epidermis, dermo-epidermal junction and dermis

21
Book Reading Epidermis, Dermo-Epidermal Junction, Dermis B. Zanuar Ichsan G0005068 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

Upload: brilliant-zanuar-ichsan

Post on 26-Jun-2015

678 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

book reading, Fitzpatrick's Dermatology in general medicine 7th ed

TRANSCRIPT

Page 1: Epidermis, Dermo-Epidermal Junction and Dermis

Book Reading

Epidermis, Dermo-Epidermal Junction, Dermis

B. Zanuar Ichsan G0005068

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2010

Page 2: Epidermis, Dermo-Epidermal Junction and Dermis

Epidermis

Salah satu ciri khas kulit yang dapat dilihat dan paling mendasar adalah epidermis

bertanduk berlapis. Epidermis merupakan struktur yang diperbaharui terus menerus. Lapisan

ini meningkatkan struktur derivatif yang disebut appendages (unit pilosebaseus, kuku dan

kelenjar keringat). Ketebalan epidermis berkisar antara 0,4 sampai 1,5 mm, dibandingkan

dengan ketebalan kulit seluruhnya 1,5 sampai 4 mm. Mayoritas sel epidermis adalah

keratinosit yang diorganisasikan menjadi 4 lapisan, diberikan nama berdasarkan posisi atau

properti struktural sel mereka. Sel-sel ini secara progresif berdiferensiasi dari sel-sel basal

proliferatif, melekat pada membrana basalis epidermis, menjadi stratum korneum yang

terkeratinisasi dan berdiferensiasi terakhir. Stratum korneum merupakan lapisan terluar dan

barrier kulit. Sel-sel penghuni imigran seperti melanosit, sel langerhans dan sel merkel

menyilang diantara keratinosit pada berbagai level. Sel-sel lain seperti limfosit merupakan

penghuni sementara epidermis dan sangat jarang pada kulit normal. Ada banyak perbedaan

regional dalam epidermis dan appendagesnya. Beberapa diantaranya sangat tampak nyata (ex.

Kulit palmoplantar vs. kulit pada batang tubuh); perbedaan lainnya mikroskopik. Perubahan

patologis pada dermis dapat terjadi sebagai akibat dari sejumlah rangsang yang berbeda:

trauma mekanik berulang (seperti liken simpleks kronis), peradangan (seperti ddermatitis

atopik dan liken planus), infeksi (seperti veruka vulgaris), aktivitas sistem imun dan

abnormalitas sitokin (ex. Psoriasis), autoantibodi (ex. Pemphigus vulgaris dan pemphigoid

bullosa), atau defek genetik yang mempengaruhi diferensiasi atau protein struktural (ex.

Epidermoid bullosa (EB)) simpleks, hiperkeratosis epidermolitik, iktiosis, dan penyakit

Darier).

Lapisan-Lapisan Epidermis

Stratum Basalis

Keratinosit merupakan sel yang berasal dari ektodermal dan jenis sel primer dalam

epidermis, engan jumlah minimal 80% dari seluruh sel yang ada. Fakta terakhir mengenai sel

ini adalah bahwa sel ini menyediakan komponen barrier epidermal yaitu sebagai stratum

korneum. Sehingga banyak fungsi epidermis dapat diketahui sedikit demi sedikit dari studi

mengenai struktur dan perkembangan keratinosit.

Diferensiasi keratinosit (keratinisasi) merupakan serangkaian perubahan morfologis

yang kompleks, teregulasi dengan teliti dan terprogram secara genetik dan kejadian metabolik

yang ttik akhirnya adalah diferensiasi terminal, keratinosit mati (korneosit) yang engandung

Page 3: Epidermis, Dermo-Epidermal Junction and Dermis

filamen keratin, protein matriks, dan membran plasma yang diperkuat protein dengan lipid

yang tergabung dengan permukaan.

Keratin adalah famili dari filamen intermediet dan tanda dari seluruh sel-sel

epidermis, meliputi keratinosit. Keratin memberikan peranan struktural utama dalam sel.

Sejumlah 54 gen keratin fungsional berbeda pada manusia telah teridentifikasi---34 keratin

epitelial dan 17 keratin rambut. Ekspresi yang bersamaan dari pasangan keratin spesifik

tergantung dari tipe sel, tipe jaringan, tahapan perkembangan, tahapan diferensiasi, dan

keadaan penyakit. Lebih jauh lagi, peranan kritis molekul-molekul ini ditegaskan oleh banyak

manifestasi penyakit yang meningkat karena mutasi gen-gen ini. Dengan demikian,

pengetahuan tentang ekspresi, regulasi dan struktur keratin memberikan pandangan kepada

diferensiasi dan struktur epidermal.

