hubungan antara adversity quotient dengan produktivitas...
TRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
Maraknya perkembangan industri barang dan jasa juga terjadi di Indonesia
pada beberapa dekade terakhir ini. Oleh sebab itu dalam menghadapi
perekonomian global ini juga diikuti oleh pertumbuhan industri otomotif di
Indonesia. Semakin berkembang industri otomotif, maka semakin tinggi pula
tingkat persaingannya. Toyota merupakan salah satu usaha industry otomotif yang
menawarkan berbagai pemenuhan kebutuhan masyarakat kendaraan yang inovatif
dengan mengedepankan profesionalisme dalam pelayanan kepada masyarakat
sebagai konsumen, juga harus mengedepankan kepercayaan konsumen (Metro
TV). Selanjutnya, perusahaan Toyota Nasmoco merupakan salah satu bisnis
dalam pemenuhan jasa dan produk yang berada di Salatiga yang wilayah
pemasarannya mencakup wilayah Salatiga dan sekitarnya. Luasnya cakupan
wilayah pemasaran ini mengakibatkan iklim persaingan pada penjualan produk
otomotif dengan merek dagang Toyota memiliki tingkat persaingan yang ketat. Di
tengah-tengah persaingan yang begitu tajam akibat banyaknya merek pendatang
baru, mobil merek Toyota yang sudah lama berada di Indonesia dengan segala
keunggulannya tetap mendominasi pasar perdagangan. Namun berdasarkan data
yang didapat dari hasil wawancara (2011) beberapa karyawan Toyota Nasmoco
Salatiga, didapat penjelasan bahwa para karyawan merasakan adanya penurunan
dalam penjualan produknya. Karyawan merasakan adanya permasalahan dalam
penjualan produknya. Selanjutnya sebagai pelaku pasar, maka NASMOCO
Toyota Salatiga perlu memiliki sistem pemasaran yang dikelola dengan baik,
sehingga dapat menentukan suatu kebijakan yang berkaitan dengan pasar itu
2
sendiri, dan dalam usaha pemasaran antar pasar dalam menarik calon konsumen
maupun konsumen yang telah menjadi pelanggan perusahaan mampu
menciptakan minat beli individu yang bersangkutan. Hal-hal tersebut secara jelas
dicakup oleh ruang lingkup pemasaran yang di antaranya adalah: promosi,
distribusi, penetapan harga, penjualan dan pembelian yang bertujuan menawarkan
barang ataupun jasa yang baik kepada para pelanggannya.
Agar dapat mencapai tujuan pemasaran tersebut, maka perusahaan
menggunakan serta menerapkan berbagai strategi pemasaran yang mencakup
logika pemasaran, dan mengkoordinasi unit usaha secara maksimal agar dapat
mencapai sasaran pemasarannya. Berdasarkan data yang didapat dari hasil
wawancara (2011) diketahui bahwa bentuk nyata tindakan pihak NASMOCO
Salatiga sebagai penyedia barang dan jasa adalah mengatur strategi pemasaran
yang melibatkan elemen tenaga pemasaran dengan segala perencanaan,
pengorganisasian dan pengevaluasian hasil kerja para karyawan marketing. Hal
tersebut terus dilakukan secara berkesinambungan, dengan pertimbangan bahwa
individu merupakan salah satu aset yang berharga dan memegang peranan penting
untuk mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan. Oleh karena itu peningkatan
produktivitas perusahaan harus dimulai dari tingkat individu. Menurut Nasution
(2001), setiap individu yang produktif memiliki karakteristik seperti: selalu
konsisten dalam mencari gagasan dan cara penyeleseian tugas yang lebih baik,
menggunakan waktu secara efektif dan efisien, tidak banyak absen dalam
pekerjaannya, memenuhi standart kerja yang telah ditetapkan serta memiliki
hubungan yang baik antar pribadi pada semua tingkatan dalam organisasi.
3
Selanjutnya, produktivitas sangat penting untuk diteliti karena organisasi
yang memiliki produktivitas kerja tinggi akan mampu meningkatkan
kemapanannya, mampu memberikan kepuasan pada karyawannya dan mampu
bersaing dengan kompetitornya. Dengan tingginya tingkat produktivitas, maka
akan tinggi pula tingkat penjualan.Namun, bila tingkat produktivitas rendah maka
perusahaan tersebut tidak akan maksimal dalam mengelola perusahaan tersebut.
