Download - Ronal 1.pdf
17
Bab III Landasan Teori 3.1 Pelapukan
Batuan beku yang terdapat di daerah penelitian pada awalnya terbentuknya
berada jauh di kerak samudera serta pada kondisi tekanan dan temperatur yang
tinggi. Dengan terjadinya tektonik pada kerak samudera, maka batuan tersebut
terangkat dan tersingkap di permukaan bumi.
Batuan dasar yang terdapat di permukaan hampir semuanya telah berubah.
Disebabkan karena tekanan dan temperatur pada permukaan bumi berbeda dengan
tekanan dan temperatur pada awal pembentukannya, maka secara perlahan-lahan
batuan tersebut akan mengalami perubahan untuk mencapai kesetimbangan yang
baru. Pelapukan pada batuan merupakan proses perubahan fisik maupun kimia
batuan, proses ini terjadi akibat perubahan lingkungan.
Proses pelapukan pada batuan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pelapukan
mekanik dan pelapukan kimia.
Pelapukan Mekanik
Pelapukan mekanik terjadi karena perubahan fisik, dimana tidak ada perubahan
kimia pada batuan tersebut. Disebabkan karena perbedaan temperatur yang besar
pada waktu siang dan malam, maka batuan tersebut akan mengalami ketegangan-
ketegangan yang menyebabkan batuan tersebut pecah.
Pelapukan Kimia
Pelapukan kimia merupakan proses yang mengubah struktur dalam mineral
dengan pengurangan atau penambahan unsur pada mineral tersebut. Batuan yang
mengalami pelapukan kimia akan terjadi perubahan komposisi mineral pada
batuan tersebut.
18
Proses pelapukan yang terjadi pada daerah penelitian didominasi oleh proses
pelapukan secara kimia. Pelapukan tersebut telah mengubah komposisi mineral
batuan pada awal pembentukan menjadi mineral baru. Dalam proses pelapukan,
air menjadi media yang sangat penting dalam mengubah komposisi mineral. Air
akan mengoksidasi mineral dalam batuan yang dilaluinya.
Batuan dasar di daerah penelitian adalah peridotit, merupakan batuan ultrabasa
yang mengandung mineral olivine. Pada daerah tropis, mineral olivine sangat
tidak stabil sehingga lapuk dan mengalami perubahan komposisi mineral. Mineral
olivine terdekomposisi membentuk mineral lain yang kaya akan mineral ekonomis
seperti nikel, besi, dan kobalt.
3.2 Genesa Nikel Laterit
Proses terbentuknya endapan nikel sekunder (laterit) dimulai dengan proses
pelapukan pada batuan peridotit. Batuan tersebut banyak mengandung olivin,
magnesium silikat, dan besi silikat yang pada umumnya mengandung 0.3 % nikel.
Batuan peridotit sangat mudah terpengaruh oleh proses pelapukan di mana
airtanah yang kaya CO2 yang berasal dari udara luar dan tumbuh-tumbuhan
akan menghancurkan olivin. Penguraian olivine, magnesium, besi, nikel, dan
silikat ke dalam larutan, cenderung membentuk suspensi koloid dari partikel-
partikel silika.
Larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri
hidroksida. Endapan tersebut akan menghilangkan air dengan membentuk
mineral-mineral seperti goethite (FeO(OH)), hematite (Fe2O3), dan kobalt,
sehingga besi oksida mengendap dekat dengan permukaan air tanah.
Magnesium dan nikel silikat tertinggal di dalam larutan selama air tanah bersifat
asam, tetapi jika bereaksi dengan batuan dan tanah maka zat-zat tersebut
cenderung mengendap sebagai hidrosilikat.
19
Adanya erosi air tanah asam dan erosi di permukaan akan melarutkan
mineral-mineral yang telah terendapkan. Zat-zat tersebut terbawa ke tempat yang
lebih dalam, sehingga terjadi pengayaan pada bijih nikel. Kandungan nikel pada
saat terendapkan akan semakin bertambah banyak, dan selama itu magnesium
tersebar pada aliran air tanah. Proses pengayaan bersifat kumulatif, di mana proses
dimulai dari batuan yang mengandung 0.25 % nikel, sehingga akan menghasilkan
1.5 % bijih nikel.
