ii. landasan teori 1. pengelolaan dan pengaturan ... · landasan teori 1. pengelolaan dan...
TRANSCRIPT
II. LANDASAN TEORI
1. Pengelolaan dan Pengaturan Lingkungan Hidup
Sastrosupeno (1984), mengatakan bahwa lingkungan hidup, yaitu apa
saja yang mempunyai kaitan kehidupan pada umumnya dan kehidupan manusia
pada khususnya. Manusia mempunyai hubungan dengan lingkungan lainnya
seperti hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda/alat, termasuk hal-hal yang
merugikan lingkungan.
Pencemaran lingkungan hidup tidak hanya dalam bentuk pencemaran
fisik seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah tetapi juga
pencemaran lingkungan sosial yang seringkali menimbulkan keresahan sosial
yang gawat (Haeruman, 1978). Kurangnya pendekatan-pendekatan yang serasi
terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat lokal, seringkali menimbulkan
keresahan-keresahan yang dapat mengganggu kelangsungan pembangunan itu
sendiri.
Mutu lingkungan dapat diartikan sebagai derajat pemenuhan kebutuhan
dasar dalam kondisi lingkungan tersebut. Semakin tinggi derajat pemenuhan
kebutuhan dasar itu, semakin tinggi pula mutu lingkungan dan sebaliknya.
Menurut Haeruman (1978), pembangunan tidak hanya penting untuk
meningkatkan taraf hidup dalam arti materi saja, tetapi juga penting untuk
memperhatikan aspek-aspek non materi. Makin tinggi derajat mutu hidup dalam
suatu lingkungan tertentu, makin tinggi pula derajat mutu lingkungan tersebut
dan sebaliknya (Soemarwoto, 1978).
Sehubungan dengan itu, maka dari setiap proyek pembangunan investasi
instalasi biogas diharapkan dapat menciptakan berbagai sumber kehidupan yang
beranekaragam dimana proyek investasi instalasi biogas dibangun. Hal ini
berguna untuk menunjang kualitas hidup masyarakat setempat. Ini berati pula
bahwa proyek investasi pembangunan instalasi biogas tersebut harus dapat
menciptakan sumber mata pencaharian baru, pertumbuhan ekonomi pedesaan,
pertumbuhan kemampuan/keterampilan yang lebih baik dan kerjasama sosial
yang lebih harmonis. Dengan kata lain bahwa setiap proyek investasi
pembangunan instalasi biogas harus memberikan dampak positif pada banyak
aspek kehidupan. Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan yang
berkelanjutan secara terkendali dan pemanfaatan sumberdaya alam secara
bijaksana adalah tujuan pengelolaan lingkungan hidup. Untuk dapat
terlaksananya tujuan tersebut maka sejak awal perencanaan kegiatan sudah harus
memperkirakan perubahan kondisi lingkungan, baik yang berdampak positif
maupun negatif, yang mungkin timbul sebagai akibat dilaksanakannya kegiatan
tersebut, sehingga sejak dini dapat dipersiapkan pencegahnya.
Pengaturan lingkungan hidup adalah suatu konsep pengelolaan kegiatan
manusia sedemikian rupa sehingga kesehatan biologis, keanekaragaman dan
keseimbangan ekologis dapat dipertahankan. Pengaturan lingkungan hidup
berkepentingan dengan penyediaan suatu keserasian antara kegiatan manusia
dengan alam. Alam dalam hal ini adalah proses biologis yang berhubungan
timbal balik antara organisme dengan lingkungannya (Haeruman, 1979). Lebih
jauh dikatakan bahwa pengaturan lingkungan hidup tidak mengabaikan
pengaturan konsumsi manusia, tetapi mengatur keseimbangan keperluan
konsumsi manusia dengan batasan alami dan hukum-hukum alam. Di samping
itu pemenuhan keperluan jangka pendek harus memperhatikan kehidupan
ekologis jangka panjang.
