bab tugas khusus - apc_febrian_tf its
TRANSCRIPT
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
42 42
BAB IV
MATERI KHUSUS
MEMPELAJARI IMPLEMENTASI ADVANCED PROCESS CONTROL
( APC )
DI TRAIN-F PT. BADAK NGL BONTANG
4.1 Advanced Process Control
Advanced Process Control ( APC ) merupakan suatu teknik kontrol proses
dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi dengan
mengoptimalkan kinerja semua peralatan dan menerapkan strategi kontrol tertentu.
Untuk penerapannya, APC erat kaitannya dengan algoritma kontrol untuk mengatasi
masalah yang ada. Penerapan APC yang banyak digunakan oleh industry Oil and
Gas termasuk PT.Badak adalah Multivariable/Model Predictive Controller (MPC).
MPC dapat memanfaatkan “model proses” untuk dapat memprediksi dan/atau
mengendalikan Control Variable (CV), Manipulated Variable (MV), Disturbance
Variable dan Intermediate Variable dalam range tertentu. Dengan APC, Deviasi
Error dapat diperkecil sehingga kita bisa membawa kendali proses mendekati
batasan limit maksimumnya untuk mendapatkan gain dan benefit. APC sendiri
merupakan teknologi yang bekerja secara continous dan real time implementation
dimana APC ini bekerja secara berkelanjutan dan sesuai kondisi yang sedang terjadi
di lapangan.
Karena dalam suatu sistem yang terdapat banyak SISO (Single Input Single
Output) atau yang biasa disebut MIMO (Multi Input Multi Output) dimana
merupakan suatu kelemahan dari pengontrolan berbabasis PID, penggunaan MPC
sangat membantu untuk pengontrolan tersebut. MPC yang merupakan metode untuk
APC dapat menangani banyak variabel sekaligus (multi variable) ditambah
kemampuannya memanfaatkan model proses untuk memprediksi output yang terjadi
dimasa akan datang (predictive control). Penggunaan data input (MV- Manipulated
Variable) dan data output (CV-Control Variable) pada waktu sebelumnya, dapat
dimanfaatkan MPC untuk pemodelan proses dalam memprediksi CV (Control
Variable) termasuk error/deviasi dan memberikan nilai MV (Manipulated Variable)
dengan besaran tertentu sehingga error/deviasi dapat diperkecil. Pada kontrol secara
conventional, pengaturan set point dilakukan secara manual berdasarkan spesifikasi
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
43 43
target produk sedangkan jika pengontrolan dengan APC, pengaturan set point
dilakukan secara automatic berdasarkan spesifikasi produk controlnya.
Gambar 4.1 : Perbedaan antara sistem pengontrolan yang convetional
dan APC
Gambar 4.2 : Saat sebelum menggunakan APC dan sesudah
menggunakan APC
Dari gambar diatas bisa diketahui bahwa ketika pengontrolan conventional,
deviasi error yang terjadi sangat besar dan ketika APC dijalankan, deviasi error
mengecil sehingga gain (benefit) dapat diperoleh dengan cara menggeser setpoint
4
1500
1300
1100
900
700
500
25 26 27 28 29 30 1 2 3 5
216
214
212
210
208
FQ
OPERATOR CONTROL
Infrequent, largereflux adjustments
ADVANCED CONTROL
Frequent, smallreflux adjustments
DAYS
RE
FL
UX
(t/
d)
FB
P (
Deg
. C) Setpoint
change
iC5
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
44 44
(target operator) mendekati batas limitnya. Pada grafik diatas menjelaskan adanya
variasi variable proses, seperti stream quality, temperature, pressure, valve position,
atau unit intake.
Selaku perusahaan yang memproduksi LNG dan LPG, PT Badak sangat cocok
untuk menjalankan APC, karena benefit yang didapat dari sistem APC sangat baik,
diantaranya :
- Meningkatkan kapasitas produksi LNG dengan mengoptimasi kondisi
pengoperasian MCHE dan sistem pendinginan.
- Meningkatkan produksi LPG dengan cara mengestrak komponen C3 dan
C4 dari LNG dan menambah komponen ethane (C2) dan pentane (C5)
kedalam LPG.
- Menstabilkan unit pengoperasian pada unit fractionation.
- Meningkatkan optimasi produksi LPG propane dan buthane.
Untuk di PT Badak sendiri, APC diaplikasikan pada Train-F dikarenakan beberapa
faktor, diantaranya :
- Dari sisi pengontrolan, Train-F memiliki performance yang bagus,
keadaan pengontrolan yang stabil sehingga dapat mendukung kerja dari
APC itu sendiri.
- Nilai deviasi error yang kecil sehingga keakuratan dari data yang terbaca
sangat jelas.
- Keadaan Gas Chromatography Analyzer yang masih dalam keadaan
“sehat” sehingga dapat membantu pemberiaan data sample gas yang
berproduksi.
- Selain itu, untuk membuktikan manfaat signifikan kepada PT Badak
sebelum diterapkannya APC pada semua train.
- Untuk menyiapkan engineer & operator untuk bisa mengoperasikan
APC.
- Untuk membiayai project APC pada 7 train lainnya.
- Bisa meminimalisir resiko dengan memulai terlebih dahulu dengan 1
train.
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
45 45
4.1.1 Sistem Konfigurasi Advanced Process Control
Pada APC hakikatnya menggunakan metode Quality Estimation Solution
dimana digunakan soft sensor dan virtual analyzer untuk estimasi real time dari
komposisi produk secara langsung dari pemantauan proses flow, temperature dan
pressure. Pengaturan set point Manipulated Variable pada APC diatur secara
otomatis untuk mendapatkan spesifikasi produk ( LNG dan LPG ) yang dikontrol.
Dalam penerapan APC terdapat beberapa persyaratan ke dalam suatu sistem
kontrol. Persyaratan yang harus terpenuhi diantaranya :
- Semua equipment dan instrument yang dipakai dalam sistem haruslah dalam
kondisi yang baik dan memiliki reliability (kehandalan) yang tinggi.
