executive summary -...
TRANSCRIPT
EXECUTIVE SUMMARY
PELAKSANAAN SITA UMUM
DALAM KASUS KEPAILITAN
2018 Peneliti:
Luthvi Febryka Nola
PUSAT PENELITIAN
BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Utang piutang merupakan suatu kegiatan penting penunjang perekonomian
karena dengan utang piutang dapat membantu orang untuk mengembangkan usahanya.
Dalam perjanjian utang piutang, seorang yang berutang (debitor) bisa saja cedera janji
dan tidak melakukan pembayaran atas utang-utangnya. Dalam rangka menjamin
pengembalian utang oleh debitor, berdasarkan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (BW) segala harta benda milik debitor menjadi jaminan atas utang
piutang yang dibuatnya. Peraturan perundang-undangan juga telah menyediakan jalur
penyelesaian sengketa yang cepat, adil, mudah dan efisien terkait permasalahan utang
piutang yaitu melalui kepailitan. Saat ini kepailitan diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan).
Menurut Pasal 1 angka (1) UU Kepailitan, kepailitan merupakan sita umum atas
semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Sedangkan yang dimaksud dengan sita
umum adalah sita yang dilakukan atas seluruh harta kekayaan milik debitor baik yang
telah ada saat ini maupun yang akan ada dimasa datang dengan tujuan agar hasil
penjualan dari harta yang disita dapat dibagikan secara adil dan proposional di antara
sesama para kreditor sesuai dengan besarnya piutang dari masing-masing kecuali
diantara mereka memiliki alasan untuk didahulukan.1 Pembagian yang adil dan
proposional dalam sita umum diharapkan dapat memberikan keadilan dan kepastian
hukum bagi kreditor dan debitor.
Namun dalam prakteknya pelaksanaan sita umum dalam kepailitan mengalami
sejumlah permasalahan berkaitan dengan penjatuhan sita pidana terhadap harta pailit
yang sudah berada dalam sita umum kepailitan. Misalnya berkaitan dengan kasus
Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada2 dan Koperasi Pandawa3. Kondisi ini membuat
penyitaan aset oleh kuratornya menjadi terhambat karena penyitaan yang dilakukan
1 Siti Hapsah Isfardiyana, “Sita Umum Kepailitan Mendahului Sita Pidana dalam Pemberesan Harta Pailit”, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 3 Tahun 2016, hal. 635, http://jurnal.unpad.ac.id/pjih/article/viewFile/7177/5419, diakses tanggal 5 Maret 2018. 2Andi Saputra, “Kasus Penipuan, MA Rampas Aset Koperasi Cipaganti untuk Nasabah”, 12 April 2016, https://news.detik.com/berita/d-3185490/kasus-penipuan-ma-rampas-aset-koperasi-cipaganti-untuk-nasabah, diakses tanggal 8 Maret 2018. 3 Deliana Pradhita Sari, “Begini Cara Kurator Koperasi Pandawa Rebut Harta Pailit”, 19 Desember 2017, http://kabar24.bisnis.com/read/20171219/16/719631/begini-cara-kurator-koperasi-pandawa-rebut-harta-pailit, diakses tanggal 8 Maret 2018.
2
kepolisian terhadap beberapa aset terkait dugaan tindak pidana pencucian uang yang
dilakukan oleh beberapa orang pengurusnya.