Keadaan tersebut di atas merupakan kadar nikel yang sudah dapat ditambang, di
mana waktu yang diperlukan untuk proses pengayaan tersebut mungkin dalam
beberapa ribu tahun atau bahkan berjuta-juta tahun. Nikel laterit yang mempunyai
kadar paling tinggi terdapat pada dasar zone pelapukan dan diendapkan pada
rekahan di bagian atas dari lapisan dasar batuan (bedrock). Nikel laterit terjadi
akibat dari proses pelapukan kimia pada kondisi iklim lembab dengan periode
waktu yang lama di mana kondisi tektoniknya stabil (Butt dan Zeegers, 1992)
Endapan nikel laterit terdapat pada lapisan bumi yang kaya akan besi. Pembagian
yang sempurna dari besi dan nikel ke dalam zone-zone yang berbeda belum
diketahui. Pengayaan besi dan nikel terjadi melalui pemindahan magnesium dan
silika. Besi di dalam banyak berbentuk mineral ferri oksida yang pada umumnya
membentuk gumpalan (disebut limonit). Endapan nikel dapat ditunjukkan dengan
adanya jenis limonit tersebut atau sebagai nickel ferrous iron ore. Hal tersebut
berlawanan dengan nikel bertipe silikat (yang kadang-kadang disebut sebagai bijih
serpentin) di mana pemisahan nikel dan besi lebih baik.
Pelapukan akan melarutkan silikat dan unsur-unsur logam dari batuan induk akan
menghasilkan bijih nikel limonit. Nikel silikat banyak terbentuk di daerah
beriklim tropis seperti Indonesia dan Kaledonia Baru. Daerah tersebut dengan
curah hujan cukup tinggi dan banyak tumbuh-tumbuhan yang teruraikan sehingga
menimbulkan asam organic dan CO2 pada air tanah.
20
Gambar 3.1 Skema pembentukan nikel laterit (Darijanto, 1988)
3.3 Klasifikasi Nikel laterit
Klasifikasi nikel laterit berdasarkan perubahan kandungan mineral, dapat
dibedakan menjadi 3 tipe (Brand et al, 1998):
Sedikit pelindiaan pada zona limonit selama musim hujan
Kosentrasi residu Fe dan Chromait Ni pada Geothit Al-oxida, Mineral lempung
Mn-hydroxida (+CO) Cr-spinel
Penguapan, pengendapan Si, Al selama musim kering
Larutan yang naik akibat kapila-ritas
ZONA PELINDIAN Silikat yang mengandung Ni
terobah Mg, Si dan Nikel larut
Pengendapan kembali Ni, Mg, Si Pada celah-celah mis : Sebagai : - garnierit - krisopras
Sebagian Mg mengendap kembali sebagai kosentrasi celah pada batuan asal sebagai : - magnesit - serpentinit
PERIDOTIT - SERPENTINIT
SERPENTINISASI
ULTRABASA
AIR HUJAN YANG KAYA CO2
Pengurangan Larutan yang mengandung Ni, Mg, Si
Pembawa Larutan yang mengandung Ni, Mg, Si
21
3.3.1 Endapan silikat hydrous (Hydrous silicate deposits)
Endapan silikat hydrous ini adalah endapan nikel laterit yang mempunyai kadar
Ni paling tinggi yang berkisar 1,8 - 2,5%, saprolit bagian bawah merupakan
horison bijih (ore) sedangkan mineral bijih adalah silikat Mg-Ni hydrous. Tipe ini
dibentuk oleh alterasi mineral primer batuan seperti serpetin dan garnerit. 3.3.2 Endapan silikat lempung (Clay silicate deposits)
Dalam endapan ini, terjadinya pelapukan oleh air tanah Si akan terurai sebagian,
sebagian lagi bergabung dengan Fe. Ni dan Al akan membentuk mineral lempung
(clay) seperti nontronite dan saponite, biasanya terdapat di bagian atas saprolit
dan protolith. Serpentin yang kaya akan Ni juga dapat digantikan oleh smektit
atau kuarsa jika di pengaruhi oleh air tanah yang cukup lama. Kandungan Ni rata-
rata 1.0-1.5%. 3.3.3 Endapan oksida (Oxside deposits)
Enpadan laterit oksida, atau dikenal juga sebagai endapan limonit. Ni banyak
mengandung oksida Fe, terutama geothite. Terdapat juga oksida Mn yang
diperkaya dalam Co, dimana kandungan Ni rata-rata 1,0-1,6%.
Gambar 3.2 Klasifikasi nikel laterit berdasarkan perubahan kandungan mineral
(Brand et al, 1998)
22
3.4 Faktor Genesa Pembentukan Nikel Laterit
Komposisi Protolith
Protolith untuk endapan Ni laterit didominasi oleh batuan ultramafik yang
mengandung kadar olivin forsteritik yang tinggi dengan kandungan Ni antara 0.2
dan 0.4 % berat. Beberapa endapan kecil terbentuk dari batuan sedimen, yang be-
rasal dari pelapukan batuan ultramafik. Jarang sekali, regolith pada tipe batuan
lain memiliki kandungan yang kaya nikel.