- Recycle Kompressor harus dalam keadaan tertutup agar efisiensi
pengoperasian tercapai.
Untuk melengkapi suatu sistem konfigurasi APC, ada beberapa equipment yang
harus ada agar proses dari APC tersebut bisa dijalankan. Pada Train-F, penggunaan
teknologi APC menggunakan ExaSMOC (Shell Multivariable Model Predictive
Control Package) dan ExaRQE (Robust Quality Estimator). Kedua teknologi
tersebut dipertimbangkan karena bisa dibuktikan cocok untuk komunikasi data
dengan Yokogawa DCS (Centum-XL, dan CS) dan pada Train-F menggunakan
Yokogawa Centum-XL DCS. Selain itu, terbukti mempunyai aplikasi yang sama
dengan Fractination Unit dan Refrigeration/Liquefication unit dan tentunya harga
yang sesuai dengan budget yang ada.
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
46 46
Gambar 4.3 : Sistem Konfigurasi ExaSMOC dan ExaRQE pada Train-F
Pada gambar diatas terlihat jelas sistem konfigurasi APC pada Train-F PT
Badak. Data dari field diproses di DCS (Centum-XL) dimana terdapat EOPS
(Engineering Operator Station) dimana terhubung dengan BCV (Bus Converter) lalu
dilanjutkan dengan V-Net (Redundant). Dari komunikasi yang lewat di V-net
Redundant dihubungkan juga menuju ICS (Information and Command Station)
Centum-CS yang berada di TOP Building. Selain terhubung menuju TOP Building,
V-net Redundant terhubung menuju ke EWS (Engineering Work Station) dan
terkoneksi langsung dengan ExaOPC yang merupakan interface antara DCS protokol
dengan PC. Output data dari ExaOPC dikirim menuju APC Online Station dan APC
Offline Station.
Untuk menjalankan APC, persyaratan untuk Hardware yang harus ada
diantaranya :
- 2 PC Servers (Offline dan Online APC Server) dengan V-Net Interface
card (VF701).
- Switch HUB, kabel Ethernet dan kabel Coaxial.
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
47 47
- Sistem DCS Centum-XL (EFCD, ENG, EOPS, Bus Converter HF/V-Net
dan HF-Bus Cables).
- Centum-CS (Computer Gateway dan Engineering Work Station).
Untuk Software yang menjadi prasyarat dalam menjalankan APC diantaranya :
- Untuk Offline Server PC, software yang digunakan adalah Windows
2000, SMOC (Shell Multivariable Optimizing Controller), RQE (Robust
Quality Estimator) dan AIDA (Advanced Identification and Data
Analysis). Keberadaan sistem PIMS seperti software Exaquantum juga
akan sangat membantu dalam mengcapture data pada saat melakukan
pemodelan system dengan step test di DCS.
- Sedangkan untuk Online Server APC, sotware yang digunakan adalah
Windows 2000, EXAOPC, EXASMOC, dan EXARQE.
Di kedua APC station tersebut berupa new hardware and software. Untuk APC
Offline Station terdapat SMOC yang bertugas sebagai pengklasifikasian model
teknologi berbasis kontrol, lalu RQE yang bertugas sebagai estimator atas keadaan
yang akan terjadi dimasa yang datang serta AIDA yang mempunyai fungsi sebagai
indentifikasi dan pemodelan dari proses tersebut. APC Offline Station ini bertugas
untuk menghitung data proses, melakukan pemodelan system, membuat controller
SMOC, dan membuat file compile yang akan dijalankan didalam APC Online
Station. Aktivitas yang terjadi di APC Online Station adalah menerima data realtime
proses dan operator setting APC dari DCS, menjalankan controller ExaSMOC dan
ExaRQE dan mengirim data hasil perkiraan dan perhitungan sebagai Setpoint
Manipulated Variable ke DCS.
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
48 48
Gambar 4.4 : Skema Sistem APC pada Plant
Dari gambar 4.4, bisa diketahui alur dari urutan jalannya APC. Dimulai dari
Plant Test. Pada bagian ini, pemberian gangguan (step test) untuk mengetahui gain,
dead time dan time constant dimana dilakukan saat kondisi online. Karena dilakukan
saat online, biasanya terdapat efek yang terjadi tetapi hanya kecil sekali
presentasinya. Plant Test ini melingkupi input, disturbance, dan output. Syarat untuk
Plant Test adalah kondisi basic control harus stabil dan bagus. Setelah dilakukan
Plant Test, data yang terbaca masuk ke dalam Exaquantum/Excel dimana disini
tempat pengumpulan data yang akan dilanjutkan untuk proses selanjutnya dianalisa
di Offline Server menggunakan software AIDA dan RQE. AIDA sendiri berfungsi
untuk identifikasi dan analisis data. Data yang diproses adalah data time constant,
dead time dan gain. Sedangkan RQE merupakan proses untuk mendapatkan
kalkulasi prediksi kualitas produk (LNG & LPG) beberapa langkah kedepan sebagai
pendamping real time Analyzer (Gas Chromatograph) dan ExaSMOC. RQE juga
perlu mengetahui data pengukuran lapangan yang dilakukan oleh laboratorium
sebagai pembanding realtime Analyzer (GC).
Di APC Offline Server, data step test diproses dengan AIDA, hasilnya diproses
di SMOC dan RQE untuk mendapatkan SMOC Controller dan RQE Calculation.
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
49 49
Selanjutnya file SMOC Controller dan RQE tersebut dikompile untuk dijalankan di
APC Online Server oleh software ExaSMOC dan ExaRQE. Komunikasi antara APC
Online Server dengan DCS adalah dua arah yaitu DCS mengirimkan data Operator
Setting APC dan kondisi proses (PV, Min, Max, dan Range) dan DCS menerima data
dari APC Online Server (SV, MV dan RQE).
Data yang ada diterima oleh DCS dari APC digunakan untuk menggerakkan
Control Valve. Data yang dikirim oleh DCS ke APC adalah inputan dari Field
Transmitter dan Online Analyzer.