Permasalahan kedua adalah terkait beberapa kurator yang kerap harus
berhadapan dengan ancaman pidana terkait pengelolaan harta pailit, seperti pada kasus
penangkapan yang dilakukan kepolisian Jawa Timur terhadap seorang kurator asal
Jakarta yang bernama Jandri Onasis Siadari yang sedang menjalankan tugas sebagai
pengurus pada proses PKPU PT Surabaya Agung Industri & Pulp Tbk (SAIP). 4 SAIP
melaporkan Jandri ke polisi karena dianggap telah menghilangkan hak beberapa
kreditor. 5 Majelis hakim PN Surabaya akhirnya membebaskan Jandri dari dakwaan. 6
Selain Jandri, pada tahun yang sama dua kurator Eks PT Kymco Lippo Motor Indonesia,
Ali Sumali Nugroho dan Iskandar Zulkarnaen juga ditetapkan sebagai tersangka dengan
tuduhan telah memasukkan nama kreditor yang telah dibayar ke daftar tagihan para
kreditor.7 Pada dua kasus ini kurator benar-benar telah menjalankan tugasnya
mengurus harta sitaan secara benar sehingga terbebas dari proses hukum. Akan tetapi
tidak dapat dipungkiri terdapat kurator yang melakukan kecurangan pada saat
melakukan pengurusan harta pailit. Seperti baru-baru ini, tiga kurator PT Asuransi Jiwa
Bumi Asih Jaya ditangkap Bareskrim karena memindahkan aset milik debitor menjadi
milik pribadi mereka senilai Rp 1,1 triliun.8
Sita umum terhadap aset bukan milik debitor juga menjadi permasalahan
tersendiri dalam praktek kepailitan. Aset tersebut dapat merupakan milik negara
namun dikuasai oleh debitor seperti terjadi pada proses kepailitan dengan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) sebagai debitor. 9 Maupun aset pihak lain yang terkait dengan
4 Hukumonline, “Curhat Kurator yang Pernah Duduk di Kursi Terdakwa”, 26 November 2014, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5475a02bb6a67/curhat-kurator-yang-pernah-duduk-di-kursi-terdakwa, diakses tanggal 8 Maret 2018. 5 Ibid. 6 Ibid. 7 Hukumonline, “Dilaporkan ke Polisi, Eks Kurator Kymco Minta Perlindungan AKPI”, 29 Januari 2014, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52e871a8ae562/dilaporkan-ke-polisi--eks-kurator-kymco-minta-perlindungan-akpi, diakses tanggal 8 Maret 2018. 8 Tempo.co, “Ditangkap, 3 Kurator Pengadilan Niaga Jakarta Tersangka Kasus BAJ”, 19 Mei 2017, https://nasional.tempo.co/read/876915/ditangkap-3-kurator-pengadilan-niaga-jakarta-tersangka-kasus-baj, diakses tanggal 20 Maret 2018. 9 Rizal Widiya Priangga, Analisis Yuridis Sita Umum Aset Badan Usaha Milik Negara terhadap Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Privat Law, Vol. V No. 1 Januari-Juni 2017, https://media.neliti.com/media/publications/164788-ID-none.pdf, diakses tanggal 9 Maret 2018.
3
kepailitan seperti pada kasus Actio Paulina pemilik Batavia Air. 10 Actio Paulina adalah
upaya hukum untuk membatalkan transaksi yang dilakukan oleh debitor yang dapat
merugikan kepentingan para kreditornya. 11 Pembuktiannya terkadang membutuhkan
proses yang cukup panjang sehingga tidak sesuai dengan prinsip kepailitan yaitu
penyelesaian secara adil, cepat, terbuka, dan efektif. 12
B. Metode Penelitian
Penelitian tentang “Pelaksanaan Sita Umum dalam Kasus Kepailitan” merupakan
penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif dilakukan
dengan memperhatikan sistematika hukum dari peraturan perundang-undangan terkait
diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Herzien Inlandsch Reglement
(HIR), UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Kewajiban Pembayaran Utang (UU
Kepailitan). Sedangkan penelitian yuridis empiris yang dimaksudkan adalah penelitian
terhadap efektivitas hukum, yaitu penelitian yang membahas bagaimana hukum
beroperasi dalam masyarakat. Unit analisis dalam penelitian ini ditentukan dengan
sengaja (purposive) yang dilakukan di 2 Provinsi yakni Provinsi Jawa Timur dan
Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini memerlukan data sekunder dan data primer.
Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelitian
ini juga dilengkapi dengan data primer yang diperoleh dari wawancara. Wawancara
dilakukan dengan instansi-instansi terkait, yaitu: kurator, Balai Harta Peninggalan,
akademisi, Pengadilan Niaga dan Kepolisian.
II. HASIL PENELITIAN
A. Pelaksanaan Sita Umum terkait Benda Bergerak Maupun Benda Tidak
Bergerak Milik Debitor
Sita adalah suatu tindakan hukum pengadilan atas benda bergerak ataupun benda
tidak bergerak milik tergugat atas permohonan penggugat untuk diawasi atau diambil
untuk menjamin agar tuntutan penggugat/kewenangan penggugat tidak menjadi
10 Kontan, “MA kabulkan gugatan eks bos Batavia Air”, 17 November 2014, http://nasional.kontan.co.id/news/ma-kabulkan-gugatan-eks-bos-batavia-air, diakses tanggal 9 Maret 2018. 11Hukumonline, “Actio Pauliana dan Perdamaian dalam Kepailitan”, 4 Agustus 2010, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1691/actio-paulina-dan-perdamaian-dalam-kepailitan, diakses tanggal 20 Maret 2018. 12 Penjelasan Umum, UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
4
hampa.13 Sedangkan sita dalam UU Kepailitan merupakan sita terhadap seluruh harta
kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit serta segala sesuatu yang
diperoleh selama kepailitan.
