i12des_bab ii tinjauan pustaka.pdf

13
TINJAUAN PUSTAKA Buah Duwet (Syzygium cumini) Buah duwet merupakan buah dari suku jambu-jambuan (Myrtaceae). Buah ini memiliki nama ilmiah Syzygium cumini, yang juga memiliki sinonim dengan Syzygium jambolanum, Eugenia cumini, atau Eugenia jambolana (BPPT 2005). Klasifikasi ilmiah buah duwet adalah: Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Syzygium Spesies : Syzygium cumini Buah duwet dikenal dengan beberapa nama, di Indonesia, seperti Juwet, Jambu keling, Jamblang, dan Jambolan. Di India, duwet dikenal dengan Jambool dan di Amerika dikenal sebagai Java plum. Gambar 1 Buah duwet Buah duwet berbentuk lonjong sampai bulat telur, sering agak bengkok. Ukuran buah berkisar antara 1 hingga 5 cm, dengan kulit buah tipis, licin, dan mengkilap. Warna buah yang telah matang adalah merah tua sampai ungu kehitaman, kadang-kadang putih. Duwet sering tumbuh dalam gerombolan besar. Daging buah berwarna putih, kuning kelabu, sampai agak merah ungu

Upload: melinda-cahyawati

Post on 29-Sep-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • TINJAUAN PUSTAKA

    Buah Duwet (Syzygium cumini)

    Buah duwet merupakan buah dari suku jambu-jambuan (Myrtaceae).

    Buah ini memiliki nama ilmiah Syzygium cumini, yang juga memiliki sinonim

    dengan Syzygium jambolanum, Eugenia cumini, atau Eugenia jambolana (BPPT

    2005). Klasifikasi ilmiah buah duwet adalah:

    Kerajaan : Plantae

    Divisi : Magnoliophyta

    Kelas : Magnoliopsida

    Ordo : Myrtales

    Famili : Myrtaceae

    Genus : Syzygium

    Spesies : Syzygium cumini

    Buah duwet dikenal dengan beberapa nama, di Indonesia, seperti Juwet,

    Jambu keling, Jamblang, dan Jambolan. Di India, duwet dikenal dengan Jambool

    dan di Amerika dikenal sebagai Java plum.

    Gambar 1 Buah duwet

    Buah duwet berbentuk lonjong sampai bulat telur, sering agak bengkok.

    Ukuran buah berkisar antara 1 hingga 5 cm, dengan kulit buah tipis, licin, dan

    mengkilap. Warna buah yang telah matang adalah merah tua sampai ungu

    kehitaman, kadang-kadang putih. Duwet sering tumbuh dalam gerombolan

    besar. Daging buah berwarna putih, kuning kelabu, sampai agak merah ungu

  • 5

    dan hampir tak berbau. Buah duwet memiliki banyak sari buah dengan rasa

    sepat masam sampai masam manis. Bentuk biji lonjong dan dapat berukuran

    sampai 3,5 cm (BPPT 2005). Buah duwet berwarna hijau sebelum masak. Warna

    hijau kemudian berubah menjadi merah, hingga pada akhirnya menjadi ungu

    sampai hitam pada saat buah benar-benar masak.

    BPPT (2005) menggambarkan bahwa tanaman buah duwet biasa

    ditanam di pekarangan atau tumbuh liar, terutama di hutan jati. Duwet tumbuh di

    dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl. Pohon dengan tinggi 10-20 m ini,

    berbatang tebal, tumbuhnya bengkok, dan bercabang banyak. Daun tunggal,

    tebal, tangkai daun 1-3,5 cm. Helaian daun lebar bulat memanjang atau bulat

    telur terbalik, tepi rata, pertulangan menyirip, dan permukaan atasnya mengkilap.

    Panjang daun 7-16 cm dengan lebar 5-9 cm dan berwarna hijau. Bunga tumbuh

    di ketiak daun dan di ujung percabangan. Mahkota bunga berbentuk bulat telur

    dengan banyak benang sari, berwarna putih, dan berbau harum. Pohon duwet

    juga sering ditanam sebagai pohon peneduh di pekarangan dan perkebunan

    (misalnya untuk meneduhi tanaman kopi), atau sebagai penahan angin (wind

    break). Bunga-bunganya baik sebagai pakan lebah madu.

