endoftalmitis
DESCRIPTION
endoftalmitisTRANSCRIPT
-
i
Laporan Kasus
ENDOFTALMITIS
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik senior
di bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Oleh:
Rifan Eka Putra Nasution, S.Ked
1407101030095
Pembimbing:
Dr. Saiful Basri, Sp. M
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2015
-
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan berkah
dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul Endoftalmitis. Shalawat berangkaikan salam kepada Rasulullah
Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia
dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Laporan Kasus ini ditulis untuk melengkapi tugas-tugas penulis dalam
menjalankan klinik kepaniteraan senior di SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala-Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Zainoel Abidin, Banda Aceh.
Dalam penulisan dan penyusunan Laporan Kasus ini penulis telah banyak
mendapatkan bantuan dan bimbingan dari dr. Saiful Basri, Sp.M selaku
pembimbing penulisan Laporan Kasus ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
penghargaan, rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada dr. Saiful Basri, Sp.M
karena telah membantu penulis menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya laporan kasus ini masih sangat banyak
kekurangan maka untuk itu penulis harapkan kepada semua pihak agar dapat
memberikan kritik dan saran agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik di
kemudian hari.
Penulis juga berharap penyusunan laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri dan juga bagi para pembaca. Dengan disusunnya laporan kasus ini
diharapkan dapat menjadi bahan belajar untuk pengembangan ilmu, serta menjadi
inspirasi untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi kedepannya.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih memberkati dan
melimpahkan rahmat serta karunianya kepada kita semua.
Banda Aceh, Maret 2015
Penulis
-
iii
DAFTAR ISI
-
iv
DAFTAR TABEL
-
v
DAFTAR GAMBAR
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Endoftalmitis adalah kondisi peradangan pada rongga intraokular (yaitu,
aqueous humor dan / atau vitreous humor) yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
Terdapat dua jenis endoftalmitis yaitu endoftalmitis endogen dan eksogen.
Endoftalmitis endogen terjadi akibat dari penyebaran hematogen organisme dari
sumber infeksi. Endoftalmitis eksogen terjadi akibat inokulasi langsung dari suatu
mikroorganisme yang berasal dari luar sebagai suatu komplikasi dari operasi mata,
benda asing, trauma tumpul atau trauma penetrasi okular.(1)
Sebagian besar kasus endoftalmitis eksogen (60%) terjadi setelah operasi
intraokular. Endoftalmitis eksogen akibat dari operasi biasanya akan muncul satu
Minggu setelah operasi dilakukan. Di Amerika Serikat, endoftalmitis pasca operasi
katarak merupakan bentuk yang paling umum dari kejadian endoftalmitis eksogen
dengan angka kejadian sekitar 0,1-0,3 % komplikasi pasca operasi katarak dan
angka ini terus mengingkat dalam beberapa tahun terakhir.(2)
Endoftalmitis eksogen traumatis adalah penyebab utama kegagalan visual
yang terjadi pasca cedera okuli terbuka dan cedera yang tampaknya kecil tanpa
kerusakan intraokular jelas. Trauma non-bedah terlibat dalam 25% kasus
endoftalmitis dan 2% sampai 7% dari semua luka tembus okular terbukti
menyebabkan endoftalmitis.(3)
Trauma penetrasi okuli merupakan penyebab tertinggi kedua pada kejadian
endoftalmitis akut. Pada kasus-kasus endoftalmitis pasca trauma pada umumnya
infeksi disebabkan oleh bakteri gram negatif dan sangat terkait prognosis yang
buruk pada penurunan tajam penglihatan. Pada beberapa keadaan, infeksi campuran
dapat terjadi dan pada umumnya terdapat pada 42% pasien yang mengalami trauma
di daerah kumuh.(4) Meskipun angka kejadiannya jarang akan tetapi endoftalmitis
yang terjadi pasca trauma merupakan sebuah komplikasi yang berbahaya pasca
trauma okuli.(3) Keterlambatan dalam penangan trauma penetrasi okuli
berhubungan dengan peningkatan kejadian endoftalmitis. (5)
Penglihatan menurun dan kehilangan penglihatan secara permanen adalah
komplikasi umum dari endoftalmitis. Pasien mungkin memerlukan enukleasi untuk
-
2
menyelesaikan infeksi mata dan menghilangkan rasa nyeri pada mata. Kematian
akibat endoftalmitis terkait dengan komorbiditas pasien dan masalah medis yang
mendasari yang biasanya terkait erat dengan etiologi penyebaran hematogen pada
infeksi endogen.(6)
Pada laporan kasus ini penulis melaporkan sebuah kasus yang terjadi pada
seorang laki-laki berusia 59 tahun. Pasien datang dengan keluhan kehilangan
penglihatan mata kiri pasca trauma okuli (mata tertusuk ranting) 32 hari sebelum
masuk rumah sakit yang didiagnosa sebagai suatu endoftalmitis.
-
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Mata
2.1.1 Anatomi Regio Orbita
a. Osteologi
Ruang orbita dan daerah sekitarnya merupakan struktur yang mendukung,
melindungi dan memaksimalkan fungsi mata. Ruang ini berbentuk piramida
segiempat dengan basisnya berada pada orbital rim. Terdapat tujuh tulang yang
tersusun dan saling menyatu untuk membentuk ruang orbita.(7)
Prosesus orbitalis tulang frontal dan ala minor tulang spenoid membentuk
atap ruang orbita. Facies orbitalis tulang maksilaris dan zigoma bergabung
membentuk lantai ruang orbit. Dinding medial ruang orbita terdiri dari prosesus
frontalis tulang maksila, tulang lakrimal, tulang sphenoid, dan lamina papyracea
ethmoid. Dinding lateral dibentuk oleh ala mayor tulang sphenoid dan zygoma.(7)
Gambar 2.1 Tujuh tulang penyusun ruang orbita
-
4
Ruang orbita sangat selaras sehingga dinding medial sejajar dan dinding
lateral tegak lurus. Arcus dinding medial ke dinding lateral di setiap ruang orbita
adalah 45. Garis turun melalui poros tengah anterior-to-posterior masing-masing
orbit membagi dua pada sudut 45. Lantai rongga orbita terletak setinggi dua-
pertiga kedalaman orbit. Dimensi rata-rata orbit adalah sebagai berikut(8):
Tinggi margin orbital - 40 mm
Lebar margin orbital - 35 mm
Kedalaman orbital - 40-50 mm
Jarak interorbital - 25 mm
Volume orbital - 30 cm3
Tulang orbita superfisial menentukan struktur yang disebut sebagai oleh
margin orbital, yang berbentuk persegi panjang dengan sudut membulat. Margin ini
terputus pada fossa lacrimalis. Insisura supraorbital berada dalam pinggiran
supraorbital dan tertutup membentuk foramen supraorbital pada 25% dari individu.
