chapter ii baru

Upload: evelyne

Post on 05-Jul-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    1/34

    11

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pneumonia

    Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang

    disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat

    berlangsung pada daerah yang mengalami konsilidasi, begitupun dengan aliran darah

    di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal (Somantri, 2009).

    Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas

    cepat. Penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada

    orang dewasa, dan pada orang usia lanjut (Misnadiarly, 2008).

    2.1.1 Penyebab Pneumonia

    1) Pneumonia Karena Infeksi Bakteri

    Bakteri yang pada umumnya muncul antara lain :

    a. Pneumonia karena infeksi Streptococus pneumoniae

    Streptococus adalah penyebab pneumonia bakteri yang paling sering, terutama

    pada anak kecil. Streptococus penumoniae sudah ada di kerongkongan manusia yang

    sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, malnutrisi, bakteri akan

    segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan (Misnadiarly, 2008).

    Penyakit ini ditandai dengan gejala akut berupa demam, nyeri dada dan

    pernapasan cepat yang sering disertai suara mendengkur. Pada pemeriksaan fisik akan

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    2/34

    12

    ditemukan konsolidasi segmen atau lobus dan dikonfirmasi dengan rontgen (Hull dan

    Johnston, 2008).

    Stadium dari pneumonia karena Pneumococcus adalah sebagai berikut :

    i. Kongesti (4-12 jam pertama) : eksudat serosa masuk ke dalam alveolus dari

    pembuluh darah yang bocor.

    ii. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan tampak 

    bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveolus.

    iii. Hepatisasi kelabu (3-8 hari): paru-paru tampak abu-abu karena leukosit dan

    fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.

    iv. Resolusi (7-11 hari): eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag

    sehingga jaringan kembali kepada struktur semula (Somantri, 2009).

    b. Pneumonia karena infeksi Haemophilus Influenza tipe B

    Di seluruh dunia dilaporkan bahwa infeksi ini merupakan penyebab kedua

    tersering pada pneumonia bakteri. Rontgen toraks biasanya memperlihatkan pola

    bronkopneumonia yang menyebar dan tidak memperlihatkan bayangan pada lobus.

    Umumnya berespon terhadap pengobatan amoksilin oral (Hull dan Johnston, 2008).

    c. Pneumonia karena Infeksi Stafilokokus aureus

    Stafilokokus aureus merupakan infeksi sekunder yang sering menyerang

    pasien rawat inap yang lemah, dan cenderung menyebabkan bronkopneumoni.

    Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam tinggi dan septikemia, disertai

    konsolidasi segmen atau lobus yang mungkin akan mengakibatkan komplikasi

    empisema atau pneumutoraks yang memerlukan drainase (Hull dan Johnston, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    3/34

    13

    d. Pneumonia karena infeksi Klebsiella sp

    Ciri khas dari pneumonia jenis ini adalah sputum kental yang disebut ‘ Red 

    Currant Jelly’ . Kebanyakan pasien klebsiella adalah laki-laki usia pertengahan atau

    tua yang menjadi peminum alkohol kronik atau yang menderita penyakit kronik 

    lainnya (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).

    e. Pneumonia karena Infeksi Pseudomonas sp

    Pneumonia jenis ini paling sering ditemukan pada pasien yang sakit berat

    yang dirawat di rumah sakit, atau yang mengalami supresi sistem pertahanan tubuh

    (misal, pasien dengan leukimia atau transplantasi ginjal yang mendapat obat

    imunosupresif dosis tinggi. Infeksi Pseudomonas seringkali diakibatkan kontaminasi

    peralatan ventilasi (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).

    2) Pneumonia karena Infeksi Virus

    Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat

    ini makin banyak virus yang berhasil diidentifikasi. Sebagian besar pneumonia jenis

    ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun apabila infeksi terjadi

    bersamaan dengan influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian

    (Misnadiarly, 2008).

    3) Pneumonia karena Infeksi Mikoplasma

    Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila

    dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena diduga disebabkan oleh

    virus yang belum ditemukan dan sering disebut pneumonia yang tidak tipikal

    (Atypical Pneumonia). Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    4/34

    14

    tersebar luas. Angka kematian sangat rendah,bahkan juga pada yang tidak diobati

    (Misnadiarly, 2008).

    4) Pneumonia Jenis Lain

    Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP) yang

    diduga disebabkan oleh jamur. PCP dan biasanya menjadi tanda awal serangan

    penyakit pada pengidap HIV/AIDS (Misnadiarly, 2008). Pneumonia Carinii

    belakangan ini menjadi infeksi berat yang fatal bagi penderita AIDS akibat

    kelemahan sistem kekebalan tubuh mereka. PCP merupakan infeksi oportunistik dan

    dapat juga terjadi pada pejamu dengan gangguan imunitas seperti pasien yang

    mendapat terapi imunisupresif untuk pengobatan kanker atau transplantasi organ

    (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).

    Pneumonia lain yang lebih jarang adalah disebabkan oleh masuknya makanan,

    cairan, gas, debu, maupun jamur. Ricketsia juga masuk golongan antara virus dan

    bakteri yang menyebakan demam Rocky Mountai, demam Q, Tipus, dan Psittacocis

    (Misnadiarly, 2008).