Dikatakan selanjutnya oleh Edmunds dan Letey (1973), bahwa akibat
dari limbah dan bahan-bahan buangan dari kegiatan manusia dapat menurunkan
kualitas lingkungan. Pengurangan jenis dari suatu populasi mengurangi
keanekaragaman lingkungan hidup, kerusakan rantai makanan, dan
menyebabkan ketidakseimbangan ekologis yang pada akhirnya dirasakan
sebagai kemunduran kesehatan manusia. Oleh karena itu, pengaturan lingkungan
hidup merupakan konsep yang berkepentingan dengan kesehatan manusia jangka
panjang.
Pengatur lingkungan hidup adalah pengambilan keputusan yang
mengatur alokasi sumber dan desain hasilnya mempengaruhi siklus kehidupan
ekologis (Edmunds dan Letey, 1973). Menurut Haeruman (1979), yang termasuk
ke dalam pengatur lingkungan hidup adalah pemerintah dan segala tingkatannya,
seperti departemen pertanian, pertambangan, kehutanan, pejabat-pejabat dalam
perusahaan swasta yang secara tidak langsung menciptakan limbah yang menjadi
beban pada lingkungan hidup, pemuka adat dan agama yang mengatur
kehidupan perorangan dan bermasyarakat.
Demikian pula halnya dengan peternak, baik perorangan maupun
kelompok diperlukan pengatur lingkungan hidup karena keputusannya dapat
mempengaruhi lingkungan hidup dengan limbah ternak yang dihasilkan dari
kegiatan usahanya. Oleh karena itu, peternak berkewajiban menangani
sedemikian rupa sehingga limbah ini tidak menjadi beban lingkungan.
2. Produk dan Limbah Ternak Perah
Kegiatan usaha peternakan menghasilkan produk utama berupa susu.
Susu sebagai bahan pangan hewani apabila dikonsumsi oleh konsumen dalam
keadaan normal dapat meningkatkan kesehatan fisik yang bersangkutan. Selain
menghasilkan susu, sapi perah menghasilkan pula limbah. Menurut
Wiryosuhanto (1985) limbah ternak dalam arti sempit dapat dikatakan sebagai
kotoran atau tinja dan urine ternak, yang bisa disebut manure.
Sapi laktasi yang mempunyai bobot badan 450 kg membutuhkan rumput
kurang lebih 30 kg, konsentrat 6 kg, air 50 liter per ekor per hari serta
menghasilkan limbah berupa kotoran dan urine kurang lebih sebanyak 25 kg per
ekor per hari (Wiryusohanto, 1985; Sudono, 1990).
Limbah ternak sapi perah terdiri atas limbah padat, limbah cair dan
limbah gas. Limbah padat adalah semua limbah yang berbentuk padatan atau
berada dalam fase padat, sedang limbah cair adalah semua limbah yang
berbentuk cairan atau berada dalam fase cair dan limbah gas adalah semua
limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas (Soehadji, 1992).
3. Pengertian Biogas
Biogas adalah gas yang dapat dibakar atau sumber energi yang
merupakan campuran berbagai gas, dengan gas methana dan gas karbon dioksida
merupakan campuran yang dominan (Simamora et al., 2006).