Insisura supratroklear terletak medial dari insisura supraorbital.(7)
Gambar 2.2 Struktur permukaan ruang orbit
-
5
Troklea merupakan cincin tulang rawan yang mendukung otot oblik
superior. Troklea menempel pada periorbita dalam fovea troklearis sepanjang orbit
superior-medial. Foramen infraorbital terletak 10 mm lebih rendah daripada sutura
zygomaksillaris. Pada daerah lateral, tepi orbital ditandai oleh tuberkulum Whitnall,
yang terletak 10 mm lebih rendah daripada sutura zygomatikofrontal. Tuberkulum
ini merupakan tempat perlekatan tendon kantus lateral.(9)
Saraf utama dan pembuluh darah pada ruang orbita dan bola mata masuk
melalui tiga bukaan. Fisura orbital superior dibatasi oleh ala mayor dan ala minor
tulang sphenoid. Ala mayor sphenoid, maksila, dan tulang-tulang palatina orbitalis
membentuk batas-batas fisura orbital inferior. Kanalis optikus di puncak orbit dan
terletak di dalam tulang sphenoid.(10)
Struktur yang masuk melalui fisura orbital superior adalah sebagai berikut:
Saraf kranial (CN) III, IV, dan VI
saraf lakrimal
saraf frontal
saraf Nasociliary
Cabang orbitalis arteri meningea
Cabang rekuren arteri lakrimal
vena orbital superior
vena oftalmika superior
Struktur masuk melalui celah orbit rendah adalah sebagai berikut:
saraf infraorbital
saraf zygomatic
saraf parasismpatis ke kelenjar lakrimal
arteri infraorbital
vena infraorbital
cabang vena oftalmik inferior ke pleksus pterygoid
Struktur yang masuk melalui kanal optik adalah sebagai berikut:
saraf optik
arteri oftalmika
Vena retina sentral
-
6
Foramen anterior dan posterior ethmoid terletak pada dinding medial orbita
sepanjang garis sutura frontoethmoidal. Arteri ethmoid anterior dan posterior
melewati foramen ini dan merupakan landmark bedah yang penting. Arteri
menandai tingkat fossa cribiformis dan hubungannya dengan fossa kranialis
anterior pada orbita. Arteri ethmoid menandai batas superior untuk osteotomi pada
tindakan medial maksillektomi.(7)
Jarak dari tepi orbital ke arteri ethmoid anterior adalah sekitar 20-25 mm.
Jarak antara anterior dan posterior arteri ethmoid rata-rata 12 mm, dengan kisaran
8-19 mm. Rata-rata jarak cincin optik 6 mm dari arteri ethmoid posterior, dengan
kisaran 5-11 mm. Pengetahuan tentang jarak ini akan memandu ahli bedah dalam
melakukan tindakan yang aman sepanjang dinding orbital medial.(7)
Sulkus infraorbital melintasi lantai orbit dan dilewati oleh arteri infraorbital,
vena infraorbital, dan saraf infraorbital dari fisura orbital inferior ke foramen
infraorbital. Secara klinis, foramen infraorbital memberikan jalan penyebaran
infeksi atau tumor maksilaris pada ruang orbita dan dasar tengkorak.(7)
b. Sistem lakrimalis
Kelenjar lakrimal
Sistem lakrimal memproduksi, mendistribusikan, dan menyalurkan air
mata. Air mata diproduksi oleh kelenjar lakrimal dan beberapa kelenjar aksesori.
Kelenjar lakrimal dibagi menjadi lobus orbital dan lobus palpebra dengan cornu
lateral levator aponeurosis. Kelenjar lakrimal berorientasi di wilayah superior-
temporal orbit dan terletak pada fossa glandula lakrimalis. Lobus palpebra dapat
dilihat dengan eversi kelopak mata atas di mana globus palpebra akan terlihat
meluas ke dalam beberapa milimeter dari tarsus. Saluran dari lobus orbital melintasi
lobus palpebra sebelum masuk menuju ke forniks.(7)
Kelenjar ini dapat dikenali oleh warna pink abu-abu dan permukaan
glandular. Meskipun kelenjar tampaknya memiliki kapsul, akan tetapi hal ini
tampak akibat kombinasi dari insersi jaringan ikat sekitar. Saraf lakrimal, cabang
dari divisi ophthalmik dari CN V, memberikan persarafan sensorik ke kelenjar
lakrimal.(7)
-
7
Drainase air mata
Air mata yang dialirkan melalui saluran berbentuk tabung sepanjang sudut
medial mata. Sistem ini terdiri dari sepasang papila lakrimal, punctum, dan
kanalikuli yang terhubung sehingga membentuk kanalikuli comunis, saccus
lakrimal, dan duktus nasolakrimalis. Kanalikuli komunis yang menyatu ke dalam
kantung lakrimal pada sudut tertentu untuk membentuk struktur yang disebut
sebagai katup Rosenmller. Katup ini mencegah refluks air mata ke dalam sistem
kanalikular. Air mata disimpan dalam kantung lakrimal dan kemudian mengalir
melalui saluran nasolakrimal yang menuju ke dalam meatus inferior rongga
hidung.(7)
Gambar 2.3 sistem drainase air mata
c. Jaringan ikat
-
8
Isi rongga orbita dipisahkan dan didukung oleh beberapa lapisan jaringan
ikat. Secara umum, batas-batas jaringan ikat dapat dibagi menjadi 4 unit utama
sebagai berikut(7):
Fasia bulbar (fasia Tenon) mengelilingi dan melindungi bola mata bagian
posterior limbus, dan otot-otot ekstraokular menembus fasia bulbar untuk melekat
pada bola mata; fasia memberikan penghalang antara bola mata dan lemak
retrobulbar. Hal tersebut memungkinkan gerakan bebas bola mata(7).
Jaringan ikat bersepta sepanjang bola mata ke periorbita seperti jari-jari
pada roda; septa ini terletak 360 di seluruh daerah bola mata, menstabilkan bola
mata yang terpusat dalam orbit tetapi memiliki cukup kelemahan untuk
memungkinkan pergerakan bebas bola mata.(7)
Setiap otot ekstraokular memiliki selubung jaringan ikat masing-masing;
sebagai selubung antero-superior ke bola mata, mereka berfusi membentuk
selubung otot yang saling berhimpitan satu dengan yang lainnya disertai dengan
jaringan ikat yang diperluas ke daerah medial dan lateral dari selubung otot masing-
masing untuk membentuk ligamentum pada daerah medial dan lateral.(7)
d. Otot ekstraokular
Setiap orbit memiliki 6 otot ekstraokular yang berfungsi bersama-sama
untuk menggerakkan bola mata: 4 otot rektus (yaitu, superior, inferior, lateral,
medial) dan 2 otot oblique (yaitu, superior, inferior). Otot lain, elevator palpebra,
berfungsi untuk mengangkat kelopak mata superior.(7)
Gerakan yang dihasilkan oleh setiap otot ekstraokular adalah sebagai
berikut(7):
Rektus medial: adduksi
Rektus lateral: abduksi
Rektus superior: Elevasi, adduksi, intorsi
Rektus inferior: Depresi, adduksi, extorsi
Oblique Inferior: elevasi, adduksi, ekstorsi
Oblique superior: Depresi, abduksi, intorsi
Otot-otot rektus berasal di anulus Zinn, tendon fibrosa yang mengelilingi
foramen optik. Anulus Zinn dibagi menjadi tendon Lockwood superior dan tendon
-
9
Zinn inferior. Anulus merupakan lanjutan dengan dura fosa kranial tengah.
