dampak keberadaan industri peleburan besi dan baja ... · besi dan baja terhadap lingkungan ......
TRANSCRIPT
i
DAMPAK KEBERADAAN INDUSTRI PELEBURAN BESI DAN BAJA TERHADAP LINGKUNGAN DAN
KESEHATAN MASYARAKAT DI DUSUN PALAHLAR KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
CITRA PARAMITHA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak
Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan
Masyarakat di Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang adalah
benar karya penulis dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini. Dengan ini penulis melimpahkan hak cipta dari karya
tulis penulis kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Citra Paramitha NIM H44090107
iv
v
ABSTRAK
CITRA PARAMITHA. Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang. Dibimbing oleh BONAR M. SINAGA dan NIA KURNIAWATI HIDAYAT.
Industri peleburan besi dan baja di Tangerang menimbulkan pencemaran
udara yang dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, tujuan penelitian adalah untuk: (1) mengidentifikasi dampak pencemaran terhadap lingkungan, (2) menentukan dampak pencemaran terhadap kesehatan masyarakat, (3) menentukan dampak pencemaran terhadap nilai ganti rugi yang layak diterima oleh masyarakat, (4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai ganti rugi, dan (5) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat pindah. Analisis yang digunakan adalah deskriptif, cost of illness, Willingness to Accept (WTA) dan model regresi dan estimasi menggunakan metode Ordinary Least Squares (OLS) dan Maximum Likelihood Estimator (MLE). Hasilnya menunjukkan bahwa rumahtangga bertempat tinggal semakin dekat dari industri merasa kondisi lingkungan setelah keberadaan industri semakin buruk, total biaya pengobatan yang ditanggung semakin besar dan nilai rataan WTA rumahtangga paling tinggi. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Dusun Palahlar dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, lama tinggal, jarak tempat tinggal dari industri, umur muda, dan umur menengah. Keputusan rumahtangga untuk pindah dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pendapatan, lama tinggal, dan jarak tempat tinggal dari industri. Kata kunci: industri peleburan besi dan baja, lingkungan, kesehatan, willingness to
accept.
vi
ABSTRACT
CITRA PARAMITHA. The Impact of Iron and Steel Smelting Industry Existence on the Environment and Public Health in Hamlet Palahlar, Cikupa Subdistrict, Tangerang District. Supervised by BONAR M. SINAGA and NIA KURNIAWATI HIDAYAT.
Iron and steel smelting industry in Tangerang causes air pollution which can have a negative impact on the environment and the health of surrounding communities. Therefore, the purposes of the study were to: (1) identify the impact of pollution on the environment, (2) determine the impact of pollution on public health, (3) determine the impact of pollution on the proper value of compensation received by the community, (4) analyze the factors that affect the amount of compensation, and (5) analyze the factors that affect the decision to move. Analysis used were descriptive, cost of illness, Willingness to Accept (WTA) and regression model and estimated using Ordinary Least Squares (OLS) and Maximum Likelihood Estimator (MLE) methods. The results show that households with residential distance the closer from the industrial environment feel the worse after the existence of the industry, have the higher total medical incurred expenses and get the highest average value of household WTA. Estimation value of household WTA in the Hamlet Palahlar is influenced by education level, length of stay, distance of residence from the industry, young age, and middle age. Household's decision to move is influenced by the level of education, income, length of stay, and distance of residence from the industry.
Key words: iron and steel smelting industry, environment, health, willingness to accept.
vii
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DAMPAK KEBERADAAN INDUSTRI PELEBURAN BESI DAN BAJA TERHADAP LINGKUNGAN DAN
KESEHATAN MASYARAKAT DI DUSUN PALAHLAR KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
CITRA PARAMITHA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
viii
Judul Slaipsi: Dam"" ~ - -... . Industri Peleburan Besi dan Baja terhac1ap Lin~ - ;; • esehatan Masyarakat di Dusun Palahlar,
Kabupaten Tangerang
Nama : Citra Paramilha
NIM : H44090107
Disetujui oleh
#-~ -Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Nia Kurniawati Hidayat, SP, MSi
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Tanggal Lul - 2013
ix
Judul Skripsi : Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang
Nama : Citra Paramitha
NIM : H44090107
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Pembimbing I
Nia Kurniawati Hidayat, SP, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
x
PRAKATA Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah, karunia dan segala pertolongan serta kemudahan yang diberikan-Nya,
hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Keberadaan
Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat
di Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang”. Shalawat serta
salam senantiasa tercurah pada Rasulullah SAW beserta sahabat, keluarga dan
pengikutnya hingga akhir zaman.
Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA dan Nia
Kurniawati Hidayat, SP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan banyak masukan terhadap skripsi ini. Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada Dr. Meti Ekayani, SHut, MSc selaku dosen penguji utama dan
Hastuti¸ SP, MP, MSi sebagai dosen penguji wakil departemen. Ucapan
terimakasih disampaikan kepada orang tua (Ir. Agus Setyadi dan Dra. Rinarti
Pujiastuti) dan kedua kakak penulis (Chandra Arie Kurniawan, SE dan Cahya
Arie Pradhana, ST) yang telah memberikan dorongan moral, material dan spiritual
sehingga membantu dalam proses penyusunan skripsi. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada dosen dan staf sekretariat Departemen ESL yang telah
membantu penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi serta seluruh staf
sekretariat sekolah Pascasarjana EPN (Mba Yani, Mas Johan, Mba Ina, Bu
Kokom, Bu Odah, Pak Husen, dan Pak Erwin) yang telah membantu penulis
selama penyusunan skripsi. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada
Wewe, Nche, Rina, Febriana, Charista, Sandra, Resty, Adinna, Charra, Yuki,
teman-teman ESL 46, teman sebimbingan (Aulia, Anindyah, Apriliana, Sary dan
Esha) dan Husen Nugroho, SE yang telah memberikan dukungan dan bantuan
kepada penulis selama penyusunan skripsi.
Bogor, Oktober 2013
Citra Paramitha
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 9
2.1. Dampak Industri ............................................................................ 9
2.2. Limbah Industri ............................................................................. 11
2.3. Pencemaran Udara ........................................................................ 12
2.4. Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent Valuation Method ....................................................... 14
2.5. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 16
2.6. Kebaruan Penelitian ...................................................................... 21
III. KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................. 23
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................ 23
3.1.1. Pendekatan Biaya Pengobatan ............................................ 23
3.1.2. Analisis Willingness to Accept ........................................... 23
3.1.3. Model Regresi Linier Berganda ......................................... 25
3.1.4. Model Regresi Logistik ...................................................... 26
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 27
3.3. Hipotesis Penelitian ...................................................................... 29
IV. METODE PENELITIAN .................................................................. 31
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 31
4.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 31
4.3. Metode Pengambilan Sampel ....................................................... 31
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data .......................................... 32
xii
4.4.1. Identifikasi Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan ......................................................................... 33
4.4.2. Penentuan Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Kesehatan Masyarakat ........................................................ 34
4.4.3. Penentuan Nilai Willingness to Accept Sebagai Nilai Ganti Rugi Akibat Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja ..................................................... 35
4.4.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Ganti Rugi .................................................. 36
4.4.5. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan untuk Pindah ..................................................... 37
4.5. Evaluasi Model .............................................................................. 40
V. KARAKTERISTIK RESPONDEN ................................................... 47
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 53
6.1. Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan .............................................. 53
6.2. Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Kesehatan Masyarakat ............................. 59
6.3. Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Nilai Ganti Rugi yang Layak diterima oleh Masyarakat .............................................................. 60
6.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Ganti Rugi yang Bersedia diterima Masyarakat ...................................... 66
6.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Rumahtangga untuk Pindah dari Sekitar Wilayah Industri ........... 69
VII. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 73
7.1. Simpulan ........................................................................................ 73
7.2. Saran .............................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 75
LAMPIRAN ......................................................................................... 77
RIWAYAT HIDUP ............................................................................. 101
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Daftar Kawasan Industri di Kabupaten Tangerang Tahun 2011 ........... 3
2. Hasil Uji Udara Ambien Sebelah Timur Industri (Up Wind) di Kabupaten Tangerang Tahun 2011 ...................................................... 4
3. Hasil Uji Udara Ambien Sebelah Barat Industri (Down Wind) di Kabupaten Tangerang Tahun 2011 .................................................. 5
4. Hasil Uji Emisi Industri Peleburan Besi dan Baja di Kabupaten Tangerang Tahun 2011 ...................................................... 5
5. Jenis Industri dan Limbahnya ............................................................... 12
6. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 17
7. Alokasi Jumlah Sampel ........................................................................ 32
8. Metode Analisis Data Berdasarkan Tujuan Penelitian ......................... 32
9. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, dan Jumlah Tanggungan Keluarga di Dusun Palahlar Tahun 2013 ...................................................................................................... 48
10. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Tidak Tamat, Pendidikan Formal Tamat, Pekerjaan, dan Pendapatan di Dusun Palahlar Tahun 2013 .......................................... 49
11. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal, Asal Daerah, dan Status Kepemilikan Rumah di Dusun Palahlar Tahun 2013 ........................................................................................... 51
12. Penilaian Kualitas Udara Sebelum dan Setelah Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013 ...................................................................................................... 54
13. Penilaian Kebersihan Tempat Tinggal Sebelum dan Setelah Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013 ............................................................................. 55
14. Penilaian Kenyamanan Sebelum dan Setelah Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013 ...................................................................................................... 57
15. Penilaian Pengaruh Terhadap Kegiatan Sehari-hari Sebelum dan Setelah Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013 ................................................................. 58
16. Biaya Pengobatan Sebelum dan Setelah Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013 ..................... 59
xiv
17. Perbandingan Nilai WTA Setiap Wilayah di Dusun Palahlar Tahun 2013 ........................................................................................... 62
18. Penggunaan Nilai WTA di Dusun Palahlar Tahun 2013 ...................... 62
19. Distribusi WTA Rumahtangga di Dusun Palahlar Tahun 2013 ............ 63
20. Besaran Nilai Kelas dan Nilai Tengah WTA Rumahtangga di Dusun Palahlar Tahun 2013 .................................................................. 64
21. Total WTA Rumahtangga di Dusun Palahlar Tahun 2013 ................... 65
22. Hasil Estimasi Regresi berganda Model WTA di Dusun Palahlar Tahun 2013 ............................................................................. 66
23. Hasil Penelitian Mengenai Keputusan untuk Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013 ............................................................................. 69
24. Hasil Estimasi Regresi Logistik Model Keputusan Rumahtangga untuk Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013 ...................... 70
25. Frekuensi Observasi dan Harapan Keputusan Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013 ............................................................................. 72
26. Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Keputusan Rumahtangga untuk Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013 ...................... 72
xv
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman
1. Transformasi Logit ............................................................................... 27
2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ................................................ 28
3. Kurva penawaran WTA Rumahtangga di Dusun Palahlar Tahun 2013 ........................................................................................... 64
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman
1. Kuesioner Penelitian Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar Tahun 2013 .......................................... 78
2. Data Penelitian Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar Tahun 2013 .................................................................. 86
3. Tabulasi Biaya Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar Tahun 2013 ............................................................................................ 89
4. Program Estimasi Model Willingness to Accept Rumahtangga di Dusun Palahlar Menggunakan Metode OLS dengan Software SAS/ETS Versi 9.1 ................................................................ 91
5. Hasil Estimasi Model Willingness to Accept Rumahtangga di Dusun Palahlar Menggunakan Metode OLS dengan Software SAS/ETS Versi 9.1 ............................................................................... 93
6. Program Regresi Logistik Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Masyarakat Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi Dan Baja Menggunakan Metode MLE dengan Software SAS/ETS Versi 9.1 ................................................................ 96
7. Hasil Regresi Logistik Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Masyarakat Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan Baja Menggunakan Metode MLE dengan Software SAS/ETS Versi 9.1 ................................................................ 98
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Negara berkembang dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti pendapatan
rendah, pendidikan rata-rata rendah, sifat penduduk yang kurang mandiri, dan
tingkat pertumbuhan penduduk tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang yang dapat dilihat dari aspek tingkat pertumbuhan penduduk yang
tinggi dari tingkat pertambahan penduduk yang umumnya lebih tinggi dua hingga
empat kali lipat dari negara maju (Tasu’ah, 2013). Tingkat pertumbuhan
penduduk yang tinggi itu pula dapat menyebabkan tingkat pengangguran yang
tinggi, karena semakin lama pertumbuhan penduduk meningkat dan
mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan pekerjaan yang ketat. Indonesia
merupakan salah satu negara industri baru karena memiliki tingkat perekonomian
yang baik namun belum menjadi negara maju. Industri di Indonesia dapat menjadi
solusi dalam permasalahan tingkat penduduk dan pengangguran yang ada, namun
banyak hal negatif yang ditimbulkan oleh industri seperti pencemaran lingkungan
akibat limbah industri.
Menurut UU No. 5 Tahun 1984, industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya. Indonesia
memiliki berbagai macam jenis industri, ada jenis industri berdasarkan jumlah
tenaga kerja, besar kecil modal, pemasaran hasil, lokasi penempatan,
pengelompokan, bahan dasar, dan lahannya. Berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Perindustrian Indonesia No.19/M/I/1986, industri dibedakan menjadi:
1. Industri kimia dasar: industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dan
sebagainya.
2. Industri mesin dan logam dasar: industri pesawat terbang, kendaraan bermotor,
tekstil, dan lainnya.
3. Industri kecil: industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak
goreng curah, dan lainnya.
2
4. Aneka industri: industri pakaian, industri makanan, dan minuman dan lain-lain.
Pada awalnya kawasan industri di Indonesia hanya dikembangkan
pemerintah oleh Badan Usaha Milik Negara, namun seiring dengan meningkatnya
investasi, saat ini kawasan industri dikembangkan oleh pihak swasta (Kwanda,
2000). Hal ini yang menyebabkan Indonesia memiliki banyak kawasan industri
yang tersebar di berbagai wilayah hingga pelosok yang ada di Indonesia.
Pembangunan kawasan industri bertujuan untuk mengendalikan pemanfaatan
ruang karena industri-industri yang berada di dalam kawasan industri dapat diatur
dalam pemanfaatan lahan untuk bangunan dan lahan terbuka/hijau. Kawasan
industri yang baik harus memenuhi upaya dalam pembangunan industri yang
berwawasan lingkungan.
Berdasarkan PP 24/2009 pengertian kawasan industri adalah kawasan
tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri
yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. Tujuan dibangunnya kawasan
industri agar pemanfaatan ruang dapat terkendali, pertumbuhan industri di daerah-
daerah agar menjadi lebih cepat, meningkatkan investasi serta daya saing industri.
Pembangunan kawasan industri juga memberikan manfaat yang besar bagi
perekonomian suatu daerah serta memberikan manfaat sosial ekonomi seperti
kesempatan kerja bagi masyarakat yang tinggal disekitar kawasan industri
sehingga kesejahteraan masyarakat sekitar meningkat. Pembangunan kawasan
industri juga dapat menimbulkan efek negatif, seperti perubahan kualitas
lingkungan di sekitar kawasan industri.
Indonesia memiliki banyak kawasan industri yang semakin berkembang
karena minat investasi pada kawasan industri yang bertambah besar. Kawasan
industri di Indonesia tersebar di berbagai daerah salah satunya di Kabupaten
Tangerang. Banyak perusahaan-perusahaan internasional yang memiliki industri
di Kabupaten Tangerang. Sebagian besar industri yang berada di Tangerang
terdapat pada kawasan industri agar pengendalian pada industri dapat lebih mudah
dilakukan. Daftar jumlah kawasan industri yang berada di Tangerang disajikan
pada Tabel 1.
3
Tabel 1. Daftar Kawasan Industri di Kabupaten Tangerang Tahun 2011 No. Company Name Size (Ha) 1. Bumi Serpong Damai 200.00 2. Bumi Citra Permai 400.00 3. Mitra Tangerang Bhumimas 250.00 4. Sanggraha Daksamitra 102.00 5. Adhibalaraja 300.00 6. Benua Permai Lestari 130.00 7. Cidurian Sarananiaga Permai 105.00 8. Cipta Cakra Murdaya 300.00 9. Grahapermai Raharja 76.00 10. Mitra Indotextile 150.00 11. Pentabinangun Sejahtera 150.00 12. Purati Kencana Alam 70.00 13. Putera Daya Perkasa 73.64 14. Sinar Serpong Subur 150.00 15. Surya Karya Luhur & Elang Mas 250.00 16. Tejopratama Mandiri Gemilang 170.00
Sumber : http://onclick.blog.com/2011/03/daftar-kawasan-industri-seluruh-indonesia/
Industri peleburan besi dan baja yang berada di dalam kawasan industri
maupun di luar kawasan industri menghasilkan produk berupa baja mineral, baja
lembaran panas, baja lembaran dingin, baja batang kawat, dan sebagainya. Pada
proses produksi industri peleburan besi dan baja menghasilkan limbah yang dapat
menurunkan kualitas lingkungan disekitar kawasan industri maupun di sekitar
industri dan dapat merugikan masyarakat yang tinggal disekitanya. Limbah yang
dihasilkan industri peleburan besi dan baja berupa udara yang melewati batas
normal yang dikeluarkan melalui cerobong industri, limbah yang dikeluarkan
berupa udara dan biasa sering disebut dengan pencemaran udara.
Pencemaran udara yang ditimbulkan oleh kegiatan industri bukan hanya
mengeluarkan asap kotor tetapi juga beracun karena mengandung bahan kimia,
sehingga dapat merubah struktur atmosfir bumi ditandai dengan meningkatnya
suhu di bumi dan dapat menimbulkan penyakit pada manusia terutama yang
tinggal di sekitar kawasan industri. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan
industri bila menghirup udara dalam jangka panjang dapat menimbulkan penyakit
pernapasan yang fatal dan dapat merusak paru-paru. Pencemaran udara dapat
terhisap langsung ke tubuh dan dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat
dengan cara-cara pemaparan melalui kulit. Umumnya sebagian besar zat-zat
polutan udara ini langsung mempengaruhi sistem pernapasan dan pembuluh
4
darah. Oleh karena itu, pihak industri harus memberikan ganti rugi yang layak
kepada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri atas kerugian yang
dialami akibat kegiatan produksi industri tersebut, sehingga penelitian ini penting
untuk dilakukan.
1.2. Perumusan Masalah
Kawasan industri yang berada pada Kecamatan Cikupa, Kabupaten
Tangerang memiliki berbagai macam kegiatan industri. Salah satu industri yang
berada di dalam kawasan industri adalah industri peleburan besi dan baja yang
telah berdiri sejak tahun 2006. Kegiatan industri peleburan besi dan baja
menghasilkan produk berupa baja batangan dan menimbulkan dampak
pencemaran udara kepada masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah industri
peleburan besi dan baja. Pencemaran udara dari sisa kegiatan industri peleburan
besi dan baja menurunkan kualitas lingkungan karena asap yang dihasilkan
industri melebihi baku mutu yang telah ditetapkan.
Menurut hasil uji laboratorium milik Badan Lingkungan Hidup Daerah
(BLHD), pada uji udara ambien sebelah timur industri (up wind) untuk Debu
(TSP) hasil uji laboratorium mencapai 310.00 µg/ , sedangkan baku mutu
udara ambien nasional untuk Debu (TSP) sebesar 230.00 µg/ . Hasil tersebut
menggambarkan bahwa hasil uji udara ambien pada debu telah melebihi baku
mutu udara ambien nasional. Laporan hasil uji terhadap udara ambien sebelah
timur industri (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil Uji Udara Ambien Sebelah Timur Industri (Up Wind) di Kabupaten Tangerang Tahun 2011
No. Indikator Baku mutu*) Satuan Hasil 1. Sulfur Dioksida ( )**) 365.00 µg/ 22.52 2. Karbon Monoksida ( **) 10 000.00 µg/ 4 640.00 3. Nitrogen Dioksida ( **) 150.00 µg/ 27.41 4. Hidrokarbon (HC)**) 160.00 µg/ 131.00 5. Debu (TSP)**) 230.00 µg/ 310.00
Sumber : Badan Lingkungan Hidup Daerah (2011) Keterangan : *) = PPRI No. 41 Tahun 1999 Baku Mutu Udara Ambien Nasional **) = Indikator terakreditasi oleh KAN No. LP-195-IDN
Hasil uji laboratorium untuk udara ambien sebelah barat industri
menunjukkan bahwa Karbon Monoksida (CO) dan Debu (TSP) melebihi baku
5
mutu udara ambien nasional yaitu 11 227.00 µg/ untuk Karbon Monoksida
(CO) yang seharusnya 10 000.00 µg/ dan 1 170.00 µg/ untuk Debu
(TSP) yang seharusnya 230.00 µg/ jauh melebihi baku mutu yang telah
ditetapkan. Karbon monoksida apabila di hasilkan melebihi dari baku mutu yang
telah ditetapkan dapat menimbulkan penyakit seperti pusing, sesak nafas, muntah-
muntah, kehilangan kesadaran bahkan kematian. Bahaya untuk debu yaitu dapat
menimbulkan penyakit pada saluran pernafasan, iritasi mata, alergi, gangguan
pernafasan, dan kanker pada paru-paru. Laporan hasil uji terhadap udara ambien
sebelah barat industri (Tabel 3).
Tabel 3. Hasil Uji Udara Ambien Sebelah Barat Industri (Down Wind) di Kabupaten Tangerang Tahun 2011
No. Indikator Baku mutu*) Satuan Hasil
1. Sulfur Dioksida ( )**) 365.00 µg/ 52.84 2. Karbon Monoksida ( **) 10 000.00 µg/ 11 227.00 3. Nitrogen Dioksida ( **) 150.00 µg/ 44.37 4. Hidrokarbon (HC)**) 160.00 µg/ 157.00 5. Debu (TSP)**) 230.00 µg/ 1 170.00
Sumber : Badan Lingkungan Hidup Daerah (2011) Keterangan : *) = PPRI No. 41 Tahun 1999 Baku Mutu Udara Ambien Nasional **) = Indikator terakreditasi oleh KAN No. LP-195-IDN
Tabel 4. Hasil Uji Emisi Industri Peleburan Besi dan Baja di Kabupaten Tangerang Tahun 2011
No. Indikator Baku mutu*) Satuan Hasil
1. Temperatur - ºC 67.60 2. Partikel 350.00 mg/ 240.00 3. Opasitas 35.00 % 40.00 4. Nitrogen Oksida ditentukan sebagai ( **) 1 000.00 mg/ 101.00 5. Sulfur Dioksida ( )**) 800.00 mg/ 14.00
Sumber : Badan Lingkungan Hidup Daerah (2011) Keterangan : *) = Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-13/MENLH/3 /1995. Lampiran VB Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak untuk Jenis Kegiatan Lain. **) = Indikator terakreditasi oleh KAN No. LP-195-IDN - Volume Gas dalam keadaan standar (25ºC dan tekanan 1 atm)
Tabel 4 disajikan hasil uji laboratorium emisi bahwa temperatur mencapai
67.60ºC lebih tinggi dari baku mutu yang telah ditetapkan yaitu sebesar 25.00ºC
dan hasil opasitas melebihi lima persen dari baku mutu yang telah ditetapkan yaitu
sebesar 35.00 persen namun, hasil uji laboratorium mencapai 40.00 persen.
6
Menurut keputusan kepala badan pengendalian dampak lingkungan nomor 205
tahun 1996, opasitas emisi adalah tingkat ketidaktembusan cahaya yang
dihasilkan dari gas buang proses pembakaran pada emisi sumber tidak bergerak.
Pencemaran yang terjadi akibat aktivitas industri peleburan besi dan baja
menyebabkan masyarakat harus mengeluarkan biaya pengobatan untuk penyakit
gangguan pernapasan karena masyarakat yang tinggal disekitar kawasan industri
menghirup udara yang telah tercemar. Nilai Willingness to Accept (WTA)
merupakan pendekatan untuk mengetahui seberapa besar nilai ganti rugi akibat
dampak negatif yang ditimbulkan oleh industri peleburan besi dan baja pada
masyarakat.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian difokuskan untuk
menjawab lima masalah berikut :
1. Apa saja dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi dan baja
terhadap lingkungan?
2. Berapa dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi dan baja
terhadap kesehatan masyarakat?
3. Berapa dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi dan baja
terhadap nilai ganti rugi yang layak diterima oleh masyarakat?
4. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi besarnya nilai ganti rugi yang bersedia
diterima masyarakat?
5. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keputusan masyarakat pindah dari
sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum untuk mengidentifikasi apa saja dampak
lingkungan dan mengestimasi berapa nilai ganti rugi kesehatan yang sepadan
dengan dampak yang ditimbulkan oleh industri peleburan besi dan baja kepada
masyarakat. Tujuan khusus penelitian adalah:
1. Mengidentifikasi dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi
dan baja terhadap lingkungan.
2. Menentukan dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi dan
baja terhadap kesehatan masyarakat.
7
3. Menentukan dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi dan
baja terhadap nilai ganti rugi yang layak diterima oleh masyarakat.
4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai ganti rugi yang
bersedia diterima masyarakat.
