case serotinus
DESCRIPTION
caseeee seotinusTRANSCRIPT
Kehamilan Serotinus
Oleh :
Sylvia Wijaya
(11-2014-034)
Pembimbing:
dr. FX Widiarso, Sp.OG
KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI-GINEKOLOGI
PERIODE 29 Juni 2015 – 05 September 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU
2015
1
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat
SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS
Nama : Sylvia Wijaya Tanda tangan :
NIM : 11.2014.034
Dr pembimbing / penguji : Dr. FX. Widiarso,Sp.OG
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny.AW Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 22 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Kawin (GIP0A0) Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SMA
Alamat : Karangbener rt 03/05 ,Bae ,
Kudus
Masuk Rumah Sakit : 28 Juli 2015
Pukul 11.00 WIB
Nama suami : Tn. R
Umur : 27 tahun
Pekerjaan : karyawan swasta
Alamat : Karangbener rt 03/05 ,Bae , Kudus
Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis tanggal 28 Juli 2015 Pukul 11.05 WIB
Keluhan utama :
Perut terasa kenceng-kenceng sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari bidan datang dengan keluhan perut kenceng-kenceng yang
dirasakan sejak 1 hari SMRS. Pasien mengaku pada saat memeriksakan diri ke bidan,
bidan mengatakan sudah terjadi pembukaan 1 cm pada jam 8 malam tanggal 27 Juli
2015.Pasien mengaku ada lender dan dan darah yang keluar tetapi tidak ada cairan
ketuban yang keluar Pasien mengatakan ini kehamilan yang pertama. Pasien tidak
2
mengeluh mual, muntah, pusing, mata berkunang, dan mata tidak kabur. Pasien
mengatakan rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan ke bidan dan tidak
terdapat kelainan apapun. Selama ini tidak pernah memiliki riwayat tekanan darah
tinggi, baik sebelum dan selama pemeriksaan kehamilan. Tidak ada riwayat operasi
sebelumnya.
Riwayat Kehamilan:
ANC rutin di bidan, tidak ada masalah selama kehamilan
Riwayat Haid:
Menarche : 13 tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 7 hari
HPHT : 7 November 2014
HPL : 14 Juli 2015
- Perkawinan : 1 kali
- Menikah usia : 21 tahun
- Lama menikah : 1 tahun
- Riwayat KB : -
- ANC teratur ke bidan
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Hamil
ke
Usia
kehamila
n
Jenis
persalinan
Penyulit penolong Jenis
kelamin
BB/TB
lahir
Umur
sekarang
1 42 minggu Hamil ini
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah menderita penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis, asma dan
alergi.
Os tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jantung, darah tinggi, kencing
manis, asma dan alergi.
3
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,6oC
Mata : Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/-
Jantung : BJ I-II reguler murni, gallop (-), murmur (-)
Thorak : Suara napas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen: Tampak membuncit sesuai masa kehamilan, tampak linea
nigra, dan striae gravidarum. BU (+), Nyeri tekan (-).
Genitalia : Status Obstetrikus
Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat+/+
Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
Inspeksi :Membuncit sesuai usia kehamilan, tampak linea nigra dan striae
gravidarum. Sikatrik tidak ada.
Tinggi fundus uteri 32cm
Tafsiran Berat Janin: (32-11)x155= 3255 gram
Leopold I : Bulat, lunak, tidak melenting (Bokong)
Leopold II : Keras memanjang pada bagian kiri (PUKI)
Leopold III : Bulat, keras, melenting (Kepala)
Leopold IV : kepala sebagian masuk PAP
Auskultasi : denyut jantung janin (+) 144 x/menit
His (+) 2x dalam 10 menit selama 10 detik.
PPV (+) lendir dan darah
Pemeriksaan dalam:
Vaginal Toucher – (pukul 11.15)
Ø 1 cm, KK (+), Efficement 25%
Bagian bawah janin kepala, ↓ H I
4
UUK kiri depan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
Golongan Darah/Rh B/ Positif
Waktu Perdarahan/ BT 2.00 menit (N: 1-3)
Waktu Pembekuan/ CT 4.30 menit (N: 2-6)
Hemoglobin 13,3g/dL (N: 11,7 – 15,5)
Leukosit 11.000/ul (N: 3.600 – 11.000)
Hematokrit 35,2% (N: 35-47)
Trombosit 188.000/ul (N: 150.000-440.000)
Kimia
Gula Darah Sewaktu 84 mg/dl (N: 75-110)
Imunoserologi
HbsAG Stik Negatif (N: Negatif)
Ringkasan
Pasien rujukan dari bidan datang dengan keluhan perut kenceng-kenceng yang
dirasakan sejak 1 hari SMRS. Pasien mengaku pada saat memeriksakan diri ke bidan,
bidan mengatakan sudah terjadi pembukaan 1 cm pada jam 8 malam tanggal 27 Juli
2015. Pasien mengatakan ini kehamilan yang pertama. Mual (-), muntah (-). Pasien
mengatakan rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan ke bidan. Riwayat Ht (-)
Riwayat operasi (-).
Riwayat Haid:
Menarche : 13 tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 7 hari
HPHT : 07 November 2014
HPL : 14 Juli 2015
Inspeksi : perut membuncit sesuai dengan umur kehamilan, Striae gravidarum
(+), linea nigra (+)
5
Palpasi :
Tinggi fundus uteri 32 cm
Tafsiran Berat Janin: (32-11)x155= 3255 gram
Leopold I : Bulat, lunak, tidak melenting (Bokong)
Leopold II : Keras memanjang pada bagian kiri (PUKI)
Leopold III : Bulat, keras, melenting (Kepala)
Leopold IV : Kepala belum masuk PAP
Auskultasi : denyut jantung janin (+) 144 x/menit
His (+) 2x dalam 10 menit selama 10 detik
PPV(+) lender dan darah
Pemeriksaan dalam:
Pembukaan Ø 1 cm, KK (+), Eff 25%
Bagian bawah janin kepala, ↓ H I
UUK kiri depan
Diagnosis Kerja
• GIP0A0 22 tahun hamil 42 minggu
• Janin I hidup intrauterin
• Presentasi kepala U, puki
• Inpartu kala I fase laten
• Kehamilan serotinus
Rencana Pengelolaan
• VT : Pembukaan Ø 1cm, KK (+), Efficement 25%
Bagian bawah janin kepala, ↓ H I
UUK kiri depan
• Sikap: Pengawasan 10
Evaluasi setiap 4 jam
Infus D5/ RL + 20 ttm
Gastrul ¼ tab
6
Tanggal 28 Juli 2015, Jam 16.00
S : Perut terasa kencang-kencang
O : KU : baik Kesadaran: CM
TD : 120 / 80 mmHg RR: 20 x/menit
HR : 84 x/menit T : 36,7°C
DJJ: 12 – 12 – 12 = 144 x/menit
HIS : 2x / 10 menit (10 detik)
PPV : (+) lendir darah
Tanda – tanda inpartu kala I ( + )
VT :
Ø 4 cm, KK (+) Efficement 25%
Bagian bawah janin kepala ↓ H II
UUK kiri depan
A : GIP0A0 22 tahun hamil 42 minggu
Janin I hidup intrauterin
Bagian bawah kepala Ʉ, puki
Inpartu kala I fase aktif
Kehamilan serotinus
P : Evaluasi 4 jam
28 Juli 21015, Jam 20.00
S : Perut semakin terasa kencang-kencang
O : KU : baik Kesadaran: CM
TD : 130 / 80 mmHg RR: 20 x/menit
HR : 88 x/menit T : 36,7°C
DJJ: 144 x/menit
HIS : 2x / 10 menit (10 detik)
PPV : (+) lendir darah
Tanda – tanda inpartu kala I ( + )
VT :
Ø 7 cm, KK (+) Efficement 50%
Bagian bawah janin kepala ↓ H III
UUK kiri depan
7
A : GIP0A0 22 tahun hamil 42 minggu
Janin I hidup intrauterin
Presentasi belakang kepala sudah masuk PAP puki
Inpartu kala I fase aktif
Kehamilan serotinus
P : Evaluasi 1 jam
DJJ ½ jam
28 Juli 21015, Jam 22.30
S : Rasa ingin mengejan, keluar cairan ketuban
O : KU : baik Kesadaran: CM
TD : 130 / 80 mmHg RR: 20 x/menit
HR : 88 x/menit T : 36,7°C
DJJ: 144 x/menit
HIS : 2x / 10 menit (10 detik)
PPV : (+) lendir darah
VT :
Ø 10 cm, KK (-) Efficement 100 %
Bagian bawah janin kepala ↓ H IV
UUK kiri depan
A : GIP0A0 22 tahun hamil 42 minggu
Janin I hidup intrauterin
Presentasi belakang kepala Ʉ puki
Inpartu kala II
Kehamilan serotinus