Hal tersebut senada dengan pernyataan (Purwati, 2004) dalam Tobing (2007)
bahwa produktivitas dalam perusahaan sangat penting ditingkatkan untuk
mendukung pencapaian tujuan bisnis, yaitu menghasilkan profitabilitas dan
produktivitas yang tinggi.
Agar dapat memiliki produktivitas yang maksimal, maka tenaga marketing
harus dapat bersaing dengan sesama marketing. Tetapi dari hasil wawancara
(2011), seringkali tenaga marketing di NASMOCO Toyota Salatiga saling
membantu dalam mencapai target penjualan yang telah ditentukan. Kemampuan
individu dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah sering disebut dengan
Adversity Quotient. Pernyataan tersebut didukung oleh Stoltz (2000) sebagai
berikut faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah respon seseorang
dalam menghadapi kesulitan atau yang lasim disebut Adversity Quotient
(AQ).Adversity Quotient (AQ) adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang
untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk mengatasinya
(Stoltz,2000).
NASMOCO adalah perusahaan yang menjual produk otomotif Jepang
dengan merk Toyota yang mengadapi berbagai kompetitor yang sangat ketat
4
dengan merk-merk mobil yang beredar di Indonesia dan secara khusus di wilayah
kota Salatiga. Oleh sebab itu, marketing menjadi bagian terpenting dalam
perusahaan yang secara berkesinambungan berupaya mencapai hasil produktivitas
penjualan yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk
meneliti dengan judul yang sama yaitu hubungan antara Adversity Quotient
dengan produktivitas kerja karyawan Toyota Nasmoco.
Selanjutnya,melalui penelitian ini dapat diketahui ada/ tidak adanya
hubungan yang positif dan signifikan antara AdversityQuotient dengan
produktivitas kerja. Sementara mengacu pada hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan bagi perusahaan bahwa AdversityQuotient sebagai salah
satu penunjang keberhasilan untuk mencapai tujuan perusahaan serta dapat
meningkatkan produktivitas kerja karyawan bagi kemajuan perusahaan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diajukan rumusan
masalah sebagai berikut :
Apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara AdversityQuotient
dengan produktivitas kerja marketing Nasmoco Toyota?
Tinjauan Pustaka
Produktivitas Kerja
Produktivitas dalam bahasa inggris, berasal dari kata Product : Result,
kemudian berkembang menjadi kata Productive yang berarti menghasilkan, dan
5
kata Productivity : having the ability or creative, yaitu memiliki kemampuan atau
kreatif.(Cowie, 1994).Selanjutnya Sinungan (2008) mendefinisikan produktivitas
sebagai ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dan
masukan output : input (masukan sering dibatasi dengan masukan tenaga kerja,
sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik, bentuk dan nilai.
Menurut Gasperz (2000) produktivitas dibagi menjadi tiga bagian yaitu
efisiensi, efektivitas, dan kualitas. Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam
membandingkan penggunaan masukan (input) yang direncanakan dengan
penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana. Efektifitas merupakan suatu
ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai baik
secara kuantitas maupun waktu, makin besar presentase target tercapai, makin
tinggi tingkat efektifitasnya. Kualitas adalah ukuran yang menyatakan seberapa
jauh pemenuhan persyaratan, spesifikasi, dan harapan konsumen.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
produktivitas kerja yaitu suatu upaya pekerja dalam menghasilkan barang dan jasa
secara efektif dan efisien agar dapat mencapai sasaran atau tujuan yang diinginkan
secara tepat dengan tetap mengutamakan kualitas hasil kerja.
Aspek-aspek Produktivitas Kerja.
Menurut Sinungan (2008), aspek produktivitas adalah:
a. Jenis pekerjaan atau posisi jabatan menunjukan peran karyawan dalam hasil
produksi. Hasil produksi ialah hasil penjualan yang dicapai berdasarkan
posisi jabatan atau jenis pekerjaan.
6
b. Jangka waktu menunjukan jumlah penjualan yang dicapai berdasarkan satuan
waktu tertentu.
Menurut Sinungan (2008) yaitu; jenis pekerjaan atau posisi jabatan yang
menunjukan peran karyawan dalam hasil produksi, dan jangka waktu
menunjukan jumlah penjualan yang dicapai berdasarkan satuan waktu tertentu.