5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat pindah
dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
1. Banyaknya masyarakat yang terkena dampak pencemaran udara oleh limbah
industri peleburan besi dan baja, maka penulis dalam penelitian ini hanya
memfokuskan pada masyarakat di Dusun Palahlar Kecamatan Cikupa
Kabupaten Tangerang.
2. Sampel penelitian yang digunakan adalah rumahtangga yang tinggal di wilayah
penelitian. Strata rumahtangga merupakan jarak tempat tinggal dari industri.
3. Responden merupakan anggota rumahtangga.
4. Aspek penelitian yang dikaji adalah pencemaran lingkungan, pencemaran
terhadap kesehatan, pencemaran terhadap nilai ganti rugi serta faktor yang
mempengaruhi, dan faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat pindah.
8
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dampak Industri
Industri secara luas dapat diartikan sebagai semua kegiatan manusia dalam
bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan bersifat komersial untuk memenuhi
kebutuhan hidup (Ruhimat dan Mustar, 2008). Pada dasarnya kegiatan suatu
industri adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output) (Kristianto,
2004). Industri secara garis besar diklasifikasikan menjadi industri dasar atau
hulu, industri hilir, dan industri kecil. Selain pengelompokan di atas, industri juga
diklasifikasikan secara konvensional, sebagai:
1. Industri primer; yaitu industri yang mengubah bahan mentah menjadi bahan
setengah jadi, misalnya pertanian, pertambangan.
2. Industri sekunder; yaitu industri yang mengubah barang setengah jadi menjadi
barang jadi.
3. Industri tersier; yaitu industri yang sebagian besar meliputi industri jasa dan
perdagangan atau industri yang mengolah bahan industri sekunder.
Pencemaran yang ditimbulkan oleh industri diakibatkan adanya limbah
yang keluar dari pabrik dan mengandung bahan beracun dan berbahaya (B-3).
Sumber bahan beracun dan berbahaya diklasifikasikan menjadi industri kimia
organik maupun non organik, penggunaan B-3 sebagai bahan baku atau bahan
penolong, dan proses kimia, fisika, biologi di dalam industri. Bahan pencemar
keluar bersama-sama dengan bahan buangan (limbah) melalui media udara, air,
dan tanah yang merupakan komponen ekosistem alam. Bahan buangan yang
keluar dari pabrik kemudian masuk ke lingkungan dapat diidentifikasikan sebagai
sumber pencemaran dan sebagai sumber pencemaran perlu diketahui jenis bahan
pencemar yang dikeluarkan, kuantitas, dan jangkauan pemaparannya.
Antara satu pabrik dengan pabrik lainnya berbeda jenis dan jumlah bahan
pencemar yang dikeluarkannya, tergantung pada bahan baku yang digunakan,
proses, dan cara kerja karyawan pabrik. Pencemaran terjadi akibat bahan beracun
dan berbahaya dalam limbah lepas dan masuk ke dalam lingkungan sehingga
10
terjadi perubahan terhadap kualitas lingkungan. Berdasarkan UU No.4/1982
Tentang Asas Pencemar Pembayar, siapa yang merusak dan mencemarkan
lingkungan harus memikul tanggung jawab dengan membayar ganti rugi pada
penderita yang telah dilanggar haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
dan/atau membayar biaya-biaya pemulihan lingkungan hidup kepada negara.
Menurut Fauzi (2006), pencemaran adalah masuknya aliran residual
(residual flow) yang diakibatkan oleh prilaku manusia, ke dalam sistem
lingkungan. Selain itu, penting juga untuk membedakan antara pencemaran aliran
(flow pollution) dan pencemaran stok (stock pollution). Pencemaran aliran
merupakan pencemaran yang ditimbulkan oleh residual yang mengalir masuk ke
dalam lingkungan. Pencemaran ini tergantung dari laju aliran yang masuk
kedalam lingkungan, artinya jika aliran ini berhenti, pencemaran juga akan
berhenti. Pencemaran stok terjadi jika kerusakan yang ditimbulkan merupakan
fungsi dari stok residual dan bersifat kumulatif. Akumulasi ini terjadi jika jumlah
bahan pencemar yang dihasilkan melebihi kapasitas penyerapan lingkungan.
Pencemaran dari perspektif ekonomi bukan hanya dilihat dari hilangnya nilai
ekonomi sumberdaya akibat berkurangnya kemampuan sumberdaya secara
kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang dan jasa, namun juga dampak
pencemaran terhadap kesejahteraan masyarakat.
Menurut Daryanto (2004), pencemaran merupakan suatu siklus yang
selalu berputar dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Pada
hakikatnya antara aktivitas manusia dan timbulnya pencemaran terdapat hubungan
yang melingkar. Agar dapat hidup dengan baik manusia beradaptasi dengan
lingkungannya dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia
mengembangkan teknologi. Akibat sampingan dari pengembangan teknologi
adalah bahan pencemar yang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan ini merupakan stimulus agar manusia menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya. Setiap pencemaran memiliki derajat pencemaran atau
tahap pencemaran yang berbeda berdasarkan pada: (1) konsentrasi zat pencemar,
(2) waktu tercemarnya, dan (3) lamanya kontak antara bahan pencemar dan
lingkungan. Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh
11
berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian
terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan.
Wardana (2004), menyatakan hal yang perlu diperhatikan dan dicermati
sehubungan dengan masalah dampak industri, yaitu dampak tak langsung dan
dampak langsung. Dampak tak langsung umumnya berhubungan dengan masalah
sosial masyarakat, atau lebih sering diungkapkan sebagai dampak
psikososioekonomi. Dampak tak langsung akibat adanya industri antara lain: (1)
urbanisasi: masyarakat pedesaan yang semula bekerja pada bidang pertanian,
namun karena adanya daya tarik industri di perkotaan berpindah ke daerah
industri, (2) perilaku: perilaku yang semula suka tolong-menolong berubah
menjadi acuh tak acuh dan individualistis, (3) kriminalitas: keadaan yang
diinginkan sebagian orang untuk hidup mewah dan bersenang-senang membuat
mereka mengambil jalan pintas tindak kriminal, pencurian, perampokan,
penodongan, dan pemerkosaan mewarnai kehidupan masyarakat industri, dan (4)
sosial budaya, berkembangnya tempat-tempat hiburan dengan segala
kelengkapannya seperti bioskop, diskotek, dan sebagainya berdampak pada sosial
budaya masyarakat sekitarnya.
Kegiatan industri dapat memberikan dampak langsung, disamping juga
memberikan dampak tak langsung. Dikatakan dampak langsung apabila kegiatan
industri dapat langsung dirasakan oleh manusia. Dampak langsung yang bersifat
positif memang diharapkan, akan tetapi dampak langsung yang bersifat negatif
yang mengurangi kualitas hidup manusia harus dihindari atau dikurangi. Kegiatan
industri dapat mengganggu keseimbangan lingkungan, apabila keseimbangan
lingkungan terganggu maka kualitas lingkungan juga berubah. Dampak langsung
yang bersifat negatif akibat kegiatan industri, dapat dilihat dari terjadinya
masalah-masalah pencemaran udara, pencemaran air, dan pecemaran daratan.
2.2. Limbah Industri
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi
(Kristanto, 2004). Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat
12
racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B-3, yang dinyatakan sebagai bahan
yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan
hidup dan sumberdaya. Beberapa kriteria berbahaya dan beracun telah ditetapkan,
antara lain mudah terbakar, mudah meledak, korosif, bersifat sebagai oksidator
dan reduktor yang kuat, mudah membusuk, dan lain-lain.
Kualitas limbah menunjukan spesifikasi limbah yang diukur dari jumlah
kandungan bahan pencemar didalam limbah. Kandungan pencemar didalam
limbah terdiri dari berbagai parameter. Semakin kecil jumlah parameter dan
semakin kecil konsentrasinya, hal itu menunjukkan semakin kecilnya peluang
untuk terjadinya pencemaran lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas limbah yaitu volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi
pembuangan limbah. Jenis industri dan limbahnya disajikan pada Tabel 5.
Table 5. Jenis Industri dan Limbahnya Jenis Industri Jenis Limbah Industri pupuk Uap asam, NH3, bau, partikel Industri pangan (ikan, daging, bir minyak) Hidrokarbon, bau, partikel, CO, H2S,
dan uap asam Industri pertambangan, semen, aspal, kapur, batu bara, karbida, serat gelas
NOx, SOx, CO, hidrokarbon, bau partikel
Industri metalurgi (tembaga, baja, seng, timah hitam, aluminium)
NOx, SOx, CO, hidrokarbon, H2S, klor, bau, dan partikel
Industri kimia (sulfat, serat rayon, PVC, amonia, cat, dan lain-lain)
Hidrokarbon CO, NH3, bau, dan partikel
Industri pulp SOx, CO, NH3, H2S, dan bau Sumber : Kristanto (2004)
Limbah gas dan partikel merupakan limbah yang banyak dibuang ke
udara. Gas/asap, partikulat, dan debu yang dikeluarkan oleh pabrik ke udara akan
dibawa angin sehingga akan memperluas jangkauan pemaparannya. Secara
alamiah, udara mengandung unsur kimia seperti oksigen, nitrogen, hidrogen,
karbon dioksida, dan beberapa jenis gas lain. Penambahan unsur gas ke dalam
udara yang melampaui kandungan alaminya akibat aktivitas manusia akan
menurunkan kualitas udara.
2.3. Pencemaran Udara
Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing
didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan komposisi udara dari
keadaan normalnya (Wardhana, 2004). Kehadiran bahan atau zat asing didalam
13
udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama,
akan dapat mengganggu kehidupan manusia, tumbuhan, dan binatang. Secara
umum penyebab pencemaran udara ada dua macam, yaitu :
a. Faktor internal (secara alamiah), contoh:
1. debu yang berterbangan akibat tiupan angin;
2. debu yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas vulkanik;
3. proses pembusukan sampah organik, dll;
b. Faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh:
1. hasil pembakaran bahan bakar fosil;
2. debu atau serbuk dari kegiatan industri;
3. pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara;
Wardhana (2004) menyatakan, dampak pencemaran udara saat ini
merupakan masalah serius yang dihadapi oleh negara-negara industri. Akibat yang
ditimbulkan oleh pencemaran udara ternyata sangat merugikan. Pencemaran
tersebut tidak hanya mempunyai akibat langsung terhadap kesehatan manusia
saja, akan tetapi juga dapat merusak lingkungan lainnya, seperti hewan, tanaman,
bangunan gedung, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1980, kematian yang disebabkan oleh
pencemaran udara mencapai angka kurang lebih 51 000 orang. Angka tersebut
cukup mengerikan karena bersaing keras dengan angka kematian yang disebabkan
oleh penyakit lainnya, seperti kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung,
kanker, AIDS, dan lainnya.
Pencemaran udara oleh partikel dapat disebabkan karena peristiwa alamiah
dan dapat pula disebabkan karena ulah manusia lewat kegiatan industri. Pada
umunya udara yang telah tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai
macam penyakit saluran pernapasan atau pneumokoniosis. Pneumokoniosis adalah
penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang
masuk atau mengendap di dalam paru-paru. Penyakit pneumokoniosis banyak
jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke dalam
paru-paru. Beberapa jenis penyakit pneumokosis yang banyak dijumpai di daerah
14
yang memiliki banyak kegiatan industri, yaitu Silikosis, Asbetosis, Bisinosis,
Antrakosis, dan Beriliosis (Wardhana, 2004).
2.4. Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent Valuation Method
Barang dan jasa lingkungan tergolong kedalam barang non market value.
Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengukur nilai dari suatu
barang dan jasa lingkungan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengestimasi nilai dari barang dan jasa lingkungan adalah dengan Contingent
Valuation Method (CVM).
Metode yang dibangun oleh Davis pada tahun 1963 ini merupakan suatu
pendekatan yang memungkinkan semua komoditas yang tidak diperjualbelikan di
pasar dapat diestimasi nilai ekonominya, termasuk nilai ekonomi dari barang
lingkungan. Metode CVM menggunakan pendekatan secara langsung dengan
menanyakan kepada masyarakat atas kesediaan untuk membayar (WTP) akibat
manfaat tambahan yang diperoleh dari perubahan lingkungan dan atau seberapa
besar kesediaan masyarakat untuk menerima (WTA) ganti rugi akibat penurunan
kualitas barang lingkungan (Hanley dan Spash, 1993).
Contingent Valuation Method memiliki tujuan untuk menghitung nilai atau
penawaran yang mendekati, jika pasar dari barang-barang lingkungan tersebut
benar-benar ada. Asumsi dasar yang berlaku di CVM adalah bahwa individu-
individu memahami benar pilihan masing-masing dan cukup mengenal kondisi
lingkungan yang dinilai. Oleh karena itu, pasar hipotetik (kuesioner dan
responden) harus mendekati kondisi pasar sebenarnya. Responden harus
mengenal secara baik barang yang ditanyakan dan alat hipotetik yang digunakan
untuk pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk secara langsung. Tahapan-
tahapan untuk mengetahui nilai WTA (Hanley dan Spash, 1993), adalah :
1. Membuat Pasar Hipotetik (Setting Up the Hypothectical Market)
Pasar hipotetik (hypothetical market) membangun suatu alasan mengapa
masyarakat seharusnya menerima nilai ganti rugi dari dipergunakannya
barang/jasa lingkungan oleh pihak lain dimana tidak terdapat nilai dalam mata
uang berapa harga barang/jasa lingkungan tersebut. Pasar hipotetik harus
15
terdapat penjelasan secara mendetail, nyata, dan informatif mengenai barang
dan jasa lingkungan yang akan dinilai.
2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTA (Obtaining Bids)
Tahapan yang dilakukan setelah membuat instrumen survei adalah administrasi
survei. Tahapan ini dapat dilakukan melalui wawancara dengan tatap muka,
surat atau perantara telepon mengenai besarnya minimum WTA yang bersedia
diterima. Wawancara dengan surat sering mengalami bias dalam bentuk tidak
mendapat tanggapan atau tanggapan rendah. Wawancara menggunakan petugas
yang terlatih memungkinkan pertanyaan dan jawaban secara lebih rinci, tetapi
tidak menutup kemungkinan bias yang dilakukan oleh petugas tersebut.
3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata dan Nilai Tengah WTA (Calculating Average
and Mean WTA)
Setelah data mengenai nilai WTA telah terkumpul, tahap selanjutnya dilakukan
adalah perhitungan nilai tengah (median) dan rata-rata (mean) dari WTA. Nilai
tengah digunakan apabila terjadi rentang nilai penawaran yang terlalu jauh.
Jika perhitungan nilai penawaran menggunakan rata-rata, maka nilai yang
diperoleh akan lebih tinggi dari yang sebenarnya. Nilai tengah penawaran tidak
dipengaruhi oleh rentang yang cukup besar dan selalu lebih kecil daripada nilai
rata-rata.
4. Memperkirakan Kurva Penawaran (Estimating Bid Curve)
Kurva penawaran dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai WTA sebagai
variabel dependen dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai sebagai variabel
independen. Kurva penawaran ini dapat digunakan untuk memperkirakan
perubahan nilai WTA karena perubahan sejumlah variabel independen dan
untuk menguji sensitivitas jumlah WTA terhadap variasi perubahan mutu
lingkungan.
5. Mengagregasikan Data (Agregating Data)
Agregasi data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan
terhadap total populasi yang dimaksudkan.
16
6. Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise)
Evaluasi penggunaaan CVM berfungsi untuk menilai sejauh mana penerapan
CVM telah berhasil dilakukan. Penilaian dilakukan dengan cara melihat tingkat
keandalan (reability) fungsi WTA dengan nilai R-squares ( ) dari model
regresi berganda WTA.
Organisasi pengoperasian valuasi kontingensi, terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan (Hanley dan Spash, 1993):
1. Pasar hipotesis yang digunakan harus memiliki kredibilitas dan realistik.
2. Alat pembayaran yang digunakan dan atau ukuran kesejahteraan (WTP dan
WTA) sebaiknya tidak kontroversial dengan yang berlaku di masyarakat.
3. Rumahtangga sebaiknya memiliki informasi cukup mengenai barang
lingkungan yang dimaksud pada kuesioner dan alat pembayaran untuk
penawaran mereka.
4. Jika memungkinkan ukuran WTP/WTA sebaiknya dicari, karena rumahtangga
sering kesulitan menentukan nominal yang ingin mereka berikan atau terima.
5. Ukuran contoh yang cukup besar sebaiknya dipilih untuk mempermudah
memperoleh selang kepercayaan dan reabilitas.
6. Pengujian bias, sebaiknya dilakukan dan mengadopsi strategi untuk
memperkecil bias strategi secara khusus.
7. Penawaran sanggahan sebaiknya diidentifikasi.
8. Diperlukan pengetahuan dengan pasti jika contoh memiliki karakteristik yang
sama dengan populasi dan penyesuaian diperlukan.
9. Tanda parameter sebaiknya dilihat kembali untuk melihat jika mereka setuju
dengan harapan yang tepat.
2.5. Penelitian Terdahulu
Analisis serta kajian mengenai pencemaran udara telah dilakukan baik di
dalam maupun di luar negri. Tabel 6 disajikan beberapa penelitian terdahulu yang
dapat dijadikan referensi dalam menganalisis terjadinya pencemaran udara antara
lain penelitian Dahlan (1989), Tang (1992), Prayudi dan Susanto (2001), Husodo
(2006), Ramadhan (2009), Ulhaq (2010), Tampubolon (2011), dan Mubarok dan
Ciptomulyono (2012).
17
Tabel 6. Penelitian Terdahulu No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil 1. Ramadhan (2009)/
Analisis Kesediaan Menerima Dana Ganti rugi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Cipayung Kota Depok Jawa Barat.
1 Mengkaji persepsi masyarakat Kelurahan Cipayung terhadap keberadaan TPAS Cipayung.
2 Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam menerima dana ganti rugi.
3 Mengkuantifikasikan besarnya nilai dana ganti rugi (WTA) yang bersedia diterima masyarakat dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut.
1 Analisis deskriptif.
2 Analisis regresi logistik.
3 Analisis regresi berganda.
1 Kondisi lingkungan Cipayung setelah keberadaan TPAS dinilai oleh masyarakat sekitar mengalami penurunan kualitas lingkungan apabila dibandingkan dengan kondisi sebelum didirikannya TPAS.
2 Sebagian besar masyarakat menyatakan bersedia menerima dana ganti rugi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarkat untuk menerima dana ganti rugi adalah tingkat pendidikan dan jarak rumah dari lokasi TPAS.
3 Nilai dana ganti rugi yang bersedia diterima masyarakat atas keberadaan TPAS sebesar Rp 54 300/Bulan/KK dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jarak rumah dari TPAS, besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk menggulangi dampak negatif, dan pendapatan.
2. Achmad Dhia Ulhaq (2010)/ Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Sekitar Kawasan Industri dan Kesediaan Membayar Terhadap Program Perbaikan Kualitas Lingkungan di Kelurahan Jatinegara.
1 Mengidentifikasi karakteristik responden disekitar kawasan industri.
2 Mengestimasi nilai kerugian yang dialami masyarakat akibat keberadaan kawasan industri.
3 Mengestimasi besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) masyarakat akibat perbaikan kualitas lingkungan.
1 Analisis secara deskriptif.
2 Raplacement cost dan cost of illness.
3 Willingness to Pay (WTP).
1 Jenis kelamin responden didominasi oleh laki-laki, berpendidikan SLTA, memiliki tanggungan satu hingga dua orang, jenis pekerjaan mayoritas pedagang, buruh, dan pegawai swasta yang berhubungan dengan Kawasan Industri Pulogadung.
2 Total biaya pengganti dan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh responden sebesar Rp. 75 024 000 per bulan dan Rp. 2 987 000 per bulan.
3 Total kerugian responden akibat adanya Kawasan Industri Pulogadung diestimasi dengan menjumlahkan semua kerugian yang dialami baik akibat pencemaran air maupun udara. Total kerugian tersebut sebesar Rp. 78 011 000 per bulan. 17
Tabel 6. Lanjutan No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil 3. Bahroin Idris
Tampubolon (2011)/ Analisis Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping.
1 Mendeskripsikan eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat.
2 Mengkaji peluang Kesediaan menerima dana ganti rugi.
3 Mengkuantifikasi besarnya nilai WTA dari masyarakat terhadap aktivitas penambangan.
4 Mengkaji faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai dana ganti rugi.
1 Analisis deskriptif kualitatif.
2 Metode regresi logistik.
3 Contingen Valuation Method (CVM).
4 Model regresi linier berganda.
1 Mayoritas menyatakan eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan kehilangan keanekaragaman hayati.
2 Sebagian besar responden menyatakan bersedia menerima dana ganti rugi atas eksternalitas negatif yang timbul.
3 Nilai estimasi rataan WTA responden adalah sebesar Rp. 137 500 per bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp. 6 325 000 per bulan. Nilai total WTA masyarakat adalah sebesarRp. 447 975 000 per bulan.
4 Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai WTA responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dummy wiraswasta, dan pegawai swasta.
4. Dahlan (1989)/ Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan Manusia dan Beberapa Komponen Sumberdaya Alam.
1 Karbon-monoksida, kloro-fluorocarbon, nitrogen oksida, karbondioksida, sulfur oksida, hidrokarbon, masalah partikulat, dan lain-lain dikenal sebagai polutan udara potensial. Senyawa ini dapat ditimbulkan oleh mobil, pembangkit tenaga listrik, industri, rumahtangga, pembakaran pertanian, dan kebakaran hutan. Polusi udara dapat berbahaya bagi manusia secara langsung maupun tidak langsung. Polusi udara dapat menyebabkan melanoma (kanker kulit), alopecia, angina pektoris, bronkitis, emfisema, asfiksia dll, dan juga dapat merusak bangunan, tanaman pertanian, vegetasi hutan, satwa liar, air, tanah, iklim, dan sumberdaya alam lainnya.
18
Tabel 6. Lanjutan No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil 5. Ahmad H. Mubarok
dan Udisubakti Ciptomulyono (2012)/ Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan Tambang Marmer di Kabupaten Tulungagung dengan Pendekatan Willingness to Pay dan Fuzzy MCDM.
1 Mengukur nilai dari WTP masyarakat di kawasan pertambangan dan pengolahan marmer terhadap dampak sosial ekonomi.
1 Metode valuasi ekonomi nilai pengganti.
1 Penilaian ekonomi terhadap dampak lingkungan yang dilakukan adalah dampak bidang sosial ekonomi, dimana diperoleh nilai WTP dari masyarakat diperoleh sebesar Rp. 14 722 per bulan.
6. Teguh Prayudi dan Joko Prayitno Susanto (2001)/ Kualitas Debu dalam Udara sebagai Dampak Industri Pengecoran Logam Ceper.
1 Mengkaji kualitas debu dalam udara untuk mengetahui seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan ini.
1 Konsentrasi debu di wilayah industri pengecoran logan Ceper telah melampaui nilai ambang batas yang diperbolehkan.
2 Tingginya konsentrasi debu diestimasi oleh kegiatan industri logam yang terbuka.
7. Sapto Husodo (2006)/ Partisipasi Petani dalam Kegiatan DAFEP di Kabupaten Bantul.
1 Menganalisis perilaku partisipasi dalam program DAFEP.
2 Mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku partisipasi petani dalam program DAFEP.
1 Deskriptif analisis dan eksplanatif.
1 Partisipasi petani selama pelaksanaan program DAFEP relatif tinggi yang menggambarkan bahwa program DAFEP telah berhasil mendorong partisipasi petani untuk terlibat dalam program tersebut.
2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku partisipasi petani dalam program DAFEP adalah usia, wawasan, sikap, motivasi, intensitas penyuluhan, dinamika kelompok, dan peran tokoh masyarakat berpengaruh nyata. 19
Tabel 6. Lanjutan No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil 8. Tang JCS (1992)/
Estimation of Flood Damage Cost for Bangkok.
1 Mengestimasi perkiraan biaya kerusakan akibat banjir di Bangkok.
1 Model Regresi Berganda.
1 Peningkatan kedalaman banjir dan durasi berpengaruh terhadap peningkatan kerusakan di daerah pemukiman.
2 Fungsi biaya kerusakan banjir melalui analisis regresi berganda menjadi alat yang berguna dalam perhitungan sistematika kerusakan banjir.
20
21
2.6. Kebaruan Penelitian
Keterkaitan antara penelitian terdahulu dengan penelitian saya adalah
metode yang digunakan, yaitu Contingent Valuation Methode (CVM) dan yang
membedakannya adalah dalam penelitian saya menganalisis faktor yang
mempengaruhi masyarakat untuk pindah dari sekitar wilayah industri peleburan
besi dan baja menggunakan model regresi logistic dan menggunakan program
komputer Statistical Analysis System/Econometric Time Series (SAS/ETS) versi
9.1.
22
23
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis memuat konsep-konsep yang berkaitan
dengan kerugian-kerugian akibat keberadaan industri peleburan besi dan baja.
