ii kajian kepustakaan 2.1. kentangmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130299_2_8159.pdfbatang...
TRANSCRIPT
9
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1. Kentang
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman penghasil umbi
yang biasa dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan pangan. Umbi kentang kaya
akan karbohidrat dan dapat digunakan sebagai bahan makanan pokok. Oleh karena
itu kentang merupakan salah satu makanan pokok dunia karena berada pada
peringkat ke tiga tanaman yang dikonsumsi masyarakat dunia setelah beras dan
gandum (International Potato Center, 2017).
Tanaman kentang termasuk kedalam jenis tanaman berkeping dua (dikotil)
dari keluarga Solanaceae yang merupakan tanaman semusim (annual), mempunyai
kemampuan berkembang biak secara vegetatif melalui umbi, dan dapat tumbuh
subur pada daerah beriklim dingin. Kentang lebih cocok ditanam pada daerah
dataran tinggi atau pegunungan dengan ketinggian lebih dari 700 m dpl (Samadi,
2007). Taksonomi tanaman kentang adalah sebagai berikut (Pitojo, 2008):
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum tuberosum L.
10
Daun tanaman kentang merupakan daun majemuk yang terdiri atas tangkai
daun utama (rachis), anak daun primer (pinnae), dan anak daun sekunder (folioles)
yang tumbuh pada tangkai daun utama diantara anak daun primer. Bagian rachis
di bawah pasangan daun primer terbawah disebut petiole (Setiadi, 2009).
Batang tanaman kentang berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung
varietasnya, tidak berkayu, berbuku-buku, berongga, dan bertekstur agak keras.
Warna pada batang tanaman kentang pada umumnya adalah hijau tua dengan
pigmen ungu dan memiliki cabang dan setiap cabang ditumbuhi daun yang rimbun
(Rukmana, 1997).
Kentang memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Diantara akar ini
ada yang nantinya berubah bentuk dan fungsi menjadi bakal umbi, yang selanjutnya
akan menjadi umbi kentang. Pada stadium awal tumbuhnya, stolon sepintas seperti
akar biasa. Warnanya lebih putih dan biasanya lebih panjang daripada akar cabang.
Ukurannya juga lebih besar. Stolon amat lunak dan berisi lebih banyak cairan
dibanding akar. Stolon inilah yang bakal menghasilkan umbi kentang. Setelah
mencapai ujung maksimal, stolon akan menggembung pada ujungnya (Hartus,
2001)
Bunga tanaman kentang berwarna kuning atau ungu dan merupakan bunga
berkelamin ganda (hermaphroditus). Mahkota berbentuk trompet dengan ujung
seperti bintang, benang sari berwarna kuning melingkari putik. Bunga kentang
membuka pada pagi hari dan menutup pada sore hari yang berlangsung 3-7 hari
(Soelarso, 1997).
Ukuran, bentuk dan warna umbi kentang bermacam-macam, tergantung
varietasnya. Ukuran umbi bervariasi dari kecil hingga besar. Bentuk umbi ada yang
11
bulat, oval, bulat panjang. Umbi kentang berwarna kuning, putih dan merah
(Samadi, 2007).
Komposisi kimia kentang dipengaruhi oleh varietas, tipe tanah, cara
budidaya, cara pemanenan, tingkat kemasakan dan kondisi penyimpanan
(Sunarjono, 2007). Kentang memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk tubuh
sebagaimana tercantum pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Komposisi Kimia Kentang dan Singkong Tiap 100 gram
Komponen Kentang Singkong
Protein (g) 2,00 1,20
Lemak (g) 0,10 0,30
Karbohidrat (g) 19,10 34,70
Kalsium (mg) 11,00 33,00
Fosfor (mg) 56,00 40,00
Zat Besi (mg) 0,70 0,70
Vitamin B1 (mg) 0,09 0,06
Energi (kal) 83,00 146,00
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996)
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kentang mengandung protein yang lebih
tinggi dibandingkan singkong. Protein bermanfaat sebagai pembangun jaringan
tubuh seperti kulit, daging, dan otot-otot. Kandungan lemak pada kentang lebih
rendah dibandingkan singkong. Kandungan lemak yang rendah dapat membantu
dalam menjaga berat badan apabila dikonsumsi (Samadi, 2007). Kentang juga
mengandung fosfor yang lebih tinggi dari singkong. Salah satu manfaat fosfor
terbesar bagi kesehatan tubuh adalah membantu proses pembentukan tulang dan
gigi yang sehat. Akan tetapi kentang memiliki kandungan karbohidrat yang lebih
rendah dibandingkan singkong. Karbohidrat berfungsi untuk meningkatkan energi
dalam tubuh serta meningkatkan proses metabolisme tubuh seperti proses
pencernaan, pernafasan, dan lain sebagainya. Selain itu kalori yang dihasilkan
12
kentang lebih rendah dari singkong, sehingga kentang lebih baik dikonsumsi untuk
menjaga berat badan tetap stabil.
