deskripsi cagar budaya tidak bergerak kota … · deskripsi cagar budaya tidak bergerak ... kawasan...
TRANSCRIPT
DESKRIPSI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
KOTA BATAM
PROVINSI KEPULAUAN RIAU
BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT
WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU
2
DAFTAR ISI
1. Perigi SMA 11 Pulau Buluh (Perigi 1911) ....................................................................................... 3
2. Kompleks Makam Keluarga Syech Saharani .................................................................................. 5
3. Kompleks Makam Temenggung Abdul Jamal .............................................................................. 10
4. Kompleks Makam Keluarga Teungku Han Puan .......................................................................... 17
5. Kompleks Makam Teungku Han Puang ...................................................................................... 23
3
1. Perigi SMA 11 Pulau Buluh (Perigi 1911) KOMPONEN DATA DATA TEKNIS
Nomor Inventaris Cagar Budaya 02/BCB-TB/C/02/2014
Nama Cagar Budaya Perigi SMA 11 Pulau Buluh (Perigi 1911)
Alamat
Jalan Jalan Bahagia
Dusun/Kampung/Jorong -
Desa/Kelurahan/Nagari Buluh
Kecamatan Bulang
Kabupaten/Kota Kota Batam
Provinsi Kepulauan Riau
Orbitrasi Situs (km)
Ibukota Kab./Kota ± 18 km
Ibukota Prov. ± 37 km
Keletakan Geografis Berada di dataran Rendah
Aksesibilitas Situs Dari Kota Batam Centre naik Taksi ke Pelabuhan Sagalung,
naik kapal Pompom (Kapal Pancung), setiba di pulau Buluh
di dekat pasar lokasi berada
Letak Astronomis N 1° 0'58.50" E 103°55'39.12"
1.01625,103.9275334*
Deskripsi Historis Perigi 1937 merupakan sumber air tawar kedua yang ada di
Pulau Buluh. Pada dinding perigi, tertulis angka 1937.
Angka tersebut merupakan catatan penanda bahwa perigi itu
dibuat pada tahun yang tertera. Perigi ini sekilas terlihat
mengadopsi bentuk Perigi SMA 11.
Deskripsi Arkeologis Perigi SLL 1937 ini memiliki diameter 1,5 m. Bagian
dinding perigi diberi perkuatan dengan memakai bata hingga
setinggi 70 cm dari permukaan tanah. Ada pun ketebalan
dinding berukuran 20 cm. Perigi LL 1937 dari segi artifisial
tidak memiliki bentuk unik, akan tetapi dari aspek umur
relatif tua dan memiliki fungsi sosial yang cukup penting
pada masa lalu di Pulau Buluh
Ukuran (Luas) Situs Bangunan 1,5 X 1,5 m
Lahan 2 X 2 m
Batas-Batas Situs Utara Kawasan Pemukiman Penduduk
Selatan Kawasan Pemukiman Penduduk
Timur Kawasan Pemukiman Penduduk
Barat Kawasan Pemukiman Penduduk
Fungsi awal dan fungsi sekarang Sumur Air Tawar dan sekarang sumur air tawar
Pemilik Masyarakat
Pengelola Masyarakat
Foto
4
Foto Objek
(Sisi Timur)
Foto Lingkungan
(Lingkungan Sekitar Perigi)
Denah Keletakan
Tanggal Pendataan Agustus 2017
Pengentri Data Surya; Gema Indra Kusuma
*) google earth / maps
5
2. Kompleks Makam Keluarga Syech Saharani KOMPONEN DATA DATA TEKNIS
Nomor Inventaris Cagar Budaya 04/BCB-TB/C/02/2014