Konsep-konsep yang berkaitan dengan penelitian ini adalah konsep mengenai
pendekatan biaya pengobatan, analisis Willingness to Accept (WTA), model
regresi linier berganda, dan model regresi logistik.
3.1.1. Pendekatan Biaya Pengobatan
Dampak perubahan kualitas lingkungan dapat berakibat negatif pada
kesehatan, yaitu menyebabkan penurunan tingkat kesehatan pada anggota
rumahtangga yang tinggal disekitar industri. Menurut Kementrian Lingkungan
Hidup (2007), tahapan pelaksanaan cost of illness adalah:
1. Mengetahui bahwa telah terjadi gangguan kesehatan yang berakibat perlunya
biaya pengobatan.
2. Mengetahui biaya pengobatan yang dibutuhkan sampai sembuh.
3. Menghitung total biaya pengobatan.
3.1.2. Analisis Willingness to Accept
Willingness to Accept (WTA) merupakan salah satu bagian dari metode
CVM yang digunakan. Tahapan-tahapan metode CVM mengarahkan penelitian
pada besar nilai WTA dari masyarakat yang terkena dampak negatif akibat
pencemaran udara oleh industri peleburan besi dan baja.
Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai
Willingness to Accept (WTA) dari setiap sampel adalah :
1. Sampel merupakan rumahtangga yang terletak dilokasi penelitian dan bersedia
menerima ganti rugi.
24
2. Nilai WTA yang diberikan konsumen merupakan nilai minimum yang
bersedia diterima oleh rumahtangga jika ganti rugi yang diberikan benar-benar
dilaksanakan.
3. Industri peleburan besi dan baja bersedia memberikan ganti rugi atas
penurunan kualitas lingkungan.
4. Sampel dipilih secara acak dari populasi yang terkena dampak penurunan
kualitas lingkungan dan responden merupakan anggota rumahtangga.
Metode yang dapat digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran
nilai WTA/WTP (Hanley dan Spash, 1993) :
1. Bidding Game (Metode Tawar-Menawar)
Metode yang digunakan dengan mempertanyakan kepada responden tentang
sejumlah nilai tertentu yang diajukan sebagai titik awal dan selanjutnya
semakin meningkat sampai titik maksimum yang disepakati.
2. Open-Ended Question (Metode Pertanyaan Terbuka)
Menyatakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimum uang yang
ingin dibayarkan atau jumlah minimum uang yang ingin diterima akibat
perubahan kualitas lingkungan. Metode ini memiliki kelebihan yaitu
responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal
yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. Kelemahan
metode ini terletak pada kurangnya akurasi nilai serta terlalu besar variasinya,
selain itu seringkali ditemukan respoden yang kesulitan menjawab pertanyaan
yang diberikan terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman
mengenai pertanyaan yang ada dalam kuesioner.
3. Closed-Ended Question (Metode Pertanyaan Tertutup)
Metode pertanyaan tidak jauh berbeda dengan Open-ended Question hanya
saja bentuk pertanyaannya tertutup. Responden diberikan beberapa nilai
WTA/WTP yang disarankan kepada mereka untuk dipilih, sehingga responden
tinggal memberikan jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan
mereka.
4. Payment Card (Metode Kartu Pembayaran)
Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari
berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan menerima,
25
sehingga responden dapat memilih nilai maksimal/minimal sesuai dengan
preferensinya. Metode ini dikembangkan untuk membatasi bias titik awal dari
metode tawar-menawar. Mengembangkan kualitas metode ini terkadang
diberikan semacam nilai patokan yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan
oleh seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi barang lingkungan
yang lain. Keunggulan metode ini adalah memberikan stimulan untuk
membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau
minimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu,
seperti pada metode tawar-menawar. Penggunaan metode ini dibutuhkan
pengetahuan statistik yang baik.
Selain metode tersebut, terdapat pula metode bertanya Contingent
Rangking. Metode ini tidak menanyakan langsung berapa nilai yang ingin
dibayarkan atau diterima, tetapi responden diberikan pilihan rangking dari
kombinasi kualitas lingkungan yang berada dengan nilai moneter yang berbeda.
Responden diminta mengurutkan beberapa pilihan dari yang paling disukai
sampai kepada yang tidak disukai. Metode ini menggunakan skala ordinal
sehingga diperlukan pengetahuan statistik yang sangat baik dan jumlah sampel
yang besar.
3.1.3. Model Regresi Linier Berganda
Menurut Firdaus (2004), model regresi berganda (multiple regression
model), yaitu suatu model dimana variabel dependen bergantung pada dua atau
lebih variabel independen. Model regresi berganda yang paling sederhana adalah
regresi tiga variabel, yang terdiri dari satu variabel dependen dan dua variabel
independen. Metode analisis berganda merupakan metode analisis yang
didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Menurut Gujarati (1978),
sifat-sifat penaksiran OLS adalah: (1) penaksiran tadi tidak bias, (2) penaksiran
tadi mempunyai varian yang minimum, (3) konsisten, (4) efisien, dan (5) linier.
Asumsi-asumsi yang dapat digunakan untuk model regresi linier berganda dengan
OLS adalah (Firdaus, 2004):
1. E ( ) = 0, untuk setiap i.
26
2. Cov ( , ) = 0, i ≠ j. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi tidak adanya korelasi
berurutan atau tidak ada autokorelasi.
3. Var ( ) = , untuk setiap i. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi
homoskedastisitas, atau varians sama.
4. Cov ( | ) = Cov ( | ) = 0. Artinya, variabel pengganggu dan variabel
independen X tidak berkorelasi.
5. Tidak ada multikolinieritas (multicolinearity), yang berarti tidak terdapat
hubungan linieritas yang pasti diantara variabel independen.
Secara umum, fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut (Juanda,
2009):
Y = α0 X0i + α1 X1i + α2 X2i + ... + αj Xji + Ui
Jika semua pengamatan bernilai 1, maka model diatas menjadi
Y = α0 + α1 X1i + α2 X2i + ... + αj Xji + Ui
dimana :
Y = Variabel dependen
i = Nomor pengamatan dari 1 sampai n (sampel)
Xji = Pengamatan ke-i untuk variable independen Xj
α0 = Intersep
α1,2,..n = Parameter Xi
Ui = Variabel pengganggu
3.1.4. Model Regresi Logistik
Menurut Rosadi (2011), regresi logistik merupakan salah satu model
statistika yang dapat digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara
sekumpulan variabel independen dengan suatu variabel dependen bertipe
kategoris atau kualitatif. Kategori dari variabel dependen dapat terdiri atas dua
kemungkinan nilai (dichotomous), seperti ya/tidak, sukses/gagal, dan lain-lain,
atau lebih dari dua nilai (polychotomous), seperti sangat tidak setuju, tidak setuju,
setuju, dan sangat setuju.
Menurut Firdaus, Harmini, dan Farid (2011), model regresi logistik
merupakan suatu model untuk menerangkan peluang kejadian tertentu dari
kategori variabel dependen menggunakan metode Maximum Likelihood Estimator
27
(MLE). Dalam analisis regresi logistik, pemodelan peluang kejadian tertentu dari
kategori variabel dependen dilakukan melalui transformasi dari regresi linier ke
logit. Formula transformasi logit adalah:
Logit(pi) = Log
Dengan pi adalah peluang munculnya kejadian kategori sukses dari
variabel dependen untuk orang ke-i dan log adalah logaritma dengan basis
bilangan e. Ilustrasikan proses transformasi logit disajikan pada Gambar 1.
pi Logit (Pi)
Logit transform
Predictor Preditor
Gambar 1. Transformasi Logit
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Alur kerangka operasional penelitian disajikan pada Gambar 2.
Keberadaan industri peleburan besi dan baja dapat memberikan dampak positif
dan dampak negatif. Dampak positif yang dirasakan masyarakat sekitar kawasan
industri adalah terbukanya lapangan kerja baru dan peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Tidak hanya dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat, tetapi
masyarakat sekitar kawasan industri juga merasakan dampak negatif yang dapat
menurunkan kualitas lingkungan karena asap yang dihasilkan industri.
Masyarakat sekitar kawasan industri dapat mengalami gangguan saluran
pernapasan apabila mereka menghirup udara tersebut dalam jangka waktu yang
panjang. Pencemaran udara yang ditimbulkan industri akan berdampak pada
lingkungan sekitar yang dapat diidentifikasi dengan melihat perubahan yang
terjadi pada lingkungan serta dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat disekitar
kawasan industri yang dapat menimbulkan penyakit.
28
Keterangan: adalah ruang lingkup penelitian
Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
Perkembangan Kawasan Industri
Industri Peleburan Besi dan Baja di Tangerang
Dampak Positif : Lapangan Pekerjaan Baru dan Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
Dampak Negatif: Penurunan Kualitas Lingkungan Sekitar Industri
Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja pada Masyarakat Sekitar
Pencemaran Udara
Nilai Ganti Rugi
Mengestimasi Nilai Ganti Rugi yang
Layak Akibat Keberadaan
Industri Peleburan
Besi dan Baja Willingness
to Accept (WTA)
Menganalisis Faktor yang
Mempengaruhi Besarnya Nilai
Ganti Rugi yang Bersedia
diterima Masyarakat:
Model Regresi Berganda
Dampak Lingkungan
dan Kesehatan:
Analisis Deskriptif dan Cost of
Illness.
Peluang Pindah
Menganalisis Faktor yang
Mempengaruhi Keputusan Masyarakat
pindah: Model Regresi
Logistik
Faktor WTA
29
Industri peleburan besi dan baja juga memiliki dampak negatif yang
dirasakan masyarakat sekitar kawasan industri. Pertama, pencemaran udara dapat
berdampak pada lingkungan yang dapat dianalisis secara deskriptif. Pencemaran
udara juga berdampak pada kesehatan, banyak anggota rumahtangga yang
mengalami gangguan saluran pernapasan akibat pencemaran udara yang
dihasilkan dari proses produksi industri. Pengukuran nilai kesehatan dapat
dihitung menggunakan pendekatan cost of illness dari jumlah rumahtangga yang
terkena penyakit dikali biaya pengobatan masyarakat per tahun. Kedua, besarnya
dana ganti rugi yang bersedia diterima oleh masyarakat dengan menggunakan
perhitungan Willingness to Accept (WTA). Ketiga, faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya nilai WTA sampel menggunakan model analisis regresi
berganda. Keempat, faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk pindah
dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja menggunakan model analisis
regresi logistik.
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi
mengenai besarnya nilai ganti rugi yang sesuai untuk rumahtangga Dusun
Palahlar akibat pencemaran udara yang ditimbulkan industri peleburan besi dan
baja. Dengan demikian, informasi tersebut dapat dijadikan saran bagi pihak-pihak
terkait dalam memberikan ganti rugi yang sesuai untuk rumahtangga yang
merasakan dampak dari pencemaran yang dilakukan industri tersebut.
3.3. Hipotesis Penelitian
1. Kegiatan industri peleburan besi dan baja di Dusun Palahlar, Kecamatan
Cikupa, Kabupaten Tangerang menimbulkan pencemaran udara.
2. Pencemaran udara oleh industri menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan
rumahtangga Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang.
3. Penurunan tingkat kesehatan rumahtangga sekitar industri diakibatkan
rumahtangga menghirup udara yang tercemar limbah peleburan besi dan baja.
4. Rumahtangga Dusun Palahlar harus membeli alat seperti penutup hidung untuk
mengurangi dampak pencemaran udara.
30
5. Kerugian yang dialami rumahtangga Dusun Palahlar akibat pencemaran udara
dapat digunakan untuk menghitung nilai ganti rugi.
31
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Dusun Palahlar, Desa Budimulya, Kecamatan
Cikupa, Kabupaten Tangerang, Provisi Banten, Indonesia. Penentuan lokasi
dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Dusun Palahlar,
Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang merupakan lokasi terdekat dengan
industri peleburan besi dan baja. Masyarakat yang bertempat tinggal di lokasi
tersebut merasakan penurunan kualitas lingkungan berupa pencemaran udara
akibat aktivitas industri di kawasan industri. Pengumpulan data lapang dilakukan
selama dua bulan, dimulai pada bulan April 2013 hingga Mei 2013.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Pengumpulan
data primer dilakukan dengan metode wawancara kepada responden rumahtangga
menggunakan kuesioner (Lampiran 1) dan metode observasi untuk mengetahui
kualitas lingkungan setelah keberadaan industri peleburan besi dan baja di Dusun
Palahlar. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi
lingkungan, kesehatan masyarakat, besarnya nilai ganti rugi yang layak diterima
masyarakat, faktor yang mempengaruhi nilai ganti rugi, dan keputusan
masyarakat untuk pindah dari sekitar wilayah industri. Data penelitian dampak
keberadaan industri peleburan besi dan baja terhadap lingkungan dan kesehatan
masyarakat di Dusun Palahlar tahun 2013 disajikan pada Lampiran 2. Data
sekunder dari Kantor Kelurahan Desa Budimulya di Dusun Cikupa dan Badan
Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Tangerang.
4.3. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan secara sengaja dengan menemui
rumahtangga di Dusun Palahlar, karena kerangka sampel rumahtangga tidak
tersedia. Rumahtangga dikelompokkan berdasarkan strata tempat tinggal dengan
32
pertimbangan bahwa populasi rumahtangga memiliki keragaman dalam menerima
dampak pencemaran udara akibat kegiatan industri peleburan besi dan baja yang
diestimasi berbeda sesuai dengan jarak tempat tinggal dari industri. Jumlah
sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 sampel rumahtangga yang tinggal di
Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang.
Sampel dibagi menjadi tiga wilayah (strata), yaitu wilayah pertama yang
memiliki jarak tempat tinggal nol sampai 200 meter dari industri, wilayah kedua
yang memiliki jarak tempat tinggal lebih dari 200 sampai 500 meter dari industri,
dan wilayah ketiga yang memiliki jarak tempat tinggal lebih dari 500 meter dari
industri peleburan besi dan baja. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 20
rumahtangga pada masing-masing wilayah (Tabel 7).
Tabel 7. Alokasi Jumlah Sampel Wilayah (strata) Jarak Tempat Tinggal terhadap Industri Jumlah Sampel
1 0 - 200 m 20 2 >200 - 500 m 20 3 >500 m 20
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Tabel 8. Metode Analisis Data Berdasarkan Tujuan Penelitian No. Tujuan Penelitian Sumber Data Metode 1. Mengidentifikasi dampak pencemaran
oleh kegiatan industri peleburan besi dan baja terhadap lingkungan.
Data primer. Analisis deskriptif.
2. Mengestimasi dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi dan baja terhadap kesehatan masyarakat.
Data primer.
Cost of illness.
3.
Mengestimasi dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi dan baja terhadap nilai ganti rugi yang layak diterima oleh masyarakat.
Data primer.
Willingness to Accept (WTA).
4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai ganti rugi yang bersedia diterima masyarakat.
Data primer. Ordinary Least Squares (OLS).
5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pindah dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja.
Data primer. Maximum Likelihood Estimator (MLE).
33
Pada tabel 8 disajikan matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber
data, dan metode. Data yang diperoleh, dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan komputer dengan program
Microsoft Office Excell dan Statistical Analysis System/Econometric Time Series
(SAS/ETS) version 9.1.
4.4.1. Identifikasi Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan
Dampak lingkungan yang diidentifikasi adalah penurunan kualitas
lingkungan akibat pencemaran udara dan dianalisis secara deskriptif. Hal yang
terlebih dahulu dilakukan adalah mengidentifikasi apa saja dampak yang
dirasakan rumahtangga akibat sisa proses produksi yang dibuang ke udara
sehingga berdampak pada rumahtangga sekitar industri. Informasi mengenai
dampak lingkungan berdasarkan observasi di lapang dan persepsi (respon)
rumahtangga sampel tentang: (1) kualitas udara, (2) kebersihan, (3) kenyamanan,
dan (4) pengaruh terhadap kegiatan sehari-hari.
Penilaian kualitas udara sebelum dan setelah keberadaan industri
peleburan besi dan baja berdasarkan respon rumahtangga terhadap kualitas udara:
(a) kualitas udara sangat buruk dengan indikator: berdebu, panas, dan tidak segar
saat bernafas, (b) kualitas udara buruk dengan indikator: berdebu, tidak panas, dan
tidak segar saat bernafas, (c) kualitas udara biasa saja dengan indikator: berdebu,
tidak panas, dan segar saat bernafas, (d) kualitas udara baik dengan indikator:
tidak berdebu, panas, dan segar saat bernafas, dan (e) kualitas udara sangat baik
dengan indikator: tidak berdebu, tidak panas, dan segar saat bernafas.
Penilaian kebersihan tempat tinggal sebelum dan setelah keberadaan
industri peleburan besi dan baja berdasarkan observasi di lapang dan respon
rumahtangga terhadap kebersihan tempat tinggal: (a) kebersihan tempat tinggal
sangat kotor dengan indikator: atap rumah semakin berdebu, teras berdebu, dan
jendela rumah berdebu, (b) kebersihan tempat tinggal kotor dengan indikator: atap
rumah semakin berdebu, teras tidak berdebu, dan jendela rumah berdebu, (c)
kebersihan tempat tinggal biasa saja dengan indikator: atap rumah semakin
34
berdebu, teras tidak berdebu, dan jendela rumah bersih, (d) kebersihan tempat
tinggal bersih dengan indikator: atap rumah berdebu, teras berdebu, dan jendela
rumah bersih, dan (e) kebersihan tempat tinggal sangat bersih dengan indikator:
atap rumah berdebu, teras tidak berdebu, dan jendela rumah bersih.
Penilaian kenyamanan sebelum dan setelah keberadaan industri peleburan
besi dan baja berdasarkan respon rumahtangga terhadap kenyamanan tinggal: (a)
kenyamanan yang direspon sangat tidak nyaman dengan indikator: udara yang
dihirup tidak segar dan kondisi lingkungan menjadi tidak aman, (b) kenyamanan
yang direspon tidak nyaman dengan indikator: udara yang dihirup tidak segar dan
kondisi lingkungan aman, (c) kenyamanan yang direspon nyaman dengan
indikator: udara yang dihirup segar dan kondisi lingkungan tidak aman, dan (d)
kenyamanan yang direspon sangat nyaman dengan indikator: udara yang dihirup
segar dan kondisi lingkungan aman.
Penilaian pengaruh terhadap kegiatan sehari-hari sebelum dan setelah
keberadaan industri peleburan besi dan baja berdasarkan respon rumahtangga
terhadap pengaruh pada kegiatan sehari-hari: (a) pengaruh terhadap kegiatan
sehari-hari sangat mengganggu dengan indikator: menjadi lebih sering menyapu,
jemuran berdebu, dan anak menjadi tidak dapat bermain di luar rumah, (b)
pengaruh terhadap kegiatan sehari-hari mengganggu dengan indikator: menjadi
lebih sering menyapu, jemuran tidak berdebu, dan anak menjadi tidak dapat
bermain di luar rumah, (c) pengaruh terhadap kegiatan sehari-hari biasa saja
dengan indikator: menjadi lebih sering menyapu, jemuran tidak berdebu, dan anak
tetap dapat bermain di luar rumah, (d) pengaruh terhadap kegiatan sehari-hari
tidak mengganggu dengan indikator: menyapu seperti biasa, jemuran berdebu, dan
anak tetap dapat bermain di luar rumah, dan (e) pengaruh terhadap kegiatan
sehari-hari sangat tidak mengganggu dengan indikator: menyapu seperti biasa,
jemuran tidak berdebu, dan anak tetap dapat bermain di luar rumah.
4.4.2. Penentuan Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Kesehatan Masyarakat
Industri peleburan besi dan baja menimbulkan dampak pada kesehatan
yang dihitung menggunakan cost of illness. Informasi yang dicari mengenai
kesehatan anggota rumahtangga sebelum dan setelah adanya industri adalah: (1)
35
jenis penyakit, (2) tempat berobat, yaitu apakah berobat di rumah sakit,
PUSKESMAS atau klinik, (3) waktu terkena penyakit, yaitu seberapa sering
rumahtangga mengalami sakit tersebut dalam satu tahun, dan (4) biaya, yaitu
jumlah biaya yang dikeluarkan oleh rumahtangga untuk mengobati penyakit
selama satu tahun. Data biaya kesehatan yang dikeluarkan untuk mengobati
penyakit setelah keberadaan industri peleburan besi dan baja didapat dari
menghitung jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh rumahtangga untuk
mengobati penyakit dan dibandingkan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan
rumahtangga sebelum industri berdiri.
4.4.3. Penentuan Nilai Willingness to Accept Sebagai Nilai Ganti Rugi Akibat Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja
Nilai WTA didapatkan melalui hasil wawancara secara langsung. Nilai
WTA dapat diketahui melalui tahapan-tahapan sebagai berikut (Hanley dan
Spash, 1993):
1. Membuat pasar hipotetik (setting up the hypothectical market)
2. Mendapatkan penawaran besarnya nilai WTA (obtaining bids)
3. Memperkirakan nilai rata-rata dan nilai tengah WTA (calculating average and
mean WTA)
4. Memperkirakan kurva penawaran (estimating bid curve)
5. Mengagregasikan data (agregating data) untuk 288 rumahtangga populasi
(data dari Kantor Kelurahan Dusun Cikupa, 2007)
6. Mengevaluasi penggunaan CVM (evaluating the CVM exercise)
Wawancara dilakukan kepada rumahtangga di Dusun Palahlar,
Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang untuk mengetahui besarnya nilai WTA
menggunakan kuesioner dengan metode open-ended question. Setelah diketahui
seluruh nilai WTA rumahtangga di Dusun Palahlar kemudian dicari nilai WTA
rata-rata sebagai pendekatan nilai ganti rugi yang dialami oleh rumahtangga
sekitar industri peleburan besi dan baja.
36
4.4.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Ganti Rugi
Model regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi Willingness to Accept (WTA) rumahtangga dengan metode
Ordinary Least Squares (OLS). Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu
tentang WTA, model regresi berganda yang digunakan adalah:
WTAi = + PDDKNi - PNDPTNi + LMTGi - JRSIi + JTKi + DU1i + DU2i + BSHTi + U1i ............. (01)
dimana:
WTAi = Nilai WTA (rupiah per tahun)
= Konstanta
= Parameter, j=1,2,3,…..,8
PDDKNi = Tingkat pendidikan responden (1 = lama pendidikan kurang
dan sama dengan 9 tahun; 0 = lainnya)
PNDPTNi = Tingkat pendapatan rumahtangga (rupiah per tahun)
LMTGi = Lama tinggal responden (tahun)
JRSIi = Jarak tempat tinggal dari industri (meter)
JTKi = Jumlah tanggungan keluarga (orang)
DUi = Dummy umur responden
DU1i = Umur muda (1 = kurang dari 30 tahun; 0 = lainnya)
DU2i = Umur menengah (1 = 30 sampai 50 tahun; 0 = lainnya)
BSHTi = Biaya kesehatan yang dikeluarkan rumahtangga
untuk menanggulangi dampak dari industri peleburan besi
dan baja (rupiah per tahun)
i = Sampel ke-i
1 = Variabel pengganggu
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis):
, , , , , >0
, < 0
Variabel tingkat pendidikan diestimasi memberikan pengaruh positif
terhadap besarnya nilai ganti rugi yang diinginkan responden. Hal ini karena
responden yang berpendidikan tinggi akan menyadari bahwa seberapa besar
kerugian yang ditanggung. Variabel umur muda, umur menengah, dan lama
37
tinggal diestimasi berpengaruh positif dengan responden yang menerima nilai
ganti rugi. Hal ini disebabkan pencemaran disekitar kawasan industri peleburan
besi dan baja membuat responden yang tinggal lebih lama merasa dirugikan.
Kerugian ini timbul karena sebelum keberadaan industri dapat memanfaatkan
sumberdaya yang tersedia tanpa adanya pencemaran, sehingga responden yang
lebih lama tinggal menginginkan nilai ganti rugi yang lebih tinggi.
Variabel jumlah tanggungan terkait dengan banyaknya anggota keluarga
yang harus menanggung dampak dari industri peleburan besi dan baja. Semakin
tinggi jumlah tanggungan maka semakin tinggi pula nilai ganti rugi yang
diinginkan. Tingginya tingkat pencemaran yang direspon, diestimasi juga
berpengaruh positif terhadap nilai WTA. Semakin tinggi tingkat pencemaran yang
direspon maka semakin tinggi nilai ganti rugi yang bersedia diterima.
Variabel besarnya biaya kesehatan yang dikeluarkan untuk menanggulangi
dampak dari industri peleburan besi dan baja diestimasi berpengaruh positif.
Semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak negatif
maka nilai ganti rugi yang bersedia diterima akan semakin tinggi. Biaya yang
dikeluarkan mencakup biaya pengobatan dan pencegahan penyakit yang
diakibatkan dari dampak keberadaan industri peleburan besi dan baja.
