fraktur os nasal
DESCRIPTION
pptTRANSCRIPT
Fraktur Os Nasal dan Sinus Frontal
Letak hidung yang prominen dan menonjol, juga rapuhnya os nasale merupakan predisposisi terjadinya cedera jaringan lunak (soft tissue injury) dan fraktur. Fraktur os nasalis merupakan urutan ketiga setelah fraktur klavikula dan pergelangan tangan dalam insidensi terjadinya fraktur.
Dengan penilaian dan managemen yang sesuai, kebanyakan fraktur os nasalis dapat dikembalikan ke keadaan semula dan dapat mencegah komplikasi seperti deformitas kosmetik, disfungsi katup nasi, dan obstruksi jalan nafas
Anatomi
Semua cedera berat ke hidung harus
dicurigai adanya fraktur os nasalis.
Bila ada cedera hidung dengan riwayat
epistaksis sangat penting untuk mecari
adanya fraktur tulang atau kartilago.
If there is a history of epistaxis with the injury,
the index of suspicion should be very high.
Reduksi terbuka (open reduction) merupakan indikasi untuk fraktur dengan deviasi nasi lebih besar dari setengah lebar nasal bridge, untuk fraktur dengan dislokasi septum ekstensif, dan untuk kasus – kasus yang tidak dapat dilakukannya reduksi optimal dengan reduksi tertutup.
Kulit nasal sangat tipis dan longgar di daerah 2/3 atas hidung. Kulit di 1/3 bawah lebih tebal dan kencang dimana terdapat glandula sebaceous dengan jumlah yang banyak
Kulit hidung pada wanita dan anak lebih tipis.
Kulit hidung memiliki vaskularisasi yang sangat bagus dan biasanya dapat sembuh tanpa scarring yang berarti.
Innervasi sensoris untuk hidung dan wajah sekitarnya berasal dari nervus supratrochlear, infratrochlear, anterior ethmoidal dan infraorbital.
Struktur tulang os nasi piramidalis terdiri dari dua os nasalis bersegi panjang dan prosesus frontal maxilla
Os nasalis tebal dan kaku pada artikulasi superior dengan os frontalis dan tipis pada artikulasi inferior dengan kartilago lateralis bagian atas. Sebagian besar fraktur terjadi pada bagian bawah os nasi
Kartilgo hidung bagian eksterna sangat kompleks dan lebih penting bila dilihat dari aspek fungsional.
Kartilago bagian superior lateral merupakan struktur triangular berbengkok dimana basisnya merupakan artikulasio midline.
Kartilago bagian atas sangat penting untuk menciptakan definisi penampakan hidung menurut ukurannya, bentuknya, posisinya, dan kesimetrisan.
Kartilago superior lateral juga memiliki articulatio dengan kartilago quadrangular dari septum dengan kartilago inferior lateral atau alar.
Articulatio antara kartilago lateral superior dan inferior merpakan sendi fibrous kompleks yang berfungsi sebagai katup nasi, dan merupakan regio yang mengatur aliran udara inspirasi
Crus medial masing – masing kartilago inferior memiliki articulasi fibrous dengan bagian caudal kartilago quadrangulseptum
Kartilago inferior menopang ujung hidung dan memberikannya contour, bentuk dan ukuran lubang hidung.
Kartilago sesamoid terletak dalam lapisan lemak diantara kartilago inferior dan bagian piriformis apertura maksilla.
Septum nasi terdiri dari os vomer di bagian
inferior, os ethmoidalis di bagian posterior,
dan kartilago quadrangular di bagian
anterior. Septum di lapisi oleh jaringan lunak
mucoperiosteal dan mucoperichondrial yang
mudah robek bila terdapat fraktur – dislokasi
septum.
Kedua regio kartilago quandrangularis berperan penting dalam cedera hidung.