Stratum basalis (stratum germinativum) mengandung keratinosit aktif berbntuk

kolumner yang melekat melalui filamen keratin (K5 dan K14) ke zona membrana basalis

pada hemidesmosom, melekat ke sel-sel lain disekitarnya melalui desmosom dan yang

menumbuhkan sel-sel dari lapisan epidermal yang terdiferensiasi dan lebih seuperfisial.

Analisis ultrastruktur mengungkapkan adanya vakuola yang terikat membran yang

mengandung melanosom pigmen yang ditransfer dari melanosit oleh fagositosis. Pigmen

didalam melanosom tersebut berperan dalam pigmentasi seluruh kulit yang terlihat secara

makroskopis. Lapisan basalis merupakan lokasi primer sel-sel epidermis yang aktif mitosis.

Studi kinetik sel mengarahkan bahwa sel-sel lapisan basal menunjukkan potensial proliferatif

yang berbeda (stem cells, transit amplifying cells, dan postmitotic cells), dan studi invivo in

vitro menunjukkan bahwa terdapat stem cell epidermal yang berumur panjang. Karena sel

basal dapat dikembangkan dengan kultur h=jaringan dan digunakan untuk membangun cukup

epidermis untuk menyelubungi seluruh permukaan kulit psien yang terbakar, populasi awal

yang demikian diduga mengandung stem cell yang berumur panjang dengan potensial

proliferatif yang luas.

Sejumlah besar data mendukung keberadaan stem cell epidermal multipoten di dalam

regio yang menonjol dari folikel rambut berdasarkan pada cirinya. Sel-sel dari regio ini

mampu berperan dalam pembentukan tidak hanya seluruh unit pilosebaseus, namun juga

epidermis interfolikuler.

Keberadaan populasi sel progenitor tambahan di dalam permukaan stratum basalis

epidermal, juga didukung oleh sejumlah bukti baik in vivo maupun in vitro. Stem cell basal

tersebut bersifat klonogenik dan berkembang cepat dalam fase-S siklus sel, dan jarang

membelah selama pambaharuan diri yang stabil ( memakai label nukleotida radiolabeled

Page 4: Epidermis, Dermo-Epidermal Junction and Dermis

selama periode yang panjang). Sebagai tambahan, mereka mampu melakukan pembelahan sel

sebagai respon terhadap agen eksogen dan endogen. Eksperimen pencarian silsilah sel

epidermis awal mengidentifikasi bahwa keratinosit diorganisasikan menjadi kolom-kolom

vertikal sel yang berdiferensiasi progresif, diistilahkan sebagai epidermal proliferating units.

Tipe sel kedua, transit amplyfying cells dari stratum basalis, muncul sebagai subset

sel anakan (daughter cells) yang jarang diproduksi oleh pembelahan stem cells. Pembelahan

dari sel-sel ini merupakan mayoritas pembelahan sel yang dibutuhkan untuk pembaruan diri

stabil dan merupakan sel yang paling banyak di kompartemen basal. Setelah mengalami

beberapa pembelahan sel, sel ini tumbuh menjadi kelas ke-3 sel basal epidermal yaitu post

mitotic cell yang mengalami diferensiasi terminal. Meskipun telah lama diyakini terlepas dari

stratum basalis untuk bermigrasi ke posisi epidermis yang lebih superfisial, bukti saat ini

menunjukkan bahwa pembelahan sel asimetris dapat secara langsung menjadi sel anakan

suprabasal yang berdiferensiasi. Pada manusia, waktu transit normal sel basal, dari waktu

hilangnya kontak dengan stratum basalis sampai waktu memasuki stratum korneum, minimal

14 hari. Transit melalui stratum korneum dan deskuamasi yang selanjutnya membutuhkan

waktu 14 hari lagi. Periode waktu ini dapat berubah pada keadaan hiperproliferatif atau henti-

tumbuh (growth arrested)