Nama Cagar Budaya Kompleks Makam Keluarga Syekh Saharani
Alamat
Jalan Jl. Zakaria Ahmad
Dusun/Kampung/Jorong -
Desa/Kelurahan/Nagari Buluh
Kecamatan Bulang
Kabupaten/Kota Kota Batam
Provinsi Kepulauan Riau
Orbitrasi Situs (km)
Ibukota Kab./Kota ± 18 km
Ibukota Prov. ± 37 km
Keletakan Geografis Berada pada dataran rendah, dikelilingi oleh laut karena
merupakan sebuah pulau kecil
Aksesibilitas Situs Dari Kota Batam Centre naik Taksi ke Pelabuhan Sagalung,
naik kapal Pompom (Kapal Pancung), setiba di pulau Buluh
di dekat pasar lokasi berada
Letak Astronomis N 1° 0'51.72" E 103°55'48.42"
1.0143667,103.93011668*
Deskripsi Historis Syekh Saharani dipercaya penduduk sebagai penyebar islam
pertama di Pulau Buluh. Kapan periodesasinya tidak
didapatkan informasi
Deskripsi Arkeologis Komplek Makam Syekh Saharani merupakan
pemakaman tertua di Pulau Buluh. Makam yang ada dalam
area Masjid Nurul Iman ini memiliki tipe sederhana. Makam
Syekh Saharani sendiri hanya menyisakan bagian asli pada
kedua nisan. Sementara itu, sekeliling nisan sudah diberi
keramik oleh para peziarah. Sementara itu, berdekatan
dengan makam Syekh Saharani yang telah diberi cungkup,
terdapat makam-makam kecil dengan ukuran nisan yang
tidak begitu besar. Beberapa nisan berbentuk silinder dan
lainnya berbentuk pipih. Akan tetapi tidak ada masyarakat
yang mengetahui kapan makam tersebut ada
Ukuran (Luas) Situs Bangunan 2,2 X 1,5 m (3,3 m2)
Lahan 5 X 13,5 (67,5 m2)
Batas-Batas Situs Utara Kawasan Masjid Nurul Iman
Selatan Kawasan Masjid Nurul Iman
Timur Kawasan Masjid Nurul Iman
Barat Kawasan Masjid Nurul Iman
Fungsi awal dan fungsi sekarang Pemakaman dan sekarang pemakaman
Pemilik -
Pengelola Masyarakat dan Pengurus Masjid Nurul Iman
Foto
9
Denah Keletakan
Tanggal Pendataan Agustus 2017
Pengentri Data Surya; Gema Indra Kusuma
*) google earth / maps
10
3. Kompleks Makam Temenggung Abdul Jamal KOMPONEN DATA DATA TEKNIS
Nomor Inventaris Cagar Budaya 05/BCB-TB/C/02/2014
Nama Cagar Budaya Komplek Makam Temenggung Abdul Jamal
Alamat
Jalan -
Dusun/Kampung/Jorong -
Desa/Kelurahan/Nagari Bulang Lintang
Kecamatan Bulang
Kabupaten/Kota Kota Batam
Provinsi Kepulauan Riau
Orbitrasi Situs (km)
Ibukota Kab./Kota ± 29 km
Ibukota Prov. ± 41 km
Keletakan Geografis Berada pada dataran rendah, dikelilingi oleh laut karena
merupakan sebuah pulau kecil
Aksesibilitas Situs Dari Kota Batam Centre naik Taksi ke Pelabuhan Sagalung,
naik kapal Pompom (Kapal Pancung), setiba di pulau Buluh
naik Kapal Kancung menuju Pulau Bulang, jalan kaki 10
menit
Letak Astronomis N 1° 1'14.64"E 103°52'49.14"
1.0207333,103.8803166*
Deskripsi Historis Temenggung adalah gelar pembesar di bawah sultan
dan raja dalam sistem ketatanegaraan Kerajaan Melayu Johor
Pahang. Temenggung merupakan salah satu dari empat
pemegang cap mohor di bawah sultan dan raja. Cap mohor
itu juga diiringi dengan kepemilikan bendera yang disebut
bendera Fajar Menyingsing.