    2.1.2 Klasifikasi Pneumonia

    Menurut Brunner dan Suddarth (2002) berdasarkan agen penyebab

    dikategorikan sebagai:

    a. Pneumonia Bakterialis

    Pneumonia yang disebabkan oleh, Pneumonia Streptokokus; Pneumonia

    Stafilokokus; Pneumonia Klebsiella; Pneumonia Pseudomonas; Haemophilus

    Influenza

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    5/34

    15

    b. Pneumonia Atipikal

    Pneumonia atipikal beragam gejalanya, tergantung kepada agen penyebab,

    Penyakit  Legionnaires ; Pneumonia Mikoplasma; Pneumonia Virus; Pneumonia

    Pneumosistis Carinii (PPC); Pneumonia Fungi; Pneumonia Klamidia;

    Tuberkulosis

    2.1.3 Gejala dan Tanda Pneumonia

    a. Gejala

    Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas

    atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh

    meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk 

    dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian

    penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit

    kepala (Misnadiarly, 2008).

    b. Tanda

    Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit  pneumonia pada balita

    antara lain : Batuk nonproduktif ; Ingus (nasal discharge) ; Suara napas lemah ;

    Penggunaan otot bantu napas ; Demam ; Cyanosis (kebiru-biruan) ; Thorax photo

    menujukkan infiltrasi melebar ; Sakit kepala; Kekakuan dan nyeri otot; Sesak napas;

    Menggigil; Berkeringat ; Lelah ;Terkadang kulit menjadi lembab ; Mual dan muntah

    2.1.4 Faktor – Faktor Resiko Pneumonia

    Menurut Misnadiarly (2008), Faktor-faktor risiko pneumonia pada balita

    adalah :

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    6/34

    16

    a. Dikarenakan sang ibu : Menderita ISPA, pecandu alkohol, perokok, menderita

    penyakit kronik menahun, tingkat pendidikannya rendah, kurang mendapatkan

    pelayanan kesehatan yang memadai

    b. Dikarenakan bayi yang dilahirkan:Kekurangan nutrisi, umur dibawah 2 bulan, jenis

    kelamin laki-laki (lebih rentan), gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak 

    mendapat ASI memadai, terkena polusi udara, tinggal di lingkungan kumuh, tidak 

    mendapatkan imunisasi yang memadai, defisiensi vitamin A

    2.1.5 Diagnosis dan Tatalaksana Pneumonia

    a) Pneumonia Ringan

    Diagnosis

    Disamping batuk atau sukar bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Napas

    cepat pada anak umur 2 bulan – 11 bulan yaitu ≥ 50 kali/menit sedangkan pada

    anak umur 1 tahun- 5 tahun adalah ≥ 40 kali/menit.

    Tatalaksana

    i. Anak di rawat jalan

    ii. Pemberian antibiotik: kontrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari

    selama 3 hari atau amoksilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari.

    Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.

    b) Pneumonia Berat

    Diagnosis

    Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:

    Kepala terangguk-angguk, Pernapasan cuping hidung, Tarikan dinding dada bagian

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    7/34

    17

    bawah ke dalam, Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas,

    konsolidasi, dll).

    Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

    i. Napas cepat : a. Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit

    b. Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 kali/menit

    c. Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 kali/menit

    d. Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit

    ii. Suara merintih (grunting) pada bayi muda

    iii. Pada auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan menurun, suara

    pernapasan bronkial.

    Bila keadaan yang sangat berat dapat dijumpai : tidak dapat menyusui, kejang,

    letargis, atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat.

    Tatalaksana

    i. Anak dirawat di rumah sakit

    ii. Terapi antibiotik, seperti amoksilin/ampisilin, kloramfenikol.

    iii. Terapi oksigen seperti, pulse oximetry, nasal prongs (WHO et al, 2009).

    2.1.6 Pencegahan Pneumonia

    I. Menghindarkan bayi/balita dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat

    keramaian yang berpotensi penularan

    II. Menghindarkan bayi/balita dari kontak dengan penderita ISPA

    III. Membiasakan pemberian ASI

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    8/34

    18

    IV. Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek.

    Terlebih jika disertai suara serak, sesak napas, dan adanya tarikan pada otot di

    antara rusuk (retraksi)

    V. Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakkan perbaikan dan

    segera ke Rumah Sakit jika kondisi anak memburuk 

    VI. Imunisasi Hib untuk memberikan kekebalan terhadap Haemphilus influenza,

    vaksin Pneumokokal Heptavalen (mencegah IPD= Invasive pneumococcal

    disease) dan vaksinanasi influenza pada anak resiko tinggi, terutama usia 6-23

    bulan (Misnadiarly, 2008).

    2.2 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

    Puskesmas adalah salah satu unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kota/Kab

    (UPTD) yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu

    wilayah kerjanya. Sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota,

    puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas

    kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung

    tombak pembangunan kesehatan di Indonesia (Menkes RI, 2004).