Variabel tingkat pendapatan rumahtangga diestimasi berpengaruh negatif
terhadap nilai WTA, semakin tinggi pendapatan rumahtangga maka rumahtangga
tidak memperhatikan besarnya nilai ganti rugi karena telah merasa berkecukupan
untuk menanggungnya sendiri. Variabel jarak tempat tinggal dari industri
diestimasi berpengaruh negatif karena semakin dekat jarak tempat tinggal dari
industri maka, akan semakin banyak dampak yang dirasakan sehingga nilai ganti
rugi yang diinginkan lebih tinggi. Program komputer dan hasil estimasi model
Willingness to Accept disajikan pada Lampiran 4 dan 5.
4.4.5. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan untuk Pindah
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk pindah dari
sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja menggunakan model regresi
38
logistik dan diestimasi menggunakan metode Maximum Likelihood Estimator
(MLE). Model regresi logistik digunakan untuk mengestimasi peluang keputusan
untuk pindah atau tidak pindah dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan
baja, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Bentuk model regresi logistik
yang digunakan adalah:
Li Pindahi = + PDDKNi + PNDPTNi - LMTGi - JRSIi - DSK1i - DSK2i + BSHTi + U2i ..................... (02)
dimana:
Li Pindahi = Peluang responden menyatakan pindah atau tidak pindah
dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja (1 =
pindah; 0 = tidak pindah)
= Konstanta
= Parameter, j=1,2,3,…..,7
PDDKNi = Tingkat pendidikan responden (1 = lama pendidikan
kurang dan sama dengan 9 tahun; 0 = lainnya)
PNDPTNi = Tingkat pendapatan rumahtangga (rupiah/tahun)
LMTGi = Lama tinggal responden (1 = lama tinggal kurang dari
sama dengan 30 tahun; 0 = lainnya)
JRSIi = Jarak tempat tinggal dari industri (1 = jarak 0 sampai 200
meter; 0 = lainnya)
DSKi = Dummy status kepemilikan rumah
DSK1i = Status kepemilikan rumah pribadi (1 = status rumah
pribadi; 0 = lainnya)
DSK2i = Status kepemilikan rumah warisan (1 = status rumah
warisan; 0 = lainnya)
BSHTi = Biaya kesehatan yang dikeluarkan rumahtangga untuk
menanggulangi dampak dari industri peleburan besi dan
baja (rupiah per tahun)
i = Sampel ke-i
2 = Variabel pengganggu
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis):
, , > 0
, , , < 0
39
Tingkat pendidikan responden diestimasi memiliki hubungan positif
dengan keputusan pindah dan tidak pindah dari sekitar wilayah industri peleburan
besi dan baja. Semakin tinggi pendidikan maka responden menyadari bahwa
kondisi lingkungan tempat tinggalnya tidak layak untuk ditempati. Tingkat
pendidikan mempengaruhi pola pikir, persepsi, penilaian terhadap lingkungan
serta bagaimana cara menanggapi pertanyaan.
Variabel pendapatan rumahtangga diestimasi memiliki hubungan positif
dengan penilaian responden mengenai pindah dan tidak pindah. Semakin tinggi
pendapatan rumahtangga maka keputusan untuk pindah dari sekitar wilayah
industri peleburan besi dan baja akan semakin tinggi. Variabel besarnya biaya
kesehatan yang dikeluarkan rumahtangga untuk menanggulangi dampak dari
industri peleburan besi dan baja diestimasi memiliki hubungan positif. Semakin
besar biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak maka keputusan
untuk pindah dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja akan semakin
tinggi.
Variabel lama tinggal responden diestimasi berbanding terbalik dengan
keputusan responden pindah dari sekitar wilayah industri. Semakin lama
responden tinggal di Dusun Palahlar, maka responden semakin terbiasa dengan
kondisi lingkungan tempat tinggalnya. Variabel jarak tempat tinggal dari industri
juga diestimasi berbanding terbalik terhadap keputusan responden pindah dari
sekitar industri, dimana semakin jauh jarak tempat tinggal dari industri maka
keputusan responden untuk pindah semakin rendah.
Variabel status kepemilikan rumah pribadi dan warisan diestimasi
berbanding terbalik dengan responden yang menilai pindah dari sekitar wilayah
industri peleburan besi dan baja. Jika responden tinggal dirumah dengan status
kepemilikan rumah pribadi dan warisan, maka responden merasa tinggal legal di
wilayah tersebut dan tidak akan pindah dari sekitar wilayah industri peleburan
besi dan baja. Program komputer dan hasil regresi logistik disajikan pada
Lampiran 6 dan 7.
40
4.5. Evaluasi Model
Perlu dilakukan pengujian secara statistika untuk memeriksa kebaikan dari
model yang telah dibuat. Uji yang dilakukan adalah:
1. Uji G
Menurut Juanda (2009), statistik uji G (likehood ratio) digunakan untuk
menguji apakah model logit secara keseluruhan dapat menjelaskan variabel
dependen (Y). Likehood ratio adalah rasio fungsi kemungkinan model
(lengkap) terhadap fungsi kemungkinan model ( benar). Hipotesis
statistik yang diuji dalam hal ini adalah:
: = = …. = = 0 (model tidak dapat menjelaskan)
: minimal ada ≠ 0, untuk j=2,3,…k (model dapat menjelaskan)
Statistik uji G dibawah ini menyebar menurut sebaran Khi-kuadrat dengan
derajat bebas (k-1).
G = -2ln __
= 2ln __
≈
= 2 [ln( _ ) - ln( _ )]
Jika menggunakan taraf nyata α, hipotesis ditolak (model signifikan) jika
Statistik G > ,
Jika ditolak maka dapat disimpulkan bahwa minimal ada ≠0, dengan
pengertian lain, model regresi logistik dapat menjelaskan atau memprediksi
pilihan individu pengamat.
2. Uji Odds Ratio
Menurut Firdaus, Harmini, dan Farid (2011), dalam kejadian hubungan antar
variabel kategorik dikenal adanya ukuran asosiasi, yaitu ukuran keeratan
hubungan antar variabel kategorik. Salah satu keuntungan penggunaan analisis
regresi logistik adalah bahwa ukuran asosiasi ini seringkali merupakan fungsi
dari parameter estimasi yang didapatkan. Salah satu ukuran asosiasi yang
dapat diperoleh melalui analisis regresi logistik adalah odd ratio (rasio odd).
Odd sendiri dapat diartikan sebagai rasio peluang kejadian sukses dengan
kejadian tidak sukses dari variabel dependen. Adapun rasio odd
mengindikasikan seberapa lebih mungkin, dalam kaitannya dengan nilai odd,
41
munculnya kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan dengan
kelompok lainnya.
3. Koefisien Determinasi yang Disesuaikan
Menurut Firdaus (2004), ciri-ciri dari R merupakan fungsi yang menaik
(nondecreasing function) dari variabel-variabel independen yang tercakup
dalam persamaan regresi linear berganda. Makin banyak variabel yang
tercakup dalam model, makin menaik fungsi tersebut, artinya semakin besar
nilai R tersebut. Jadi, setiap penambahan variabel independen dalam model
akan memperbesar nilai R .
4. Uji F
Menurut Kuncoro (2003), uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua
variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh
secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Hipotesis nol ( ) yang
hendak diuji adalah apakah semua parameter dalam model sama dengan nol,
atau:
: = = .... = = 0
Artinya, apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya ( ), tidak
semua parameter secara simultan sama dengan nol, atau:
: .... 0
Artinya, semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen.
Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan uji F. Nilai uji F dihitung dari
formula sebagai berikut:
F = = //
dimana SSR = Sum of squares due to regression = ∑ Ŷ 2;
SSE = Sum of square error = ∑ Y Ŷ 2;
n = Jumlah sampel;
k = Jumlah parameter dalam model, termasuk intersep;
MSR = Mean squares due to regression;
42
MSE = Mean of squares due to error.
Pada dasarnya nilai F diturunkan dari tabel ANOVA (analysis of variance).
Ingat bahwa TSS = SSR + SSE, artinya Total Sum of Square (TSS) bersumber
dari variasi regresi (SSR) dan variasi kesalahan (SSE), yang dibagi dengan
derajat kebebasannya masing-masing. Cara melakukan uji F adalah dengan
cara sebagai berikut:
a. Quick look: bila nilai F lebih besar daripada empat maka yang
menyatakan = = .... = = 0 dapat ditolak pada derajat kepercayaan
15 persen. Dengan kata lain, kita menerima hipotesis alternatif yang
menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan
signifikan mempengaruhi variabel dependen.
b. Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel:
bila nilai F hasil perhitungan lebih besar daripada nilai F menurut tabel
maka hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa semua variabel
independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel
dependen.
5. Uji-t
Menurut Kuncoro (2003), uji-t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan
variasi variabel dependen. Hipotesis nol ( ) yang hendak diuji adalah apakah
suatu parameter ( ) sama dengan nol, atau:
: = 0
Artinya, apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya ( ), parameter
suatu variabel tidak sama dengan nol, atau:
: 0
Artinya, variabel independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap
variabel dependen.
Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan uji-t. Uji-t dihitung dari formula
sebagai berikut:
t = ( - 0)/S = /S
43
dimana S = Deviasi standar, yang dihitung dari akar varians. Varians, atau ,
diperoleh dari SSE dibagi dengan jumlah derajat kebebasan (degree of
freedom). Dengan kata lain:
=
dimana:
n = Jumlah sampel;
k = Jumlah parameter dalam model, termasuk intersep.
Cara melakukan uji-t adalah dengan cara sebagai berikut:
a. Quick look: bila jumlah degree of freedom adalah 20 atau lebih, dan
derajat kepercayaan sebesar lima persen, maka yang menyatakan = 0
dapat ditolak bila nilai t lebih besar dari dua (dalam nilai absolut). Dengan
kata lain, kita menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa
suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel
dependen.
b. Membandingkan nilai uji-t dengan titik kritis menurut tabel: apabila nilai t
hasil perhitungan lebih tinggi dibanding nilai t tabel, kita menerima
hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa suatu variabel independen
secara individual mempengaruhi variabel dependen.
6. Uji terhadap Kolinear Ganda (Multicollinearity)
Menurut Gujarati (1978), multikolinieritas berhubungan dengan situasi
dimana ada hubungan linier baik yang pasti atau mendekati pasti diantara
variabel independen. Konsekuensi dari multikolinieritas adalah apabila ada
kolinieritas sempurna diantara independen, koefisien regresinya tak tertentu
dan kesalahan standarnya tak terhingga. Jika kolinieritasnya tinggi tapi tidak
sempurna, penaksiran koefisien regresi adalah mungkin, tetapi kesalahan
standarnya cenderung untuk besar. Menurut Firdaus (2004), hal-hal utama
yang sering menyebabkan terjadinya multikolonieritas ganda adalah: (1)
kesalahan teoritis dalam pembentukan model fungsi regresi yang
dipergunakan dan (2) terlampau kecilnya jumlah pengamatan yang akan
dianalisis dengan model regresi. Ada tidaknya kolinieritas ganda dapat
diketahui dengan melihat ciri-ciri sebagai berikut:
44 a. Kolinieritas sering dapat diestimasi jika cukup tinggi antara (0.7-1) dan
jika koefisien korelasi sederhana juga tinggi, tetapi tak satupun atau sedikit
sekali koefisien regresi parsial yang signifikan secara individu. Di pihak
lain, uji F menolak yang mengatakan bahwa secara simultan seluruh
koefisien regresi parsial nilainya nol.
b. Meskipun koefisien korelasi sederhana nilainya tinggi sehingga timbul
estimasi bahwa terjadi kolinieritas ganda, tetapi hal ini belum tentu
berlaku.
c. Untuk mengetahui ada tidaknya kolinieritas ganda dalam suatu model
regresi linier berganda, kita disarankan tidak hanya melihat koefisien
korelasi, tetapi juga koefisien korelasi parsial.
Menurut Gujarati (1978), tindakan untuk memperbaiki multikolinieritas
adalah: (1) menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya, (2)
mengkombinasikan data cross-sectional dan data deretan-waktu, (3)
meninggalkan variabel yang sangat berkolerasi, (4) mentransformasikan data,
dan (5) mendapatkan tambahan atau data baru.
7. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Firdaus (2004), asumsi pada suatu fungsi regresi adalah apabila
variasi dari faktor pengganggu selalu sama pada data pengamatan yang satu ke
data pengamatan yang lain. Jika ciri ini dipenuhi, berarti variasi faktor
pengganggu pada kelompok data tersebut bersifat homoskedastik. Jika asumsi
itu tidak dapat dipenuhi maka dapat dikatakan terjadi penyimpangan.
Penyimpangan terhadap faktor pengganggu sedemikian itu disebut
heteroskedastisitas. Menurut Gujarati (1978), heteroskedastisitas tidak
merusak sifat ketidakbiasan dan konsistensi dari penaksir OLS. Tetapi
penaksir ini tidak lagi mempunyai varians minimum atau efisien. Menurut
Firdaus (2004), keadaan heteroskedastisitas dapat terjadi karena beberapa
sebab, antara lain:
a. Sifat variabel yang diikutsertakan ke dalam model.
b. Sifat data yang digunakan dalam analisis. Pada penelitian dengan
menggunakan data runtut waktu, kemungkinan asumsi itu mungkin benar.
Data itu pada umumnya mengalami perubahan yang relatif sama dan
45
proporsional, baik yang menyangkut data variabel independen maupun
variabel dependen. Tetapi, pada penelitian dengan menggunakan data
seksi silang, kemungkinan asumsi ini benar adalah lebih kecil. Hal ini
disebabkan data itu umumnya tidak mempunyai tingkatan yang
sama/sebanding.
Keadaaan heteroskedastisitas akan mengakibatkan hal-hal berikut:
a. Pengestimasian OLS yang diperoleh tetap memenuhi persyaratan tidak
bias.
b. Varian yang diperoleh menjadi tidak efisien, artinya cenderung membesar
sehingga tidak lagi merupakan varian yang terkecil. Kecenderungan
semakin membesarnya varian tersebut akan mengakibatkan uji hipotesis
yang dilakukan juga tidak akan memberikan hasil yang tidak baik (tidak
valid). Pada uji-t terhadap koefisien regresi, t-hitung diestimasi terlalu
rendah. Kesimpulan tersebut akan semakin jelek jika sampel pengamatan
semakin kecil jumlahnya, dengan demikian model perlu diperbaiki dulu
agar pengaruh dari heteroskedastisitas hilang.
8. Uji Normalitas
Menurut Firdaus (2004), ada beberapa alasan mengenai asumsi kenormalan,
yaitu sebagai berikut:
a. Variabel pengganggu Ui merupakan variabel yang disebabkan adanya
variabel-variabel yang mempengaruhi Y tetapi tidak dimasukkan ke dalam
model regresi. Diharapkan bahwa variabel-variabel yang tidak dimasukkan
dalam model regresi tersebut kecil dan tidak bersifat acak.
b. Teori batas memusat juga menyebutkan bahwa meskipun banyaknya
variabel tidak terlalu besar dan tidak secara penuh independen, jumlahnya
masih bisa didistribusi secara normal.
c. Dengan asumsi kenormalan, distribusi probabilitas pengestimasian yang
diperoleh dengan metode OLS dengan mudah dapat diturunkan, sebab
merupakan sifat yang dimiliki distribusi normal bahwa setiap fungsi linear
dari variabel-variabel yang didistribusikan secara normal dengan
sendirinya didistribusikan secara normal pula.
46 d. Distribusi secara normal adalah distribusi yang relatif secara sederhana,
yang hanya melibatkan rata-rata dan varian, dan sifat teoritisnya telah
dipelajari secara luas dalam statistik matematik.
9. Elastisitas
Nilai elastisitas merupakan respon (tingkat kepekaan) suatu variabel dependen
terhadap perubahan yang terjadi pada variabel independen. Rumus elastisitas
dari suatu persamaan adalah:
=
dimana :
= Elastisitas variabel dependen Y terhadap variabel independen X
= Nilai rata-rata variabel independen ke-i
i = Nilai rata-rata variabel dependen Y
= Parameter estimasi variabel independen ke-i
Jika lebih besar dari satu berarti variabel dependen Y elastis terhadap
perubahan variabel berarti jika lebih kecil dari satu variabel dependen
Y inelastis terhadap perubahan variabel independen .
47
V. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Jenis kelamin responden dibagi dua yaitu laki-laki dan perempuan, pada
wilayah pertama memiliki jarak kurang dari sama dengan 200 meter terdapat dua
responden laki-laki (10 persen) dan 18 responden perempuan (90 persen). Pada
wilayah kedua responden laki-laki sebanyak enam orang (30 persen) dan
responden perempuan sebanyak 14 orang (70 persen). Sedangkan pada wilayah
ketiga responden laki-laki sebanyak lima orang (25 persen) dan responden
perempuan sebanyak 15 orang (75 persen). Sebagian besar responden berjenis
kelamin perempuan karena perempuan lebih sering berada dirumah setiap harinya
sehingga mengetahui dengan jelas keberadaan lingkungan tempat tinggal sebelum
dan setelah keberadaan industri.
Umur responden di Dusun Palahlar dibagi berdasarkan umur produktif dan
umur tidak produktif. Umur produktif berada pada selang umur antara 20 sampai
50 tahun sedangkan umur tidak produktif diatas 50 tahun. Umur responden pada
wilayah pertama masing-masing sebanyak delapan responden (40 persen) berada
pada selang umur 20 sampai 35 tahun dan 36 sampai 50 tahun. Pada wilayah
kedua sebanyak 10 responden (50 persen) berada pada selang umur 20 sampai 35
tahun dan pada wilayah ketiga sebanyak 10 responden (50 persen) berada pada
selang umur 36 sampai 50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa responden Dusun
Palahlar berada pada umur produktif, rata-rata respondennya memiliki anak kecil
yang mudah terserang penyakit karena memiliki daya tahan tubuh yang rendah
akibat seringnya menghirup polusi udara yang ditimbulkan oleh industri
peleburan besi dan baja sehingga menginginkan nilai ganti rugi yang besar.
Jumlah tanggungan keluarga dibagi berdasarkan Keluarga Berencana (KB)
yaitu memiliki anak dengan jumlah dua orang. Pengelompokkan jumlah
tanggungan keluarga yaitu satu sampai tiga orang, empat sampai lima orang, dan
lebih besar dari lima orang. Jumlah tanggungan keluarga pada wilayah pertama
sebanyak 12 rumahtangga (60 persen) memiliki jumlah tanggungan sebanyak
empat sampai lima orang. Pada wilayah kedua sebanyak sembilan rumahtangga
(45 persen) memiliki jumlah tanggungan satu sampai tiga orang dan sebanyak 7
48
rumahtangga (35 persen) memiliki jumlah tanggungan lebih dari lima orang.
Sedangkan pada wilayah ketiga sebanyak 13 rumahtangga (65 persen) memiliki
jumlah tanggungan empat sampai lima orang. Hal ini dapat dilihat bahwa jumlah
tanggungan keluarga Dusun Palahlar banyak atau tidak mengikuti program
keluarga berencana sehingga responden menginginkan nilai ganti rugi yang besar.
Karakteristik responden Dusun Palahlar berdasarkan jenis kelamin, umur, dan
jumlah tanggungan keluarga (Tabel 9).
Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, dan Jumlah Tanggungan Keluarga di Dusun Palahlar Tahun 2013
Karakteristik Wilayah 1 Wilayah 2 Wilayah 3 (Jumlah) (%) (Jumlah) (%) (Jumlah) (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 2 10 6 30 5 25 Perempuan 18 90 14 70 15 75 Jumlah 20 100 20 100 20 100
Umur (tahun)
20-35 8 40 10 50 7 35 36-50 8 40 5 25 10 50 >50 4 20 5 25 3 15 Jumlah 20 100 20 100 20 100
Jumlah TanggunganKeluarga (orang)
1-3 4 20 9 45 4 20 4-5 12 60 4 20 13 65 >5 4 20 7 35 3 15 Jumlah 20 100 20 100 20 100
Tingkat pendidikan formal diklasifikasikan berdasarkan tidak bersekolah,
pendidikan formal tidak tamat, dan pendidikan formal tamat. Pendidikan formal
dikelompokkan berdasarkan tidak bersekolah, SD, SMP, SMA, dan perguruan
tinggi. Pada wilayah pertama sebanyak dua responden (50 persen) tidak
bersekolah dan tidak tamat menyelesaikan sekolah dasar. Pada wilayah kedua dan
ketiga sebanyak satu responden (25 persen) tidak bersekolah dan sebanyak tiga
responden (75 responden) tidak tamat menyelesaikan sekolah dasar. Hal ini
menunjukkan bahwa rendahnya perekonomian masyarakat Dusun Palahlar karena
masyarakat tidak dapat bersekolah dan harus putus sekolah. Sehingga responden
menginginkan nilai ganti rugi yang besar untuk memenuhi kebutuhan sehari-
harinya dan tidak ingin pindah ke lokasi yang lebih baik karena pengetahuan
responden yang kurang.
Pendidikan formal tamat pada wilayah pertama sebanyak delapan
responden (50 persen) menyelesaikan pendidikan SD, pada wilayah kedua
sebanyak enam responden (37 persen) menyelesaikan pendidikan formal SD, dan
49
pada wilayah ketiga sebanyak 10 responden (62 persen) menyelesaikan
pendidikan formal SD. Hal ini menunjukkan bahwa tingkan pendidikan formal
responden Dusun Palahlar masih sangat rendah dan pola berpikir responden tidak
dalam jangka panjang sehingga responden lebih memilih untuk tetap tinggal di
Dusun Palahlar tanpa memikirkan resiko kedepannya.
Jenis pekerjaan kepala keluarga Dusun Palahlar bermacam-macam,
sebagian besar bekerja sebagai buruh pabrik karena Dusun Palahlar terletak pada
pusat industri. Jenis pekerjaan kepala keluarga Dusun Palahlar pada wilayah
Tabel 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Tidak Tamat, Pendidikan Formal Tamat, Pekerjaan, dan Pendapatan di Dusun Palahlar Tahun 2013
Karakteristik Wilayah 1 Wilayah 2 Wilayah 3 (Jumlah) (%) (Jumlah) (%) (Jumlah) (%)
Pendidikan Formal Tidak Tamat
Tidak sekolah 2 50 1 25 1 25
Tidak tamat SD 2 50 3 75 3 75
Jumlah 4 100 4 100 4 100 Pendidikan Formal Tamat
SD 8 50 6 37 10 62 SMP 5 31 5 31 3 19 SMA 1 6 3 19 3 19 Perguruan tinggi
2 13 2 13 - -
Jumlah 16 100 16 100 16 100 Pekerjaan Buruh 3 15 3 15 - -
PLN - - - - 1 5 PNS 1 1 5 - - Buruh Pabrik 11 55 10 50 9 45
Pegawai Swasta 3 15 3 15 2 10
Pensiunan 1 5 - - 1 5 Wiraswasta 1 5 3 15 7 35 Jumlah 20 100 20 100 20 100
Pendapatan (Rp/tahun)
≤26 400 000 14 70 9 45 12 60 26 400 001 -52800 000 4 20 8 40 3 15
52 800 001 -79 200 000 2 10 2 10 2 10
79 200 001 -105 600 000 - - 1 5 1 5
>105 600 000 - - - - 2 10
Jumlah 20 100 20 100 20 100
50
pertama sebanyak 11 kepala keluarga (55 persen) bekerja sebagai buruh pabrik,
pada wilayah kedua sebanyak 10 kepala keluarga (50 persen) bekerja sebagai
buruh pabrik, dan pada wilayah ketiga sebanyak sembilan kepala keluarga (45
persen) bekerja sebagai buruh pabrik.
Pendapatan rumahtangga dibagi berdasarkan Upah Minimum Regional
(UMR) per tahun yaitu Rp 2 200 000 per bulan dikalikan 12. Pendapatan
rumahtangga pada wilayah pertama sebanyak 14 rumahtangga (70 persen)
memiliki pendapatan lebih kecil atau sama dengan Rp 26 400 000 per tahun, pada
wilayah kedua sebanyak sembilan rumahtangga (45 persen) memiliki pendapatan
lebih kecil atau sama dengan Rp 26 400 000 per tahun, dan pada wilayah ketiga
sebanyak 12 rumah tangga (60 persen) memiliki pedapatan lebih kecil atau sama
dengan Rp 26 400 000 per tahun. Pendapatan rumahtangga Dusun Palahlar rendah
yaitu berada pada lebih kecil atau sama dengan upah minimum regional sehingga
responden menginginkan nilai ganti rugi yang besar untuk memenuhi kebutuhan
sehari-harinya dan tidak memiliki dana untuk pindah rumah ke lokasi lain.
Karakteristik responden berdasarkan pendidikan formal, pekerjaan, dan
pendapatan (Tabel 10).
Lama tinggal responden dikelompokkan berdasarkan satu sampai 20
tahun, 21 sampai 40 tahun, 41 sampai 60 tahun, dan lebih besar dari 60 tahun.