4.1.2 Analyzer
Untuk menjalankan proses APC, faktor yang terpenting adalah Online Analyzer
yang berupa GC Analyzer (Gas Chromatograph Analyzer). GC Analyzer bisa
dikatakan sebagai referensi APC (ExaRQE) untuk mengetahui komposisi produk
(LNG dan LPG) yang ada dalam proses sehingga dalam proses estimasi/prediksi dan
optimasi dapat tepat sasaran.
Gas Chromatograph adalah peralatan Analyzer yang berfungsi untuk
mengetahui komposisi kimia gas (N2, C1, C2, C3, iC4, nC4, iC5, nC5) dari sampling
gas yang dimasukkan ke alat tersebut secara periodik dan kontinyu.
Pada saat Project, pada Train-F terpasang 7 Analyzer yang dapat
mengindetifikasi untuk APC, 6 yang ada merupakan GCs (Gas Chromatograph
Analyzer) dan 1 adalah RVP Analyzer. Dari kondisi lapangan, 4 Analyzer dalam
kondisi tidak bekerja secara maksimal dan perlu untuk diperbaiki dan diperbahurui,
selain itu terdapat 3 GCs Yokogawa dalam kondisi yang tidak “sehat” untuk
beroperasi. Meskipun terdapat 3 GCs yang dalam kondisi tidak baik, mereka tetap
bisa bekerja dengan baik dan mempunyai kehandalan yang baik dan akurasi yang
bagus saat dilakukan pengetesan dengan kalibrasi gas dan mereka cocok untuk APC.
Sedangkan untuk RVP Analyzer tidak bekerja dengan lama karena kondisi yang tidak
baik dan tidak bisa untuk diperbaiki. Selain dari GC Analyzer, untuk identifikasi
produksi feedgas juga dilakukan dengan pengambilan sample gas dan dianalisa di
laboratorium untuk pembanding hasil produksi yang terbaca di GC Analyzer dan dari
laboratorium.
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
50 50
Untuk sekarang, GCs Analyzer yang terpasang pada Train-F bukan lagi GC
Yokogawa 08 melainkan GC Siemens Maxum II. Tetapi menemui banyak
permasalahan karena tidak bisa dibacanya indikasi dari GC Siemens Maxxum II di
DCS.
4.1.3 Pengujian Plant dan Pengulasan Rancangan
Pengujian respon dilakukan pada MCHE dan Kolom Fraksinasi dimana
dilakukan pemonitoran keseluruhan. Pengujian lapangan dapat memberikan indikasi
perubahan ukuran serta petunjuk yang sudah didiskusikan dan disetujui untuk
dimulainya pengetesan. Pengujian lapangan merupakan bagian yang terpenting
dalam implementasi dari kontroler SMOC. Pelaksanaan pengujian yang ekstensif dan
berkualitas dapat menjamin keakuratan dynamic model dari sebuah plant yang
didapatkan. Data pengujian dikumpulkan selama pengujian berlangsung dan dibawa
kedalam model persiapan identifikasi dengan menggunakan SMOC Model
Indentification Tool (AIDA).
Untuk perancangan dilakukan oleh vendor dan beberapa crew PT Badak
(process, instrument, operation, maintenance, dan project) untuk membantu
bagaimana kontroller dapat bekerja secara maksimal. Pada Train-F terdiri dari
beberapa bagian, diantaranya :
• Plant – 1 : Purification Unit
• Plant – 2 : Dehydration Unit
• Plant – 3 : Fractination Unit
• Plant – 4 : Refrigeration Unit
• Plant – 5 : Liquefication Unit
Dari ke-5 plant yang ada, APC telah diimplementasikan pada Plant-3; Plant-4; dan
Plant-5. Total terdapat 6 aplikasi MVC (Multivariable Controller) yang telah
diimplementasikan untuk mencapai tujuan dari kontrol yang diinginkan dan karena
dapat membuat Control/Economic performance menjadi lebih baik untuk produksi
LNG dan LPG pada Train-F. Sedangkan SMOC sendiri telah diimplementasikan
dibeberapa tempat, diantaranya:
• Scrubber Column SMOC Controller
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
51 51
• De-Ethaniser Column SMOC Controller
• De-Propaniser Column SMOC Controller
• De-Buthaniser Column SMOC Controller
• Flow Stabilizing SMOC Controller
• MCHE – MR SMOC Controller covering Plant-4 and Plant-5
Sebagai backup QMI (Quality Measurement Instrument) yang bekerja seperti Gas
Chromatography Analyzer, digunakan RQE (Robust Quality Estimator) yang
diterapkan dibeberapa tempat, diantaranya :
• Fractination Column Unit
• Main Cryogenic Heat Exchanger (MCHE) and Multi Component
Refrigerant (MCR) Unit
Selain itu, ketika ada perbedaan komposisi pada Fractination-Section dan MR
Compositions Controlled Variables (CVs), penggunaan RQE dibutuhkan untuk
menstabilkan komposisi kontrol dan pengerjaan secara otomatis dari parameter yang
ada.
Gambar 4.5 : RQE pada Fractination Column Unit
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
52 52
Dari gambar di atas adalah dearah yang diberlakukan RQE, pembagiannya
diantaranya :
• RQE 2.1 – Scrub Column Top Product HHV
• RQE 2.2 – LNG HHV
• RQE 2.3 - C3 in C2
• RQE 2.4 – C2 in C3
• RQE 2.5 – C4 in C3
• RQE 2.6 – C3 in C4
• RQE 2.7 – C5 in C4
• RQE 2.8 – Unstable Condensate RVP
Untuk setiap dari komponen MR (N2, C1, C2 dan C3) , RQE digunakan karena
Control Valve pada SMOC digunakan untuk untuk memprediksi kestabilan
komposisi kontrol MR. Komposisi dari MR Analyzer digunakan untuk pengaturan
otomatis dari BIAS parameter dari RQE tersebut.