    Puskesmas merupakan suatu kesatuan yang bersifat fungsionil dan langsung

    berada dalam pengawasan administrasi maupun teknis dari dinas kesehatan

    kota/kabupaten. Pembentukan puskesmas termasuk dalam program kesehatan

    nasional, dengan maksud memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat

    dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    9/34

    19

    tingginya. Dalam wilayah administrasi pemerintahan tempat kedudukan sebuah

    puskesmas adalah di tingkat kecamatan (Entjang, 2000).

    2.2.1 Upaya dan Azas Penyelenggaraan

    2.2.1.1 Upaya

    1. Upaya Kesehatan Wajib

    Upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global

    serta yang mempunyai daya ungkit tiggi untuk peningkatan derajat kesehatan

    masyarakat. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:

    a. Upaya Promosi Kesehatan

    b. Upaya Kesehatan Lingkungan

    c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

    d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

    e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

    f. Upaya Pengobatan

    2. Upaya Kesehatan Pengembangan

    Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan

    berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang

    disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih

    dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni:

    a. Upaya Kesehatan Sekolah

    b. Upaya Kesehatan Olahraga

    c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    10/34

    20

    d. Upaya Kesehatan Kerja

    e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut

    f. Upaya Kesehatan Jiwa

    g. Upaya Kesehatan Mata

    h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut

    i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Menkes RI, 2004).

    2.2.1.2 Azas Penyelenggaraan

    1. Azas Pertanggungjawaban Wilayah

    Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

    yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Berbagai kegaiatn yang dilakukan

    puskesmas adalah:

    a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan sehingga

    berwawasan kesehatan

    b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat

    di wilayah kerjanya

    c. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh

    masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya

    d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan

    terjangkau di wilayah kerjanya.

    2. Azas Pemberdayaan Masyarakat

    Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar

    berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas. Beberapa kegiatan

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    11/34

    21

    yang harus dilakukan oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara

    lain:

    a. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak : Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita

    b. Upaya Pengobatan : Posyandu, Pos Obat Desa (POD)

    c. Upaya Perbaikan Gizi : Posyandu, Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi

    (Kadarzi)

    d. Upaya Kesehatan Sekolah : Dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali

    murid, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)

    e. Upaya Kesehatan Lingkungan: Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa

    Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)

    f. Upaya Kesehatan Usia Lanjut : Posyandu Usila, Panti werda

    g. Upaya Kesehatan Kerja : Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)

    h. Upaya Kesehatan Jiwa: Posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Mayarakat

    (TPKJM)

    i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional : Taman Obat Keluarga (TOGA),

    Pembinaan Pengobatan Tradisional (Batra)

     j. Upaya Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (inovatif) : dana sehat, Tabungan Ibu

    Bersalin (Tabulin), Mobilisasi dana keagamaan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    12/34

    22

    3. Azas Keterpaduan

    a. Keterpaduan Lintas Program

    Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan

    berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab puskesmas. Contoh

    keterpaduan lintas program :

    1) Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) : keterpadua KIA dengan P2M, Gizi,

    Promosi Kesehatan, pengobatan

    2) Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) : keterpaduan kesehatan lingkungan dengan

    Promosi Kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan

    eksehatan jiwa

    3) Puskesmas Keliling : Keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi

    kesehatan, kesehatan gigi

    4) Posyandu : Keterpaduan KIA dengan KB, Gizi, P2M, Kesehatan Jiwa, Promosi

    Kesehatan

    b. Keterpaduan Lintas Sektor

    Upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan

    dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk 

    organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas sektor:

    1) Upaya Kesehatan Sekolah : Keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,

    lurah/kepala desa, pendidikan, agama

    2) Upaya Promosi Kesehatan : Keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,

    lurah/kepala desa, agama, dan pertanian

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    13/34

    23

    3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,

    lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, dan PLKB

    4. Azas Rujukan

    Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus

    penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik 

    secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana

    pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal antar strata sarana pelayanan

    kesehatan yang sama. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan

    oleh puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal, yakni :

    a. Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan

    Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:

    1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (misal

    operasi) dan lain-lain

    2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang

    lebih lengkap

    3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten

    untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau menyelenggarakan

    pelayanan medik spesialis di puskesmas

    b. Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat

    Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam :

    1) Rujukan sarana dan logistik 

    2) Rujukan tenaga

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    14/34

    24

    3) Rujukan operasional (Menkes RI, 2004).

    2.3 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

    Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau dalam bahasa inggris yaitu

     Integrated Management Of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen

    melalui pendekatan teintegrasi/ terpadu dalam tata laksana balita sakit yang datang di

    pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status

    imunisasi, maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan

    (Depkes, 2008).

    MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/ 

    cara menatalaksana balita sakit. World Health Organization (WHO) telah mengakui

    bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan di negara-negara berkembang

    dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita

    (Prasetyawati, 2012).

    2.3.1 Sejarah MTBS di Indonesia

    Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996.

    Modul MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama antara Kemenkes RI,

    WHO, Unicef, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Sejak itu penerapan MTBS

    di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS dilakukan secara

    berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak 

    melalui IDAI.

    Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi,

    namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab,

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    15/34

    25

    diantaranya belum adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih MTBS dan sarana

    prasarana untuk pelaksanaan kegiatan (Depkes, 2008).