Adapun alasan penulis menggunakan aspek menurut Sinungan (2008), adalah
pihak perusahaan menggunakan aspek-aspek produktivitas yang mencakup
periode lama kerja, jabatan serta unit penjualan untuk mengukur produktivitas
karyawan.
Faktor faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Menurut Ravianto (1986) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
produktivitas kerja yaitu, pendidikan dan latihan, gizi dan kesehatan, penghasilan
dan jaminan sosial, keterampilan kerja, dan menajemen. Seligman (dalam Stoltz,
2000) membuktikan bahwa orang yang tidak merespon kesulitan dengan baik
(Adversity Quotient rendah) akan menjual lebih sedikit, kurang berproduksi, dan
kinerjaya lebih buruk daripada mereka yang merespon kesulitan dengan baik
(Adversity Quotient tinggi). Stoltz (2000), mengatakan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi produktivitas adalah respon seseorang dalam menghadapi
kesulitan (AQ). Berdasarkan penjelasan di atas maka jelas adanya bahwa
produktivitas kerja dipengaruhi olehAdversity Quotientatau yang lebih dikenal
dengan cara seorang individu merespon terhadap kesulitan yang dihadapinya
(baik secara positif atau negative).Sebagai contoh; respon positif adalah
7
terpacunya seseorang untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi saat mengerjakan
soal ujian.Sementara respon negatif yaitu keadaan orang yang menjadi apatis
terhadap situasi yang dihadapinya, sehingga individu yang bersangkutan tidak
memberikan tindakan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya.
Adversity Quotient
Adversity dalam kamus bahasa inggris berarti kesengsaraan atau
kemalangan. Menurut Rifameutia dalam Hawadi (2002) istilah adversity dalam
kajian psikologi didefinisikan sebagai tantangan dalam kehidupan. Sedangkan
dalam kamus bahasa inggris quotient diartikan sebagai kemampuan atau
kecerdasan.
Menurut Stoltz (2000) kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupan
terutama ditentukan oleh tingkat adversity quotient. Adversity Quotient
merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola, menghadapi dan bertahan
menghadapi tantangan yang dialami, serta kemampuan dalam menghadapi
perubahan-perubahan yang merintangi dan menjadikan hambatan sebagai suatu
proses dalam upaya mengembangkan diri dan potensi yang dimiliki untuk
mencapai suatu tujuan yang telah direncanakan. Berdasarkan beberapa definisi
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Adversity Quotient adalah respon
seorang individu dalam menghadapi masalah untuk diberdayakan menjadi
peluang, dimana individu dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan dan
mengatasinya.
8
Aspek Adversity Quotient
Adversity Quotient (AQ) memiliki empat dimensi (aspek) CO2RE (Stoltz,
2000). Aspek ini akan menentukan AQ keseluruhan individu.
a. Control = Kendali (C)
Control yang disingkat dengan “C” berarti kendali, atau berapa banyak
kendali yang dirasakan terhadap sebuah peristiwa yang menghadirkan
kesulitan.
b. Origin dan Ownership = Asal Usul dan Pengakuan (O2)
Origin atau asal usul, mempertanyakan apa yang menjadi asal usul dari
sebuah kesulitan. Orang yang memiliki Adversity Quotient rendah cenderung
akan memiliki rasa bersalah yang berlebihan atau tidak semestinya atas
peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi dalam kehidupannya.
c. Reach = Jangkauan (R)
Reach atau jangkauan merupakan dimensi untuk mengetahui sejauh mana
kesulitan akan menjangkau hal-hal yang lain dalam kehidupan individu.
Individu yang memiliki respon reach yang rendah dalam menghadapi segala
sesuatu hanya akan membuat kesulitan bagi dirinya, dan pada gilirannya
nanti akan mempengaruhi wilayah-wilayah yang lain dalam kehidupannya,
sehingga akan menghambat kinerjanya serta menimbulkan penilaian diri yang
negatif.
d. Endurance = Daya Tahan (E)
Enduranceatau daya tahan, merupakan dimensi pemuncak dalam komposisi
Adversity Quotient. Dimensi ini mempertanyakan tentang berapa lama
9
kesulitan akan berlangsung dan berapa lama penyebab kesulitan itu akan
berlangsung.