Selubung otot rektus superior dan medial yang melekat pada selubung saraf optik
di anulus.(7)
Gambar 2.4 Hubungan antara nervus, pembuluh darah dan annulus Zinn
Berbeda dengan otot rektus, otot oblique superior dan inferior berasal
terpisah dari dinding orbital posterior. Otot-otot ekstraokular melekat pada sklera
anterior tepat di ekuator bola mata. Otot oblique superiorlebih dulu melewati
troklea dan kemudian diarahkan ke arah posterior-lateral untuk melekat ke bola
mata mata. Troklea adalah sadel tulang rawan dengan kondensasi berserat padat
yang menempel pada periosteum dari ruang orbita.(7)
e. Inervasi orbit
Persarafan dari orbit dapat dibagi menjadi 4 komponen fungsional: eferen
somatik umum (otot ekstraokular), aferen somatik umum (sensorik), eferen viseral
umum (otonom), dan aferen sensorik khusus (penglihatan). Saraf referen somatik
umum meliputi divisi motorik saraf oculomotor (CN III), saraf trochlear (CN IVs,
dan saraf abdusen (CN VI).(7)
Saraf okulomotorius
Saraf okulomotorius (CN III) menembus dura pada prosesus klinoid
posterolateral, program melalui aspek lateral sinus cavernosus, dan memasuki
-
10
bagian inferior fisura supraorbital. Dalam sinus kavernosus, saraf terbagi menjadi
cabang superior dan inferior. Cabang superior menginervasi otot rektus superior
dan superioris levator palpebra, sedangkan cabang inferior melewati anulus Zinn
untuk mempersarafi rektus medial, rektus inferior, dan oblique inferir. Cabang
inferior juga membawa serat parasimpatis preganglionik ke ganglion siliaris.(7)
Saraf troklearis
Saraf troklearis (CN IV) bergerak melalui sinus mayor dan memasuki orbit
melalui fisura orbital superior di luar anulus Zinn. Saraf troklear menginervasi otot
oblik superior.(7)
Saraf abdusen
Saraf abdusen (CN VI) saraf dengan serabut yang panjang dan berliku-liku
dari dalam intrakranial. Saraf berjalan sepanjang clivus dan melalui sinus petrosus
inferior di persimpangan bagian petrosa dari tulang temporal dan tulang oksipital.
Saraf melewati pinggiran bagian petrosa dan melewati ligamen petroclinoid
inferior. Kemudian berjalan melalui kanal Dorello, lateral arteri karotis dan medial
ke ganglion trigeminal. Saraf abdusen memasuki orbit melalui fisura orbital
superior dalam anulus Zinn dan menginervasi rektus lateral. Serabut intrakranial
yang relatif panjang dari saraf abdusen membuatnya rentan terhadap cedera
sekunder pada trauma, tumor, aneurisma, dan infeksi.(7)
Saraf trigeminal
Saraf trigeminal, yang memasok persarafan sensorik umum untuk orbita dan
struktur sekitarnya, berasal di bagian lateral dan ventral pons. Saraf memasuki
cavum Meckel, yang dibentuk oleh perpecahan dalam dura sepanjang tulang
temporal di fossa kranial media. Ganglion trigeminal terletak di cavum Meckel
posterior dan lateral sinus cavernosus serta arteri karotis interna.(7)
Saraf Oftalmika dan saraf lainnya
Cabang oftalmika memanjang dari ganglion trigeminal dan melewati sinus
cavernosus ke orbit melalui fisura orbital superior.(7)
Dalam orbit, cabang-cabang saraf oftalmika ke lakrimal, frontal, dan saraf
nasociliaris. Saraf lakrimal menginervasi kelenjar lakrimal dan menerima serabut
parasimpatis postganglionik. Serat parasimpatis berjlan dari inti lakrimal di pons
melalui nervus intermedius ke saraf petrosus superfisial yang lebih besar, ke saraf
-
11
vidian, ke ganglion sphenopalatina, ke cabang zygomatic saraf rahang atas, ke saraf
zygomaticotemporal, dan saraf lakrimal, untuk menginervasi kelenjar lakrimal.(7)
Cabang frontal terbagi dan membentuk dua cabang yaitu saraf supraorbital dan
supratrochlear yang keluar dari orbit di tepi orbital superior dan menginervasi alis
dan kulit kepala. Cabang nasociliaris memasuki orbit melalui anulus Zinn dan
kemudian mengeluarkan saraf siliaris pendek dan panjang untuk dunia. Saraf silia
panjang membawa sympathetics dari ganglion cervical superior bertanggung jawab
atas dilatasi pupil. Saraf siliaris pendek melewati ganglion siliaris dan tidak sinaps.
Sebuah cabang saraf nasociliary berjalan sepanjang dinding orbital medial dan
melepaskan posterior dan anterior saraf ethmoid, yang menginervasi lapisan
mukosa sinus ethmoid dan bagian dari rongga hidung. Saraf infratrochlear juga
merupakan cabang saraf nasociliaris dan memberikan persarafan sensorik untuk
tutup lebih rendah medial, sisi hidung, konjungtiva, dan kantung lakrimal.(7)
f. Vaskularisasi orbit
Arteri oftalmik dan cabang-cabangnya
Sebuah jaringan anastomosis pembuluh berasal dari sistem arteri karotis
internal dan eksternal pasokan orbit. Pasokan arteri utama orbit adalah arteri
ophthalmic, cabang besar pertama dari arteri karotis interna. Arteri mata berasal
dari karotis interna saat keluar sinus cavernosus. Kursus arteri oftalmik pada aspek
inferior saraf optik dan memasuki orbit melalui kanal optik. Arteri ini
mengeluarkan banyak cabang dengan jumlah yang signifikan dari variabilitas.
Secara umum, cabang-cabang arteri ophthalmic dapat dibagi menjadi 3 kelompok
kapal (yaitu, mata, orbital, extraorbital), berdasarkan target organ mereka.(7)
Cabang-cabang mata termasuk arteri sentral retina, arteri siliaris, dan
jaminan cabang ke saraf optik. Cabang-cabang orbital adalah arteri lakrimal, arteri
otot, dan cabang periosteal. Cabang Extraorbital termasuk posterior dan arteri
ethmoid anterior, arteri supraorbital, arteri palpebral medial, arteri hidung dorsal,
dan arteri supratrochlear.(7)
Pembuluh orbital dan extraorbital lanjut membagi menjadi cabang-cabang
yang beranastomosis dengan kapal dari sistem arteri karotis eksternal. Arteri
zygomatic berasal dari arteri lakrimal dan kemudian cabang ke divisi temporal dan
-
12
wajah yang beranastomosis dengan cabang-cabang arteri temporal yang dangkal.
Arteri lakrimal memiliki cabang ke kelenjar dan cabang meningeal berulang, yang
kembali ke fossa kranial tengah. Cabang-cabang arteri palpebra lateralis dari arteri
lakrimal untuk memasok riam kapal di kelopak mata dan beranastomosis dengan
arteri palpebra medial. Arteri palpebra medial disuplai oleh kombinasi dari arteri
dorsal hidung dan arteri sudut, yang berasal dari sistem karotis eksternal.(7)
Arteri posterior dan anterior ethmoid melewati foramen masing-masing
pada tulang frontal. Arteri ethmoid anterior adalah lebih besar dari 2 arteri dan
memasok anterior dan sel udara ethmoid tengah, sinus frontalis, dan dura fosa
kranial anterior melalui cabang meningeal. Arteri supraorbital memasok otot-otot
alis dan dahi dan memiliki hubungan dengan cabang frontal dari arteri temporal
yang dangkal. Arteri supratrochlear berakhir di kulit kepala dan merupakan urat
nadi di mana flaps dahi paramedian untuk rekonstruksi hidung didasarkan.(7)
Arteri infraorbital
Arteri infraorbital merupakan cabang dari sistem karotid eksternal melalui
arteri maksilaris internal. Cabang-cabang arteri infraorbital dari arteri maksilaris
interna di fossa pterygopalatine dan memasuki orbit melalui fisura orbital rendah
untuk melakukan perjalanan di lantai orbit dalam sulkus infraorbital. Arteri
infraorbital keluar dari tengkorak di foramen infraorbital dan membentuk jaringan
dengan pembuluh arteri wajah dan arteri zygomatic.(7)
Sistem vena
Drainase vena dari orbit terjadi melalui 2 pembuluh darah utama, pembuluh
darah mata superior dan inferior. Drainase vena dari orbit, seperti pasokan arteri
nya, terjadi melalui jaringan anastomosing sistem internal dan eksternal. Vena
orbital yang valveless; Oleh karena itu, arah drainase vena tergantung pada gradien
tekanan.(7)
Vena mata superior mengumpulkan aliran dari ethmoidal, silia, lakrimal,
dan anak sungainya pusaran unggul. Vena melewati celah orbital superior dan
mengalir ke sinus kavernosus. Vena mata rendah disuplai oleh pleksus vena difus
di lantai orbit. Vena mata rendah bermuara di vena mata unggul dalam orbit dan
memiliki cabang kecil, yang mengalir ke pleksus vena pterygoideus. The vena
retina sentral bermuara langsung ke sinus kavernosus. Pembuluh darah dari orbit
-
13
eksternal mengalir ke vena sudut wajah yang memiliki koneksi dengan sistem vena
mata superior.(7)
Pasokan arteri ganda dan valveless sistem vena menyediakan orbit dengan
pasokan vaskular yang kaya. Dalam obstruksi sistem karotis interna, aliran kolateral
dari sistem karotid eksternal dapat memberikan arus yang cukup untuk orbit.