Tujuan dari sita adalah untuk menjamin suatu hak atas barang agar jangan
dialihkan, dihilangkan, atau dirusak, sehingga merugikan pihak pemohon sita dengan
demikian gugatannya tidak hampa (illusoir).14 Adapun tujuan dari sita umum dalam
kepailitan adalah mencegah debitor melakukan perbuatan yang merugikan para
kreditornya; mencegah terjadinya perebutan harta debitor oleh para kreditor dan untuk
mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan yang merugikan debitor seperti
menyembunyikan atau menyelewengkan harta.15
UU Kepailitan tidak secara spesifik mengatur bagaimana pengaturan tentang sita
umum bagi barang bergerak dan tidak bergerak milik debitor pailit, karena dasar dari
objek dari sita umum kepailitan mengacu pada Pasal 1131 jo. Pasal 1132 BW.
Berdasarkan ketentuan tersebut, sita umum tersebut berlaku atas seluruh kebendaan
dari milik debitor pailit itu sendiri.
Hal ini diperkuat berdasarkan Pasal 21 UU Kepailitan, yang menentukan
“Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit
diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan”. Namun terdapat
pengecualian harta debitor yang terkena sita umum sebagaimana diatur dalam Pasal 22
UU Kepailitan, yang mengecualikan benda berikut dari harta pailit, yaitu:
a. benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;
b. segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau
c. uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.”
B. Hambatan dalam Pelaksanaan Sita Umum
Pelaksanaan sita umum merupakan bagian dari proses penegakan hukum dari UU
Kepailitan dan aturan terkait lainnya. Menurut Soerjono Soekanto ada lima faktor yang
13 Wildan Suyuthi, Sita dan Eksekusi Praktek Kejurusitaan Pengadilan, Jakarta: PT Tatanusa, 2004, hal. 20. 14 Wildan Suyuthi, op.cit., hal. 21 15 Ibid., hal. 638.
5
mempengaruhi penegakan hukum yaitu hukum itu sendiri, penegak hukum, sarana
prasarana, masyarakat dan budaya. Dari penelitian ini terlihat bahwa pelaksanaan sita
umum setidaknya dipengaruhi oleh 4 faktor yang menjadi penghambat yaitu:
1. Hambatan dari Segi Hukum
Tidak sinkronnya ketentuan UU Kepailitan terkait dengan sita umum dengan
KUHAP. Dimana KUHAP memberikan kewenangan kepada lembaga dan/atau institusi
tertentu untuk melakukan penyitaan terhadap harta pailit milik debitor pailit, dimana
muncul pemikiran bahwa ketentuan yang mengatur dan memberikan kewenangan
kepada lembaga dan/atau institusi tertentu tersebut merupakan ketentuan khusus (lex
specialist) dari UU Kepailitan, sehingga yang bersangkutan memiliki keengganan untuk
mencabut dan/atau menghapus sita yang telah dilakukannya. Kondisi ini diperparah
lagi dimana lembaga dan/atau institusi tertentu tersebut mempunyai Standar Kerja
atau Standard Operating Procedure (SOP) internal yang justru kontra produktif dengan
sita umum dalam kepailitan.
Berkaitan dengan ketentuan perpajakan, kantor pajak telah memberikan
klarifikasi bahwa mereka tidak akan melakukan sita apabila sita lain telah dijatuhkan
termasuk sita kepailitan karena hal ini juga dilarang oleh Pasal 19 UU PPSP. Akan tetapi
berdasarkan keterangan kurator, walaupun kantor pajak telah mengajukan
pendaftaran tagihan pada kurator namun tetap tidak mau mencabut sita pajak dengan
alasan peraturannya tidak memungkinkan untuk melakukan pengangkatan/
pencoretan atas sita yang telah dilaksanakannya. Kondisi ini tentunya perlu untuk
diteliti lebih lanjut.