Lama tinggal responden pada wilayah pertama sebanyak 12 responden (60 persen)
telah tinggal di Dusun Palahlar selama 21 sampai 40 tahun, pada wilayah kedua
sebanyak 10 responden (50 persen) telah tinggal di Dusun Palahlar selama 21
sampai 40 tahun, dan pada wilayah ketiga sebanyak 10 responden (50 persen)
telah tinggal di Dusun Palahlar selama 21 sampai 40 tahun. Hal ini menunjukkan
responden telah lama tinggal di Dusun Palahlar selama 21 sampai 40 tahun
sehingga responden benar-benar mengetahui keadaan sebelum dan setelah
keberadaan industri. Responden telah lama tinggal di Dusun Palahlar sehingga
menginginkan nilai ganti rugi yang besar dan tidak ingin pindah rumah ke lokasi
lain.
Asal daerah diklasifikasikan berdasarkan responden yang asli Dusun
Palahlar dan responden yang dari luar Dusun Palahlar. Asal daerah pada wilayah
pertama sebanyak 13 responden (65 persen) responden asli Dusun Palahlar, pada
51
wilayah kedua sebanyak 17 responden (85 persen) responden asli Dusun Palahlar,
dan pada wilayah ketiga sebanyak 14 responden (70 persen) responden asli Dusun
Palahlar. Sebagian besar responden merupakan masyarakat asli Dusun Palahlar
sehingga responden tidak ingin pindah rumah dari Dusun Palahlar.
Status kepemilikan rumah responden dibagi menjadi tiga yaitu warisan,
pribadi, dan sewa. Status kepemilikan rumah responden pada wilayah pertama
sebanyak 11 responden (55 persen) memiliki rumah pribadi, pada wilayah kedua
sebanyak 11 responden (55 persen) memiliki rumah pribadi, dan pada wilayah
ketiga sebanyak 12 responden (60 persen) memiliki rumah pribadi. Hal ini
menunjukkan sebagian besar responden memiliki status kepemilikan rumah
pribadi sehingga responden tidak ingin pindah rumah dari Dusun Palahlar.
Karakteristik responden berdasarkan lama tinggal, asal daerah, dan status
kepemilikan rumah (Tabel 11).
Tabel 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal, Asal Daerah, dan Status Kepemilikan Rumah di Dusun Palahlar Tahun 2013
Karakteristik Wilayah 1 Wilayah 2 Wilayah 3 (Jumlah) (%) (Jumlah) (%) (Jumlah) (%)
Lama Tinggal (tahun)
1-20 4 20 4 20 6 30 21-40 12 60 10 50 10 50 41-60 3 15 5 25 4 20 >60 1 5 1 5 - - Jumlah 20 100 20 100 20 100
Asal Daerah Asli Dusun Palahlar
13 65 17 85 14 70
Luar Dusun Palahlar
7 35 3 15 6 30
Jumlah 20 100 20 100 20 100 Status Kepemilikan Rumah
Warisan 8 40 9 45 7 35 Pribadi 11 55 11 55 12 60 Sewa 1 5 - - 1 5 Jumlah 20 100 20 100 20 100
52
53
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan
Lingkungan merupakan bagian terpenting bagi kehidupan manusia karena
lingkungan sebagai tempat manusia tumbuh dan berkembang. Manusia tidak
dapat dipisahkan dari lingkungannya, oleh karena itu manusia sangat
membutuhkan lingkungan untuk proses kehidupan. Kondisi dan kualitas
lingkungan yang baik atau pun buruk dapat mempengaruhi kualitas manusia itu
sendiri. Keberadaan industri peleburan besi dan baja memberikan perubahan yang
besar bagi kondisi dan kualitas lingkungan di Dusun Palahlar. Perubahan tersebut
berupa pencemaran udara, berkembangnya bibit penyakit, mengganggu
kebersihan lingkungan, dan keindahan alam.
Kondisi lingkungan sebelum dan setelah keberadaan industri peleburan
besi dan baja mengalami perubahan. Hasil penelitian terhadap 60 responden
rumahtangga di Dusun Palahlar menunjukkan bahwa sebagian besar responden
merespon kondisi lingkungan sebelum keberadaan industri peleburan besi dan
baja jauh lebih baik dibandingkan setelah keberadaan industri peleburan besi dan
baja. Namun ada juga yang merespon bahwa kondisi lingkungan sebelum dan
setelah keberadaan industri peleburan besi dan baja adalah sama saja atau tidak
mengalami perubahan.
Penilaian kondisi lingkungan sebelum dan setelah keberadaan industri
peleburan besi dan baja ditunjukkan dari persepsi (respon) responden terhadap
kualitas udara, kebersihan, kenyamanan, dan pengaruh terhadap kegiatan sehari-
hari. Persepsi responden terhadap kondisi lingkungan sebelum dan setelah
keberadaan industri peleburan besi dan baja direspon dengan menjawab
pertanyaan yang diajukan sesuai dengan kualitas lingkungan yang dialami.
Penilaian kualitas udara diukur dengan merespon kualitas udara sangat
buruk sampai kualitas udara sangat baik. Hasil respon terhadap kualitas udara
disajikan pada Tabel 12.
54
Tabel 12. Penilaian Kualitas Udara Sebelum dan Setelah Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013
Wilayah (Jarak)
Penilaian Kualitas Udara Sebelum Setelah
Jumlah (%) Jumlah (%)
1 (0-200
m)
Sangat buruk - - 18 90 Buruk - - 2 10 Biasa saja - - - - Baik - - - - Sangat baik 20 100 - -
Total 20 100 20 100
2 (>200-500 m)
Sangat buruk - - 16 80 Buruk - - 3 15 Biasa saja - - - - Baik - - - - Sangat baik 20 100 1 5
Total 20 100 20 100
3 (>500 m)
Sangat buruk - - 9 45 Buruk - - 3 15 Biasa saja - - 1 5 Baik 2 10 5 25 Sangat baik 18 90 2 10
Total 20 100 20 100
Persepsi responden pada wilayah pertama (0-200 m) terhadap kualitas
udara sebelum keberadaan industri sebanyak 20 responden (100 persen) merespon
kualitas udara di lingkungan tempat tinggal sangat baik, sedangkan setelah
keberadaan industri sebanyak 18 responden (90 persen) merespon kualitas udara
di lingkungan tempat tinggal sangat buruk. Persepsi responden pada wilayah
kedua (>200-500 m) terhadap kualitas udara sebelum keberadaan industri
peleburan besi dan baja sebanyak 20 responden (100 persen) merespon kualitas
udara di lingkungan tempat tinggal sangat baik, sedangkan setelah keberadaan
industri sebanyak 16 responden (80 persen) merespon kualitas udara di
lingkungan tempat tinggal sangat buruk. Pada wilayah kedua responden yang
merespon kualitas udara sebelum dan setelah keberadaan industri tidak
mengalami perubahan karena responden merupakan buruh dari industri peleburan
besi dan baja, sehingga responden berusaha menutupinya. Persepsi responden
pada wilayah ketiga (>500 m) terhadap kualitas udara sebelum keberadaan
industri sebanyak 18 responden (90 persen) merespon kualitas udara di
lingkungan tempat tinggal sangat baik, sedangkan setelah keberadaan industri
55
sebanyak sembilan responden (45 persen) merespon kualitas udara di lingkungan
tempat tinggal sangat buruk. Pada wilayah ketiga terdapat persepsi responden
yang menyatakan kualitas udara setelah keberadaan industri biasa saja, baik
bahkan sangat baik karena jarak tempat tinggal responden dari industri peleburan
besi dan baja yang semakin jauh sehingga dampak yang direspon semakin
berkurang. Semakin menurun kualitas udara setelah keberadaan industri peleburan
besi dan baja karena industri tidak memenuhi baku mutu untuk ambang batas dan
emisi nasional, sehingga zat berbahaya yang dihasilkan industri tercampur
kedalam udara bersih yang dikonsumsi rumahtangga sekitar industri.
Persepsi responden terhadap kebersihan tempat tinggal sebelum dan
setelah keberadaan industri peleburan besi dan baja diukur dengan cara responden
merespon kebersihan tempat tinggal mereka dari sangat kotor sampai sangat
bersih. Hasil penilaian responden terhadap kebersihan tempat tinggal disajikan
pada Tabel 13.
Tabel 13. Penilaian Kebersihan Tempat Tinggal Sebelum dan Setelah Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013
Wilayah (Jarak)
Penilaian Kebersihan Tempat Tinggal
Sebelum Setelah Jumlah (%) Jumlah (%)
1 (0-200
m)
Sangat kotor - - 20 100 Kotor - - - - Biasa saja - - - - Bersih - - - - Sangat bersih 20 100 - -
Total 20 100 20 100
2 (>200-500 m)
Sangat kotor - - 20 100 Kotor - - - - Biasa saja 1 5 - - Bersih - - - - Sangat bersih 19 95 - -
Total 20 100 20 100
3 (>500 m)
Sangat kotor - - 10 50 Kotor - - 1 5 Biasa saja 4 20 2 10 Bersih - - - - Sangat bersih 16 80 7 35
Total 20 100 20 100
56
Persepsi responden pada wilayah pertama (0-200 m) terhadap kebersihan
tempat tinggal sebelum keberadaan industri sebanyak 20 responden (100 persen)
merespon tempat tinggalnya sangat bersih, sedangkan setelah keberadaan industri
sebanyak 20 responden (100 persen) merespon tempat tinggalnya sangat kotor.
Persepsi responden pada wilayah kedua (>200-500 m) terhadap kebersihan tempat
tinggal sebelum keberadaan industri sebanyak 19 responden (95 persen) merespon
kebersihan tempat tinggalnya sangat bersih, sedangkan setelah keberadaan
industri seluruh responden sebanyak 20 responden (100 persen) merespon
kebersihan tempat tinggalnya sangat kotor. Persepsi responden pada wilayah
ketiga (>500 m) terhadap kebersihan tempat tinggal sebelum keberadaan industri
sebanyak 16 responden (80 persen) merespon kebersihan tempat tinggalnya
sangat bersih, sedangkan setelah keberadaan industri sebanyak 10 responden (50
persen) merespon kebersihan tempat tinggalnya sangat kotor. Wilayah pertama
dan kedua menyatakan kebersihan tempat tinggalnya setelah keberadaan industri
peleburan besi dan baja menjadi sangat kotor, sedangkan wilayah yang jaraknya
paling jauh yaitu wilayah ketiga masih ada yang merespon kebersihan tempat
tinggalnya sangat bersih karena memiliki jarak tempat tinggal yang jauh dari
industri sehingga dampak yang ditimbulkan industri peleburan besi dan baja
semakin berkurang.
Persepsi responden terhadap kenyamanan yang dirasakan sebelum dan
setelah keberadaan industri peleburan besi dan baja diukur dengan cara responden
merespon satu dari pilihan sangat tidak nyaman sampai sangat nyaman. Hasil
penilaian responden terhadap kenyamanan disajikan pada Tabel 14.
Persepsi responden pada wilayah pertama (0-200 m) terhadap kenyamanan
yang direspon sebelum keberadaan industri sebanyak 20 responden (100 persen)
merespon sangat nyaman tinggal di Dusun Palahlar, sedangkan setelah
keberadaan industri sebanyak 17 responden (85 persen) merespon tidak nyaman
tinggal di Dusun Palahlar. Persepsi responden pada wilayah kedua (>200-500 m)
terhadap kenyamanan yang direspon sebelum keberadaan industri sebanyak 20
responden (100 persen) merespon sangat nyaman tinggal di Dusun Palahlar,
sedangkan setelah keberadaan industri sebanyak 16 responden (80 persen)
merespon tidak nyaman tinggal di Dusun Palahlar. Pada wilayah kedua responden
57
Tabel 14. Penilaian Kenyamanan Sebelum dan Setelah Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013
Wilayah (Jarak)
Penilaian Kenyamanan Sebelum Setelah
Jumlah (%) Jumlah (%)
1 (0-200
m)
Sangat tidak nyaman - - 3 15 Tidak nyaman - - 17 85 Nyaman - - - - Sangat nyaman 20 100 - -
Total 20 100 20 100
2 (>200-500 m)
Sangat tidak nyaman - - 3 15 Tidak nyaman - - 16 80 Nyaman - - - - Sangat nyaman 20 100 1 5
Total 20 100 20 100
3 (>500 m)
Sangat tidak nyaman - - 5 25 Tidak nyaman - - 8 40 Nyaman - - 1 5 Sangat nyaman 20 100 6 30
Total 20 100 20 100
yang tetap merespon sangat nyaman tinggal di Dusun Palahlar setelah keberadaan
industri karena responden tersebut bekerja di industri peleburan besi dan baja
sehingga responden menutupi ketidaknyamanannya. Persepsi responden pada
wilayah ketiga (>500 m) terhadap kenyamanan yang direspon sebelum
keberadaan industri sebanyak 20 responden (100 persen) merespon sangat
nyaman tinggal di Dusun Palahlah, sedangkan setelah keberadaan industri
sebanyak delapan responden (40 persen) menyatakan tidak nyaman tinggal di
Dusun Palahlar. Pada wilayah ketiga terdapat responden yang tetap merespon
sangat nyaman sebelum dan setelah keberadaan industri karena memiliki jarak
tempat tinggal dari industri yang semakin jauh sehingga dampak semakin
berkurang.
Dampak yang dikeluarkan oleh industri dapat mengganggu kegiatan
sehari-hari, perbandingan persepsi responden sebelum dan setelah keberadaan
industri diukur dengan cara merespon satu dari pilihan sangat mengganggu
sampai sangat tidak mengganggu. Hasil penilaian responden terhadap pengaruh
pada kegiatan sehari-hari disajikan pada Tabel 15.
58
Tabel 15. Penilaian Pengaruh terhadap Kegiatan Sehari-hari Sebelum dan Setelah Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013
Wilayah (Jarak)
Penilaian Pengaruh terhadap Kegiatan Sehari-
hari
Sebelum Setelah
Jumlah (%) Jumlah (%)
1 (0-200
m)
Sangat mengganggu - - 18 90 Mengganggu - - - - Biasa saja - - 2 10 Tidak mengganggu - - - - Sangat tidak mengganggu 20 100 - -
Total 20 100 20 100
2 (>200-500 m)
Sangat mengganggu - - 15 75 Mengganggu - - 2 10 Biasa saja - - 2 10 Tidak mengganggu - - - - Sangat tidak mengganggu 20 100 1 5
Total 20 100 20 100
3 (>500 m)
Sangat mengganggu - - 5 25 Mengganggu - - 2 10 Biasa saja - - 3 15 Tidak mengganggu - - - - Sangat tidak mengganggu 20 100 10 50
Total 20 100 20 100
Persepsi responden pada wilayah pertama (0-200 m), kedua (>200-500 m)
dan ketiga (>500 m) terhadap pengaruh pada kegiatan sehari-hari sebelum
keberadaan industri, ketiga wilayah sebanyak 20 responden (100 persen)
merespon sangat tidak mengganggu kegiatan sehari-hari. Persepsi responden pada
wilayah pertama (0-200 m) terhadap pengaruh pada kegiatan sehari-hari setelah
keberadaan industri sebanyak 18 responden (90 persen) merespon sangat
mengganggu. Persepsi responden pada wilayah kedua (>200-500 m) terhadap
pengaruh pada kegiatan sehari-hari setelah keberadaan industri sebanyak 15
responden (75 persen) merespon sangat mengganggu. Pada wilayah kedua
responden yang merespon sangat tidak mengganggu setelah keberadaan industri
peleburan besi dan baja karena responden jarang berada di rumah sehingga tidak
begitu merespon dampak dari industri terhadap kegiatan sehari-harinya. Persepsi
responden pada wilayah ketiga (>500 m) terhadap pengaruh pada kegiatan sehari-
hari setelah keberadaan industri sebanyak 10 responden (50 persen) merespon
sangat tidak mengganggu, karena semakin jauh jarak tempat tinggal dari industri
59
maka, semakin kecil responden yang merespon terganggu oleh keberadaan
industri peleburan besi dan baja.
6.2. Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Kesehatan Masyarakat
Sehat secara fisik dapat dirasakan apabila tubuh tidak mengalami
gangguan dan berjalan secara normal atau dapat apabila seseorang tidak mengeluh
sakit. Menjadi sehat merupakan harapan bagi setiap manusia, oleh karena itu kita
harus menjaga kesehatan dimulai dengan makan-makanan yang bergizi empat
sehat lima sempurna dan harus didukung dengan lingkungan yang baik.
Keberadaan industri peleburan besi dan baja memberikan dampak negatif
bagi masyarakat berupa pencemaran udara yang dikeluarkan dari sisa produksi.
Pencemaran udara tersebut menimbulkan penyakit bagi masyarakat yang
menghirup udara dalam jangka panjang. Penyakit yang ditimbulkan berupa
penyakit batuk, pusing, flu, dan sesak nafas. Besarnya kerugian yang diderita
rumahtangga akibat penurunan kualitas kesehatan disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Biaya Pengobatan Sebelum dan Setelah Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013
Wilayah
Jumlah Penderita Sebelum
(RT)
Biaya Pengobatan
Sebelum (Rp/tahun)
Jumlah Penderita
Setelah (RT)
Biaya Pengobatan
Setelah (Rp/tahun)
Selisih Biaya
Pengobatan (Rp)
1 10 710 500 20 21 440 000 20 729 500 2 10 900 000 14 10 396 000 9 496 000 3 8 641 000 10 9 417 000 8 776 000
Total 28 2 251 500 44 41 253 000 39 001 500
Pada wilayah pertama, jumlah rumahtangga yang mengalami sakit
sebelum keberadaan industri peleburan besi dan baja sebanyak 10 rumahtangga
dengan biaya pengobatan Rp 710 500 per tahun sedangkan setelah keberadaan
industri jumlah rumahtangga yang sakit sebanyak 20 rumahtangga (100 persen)
dengan biaya pengobatan Rp 21 440 000 per tahun. Jumlah rumahtangga yang
menderita penyakit pada wilayah kedua sebelum keberadaan industri peleburan
besi dan baja sebanyak 10 rumahtangga dengan biaya pengobatan Rp 900 000 per
tahun dan setelah keberadaan industri jumlah rumahtangga yang menderita sakit
60
bertambah menjadi 14 rumahtangga dengan biaya pengobatan Rp 10 396 000 per
tahun. Sebelum keberadaan industri peleburan besi dan baja jumlah rumahtangga
yang menderita sakit pada wilayah ketiga sebanyak delapan rumahtangga dengan
biaya pengobatan sebesar Rp 641 000 per tahun sedangkan setelah keberadaan
industri jumlah yang menderita sakit bertambah menjadi 10 rumahtangga dengan
biaya pengobatan Rp 9 417 000 per tahun.
Total kerugian yang dikeluarkan rumahtangga untuk membiayai
pengobatan anggota rumahtangga sebelum keberadaan industri peleburan besi dan
baja adalah Rp 2 251 500 per tahun, setelah keberadaan industri peleburan besi
dan baja sebesar Rp 41 253 000 per tahun, dan perubahan biaya pengobatan
setelah keberadaan industri sebesar Rp 39 001 500, dengan jumlah rumahtangga
yang menderita penyakit sebelum keberadaan industri 26 rumahtangga dan
sebanyak 42 rumahtangga setelah keberadaan industri. Total biaya pengobatan
setelah keberadaan industri peleburan besi dan baja meningkat tajam dikarenakan
banyaknya rumahtangga yang berobat ke mantri, klinik maupun rumah sakit.
Sebelum keberadaan industri masyarakat hanya menderita penyakit musiman
seperti batuk, flu, dan pusing namun setelah keberadaan industri penyakit tersebut
menjadi lebih sering diderita oleh rumahtangga dan bertambah penyakit sesak
nafas. Sehingga rumahtangga pun beralih dari berobat di puskesmas menjadi ke
klinik, mantri, rumah sakit namun sebagian rumahtangga masih ada yang berobat
ke puskesmas karena biaya pengobatan yang lebih murah dan terjangkau. Hasil
perhitungan biaya berobat masyarakat (Lampiran 3).
6.3. Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Nilai Ganti Rugi yang Layak diterima oleh
Masyarakat
Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) dalam penelitian ini
digunakan untuk mengestimasi dampak pencemaran oleh kegiatan industri
peleburan besi dan baja terhadap besarnya nilai ganti rugi yang layak diterima
oleh masyarakat. Nilai ganti rugi diperlukan karena masyarakat yang tinggal di
sekitar industri memiliki hak untuk dapat menghirup udara mereka tanpa
tercemar. Pada kasus ini, pihak industri mendekat kepada masyarakat (daerah
61
tempat tinggal) sehingga menurunkan kualitas lingkungan disekitar industri. Hasil
dari pelaksanaan metode CVM adalah sebagai berikut:
1. Membangun Pasar Hipotetis (Setting Up the Hypothetical Market)
Pasar hipotetis dibentuk atas dasar keberadaan industri peleburan besi dan baja
memberikan dampak negatif terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan
masyarakat sekitar wilayah industri. Timbulnya penurunan kualitas
lingkungan dan penurunan tingkat kesehatan karena industri memiliki jarak
yang dekat dengan tempat tinggal masyarakat di Dusun Palahlar berupa
pencemaran udara. Oleh karena itu, diperlukan adanya nilai ganti rugi atas
pencemaran tersebut dari pihak industri. Ganti rugi diperlukan karena
masyarakat sekitar kawasan industri memiliki hak untuk dapat menghirup
udara yang bersih tanpa tercemar. Pemberian nilai gajnti rugi ini ditujukan
sebagai pertanggung jawaban atas penurunan kualitas lingkungan di Dusun
Palahlar.
Skenario:
Apabila pihak industri peleburan besi dan baja akan memberlakukan
pemberian ganti rugi kepada masyarakat disekitar industri yang terkena
dampak berupa penurunan kualitas lingkungan. Besarnya nilai ganti rugi akan
langsung ditanyakan kepada setiap rumahtangga sesuai dengan kerugian yang
bener-benar dirasakan oleh setiap rumahtangga dan akan digunakan untuk apa
saja nilai ganti rugi tersebut.
2. Memperoleh Nilai WTA
Besarnya nilai WTA didapatkan dari hasil wawancara yang dilakukan
menggunakan metode open-ended question. Berdasarkan hasil perhitungan
dari ketiga wilayah, wilayah pertama memiliki nilai rata-rata WTA paling
tinggi yaitu sebesar Rp 6 712 350 per rumahtangga per tahun karena wilayah
pertama meiliki jarak tempat tinggal yang terdekat dengan industri sehingga
merasakan dampak yang paling besar. Perbandingan nilai WTA setiap wilayah
(Tabel 17).
62 Tabel 17. Perbandingan Nilai WTA Setiap Wilayah di Dusun Palahlar
Tahun 2013
Wilayah (Jarak)
Jumlah Sampel
Min (Rp/RT/tah
un)
Maks (Rp/RT/tah
un)
Rata-rata (Rp/RT/tah
un)
Total (Rp/RT/tah
un) 1 20 39 000 23 400 000 6 712 350 134 247 000 (≤200 m)
2 20 60 000 18 000 000 4 396 400 87 928 000 (201-500 m)
3 20 450 000 12 380 000 3 868 950 77 379 000 (>500 m) Total 299 554 000
Besarnya nilai WTA masyarakat Dusun Palahlar digunakan untuk biaya
kesehatan, biaya pencegahan, dan kebutuhan. Kebutuhan tersebut berupa
kebutuhan sehari-hari, sekolah maupun untuk menambah modal usaha.
Penggunaan nilai WTA tiap wilayah (Tabel 18).
Tabel 18. Penggunaan Nilai WTA di Dusun Palahlar Tahun 2013
Wilayah Kesehatan RT (%)
Biaya Pencegahan
RT (%)
Kebutuhan RT (%)
Kesehatan dan
Pencegahan RT (%)
Kesehatan dan
Kebutuhan RT (%)
1 10.00 - 10.00 - 13.33 2 5.00 1.66 16.66 - 10.00 3 12.00 1.66 13.33 1.66 5.00
3. Menghitung Estimasi Nilai Rataan WTA
Estimasi nilai rataan WTA (estimating mean WTA) dihitung berdasarkan nilai
distribusi WTA rumahtangga. Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan, maka diperoleh rataan WTA (EWTA) sebesar Rp 4 010 000 per
rumahtangga per tahun. Nilai tersebut mencerminkan besarnya kerugian setiap
rumahtangga per tahun yang terkena dampak negatif dari industri peleburan
besi dan baja. Data distribusi Willingness to Accept (WTA) rumahtangga
Dusun Palahlar disajikan pada Tabel 19.