Pembuluh darah memungkinkan aliran untuk membalikkan dalam kasus
obstruksi.(7)
2.1.2 Bola Mata dan Struktur Sekitarnya
a. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis dan transparan yang
melapisi bagian yang paling anterior dari sclera dan melapisi permukaan bagian
dalam kelopak mata. Konjungtiva dibagi menjadi daerah limbal, bulbar, forniks,
dan palpebra. Sel yang terkait dengan konjungtiva adalah sel goblet yang
menghasilkan lendir dan kelenjar ekrin: kelenjar konjungtiva (Krause) dan kelenjar
lakrimal aksesorius (Wolfring). Kelenjar konjungtiva (Krause) terkonsentrasi di
fornix atas, sedangkan kelenjar lakrimal aksesori (Wolfring) berhubungan dengan
tarsus.(11)
b. Kelopak mata
Kelopak mata yang dirancang untuk melindungi, memelihara dan
mempertahankan kornea dan sclera anterior. Secara anatomis, kelopak mata dibagi
menjadi 2 lamellae, anterior dan posterior, yang dibatasi oleh alinea alba. Lamella
anterior terdiri dari epitel dan otot orbicularis oculi, sedangkan tarsus dan
konjungtiva palpebra membentuk lamella posterior.(11)
c. Tunika fibrosa
sklera
Sklera adalah jaringan fibrosa padat yang membentuk lapisan terluar mata.
Sklera melindungi mata dan memberikan tempat perlekatan otot ekstraokuler. Pada
daerah posterior, bagian sklera yang berlubang akan dilewati oleh saraf optik di
lamina cribrosa.(11)
Ketebalan sklera tidak seragam. Pada daerah anterior, ketebalan sklera
adalah 0,6 mm; 0,3 mm pada tempat melekatnya otot rektus; 0,5 mm di ekuator
-
14
bola mata dan 1,0 mm di kutub posterior. Secara eksternal, sclera ditutupi oleh
episklera, yang berisi pembuluh episkleral, dan pleksus anterior serta posterior.(11)
Kornea
Kornea merupakan lapisan yang jernih dan transparan yang berada di bagian
depan mata. Kornea merupakan media refraksi utama pada bola mata. Lapisan
kornea merupakan lapisan avaskular yang terdiri dari 5 lapis.(11)
1) lapisan epitel merupakan lapisan yang tersusun atas epitel skuamosa bertingkat
non-keratinosa (5-6 lapis sel). Lapisan ini memiliki sensitivitas yang tinggi
terhadap beberapa serabut akhir saraf dan memiliki kemampuan regenerasi yang
sangat baik.
2) Membran Bowman merupakan membran yang astruktural dan aselular.
3) Substansi propria (stroma) membentuk 90% dari total ketebalan kornea. Jaringan
ikat penyusun lapisan ini membentuk struktur yang saling menyilang dengan
sudut 90. Jaringan ikat pada stroma merupakan fibrin tipe I, III, V dan VII serta
jaringan ikat kolagen.
4) Membran Descemet merupakan lapisan astruktural, homogen dan memiliki
ketebalan sekitar 3-12 mikron. Lapisan ini tersudut atas zona band anterior dan
zona non-band posterior. Membran Descemet kaya akan jaringan ikat kolagen
tipe IV.
5) Endotelium merupakan satu lapis sel kuboid dan hexagonal simpleks yang
tersusun pada permukaan bagian dalam kornea. Endotelium terbentuk dari sel
mural crest dan berfungsi untuk memindahkan cairan dari kamera kuli anterior
ke stroma. Karena kornea merupakan struktur avaskular maka nutrisi untuk
kornea berasal dari difusi pada lapisan endotelium.(11)
d. Tunika vaskulosa
Koroid
Koroid merupakan membran berbentuk spons berwarna coklat dengan
pleksus vena yang luas, yang memiliki 4 lapisan berikut:
1) Lapisan epikoroid menjembatani ruang antara sklera dan koroid.
2) Lapisan pembuluh darah membentuk sebagian besar lapisan koroid dan
mengandung melanosit.
-
15
3) koriokapilaris adalah lapisan kapiler dilapisi oleh endotelium fenestratum tipe II
yang memasok nutrisi ke bagian luar retina.
4) Membran Bruch adalah membran mengkilap dan homogen yang terletak di
antara koriokapilaris dan retina.(11)
Iris
Iris merupakan bagian paling anterior dari uvea. Memiliki apertura sentralis,
dan membentuk pupil. Pada daerah perifer, iris yang melekat pada badan silia,
dan,pada bagian anterior, bersandar terhadap permukaan anterior lensa, sehingga
memisahkan ruang anterior dari ruang posterior. Permukaan anterior tidak teratur
dengan kriptus dan alur-alur; sedangkan pada bagian posterior, permukaan
menunjukkan alur dangkal dan warna hitam seragam karena 2 lapisan epitel
berpigmen.(11)
Iris memiliki otot sfingter dan dilator pupil. Otot sfingter pupillae terletak
sebagai cincin halus pada marjin pupil dan disuplai oleh serabut parasimpatis dari
CN III. Otot dilator pupillae tipis dan berorientasi radial; otot ini diinervasi oleh
serat simpatis.(11)
Gambar 2.5 Anatomi bola mata
-
16
e. Lensa
Lensa adalah struktur kristal, cembung pada kedua sisi, dan ditutupi oleh
kapsul lensa. Lensa melekat pada serat zonula yang menempel ke badan silear
sebagai ligamentum suspensorium. Lensa avaskular dan nutrisi untuk lensa berasal
dari aqueous humor. Lensa bersifat elastis dan transparan.(11)
f. Kamera okuli
Ruang anterior atau kamera okuli anterior adalah ruang yang dibatasi oleh
permukaan anterior posterior (endotelium) kornea, dan posterior oleh lensa, iris,
dan permukaan anterior korpus siliaris. Kamera okuli anterior melingkar dengan
batas lateral dari ruang anterior ditempati oleh trabecular meshwork, di mana humor
aqueous didrainase ke dalam sinus vena skleral (kanal Schlemm).(11)
Ruang posterior dibatasi pada daerah anterior oleh iris dan posterior oleh
serat lensa dan serta zonula, dan perifer oleh proses siliaris.(11)
g. Aqueous humor
Aqueous humor adalah cairan yang mengisi kedua kamera okuli anterior
dan posterior mata. Aqueous humor disekresikan sebagian oleh epitel silia dan
sebagian oleh difusi dari kapiler dalam prosesus siliaris. Aqueous humor
mengandung bahan plasma darah diffusable namun memiliki kandungan protein
yang rendah.(11)
h. Sinus venosus sklera
Sinus vena skleral, atau kanal Schlemm, adalah pembuluh darah melingkar
mengelilingi mata. Kanal ini dibatasi oleh endotelium dan fungsinya adalah untuk
mengalirkan aqueous humor.(11)
i. Trabekula meshwork
Trabecular meshwork adalah jaringan seperti spons yang berada disela antara
kamera okuli anterior dan sinus vena skleral. Trabekula yang terdiri dari inti serat
kolagen yang ditutupi oleh endothelium.(11)
j. Badan vitreous
Badan vitreous adalah gel transparan dan jernih yang mengisi ruang antara
retina dan lensa yang melekat ke retina. Fungsinya adalah untuk mempertahankan
bentuk dan turgor mata serta untuk memungkinkan lewatnya sinar cahaya ke
retina.(11)
-
17
k. Retina
Retina adalah lapisan terdalam dari bola mata, yang terdiri dari sel-sel
fotoreseptor. Di kutub posterior, depresi dangkal disebut fovea centralis. Daerah ini
adalah titik ketajaman visual terbesar. Daerah ini terdiri dari hanya sel kerucut.