    2.3.2 Sasaran

    Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok 

    sasaran, yaitu :

    a. kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan (usia < 2 bulan)

    b. kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun.

    2.3.3 Tujuan

    Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan angka

    kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit

    rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas.

    2.3.4 Manfaat MTBS

    MTBS telah digunakan oleh lebih dari 100 negara dan terbukti dapat :

    a. Menurunkan angka kematian balita

    b. Memperbaiki status gizi

    c. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan

    d. Memperbaiki kinerja tenaga kesehatan

    e. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah

    Selain itu, kegiatan MTBS memiliki tiga komponen yang khas yang

    menguntungkan, yaitu :

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    16/34

    26

    1) Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tata laksana kasus balita sakit

    (selain dokter, tenaga kesehatan non dokter dapat pula memeriksa dan menangani

    pasien apabila sudah dilatih)

    2) Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program

    kesehatan dalam satu kali pemeriksaan MTBS)

    3) Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan

    upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan

    masyarakat dalam pelayanan kesehatan).

    2.3.5 Materi MTBS

    Materi MTBS terdiri atas langkah :

    1. Penilaian

    Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari

    riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penyakit yang dilakukan penilaian oleh

    MTBS adalah :

    a. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernafas

    b. Penilaian dan klasifikasi diare

    c. Penilaian dan klasifikasi demam (demam untuk malaria, demam untuk DBD,

    demam untuk campak)

    d. Penilaian dan klasifikasi masalah telinga

    e. Memeriksa status gizi

    f. Memeriksa anemia

    g. Memeriksa status anemia

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    17/34

    27

    h. Memeriksa pemberian vitamin A

    i. Menilai masalah/ keluhan lain (Depkes RI, 2008)

    2. Klasifkasi Penyakit

    Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian untuk 

    menggolongkan tingkat keparahan penyakit. Klasifikasi bukan merupakan diagnosis

    penyakit yang spesifik. Setiap Klasifikasi penyakit mempunyai nilai suatu tindakan

    sesuai dengan klasifikasi tersebut dan mempunyai warna dasar, yaitu :

    a. Merah : Penanganan segera atau perlu dirujuk 

    b. Kuning : Pengobatan spesifik di pelayanan kesehatan

    c. Hijau : Perawatan di rumah

    3. Identifikasi Tindakan

    Dari klasifikasi baru bisa ditentukan tindakan apa yang akan dilakukan.

    4. Pengobatan

    Bagan pengobatan terdiri dari petunjuk cara komunikasi yang baik dan efektif 

    dengan ibu untuk memberikan obat dan dosis pemberian obat, baik obat yang harus

    diberikan di klinik maupun obat yang harus diteruskan di rumah.

    5. Konseling

    Alur konseling merupakan nasehat perawatan termasuk pemberian makan dan

    cairan di rumah dan nasehat kapan harus kembali segera maupun kembali untuk 

    tindak lanjut.

    6. Perawatan di rumah dan kapan kembali (Depkes, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    18/34

    28

    2.3.6 Strategi Menuju MTBS

    a. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi

    masyarakat dan kelaurga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan

    menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui

    revitalisasi Posyandu

    b. Meningkatkan kemampuan tenaga dalam manajemen dan melakukan tata laksana

    gizi buruk untuk mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh masyarakat

    melalui revitalisasi Puskesmas

    c. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan

    melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul vitamin A, MP-

    ASI, dan makanan tambahan

    d. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi, dan sosialisasi

    tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat

    e. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta/ dunia usaha

    masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam rangka meningkatkan daya beli

    keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang

    f. Meningkatkan perilaku sadar gizi dengan :

    1) Memantau berat badan

    2) Memberi ASI ekslusif pada bayi 0 – 6 bulan

    3) Makan beraneka ragam

    4) Menggunakan garam beryodium

    5) Memberikan suplementasi gizi sesuai anjuran

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    19/34

    29

    g. Intervensi gizi dan kesehatan dalam MTBS

    1) Memberikan perawatan / pengobatan di Rumah Sakit dan Puskesmas pada anak 

    balita gizi buruk disertai penyakit penyerta

    2) Pendampingan pemberian makanan tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak 6

     –  23 bulan dan PMT pemulihan pada anak 24  –  59 bulan kepada balita gizi

    kurang baik yang memiliki penyakit penyerta ataupun tidak ada penyakit penyerta

    h. Advokasi dan pendampingan MTBS

    1) Menyiapkan materi/ strategi advokasi MTBS

    2) Diskusi dan rapat kerja dengan DPRD secara berkala tentang pelaksanaan dan

    anggaran MTBS

    3) Melakukan pendampingan di semua Puskesmas di setiap Kabupaten/Kota

    (Prasetyawati, 2012).

