immunoblot resume jurnal

3
RESUME JURNAL Identification of infective larva (L3) proteins of Strongyloides stercoralis by immunoblot Strongyloides stercoralis dengan hospes definitifnya adalah manusia, banyak ditemukan di daerah subtropis dan tropis. Satu-Satunya nematoda yang mempunyai daur hidup autoinfeksi, yaitu kemampuan menginfeksi hospes kembali, lebih mudah untuk berkembang biak dan dapat hidup lebih lama dalam tubuh hospes. Proses deteksi larva di dalam tinja sulit dilakukan, karena produksi telur yang rendah dan larva tidak selalu menuju mekanisme ekskresi. Fase infektif dari Strongyloides stercoralis adalah pada tahap larva filariform (L3) protein. Parasit ini hidup bebas di tanah sebelum menyerang hospes melalui kulit. Dalam jurnal yang berjudul “Identification of infective larva (L3) proteins of Strongyloides stercoralis by immunoblot” berisi hasil studi analisa larva filariform (L3) protein dari Strongyloides stercoralis menggunakan teknik immunoblot. Studi sebelumnya sudah menghasilkan identifikasi antigen dan produksi dari larva filariform. Protein rekombinan mereka efektif digunakan untuk immunodiagnosis dari strongyloidiasis. Sehingga dapat dilakukan deteksi larva filariform untuk memberikan hasil diagnosis yang tepat dan mudah, yaitu menggunakan

Upload: mardhiyanti-khamida

Post on 05-Aug-2015

20 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Immunoblot Resume Jurnal

RESUME JURNAL

Identification of infective larva (L3) proteins

of Strongyloides stercoralis by immunoblot

Strongyloides stercoralis dengan hospes definitifnya adalah manusia,

banyak ditemukan di daerah subtropis dan tropis. Satu-Satunya nematoda yang

mempunyai daur hidup autoinfeksi, yaitu kemampuan menginfeksi hospes

kembali, lebih mudah untuk berkembang biak dan dapat hidup lebih lama dalam

tubuh hospes. Proses deteksi larva di dalam tinja sulit dilakukan, karena produksi

telur yang rendah dan larva tidak selalu menuju mekanisme ekskresi. Fase infektif

dari Strongyloides stercoralis adalah pada tahap larva filariform (L3) protein.

Parasit ini hidup bebas di tanah sebelum menyerang hospes melalui kulit. Dalam

jurnal yang berjudul “Identification of infective larva (L3) proteins of

Strongyloides stercoralis by immunoblot” berisi hasil studi analisa larva

filariform (L3) protein dari Strongyloides stercoralis menggunakan teknik

immunoblot.

Studi sebelumnya sudah menghasilkan identifikasi antigen dan produksi

dari larva filariform. Protein rekombinan mereka efektif digunakan untuk

immunodiagnosis dari strongyloidiasis. Sehingga dapat dilakukan deteksi larva

filariform untuk memberikan hasil diagnosis yang tepat dan mudah, yaitu

menggunakan teknik immunoblot yang merupakan teknik pertama kali yang

dilakukan di Iran.

Deteksi dilakukan pada dua sampel wanita berusia 30 dan 34 tahun. Larva

filariform diperoleh dari kultur tinja sampel yang berisi larva rhabditiform selama

7 hari pada suhu 25°C. selanjutnya larva dicuci 3 kali menggunakan larutan PBS

(buffer garam phosphat), pH 7.3 selama 20 menit pada suhu 4°C. Kemudian,

mereka telah direndam selama 5 menit dalam PBS dengan penisilin G dan

streptomisin. Lalu dicuci 3 kali dengan PBS dan dibiarkan membeku pada suhu –

70°C (pengeraman). Dari pengeraman ini diperoleh larva filariform infektif

dengan nomor protein pada range 10-90 kDa yang terdeteksi pada SDS-PAGE.

Page 2: Immunoblot Resume Jurnal

Kultur sampel kemudian dilakukan deteksi dengan teknik immunoblot.

Setelah dilakukan pengeraman sampel dimasukkan ke dalam pellet lalu

disentrifugasi selama 15 menit pada suhu 4°C. Tingkat protein telah diukur

menggunakan metode Bradford. Supernatan disimpan pada suhu -20°C dan

digunakan setelah sari antigen larut. Setelah larut, lalu dipanaskan pada suhu

100°C selama 5 menit. Sampel ini kemudian diletakkan pada kertas nitroselulosa

(strip berukuran 4 mm). Nitrosellulosa tersebut telah dierami oleh strongyloidiasis

(2 variabel), hydatidosis, toxocariasis, amoebiasis dan variabel kendali yang tidak

terinfeksi. Dengan variasi 1:10, 1:100, dan 1:1000 di dalam PBS ( selama 90

menit pada suhu 37°C). Kemudian strip dikembangkan dalam larutan substrat (3,3

´-diaminobenzidine,) selama 10 menit. Strip dibilas menggunakan air suling.

Setelah dikeringkan, kemudian dilakukan deteksi.

Hasilnya pada konsentrasi 0.1 deteksi strongyloidiasis menunjukkan reaksi

dengan 23, 28, 30 dan 41 kDa. Kemudian pada 0.01 deteksi strongyloidiasis

menunjukkan reaksi dengan 30 dan 41 kDa dan hydatidosis bereaksi untuk saja ~

42 kDa dan tidak ada reaksi lain. Sedangkan pad konsentrasi 0.001, hanya 41 kDa

protein terdeteksi strongyloidiasis.

Dapat diketahui dari hasil tersebut tiga immunodominan protein dari larva

filariform Strongyloides stercoralis dengan bobot molekular dari 28, 31 dan 41

kDa telah dikenali sebagai antigens untuk spesifik immunodiagnosis dari

strongyloidiasis dalam sampel. Hasil ini juga menunjukkan bahwa 41 kDa dapat

digunakan untuk diagnosis strongyloidiasis.

Sehingga disimpulkan, identifikasi immunodominan protein dari larva

filariform Strongyloides stercoralis di Iran, menyesuaikan diri dengan kondisi

keturunan dan fisiologis dari hospes. Teknik immunoblot adalah suatu metode

diagnosis (deteksi) yang sesuai.