Sekitar fovea merupakan daerah yang mengandung pigmen kuning disebut makula
lutea.(11)
Lapisan retina adalah sebagai berikut:
1) Epitel pigmen (lapisan yang paling dekat ke lapisan koroid)
2) Lapisan sel batang dan kerucut
3) Membran limiting eksternal
4) Lapisan nuklear eksterna
5) Lapisan plexiform eksterna
6) Lapisan nuklear interna
7) Lapisan plexiform interna
8) Lapisan sel ganglion
9) Lapisan serat saraf optik
10) Membran limiting internal(lapisan yang paling dekat dengan tubuh
vitreous)(11)
Gambar 2.6 Gambaran funduskopi mata kanan.
-
18
3.2 Endoftalmitis
Endoftalmitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada seluruh jaringan
intraokular. Endoftalmitis mengenai dua dinding bola mata yaitu retina dan koroid
namun tanpa melibatkan sklera dan kapsula tenon.(12)
Endoftalmitis merupakan peradangan supuratif di bagian dalam bola mata
yang meliputi uvea, vitreus dan retina dengan aliran eksudat ke dalam kamera okuli
anterior dan kamera okuli posterior. Peradangan supuratif ini juga dapat
membentuk abses di dalam badan kaca.(13)
3.3 Epidemiologi
Angka kejadian endoftalmitis di Amerika Serikat akibat operasi terbuka
bola mata sebesar 5-14%, sedangkan yang disebabkan oleh trauma sekitar 10-30%
dan akibat oleh reaksi antibodi terhadap pemasangan lensa yang dianggap sebagai
benda asing oleh tubuh sebesar 7-31%.(12)
Banyak hal yang dapat menyebabkan endoftalmitis, namun penyebab
tersering adalah post operasi intraokular (62%), cedera karna benda tajam (20%),
komplikasi setelah operasi glaukoma (10%), serta setelah melakukan operasi lain
berupa keratoplasti, vitrectomi, ataupun implantasi intraokular lensa, dan akibat
bakteri dan jamur terjadi sekitar 2-8%.(12)
3.4 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, endoftalmitis dapat dibedakan menjadi
endoftalmitis yang disebabkan oleh infeksi dan endoftalmitis yang disebabkan oleh
imunologis atau auto imun (non infeksi).(12)
Endoftalmitis yang disebabkan oleh infeksi dapat dibagi menjadi
endoftalmitis endogen dan endoftalmitis eksogen. Endoftalmitis endogen
diakibatkan penyebaran bakteri, jamur ataupun parasit dari fokus infeksi yang
terdapat didalam tubuh, yang menyebar secara hematogen ataupun akibat penyakit
sistemik lainnya, seperti endokarditis.(12)
Endoftalmitis eksogen terjadi akibat trauma tembus atau adanya infeksi
sekunder akibat komplikasi yang terjadi pada tindakan membuka bola mata, reaksi
terhadap benda asing dan trauma tembus bola mata.(12)
-
19
Endoftlamitis fakoanafilatik adalah endoftalmitis unilateral ataupun
bilateral yang merupakan akibat reaksi uvea granulomatosa terhadap lensa yang
ruptur. Endoftalmitis jenis ini merupakan suatu penyakit autoimun terhadap
jaringan tubuh sendiri yang diakibatkan jaringan tubuh tidak mengenali jaringan
lensa yang tidak terletak didalam kapsul. Terbentuk antibodi didalam tubuh
terhadap lensa sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang akan menimbulkan
endoftalmitis fakoanafilatik.(12)
3.5 Patogenesis
Dalam keadaan normal, sawar darah-mata (blood-ocular barrier)
memberikan ketahanan alami terhadap serangan dari mikroorganisme. Masuknya
bakteri ke dalam mata terjadi karena rusaknya rintangan-rintangan okular. Ini bisa
disebabkan oleh invasi langsung (misalnya, emboli septik) atau oleh perubahan
dalam endotelium vaskular yang disebabkan oleh substrat yang dilepaskan selama
infeksi. Penetrasi melalui kornea atau sklera mengakibatkan gangguan eksogen
pada mata. Jika masuknya lewat sistem vaskular, maka jalur endogen akan
terbentuk. Setelah bakteri-bakteri memperoleh jalan masuk ke dalam mata,
proliferasi akan berlangsung dengan cepat. Kerusakan jaringan intraokular dapat
juga disebabkan oleh invasi langsung oleh mikroorganisme dan atau dari mediator
inflamasi dari respon kekebalan.(13)
Vitreus bertindak sebagai media yang sangat bagus bagi pertumbuhan
bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan endoftalmitis adalah stafilokokus,
streptokokus, pneumokokus, pseudomonas dan bacillus cereus. Bakteri, sebagai
benda asing, memicu suatu respons inflamasi. Masuknya produk-produk inflamasi
menyebabkan tingginya kerusakan pada rintangan okular-darah dan peningkatan
rekrutmen sel inflamasi.(13)
Kerusakan pada mata terjadi akibat rusaknya sel-sel inflamasi yang
melepaskan enzim-enzim proteilitik serta racun-racun yang dihasilkan oleh bakteri-
bakteri. Kerusakan terjadi di semua level jaringan yang berhubungan dengan sel-
sel inflamasi dan racun-racun.(14)
Endoftalmitis dapat terlihat nodul putih yang halus pada kapsul lensa, iris,
retina, atau koroid. Hal ini juga dapat timbul pada peradangan semua jaringan
-
20
okular, mengarah kepada eksudat purulen yang memenuhi bola mata. Selain itu,
peradangan dapat menyebar ke jaringan lunak orbital. Setiap prosedur operasi yang
mengganggu integritas bola mata dapat menyebabkan endoftalmitis eksogen.(14)
3.6 Manifestasi Klinis
Diagnosis endoftalmitis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap
meliputi adanya riwayat tindakan bedah mata, trauma tembus bola mata disertai
dengan atau tanpa adanya penetrasi benda asing perlu diperhatikan karena adanya
kemungkinan penyebab eksogen. Mengenai penyebab endogen maka penderita
perlu dianamnesis mengenai ada atau tidaknya penyakit sistemik yang dideritanya.
Penyakit yang merupakan predisposisi terjadinya endoftalmitis di antaranya adalah
diabetes melitus, AIDS dan SLE yang dapat dihubungkan dengan imunitas yang
rendah. Sedangkan beberapa penyakit infeksi yang menyebabkan endoftalmitis
endogen akibat penyebaran secara hematogen dan meningitis, endokarditis, infeksi
saluran kemih, infeksi paru-paru dan pieonefritis.(15-17) Untuk endoftalmitis
fakoanafilaktik, dapat dinyatakan tentang adanya riwayat gejala subjektif katarak
yang diderita pasien sebelumnya. Adapun gejala yang dikeluhkan pasien (gejala
subjektif) dan gejala yang didapat melalui pemeriksaan fisik dapat mengarahkan
pada diagnosis endoftalmitis.(12, 16)
Gejala subjektif.(12, 16, 17)
Mata merah dan nyeri pada bola mata
Penurunan tajam penglihatan
Fotofobia
Nyeri kepala
Mata terasa bengkak
Kelopak mata bengkak, kadang sulit dibuka
-
21
Gambar 2.7 Endoftalmitis Staphylococcus epidermidis pada pasien post
operasi katarak.