Sinkorinisasi dan harmonisasi aturan sita umum dalam UU Kepailitan dan KUHAP
sampai dengan saat ini belum sepenuhnya berjalan searah, bahkan dalam
pelaksanaannya memiliki kecendrungan kontra produktif, tidak sinkron, dan tidak
harmonis. Ketidaksingkronan aturan perundang-undangan menunjukkan telah terjasi
pelanggaran terhadap asas-asas berlaku UU yang menurut Soerjono Soekanto
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penegakan hukum.16
Selain masalah sinkronisasi, aturan tentang organisasi profesi kurator juga tidak
secara jelas diatur. Satu-satunya pasal yang memuat tentang organisasi profesi hanya
Penjelasan Pasal 70 ayat (2) UU Kepailitan, itupun terkait syarat terdaftar dari kurator.
Padahal dewasa ini pengawasan oleh kurator oleh organisasi profesi sangat dibutuhkan
16
Soerjono Soekanto, Op. Cit., hal. 17.
6
mengingat banyaknya potensi penyimpangan yang dapat dilakukan kurator dan
pasifnya pengawasan oleh hakim pengawas. Ketidakjelasan aturan juga merupakan
salah satu faktor yang dapat menganggu penegakan hukum.17
2. Hambatan dari Segi Penegak Hukum
Tidak hanya permasalahan hukum, kekurang pahaman dari instansi pemerintah
yang mempunyai kewenangan untuk mencabut/mencoret/mengangkat pencatatan sita
yang telah ada sebelum adanya putusan pailit, atau tetap melakukan pencatatan adanya
sita walaupun telah ada putusan pailit. Permasalahan tersebut tetap muncul walaupun
berdasarkan Pasal 31 ayat (2) UU Kepailitan, menentukan bahwa “Semua penyitaan
yang telah dilakukan menjadi hapus dan jika diperlukan Hakim Pengawas harus
memerintahkan pencoretannya”.
Perbedaan pendapat antara penegak hukum terkait kedudukan sita kepailitan
dibandingkan dengan sita pidana maupun perdata juga menjadi permasalahan
tersendiri. Guru Besar Hukum Pidana FH UGM, Mada Edward Omar Sharif Harief
mengatakan hukum publik lebih diutamahan dari pada hukum privat. Hukum pidana
adalah hukum publik. Untuk itu, hukum publik memiliki karakteristik pemaksan oleh
aparat negara. Sedangkan ahli perdata termasuk Hadi Subhan berpendapat, sita umum
kepailitan baru dapat terjadi ketika majelis hakim memutus pailit. Sedangkan sita
pidana hanya bersifat penetapan. Sehingga, penetapan sita pidana tidak dapat
menghapuskan putusan majelis hakim pengadilan niaga. Kekurangpahaman dan
perbedaan pendapat antara penegak hukum biasanya diperparah dengan adanya ego
sektoral. Kurator kerap dirugikan terkait hal ini. Dalam menanggapi laporan terkait
kurator, aparat penegak hukum sulit menerima penjelasan dari kurator sehingga kasus
tetap berlanjut hingga ke pengadilan.
Tindakan kurator yang kurang berhati-hati dalam menjalankan tugasnya seperti
tidak memisahkan antara harta pailit dengan harta pribadi sering juga menjadi faktor
pemicu terjadinya gugatan terhadap kurator. Kurator swasta juga kerap memilih-milih
kasus. Kurator biasanya akan memperkirakan jumlah aset debitor apakah mampu
membayar kepailitan. Selain itu kurator biasanya juga menghindari kasus pailit
perusahaan yang sudah lama mati karena proses pemngurusannya biasanya sangat sulit
dan asetnya sudah tidak jelas ada dimana. Selain itu kreditor juga akan memperhatikan
17
Ibid., hal. 18.
7
apakah debitor perusahaan atau perorangan. Pengurusan kepailitan perorangan
berbeda dengan perusahaan. Jika menghadapai perorangan harus berhadapan dengan
rasa (tega dan tidak tega) sedangkan perusahaan dengan aset (laporan keuangan).
Debitor perorangan juga cenderung kurang terbuka terkait aset (klamuflase). Tindakan
kurator yang cenderung memilih kasus membuat BHP cenderung mendapatkan kasus
kepailitan yang biasanya sudah tidak diminati oleh kurator swasta.