P : Pimpin mengejan saat ada His
Partus + Episiotomi mediolateral Bayi perempuan 3200 gr, 49 cm , apgar score 9 10 10Plasenta lahir lengkap Jahitan Perineum , Hecting (+)Pospargin 1 ampInduksin ½ ampul
8
Prognosis
Power : ad bonam
Passage : ad bonam
Passanger : ad bonam
Follow Up Post Partus
29 juli 2014 pukul 08.00
S : Nyeri luka jahit pada vagina
O : TD 120/80 mmHg N 84 x / menit
RR 18 x/ menit S 36,4o C
Mata: CA -/-. SI -/-
Cor: BJ I – BJ II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Mammae: ASI (+), Puting menonjol
Abdomen: TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik, BU (+)
PPV: Lochea +
Ekstremitas: Edema tungkai (-/-), akral hangat (+)
A : PIA0 post partus spontan dengan serotinus
P : Amoksisilin 3x 500 mg
Pospargin 2x 1 tablet
Hemafort 1x1
ASI eksklusif 6 bulan, kontrol di poliklinik obgyn 1 minggu.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Kehamilan posterm, disebut juga kehamilan serotinus adalah kehamilan yang
berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid
terakhir menurut rumus Neagle dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Kehamilan
postterm mempunyai resiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm, terutama terhadap
kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan post partum) berkaitan dengan
aspirasi mekonium dan asfiksia. Tindakan operasi seksio sesarea dapat
dipertimbangkan pada Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang,
Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin.1
ETIOLOGI
Kini dipahami bahwa menjelang partus terjadi penurunan hormon
progesteron, peningkatan oksitosin, serta peningkatan reseptor oksitosin, tetapi
yang paling menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin yang
menyebabkan his yang kuat. Prostaglandin telah dibuktikan berperan paling
penting dalam menimbulkan kontraksi uterus. Nwosu dan kawan-kawan
menemukan perbedaan dalam rendahnya kadar kortisol pada darah bayi sehingga
disimpulkan kerentanan akan stress merupakan faktor tidak timbulnya his, selain
kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta.1,2
Sebagian keadaan langka yang berkaitan dengan kehamilan yang lama
mencakup anensefalus, hipoplasia adrenal janin, tidak adanya kelenjar hipofise pada
janin, defisiensi sulfatase plasenta, dan kehamilan ekstrauteri. Meskipun etiologi
kehamilan yang lama tidak dipahami sepenuhnya, keadaan klinis ini memberikan
suatu gambaran yang umum yaitu penurunan kadar estrogen yang pada kehamilan
normal umumnya tinggi. Penurunan konsentrasi estrogen yang menandai kasus-
kasus kehamilan lama ini dianggap merupakan hal penting, karena kehadiran
estrogen tidak cukup untuk menstimulasi produksi dan penyimpanan
glikofosfolipid di dalam membran janin. Pada jumlah estrogen yang normal dan
terus meningkat, dan semakin berlanjutnya kehamilan, membran janin khususnya
menjadi kaya akan dua jenis gliserofosfolipid, fosfatidilinositol dan
fosfatidiletanolamin yang keduanya mengandung arakidonat pada posisi sn2.
10
Janin manusia tampaknya memicu persalinan melalui mekanisme tertentu yang
masih belum dipahami dengan jelas, sehingga terjadi pemecahan arakidonat dari
kedua senyawa gliserofosfolipid ini. Dengan demikian arakidonat tersedia bagi
konversi menjadi prostaglandin E2 dan E2a yang selanjutnya akan menstimulasi
penipisan serviks serta kontraksi ritmik uterus yang menjadi ciri khas persalinan
normal. Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin, selain itu,
kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan
kehamilan lewat waktu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian
menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen
plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi
gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin
intrauteri. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Volume air ketuban juga
berkurang karena mulai terjadi absorpsi.
Etiologi pasti belum diketahui. Faktor yang dikemukakan adalah hormonal
yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan,
sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain adalah faktor
herediter, karena postmatritas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.
Menunit Norwitz (2004), pada sebagian besar kasus, etiologi kehamilan
lewat waktu tidak diketahui. Banyak faktor yang menyebabkan seorang ibu
memiliki resiko tinggi untuk mengalami kehamilan lewat waktu. Insidensinya
meningkat pada wanita yang pada kehamilan pertamanya juga mengalami
kehamilan lewat waktu. Faktor genetik juga memegang peranan. Suatu studi
menunjukkan bahwa resiko kehamilan lewat waktu meningkat pada wanita yang
dirinya sendiri juga mengalami kejadian lahir lewat waktu. Bagaimanapun juga,
variasi waktu kapan saat ibu mengalami ovulasi dapat menyebabkan kesalahan
perhitungan dalam menentukan durasi waktu kehamilan yang tepat dan juga dalam
menentukan kapan hari perkiraan persalinan. USG dapat menjadi sarana yang cukup
terpercaya untuk menentukan usia kehamilan terutama pada wanita dengan siklus
menstruasi yang lama atau tidak teratur.1,2
11
FAKTOR RISIKO
Risiko kehamilan lewat waktu antara lain adalah gangguan pertumbuhan janin,
gawat janin, sampai kematian janin dalam rahim. Resiko gawat janin dapat terjadi 3
kali dari pada kehamilan aterm1. Kulit janin akan menjadi keriput, lemak di bawah
kulit menipis bahkan sampai hilang, lama-lama kulit janin dapat mengelupas dan
mengering seperti kertas perkamen. Rambut dan kuku memanjang dan cairan ketuban
berkurang sampai habis. Akibat kekurangan oksigen akan terjadi gawat janin yang
menyebabkan janin buang air besar dalam rahim yang akan mewarnai cairan ketuban
menjadi hijau pekat.
Pada saat janin lahir dapat terjadi aspirasi (cairan terisap ke dalam saluran
napas) air ketuban yang dapat menimbulkan kumpulan gejala MAS (meconeum
aspiration syndrome). Keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin. Komplikasi
yang dapat mungkin terjadi pada bayi ialah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia,
polisitemia, dan kelainan neurologik.
Kehamilan lewat bulan dapat juga menyebabkan resiko pada ibu, antara lain
distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, dan moulding (moulage)
kepala kurang. Sehingga sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri,
distosia bahu, dan perdarahan postpartum.3
DIAGNOSIS
a. Bila tanggal hari pertama haid terakhir dicatat dan diketahui wanita hamil,
diagnosis tidak sukar.
b. Bila wanita tidak tahu, lupa atau tidak ingat, atau sejak melahirkan yang lalu
tidak dapat haid dan kemudian menjadi hamil, hal ini akan sukar
memastikannya. Hanyalah dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dapat
diikuti tinggi dan naiknya fundus uteri, misalnya gerakan janin dan besarnya
janin dapat membantu diagnosis.
c. Pemeriksaan berat badan ibu diikuti, kapan menjadi berkurang, begitu
pula lingkaran perut dan jumlah air ketuban apakah berkurang.
d. Pemeriksaan rontgenologik; dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada
bagian distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid, diameter
biparietal 9,8 cm atau lebih.
e. Ultrasonografi; ukuran diameter biparietal, gerakan janin, dan jumlah air
ketuban.