Gejala objektif.(12, 15-17)
Edema palpebra superior
Kemosis dan hiperemi konjungtiva
Edema kornea dan infiltrasi struma
Kornea keruh
Hipopion
Kekeruhan badan kaca (vitreus)
Injeksi silier dan injeksi konjungtiva
Keratik presipitat
Bilik mata depan keruh
Penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak pucat ataupun
hilang sama sekali
Pada endoftalmitis yang disebabkan jamur, di dalam badan kaca ditemukan masa
putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam badan kaca dengan
proyeksi sinar yang baik.
Pemeriksaan penunjang(12, 15, 16):
1. Pemeriksaan darah lengkap, LED, gula darah puasa.
2. Foto rontgen thoraks
3. USG jantung
4. Kultur urin, darah, LCS, sputum dan tinja
5. Funduskopi untuk menilai ada tidaknya kekeruhan media refraksi
6. Ultrasonografi (B Scan) dan CT-Scan
-
22
Ini adalah pemeriksaan dengan melakukan ultrasound terhadap kutub
posterior jika pandangan fundus buruk. Biasanya, penebalan korodial dan gema-
gema ultrasound dalam vitreus anterior dan posterior akan membantu diagnosis.
Ultrasound juga penting untuk menyediakan landasan pijak sebelum intervensi
intraocular dan untuk menilai tampak vitreus posterior dan daerah-daerah traksi
yang mungkin. Retina yang robek jarang terlihat bersama-sama dengan
endoftalmitis.(9)
Gambar 2.8 B.Scan Endoftalmitis(15)
CT-Scan jarang dilakukan kecuali terjadi trauma. Penebalan sclera dan
jaringan-jaringan uveal yang berhubungan dengan berbagai tingkatan densitas yang
tinggi dalam vitreus dan struktur-struktur jaringan lunak periokular mungkin
terlihat.(9)
7. Pengambilan sampel akueous dan vitreus antuk analisis mikrobiologi.
Kultur untuk menentukan mikroorganisme penyebab memerlukan waktu 48
jam sampai 14 hari. Diagnosis endoftalmitis dipastikan dengan melakukan
aspirasi 0,5-1 ml korpus vitreum di bawah anestesi lokal melalui sklerotomi
pars plana dengan menggunakan jarum berukuran 20-23, kemudian aspirat
diperiksa secara mikroskopik. Vitrektomi juga diindikasikan untuk
melakukan drainase abses dan memungkinkan visualisasi fundus yang jelas.
3.7 Diagnosa Banding dan Diagnosis
Endoftalmitis yang disebabkan oleh bakteri dan jamur seringkali sulit untuk
dibedakan dengan peradangan intraocular lainnya. Peradangan berlebihan tanpa
-
23
endopthalmitis sering ditemui pasca operasi yang rumit, uveitis yang sudah ada
sebelumnya dan keratitis, diabetes, terapi glaukoma, dan bedah sebelumnya. Toxic
anterior segment syndrome (TASS) juga termasuk dalam diagnosis diferensial
endoftalmitis. TASS disebabkan oleh pengenalan substansi zat beracun selama
operasi yang umumnya disebabkan oleh instrumen, cairan, atau lensa intraokular.
Keratitis dan infeksi pasca operasi sering disertai dengan hipopion tanpa infeksi
intraokular. lt ini penting untuk menghindari memperkenalkan infeksi eksternal
(seperti dalam kasus keratitis bakteri) ke mata dengan melakukan paracentesis yang
tidak perlu. Sel tumor dari limfoma mungkin menumpuk di vitreous, atau sel
retinoblastoma dapat terakumulasi di ruang depan, simulasi peradangan intraocular.
Pada retinoblastoma intraokular biopsi merupakan kontraindikasi. karakteristik
yang paling membantu untuk membedakan endoftalmitis yang benar adalah bahwa
vitritis ini progresif dan keluar dari proporsi lain temuan segmen anterior. Jika ragu,
dokter harus menangani kondisi ini sebagai suatu proses infeksi.(14)
3.8 Tatalaksana
Endoftalmitis di obati sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik
atau antifungi diberikan melalui periokular atau subkonjungtiva. Antibiotik topikal
dan sistemik ampisilin 2 gram/hari dan kloramfenikol 3 gram/hari sebagai
antibiotik empiris yang harus diberikan secepatnya. Antibiotik dapat diberikan
secara tunggal ataupun kombinasi. Jika penyebabnya jamur diberikan amfoterisin
B 150 g subkonjungtiva.(12)
Tabel 2.1 penggunaan dan dosis antibiotik empiris untuk endoftalmitis.(15)
-
24
Sikloplegik diberikan 3 kali sehari tetes mata untuk mengurangi rasa nyeri,
stabilisasi aliran darah pada mata, mencegah danmencegah atau melepaskan sinekia
serta mengistirahatkan iris dan dan badan siliar yang sedang mengalami infeksi. (12)
Terapi steroid untuk mengurangi infamasi yang disertai eksudasi dan untuk
mengurangi granulasi jaringan. Pemberian deksametason diduga dapat
menghambat reaksi inflamasi dan reaksi imun abnormal yang dapat menimbulkan
kerusakan luas pada mata. Deksametason dapat diberikan secara intravitreal dengan
dosis 400 g dan 1 mg secara intraoukular sebagai profilaksis. (16) bila terapi tidak
berhasil maka dilakukan eviserasi untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.(18)
3.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi jika proses peradangan mengenai ketiga
lapisan mata (retina, koroid dan sklera) dan vitreus dapat menyebabkan
panoftalmitis. Panoftalmitis merupakan radang supuratif intraocular disertai
dengan radang jaringan ekstraokular atau kapsul tenon dan jaringan ikat
jarang di dalam rongga orbita. Penyebabnya terutama akibat perforasi
operasi atau tukak yang disertai infeksi. Pasien dengan panoftalmitis
akan terlihat sakit, menggigil disertai demam, sakit kepala berat,
kadang-kadang muntah, disertai gejala endoftalmitis yang lebih berat.
