bappenas rumuskan perencanaan dan penganggaran sampai pagu indikatif

4
http://swa.co.id/headline/prof-dr-armida-alisjahbana-bappenas-rumuskan-perencanaan-dan-penganggaran- sampai-pagu-indikatif 1 Prof. Dr. Armida Alisjahbana: Bappenas Rumuskan Perencanaan dan Penganggaran Sampai Pagu Indikatif Posted on August 21, 2013 by Rif'atul Mahmudah Peran lembaga Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) saat ini dirasa tidak begitu kuat seperti ketika era sebelum reformasi dan otonomi daerah. Reformasi di segala bidang yang terjadi membawa perubahan pada sistem ketatanegaraan di Indonesia yang kemudian pemerintahan terdesentralisasi ke setiap daerah melalui UU No. 32 tahun 2004. Lantas, apa saja yang menjadi peran Bappenas saat ini dan seperti apa masterplan pembangunan daerah dapat disimak pada wawancara Rif’atul Mahmudah dengan Menteri PPN (Perencanaan Pembangunan Nasional)/Kepala Bappenas Prof. Dr. Armida Alisjahbana berikut ini: Armida Alisjahbana Mengapa peran Bappenas dalam mengarahkan/membuat desain pembangunan nasional termasuk di daerah-daerah jadi melemah, terutama setelah era otonomi daerah dan tidak adanya peran penentuan anggaran pembangunan dari Bappenas? Bappenas tidak melemah tetapi bertransformasi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan. Bangsa ini sudah bersepakat untuk reformasi di berbagai bidang ke arah lebih demokratis, ada perubaha-perubahan jika dibandingkan era sebelum reformasi dan sekarang ini, salah satunya dengan desentralisasi yang mengedepankan otonomi, terdapat pembagian tugas antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sehingga aspirasi dan kebutuhan masyarakat dapat diakomodir sesuai dengan UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah dan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota, terdapat perbedaan sistem politik dan ketatanegaraan. Peran Bappenas adalah perumusan perencanaan jangka panjang, jangka menengah (RPJMN/Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), serta rencana kerja pemerintah yang menjadi acuan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Bappenas untuk RKP (Rencana Kerja Pemerintah) mengacu RPJMN. Bappenas merumuskan perencanaan dan penganggaran sampai dengan pagu indikatif. Jadi, levelnya di program. Kegiatan dsb nanti dijabarkan oleh K/L. Itu yang dibuat Bappenas dan K/L (Kementerian/Lembaga) yang membuat lebih detail karena sekarang sudah menganut anggaran berbasis kinerja sesuai dengan UU Keuangan Negara dan UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Gambaran besarnya itu. Bappenas juga mengoordinasikan

Upload: idris-taking

Post on 21-Jan-2018

202 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bappenas rumuskan perencanaan dan penganggaran sampai pagu indikatif

http://swa.co.id/headline/prof-dr-armida-alisjahbana-bappenas-rumuskan-perencanaan-dan-penganggaran-sampai-pagu-indikatif

1

Prof. Dr. Armida Alisjahbana: Bappenas

Rumuskan Perencanaan dan

Penganggaran Sampai Pagu Indikatif

Posted on August 21, 2013 by Rif'atul

Mahmudah

Peran lembaga Bappenas (Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional) saat

ini dirasa tidak begitu kuat seperti ketika era

sebelum reformasi dan otonomi daerah.

Reformasi di segala bidang yang terjadi

membawa perubahan pada sistem

ketatanegaraan di Indonesia yang kemudian

pemerintahan terdesentralisasi ke setiap

daerah melalui UU No. 32 tahun 2004.

Lantas, apa saja yang menjadi peran

Bappenas saat ini dan seperti apa masterplan

pembangunan daerah dapat disimak pada

wawancara Rif’atul Mahmudah dengan

Menteri PPN (Perencanaan Pembangunan

Nasional)/Kepala Bappenas Prof. Dr. Armida

Alisjahbana berikut ini:

Armida Alisjahbana

Mengapa peran Bappenas dalam mengarahkan/membuat desain pembangunan nasional

termasuk di daerah-daerah jadi melemah, terutama setelah era otonomi daerah dan tidak

adanya peran penentuan anggaran pembangunan dari Bappenas?

Bappenas tidak melemah tetapi bertransformasi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan.