    Buah duwet biasa dimakan segar. Di India dan Filipina, seperti juga

    kebiasaan di beberapa daerah di Indonesia, buah duwet yang masak

    dicampurkan dengan sedikit garam dan kadang-kadang ditambah juga dengan

    gula pasir, kemudian dikocok di dalam wadah tertutup sehingga lunak dan

    berkurang rasa sepatnya. Selain dimakan segar, buah yang banyak

    mengandung vitamin A dan vitamin C ini, juga dapat dijadikan sari buah, jeli

    atau minuman beralkohol.

    Buah duwet mengandung berbagai zat gizi yang baik bagi tubuh. Zat-zat

    yang bermanfaat dari buah duwet tidak hanya berasal dari daging buah,

    melainkan juga berasal dari biji dan kulit buahnya. Salah satu manfaat buah

    duwet adalah untuk mengurangi kerapuhan pembuluh darah kapiler penyebab

    luka diabetes yang lama sembuhnya. Manfaat lain duwet adalah menjaga kadar

    kolesterol darah tetap normal (Anonim 2010), mengobati asma, diare, dan nyeri

    lambung (BPPT 2005).

    Buah duwet memiliki berbagai manfaat kesehatan karena aktivitas

    antioksidan yang tinggi. Sifat antioksidan buah berasal dari antosianin yang

    menyebabkan warna ungu pada buah ini. Penelitian yang dilakukan oleh Sari et.

    al. (2009) menunjukkan bahwa dalam 100 gram buah duwet segar mengandung

  • 6

    161 miligram antosianin (3430mg/100g kulit buah kering). Kandungan gizi dalam

    setiap 100 gram buah duwet, ditampilkan dalam Tabel 1.

    Tabel 1 Kandungan gizi 100 gram buah duwet masak

    Zat gizi Kandungan gizi

    Satuan Jumlah

    Energi Kkal 60,00

    Karbohidrat gram 15,56

    Protein gram 0,72

    Lemak gram 0,23

    Air gram 83,13

    Vitamin A IU 3,00

    Vitamin B3 mg 0,26

    Vitamin C mg 14,30

    Kalsium mg 19,00

    Zat besi mg 0,19

    Fosfor mg 17,00

    Magnesium mg 15,00

    Kalium mg 79,00

    Natrium mg 14,00

    Sumber: USDA Nutrient database (2010)

    Buah duwet, menurut BPPT (2005), selain mengandung zat gizi seperti

    yang digambarkan di Tabel 1, mengandung minyak atsiri, fenol

    (methylxanthoxylin), alkaloid (jambosine), asam organik, triterpenoid, resin yang

    berwarna merah tua mengandung asam elagat dan tannin.

    Kadar antosianin pada buah duwet dipengaruhi tingkat kematangan buah.

    Lestario et. al. (2003) meneliti kandungan antosianin pada buah duwet yang

    dibagi dalam tujuh tingkat kematangan, mulai buah berwarna hijau, hingga buah

    berwarna hitam. Kandungan antosianin pada beberapa tingkat kematangan,

    menurut penelitian Lestario et. al. (2003), ditampilkan pada Tabel 2.

    Tabel 2 Kadar antosianin buah duwet pada beberapa tingkat kematangan

    Tingkat kematangan Antosianin

    (mg/g buah kering beku)

    Hijau 1,680,03 Hijau-merah 3,050,10 Merah muda 4,320,08 Merah 5,960,07 Ungu cerah 7,850,12 Ungu gelap 12,160,08 Hitam 29,390,36

    Sumber: Lestario et. al. 2003

    Penelitian Lestario et. al. (2003) menunjukkan bahwa kadar antosianin

    pada buah duwet semakin tinggi sejalan dengan peningkatan kematangan buah.

    Hal ini ditunjukkan dengan perubahan warna buah duwet yang semakin ungu

  • 7

    sejalan dengan semakin masaknya buah duwet. Seperti halnya kadar antosianin

    yang semakin tinggi pada masing-masing tingkat kematangan buah duwet,

    aktivitas antioksidan buah duwet juga meningkat seiring dengan kematangan

    buah. Pada tingkat kematangan maksimal, aktivitas antioksidan buah duwet

    hampir sama dengan tingkat aktivitas antioksidan sintetis BHT. Pada penelitian

    Lestario et. al. (2003), peningkatan aktivitas antioksidan antosianin ditunjukkan

    dengan penurunan tingkat oksidasi asam linoleat yang menghasilkan peroksida.