Harahap et al. (1978) menyatakan bahwa gasbio, merupakan bahan
bakar berguna yang dapat diperoleh dengan memproses limbah di dalam alat
yang dinamakan penghasil gasbio. Dinyatakan pula bahwa gas bio memiliki nilai
kalorinya cukup tinggi, yaitu dalam kisaran 4.800-6.700 Kcal/m3, dimana gas
methana murni (100%) mempunyai nilai kalori 8.900 Kcal/m3. Kisaran
komposisi gas dalam gasbio dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi gas dalam biogas
No Jenis Gas Komposisi Komposisi
1 Methana (CH4) 54-70 % 65,7 % 2 Karbon dioksida (CO2) 27-45 % 27,0 % 3 Nitrogen (N2) 0,5-3 % 2,3 % 4 Karbon monoksida (CO) 0,1 % 0,0 % 5 Oksigen (O2) 0,1 % 1,0 % 6 Propen (C3H8) - 0,7 % 7 Hidrogen sulfida (H2S) Sedikit sekali tidak teratur 8 Nilai kalori (Kcal/m3) 4800-6700 6513
Sumber : Harahap et al. (1978)
Beberapa alasan bahwa energi biogas sangat potensial untuk
dikembangkan adalah (1) produksi biogas dari kotoran peternakan sapi ditunjang
oleh kondisi yang kondusif perkembangan peternakan sapi di Indonesia akhir-
akhir ini, sehingga ketersediaan supply bahan terjamin, (2) regulasi di bidang
energi seperti kenaikan tarif listrik, kenaikan harga Liquefied Petroleum Gas
(LPG), premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar
telah mendorong pengembangan sumber energi alternatif yang murah,
berkelanjutan dan ramah lingkungan, (3) kenaikan harga dan kelangkaan pupuk
anorganik di pasaran karena distribusi pemasaran yang kurang baik
menyebabkan petani berpaling pada penggunaan pupuk organik.
Pendukung kegiatan industri kecil di pedesaan adalah pemanfaatan
untuk kompor, penerangan, pemanas air, pembangkit listrik dan penggunaan
lainnya. Sedangkan lumpur keluaran dari digester dapat dimanfaatkan untuk
pupuk atau dialirkan ke kolam ikan, untuk media tanaman jamur dan pakan
ternak. Pengembangan kegiatan penelitian dan penerapan biogas telah
dilaksanakan oleh PTP-ITB tahun 1978 dan dicapai, yaitu digester biogas
berskala 18 m3, dapat dimanfaatkan untuk penerangan dan kompor gas,
pemurnian biogas, pengemasan biogas dalam tabung (skala laboratorium), dan
sebagai sumber energi pada motor bakar untuk menghasilkan sumberdaya
mekanis maupun listrik.
Untuk memproduksi biogas diperlukan digester. Digester dapat
mengurangi emisi gas metana (CH4) yang dihasilkan pada dekomposisi bahan
organik yang diproduksi dari sektor pertanian dan peternakan. Dengan
menggunakan digester kotoran sapi difermentasi menjadi gas metana (biogas).
Gas metana termasuk gas yang menimbulkan efek rumah kaca yang
menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global, karena gas metana
memiliki dampak 21 kali lebih tinggi dibandingkan gas karbondioksida (CO2).
Pengurangan gas metana secara lokal ini dapat berperan positif dalam upaya
mengatasi masalah pemanasan global (efek rumah kaca) yang berakibat pada
perubahan iklim global. Secara tidak langsung, upaya ini juga merupakan
dukungan pada program internasional, yaitu mekanisme pembangunan bersih
(Clean Development Mechanism) dari protokol Kyoto yang efektif berlaku mulai
16 Februari 2005 dan Indonesia termasuk negara yang meratifikasinya.
Penggunaan green energy dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dapat
dimanfaatkan untuk memperoleh kompensasi dari negara-negara industri melalui
perdagangan gas karbon.
4. Prinsip Pembuatan Biogas
Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik
secara anerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang
sebagian besar berupa metana (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan
karbondioksida. Pada umumnya semua jenis bahan organik dapat diproses untuk
menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair)
homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk
sistem biogas sederhana. Di samping itu juga sangat mungkin menyatukan
saluran pembuangan di kamar mandi atau WC ke dalam sistem biogas.
Di daerah yang banyak industri pemrosesan makanan antara lain tahu,
tempe, ikan pindang atau brem dapat menyatukan saluran limbahnya ke dalam
sistem biogas, sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di
sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut di atas berasal
dari bahan organik yang homogen. Jenis bahan organik yang diproses sangat
mempengaruhi produktivitas sistem biogas, di samping parameter-parameter lain
seperti temperatur digester, pH, tekanan dan kelembaban udara. Salah satu cara
menentukan bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan masukan sistem
biogas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N)
atau disebut rasio C/N. Beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh ISAT
menunjukkan bahwa aktivitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan
optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20 (Wiryosuhanto, 1985). Bahan organik
dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kedap udara (disebut digester) sehingga
bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut yang kemudian
menghasilkan gas (disebut biogas). Biogas yang telah terkumpul di dalam
digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung
penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya.