12
f. pemeriksaan sitologik air ketuban; air ketuban diambil dengan
amniosentesis baik transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan
bercampur lemak dan sel-sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan
mencapai lebih dan 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan
sulfat biru Nil, maka sel-sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga
bila :
- melebihi 10 % = kehamilan di atas 36 minggu
- melebihi 50 % = kehamilan di atas 39 minggu
g. Amnioskopi: melihat derajat kekemhan air ketuban, menunit warnanya
karena dikeruhi mekonium
h. Kardiotokografi; mengawasi dan membaca denyut jantung janin,
karena insufisiensi plasenta.
i. Uji oksitosin (stress test); yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi
reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang
baik, hal ini mungkin janin mengalami bahaya dalam kandungan.
j. Pemeriksaan kadar estriol dalam urine.
k. Pemeriksaan pH darah kepala janin.
l. Pemeriksaan sitologi vagina.2,3
PERUBAHAN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU
Terjadi beberapa perubahan cairan amnion, plasenta dan janin pada kehamilan lewat
waktu. Dengan mengetahui perubahan tersebut sebagai dasar untuk mengelola
persalinan lewat waktu.
1. Perubahan cairan amnion
Terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion. Jumlah cairan
amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu sekitar 1000 ml
dan menurun sekitar 800 ml pada 40 minggu. Penurunan jumlah cairan
amnion berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml, 250 ml, 160 ml pada usia
kehamilan 42,43 dan 43 minggu. Penurunan tersebut berhubungan dengan
produksi urin janin yang berkurang. Dilaporkan bahwa aliran darah janin
menurun pada kehamilan lewat waktu dan menyebabkan oligohidramnion.
Selain perubahan volume terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion
menjadi kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya vernik kaseosa
dan komposisi phospholipid. Dengan lepasnya sejumlah lamellar bodies
13
dan paru-pam janin dan perbandingan Lechitin terhadap Spingomielin
menjadi 4:1 atau lebih besar. Dengan adanya pengeluaran mekonium maka
cairan amnion menjadi hijau atau kuning. Evaluasi volume cairan amnion
sangat penting. Dilaporkan kematian perinatal meningkat dengan adanya
oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali pusat. Keadaan ini
menyebabkan fetal distress intra partum pada persalinan lewat waktu. Untuk
memperkirakan jumlah cairan amnion dapat diukur dengan pemeriksan
ultrasonografi. Metode empat kuadran sangat populer. Dengan
mengukur diameter vertikal dan kantung paling besar pada setiap
kuadran. Hasil penjumlahan empat kuadran disebut Amniotic Fluid
Index (AFI). Bila AFI kurang dan 5 cm indikasi oligohidramnion. AFI 5-
10 cm indikasi penurunan volume cairan amnion. AFI 10-15 cm adalah
normal. AFI 15-20 cm terjadi peningkatan volume cairan amnion. Afi
lebih dan 25 cm indikasi polihidramnion. 4
2. Perubahan pada plasenta
Plasenta sebagai perantara untuk suplai makanan dan tempat
pertukaran gas antara maternal dan fetal. Dengan bertambahnya umur
kehamilan, maka terjadi pula perubahan struktur plasenta. Plasenta pada
kehamilan lewat waktu memperlihatkan pengurangan diameter dan panjang
villi chorialis. Perubahan ini secara bersamaan atau didahului dengan titik-
titik penumpukan kalsium dan membentuk infark putih. Pada kehamilan
aterm terjadi infark 10%-25% sedangkan pada kehamilan lewat waktu
terjadi 60%-80%. Timbunan kalsiumpada kehamilan lewat waktu
meningkat sampai 10g/100g jaringan plasenta kering, sedangkan
kehamilan aterm hanya 2-3g/100g jaringan plasenta kering.
Secara histologi plasenta pada kehamilan lewat waktu meningkatkan
infark plasenta, kalsifikasi, trombosis intervilosus, deposit fibrin perivillosus,
trombosis arteial dan endarteritis arterial. Keadaan ini menurunkan fungsi
plasenta sebagai suplai makanan dan pertukaran gas. Hal ini dapat
menyebabkan malnutrisi dan asfiksia. Dengan pemeriksaan ultrasonografi
dapat diketahui tingkat kematangan plasenta.Pada kehamilan lewat waktu
terjadi perubahan sebagai berikut:
- Piling korion: lekukan garis batas piring korion mencapai daerah basal.
14
- Jaringan plasenta: berbentuk sirkuler, bebas gema di tengah, berasal
dari satu kotiledon (ada daerah dengan densitas gema tinggi dari proses
klasifikasi, mungkin memberikan bayangan akustik).
- Lapisan basal: daerah basal dengan gema kuat dan memberikan
gambaran bayangan akustik. Keadaan plasenta ini dikategorikan tingkat
tiga.2,4
3. Perubahan pada janin
Sekitar 45% janin yang tidak dilahirkan setelah hari perkiraan lahir,
terus berlanjut tumbuh dalam uterus. Ini terjadi bila plasenta belum
mengalami insufisiensi. Dengan penambahan berat badan setiap minggu
dapat terjadi berat lebih dari 4000g. Keadaan ini sering disebut janin besar.
Pada umur kehamilan 38-40 minggu insiden janin besar sekitar 10% dan
43 minggu sekitar 43%. Dengan keadaan janin tersebut meningkatkan
risiko persalinan traumatik.
Janin postmatur mengalami penurunan jumlah lemak subkutaneus,
kulit menjadi keriput dan vernik kaseosa hilang. Hal ini menyebabkan kulit
janin berhubungan langsung dengan cairan amnion. Perubahan lain yaitu:
rambut panjang, kuku panjang, warna kulit kehijauan atau kekuningan
karena terpapar mekonium.
Penanganan Suportif Pediatrik
Pada saat persalinan bayi yang diketahui atau dicurigai sebagai bayi
lewat waktu, seorang dokter yang terlatih dalam resusitasi neonatal,
termasuk petugas yang terampil untuk memasang kateter arteri dan vena
umbilikalis, harus mendampingi persalinan tersebut. Pengisapan trakhea
segera untuk mengisap mekonium, di samping tenaga terampil untuk
menangani tindakan suportif respiratorik segera dan jangka panjang, jika
diperlukan terbukti merapakan faktor yang sangat penting dalam upaya
menyelamatkan jiwa bayi tersebut. Penatalaksaiiaan terhadap
hipoglikemia dan hipokalsemia yang selanjutnya dapat mempersulit masa
neonatal, harus sudah diantisipasi terlebih dahulu dan rencana kerja yang
tepat sudah dibuat untuk menghadapi keadaan tersebut sebelum bayi
dilahirkan. 5
15
Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan, dengan memperhatikan
tanda-tanda postmaturitas dapat dibagi ke dalam 3 stadium:
1. stadium I : kulit tampak kering, rapuli dan mudah mengelupas
(maserasi),
verniks kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.
2. stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan
kulit yang kehijauan oleh mekonium yang bercampur air ketuban.
3. stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin
serta pada jaringan tali pusat.
Pada saat persalinan penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika
telah terjadi pewarnaan mekonium (kehijauan) atau bahkan pengentalan
dengan warna hijau kehitaman, begitu bayi lahir harus dilakukan resusitasi
aktif. Idealnya langsung dilakukan intubasi dan pembilasan trakhea.
Kemungkinan komplikasi pada bayi postmatur antara lain hipoksia,
hipovolemia, asidosis, sindrom gawat napas, hipoglikemia, hipofungsi
adrenal.5
EFEK PADA JANIN/BAYI
Kehamilan lewat waktu dapat meningkatkan resiko pada janin, yakni
stillbirth atau kematian noenatal, komplikasi dari terjadinya bayi besar, antara lain
persalinan lama, disproporsi kepala panggul, trauma janin, dan juga distosia bahu,
selain itu jugadapat terjadi dismaturitas fetal atau biasa disebut "postmaturity
syndrome", dan juga aspirasi mekonium.
Janin lewat waktu dapat terus bertambah beratnya di dalam uterus dan
dengan demikian menjadi bayi besar yang abnormal pada saat lahir, atau
bertambah berat lewat waktu serta berukuran besar menurut usia gestationalnya.