    Tabel 3 menujukkan tingkat aktivitas antioksidan pada beberapa tingkat

    kematangan buah duwet.

    Tabel 3 Aktivitas antioksidan pada beberapa tingkat kematangan buah duwet

    Tingkat kematangan Aktivitas antioksidan

    (% pencegahan oksidasi asam linoleat)

    Hijau 29,680,59

    Merah 47,810,54

    Ungu 64,750,11

    BHT 79,450,57

    Sumber: Lestario et. al.2003

    Antioksidan

    Dalam menjalani aktivitas sehari-hari, tubuh manusia tidak dapat

    menghindari paparan radikal bebas atau oksidan yang membahayakan

    kesehatan. Radikal bebas merupakan atom atau molekul dengan satu atau lebih

    elektron yang tidak berpasangan. Komponen-komponen reaktif dan produknya

    ini terbentuk melalui berbagai proses fisiologis dan biokimia seperti respirasi

    mitokondria, aktifasi fagosit, maupun aktivitas oksidasi oleh enzim (Basu et.

    al.1999).

    Radikal bebas derivat oksigen dan prooksidan lain memiliki peranan

    penting dalam pembentukan komponen esensial dan aktivasi biologis dari

    komponen-komponen penting. Namun, di saat bersamaan, radikal bebas bersifat

    toksik dan dapat menyebabkan kerusakan sel melalui oksidasi lipid, protein dan

    DNA. Selain itu, fungsi sel imun juga dapat terganggu dengan adanya aktivitas

    radikal bebas. Salah satu zat yang memperkecil bahaya dari radikal bebas

    adalah antioksidan. Antioksidan mengganggu produksi radikal bebas atau

    membantu inaktivasi radikal bebas saat terbentuk (Basu et. al. 1999).

    Antioksidan dipercaya mampu menangkal oksidasi dari radikal bebas

    yang dapat merusak komponen sel (Webb 2007) dan menyebabkan penyakit-

    penyakit degeneratif (MacDougall et. al. 2002), seperti penyakit jantung koroner,

    kanker, diabetes, katarak, dan arthritis. Barus (2007) juga menyebutkan peran

  • 8

    positif lain dari antioksidan untuk membantu sistem pertahanan tubuh bila ada

    unsur pencetus penyakit memasuki dan menyerang tubuh.

    Berbagai jenis protein dan enzim yang disintesis dalam tubuh dapat

    memiliki fungsi antioksidan (Basu et. al. 1999). Begitu pula dengan beberapa

    jenis vitamin dan mineral, seperti vitamin C, vitamin E, dan selenium, memiliki

    fungsi antioksidan atau merupakan bagian yang penting dari sebuah sistem

    antioksidan. Beberapa antioksidan lain tidak dinyatakan sebagai zat gizi esensial.

    Namun, sekarang disadari bahwa zat-zat gizi yang awalnya bukan merupakan

    zat gizi esensial namun memiliki aktivitas antioksidan dapat berperan dalam

    menjaga kesehatan yang optimal dengan menurunkan tingkat oksidasi dari

    radikal bebas. Beberapa antioksidan potensial pada makanan tidak dinyatakan

    sebagai zat gizi esensial. Senyawa tersebut antara lain karotenoid, flavonoid,

    fenol, dan polifenol (Webb 2007).

    Senyawa-senyawa yang memberikan sifat antioksidan dapat digunakan

    secara terpisah. Namun, sering kali senyawa-senyawa ini digunakan secara

    bersamaan untuk memberikan perlindungan yang optimal (MacDougall et. al.

    2002). Namun demikian, belum ada batasan yang pasti asupan harian senyawa

    antioksidan untuk mencegah timbulnya penyakit (Basu et. al. 1999).

    Senyawa Fenol

    Senyawa fenol banyak ditemukan pada tanaman. Senyawa ini memiliki

    cincin aromatis dengan satu atau dua buah gugus hidroksil (Basu et. al. 1999).

    Pada tumbuhan, senyawa fenol berperan sebagai pertahanan terhadap

    serangga. Sintesis senyawa fenol pada tumbuhan berhubungan dengan

    serangan serangga, paparan sinar ultraviolet, dan pertumbuhan mikroorganisme.