5. Manfaat Biogas
Manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya
minyak tanah dan dipergunakan untuk memasak. Dalam skala besar, biogas
dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Di samping itu, dari proses
produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung
dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman/budidaya pertanian. Limbah
biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk
organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman.
Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin dan lain-lain tidak
dapat digantikan oleh pupuk kimia. Pupuk organik dari biogas telah dicobakan
pada tanaman jagung, bawang merah dan padi. Sedangkan komponen biogas
untuk skala rumah tangga biasanya memiliki komposisi seperti yang tersaji
pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi gas yang terdapat dalam biogas skala rumah tangga
No. Jenis Gas Volume (%) 1 Metana (CH4) ± 60 2 Karbondioksida (CO2) ± 38 3 O2, H2 dan H2S ± 2
Nilai kalori dari satu meter kubik biogas sekitar 6.000 watt jam yang
setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu, biogas sangat cocok
digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti
minyak tanah, Liquefied Petroleum Gas (LPG), butana, batubara, maupun
bahan-bahan lain yang berasal dari fosil. Kesetaraan biogas dapat dilihat dari
Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Biogas dibandingkan dengan bahan bakar lain
Keterangan Bahan bakar lain
1 m3 Biogas
Elpiji 0,46 kg Minyak tanah 0,62 liter Minyak solar 0,52 liter Bensin 0,80 liter Gas kota 1,50 m3 Kayu bakar 3,50 kg
Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti gas-gas
mudah terbakar yang lain. Pembakaran biogas dilakukan dengan mencampurnya
dengan sebagian oksigen (O2). Namun demikian, untuk mendapatkan hasil
pembakaran yang optimal, perlu dilakukan pra kondisi sebelum biogas dibakar
yaitu melalui proses pemurnian/penyaringan karena biogas mengandung
beberapa gas lain yang tidak menguntungkan. Sebagai salah satu contoh,
kandungan gas hidrogen sulfida yang tinggi yang terdapat dalam biogas jika
dicampur dengan oksigen dengan perbandingan 1:20, maka akan menghasilkan
gas yang sangat mudah meledak. Tetapi sejauh ini belum pernah dilaporkan
terjadinya ledakan pada sistem biogas sederhana.
6. Model Reaktor Biogas
Ada beberapa jenis reaktor biogas yang dikembangkan di antaranya
adalah reaktor jenis kubah tetap (fixed-dome), reaktor terapung (floating drum),
reaktor jenis balon terbuat dari plastik. Dari ke tiga jenis reaktor biogas tersebut
yang sering digunakan adalah jenis kubah tetap (fixed-dome) dan jenis drum
mengambang (floating drum). Beberapa tahun terakhir ini dikembangkan
reaktor kubah tetap dari bahan fiber glass yang banyak digunakan sebagai
reaktor sederhana dalam skala kecil maupun skala besar.
a. Reaktor kubah tetap (fixed-dome)
Reaktor ini disebut juga reaktor China. Dinamakan demikian karena
reaktor ini dibuat pertama kali di China sekitar tahun 1930, kemudian sejak
saat itu reaktor ini berkembang dengan berbagai model. Pada reaktor ini
memiliki dua bagian yaitu digester sebagai tempat pencerna material biogas
dan sebagai rumah bagi bakteri, baik bakteri pembentuk asam ataupun
bakteri pembentuk gas metana. Bagian pertama dapat dibuat dengan
kedalaman tertentu menggunakan batu, batu bata atau beton. Strukturnya
harus kuat karena menahan gas agar tidak terjadi kebocoran. Bagian yang
kedua adalah kubah tetap (fixed-dome). Dinamakan kubah tetap karena
bentuknya menyerupai kubah dan bagian ini merupakan pengumpul gas
yang tidak bergerak (fixed). Bentuk reaktor kubah tetap terbuat dari semen
dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Jenis digester kubah tetap (fixed-dome)
Gas yang dihasilkan dari material organik pada digester akan
mengalir dan disimpan di bagian kubah. Keuntungan dari reaktor ini adalah
biaya konstruksi lebih murah daripada menggunakan reaktor terapung,
karena tidak memiliki bagian yang bergerak menggunakan besi yang
tentunya harganya relatif lebih mahal dan perawatannya lebih mudah.