Di bagian inferior, articulasio fibrous dari bagian caudal kartilago quadrangularis dapat terputus dan berpindah, dengan satu bagian kartilago berpindah ke salah satu sisi
Di bagian superior, fraktur dengan bentuk C dapat terjadi pada bagian tulang dan kartilago septum
Tepi fraktur seperti ini dapat terkunci dan menempatkan fragmen – fragmen os nasalis yang terlepas pada posisi lateral
Sesuai dengan susunan anatomisnya,
bagian 1/3 atas hidung keras dan statis dan
bagian 2/3 bawah dinamis dan mobil
Pukulan dari arah lateral dapat
menyebabkan fraktur pada spina nasalis dan
crura media kartilago alar. Bila spina nasalis
sembuh pada posisi lateral dapat terjadi
deformitas yang signifikan
Patofisiologi
Cedera yang berasal dari trauma pada
hidung bervariasi karena beberapa faktor:
– Umur pasien (kelenturan jaringan)
– Kekuatan trauma
– Arah trauma
– Sifat benda yang memukul
Cedera jaringan lunak yang sering terjadi termasuk
laserasi, ecchymosis, dan hematoma pada bagian
eksternal dan internal hidung.
Cedera skeletal termasuk fraktur (kominutif pada
pasien tua), dislokasi (lebih sering pada anak –
anak) dan fraktur – dislokasi.
Cedera dislokasi dapat menyangkut artikulasi yang
terdapat pada os nasalis bagian eksternal atau
septum
Pola fraktur os nasalis bervariasi menurut arah terjadinya trauma dan terdapat perbedaan yang nyata antara trauma frontal dan lateral.
Nahum melaporkan bahwa kekuatan 25 sampai 75 pon per inci kubik cukup untuk menyebabkan fraktur os nasalis. Bila arah pukulan berasal depan, cedera dapat bervariasi dari yang minor (bagian kecil os nasalis) sampai mayor (datarnya os nasalis eksterna)
Cedera ini diklasifikasikan menurut kedalaman sebagai plana frontalis 1, 2, atau 3.
Trauma dari arah lateral hanya menyebabkan fraktur depresi bagian ipsilateral os nasalis atau bila trauma cukup kuat dapat menyebabkan fraktur pada os nasalis bagian kontralateral
Fraktur septum nasi yang mengalami perputaran atau pelepasan dapat menyebabkan fragmen – fragmen tulang terkunci sehingga tidak dapat diperbaiki dengan metode tertutup (closed technique)
Sambungan kartilago pada os nasalis atau maksila dapat terputus sehingga menyebabkan instabilitas kerangka eksternal dan deformitas airway hidung.
Garis fraktur biasanya tampak vertikal bila
lokasinya anterior dan tampak horisontal bila
lokasinya posterior
Fraktur septum dapat mengaktivasi tekanan
mengunci lalu pada proses penyembuhan
oleh fibrosis dapat menyebabkan perputaran
septum dengan konfigurasi yang berbeda (C-
shaped, S-shaped, or spurs).
Colton dan Beekhuis menjelaskan bahwa
terdapat kelas ketiga fraktur yaitu fraktur
yang menyebabkan tekanan pada bagian
hidung dalam
Mereka menekankan bahwa fraktur seperti
ini lebih mungkin menyebabkan fraktur dan
dislokasi septum, terutama dislokasi kartilago
quadrangular dari maksila
Analisa pola fraktur yang teliti setelah terjadi
trauma dengan kekuatan 8 – 350 kilopascal
dilaporkan oleh Murray et al.
Fraktur hidung dilakukan pada kadaver
dengan trauma yang berasal dari frontal dan
lateral, lalu dari ini menghasilkan tiga tipe
pola fraktur
Diagnosis
TABEL Diagnosis Fraktur Nasalis
1. Ada riwayat trauma nasalis dan perdarahan menunjukkan kemungkinan terjadi fraktur os nasalis
2. Pemeriksaan intranasal setelah dilakukan dekongesti merupakan kunci untuk diagnosis dislokasi septum atau hematom
3. Palpasi bagian eksternal hidung untuk nyeri tekan, mobilitas dan stablitas merupakan langkah yang reliabel guna diagnosis fraktur piramidalis.