    Hal ini menunjukkan bahwa senyawa fenol memiliki peran dalam mencegah

    serangan serangga, oksidasi oleh cahaya, dan infeksi bakteri maupun jamur

    (Asami et. al. 2003).

    Salah satu kelompok senyawa fenol yang paling banyak ditemui adalah

    flavonoid. Flavonoid berperan dalam memberikan rasa dan warna pada berbagai

    buah dan sayuran. Di dalam tubuh, flavonoid dan senyawa fenol lainnya memiliki

    berbagai manfaat biologis, termasuk antioksidan, antiinflamasi, menghambat

    pertumbuhan mikroba, dan mencegah timbulnya tumor (Prior 2003). Senyawa

    flavonoid dan asam fenolat, secara in vitro, terbukti berpotensi sebagai

    antioksidan. Akan tetapi, terdapat kemungkinan sifat pro-oksidan pada senyawa

    ini apabila berinteraksi dengan ion logam pada kondisi tertentu.

  • 9

    Senyawa flavonoid yang sering dijumpai meliputi katekin (sering dijumpai

    dalam teh) dan anthosianidin yang sebagian besar merupakan pigmen warna

    pada sayuran dan buah. Asupan harian flavonoid diperkirakan antara 20 mg

    hingga 1 g (Basu et. al. 1999). Beberapa senyawa flavonoid dan asam fenolat

    serta sumbernya antara lain: katekin (teh dan minuman anggur), flavonon (buah-

    buahan sitrus), flavonol (bawang merah, buah zaitun, teh, minuman anggur, dan

    apel), antosianidin (buah-buahan berwarna), dan asam kafeat (tomat, plum, ceri).

    Salah satu komponen flavonoid yang paling umum terdapat pada tumbuh-

    tumbuhan adalah antosianin, yang merupakan derivat dari antosianidin.

    Antosianin

    Antosianin merupakan komponen flavonoid yang paling umum terdapat

    pada tumbuhan. Antosianin memiliki lima subkelas, yaitu peralgonidin, cyanidin,

    peonidin, malvidin, dan delphinidin (Rein 2005). Antosianin merupakan pigmen

    larut air yang menyebabkan warna merah, ungu, dan biru pada tanaman. Warna

    yang berbeda ini dipengaruhi oleh pH dan interaksi antosianin dengan kelas

    flavonoid lain yang tidak berwarna dalam tumbuhan (dikenal dengan co-

    pigmentation). Antosianin merupakan derivat dari anthosianidin yang tidak

    beraroma dan hampir tidak berasa. Antosianin terdiri dari dua struktur dasar

    aglikon, satu atau lebih gugusan gula, dan terkadang juga memiliki gugusan asil

    (MacDougall et. al. 2002). Bagian gula pada antosianin, biasanya berupa

    glukosa, rhamnosa, xylosa, galaktosa, arabinosa, dan fruktosa (Ozela,

    Stringheta, and Chauca 2007). Struktur kimia dasar pada lima sub kelas

    antosianin ditampilkan pada Gambar 2.

    Gambar 2 Struktur kimia dasar antosianin

  • 10

    Pada tanaman bunga, warna merah cerah dan ungu merupakan cara

    menarik serangga yang membantu penyerbukan. Pada tanaman buah, kulit buah

    yang berwarna juga menarik perhatian serangga yang mungkin memakan buah

    dan menyebarkan bijinya. Pada jaringan fotosintesis, antosianin berperan

    sebagai tabir surya yang melindungi sel dari kerusakan dengan menyerap

    cahaya ultraviolet. Antosianin terdapat pada daun muda yang berwarna merah,

    pada daun saat musim panas, dan daun-daun hijau yang berubah merah pada

    saat musim dingin. Prior (2003) menyebutkan bahwa antosianin memiliki manfaat

    antioksidan dengan berperan sebagai donor elektron atau transfer atom hidrogen

    pada radikal bebas.

    Antosianin merupakan kelas flavonoid yang paling umum pada tanaman.

    Sumber antosianin yang biasa digunakan dalam industri biasanya adalah

    anggur, elderberry dan blackcurrant. Kadar antosianin dalam buah dapat berkisar

    antara 0,25 mg hingga 500 mg per 100 gram buah segar (Prior 2003).