Temenggung tersebut bernama Tun Abdul Jamal,
diperkirakan lahir sekitar tahun 1720. Tun Abdul Jamal
merupakan putra dari Tun Abbas Datuk Bendahara Sri
Maharaja Johor Ibnu Sultan Jalil Riayat Syah.
Temenggung tersebut berkedudukan di Pulau Bulang
hingga tahun 1811 M dipindah ke Singapura oleh
Temenggung berikutnya yaitu Tun Abdul Rahman.
Penempatan jabatan Temenggung di Pulau Bulang
menjadi indikator bahwa pulau tersebut adalah sebuah
kawasan penting pada masa eksistensi Kerajaan Melayu,
Johor dan Pahang.
Pahang terkait rapat dengan sebuah pulau bernama
Bulang yang kini berada dalam wilayah Kota Batam. Tulisan
ini akan didiskusikan tentang peranan Pulau Bulang sebagai
basis daerah perintah Temenggung sejak tahun 1722 hingga
1824, dan dua pendapat tentang asal-usul nama pulau
Bulang.
Bandar dagang dan Pertahanan
Sejumlah bahan sumber Melayu dan Eropa mencatat
11
bahwa pulau Bulang pernah memainkan peranan yang cukup penting dalam peristiwa sejarah di kawasan Selat Melaka.
Dalam Sejarah Melayu atau Sulalatus Salatin umpamanya,
nama pulau Bulang paling tidak telah dicatat dalam
kaitannya serangan-serangan Portugis terhadap pusat
pertahanan Sultan Mahmud Syah, Sultan Melaka yang
menyingkir ke Pulau Bintan.
Kawasan perkampungan orang-orang Melayu di Pulau
Bulang pernah dibakar habis oleh sayap armada laut Portugis
dibawah komando Don Sancho Enriquez yang berkekuatan
25 buah perahu, galley, dan fusta, sebelum menyerang pusat
pertahanan Sultan Mahmud Syah, yang dikenal dengan nama
Kopak dan Kota Kara di pulau Bintan pada pada tahun 1526.
Sebuah laporan Portugis juga mencatat bahwa
kawasan sekitar pulau Bulang telah terkenal sebagai
pelabuhan dagang sejak tiga puluh lima tahun sebelum
Laksamana Tun Abdul Abdul Jamil dari Johor (Lama) diutus
membuka sebuah negeri baru di pulau Bintan yang kemudian
dikenal sebagai “bandar dagang” bernama Riau pada tahun
1673.
Resende, orang Portugis yang menulis laporan itu
mencatat terdapat pelabuhan dagang yang penting
berhampiran dengan Selat Singapura yang disebutnya
dengan nama Bulla atau Bulang dekat Pulau Batam.
Menurut Resende, pelabuhan ini padat dengan
penduduk Melayu dan seringkali dibanjiri oleh sejumlah
pedagang dari seluruh rumpun masyarakat dari wilayah
Selatan pelabuhan itu.
Dua ratus tahun kemudian, perairan di sekitar Teluk
Bulang juga tampil memainkan peranan yang sama, seperti
pada zaman Resende melaporkan situasi pulau ini pada tahun
1638.
Pada tahun 1843, seorang pengamat Eropa lainnya
bernama Horsburg melaporkan, “Teluk Boolang, di pulau
Battam, atau Pulo Battam, terletak kira-kira 13 atau 14 miles
sebelah Tenggara Singapura, menyediakan tempat berlabuh
yang aman, dan sering dikunjungi kapal-kapal Amerika; di
sini mereka memperoleh barang muatan, dan berdagang
dengan Singapura, dalam rangka menghindari biaya
tambahan bila langsung pergi ke Singapura, karena Teluk
Bulang berada di luar batas wilayah kekuasaan Inggris”.
Pada masa pemerintah Sultan Riau yang pertama,
Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah (1722-1760), pulau
Bulang tampaknya juga menjadi “benteng alamiah” yang
melindingi Riau dan sekaligus tempat “perlindungan”
menjelang menyingkir ke kawasan tertentu bila terjadi krisis
politik di Riau.