4.2 Implementasi APC di Train-F PT Badak NGL
4.2.1 Shell Multivariable Optimizing Controller ( SMOC )
Multivariable Controller adalah kontroller yang mempunyai beberapa variabel
dimana nantinya dimanipulasi sesuai dengan set points secara bersamaan untuk
mencapai beberapa sasaran kontrol yang diinginkan. Teknologi MPC (Model
Predictive Controller) yang merupakan deskripsi matematika atau model matematika
dari semua hubungan dalam proses dengan kemungkinan efek dari sasaran control
yang tergabung dalam proses transient ( dynamic ) dan proses yang steady state (
jenuh ). Kontroler akan mencari set point yang sesuai dengan memanipulasi variabel
untuk mencapai respond yang optimum.
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
53 53
Gambar 4.6 : SMOC dari sisi operator
Dari gambar di atas (gambar 4.6), dapat dijelaskan bahwa dari sisi operator,
SMOC merupakan bantuan metode untuk memproses (menghitung) dari acuan set
point, high set range dan low set range yang telah ditentukan. Dari sisi sebelah kiri,
terdapat plot instrumentation dimana terdapat 2 kondisi, kondisi overheads quality
dan bottom quality. Dua kondisi ini yang dijadikan sebagai Controlled variables
(CV), setelah itu operator memberikan inputan berupa berapa nilai set point, hight set
range, dan low set range, untuk proses ini dilakukan di DCS (Distributed Control
System). DCS mengirim data CV berupa Process Variable (PV) dari Overheads dan
Bottom Product Quality menuju process computer, yaitu SMOC. Bisa dikatakan,
SMOC merupakan main control dalam proses ini, karena dilakukan proses
perhitungan yang akan disampaikan kembali menuju DCS. Data dari SMOC tersebut
yang sudah selesai diproses, dikirim menuju DCS berupa Set Points (SV) Flow dan
Temperatur Control. Operator juga melakukan pembatasan High and Low Set Point
Limits dari Flow dan Temperatur Control tersebut. Penentuan ini juga bisa langsung
untuk bisa memerintah final element (control valve) dalam bentuk Manipulated
Variable (MV).
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
54 54
Gambar 4.7 : SMOC dari sisi controller
Dari gambar di atas (gambar 4.7), merupakan alur dari SMOC dalam sisi
controller. Untuk pengertian gambar ini, pembacannya dari kanan, dimana ada model
inputs yang berperan sebagai manipulated variables, terdapat 2 input, yang pertama
adalah Reflux dan yang kedua adalah Reboiler. Pemodelan seperti ini hampir sama
seperti Feedforward control, dimana dalam proses tersebut bisa mengestimasi apa
yang akan terjadi beberapa langkah kedepan pada model output. Dari inputan yang
masuk, perubahan yang kecil yang dapat masuk ke dalam input. Setelah masuk, akan
melalui Dynamic Process Control dimana disini dilakukan perhitungan dengan
transfer function yang hasilnya dalam bentuk grafik. Setelah itu outputan dari
transfer function masuk ke dalam model outputs. Mulai dari masuk menuju
overheads quality dan bottoms quality, dimana keduanya itu merupakan
pengkondisian yang akan terjadi di masa akan datang (future) yang diprediksi dengan
controller dan juga masuk ke dalam pengkondisian yang masuk dalam lingkup
pengendalian yang masa lalu (past) yang diamati dengan controller.
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
55 55
4.2.2 Lingkup Area Implementasi SMOC
Untuk Train-F , implementasi APC dilakukan di beberapa plant, diantaranya Plant-3
(FractinationUnit) :
• Scrub Column
• De-Ethaniser Column
• De-Propanizer Column
• De-Butanizer Column
Sedangkan pada Plant-4 (Refrigeration Unit) dan Plant-5 (Liquefaction Unit) :
• Main Cryogenic Heat Exhanger ( MCHE ) dengan equipment yang
tergabung dalam siklus propane dan MR Compression.
Gambar 4.8 : Lingkup Area Implementasi SMOC Pada Plant-3 dan Plant-4
4.2.2.1 Scrubber Column SMOC
Pada Plant-3 adalah tempat terjadinya proses fraksinasi (pemisahan) antara
fraksi berat dengan fraksi ringan. Terdapat column yang berfungsi sebagai scrubber
Scrub Column
De-ethanizer Column De-Propanizer
Column De-Butanizer
Column
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
56 56
untuk fraksi yang berproses di dalam column tersebut. Pada Scrubber Column
tersebut diaplikasikan kontroller SMOC untuk menjalankan proses APC tersebut.
Control objective dari pengendalian Scrubber Column SMOC diantaranya :
• Memaksimalkan pengestraksian condensate (fraksi berat) di dalam Scrub
Column sampai pada batas bawah pada Top vapour scrub column HHV dan
meningkatkan nilai HHV pada LNG dengan cara memasukkan kandungan
fraksi C4 LPG agar dapat memaksimalkan produksi dari C3 LPG.
• Mengendalikan nilai HHV (High Heating Value) LNG dengan range
control yang kecil untuk mengurangi nilai panas (heating value ) pada saat
lower off-spec limit dimana berfungsi untuk menaikkan hasil dari C3 LPG.
• Menstabilkan pengoperasian pada Scrubber column dan mengurangi
gangguan yang disebabkan oleh perubahan komposisi pada feed gas.
Strategi dari pengendalian Scrubber Column SMOC diantaranya :
• Pada Scrub Column ini digunakan 2 buah Quality Estimator pada posisi
Top Scrub Column HHV (F3AI25) dan pada LNG HHV (F5AI1).
• Sedangkan on-line analyzer digunakan untuk mengupdate data, apakah
quality estimator memberikan data yang benar atau tidak, jika tidak benar
akan disesuaikan dengan on-line analyzer dengan cara pendekatan nilai
(verifikator).
• Selain itu, faktor penting pengontrolan dari scrub column adalah menjaga
semua parameter control pada limit yang telah disetting oleh Operator.
• Fungsi pengoptimasian APC adalah untuk menjaga keadaan Top Scrub
Column HHV tetap dalam kondisi rendah karena cara ini dapat membantu
dalam memaksimalkan pengestrakan condensate (fraksi berat) dari feed
gas.
