bab ii landasan teori a. pengertian makna hidup
TRANSCRIPT
21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Makna Hidup
Makna Hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga
serta memberikan nilai khusus bagi seseorang sehingga layak dijadikan tujuan
dalam kehidupan (the purpose in life)1. Bila hal itu berhasil dipenuhi akan
menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya
akan menimulkan perasaan bahagia (happiness). Dan makna hidup ternyata ada
dalam kehidupan itu sendiri, dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan yang
menyenangkan dan tak menyenangkan, keadaan bahagia, dan penderitaan. Bila
hasrat ini dapat dipenuhi maka kehidupan yang dirasakan berguna, berharga, dan
berarti (meaningful) akan dialami. Sebaliknya bila hasrat ini tak terpenuhi akan
menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna (meaningless2).
Menurut Frankl setiap apapun peristiwa yang terjadi dalam hidup setiap
orang ditegaskan bahwa ada satu jawaban terhadap satu situasi. Masalah yang
terjadi ini bukanlah beberapa situasi yang mempunyai arti. Semua situasi
mempunyai arti, tetapi bagaimana seseorbang menemukan arti dari setiap situasi
tersebut. Orang-orang yang menemukan arti dalam hidupnya mencapai keadaan
transedensi-diri, keadaan ada yang terakhir untuk kepribadian yang sehat3.
Menurut Kruger makna hidup adalah “manner”, suatu cara atau gaya yang
digunakan untuk menghadapi kehidupan untuk menunjukkan eksistensi, dan cara
1Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup. (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2007), 45 2Ibid., hal 46. 3Wahyuni meilani Br Tarigan, “Makna Hidup Mahasiswa Penikmat Clubbing”, (Skripsi,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2017), 8.
22
pendekatan individu terhadap kehidupannya sendiri berbeda-beda dan unik. Dan
apabila individu telah mencapai tingkat kesadaran yang lebih dimana
kesadarannya lebih tertuju untuk pencarian makna-makna, maka dapat dipastikan
bahwa pemaknaan seorang individu terhadap kehidupan dengan individu lain
akan berbeda satu sama lain.4
Menurut Schultz makna hidup adalah memberi suatu maksud bagi
keberadaan seseorang dan memberi seseorang kepada suatu tujuan untuk menjadi
manusi seutuhnya. Menurutnya keberadaan seorang (manusia) adalah bagaimana
cara dalam menerima nasib dan keberaniannya dalam menahan penderitaan.
Schultz juga menyatakan manusia dapat memaknai hidupnya dengan cara bekerja,
karena dengan bekerja individu dapat merealisasikan dirinya dan
mentransendenkan diri mereka.5
Bastaman mengatakan bahwa kebermaknaan hidup merupakan hal yang
mendasar yang mengarahkan seorang manusia berperilaku Seseorang yang
mampu melakukan pemaknaan hidup maka akan terlihat Ia lebih mampu
menyelesaikan permasalahan kehidupan dengan lebih bijak dan bersemangat.
Semangat tersebut dirasakan karena adanya gambaran yang jelas mengenai tujuan
hidup yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang.
Adanya kejelasan tujuan tersebut, membuat seseorang akan merumuskan
bagaimana cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dan juga mampu
melakukan introspeksi diri untuk bisa menilai keberhasilan yang telah diraih.
4 Junaedi,”Makna hidup Pada Mantan Pengguna Napza”. (Artikel: Universitas Guna Darma).
Diakses pada tanggal 1 Oktober 2019 5 Oktafia, Serly. “Hubungan Antara Dukungan teman Sebaya Dengan Kebermaknaan Hidup Pada
Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan”. (Surakarta: Fakultas Psikologi Muhammadiyah), Hal 58.
Diakses pada tanggal 1 Oktober 2019
23
Hasil introspeksi tersebut membuat masing-masing pribadi lebih mampu
memaknai kehidupannya. Prenda dan Lachman menegaskan bahwa
kebermaknaan hidup itu dipengaruhi bagaimana seseorang itu merencanakan
kehidupannya dan mampu melakukan kontrol diri terhadap tantangan yang sudah
diprediksi selama membuat perencanaan tersebut sehingga berkorelasi positif
dengan kepuasan hidupnya.6
Dari pengertian kebermaknaan hidup di atas dapat disimpulkan bahwa
kebermakna hidup adalah proses penemuan dan pencarian makna pada diri dan
merupakan alasan mendasar yang muncul dari dalam individu untuk meraih
tujuan, melanjutkan kehidupan dan menjadi individu lebih baik agar dapat
merasakan hidup bermakna dan berharga yang pada akhirnya menimbulkan
perasaan bahagia.