Kenyataan bahwa janin lewat waktu terus tumbuh merupakan indikasi tidak
terganggunya fungsi plasenta dengan implikasi bahwa janin seharusnya mampu
menenggang semua beban persalinan normal tanpa masalah. Akan tetapi, keadaan
yang terjadi mungkin tidak demikian. Sebagai contoh, pertumbuhan yang terus
berlangsung dapat menimbulkan disproporsi fetopelvik dengan derajat yang
mengkhawatirkan dan akibatnya persalinan tidak dapat lagi berlangsung secara
normal. Lagi pula, oligohidramnion sering terjadi pada kehamilan yang melampaui
16
usia 42 minggu, dan penurunan jumlah cairan amnion akan disertai dengan
kompresi tali pusat yang menimbulkan gawat janin, termasuk defekasi dan
aspirasi mekonium yang kental.
Pada sisi ekstrim lainnya, lingkungan intrauteri dapat bermusuhan sehingga
pertumbuhan janin yang lebih lanjut akan terhenti dan janin menjadi lewat waktu
serta mengalami retardasi pertumbuhan. Pada saat lahir bisa terlihat bahwa
janin sebenarnya sudah mengalami kehilangan berat yang cukup banyak, khususnya
akibat hilangnya lemak subkutan dan massa otot. Pada kenyataannya, sebagian
bayi yang sudah mengalami retardasi pertumbuhan dapat menjadi lewat waktu,
dan proses patologis ini dapat semakin parah. Pada kasus yang ekstrim,
ekstremitas tampak panjang dan sangat kurus, terdapat deskuamasi yang parah, dan
kuku jari tangan serta amnion sering diwarnai dengan bercak-bercak mekonium.1,5
Tanda-tanda bayi postmatur:
a. biasanya lebih berat dari bayi matur
b. tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
c. rambut lanugo hilang atau sangat kurang
d. verniks kaseosa di badan kurang
e. kuku-kuku panjang
f. rambut kepala agak tebal
g. kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel
Clifford mendeskripsikan bayi postmatur menjadi derajat atau stage, yakni :
1. keriput, kulit mengelupas, badan kecil dan kurus.
2. ciri-ciri stage 1 diusertai dengan fetal distress dan adanya mekonium.
3. ciri-ciri stage 1 dan 2 disertai dengan ditemukannya kulit dan kuku janin yang
dikotori oleh mekonium.
Penatalaksanaan Antepartum Kehamilan Lewat Waktu
Bahkan tanpa adanya komplikasi material yang dapat dikenali sekalipun,
masih terdapat sedikit keraguan apakah sebagian janin yang berada di dalam uterus
lebih dari 42 minggu akan menghadapi ancaman yang progresif untuk mengalami
morbiditas yang serius atau bahkan kematian. Karena itu, tindakan yang
menguntungkan bagi janin semacam itu adalah melahirkannya pada kehamilan 42
17
minggu. Sayangnya, paling tidak ada lima permasalahan sulit yang menghalangi
kebijakan untuk melahirkan semua janin hanya dengan usia gestational yang
dicurigai paling sedikit sudah mencapai 42 minggu :
1. usia gestational tidak selalu diketahui dengan tepat, dan dengan demikian,
janin bias saja belum matur sebagaimana yang diperkirakan.
2. sangat sangat sulit untuk menentukan dengan tepat janin mana yang akan
meninggal atau mengalami morbiditas serius bila dibiarkan di dalam uterus.
3. bagian bagian terbesar janin ini dalam keadaan yang cukup baik.
4. induksi persalinan tidak selalu berhasil
5. persalinan dengan section caesaria meningkatkan secara nyata resiko
morbiditas maternal yang serius bukan hanya pada kehamilan ini tetapi juga
hingga taraf tertentu pada kehamilan berikutnya.
Ditinjau dari daftar permasalahan ini, rencana penatalaksanaan yang pasti
harus sudah disusun bagi semua kasus dengan kehamilan lama. Tampaknya logis
bila sebagai tahap awal sudah diputuskan apakah usia gestational dapat
ditentukan dengan tegas ataukah diragukan.
Dalam pengelolaan antepartum diperhatikan tentang umur kehamilan.
Menentukan umur kehamilan dapat dengan menghitung dari tanggal menstruasi
terakhir, atau dari hasil pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan 12-20
minggu. Pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan lewat waktu tidak akurat
untukmenentukan umur kehamilan. tetapi untuk menentukan volume cairan
amnion (AFI), ukuran janin, malformasi janin dan tingkat kematangan plasenta.
Untuk menilai kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 40 minggu
dengan pemeriksaan Non Stress Test (NST). Pemeriksaan ini untuk
mendeteksi terjadinya insufisiensi plasenta tetapi tidak adekuat untuk
mendiagnosis oligohidramnion, atau memprediksi trauma janin.
Secara teori pemeriksaan profil biofisik janin lebih baik. Selain NST juga
menilai volume cairan amnion, gerakan nafas janin, tonus janin dan gerakan
janin. Pemeriksaan lain yaitu Oxytocin Challenge Test (OCT) menilai
kesejahteraan janin dengan serangkaian kejadian asidosis, hipoksia janin dan
deselerasi lambat. Penilaian ini dikerjakan pada umur kehamilan 40 dan 41
minggu. Setelah umur kehamilan 41 minggu pemeriksaan dikerjakan 2 kali
18
seminggu. Pemeriksaan tersebut juga untuk menentukan pengelolaan. Penulis
lain melaporkan bahwa kematian janin secara bermakna meningkat mulai umur
kehamilan 41 minggu. Oleh karena itu pemeriksaan kesejahteraan janin dimulai
dari umur kehamilan 41 minggu.6
TABEL-2: Skoring biofisik menurut Manning
Variabel biofisik Nilai 2 Nilai 0
Gerak nafas Dalam 30 menit ada gerak
nafas minimal selama 30 detik
Tidak ada gerak nafas
lebih dari 30 detik
Gerak Janin Dalam 30 menit minimal ada 3
gerak janin yang terpisah
Gerak kurang dari 3
kali
Tonus Ada gerak ekstensi dan fleksi
sempurna, atau gerak
membuka dan menutup tangan
Tidak ada
gerak/ekstensi lambat
disusul fleksi parsial
NST reaktif Dalam 30 menit minimal 2
akselerasi selama 15 detik
dengan amplitude 15
kali/menit
Kurang dari 2
akselerasi, kurang dari
15 kali/menit
Cairan Amnion Minimal ada satu kantung
amnion dengan ukuran vetikal
>1 cm
Kantung amnion <1 cm
Penatalaksanaan:
Nilai 10: janin normal, dengan risiko rendah terjadi asfiksia kronik. Pada lewat
waktupemeriksaan diulang 2 kali seminggu
Nilai 8: Janin normal, dengan risiko rendah terjadi asfiksia kronik. Bila
adaologohidramnicn dilakukan terminasi kehamilan.
Nilai <6: Kecurigaan terjadi asfiksia kronik dan dilakukan terminasi kehamilan.
Pemeriksaan amniosintesis dapat dikerjakan untuk menentukan adanya
19
mekonium di dalam cairan amnion. Bila kental maka indikasi janin segera
dilahirkan dan memerlukan amnioinfusion untuk mengencerkan mekonium.
Dilaporkan 92% wanita hamil 42 minggu mempunyai serviks tidak matang
dengan Bishop score kurang dari 7. Ditemukan 40% dan 3047 wanita dengan
kehamilan 41 minggu mempunyai serviks tidak dilatasi. Sebanyak 800 wanita
hamil lewat waktu diinduksi dan dievaluasi di Rumah Sakit Parkland. Pada
wanita dengan serviks tidak dilatasi, dua kali meningkatkan seksio cesarea
karena distosia.7
TABEL-3 Bishop score
Faktor 0 1 2 3
Cervical
dilatation (cm)
Closed 1-2 3-4 5+
Cervical
effacement
(%)
0-30 40-50 60-70 80+
Fetal station -3 -2 -1,0 11,12
Cervical
consistency
Firm Medium Soft
Cervical
position
Posterior Mid Anterior
Dikutip dari Arias F. Prolonged pregnancy in Practical Guide to High risk pregnancy
and delivery, 1993.
a. Pada Usia Gestational Diketahui
Bila usia gestational diketahui, penatalaksanaan oleh sebagian besar
rumah sakit mencakup persalinan pada akhir suatu periode waktu yang tetap,
yang berkisar antara kshainilan 42 dan 44 minggu, tanpa memperhatikan
kondisi serviks (granados, 1984; Leveno et all, 1985; Shime et all, 1984).