Dalam prakteknya pembagian harta oleh kurator, pajak tidak diuntungkan karena
dapat habis oleh kreditor separatis. Selain itu penetapan sita pajak atas aset juga akan
menurunkan nilai aset. Oleh sebab itu pajak biasanya bekerjasama dengan bank
pemilik hak tanggungan untuk menjual aset. Caranya pajak tidak akan menetapkan
pajak atas aset sehingga aset dapat terjual secara maksimal kemudian, petugas pajak
akan membagi hasil dengan pemegang hak tanggungan. Cara seperti ini akan
menguntungkan baik bagi kantor pajak maupun pemegang hak tanggungan.
3. Hambatan dari Segi Sarana dan Prasarana
Hakim niaga dalam melakukan tugas tidak hanya menangani perkara kepailitan
akan tetapi juga perkara lain seperti tipikor dan PHI. Akibatnya waktu dan tenaga yang
dimiliki hakim sangat terbatas. Jadwal pejabat lelang juga sangat terbatas misalnya,
jadwal lelang baru bisa ditetapkan 2-4 minggu setelah diajukan dan lelang baru dapat
terlaksana 1-2 bulan sesudahnya belum lagi pengumuman terlebih dahulu sehingga
paling tidak setelah 3 bukan baru terlaksana. Selain itu pengurusan harta pailit juga
membutuhkan biaya yang tidak sedikit baik untuk, inventarisasi harta, pengumuman,
biaya apprisal. Ada kurator yang memiliki dana untuk menalangi biaya ini terlebih
dahulu. Akan tetapi ada juga BHP yang meminjam dari kreditor. Hal ini tentunya secara
etik tidak baik untuk dilakukan karena dapat mengganggu indepedensi.
Untuk menemukan dan memverifikasi harta kekayaan debitor pailit kurator
membutuhkan waktu yang tidak cepat dan sulit diseragamkan. Kondisi ini dipengaruhi
oleh kemampuan kurator untuk mencari, menemukan dan memverifikasi boendel pailit
dan kemauan dan bekerjasama yang baik dari debitor serta kreditor.
4. Hambatan dari Segi Budaya
Ego sektoral merupakan salah satu faktor penghambat dari segi penegak hukum.
Namun saat ini masalah ini seperti telah membudaya pada diri penegak hukum
8
sehingga menganggu proses penegakan hukum. Ketidakpahaman tetang kepailitanjuga
membuat kurator rawan mengalami gugatan oleh pihak ketiga ataun debitor karean
dianggap menguasai aset orang lain tanpa izin pemilik.
Dalam menghadapi debitor perseorangan, kurator kerap terganggu dengan masalah
perasaan antara tega dan tidak tega dalam menghadapi debitor perseorangan.
Akibatnya sulit bagi kurator untuk bersifat independen. Pandangan terkait hukum
publik menyangkut kepentingan umum membuat sita umum diabaikan oleh sita
lainnya seperti pidana dan pajak. Padahal kepailitan juga masalah kepentingan umum
seperti terkait perbankan milik BUMN atau nasabah koperasi simpan pinjam.
C. Upaya untuk Mengatasi Hambatan terkait Pelaksanaan Sita Umum
Dalam rangka mengatasi hambatan terkait pelaksanaan sita umum, kurator akan
segera melakukan penyegelan dan penjualan di bawah tangan. Selain itu kurator akan
menjalin hubungan baik dengan para penegak hukum. Menjadi bagian dari organisasi
profesi juga menjadi salah satu upaya dari kurator untuk menghadapi setiap hambatan.
Adapun salah satu peran dari organisasi profesi berkaitan dengan anggotanya yang
sedang menghadapi permasalahan berkaitan dengan sita umum dalam kepailitan
adalah memberikan penjelasan secara tertulis kepada instansi yang terkait sehubungan
permasalahan anggotanya dan melakukan pendampingan kepada anggota.
Untuk melindungi diri dari gugatan pihak ketiga, kurator akan menggunakan jasa
appraisal dalam menilai asset. Terkait biaya appraisal, pengumuman dan lain-lain
apabila belum ada dana dari harta pailit, kurator akan menanggung terlebih dulu. Pada
proses penjualan di bawah tangan tetap diumumkan untuk menjaring pembeli dan
pembeli tetap mengajukan penawaran sehingga dapat diperoleh harga terbaik, sesudah
mendapat pembeli harga terbaik. Meski proses pengumuman dalam proses penjualan di
bawah tangan bukan keharusan akan tetapi tergantung kurator saja.