Stratum Spinosum

Bentuk, struktur dan properti subseluler sel spinosum berhubungan dengan letaknya

yang ada di epidermis tengah. Dinamai seperti itu karena tepi selnya mirip duri (spine-like

appearance) pada irisan histologis. Sel-sel spinosum suprabasal berbentuk polihedral dengan

nukleus bulat. Karena berdiferensiasi dan bergerak ke atas melalui epidermis, sel-sel ini

menjadi semakin datar dan berkembang menjadi organella yang disebut granula lamellar. Sel-

sel spinosum juga mengandung simpul filamen keratin, yang terorganisasi di sekitar nukleus

dan diinsersikan ke desmosom secara periferal. Sel-sel spinosum menyimpan keratin K5/K14

yang dihasilkan di stratum basal, namun tidak menghasilkan mRNA baru protein ini, kecuali

pada gangguan hiperproliferatif. Malahan sintesis baru pasangan keratin K1/K10 terjadi di

dalam lapisan epidermal ini. Keratin-keratin ini khas pola diferensiasi epidermalnya dan

dengan demikian mengarah sebagai keratin keratinisasi-spesifik (keratinization-spesific

keratin) atau keratin berdiferensiasi spesifik. Namun pola diferensiasi normal ini akan

dialihkan ke jalur alternatif pada keadaan hiperproliferatif. Pada kondisi seperti psoriasis,

keratosis aktinik, dan penyembuhan luka, sintesis K1 dan K10 mRNA serta protein di

downregulasikan, sedangkan sintesis beserta translasi message untuk K6 dan K16 dibantu.

Page 5: Epidermis, Dermo-Epidermal Junction and Dermis

Berhubungan dengan perubahan ekspresi keratin merupakan suatu gangguan diferensiasi

normal pada stratum epidermal bertanduk dan granular selanjutnya. mRNA K6/K16 hadir

melalui epidermis normalnya, namun message hanya ditranslasikan pada rangsangan

proliferasi.

Spina sel-sel spinosum merupakan desmosom yang melimpah, modifikasi permukaan

sel yang tergantung kalsium yang mempromosikan adhesi sel-sel epidermal dan ketahanan

terhadap stres mekanik. Di dalam setiap sel terdapat plak desmosomal yang mengandung

plakoglobin polipeptida, desmoplakin I dan II, keratokalmin, desmoyokin dan plakophilin.

Glikoprotein transmembran-desmoglein 1 dan 3 dan desmokolin I dan II, anggota dari

caherin family---memberikan properti adesif dari porsi ekstraseluler desmosom, dikenal

sebagai core/ inti. Padahal domain ekstraseluler cadherin membentuk bagian inti, domain

intraseluler menyisip dan menjadi plak, menghubungkan mereka ke sitoskeleton (keratin)

filamen intermediet. Meskipun desmosom berhubungan dengan adherens junction, yang

berikutnya berhubungan dengan mikrofilamen aktin pada permukaan pertemuan sel-sel,

melalui set cadherin yang berbeda (ex. E-cadherin) dan molekul adapter catenin intraseluler.

Adanya fungsi desmosom sebagai mediator adhesi interseluler jelas ditunjukkan pada

penyakit yang strukturnya terganggu. Penyakit bullosa autoimun seperti pemphigus vulgaris

dan pemphigus foliaceus disebabkan oleh antibodi yang menargetkan protein desmoglein

didalam desmosom. Hilangnya adhesi desmosom berakibat pada pemisahan dan

penyelubungan keratinosit (akantolisis), akhirnya membentuk blister/bula di dalam

epidermis. Lebih mencolok lagi, presentasi klinis penyakit ini merefleksikan ekspresi relatif

di dalam jaringan dari protein desmoglein 1 dan 3. Pemphigus vulgaris merupakan akibat dari

antibodi yang diarahkan untuk melawan desmoglein 3 dan mengakibatkan rusaknya

epidermis antara lapisan basal dan suprabasal. Sebaliknya, desmoglein 1 diekspresikan di

lapisan atas epidermis, dan antibodipada pasien pemphigus foliaceus terhadap protein ini

berakibat pada munculnya blister/bula pada lapisan granular yang lebih superfisial. Penyakit

lain yang sama-sama menargetkan protein desmoglein 1 namun dengan mekanisme yang

berbeda adalah staphylococcal scalded skin syndrome dan impetigo bullosa, yangmana

protease bakteri memecah dan menginaktivasi desmoglein 1, yang mengakibatkan blister

superfisial yang sama terlihat pada pemphigus foliaceus. Mutasi genetik pada komponen

desmosom lain juga mengungkapan peranan protein ini dalam hal adhesi seperti pula dalam

hal signaling.