Sedangkan kerugian dari reaktor ini adalah seringnya terjadi kehilangan gas
pada bagian kubah karena konstruksi tetapnya.
b. Reaktor floating drum
Reaktor jenis terapung pertama kali dikembangkan di India pada
tahun 1937 sehingga dinamakan dengan reaktor India. Memiliki bagian
digester yang sama dengan reaktor kubah, perbedaannya terletak pada bagian
penampung gas menggunakan peralatan bergerak menggunakan drum. Drum
ini dapat bergerak naik-turun yang berfungsi untuk menyimpan gas hasil
fermentasi dalam digester. Pergerakan drum mengapung pada cairan
tergantung dari jumlah gas yang dihasilkan. Keuntungan dari reaktor ini
adalah dapat melihat secara langsung volume gas yang tersimpan pada drum
karena pergerakannya. Karena tempat penyimpanan yang terapung sehingga
tekanan gas konstan. Sedangkan kerugiannya adalah biaya material
konstruksi dari drum lebih mahal. Faktor korosi pada drum juga menjadi
masalah sehingga bagian pengumpul gas pada reaktor ini memiliki umur
yang lebih pendek dibandingkan menggunakan tipe kubah tetap. Bentuk
reaktor biogas terapung dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3. Reaktor floating drum
c. Reaktor balon dari plastik
Reaktor balon merupakan jenis reaktor yang banyak digunakan
pada skala rumah tangga yang menggunakan bahan plastik sehingga lebih
efisien dalam penanganan dan perubahan tempat biogas. reaktor ini terdiri
dari satu bagian yang berfungsi sebagai digester dan penyimpan gas masing-
masing bercampur dalam satu ruangan tanpa sekat. Material organik terletak
dibagian bawah karena memiliki berat yang lebih besar dibandingkan gas
yang akan mengisi pada rongga atas. Bentuk reaktor biogas balon dari bahan
plastik dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.
Gambar 4. Reaktor balon
d. Reaktor dari bahan fiber glass
Reaktor bahan fiber glass merupakan jenis reaktor yang banyak
digunakan pada skala rumah tangga yang menggunakan bahan fiber glass
sehingga lebih efisien dalam penanganan dan perubahan tempat biogas.
Reaktor ini terdiri dari satu bagian yang berfungsi sebagai digester dan
penyimpanan gas masing-masing bercampur dalam satu ruangan tanpa sekat.
Reaktor dari bahan fiber glass ini sangat efisien karena sangat kedap, ringan
dan kuat. Jika terjadi kebocoran mudah diperbaiki atau dibentuk kembali
seperti semula, dan yang lebih efisiennya adalah reaktor dapat dipindahkan
sewaktu-waktu jika peternak sudah tidak menggunakannya lagi. Bentuk
reaktor biogas dari bahan fiber glass dapat dilihat pada Gambar 5 berikut
ini.
Gambar 5. Reaktor dari bahan fiber glass
7. Kajian Aspek-Aspek dalam Penilaian Proyek
a. Aspek Teknis
Aspek ini berkenaan dengan proses pembangunan usaha secara teknis
dan operasi setelah proyek dijalankan. Aspek tersebut menyangkut faktor
produksi (input) dan hasil produksi (output) yang akan menguji hubungan-
hubungan teknis yang mungkin dalam suatu usaha (Husnan dan Suwarsono,
2000). Analisis aspek teknis meliputi penentuan kapasitas produksi (skala
usaha) yang merupakan volume atau jumlah satuan usaha yang dihasilkan
selama satuan waktu tertentu, penentuan lokasi usaha, bahan baku dan
pembantu serta pendukung lainnya, pemilihan teknologi, penggunaan mesin
dan peralatan.