Sekitar tahun 1724, umpamanya, Sultan Sulaiman
pernah berada di pulau Bulang sebelum menyingkir ke
12
Kampar ketika terjadi perselisihan dengan pembesar-pembesar Bugis di Riau. Menurut sejarawan Eliza Netscher,
salah satu sebabnya adalah karena terdapat sebuah benteng
tangguh bernama Kota Karang di pulau ini.
Daerah Perentah Temenggung
Pulau Bulang, juga telah menjadi satu kurnia Sultan
Sultan Sulaiman Badrul AlamSyah bagi kelurga
Temenggung Riau-Johor. Dan sejak tahun 1722 pulau ini
telah dijadikan “markas besar‟ keluarga Temenggung yang
merupakan cabang kecil dinasti Bendahara yang memerintah
Riau-Lingga-Johor-dan Pahang.
Menurut sejarawan Carl A. Trocki dalam bukunya
yang kontroversial, Prinse of Pirates; The Temenggongs and
the Development of Johor and Singapore 1785-1885 (1979),
selama lebih dari empat generasi yang dimulai dengan
Bendahara Tun Abbas, pulau Bulang telah menjadi basis
penting keluarga Temenggung hingga menjelang
Temenggung Abdulrahman pindah ke Singapura pada tahun
1811.
Bahkan dalam catatan Trocki, Bendahara Tun Abbas,
ayah Temenggung Abdul Jamal, juga telah dimakamkan di
pulau Bulang, seperti halnya Temenggung Abdul Jamal dan
puteranya yang bernama Engku Muda Raja Muhamad.
Pendapat Trocki ini agak bertentangan dengan pendapat lain
yang menyebutkan makam Tun Abbas berada di Hulu Riau,
berhampiran dengan makam Daeng Marewah Yang
Dipertuan Muda Riau I.
Pulau Bulang adalah „cradle‟ atau „buaian‟ bagi
Temenggung-Temenggung penting dalam sejarah Riau-
Lingga-Johor-dan Pahang sebelum mereka pindah ke
Singapura, dan kemudian dapat „merebut‟ tahta Sultan atas
Singapura dan Johor pasca Traktat London 1824. Warisan
itulah yang kemudian berlanjut sampai kepada Sultan Johor
„modern‟ pada hari ini.
Temenggung Abdulrahman, meskipun telah pindah
dari pulau Bulang ke Singapura pada tahun 1811, juga
dilaporkan telah memulai karirnya sebagai Temenggung di
Pulau Bulang.
Sebagai kawasan pusat “perentah” mereka, kaum
kerabat Temenggung dan pengikut Temenggung juga masih
bermastautin di pulau Bulang, hingga beberapa tahun setelah
Temenggung Abdulrahman pindah ke Singapura.
Setelah tahun 1824, yang ditandai dengan pembelahan
kerajaan Riau-Johor-Lingga-dan Pahang tersebab Traktat
London 1824, barulah keluarga Temenggung benar-benar
meninggalkan pulau Bulang: terutama ke Singapura dan
Johor.
Walaupun berbasis di Pulau Bulang, dalam
kenyataannya pemegang jabatan Temenggung tersebut tidak
13
pernah digelar sebagai Temenggung Bulang. Sebaliknya, sejumlah sumber menunjukkan bawa jabatan Temenggung
ini selalu dikaitkan dengan pusat utama kerajaan yang berada
di Riau.
Seperti Lingga
dan Pulau Penyengat
Sejak tahun 1804, kedudukan pulau Bulang dalam
sejarah Temenggung Riau-Johor, barangkali dapatlah
disamakan dengan kedudukan dan arti penting pulau
Penyengat dan Lingga dalam sejarah keluarga Yang
Dipertuan Muda dan Yang Dipertuan Besar Riau-Lingga-
Johor-dan Pahang- jika perbandingan ini harus dibuat.