2.2. Tepung Kentang
Tepung kentang merupakan salah satu bentuk pengolahan dari kentang.
Tepung kentang ini banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan snack,
makanan bayi, mie instan, saus, permen, selai, serta buah kaleng. Selain itu tepung
kentang juga dapat digunakan dalam pengolahan daging, salah satunya adalah
pembuatan bakso. Pati kentang yang kaya akan kandungan karbohidrat
menjadikannya bahan yang cocok untuk digunakan sebagai bahan pengisi pada
bakso. Proses pembuatan tepung kentang (Ilustrasi 1) tidak jauh berbeda dengan
pembuatan tepung umbi lainnya.
Umbi
Pengupasan dan Pengirisan (tebal 1-2 mm)
Pengeringan dengan oven (50o C, 24 jam)
Penghalusan (grinder) 90 mesh
Tepung Umbi
Ilustrasi 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Umbi (Richana dan Sunarti,
2004)
2.3. Aplikasi Penggunaan Tepung Kentang dalam Pengolahan Daging
Tepung kentang sering digunakan dalam pengolahan produk pangan. Pada
produk olahan daging tepung kentang digunakan sebagai bahan pengisi yang
13
bertujuan untuk meningkatkan daya ikat air, mengurangi susut masak,
meningkatkan keempukan, dan memperbaiki tekstur produk. Penggunaan tepung
kentang sebagai bahan pengisi pada beberapa produk olahan daging yang telah
teruji diantaranya:
1) Surimi-beef
Penggunaan tepung kentang sebanyak 9% dari berat adonan pada surimi-
beef menghasilkan produk dengan kekuatan gel yang baik serta susut masak
yang lebih rendah dibandingkan menggunakan tepung tapioka dan tepung
jagung (Zhang, dkk., 2013).
2) Sosis Babi
Sosis babi dengan penggunaan tepung kentang sebanyak 5% dari berat
adonan, menghasilkan sosis yang memiliki keempukan, tekstur, dan
palatabilitas yang lebih baik dibandingkan menggunakan tepung tapioka
(Ruban, dkk., 2008).
3) Bakso Puyuh
Tepung kentang sebanyak 3% dari berat adonan bakso puyuh menghasilkan
bakso yang memiliki hasil pemasakan terbaik, elastisitas terbaik, dan tekstur
terbaik dibandingkan menggunakan tepung tapioka, tepung jagung, tepung
sagu, dan tepung gandum (Ikhlas, dkk., 2011).
2.4. Ayam
Ayam merupakan unggas yang memiliki banyak manfaat untuk kehidupan
manusia. Salah satu manfaat ayam bagi manusia adalah sebagai penghasil produk
pangan. Produk pangan yang dapat dihasilkan oleh ayam adalah daging dan telur.
14
Oleh karena itu banyak masyarakat memelihara ayam, baik dalam skala kecil
maupun industri.