Jika induksi gagal, banyak dokter menyukai sectio caesaria. Belum jelas
metode apakah yang terbaik untuk pelaksanaan serveilans terhadap janin
20
dengan usia gestational antara 42 dan 44 minggu pada kehamilan yang tidak
dilakukan induksi.
Pada banyak rumah sakit, penatalaksanaan pada kehamilan antara 42
dan 44 minggu terdiri atas pemeriksaan serial yang terutama ditujukan
untuk menemukan keadaan yang mengancam jiwa janin, sementara
menantikan awal persalinan yang spontan. Dengan timbulnya gawat janin
yang nyata atau dicurigai, bayi dapat dilahirkan melalui induksi
persalinan atau dengan pembedahan sectio caesaria menurut indikasi
obstetriknya. Keadaan bahaya atau kesehatan janin dievaluasi melalui
penilaian klinik terhadap volume cairan amnion dan gerakanjanin yang
dirasakan oleh ibu.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli, dapat diambil
kesimpulan:
1. pasien dengan kehamilan lama yang pasti versus kehamilan lama yang
meragukan, merupakan dua kelompok yang secara klinis berbeda dengan
resiko perinatal yang berbeda pula.
2. wanita dengan kehamilan lama yang pasti harus diinduksi
setelah usia kehamilannya mencapai 42 minggu.
3. upaya induksi yang lebih sering dilakukan tidak berkaitan dengan
peningkatan angka sectio caesaria
Hal yang terjadi paling akhir adalah kecenderungan dalam beberapa
praktek obstetri untuk memulai induksi persalinan atau surveilans janin
pada akhir minggu ke-41 dan bahkan setelah mencapai minggu ke-40,
karena adanya sejumlah kasus lahir mati yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya.
b. Pada Usia Gestational Tidak Diketahui
Pada banyak pusat kedokteran, bila usia gestational tidak diketahui,
digunakan teknik-teknik surveilans secara klinis, elektronik atau
biokimiawi, ataupun berbagai kombinasi teknik-teknik ini setelah perkiraan
yang terbaik dibuat pada minggu ke 42, dan persalinan tidak diinduksi
kecuali kalau terdapat keadaan yang mengancam jiwa janin. Dalam
21
penelitian ini, karena perhitungan tanggal persalinan sering salah,
umumnya hasil akhir yang diperoleh tampak baik.7
Identifikasi Keadaan Yang Membahayakan Janin
Dalam penatalaksanaan kehamilan lewat waktu, umumnya sekarang
dilakukan berbagai tes atau prosedur yang diunggulkan dalam meramalkan
kesehatan janin. Tes ini mencakup pemeriksaan sekali hingga tujuh kali seminggu
untuk mengukur jumlah estriol, atau pemeriksaan satu kali atau lebih setiap
minggunya untuk mengetahuiperubahan frekuensi denyut jantung janin yang bisa
terjadi sebagai reaksi terhadap gerakan janin (tes nonstres), ataukah sebagai reaksi
terhadap kontraksi uterus yang biasanya ditimbulkan dengan preparat oksitosin (tes
stres kontraksi), ataupun kedua bentuk pemeriksaan tersebut. Selama hasil tes
tersebut tetap normal, janin dianggap berada dalam keadaan yang tidak begitu
membahayakan dan upaya untuk melahirkan janin sering tidak dilakukan.
Namun tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa penggunaan surveilans
estriol untuk kehamilan lewat waktu telah memberikan hasil yang lebih baik
daripada hasil yang diberikan oleh induksi persalinan rutin pada semua wanita yang
sudah menyelesaikan kehamilan 42 minggu.
Tes nonstres
Penurunan frekuensi denyut jantung janin selama dilakukan tes nonstres
dapat dipakai sebagai petunjuk untuk meramalkan peningkatan morbiditas serta
mortalitas fetal dan neonatal dalam kehamilan lewat waktu (Benedetti et all,
1988). Tampak bahwa penurunan frekuensi denyut jantung janin merupakan akibat
dari berkurangnya cairan amnion yang merupakan predisposisi untuk terjadinya
kompresi tali pusat.
Profil biofisik
Dilaporkan bahwa angka kematian janin sebesar 4,6 per 1.000 pada
kehamilan lewat waktu kalau pemeriksaan profil biofisik dilakukan seminggu
sekali. Direkomendasikan pelaksanaan tes dua kali dalam seminggu pada janin
lewat waktu dan mengusulkan persalinan janin tersebut bila terdapat
oligohidramnion.
22
Tes stres kontraksi
Tes stres kontraksi juga telah digunakan untuk mengenali janin yang
dicurigai lewat waktu dan dalam keadaan yang membahayakan di dalam uterus.
Hasil akhir yang baik kalau tes ini dilakukan dengan interval seminggu sekali
dan tanpa intervensi aktif selama hasil tes tetap negatif. Oksitosin selanjutnya
terbukti efektif untuk melangsungkan persalinan, dan mekonium yang kental
ditemukan dalam cairan amnion yang sedikit jumlahnya.
Volume cairan amnion
Identifikasi keadaan oligohidramnion yang ditentukan oleh pelbagai metode
pemeriksaan ultrasonografi, dapat digunakan sendiri, dengan tes nonstres,
ataubersama-sama dengan pemeriksaan profil biofisik janin untuk mengenali janin
lewat waktu yang kebanyakan dalam resiko. Meskipun tentunya terdapat kaitan
antara keadaan oligohidramnion dan peningkatan resiko pada janin baik sebelum
dan selama persalinan, namun derajat resiko tersebut belum pernah ditentukan
secara akurat.
Permasalahan yang terjadi ketika menetapkan resiko pada janin berdasarkan hasil
pengukuran volume cairan amnion dengan USG, sebagian timbul karena adanya
perbedaan dalam kriteria yang dipakai oleh berbagai penyelidik. Phelan dkk (1985)
membagi para wanita hamil tersebut menjadi tiga kelompok berdasarkan volume
cairan amnionnya:
1. Adekuat - cairan amnion terlihat di seluruh kavum uteri dengan diameter
vertical kantong yang terbesar melebihi 1 cm.
2. adekuat tapi berkurang - kantong cairan amnion vertikal lebih besar dari
1 cm tetapi dengan kesan keseluruhan dari sonografer bahwa cairan tersebut
berkurang.
3. berkurang - tidak adanya cairan amnion di seluruh kavum uteri dan
diameter sebuah kantong tunggal sama dengan atau kurang dari 1 cm.
Tidak diragukan lagi, kalau jumlah cairan amnion berkurang pada kehamilan
lewat waktu atau pada kehamilan apapun, maka janin akan menghadapi resiko
yang semakin meningkat. Di samping mortalitas janin, meskipun jarang terjadi,
terdapat morbiditas yang nyata pada keadan oligohidramnion.
23
Penurunan jumlah cairan amnion yang diperkirakan secara klinis berkaitan
dengan peningkatan insiden gawat janin intrapartum dan peningkatan angka
sectio Caesaria. Peningkatan secara bermakna frekuensi persalinan sectio
caesaria dengan indikasi gawat janin intrapartum pada wanita hamil dengan
kantong cairan amnion yang kurang dari 3 cm.5
Velosimetri Doppler
Velositas aorta decenden janin benar-benar menurun dengan semakin
bertambahnya lama kehamilan. Farmakides dkk meneliti hasil pemeriksaan
velosimetri Doppler pada arteri uterina dan umbilikalis di antara 149 wanita
hamil yang kehamilannya melampaui 41 minggu dan tidak menemukan perubahan
pada velositas aliran darah. Hasil ini juga diperoleh sekalipun terdapat tanda lain
yang membuktikan adanya gangguan pada janin.