Untuk mengamankan aset, kurator juga bisanya akan melakukan pemblokiran
pada kantor pertanahan terhadap aset barang tidak bergerak terkait dengan tanah dan
bangunan. Sedangkan untuk aset bergerak akan dimintakan bukti kepemilikan untuk
menghindari gugatan dari pihak ketiga.
Petugas pajak dapat bekerjasama dengan kurator untuk memaksimalkan harta
pailit sekaligus pembayaran utang pajak. Kurator dapat mengambil alih harta kekayaan
debitor sedangkan petugas pajak dapat menggunakan instrumen yang ada untuk
9
memaksa debitor menyerahkan aset permasalahannya adalah petugas pajak tidak akan
mendapatkan hasil yang maksimal.
III. PENUTUP
Sita umum berlaku pada semua harta kekayan debitor kecuali yang diatur dalam
Pasal 22 UU Kepailitan. Oleh sebab semejak putusan pailit dijatuhkan oleh hakim maka
segala asset debitor baik bergerak maupun tidak bergerak terkena sita umum. Adapun
dasar sita umum adalah putusan pailit tersebut. Berdasarkan Pasal 32 UU Kepailitan
semua sita yang telah ditetapkan kepada harta pailit hapus dan yang berlaku adalah
sita umum.
Pelaksanaan sita umum terhambat oleh empat faktor yaitu pertama terkait
permasalahan hukum yang mana beberapa aturan dalam UU Kepailitan tidak sinkron
dengan UU lainnya seperti KUHAP dan UU Hak Tanggungan dan Aturan tentang
perlindungan dan kewenangan kurator juga tidak diatur secara detail akibatnya dapat
menjadi celah penyalahgunaan dapat juga menjadi senjata untuk menjatuhkan kurator
itu sendiri. Faktor kedua adalah hambatan dari diri debitor yang enggan melaporkan
seluruh asset; hambatan dari kurator yang kurang berhati-hati atau beretikat kurang
baik dalam menjalankan tugas; hambatan dari hakim pengawasan yang hanya dapat
melakukan pengawasan secara pasif; hambatan dari pejabat lelang yang kesulitan
mengatur jadwal lelang dan adanya ego sektoral dari petugas kepolisian maupun pajak.
Keterbatasan sarana dan prasarana juga menjadi faktor penghambat pelaksanaan sita
umum yaitu terbatasnya biaya pengurusan harta pailit, keterbatasan tempat menaruh
benda sitaan (Rubasan), dan terbatasnya jumlah hakim pengawas dan pejabat lelang.
Faktor terakhir adalah faktor budaya yang mana masyarakat kurang begitu memahami
masalah kepailitan termasuk kewenangan kurator. Sehingga sewaktu terjadi
pengamanan harta pailit, kurator malah dituntut. Masalah budaya lainnya dalaha
berkembangnya ego sektoral antar penegak hukum, adanya perasaan tega dan tidak
tega kurator dalam menghadapi debitor perseorangan dan pandangan terkait hukum
publik
Dalam mengatasi berbagai hambatan berbagai cara dilakukan oleh para pihak,
ada yang baik, yang beresiko dan mengakali aturan. Tindakan yang baik adalah sepeti
tindakan kurator yang berusaha menjalin hubungan baik dengan hakim pengawas,
malakukan pengumuman dan appraisal untuk penjualan di bawah tangan serta
10
memisahkan rekening pribadi dengan rekening pailit. Namun ada juga upaya beresiko
yang dilakukan seperti adanya tindakan kurator yang meminjam kepada kreditor biaya
pengurusan harta pailit. Tindakan ini beresiko karena dapat mengganggu indepedensi.
Selain itu ada juga upaya “mengakali” aturan seperti tindakan petugas pajak yang
bekerjasama dengan kreditor separatis untuk bisa mendapatkan perlunasan utang
pajak. Supaya kreditor separatis dapat menjual asset maka petugas pajak meminta
kreditor untuk berbagi hasil penjualan, apabila kreditor setuju baru surat bebas pajak
di keluarkan.
IV. Rekomendasi
1. Jangka waktu penjualan oleh kreditor separatis perlu diperpanjang supaya dapat
menjual aset dengan nilai maksimal.