4. Mengestimasi Bid Curve
Berdasarkan nilai WTA rumahtangga terhadap nilai ganti rugi yang diajukan,
maka akan dibentuk kurva WTA rumahtangga. Kurva WTA ini
menggambarkan hubungan antara tingkat WTA yang diinginkan oleh
63
Tabel 19. Distribusi WTA Rumahtangga di Dusun Palahlar Tahun 2013
No. Kelas WTA (Rp/RT/tahun) Frekuensi Frekuensi
Relatif Kelas Mean WTA
(Rp) 1. 1 - 500 000 6 0.10 25 000 2. 500 001 - 1 000 000 11 0.18 135 000 3. 1 000 001 - 1 500 000 8 0.14 175 000 4. 2 000 001 - 2 500 000 2 0.03 67 500 5. 2 500 001 - 3 000 000 2 0.03 82 500 6. 3500 001 - 4 000 000 5 0.09 337 500 7. 4 500 001 - 5 000 000 4 0.07 190 000 8. 5 000 001 - 5 500 000 1 0.01 52 500 9. 5 500 001 - 6 000 000 1 0.01 57 500 10. 6 000 001 - 6 500 000 1 0.01 62 500 11. 6 500 001 - 7 000 000 1 0.01 67 500 12. 7 000 001 - 7 500 000 6 0.10 725 000 13. 7 500 001 - 8 000 000 1 0.01 77 500 14. 8 500 001 - 9 000 000 1 0.01 87 500 15. 10 500 001 - 11 000 000 2 0.03 322 500 16. 11 000 001 - 11 500 000 2 0.03 337 500 17. 12 000 001 - 12 500 000 1 0.01 122 500 18. 14 000 001 - 14 500 000 1 0.01 142 500 19. 16 000 001 - 16 500 000 1 0.01 162 500 20. 18 000 001 - 18 500 000 2 0.03 547 500 21. 23 000 001 - 23 500 000 1 0.01 232 500
Total 60 1.00 4 010 000
responden (Rp/RT/tahun) dengan jumlah kumulatif rumahtangga yang
bersedia menerima pada tingkat WTA tersebut. Berdasarkan hasil survei,
maka nilai WTA dapat digolongkan menjadi 21 kelompok disajikan pada
Tabel 20, sedangkan kurva penawaran WTA disajikan pada Gambar 3.
Tabel 20 menyajikan jumlah kumulatif total rumahtangga yang bersedia
menerima pada tingkat WTA tertentu. Nilai kumulatif pada tabel semakin
kebawah semakin besar jumlahnya karena semakin besar nilai WTA, maka
semakin banyak rumahtangga yang bersedia menerima nilai WTA tertentu.
Jumlah rumahtangga yang bersedia menerima ganti rugi pada tingkat WTA
Rp 250 000 sebanyak enam rumahtangga. Jumlah rumahtangga yang bersedia
menerima ganti rugi pada tingkat WTA Rp 750 000 sebanyak 17
rumahtangga. Jumlah 17 rumahtangga ini didapat dari jumlah rumahtangga
yang menerima ganti rugi pada tingkat WTA Rp 750 000 ditambah dengan
enam rumahtangga yang menerima ganti rugi pada tingkat WTA lebih rendah
yaitu Rp 250 000. Rumahtangga yang ditambahkan pada tingkat WTA yang
64 lebih tinggi karena rumahtangga tersebut juga bersedia menerima ganti rugi
yang lebih besar.
Tabel 20. Besaran Nilai Kelas dan Nilai Tengah WTA Rumahtangga di Dusun Palahlar Tahun 2013
No. Kelas WTA (Rp/RT/tahun)
Nilai Tengah WTA (Rp) Frekuensi Kumulatif
1. 1 - 500 000 250 000 6 6 2. 500 001 - 1 000 000 750 000 11 17 3. 1 000 001 - 1 500 000 1 250 000 8 25 4. 2 000 001 - 2 500 000 2 250 000 2 27 5. 2 500 001 - 3 000 000 2 750 000 2 29 6. 3500 001 - 4 000 000 3 750 000 5 34 7. 4 500 001 - 5 000 000 4 750 000 4 38 8. 5 000 001 - 5 500 000 5 250 000 1 39 9. 5 500 001 - 6 000 000 5 750 000 1 40 10. 6 000 001 - 6 500 000 6 250 000 1 41 11. 6 500 001 - 7 000 000 6 750 000 1 42 12. 7 000 001 - 7 500 000 7 250 000 6 48 13. 7 500 001 - 8 000 000 7 750 000 1 49 14. 8 500 001 - 9 000 000 8 750 000 1 50 15. 10 500 001 - 11 000 000 10 750 000 2 52 16. 11 000 001 - 11 500 000 11 250 000 2 54 17. 12 000 001 - 12 500 000 12 250 000 1 55 18. 14 000 001 - 14 500 000 14 250 000 1 56 19. 16 000 001 - 16 500 000 16 250 000 1 57 20. 18 000 001 - 18 500 000 18 250 000 2 59 21. 23 000 001 - 23 500 000 23 250 000 1 60
Nilai tengah WTA (Rp/RT/tahun)
Jumlah sampel (rumahtangga)
Gambar 3. Kurva Penawaran WTA Rumahtangga di Dusun Palahlar Tahun 2013
0
5000000
10000000
15000000
20000000
25000000
0 10 20 30 40 50 60 70
65
5. Menentukan Total WTA atau Mengagregasikan Data
Agregasi data adalah proses dimana penawaran rata-rata (nilai tengah
penawaran) dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai total WTA rumahtangga di
Dusun Palahlar sebesar Rp 298 000 000 per tahun dan nilai total WTA
populasi di Dusun Palahlar diestimasi sebesar Rp 1 154 880 000 per tahun.
Hasil perhitungan dari total 60 rumahtangga (Tabel 21).
Tabel 21. Total WTA Rumahtangga di Dusun Palahlar Tahun 2013
No. Kelas WTA (Rp/RT/tahun)
Nilai tengah WTA (Rp) Frekuensi Total nilai WTA
(Rp/tahun) 1. 1 - 500 000 250 000 6 1 500 000 2. 500 001 - 1 000 000 750 000 11 8 250 000 3. 1 000 001 - 1 500 000 1 250 000 8 10 000 000 4. 2 000 001 - 2 500 000 2 250 000 2 4 500 000 5. 2 500 001 - 3 000 000 2 750 000 2 5 500 000 6. 3500 001 - 4 000 000 3 750 000 5 18 750 000 7. 4 500 001 - 5 000 000 4 750 000 4 19 000 000 8. 5 000 001 - 5 500 000 5 250 000 1 5 250 000 9. 5 500 001 - 6 000 000 5 750 000 1 5 750 00010. 6 000 001 - 6 500 000 6 250 000 1 6 250 00011. 6 500 001 - 7 000 000 6 750 000 1 6 750 00012. 7 000 001 - 7 500 000 7 250 000 6 43 500 00013. 7 500 001 - 8 000 000 7 750 000 1 7 750 00014. 8 500 001 - 9 000 000 8 750 000 1 8 750 00015. 10 500 001 - 11 000 000 10 750 000 2 21 500 00016. 11 000 001 - 11 500 000 11 250 000 2 22 500 00017. 12 000 001 - 12 500 000 12 250 000 1 12 250 00018. 14 000 001 - 14 500 000 14 250 000 1 14 250 00019. 16 000 001 - 16 500 000 16 250 000 1 16 250 00020. 18 000 001 - 18 500 000 18 250 000 2 36 500 00021. 23 000 001 - 23 500 000 23 250 000 1 23 250 000
Total 60 298 000 000
Nilai TWTA tersebut diperoleh dari 60 sampel yang terdiri dari rumahtangga.
Nilai tersebut menggambarkan bagaimana masyarakat sangat merasa
dirugikan atas penurunan kualitas lingkungan yang terjadi di tempat tinggal
mereka.
6. Evaluasi Pelaksanaan CVM
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, diperoleh nilai sebesar 49.27
persen. Nilai ini menunjukkan keragaman WTA rumahtangga 49.27 persen
dijelaskan oleh variabel-variabel independen dalam model dan sisanya (50.73
66 persen) dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Hasil pelaksanaan CVM
dalam penelitian mengenai WTA ini dapat diyakini kebenaran dan
keandalannya.
6.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Ganti Rugi yang Bersedia diterima Masyarakat
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai ganti rugi yang
bersedia diterima masyarakat menggunakan analisis regresi berganda. Variabel
independen terdiri dari tingkat pendidikan, pendapatan, lama tinggal, jarak tempat
tinggal dari industri, jumlah tanggungan keluarga, umur, dan besarnya biaya
kesehatan. Sedangkan variabel dependen adalah besarnya nilai WTA. Hasil
estimasi model WTA disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22. Hasil Estimasi Regresi Berganda Model WTA di Dusun Palahlar Tahun 2013
Variabel Label Parameter Estimate Pr > |t| Elastisitas
Intercept 2.141960 <.000100 PDDKN Pendidikan 0.288300 0.048050* - PNDPTN Pendapatan -0.000001 0.242050 -0.011151 LMTG Lama tinggal 0.008160 0.053600** 0.075113 JRSI Jarak tempat
tinggal dari industri -0.000439 0.020900* -0.051464
JTK Jumlah tanggungan keluarga
0.054170 0.107250 0.070589
DU1 Umur muda 0.951580 <.000100* - DU2 Umur menengah 0.925330 <.000100* - BSHT Biaya kesehatan 0.000007 0.442550 0.001416
Keterangan: * nyata pada taraf (α) 0.05 ** nyata pada taraf (α) 0.10
Model yang dihasilkan dari regresi berganda adalah:
LnWTA = 2.141960 + 0.288300 PDDKN - 0.000001 PNDPTN + 0.008160 LMTG - 0.000439 JRSI + 0.054170 JTK + 0.951580 DU1 + 0.925330 DU2 - 0.000007 BSHT
Hasil lengkap dari pengolahan data disajikan pada Lampiran 5. Nilai
sebesar 49.270000 persen dan Uji F memiliki p-value <.0001 yang lebih kecil dari
taraf nyata α= 10 persen, nilai ini menunjukkan keragaman nilai WTA
rumahtangga yang dapat dijelaskan secara nyata oleh keragaman variabel tingkat
pendidikan, pendapatan, lama tinggal, jarak tempat tinggal dari industri, jumlah
tanggungan keluarga, umur, dan biaya kesehatan sebesar 49.270000 persen,
67
sisanya 50.730000 persen dijelaskan oleh faktor lain. Berdasarkan Lampiran 5
diketahui bahwa nilai Variance Inflation (VIF) masing-masing variabel
independen kurang dari 10, mengindikasikan tidak ada kolinieritas ganda dalam
model regresi berganda. Uji Heteroskedastisitas dapat dilihat pada Lampiran 5
dan Gambar 1 yang menunjukkan ragam sebaran dari variabel pengganggu
konstan pada setiap nilai variabel independen dan p-value pada Uji Park untuk
semua variabel independen tidak signifikan pada taraf nyata α= 10 persen, maka
hasil estimasi model WTA bersifat homoskedastisitas. Uji normalitas pada
Lampiran 5 dapat dilihat nilai p-value pada Uji Kolmogorov-Smirnov lebih besar
dari taraf nyata α= 10 persen (>0.150000) artinya data menyebar normal, plot
kenormalan ditunjukkan oleh Gambar 2 bahwa pola data mendekati garis lurus
sehingga data menyebar normal. Hasil Uji-t menunjukkan tingkat pendidikan,
lama tinggal, jarak tempat tinggal dari industri, umur muda, dan umur menengah
berpengaruh terhadap besarnya nilai WTA rumahtangga.
Variabel independen yang berpengaruh adalah:
1. Tingkat pendidikan dengan p-value sebesar 0.048050 yang artinya bahwa
variabel ini berpengaruh terhadap nilai WTA rumahtangga dengan taraf nyata
α = 0.050000. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti jika rumahtangga
yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, maka nilai WTA akan
semakin semakin besar. Berdasarkan hasil estimasi, nilai parameter estimasi
pendidikan adalah 0.288300. Artinya setiap peningkatan satu tahun masa
pendidikan dengan pendidikan terakhir SMP, akan meningkatkan nilai WTA
sebesar 28.830000 persen dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus.
2. Jarak tempat tinggal dari industri dengan p-value sebesar 0.020900 yang
artinya bahwa variabel ini berpengaruh terhadap nilai WTA rumahtangga
dengan taraf nyata α = 0.050000. Nilai koefisien bertanda negatif (-) berarti
jika rumahtangga yang memiliki jarak tempat tinggal dari industri yang
semakin jauh, maka nilai WTA akan semakin semakin kecil. Berdasarkan
hasil estimasi, nilai parameter estimasi jarak tempat tinggal dari industri
adalah 0.000439. Artinya setiap penambahan satu meter jarak tempat tinggal
dari industri, akan menurunkan nilai WTA sebesar 0.043900 persen dengan
68 asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Elastisitas jarak tempat tinggal dari
industri terhadap nilai WTA rumahtangga adalah -0.051464 yang berarti
peningkatan jarak tempat tinggal dari industri sebesar satu persen akan
menurunkan nilai WTA rumahtangga sebesar 0.051464 persen. Nilai
elastisitas lama tinggal bersifat inelastis yang berarti perubahan peningkatan
jarak tempat tinggal dari industri memberikan respon yang lebih kecil
terhadap penurunan nilai WTA. Hasil pengolahan data menunjukkan variabel
jarak tempat tinggal dari industri merupakan variabel yang signifikan, maka
pengolahan data dapat lebih spesifik yaitu pengolahan data berdasarkan strata
jarak tempat tinggal dari industri.
3. Tingkat umur dangan p-value sebesar <.000100 yang artinya bahwa variabel
ini berpengaruh terhadap nilai WTA rumahtangga dengan taraf nyata α =
0.050000. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti jika rumahtangga yang
memiliki tingkat umur yang semakin dewasa maka nilai WTA akan semakin
besar. Berdasarkan hasil estimasi, nilai parameter estimasi umur muda adalah
0.951580. Artinya setiap penambahan umur responden satu tahun dengan
umur yang lebih kecil dari 30 tahun, akan meningkatkan nilai WTA sebesar
95.158000 persen dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Nilai
parameter estimasi umur menengah adalah 0.925330. Artinya setiap
penambahan umur responden satu tahun dengan umur antara 30 sampai 50
tahun, akan meningkatkan nilai WTA sebesar 92.533000 persen dengan
asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Kelompok umur yang lebih muda
memiliki nilai WTA yang lebih besar dibandingkan kelompok umur yang
lebih tua.
4. Lama tinggal di Dusun Palahlar dengan p-value sebesar 0.053600 yang artinya
bahwa variabel ini berpengaruh terhadap nilai WTA rumahtangga dengan
taraf α = 0.100000. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti jika
rumahtangga yang memiliki lama tinggal di Dusun Palahlar yang semakin
lama maka nilai WTA akan semakin besar. Berdasarkan hasil estimasi, nilai
parameter estimasi lama tinggal adalah 0.008160. Artinya setiap penambahan
lama tinggal satu tahun, akan meningkatkan nilai WTA sebesar 0.816000
persen dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Elastisitas lama
69
tinggal terhadap nilai WTA rumahtangga adalah 0.075113 yang berarti
penambahan masa tinggal sebesar satu persen akan meningkatkan nilai WTA
rumahtangga sebesar 0.075113 persen. Nilai elastisitas lama tinggal bersifat
inelastis yang berarti perubahan peningkatan lama tinggal memberikan respon
yang lebih kecil terhadap penambahan nilai WTA.
6.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Rumahtangga untuk Pindah dari Sekitar Wilayah Industri
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi sampel terhadap
keputusan untuk pindah rumah dari Dusun Palahlar ke lokasi yang lebih baik,
variabel dependen yang digunakan adalah pindah atau tidak pindah dari sekitar
wilayah industri peleburan besi dan baja. Variabel independen yang digunakan
terdiri dari variabel tingkat pendidikan, pendapatan, lama tinggal, jarak tempat
tinggal dari industri, status kepemilikan rumah, dan biaya kesehatan.
Hasil dari penelitian keseluruhan sampel adalah 11 sampel (18 persen)
yang menyatakan keputusan untuk pindah dari sekitar wilayah industri peleburan
besi dan baja sebanyak 49 sampel (82 persen) yang menyatakan tidak ingin
pindah (Tabel 23). Alasan sampel menyatakan keputusan untuk pindah
diantaranya adalah kesehatan mereka terganggu, kebersihan lingkungan, dan
wilayah tempat tinggalnya sudah tidak layak untuk ditempati karena telah
tercemar. Hasil regresi logistik persepsi sampel terhadap keinginannya untuk
pindah dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja disajikan pada Tabel
24.
Tabel 23. Hasil Penelitian Mengenai Keputusan untuk Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013
Persepsi Jumlah Sampel Presentase (%) Pindah 11 18 Tidak Pindah 49 82 Jumlah 60 100
Analisis regresi logistik dilakukan dengan menggunakan software
SAS/ETS version 9.1 dengan memasukkan semua variable independen ke dalam
model. Uji G sebesar 26.02 dengan p-value sebesar 0.0005 yang lebih kecil dari
70
Tabel 24. Hasil Estimasi Regresi Logistik Model Keputusan Rumahtangga untuk Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013
Parameter Estimate Wald P-value Odds rasio Intercept 8.932200 0.001900 0.482750 PDDKN 5.243500 11.081900 0.000450* 189.323000 PNDPTN 0.000023 1.541600 0.107200 1.000000 LMTG -1.615700 2.022100 0.077500** 0.199000 JRSI -2.538700 4.182400 0.020400* 0.079000 DSK1 -9.397700 0.002100 0.481850 <0.001000 DSK2 -10.647500 0.002700 0.479450 <0.001000 BSHT 0.000383 0.662000 0.207900 1.000000 Keterangan: * nyata pada taraf (α) 0.05
** nyata pada taraf (α) 0.10
Model yang dihasilkan dari regresi logistik adalah:
Li Pindah = 8.932200 + 5.243500 PDDKN + 0.000023 PNDPTN – 1.615700 LMTG – 2.538700 JRSI - 9.397700 DSK1 – 10.647500 DSK2 + 0.000383 BSHT
taraf nyata α= 10 persen yang berarti bahwa setidaknya ada satu variabel yang
berpengaruh terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk pindah.
Hasil Uji Wald menunjukkan tingkat pendidikan, lama tinggal, dan jarak tempat
tinggal dari industri berpengaruh terhadap keputusan rumahtangga untuk pindah.
Hasil pengolahan data dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 6.
Variabel independen yang berpengaruh adalah:
1. Variabel tingkat pendidikan berpengaruh pada selang kepercayaan 95 persen.
Variabel ini memiliki p-value 0.000450, sedangkan nilai koefisien bernilai
positif (+) yang berarti untuk setiap penambahan tingkat pendidikan satu
tahun maka rumahtangga menyatakan keputusannnya untuk pindah dari
sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja. Rumahtangga yang memiliki
tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki pola pikir lebih baik mengenai
keadaan lingkungan yang telah tercemar, sehingga mereka ingin pindah dari
sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja. Nilai odds ratio sebesar
189.323000 berarti dari 18 932 rumahtangga yang menyatakan keputusannya
untuk pindah terdapat 100 rumahtangga yang menyatakan keputusannya tidak
pindah.
2. Variabel jarak tempat tinggal dari industri berpengaruh pada selang
kepercayaan 95 persen. Variabel ini memiliki p-value 0.020400, sedangkan
71
nilai koefisien bernilai negatif (-) yang berarti untuk setiap penambahan jarak
tempat tinggal dari industri sebesar satu meter maka rumahtangga menyatakan
keputusannya tidak pindah dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan
baja. Rumahtangga yang memiliki jarak tempat tinggal dari industri yang
lebih jauh merasakan dampak yang lebih kecil, sehingga rumahtangga tidak
pindah dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja. Nilai odds rasio
sebesar 0.079000 berarti dari tujuh rumahtangga yang menyatakan keputusan
ingin pindah terdapat 100 rumahtangga yang menyatakan keputusan tidak
pindah.
3. Variabel lama tinggal berpengaruh pada selang kepercayaan 90 persen.
Variabel ini memiliki p-value 0.077500, sedangkan nilai koefisien bernilai
negatif (-) yang berarti untuk setiap penambahan lama tinggal satu tahun maka
rumahtangga menyatakan keputusannya untuk tidak pindah dari sekitar
wilayah industri peleburan besi dan baja. Nilai odds ratio sebesar 0.199000
berarti dari 19 rumahtangga yang menyatakan keputusannya untuk ingin
pindah terdapat 100 rumahtangga yang menyatakan keputusannya untuk tidak
pindah.
Hasil analisis regresi logistik juga memperlihatkan nilai atau kondisi
potensial dan aktual dari jumlah sampel rumahtangga yang menyatakan
keputusannya untuk pindah atau tidak pindah dari sekitar wilayah industri
peleburan besi dan baja.
Kondisi potensial ditunjukkan oleh nilai harapan dan kondisi aktual
ditunjukkan oleh nilai observasi. Perbedaan antara kondisi aktual dengan kondisi
potensial jumlah rumahtangga yang menyatakan pindah atau tidak pindah dari
sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja disajikan pada Tabel 25. Seluruh
rumahtangga dikelompokkan menjadi 10 grup.
Grup pertama dengan keadaan sampel menyatakan keinginan untuk pindah
dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja, terdapat enam rumahtangga
secara aktual yang menyatakan pindah dan terdapat 4.94 rumahtangga secara
potensial menyatakan pindah dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja.
72
Tabel 25. Frekuensi Observasi dan Harapan Keputusan Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013
Keterangan Grup Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nilai 1
Observasi 6.00 3.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 11.00 Harapan 4.94 3.21 1.37 0.81 0.35 0.13 0.10 0.06 0.03 0.01 11.01
Nilai 0 Observasi 0.00 3.00 6.00 5.00 6.00 6.00 6.00 5.00 6.00 6.00 49.00 Harapan 1.06 2.79 4.63 5.19 5.65 5.87 5.90 5.94 5.97 5.99 48.99
Grup pertama dengan keadaan sampel menyatakan tidak pindah dari sekitar
wilayah industri peleburan besi dan baja tidak terdapat rumahtangga yang
menyatakan tidak pindah secara aktual dan terdapat 1.06 rumahtangga secara
potensial. Kedua keadaan ini memiliki selisih sebesar 1.06 menunujukkan
terdapat 1.06 rumahtangga yang diharapkan menyatakan ingin pindah, namun
pada kenyataannya (aktual) tidak pindah. Hal ini disebabkan karena rumahtangga
tidak memiliki dana untuk pindah, dekat dengan tempat kerja, telah nyaman
tinggal di Dusun Palahlar, dan rumahtangga merupakan penduduk asli Dusun
Palahlar.
Secara keseluruhan, dapat diperoleh bahwa rumahtangga yang menyatakan
keputusannya untuk pindah atau tidak ingin pindah secara potensial sama dengan
jumlah sampel secara aktual disajikan pada Table 26.
Tabel 26. Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Keputusan Rumahtangga untuk Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan baja di Dusun Palahlar Tahun 2013
Actual Prediction (alpha= 15%) Total Pindah Tidak Pindah Pindah 2 1 3 Tidak Pindah 9 48 57
Proporsi keseluruhan untuk klasifikasi yang benar diestimasi oleh model
logistik adalah 0.833 diperoleh dari dua ditambah 48 lalu dibagi dengan 60.
Tingkat kebaikan estimasi dari model logistik yang diperoleh untuk mengestimasi
faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk pindah secara benar cukup
akurat yaitu 83.30 persen.
73
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
1. Keberadaan industri peleburan besi dan baja berdampak pada lingkungan
rumahtangga sekitar. Dampak negatif dapat dilihat dari kondisi lingkungan
sebelum dan setelah keberadaan industri peleburan besi dan baja yang
semakin buruk. Semakin dekat jarak tempat tinggal dari industri peleburan
besi dan baja maka, semakin besar dampak terhadap kualitas udara,
kebersihan, kenyamanan, dan pengaruh terhadap kegiatan sehari-hari
rumahtangga.
2. Keberadaan industri peleburan besi dan baja menimbulkan pencemaran udara
sehingga total biaya pengobatan yang ditanggung rumahtangga setiap wilayah
mengalami peningkatan. Semakin dekat jarak tempat tinggal dengan industri
maka, dampak terhadap kesehatan yang dirasakan semakin besar sehingga
biaya pengobatan semakin tinggi.
3. Nilai Willingness to Accept (WTA) rumahtangga dengan jarak tempat tinggal
yang lebih dekat dari industri menginginkan nilai WTA yang lebih besar
dibandingkan dengan jarak tempat tinggal yang lebih jauh dari industri
4. Nilai Willingness to Accept (WTA) rumahtangga di Dusun Palahlar
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, lama tinggal, jarak tempat tinggal dari
industri, jumlah tanggungan keluarga, umur muda, dan umur menengah.
5. Jumlah rumahtangga yang memiliki keputusan untuk pindah lebih besar
dibandingkan dengan keputusan untuk tidak pindah dari sekitar wilayah
industri. Keputusan rumahtangga untuk pindah dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, lama tinggal, dan jarak tempat tinggal dari industri.
7.2. Saran
1. Pemerintah sebaiknya bersikap tegas terhadap pemilik industri peleburan besi
dan baja dalam menerapkan aturan baku mutu udara ambien dan emisi
nasional sehingga limbah yang dihasilkan industri dapat berkurang.