Pada mata terlihat kornea yang sangat keruh dan berwarna kuning,
hipopion, badan kaca dengan massa purulen massif disertai refleks
kuning di dalamnya, konjungtiva kemotik, dan kelopak kemotik dan
hiperemis.(12, 13)
3.10 Prognosis
Endoftalmitis endogen lebih buruk daripada endoftalmitis eksogen karena
berhubungan dengan tipe organisme, tingkat virulensi, daya tahan tubuh penderita
dan keterlambatan diagnosis. Endoftalmitis yang diterapi dengan vitrektomi 74%
pasien mendapat perbaikan visus sampai 6/30.(16, 17)
-
25
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Engkos Salim
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 59 tahun
Alamat : Desa Makmur Jaya, Simpang Kiri, Kec. Longkib,
Subulussalam
Pekerjaan : Wiraswasta/Petani
Agama : Islam
Status : Menikah
No CM : 1-04-44-18
Tanggal Masuk RS : 17 Maret 2015
Tanggal Pemeriksaan : 17,18, 23 Maret 2015
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Hilang penglihatan mata kiri
3.2.2 Keluhan Tambahan
Mata kiri nyeri, kepala nyeri,
3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata dengan keluhan hilang penglihatan mata kiri
yang dialaminya sejak 32 hari yang lalu. Penglihatan menghilang semakin
lama semakin parah. Keluhan hilang penglihatan diikuti dengan keluhan
nyeri pada mata kiri dan nyeri kepala. Pada awalnya mata pasien kelilipan
saat pasien ingin memanen kelapa sawit dan kemudian merasakan mata
terasa gatal sehingga pasien sering mengusap matanya. Beberapa hari
setelah kelilipan pasien mulai merasakan silau jika mata kirinya terkena
cahaya. Dua minggu setelah kelilipan pasien merasakan mata kirinya
mulai terasa nyeri dan sakit kepala. Sepuluh hari kemudian pasien mulai
-
26
mengalami penglihatan kabur dan semakin lama semakin parah. Pasien
juga mengatakan bahwa ada bintik putih di mata kirinya. Pasien kemudian
di rawat di Rumah Sakit Daerah Tapak Tuan selama 15 hari akan tetapi
pasien tidak merasakan perubahan yang berarti terhadap penglihatan mata
kirinya. Dan akhirnya pasien dirujuk ke RSUDZA untuk dilakukan
pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.
3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus disangkal. 25 tahun
sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan ada bintik putih pada mata
dan bintik putih tersebut hilang setelah pasien berobat ke dokter mata.
Pasien juga pernah mengalami beberapa kali sakit mata. Dimana mata
pasien menjadi berwarna merah dengan kotoran mata yang bertambah
banyak. Mata merah ini terakhir kali dialami pasien satu tahun yang lalu.
3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama.
3.2.6 Riwayat Pemakaian Obat
Pasien sebelumnya sudah berobat beberapa kali dalam 46 hari terakhir
tetapi pasien tidak tahu nama obatnya.
3.2.7 Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien merupakan seorang petani yang biasanya rutin ke ladang sawit
untuk mengotrol hasil panen.
3.3 Vital sign (18 Maret 2015)
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Heart rate : 64x/i
Respiratory rate : 18 x/i
Temperatur : 36,2C
-
27
3.4 Status Oftalmologis
Pemeriksaan OD OS
Visus :
- Tanpa koreksi
- Dengan koreksi
5/60
Tidak dilakukan
1/
Tidak dilakukan
TIO N/P N/P
Hirschberg Orthophoria Orthophoria
Pergerakan Normal Normal
Palpebra
- Edema
- Hiperemis
- Trikiasis
- Ptosis
- Lagoftalmus
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
Konjungtiva
Bulbi:
- injeksi konjungtiva
- Injeksi siliar
- Hiperemis
Tarsal:
- Pucat
- Hiperemis
-
-
+
-
-
+
-
-
+
+
-
+
Kornea
- Warna
- Ulkus
- Infiltrate
- Sikatrik
Jernih
-
-
-
Keruh
-
+
-
COA
- Kedalaman
- Hifema
Dalam
-
Dangkal
-
-
28
Foto klinis
Gambar 3.1 Foto Klinis pasien
3.5 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
(17 Maret 2015)
Natrium : 143 mmol/L
Kalium : 3,9 mmol/L
Glukosa darah sewaktu : 122 mg/dL
Ureum : 56 mg/dL
Kreatinin : 1,05 mg/Cl
- Hipopion - -
Iris / pupil
- Warna iris
- Bentuk pupil
- Refleks cahaya langsung
- Refleks cahaya tidak
langsung
Cokelat
Bulat, sentral
+
+
keruh
Bulat, sentral
+
+
Lensa
- Warna
Jernih
Keruh
Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-
29
2. Pemeriksaan USG B-Scan (19 Maret 2015)
Gambar 3.2 USG B-Scan Mata Kiri
-
30
3.6 Diagnosa banding
- Endoftalmitis OS
- Abrasi kornea OS
- Uveitis anterior OS
- Konjungtivitis OS
Diagnosa Kerja : Endoftalmitis OS
3.7 Tatalaksana
1. Siprofloksasin 500 mg tablet 2x1
2. Asam Mefenamat 500 mg tablet 3x1
3. Natacern Eye Drop 6x1 OS
4. Levocin Eye Drop 6x1 OS
3.8 Prognosis
o Quo ad vitam : Dubia ad bonam
o Quo ad functionam : Dubia ad malam
o Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
-
31
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 59 tahun dengan keluhan
kehilangan penglihatan mata kiri sejak 32 hari sebelum masuk rumah sakit pasca
trauma okuli. Insiden endoftalmitis pasca trauma lebih banyak terjadi pada laki-laki
yang berusia muda.(19) Hal ini terkait dengan pola aktivitas dan pekerjaan laki-laki
muda yang lebih berpotensi mengalami trauma okuli.
Sebuah penelitian prospektif multisenter yang dilakukan oleh Cornut dkk
pada tahun 2012 didapatkan bahwa 17 pasien dengan endoftalmitis pasca trauma
rata-rata usia pasien adalah 58 tahun. Pada penelitian yang sama didapatkan bahwa
gejala-gejala endoftalmitis muncul rata-rata setelah 4 hari pasca trauma.(20) Pada
pelitian lainnya didapatkan bahwa pada endoftalmitis yang disebabkan bakteri
didapatkan gejala muncul rata-rata 4 hari setelah trauma dan pada endoftalmitis
yang disebabkan oleh jamur rata-rata gejala muncul 57 hari setelah trauma.(21)
Pasien mengalami trauma okuli saat sedang bekerja dan berada di daerah
perkebunan. Hal ini berhubungan dengan teori yang menyatakan bahwa mayoritas
cedera mata yang menyebabkan endoftalmitis terjadi di tempat kerja bila peralatan
pelindung mata tidak dipakai, dan biasanya terjadi di daerah pedesaan. Sebagian
besar terjadi pada pekerja laki-laki muda di daerah pedesaan dan lingkungan
berisiko tinggi.(22)
Angka kejadian endoftalmitis setelah trauma adalah bervariasi yaitu sebesar
4-16%.(20, 23) Angka kejadian ini meningkat hingga 6-60% apabila terdapat benda
asing pada mata pasca trauma okuli.(24)
Keluhan yang dialami oleh pasien pada laporan kasus ini adalah menurun
hingga menghilangnya penglihatan yang diawali dengan rasa gatal dan nyeri pada
mata kiri. Nyeri juga dirasakan pada kepala. Keluhan ini sesuai dengan teori bahwa
pada pasien-pasien dengan endoftalmitis pasca trauma akan menenunjukkan urutan
gejala-gejala akibat trauma.(21) Keluhan utama pasien dengan endoftalmitis pada
umumnya adalah kehilangan penglihatan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Verma dkk pada tahun 2004 didapatkan bahwa pada 37 pasien yang mengalami
-
32
endoftalmitis 31 pasien (87%) mengalami penurunan penglihatan dan 6 pasien
(13%) tidak dapat menilai adanya rangsangan cahaya.(25)
Penelitian lainnya menyebutkan bahwa gejala pada endoftalmitis dapat
berupa: eritema kelopak mata, edema kelopak mata, ektropion kelopak mata,
proptosis, purulen debit (hipopion).(26) Hal ini sesuai dengan gejala dan tanda yang
ada pada pasien yang dilaporkan.