Terdapat dua jenis ayam dalam industri peternakan yakni ayam kampung
dan ayam broiler. Ayam kampung adalah ayam lokal Indonesia yang kehidupannya
sudah lekat dengan masyarakat. Ayam kampung biasanya dipelihara oleh
masyarakat perdesaan untuk mendapatkan daging, telur maupun sebagai tabungan
yang sewaktu-waktu dapat diuangkan. Penampilan fenotipe ayam kampung sangat
beragam, begitupun sifat kualitatifnya seperti warna bulu dan jengger (Sartika dan
Iskandar 2007). Sedangkan ayam broiler merupakan ternak ayam yang
pertumbuhan badannya sangat cepat dengan perolehan timbangan berat badan yang
tinggi dalam waktu yang relatif pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat
badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Taksonomi ayam adalah sebagai berikut (Khalid, 2011) :
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebata
Divisi : Carinathae
Kelas : Aves
Ordo : Galliformes
Famili : Phasianidae
Genus : Gallus
Spesies : Gallus domesticus
2.5. Daging Ayam
Daging ayam adalah daging yang berasal dari hasil pemotongan pada ternak
ayam yang ditujukan untuk dikonsumsi. Jika dibandingkan dengan daging hewan
15
mamalia, struktur daging dari daging ayam pada umumnya sama. Hanya saja
daging ayam memiliki serat daging yang pendek, halus, dan lunak serta jaringan
ikatnya bersifat lebih tipis. Hal ini membuat daging ayam menjadi lebih empuk
sehingga mudah untuk dikunyah dan memiliki flavor yang lembut. Selain itu aroma
daging ayam tidak menyengat dan tidak berbau amis. (Tien R. Muchtadi dan
Sugiyono, 1992).
Daging ayam merupakan bahan pangan yang berkualitas tinggi karena
mengandung asam amino esensial yang lengkap serta kaya akan protein.
Kandungan protein pada daging ayam terdiri atas 3 bagian antara lain protein yang
terdapat dalam jaringan ikat yaitu kolagen dan elastin, protein yang terdapat dalam
sarkoplasma yaitu albumin dan globulin, serta protein yang terdapat pada myofibril.
Selain itu daging ayam juga mengandung lemak yang rendah. Lemak dalam daging
ayam pada umumnya terdiri atas fosfolipid (sebagian besar berupa lesitin),
trigliserida (lemak netral), dan kolesterol. Asam lemak yang terdapat pada daging
ayam merupakan asam lemak yang tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat dan
asam linoleat (Murtidjo, 2003). Berikut kandungan nutrisi pada daging ayam:
Tabel 2. Komposisi Nutrisi Daging Ayam (Broiler)
Sajian dalam 100 gram Protein Kalori Lemak Kolesterol Karbohidrat
Broiler Utuh 23 g 134 4,1 g 76 mg 77,2 g
Dada 24 g 116 1,5 g 72 mg 77,2 g
Sayap 23 g 147 5,6 g 72 mg 77,1 g
Paha Bawah 21 g 131 3,8 g 79 mg 77,1 g
Sumber: Murtidjo (2003)
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa daging ayam broiler memiliki
komposisi nutrisi yang cukup baik dengan kandungan protein yang cukup tinggi
dan lemak yang cukup rendah. Selain itu pada tiap bagian karkas daging ayam
memiliki komposisi nutrisi yang berbeda-beda. Dapat dilihat bahwa daging pada
16
bagian dada memiliki protein yang lebih tinggi serta lemak yang lebih rendah
dibandingkan paha dan sayap. Sehingga daging dada lebih baik untuk dikonsumsi
karena memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan tubuh.
2.6. Bakso
Bakso adalah produk olahan daging yang dibuat dari daging hewan ternak
yang dicampur pati dan bumbu-bumbu, dengan atau tanpa penambahan bahan
pangan lainnya, dan atau bahan tambahan pangan yang diizinkan, yang berbentuk
bulat atau bentuk lainnya dan dimatangkan (BSN, 2014). Bakso dapat disajikan
dengan berbagai cara yaitu bakso kuah, bakso panggang, bakso goreng, dan
beragam hidangan bakso lainnya. Bakso daging diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Bakso daging; bakso daging merupakan bakso dengan kandungan daging
minimal 45 %.
2) Bakso daging kombinasi; bakso daging kombinasi merupakan bakso dengan
kandungan daging minimal 20 %.
Bahan dalam pembuatan bakso terdiri dari bahan utama dan bahan
tambahan. Bahan utama pada pembuatan bakso yakni daging. Sementara bahan
tambahannya antara lain bahan pengisi, garam, bumbu (bawang putih, merica, dan
penyedap rasa) serta es batu (Wibowo, 2006).