Protolith yang paling banyak dijumpai adalah peridotit harzburgitik yang seba-
gian atau seluruhnya telah mengalami serpentinisasi. Secara alami protolith me-
miliki kendali mendasar terhadap genesis (pembentukan) endapan. Pada umum-
nya, batuan ini secara mineralogi dan kimiawi memiliki komposisi terbatas, dan
mineral utamanya –olivin, serpentin, dan piroksen (pyroxene) sangat rentan terha-
dap terhadap pelapukan dalam lingkungan tropis
Jenis endapan Ni laterit hanya sebagian yang dikontrol oleh litologi. Tiap jenis
dari ketiga kelas endapan dapat terbentuk pada peridotit, namun pada protolith
dunit, endapan oksida mendominasi. Nikel laterit pada batuan kaya-olivin yang
tidak mengalami serpentinisasi tidak terdokumentasi cukup baik, namun
cenderung membentuk endapan oksida dengan unit saprolitik yang tipis dan
berbatu. Protolith yang mengalami serpentinisasi sebagian atau keseluruhan
biasanya menghasilkan endapan saprolit yang lebih tebal, namun kadarnya
cenderung lebih rendah dengan meningkatnya alterasi (perubahan). Endapan
silikat lempung dilaporkan hanya ditemukan dari peridotit ter-serpentinisasi;
sejauh ini baru diidentifikasi memiliki potensi ekonomis. Serpentinisasi juga
berperan terhadap karakteristik muka airtanah yang kurang bagus, yang memiliki
efek signifikan dalam genesa smectite. Nikel laterit sangat jarang terdapat dalam
batuan karbonat talk.
23
Setting Tektonik
Nikel laterit dapat terbentuk pada kompleks ophiolit Phanerozoic, banyak
endapan terdapat di area Cretaceous hingga Miocene yang makin melebar.
Kompleks tersebut biasanya berupa patahan (fault) dan kekar (joint), dan
dipengaruhi oleh pengangkatan tektonik yang menaikkan topografi dan
menurunkan permukaan air tanah, yang menyebabkan peningkatan aliran air dan
intensitas pelapukan.
Di kedua daerah tersebut, zona pengkayaan (enrichment) terdalam dengan kadar
tertinggi umumnya berasosiasi dengan patahan curam dan zona shear. Sebaliknya,
patahan thrust besar yang berasosiasi dengan pengisian (emplacement) kompleks
ophiolit dan dengan platform olivine yang stabil cenderung membentuk zona
serpentin mylonitik – atau batuan ultramafik talc-karbonat teralterasi yang bersifat
kurang permeabel (dapat ditembus) dan dapat membentuk penghalang
hidromorfik yang mencegah konsentrasi Ni di dalam regolith.
Geomorfologi dan topografi
Topografi memiliki peranan penting dalam pembentukan endapan nikel laterit,
terutama kaitannya dengan struktur, pengaliran, dan posisi permukaan air tanah.
Di area dengan relief tinggi, banyak endapan dengan zona pengkayaan kadar yang
tinggi, terletak di kemiringan bukit, crest, spur, plateau, dan/atau terrace. Secara
profil, permukaan air tanah pada posisi-posisi topografi yang rendah dan ditambah
dengan adanya struktur seperti patahan dan kekar (join), memberikan laju proses
leaching yang maksimum dan pengaliran larutan sehingga meningkatkan
konsentrasi residu dan akumulasi di dalam saprolit. Keadaan topografi yang
demikian umumnya endapan silikat hydrous yang memiliki kadar yang tertinggi
yang terbentuk pada batuan peridotit
24
Gambar 3.3 Pengaruh topografi pada pembentukan Nikel laterit (Darijanto, 1988)
Di daerah dengan relief rendah, pengaliran terpengaruh dan permukaan air tanah
menjadi tinggi. Keadaan seperti ini umumnya dalam tatanan craton dan terjadi
secara lokal di kawasan yang melebar (accreted terrain). Aliran air yang
berkurang memperlambat laju proses leaching dan penghilangan larutan
pelapukan, sehingga konsentrasi Ni sebagian besar hanya berupa residu, dengan
sedikit akumulasi, kecuali jika patahan telah menyebabkan peningkatan leach.
Di atas peridotit, permukaan air tanah yang tinggi dan pengaliran yang terganggu
menyebabkan formasi endapan lempung smektit berkadar rendah di dalam saprolit
(misalnya Murrin Murrin di Yilgarn Craton, Western Australia). Di atas dunit,
pengaliran yang terganggu cenderung membantu pembentukan endapan oksida
(misalnya Cawse, Western Australia) dan akumulasi silika setempat.