Sesunguhnya, peristiwa pembagian wilayah
“permakanan” antara Yang Dipertuan Muda dan Yang
Dipertuan Besar Riau-Johor-Lingga-dan Pahang pasca
„Perdamaian Kuala Bulang‟ pada tahun 1803, juga berlaku
untuk keluarga Temenggung yang mendapat kuasa
memegang perentah atas pulau Bulang dan pulau-pulau
sekitarnya.
Sejak saat itu, perlahan-lahan pulau Bulang telah
tumbuh menjadi kawasan penting diluar wilayah
„permakanan‟ Yang Dipertuan Muda dan Sultan Yang
Dipertuan Besar dalam kerajaan Riau-Johor-Lingga-dan
Pahang. Kedudukannya juga setarap dengan wilayah Pahang
di Semenanjung yang merupakan pegangan Bendahara.
Setidaknya terdapat tiga toponim atau nama tempat
dalam wilayah kerajaan Riau-Lingga-Johor-dan Pahang yang
menggunakan kata Bulang. Dan dengan kadar historisnya
masing-masing, ketiga tempat ini pernah menjadi bagian
yang penting dan memainkan peranannya dalam perjalanan
sejarah puak Temenggung dalam kerajaan Riau-Johor-
Lingga-dan Pahang.
Ketiga nama tempat itu adalah: Pertama, sebuah
tempat bernama Kampung Bulang yang terletak di tebing
Sungai Riau antara Tanjungunggat dan Kampung Melayu
(dalam wilayah kota Tanjungpinang sekarang).
Sekitar tahun 1761, Kampung Bulang ini adalah
tempat kediaman Sultan Ahmad bersama puak Melayu yang
antara lain terdiri dari Tun Abas, puteranya yang bernama
Abdul Jamal yang menjadi Temenggung, beserta tiga anak
laki-lakinya yang Daeng Celak, Daeng Kecik, dan Engku
Raja Muda yang kemudian menjadi Temenggung de-facto
dan sangat terkenal itu.
Kedua, sebuah tempat yang juga bernama Kampung
Bulang, yang terletak di Pulau Penyengat. Dalam Tuhfat al-
Nafis, Raja Ali Haji mencatat jejak Temenggung
Abdulrahman di kampung ini menjelang ke Singapura
membawa Tengku Husin: sang calon Sultan Johor-
Singapura, pada tahun 1819.
14
Ketiga, dan yang terpenting dalam hubungannya sejarah Temenggung Riau-Lingga-Johor-dan Pahang dalah
Pulau Bulang yang terletak di selat-selat sempit sekitar
perairan sebelah Barat Pulau Batam.
Namun, yang terpenting dari ketiga tempat itu adalah
Pulau Bulang yang terletak si perairan sebelah Barat pulau
Batam. Semua bahan sumber lisan dan tertulis tentang asal
usul-usul nama Bulang mengacu kepada nama Bulang
sebagai sebuah pulau yang berhampiran dengan pulau
Batam.
Dan sumber lisan atau cerita pusaka yang paling
populer bekenaan dengan asal usul nama pulau Bulang
adalah berkaitan dengan kesalahan ucap atau Lapsus Linguae
lidah orang-orang Bugis ketika menyebutkan kata Bulan
menjadi Bulang.
Sementara itu R.J. Wilkinson, dalam kamusnya
menyebutkan bahwa toponim atau nama pulau Bulang
berasal perkataan Bulang yang artinya antara lain adalah kain
atau sapu tangan yang dililitkan di kepala; kain sarung yang
dililitkan di pinggang; destar atau tengkolok yang dilekatkan
di kepala seorang bangsawan. Selain menjadi nama sebuah
pulau dan kampung, perkataan Bulang ini juga digunakan
untuk menyebutkan Batu Bulang, sejenis kristal dari Pulau
Bulang yang digunakan sebagai bahan mentah berlian atau
intan imitatif (dikutip dari tulisan Aswandi Syahri)
Deskripsi Arkeologis Secara arkeologis makam yang dideskripsi adalah
makam utama yaitu Makam Temenggung Abdul Jamil.