    2.3.7 Komponen MTBS

    Dalam rencana aksi MTBS 2009-2014 Kementrian Kesehatan RI menetapkan

    ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS, yaitu :

    1) Komponen I

     Improving case management skills of first level workers through training and 

     follow up yaitu, meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tatalaksana

    kasus balita sakit menggunakan pedoman MTBS yang telah diadaptasi (dokter,

    perawat, bidan, tenaga kesehatan).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    20/34

    30

    2) Komponen II

     Ensuring that health facility supports reqired to provide effective IMCI care

    are in place yaitu memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada

    balita lebih efektif 

    3) Komponen III

     Household and community component, yaitu meningkatkan praktek /peran

    keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan

    kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang

    dikenal sebagai ‘Manajemen terpadu balita sakit berbasis masyarakat’) (Prasetyawati,

    2012).

    2.4 Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas

    2.4.1 Persiapan MTBS di Puskesmas

    Puskesmas yang akan menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada balita

    sakit perlu melakukan :

    2.4.1.1 Diseminasi Informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas

    Kegiatan diseminasi informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas

    dilaksanakan dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh tenaga yang meliputi

    perawat, bidan, tenaga gizi, tenaga imunisasi, tenaga obat, pengelola SP3, pengelola

    program P2M, tenaga loket dan lain-lain. Diseminasi informasi dilaksanakan oleh

    tenaga yang telah dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh supervisor dari Dinas

    Kesehatan Kota/Kabupaten. Informasi yang harus disampaikan: Konsep umum

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    21/34

    31

    MTBS, Peran dan tanggung jawab tenaga Puskesmas dalam menerapkan MTBS

    (Depkes, 2008).

    Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan rencana penerapan MTBS di

    Puskesmas yang meliputi persiapan logistik, penyusaian alur pelayanan, penerapan

    MTBS di Puskesmas dan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan MTBS (Depkes,

    2008).

    2.4.1.2 Rencana persiapan logistik 

    Persiapan sebelum menerapkan MTBS adalah :

    1) Persiapan Obat dan Alat

    a. Obat

    Obat – obat yang digunakan dalam MTBS adalah obat yang sudah lazim ada,

    kecuali beberapa obat yang belum tersedia di Puskesmas. Obat yang digunakan

    termasuk dalam Daftar Obat Eesensial (DOEN) dan Laporan Pemakaian dan Lembar

    Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di Puskesmas.

    Obat-obat yang diperlukan adalah : Kotrimoksazol tablet dewasa,

    kotrimoksazol tablet anak, sirup kotimoksazol, sirup amoksilin, tablet amoksilin,

    kapsul tetrasiklin, tablet asam nalidiksat, tablet metronidazol, tablet primakuin, tablet

    kina, tablet artesunate, tablet amodiakuin, tablet parasetamol, tablet albendazol, tablet

    pirantel pamoat, tablet besi, sirup besi, suntikan ampisilin, suntikan gentamisin,

    suntikan penisilin prokain, suntikan artemeter, suntikan kinin HCL, suntikan

    fenobarbital, suntikan diazepam, tetrasiklin atau kloramfenikol salep mata, gentian

    violet 1%, tablet nistatin, gliserin, vitamin A 200.000 IU, vitamin A 100.000 IU,

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    22/34

    32

    tablet zinc, aqua bides untuk pelarut, oralit 200 cc, cairan infus Na Cl 0,9%, cairan

    infus ringer laktat, cairan infus detrose 5%, alkohol, povidone iodine (Depkes RI,

    2008).

    b. Peralatan

    Peralatan yang dipergunakan dalam penerapan MTBS adalah :

    i. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik 

    ii. Tensimeter dan manset anak (bila ada)

    iii. Gelas, sendok, dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan di pojok 

    oralit)

    iv. Infus set dengan wing needles no 23 dan no 25

    v. Semprit dan jarum suntik: 1 ml ; 2.5 ml; 5 ml; 10 ml

    vi. Timbangan bayi

    vii. Termometer

    viii. Kasa/ kapas

    ix. Pipa lambung (nasogastire tube- NGT)

    x. Alat penumbuk obat

    xi. Alat pengisap lendir

    xii. RDT- Rapid Diagnostic Test untuk malaria

    xiii. Kalau mungkin Mikroskop untuk pemeriksaan malaria

    2) Persiapan formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI)

    Formulir rawat jalan MTBS merupakan logistik pencatatan yang belum ada di

    puskesmas. Langkah-langkah dalam persiapan formulir MTBS dan KNI :

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    23/34

    33

    a. Hitung jumlah kunjungan balita sakit per hari dan hitung kunjungan per bulan.

    Jumlah keseluruhan kunjungan balita sakit merupakan perkiraan kebutuhan

    formulir MTBS selama satu bulan. Formulir ini adalah untuk anak umur 2 bulan

    sampai 5 tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan untuk bayi muda,

    didasarkan pada perkiraan jumlah bayi baru lahir di wilayah kerja puskesmas,

    karena sasaran ini akan dikunjungi oleh bidan desa melalui kunjungan neonatal.

    b. Untuk pencetakan jumlah KNI sesuai jumlah kunjungan baru balita sakit dalam

    sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam sebulan.

    c. Selama tahap awal penerapan MTBS, cetak formulir pencatatan dan KNI untuk 

    memenuhi kebutuhan 3 bulan pertama

    3) Penyesuaian alur pelayanan

    Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu

    pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit,

    perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan untuk memperlancar pelayanan.