b. Aspek manajemen operasi
Analisis manajemen operasional perusahaan meliputi kebutuhan
tenaga kerja, bentuk dan struktur organisasi dan spesifikasi jabatan dalam
perusahaan. Analisis kebutuhan tenaga kerja didasarkan kebutuhan pada
proses produksi, manajemen dan proses administrasi. Struktur formal
organisasi dapat membantu menjelaskan wewenang tugas dan tanggung
jawab manajemen (Kadariah et al., 1999).
a) Aspek Pemasaran
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) analisis terhadap aspek
pasar dan pemasaran pada suatu usaha, ditujukan untuk mendapatkan
gambaran tentang (a) Potensi pasar bagi produk yang tersedia untuk
masa yang akan datang. Permintaan dan penawaran produk pada masa
yang akan datang, dihitung menggunakan metode peramalan, (b) Pangsa
pasar yang dapat diserap oleh usaha tersebut dari keseluruhan pasar
potensial serta perkembangan pangsa pasar tersebut di masa yang akan
datang.
Strategi pemasaran adalah logika pemasaran dan berdasarkan itu,
unit usaha diharapkan untuk mencapai sasaran-sasaran pemasaran-nya.
Pada dasarnya, strategi pemasaran memberikan arah dalam kaitannya
dengan variabel-variabel seperti segmentasi pasar, indentifikasi pasar
sasaran, positioning, elemen bauran pemasaran dan biaya bauran
pemasaran (Tjiptono, 1995).
b) Aspek Sosial
Aspek sosial, yaitu berkenaan dengan dampak sosial yang lebih
luas dari investasi yang diusulkan, seperti penyediaan, pengaruh terhadap
lingkungan dan pemerataan pendapatan.
c) Aspek Finansial
Aspek ini mengukur manfaat ekonomis bagi proyek itu sendiri
atau sering disebut manfaat finansial. Manfaat finansial ini berupaya
melihat apakah proyek mampu memenuhi kewajiban finansial ke dalam
atau ke luar perusahaan serta mendatangkan keuntungan yang layak bagi
perusahaan atau pemiliknya.
Menurut Gittinger (1986), analisis finansial adalah suatu analisis
yang membandingkan antara biaya-biaya dengan manfaat (benefit) untuk
menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur
proyek. Suatu usaha dapat dinilai layak apabila memberikan keuntungan
finansial.
8. Teori Manfaat dan Biaya
Analisis biaya manfaat merupakan penerapan ekonomi kesejahteraan
modern dan ditujukan untuk memperbaiki efisiensi ekonomi alokasi sumberdaya.
Setiap proyek, program atau kebijaksanaan baru yang diusulkan oleh masyarakat
akan selalu mengarah pada aspek manfaat dan biaya. Dalam menilai manfaat
absolut maupun relatif proyek-proyek, program, kebijaksanaan-kebijaksanaan,
kiranya diperlukan suatu dasar perbandingan. Tolok ukur analisis biaya manfaat
pada hakekatnya adalah nilai moneter. Ini tak berarti bahwa analisis biaya
manfaat perlu diatasi pada hal-hal yang secara nyata diperjualbelikan
(Hufschmidt et al., 1987).
Menurut Suparmoko (1997), manfaat dan biaya suatu proyek dapat
dibedakan menjadi ”manfaat dan biaya riil” (real benefits and costs) dan
”manfaat dan biaya semu” (pecuniary benefits and costs). Manfaat riil adalah
manfaat yang timbul bagi seseorang yang tidak diimbangi dengan hilangnya
manfaat bagi pihak lain, sedangkan biaya riil adalah biaya yang sungguh-
sungguh ada dalam masyarakat dan tidak diimbangi oleh pengurangan beban
bagi pihak lain. Manfaat semu adalah manfaat yang timbul dari suatu proyek dan
diterima oleh sekelompok orang tertentu, tetapi ada sekelompok orang lain yang
menjadi menderita karena adanya proyek tersebut. Manfaat semu ini tidak
diperhitungkan dalam perhitungan biaya dan manfaat proyek, sedangkan manfaat
riil diperhitungkan dalam perhitungan biaya dan manfaat proyek.