Hubungan antara Adversity quotient dengan produktivitas kerja
Setiap orang dalam kehidupan selalu diperhadapkan pada kesulitan yang
mengarah pada ketidakberdayaan, baik itu kesulitan di masyarakat, di tempat
kerja dan kesulitan di dalam diri individu itu sendiri.Ketidakberdayaan itu dapat
mengurangi kinerja, produktivitas, motivasi, energy, kemauan untuk belajar dan
perbaikan diri, keberanian mengambil resiko, kreativitas, vitalitas, keuletan, dan
ketekunan (Stoltz, 2000). Adversity dipandang mampu meramalkan siapa yang
akan hancur, siapa yang akan akan gagal, siapa yang akan menyerah dan siapa
yang akan bertahan (Stoltz, 2000).
AQ mendasari semua segi kesuksesan.Individu dengan Adversity Quotient
(AQ) tinggi akan selalu optimis, sehingga individu tersebut akan dengan mudah
mengendalikan suatu keadaan oleh karena sebuah peristiwa atau sebuah kesulitan,
maka dalam mencapai produktivitas kerja yang tinggi sangat dibutuhkan
keoptimisan individu untuk mengendalikan situasi. Individu tipe ini tidak mudah
dikendalikan oleh lingkungan, sehingga individu tersebut akan dapat menjangkau
kesulitan yang ada dan menghadapinya dengan baikagar dapat terus maju (Stoltz,
2000).
Berdasarkan penelitian Stoltz (2005) mendukung dan menunjukan bahwa
ada hubungan antara Adversity Quotient dengan produktivitas kerja
karyawan.Pada penelitian terhadap karyawan sales dari SBC Telecomunication
10
mendapatkan hasil bahwa sales dengan skor AQ tinggi menjual lebih banyak
daripada mereka dengan AQ redah (dalam Phoolka 2012).Slanjutnya, sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Tobing, dkk (2007), menyatakan bahwa semakin
tinggi Adversity Quotient (AQ) maka semakin tinggi produktivitas kerja
distributor MLM. Penelitian oleh Arini (2003) menunjukan bahwa Adversity
Intellegence menjadi predictor bagi produktivitas kerja karyawan agen asuransi.
Secara umum dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa apabila
karyawan memiliki tingkat Adversity Quotient yang rendah, maka ia kurang
mampu memenuhi produktivitas kerjanya, dan pada akhirnya akan menghambat
kesuksesan perusahaan dalam mencapai tujuan. Namun jika karyawan memiliki
Adversity Quotient yang tinggi, maka individu tersebutakan mempunyai
produktivitas kerja yang tinggi pula, sehingga tujuan perusahaan dalam mencapai
kesuksesan dapat tercapai.Berdasarkan hubungan antara Adversity Quotient
dengan produktivitas kerja yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut;
H1: Ada hubungan positif yang signifikan antara Adversity Quotient dengan
produktivitas kerja marketing Nasmoco Toyota.
METODE
Partisipan
Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nasmoco
Toyota Salatiga, dengan sampel penelitian berjumlah 50orang dengan
menggunakan teknik sampel jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila semua
11
anggota populasi digunakan sebagai sampel. Penggunaan teknik ini dengan
pertimbangan bahwa jumlah tenaga marketing yang tidak terlampau banyak maka
yang dijadikan subyek penelitian adalah seluruh populasi yang ada dengan syarat
lama lama bekerja minimal 3 bulan.
Alat Ukur
Selanjutnya, produktivitas kerja akan diukur menggunakan pengukuran
menurut Sinungan (2008) yaitu jumlah unit penjualan dari karyawan berdasarkan
posisi jabatan sebagai bentuk hasil kerja konkrit. Sedangkan jangka waktu
menunjukan jumlah penjualan yang dicapai berdasarkan satuan waktu tertentu.
Data produktivitas kerja diperoleh dari Perusahaan Toyota Nasmoco Salatiga.
Sementara Untuk mengukur Adversity Quotient digunakan skala ARP
(Adversity Response Profile ) yang memberikan suatu gambaran singkat yang
baru dan sangat penting mengenai apa yang mendorong dan apa yang
menghambat seseorang untuk melepaskan seluruh potensinya (Stoltz, 2000).Skala
tersebut memilikiempat dimensi menurut Stoltz (2000) yang disingkat dengan
CO2RE (Control, Origin and Ownership, Reach, Endurance).