    Penyesuaian alur pelayanan balita sakit harus disepakati oleh seluruh tenaga

    kesehatan yang ada di puskesmas, pembahasan dilakukan pada saat diseminasi

    informasi. Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan model ban

    berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan oleh

    tenaga kesehatan yang berbeda. Adapun alur pelayanan yang diterima oleh balita

    sakit :

    a. Pendaftaran

    b. Pemeriksaan dan konseling

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    24/34

    34

    c. Pemberian tindakan yang diperlukan

    d. Pemberian obat

    e. Rujukan bila diperlukan (Depkes RI, 2008).

    Gambar 2.1 Alur Pelayanan penatalaksanaan penyakit dengan MTBS yang

    diberikan oleh 3 orang tenaga kesehatan

    2.4.2 Penerapan MTBS di Puskesmas

    Seluruh balita sakit yang datang ke puskesmas diharapkan ditangani dengan

    pendekatan MTBS, bila jumlah kunjungannya tidak banyak (kurang dari 10 kasus per

    hari). Akan tetapi bila perbandingan jumlah tenaga kesehatan yang telah dilatih

    1. Pemeriksaan (Memeriksa dan membuat

    klasifikasi, identifikasi pengobatan)

    2. Konseling (cara pemberian obat di

    rumah, kapan kembali, pemberian makan

    3. Pemberian kode diagnosa dalam SP3

    4. Tindakan yang diperlukan (pengobatan

    pra rujukan dan imunisasi)

    Pemberian Obat

    PulangRujuk

    Pendaftaran

    +

    Memberi formulir MTBS + Family Folder

    Petugas 2. di ruangperiksa melakukanseluruh langkah sejak 

    • Pengukuran suhubadan

    • Penimbangan beratbadan hinggakonseling

    Petugas 3. di Apotik 

    Datang

    Petugas 1. di loket :

    mengisi formulir

    MTBS (Identitas dan

    status kunjungan)

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    25/34

    35

    MTBS dan jumlah kunjungan balita sakit per hari cukup besar maka penerapan

    MTBS di puskesmas dilakukan secara bertahap, hal ini tergantung kepada apakah

    tenaga tersebut juga dibebani untuk menangani pasien yang bukan balita, kegiatan ke

    posyandu, dan lain-lain (Depkes RI, 2008).

    Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan adalah sebagai berikut:

    a. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 orang per hari pelayanan

    MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita.

    b. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 orang per hari,

    memberikan pelayanan kepada 50% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan

    setelah 3 bulan pertama diharapkan telah seluruh balita sakit mendapat pelayanan

    MTBS.

    c. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang per hari, memberikan

    pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah

    6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS

    (Depkes, 2008).

    2.4.3 Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan

    Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS sama

    dengan puskesmas yang lain yaitu menggunakan Sistem Pencatatan dan Pelaporan

    Puskesmas (SP3). Dengan demikian semua pencatatan dan pelaporan yang digunakan

    tidak perlu mengalami perubahan. Perubahan yang perlu dilakukan adalah konvensi

    klasifikasi MTBS ke dalam kode diagnosis dalam SP3 sebelum masuk ke dalam

    sistem pelaporan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    26/34

    36

    2.4.3.1 Pencatatan Hasil Pelayanan

    Pencatatan seluruh hasil pelayanan, yaitu kunjungan, hasil pemeriksaan

    hingga penggunaan obat tidak memerlukan pencatatan khusus. Pencatatan yang telah

    ada di puskesmas digunakan sebagai alat pencatatan. Alat pencatatan yang dapat

    digunakan adalah :

    a. Register kunjungan

    b. Register rawat jalan

    c. Register kohort bayi

    d. Register kohort balita

    e. Register imunisasi

    f. Register malaria, demam berdarah dengue, diare, ISPA, gizi, dll

    g. Register Obat

    2.4.3.2 Pelaporan Hasil Pelayanan

    Pelaporan yang digunakan adalah :

    a. Laporan bulanan 1/ Laporan bulanan data kesakitan (LB1)

    b. Laporan pemeriksaan dan lembar permintaan obat (LPLPO)

    c. Laporan bulanan gizi, KIA, Imunisasi dan P2M (LB3)

    d. Laporan Minggu diare

    e. Laporan kejadian luar biasa

    Diperlukan konvensi dari klasifikasi ke dalam bentuk diagnosa dan

    menggunakan penomoran kode LB1 (Depkes RI, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    27/34

    37

    2.5 Penatalaksaan Pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit

    2.5.1 Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit

    i. Menanyakan kepada ibu mengenai masalah anaknya

    Bagan MTBS tidak digunakan bagi anak sehat yang dibawa untuk imunisasi

    atau bagi anak dengan keracunan, kecelakaan atau luka bakar. Tentukan apakah

    kunjungan merupakan kunjungan pertama atau kunjungan ulang

    ii. Memeriksa tanda bahaya umum

    Periksa tanda bahaya umum pada anak sakit. Anak dengan tanda bahaya

    umum memiliki masalah kesehatan serius dan sebagian besar perlu segera dirujuk.