4. Pemeriksaan radiografik dapat membantu dalam penilaian fraktur os nasalis, tetapi reliabel hanya berkorelasi dengan penemuan pemeriksaan fisik
5. Dokumentasi foto fraktur os nasalis sangat penting untuk catatan medis.
Hidung harus diperiksa di bagian eksternal dan internal untuk mencari adanya deformitas, deviasi atau contour yang abnormal
Laserasi, sobek mukosa, ecchymosis, dan hematoma mengarah ke adanya fraktur
Tanda fraktur os nasalis lain termasuk edema palpebra, khemosis sklera, ecchymosis periorbital, dan perdarahan subkonjungtiva
Emfisema subkutan dapat terjadi bila pasien berusaha untuk mengeluarkan jendalan darah dari hidung. Pemeriksaan intranasal seharusnya didahului oleh dekongesti mukosa dan pengambilan jendalan darah dari hidung.
Palpasi harus dilakukan secara sistematis
untuk menilai stabilitas dan derajat nyeri
Adanya depressi, dislokasi dan mobilitas os
nasalis secara pasti menegakan diagnosis
fraktur.
Pemeriksaan palpasi yang terlalu hati – hati
dapat memberi hasil salah bila ada edema
dan nyeri tekan.
Kartilago nasi dan kartilago septum harus diperiksa
untuk kemungkinan adanya dislokasi dari bagian
fibrousnya dengan memperhatikan kartilago lateral,
klep nasi, dan kartilago quandrangular.
Ujung hidung sebaiknya di dorong kearah occiput
untuk menilai integritas septum
Bila dilakukan palpasi menggunakan dua jari dengan
tekanan secara lateral dan ditemukan nyeri tekan
maka ada kemungkinan cedera septum.
Dingman dan Natvig menyarankan
menggunakan film radiografik dental yang di
letakan di samping hidung dan paralel ke
plana sagital dengan paparan dari samping
Tulang septum, bagian dorasum piramidal
dan dinding lateral nasi dapat dievaluasi
menggunakan posisi Waters
Penelitian klinis terbaru menunjukkan bahwa rontgen nasi tidak membantu dalam diagnosis dan manajemen fraktur nasi
Banyak ahli bedah berpendapat bahwa waktu dan biaya pemeriksaan radiografis tidak sesuai berdasarkan keperluan klinis
Sekitar 30% pasien mengalami deformitas sehingga sangat penting untuk memperoleh foto pasien sebelum fraktur.
Harus diperhatikan cedera lain yang menyertai
fraktur os nasalis seperti fraktur gigi, trauma occular,
dan fistula cairan serebrospinal.
Kebocoran cairan serebrospinal dapat tidak terlihat
untuk beberapa hari setelah trauma tetapi harus
dicurigai bila pasien mengalami anosmia karena hal
ini menunjukkan kemungkinan terjadinya fraktur
lempeng cribriformis
Terapi
Opsi terapi termasuk reduksi tertutup atau
terbuka dari piramidalsi eksternal atau
septum yang fraktur
Kesempatan manajemen yang terbaik
adalah selama 3 jam pasca trauma
Bila memungkinkan, reduksi sebaiknya
dilakukan dalam waktu 3 sampai 7 hari
Indikator Klinis Reduksi Fraktur Os Nasalis (Terbuka maupun Tertutup)
Strategi
Indikasi (salah satu dari berikut)
– Bukti fisik adanya fraktur nasi atau septum disertai instabilitas, dislokasi, hematoma, atau obstruksi airway
– Bukti radiografik adanya fraktur os nasalis dengan dislokasi
Laboratory tests (sesuai indikasi)
Other tests (sesuai indikasi)
Tipe anesthesi (sesuai indikasi)
Location of service (sesuai indikasi)
Proses
Kriteria Memulangkan Pasien
– Pulih dari anestesi
– Pengedalian nyeri, mual dan muntah
– Tidak ada perdarahan
– Pelepasan packing sesuai indikasi
Outcome
Hasil
– Hasil kosmetik yang memuaskan
– Perbaikan airway
Follow-up
– Pembedahan lanjut untuk memperbaiki airway
– Indikasi untuk rhinoplasti
– Adanya pembocoran cairan serebrospinal
– Pembersihan krusta hidung
Indikasi reduksi tertutup:
– Fraktur unilateral atau bilateral os nasalis
– Fraktur kompleks nasal – septal dengan deviasi
nasal kurang dari setengah lebar hidung.