    MacDougall et. al. (2002) menyebutkan beberapa sumber lain yang belakangan

    digunakan, seperti kol merah dan wortel hitam. Dua komoditas ini, menurut

    MacDougall et. al. (2002), memiliki antosianin yang lebih stabil terhadap pH dan

    cahaya dibandingkan dengan sumber-sumber antosianin yang terlebih dahulu

    digunakan. Kandungan antosianin pada beberapa jenis buah dan sayur

    ditampilkan pada Tabel 4.

    Tabel 4 Kandungan antosianin pada beberapa jenis buah dan sayur

    Bahan Pangan Antosianin (mg/100g)

    Marion Blackberry 317 [1]

    Strawberry 97

    [2]

    Raspberry 365 [2]

    Blueberry 365

    [2]

    Cherry 177 [2]

    Duwet 161

    [3]

    Anggur merah 88 [4]

    Kol ungu 355

    [5]

    Sumber: [1]

    Siriwoharn et. al (2004); [2]

    Hosseinian dan Beta (2007); [3]

    Sari et. al. (2009); [4]

    Munos-Espada et. al. (2004); [5]

    Kim & Wampler (2009)

    Antosianin, seperti halnya pigmen alami lainnya, memiliki stabilitas yang

    rendah. Degradasi dapat terjadi selama ekstraksi, pemurnian, pengolahan, dan

    penyimpanan pigmen. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin

    antara lain struktur kimia pigmen, keasaman (pH), suhu, dan jenis pelarut. Hasil

    penelitian yang dilakukan oleh Laleh et. al. (2006) menunjukkan bahwa

    peningkatan pH, suhu, dan paparan cahaya dapat merusak molekul antosianin.

    Salah satu karakteristik utama antosianin adalah perubahan warna yang

  • 11

    merespon adanya perubahan pH lingkungan. Warna dan stabilitas antosianin

    pada larutan sangat tergantung pada pH. Antosianin paling stabil pada pH

    rendah dan perlahan kehilangan warnanya seiring dengan peningkatan pH dan

    menjadi hampir tak berwarna pada pH 4,0 sampai 5,0. Menurut Rein (2005),

    antosianin lebih stabil pada larutan asam daripada pada larutan netral atau alkali.

    Namun kehilangan warna dapat bersifat reversibel. Corak warna merah akan

    kembali dengan adanya peningkatan derajat keasaman (Ozela, Stringheta, and

    Chauca 2007).

    Stabilitas antosianin juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Proses

    pemanasan merupakan faktor yang dapat menyebabkan kerusakan antosianin.

    Rahmawati (2011) mengemukakan bahwa proses pemanasan terbaik untuk

    mencegah kerusakan antosianin adalah pemanasan pada suhu tinggi dalam

    jangka waktu pendek (High Temperature Short Time). Paparan cahaya juga

    dapat memperbesar degradasi pada molekul antosianin. Penyebab utama

    kehilangan pigmen warna berhubungan dengan hidrolisis antosianin (Ozela,

    Stringheta, and Chauca 2007). Dalam penelitiannya, Ozela, Stringheta, and

    Chauca (2007) menemukan bahwa pH juga memiliki pengaruh yang sangat

    besar pada stabilitas antosianin baik pada keadaan ada atau tidak adanya

    cahaya. Keberadaan oksigen dan interaksi dengan komponen lain seperti gula

    dan asam askorbat juga mempengaruhi stabilitas antosianin.

    Antosianin memiliki manfaat kesehatan bagi tubuh dan digunakan

    sebagai komponen aktif dari beberapa produk kesehatan (MacDougall et. al.

    2002). Manfaat tersebut, menurut Ozela, Stringheta, and Chauca (2007),

    termasuk perlindungan terhadap kerusakan hati, penurunan tekanan darah,

    peningkatan kemampuan penglihatan, zat anti peradangan dan antiseptik,

    menghambat mutasi akibat mutagen yang berasal dari makanan yang dimasak,

    dan menekan poliferasi sel kanker. Berbagai aktivitas fisiologis antosianin dapat

    memberikan dampak yang signifikan dalam mencegah kanker, diabetes, serta

    penyakit kardiovaskular dan syaraf. MacDougall et. al. (2002) juga menyebutkan

    antosianin memiliki manfaat anti alergi dan antitrombotic.

    Vitamin C

    Vitamin C (asam askorbat) merupakan salah satu vitamin larut air.