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
57 57
Gambar 4.9 : Scrub Column SMOC
4.2.2.2 De-Ethanizer Column SMOC
Untuk De-ethanizer Column juga menggunakan kontrol dengan SMOC.
Adapun tujuan dari pengontrolan pada De-ethanizer Column SMOC diantaranya :
• Mengontrol fraksi C3 agar sekecil mungkin ( tapi tidak bernilai NOL , agar
bisa dijadikan sebagai indikator pada fraksi C2 bahwa masih adanya fraksi
C3 ) yang masuk ke dalam vapour C2 di top De-ethanizer column. Pada
posisi ini, C3 diesktrak untuk bisa memaksimalkan proses pada De-
propanizer colum. Pengontrolan C3 ini dapat membatu pengoptimasian
Propane untuk memaksimalkan produksi LPG di PT Badak.
• Menambah fraksi C2 di bottom product agar volume bisa menjadi lebih
banyak dan tercampur dengan fraksi C3 dan dilanjutkan untuk De-
propanizer. Tujuan ini juga bisa membantu untuk memaksimalkan C3 pada
pembuatan LPG.
• Menstabilkan pengoperasian pada De-ethanizer column dan mengurangi
gangguan yang disebabkan oleh perubahan komposisi pada feed gas.
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
58 58
Selain tujuan pengontrolan, dibutuhkan strategi pengontrolan De-ethanizer coloum
SMOC, diantaranya :
• 2 Quality Estimator telah dibangun untuk Top Quality De-ethanizer column
dan Bottom Quality De-ethanizer. Pada posisi Top, QE dipasang untuk
mengetahui berapa kandungan fraksi C3 di dalam C2 sedangkan pada posisi
Bottom, QE dipasang untuk mengetahui kandungan fraksi C2 di dalam C3.
Sedangkan on-line analyzer digunakan untuk mengupdate data, apakah
quality estimator memberikan data yang benar atau tidak, jika tidak benar
akan disesuaikan dengan on-line analyzer dengan cara pendekatan nilai
(verifikator).
• Menjaga temperatur pada De-ethanizer column di posisi bottom, middle,
dan top dengan range yang sudah ada. Ini dilakukan dengan pengkondisian
jika terjadi ketidakakuratan data pada analyzer, ada data dari verifikator
untuk back-up datanya (second opinion).
Gambar 4.10 : De-ethanizer Column SMOC
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
59 59
4.2.2.3 De-Propanizer Column SMOC
Untuk column ketiga yaitu De-propanizer Column SMOC dimana terjadi
proses kontrol yang mempunyai tujuan diantaranya :
• Mengontrol jumlah C3 didalam C4 bottom product dengan mengukur C3 di
top product. (memaksimalkan fraksi C4 agar tidak terjadi off-spec pada
produksi Propane dan mengestrak C3 untuk di top product agar tidak
banyak yang menuju bottom product )
• Mengontrol jumlah C4 dalam C3 pada top product De-propanizer.
• Ada 2 pilihan untuk memaksimalkan produksi, antara produksi C3 dan C4
yang bergantung kepada permintaan dan harga.
- Memaksimalkan C3 : meningkatkan fraksi C4 di dalam C3 hingga
batas limit yang tinggi.
- Meningkatkan C4 : meningkatkan fraksi C3 di dalam C4 hingga
batas limit yang tinggi.
• Untuk memurnikan kandungan C3 untuk kebutuhan operasional (MCR
makeup) dengan cara meminimalkan kandungan fraksi C4 di dalam fraksi
C3, sekecil mungkin.
• Menstabilkan pengoperasian pada De-propanizer column dan mengurangi
gangguan yang disebabkan oleh perubahan komposisi pada feed gas.
Selain tujuan pengontrolan, dibutuhkan strategi untuk menjalankan De-propanizer
coloum SMOC, diantaranya :
• 2 Quality Estimator telah dibangun untuk Top Quality De-propanizer
column dan Bottom Quality De-propanizer. Pada posisi Top, QE dipasang
untuk mengetahui berapa kandungan fraksi C4 di dalam C3 sedangkan pada
posisi Bottom, QE dipasang untuk mengetahui kandungan fraksi C3 di
dalam C4. Sedangkan on-line analyzer digunakan untuk mengupdate data,
apakah quality estimator memberikan data yang benar atau tidak, jika tidak
benar akan disesuaikan dengan on-line analyzer dengan cara pendekatan
nilai (verifikator).
• Menjaga temperatur pada De-propanizer column di posisi bottom, middle,
dan top dengan range yang sudah ada. Ini dilakukan dengan pengkondisian
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
60 60
jika terjadi ketidakakuratan data pada analyzer, ada data dari verifikator
untuk back-up datanya (second opinion)
Gambar 4.11 : De-propanizer Column SMOC
4.2.2.4 De-Butanizer Column SMOC
Untuk column keempat yaitu De-butanizer Column SMOC dimana terjadi
proses kontrol yang mempunyai tujuan diantaranya :
• Memaksimalkan jumlah kandungan fraksi iC5 ( iso-pentane ) di dalam
kandungan fraksi C4 pada posisi top De-buthanizer hingga batas limit yang
ditentukan.
• Memaksimalkan proses pemisahan fraksi agar dapat meningkatkan produksi
C4.
• Menstabilkan pengoperasian pada De-buthanizer column dan mengurangi
gangguan yang disebabkan oleh perubahan komposisi pada feed gas.
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
61 61
Selain tujuan pengontrolan, dibutuhkan strategi untuk menjalankan De-buthanizer
coloum SMOC, diantaranya :
• 1 Quality Estimator telah dibangun untuk Top Quality De-butanizer column
untuk mengetahui berapa jumlah kandungan fraksi iC5 di dalam C4.
Sedangkan on-line analyzer digunakan untuk mengupdate data, apakah
quality estimator memberikan data yang benar atau tidak, jika tidak benar
akan disesuaikan dengan on-line analyzer dengan cara pendekatan nilai
(verifikator).