Reduksi terbuka biasanya di rekomendasikan untuk:
– Fraktur – dislokasi ekstensif os nasalis dan septum
– Deviasi piramidalis nasi melebihi setengah lebar hidung
– Fraktur – dislokasi bagian caudal septum
– Fraktur terbuka septum
– Deformitas persisten setelah dilakukan reduksi tertutup
TABLE. Tujuan manajemen
Mengembalikan penampilan yang sesuai (kosmetik)
Mempertahankan airway hidung
Meletakan septum kembali di midline
Mempertahankan integritas lubang hidung
Mencegah stenosis postoperatif, perforasi septum,
retraksi columellar, dan deformitas saddle
Closed Reduction
Dilakukan anestesi menggunakan 2% lidocaine serta epinephrine sebagai semprotan intranasal lalu meletakan 4 kasa steril di dalam hidung
Anestesi topikal menggunakan injeksi 2% lidocaine dengan perbandingan 1:100,000 epinephrine sepanjang dorsum hidung, bagian lateral piramidalis nasi, dan pada basis septum anterior
Alat yang sebaiknya digunakan untuk reduksi
tertutup adalah elevator Boies atau
Ballenger, forcep Asch atau Walsham, atau
forcep Kelly besar dengan tuba karet pada
masing – masing pisau
Forcep Asch atau Walsham dapat digunakan dengan memasukan satu pisau dalam masing – masing lubang hidung atau dengan meletakan satu pisau di dalam hidung di bawah os nasi dan pisau yang lain pada kulit hidung diatasnya.
Tidak boleh ada tekanan yang terlalu banyak dalam hidung (di bawah os nasalis dekat sutura nasofrontal) karena area ini jarang terjadi fraktur maupun sobekan mukosa dan perdarahan dapat terjadi
Reduksi dapat dilakukan dengan fragmen – fragmen os nasalis yang masih tersisa tetapi pembentukan menggunakan jari – jari mungkin perlu pada sebagian pasien. Reduksi yang tidak adekuat pada septum nasi dapat menghambat reposisi eksternal hidung pada kasus fraktur-dislokasi piramidalis bilateral
Reduksi fragemen os nasalis pertama biasanya juga mereduksi septum, jika tidak, forceps Asch atau Walsham dapat dilakukan elevasi ringan dari piramidalis nasi saat tekanan diaplikasikan pada regio septum yang dislokasi
Septum dapat distabilkan menggunakan bidai
Silastic yang dijahit pada hidung lalu kasa
dimasukan kedalam kedua lubang hidung.
Pembalutan eksternal menggunakan solasi kertas,
plaster ortopedis berukuran 2 inci lebarnya, dan
solasi lapisan eksternal diaplikasikan.
Bidai di lepas setelah 10 hari
Dekongestan dan semprotan nasal steriod sangat
bermanfaat saat masa pemulihan
Open Reduction
Reduksi terbuka biasa diperlukan bila
terdapat kekhawatiran ketidakmampuan
mereduksi piramidalis nasi karena fraktur
yang terkunci dari os dan kartilago septum
Dilakukan incisi hemitransfixion pada
samping dislokasi
Akses terhadap garis fraktur diperoleh
melalui incisi intercartilaginous bilateral
Kulit di bagian dorsal di elevasikan dari
kartilago lateral dan periosteum dielevasikan
dari os nasalis.
