekitar pasar ngasem, taman ituloh mbak, yag ada kolamnya, tengahnya ada
patung itu mbak. Saya ngebatik disana waktu masih muda, terus udahan dulu
karena punya anak, baru deh kerja disini mbak.
2. Dulu diminta langsung sama mbak I buat ngebatik disini bu?
Iya mbak I yang nyari, tapi ya ga langsung. Dia nyuruh pegawainya, terus
pegawainya nemuin saya gitu nanyain mau apa engga kerja disini. Jadi ya mbak I
nyuruh pegawainya gitu buat nyari.
3. Ibu rumahnya dimana?
Dekat sini saya, dekat makam sewu. Ya kerja disini karena deket aja dari rumah.
Kalau dulu kan pas muda itu ngelaju saya naik sepeda, masih muda masih kuat
dulu. Sekarang duuh bisa kering saya.
137
4. Ibu memang sudah lama membatik?
Wah ada udah 20 tahun saya ngebatik mbak, tapi ya sempat berhenti dulu waktu
anak saya kecil-kecil.
5. Ibu membatik sendiri disini?
Engga, tiga orang disini, tapi lagi ke sawah satu, terus ada yang rewang bayi,
ngurus bayi.
6. Kalau ada keperluan gitu emang boleh izin ya bu?
Boleh, kalau mendadak gitu ya kabari dulu. Kalau pas lagi masuk, terus pulang,
ya izin dulu juga nanti dihitungnya setengah hari gitu.
7. Ibu, kalau malamnya habis waktu ibu lagi ngebatik, nanti bilang mbak I?
Langsung ambil saja sih mbak, dari yang nyetorin. Gak dikasih sama mbak I
langsung mbak.
8. Kalau setelah selesai membatik selembar gitu bu, dicek langsung sama mbak I?
Wah engga, kalau udah selesai, ya selesai aja gitu. Ga ada dicek kainnya mbak.
9. Ibu sampai jam berapa kerjanya?
Sampai jam 4, kalau datang jam 9 pagi.
10. Nanti makan siang dimana dong bu?
Disini juga mbak, nanti ada yang masak, terus ya makan bareng-bareng.
11. Memang begitu ya bu tiap hari?
Iya, disini kalau makan sang ya istirahat bareng gitu terus ada yang masak, yang
lain ya tinggal makan hahaha nanti giliran.
138
12. Ibu, kalau nanti bayaranya itu per kain bu, dihitung perbulan gitu bu dari mbak I
atau gimana?
Borongan gitu mbak, nanti biasanya dibayar perminggu.
13. Bu, kalau lebaran gitu bu, suka dapet THR gitu bu?
Wah, ya dapet mbak, tapi ya cuma setahun sekali gitu.
139
Wawancara Subjek Pemilik Galeri di Kabupaten Bantul
Nama : I
Usia :
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Wirausaha Batik dan Ibu Rumah Tangga
Waktu : Pukul 13.12 WIB, Hari Jumat, 12 Agustus 2016
Tempat : Galeri Batik Miliknya
1. Siang mbak, setelah membuat pohon keluarga. Saya mulai bertanya ke bagian
usaha batiknya bagaimana mbak?
Oh ya boleh, bagaimana?
2. Galeri batik ini sudah sejak kapan mbak?
Wah sudah sejak jaman Nenek saya dan dari dulu disini. Cuma ya kalau dulu
lebih lebar lagi, tapi kena pelebaran jalan kan. Mau gamau ya tokonya jadi
mundur mbak.
3. Kalau produksi dari dulu ada dimana mbak?
Ya itu ada di belakang situ itu mbak dari dulu.
4. Saya perhatikan mbak, jarak beberapa meter dari galeri batik ini, ada banyak
galeri batik mbak. Sebetulnya daerah sini memang dari dulu banyak pembatik dan
desa wisata batik begitu mbak?
Sebenernya engga mbak, mereka tuh ya baru-baru. Ya gara-gara batik rame
mbak jadi pada jualan. Mereka juga kebanyakan ga produksi, cuma jualan gitu
aja mbak, ambil barang ya terus dijual.
140
5. Semenjak Dirjo Sugito rame kah mbak?
Iya betul, sejak toko saya rame mereka banyak jual, ya syukur syukur malah
positif kan buat warga disini, jadi ya dikenal desa wisata batik juga.
6. Wah, malah Dirjo Sugito Batik ini ngasih dampak positif buat lingkungan, begitu
mbak?
Nah iya, mereka kan jadi dagang juga to, malah ya itu jadi terkenal desa wisata
batik.
7. Mbak, kalau ukuran kain batik disini berapa?
Dua meteran atau ya dua setengah meter gitu. Soalnya kan orang-orang beda
butuhnya mbak.
8. Pembuatannya pake warna apa mbak?
Pewarna tekstil sih itu.
9. Dulu dirintisnya memang dari eyang usaha ini mbak?
Iya, dulu kalau dagangnya di Pasar Bringharjo naik sepeda. Semua anaknya
terus bantui. Ibu saya kan anak pertama, dulu banyak dibantu ibu, tapi ya setelah
ibu menikah, ibu saya kan terus bikin toko klontong sendiri. Jadi usaha nenek
saya ya dibantu sama adek-adeknya ibu yang masih muda-muda itu mbak. Terus
pas saya kuliah, saya juga disuruh nenek buat bantuin juga.bantunya juga semua
ga bantu abtik jadi ya gampang bantu dagang gitu.
10. Wah, berarti yang bantuin banyak ya mbak, ada bagian-bagiannya engga mbak
kalau dulu saat membantu nenek?
Wah ga ada, serabutan semua. Ya yang hari ini bisa apa gitu ya dikerjain. Ga
ada spesifikasi apa, kan ga ada menejemennya, yang bisa ya dikerjain gitu.
141
11. Nah kalau eyang dulu juga suka bantu-bantu gitu apa ya diserahin ke anaknya
mbak?
Wah dulu ya paling order cat apa malam gitu, tapi ya ga delivery kaya sekarang,
dulu ya ngambil-ngambil gitu. Kain itu ambil dari solo tapi sekarang di pabrik
medari situ sih.
12. Mbak ika dulu diminta khusus sama eyang untuk meneruskan?
Saya disuruh bantu sih dulu, tapi kan sekarang eyang putri udah ga ada, eyang
kakung juga udah sepuh terus ya dipercaya saya yang ngelola tapi ya amsih
punya keluarga gitu
13. Kalau semua tante-tante wirausaha semua?
Ada yang PNS tapi ya ga banyak mbak cuma dua orang itu yang PNS, rata-rata
ya punya toko banguna terus ada yang klontong juga, ada yang guru senam juga.
Ada yang wirausaha bikin kerajinan di bali juga.
14. Cukup banyak ya ternyata ya mbak yang wirausaha?
Ya itu hamper semua, yang PNS Cuma om saya dua sama bapak saya. Iya banyak
jaga toko dari dulu soalnya mbak, jadi banyak yang pada dagang juga.
15. Kalau eyang dulu memang focus wirausaha?
Oh engga, dulu punya sawah banyak, terus ya batik, sama jual sembako gitu kaya
klontong.