• Menjaga temperatur pada De-butanizer column di posisi middle, dan top
dengan range yang sudah ada. Ini dilakukan dengan pengkondisian jika
terjadi ketidakakuratan data pada analyzer, ada data dari verifikator untuk
back-up datanya (second opinion)
Gambar 4.12 : De-butanizer Column SMOC
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
62 62
4.2.2.5 Flow Stabilizing SMOC
Untuk Plant-3 juga menggunakan kontrol dengan SMOC dimana juga untuk
menstabilkan flow yang ada. Adapun tujuan dari pengontrolan tersebut diantaranya :
• Kerja dari SMOC adalah menstabilkan laju aliran di bottom dari setiap
columns yang ada di Plant-3, mulai dari 3C-1 (Scrub Column); 3C-4 (De-
Ethanizer Colum); 3C-6 (De-Propanizer Column); dan 3C-8 (De-Buthanizer
Column) dengan tetap menjaga ketinggian level dengan setpoint dan set
range yang telah ditentukan oleh Operator Setting.
Penstabilan flow pada column telah mencapai targetnya, diantaranya :
• Pengoperasian kontroler sangat baik dalam kondisi mengurangi gangguan
yang ada dan menstabilkan flows terhadap proses yang ada menuju beberapa
columns yang berbeda.
• Selain itu, untuk kestabilan flow pada fractination column sebelum
penerapan APC mempunyai kondisi tidak stabil, sedangkan saat sudah
diterapkan APC kondisinya stabil.
Gambar 4.13 : Flow Stabilizing Column SMOC
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
63 63
Gambar 4.14 : Grey Box Modelling dari Flow Stabilizing
Pada gambar di atas ( Gambar 4.15 ), dari pemodelan gray box bisa diketahui
bagian yang dilingkari dengan warna merah merupakan DV (Distrubance Variables)
dimana berupa gangguan disturbance flow feed gas. DV tersebut hanya bisa
menerima informasi dari proses sebelumnya dan memprediksi apa dampaknya pada
level di Scrub Column (lingkaran warna hijau yang pertama). Karena dari DV
tersebut terdapat function block yang berisi Dead Time (D); Gain (G); dan Time
Constant (T), karena pada block pertama dengan tanda panah warna ungu itu G =
0.1106 (positif) mempunyai pengertian searah, semakin besar flow yang ada, maka
pengaruh level akan naik juga pada scrub column. Untuk lingkaran warna biru,
merupakan Manipulated Variable (MV) bottom product yang dimana berfungsi untuk
mengendalikan bottom flow. Saat kondisi bottom product besar, maka pengaruhnya
level akan turun, tetapi pengaruhnya tetap kepada gain yang lebih besar. Untuk gain
pada arah panah coklat (1), bernilai G = -0.3, dimana bernilai terbalik. Pengertian
terbalik adalah saat bottom product dalam keadaan besar, maka pada level pada scrub
column akan turun, tetapi dampak dari MV (1) tidak berpengaruh besar karena ada
DV yang mempunyai nilai gain positif. Selain menjadi MV (1) pada pengaturan level
pada scrub column, MV(1) bottom product juga sebagai set point untuk level pada
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
64 64
De-ethanizer Column. Begitu seterusnya, berlaku pada De-propanizer column
(lingkaran ketiga) dan De-buthanizer column (lingkaran keempat) secara terus
menerus.
4.2.2.6 SMOC – MCHE (Main Cyrgenic Heat Exchanger)/MCR (Multi
Component Refrigerant)
Gambar 4.15 : Penerapan SMOC pada MCHE / MCR
Selain Plant-3, SMOC Controller diaplikasikan di Plant-4 dan Plant-5. Dua
peranan penting dijadikan satu, yaitu MCHE dan MCR/C3 yang dijadikan satu
menjadi SMOC Controller. Pada MCHE, peranan penting MCR dan C3 ( Propane )
adalah untuk media pendingin bagi feed gas yang masuk ke dalam MCHE. Tujuan
pengontrolan pada MCHE-MCR diantaranya :
• Menghilangkan beberapa (multivariable) penghalang seperti kompressi
(Kompressor MCR/C3), beban pendinginan (MCHE, MCR/C3), kapasitas
alat (Volume, Pressure, Flow maximal) untuk mendapatkan pengoperasian
yang optimal.
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
65 65
• Menyeimbangkan efek transient dan menstabilkan kondisi pengoperasian
agar bisa tetap dalam jangkauan pengoperasian jika terjadi kemungkinan
gangguan pengoperasian, komposisi masukan, perubahan kondisi ambient
(kondisi cuaca saat malam-siang hari, panas-hujan, temperatur air laut
dimana semakin dingin semakin efisien).
• Memaksimalkan efisiensi dengan cara meminimalisir konsumsi steam pada
C3 kompresor dan MR kompresor ( efiesiensi penggunaan steam ).
Keuntungan penggunaan SMOC MCHE-MR :
• Dengan penerapan APC kita dapat meningkatkan kapasitas produksi LNG
jika kondisi tekanan feed gas mencukupi.
• Jika kondisi feed gas tidak cukup untuk untuk proses peningkatan produksi
maka akan diarahkan pada fungsi meminimalkan penggunaan steam pada
compressor 4K-1/2/3 dan 2K-1.
Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pengontrolan pada MCHE-MCR SMOC
diperlukan sebuah strategi, yaitu strategi Optimisasi Ekonomi dimana ada 2
rancangan yang akan dilakukan, diantaranya :
• Memaksimalkan LNG, fungsi ekonomi ini lebih kearah untuk menekan
produksi LNG untuk mencapai target yang diinginkan untuk beberapa
proses. Pencapaian target tersebut memanfaatkan setiap kesempatan yang
ada, seperti memaksimalkan temperatur LNG hingga batas limit, pergeseran
beban antara MCR dan C3 compressors, kondisi dari proses cooling water,
perubahan temperatur di LNG exchanger (5E-2) hingga batas yang
ditentukan, dan lain – lain.