Incisi apertura piriformis memberi akses ke
linea fraktur bagian lateral
Segmen kartilago dibuka dan di reduksi
Kadang – kadang sebuah segmen kartilago harus di
reseksi bersebelahan dengan fraktur
Elevator Cottle atau pisau Ballenger digunakan
untuk memotong bagian – bagian kecil dari kartilago
Reseksi radikal dari kartilgo atau tulang harus
dihindari untuk membatasi fibrosis dan kontraktur
Setelah pembedahan septum seperti ini, reduksi
yang sesuai biasa dapat terjadi
Packing and splinting are done as described under closed reduction.
Antibiotic coverage is routinely used.
Cold compresses are recommended for 24 to 48 hours to reduce existing edema and prevent additional edema.
Some authors recommend injecting hyaluronidase to decrease edema
Fraktur os nasal pada anak
In order of frequency, the signs and symptoms of
nasal injury in children are as follows:
– Epistaxis
– Nasal dorsum edema
– Periorbital ecchymosis
– Nasal dorsum tenderness
– Abnormal radiograph
– Visible nasal deformity
– Nasal bone crepitus.
Conservatism is the watchword in managing
pediatric nasal injuries.
Radical procedures are contraindicated, but
septal surgery can be performed safely when
it is clearly needed and when the long-term
outcome without surgery is likely to be worse
in terms of external deformity or nasal
obstruction.
Farrior notes that loss of support, telescoping of
fracture fragments, and nasal deviation are common
sequelae of severe nasal injuries in children.
Crockett et al. have proposed using an aggressive
approach to pediatric injuries in an effort to deal with
the immediate problems (airway and appearance)
and to avoid the consequences of abnormal further
growth and development.
Fraktur naso-ethmoid
Management consists of open reduction and
stabilization of the bone fragments.
The fracture area can be approached with bilateral
Lynch incisions connected by a transverse incision
just below the glabella (“open sky” incision).
In some patients this can be modified to incorporate
existing lacerations. The fracture site is then
disimpacted, and the bony fragments are reduced
and immobilized by wiring.
If there is severe comminution, the fragments
must be stabilized by placing two small lead
plates over a soft sponge on each side of the
nasal pyramid.
The plates are held in place by passing a
wire suture through both plates and the
interposed nasal pyramid.
Komplikasi
TABLE Complications Nasal fractures
Early/temporary Delayed
Edema Airway obstruction
Ecchymosis Fibrosis/contracture
Epistaxis Secondary deformity
Hematoma Synechiae
Infection Saddle nose
CSF leak S eptal perforation
Emergency Nasal fractures
TABLE Emergency Nasal fractures
Emergency Management Severe bleeding Cautery, packing, vessel ligation
Septal fracture-dislocation Closed reduction using cotton swabs; no nasal packing
Septal hematoma in a child Incision and drainage immediately, as tissue destruction begins within 48 hours
CSF rhinorrhea Neurosurgical consultation immediately
Visual impairment Ophthalmologic consultation immediately
Fraktur sinus frontalis
Frontal sinus fractures (FSF) can be complicated by
meningitis and brain abscess.
The management of FSF has undergone significant
change in recent decades, and several aspects
remain controversial.
A variety of surgical procedures exist, and this
chapter provides the foundation and principles for
the current management of FSF
Complications Frontal sinus fractures
Frontal sinus
Headache, fullness
Sinusitis
Mucocele
Intracranial
Cerebrospinal fluid leakage
Meningitis
Brain abscess
Seizures
Cosmetic
Scar
Numbness
Wound infection
Forehead depression
Ophthalmic
Diplopia
Eye pulsations