Bangsa ini sudah bersepakat untuk reformasi di berbagai bidang ke arah lebih demokratis, ada

perubaha-perubahan jika dibandingkan era sebelum reformasi dan sekarang ini, salah satunya

dengan desentralisasi yang mengedepankan otonomi, terdapat pembagian tugas antara pusat,

provinsi, dan kabupaten/kota sehingga aspirasi dan kebutuhan masyarakat dapat diakomodir

sesuai dengan UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah dan PP No. 38 Tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan

Pemerintah Kabupaten/Kota, terdapat perbedaan sistem politik dan ketatanegaraan. Peran

Bappenas adalah perumusan perencanaan jangka panjang, jangka menengah (RPJMN/Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional), serta rencana kerja pemerintah yang menjadi acuan

APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Bappenas untuk RKP (Rencana Kerja

Pemerintah) mengacu RPJMN. Bappenas merumuskan perencanaan dan penganggaran sampai

dengan pagu indikatif. Jadi, levelnya di program. Kegiatan dsb nanti dijabarkan oleh K/L. Itu yang

dibuat Bappenas dan K/L (Kementerian/Lembaga) yang membuat lebih detail karena sekarang

sudah menganut anggaran berbasis kinerja sesuai dengan UU Keuangan Negara dan UU Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional. Gambaran besarnya itu. Bappenas juga mengoordinasikan

Page 2: Bappenas rumuskan perencanaan dan penganggaran sampai pagu indikatif

http://swa.co.id/headline/prof-dr-armida-alisjahbana-bappenas-rumuskan-perencanaan-dan-penganggaran-sampai-pagu-indikatif

2

masterplan/blue print, terutama yang lintas sektor. Contoh, Rencana Aksi Nasional Pengurangan

Gas Rumah Kaca. Itu jangka menengah, kami koordinasikan dengan sektor pertanian, kehutanan,

transportasi dst. Bappenas juga mengoordinasikan percepatan target-target MDGs (The

Millennium Development Goals), dan banyak lagi. Untuk perkotaan ini, ada beberapa aspek, misal

tata ruangnya. Ada lembaga atau forum koordinasi yang lebih luas lagi yaitu BKPRN (Badan

Koordinasi Penataan Ruang Nasional). Itu Menko Perekonomian, Kementerian Pekerjaan Umum,

ada kami. Jadi, Bappenas ikut merencanakan tata ruang nasional dan daerah. Jadi ada banyak

aspek. Itu jelas sekali kok.

Apa yang sudah dan akan dilakukan agar peran sebagai lembaga think tank dan pembuat desain

masterplan pembangunan ini kembali menguat? Apa instrumen dukungan yang dibutuhkan?

Kalau mengembalikan seperti dulu jangan tanya saya, karena itu aturannya di undang-undang.

Bappenas senantiasa meningkatkan kapasitasnya dalam menjalankan tugas dan fungsinya

sebagai penyusun kebijakan pembangunan nasional. Di dalam sistem terdesentralisasi seperti

sekarang ini, kapasitas perencanaan dan penganggaran juga perlu ditingkatkan di semua level

pemerintahan, untuk menjalankan tugas dan fungsi masing-masing. Hal yang terpenting dari

semua ini adalah bagaimana semua rencana pada setiap level tersebut terkoordinasi dan

bersinergi satu dengan lainnya, baik dalam dimensi ruang, waktu dan pembiayaan (anggaran).

Dukungan yang kontinyu dan intensif yang perlu dilakukan oleh masing-masing adalah

peningkatan kapasitas perencanaan dan penganggaran aparatur Bappeda di tingkat provinsi

(dengan harapan pemerintah provinsi juga melakukan hal yang sama kepada aparatur

kabupaten/kota). Dengan kapasitas, kemampuan dan dalam sistem perencanaan dan

penganggaran yang terpadu (integrated), maka koordinasi dengan daerah dan K/L akan lebih baik

karena menggunakan bahasa dan teknik yang sama. Instrumen koordinasi perencanaan tahunan

antara Pusat dan daerah terutama adalah Musrenbangnas (Musyawarah Perencanaan

Pembangunan Nasional) dan di daerah dengan Musrenbangda (Musyawarah Perencanaan

Pembangunan Daerah) dan tentu saja koordinasi yang berlangsung terus menerus (on day to day

basis).

Adakah masterplan yang sudah disiapkan lembaga ini untuk pembangunan daerah? Adakah

semacam desain clustering berbasis potensi tiap daerah? Kalau sudah ada, mohon jelaskan

seperti apa konsepnya dan mekanisme implementasinya/eksekusinya?