Pentingnya kalsium sebagai mediator adhesi telah diilustrasikan dengan baik dalam

kasus 2 keadaan yang menggambarkan karakteristik diskohesi epidermal, penyakit Darier

Page 6: Epidermis, Dermo-Epidermal Junction and Dermis

(keratosis folikularis) dan penyakit Hailey-Hailey (pemphigus kronis benigna). Kedua

penyakit ini disebabkan oleh mutasi gen yang mengatur transpor kalsium, SERCA2

(sarco/endoplasmic reticulum CA2+-ATPase tipe 2 isoform) dalam kasus penyakit Darier, dan

ATP2C1 (ATPase, CA2+ transporting, tipe 2C, member 1, regulator konsentrasi kalsium

sitoplasmik) dalam kasus penyakit Hailey-Hailey.

Granula lamellar juga dibentuk di lapisan sel epidermal ini. Organela sekretori ini

mengirimkan prekursor lipid stratum korneum ke ruang interseluler. Granula lamellar

mengandung glikoprotein, glikolipid, fosfolipid, sterol bebas dan sejumlah asam hidrolase,

meliputi lipase, protease, asam fosfatase dan glikosidase. Glukosilceramid, prekursor ceramid

dan komponen dominan lipid stratum korneum, juga ditemukan di dalam struktur ini.

Penyakit genetik menunjukkan pentingnya metabolisme lipid & steroid untuk pengelupasan

sel-sel tanduk---pada iktiosis resesif X-linked, mutasi steroid sulfataseberakibat pada retensi

hiperkeratosis.

Stratum Granulosum

Disebut granula keratohialin basofilik yang prominen di dalam sel- sel pada tingkat

epidermis ini, lapisan granullar tersebut merupakan sisi generasi sejumlah komponen

struktural yang akan membentuk barrier epidermal, seperti pada sejumlah protein yang

mengolah komponen ini. Granula keratohialin secara primer terdiri dari profilagrin, filamen

keratin, dan lorikrin. Selubung sel-sel tanduk mulai terbentuk pada lapisan ini. Pelepasan

profillagrin dari granula keratohialin berakibat pada pecahnya protein polimerik profillagrin

yang tergantung kalsium menjadi monomer fillagrin. Monomer fillagrin ini beragregasi

dengan keratin membentuk makrofilamen. Akhirnya, fillagrin didegradasi menjadi molekul,

meliputi asam urokanik dan asam karboksilik pirrolidon, yang berperan dalam hidrasi stratum

korneum dan membantu filter radiasi UV. Lorikrin adalah protein aya sistein yang

membentuk komponen protein mayor dari selubung tanduk, menyusun lebih dari 70%

massanya. Saat lepasnyadari granula keratohialin, lorikrin terikat pada struktur desmosomal.

Orikrin, sepanjang involukrin, cystatin A, protein kecil kaya prolin (SPR1,SPR2, dan

cornifin), elafin, dan envoplakin adalah semuanya crosslinked ke membran plasma oleh

transglutaminase jaringan (TGMs, utamanya TGMs 3 dan 1), membentuk selubung sel

tanduk.

Mutasi gen TGM1 telah menunjukkan dasar dari beberapa kasus iktiosis lamelar

(suatu keadaan resesif autosomal, khas dengan skala besar dan gangguan pada sebagian besar

lapisan epidermis atas yang berdiferensiasi). Bentuk lain iktiosis, iktiosis vulgaris,disebabkan

Page 7: Epidermis, Dermo-Epidermal Junction and Dermis

oleh mutasigen yang mengkode fillagrin. Abnormalitas Loricrin menimbulkan bentuk

sindrom vohwinkel dengan iktiosis dan pseudoainhum, seperti penyakit keratodermia

simetrik progresif. Penemuan ini menekankan pentingnya pembentukan selubung tanduk

yang sesuai pada keratinisasi epidermal normal.

Tahap akhir diferensiasi sell-sel granuler melibatkan destruksi sel yang terprogram

sendiri. Selama proses ini, yangmana sel-sel granuler menjadi korneosit yang berdiferensiasi

terakhir, suatu mekanisme apoptosis menimbulkan destruksi nukleus dan hampir semua isi

seluler, dengan perkecualiasn filamen keratin dan matriks fillagrin.