B. Landasan Logoterapi
Victor Frankl, seorang dokter ahli penyakit saraf dan jiwa (neuro-psikiater)
keturunan Yahudi di Wina, Austria. Frankl menulis berbagai buku dengan makna
hidup sebagai tema sentral telaahnya serta merintis dan mengembangkan sebuah
aliran psikologi/psikiatri modern yang dinamakan logoterapi. Kata “logos” dalam
bahasa Yunani berarti makna (meaning) dan juga rohani (spiritually), sedangkan
“terapi” adalah penyembuhan atau pengobatan. Logoterapi secara umum dapat
digambarkan sebagai corak psikologi/psikiatri yang mengakui adanya dimensi
kerohanian pada manusia disamping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta
beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup
6 Hidayat, Veny. “Kebermaknaan Hidup pada Mahasiswa Akhir”. (Jurnal Psikologi Integratif Vol
6, Nomor 2, 2018). Yogyakarta:Prodi Psikologi UIN Sunan Kali Jaga.
24
bermakna (the will to meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih
taraf kehidupan bermakna (the meaning life) yang didambakannya7
C. Asas-asas logoterapi8 :
1. Hidup itu tetap memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam
penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang
dirasakan penting, benar, berharga, dan didambakan serta memberikan
nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup. Makna
hidup apabila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan
kehidupan ini berarti dan mengembangkannya akan merasakan
kebahagiaan sebagai ganjarannya sekaligus terhindar dari keputusasaan.
2. Setiap manusia memiliki kebebasan yang hampir tak terbatas untuk
menemukan sendiri makna hidupnya. Makna hidup dan sumber-
sumbernya dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri.
3. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap terhadapa
penderitaan dan peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang
menimpa diri sendiri dan lingkungan sekitar, setelah upaya mengatasinya
telah dilakukan secara optimal. Maksudnya, jika kita tidak mungkin
mengubah suatu keadaan (tragis), sebaiknya kita menguah sikap atas
keadaan itu agar kita tidak terhanyut secara negatif oleh keadaan itu.
7Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup. (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2007), 36. 8Ibid,.
25
D. Konsep Logoterapi
Ada tiga konsep fundamental logoterapi9, yaitu :
1. Freedom of will ( bebas dari kemauan). Kebebasan yang dimaksud disini
adalah suatu kebebasan untuk tetap berdiri/tegak apapun kondisi yang
dialami manusia. Disini manusia bebas menentukan sikapnya menghadapi
keadaan sekitarnya, bebas membuat rencana diluar kecenderungan somatik
dan komponen-komponen psikisnya. Bebas dari kemauan tidak berarti
bebas dari kondisi – kondisi biologis, fisik, sosiologis dan psikologis. Tapi
lebih merupakan bebas untuk mengambil sikap bukan hanya menghadapi
dunia, tetapi juga menghadapi diri sendiri.
2. Will to meaning (Hasrat untuk hidup bermakna) yaitu suatu kemauan
untuk menemukan hidupnya. “Will to meaning” ini suatu dorongan
kemauan dasar yang berjuang untuk mencapai arti hidup yang leih tinggi
untuk eksis didunia. Ia merupakan suatu dorongan yang mengendalikan
manusia untuk menemukan arti dalam hidupnya. Will to meaning muncul
dari keinginan pembawaan dasar manusia untuk memberikan sedapat
mungkin nilai bagi dirinya, untuk mengaktualisasikan sebanyak mungkin
nilai-nilai hidup manusia dalam dirinya.
3. “The meaning of life” yaitu arti hidup bagi seseorang manusia. Arti hidup
yang dimaksudkan disini adalah arti hidup yang bukan untuk
dipertanyakan, tetapi untuk direspon, karena kita semua bertanggung
9Ladislaus Naisaban, Para Psikolog Terkemuka Dunia, (Jakarta : Grasindo, 2004), 134.
26
jawab untuk suatu hidup. Respons yang diberikan bukan dalam bentuk
kata-kata tapi dalam bentuk tindakan, dengan melakukannya.
E. Sumber Makna Hidup
Dalam kehidupan ini terdapat tiga bidang kegiatan yang secara potensial
mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang menemukan makna hidup
didalamnya apaila nilai-nilai itu diterapkan dan dipenuhi. Ketiga nilai (Values) ini
yaitu10 :
1. Creative values (nilai-nilai kreatif) yaitu kegiatan berkarya, bekerja,
mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya denga
penuh tanggung jawab.