16. Buat jadi usaha batik, diarahin sama keluarga mbak?
Diarahin sih engga, tapi kan dulu disiruh buat bantu-bantu di toko terus ya lulus
kuliah mau cari kerja malah disuruh buat ngerewangi disini aja, udah lah disuruh
jadi mata pencaharian saja ini.
142
17. Sebelumnya pernah mbak Ika pernah nyoba kerja dulu mbak?
Wah engga, saya dari kuliah udah bantu. Dari umur18 udah ngurus-ngurus
malah disuruh-suruh beli obat batik juga, kan saya sekolah di Jogja, ya sebelum
pulang itu saya disuruh beli obat apa cat atau ya apa gitu macem-macem.
18. Mbak Ika bisa membatik atau belajar membatik juga mbak?
Wah saya gabisa sama sekali malah, saya ya bisnisnya aja
19. Dulu ada yang mengajarkan secara langsung untuk mekanisme usaha ini mbak?
Wah engga, soalnya dulu kan disini juga ada toko bangunannya, tapi ya udah ada
produksi batik, terus kan ya batik rame, baru deh bangun bangunan baru, nah
sejak itu besar deh.
20. Mbak Ika pernah merasa tidak ingin meneruskan batik ga?
Dulu pernah pengen S2 tapi ko ya pusing, mending ngurus ini aja lah yang udah
di depan mata. Lagian kan enak, kalau jadi pegawai malah ga fleksibel jam
kerjanya. Malah dimarahi to kalo minta libur, kalo usaha kan bebas bisa
liburannya kapan aja
21. Kalau dulu pegawainya memang sudah banyak mbak?
Dulu ya kerja segitu-gitu aja. Yang kerja itu ya dari tetangga-tetangga sini aja
mbak malah lumayan jadi pada senang kana da kerjaan juga jadinya. Bahkan
sampe ada yang udha punya anak cucu masih kerja disini, dari jaman eyang saya
itu. Terus ada yang kerja dibelakang itu ngecap, bapaknya kan awalnya disini
kerja, terus pas anaknya lulus sekolah, ya susah kan mbak cari kerja jadi kerja
disini aja.
143
22. Jam kerja pegawai sampai jam berapa mbak?
Sampai jam 4 ya sekitar jam setengah 5 tapi kadnag jam 5 juga ga mesti. Nanti
makan siang disini, pada masak gitu mbak, yang bisa masak nanti siang ya masak
terus lainnya jaga toko entar gentian aja gitu yang biasa masak umpamanya
siapa gitu.
23. Mbak produksinya kan disini juga, kalau limbahnya dibuang kemana mbak?
Dibuang ke sungai, tapi kan sebelumnya udah dikasih obat gitu biar ga bahaya
ga dibuang langsung. Ada izin HO. Duh saya juga kurang tau tapi udah ga
masalah gitu loh. Itu kan ya syarat juga kalo dari instansi gitu apa pegawai
negeri kan kalau mau beli seragam harus beli ke toko yang berizin gitu mbak.
24. Pernah ada tetangga yang protes ga mbak karena limbahnya?
Engga sih mbak, karena ya udah dikasih obat. Tapi ya semoga kedepannya ga
sampe gitu sih mbak.
25. Ada rencana untuk memeprbesar bisnis dengan membuka cabang ga mbak?
Wah belom ada ide kesitu, soalnya kan ini produksinya masih manual, jadi ga
begitu banyak kan.
26. Saya lihat ada penghargaan dari beberapa SMA yang kunjungan kesini mbak,
apakah memang sangat open ya mbak untuk sharing batik?
Oh iya, banyak. Gratis kita ga usah bayar. Tapi ya belum bisa memfasilitasi buat
yang ingin mencoba membatik soalnya kan repot, yang kerja nanti terganggu kan
kerjanya. Misalnya saya dapet pesenan berapa gitu, malah telat to produksinya
harusnya sesuai entar malah jadi mundur waktunya
144
27. Kalau dari dulu yang membatik ada berapa orang?
Wah banyak tapi pada dibawa pulang, yang disini aja dikit. Biasanya pagi
banyak yang datang, kalau cuma 50an ada, lebih malah mbak. Tapi kan dibawa
pulang, nanti kerjanya borongan, kalau mengembalikan satu ya dibayar satu,
kalau beres dua ya dibayar dua. Banyak ko mbak yang ibu sama anaknya juga
membatik di saya. Kalau ga banyak pembatiknya saya ga bisa kejar orderan nanti
mbak.
28. Mbak Ika bikin batik tulis halus juga mbak?
Iya buat, tapi pesaannya banyak yang batik kombinasi sih jadi ya itu yang jadi
prioritasnya.
29. Mbak Ika memang hobi untuk me-manage suatu hal, bertemu dengan banyak
orang begitu kah mbak bisa bergelut dalam dunia uasa batik sampai begitu lama?
Wah bukan hobi mbak, ini sih pekerjaan. Ya dapet uangnya dari sini mbak.
30. Kalau dulu selain bantu eyang mbak Ika hobinya apa?
Waya hobinya bikin kerajinan, saya titipin ke tante saya di Bali untuk dijual itu.
Banyak kesukaan saya, sekarang kan cape jadi saya tinggal. Saya bikin dompet
gitu mbak, kan udah ada contohnya, saya tinggal beli kain terus saya kasih
penjahit saya suruh bikin kaya contohnya itu. Terus saya titipin tante saya gitu.
31. Apakah orangtua pernah melarang mbak Ika untuk melakukan berbagai hal mbak
ya terutama dalam usaha?
Ya bebas sih, jadi karena udah punya usaha sendiri jadi dibebasin. Dulu juga
saya pernah nyablon, tapi lagi libur karena tukangnya meninggal itu loh.
145
32. Mbak kalau ada obat atau cat atau malam abis, itu siapa yang pesen?
Saya yang pesen nanti kan kalo habis ada laporan dari pegawai, udah otomatis
tu, nanti dia laporan jadi saya gaperlu ngecek, saya kan kasih kerjaan, kasih
orderan nanti pegawai saya ngasih tau apa yang habis, jadi ya saya tinggal beli
tinggal pesen.
33. Dulu mbak ika mencontoh untuk nerusin usaha ini ke siapa mbak?
Wah ga ada contoh, dulu tuh ya kalo kerja kan lumayan dapet gaji ya lumayan
200 ribu, lumayan to buat jajan, pas kuliah itu sektiar tahun 99. Terus ditambah
sama bikin kerajinan, jadi ada lagi tambahannya. Kerajinan itu kan di Bali, udah
gitu tante saya kan Supplier jadi kan banyak juga orderannya lumayan.
34. Keluarga mbak Ika membebaskan untuk membuat usaha?
Iya bebas kalau keluarga saya, yang penting dapat uang kan. Ya kalau usaha kan
mikir yang penting kan dapat uang dan halal kan.
