immunoblot resume jurnal
TRANSCRIPT
RESUME JURNAL
Identification of infective larva (L3) proteins
of Strongyloides stercoralis by immunoblot
Strongyloides stercoralis dengan hospes definitifnya adalah manusia,
banyak ditemukan di daerah subtropis dan tropis. Satu-Satunya nematoda yang
mempunyai daur hidup autoinfeksi, yaitu kemampuan menginfeksi hospes
kembali, lebih mudah untuk berkembang biak dan dapat hidup lebih lama dalam
tubuh hospes. Proses deteksi larva di dalam tinja sulit dilakukan, karena produksi
telur yang rendah dan larva tidak selalu menuju mekanisme ekskresi. Fase infektif
dari Strongyloides stercoralis adalah pada tahap larva filariform (L3) protein.
Parasit ini hidup bebas di tanah sebelum menyerang hospes melalui kulit. Dalam
jurnal yang berjudul “Identification of infective larva (L3) proteins of
Strongyloides stercoralis by immunoblot” berisi hasil studi analisa larva
filariform (L3) protein dari Strongyloides stercoralis menggunakan teknik
immunoblot.
Studi sebelumnya sudah menghasilkan identifikasi antigen dan produksi
dari larva filariform. Protein rekombinan mereka efektif digunakan untuk
immunodiagnosis dari strongyloidiasis. Sehingga dapat dilakukan deteksi larva
filariform untuk memberikan hasil diagnosis yang tepat dan mudah, yaitu
menggunakan teknik immunoblot yang merupakan teknik pertama kali yang
dilakukan di Iran.
Deteksi dilakukan pada dua sampel wanita berusia 30 dan 34 tahun. Larva
filariform diperoleh dari kultur tinja sampel yang berisi larva rhabditiform selama
7 hari pada suhu 25°C. selanjutnya larva dicuci 3 kali menggunakan larutan PBS
(buffer garam phosphat), pH 7.3 selama 20 menit pada suhu 4°C. Kemudian,
mereka telah direndam selama 5 menit dalam PBS dengan penisilin G dan
streptomisin. Lalu dicuci 3 kali dengan PBS dan dibiarkan membeku pada suhu –
70°C (pengeraman). Dari pengeraman ini diperoleh larva filariform infektif
dengan nomor protein pada range 10-90 kDa yang terdeteksi pada SDS-PAGE.
Kultur sampel kemudian dilakukan deteksi dengan teknik immunoblot.
Setelah dilakukan pengeraman sampel dimasukkan ke dalam pellet lalu
disentrifugasi selama 15 menit pada suhu 4°C. Tingkat protein telah diukur
menggunakan metode Bradford. Supernatan disimpan pada suhu -20°C dan
digunakan setelah sari antigen larut. Setelah larut, lalu dipanaskan pada suhu
100°C selama 5 menit. Sampel ini kemudian diletakkan pada kertas nitroselulosa
(strip berukuran 4 mm). Nitrosellulosa tersebut telah dierami oleh strongyloidiasis
(2 variabel), hydatidosis, toxocariasis, amoebiasis dan variabel kendali yang tidak
terinfeksi. Dengan variasi 1:10, 1:100, dan 1:1000 di dalam PBS ( selama 90
menit pada suhu 37°C). Kemudian strip dikembangkan dalam larutan substrat (3,3
´-diaminobenzidine,) selama 10 menit. Strip dibilas menggunakan air suling.
Setelah dikeringkan, kemudian dilakukan deteksi.
Hasilnya pada konsentrasi 0.1 deteksi strongyloidiasis menunjukkan reaksi
dengan 23, 28, 30 dan 41 kDa. Kemudian pada 0.01 deteksi strongyloidiasis
menunjukkan reaksi dengan 30 dan 41 kDa dan hydatidosis bereaksi untuk saja ~
42 kDa dan tidak ada reaksi lain. Sedangkan pad konsentrasi 0.001, hanya 41 kDa
protein terdeteksi strongyloidiasis.
Dapat diketahui dari hasil tersebut tiga immunodominan protein dari larva
filariform Strongyloides stercoralis dengan bobot molekular dari 28, 31 dan 41
kDa telah dikenali sebagai antigens untuk spesifik immunodiagnosis dari
strongyloidiasis dalam sampel. Hasil ini juga menunjukkan bahwa 41 kDa dapat
digunakan untuk diagnosis strongyloidiasis.
Sehingga disimpulkan, identifikasi immunodominan protein dari larva
filariform Strongyloides stercoralis di Iran, menyesuaikan diri dengan kondisi
keturunan dan fisiologis dari hospes. Teknik immunoblot adalah suatu metode
diagnosis (deteksi) yang sesuai.