Makam tersebut berbentuk silinder dengan orientasi utara-
selatan. Orientasi dan bentuk makam mencirikan makam
tersebut makam islam.
Nisan makam dibentuk dari batu tuff dengan pola
silinder. Nisan tersebut memiliki diameter 26 cm dengan
tinggi 84 cm dari tanah penutup kaki nisan.
Sementara itu, di luar komplek makam utama
terdapat sebuah makam yang sangat indah. Tipe makam
tersebut adalah tipe Aceh yang memiliki tanduk dengan
ukiran yang sangat halus. Akan tetapi, belum ditemukan
informasi mengenai siapa yang tokoh yang dimakamkan
pada tempat tersebut.
Ukuran (Luas) Situs Bangunan 1,5 X 2,2 m (3,3 m2)
Lahan ± 0,99 Ha
Batas-Batas Situs Utara Pantai
Selatan Pantai
Timur Pantai
Barat Pantai
Fungsi awal dan fungsi sekarang Pemakaman dan sekarang pemakaman
Pemilik -
Pengelola -
15
Foto
Foto Objek
(Sisi Kompleks)
(Makam Temenggung Abdul Jamil)
Foto Lingkungan
(Lingkungan Sisi Utara)
16
Denah Keletakan
Tanggal Pendataan Agustus 2017
Pengentri Data Surya; Gema Indra Kusuma
*) google earth / maps
17
4. Kompleks Makam Keluarga Teungku Han Puan KOMPONEN DATA DATA TEKNIS
Nomor Inventaris Cagar Budaya 06/BCB-TB/C/02/2014
Nama Cagar Budaya Komplek Makam Keluarga Teungku Han Puan
Alamat
Jalan Nongsa
Dusun/Kampung/Jorong -
Desa/Kelurahan/Nagari Nongsa
Kecamatan Nongsa
Kabupaten/Kota Kota Batam
Provinsi Kepulauan Riau
Orbitrasi Situs (km)
Ibukota Kab./Kota ± 16 km
Ibukota Prov. ± 65 km
Keletakan Geografis Berada di bukit dan tepi pantai
Aksesibilitas Situs Dari Kota Batam Centre naik Taksi ke arah Timur pulau
batam menuju Nongsa, berada di tepi jalan dan menaiki
tangga taman dengan jalan kaki
Letak Astronomis N 1°11'36.84" E 104° 5'24.66"
1.1935667,104.09018333*
Deskripsi Historis Berbicara tentang Pulau Batam. Pulau yang kini telah
menjadi salah satu kawasan industri yang berkembang pesat
di Indonesia ini, ternyata juga tak lepas dari kisah sejarah di
masa lampau. Ya, tepatnya pada tahun 1700‟an hingga
1900‟an adalah masa dimana Batam dan sekitarnya masih
dipimpin oleh Pemerintahan Hindia Belanda, namun
sebagian wilayah lainnya dikuasai oleh Pemerintahan
Monarki yaitu alih pemerintahannya dipegang oleh Raja-
Raja Melayu yang berkuasa di beberapa daerah seperti di
Nongsa maupun di Daik, Lingga. Bahkan menurut catatan
sejarah, daerah tersebut dahulunya pernah mengalami
puncak kejayaan dibawah pemerintahan raja-raja Melayu
tersebut.