Waktu Yang Tepat Untuk Pelaksanaan Persalinan
Keputusan pertama yang harus dibuat saat melakukan penatalaksanaan
kehamilan lewat waktu adalah kapan saatnya untuk melaksanakan persalinan.
Pada beberapa kasus (seperti pada pengawasan yang gawat, oligohidramnion,
pertumbuhan terhambat, penyakit-penyakit maternal khusus), pengambilan
keputusan harus didahulukan. Pada situasi dengan resiko tinggi seperti ini, waktu
dimana resiko dari sisa-sisa kehamilan menjadi lebih berat daripada resiko
persalinan dapat terjadi pada usia kehamilan yang lebih muda. Bagaimanapun
juga, biasanya terdapat beberapa pilihan untuk mempertimbangkan kapan harus
diambil keputusan dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan pada
kehamilan dengan resiko rendah.
Morbiditas dan mortalitas perinatal tidak mengalami peningkatan secara
nyata pada minggu ke 40-41 usia kehamilan. Bagaimanapun juga, beberapa
komplikasi sering terkait dengan semakin lamanya usia kehamilan.
Denganpengecualian dari insufisiensi uteroplasental dan pertumbuhan janin
terhambat, kehamilan lewat waktu memiliki resiko yang cenderung lebih luas
bila dibandingkan dengan kehamilan yang aterm. Resiko makrosomia, distosia
bahu, dan disproporsi kepala panggul akan meningkat pada kehamilan lewat
waktu. Pada kenyataannya, resiko kematian perinatal akan meningkat pada
kehamilan lewat waktu (Mannino, 1988). Komplikasi ini mendukung opini bahwa
24
kehamilan dengan waktu yang tepat tidak boleh dibiarkan mencapai usia 42
minggu, tapi pertanyaan tentang bagaimana penatalaksanaan kehamilan antara 41-
42 minggu kini dipertanyakan.
Alasan utama yang menentang kebijakan induksi rutin kehamilan dengan
usia 41-42 minggu yakni induksi meningkatkan angka persalinan dengan sectio
caesaria tanpa menurunkan morbiditas maternal dan neonatal. Beberapa studi
gagal menunjukkan penurunan angka morbiditas fetal atau neonafal yang diikuti
dengan perkiraan usia kehamilan yang tidak bagus dan tidak pasti lewat waktu.
Pada kenyataannya, potensi kenaikan resiko dilakukannya sectio caesaria akibat
kegagalan induksi tergantung dari keamanan dan efektivitas agen pematangan
serviks.
Namun pada banyak penelitian yang antara lain dilakukan oleh Yeast et al,
Herabutya et al, the National institute of Child Health and Human Development,
dan juga the Canadian Multicenter Lewat waktu Pregnancy, tidak terbukti induksi
rutin pada kehamilan usia 41 minggu dapat meningkatkan resiko persalinan
dengan sectio caesaria, bahkan hal tersebut menurunkan insidensi terjadinya
persalinan dengan sectio caesaria, tanpa mempengaruhi morbiditas dan mortalitas
perinatal secara negatif. Faktanya, bahkan terdapat keuntungan baik bagi ibu
maupun bagi janin dengan dilakukannya induksi pada saat usia kehamilan
mencapai 41 minggu. Kebijaksanaan dilakukannya induksi pada umur kehamilan
40 minggu hanya memiliki sedikit keuntungan, sementara banyak alasan untuk
tidak membiarkan usia kehamilan diperpanjang hingga mencapai lebih dari 42
minggu.6,7
Penatalaksanaan Intrapartum Kehamilan Lewat Waktu
Persalinan merupakan saat yang berbahaya terutama bagi janin lewat
waktu. Sementara dilakukan observasi untuk dugaan persalinan, pemantauan
elektronik frekuensi denyut jantung janin dan kontraksi uterus harus
dilakukansecara sangat ketat untuk memantau variasi frekuensi yang konsistsn
dengan keadaan gawat janin.
Kapan ketuban harus dipecah merupakan pertanyaan yang sulit untuk
dijawab. Penurunan lebih lanjut volume cairan amnion sesudah amniotomi dapat
memperbesar kemungkinan terjadinya kompresi tali pusat, tetapi di lain pihak,
25
amniotomi memungkinkan kita untuk mengenali adanya mekonium yang kental,
yang berbahaya bagi janin bila teraspirasi selama persalinan. Lagi pula sesudah
ketuban pecah, elektroda kulit kepala dan kateter tekanan intrauteri dapat dipasang.
Penggunaan alat elektronik secara internal ini biasanya akan memberikan data-
data yang tepat mengenai frekuensi denyut jantung janin dan kontraksi uterus
daripada penggunaan pemantauan elektronik eksternal. Pada pemantauan janin
internal, pasien sebaiknya berbaring miring sehingga menguntungkan bagi perfusi
plasenta, sementara pada pemantauan esternal dengan peralatan yang dipasang
pada abdomen, pasien terpaksa harus berbaring terlentang.
Ditemukannya mekonium yang kental dalam cairan amnion merupakan hal
yang mengkhawatirkan. Keadaan ini membuktikan adanya gawat janin yang baru
terjadi dan bisa menetap bisa pula tidak. Bayi lewat waktu dengan cairan amnion
yang diwarnai dengan mekonium yang kental mempunyai nilai pH yang lebih
rendah secara bermakna daripada pH cairan amnion dengan mekonium yang
encer. Dikemukakan bahwa pada persalinan yang dipersulit dengan mekonium yang
kental, pengambilan sampel dan kulit kepala janin untuk pemeriksaan pH patut
dilakukan sekalipun pola frekuensi denyut jantung janin normal.
Yang sangat penting, aspirasi mekonium dapat menyebabkan disfungsi
pulmoner yang berat dan kematian selama periode neonatal. Keadaan ini dapat
dikurangi tetapi tidak bisa dihilangkan sama sekali dengan pengisapan sekret
faring secara efektif begitu kepala bayi dilahirkan. Jika mekoniumnya sudah
dikenali, trakhea harus diaspirasi secepat mungkin begitu bayi dilahirkan. Segera
sesudah itu, pernapasan bayi harus dibantu jika diperlukan. Kemungkinan
berhasilnya persalinan per vaginam akan berkurang secara nyata pada wanita
nulipara yang berada dalam awal persalinan dengan cairan amnion yang diwarnai
oleh mekonium yang kental. Karena itu, ketika ibu masih jauh dari
prosespersalinan, sectio caesaria segera harus sudah dipertimbangkan, khususnya
bila ditemukan kecurigaan akan disproporsi sefalopelvik atau tanda yang
membuktikan adanya persalinan disfungsional yang hipertonik atau hipotonik.
Tentu saja pada kasus-kasus semacam ini pemberian oksitosin harus dihindari .
26
Kadang-kadang pertumbuhan janin lewat waktu yang berlangsung terus
akan menghasilkan bayi yang lewat waktu dan berukuran besar menurut usia
gestational dan distosia bahu dapat terjadi setelah kepala dilahirkan.1,4
Yang tidak menjadi suatu kontroversi dalam manajemen pada kehamilan
lewat waktu adalah:
Jangan membiarkan kehamilan dengan resiko tinggi menjadi kehamilan
lewat waktu, sebab semakin mempertinggi angka kematian perinatal.
Ratio resiko kematian dua kali lebih tinggi pada wanita hamil dengan
resiko tinggi dibandingkan dengan wanita hamil beresiko rendah
yang mengalami kehamilan lewat waktu. Eden (1988) menemukan
bahwa ratio morbiditas perinatal lima kali lebih tinggi pada wanita
hamil dengan hipertensi dan diabetes melitus dibandingkan dengan pasien
tanpa komplikasi.
Jika wanita yang mengalami kehamilan lewat waktu mempunyai cervix
yang baik dan menguntungkan untuk dilakukan persalinan pervaginam
(Bishop's score >6), maka induksi persalinan merupakan manajemen pilihan.