2. Eperiential values (nilai-nilai penghayatan) yaitu keyakinan dan
penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan,
dan keagamaan serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai
dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya.
3. Atttudinal values (nilai-nilai bersikap)yaitu menerima dengan penuh
ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang
tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tak dapat disemuhkan,
kematian, dan menjelang kematian, setelah segala upaya ikhtiar dilakukan
secara maksimal.
Jadi dapat dipahami bahwa kebermaknaan hidup dapat diraih tatkala individu
bekerja atau berkarya dengan melakukan usaha yang maksimal dan penuh
tanggung jawab, dengan sikap yang tegus terhadap keadaan yang tak bisa
10Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup. (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2007), 47.
27
dihindari, kemudian pasrah menerima segalanya dengan penuh kesadaran dan
penghayatan mendalam individu yang memiliki kebermaknaan hidup memiliki
beberapa aspek meliputi nilai-nilai, personal dan sosial individu.
F. Karakteristik Makna Hidup
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas, perlu dipahami beberapa sifat
khusus dari makna hidup11 :
1. Makna hidup itu sifatnya unik, pribadi dan temporer, artinya apa yang
dianggap berarti oleh seseorang belum tentu berarti pula bagi orang lain.
Mungkin pula apa apa yang dianggap penting dan bermakna pada saat ini
bagi seseorang, belum tentu sama bermaknanya bagi orang itu pada saat
lain. Dalam hal ini makna hidup seseorang dan apa yang bermakna bagi
dirinya biasanya bersifat khusus, berbeda dan tak sama dengan makna
hidup orang lain, serta mungkin pula dari waktu ke waktu berubah.
2. Sifat lain dari makna hidup adalah spesifik dan nyata, dalam artian makna
hidup benar-benar dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan
sehari-hari, serta tidak perlu selalu dikaitkan dengan hal-hal yang secara
abstrak filosofis, tujuan-tujuan idealistis, dan prestasi-prestasi akademis
yang menakjubkan. Mengingat keunikan dan kekhususannya itu, makna
hidup tidak dapat diberikan oleh siapapun, melainkan harus dicari,
dijajagi, dan ditemukan sendiri. Orang-orang lain hanya dapat
menunjukkan hal-hal yang mungkin berarti, akan tetapi pada akhirnya
terpulang pada orang yang ditunjuki untuk menentukan apa yang
11Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup. (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2007), hal.51.
28
dianggap dan dirasakan bermakna. Dalam hal ini orang hanya
menunjukan seakan-akan hanya membantu memperluas cakrawala
pandangan mengenai kemungkinan-kemungkinan menemukan makna
hidup, menunjukkan hal-hal yang merupakan sumber-sumber makna
hidup, serta membantu untuk lebih menyadari tanggung jawab memenuhi
tujuan-tujuan hidup yang harus dicapainya dan kewajiban-kewajiban
yang masih harus dipenuhinya.
3. Memberi pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan kita, sehingga
makna hidup itu seakan-akan “menantang” kita untuk memenuhinya.
Dalam hal ini begitu makna hidup ditemukan dan tujuan hidup
ditentukan, kita seakan-seakan terpanggil untuk melaksanakan dan
memenuhinya, serta kegiatan-kegiatan kita pun menjadi lebih terarah
kepada pemenuhan itu.
G. Metode-metode menemukan Makna Hidup
Bastaman menjelaskan secara singkat mengenai metode menemukan makna
hidup yang dinamakan “Panca Cara Temuan Makna”12,yaitu :
1. Pemahaman diri, mengenali secara objektif kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahan diri sendiri, baik yang masih merupakan potensi
maupun sudah teraktualisasi, kemudian kekuatan-kekuatan itu
dikembangkan dan ditingkatkan serta kelemahan-kelemahan dihambat dan
dikurangi.
12Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup.155-156.
29
2. Bertindak positif, mencoba menerapkan dan melaksanakan hal-hal yang
dianggap baik dan bermanfaat dalam perilaku dan tindakan-tindakan nyata
sehari-hari.
3. Pengakraban hubungan, meningkatkan hubungan baik dengan pribadi-
pribadi tertentu, sehingga masing-masing saling mempercayai, saling
memerlukan satu dengan laainnya, serta saling membantu.
4. Pendalaman catur-nilai, berusaha untuk memahami dan memenuhi empat
macam nilai yang merupakan sumber makna hidup, yaitu nilai kreatif,
nilai penghayatan, nilai bersikap, nilai pengharapan.