Seperti di daerah Nongsa, Pulau Batam. Daerah ini
dulunya dikuasai oleh seorang penguasa yang bernama Nong
Isa. Ya, Nong Isa adalah nama kecil dari Raja Isa bin Raja
Ali yang merupakan seseorang yang pertama kali di beri
amanah dari Sultan Riau untuk berkuasa di Pulau Batam
tepatnya di daerah Nongsa dan beberapa daerah lain di
sekitar Nongsa pada tanggal 18 Desember 1829. Menurut
informasi, daerah Nongsa sendiri diambil dari nama kecil
Raja Isa bin Raja Ali tersebut. Nong Isa adalah penduduk
asli Pulau Batam yang beretnis Melayu, bahkan keturunan
dari Nong Isa hingga kini masih banyak ditemukan di Pulau
Batam dan sekitarnya.
Sejak Nong Isa berkuasa di salah satu wilayah Pulau
Batam, wilayah tersebut semakin terlihat kemajuan secara
signifikan dikarena pemerintahannya yang ditata dengan
18
baik dan transparansi mencakup semua sektor. Hal itu dibuktikan dari banyaknya pendatang-pendatang dari daerah
lain yang memilih menetap di wilayah tersebut, sehingga
terbentuknya beberapa pemukiman penduduk dan dusun-
dusun yang tersebar dalam beberapa kawasan. Selain sektor-
sektor perekonomian di daerah tersebut pun juga mulai
terbentuk dan mengalami kemajuan seperti sektor pertanian
yang terdapat di beberapa kawasan maupun sektor
perdagangan yang merupakan usaha dari masyarakat di
sekitarnya.
Nong Isa wafat setelah 3 tahun berkuasa di daerah
Nongsa dan sekitarnya, tepatnya pada tahun 1831. Setelah
beliau wafat, daerah Nongsa dan sekitarnya tidak mengalami
perubahan baik di sektor apapun, bahkan beberapa sektor
yang pernah dikelola dibawah pemerintahannya dahulu
semakin berkembang pesat. Hal tersebut juga tak terlepas
dari campur tangan pemerintahan Yang Dipertuan Muda
Riau X Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi, yang
merupakan salah satu Raja Melayu yang berkuasa pada itu.
Bahkan beberapa sektor tersebut masih terus berkembang
dan dipertahankan hingga kini.
Ada satu wisata sejarah yang menarik di Pulau Batam
ini selain Kampung Pengungsi Vietnam yaitu Makam
Keluarga Nong Isa. Ya, pemakaman ini merupakan sebuah
pemakaman yang dikhususkan bagi keluarga Nong Isa.
Jumlah makam di pemakaman ini ada sekitar 40 lebih.
Namun menurut informasi, makam Nong Isa sendiri tidak
diketahui keberadaannya karena Nong Isa tidak di
kebumikan di areal pemakaman ini. Namun areal
pemakaman ini telah ditata secara rapi oleh pemerintah
Batam sehingga menjadikan areal pemakaman ini sebagai
salah satu tempat untuk berwisata sejarah. Makam Keluarga
Nong Isa ini terletak di kawasan salah satu kawasan Pantai
Nongsa.
Untuk sampai ke areal pemakaman ini, terdapat
berpuluh-puluh anak tangga yang harus dilalui oleh
wisatawan. Ya, karena letak pemakaman ini terletak di
perbukitan yang dihiasi oleh pepohonan rindang di
sekitarnya. Pada gerbang areal pemakaman ini terdapat
sebuah papan nama dengan tulisan “Selamat Datang di
Makam Keluarga Nong Isa” yang berukuran cukup besar.
Areal pemakaman ini juga terlihat bersih dan tertata dengan
rapi karena Pemerintah setempat selalu menjaga salah satu
situs sejarah ini agar selalu lestari.
Selain itu di setiap nisan yang terdapat pada makam
juga di ikat dengan kain yang berwarna kuning, karena kain
berwarna kuning adalah sebuah lambang khas daerah
Melayu yang menerangkan bahwa makam ini adalah makam
dari keturunan atau keluarga raja. Di salah satu bagian juga
19
terdapat sebuah papan nama yang bertuliskan nama-nama silsilah keturunan Nong Isa dari beberapa generasi, mulai
dari generasi 1700‟an hingga generasi yang sekarang.