Pengangkatan tektonik berperan penting pada beberapa endapan melalui
peremajaan topografi dan di beberapa tempat, menurunkan permukaan air tanah
yang tadinya tinggi, sehingga menghasilkan pengkayaan ulang pada zona
enrichment. Biasanya, hal ini meningkatkan akumulasi kadar Ni tinggi di dasar
saprolit.
25
Iklim
Iklim berperan besar dalam pembentukan endapan Ni laterit. Sebagian besar ter-
bentuk di savana (misalnya New Caledonia, Cuba) atau iklim tropis lembab
(hutan hujan, misalnya Colombia, Indonesia). Udara hangat dan curah hujan ting-
gi, ditambah aktivitas biogen yang tinggi, memungkinkan pelapukan kimiawi se-
cara cepat dalam membentuk endapan di area dengan relief tinggi dengan laju
erosi yang juga tinggi. Namun banyak juga endapan di daerah iklim lainnya, mi-
salnya iklim panas di Ural, Rusia, Kazakhstan), Mediteran (Oregon, AS; Yunani;
Albania) dan subtropis (Western Australia). Endapan-endapan di sini mungkin
berusia jauh lebih tua, karena terbentuk dalam iklim yang sama dengan savana
dan hutan hujan seperti saat ini, di berbagai periode Paleozoik akhir, Mesozoik,
dan awal Cenozoik.
Air Bawah Permukaan dan Material Organik
Proses kimia air yang berinteraksi dengan profil nikel laterit merupakan hal yang
agak khusus. Di dasar profil, hal ini ditandai oleh konsentrasi Mg tinggi dan Si
terlarut serta pH yang relatif tinggi, sebagaimana tampak pada gambar untuk air
dari tambang Cerro Matoso di Colombia. Analisis air dari New Caledonia dan Co-
lombia membuktikan bahwa bikarbonat – bukan sulfat dan klorida – merupakan
anion dominan. Pengamatan ini menunjukkan aktivitas biogenik serta senyawa
organik di dalam tanah tropis kemungkinan memiliki peran penting dalam
pembentukan lapisan atas dari profil-profil nikel tersebut.
26
Gambar 3.4 Konsentrasi Mg terhadap pH air bawah permukaan (Ellias, 2003)
Laju Pelapukan
Laju pembentukan profil laterit belum jelas didefinisikan kendalanya. Batuan ba-
sa dan ultrabasa melapuk dengan kecepatan dua hingga tiga kali lipat daripada
jenis batuan lainnya. Di New Caledonia, laju penurunan lateritisasi ada di antara
140 hingga 125 meter dalam 1 juta tahun di pegunungan, dan setidaknya satu orde
magnitude lebih kecil di area plateau, akibat pengaliran yang kurang efisien.
Pelapukan yang terjadi lebih cepat di daerah pegunungan ditentukan oleh laju ero-
si yang lebih cepat. Hal ini berdampak pada hancurnya endapan, Golighty (1981)
mengusulkan bahwa antara 20 hingga 100 juta peridotit mengalami pelindian
(leaching) untuk menghasilkan bijih saprolit, yang dapat dicapai dalam satu juta
tahun. Meskipun demikian, laju pelapukan bersifat bergantung (dependen) pada
proses-proses lokal dan mungkin menjadi sangat bervariasi di setiap tempat
27
3.5. Statistik
Penggunaan statistika bertujuan untuk mengetahui parameter-parameter atau ka-
rakteristik dari populasi endapan dari sampel yang diambil, dalam bidang pertam-
bangan sampel diartikan sebagai sejumlah batu/mineral yang dapat mempresenta-
sikan dan dapat dianalisis sehingga menghasilkan ukuran-ukuran kualitas (seperti
kadar). Terminologi dan metode statistik ini telah digunakan dalam penentuan bi-
jih sejak tahun 1945 (Sinclair and Blackwell, 2005). Perhitungan kadar logam
atau perhitungan karakteristik cadangan lainnya berhubungan dengan bagian- ba-
gian statisitik ilmu statistik seperti histogram. Dalam penelitian ini hanya dilaku-
kan dieskripsi univarian dan deskripsi ruang
3.5.1 Analisis Statistik Univarian
Histrogram
Histogram adalah grafik yang menampilkan frekuensi variabel dalam interval
tertentu. Histogram merupakan metode yang sederhana dan efektif untuk
menampilkan beberapa atribut dari nilai kadar. Bentuk distribusi histogram
(skewnees negatif, simetris atau skewnees positif) dapat terbaca langsung dari
histogram. Dengan menggunakan aturan Sturges maka kelas interval suatu
histogram dapat di hitung dengan persamaan :
n
Rrangelog322,31 +
=Δ ……………………………………. (1)
∆ merupakan kelas interval dan n adalah benyaknya data
Rata-rata, median dan modus
Rata-rata (μ) adalah nilai yang mewakili sekolompok data dan nilainya
mempunyai kecenderungan terletak di tengah-tengah kelompok
∑=
=n
iix
N 1
1μ …………………………………………. (2)
Median adalah nilai yang terletak di tengah dari suatu kelompok data yang telah
diurutkan dalam suatu jajaran.