5. Ibadah, berusaha memahami dan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan
Tuhan dan mencegah diri dari apa yang dilarang-Nya. Ibadah yang
khusyuk sering mendatangkan perasaan tentram dan tabah, serta
menimbulkan perasaan mantap seakan-akan mendapat bimbingan dan
petunjuk-Nya dalam mengadapi berbagai masalah kehidupan.
H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebermaknaan Hidup
Menurut Frankl ada faktor-faktor yang mempengaruhi proses pencapaian
kebermaknaan hidup individu, diantaranya yaitu13:
1. Kehidupan keagamaan dan filsafat
Menurut Frankl, makna hidup seringkali ditemukan dalam realitas
kehidupan beragama. Menurutnya, seseorang tidak mampu menghayati
penderitaan yang dialami karena individu tersebut tidak mengetahui
rencana-Nya dibalik penderitaan yang dirasakannya. Hal ini menunjukkan
13 F.E. Frankl, Mencari Makna Hidup: Man’s search for meaning, (Bandung:Penerbit Nuansa,
2004) hal 22.
30
bahwa kematangan dalam spiritualitas akan membawa individu pada
pemaknaan hidup yang berarti.
2. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan salah satu aktivitas penting dalam kehidupan
manusia. Aktivitas kerja merupakan salah satu cara manusia menemukan
makna hidupnya aktivitas kerja ini tidak terbatas pada lingkup dan luasnya
pekerjaan akan tetapi bagaimana individu bekerja sehingga dapat
memenuhi tuntutan hidupnya. Bekerja merupakan salah satu bentuk
eksistensi individu yang dapat diwujudkan pada sesamanya.
3. Cinta pada sesama
Cinta dapat menjadikan manusia mampu melihat nilai-nilai kehidupan.
Kemampuan melihat nilai ini membuat batin manusia menjadi kaya.
Memperkaya batin merupakan satu unsur yang membentuk makna hidup.
Cinta menjadikan manusia dapat mengahyaati perasaan yang berarti dalam
hidupnya. Ketika mencintai dan dicintai sesseorang akan merasakan akan
merasakan hidupnya penuh dengan pengalaman yang membahagiakan dan
melahirkan penghayatan hidup.
A. Pengertian Guru Honorer
Guru adalah pendidik profesional yang tugas utamanya untuk mendidik
mengajar, mengarahkan, melatih, membimbing, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah (PP no 74 tahun 2008). Pernyataan dari pasal
tersebut meyakinkan bahwa tenaga pendidik memiliki dampak yang besar untuk
31
perkembangan peserta didik, namun dikalangan guru honorer juga mendapat
diskriminasi atau perbedaan dengan jabatan pada guru yang sudah mendapatkan
gaji tetap yaitu guru Pegawai Negeri Sipil (PNS)14.
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para
peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus memiliki standar
kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan
disiplin15.
Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.
Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan
di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal. tetapi bisa
juga di masjid, di surau/musala, di rumah, dan sebagaianya16.
Berkaitan dengan tanggung jawab; guru harus mengetahui, serta memahami
nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai
dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap
segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan
bermasyarakat17.
Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam
merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam
pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan.
14 Miftahurrahman, “Hubungan Antara Kebersyukuran Dengan Kebermaknaan Hidup Pada Guru
Honorer”. (Naskah Publikasi, Universitas Islam Indonesia 2017). Diakses pada tanggal 20
Oktober 2019 15 E. Mulyasa, Menjadi Guru Progesional. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2016). Hal 37. 16 Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalan Interaksi Edukatif. (Jakarta : Asdi
Mahasatya, 2010). Hal 31. 17 E. Mulyasa, Menjadi Guru Progesional. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2016). Hal 37.
32
Guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri (independent),
terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan
pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik, dan
lingkungan. Guru harus mampu bertindak dan mengambil keputusan secara cepat,
tepat waktu, dan tepat sasaran, terutama berkaitan dengan masalah pembelajaran
dan peserta didik, tidak menunggu perintah atasan atau kepala sekolah18.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru adalah semua orang yang
berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik,
baik secara individual maupun klasikal, disekolah maupun luar sekolah.