74
2. Pemerintah sebaiknya memberikan sosialisasi mengenai kesehatan kepada
masyarakat yang tinggal di sekitar industri peleburan besi dan baja sehingga
masyarakat sadar pentingnya menjaga kesehatan.
3. Perlu adanya kebijakan pemerintah terhadap pihak industri peleburan besi dan
baja untuk memberikan ganti rugi yang layak agar rumahtangga sekitar
wilayah industri peleburan besi dan baja tidak dirugikan atas dampak yang
dirasakan.
4. Pemerintah dalam bidang tata kelola kota sebaiknya mengatur jarak aman
antara tempat tinggal dengan industri agar dampak dari limbah industri tidak
langsung mengenai masyarakat sekitar.
5. Saran penelitan selanjutnya meneliti pada dusun yang berbeda, persepsi
kualitas air, dan menambahkan variabel kebisingan pada model.
75
DAFTAR PUSTAKA
Badan Lingkungan Hidup Daerah. 2011. Hasil Uji Laboratorium Udara Ambien dan Emisi. BLHD, Tangerang.
Dahlan, E. N. 1989. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan Manusia dan Beberapa Komponen Sumberdaya Alam. Jurnal Media Konservasi, II (2): 39-44.
Daryanto. 2004. Masalah Pencemaran. Tarsito, Bandung.
Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara, Jakarta.
Firdaus, M., Harmini, dan M. A. Farid. 2011. Aplikasi Metode Kuantitatif untuk Manajemen dan Bisnis. IPB Press, Bogor.
Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Terjemahan. Erlangga, Jakarta.
Hanley, N. and C. L. Spash. 1993. Cost-Benefit Analysis and Environment. Edward Elgar Publishing, Cheltenham.
Husodo, S. 2006. Partisipasi Petani dalam Kegiatan DAFEP di Kabupaten Bantul. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian, 2 (1): 18-27.
Juanda, B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2007. Panduan Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. KLH, Jakarta.
Kristanto, P. 2004. Ekologi Industri. Andi Offset, Yogyakarta.
Kuncoro, M. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Erlangga, Jakarta.
Kwanda, T. 2000. Pengembangan Kawasan Industri di Indonesia. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, 28 (1): 54-61.
Mubarok, A. H. dan U. Ciptomulyono. 2012. Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan Tambang Marmer di Kabupaten Tulungagung dengan Pendekatan Willingness to Pay dan Fuzzy MCDM. Jurnal Teknis ITS, 1 (1): 119-121.
Pindyck, R. S. and D. L. Rubinfeld. 1997. Econometric Models and Econometric Forecasts. Third Edition. McGraw-Hill Inc, Boston.
76
Prayudi, T. dan J. P. Susanto. 2001. Kualitas Debu dalam Udara sebagai Dampak Industri Pengecoran Logam Ceper. Jurnal Teknologi Lingkungan, 2 (2): 168-174.
Ramadhan, A. 2009. Analisis Kesediaan Menerima Dana Ganti rugi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok Jawa Barat. Skripsi Sarjana. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rosadi, D. 2011. Analisis Ekonometrika dan Runtun Waktu Terapan dengan R. ANDI, Yogyakarta.
Ruhimat, M. dan Mustar. 2008. Ujian Nasional Geografi. Grafindo Media Pratama, Bandung.
Tampubolon, B. I. 2011. Analisis Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping. Skripsi Sarjana. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tang, J. C. S., S. Vongvisessomjai, and K. Sahasakmontri. 1992. Estimation of Flood Damage Cost for Bangkok. Journal Water Resources Management, (6): 47-56.
Tasu’ah. 2013. Negara Maju dan Berkembang. http://tasuahblog.blogspot.com/. diakses pada tanggal 21 Maret 2013.
Ulhaq, A. D. 2010. Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Sekitar Kawasan Industri dan Kesediaan Membayar Terhadap Program Perbaikan Kualitas Lingkungan. Skripsi Sarjana. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wardhana, W. A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi). Andi Offset. Yogyakarta.
Wibowo, K. P. 2011. Daftar Kawasan Industri Seluruh Indonesia. http://onclick.blog.com/2011/03/daftar-kawasan-industri-seluruh-Indonesi a/. diakses pada tanggal 14 Desember 2012.
77
LAMPIRAN
78
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar Tahun 2013
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN Jalan Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor 16680
Telepon (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762
KUESIONER PENELITIAN Tanggal Wawancara : ............................................................................... Nomor Sampel : .............................................................................. Nama : .............................................................................. Alamat : .............................................................................. No. HP : .............................................................................. Kuesioner ini digunakan untuk kegiatan turun lapang penelitian (skripsi) dengan judul Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja Terhadap Kesehatan dan Lingkungan Masyarakat Di Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang oleh Citra Paramitha, mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. A. KARAKTERISTIK SAMPEL 1. Jenis Kelamin :
[ ] Laki-laki [ ] Perempuan 2. Pendidikan Formal Terakhir :
[ ] SD = ……..tahun (tamat/tidak tamat*) [ ] SLTP = ……. tahun (tamat/tidak tamat*) [ ] SLTA =…….. tahun (tamat/tidak tamat*) [ ] Diploma =…….. tahun (tamat/tidak tamat*) [ ] Sarjana (S1) = ……. tahun (tamat/tidak tamat*) [ ] Pascasarjana (S2/S3) =……. tahun (tamat/tidak tamat*)
*coret yang tidak perlu 3. Usia : ........................ tahun 4. Status :
[ ] Menikah [ ] Belum Menikah 5. Jumlah TanggunganKeluarga:
No. Status dalam Keluarga 1. Suami 2. Istri 3. Anak 4.
79
Lampiran 1. Lanjutan 6. Apakah Saudara penduduk asli Dusun Palahlar?
[ ] Ya (lanjut ke pertanyaan no 8) [ ] Tidak (lanjut ke pertanyaan no 7)
7. Jika tidak, alasan Anda menetap di Dusun Palahlar? [ ] Bekerja di sekitar Dusun Palahlar [ ] Ikut suami/istri [ ] Lainnya, sebutkan: …………………………
8. Apakah Saudara tinggal di Dusun Palahlar setelah industri berdiri? [ ] Ya [ ] Tidak
9. Lama Tinggal: ……… tahun 10.Status Tempat Tinggal:
[ ] Sewa/Kontrak [ ] Pribadi [ ] Lainnya, sebutkan:…………………………..
11. Jarak Rumah dari Industri Peleburan Besi dan Baja: [ ] <200 m = ……… m [ ] >500 m = ……. m [ ] >200-500 m = …… m
B. PENILAIAN TERHADAP LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL 1. Bagaimana Kualitas Udara sebelum adanya industri di sekitar rumah Anda ?
[ ] Sangat Buruk (berdebu, panas, tidak segar saat bernafas) [ ] Buruk (berdebu, tidak panas, tidak segar saat bernafas) [ ] Biasa Saja (berdebu, tidak panas dan segar saat bernafas) [ ] Baik (tidak berdebu, panas dan segar saat bernafas) [ ] Sangat Baik (tidak berdebu, tidak panas dan segar saat bernafas)
alasan,............................................... 2. Bagaimana Kualitas Udara setelah adanya industri di sekitar rumah Anda ?
[ ] Sangat Buruk (berdebu, panas, tidak segar saat bernafas) [ ] Buruk (berdebu, tidak panas, tidak segar saat bernafas) [ ] Biasa Saja (berdebu, tidak panas dan segar saat bernafas) [ ] Baik (tidak berdebu, panas dan segar saat bernafas) [ ] Sangat Baik (tidak berdebu, tidak panas dan segar saat bernafas)
alasan,............................................... 3. Menurut Saudara, bagaimana kebersihan kondisi lingkungan rumah Saudara sebelum
ada industri peleburan besi dan baja? [ ] Sangat Kotor (atap rumah semakin berdebu, teras berdebu, jendela rumah
berdebu) [ ] Kotor (atap rumah semakin berdebu, teras tidak berdebu, jendela rumah berdebu)
80
Lampiran 1. Lanjutan [ ] Biasa Saja (atap rumah semakin berdebu, teras tidak berdebu, jendela rumah
bersih) [ ] Bersih (atap rumah berdebu, teras berdebu, jendela rumah bersih) [ ] Sangat Bersih (atap rumah berdebu, teras tidak berdebu, jendela rumah bersih) alasan,...............................................
4. Bagaimana kebersihan kondisi lingkungan rumah Saudara setelah ada industri peleburan besi dan baja?
[ ] Sangat Kotor (atap rumah semakin berdebu, teras berdebu, jendela rumah berdebu)
[ ] Kotor (atap rumah semakin berdebu, teras tidak berdebu, jendela rumah berdebu) [ ] Biasa Saja (atap rumah semakin berdebu, teras tidak berdebu, jendela rumah
bersih) [ ] Bersih (atap rumah berdebu, teras berdebu, jendela rumah bersih) [ ] Sangat Bersih (atap rumah berdebu, teras tidak berdebu, jendela rumah bersih) alasan,...............................................
5. Menurut Saudara apakah sebelum adanya pencemaran dari kegiatan industri peleburan besi dan baja mengganggu kegiatan sehari-hari anda?
[ ] Sangat Mengganggu (lebih sering menyapu, jemuran berdebu, anak menjadi tidak bisa bermain diluar rumah)
[ ] Mengganggu (lebih sering menyapu, jemuran tidak berdebu, anak menjadi tidak bisa bermain diluar rumah)
[ ] Biasa Saja (lebih sering menyapu, jemuran tidak berdebu, anak tetap dapat bermain di luar rumah)
[ ] Tidak Mengganggu (menyapu seperti biasa, jemuran berdebu, anak tetap dapat bermain di luar rumah)
[ ] Sangat Tidak Mengganggu (menyapu seperti biasa, jemuran tidak berdebu, anak tetap dapat bermain di luar rumah)
alasan,............................................... 6. Menurut Saudara apakah pencemaran dari kegiatan industri peleburan besi dan baja
mengganggu kegiatan sehari-hari anda? [ ] Sangat Mengganggu (lebih sering menyapu, jemuran berdebu, anak menjadi
tidak bisa bermain diluar rumah) [ ] Mengganggu (lebih sering menyapu, jemuran tidak berdebu, anak menjadi tidak
bisa bermain diluar rumah) [ ] Biasa Saja (lebih sering menyapu, jemuran tidak berdebu, anak tetap dapat
bermain di luar rumah) [ ] Tidak Mengganggu (menyapu seperti biasa, jemuran berdebu, anak tetap dapat
bermain di luar rumah)
81
Lampiran 1. Lanjutan [ ] Sangat Tidak Mengganggu (menyapu seperti biasa, jemuran tidak berdebu, anak
tetap dapat bermain di luar rumah) alasan,...............................................
7 Menurut Saudara, bagaimana kenyamanan Anda sebelum ada industri peleburan besi dan baja?
[ ] Sangat Tidak Nyaman (udara yang dihirup tidak segar,tidak aman, kesehatan terganggu)
[ ] Tidak Nyaman (udara yang dihirup tidak segar, aman, kesehatan terganggu) [ ] Biasa Saja (udara yang dihirup tidak segar, aman, kesehatan tidak terganggu) [ ] Nyaman (udara yang dihirup segar, tidak aman,kesehatan tidak terganggu) [ ] Sangat Nyaman (udara yang dihirup segar, aman, kesehatan tidak terganggu)
alasan, ................................................. 8. Menurut Saudara, bagaimana kenyamanan Anda setelah ada industri peleburan besi
dan baja? [ ] Sangat Tidak Nyaman (udara yang dihirup tidak segar, tidak aman, kesehatan
terganggu) [ ] Tidak Nyaman (udara yang dihirup tidak segar, aman, kesehatan terganggu) [ ] Biasa Saja (udara yang dihirup tidak segar, aman, kesehatan tidak terganggu) [ ] Nyaman (udara yang dihirup segar, tidak aman, kesehatan tidak terganggu) [ ] Sangat Nyaman (udara yang dihirup segar, aman, kesehatan tidak terganggu)
alasan, ................................................. 9. Menurut Saudara dampak lingkungan apa saja yang Saudara rasakan akibat
keberadaan industri peleburan besi dan baja? ......................................................................................................................................................................................................................................................................................
C. ANALISIS PENURUNAN KUALITAS KESEHATAN MASYARAKAT 1. Penyakit yang diderita sebelum industri peleburan besi dan baja berdiri
No. Penyakit yang
dialami
Berobat dimana
Biaya Berobat
(Rp)
Berobat dalam Sebulan
Berapa Kali
Berobat dalam Setahun
Berapa Bulan
Total Biaya /tahun
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
82
Lampiran 1. Lanjutan 2. Penyakit yang diderita akibat dampak yang ditimbulkan industri peleburan besi dan
baja
No. Penyakit yang
dialami
Berobat dimana
Biaya Berobat
(Rp)
Berobat dalam Sebulan
Berapa Kali
Berobat dalam Setahun
Berapa Bulan
Total Biaya /tahun
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 3. Pencegahan yang dilakukan akibat dampak yang ditimbulkan industri peleburan besi
dan baja
No. Pencegahan yang telah dilakukan
Biaya Pencegahan
(Rp)
Pencegahan dalam Sebulan
Berapa Kali
Pencegahan dalam Setahun Berapa Bulan
Total Biaya /tahun
1. Membeli vitamin
2. Membeli masker
3. Membeli alat penyejuk udara (AC)
4.
5.
D. ANALISIS PERUBAHAN PENDAPATAN MASYARAKAT 1. Pendapatan sebelum adanya industri peleburan besi dan baja
Pekerjaan Utama Jam Kerja (Jam/hari) Pendapatan (Rp/hari) Hari Kerja (hari/minggu) Pendapatan (Rp/minggu) Minggu Kerja (minggu/bulan) Pendapatan (Rp/bulan) Bulan Kerja (bulan/tahun) Total Pendapatan (Rp/tahun)
83
Lampiran 1. Lanjutan
Pekerjaan Sampingan Pertama Jam Kerja (Jam/hari) Pendapatan (Rp/hari) Hari Kerja (hari/minggu) Pendapatan (Rp/minggu) Minggu Kerja (minggu/bulan) Pendapatan (Rp/bulan) Bulan Kerja (bulan/tahun) Total Pendapatan (Rp/tahun) Pekerjaan Sampingan Kedua Jam Kerja (Jam/hari) Pendapatan (Rp/hari) Hari Kerja (hari/minggu) Pendapatan (Rp/minggu) Minggu Kerja (minggu/bulan) Pendapatan (Rp/bulan) Bulan Kerja (bulan/tahun) Total Pendapatan (Rp/tahun)
2. Pendapatan setelah adanya industri peleburan besi dan baja
Pekerjaan Utama Jam Kerja (Jam/hari) Pendapatan (Rp/hari) Hari Kerja (hari/minggu) Pendapatan (Rp/minggu) Minggu Kerja (minggu/bulan) Pendapatan (Rp/bulan) Bulan Kerja (bulan/tahun) Total Pendapatan (Rp/tahun) Pekerjaan Sampingan Pertama Jam Kerja (Jam/hari) Pendapatan (Rp/hari) Hari Kerja (hari/minggu) Pendapatan (Rp/minggu) Minggu Kerja (minggu/bulan) Pendapatan (Rp/bulan) Bulan Kerja (bulan/tahun) Total Pendapatan (Rp/tahun) Pekerjaan Sampingan Kedua Jam Kerja (Jam/hari)
84
Lampiran 1. Lanjutan
Pendapatan (Rp/hari) Hari Kerja (hari/minggu) Pendapatan (Rp/minggu) Minggu Kerja (minggu/bulan) Pendapatan (Rp/bulan) Bulan Kerja (bulan/tahun) Total Pendapatan (Rp/tahun)
Keterangan Jenis Pekerjaan: 1. Pelajar 5. Pegawai Swasta 9. Pemulung 2. Mahasiswa 6. Wiraswasta/pedagang 10. Buruh Pabrik 3. ABRI 7. Ibu Rumah Tangga 4. Pensiunan 8. Pegawai Negri Sipil E. Besarnya Nilai Ganti rugi yang diinginkan Masyarakat
Skenario Apabila pihak industri peleburan besi dan baja akan memberlakukan pemberian nilai
ganti rugi kepada masyarakat disekitar industri yang terkena dampak berupa
penurunan kualitas lingkungan. Besarnya nilai ganti rugi akan langsung ditanyakan
kepada setiap rumahtangga sesuai dengan kerugian yang bener-benar dirasakan oleh
setiap rumahtangga dan akan digunakan untuk apa saja nilai ganti rugi tersebut.
1. Apabila pihak industri peleburan besi dan baja akan memberikan ganti rugi sesuai dengan kerugian yang benar-benar Saudara rasakan, apakah saudara bersedia menerima ganti rugi berupa uang? [ ] Ya [ ] Tidak, alasan ………………………………………………………….
2. Akan digunakan untuk apa dana ganti rugi tersebut?
No. Digunakan untuk
Biaya (Rp)
Sebulan Berapa Kali
Biaya (Rp/bulan)
Setahun Berapa Bulan
Biaya (Rp/tahun)
1. 2. 3. 4. 5. Total
85
Lampiran 1. Lanjutan F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Tetap Tinggal 1. Apakah dengan adanya pencemaran yang ditimbulkan oleh kegiatan industri peleburan
besi dan baja Saudara akan tetap tinggal di sekitar kawasan industri? [ ] Tidak, alasan : a. Kesehatan b. Kebersihan
c. Lainnya: …………………… [ ] Ya, alasan: a Tidak Memiliki Dana untuk Pindah b Dekat dengan Keluarga c Dekat dengan Tempat Kerja d Lainnya: ……………………. G. SARAN DAN REKOMENDASI Dari masalah pencemaran udara yang telah disebutkan, apa saran dan rekomendasi Saudara untuk pemerintah terkait pengelolaan industri yang baik dan lestari. Saran : …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… Kebijakan Rekomendasi anda dalam rangka mengatasi bahaya pencemaran udara : ………………………………………………………………………………………………..……………………………………………………………………………………………..
Lampiran 2. Data Penelitian Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar Tahun 2013
No. Umur (tahun) JK PDDKN
(tahun) JTK
(orang)
Penduduk asli
LMTG
(tahun)
SKRMH JRSI (meter)
Pekerjaan setelah
PNDPTN setelah
(Rp/RT/tahun)*
BSHT sebelum (Rp/RT/tahun)*
BSHT setelah
(Rp/RT/tahun)*
BPK (Rp/RT/tahun)*
WTA (Rp/RT/ta
hun)*
Pindah rumah
kelokasi lain
1. 36 1 5 6 1 36 0 150 Buruh Pabrik 26 400.0 0.0 4 952.0 0.0 4 952.0 0
2. 30 1 6 4 2 13 0 150 Buruh Pabrik 26 400.0 0.0 250.0 0.0 18 250.0 0
3. 39 1 12 4 1 17 0 100 Pegawai Swasta 30 000.0 100.0 400.0 1 800.0 2 200.0 1
4. 29 1 0 6 1 29 0 30 Buruh Pabrik 26 400.0 250.0 1 400.0 0.0 23 400.0 0
5. 31 1 6 4 2 13 2 50 Buruh Pabrik 26 400.0 30.0 4 350.0 0.0 4 950.0 0
6. 30 1 9 4 1 30 0 60 Buruh 4 800. 0.0 320.0 20.0 14 400.0 0
7. 26 1 6 4 1 26 2 70 Buruh Swasta 36 000.0 0.0 60.0 0.0 7 200.0 0
8. 42 1 6 3 1 42 2 70 Buruh Swasta 7 200.0 150.0 800.0 0.0 7 200.0 0
9. 38 1 6 5 2 21 0 100 Buruh Pabrik 31 300.0 0.0 6 480.0 0.0 6 480.0 0
10. 78 1 0 4 1 78 0 80 Buruh Pabrik 6 300.0 100.0 100.0 0.0 7 200.0 0
11. 42 1 6 4 1 42 2 90 Wiraswasta 7 200.0 50.0 200.0 0.0 10 800.0 0
12. 41 1 9 4 2 23 1 60 Buruh Pabrik 26 400.0 8.0 112.0 384.0 2 996.0 0
13. 53 1 14 3 2 31 0 60 PNS 76 800.0 0.0 1 000.0 0.0 1 000.0 1
14. 28 2 9 5 1 28 2 90 Buruh Pabrik 24 000.0 0.0 350.0 0.0 3 950.0 1
15. 36 1 6 6 1 36 0 120 Buruh 4 800.0 10.0 150.0 48.0 3 798.0 0
16. 54 1 9 3 2 30 0 110 Pensiunan 45 600.0 3.5 39.0 0.0 39.0 1
17. 24 2 17 3 1 24 0 90 Buruh Pabrik 62 400.0 0.0 400.0 1 080.0 1 480.0 1
18. 38 1 6 5 1 38 2 90 Buruh Pabrik 16 800.0 9.0 54.0 48.0 5 502.0 0
19. 53 1 3 4 1 53 2 140 Buruh 22 800.0 0.0 20.0 0.0 1 220.0 0
20. 32 1 9 6 2 10 2 100 Buruh Pabrik 26 400.0 0.0 30.0 0.0 7 230.0 1
21. 29 2 9 3 1 29 0 300 Buruh Pabrik 26 400.0 6.0 160.0 72.0 18 000.0 0
22. 53 1 6 3 1 53 0 280 Buruh 12 000.0 0.0 0.0 360.0 360.0 0
23. 24 1 6 3 1 24 2 280 Buruh Pabrik 34 800.0 12.0 238.0 504.0 742.0 0
24. 40 1 6 6 1 40 2 280 Buruh Pabrik 40 800.0 0.0 1 020.0 480.0 11 080.0 0
86
Lampiran 2. Lanjutan
No. Umur (tahun) JK PDDKN
(tahun) JTK
(orang)
Penduduk asli
LMTG
(tahun)
SKRMH JRSI (meter)
Pekerjaan setelah
PNDPTN setelah
(Rp/RT/tahun)*
BSHT sebelum (Rp/RT/tahun)*
BSHT setelah
(Rp/RT/tahun)*
BPK (Rp/RT/tahun)*
WTA (Rp/RT/ta
hun)*
Pindah rumah
kelokasi lain
25. 42 1 12 4 2 8 0 280 Buruh Pabrik 26 400.0 0.0 0.0 0.0 1 440.0 0
26. 65 1 3 6 1 65 2 280 Buruh 18 920.0 0.0 54.0 0.0 1 200.0 0
27. 22 1 9 3 1 22 0 300 Buruh Pabrik 31 200.0 140.0 860.0 0.0 860.0 1
28. 45 1 0 7 1 45 0 320 Wiraswasta 62 400.0 100.0 300.0 0.0 16 200.0 0
29. 33 2 20 3 1 33 2 400 Buruh Swasta 32 400.0 300.0 2 700.0 420.0 7 620.0 1
30. 57 1 9 2 1 57 0 400 PNS 26 400.0 200.0 800.0 0.0 800.0 0
31. 20 1 9 5 1 20 2 400 Buruh Pabrik 20 400.0 15.0 120.0 726.0 6 846.0 0
32. 24 1 9 7 1 24 2 400 Buruh Pabrik 96 200.0 12.0 124.0 1 800.0 4 800.0 0
33. 34 1 6 4 1 34 2 300 Pegawai Swasta 27 900.0 0.0 1 800.0 0.0 9 000.0 0
34. 23 2 16 7 1 23 0 300 Pegawai Swasta 30 900.0 0.0 0.0 48.0 700.0 1
35. 45 1 4 3 1 45 2 400 Buruh 21 000.0 0.0 0.0 0.0 2 520.0 0
36. 60 1 2 2 1 60 0 400 Buruh Pabrik 20 400.0 15.0 180.0 48.0 360.0 0
37. 33 2 6 5 2 20 0 300 Buruh Pabrik 26 400.0 0.0 0.0 180.0 3 600.0 0
38. 72 2 6 2 1 15 2 300 Wiraswasta 33 600.0 0.0 0.0 0.0 60.0 0
39. 41 2 12 6 2 23 0 450 Wiraswasta 54 000.0 100.0 600.0 168.0 840.0 0
40. 29 1 12 7 1 29 0 400 Buruh Pabrik 37 200.0 0.0 1 440.0 0.0 900.0 0
41. 37 1 6 5 1 37 0 700 Buruh Swasta 26 880.0 45.0 1 780.0 588.0 2 360.0 0
42. 54 2 6 4 2 26 0 700 Wiraswasta 1 920.0 100.0 450.0 0.0 450.0 0
43. 48 1 3 9 1 48 0 600 Wiraswasta 25 920.0 0.0 3 960.0 0.0 5 460.0 0
44. 43 1 0 6 1 43 0 600 Wiraswasta 16 500.0 59.0 525.0 0.0 11 325.0 0
45. 58 2 9 2 2 23 0 700 Pensiunan 26 400.0 29.0 372.0 192.0 564.0 0
46. 43 1 6 5 1 43 2 800 Wiraswasta 86 000.0 250.0 1 200.0 150.0 1 200.0 0
47. 52 1 5 5 2 19 2 700 Buruh Pabrik 51 600.0 8.0 270.0 0.0 1 500.0 0
48. 25 1 6 8 1 25 0 900 Wiraswasta 60 000.0 100.0 200.0 180.0 12 380.0 0
49. 40 1 4 3 1 40 2 600 Buruh Pabrik 24 000.0 0.0 0.0 12.0 7 200.0 0
87
Lampiran 2. Lanjutan
No. Umur (tahun) JK PDDKN
(tahun) JTK
(orang)
Penduduk asli
LMTG (tahun)
SKRMH JRSI (meter)
Pekerjaan setelah
PNDPTN setelah
(Rp/RT/tahun)*
BSHT sebelum (Rp/RT/tahun)*
BSHT setelah
(Rp/RT/tahun)*
BPK (Rp/RT/tahun)*
WTA (Rp/RT/ta
hun)*
Pindah rumah
kelokasi lain
50. 20 1 12 4 1 20 0 800 PLN 136 800.0 0.0 0.0 1 080.0 1 080.0 0
51. 23 2 12 5 1 23 0 800 Buruh Swasta 32 400.0 0.0 0.0 0.0 10 800.0 1
52. 20 1 9 3 1 20 2 600 Buruh Pabrik 24 000.0 50.0 150.0 0.0 7 200.0 0
53. 37 1 6 2 1 37 0 800 Buruh Pabrik 25 200.0 0.0 0.0 0.0 3 600.0 0
54. 38 1 6 5 2 9 1 800 Wiraswasta 108 000.0 0.0 0.0 144.0 650.0 0
55. 32 2 6 4 2 14 0 900 Buruh Pabrik 24 000.0 0.0 0.0 0.0 5 000.0 0
56. 29 1 6 4 2 11 0 1000 Buruh Pabrik 26 400.0 0.0 0.0 0.0 500.0 0
57. 38 1 6 4 1 38 2 950 Buruh Pabrik 26 400.0 0.0 0.0 0.0 1 200.0 0
58. 42 2 9 4 1 42 2 900 Buruh Pabrik 26 400.0 0.0 0.0 0.0 3 600.0 0
59. 33 1 6 5 1 33 0 900 Wiraswasta 72 000.0 0.0 0.0 0.0 800.0 0
60. 39 1 12 4 1 39 2 600 Buruh Pabrik 25 200.0 0.0 510.0 0.0 510.0 1 Keterangan : JK = jenis kelamin, 1 = perempuan, 2 = laki-laki
PDDKN = pendidikan JTK = jumlah tanggungan keluarga Penduduk asli: 1= ya, 2= tidak LMTG = lama tinggal SKRMH = status kepemilikan rumah: 0= pribadi, 1=sewa, 2= warisan JRSI = jarak tempat tinggal dari industri Pekerjaan setelah: buruh pabrik= buruh industri peleburan besi dan baja, buruh pabrik= buruh pabrik lain PNDPTN setelah = pendapatan setelah keberadaain industri peleburan besi dan baja (*dalam ribu) BSHT sebelum = biaya kesehatan sebelum keberadaan industri peleburan besi dan baja (*dalam ribu) BSHT setelah = biaya kesehatan setelah keberadaan industri peleburan besi dan baja (*dalam ribu) BPK = biaya pencegahan kesehatan (*dalam ribu) WTA = willingness to accept (*dalam ribu) Pindah rumah ke lokasi lain: 1 = ingin pindah rumah kelokasi lain, 0 = tidak ingin pindah rumah ke lokasi lain
88
89
Lampiran 3. Tabulasi Biaya Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar Tahun 2013
No Jenis Penyakit
Berobat di Biaya Kesehatan (Rp/RT/tahun)
Sebelum Setelah Sebelum Setelah 1. - Sesak nafas RS, klinik, puskesmas - 4 952 000 2. - Alergi gatal Klinik - 250 000 3. Batuk Batuk Klinik 100 000 400 000 4. Batuk Batuk Mantri 250 000 1 400 000 5. Batuk,
pusing Batuk, pusing Klinik 30 000 4 350 000
6. - Sesak nafas Bidan - 320 000 7. - Gatal Puskesmas - 60 000 8. Batuk Sesak nafas,
batuk Mantri 150 000 800 000
9. - Sesak nafas Klinik - 6 480 00010. Sesak
nafas Sesak nafas Mantri 100 000 100 000
11. Sesak nafas Sesak nafas Bidan 50 000 200 000
12. Batuk Gatal, batuk Puskesmas 8 000 112 00013. - Sesak nafas,
gatal Bidan - 1 000 000
14. - Sesak nafas Mantri - 350 00015. Batuk Sesak nafas,
batuk Puskesmas 10 000 150 000
16. Pusing Pusing Puskesmas 3 500 39 00017. - Sesak nafas Klinik - 400 00018. Batuk Batuk Puskesmas 9 000 54 00019. - Gatal Puskesmas - 20 00020. - Sesak nafas Puskesmas - 30 00021. Pusing Pusing klinik, warung 6 000 160 00022. - - - - -23.