28
Modus adalah suatu nilai dari kelaompok data yang mempunyai frekuensi
tertinggi. Modus sangat berperan untuk mengetahui distribusi data komploek dari
dua atau lebih sub-populasi
Ukuran Dispersi
Dispersi adalah ukuran penyebaran nilai data, ukuran dispersi yang sering
digunakan adalah jarak (range), variansi (veriance), sempang baku (standard
deviation). Jarak (range) adalah ukuran dispersi paling sederhana dinyatakan
dengan rumus:
Range = Nilai data terbesar (Xmax) – Nilai data terkecil (Xmin)
Variansi (veriance) ukuran yang digunakan unutk mengukur penyebaran data
diynatakan dengan rumus
( )
N
xn
ii∑
=
−= 1
2
2μ
σ ………………………………………. (3)
Dimana xi nilai data, μ adalah mean data dan n adalah jumlah data. Akar dari
variansi disebut standard deviation, merupakan dispesri yang lebih sering
digunakan karena satuannya sama dengan variabel, dinyatakan dengan rumus:
( )
N
xn
ii∑
=
−= 1
2μσ ………………………………….……. (4)
Ukuran kemiringan kurva (skwenees)
Skwenees adalah kecenderungan distribusi data, distribusi skwenees positif
menunjukan distribusi data cenderung lebih banyak pada nilai data yang kecil,
sedangkan skwenees negatif menunjukan distribusi data cenderung lebih banyak
pada nilai data yang besar
29
Gambar 3.5. Tiga contoh hasil analisis lubang bor yang digambarkan dengan
histogram, Skewness negatif (a), simetris (b) dan Skewness positif (c). Pada gambar (b) disertai dengan kurva normal
3.5.2 Analisis Statistik Ruang (Geostatistik)
Suatu variabel dikatakan terregional jika distribusi data dalam ruang dan biasanya
mencirikan sutau fonema tertentu, seperti sebagai kadar logam yang merupakan
karakteristik dari sautau mineralisasi. Perilaku karakteristik dapat dilihat sebagai
suatu aspek erratic secara lokal, dimana terdapat zona yang lebih tinggi kadarnya
dibandingkan yang lain. Selain itu parameter-parameter di alam mempunyai
kecenderungan saling berhubungan dengan kontinuitas ruang (spatial continuity)
dimana dua buah data saling berdekatan mempunyai probabilitas besar memiliki
data yang mirip daripada dua buah data yang saling berjauhan.
Variogram
Analisa geostatistik diperlukan alat semivariogram/variogram sederhana. Variasi
conto dengan jarak tertentu diukur korelasi spasialnya. Data yang lebih dekat
dengan titik yang ditaksir cenderung lebih mirip nilainya dibandingkan dengan
data yang lebih jauh.
Semivariogram dapat ditaksir dengan persamaan sebagai berikut
(Matheron,1963):
30
γ(h)[ ]
)(2
)((1
2
hN
xzxzN
ihii∑
=+−
= ……………………………………. (5)
Dimana :
γ(h) = variogram untuk arah tertentu dalam jarak h
h = 1d, 2d, 3d, 4d (d = jarak antara conto)
z(xi) = nilai data pada titik xi
z(xi+h) = data pada titik yang berjarak h dari xi
N(h) = jumlah pasangan data
Istilah γ(h) disebut sebagai semi-variogram atau half variogram secara teoritis
didefinisikan sebagai ½ dari varians, perbedaan nilai peubah teregional di antara
titik-titik yang dipisahkan oleh suatu jarak, h
Variogram ini mengukur korelasi spasial antar dua conto yang dipisahkan oleh
suatu vektor jarak dalam suatu konvigurasi pengambilan conto-conto. Pencarian
data untuk menghitung variogram eksperimental dapat diilustrasikan seperti
dibawah ini:
Gambar 3. 6. Prinsip pencarian dalam perhitungan variogram eksperimental
(GMS 5.0 Tutorials)
31
Fiiting Variogram
Variogram eksperimental sangat bermanfaat untuk menganalisis struktur sebaran
endapan bahan galian namun tidak dapat langsung digunakan dalam perhitungan
cadangan. Maka diperlukan model variogram teoritis untuk di-fit-kan dengan
variogram eksperimental. Model teoritis diekspresikan dengan suatu model
matematis, dimana banyak digunakan pada penaksiran cebakan mineral adalah
model sferis atau Matheron
Gambar 3.7. Model Variogram eksperimental (GMS 5.0 Tutorials)
Persamaan matematis untuk penaksiran cebakan mineral dengan menggunakan
model variogram sferis/Matheron adalah sebagai berikut:
γ(h) = C0 + C ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
3
3
223
ah
ah untuk h ≤ a .………………………. (6)
γ(h) = C0 + C untuk h > a ……………..…………. (7)
dimana :
a = jarak pengaruh
Co = nugget variance
Co + C = sill ≈ α2 = varians populasi
Model variogram ini akan membrikan variansi galat terkecil sehingga sangat co-
cok untuk menaksir besarnya kandungan cadangan mineral. Model sferis menun-
jukan kenaikan variansi secara linear pada nilai h yang kecil hingga batas sill.