Stratum Korneum

Diferensiasi lengkap sel-sel granuler menghasilkan tumpukan lapisan sel-sel tanduk

yang anukleasi dan datar yang membentuk stratum korneum. Lapisan ini memberikan

proteksi mekanis pada kulit dan barrier yang menahan hilangnya air serta penyusupan

substansi terlarut dari lingkungan. Barrier stratum korneum dibentuk oleh sistem lipid-

depleted 2 kopartmen, korneosit kaya protein yang dikelilingi matriks lipid ekstraseluler

kontinyu. Dua kompartmen ini meberikan fungsi yang agak selektif namun samun saling

melengkapi dan bekerjasama pada aktivitas barrier epidermis. Regulasi permiabilitas,

deskuamasi, aktivitas peptida mikrobial, eksklusi toksin dan absorbsi kimiawi selektif adalah

keseluruhan fungsi primer matriks lipid ekstraseluler. Sebaliknya, korneosit berfungsi untuk

hidrasi, penguatan mekanis, inisiasi inflamasi yang dipernatarai sitokin dan proteksi dari

kerusakan UV.

Nonkeratinosit Epidermis

Melanosit merupakan sel dendritik yang mensintesis pigmen dan berasal dari neural

crest yang terletak primer di stratum basal. Sel-sel ini di bawah mikroskop dikenali dari

sitoplasmanya yang tercat pucat, nukleus ovoid, dan warna melanosom yang mengandung

pigmen, organela melanosit yang berbeda. Fungsi melanosit bisa dgambarkan dari gangguan

jumlah dan fungsi melanosit. Penyakit dermatologik klasik, vitiligo, disebabkan oleh deplesi

melanosit autoimun. Penyebab gangguan pigmentasi lainya ditemukan pada berbagai defek

melanogenesis, meliputi sintesis melanin, produksi melanosom, dan tansport melanosom,

serta transfer keratinosit. Regulasi proliferasi melanosit dan homeostasis di bawah studi

intensif yang sama seperti pada sarana untuk pemahaman melanoma. Interaksi melanosit-

keratinosit bersifat kritis untuk homeostasis melanosit dan diferensiasi, mempengaruhi

proliferasi, dentrisitas dan melanisasi.

Page 8: Epidermis, Dermo-Epidermal Junction and Dermis

Sel merkel adalah mekanoreseptor tipe I slow-adapting yang terletak di sisi

sensitivitas taktil tinggi. Sel merkel terletak di antara keratinosit basal pada regio khusus

tubuh, meliputi kulit berambut dan kulit tak berambut pada jari-jari, bibir, regio kavitas oral,

dan selubung akar luar folikel rambut. Seperti nonkeratinosit lainnya, sel merkel memiliki

sitoplasma yang tercat pucat. Marker imunohistokimia sel merkel meliputi peptida keratin

K8, K18, K19 dan K20. K20 terbatas pada sel merkel kulit dan dengan demikian K20

mungkin merupakan marker ang paling bisa diandalkan. Secara ultrastruktural, sel merkel

mudah diidentifikasi dengan granula berinti padat dan terikat pada membran yang berkumpul

berlawanan dengan golgi dan di proksimal neurit tak bermielin. Granula ini sama dengan

granula neurosekretori dalam neuron dan mengandung substansi mirip neurotransmiter dan

marker sel neuroendokrin, meliputi metenkephalin, neuron spesifik enolase, dan sinaptofisin.

Meskipun fungsi normal sel merkel yang sedang lebih dipelajari, namun ada catatan klinis

khushs karena neoplasma yang berasal dari sel merkel bersifat agresif dan sulit diterapi. Sel

langerhans merupakan sel dendritik dan sebagai antigen presenting cell (APC) dan antigen

processing cell. Meskipun tidak unik, sel langerhans membentuk 2-8% dari seluruh populasi

sel epidermis. Sebagian besar ditemukan di suprabasal, namun terdistribui melalui lapisan

basal, spinosum, dan granuler. Secara histologis, sel langerhans tercat pucat dan memiiki

nukleus convoluted. Sitoplasma sel langerhans mengandung granula berbentuk cambuk kecil

atau racket shape, disebut sebagai granula sel langerhans atau birbeck granules. Sel tersebut

mempresentasikan antigen ke sel T epidermis. Karenafungsinya ini, sel langerhan

diimplikasikan pada mekanisme patologis yang mendasari dermatitis kontak alergika,

leishmaniasi kutaneus, dan infeksi HIV. Sel langerhans berkurang di epidermis para pasien

dengan keadaan tertentu seperti psoriasis, sakoidosis, dan dermatitis kontak; fungsi sel

langerhans terngganggu oleh radiasi UV khususnya UVB.

Karena keefektifannya dalam mempresentasikan antigen dan stimulasi limfosit, sel

dendritik dan langerhans menjadi media prospektif untuk terapi tumor dan vaksin tumor. Sel-

sel ini dimuat dengan antigen spesifik tumor, yang selanjutnya akan merangsang respon imun

host untuk meningkatkan spesifik-antigen, dan juga respon tumor-spesifik.