Bakso daging ayam merupakan bakso dengan bahan baku utama daging
ayam dengan penambahan bumbu – bumbu sebagaimana bakso pada umumnya.
Selain harganya yang lebih murah pembuatan bakso dengan menggunakan daging
ayam memiliki tekstur yang empuk karena serat – serat daging ayam lebih kecil
dibandingkan dengan daging sapi yang pada umumnya sering digunakan dalam
pembuatan bakso (Prima, dkk., 2013).
17
2.7. Bahan Pembentuk Bakso
2.7.1. Daging
Daging adalah semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan
jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2009). Daging yang biasa
digunakan dalam pembuatan bakso antara lain daging sapi, ayam, ikan, dan kelinci.
Dalam pembuatannya, jumlah daging dalam pembuatan bakso tidak boleh kurang
dari 45% (BSN, 2014).
Kandungan protein dalam daging sangat berpengaruh dalam proses
pembuatan bakso. Protein berfungsi sebagai emulsifier, serta berperan terhadap
daya ikat air daging karena protein membantu membentuk jaringan yang kompak
selama pemasakan dan mampu menahan air dalam jaringan tersebut (Winarno,
2004). Semakin tinggi protein daging maka bakso yang dihasilkan akan semakin
baik kualitas dan kandungan gizinya.
Daging yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso adalah daging sapi.
Namun bakso juga dapat dibuat dari daging ayam. Bakso yang dihasilkan dari
daging ayam memiliki tekstur lebih empuk dibandingkan bakso yang menggunakan
daging sapi. Hal ini disebabkan karena serat daging pada daging ayam lebih tipis
dibandingkan dengan serat daging pada daging sapi (Prima, dkk., 2013).
2.7.2. Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi pada bakso dapat berupa tepung atau pati yang kaya akan
karbohidrat, mengandung lemak dalam jumlah yang relatif tinggi, mengandung
protein dalam jumlah yang relatif rendah, mempunyai kapasitas mengikat air yang
besar, dan kemampuan emulsifikasi yang rendah. Bahan pengisi dapat
meningkatkan daya ikat air karena mampu menahan air selama proses pengolahan
18
dan pemanasan (Soeparno, 2009). Fungsi dari filler adalah meningkatkan daya ikat
air, mengurangi penyusutan selama pemasakan, meningkatkan stabilitas emulsi,
memperbaiki rasa , memperbaiki karakteristik irisan produk dan menurunkan biaya
formulasi (Aberle, dkk., 2001).
Bahan pengisi yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso merupakan
tepung yang mengandung protein rendah dan memiliki kandungan karbohidrat yang
sangat tinggi (Wibowo, 2006). Kandungan pati yang berperan dalam pembuatan
produk olahan daging adalah amilosa dan amilopektin.
Amilosa adalah komponen dari pati yang lebih mudah larut dalam air karena
banyak mengandung gugus hidroksil serta mempunyai struktur linier yang
terbentuk dari ikatan α-1,4 glikosidik dengan derajat polimerisasi antara 100-1000
unit glukosa. Amilopektin merupakan komponen dari pati yang terbentuk dari
ikatan α-1,4 glikosidik dan bercabang pada ikatan α-1,6 glikosidik. Derajat
polimerisasi amilopektin jauh lebih besar daripada amilosa. Rasio antara amilosa
dan amilopektin di dalam pati sangat bervariasi dan berpengaruh besar terhadap
kelarutan, kekentalan, pembentukan gel, dan suhu gelatinisasi dari pati (Martinez,
dkk., 2004)
Perbandingan antara amilosa dan amilopektin sangat mempengaruhi sifat
fisik dan akseptabilitas dari produk yang dihasilkan. Semakin besar kandungan
amilopektin atau semakin kecil kandungan amilosa bahan yang digunakan, maka
semakin lekat produk olahannya (Winarno, 2004).
Tepung yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso adalah tepung
tapioka. Namun tidak menutup kemungkinan digunakannya tepung kentang
sebagai bahan pengisi bakso, karena memiliki komposisi yang hampir sama dengan
19
tepung tapioka. Berikut perbandingan komposisi amilosa dan amilopektin tepung
tapioka dan tepung kentang.