32
Model variogram berfungsi untuk membuat suatu model variogram, yaitu nugget,
contribution, dan range.
Gambar 3.8. Model Variogram Sferis (GMS 5.0 Tutorials)
Berikut ini adalah beberapa pedoman penting dalam melakukan fitting variogram
dengan model sferis (Darijanto,1999):
• Variogram yang mempunyai pasangan conto yang sangat sedikit agar di-
abaikan.
• Nugget variance(Co) didapat dari perpotongan garis tangensial dari bebra-
pa titik pertama variogram dengan sumbu Y
• Sill (Co + C) kira-kira sama dengan atau mendekati varians populas. Garis
tangensial di atas akan memotong garis sill pada jarak 2/3 a, sehingga
selanjutnya dapat dihitung harga a
• Interpretasi nugget variance untuk variogram dengan sudut toleransi 180°
(variogram rata-rata) akan sangat membantu untuk memperkirakan
besarnya nugget variance
• Nugget variance diambil dari multiple variogram (dalam berbagai arah)
dalam multiple variogram, best spherical line sebaiknya lebih mendekati
variogram yang mempunyai pasangan conto yang cukup
33
Perilaku Variogram Dekat Titik Awal
Kontinuitas suatu ketergantungan variable sangat erat hubungannya dengan
perilaku suatu variogram di dekat titik awal.
Gambar 3.9 Sifat Variogram Parabolik (Journel & Huijbregts, 1978)
Perilaku parabolic di dekat titik awal memperlihatkan suatu kontinuitas variable
yang tinggi, yaitu sifat data yang teratur, seperti variabel geofisika, geokimia atau
data tebal.
Gambar 3.10 Sifat Variogram Linier (Journel & Huijbregts, 1978)
Perilaku linier dekat titik awal menyatakan suatu variabel dengan kontinuitas
sedang, variogram semacam ini biasanya berlaku pada data kadar bijih.
34
Gambar3.11 Sifat Variogram Nugget Effect (Journel & Huijbregts, 1978)
Variabel dengan ketidakteraturan yang tinggi akan memberikan variogram yang
diawali dengan lompatan. Ketidak kontinuan ini dinamakan dengan nugget effect.
Gambar 3.12 Sifat Variogram Pure Nugget Effect (Journel & Huijbregts, 1978)
Suatu variogram yang berperilaku horizontal adalah hasil dari perhitungan
variabel.
Isotropi
Apabila variabilitas kadar tersebut sama untuk setiap arah pengukuran maka
gejala tersebut dinamakan isotropi yang dapat diartikan bahwa )(hγ merupakan
suatu fungsi dari harga absolut vektor h dimana:
222cba hhhh ++= …….………….…………..…………. (8)
Jika h1, h2 dan h3 adalah komponen-komponen vektor h.
35
Anisotropi
Anisotropi pada suatu mineralisasi menunjukkan adanya variabilitas data seperti
kadar, ketebalan, densitas dalam arah yang berbeda. Suatu penyelidikan
perubahan )(hγ sesuai dengan arah orientasinya memungkinkan munculnya
anisotropi.
Anisotropi geometri
Jika pada beberapa )(hγ dengan arah yang berbeda tetap mempunyai harga sill c
dan nugget variance yang sama, sedangkan kenaikan variogram yang dinyatakan
dengan harga range a berbeda, maka akan terlihat apa yang disebut dengan
anisotropi geometri,
Gambar 3.13 Semi-variogram pada arah yang berbeda (Journel & Huijbregts,
1978)
Dari semi-variogram didapatkan nilai daerah pengaruh a yang berbeda, setelah
diplot akan menghasilkan diagram berbentuk ellips.