Dermal-Epidermal Junction (DEJ)

DEJ merupakan zona membrana basalis yang membentuk pertemuan antara dermis

dan epidermis. Fungsi utama DEJ adalah saling melekatkan epidermis dan dermis dan

memberikan resistensi terhadap kekuatan destruktif eksternal. DEJ mendukung epidermis,

Page 9: Epidermis, Dermo-Epidermal Junction and Dermis

menentukan polaritas pertumbuhan, mengarahkan organisasi sitoskeleton sel-sel basal,

memberikan sinyal-sinyal perkembangan, dan sebagai barrier semipermiabel.

DEJ dapat disubdivisikan menjadi 3 jaringan kerja supramolekuler: hemidesmosome-

anchoring filament coplex, membrana basal sendiri, dan anchoring fibrils. Peranan kritis

regio ini dalam memelihara integritas struktural kulit terungkap dengan sejumlah besar

mutasi pada komponen DEJ yang menyebabkan penyakit bula dengan berbagai tingkat

keganasan. Penyakit bula ini dikelompokkan berdasarkan tingkat pembelahan dalam DEJ—

simpleks EB (epidermoid bullosa) yang paling superfisial, melibatkan

pembelahan/pemisahan keratinosit. Junctional EB terjadi dalam lamina lucida dan lamina

densa. Dystrophic EB merupakan blister tingkat terdalam, pada sublamina densa/anchoring

filament.

Dermis

Dermis merupakan sistem integrasi dari elemen jaringan pengikat seluler,

filamentosa, fibrosa yang mengakomodasi jaringan kerja vaskuler dan syaraf, appendages

yang berasal adri epidermal, dan mengandung banyak jenis sel-sel pemukim meliputi

fibroblas, makrofag, sel mast dan sel-sel sirkulasi transient sistem imun. Dermis membangun

sebagian besar kulit dan bertanggungjawab pada kelenturan, keelastisan dan kekuatan

meregang. Dermis melindungi tubuh dari trauma mekanik, mengikat air, membantu regulasi

suhu, dan meliputi pula reseptor rangsang sensoris. Dermis berhubungan dengan epidermis

dalam memelihara properti kedua jaringan, berkolaborasi selama perkembangan

morfogenesis DEJ dan appendages epidermal, dan berinteraksi dalam memperbaiki dan

remodelling kulit yang terluka.

Dermis tersusun atas 2 regio utama, stratum papilare (atas), dan stratum retikulare

(yang lebih dalam). Kedua regio utama ini dapat diidentifikasi secara histologis, dan mereka

berbeda dalam organisasi jaringan ikat, kepadatan sel, pola vskuler dan syaraf. Papilare

dermis membatasi epidermis, membentuk konturnya, dan biasanya tidak melebihi 2 kali lipat

ketebalannya. Retikulare dermis membentuk bagian terbesar dermis. Tersusun atas fibril

kolagen berdiameter besar, dengan serabut elastik bercabang di sekitar simpul. Pada individu

normal, serabut elastik dan simpul kolagen meningkat ukurannya secara progresif ke arah

hipodermis. Pleksus subpapilare, dataran horisontal vasa darah, menandai batas antara

retikulare dan papilare dermis. Batas terendah retikulare dermis didefinisikan sebagai transisi

jaringan ikat fibrosa dengan jaringan ikat hipodermis.

Matriks Fibrosa Dermis

Page 10: Epidermis, Dermo-Epidermal Junction and Dermis

Matriks jaringan pengikat dermis secara primer terdiri dari jaringan fibrosa elastik dan

kolagen. Keduanya dikombinasikan dengan molekul jaringan pengikat non fibrosa yang

meliputi glikoprotein filamentosa halus, proteoglikans (PGs), glukosaminoglikans (GAGs)

dari sustansi dasar.

Dalam hubungannya dengan komponen aseluler, kolagen membentuk sebagian besar

dermis, kira-kira 75% berat kering dermis, dan berperan dalam keelastisan serta kekuatan

menarik. Kolagen interstisial yang terikat secara periodis ini berperan dalam proporsi terbesar

dermis dewasa (tipe I, 80%-90%; III, 8%-12%; dan V, <5%). Meskipun kolagen tipe V

memiliki proporsi yang relatif kecil dari seluruh kolagen, namun ia didistribusikan bersama

dengan kolagen I dan III untuk membantu mengatur diameter fibril. Ia terletak pada stratum

papilare dermis dan matriks di sekitar membran basal pembuluh darah, syaraf, appendages

epidermal dan DEJ. Kolagen tipe VI berhubungan dengan fibril dan ruang interfibriler.