    Vitamin C mempunyai efek multifungsi, tergantung pada kondisinya. Vitamin C

    dapat berfungsi sebagai antioksidan, proantioksidan, pengikat logam, pereduksi

    dan penangkap oksigen. Fungsi lain vitamin C yang penting adalah mendukung

  • 12

    penyerapan dan metabolisme zat besi (Bender 2003). Dalam bentuk larutan

    yang mengandung logam, vitamin C bersifat sebagai proantioksidan dengan

    mereduksi logam yang menjadi katalis aktif untuk oksidasi dalam tingkat keadaan

    rendah. Bila tidak ada logam, vitamin C sangat efektif sebagai antioksidan pada

    konsentrasi tinggi (Barus 2009). Vitamin C merupakan antioksidan kuat dalam

    oksidasi LDL (Noroozi et. al. 1998) dan memegang peranan penting dalam

    menurunkan oksidasi fosfolipid akibat radikal bebas. Pencegahan penyakit

    jantung dengan konsumsi buah dan sayuran juga berkaitan dengan kandungan

    vitamin C pada keduanya. Kandungan vitamin C setiap 100 g buah duwet adalah

    14,3 mg (USDA 2010). Konsumsi 100 g buah duwet setiap hari mampu

    memenuhi 16% kebutuhan vitamin C pria dewasa, 19% kebutuhan vitamin C

    wanita dewasa, dan 35% kebutuhan vitamin C pada anak-anak.

    Vitamin C tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia. Namun demikian,

    tubuh sangat memerlukan vitamin C untuk membangun dan menjaga jaringan

    yang kuat. Kebutuhan ini terutama untuk jaringan seperti jaringan tulang, sendi,

    gigi, dentin, tendon, dan dinding kapiler. Sebagian besar protein yang terdapat

    pada jaringan fibrosa adalah kolagen. Untuk membentuk kolagen, asam amino

    prolin harus mengalami reaksi hidroksilasi menjadi hidroksiprolin. Reaksi ini

    membutuhkan asam askorbat. Jika kebutuhan asam askorbat terpenuhi dengan

    baik, kolagen dan jaringan yang terbentuk dari kolagen akan berkembang

    dengan cepat (Nix 2005).

    Kebutuhan tubuh seseorang terhadap vitamin C bervariasi dipengaruhi

    beberapa hal, termasuk usia dan jenis kelamin. Faktor fisiologis seperti

    kehamilan dan menyusui juga menambah kebutuhan vitamin C seseorang.

    Berikut ini ditampilkan tabel yang memuat kecukupan vitamin C pada beberapa

    kelompok usia pada keadaan normal.

    Tabel 5 Angka kecukupan Vitamin C

    Jenis Kelamin Usia Angka Kecukupan

    Vitamin C (mg)

    Anak

    0-6 bl 40

    7-12 bl 50

    1-3 th 40

    4-9 th 45

    Laki-laki

    10-12 th 50

    13-15 th 75

    >16 th 90

    Perempuan

    10-12 th 50

    13-15 th 65

    >16 th 75

    Sumber: WKNPG 2004

  • 13

    Seperti vitamin larut air lainnya, kelebihan konsumsi vitamin C akan

    dibuang dari tubuh melalui urin. Namun demikian, konsumsi vitamin C dalam

    sangat banyak juga tidak disarankan. Batas paling tinggi konsumsi vitamin C

    adalah 2000 mg per hari (Nix 2005). Konsumsi yang melebihi batas paling tinggi

    menyulitkan kerja ginjal untuk mengeluarkannya bersama urin.

    Kekurangan vitamin C dalam darah dapat menyebabkan beberapa

    penyakit seperti: asma, kanker, diabetes, dan penyakit hati. Selain itu vitamin C

    dapat memperkecil terbentuknya penyakit katarak dan penyakit mata (Barus

    2009). Nix (2005) juga menyebutkan bahwa kekurangan vitamin C dapat

    menyebabkan pendarahan pada jaringan, tulang, dan sendi. Tulang menjadi

    mudah retak dan penyembuhan luka pun lebih lama.

    Minuman Sari Buah Duwet

    Sari buah adalah cairan yang dihasilkan dari pemerasan atau

    penghancuran buah segar yang telah masak. Pada prinsipnya dikenal 2 (dua)

    macam sari buah, yaitu:

    1. Sari buah encer (dapat langsung diminum), yaitu cairan buah yang

    diperoleh dari pemerasan daging buah, dilanjutkan dengan

    penambahan air dan gula pasir.