Gambar 3.14 Variogram berdasarkan range (Journel & Huijbregts, 1978)
36
Diagram ini berguna untuk mengetahui arah persebaran data yang ditunjukkan
oleh nilai a yang berbeda-beda.
3.6. Metode penaksiran
Penaksiran parameter blok yang digunakan adalah metode nearest point, inverse
distance, dan kriging
Nearest point
Metode Nearest menggunakan nilai titik terdekat sebagai nilai pada titik yang
ditaksir, dengan kata lain lebih mempercayai titik yang terdekat dari pada titik
yang lebih jauh. Metode penaksiran ini digunakan untuk tipe parameter yang
mempunyai kemerusan seperti ketebalan dan kandungan
Inverse distance
Metode ini merupakan suatu cara penaksiran dengan telah memperhitungkan
adanya hubungan letak ruang (jarak), merupakan kombinasi linier atau harga rata-
rata terbobot (weighted average) dari titik-titik data yang ada di sekitarnya. Secara
garis besar metode ini adalah sebagai berikut:
• Suatu cara penaksiran di mana harga rata-rata suatu titik yang ditaksir meru-
pakan kombinasi linier atau harga rata-rata terbobot (weighted average) dari
data-data lubang bor di sekitar titik tersebut. Data di dekat titik yang ditaksir
memperoleh bobot lebih besar, sedangkan data yang jauh dari titik yang di-
taksir bobotnya lebih kecil. Bobot ini berbanding terbalik dengan jarak data
dari titik yang ditaksir.
• Pilihan dari pangkat yang digunakan (ID1, ID2, ID3, ...) berpengaruh
terhadap hasil taksiran. Semakin tinggi pangkat yang digunakan, hasilnya
akan semakin mendekati metode NNP.
• Merupakan metode yang masih umum dipakai.
Jika d adalah jarak antara titik yang ditaksir, z, dengan titik data, maka faktor
pembobotan w adalah:
37
- Untuk ID pangkat satu (Inverse Distance)
∑=
= j
i i
jj
d
dw
1
1
1
…………………………………….…………. (9)
- Untuk ID pangkat dua (Inverse Distance Square)
∑=
= j
i i
jj
d
dw
12
2
1
1
………………….……….…………………. (10)
- Untuk ID pangkat tiga (Inverse Distance Cubed)
∑=
= j
i i
jj
d
dw
13
3
1
1
…………………………..…………………. (11)
Maka hasil taksiran z :
∑=
=j
iii zwz
1……………………..……………………. ..…(12)
dimana : z = nilai parameter titik yang ditaksir
wi = pembobotan titik data
zi = nilai parameter titik data
Metode inverse distance dapat diaplikasikan dengan juga memperhatikan sudut
pencarian data. Sebagai contoh, jika ada dua data yang berada dalam satu sudut
pencarian tertentu (seperti titik Z1 dan Z6 pada gambar 3.3), maka yang
digunakan adalah data yang jaraknya paling dekat (pada contoh ini adalah titik
Z1).
38
Gambar 3. 15. Metode seperjarak (Inverse Distance)
Kriging
Kriging adalah sebuah metode interpolasi yang ditemukan oleh ahli teknik
pertambangan dari Afrika Selatan bernama D. G. Krige yang mengembangkan
teknik untuk mengetahui prediksi yang lebih akurat dalam perhitungan cadangan
bijih. Setelah beberapa dekade, metode kriging telah menjadi sebuah alat yang
fundamental dalam pengerjaan geostatistik.
Kriging didasarkan pada asumsi bahwa parameter ter-interpolasi dapat
diperlakukan sebagai variabel teregional. Sebuah variabel teregional adalah
pertengahan antara variabel acak yang sesungguhnya dengan variabel yang
terdeskripsi secara lengkap dalam hal itu mencirikan kemenurusan dari satu lokasi
ke lokasi selanjutnya dan oleh karena itu titik titikitu yang saling berdekatan
memiliki tingkat hubungan spasial tertentu, tetapi titik-titik yang terpisahkan pada
jarak jauh secara statistik tergolong saling tidak tergantung/independen (Davis,
1986). Kriging adalah sebuah susunan dari regresi linier yang berkelanjutan
dimana menimilkan varians estimasi dari model kovairans yang belum terdefinisi.
Teknik estimasi dengan cara geostatistik didasarkan atas studi variabilitas spasial
dari badan bijih yang direfleksikan dalam bentuk semivariogram, teknik semacam
39
ini cukup baik karena memperhitungkan penyebaran distribusi peubah teregional,
sedangkan distribusi kesalahan yang dihubungkan dengan perkiraan dinamakan
variansi distribusi kesalahan (varians estimasi).