Kolagen tipe IV terbatas pada lamina basal DEJ, pembuluh darah dan appendages epidermal.

Kolagen tipe VII membentuk anchoring fibril pada DEJ.

Jaringan pengikat elastik merupakan jaringan molekuler kompleks, terikat pada

jaringan kontinyu yang membentang dari lamina densa DEJ melalui dermis dan ke jaringan

pengikat hipodermis. Serabut elastik mengembalikan kulit pada konfigurasi normalnya

setelah terbentang atau deformasi. Serabut elastik juga terdapat pada dinding pembuluh darah

kutaneus dan limfatik serta pada selubung folikel rambut. Dari berat kering, jaringan ikat

elastik merupakan 4% dari protein matriks dermal. Komponen serabut elastik meliputi

fibrillin-1, molekul 350-kd, mutasi yang menyebabkan sindrom marfan. Elastin merupakan

komponen matriks serabut elastik, dan mutasi dari protein ini menyebabkan penyakit cutis

laxa. Serabut oxytalan membentang dari DEJ ke papiler/retikuler dermal junction, dimana

mereka bergabung dengan serabut elaunin. Serabut Elaunin, pada gilirannya berkembang

menjadi serabut elastik matur di stratum retikuler dermis. Serabut ini normalnya terletak di

antara simpul-simpul serabut kolagen, meskipun pada keadaan patoligis tertentu, seperti

misalnya Buschke-Ollendorff syndrome, kedua serabut (elastik dan kolagen) menjadi terikat

dalam 1 simpul yang sama. Pentingnya jaringan serabut elastik ini jelas terlihat pada

sejumlah penyakit multisistem yang meningkat karena mutasi pada komponen jaringan. Saat

ini defek yang mendasari pseudoxanthoma elasticum (PXE) ditemukan terdapat mutasi pada

ABCC6, salah satu anggota dari keluarga besar transporter transmembran ATP-dependent.

Sehingga penyakit yang khas dengan hilangnya keelastisan kulit dan pengapuran serabut

elastik tersebut tak seperti defek primer pada jaringan elastik, namun agak ke gangguan

Page 11: Epidermis, Dermo-Epidermal Junction and Dermis

metabolik dengan keterlibatan sekunder serabut elastik. Sebagai tambahan pada mutasi

genetik, radiasi matahari dan penuaan juga berperan dalam kerusakan serabut elastik.

Komponen matriks Difus dan Filamentosa Dermis

Elemen matriks seluler dan fibrosa terdapat dalam komponen matrik yang lebih

amorphous, yang juga ditemukan di membrana basalis. PGs danGAGs berada di sekitar dan

melekatkan komponen fbrosa. PGs merupakan molekul besar yang terdiri dari protein inti

yang menentukan GAGs yang mana yang akan dimasukkan ke dalam molekul. Kompleks

PG/GAG dapat mengikat air sampai 1000 kali volumenya sendiri dan berperan dalam

regulasi pengikatan air dan kompresibilitas dermis dan juga meningkatkan konsentrasi lokal

faktor-faktor pertumbuhan melalui pengikatan/binding (ex. Basic fibroblast growth factor).

Mereka juga menghubungkan sel-sel dengan matriks fibriler dan filamentosa, memperngaruhi

proliferasi, diferensiasi, perbaikan jaringan, dan morfogenesis.

Sebagian besar PGs pada dermis orang dewasa adalah berupa kondroitin

sulfat/dermatan sulfat, termasuk biglycan, decorin, dan versican; PGs heparan/heparan sulfat,

meliputi perlecan dan syndecan; serta PGs kondroitin-6 sulfat yang merupakan komponen

DEJ. Jumlah relatif PGs yang berbeda-beda ini berubah sesuai usia, seperti dermis orang

dewasa setelah usia 40 tahun pada umumnya mengalami peningkatan dermatan sulfat, namun

mengalami penurunan kondroitin-6 sulfat dan kondroitin sulfat.

Glikoprotein yang ditemukan di dermis meliputi fibronektin, trombospondin,

laminin, vitronektin dan tenascin. Seperti PGs/GAGs, mereka berinteraksi dengan komponen

matriks lainnya melalui reseptor integrin. Molekul-molekul ini memfasilitasi proses migrasi,

adhesi sel, morfogenesis, dan diferensiasi. Fibronektin dissintesis oleh sel-sel mesenkimal

dan epitelial, dan menutupi budel/simpul kolagen dan jaringan elastik. Vitronektin terdapat

dalam semua serabt elastik kecuali oxytalan. Ekspresi tenascin dtemukan di sekitar otot polos

pembuluh darah, muskulus erektor pili, dan appendages seperti kelenjar keringat.