35. Kalau eyang tergolong sensitive gitu mbak? Ya cenderung marah marah gitu
Wah eyang engga, eyang baik banget ga marah. Kalau ibu saya baru marah,
kalau saya salah, pasti suruh ngembaliin cat tuh kalau salah, kalau eyang saya
paling bilang besok hati-hati aja gitu
36. Ada inovasi baru apa aja yang mbak ciptakan selama mengurus usaha ini?
Nah, ini mesin EDC ini saya yang usahain, dulu susah saya perjuanginnya ke
BCA awalnya saya bayar tapi sekarang engga, dulu ya ga dipercaya masa di desa
punya mesin EDC. Sekarang tetangga saya malah enak jadi udah dipercaya gitu
to, malah enak tetangga saya. Ada lagi motif motif yang baru gitu, saya beli kain
baru yang motifnya belum ada di toko, nanti saya tanya ke pegawai saya, “iso ra
146
le nggawe koyo ngene?” paling pegawai saya bilang iyo mbak dicoba. saya ya
panggil pegawai saya “le” kaya sodara gitu. Warnanya biasanya saya contoh
juga, kalau saya ya belajar terus. Sama punya AC mbak hahaha
37. Mbak ika belajar tentang batik juga?
Saya sih bagian idenya, saya update semuanya. Ya pas jalan-jalan gitu, lihat-
lihat. Terus nanti ta beli kalau aku belum punya.
38. Berarti pas dipegang mbak Ika, motifnya makin banyak?
Iya betul, kalau saya suka saya beli nanti saya contoh
39. Dulu sejak dikasih amanat untuk meneruskan bisnis keluarga, mbak ika sudah
punya rancangan atau bayangan masa depan untuk usaha ini mbak?
Wah ga ada sama sekali, saya ga punya program apapun. Ya dijalani aja. Makin
rame makin rame. Terus ya paling nambahin pengrajin, ngelembur-ngelembur
terus sampe saya punya stock sebanyak ini.
40. Mbak ika, tapi pernah belajar memproses batik engga?
Saya kalau caranya tau, tapi saya ga ngerjain. Saya tau teorinya, saya bisa
bilang ini bagus ini engga saya tau letak salahnya dimana-mananya. Walaupun
saya ga ngerjain tapi saya tau. Saya ngecek, tapi ya itu pegawai saya entar bilang
ada yang gagal gitu baru saya cek, paling ya entar saya tanya siapa yang
ngerjainnya terus ditanya kok ya bisa samapai kaya gitu, ya ditegur aja gitu. Saya
ga ngecek detail satu-satu sih ya keseluruhan aja.
41. Ide-ide baru itu dari dulu malah muncul dari mbak Ika ya?
Wah iya, eyang saya tuh manut sama saya, umpamanya ada uang, nanti apalah
dijadikan apa gitu dijadikan dagangan, saya nanti kasih ide beli canting gitu
147
misalnya, eyang saya ya manut, misalnya ada tukang batik bagus, dicoba bisa ga,
terus nanti ikut saya dikasih kerjaan, ya gitu manut sama saya.
42. Ada cita-cita untuk toko ini di masa depan?
Wah gak tau, soalnya ini punya keluarga besar saya ga boleh ambil langkah
sendiri gitu.
43. Kalau cita-cita sebelum memegang usaha ini ada mbak?
Apa yah, dulu itu ya pengen S2 tapi design interior, karena ya saya tertarik sama
design interior.
148
Wawancara Subjek Pemilik Galeri di Kota Yogyakarta
Nama : AP
Usia : 56
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan :Pengurus POSI DIY (Persatuan Olahraga Selam
DIY), Konsultan UNDP (United Nation
Development Program)
Waktu : Pukul 10.48 WIB, Hari Rabu, 17 Agustus 2016
Tempat :Rumah Subjek
1. Halo pak, selamat pagi. Kita ngobrol lagi tentang batik boleh pak?
Silahkan-silahkan, saya senang ngobrol-ngobrol apalagi tentang filosofi batik ini
haha kalau motif ya saya paham. Tapi mbak Ninik lebih expert lagi soalnya dia
belajar dari bapak dulu di tahun 2000-an.
2. Termasuk diajak ke pembatiknya orang tua bapak?
Iya, bapak kan sudah sepuh, jadi kemana-mana yang mengawal kan dia. Kalau
ada pelatihan gitu, nanti mbak Ninik yang berangkat. Dia kan tipe pekerja, nikah
dengan saya, dia ya gabisa diem di rumah pengen kerja, jadi ya mending dikasih
tanggung jawab ini juga kan. Kan sudah jelas usaha batik ini akan diturunkan ke
saya, jadi ya dia juga perlu belajar begitu.
3. Untuk meneruskan usaha, memang sengaja ke anak pertama pak?
Wah bukan, itu karena dari penilaian bapak itu. Bapak bilang akan diteruskan ke
saya karena hanya saya yang bisa. Sudah cukup lama itu, ya sektiar tahun 90-an.
149
Bapak bilang, kalau adik saya ga akan bisa nerusin ini. Istilahnya kalau
kerajaan, saya sudah dikader jadi pangeran begitu, jadi saya sudah dipersiapkan
untuk meneruskan usaha ini. Ya kalau batik itu ya sebetulnya kan punya arti.
Kalau yang ditemukan di pasar, itu hanya sebatas kain yan dijual dan akan
dijadikan baju begitu. Kalau batik tulis yang sesungguhnya bisa dilhat dari
beberapa sisi, satu dari artistiknya, filosifinya sama dari sisi budaya baru deh
dari sisi pakaian begitu fungsinya. Karena motif batik kalau untuk orang jawa
tidak hanya sebatas kain panjang, orang jawa kan kalau berpakaian lengkap ada
iket kepala, keris sama kain batik. Tiga itu punya unsur motif batik dari
ketiganya.
4. Setelah orang tua bapak menyerahkan usaha batik ini? Apakah sudah tau masa
depan usaha ini akan dibawa kemana?
Belum, ga ada bayangan. Karena begini, saya sudah nyaman dengan pekerjaan
saya dan itu saya anggap itu sebagai sesuatu yang menjanjikan. Karena batik itu
mulai dari kelasnya industry karena kan pakaian sampai sekarang kan kelasnya
kerajinan, itu kan menyurut drastic saya bertanya pospek batk sampai mana sih?
Ya itu saya berfikir prospek ekonomi batik semakin tidak menjanjikan apalagi
saat bom Bali satu, hancur batik itu. Bom Bali dua juga begitu, hubungan kita
dengan luar negeri juga jelek. Tapi bapak tetap bersikeras tidak akan PHK
pekerjanya, ini yang bikin finance jadi agak kacau. Tapi ya smeuanya tidak akan
berbalik normal, kaya orang sakit jantung, gak akan balik normal. Sama kaya
batik juga, gak akan kembali normal.
150
5. Jadi, sejak saat itu, bapak sudah sadar bahwa batik akan lebih memiliki nilai
budaya dari pada ekonomi?
Iya betul, jadi sifatnya hanya monumental saja bukan komersial. Saya lihat itu
karena dari semua aspek, yang pertama kalau kita lihat batik gak mungkin kita
kerjaan sendiri, kita akan dibantu oleh banyak orang yang punya berbagai skill.