Ada tiga macam perbedaan manfaat dari biaya riil menurut Suparmoko
(1997), yaitu manfaat dari biaya langsung tidak langsung, manfaat dari biaya
yang ”tangible” (yang dapat diraba) dari yang ”intangible” (yang tak dapat
diraba) serta manfaat dari biaya ”internal” dan ”eksternal”.
a. Manfaat dan biaya langsung dan tidak langsung.
Manfaat dan biaya langsung (primary benefits and primary cost) adalah
manfaat dan biaya yang dekat hubungannya dengan tujuan utama dari suatu
proyek, sedangkan manfaat dan biaya tidak langsung (secondary benefits and
secondary cost) dari suatu proyek lebih merupakan hasil sampingan dari
proyek tersebut.
b. Manfaat dan biaya yang ”tangible” (yang dapat diraba) dan yang
”intangible” (yang tak dapat diraba).
Istilah dapat diraba diterapkan bagi biaya dan manfaat yang dapat dinilai di
pasar, sedangkan manfaat dan biaya yang tidak dapat dipasarkan adalah tidak
dapat diraba.
c. Manfaat dan biaya ”internal” dan ”eksternal”
Suatu proyek menghasilkan manfaat dan biaya internal bila biaya dan
manfaat tersebut dihasilkan terbatas pada tempat tertentu, sedangkan bila
menghasilkan biaya dan manfaat pada tempat lain disebut manfaat dan biaya
eksternal.
9. Analisis Finansial
Analisis finansial dalam persiapan dan analisis proyek menerangkan
pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap peserta
yang tergabung di dalamnya. Tujuan utama analisis finansial terhadap usaha
pertanian (farms) menurut Gittinger (1986) adalah untuk menentukan berapa
banyak keluarga petani yang menggantungkan kehidupannya kepada usaha
pertanian tersebut. Salah satu cara untuk melihat kelayakan finansial adalah
dengan metode cash flow analysis.
Metode ini dilakukan setelah komponen-komponen biaya dan manfaat
tersebut dikelompokkan dan diperoleh nilainya. Komponen-komponen tersebut
dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat atau penerimaan (benefit; inflow) dan
biaya atau pengeluaran (cost; outflow). Selisih antara keduanya disebut manfaat
bersih (net benefit), untuk tingkat investasi menggunakan beberapa kriteria
penilaian kelayakan yaitu: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR) dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) (Gittinger, 1986).
Analisis finansial dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan
tersebut layak atau tidak dengan melihat kriteria-kriteria investasi yaitu Pay Back
Period (PBP), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Net
Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR).
a. Pay Back Period (PBP)
PBP merupakan waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi awal
(Newman, 1990). Perhitungan PBP ini dilengkapi dengan rasio keuntungan
dan biaya dengan nilai sekarang. Jika nilai perbandingan keuntungan dengan
biaya lebih besar atau sama dengan 1, proyek tersebut dapat dijalankan.
b. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif
dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Angka ini menunjukkan
tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu
satuan. Jika diperoleh nilai net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan,
tetapi jika nilai B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
c. Break Even Point (BEP)
BEP merupakan suatu gambaran kondisi penjualan produk yang harus
dicapai untuk melampaui titik impas. Proyek dikatakan impas jika jumlah
hasil penjualan produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah
biaya yang ditanggung sehingga proyek tersebut tidak menderita kerugian
tetapi juga tidak memperoleh laba. Jika hasil penjualan produk tidak dapat
melampaui titik ini maka proyek yang bersangkutan tidak dapat memberikan
laba (Sutojo, 1993).