Diagnosa endoftalmitis ditegakkan berdasarkan pada anamnesis khususnya
riwayat trauma serta gejala dan tanda yang muncul berupa gejala dan tanda
inflamasi yang menyertai trauma. Diagnosa pastinya ditegakkan dengan
pemeriksaan agen infeksius dengan cara kultur ataupun pewarnaan yang sesuai
terhadap masing-masing agen infeksius.(21) Hal ini belum dilakukan pada pasien
yang dilaporkan sehingga diagnosa pada pasien ini hanya berdasarkan pada
anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG B-Scan. Pemeriksaan USG B-
Scan dilakukan untuk menilai ada tidaknya benda asing di dalam mata, keadaan
humor vitreus dan keadaan retina. Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan
adalah pemeriksaan CT-Scan jika terdapat kecurigaan yang besar adanya benda
asing di dalam bola mata dan untuk memfasilitasi proses pengangkatan benda asing
dan perbaikan primer pada bola mata.(21)
Tata laksana pada pasien ini adalah pemberian analgesik dan antibiotik oral
disertai dengan antibiotik topikal. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa pemberian analgesik dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Antibiotik intra oral diberikan untuk mengatur dosis antibiotik di dalam vitreus
selalu berada dalam efek teurapetik yang maksimal.(27) Selain itu, pemberian
antibiotik topikal adalah untuk mencapai level teurapetik antibiotik intraokular.
Pada beberapa kasus pemberian antibiotik intravitreal juga menunjukkan prognosis
yang lebih baik.(21)
-
33
BAB V
KESIMPULAN
Endoftalmitis adalah adanya peradangan hebat intraokular, terjadi yang
diakibatkan dari bakteri, jamur atau keduanya. Tanda dan gejala yang ditunjukan
antara lain adanya penurunan visus, hiperemi konjungtiva, nyeri, pembengkakan,
dan hipopion. Konjungtiva chemosis dan edema kornea. Sedangkan jenis dari
endoftalmitis ini sendiri Endoftalmitis akut pasca bedah katarak, Endoftalmitis
pseudofaki kronik, Endoftalmitis pasca operasi filtrasi anti-Glaukoma,
Endoftalmitis pasca trauma, Endoftalmitis endogen, Endoftalmitis jamur.
Pemeriksaan penunjang untuk endoftalmitis adalah vitreous tap untuk mengetahui
organisme penyebab sehingga terapi yang diberikan sesuai. Terapi operatif
(vitrectomy) dilakukan pada endoftalmitis berat. Prognosis dari endoftalmitis
sendiri bergantung durasi dari endoftalmitis, jangka waktu infeksi sampai
penatalaksanaan, virulensi bakteri dan keparahan dari trauma. Diagnosa yang tepat
dalam waktu cepat dengan tatalaksana yang tepat mampu meningkatkan angka
kesembuhan endoftalmitis.
-
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Albert DM, Miller JW, Azar DT, Blodi BA, Cohan JE, Perkins T. Albert & Jakobiec's principles and practice of ophthalmology: Saunders/Elsevier; 2008.
2. Taban M, Behrens A, Newcomb RL, Nobe MY, Saedi G, Sweet PM, et al. Acute endophthalmitis following cataract surgery: a systematic review of the
literature. Archives of ophthalmology. 2005;123(5):613-20.
3. Bhagat N, Nagori S, Zarbin M. Post-traumatic infectious endophthalmitis. Survey of ophthalmology. 2011;56(3):214-51.
4. Niazi MK, Khan MD, Arain MA, Adeeb L, Yasir S. Effect of Intravitreal Moxifloxacin in Acute Post Traumatic Endophthalmitis. American Journal of
Medical Case Reports. 2014;2(2):39-40.
5. Thompson JT, Parver LM, Enger CL, Mieler WF, Liggett PE, System FTNET. Infectious endophthalmitis after penetrating injuries with retained intraocular
foreign bodies. Ophthalmology. 1993;100(10):1468-74.
6. Long C, Liu B, Xu C, Jing Y, Yuan Z, Lin X. Causative organisms of post-traumatic endophthalmitis: a 20-year retrospective study. BMC
ophthalmology. 2014;14(1):34.
7. Moore KL, Dalley AF, Agur AM. Clinically oriented anatomy: Lippincott Williams & Wilkins; 2013.
8. Takahashi Y, Miyazaki H, Ichinose A, Nakano T, Asamoto K, Kakizaki H. Anatomy of deep lateral and medial orbital walls: implications in orbital
decompression surgery. Orbit. 2013;32(6):409-12.
9. Hwang SH, Kim SW, Park CS, Kim SW, Cho JH, Kang JM. Morphometric
analysis of the infraorbital groove, canal, and foramen on three-dimensional
reconstruction of computed tomography scans. Surgical and Radiologic
Anatomy. 2013;35(7):565-71.
10. Michalek P, Donaldson W, McAleavey F, Johnston P, Kiska R. Ultrasound
imaging of the infraorbital foramen and simulation of the ultrasound-guided
infraorbital nerve block using a skull model. Surgical and Radiologic Anatomy.
2013;35(4):319-22.
11. Drake R, Vogl AW, Mitchell AW. Gray's anatomy for students: Elsevier
Health Sciences; 2014.
-
35
12. Rao N, Cousins S, Forster D, Meisler D, Opremcap E, Turgeon P. Intraocular
inflammation and uveitis. Basic and Clinical Science Course (San Francisco:
American Academy of Ophthalmology, 1997-1998), Section. 1997;9:57-80.
13. Sidarta I. Penuntun ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008.
14. Riordan-Eva P, Whitcher J. Vaughan & Asbury's general ophthalmology:
Wiley Online Library; 2008.
15. Jackson TL, Eykyn SJ, Graham EM, Stanford MR. Endogenous bacterial
endophthalmitis: a 17-year prospective series and review of 267 reported cases.
Survey of ophthalmology. 2003;48(4):403-23.
16. Veselinovi D, Veselinovi A. Endophthalmitis. Acta Medica Medianae. 2009;48(1):56-62.
17. Olver J, Cassidy L, Jutley G, Crawley L. Ophthalmology at a Glance: John
Wiley & Sons; 2014.
18. Phan LT, Hwang TN, McCulley TJ. Evisceration in the modern age. Middle
East African journal of ophthalmology. 2012;19(1):24.
19. Faghihi H, Hajizadeh F, Esfahani MR, Rasoulinejad SA, Lashay A, Mirshahi
A, et al. Posttraumatic endophthalmitis: report No. 2. Retina. 2012;32(1):146-
51.
20. Cornut PL, Youssef EB, Bron A, Thuret G, Gain P, Burillon C, et al. A
multicentre prospective study of posttraumatic endophthalmitis. Acta ophthalmologica. 2013;91(5):475-82.
21. Nataraj A. Review Post Traumatic Endophthalmitis. Kerala Journal of
Ophthalmology. 2011;23:293-7.
22. Gokce G, Sobaci G, Ozgonul C, editors. Post-Traumatic endophthalmitis: a
mini-review. Seminars in ophthalmology; 2014: Informa Healthcare USA, Inc.
New York.
23. Ahmed Y, Schimel A, Pathengay A, Colyer M, Flynn H. Endophthalmitis
following open-globe injuries. Eye. 2012;26(2):212-7.
24. Lieb DF, Scott IU, Flynn HW, Miller D, Feuer WJ. Open globe injuries with
positive intraocular cultures: factors influencing final visual acuity outcomes.
Ophthalmology. 2003;110(8):1560-6.
25. Verma L, Patil R, Talwar D, Tewari HK, Ravi K. First contact management of
post-operative endophthalmitis. A retro-spective analysis. Indian journal of
ophthalmology. 2004;52(1):65.
-
36
26. Romero CF, Rai MK, Lowder CY, Adal KA. Endogenous endophthalmitis:
case report and brief review. American family physician. 1999;60:510-23.
27. Barry P, Behrens-Baumann W, Pleyer U, Seal D. ESCRS Guidelines on
prevention, investigation and management of post-operative endophthalmitis.
Version. 2007;2:1-36.
-
37
-
38