Mereka join together, kan itu berhubungan. Saya kan ga mungkin dikerjain semua
sendiri. Pembatik sudah banyak berkurang ya karena bergesernya zaman,
awalnya pembatik, kemudian memilih untuk jadi pegawai atau buruh pabrik, atau
TKI begitu, itu lebih merangsang mereka mendapatkan uang. Tapi ya masih ada,
hanya tidak sebanyak dulu. Itu dari pembatik, apalagi pembatik halus, wah makin
sedikit lagi. Yang terkahir ya marketing, dengan adanya batik asal jadi atau batik
instant, itu yang membuat orang memiliki pergeseran paham. Orang ya mikir 40
ribu dapet batik, gak peduli itu batik bener apa engga. Segmen pasarnya akhirnya
menyempit, batik saya ga ada yang harga segitu kan, batik saya 800 ribu sampai
3 juta. Jadi sekarang saya ga mampu mengembangkan batik, karena ya mati itu.
Makanya saya bilang ga mampu kalau saya bergantung akan batik, saya lebih
yakin terhadap karir saya karena menjanjikan. Saat ini, saya masih
memepertahankan batik ini karena ya ini amanah orang tua dan batik merupakan
filosofi orang jawa dan saya ingin menjadi orang jawa seutuhnya karena saya
lahir di sini, di tanah jawa. Jangan sampai orang jawa itu hilang jawanya.
151
6. Pak, kalau dulu orang tua bapak, ngasih bentuk perhatian pada anak bagaiamana
pak?
Kalau bapak itu perhatian banget sama anak-anaknya, saking perhatiannya anak-
anaknya jadi tertekan. Tentang pergaulannya, tentang pendidikannya, ya itu saya
pernah cerita tentang belajar itu
7. Hal apa yang ditanyakan pertama kali setelah pulang sekolah?
Wah itu pasti ditanya, udah makan apa belum. Kalau main kemana ga pernah
ditanyain. Mereka pasti tau saya main kemana-mana
8. Bapak pernah mengutarakan keinginan kepada orang tua?
Gak pernah, mengalir aja. Tapi bapak saya tau kalau saya gak mau jadi pegawai
negeri.
9. Bapak kan punya minat yang begitu banyak. Orang tua pernah komentar pak?
Ga ada sih kalau orang tua, Cuma kalau eyang saya pernah komentar, kata
eyang kalau mengerjakan sesuatu harus dikerjakan dengan tuntas, kalau kamu
pelihara sesuatu harus bertanggung jawab, dirawat begitu.
10. Dulu, orang tua atau eyang apakah memfasilitasi keinginan bapak?
Saya gak oernah minta, tau-tau ada aja gitu. Ya kaya sepeda dikasih.
11. Jadi kebutuhan sejak kecil bapak sudah merasa terpenuhi?
Ya betul, sangat perhatian sekali orang tua saya. Sampai saya suka stress sama
adik saya.
12. Filosofi atau arti sukses kata bapak apa?
Relative sih, tapi menurut saya sukses itu sebuah tanggung jawab, selama kita
bisa memeprtanggungjawabkan apa yang kita rencanakan dan kita lakukan itu
152
namanya sukses. Orang kaya raya itu belum tentu sukses. Belum tentu orang yang
banyak harta itu hidupnya tenang.
13. Untuk mendapatkan filosofi tersebut, dari mana pengaruh terbanyaknya mas?
Pada siapa bapak banyak bercermin?
Kalau saya ga punya contoh, ga punya idola gitu karena nanti saya akan ajdi
orang lain. Saya mengidolakan diri sendiri
14. Apa yang membuat bapak begitu mengidolakan diri sendiri?
Mungkin saya terlalu percaya diri, saya punya pemikiran begini, diri saya ya diri
saya. Saya berjalan satu langkah kedepan, mau berlari mau merangkak, saya
akan melakukan dengan cara saya.
15. Apakah hal tersebut dikarenakan pengalaman yang banyak, sehingga bapak bisa
memaknai hidup seperti itu?
Sebenarnya saya dari dulu saya tidak mengidolakan siapapun. Kecuali,
menauladani orang dengan perbuatannya. Akhirnya saya memiliki 3 filosofi
hidup bagi saya itu. Dengan ketiganya itu ternyata saya bisa survive
16. Siapa yang bapak tauladani?
Yang saya tauladani itu Eyang saya, karena saya berfikir Eyang saya itu orang
jawa, dia bertindak seperti orang jawa. Dan Eyang saya itu kalau mengerjakan
sesuatu dia tidak pernah mengatakan “inilah hasil karyayku” dia tidak pernah
menyombongkan diri. Jadi saya juga lebih suka banyak bertindak di balik layar
dalam beberapa hal perting. Eyang itu ga suka sombong, tapi sebenarna banyak
sistem yang ada di Jogjakrta ini memiliki campur tangan Eyang. Salah satunya
153
penataan Malioboro di jaman dulu. Itu yang saya tauladai dari Eyang. Itu yang
paling pokok yang saya tauladani dari Eyang.
17. Bagaimana kehidupan sosial Eyang dulu? Apakah teman-temannya banyak?
Wah banyak, Dulu kan tinggalnya di Mantrigawen, bahkan temen-temennya itu
kalau ngumpul ya dirumah, main kartu jawa begitu. Wah seru sekali bahkan suka
Mocopat di rumah, tembang Jawa begitu.
18. Semangat kerjanya Eyang ada yang bapak tauladani?
Engga sih, biasa aja kalau semangat kerjanya.
154
Wawancara Informan Pemilik Galeri di Kota Yogyakarta
Nama : N
Usia : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
Waktu : Pukul 10.48 WIB, Hari Rabu, 24 Agustus 2016
Tempat : Pasar Imogiri Baru
1. Mbak, kalau AP sekarang job desk untuk meneruskan usaha batik ini apa saja
mbak?
Sekarang saya suruh dia untuk membuat design batik, kan darah seni dari bapak
turun ke semua anaknya. Sekarang sih mas AP banyak membuat design dengan
cara yang lebih canggih, pake software gitu.
2. Sejak kapan AP concern untuk membuat design batik?
Ya sejak bapak meninggal itu, bapak kan meninggal November tahun lalu. Selang
beberapa bulan terus yam au gam au kan dia yang nerusin, jadi saya kasih tugan
buat design itu. Soalnya mas juga kan kesibukannya banyak.
3. Mengapa mbak mau ikut meneruskan usaha keluarga AP?
Ya, pertama saya kan dulunya pegawai, jadi gabisa kalau cuma diem di rumah.
Terus yak arena nikah sama mas AP, dan memang sudah diberi amanah ntuk
meneruskan ini, jadi ya saya juga ikut terjun. Lagian mas AP itu juga kan punya
kesibukan lain dari dulu, kalau ga sambal kerja yang lain juga repot mbak. Selain
itu juga kalau kita berhentikan usaha ini, kasian pembatik, kasian yang bikin
155
pola, yang udah kerja sejak lama dari jaman bapak, nanti mata pencaharian
mereka juga jadi hilang. Kita ya manjangin usaha ini juga karena mereka mbak.