Komponen Seluler Dermis

Fibroblas, makrofag dan sel mast biasa terdapat di dermis, sebagian besar ditemukan

disekitar daerah papiler dan di sekitar pembuluh darah pleksus subpapilare. Mereka juga

terdapat di stratum retikuler dermis pada sela antara simpul serabut kolagen. Fibroblas adalah

sel yang berasal dari mesenkimal yang bermigrasi melalui jaringan dan berperan dalam

sintesis dan degradasi protein matriks jaringan ikat fbrosa dan non fibrosa serta sejumlah

faktor-faktor terlarut. Fibroblas menyediakan kerangka matriks ekstraseluler struktural, juga

Page 12: Epidermis, Dermo-Epidermal Junction and Dermis

mempromosikan interaksi antara epidermis dan dermis melalui sintesis mediator terlarut.

Studi mengenai fibroblas manusia mengindikasikan bahwa meskipun dalam jaringan tunggal,

populasi yang berbeda secara fenotipik itu ada, beberapa diantaranya berhubungan dengan

perbedaan anatomi regional. Mereka juga instrumental dalam menyembuhkan luka dan scar,

meningkatkan aktivitas proliferasi dan sintesis selama proses ini.

Monosit, makrofag dan dendrosit dermal membangun sistem fagositik mononuklear

sel-sel kulit. Makrofag berasal dari prekursor dalam susmsum tulang, berdiferensiasi menjadi

monosit sirkulasi, kemudian bermigrasi ke dermis untu berdifereniasi. Sel-sel fagositik

ini(mengolah dan mempresentasikan antigen pada sel-sel limfoid imunokompeten) bersifat

mikrobisidal (menghasilkan lisosim, peroksida dan superoksida), tumorisidal,

sekretorik(faktor pertumbuhan, sitokin dan molekul imunomodulatori lainnya); dan terlibat

dalam koagulasi, aterogenesis, penyembuhan luka dan remodeling jaringan.

Sel mast adalah sel-sel sekretorik khas pada kulit yang terkandung dalam densitas

yang paling besar dari stratum papilare dermis, dekat dengan DEJ, dalam selubung

appendages epidermal, dan disekitas vasa darah serta syaraf plexus subpapilare. Mereka juga

biasa terdapat di lemak subkutaneus. Sel mast diidentifikasi secara histologis sebagai granula

sitoplasmik dengan nukleus blata atau oval yang melimpah dan tercat gelap. Permukaan sel

mast dermal diselubungi fibronektin, yang mungkin membantu melindungi sel-sel di dalam

matriks jaringan ikat. Sel mast menjadi hiperplastik dan hiperproliferatif dalam mastositosis.

Sel mast merupakan sel sekretorik yang bertanggungjawab dalam reaksi hipersensitif tipe

cepat pada kulit dan terlibat dalam timbulnya penyakit inflamatori subakut dan kronik.

Mereka menghasilkan granula sekretorik yang terdiri dari histamin, heparin, triptase,

chymase, karboksipeptidase, faktor kemotaktiknetrofil, dan faktor kemotaktik eosinofilik

anafilaksis, yangmana merupakan mediator dalam proses ini.

Dendrosit dermal sel jaringan pengikat yang sangat fagositik berbentuk bintang,

dendritik atau kadang spindel pada dermis kulit normal. Mereka merupakan subset antigent-

presenting macrophages atau keturunan yang berbeda yang berasal dari sumsum tulang. Sama

dengan banyak sel yang berasal dari sumsum tulang lainnya, dendrosit dermal

mengekspresikan faktor XIIIa dan CD45, dan mereka kekurangan marker fibroblas tipikal.

Sel-sel ni khusus melimpah pada dstratum papilare dermis dan stratum retikulare dermis atas,

sering di dekat pembuluh darah pleksus subpapilare. Fungsi dendrosit dermal sebagai

penggerak aferen dari respon imun. Mereka sepertinya juga merupakan sel-sel asal dari

sejumlah keadaan proliferatif fibrotik benigna kulit, seperti misalnya dermatifibroma dan

fibroxanthoma.

Page 13: Epidermis, Dermo-Epidermal Junction and Dermis