Bersama-sama dengan Menko, ada MP3E (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangan

Ekonomi Indonesia). Masterplan pembangunan nasional itu sendiri adalah RPJMN yang

menjabarkan visi, misi dan program-program prioritas Presiden/Wapres dan rencana tahunannya

dalam bentuk RKP. Di daerah, Pemda memiliki RPJMD yang tentu saja mengacu kepada prioritas

nasional yang harus dilaksanakan di daerah sesuai dengan urusan dan kewenangan masing-

masing. Di dalam RPJMN (terutama buku III), terdapat rencana-rencana pembangunan

berdasarkan kewilayahan (per pulau dan per provinsi). Dalam rencana yang lebih rinci lagi, daerah

menyusun rencana pengembangan kawasan-kawasaan pembangunan ekonomi terpadu (KAPET)

yang saat ini sudah berjumlah 13. KAPET. Ini merupakan upaya pengembangan ekonomi daerah

berdasarkan potensi masing-masing. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,

pemerintah juga mendorong berkembangnya KEK (Kawasan Ekonomi Khusus), dan

pengembangan kawasan-kawasan pengembangan ekonomi dalam koridor MP3EI. Pada akhirnya,

Page 3: Bappenas rumuskan perencanaan dan penganggaran sampai pagu indikatif

http://swa.co.id/headline/prof-dr-armida-alisjahbana-bappenas-rumuskan-perencanaan-dan-penganggaran-sampai-pagu-indikatif

3

semua rencana program dan kegiatan dimasukkan dalam APBN atau APBD masing-masing,

dengan persetujuan DPR RI dan DPRD masing-masing.

Saat ini MP3EI sedang direvisi. Revisinya terhadap lampiran Perpres No 32/2011. Jadi di Perpres

tsb di dokumen awal ada list proyek yang akan dibangun, ada yang sudah selesai. Ada lagi daftar

list yang baru terutama yang dimulai setelah 2013 yang harus masuk ke list sebagai prioritas. Ini

sudah dibahas per koridor. Nanti finalisasinya dalam waktu dekat sehingga ini lanjut sampai

groundbreaking 2017. Karena MP3EI ini sampai 2025. Kemarin 2011-2013 sudah.

Secara umum, bagaimana potret kota-kota/daerah di Indonesia terutama bila dibandingkan

dengan kota-kota bisnis yang mencorong di kawasan ASEAN dan dunia?

Secara keseluruhan, daya saing Indonesia di Asia tahun 2012-2013 menurut the Global

Competitiveness Report berada pada posisi ke-50, turun dari posisi sebelumnya (46). Kita masih di

bawah Singapura, Malaysia, Brunei, dan Thailand dalam lingkup Asia Tenggara. Kalau

dibandingkan kota lain di ASEAN, salah satu indikator adalah perizininan, penyediaan sarana

prasana infrastruktur dan sebagainya. Kalau dilihat dari hal tersebut, kita masih kalah dan harus

berbenah.

Menurut Doing Business 2012-2013, ditinjau dari aspek-aspek untuk pengembangan usaha/bisnis

pada kota-kota metropolitan Indonesia (Jakarta, Bandung, Makassar, Medan, Semarang,

Surabaya), Jakarta sebagai pusat bisnis nasional tertinggi untuk kemudahan kepemilikan, tetapi

belum cukup baik untuk kemudahan memulai usaha (di bawah Semarang) dan masih sangat

rendah untuk kemudahan perizinan (di bawah Medan, Bandung, Semarang dan Surabaya). Ini

yang harus kita perbaiki terus menerus ke depan.

Hal yang bagus untuk ditonjolkan dan kita belum maju seperti kota-kota yang menonjol di ASEAN

adalah masalah transportasi publik. Kita belum bagus. Kita satu-satunya kota besar yang belum

memiliki MRT (mass rapid transportation). Itu kan sistem. Kalau lihat negara besar di dunia di

sistem transportasinya ada subway, ada kereta lain, ada monorel, terintegrasi. Ada jaringan bus,

di dalam kota dan feeder-feeder ke luar kota (suburb). Jadi bus-bus, subway, monorel, dan kereta

nyambung. Itu yang kita belum punya. Itu dari sisi public transportation-nya. Yang kedua, dari sisi

demand site management. Di kota-kota tersebut pasti ada demand site management. Tidak

mungkin semua mobil, motor boleh masuk. Itu pasti ada macam-macam pemberlakuannya. Bisa

ada ERP (electronic road pricing, mobil boleh masuk tetapi mahal bayarnya, atau dilarang pada

jam-jam tertentu, atau ada aturan-aturan lainnya. Kalau kita hanya ada three in one saja, terbatas

sekali. Kalau di luar negeri demand site management-nya ketat, sehingga demand-nya direm, tapi

orang diberi alternatif, mass public transportation yang terintegrasi dan nyaman. Kalau Anda

pernah coba di luar negeri, stasiun mereka nyaman, ada toko dsb. Lalu tarifnya juga relatif murah.