4. Daritadi, sudah ada pembatik yang nyetorin kain mbak. Sebelumnya memang
selalu Quality Control dulu?
Wah itu jelas harus mbak, dicek satu persatu, diterawang siapa tau ada yang
bolong kan. Soalnya kalau nanti ada yang bolong, harganya kita kurangi mbak,
harga jualnya juga dikuranngi. Nanti ya jujur aja sama pembelinya kalau
memang ada cacat, bapak yang ngajarin itu. Sama pembeli itu harus jujur, kalau
barang memang cacat, jual juga dengan harga cacat.
5. Maaf sebelumnya mbak, daritadi kan sudah ada pembatik yang stor kain, tapi ko
bayarannya beda-beda ya mbak? Penilaiannya berdasarkan apa?
Oh memang beda mbak, tergantung gampang atau sulitnya motif, paling tidak
rate harganya itu dari 300 ribu sampai 550 ribu. Tergantung halus apa
enggaknya motif yang dibuat. Nanti kalau harga “nembok” pake klowong itu,
harganya 250 ribu mbak, terus kalo mau”nembok´biar lebih halus lagi, harganya
segituan juga, 250 ribu. Coba, kalau dijumlahkan, untuk membuat batik tulis yang
halus biaya produksi untuk pembatiknya saja sudah berapa. Belum lagi ongkos
ngelorot sama ngasih warna, jadi ya ajar kalau setelah jadi, harganya bisa
jutaan.
156
6. Wah, ternyata mahal ya mbak. Harga untuk ongkos membatik memang segitu ya
rata-rata?
Oh beda mbak, itu yang sebrang kios saya, dia bayar pembatik paling mahal 80
ribu, soalnya ya cuma batik kasar mbak. Ga pernah dicek juga hasil batikannya
itu. Tapi yak an kalau disini, sudah pernah kita ceritakan, kalau batik itu harus
benar, harus punya arti, karena ya itu budaya jawa ada disitu mbak.
157
Wawancara Informan Pemilik Galeri di Kota Yogyakarta
Nama : N
Usia : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
Waktu : Pukul 11.22 WIB, Hari Sabtu, 27 Agustus 2016
Tempat : Monthly Meeting Organisasi Sekar Jagad, Jogja
Fashion Week 2016 (Jogja Expo Center)
Dari temuan-temuan ahsil observasi yang dilakukan peneliti, kemudian
peneliti melakukan konfirmasi dengan memberikan beberpaa pertanyaan terkait.
1. Mbak, kegiatan dari organisasi ini kaya gimana aja?
Wah, ya kalo tiap bulan kaya begini ini mbak. Tapi ada juga rekreasi ke
tempat-tempat yang ada batiknya juga, terus wisata gitu. Paling kalau
rekreasi ya di Pulau Jawa aja.
2. Wah, asik ya mbak. Mbak juga suka ikut rekreasinya juga dong?
Saya malah ga pernah ikut sama sekali kegiatan-kegiatan gitu. Kegiatan
bulanan aja saya jarang sampai selesai. Soalnya ya yang penting tuh udah
absen udah nongol gitu.
3. Kalau zaman bapak juga gitu mbak?
Bapak ya sering datang kalau pas pertemuan bulanan gini. Tapi kalau
rekreasi ga pernah. Kecuali kalau di luar kota pas kebetulan bapak emang
harus speech gitu, karena beliau kan Maestro Batik, beliau pasti berangkat.
158
Sekarang kan Bapak udah ga ada, jadi yang speech biasanya sekarang dari
Kraton kalau engga dari UGM.
4. Mbak itu berarti dari dulu sama bapak ikut terus untuk datang ke pertemuan
kaya gini ya mbak?
Iya kalau bareng bapak kan saya yang temenin terus. Bapak kemana-mana itu
pasti sama saya. Tapi ada masanya ga pernah diundang sama Sekar Jagad
setelah bapak gak ada. Jadi kan dulu tiap bulan itu mesti ada pertemuan kaya
gini, tiba-tiba udah berapa bulan gitu ga pernah ada undangan dari Sekar
Jagad. Saya ya basa-basi setelah itu sama tetangga saya yang ngurusin
organisasi ini. Kok ya kenapa gitu ga pernah diundang lagi, mentang-
mentang bapak udah ga ada. Akhirnya setelah saya tanyain itu, terus bulan
depannya saya langsung diundang lagi deh mbak.
5. Mbak, kalau itu mbak kan beli banyak batik Madura, emang suka atau koleksi
mbak?
Saya dasarnya suka batik. Terus batik Madura tuh murah-murah. Tapi ya
saya juga cair yang rapi juga. Kainnya setelah saya beli biasanya entar
dijahit ke penjahit langganan. Solanya kalau batik bapak dipotong, sayang
banget rasanya, rapi benget kan karena tulis halus. Jadi mending motong
batik yang punya orang lain aja dibikin baju. Kalau batik bapak itu rasanua
mending dilihatin aja, dipandangin keindahannya gitu hehehhe.
159
Wawancara Subjek Pemilik Galeri di Kabupaten Bantul
Nama : I
Usia : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Wirausaha Batik dan Ibu Rumah Tangga
Waktu : Pukul 14.04 WIB, Hari Rabu, 31 Agustus 2016
Tempat : Galeri Batik Miliknya
1. Mbak I, saya mau tanya-tanya lebih tentang keluarga sama detail tentang
nerusin usaha keluarga ini boleh mbak?
Oh iya boleh, saya ceritain deh
2. Mbak, tumpukan pesenan ini semua udah dicek mbak?
Udah sama pegawai saya itu, kalau udah dipalstik udah ready, nanti abis
proses terus dilihat kan terus dilipat rapi. Entar kalau ga dicek ternyata ada
yang cacat nanti ga akan dikasihin, wah pada protes entar mbak. Ini bikinnya
perih mbak. Kalau misal pesenannya 10, kadang ya saya bikinnya lebih,
soalnya kan di proses produksinya ada aja yang gagal. Terus konsumen
protes gitu mbak nanti. Ada yang protesnya tuh duh ribet, ada yang emang
enakan mbak. Bisa pada rewel gitu mbak, wah sering itu. Tapi yowes lah ya
orang namanya dagang.
3. Selalu pegawai mbak yang ngecek?
Iya udah pegawai saya itu yang ngecek
160
4. Wah, strateginya tuh sebenernya jadi gimana mbak?
Ya inovasi sih motif ngikutin perkembangan kan, soalnya harus mengikuti
zaman sesuai pesenan juga.
5. Kalau batik menurut mbak masa depannya bagaimana?
Wah saya belum tahu ya, jalani aja gitu. Dulu batik pernah sepi mbak di
tahun 80an gitu batik turun. Jamannya Gusdur, tapi nenek saya ga berhenti
mbak. Kalau dulu pas sepi itu pada banyak yang vakum. Eyang saya mau
sepi mau rame ya jalanin aja pokonya.