    2. Sari buah pekat yaitu cairan yang dihasilkan dari pemerasan daging

    buah dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara

    pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan

    dengan hampa udara, dan lain-lain. Sirup ini tidak dapat langsung

    diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air (1 bagian sirup

    dengan 5 bagian air) (Esti 2000).

    Minuman sari buah duwet dibuat tanpa proses pemekatan. Oleh karena itu,

    minuman sari buah duwet tergolong ke dalam sari buah encer.

    Bahan Penyusun Minuman Sari Buah Duwet

    Minuman sari buah duwet dibuat dengan bahan utama buah duwet

    masak berwarna ungu gelap. Selain buah duwet masak sebagai bahan utama,

    bahan lain yang digunakan adalah sukrosa, garam, asam sitrat, dan natrium

    benzoat.

    Sukrosa. Sukrosa atau sakarosa disebut juga sebagai gula tebu. Dalam

    bahan pangan, sukrosa diperoleh dari gula pasir dan gula merah. Secara

    komersial, gula pasir dibuat melalui proses penyulingan dan kristalisasi

    sedangkan gula merah dibuat melalui proses penyulingan yang tidak sempurna.

  • 14

    Pada pembuatan sirup, sebagian sukrosa akan terpecah menjadi glukosa dan

    fruktosa (Almatsier 2001). Pembuatan minuman sari buah duwet menggunakan

    sukrosa yang berasal dari gula pasir. Selain sebagai pemanis, sukrosa

    digunakan karena memiliki fungsi pengawet karena menghambat pertumbuhan

    bakteri dengan pemakaian minimal 3 persen (Esti 2000).

    Garam. Garam dapur (NaCl) dalam keadaan murni tidak berwarna, tetapi

    kadang berwarna kuning kecoklatan yang berasal dari kotoran di dalamnya.

    Garam dapur dapat diperoleh dari air laut. Kandungan garam dapur dalam air

    laut sekitar 3 persen (Esti 2000).

    Asam sitrat. Asam sitrat (C6H8O7) merupakan asam organik lemah yang

    dapat ditemukan pada daun dan buah tumbuh-tumbuhan bergenus Citrus. Asam

    sitrat berbentuk kristal atau serbuk putih, mudah larut dalam air, spirtus, dan

    etanol. Asam sitrat tidak berbau dan memiliki rasa asam. Jika dipanaskan, asam

    sitrat meleleh kemudian terurai dan selanjutnya terbakar hingga menjadi arang.

    Asam sitrat memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan

    bakteri, kapang dan jamur. Dalam jumlah molar yang sama, asam sitrat memiliki

    kemampuan yang lebih tinggi dalam menghambat pertumbuhan bakteri, kapang,

    dan jamur dibandingkan dengan asam laktat dan asam asetat. Asam sitrat dapat

    digunakan pada produk susu, buah kering, jeli buah, minuman buah, dan selai.

    Asam sitrat dapat juga digunakan sebagai pengontrol pH pada jus buah kaleng

    dan flavor agent pada tuna kalengan. Asam sitrat ditemukan pada jaringan dalam

    siklus Kreb. WHO/FAO tidak memberikan batasan asupan harian untuk asam

    sitrat pada manusia (Fennema et. al. 2002).

    Natrium Benzoat. Natrium benzoat merupakan bentuk asam benzoat

    yang umum dipasarkan. Rumus kimia natrium benzoat adalah NaC6H5CO2.

    Natrium benzoat terbentuk dari proses netralisasi asam benzoat oleh natrium

    hidroksida. Bentuk fisik natrium benzoat berbentuk serbuk atau kristal putih,

    halus, sedikit berbau, rasa payau, dan pada pemanasan yang tinggi (300oC)

    akan meleleh lalu terbakar (Esti 2000). Natrium benzoat digunakan sebagai

    bahan pengawet. FDA membatasi penggunaan bahan ini sebesar 0,1% berat

    bahan makanan. Pada sari buah, penggunaan maksimal natrium benzoat adalah

    1000 mg/L (Winarno 1992).