    Tanda bahaya umum adalah:

    a. Tidak bisa minum atau menyusui

    b. Memuntahkan semuanya

    c. Kejang

    d. Letargis atau tidak sadar

    iii. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernapas

    Anak dengan batuk atau sukar bernapas mungkin menderita pneumonia atau

    infeksi saluran pernapasan berat lainnya. Anak yang menderita pneumonia, paru

    mereka menjadi kaku, sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat, agar tidak 

    terjadi hipoksia (kekurangan oksigen). Apabila pneumonia bertambah parah, paru

    akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada ke dalam.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    28/34

    38

    a. Menilai batuk atau sukar bernapas

    Anak yang batuk atau sukar bernapas dinilai untuk: Sudah berapa lama anak 

    batuk atau sukar bernapas, Napas cepat, Tarikan dinding dada ke dalam,

    Stridor (Depkes, 2008).

    b. Klasifikasi batuk atau sukar bernapas

    Pada umumnya klasifikasi mempunyai tiga lajur :

    1. Klasifikasi pada lajur merah muda berarti anak memerlukan perhatian dan

    harus segera dirujuk. Ini adalah klasifikasi yang berat

    2. Klasifikasi pada lajur kuning berarti anak memerlukan tindakan khusus,

    misalnya pemberian antibiotik, antimalaria, cairan dengan pengawasan atau

    pengobatan lainnya

    3. Klasifikasi pada lajur hijau berarti anak tidak memerlukan tindakan medis

    khusus, tenaga kesehatan mengajari ibu cara merawat anak di rumah.

    Ada tiga kemungkinan klasifikasi bagi anak dengan batuk atau sekedar

    bernapas.

    Tabel 2.1 Gejala dan Klasifikasi Pneumonia Pada Anak Umur 2 Bulan-5

    Tahun

    Gejala

    • Ada tanda bahaya umum

    • Tarikan dinding dada ke dalam

    atau• Stridor

    Klasifikasi

    Pneumonia berat atau penyakit sangat

    berat

    Napas cepat Pneumonia

    Tidak ada tanda-tanda pneumonia

    atau penyakit sangat berat

    Batuk: bukan Pneumonia

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    29/34

    39

    iv. Memeriksa status gizi

    v. Memeriksa anemia

    vi. Memeriksa status imunisasi anak 

    vii. Memeriksa pemberian vitamin A (Depkes, 2008).

    2.5.2 Menentukan Tindakan dan Memberi Pengobatan

    2.5.2.1 Menentukan perlunya dilakukan rujukan segera

    a) Rujukan untuk anak dengan tanda bahaya umum

    Anak dengan tanda bahaya umum berarti mempunyai klasifikasi berat,

    sehingga mereka memerlukan rujukan.

    b) Rujukan untuk pneumonia berat atau penyakit sangat berat

    Anak dengan klasifikasi Pneumonia berat atau penyakit sangat berat,

    benar-benar menderita sakit yang serius dan membutuhkan rujukan segera

    untuk tindakan seperti oksigen dan lain-lain. Sebelum anak dirujuk, beri dosis

    pertama antibiotik yang sesuai untuk membantu mencegah pneumonia berat

    menjadi lebih parah, serta membantu mengobati infeksi berat seperti sepsis

    atau meningitis (radang selaput otak) (Depkes, 2008).

    2.5.2.2 Menentukan tindakan/ pengobatan pra rujukan

    Sebelum merujuk biasanya dilakukan tindakan/pengobatan pra rujukan.

    Tindakan/pengobatan pra rujukan diperlukan untuk menyelamatkan kelangsungan

    hidup anak. Sebelum melakukan tindakan /pengobatan pra rujukan tenaga meminta

    persetujuan orang tua (informed consent) (Depkes, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    30/34

    40

    2.5.2.3 Merujuk anak 

    Hal yang dilakukan tenaga kesehatan sebelum merujuk anak ke rumah sakit,

    yaitu:

    i. Menjelaskan tentang pentingnya rujukan dan meminta persetujuan ibu untuk 

    membawa anaknya ke rumah sakit.

    ii. Menghilangkan kekhawatiran ibu dan membantu untuk mengatasi setiap

    masalahnya.

    iii. Menulis surat rujukan untuk dibawa ke rumah sakit. Memberi tahu ibu untuk 

    memberikannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit (Depkes, 2008).

    2.5.2.4 Menentukan tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan

    rujukan

    Anak yang tidak memerlukan rujukan dapat ditangani di puskesmas atau

    klinik. Klasifikasi untuk pneumonia yang dapat ditangani di puskesmas atau klinik 

    yaitu, pneumonia dan batuk bukan pneumonia.

    Tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan rujukan segera

    meliputi :

    i. Memilih obat oral yang sesuai dan menentukan dosis serta jadwal pemberian

    ii. Memberi cairan tambahan dan tablet zinc untuk diare dan melanjutkan

    pemberian makan

    iii. Memberi tindakan dan pengobatan infeksi lokal

    iv. Memberi imunisasi sesuai kebutuhan

    v. Memberi suplemen vitamin A (Depkes, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    31/34

    41

    2.5.2.5 Kunjungan Ulang

    Kunjungan ulang diperlukan untuk klasifikasi pneumonia yang memerlukan

    untuk dilihat kembali hasilnya setelah beberapa hari makan obat. Waktu untuk 

    kunjungan ulang dicatat pada tempat yang disediakan di bagian akhir atau kanan

    bawah formulir pencatatan. Waktu kunjungan ulang disampaikan oleh tenaga kepada

    ibu balita (Depkes, 2008).