• Pengoptimisasian efiensi, fungsi ekonomi in lebih kearah untuk
meminimalisir MR dan kosumsi C3 compressors pada produksi LNG. Ini
dapat digunakan ketika tidak ada asupan feed gas untuk MCHE dan
pengoperasian saat produksi LNG.
4.3 Distributed Control System (DCS)
Hal yang paling sangat berperan dalam APC adalah DCS. DCS merupakan
suatu sistem pengendalian yang terdistribusi dengan basis microposessor dimana
menjadi pengganti dari sistem pengendalian konventional (single loop controller).
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
66 66
Pengendalian DCS dilakukan pada suatu control room dengan berbagai fungsi
pengendalian, monitoring, dan optimasi. Untuk Train-F sendiri menggunakan DCS
Centum – XL yang tergolong tipe lama. Adapun fungsi dari DCS diantaranya :
• Untuk memonitor proses kondisi dari pabrik saat berjalannya proses atau
shutdown.
• Untuk mengendalikan proses pabrik.
• Untuk memberikan peringatan operator jika ada penyimpangan proses.
• Sebagai instrument pengaman terhadap peralatan pabrik.
• Untuk membantu menyiapkan Shift, Daily Report (Logging Printer).
PT. Badak dalam pengoperasiaan sistem pengendaliannya menggunakan DCS
Yokogawa. Mulai dari DCS Centum-V beranjak dengan DCS Centum-XL lalu DCS
Centum-CS dan yang sedang dipakai sekarang adalah DCS Centum-CS 3000 (Train
A sampai Train-H, kecuali Train-F masih menggunakana DCS Centum-XL.
4.3.1 Perangkat Distributed Control System ( DCS )
Secara umum, DCS dapat dibagi menjadi 3 bagian, diantaranya :
a. Operator Station
Operator Station digunakan untuk mengumpulkan data operasi proses
serta menampilkan dan mengolah data dari proses yang terjadi pada plant.
b. Control Station
Digunakan sebagai control unit untuk mengendalikan variabel–variabel
yang dikendalikan pada proses. Control station dikenal pula dengan istilah
Field Control Station (EFCD). Berikut adalah komponen dari EFCD :
• Central Processor Unit (CPU)
• Catu daya (Power Supply Unit, PSU)
• HF Bus coupler
• Modul masukan/keluaran (I/O modules, IOM)
c. Sistem Komunikasi
Sarana pertukaran data antara operator station, control station dan proses.
Sarana komunikasi ini juga dapat digunakan untuk menghubungkan DCS
dengan sistem lain seperti PLC (Programmable Logic Control), SCADA
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
67 67
system (Supervisory Control and Acquisition Data), Asset Management.
Sedangkan perangkat antarmuka (interface) DCS terdiri dari :
• Human Interface Station ( HIS )
HIS sebagai interface antara DCS dan operator berfungsi untuk
melakukan monitoring terpusat proses dari control station, menyajikan
informasi plant terkini kepada operator melalui graphical user interface
(GUI) dan menerjemahkan instruksi operator terhadap mesin sehingga
operator dapat melakukan fungsi operasi, maintenance dan
troubleshooting serta berbagai pengembangan. Station ini tersusun atas
sebuah console atau desktop personal computer.
• Engineering Interface
Merupakan perangkat interface antara DCS dan engineer yang
memungkinkan pembangunan system dan proses maintenance perangkat
lunak DCS sekaligus berperan sebagai engineering development station.
• Interface ke sistem lain
� Supervisory computer interface, berfungsi untuk :
- Menghubungkan DCS ke supervisory computer
- Mentransmisikan data kontrol dan menerima perintah supervisory
operation dan setting optimal
� Control sub-system interface
Berfungsi untuk menghubungkan DCS ke tipe instrument lain seperti
Programmable Logic Control (PLC) maupun Analyzer komposisi untuk
mengintegrasikan operasi plant, dll.
• Interface proses
Merupakan interface antara DCS dan plant (field instrument). Pada
interface proses, Control Station menerima sinyal pengukuran dari sensor
dan melakukan perhitungan kontrol sesuai dengan deviasi harga set-point.
Sinyal keluaran dikirim ke elemen kontrol akhir (final control element)
untuk melakukan aksi kompensasi.
4.3.2 Konfigurasi DCS
Konfigurasi DCS umumnya dilakukan dari EWS (Engineering Workstation).
EWS merupakan suatu database utama yang berisi semua konfigurasi instrumen dan
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
68 68
dapat menggunakan komunikasi bertopologi peer-to-peer dalam penggunaannya.
Karena database terletak pada workstation, maka proses download diperlukan
selama proses backup data pada control unit redundant. Dalam penggunaan awal,
tampilan, data, dan trend DCS juga harus dikonfigurasikan termasuk penyesuaian
kebutuhan tampilan dari customer maupun operator yang bersangkutan.
4.4 Tampilan SMOC DCS Interface
• OFF-mode
Kondisi ini mengindikasikan kepada applikasi dari APC/SMOC untuk berhenti
beroperasi. APC/SMOC tidak membaca input yang masuk dan tidak mengirim
data output.
• STBY- mode
Kondisi ini mengindikasikan SMOC untuk hanya menerima input yang masuk
dan mengolah data input yang masuk tetapi tidak dikirim menuju DCS, hanya
sebagai collecting data untuk proses selanjutnya. Penggunaan STBY-mode ini
diatur oleh APC Engineer sebelum operator memulai untuk menggunakan
kontroler.
• CTRL- mode
Kondisi ini mengindikasikan SMOC untuk dijalankan, mulai dari membaca input
dan membuat perubahan kalkulasi pada control dan mengirimkannya menuju
DCS. Di mode ini, deviation error nya dikecilkan.
• OPT-mode
Kondisi ini mengindikasikan SMOC untuk dijalankan, mulai membaca input,
menghitung pengoperasian dari plant, menghitung optimasi pengoperasian plant
berdasarkan variabel ekonomi, mengontrol perubahan kalkulasi dan mengirimkan
menuju DCS. Dalam mode ini, SMOC memanfaatkan potensial unit dengan
penuh,dengan menekan pengoperasiannya.