Sebuah estimasi yang mempunyai varians estimasi relatif besar maka akan
dikatakan sebagai estimasi yang jelek, karena menggambarkan sebuah estimasi
jauh dari kenyataan yang sebenarnya, tapi sebaliknya varians estimasi yang kecil
menunjukkan estimasi mendekati keadaan yang sebenarnya.
Matheron berusaha untuk memperkecil kesalahan dengan cara memperhatikan
daerah pengaruh, dimana suatu conto berpengaruh terhadap conto lain yang
berada di dekatnya. Prosedur ini dinamakan Kriging yang diambil dari nama D.G
Krige, seorang pakar geostatistik di Afrika Selatan yang pertama kali memikirkan
ini di awal tahun lima puluhan. Di dalam proses kriging ini yang dilakukan adalah
memperbaiki nilai estimasi tak bias dan meminimumkan suatu varians 2kσ (kriging
variance) untuk estimasi, kriging mengestimasi kadar titik dengan menggunakan
bobot dari titik yang ada di sekelilingnya, dengan estimasi akan diperoleh suatu
perkiraan kadar yang sebenarnya.
Persamaan Kriging
Jika terdapat kumpulan Si dari n conto dengan volume yang sama pada suatu
tempat Xi, maka kadar Z dari volume V adalah Z* yang diperoleh dari
pembobotan kadar-kadar conto Z(X), yaitu:
∑=
=n
iii xZZ
1
* )(λ …………..………………..……………………. (13)
Jumlah faktor pembobot iλ dibuat sedemikian rupa sehingga sama dengan satu,
∑=
=n
ii
11λ
Dengan cara ini akan tercapai suatu harga estimasi yang tak bias, artinya
perbedaan rata-rata antara Z dan Z* diharapkan sama dengan nol.
E[Z- Z*]=0
Sehingga varian estimasi didapat :
40
2kσ = Var (Z- Z*) atau
= ∫ ∫ ∑∑∑ ∫= ==
−−−V V
n
jjiji
n
i Vii xx
VVdyyx
V
n
1i 11
)(-y)dxdy-(x1)(2 γλλγγλ
= ∑∑∑= ==
−−n
i
n
jjji
n
iii SSVVVS
1 11),()(),(2 γλλγγλ
Varians estimasi merupakan suatu fungsi dari faktor-faktor pembobotan iλ yang
jumlahnya sama dengan satu, agar diperoleh faktor pembobotan yang optimal,
maka dibuat sedemikian rupa sehingga varians estimasi ini minimum, persyaratan
bahwa jumlah iλ yang tidak diketahui adalah satu dapat didekati dengan suatu
multiplikator lagrange untuk meminimumkan hubungan persamaan berikut ini :
∑=
−−=n
iiEQ
1
2 )1(2 λμσ minimum
Selain dari iλ yang tidak diketahui juga terdapat μ yang juga tidak diketahui,
pernyataan bahwa harus diminimumkan ini berarti bahwa perbedaan parsial
UQ ∂∂ dan iQ λ∂∂ adalah nol.
Selanjutnya didapat sistem persamaan linier (kriging system) sebagai berikut:
∫∑ −=+−= V
i
n
jjii dxxx
Vxx )(1)(
1γμγλ
atau
),(),(1
VSSS i
n
jjij γμγλ =+∑
=
dan ∑=
=n
ii
11λ
Persamaan ini cukup untuk menentukan harga-harga iλ dan μ yang akan
menghasilkan suatu variansi minimum, jika persamaan tersebut diuraikan untuk
menghitung λ danμ yang merupakan konstanta yang tidak dikenal:
41
Dengan memperhatikan bahwa ( ) ( )2111 SSSS−−
= γγ , maka akan memberikan suatu
matrik sebagai berikut ini:
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( )101111
1
1
1
1
21
321
22222212
11112111
μ
γλγγγγ
γλγγγγ
γλγγγγ
γλγγγγ
VSSSSSSSSS
VSSSSSSSSS
VSSSSSSSSS
VSSSSSSSSS
nnnnjnnn
inijiii
nj
nj
−−−−−
−−−−−
−−−−−
−−−−−
=•
KK
MMM
KK
MMM
KK
KK
Matrik ),( ji SSγ merupakan suatu matrik yang simetris, sistem persamaan tersebut
di atas dapat dituliskan sebagai berikut:
[K].[L]=[M]
Persamaan ini akan diselesaikan terhadap L untuk mendapat iλ dan sehingga di-
peroleh persamaan :
[L]=[K]-1[M]
Untuk varians kriging dapat dituliskan
γσ −=2k (V,V)+t[L].[M] ……………………………………. (14)