Guru berdasarkan statusnya, ada dua yaitu guru tetap dan guru tidak tetap atau
biasa disebut guru honorer. Pada status kepegawaian, berdasarkan data statistik
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun pelajaran 2015/2016 jumlah guru
Non PNS termasuk Guru Bantu (GB), Guru Honor Derah (Honda), Guru Tidak
Tetap GTT) dan Guru Tetap Yayasan (GTY) mencapai 656.055 orang Terdiri dari
501.820 (76,49 %) mengabdi di sekolah milik pemerintah dan sisanya 154.235
orang atau 23,51% mengabdi di sekolah milik masyarakat Swasta)19. Data yang
diperoleh dan diolah oleh Szulidi Riset Center (SRC) Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Sapulidi dan Data Statistik Pendidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Tahun Pelajaran 2015/2016 (tidak termasuk Guru di
TK dan Kementerian Agama) mbah guru honorer mencapai 777.171 orang Terdiri
dari 3.819 Guru Bantu (GB), 631.231 Guru Honorer Daerah (Honda), dan
139.675 Guru Tidak Tetap (GTT) Guru honorer terbesar berada pada jenjang SD
18 E. Mulyasa, Menjadi Guru Progesional. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2016). Hal 37. 19 http://bangimam-berbagi.blogspot.co.id/2016/04/ini-data-guru-honorer-2016.html diakses
tanggal 28 Oktober 2019
33
yaitu sebanyak 502.304 orang Kemudian disusul jenjang SMP yang memiliki
guru honorer mencapai 170.545 orang, di SMA 57.580 orang, di SMK 43.425
orang dan di SLB guru honorer sebanyak 3.317 orang (Imam, 2016). Adapun
jumlah guru honorer sekolah dasar negeri di Yogyakarta sebanyak 3.666 orang
yang terdiri dari guru Honorer Daerah (Honda) sebanyak 3.078 dan Guru Tidak
Tetap (GTT) sebanyak 588 orang.
B. Tanggung Jawab Guru
Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak
didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap anak
didik. Tidak ada seorang guru pun yang mengharapkan anak didiknya menjadi
sampah masyarakat Untuk itulah guru dengan penuh dedikasi dan loyalitas
berusaha membimbing dan membina anak didik agar di masa mendatang menjadi
orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Setiap hari guru meluangkan waktu
demi kepentingan anak didik. Bila suatu ketika ada anak didik yang tidak hadir di
sekolah, guru menanyakan kepada anak-anak yang hadir, apa sebabnya dia tidak
hadir ke sekolah. Anak didik yang sakit, tidak bergairah belajar, terlambat masuk
sekolah, belum menguasai bahan pelajaran, berpakaian sembarangan, berbuat
yang tidak baik, terlambat membayar uang sekolah, tak punya pakaian seragam,
dan sebagainya, semuanya menjadi perhatian guru.20
Karena besarnya tanggung jawab guru terhadap anak didiknya, hujan dan
panas bukanlah menjadi penghalang bagi guru untuk selalu hadir di tengah-tengah
20 Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalan Interaksi Edukatif. (Jakarta : Asdi
Mahasatya, 2010). Hal 34
34
anak didiknya. Guru tidak pernah memusuhi anak didiknya meskipun suatu ketika
ada anak didiknya yang berbuat kurang sopan pada orang lain. Bahkan dengan
sabar dan bijaksana guru memberikan nasihat bagaimana cara bertingkah laku
yang sopan pada orang lain.
Karena profesinya sebagai guru adalah berdasarkan panggilan Jiwa, maka bila
guru melihat anak didiknya senang berkelahi, meminum minuman keras,
mengisap ganja, datang ke rumah-rumah bordil, dan sebagainya, guru merasa
sakit hati. Siang atau malas selalu memikirkan bagaimana caranya agar anak
didiknya itu dapat dicegah dari perbuatan yang kurang baik, asusila, dan amoral.
Guru seperti itulah yang diharapkan untuk mengabdikan diri di lembaga
pendidikan. Bukan guru yang hanya menuangkan ilmu pengetahuan ke dalam
otak anak didik. Sementara jiwa, dan wataknya tidak dibina. Memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik adalah suatu perbuatan yang mudah, tetapi untuk
membentuk jiwa dan watak anak didik itulah yang sukar, sebab anak didik yang
dihadapi adalah makhluk hidup yang memiliki otak dan potensi yang perlu
dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai ideologi falsafah dan bahkan
agama.
Menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan sejumlah norma itu kepada
anak didik agar tahu mana perbuatan yang susila dan asusila, mana perbuatan
yang bermoral dan amoral. Semua norma itu tidak mesti harus guru berikan ketika
di kelas, di luar kelas pun sebaiknya guru contohkan melalui sikap. tingkah laku,
dan perbuatan.