Misal, di Shanghai cuma satu atau dua yuan. Itu yang terus terang belum ada yang, menurut saya,

harus dibangun di kota-kota besar.

Kemudian, perencanaan pembangunan kota-kota juga harus didukung oleh suatu perencanaan

yang menyebar, mendistribusikan kegiatannya. Jangan terpusat di satu titik sehingga pusatnya

tersebar. Pertokoan-pertokoan besar dan juga kampus di luar negeri tempatnya biasanya di

pinggir-pinggir kota, kecuali yang transportasi publik-nya sudah bagus. Jadi, pengembangan di

Page 4: Bappenas rumuskan perencanaan dan penganggaran sampai pagu indikatif

http://swa.co.id/headline/prof-dr-armida-alisjahbana-bappenas-rumuskan-perencanaan-dan-penganggaran-sampai-pagu-indikatif

4

luar kota. Jangan di dalam kota. Jadi harus di luar, didistribusikan. Nah itu yang harus kita benahi.

Jadi kota sedang, sebaiknya diatur dari sekarang. Saya melihatnya begitu.

Daerah-daerah atau kota-kota mana yang punya potensi cukup kuat diorbitkan ke tingkat

nasional atau bahkan disiapkan menjadi global cities. Apa alasannya?

Berdasarkan kecenderungan pertumbuhan penduduknya dan kontribusi terbesarnya pada

perekonomian daerah (PDRB/Produk Domestik Regional Bruto), maka dikembangkan 7 Kawasan

Strategi Nasional (KSN) perkotaan metropolitan terutama di kota-kota besar. Kawasan tersebut

adalah; Jabodetabekjur (Jakarta-Bogor- Depok-Tangerang-Cianjur), Mebidangro (Medan-Binjai-

Deliserdang-Karo), Maminasata (Makassar-Sungguminasa-Maros-Takalar), Sarbagita (Denpasar-

Badung-Gianyar-Tabanan), Cekungan Bandung, Kedungsepur (Kabupaten Kendal, Kabupaten

Demak, Ungaran, Kota Salatiga, Kota Semarang, dan Purwodadi (Kab. Grobogan),

Gerbangkertosusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan), akan menjadi

megapolitan nasional dan menjadi pusat kegiatan global.

Apa faktor-faktor yang dibutuhkan untuk mengorbitkan kota-kota/daerah tersebut sesuai

potensinya? Sejauh mana peran kapabilitas manajemen pemda dan pengaruh local endowment

terhadap tingkat keberhasilan suatu kota/daerah sebagai kota bisnis?

Meminjam Indeks Tata Kelola yang dikeluarkan oleh KPPOD tahun 2011, terdapat 9 variabel

ukuran yaitu akses lahan, infrastruktur, perizinan usaha, peraturan daerah, biaya transaksi,

kapasitas dan integritas walikota, interaksi Pemda dengan pelaku usaha, program

pengembangan usaha swasta, keamanan dan penyelesaian konflik. Pada umumnya, kota

metropolitan masih memiliki indeks tata kelola rendah (di bawah 70). Aspek terendah pada

umumnya adalah pada variabel kapasitas dan integritas walikota , program pengembangan usaha

swasta, dan interaksi pemda dengan swasta

Untuk menjadi pusat kegiatan global, maka : pertama, dipenuhinya standar pelayanan perkotaan

minimum yang memenuhi standar kota berkelanjutan, baik untuk memenuhi kota yang layak

huni, aman dan nyaman, mempunyai ketahanan terhadap benaca dan perubahan iklim serta daya

dukung lingkungan; serta mempunyai basis teknologi dan IT/ICT (information

technology/information, communication and technology) dalam sistem pelayanan publik,

pendidikan, kesehatan, perekonomian, dan terutama pengelolaan dan pelayanan jasa

pemerintahnya. Kedua, peran kepala daerah yang menjadi kunci pembangunan kota sangat

penting. Karena sekarang tidak bisa di-drive semua dari atas, kewenangan terhadap daerah sudah

didesentralisasikan. Harus saling nyambung. Kita membutuhkan pemimpin kota yang visioner dan

berpihak pada pembangunan perekonomian kota dan penciptaan kesejahteraan masyarakat

perkotaan baik melalui pelayanan kota, infrastruktur maupun kelestarian lingkungan hidup

(sustainable/green cities). Kemampuan daerah ini yang masih harus ditingkatkan.