Tabel 3. Komposisi Kadar Amilosa & Amilopektin Tepung Tapioka dan
Tepung Kentang
Jenis Tepung Kadar
Amilosa
Kadar
Amilopektin
Ukuran
Granula
Suhu
Gelatinisasi
Tepung Tapioka 17% 83% 5-35 μm 52-64oC
Tepung Kentang 23% 77% 30- 100 μm 58-66oC
Sumber: BeMiller dan Whistler (2009)
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat kadar amilosa dan amilopektin antara
kedua tepung tersebut tidak terlalu berbeda. Dengan demikian penggunaan tepung
kentang sebagai bahan pengisi pada bakso akan memberikan pengaruh yang tidak
jauh berbeda dengan tepung tapioka.
2.7.3. Air dan Es
Air berfungi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging dan berfungsi
sebagai pelarut protein sarkoplasma. Penambahan air dan es pada pembuatan bakso
berfungsi untuk meningkatkan keempukan dan jus daging, menggantikan sebagian
air yang hilang selama pemasakan, melarutkan protein yang mudah larut dalam air,
membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein yang larut
dalam larutan garam, dan menjaga temperatur produk (Soeparno, 2009).
Penggunaan es dalam pembuatan bakso juga bertujuan untuk
mempertahankan suhu agar tetap rendah selama penggilingan, membantu
pembentukan emulsi, melarutkan garam serta mendistribusikan secara merata ke
seluruh masa daging dan memudahkan ekstraksi protein serabut otot (Tati, 1998).
Air yang ditambahkan dalam proses pembuatan bakso berupa serpihan es dan
digunakan pada saat penggilingan daging dan adonan bakso.
20
2.7.4. Bumbu-bumbu
Bumbu-bumbu yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso antara lain
garam, bawang putih, merica (lada), dan penyedap rasa. Tujuan penambahan
bumbu-bumbu pada bakso yakni sebagai pemberi rasa dan aroma. Penggunaan
bumbu-bumbu dalam industri pengolahan pangan berfungsi dalam meningkatkan
cita rasa dari produk yang dihasilkan dan sebagai pengawet alami (Buckle, 1987).
Garam merupakan bumbu yang berperan sebagai penambah cita rasa dalam
pembuatan bakso. Selain itu garam berfungsi sebagai pengawet. Hal ini
disebabkan karena garam bersifat higroskopis, dimana garam akan menyerap
kandungan air pada bahan, sehingga tidak dapat digunakan oleh mikroba untuk
pertumbuhannya (Syarif dan Irawati, 1988). Penggunaan bawang putih, lada, dan
penyedap rasa berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan menghilangkan bau amis
pada daging sehingga bakso yang dihasilkan memiliki aroma yang sedap.
2.8. Kualitas Fisik
Kualitas fisik memiliki peranan penting dalam pengawasan dan standarisasi
mutu produk sehingga sering digunakan dalam perincian mutu komoditas dan
standarisasi mutu. Hal ini disebabkan karena kualitas fisik lebih cepat dan lebih
mudah untuk dikenali atau diukur dibandingkan dengan kualitas kimia,
mikrobiologi, dan fisiologi (Soeparno, 2009).
Beberapa kualitas fisik untuk pengawasan mutu diukur secara objektif
dengan alat-alat sederhana. Pada bakso kualitas fisik yang biasa diuji antara lain
daya ikat air, susut masak, dan keempukan.