Pada penelitian ini, penulis melakukan uji validitas dan uji reliabilitas alat
ukur hanya pada angket adversity quotient.Hasil uji validitas ada 27 item yang
ditemukan valid. Validitas item bergerak dari 0,330 sampai dengan 0,732.
Sedangkan pada reliabilitas didapat nilai alpha cronbach sebesar 0,906 yang
berada pada kategori sangat baik (Azwar, 2008).
12
HASIL
Analisa deskriptif
Analisa deskriptif dilakukan untuk melihat hasil penelitian berdasarkan
rata-rata (mean), standart deviasi, nilai maksimal dan minimal. Darihasil
penelitian yang telah dilakukan, maka didapat rata-rata dari masing-masing
variabel, sebagai berikut:
a. Adversity Quotient
Analisa deskriptif dilakukan berdasarkan nilai rata-rata, standar deviasi,
nilai maksimum dan minimum data mentah responden. Jumlah item valid dari
variabel Adversity quotient adalah 27 item. Kemudian dilakukan pengkategorian
terhadap skor nilai dan rata-rata Adversity quotient. Dari 27 item valid variabel
adversity quotient dalam penelitian ini, diketahui skor terendah adalah 27 dan skor
tertinggi adalah 135 dengan 4 kategori yaitu sangat bagus, bagus, tidak bagus, dan
sangat tidak bagus.Berikut adalah rumus pengkategorian tinggi rendahnya atau
interval Adversity quotient:
Interval kategorijml
terendahskorjmltertinggiskorjml
274
27135
Tabel 4.5
Interval Adversity Quotient
Skor Kriteria F % Min Max Mean
27 ≤ x< 54 Sangat rendah 1 2% 45
54 ≤ x< 81 Rendah 8 16%
81 ≤ x< 108 Tinggi 31 62% 95,82
108 ≤ x ≤ 135 Sangat tinggi 10 20% 135
Jumlah 50 100 SD = 16,36658
x = adversity quotient
13
Dari tabel di atas, diketahui bahwa rata-rata responden adversity quotientnya
berada pada kategori bagus. Nilai tertinggi berada pada kategori sangat bagus dan
nilai terendah pada kategori tidak bagus. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di
atas.
b. Produktivitas kerja marketing
Analisa deskriptif dilakukan berdasarkan banyaknya penjualan responden
dilihat dari target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Berikut
tabelproduktivitas kerja marketing:
Tabel 4.6
Produktivitas Kerja Marketing
Target F Prosentase (%)
Tidak terpenuhi 9 18,0 %
Terpenuhi 41 82,0 %
Total 50 100,0 %
Dari tabel di atas, diketahui bahwa ada 41 karyawan yang memenuhi targetnya.
Sedangkan sebanyak 9 orang karyawan belum bisa memenuhi target yang
ditetapkan oleh perusahaan. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas.
Analisis korelasi
Uji Asumsi
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji one sample-
Kolmogrov Smirnov. Berdasarkan uji normalitas terhadap sampel yang
berasal dari karyawan marketing Nasmoco, didapat nilai Kolmogrov
14
Smirnov angket produktivitas kerja marketing adalah 3.526 (p = 0,000)
dan nilai Kolmogrov Smirnov angket adversity quotient0,910 (p = 0,379).
Syarat data normal adalah p > 0,05. Hal ini berarti data responden
produktivitas kerja tidak berdistribusi normal sedangkan data adversity
quotient responden berdistribusi normal.
Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk melihat data linear atau tidak. Uji
linearitas dilakukan dengan melihat nilai F. Nilai F = 0,983 dan p > 0,05
sehingga uji linearitas terpenuhi.
Uji Korelasi
Berdasarkan pada perhitungan Uji korelasi yang digunakan adalah uji
korelasi spearman rho. Hal ini dilakukan karena uji syarat normalitas tidak
terpenuhi.Dari output SPSS terlihat bahwa nilai rho = -0,063 (p >0,05). Melihat
hasil perhitungan tersebut H0 diterima dan Hi ditolak. Ini berarti disimpulkan
bahwa tidakada hubungan yang positif dan signifikan antara adversity quotient
dengan produktivitas kerja marketing pada karyawan Nasmoco Salatiga. Hasil
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Pembahasan
Uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi pearson product
momment. Dari output SPSS terlihat bahwa nilai r = -0,063 (p > 0.05).