Sementara itu, yang masih menjadi kontroversi adalah apa yang harus
dilakukan pada pasien dengan kehamilan lewat waktu dengan kondisi serviks
yang kurang menguntungkan (Bishop's score <6), apakah harus diinduksi atau
tidak? mensurvei 80 pusat perinatonoli, dan menemukan bahwa 49% akan
melakukan manajemen konservatif terhadap pasien jika tidak ditemukan
adanya fetal distress, sementara 49% akan melakukan induksi persalinan atau
melakukan operasi sectio caesaria. Untuk menjawab pertanyaan apakah sebaiknya
dilakukan induksi atau tidak, harus dipertimbangkan resiko dari memperpanjang
usia kehamilan (manajemen konservatif) bila dibandingkan dengan resiko
dilakukan induksi persalinan (manajemen aktif). Untuk menentukan apakah
pasien tersebut mempakan kandidat yang kuat untuk dilakukan manejemen
konservatif, penting sekalimenentukan apakah janin berada dalam resiko tinggi,
apa test pengawasan janin yang paling baik, kapan sebaiknya tes tersebut dimulai,
dan seberapa sering tes tersebut dilakukan.
Persalinan pada kehamilan lewat waktu mempunyai risiko terjadi bahaya
pada janin. Sebelum menentukan jenis pengelolaan harus dipastikan adakah
27
disporposi kepala panggul, profil biofisik janin baik. Induksi kehamilan 42
minggu menjadi satu putusan bila serviks belum matang dengan monitoring janin
secara serial. Pilihan persalinan tergantung dari tanda adanya fetal compromise.
Bila tidak ada kelainan kehamilan 41 minggu atau lebih dilakukan dua
pengelolaan. Pengelolaan tersebut adalah induksi persalinan dan monitoring janin.
Dilakukan pemeriksaan pola denyut jantung janin.
Selama persalinan dapat terjadi fetal distress yang disebabkan kompresi tali
pusat oleh karena oligohidramnion. Fetal distress dimonitor dengan memeriksa
pola denyut jantung janin. Bila ditemukan variabel deselerasi, satu atau lebih
deselerasi yang panjang maka seksio cesarea segera dilakukan karena janin dalam
bahaya.
Bila cairan amnion kental dan terdapat mekonium maka kemungkinan
terjadi aspirasi sangat besar. Aspirasi mekonium dapat menyebabkan disfungsi
paru berat dan kematian janin. Keadaan ini dapat dikurangi tetapi tidak dapat
menghilangkan dengan penghisapan yang efektif pada faring setelah kepala lahir
dan sebelum dada lahir. Jika didapatkan mekonium, trakea haras diaspirasi segera
mungkin setelah lahir. Selanjutnya janin memerlukan ventilasi.
The American College of Obstetricians and Gynecologist
mempertimbangkan bahwa kehamilan lewat waktu (42 minggu) adalah indikasi
induksi persalinan. Penelitian menyarankan induksi persalinan antara umur
kehamilan 41-42 minggu menurunkan angka kematian janin dan biaya monitoring
janin lebih rendah.
Cara yang ditempuh untuk menjalankan persalinan dan spesifik manajemen
intrapartum tergantung kepada lingkup pribadi masing-masing penolong, dan
laporan singkat mengenai agen pematang serviks dan potensial komplikasi dari
induksi persalinan merupakan cara yang cukup tepat.
Sebanyak 80% pasien yang mencapai usia kehamilan 32 minggu memiliki
serviks yang kurang menguntungkan (Bishop's score <7). Banyak pilihan tersedia
untuk mematangkan serviks. Perbedaan persiapan, indikasi,kontraindikasi, dan
aneka ragam pemberian dosis diperlukan oleh para praktisi untuk membiasakan
diri mereka dengan berbagai macam persiapan.
28
Prostaglandin E2 gel dan supposituria untuk aplikasi vagina biasa
digunakan ningga akhir tahun 90-an, lalu para ahli farmasi menghentikan produksi
karena teijadinya komersialisasi dan persiapan persalinan intensif sangat tidak
mencukupi. Saat ini tersedia preparat kimia meliputi prostaglandin El tablet untuk
oral atau penggunaan per vaginam.
Pematangan serviks dikontrol oleh mekanisme yang saling berhubungan.
Serviks terdiri dari 3 komponen utama yaitu otot polos, kolagen dan zat dasar
berupa glikosaminoglikan, suatu bentukan dari dermatan sulfat dan asam
hialuronat. Proses pematangan serviks melibatkan perubahan-perabahan pada
kolagen dan jaringan penyambung sehingga fleksibilitas meningkat karena
konsentrasi kolagen dan protein menurun.
Proses ini bersentral dengan terbentuknya prostaglandin yaitu PGE2 dan
PGF2alfa yang akan menginduksi perubahan-perubahan pada pematangan serviks
yaitu aktifasi kolagenase-kolagenase dan suatu perubahan konsentrasi relatif
glikosaminoglikan. Pembentukan prostaglandin dimulai dari asam lemak dan
fosfolipid yang akan mengalami proses fosforilisasi oleh enzim fosfolipase A2
menjadi asam arakidonat. Selanjutnya asam arakidonat oleh enzim
siklooksigenase diubah menjadi Prostaglandin G2 yang akan mengalami suatu
reaksi peroksidase menjadi Prostaglandin H2 yang selanjutnya akan menjadi
Prostaglandin E2, F2alfa dan I2.Metabolisme asam arakidonat bebas dapat
melalui dua jalur yaitu jalur siklooksigenase atau jalur lipoxygenase. Rasio kedua
jalur ini dalam proses persalinan berubah dengan lebih dominannya jalur
siklooksigenase.
Metoda lain dalam mematangkan serviks adalah dengan cara dilatasi secara
mekanik. Cara ini merupakan kombinasi dari kekuatan mekanik dan dengan
menggunakan pelepasan prostaglandin endogen. Sweeping atau stripping
membran, balon catheter folley yang diletakkan di serviks, infus salin ekstra
amnion, dan dengan menggunakan gagang laminaria telah diteliti dan
menunjukkan memberikan hasil yang efektif.1,7
Penatalaksanaan Kehamilan Lewat Waktu
Sebelum metode yang lebih baik dalam menilai kesehatan bayi ditemukan,
cara pendekatan aktif dalam penatalaksanaan kehamilan lewat waktu dapat
29
dibenarkan berdasarkan klasifikasi usia gestational yang pasti atau yang diragukan.
Cara pendekatan ini digunakan pada kehamilan lewat waktu dengan pemanjangan
masa kehamilan bukan merapakan satu-satunya keadaan yang dikenali.
Pada wanita hamil dengan usia gestational yang bisa ditentukan secara pasti,
persalinan dapat diinduksi setelah usia kehamilan melampaui 42 minggu atau
segera setelah dipertimbangkan bahwa cairan amnion telah berkurang, atau jika
pasien melaporkan adanya penurunan gerakan janin yang dirasakan olehnya.
Hampir 95 persen kasus-kasus semacam itu dapat diinduksi dengan berhasil atau
dapat memasuki masa persalinan dalam waktu 2 hari setelah diupayakan induksi.
Bagi kasus-kasus yang tidak melahirkan setelah dilakukan induksi pertama,
induksi kedua dapat dikerjakan dalam waktu 3 hari. Hampir semua wanita hamil
akan melahirkan bayinya dengan rencana penatalaksanaan ini, namun pada
beberapa kasus yang tidak melahirkan bayinya, sectio caesaria dapat dibenarkan.
Cara pendekatan ini tidak seagresif tindakan induksi yang mungkin segera
dilakukan kalau kita teringat akan pemakaian alat USG untuk mengenali
penurunan volume cairan amnion, sehingga menghasilkan angka positif palsu
sampai sebesar 86 persen. Yang juga penting, walaupun teknik surveilans janin
sudah dilakukan, namun kematian janin yang tidak diramalkan tetap terjadi
bersama-sama dengan morbiditas intrapartum dan neonatal yang bermakna.
Rencana intervensi aktif ini tidak menyebabkan peningkatan angka sectio
caesaria, tetapi secara nyata menurunkan angka kematian janin. Namun demikian,
jumlah induksi mengalami peningkatan.