d. Net Present Value (NPV)
NPV menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi,
merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang
dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu. Kriteria
NPV sebagai berikut :
a) NPV >0, maka proyek menguntungkan dan layak dilaksanakan b) NPV = 0, maka proyek tidak untung dan juga tidak rugi (manfaat
diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan sehingga pelaksanaan proyek berdasarkan penilaian subyektif pengambilan keputusan)
c) NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik untuk tidak dilaksanakan.
e. Internal Rate of Return (IRR)
IRR menunjukkan persentase keuntungan yang diperoleh atau investasi
bersih dari suatu proyek, atau tingkat diskonto yang dapat membuat arus
penerimaan bersih sekarang dari investasi (NPV) sama dengan nol. Jika nilai
IRR lebih besar dari tingkat diskonto maka proyek layak untuk dilaksanakan
sedangkan jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek
tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
10. Analisis Sensitivitas dan Swichthing Value
Suatu proyek pada dasarnya menghadapi ketidakpastian karena
dipengaruhi perubahan-perubahan baik dari sisi penerimaan atau pengeluaran
yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat kelayakan proyek. Analisis
sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisa
proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar
perhitungan biaya atau manfaat (Kadariah et al., 1999). Pada umumnya proyek-
proyek yang dilaksanakan sensitif berubah-ubah akibat empat masalah utama,
yaitu harga, kenaikan biaya, keterlambatan pelaksanaan dan hasil (Gittinger,
1986).
Suatu variasi dari analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching
value). Menurut Gittenger (1986), pengujian ini dilakukan sampai dicapai
tingkat minimum dimana proyek dapat dilaksanakan dengan menentukan
berapa besarnya proporsi manfaat yang akan turun akibat manfaat bersih
sekarang menjadi nol (NPV=0). NPV sama dengan nol akan membuat IRR
sama dengan tingkat suku bunga dan Net B/C sama dengan satu. Analisis
dilakukan pada perubahan harga input dan output yang terdiri dari empat
perubahan harga, yaitu ;
i. penurunan harga output
ii. kenaikan biaya total
iii. kenaikan biaya investasi
iv. kenaikan biaya operasional.
11. Analisis Strategi Pengembangan Industri Biogas
Menurut Glueck dan Jauch (1999) strategi merupakan rencana yang
disatukan menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan suatu
perusahaan dengan tantangan dan lingkungan yang dirancang untuk memastikan
bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat.
Secara umum, manajemen strategi diawali dari tahap perumusan strategi,
tahap implementasi dan selanjutnya tahap evaluasi strategi (David, 1997). Tahap
perumusan strategi meliputi pernyataan misi, penetapan tujuan, identifikasi
peluang dan ancaman, serta kekuatan dan kelemahan. Analisis internal meliputi
pemasaran dan distribusi, manajemen, produksi dan operasi, permodalan dan
keuangan, serta pengembangan sumberdaya manusia (SDM). Analisis eksternal
meliputi lingkungan industri dan lingkungan makro.
Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis strategi dengan analisis
SWOT, yaitu analisis kekuatan-kelemahan dan peluang–ancaman (Strengths,
Weaknesses, Opportunities, Threats). Analisis SWOT merupakan identifikasi
bersifat sistematik dari faktor-faktor kekuatan dan kelemahan organisasi,
peluang dan ancaman lingkungan luar, serta strategi yang menyajikan kombinasi
terbaik di antara kesempatannya. Matriks SWOT akan menghasilkan empat tipe
strategi (Tabel 4) sebagai berikut :
a. Strategi S-O
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b. Strategi S-T Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.
c. Strategi W-O Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
d. Strategi W-T Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Tabel 4. Matriks SWOT
Internal
Eksternal
Kekuatan (S) Faktor-faktor Kekuatan
Kelemahan (W) Faktor-faktor
kelemahan
Peluang (O) Faktor-faktor Peluang
strategi S-O Gunakan kekuatan
untuk
memanfaatkan
peluang
strategi W-O Atasi kelemahan
dengan memanfaatan
peluang
Ancaman (T) Faktor-faktor ancaman
strategi S-T Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
strategi W-T Meminimalkan
kelemahan dan
menghindari ancaman
Sumber : David, 1997.