6. Apa yang membuat terus bertahan dan berjalan mbak bisnisnya?
Ya karena kan eyang itu kan dapet uangnya tuh cuma dari itu, dari dari
jualan batik, terus jual klotong gitu, jadi petani juga, jual sembako juga, jual
pupuk buat sawah jual minyak tanah juga pokonya jual jual jual gitu. Ya
meskipun ga kaya semaju sekarang, tapi dulu itu udah alhamdulillah gitu ga
rugi, meskipun labanya emang ga banyak juga tapi ya yang penting karyawan
bisa jalan ada hasilnya gitu mbak. Yang penting bisa ual barang gitu.
7. Eyang sering ngajak rekreasi karyawan mbak?
Ya sering dulu makan diluar gitu dimana, nanti bareng-bareng paling daerah
sini gitu. Cuma kaya gitu.
8. Kalau sekarang sering mbak?
Wah sekarang engga, jarang banget. Lebih sering dulu. Cuma kalau disini,
karyawan disini juga enaknya ga pernah nuntut. Tapi hak mereka selalu
dipenuhi, waktunya gajian harus pas langsung dikasih. Mau nge-bon juga
161
bisa gitu kalo aku emnag ga sempet ngitung nanti tinggal ditulis. Fleksibel
banget kan kekeluargaan pokoknya.
9. Mbak ika semakin yakin dengan usaha ini?
Yakin, apalagi ya sekarang juga rame. Jadi ya alhamdulillah.
10. Mbak ika suka baca-baca buku tentang batik gitu mbak?
Enggak, soalnya tiap hari ka udah ngerjakan kan, kalau bac abaca gitu mah
ah pemula gitu, soalnya saya udah tau proses gitunya udah tau. Ya paling
kalau ada motif baru saya ulik gitu gimana
11. Dulu pernah nolak untuk nerusin usaha batik ini mbak?
Wah engga sama sekali e, ya dijalanin aja malah seneng to dulu dapet uang
sendiri juga kan.
12. Mbak Ika kalau beli barang-barang gitu dulu beli sendiri dong mbak? Beli
handphone gitu?
Wah engga sih mbak, itu dulu saya diaksih. Mahal banget to kalau dulu tuh
bisa sampe satu jutaan handphone yang nokia apa siemens dulu itu.
13. Orang tua memang memenuhi semua kebutuhan mbak gitu ya?
Iya iya, saya juga ga pernah minta yang aneh-aneh juga sih jadi masih wajar
gitu. Jadi ya dibeliin apa gitu ya biasa aja mbak. Dulu kalau pake uang
sendiri ya paling jajan biasa aja sih di sekolah gitu mbak. Jaman dulu kan
ngekos saya tuh tapi ya di saudara di Jogja, sekloahnya kan dulu di Santa
Maria. Jadi dari dulu hidupnya tuh kaya ngekos aja gitu. Terus kuliah juga di
Jogja
162
14. Wah, orang tua memang mengajarkan untuk mandiri mbak?
Ya kaya ngekos gitu ngajarinnya, dapat uang saku juga, kalau pagi beli
makan sendiri gitu.
15. Keinginan sendiri mbak sekolah di Jogja?
Iya semua maunya saya sih, orang tua sih setuju-setuju aja. Cuma ya orang
tua datang ke sekolah aja nanya-nanya terus udah aja gitu tentang biayanya
terus ya setuju sama tiap pilihan saya.
16. Termasuk soal memilih pekerjaan dibebaskan mbak?
Iya, bebas aja gitu kan saya pernah cerita itu, akhirnya ya santai aja nerusin
ini usaha keluarga juga bareng sama tante saya. Kalau dulu ya bareng tante
saya itu karena tante ekonominya ga begitu lancar gitu, jadi yaudah kan
disini aja malah dapat pemasukan.
17. Menurut mbak, sukses itu apa mbak?
Wah ga bisa diukur dengan uang kalau menurut saya. Sukses itu bahagia,
kalau banyak uang gak bisa nikmatin juga kan malah sia-sia. Kalau banyak
uang tapi ga berani ninggalin rumah malah takut gitu kan repot. Mending ya
hati tenang kalau ditinggalin juga.
18. Wah, dapet banyak pengaruh dari siapa mbak bisa punya pandangan begitu?
Gak nyontoh tapi dari bapak. Bapak saya itu pernah bilang orang kaya itu
gausah karya harta, kaya hati yang penting, kaya saudara, kaya sahabat. Itu
harta yang melebihi uang menururt saya. Kalau orang kaya uang tuh ga
pernah puas. Ya bapak saya ga terlalu matrealistis sih mbak, yang penting
163
kita bahagia dimanapun, malah sakit to kalau ngumpul-ngumpulin harta tapi
ga sempet nikmatin. Malah sedih mbak hahaha
164
Lampiran 3. Hasil Reduksi Data
Berikut ini merupakan hasil reduksi data yang dibuat peneliti menururt urutan
tanggal penelitian dari awal hingga akhir fase wawancara penelitian:
a. Wawancara Subjek AP, Sabtu 6 Agustus 2016.
Dari penuturan subjek, ditemukan bahwa subjek AP merupakan generasi ke
empat dari usaha keluarga. Selama meneruskan usaha keluarganya, AP tidak
pernah mengubah “aturan main” dari menjalankan usaha batik. AP menuturkan,
dari mulai kain, bahan pewarna, hingga malam yang digunakan untuk
memproduksi batik, tidak ada yang diubahnya sama sekali. AP juga tidak
mengubah model-model batik yang diproduksi usaha keluarganya, dengan kata
lain AP menyebut bahwa batiknya masih “pakem”. Menjadi generasi ke empat
penerus usaha batik keluarga memiliki alasan tersendiri bagi AP yaitu karena
menurutnya, batik merupakan warisan budaya yang semakin hari semakin langka.
Menurut AP selembar kain batik memiliki sebuah arti dan nilai artistic serta
keindahan. Saat dikonfrontosi mengenai nilai budaya yang mempengaruhi
keputusannya dalam meneruskan usaha batik, AP dengan lugas membenarkan hal
tersebut. AP juga diketahui belajar mengenai sejarah batik yang dia dapatkan dari
belajar otodidak serta belajar dari Eyang kakung dan bapaknya.
b. Wawancara Subjek AP, Rabu 10 Agustus 2016.
Dari hasil penuturan subjek, peneliti mendapatkan konstruksi genogram karir
dalam keluarga subjek AP. Jika dituangkan kedalam bagan, maka sebagai berikut:
165
Penuturan yang diungkap subjek juga AP menunjukkan bahwa AP memang tidak
belajar batik secara khusus, karena semenjak kecil AP sudah bergelut dengan
batik dari bangun tidur hingga tidur lagi, sehingga cara tersebut juga merupakan
cara AP dalam mempelajari usaha keluarga, yaitu dengan mengamati. Hal yang
menjadi pendorong untuk terus belajar mengenai batik bahkan untuk melakukan
berbagai hal adalah rasa penasaran yang membelenggunya akan suatu hal, salah
satunya adalah batik. Batik memang bukanlah satu-satunya minat khusus yang
dimiliki oleh AP sejak kecil, namun setelah berjalannya waktu dan batik bergeser
menjadi sebuah kerajinan yang unik dan merupakan heritage serta menjadi barang
yang exclusive, barulah AP memiliki minat terhadap batik itu sendiri, khususnya
batik tulis halus. AP sendiri menyadari bahwa minatnya banyak terletak pada hal
yang berbau jalan-jalan. Sehingga, dari penuturannya, AP sangat menikmati
pekerjaannya sebagai Arkeolog dan semacam adventure.