21
2.8.1. Daya Ikat Air
Daya ikat air adalah kemampuan daging untuk mengikat air yang
terkandung di dalamnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan
dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan
(Soeparno, 2009). Daya ikat air dapat diukur dengan menggunakan metode Hamm,
yaitu dengan menekan 0,3 gram sampel daging dengan beban 35 kg pada kertas
saring diantara dua plat kaca selama 5 menit. Setelah 5 menit penekanan terdapat
daerah yang tertutup sampel, dan daerah basah di sekitarnya pada kertas saring yang
kemudian ditandai dan diukur. Area basah diperoleh selisih nilai area yang tertutup
sampel dari area total yang terdapat pada area basah di kertas saring. Daya ikat air
dihitung dari banyaknya air (mg H20) yang keluar berdasarkan rumus berikut:
mgH2O =Area Basah (cm2)
0,0948− 8,0
Setelah didapatkan nilai banyaknya air (mg H20) yang keluar dari daging,
kemudian dianalisis kembali untuk mendapatkan nilai daya ikat air nya. Daya ikat
air dihitung dengan menggunakan rumus (Tien R. Muchtadi dan Sugiyono, 1992):
𝐷𝐼𝐴 = 𝐾𝐴% − 𝑚𝑔𝐻2𝑂
300𝑥 100%
Proses pemasakan pada bakso menyebabkan perubahan daya ikat air karena
adanya solubilitas protein daging. Temperatur yang tinggi dapat mengakibatkan
tingginya denaturasi protein serta menurunkan daya ikat air (Soeparno, 2009)
2.8.2. Susut Masak
Susut masak adalah berat yang hilang selama pemasakan (Soeparno, 2009).
Susut masak dipengaruhi oleh pH, status kontraksi myofibril, ukuran sampel,
panjang sarkomer serabut otot, berat sampel panjang potongan serabut otot, dan
penampungan melintang daging (Lawrie, 2003).
22
Pada umumnya semakin tinggi temperatur atau semakin lama waktu
pemasakan maka semakin besar kadar cairan daging yang hilang. Susut masak
merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus
daging yaitu banyaknya air yang berikat di dalam dan diantara serabut otot. Jus
daging merupakan komponen dari tekstur yang ikut menentukan keempukan
daging. Susut masak bervariasi antara 1,5-54,5% dengan kisaran 15-40%. Daging
dengan susut masak yang lebih besar, akan kehilangan nutrisi selama pemasakan
lebih banyak (Soeparno, 2009).
2.8.3. Keempukan
Keempukan kemungkinan besar merupakan faktor penentu yang paling
penting pada daging dan produk daging. Keempukan bakso dipengaruhi oleh
komponen-komponen dalam daging seperti jaringan ikat, serabut-serabut otot, dan
lemak. Selain itu keempukan bakso juga dipengaruhi oleh daya ikat air. Semakin
tinggi daya ikat air pada bakso, maka semakin baik keempukan bakso yang
dihasilkan (Soeparno, 2009).
Keempukan bakso yang telah dimasak berhubungan erat dengan jaringan
ikat dan myofibril pada daging yang digunakan dalam membuat bakso itu sendiri.
Keempukan bakso juga dipengaruhi oleh tingkat penggunaan tepung sebagai bahan
pengisi. Semakin tinggi bahan pengisi yang digunakan pada bakso maka akan
menyebabkan meningkatnya tingkat kekerasan objektif bakso (Tati, 1998).
2.9. Uji Akseptabilitas
Uji akseptabilitas adalah suatu uji yang dilakukan dengan menggunakan
indera untuk mengadakan reaksi sensasi (pengindraan) terhadap rangsangan dari uji
luar yang berasal dari objek yang diuji. Untuk mengetahui penerimaan konsumen
23
perlu dilakukan uji hedonik yang meliputi warna, penampakan, aroma, tekstur, dan
rasa. Masing-masing kriteria memiliki skala hedonik yaitu amat sangat suka, sangat
suka, suka, netral, agak suka, dan tidak suka (Soekarto, 1985). Dalam
pengaplikasiannya skala hedonik tersebut ditransformasikan menjadi skala numerik
dengan angka yang semakin tinggi menurut tingkat kesukaan (Rahayu, 1997).
Uji akseptabilitas ini memerlukan panelis. Panelis merupakan sekelompok
orang yang bertugas menilai sifat atau kualitas suatu produk. Panelis
dikelompokkan kedalam enam kelompok yaitu panelis pencicipan perorangan,
panelis pencicipan terbatas, panelis terlatih, panelis tidak terlatih, panelis agak
terlatih, dan panelis konsumen. Selanjutnya dikemukakan bahwa panelis agak
terlatih adalah panelis yang mengetahui sifat-sifat sensoris dari contoh yang dinilai
karena telah mendapat penjelasan atau sekedar pelatihan. Uji akseptabilitas
biasanya dilakukan dengan menggunakan 15-25 orang panelis (Soekarto, 1985).