35
Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan, tetapi dengan
sikap, tingkah laku, dan perbuatan Anak didik lebih banyak menilai apa yang guru
tampilkan dalam pergaulan di sekolah dan di masyarakat daripada apa yang guru
katakan, tetapi baik perkataan maupun apa yang guru tampilkan, keduanya
menjadi penilaian anak didik. Jadi, apa yang guru katakan harus guru praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, guru memerintahkan kepada anak didik
agar hadir tepat pada waktunya Bagaimana anak didik mematuhinya sementara
guru sendiri tidak disiplin dengan apa yang pernah dikatakan. Perbuatan guru
yang demikian mendapat protes dari anak didik Guru tidak bertanggung jawab
atas perkataannya. Anak didik akhirnya tidak percaya lagi kepada guru dan anak
didik cenderung menentang perintahnya Inilah sikap dan perbuatan yang
ditunjukkan oleh anak didik.
Sesungguhnya guru yang bertanggung jawab memiliki beberapa sifat, yang
menurut Wens Tanlain dan kawan-kawan (1989 ) ialah:21
1. Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan
2. Memikul tugas mendidik dengan bebas. berani, gembira (tugas bukan
menjadi beban baginya).
3. Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat
akibat-akibat yang timbul (kata hat)
4. Menghargai orang lain, termasuk anak didik.
21 Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalan Interaksi Edukatif. (Jakarta : Asdi
Mahasatya, 2010). Hal 36
36
5. Bijaksana dan hati-hati (tidak nekat, tidak sembrono, tidak singkat akal)
dan
6. Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Jadi, guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan
perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik. Dengan
demikian, tanggung jawab guru adalah untuk membentuk anak didik agar menjadi
orang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa, dan bangsa di masa yang
akan datang.
C. Tugas Guru
Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok arsitektur yang dapat
membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk
membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang
berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia
susila yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun
bangsa dan negara.22
Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di
luar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai suatu
profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk
mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai
22 Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalan Interaksi Edukatif. (Jakarta : Asdi
Mahasatya, 2010). Hal 36
37
suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan
mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai pengajar
berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada
anak didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan
menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik.
Tugas kemanusiaan salah satu segi dari tugas guru. Sisi ini tidak bisa guru
abaikan, karena guru harus terlibat dengan kehidupan di masyarakat dengan
interaksi sosial. Guru harus menanamkan nilai- nilai kemanusiaan kepada anak
didik. Dengan begitu anak dididik agar mempunyai sifat kesetiakawanan sosial.
Guru harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua dengan mengemban
tugas yang dipercayakan orang tua kandung/wali anak didik dalam jangka waktu
tertentu. Untuk itu pemahaman hawa dan watak anak didik diperlukan agar dapat
dengan mudah memahami jiwa dan watak anak didik. Begitulah tugas guru
sebagai orang tua kedua, setelah orang tua anak didik di dalam keluarga di rumah
Di bidang kemasyarakatan merupakan tugas guru yang juga tidak kalah
pentingnya. Pada bidang ini guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar
masyarakat untuk menjadi warga Negara Indonesia yang bermoral Pancasila.
Memang tidak dapat dipungkiri bila guru mendidik anak didik sama halnya guru
mencerdaskan bangsa Indonesia
Bila dipahami, maka tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi
juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Bahkan bila dirinci
38
lebih jauh, tugas guru tidak hanya yang telah disebutkan. Menurut Roestiyah
N.K., bahwa guru dalam mendidik anak didik bertugas untuk:23
1. Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian kecakapan,
dan pengalaman-pengalaman.
2. Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara
kita Pancasila.
3. Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuaiUndang-Undang
Pendidikan yang merupakan Keputusan MPR No. II Tahun 1983.
4. Sebagai perantara dalam belajar. Di dalam proses belajar guru hanya sebagai
perantara/medium, anak harus berusaha sendiri mendapatkan suatu
pengertian/insight, sehingga timbul perubahan dalam pengetahuan, tingkah
laku, dan sikap.
5. Guru adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik ke arah
kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak
menurut sekehendaknya.
6. Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Anak nantinya akan
hidup dan bekerja, serta mengabdikan didalam masyarakat, dengan demikian
anak harus dilatih dan dibiasakan di sekolah di bawah pengawasan guru.
23 Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalan Interaksi Edukatif. (Jakarta : Asdi
Mahasatya, 2010). Hal 38
39
7. Sebagai penegak disiplin, guru menjadi contoh dalam segala hal tata tertib
dapat berjalan bila guru dapat menjalani lebih dahulu.
8. Guru sebagai administrator dan manajer. Di samping mendidik, seorang guru
harus dapat mengerjakan urusan tata usaha seperti membuat buku kas, daftar
induk, rapor, daftar gaji dan sebagainya, serta dapat mengkoordinasi segala
pekerjaan di sekolah secara demokratis, sehingga suasana pekerjaan penuh
dengan rasa kekeluargaan.