166
Dari penuturannya, AP menyadari bahwa menjadi seorang Arkeolog dan
meneruskan usaha batik memiliki relevansi. Menurut AP, motif pada kain batik
memiliki filosofi yang bercerita, begitupun seperti pekerjaannya sebagai Arkeolog
yang mengharuskan AP menceritakan perjalanan sebuah sejarah. Informasi
mengenai batik yang didapatkan AP banyak berasal dari luar keluarga, tapi Eyang
dan orang tua AP juga memiliki peran dalam mengedukasi AP mengenai batik.
Meneruskan usaha batik keluarga, membuat AP juga meneruskan relasi bisnis
yang sudah dibangun oleh generasi terdahulu. AP sangat mengerti bahwa dia juga
secara otomatis akan meneruskan relasi bisnis keluarganya saat diamanati untuk
meneruskan usaha tersebut. Supplier kain mori untuk membuat selembar kain
batik diketahui masih diambil dari sumber yang sama begitu juga dengan malam
dan pewarna yang digunakan, semua tempat pengambilan bahan pembuat kain
batik masih tetap sama dari generasi ke generasi. Begitupun dengan formula
untuk pembuatan batik, masih sama dari setiap generasinya. Karena, menurut
hasil penuturan AP, dia tidak mau menghilangkan nilai budaya dan filosofi yang
memang sudah ada pada kain batik.
Subjek AP menuturkan bahwa keterampilan yang dimilikinya memang
dijalani dengan mengalir, sehingga dia kesulitan untuk menentukan keterampilan
apa yang selama ini dimiliknya. Namun, AP mengungkapkan bahwa keahliannya
adalah bekerja “dibalik layar” dan “mengulik”sesuatu sampai dia merasa cukup.
Berbagai macam minat yang dimilikinya, AP merasa tidak pernah diberi larangan
orang tuanya untuk melakukan berbagai hal. AP menceritakan bahwa dia lebih
merasa banyak di protect oleh orang tuanya. Kedua orang tuanya dirasa sangat
167
menyayangi AP namun cenderung berlebihan, sehingga terkadang membuatnya
merasa stress. AP memberikan contoh, perlakukan orang tuanya dalam hal
akademik yang begitu diperhatikan sampai menunggui AP dalam belajar. Namun,
dalam hal membantu membuat rencana dan mengarahkan masa depan, menururt
AP, orang tuanya tidak pernah membantu untuk mengarahkan.
c. Wawancara P yaitu Pembatik di Galeri Subjek I, Kamis, 12 Agustus 2016
Penuturan P sebagai pembatik, menjelaskan mengenai perlakuan subjek I
terhadap karyawannya. Dalam penuturannya, diketahuibahwa subjek I tidak
melakukan Quality Control terhadap kain batik yang dikerjakan oleh
pembatiknya. Namun ibu P membenarkan bahwa subjek I memang setiap hari
berada di toko. Untuk permasalahan izin kerja, ibu P mengatakan bahwa
permohonan izin tergolong mudah, yang penting ada komunikasi terlebih dahulu,
jika ada keperluan mendadak, kawayawannya juga diizinkan untuk meninggalkan
pekerjaan, namundihitung setengah hari kerja. Apresiasi terhadap karyawan
dirasakan oleh ibu P selaku pembatik, yaitu dengan bentuk THR setiap tahun
sekali saat moment Lebaran. Selain itu, ibu P juga mengatakan bahwa kerja di
galeri batik milik subjek I terasa santai.
d. Wawancara Subjek I, Jumat 13 Agustus 2016.
Penuturan subjek diawali dengan pengakuannya mengenai penerus usaha
keluarga pada generasi ketiga. Subjek menjelaskan bahwa usaha batik miliknya
memang dirintis dari Eyangnya. Selain itu, subjek I juga menceritakan silsilah
keluarganya yang dituangkan menjadi sebuah konstruksi genogram karir sebagai
berikut:
168
Dikelilingi oleh banyak pelaku usaha batik, subjek I menuturkan bahwa
galeri-galeri batik disektiarnya baru muncul setelah traffic pengunjung di
galerinya meningkat dan tergolong ramai. Subjek I menuturkan bahwa hal
tersebut merupakan dampak positif yang timbul akibat munculnya galeri batik
milik keluarganya. Subjek I yang merupakan cucu dari keluarga tersebut memang
sudah dikader secara khusus dalam meneruskan usaha batik, terbukti dari
pemaparannya, subjek I menceritakan sudah sejak duduk dibangku kuliah
semester awal, subjek I diberi tanggung jawab dalam menjalankan usaha tersebut
oleh sang Eyang putri. Subjek I menceritakan, bahwa sebenarnya sudah mengenal
dunia batik cukup lama, namun subjek I memang lebih akrab dengan kegiatan
berdagang. Pemaparannya kemudian mengerucut kepada keluarganya yang
memiliki banyak latar belakang sebagai seorang pedagang. Sehingga menurutnya,
kehadiran nilai ekonomi sangat kental dalam setiap karir keluarganya. Dari
pemaparan yang kemudian dikonfrontasi oleh peneliti, diketahui bahwa mayoritas
dalam menjalani usaha batik keluarga adalah profit. Pernyataan yang
menyebutkan bahwa pemesanan serta pengerjaan batik tulis tidak diutamakan
karena memakan waktu yang lama untuk memenuhi pesanan dari pelanggan
menjadi alasan batik cap dan tulis (kombinasi) lebih dipilih subjek I dalam
169
memenuhi pesanan konsumen guna mendapatkan profit. Sehingga, lewat
pernyataan subjek I, nilai ekonomi memang diutamakan dalam melestarikan usaha
keluarga tersebut. Selain itu, dari penuturan subjek ditemukan bahwa subjek
memiliki berbagai macam usaha yang bergerak dalam bidang perdagangan berupa
kerajinan. Kegiatan berdagang yang dilakukan oleh subjek I diketahui karena
dilandaskan kesenangan subjek I dalam menghasilkan profit mandiri.
Menjalani usaha batik, tentu diperlukan campur tangan berbagai keahlian dari
karyawan-karyawannya. Subjek I menuturkan, banyak karyawannya yang
memang bertahan sejak usaha tersebut dipegang oleh Eyangnya. Subjek I
menceritaan bahwa terdapat beberapa karyawan yang bekerja padanya sejak
masih bujangan, hingga memilki istri dan anak, bahkan anak dari karyawannya
tersebut kini bekerja padanya. Subjek I memaparkan bahwa bekerja di galerinya
sangat fleksibel, untuk makan siang saja, subjek I membuat kebijakan memasak
makan siang untuk bersama. Subjek I juga memaparkan bahwa pematik yangdia
miliki mencapai paling sedikit 50 orang yang berasal dari tentangganya, pembatik
sebanyak itu dia paparkan untuk menyikapi pesanan dari konsumen yang banyak,
agar dapat memenuhi orderan tepat waktu.