2. Masalah sita umum diatas sita lainnya dapat diselesaikan dengan menggunakan
aturan ”sebelum perkara diputus pailit maka sita lain dapat berlaku, namun jika
putusan pailit sudah dijatuhkan tidak boleh dilakukan penyitaan”. Namun aturan ini
tidak dapat dipergunakan untuk semua kasus seperti kasus harta pailit yang
ternyata merupakan hasil tindak pidana penggelapan.
3. Penggunaan aturan Gizeling dalam kepailitan perlu dilakukan karena beberapa
kasus kepailitan juga terkait dengan kepentingan umum. Selain itu dalam
prakteknya banyak debitor yang sulit tiajak bekerjasama. Akan tetapi supaya dapat
dilaksanakan maka perlu ada juklis/aturan pelaksananya.
4. Masalah ego sektoral perlu diatasi salah satunya dengan adanya kejelasan aturan
dan komunikasi yang baik. Beberapa kurator memiliki prinsip tidak akan terlalu
bersinggungan dengan pihak yang memiliki kewenangan seperti kepolisian dan
petugas pajak.
5. Aturan perlindungan, organisasi profesi dan etik bagi kurator perlu diperjelas
mengingat banyaknya celah yang dapat dimanfaatkan oleh kurator. Celah hukum
bisa menjadi keuntungan bagi kurator akan tetapi juga bisa menjadi masalah.
6. Pengawasan oleh hakim pengawas perlu ditingkatkan akan tetapi harus diiringi
dengan pengurangan beban kerja lain bagi hakim. Saat ini hakim harus menangani
perkara lain juga seperti tipikor dan PHI.
7. Kurator hendaknya ditunjuk oleh hakim dari daftar kurator yang ditetapkan oleh
organisasi profesi per wilayah supaya independen. Sistem saat ini yang
11
memungkinkan kreditor mengajukan kurator bisa mengancam indepedensi
kurator.
8. Putusan pailit hendaknya memuat daftar harta kekayaan sementara milik debitor.
9. Perlu ada pengaturan tentang kapan aset pailit harus dijual.
10. Perlu adanya penyesuai UU Kepailitan dengan putusan MK tentang posisi gaji
pekerja atau buruh yang berada diatas kreditor separatis.
11. UU Kepailitan perlu menegaskan bahwa proses pailit hanya sebatas pengurusan
harta kekayaan saja yang beralih ke kurator sedangkan tanggung jawab lainnya
seperti pidana dan pajak tetap melekat pada debitor.
12. Dari hasil penelitian terdapat beberapa hal yang perlu diteliti lebih lanjut, yaitu
terkait:
a. Kedudukan sita pajak terhadap harta pailit karena terdapat keterangan yang
berbeda dari berbagai narasumber
b. Teknis penyampaian putusan dari pengadilan ke kurator karena juga terapat
keterangan yang berbeda dari berbagai narasumber
c. Prosedur lelang dalam kepailitan karena para narasumber menyatakan
ketidakpuasan terhadap prosesdur lelang yang ada saat ini.
12
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewejiban Pembayaran Utang di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2013.
Fuady, Munir. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Citra Aditya, 2014.
Hamzah, Andi. Penegakan Hukum Lingkungan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Kristianto, Fennieka. Kewenangan Menggugat Pailit dalam Perjanjian Kredit Sindikasi. Jakarta: Minerva Athena Pressindo, 2009.
M. Nasir. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Djambatan, 2003.
Manik, Edward. Cara Mudah Memahami Proses Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang. Bandung: Mandart Maju, 2012.
Mukhlis, dkk. Sejarah Kebudayaa Sulawesi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995.
Diantha, I Made Pasek. Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum. Jakarta: Prenada Media Group, 2016.
Suyuthi, Wildan. Sita dan Eksekusi Praktek Kejurusitaan Pengadilan. Jakarta: PT Tatanusa, 2004.
Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.
Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012.
Usman, Rachmadi. Dimensi hukum Kepailitan di Indonesia. Jakarta: PT Gramesia Pustaka Utama, 2004.
Jurnal
Astiti, Sriti Hesti. Sita Jaminan Dalam Kepailitan. Yuridika. Vol. 29 No. 1, Januari - April 2014.
Isfardiyana, Siti Hapsah. “Sita Umum Kepailitan Mendahului Sita Pidana dalam Pemberesan Harta Pailit”. Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 3 No. 3 Tahun 2016. http://jurnal.unpad.ac.id/pjih/article/viewFile/7177/5419. Diakses tanggal 5 Maret 2018.