9. Pekerjaan guru sebagai suatu profesi. Orang yang menjadi guru karena
terpaksa tidak dapat bekerja dengan baik, maka harus menyadari benar-benar
pekerjaannya sebagai suatu profesi.
10. Guru sebagai perencana kurikulum. Guru menghadapi anak-anak setiap hari,
gurulah yang paling tahu kebutuhan anak-anak dan masyarakat sekitar, maka
dalam penyusunan kurikulum, kebutuhan ini tidak boleh ditinggalkan.
11. Guru sebagai pemimpin (guidance worker). Guru mempunyai kesempatan dan
tanggung jawab dalam banyak situasi untuk membimbing anak ke arah
pemecahan soal, membentuk keputusan, dan menghadapkan anak-anak pada
problem.
12. Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak. Guru harus turut aktif dalam
segala aktivitas anak, misalnya dalam ekstrakurikuler membentuk kelompok
belajar dan sebagainya.
40
Dengan meneliti poin-poin tersebut, tahulah bahwa tugas guru tidak ringan.
Profesi guru harus berdasarkan panggilan jiwa, sehingga dapat menunaikan tugas
dengan baik, dan ikhlas. Guru harus mendapatkan haknya secara proporsional
dengan gaji yang patut diperjuangkan melebihi profesi-profesi lainnya, sehingga
keinginan peningkatan kompetensi guru dan kualitas belajar anak didik bukan
hanya sebuah slogan di atas kertas.
D. Peranan Guru
Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa saja
yang telah menerjunkan diri menjadi guru. Semua peranan yang diharapkan dari
guru seperti diuraikan di bawah ini24.
1. Korektor
Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana
nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus betul-betul dipahami dalam
kehidupan di masyarakat Kedua nilai ini mungkin telah anak didik miliki dan
mungkin pula telah mempengaruhinya sebelum anak didik masuk sekolah Latar
belakang kehidupan anak didik yang berbeda-beda sesuai dengan sosio-kultural
masyarakat di mana anak didik tinggal akan mewarnai kehidupannya. Semua nilai
yang baik harus guru pertahankan dan semua nilai yang buruk harus disingkirkan
dari jiwa dan watak anak didik. Bila guru membiarkannya, berarti guru telah
mengabaikan peranannya sebagai seorang korektor, yang menilai dan mengoreksi
24 Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalan Interaksi Edukatif. (Jakarta : Asdi
Mahasatya, 2010). Hal 43
41
semua sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didik. Koreksi yang harus guru
lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik tidak hanya di sekolah, tetapi di luar
sekolah pun harus dilakukan. Sebab tidak jarang di luar sekolah anak didik justru
lebih banyak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma susila, moral, sosial,
dan agama yang hidup di masyarakat. Lepas dari pengawasan guru dan tulangnya
pengertian anak didik terhadap perbedaan nilai kehidupan menyebabkan anak
didik mudah larut di dalamnya.
2. Inspirator
Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi
kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik.
Guru harus dapat memberikan petunjuk (ilham) bagaimana cara belajar yang baik.
Petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari sejumlah teori-teori belajar, dari
pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang
penting bukan teorinya, tapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi oleh
anak didik.
3. Informator
Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap
mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi yang baik
dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah racun bagi anak
didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif, penguasaan bahasalah
sebagai kuncinya, ditopang dengan penguasaan bahan yang akan diberikan kepada
42
anak didik Informator yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan anak
didik dan mengabdi untuk anak didik
4. Organisator
Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru.
Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik,
menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik, dan sebagainya.
Semuanya diorganisasikan, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi
dalam belajar pada diri anak didik.
5. Motivator
Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah
dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis
motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun
prestasinya di sekolah. Setiap saat guru harus bertindak sebagai motivator, karena
dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada di antara anak didik yang malas
belajar dan sebagainya. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan
memperhatikan kebutuhan anak didik. Penganekaragaman cara belajar
memberikan penguatan dan sebagainya, juga dapat memberikan motivasi pada
anak didik untuk lebih bergairah dalam belajar. Peranan guru sebagai motivator
sangat penting dalam interaksi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan
mendidik yang mem butuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance dalam
personalisasi dan sosialisasi diri.
43
6. Inisiator
Dalam peranannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide
kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. Proses interaksi edukatif yang ada
sekarang harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
di bidang pendidikan. Kompetensi guru harus diperbaiki, keterampilan
penggunaan media pendidikan dan pengajaran harus diperbarui sesuai kemajuan
media komunikasi dan informasi abad ini. Guru harus menjadikan dunia
pendidikan, khususnya interaksi edukatif agar lebih baik dari dulu. Bukan
mengikuti terus tanpa mencetuskan ide-ide inovasi bagi kemajuan pendidikan dan
pengajaran.
7. Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang
memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik, Lingkungan belajar yang
tidak menyenangkan, suasana ruang, kelas yang pengap, meja dan kursi yang
berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak didik malas
belajar. Oleh karena itu menjadi tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas,
sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik.
8. Pembimbing
Peranan guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah
disebutkan di atas, adalah sebagai pembimbing. Peranan ini harus lebih
dipentingkan, karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak
didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan, anak didik
44
akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya.
Kekurangmampuan anak didik menyebabkan lebih banyak tergantung pada
bantuan guru. Tetapi semakin dewasa, ketergantungan anak didik semakin
berkurang. Jadi, bagaimanapun juga bimbingan dari guru sangat diperlukan pada
saat anak didik belum mampu berdiri sendiri (mandiri).
9. Demonstrator
Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak didik
pahami. Apalagi anak didik yang memiliki inteligensi yang sedang. Untuk bahan
pelajaran yang sukar dipahami anak didik, guru harus berusaha dengan
membantunya, dengan cara memperagakan yang diajarkan secara didaktis,
sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman anak didik, tidak
terjadi kesalahan pengertian antara guru dan anak didik. Tujuan pengajaran pun
dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
10. Pengelola Kelas
Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik,
karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka
menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan
menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yang tidak dikelola
dengan baik akan menghambat kegiatan pengajaran. Anak didik tidak mustahil
akan merasa bosan untuk tinggal lebih lama di kelas. Hal ini akan berakibat
mengganggu jalannya proses interaksi edukatif. Kelas yang terlalu padat dengan
anak didik, pertukaran udara kurang, penuh kegaduhan, lebih banyak tidak
45
menguntungkan bagi terlaksananya interaksi edukatif yang optimal. Hal ini tidak
sejalan dengan tujuan umum dari pengelolaan kelas, yaitu menyediakan dan
menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar
agar mencapai hasil yang baik dan optimal. Jadi, maksud dari pengelolaan kelas
adalah agar anak didik betah tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk
senantiasa belajar di dalamnya.
11. Mediator
Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk beda , baik media
non material maupun material Media berfungsi sebagai alat komunikasi guna
mengefektifkan proses interaksi edukatif. Keterampilan menggunakan semua
media itu diharapkan dari guru yang disesuaikan dengan pencapaian tujuan
pengajaran Sebagai mediator, guru dapat diartikan sebagai penengah dalam
proses belajar anak didik. Dalam diskusi, guru dapat berperan sebagai penengah,
sebagai pengatur lalu lintas jalannya diskusi. Kemacetan jalannya diskusi akibat
anak didik kurang mampu mencari jalan keluar dari pemecahan masalahnya,
dapat guru tengahi, bagaimana menganalisis permasalahan agar dapat
diselesaikan Guru sebagai mediator dapat juga diartikan penyedia mediasi.
12. Supervisor
Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan
menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus
guru kuasai dengan baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar
46
mengajar menjadi lebih baik. Untuk itu kelebihan yang dimiliki supervisor bukan
hanya karena posisi atau kedudukan yang ditempatinya, akan tetapi juga karena
pengalamannya, pendidikannya, kecakapannya, atau keterampilan-keterampilan
yang dimilikinya, atau karena memiliki sifat-sifat kepribadian yang menonjol
daripada orang-orang yang supervisinya. Dengan semua kelebihan yang dimiliki,
ia dapat melihat, menilai atau mengadakan pengawasan terhadap orang atau
sesuatu yang disupervisi.
13. Evaluator
Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik
dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan
intrinsik. Penilaian terhadap aspek intrinsik lebih menyentuh pada aspek
kepribadian anak didik, yakni aspek nilai (values). Berdasarkan hal ini, guru
harus bisa memberikan penilaian dalam dimensi yang luas. Penilaian terhadap
kepribadian anak didik tentu lebih diutamakan daripada penilaian terhadap
jawaban anak didik ketika diberikan tes. Anak didik yang berprestasi baik, belum
tentu memiliki kepribadian yang baik. Jadi, penilaian itu pada hakikatnya
diarahkan pada perubahan kepribadian anak didik agar menjadi manusia susila
yang cakap. Sebagai evaluator, guru tidak hanya menilai produk (hasil
pengajaran), tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran). Dari kedua
kegiatan ini akan mendapatkan umpan baik (feedback) tentang pelaksanaan
interkasi edukatif yang telah dilakukan.