    2.5.3 Konseling bagi Ibu

    Adapun yang dilakukan tenaga kesehatan saat memberikan ibu balita

    konseling yaitu:

    a. Menggunakan Keterampilan Komunikasi yang Baik 

    Pengobatan di Puskesmas perlu dilanjutkan di rumah. Keberhasilan

    pengobatan di rumah tergantung keterampilan komunikasi tenaga kesehatan dengan

    ibu penderita yang meliputi : Menasehati ibu cara pengobatan di rumah (memberi

    penjelasan, memberi contoh, memberi kesempatan praktek), mengecek pemahaman

    ibu.

    b. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah

    Langkah-langkah dalam mengajari ibu cara memberikan obat oral di rumah

    kepada balita yang menderita pneumonia seperti, menentukan jenis dan dosis obat

    yang sesuai untuk umur atau berat badan anak, memberi tahu ibu alasan pemberian

    obat kepada anak, memperagakan cara mengukur satu dosis, mengamati cara ibu

    menyiapkan obat satu dosis, menjelaskan cara memberi obat, kemudian bungkus obat

    diberi tanda, dan lain-lain.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    32/34

    42

    c. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah.

    d. Menganjurkan pemberian ASI dan makanan.

    e. Menasehati ibu tentang masalah pemberian makan pada anak.

    f. Menasehati ibu kapan harus kembali ke tenaga kesehatan (Depkes, 2008).

    2.5.4 Tindak Lanjut

    Setiap anak dengan pneumonia harus kembali ke tenaga kesehatan setelah 2

    hari untuk kunjungan ulang dengan syarat:

    a. Jika frekuensi napas cepat atau nafsu makan tidak membaik, beri antibiotik pilihan

    kedua untuk pneumonia. Sebelumnya tenaga memastikan bahwa ibu memberikan

    antibiotik kepada balita nya 2 hari terakhir.

    i. Jika anak tidak minum antibiotik atau dosis yang diberikan terlalu rendah atau

    terlalu jarang, obati lagi dengan antibiotik yang sama. Satu dosis diberikan

    didepan tenaga kesehatan dan memastikan ibu tahu cara memberi obat di rumah.

    ii. Jika anak telah mendapat antibiotik dengan benar namun tidak membaik, tenaga

    mengganti dengan antibiotik pilihan kedua untuk pneumonia. Biasanya untuk 3

    hari, misalnya bila anak sudah mendapat kotrimoksazol ganti dengan amoksilin.

    b. Jika anak harus melanjutkan pengobatan antibiotik hingga seluruhnya 3 hari,

    pastikan ibu mengerti pentingnya menghabiskan obat tersebut walaupun keadaan

    anak membaik (Depkes, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    33/34

    43

    2.6 Fokus Penelitian

    Pada prinsipnya keberhasilan penatalaksanaan pneumonia dengan manajemen

    terpadu balita sakit (MTBS) dapat diukur melalui indikator masukan (input), proses

    ( process), dan luaran (output). Oleh karena itu fokus penelitian dapat disusun sebagai

    berikut :

    Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai

    berikut:

    1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam penatalaksanaan

    pneumonia dengan MTBS agar dapat berjalan dengan baik, meliputi : Tenaga

    Kesehatan; Pendanaan; Sarana, Prasarana dan Peralatan.

    a. Tenaga adalah tenaga kesehatan yang telah mendapat pelatihan MTBS dan

    menerapkan MTBS dalam penatalaksanaan balita yang menderita pneumonia.

    b. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk 

    pelaksanaan MTBS.

    c. Sarana, Prasarana dan peralatan termasuk didalamnya yaitu: obat, peralatan

    untuk pemeriksaan, formulir MTBS, kartu nasehat ibu (KNI), dan ruangan

    Input :

    1. Tenaga Kesehatan

    2.Pendanaan

    3.Sarana, Prasaranadan peralatan

    Process :

    Penatalaksanaan

    Pneumonia

    dengan MTBS

    Output :

    Balita Pneumonia

    ditangani dengan

    MTBS

    Gambar 2.2 Fokus Penelitian

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/16/2019 Chapter II baru

    34/34

    44

    khusus untuk MTBS yang mendukung terlaksananya penatalaksanaan

    pneumonia dengan MTBS.

    2. Proses (Process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai

    tujuan yang telah ditetapkan, meliputi : Penilaian dan klasifikasi balita sakit,

    menetukan tindakan dan memberi pengobatan, konseling bagi ibu, tindak lanjut.

    3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu penatalaksanaan pneumonia dengan

    manajemen terpadu balita sakit (MTBS), diharapkan semua balita yang menderita

    pneumonia dapat ditangani dengan MTBS.