Wanita hamil yang diklasifikasikan dengan kehamilan lewat waktu yang
meragukan, harus diikuti terus perkembangannya setiap minggu sekali tanpa
dilakukan intervensi kecuali terdapat kecurigaan akan keadaan yang
membahayakan jiwa janin. Diagnosis yang membahayakan keadaan jiwa janin
dibuat berdasarkan persepsi klinis atau sonografik yang menunjukkan penurunan
volume cairan amnion. Yang sama mengkhawatirkan adalah berkurangnya
gerakan janin yang dirasakan ibu. Jika dicurigai adanya keadaan yang
membahayakan janin melalui salah satu dari kedua cara pemeriksaan tersebut,
induksi persalinan hams dilaksanakan bagi wanita hamil dengan kehamilan lewat
waktu yang pasti.
30
Penatalaksanaan pada kehamilan lewat waktu adalah sebagai berikut:
1. setelah usia kehamilan lebih dari 40-42 minggu yang penting
adalah monitoring janin sebaik-baiknya.
2. apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat.
3. lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau
sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa
amniotomi.
4. bila: (a), riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim,
(b). terdapat hipertensi, pre-eklamsi, dan (c). kehamilan ini adalah anak
pertama karena infertilitas, atau (d). Pada kehamilan lebih dari 40-42
minggu, maka ibu dirawat di rumah sakit.
5. tindakan operasi sectio caesaria dapat dipertimbangkan pada (a).
Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang, (b).
pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi tanda
gawat janin, atau (c). pada primigravida tua, kematian janin dalam
kandungan, pre-eklamsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas)
dan kesalahan letak janin.
6. pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan
sangat merugikan bayi; janin post matur kadang-kadang besar; dan
kemungkinan disproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu
dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih peka terhadap sedatif dan
narkosa, jadi pakailah anestesi konduksi. Jangan lupa, perawatan
neonatus postmaturitas perlu di bawah pengawasan dokter anak.6
Induksi Persalinan
Definisi
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik
secara operatif maupun medisinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim
sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan,
31
di mana pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan tersebut dikerjakan pada wanita
hamil yang sudah inpartu.
Cara
1. Secara medis
a. Infus oksitosin
b. Prostaglandin
c. Cairan hipertonik intrauterin
2. Secara manipulatif / dengan tindakan
a. Amniotomi
b. Melepaskan selaput ketuban dari bagian bawah rahim. (stripping of the
membrane)
c. Pemakaian rangsangan listrik
d. Rangsangan pada puting susu
Syarat Pemberian Infus Oksitosin
1. Agar infus oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak
memberikan penyulit baik pada ibu dan janin, maka diperlukan syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Kehamilan aterm
b. Ukuran panggul normal
c. Tidak ada CPD (disproporsi antara pelvis dan janin)
d. Janin dalam presentasi kepala
e. Serviks sudah matang yaitu, porsio teraba lunak , mulai mendatar dan
sudah mulai membuka
2. Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai skor Bishop, yaitu bila nilai
Bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
32
Prosedur
Teknik infus oksitosin berencana
1. Semalam sebelum infus oksitosin, hendaknya penderita sudah tidur dengan
nyenyak
2. Pagi harinya penderita diberi pencahar
3. Infus oksitosin hendaknya dikerjakan pada pagi hari dengan observasi yang
baik
4. Disiapkan cairan Dextrose 5% 500 ml yang diisi dengan 5 unit oksitosin
5. Cairan yang sudah mengandung 5 U oksitosin ini dialirkan secara intravena
melalui saluran infus dengan jarum no. 20 G
6. Jarum suntik intravena dipasang pada vena di bagian volar lengan bawah
7. Tetesan permulaan dibuat agar kadar oksitosin mencapai jumlah 2mU per
menit (8 tetes per menit)
8. Timbulnya kontraksi rahim dinilai setiap 30 menit. Bila dalam waktu 30 menit
ini his tetap lemah, tetesan dapat dinaikan 4 tetes. Umumnya tetesan maksimal
diperbolehkan sampai mencapai kadar oksitosin 30-40 m IU per menit (40
tpm). Bila sudah mencapai kadar ini, namun kontraksi rahim belum juga
timbul, maka berapapun kadar oksitosin yang dinaikkan tidak akan
menimbulkan tambahan kontraksi lagi. Sebaiknya infu oksitosin dihentikan .
9. Penderita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk
kemungkinan timbulnya tetania uteri, tanda-tanda ruptur uteri membakat,
maupun tanda-tanda gawat janin
10. Bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat, maka kadar oksitosin
dipertahankan. Sebaiknya bila terjadi kontraksi rahim yang sangat kuat,
jumlah tetesan dapat dikurangi atau sementara dihentikan
11. Infus oksitosin ini hendaknya dipertahankan sampai persalinan selesai yaitu
sampai 1 jam sesudah lahirnya plasenta
12. Evaluasi kemajuan pemukaan serviks dapat dilakukan dengan periksa dalam
bila his telah kuat dan adekuat. Pada waktu pemberian infus oksitosin bila
ternyata kemudian persalinan telah berlangsung, maka infus oksitosin
dilanjutkan sampai pembukaan lengkap. Segera setelah KALA II dimulai,
maka tetesan infus oksitosin dipertahankan dan ibu dipimpin mengejanatau
dibimbing dengan persalinan buatan sesuai dengan indikiasi yang ada pada
33
waktu itu. Tetapi bila sepanjang pemberian infus oksitosin timbul penyulit
pada ibu maupun janin maka infus oksitosin harus segera dihentikan dan
kehamilan segera diselesaikan denga sectio caesaria.
Penyuli infus oksitosin:
1. Tetania uteri, ruptura uteri membakat dan ruptura uteri
2. Gawat janin
Pemberian Prostaglandin
Prostaglandin dapat merangsang otot-otot polos termasuk juga otot-otot rahim.
Prostaglandin yang spesifik merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2alpha. Untuk
induksi persalinan prostaglandin dapat diberikan secara intravena, oral, vaginal,
rektal, dan intra amnion. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan
prostaglandin cukup efektif. Pengaruh sampingan dari pemberian PG ialah mual,
muntah, diare.
Pemberian cairan hipertonik intrauterin
1. pemberian cairan hipertonik intra amnion dipakai untuk merangsang kontraksi
rahim pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai
dapat beru;a cairan garam hipertonik 20%, urea, dan lain-lain. Kadang-kadang
pemakaian urea dicampur dengan prostaglandin untuk memperkuat
rangsangan pada otot-otot rahim.
2. Cara ini dapat menimbulkan penyulit yang cukup berbahaya, misalnya
hipernatremia, infeksi, gangguan pembekuan darah.
Amniotomi
Amniotomi artifisialis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian
bawah depan (fore water) dan di bagian belakang (bind water) dengan suatu alat
khusus. Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda-tanda
permulaan persalinan, maka harus diikuti dengan cara-cara lain untuk merangsang
persalinan
34
Daftar Pustaka
1. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC. Preterm
and Postterm Pregnancy and Fetal Growth Retardation. In : Williams Obstetrics.
Edisi 19. Connecticut: Prentice-Hall International Inc; 2013. h.853-89
2. Binarso, A. Kehamilan Lewat Bulan (Thesis). Semarang : Program Pendidikan
Dokter Spesialis I Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro-Rumah Sakit Dokter Kariadi; 2000
3. Cunningham. F.G. dkk.Gangguan Dalam Kehamilan Williams. Edisi 21. Vol 2.
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC; 2006. h.624-656.
4. Handaria, Diana. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kehamilan
Lewat Waktu (Thesis). Semarang : Program Pendidikan Spesialis I Obstetri-
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2001
5. Leveno KJ, Quirk JG, Cunningham FG, Nelson SD, Ramos SR, Toofanian A, De
Palma RT. 1994. Prolonged Pregnancy: I, Observations concerning the causes of
fetal distress. Am J Obstet Gynecol
6. Wibowo, B, Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam :
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi
ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.h.302-322
7. Manuaba IB, Manuaba IA. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC; 2007
8. Rustam M. Sinopsis obstetri. Jakarta : EGC, 2001
35