    Mekanisme pengawetan oleh natrium benzoat yang diutarakan oleh

    Krebs et. al. (1983) adalah dengan absorbsi asam benzoat ke dalam sel. Jika pH

  • 15

    intraseluler berubah menjadi lebih rendah dari lima, proses fermentasi aerob

    pada glukosa akan menurun hingga 95%.

    Pembuatan minuman sari buah duwet

    Buah duwet yang digunakan pada pembuatan minuman sari buah ini

    merupakan buah duwet matang dengan warna ungu gelap. Buah duwet

    dipisahkan antara daging dan biji buahnya. Daging buah duwet kemudian

    dihancurkan menghasilkan bubur buah duwet. Bubur buah dicampurkan dengan

    9 bagian air. Sebelum ditambahkan pada bubur buah, terlebih dahulu air

    dicampur dengan asam sitrat sebanyak 3 persen berat campuran air dan bubur

    buah. Campuran air dan bubur buah kemudian ditambahkan gula pasir, garam,

    dan natrium benzoat.

    Hasil dari proses di atas menghasilkan minuman sari buah duwet. Sari

    buah duwet dipasteurisasi pada suhu 72oC selama 15 detik. Tahap terakhir,

    minuman sari buah dikemas dalam gelas plastik dan segel plastik.

    Pasteurisasi

    Penanganan produk akhir mempengaruhi masa simpan produk. Salah

    satu upaya yang dilakukan untuk memperpanjang masa simpan adalah

    pasteurisasi. Pasteurisasi merupakan proses pemanasan yang digunakan untuk

    memperpanjang umur simpan produk pangan dengan cara mengurangi jumlah

    mikroorganisme dalam produk tanpa mempengaruhi sifat-sifat fisiko kimiawi dan

    organoleptiknya. Karena proses ini tidak merusak seluruh mikroorganisme,

    pengaruhnya bersifat sementara. Produk yang dipasteurisasi harus disimpan

    dalam suhu dingin dan hanya untuk waktu yang pendek (Makfoeld et. al. 2006).

    Teknik pasteurisasi, menurut Makfoeld (2006) dapat dilakukan dengan

    kombinasi suhu dan waktu yang berbeda, yaitu.

    1. Proses suhu tinggi waktu pendek (high temperature short time, HTST).

    Pada proses ini, produk dipanaskan pada suhu 72-80oC dalam waktu 15

    detik.

    2. Pasteurisasi suhu rendah yang dilakukan pada suhu 62oC dalam waktu

    30 menit.

    Pembuatan minuman sari buah duwet menggunakan teknik pasteurisasi

    HTST, dilakukan selama 15 detik pada suhu 72-80oC. Sesuai hal yang

    dikemukakan Rahmawati (2011) bahwa proses pemanasan terbaik untuk

    mencegah kerusakan antosianin adalah pemanasan pada suhu tinggi dalam

    jangka waktu pendek (High Temperature Short Time).

  • 16

    Uji Organoleptik

    Uji inderawi telah berkembang sejak manusia memberikan penilaian

    terhadap makanan, air, dan berbagai produk lain yang dapat digunakan atau

    dikonsumsi. Perkembangan di dunia pemasaran mencetuskan uji inderawi yang

    lebih bersifat formal. Seorang pembeli, dengan harapan sebagian kecil produk

    mewakili seluruhnya, akan menguji sampel produk sebelum membelinya. Penjual

    pun mulai memberikan harga produknya berdasarkan penilaian terhadap kualitas

    produknya (Meilgaard, Civille, dan Carr 1999).

    Literatur yang berkembang menggunakan istilah Uji Organoleptik untuk

    menjelaskan penilaian objektif terhadap atribut inderawi. Walaupun pada

    kenyataannya penilaian yang dilakukan seringkali subjektif. Atribut inderawi yang

    dimaksud meliputi penampilan, aroma, konsistensi atau tekstur, dan rasa. Atribut

    inderawi lain yang dapat disertakan adalah suara (noise) untuk mengukur

    kerenyahan makanan (Meilgaard, Civille, dan Carr 1999).

    Mutu produk pangan dapat sangat ditentukan oleh penilaian inderawi dari

    konsumen. Uji organoleptik menggunakan indera manusia sebagai alat utama

    untuk mengukur daya terima suatu produk. Uji ini dapat memberikan indikasi

    kebusukan dan penurunan mutu dari produk (Nurhayati 2010).