Pusing, flu Batuk, sesak nafas, pusing, flu
RS, puskesmas, warung 12 000 238 000
24. - Sesak nafas, flek paru Klinik,bidan - 1 020 000
25. - - - - -26. - Batuk tbc Puskesmas - 54 00027. Batuk Batuk Klinik 140 000 860 00028. Batuk Batuk Klinik 100 000 300 00029. Batuk Batuk Klinik 300 000 2 700 00030. Batuk,
panas Batuk, panas Klinik 200 000 800 000
31. Batuk Sesak nafas, batuk Puskesmas 15 000 120 000
90
Lampiran 3. Lanjutan
No. Jenis Penyakit
Berobat di Biaya Kesehatan (Rp/RT/tahun)
Sebelum Setelah Sebelum Setelah 32. Pusing, flu Sesak nafas,
pusing, flu Klinik 12 000 124 000
33. - Gatal RS - 1 800 000 34. - - - - - 35. - - - - - 36. Pusing Pusing Puskesmas 15 000 180 000 37. - - - - - 38. - - - - - 39. Batuk Batuk Klinik 100 000 600 000 40. - Sesak nafas Klinik 0 1 440 000 41. Batuk Batuk, sesak
nafas Klinik 45 000 1 780 000
42. Batuk Batuk, sesak nafas RS, klinik 100 000 450 000
43. - Batuk, sesak nafas, panas RS - 3 960 000
44. Batuk Batuk, pusing Bidan, warung 59 000 525 000 45. Batuk,
pusing Batuk, pusing Puskesmas, warung 29 000 372 000
46. Pusing Sesak nafas, pusing Klinik 250 000 1 200 000
47. Flu Panas, batuk, flu RS, warung 8 000 270 000
48. Flu, panas Panas, flu Klinik 100 000 200 000 49. - - - - - 50. - - - - - 51. - - - - - 52. Batuk Batuk Bidan 50 000 150 000 53. - - - - - 54. - - - - - 55. - - - - - 56. - - - - - 57. - - - - - 58. - - - - - 59. - - - - - 60. Pusing,
batuk Pusing, batuk Klinik, warung - 510 000
91
Lampiran 4. Program Estimasi Model Willingness to Accept Rumahtangga di Dusun Palahlar Menggunakan Metode OLS dengan Software SAS/ETS Versi 9.1
Data Norm; Input LnY PDDKN PNDPTN LMTG JRSI JTK DU1 DU2 BSHT Res1 Lnkuadres1; label LnY = 'nilai WTA' PDDKN = 'pendidikan' PNDPTN = 'pendapatan' LMTG = 'lama tinggal' JRSI = 'jarak tempat tinggal dari industri' JTK = 'jumlah tanggungan keluarga' DU1 = 'umur muda' DU2 = 'umur menengah' BSHT = 'biaya kesehatan'; cards; 3.69 1 26400 36 150 6 0 1 4952 ‐0.219 ‐1.316 4.26 1 26400 13 150 4 0 1 250 0.680 ‐0.334 3.34 0 30000 17 100 4 0 1 400 ‐0.002 ‐5.327 4.37 1 26400 29 30 6 1 0 1400 0.462 ‐0.669 3.69 1 26400 13 50 4 0 1 4350 0.037 ‐2.862 4.16 1 4800 30 60 4 0 1 320 0.372 ‐0.858 3.86 1 36000 26 70 4 1 0 60 0.123 ‐1.813 3.86 1 7200 42 70 3 0 1 800 0.031 ‐3.008 3.81 1 31300 21 100 5 0 1 6480 0.045 ‐2.684 3.86 1 6300 78 80 4 0 0 100 0.618 ‐0.417 4.03 1 7200 42 90 4 0 1 200 0.166 ‐1.555 3.48 1 26400 23 60 4 0 1 112 ‐0.223 ‐1.300 3.00 0 76800 31 60 3 0 0 1000 0.558 ‐0.506 3.60 1 26400 28 90 5 1 0 350 ‐0.213 ‐1.343 3.58 1 4800 36 120 6 0 1 150 ‐0.336 ‐0.946 1.59 1 45600 30 110 3 0 0 39 ‐1.139 0.113 3.17 0 62400 24 90 3 1 0 400 ‐0.166 ‐1.559 3.74 1 16800 38 90 5 0 1 54 ‐0.134 ‐1.741 3.09 1 22800 53 140 4 0 0 20 0.098 ‐2.009 3.86 1 26400 10 100 6 0 1 30 0.174 ‐1.517 4.26 1 26400 29 300 3 1 0 160 0.639 ‐0.388 2.56 1 12000 53 280 3 0 0 0 ‐0.329 ‐0.965 2.87 1 34800 24 280 3 1 0 238 ‐0.703 ‐0.305 4.04 1 40800 40 280 6 0 1 1020 0.204 ‐1.378 3.16 0 264000 8 280 4 0 1 0 0.264 ‐1.154 3.08 1 18920 65 280 6 0 0 54 ‐0.058 ‐2.467 2.93 1 31200 22 300 3 1 0 860 ‐0.623 ‐0.409 4.21 1 62400 45 320 7 0 1 300 0.325 ‐0.975 3.88 0 32400 33 400 3 0 1 2700 0.577 ‐0.477 2.90 1 2600 57 400 2 0 0 800 0.073 ‐2.264 3.84 1 20400 20 400 5 1 0 120 0.221 ‐1.311 3.68 1 96200 24 400 7 1 0 124 0.021 ‐3.338 3.95 1 27900 34 300 4 0 1 1800 0.257 ‐1.177 2.85 0 30900 23 300 7 1 0 0 ‐0.644 ‐0.381 3.40 1 21000 45 400 3 0 1 0 ‐0.280 ‐1.104 2.56 1 20400 60 400 2 0 0 180 ‐0.269 ‐1.13 3.56 1 26400 20 300 5 0 1 0 ‐0.067 ‐2.337 1.78 1 33600 15 300 2 0 0 0 ‐0.707 ‐0.300 2.92 0 54000 23 450 6 0 1 600 ‐0.395 ‐0.805 2.95 0 37200 29 400 7 1 0 1440 ‐0.544 ‐0.528 3.37 1 26880 37 700 5 0 1 1780 ‐0.228 ‐1.284 2.65 1 1920 26 700 4 0 0 450 0.100 ‐1.992 3.74 1 25920 48 600 9 0 1 3960 ‐0.233 ‐1.265 4.05 1 16500 43 600 6 0 1 525 0.303 ‐1.036
92
Lampiran 4. Lanjutan 2.75 1 26400 23 700 2 0 0 372 0.363 ‐0.878 3.08 1 86000 43 800 5 0 1 1200 ‐0.447 ‐0.698 3.18 1 51600 19 700 5 0 0 270 0.690 ‐0.321 4.09 1 60000 25 900 8 1 0 200 0.543 ‐0.530 3.86 1 24000 40 600 3 0 1 0 0.307 ‐1.024 3.03 0 136800 20 800 4 1 0 0 0.083 ‐2.154 4.03 0 32400 23 800 5 1 0 0 0.873 ‐0.117 3.86 1 24000 20 600 3 1 0 150 0.443 ‐0.706 3.56 1 25200 37 800 2 0 1 0 0.174 ‐1.517 2.81 1 108000 9 800 5 0 1 0 ‐0.399 ‐0.796 3.70 1 24000 14 900 4 0 1 0 0.437 ‐0.717 2.70 1 26400 11 1000 4 1 0 0 ‐0.516 ‐0.573 3.08 1 26400 38 950 4 0 1 0 ‐0.352 ‐0.906 3.56 1 26400 42 900 4 0 1 0 0.070 ‐2.304 2.90 1 72000 33 900 5 0 1 0 ‐0.506 ‐0.591 2.71 0 25200 39 600 4 0 1 510 ‐0.603 ‐0.438 ; PROC UNIVARIATE DATA=Norm normal plot; var Res1; run; proc reg; model LnY= PDDKN PNDPTN LMTG JRSI JTK DU1 DU2 BSHT/VIF DW; output out=REG2 P=YDUGA R=YSISA; run; PROC reg; model Lnkuadres1=PDDKN PNDPTN LMTG JRSI JTK DU1 DU2 BSHT; run; Proc plot; Plot YSISA*YDUGA; Run;
93
Lampiran 5. Hasil Estimasi Model Willingness to Accept Rumahtangga di Dusun Palahlar Menggunakan Metode OLS dengan Software SAS/ETS Versi 9.1
Analysis of Variance
Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 8 10.27416 1.28427 6.19 <.0001 Error 51 10.58066 0.20746 Corrected Total 59 20.85482 Root MSE 0.45548 R‐Square 0.4927 Dependent Mean 3.40217 Adj R‐Sq 0.4131 Coeff Var 13.38800
Parameter Estimates Parameter Standard Variable Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept Intercept 1 2.14196 0.32680 6.55 <.0001 PDDKN pendidikan 1 0.28830 0.17004 1.70 0.0961 PNDPTN pendapatan 1 ‐0.00000126 0.00000179 ‐0.70 0.4841 LMTG lama tinggal 1 0.00816 0.00498 1.64 0.1072 JRSI jarak tempat tinggal dari 1 ‐0.00043938 0.00021045 ‐2.09 0.0418 industri JTK jumlah tanggungan keluarga 1 0.05417 0.04309 1.26 0.2145 DU1 umur muda 1 0.95158 0.21127 4.50 <.0001 DU2 umur menengah 1 0.92533 0.17699 5.23 <.0001 BSHT biaya kesehatan 1 0.00000733 0.00005051 0.15 0.8851
Parameter Estimates Variance Variable Label DF Inflation Intercept Intercept 1 0 PDDKN pendidikan 1 1.25195 PNDPTN pendapatan 1 1.40005 LMTG lama tinggal 1 1.46398 JRSI jarak tempat tinggal dari 1 1.08860 industri JTK jumlah tanggungan keluarga 1 1.25965 DU1 umur muda 1 2.52446 DU2 umur menengah 1 2.25487 BSHT biaya kesehatan 1 1.20844
The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: LnWTA nilai WTA Durbin‐Watson D 1.597 Number of Observations 60 1st Order Autocorrelation 0.182
94
Lampiran 5. Lanjutan
Plot of YSISA*YDUGA. Legend: A = 1 obs, B = 2 obs, etc. 1.00 ˆ ‚ ‚ ‚ A ‚ 0.75 ˆ ‚ A A ‚ A ‚ A A ‚ A A 0.50 ˆ ‚ A A A ‚ ‚ A A A ‚ A A 0.25 ˆ A A ‚ A A A ‚ A A A ‚ A A A R ‚ A A A A A e 0.00 ˆ A A s ‚ A A i ‚ d ‚ A A u ‚ A A A a ‐0.25 ˆ A A A l ‚ A ‚ A A A ‚ A A ‚ A ‐0.50 ˆ A A ‚ A ‚ A ‚ A A ‚ A A ‐0.75 ˆ ‚ ‚ ‚ ‚ ‐1.00 ˆ ‚ ‚ ‚ A ‚ ‐1.25 ˆ Šƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒ 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0 3.2 3.4 3.6 3.8 4.0 Predicted Value of LnWTA
Gambar 1
Parameter Estimates Parameter Standard Variable Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept Intercept 1 ‐1.26360 0.68633 ‐1.84 0.0714 PDDKN pendidikan 1 0.00015976 0.35711 0.00 0.9996 PNDPTN pendapatan 1 ‐3.57793E‐7 0.00000377 ‐0.10 0.9247 LMTG lama tinggal 1 ‐0.00126 0.01045 ‐0.12 0.9046 JRSI jarak tempat tinggal dari 1 0.00069352 0.00044198 1.57 0.1228 industri JTK jumlah tanggungan keluarga 1 0.00329 0.09050 0.04 0.9711 DU1 umur muda 1 0.01627 0.44371 0.04 0.9709 DU2 umur menengah 1 ‐0.33020 0.37171 ‐0.89 0.3785 BSHT biaya kesehatan 1 ‐0.00006950 0.00010608 ‐0.66 0.5153
95
Lampiran 5. Lanjutan
Tests for Normality Test ‐‐Statistic‐‐‐ ‐‐‐‐‐p Value‐‐‐‐‐‐ Shapiro‐Wilk W 0.987715 Pr < W 0.8079 Kolmogorov‐Smirnov D 0.069864 Pr > D >0.1500 Cramer‐von Mises W‐Sq 0.032915 Pr > W‐Sq >0.2500 Anderson‐Darling A‐Sq 0.211536 Pr > A‐Sq >0.2500
The UNIVARIATE Procedure Variable: Res1 Normal Probability Plot 0.85+ +++ * | ++ 0.65+ *+** * | ***+ 0.45+ *** | **** 0.25+ **+ | *** 0.05+ **** | **+ ‐0.15+ +* | +*** ‐0.35+ *** | +* ‐0.55+ ++** | *+** ‐0.75+ *+* | +++ ‐0.95+ ++ |++ ‐1.15+ * +‐‐‐‐+‐‐‐‐+‐‐‐‐+‐‐‐‐+‐‐‐‐+‐‐‐‐+‐‐‐‐+‐‐‐‐+‐‐‐‐+‐‐‐‐+ ‐2 ‐1 0 +1 +2
Gambar 2
96
Lampiran 6. Program Regresi Logistik Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Masyarakat Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan Baja Menggunakan Metode MLE dengan Software SAS/ETS versi 9.1
data REGLOG; input Y PDDKN PNDPTN LMTG JRSI DSK1 DSK2 BSHT; cards; 0 1 26400 0 1 1 0 4952 0 1 26400 1 1 1 0 250 1 0 30000 1 1 1 0 400 0 1 26400 1 1 1 0 1400 0 1 26400 1 1 0 1 4350 0 1 4800 1 1 1 0 320 0 1 36000 1 1 0 1 60 0 1 7200 0 1 0 1 800 0 1 31300 1 1 1 0 6480 0 1 6300 0 1 1 0 100 0 1 7200 0 1 0 1 200 0 1 26400 1 1 0 0 112 1 0 76800 0 1 1 0 1000 1 1 26400 1 1 0 1 350 0 1 4800 0 1 1 0 150 1 1 45600 1 1 1 0 39 1 0 62400 1 1 1 0 400 0 1 16800 0 1 0 1 54 0 1 22800 0 1 0 1 20 1 1 26400 1 1 0 1 30 0 1 26400 1 0 1 0 160 0 1 12000 0 0 1 0 0 0 1 34800 1 0 0 1 238 0 1 40800 0 0 0 1 1020 0 0 264000 1 0 1 0 0 0 1 18920 0 0 0 1 54 1 1 31200 1 0 1 0 860 0 1 62400 0 0 1 0 300 1 0 32400 0 0 0 1 2700 0 1 2600 0 0 1 0 800 0 1 20400 1 0 0 1 120 0 1 96200 1 0 0 1 124 0 1 27900 0 0 0 1 1800 1 0 30900 1 0 1 0 0 0 1 21000 0 0 0 1 0 0 1 20400 0 0 1 0 180 0 1 26400 1 0 1 0 0 0 1 33600 1 0 0 1 0 0 0 54000 1 0 1 0 600 0 0 37200 1 0 1 0 1440 0 1 26880 0 0 1 0 1780 0 1 1920 1 0 1 0 450 0 1 25920 0 0 1 0 3960 0 1 16500 0 0 1 0 525 0 1 26400 1 0 1 0 372 0 1 86000 0 0 0 1 1200
97
Lampiran 6. Lanjutan
0 1 51600 1 0 0 1 270 0 1 60000 1 0 1 0 200 0 1 24000 0 0 0 1 0 0 0 136800 1 0 1 0 0 1 0 32400 1 0 1 0 0 0 1 24000 1 0 0 1 150 0 1 25200 0 0 1 0 0 0 1 108000 1 0 0 0 0 0 1 24000 1 0 1 0 0 0 1 26400 1 0 1 0 0 0 1 26400 0 0 0 1 0 0 1 26400 0 0 0 1 0 0 1 72000 0 0 1 0 0 1 0 25200 0 0 0 1 510 ; Proc logistic data=REGLOG; model Y =PDDKN PNDPTN LMTG JRSI DSK1 DSK2 BSHT/ CTABLE PPROB=(0 TO 1 BY .15) LACKFIT RISKLIMITS; run;
98
Lampiran 7. Hasil Regresi Logistik Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Masyarakat Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan Baja Menggunakan Metode MLE dengan Software SAS/ETS versi 9.1
The LOGISTIC Procedure Model Information Data Set WORK.REGLOG Response Variable Y Number of Response Levels 2 Model binary logit Optimization Technique Fisher's scoring Number of Observations Read 60 Number of Observations Used 60 Response Profile Ordered Total Value Y Frequency
1 0 49 2 1 11 Probability modeled is Y=0. Model Fit Statistics Intercept Intercept and Criterion Only Covariates AIC 59.169 46.266 SC 61.264 63.021 ‐2 Log L 57.169 30.266 The LOGISTIC Procedure Testing Global Null Hypothesis: BETA=0 Test Chi‐Square DF Pr>ChiSq Likelihood Ratio 26.9033 7 0.0003 Score 26.0256 7 0.0005 Wald 11.3528 7 0.1240
99
Lampiran 7. Lanjutan
Analysis of Maximum Likelihood Estimates Standard Wald Parameter DF Estimate Error Chi‐Square Pr>ChiSq Intercept 1 8.9322 206.6 0.0019 0.48275 PDDKN 1 5.2435 1.5751 11.0819 0.00045 PNDPTN 1 0.000023 0.000019 1.5416 0.10720 LMTG 1 ‐1.6157 1.1362 2.0221 0.07750 JRSI 1 ‐2.5387 1.2414 4.1824 0.02040 DSK1 1 ‐9.3977 206.6 0.0021 0.48185 DSK2 1 ‐10.6475 206.6 0.0027 0.47945 BSHT 1 0.000383 0.000471 0.6620 0.20790 Odds Ratio Estimates Point 95% Wald Effect Estimate Confidence Limits PDDKN 189.323 8.639 >999.999 PNDPTN 1.000 1.000 1.000 LMTG 0.199 0.021 1.843 JRSI 0.079 0.007 0.900 DSK1 <0.001 <0.001 >999.999 DSK2 <0.001 <0.001 >999.999 BSHT 1.000 0.999 1.001 Partition for the Hosmer and Lemeshow Test Y = 0 Y = 1 Group Total Observed Expected Observed Expected 1 6 0 1.06 6 4.94 2 6 3 2.79 3 3.21 3 6 6 4.63 0 1.37 4 6 5 5.19 1 0.81 5 6 6 5.65 0 0.35 6 6 6 5.87 0 0.13 7 6 6 5.90 0 0.10 8 6 5 5.94 1 0.06 9 6 6 5.97 0 0.03 10 6 6 5.99 0 0.01 Hosmer and Lemeshow Goodness‐of‐Fit Test Chi‐Square DF Pr>ChiSq 17.8073 8 0.0227
100
Lampiran 7. Lanjutan
Classification Table Correct Incorrect Percentages Prob Non‐ Non‐ Sensi‐ Speci‐ False False Level Event Event Event Event Correct tivity ficity POS NEG 0.000 49 0 11 0 81.7 100.0 0.0 18.3 . 0.150 48 2 9 1 83.3 98.0 18.2 15.8 33.3 0.300 46 4 7 3 83.3 93.9 36.4 13.2 42.9 0.450 44 5 6 5 81.7 89.8 45.5 12.0 50.0 0.600 43 6 5 6 81.7 87.8 54.5 10.4 50.0 0.750 41 8 3 8 81.7 83.7 72.7 6.8 50.0 0.900 36 9 2 13 75.0 73.5 81.8 5.3 59.1
101
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Citra Paramitha, dilahirkan di Bandung pada
tanggal 15 Agustus 1991. Penulis merupakan putri ke tiga dari tiga bersaudara
dari pasangan Agus Setyadi dan Rinarti Pujiastuti. Penulis menyelesaikan
pendidikan menengah pertama di SMPN 75 Jakarta pada tahun 2006 dan
menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 112 Jakarta pada tahun 2009.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Masuk
IPB (UTMI) pada tahun 2009. Penulis diterima di IPB dengan pilihan pertama
yaitu pada departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif
diberbagai kegiatan kepanitian.