15
Berdasarkan uji korelasi tersebut maka diketahui kedua variabel yaitu:adversity
quotient dengan produktivitas kerja karyawan/ wati marketing toyota NASMOCO
Salatiga tidak berhubungan secara signifikan. Hasil temuan tersebut
dimungkinkan oleh karena beberapa hal. Pertama, ada kemungkinan adversity
quotient telah menjadi bagian dari kehidupan kerja pegawai khususnya dibagian
marketing yang berinteraksi dengan pihak konsumen NASMOCO sehingga tidak
mempunyai hubungan dengan produktivitas kerja.
Kedua, setiap pegawai menyadari bahwa adversity quotient merupakan
suatu variabel yang biasa dihadapi oleh pegawai yang penuh dengan tantangan.
Pada penelitian ini karyawan NASMOCO menganggap dunia pemasaran penuh
dengan tantangan, sehingga tenaga marketing-pun meresponi target penjualan
sebagai hal yang sewajarnya dan bukan sebagai beban. Sekalipun kemampuan
pemasaran dari para karyawan di NASMOCO berbeda, namun dalam menghadapi
target pemasaran pihak yang memiliki kemampuan yang lebih membantu
karyawan lainnya sebagai tim penjualan, sehingga produktivitas kerja dapat
tercapai. Adanya reward dan punishment dari pihak perusahaan cenderung
mendorong karyawan marketing untuk memenuhi targetnya. Selanjutnya alasan
lain adalah pada masa awal kerja mereka berasumsi bahwa mereka menjadikan itu
sebagai pelatihan dalam dunia marketing.
Sebagaimana diungkapkan oleh Cowie (1994) yang mengungkapkan
bahwa produktivitas mengacu pada hasil berdasarkan padakemampuan atau
kreatif, maka dengan demikian juga diketahui tingkat produktivits karyawan
marketing NASMOCO Salatiga. Berdasarkan hasil temuan penelitian yang
16
menunjukan bahwa produktivitas kerja bagian marketing NASMOCO Salatiga
tergolong baik karena mampu menghasilkan angka unit penjualan sebagai hasil
yang dicapai dalam jangka waktu tertentu ( Tobing, dkk, 2007 ). Demikian juga
denganWinardi (1986:67) mengatakan bahwa produktivitas kerja adalah jumlah
yang dihasilkan setiap pekerja dalam jangka waktu tertentu.Menurut Ravianto
(1985) produktivitas kerja karyawan / tenaga kerja adalahhasil yang dicapai dalam
satuan waktu yang dibutuhkan.Produktivitas kerja karyawan sebagai suatu
konsep menunjukan adanya keterkaitan antara hasil kerja dengan satuan waktu
tertentu. Selanjutnya, seperti diungkapkan olehSedarmayanti (2001) bahwa
produktivitas kerja bagaian marketing juga menunjukkan hasil yang memuaskan
jika dibandingkan dengan target yangharus dipenuhi yang membuktikan
efektivitas kerja dalam waktu tertentu.
Namun dengan adanya hasil yang mengindikasikan tidak adanya
hubungan antara adversity quotient dan produktivitas kerja maka dapat diartikan
bahwa produktivitas kerja karyawan marketing Toyota NASMOCO Salatiga lebih
dipengaruhi faktor lain dibandingkan dengan tingkat adversity quotient dari
individu yang bersangkutan. Hal ini senada dengan pendapat Ravianto (1985)
yang mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas
kerja yaitu, pendidikan dan latihan, penghasilan dan jaminan sosial, keterampilan
kerja, dan menajemen. Sehubungan dengan pendapat tersebut, maka dapat
diasumsikan bahwa faktor seperti pendidikan dan pelatihan dalam penjualan unit
Totoya, penghasilan yang akan diperoleh, ketrampilan kerja karywana yang
bersangkutan dan manajemenperusahaan lebih menentukan produktivitas
17
karyawan yang ada. Selain itu, menurut Teori motivasi berprestasi (Achievment
Motivation) yang dikemukakan oleh Murray dalam Petri & Govern (2004) yaitu,
manusia pada umumnya motif untuk mengatasi rintangan-rintangan,
memanipulasi objek fisik, manusia, serta ide dan berusaha melaksanakan secepat
dan sebaik mungkin pekerjaan-pekerjaan yang sulit. Melalui motif ini maka
produktivitas dapat tercapai saat indiviu telah memiliki target pencapaian
keingiannya.
Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa cara karyawan yang
bersangkutan merespon kesulitan dengan baik (Adversity quotient) kurang
berhubungan dengan produktivitas karyawan yang bersangkutan. Hasil temuan ini
berbeda dengan apa yang telah dinyatakan bahwa tingkat adversity quotient
mempengaruhi produktivitas kerja seorang individu Stoltz (2000). Berdasarkan
penjelasan di atas maka jelas adanya bahwa Adversity Quotientbukan merupakan
faktor yang berperan dalam produktivitas kerja karyawan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara Adversity quotient
dengan produktivitas kerja marketing di PT Nasmoco Toyota Salatiga
2. Berdasarkan dari data penjualan, didapat hasil bahwa sebanyak 41 karyawan
marketing berhasil memenuhi targetnya. Hal ini termasuk dalam kategori
sangat bagus, mengingat jumlah karyawan marketing hanya 50 orang.
18
3. Nilai rata-rata angket Adversity quotient pada karyawan marketing adalah
95,82 yang berada pada kategori bagus.
Saran
Dengan hasil penelitian di atas, maka peneliti mengajukan saran bagi beberapa
pihak sebagai berikut :
1. Bagi Karyawan/ wati
1) Karyawan diharapkan mempunyai inisiatif untuk menciptakan cara-cara
yang lebih baik didalam meningkatkan produktivitas kerja, misalnya
melalui sharing diantara karyawan dalam membahas peningkatan
produktivitas kerja atau melakukan diskusi dengan bagian supervisor.
2) Karyawan perlu memanfaatkan peluang dalam penyampaian target.
2. Bagi Pihak Perusahaan
1) Pemberian reward setiap 1 bulan sekali berupa pemunculan foto „the
winner of the month‟ dalam website dan pemberian sertifikat.
2) Setiap 3 bulan sekali diberikan reward berupa liburan atau voucher
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian
lebih lanjut dengan meneliti faktor-faktor lain yang memiliki hubungan
yang erat dalam menentukan variasi pada variabel adversity quotient.
Faktor-faktor tersebut seperti: faktor komponen metode pembelajaran dan
19
pengembangan karyawan, jenis kelamin, kesehatan,penghasilan, jaminan
sosial, keterampilan kerja,dan sebagainya
Daftar pustaka:
Arini, D. (2003). Emotional Intelligence dan Adversity Intelligence sebagai
prediktor. Skripsi (tidak diterbitkan) Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM
Azwar, S. (2008).Reliabititas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cowie. (1994). Oxford Advance Learner’s.Dictionary.US:Oxford University
Press.
Gaspers, V. (2000).Manajemen Produktivitas Total Strategi Peningkatan
Produktivitas Bisnis Global.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Hawadi, R. (2002). Identifikasi Keberbakatan Intelektul melalui Metode Non Tes
Dengan Penekatan Konsep Keberbakatan Renzulli. Jakarta : Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Nasution.M. N. (2001). Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta : Ghalia Indonesia
Phoolka, S. (2012). Adversity Quotient : A Paradigma to Explore. India.
International Journal of Contemporary Business studies, 3 (4), H 67-78.
Ravianto, J. (1985). Produktivitas dan Tenaga Kerja Indonesia.Jakarta :
Lambaga Sarana Info Usaha dan Produktivitas.
Ravianto, J. (1986). Produktivitas dan Pengukuran.Jakarta : Lembaga Sarana Info
Usaha dan Produktivitas.
Sedarmayanti.(2001). SumberDaya Manusia dan Produktivitas Kerja.Bandung :
penerbit Mandar Maju.
Sinungan, M. (2008).Produktivitas Apa dan Bagaimana. Jakarta: Bina Aksara.
20
Stoltz, P. G. (2000). Adversity Quotient.Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Tobing, A. M, dkk, (2007). Hubungan antara Adversity Quotient dengan
Produktivitas Kerja Distributor MLM.Jurnal Psikologi. 6 (2), November
2007, 51-59.
Winardi.(1986). Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia).Bandung :alumni.
METRO TV. OttoBlitz. (24 September 2013)