Priangga, Rizal Widiya. “Analisis Yuridis Sita Umum Aset Badan Usaha Milik Negara terhadap Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara”. Privat Law. Vol. V No. 1 Januari-Juni 2017. https://media.neliti.com/media/publications/164788-ID-none.pdf. Diakses tanggal 9 Maret 2018.
13
Wiryanthari, Wulan dan Dewi I Made Tjatrayasa. “Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Status Sita dan Eksekusi Jaminan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004”. Kertha Semaya. Vol. 04 No. 02, Februari 2016.
Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Kepres No. 97 Tahun 1999 tentang Pembentukan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negari Surabaya dan Pengadilan Negeri Semarang.
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 215 K/Pdt.Sus-Pailit/2013
Putusan Mahkamah Agung No. 202 PK/Pdt.Sus/2012
Internet
Detiknews. “Kasus Penipuan, MA Rampas Aset Koperasi Cipaganti untuk Nasabah”. 12 April 2016. https://news.detik.com/berita/d-3185490/kasus-penipuan-ma-rampas-aset-koperasi-cipaganti-untuk-nasabah. Diakses tanggal 8 Maret 2018.
Hukumonline. “Dilaporkan ke Polisi, Eks Kurator Kymco Minta Perlindungan AKPI”, 29 Januari 2014, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52e871a8ae562/dilaporkan-ke-polisi--eks-kurator-kymco-minta-perlindungan-akpi, diakses tanggal 8 Maret 2018.
________. “Curhat Kurator yang Pernah Duduk di Kursi Terdakwa”. 26 November 2014. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5475a02bb6a67/curhat-kurator-yang-pernah-duduk-di-kursi-terdakwa. Diakses tanggal 8 Maret 2018.
________. “Perbendaan Antara Kepailitan dan PKPU”. 14 Desember 2012. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c3529a6061f/perbedaan-antara-kepailitan-dengan-pkpu. Diakses tanggal 6 Maret 2018.
________. “Prokontra Sita Pidana vs Sita Umum Pailit”. 3 Mei 2013. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51836ecd9bbf8/prokontra-sita-pidana-vs-sita-umum-pailit. Diakses tanggal 5 Maret 2018.
________. “Actio Pauliana dan Perdamaian dalam Kepailitan”, 4 Agustus 2010, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1691/actio-paulina-dan-perdamaian-dalam-kepailitan, diakses tanggal 20 Maret 2018.
14
Kabar24. “Begini Cara Kurator Koperasi Pandawa Rebut Harta Pailit”. 19 Desember 2017. http://kabar24.bisnis.com/read/20171219/16/719631/begini-cara-kurator-koperasi-pandawa-rebut-harta-pailit. Diakses tanggal 8 Maret 2018.
Kontan. “MA kabulkan gugatan eks bos Batavia Air”. 17 November 2014. http://nasional.kontan.co.id/news/ma-kabulkan-gugatan-eks-bos-batavia-air. Diakses tanggal 9 Maret 2018.
Pengadilan Negeri Surabaya. “Sistem Informasi Penelusuran Data Pengadilan Negeri Surabaya”. http://sipp.pn-surabayakota.go.id/list_perkara/type/ZnBEZFcwZmpJRDd1dTdQUkFIWGhFd3VqNkMrcEJ4cUdBSysxL05PTW9sUXZvMSt6UjdYUGxJWEJPVzNZY2xYc2RhWE9vWTlBSXFncmlYL1Q4TnZLVkE9PQ==. Diakses tanggal 21 Maret 2018.
Shietra&Partners. “Sita Umum dalam Kepailitan”. 17 Januari 2017, http://www.hukum-hukum.com/2017/01/sita-umum-dalam-kepailitan.html. Diakses tanggal 15 Maret 2018.
Sulaiman, Ghufron. “Macam-Macam Sita dalam Hukum Perdata”. 7 Agustus 2009. http://www.pta-makassarkota.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=356:macam-macam-sita-dalam-hukum-perdata&catid=1:berita&Itemid=180. Diakses tanggal 7 Maret 2018.
Tempo.co, “Ditangkap, 3 Kurator Pengadilan Niaga Jakarta Tersangka Kasus BAJ”, 19 Mei 2017, https://nasional.tempo.co/read/876915/ditangkap-3-kurator-pengadilan-niaga-jakarta-tersangka-kasus-baj. Diakses tanggal 20 Maret 2018.