Semoga situs sejarah ini tetap dilestarikan oleh
masyarakat Batam maupun Pemerintah Batam agar generasi-
generasi selanjutnya dapat mengetahui sejarah dan
perkembangan Pulau Batam ini sejak masa dahulu.
Deskripsi Arkeologis Makam utama pada pemakaman ini terbuat dari batu
andesit. Bagian jirat dirangkai dari batu. Nisan berbentuk
silinder dengan ketinggian 78 cm pada bagian utara.
Sementara pada bagian selatan, tinggi nisan 52 cm. Diameter
rata-rata dari kedua nisan 17 cm.
Di sekeliling makam utama, terdapat makam-makam
baru yang model nisannya mencoba mengadaptasi bentuk
nisan makam utama akan tetapi dibuat dari bahan campuran
semen dan pasir.
Ada sekitar 80 buah makam dalam komplek
pemakaman ini. Pada makam utama, terdapat cungkup
berukuran 10 x 12 meter. Kawasan makam ini memiliki
akses jalan yang terbuat dari ubin sehingga makam ini
terlihat cukup bersih.
Ukuran (Luas) Situs Bangunan 1,5 X 2,2 m (3,3 m2)
Lahan ± 110 x 90 m (9900 m2)
Batas-Batas Situs Utara Hutan
Selatan Hutan
Timur Hutan
Barat Hutan
Fungsi awal dan fungsi sekarang Pemakaman dan sekarang pemakaman
Pemilik -
Pengelola -
Foto
Foto Objek
(Sisi Kompleks)
22
(Akses Menuju Lokasi)
Denah Keletakan
Tanggal Pendataan Agustus 2017
Pengentri Data Surya; Gema Indra Kusuma
*) google earth / maps
23
5. Kompleks Makam Teungku Han Puang KOMPONEN DATA DATA TEKNIS
Nomor Inventaris Cagar Budaya 07/BCB-TB/C/02/2014
Nama Cagar Budaya Kompleks Makam teungku Han Puang
Alamat
Jalan Nongsa
Dusun/Kampung/Jorong -
Desa/Kelurahan/Nagari Nongsa
Kecamatan Nongsa
Kabupaten/Kota Kota Batam
Provinsi Kepulauan Riau
Orbitrasi Situs (km)
Ibukota Kab./Kota ± 17 km
Ibukota Prov. ± 66 km
Keletakan Geografis Berada di bukit dan tepi pantai
Aksesibilitas Situs Dari Kota Batam Centre naik Taksi ke arah Timur pulau
batam menuju Nongsa, berada di tepi jalan dan menaiki
tangga taman dengan jalan kaki
Letak Astronomis N 1°11'38,40"E 104° 5'0,72"
1.194,104.0835334*
Deskripsi Historis Menurut papan informasi yang terpancang di tangga masuk,
makam ini sudah memiliki usia 800 tahun. Akan tetapi,
butuh kajian lebih lanjut untuk memberi justifikasi umur
tersebut.
Deskripsi Arkeologis Makam Tengku H. Fuang dan Encik Siti Aisyah
merupakan sebuah makam keluarga. Makam kedua orang
tersebut dilindungi oleh sebuah rumah kecil yang tidak bisa
diakses. Di lihat dari luar, nisan makam tersebut ditutupi
dengan kain kuning.
Ukuran (Luas) Situs Bangunan 3 X 5 m (15 m2)
Lahan ± 19 x 25 m (475 m2)
Batas-Batas Situs Utara Rumah Penduduk / laut
Selatan Jalan Perkampungan / Hutan
Timur Hutan
Barat Hutan
Fungsi awal dan fungsi sekarang Pemakaman dan sekarang pemakaman
Pemilik -
Pengelola -
Foto
24
Foto Objek
(Cungkup Situs)
(Makam Teungku Han Puang dan 2 Permaisuri Encik Siti
Aisyah)
Foto Lingkungan
(gerbang masuk Kompleks)