Hubungan subjek I dengan tetangga diakuinya sangat baik, semua karyawan
yang bekerja di tokonya adalah tetangganya, tak terkecuali tukang parkir. Limbah
yang dekat dengan dampak dari produksi batikpun bukan merupakan sebuah
masalah bagi tentangganya dan tidak pernah terjadi aksi protes, subjek I juga
menuturkan bahwa limbah yang dihasilkan dari produksi batik miliknya sudah
diberi obat terlebih dahulu agar tidak berbahaya dan mencemari lingkungan.
170
Tidak hanya hubungan dengan karyawannya yang terjalin dengan baik,
pemaparan subjek I juga menjelaskan bahwa pengambilan bahan mentah untuk
membuat kain batik, cat dan malam, masih sama seperti generasi-generasi
sebelumya. Subjek I sangat menyadari bahwa hubungannya dengan tempat
pengambilan barang mentah harus selalu terjaga.
Kesadarannya mengenai relasi dengan berbagai pihak pendukung kesuksesan
usahanya memang disadari oleh subjek I. begitu juga dengan inovasi yang perlu
dilakukan dalam menjalani usaha batik keluarganya. Subjek I memaparkan bahwa
berbagai macam inovasi memang banyak muncul setelah dia memiliki wewenang
yang “ajeg” dalam usaha keluarga tersebut. Beberapa inovasi yang telah
dicanangkannya dan terealisasi adalah pengadaan Electronict Data Capture
Merchant atau lebih familiar dengan mesin EDC. Dnegan kestabilan usahanya
dan kepercayana pihak bank terhadap potensi usaha batik di desanya, khususnya
galeri batik yang dimiliki keluarga subjek I, maka menurut subjek I, tetangga
sekitar yang merupakan pemula dalam usaha batik juga terkena dampak
positifnya, yaitu mendapatkan kemudahan dalam pengajuan mesin EDC. Inovasi
lain yang dibuatnya adalah dalam hal pembuatan dan update motif batik yang ada
di galerinya. Semenjak dipercaya oleh Eyang dalam mengelola bisnis keluarga,
subjek I menuturkan bahwa motif yang dimiliki galerinya menjadi lebih banyak
karean kecenderungan subjek I yang memprioritaskan produksi motif batik yang
selalu update dengan mengobservasi berbagai motif baru di pasaran.
Inovasi yang dicanangkan oleh subjek I memang banyak diterima oleh
Eyangnya yang tergolong kooperatif. Subjek I menuturkan bahwa Eyang
171
merupakan seseorang yang penyabar. Subjek I menggambarkan, jika dirinya
membuat sebuah kesalahan dalam membeli bahan utama pembuatan batik, Eyang
hanya akan menasihatinya agar tidak diulangi lagi. Berbeda dengan orang tua dari
subjek I khususnya Ibunya. Subjek I menuturkan, pada kasus yang sama, ibu
subjek akan marah karena kesalahan yang diperbuat oleh subjek, dan memintanya
untuk mengembalikan barang pesanan yang salah.
e. Wawancara Subjek AP, Rabu 17 Agustus 2016
Dalam penuturan subjek, diketahui ternyata usaha batik yang dijalankan
sebagai generasi ke empat ternyata tidak dijalankannya sendirian. Menururtnya,
sejak menikah dengan sang istri, key informan N, usaha batik keluarganya
kemudian dikerjakan bersama dengan sang istri, N , tepatnya pada tahun 2000.
Dari penuturan AP, istrinya diberi wewenang untuk lebih detail mengurus usaha
batik, mulai dari mengurus pembatik di Pasar Imogiri Barat hingga proses sampai
terbuatnya selembar kain batik.
Orang tua AP memiliki dua orang anak, namun lebih memilih AP dalam
memberikan tanggung jawab sebagai penerus usaha keluarga. AP menuturkan,
bahwa alasan orang tua memberinya tanggung jawab adalah karena penilaian
bapak terhadap dirinya yang dipercaya bisa meneruskan usaha batik tersebut.
Ketika diberi mandat untuk meneruskan usaha keluarga, AP tidak belum
mengetahui masa depan usaha tersebut. Bagi AP, pekerjaan yang digelutinya saat
itu lebih menjanjikan daripada usaha batik. Sehingga, AP menjelaskan bahwa dia
sudah menyadari bahwa batik bukanlah sebuah usaha yang akan banyak
172
memberikannya profit atau nilai ekonomi yang tinggi, melainkan batik lebih
memiliki nilai budaya karena sifatnya yang monumental bukan komersil.
Sejak kecil, AP mengatakan bahwa dia lebih dekat dengan Eyang. Sehingga,
way of live atau filosofi tentang hidupnya banyak terinspirasi dari Eyangnya yaitu
berpenampilan bersahaja/ low profile, baby face dan berotak mafia. Dari
penuturan AP, diketahui bahwa AP melihat eyang sebagai orang yang low profile
dan tidak sombong terhadap apa yang sudah dikerjakan, AP juga melihat
Eyangnya sebagai orang yang memiliki jiwa sosial yang baik, terbukti dengan
teman-teman Eyang yang menururtnya sangat banyak. Selain itu, prinsip kerja AP
sebagai seseorang yang bertanggung jawab atas pekerjaan dan professional juga
dimilikinya karena hasil menauladani sifat sang kakek.
f. Observasi Subjek AP dan N 24 Agustus 2016
Observasi dilakukan di Pasar Imogiri Baru, peneliti awalnya mengira bahwa
AP dan N yang merupaka sepasang suami istri dan meneruskan usaha keluarga
sebagai generasi ke empat, akan turun secara langsung. Namun, ternyata sesuai
dengan wawnacara yang sudah dilakukan sebelunya, bahwa memang benasr
hanya subjek N saja selaku istri AP yang pergi ke Pasar Imogiri Baru untuk
menemui para pembatik dan melakukan proses pembuatan kain yang tidak bisa
dilakukan di rumah.
Setelah dilakukan pengamatan dengan melakukan observasi, peneliti
menemukan bahwa subjek N mengerjakan kegiatannya dengan bahagia, terlihat
dari senyumnya yang tidak lepas setiap kali bertemu dengan para pembatiknya.
Namun juga bisa bersikap tegas pada pegawainya yang melakukan kekeliruan
173
terhadap pekerjaan. Apresiasi subjek N khususnya usaha batik yang dilakukan
keluarga terhadap karya hasil pembatik memang besar. Upah yang diberikan oleh
subjek N terhadap para pembatik memang besar, meski tidak jarang ada pembatik
yang mengeluhkan harga alm. Bapak AP dan N serta AP yang meneruskan uusaha
keluarga tersebut cenderung terdapat perbedaan.
Interaksi N terhadap para karyawan memang tidak dibatasi secara ‘kelas’,
terlihat dari suasana makan siang yang hangat, pada satu meja, dengan ragam
pembicaraan bahkan diluar batik.
174
175
176
177