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
69 69
OFF-mode STBY-mode CTRL -mode OPT-mode
Gambar 4.16 : Konfigurasi SMOC De-ethanizer Column pada DCS
Dari gambar di atas (Gambar 4.16), bisa diketahui panel dari SMOC itu sendiri. Ini
merupakan salah satu konfigurasi dari SMOC pada De-ethanizer Column. Disinilah
kita bagaimana penetuan set point yang ada. Contoh pada tag F3AI23CR yang
merupakan kondisi dari C3 di dalam C2 RQE Set Point. Diketahui data yang muncul
pada PV adalah 0.02 dengan satuan unit mol %. Selain itu, ada penentuan batas atas
dan bawah dari range yang ada, Set Range HI dan Set Range LO.
4.5 Tampilan Grafik Pada RQE (Robust Quality Estimator)
RQE merupakan salah satu bagian terpenting, bagian yang berfungsi untuk
mengestimasi product yang ada untuk bisa dikombinasikan dengan SMOC.
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
70 70
Gambar 4.17 : Tampilan RQE pada kondisi C3 dalam C4 di De-butanizer
coloum
Gambar 4.18 : Letak RQE pada kondisi C3 dalam C4 di De-butanizer coloum
Dari contoh pemaparan gambar di atas (Gambar 4.18 dan 4.19), bisa diketahui
bahwa RQE ini tidak diletakkan di De-propanizer column, melainkan di De-
butanizer column, terjadi sedikti delay pada RQE tersebut. Pada kondisi ini, RQE
RQE
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
71 71
mengestimasi jumlah fraksi C3 yang ikut dalam fraksi C4 dimana berguna untuk
memaksimalkan produksi dari Buthane. Dari grafik yang tertera, grafik dengan line
merah merupakan indikasi estimasi yang akan terjadi di depan.
4.6 Permasalahan APC
APC awalnya merupakan pilot project yang dilakukan pada tahun 2004 oleh
beberapa engineer dengan kondisi pasokan feed gas yang masih stabil dan sesuai
standard ditambah dengan masih sehatnya semua proses train yang ada. Tapi
semakin tahun, kondisi feed gas yang masuk ke PT Badak semakin menurun dan
cenderung tidak stabil karena sumber yang sudah mulai berkurang sehingga
memberikan dampak kepada proses produksi LNG/LPG pada PT Badak.
Salah satu penyebab APC tidak berjalan lagi di PT Badak adalah kondisi feed
gas yang tidak stabil dan tidak sesuai dengan standard. Dari sisi GC Analyzer, GC
Analyzer yang dipakai sebelumnya adalah produk dari GCs Yokogawa tetapi sudah
diganti dengan GCs Siemens Maxum II, permasalahan yang terjadi adalah tidak
terbacanya indikasi yang ada di GCs kepada DCS. Tidak terbacanya indikasi dari
GCs karena dari sisi setting hardware/software untuk komunikasi menggunakan
hardwire ke DCS yang tidak tepat. Untuk memperbaiki masalah ini diperlukan
bantuan dari Engineer Siemens yang berpengalaman..
Untuk melindungi compressor dari surging yang diakibatkan oleh rendahnya
flow disisi inlet, maka recycle valve harus dalam kondisi terbuka. Hal ini
menyebabkan efisiensi compressor menjadi berkurang. Dalam kondisi ini APC tidak
dapat digunakan dengan optimal.
Ditambah dengan para operator yang sedikit mengerti tentang pengoperasian
APC ini dan engineer yang mengerti tentang APC.
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
72 72
BAB V
KESIMPULAN
Dari studi implementasi APC yang diterapkan di Train-F PT Badak , bisa saya
simpulkan bahwa :
1. APC adalah teknik kontrol untuk mengoptimasi proses dimana dalam kasus
ini untuk mengoptimasi proses produksi LNG dan LPG.
2. APC menggunakan teknologi Multi Predictive Controller (MPC) untuk
menjalankan proses kedepannya. APC menggunakan Shell Multivariable
optimizing Controller (SMOC) untuk kontrolernya dan Robust Quality
Estimator (RQE) untuk Product Quality Estimatornya.
3. APC pada Train-F sebenarnya telah berhasil mengoptimasi produksi LNG
dengan baik tetapi karena Online Analyzer tidak berfungsi dengan baik
dan/atau tidak dapat dibaca oleh DCS sehingga APC tidak dapat
difungsikan.
4. Keterbatasan pressure Feed Gas mengakibatkan kontroller APC untuk
meningkatkan kapasitas produksi LNG tidak dapat dilakukan.
5. Tanpa pengoperasian produksi LPG, kontroller APC untuk kolom fraksinasi
tidak dapat dilakukan.
6. Faktor GCs Analyzer dan feed gas adalah hal yang sangat utama.
7. Kondisi Recycle Valve harus dalam kondisi tertutup agar bisa terjadi
pengefisien kinerja kompressor yang digunakan.
8. APC diimplementasikan di Plant-3 ( Scrub Column, De-ethanizer Column,
De-propanizer Column, dan De-buthanizer Column ) ; Plant-4; dan Plant-
5 (Main Cryogenic Heat Exhanger [MCHE] dengan equipment yang
tergabung dalam siklus propane dan MR Compression).
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
73 73
BAB VI
SARAN
Setelah mengetahui dari kondisi PT Badak sekarang ini dan APC yang dalam
keadaan off – line. Menjadi pemikiran mendasar, apakah APC bisa dijalankan lagi
kedepannya dimana budget untuk proyek APC ini terbilang besar.
Dari analisa yang saya dapat, sekarang pun APC bisa dijalankan dengan
kondisi feed gas yang dikatakan tidak stabil atau turun. Tetapi hanya beberapa gain
yang didapat, seperti :
1. Meningkatkan produksi LPG
2. Hanya bisa memperkecil error deviation
3. Menyeimbangkan beban
4. Menghemat steam
5. Memudahkan operator bekerja
Dari gain yang didapat dalam kondisi PT Badak sekarang, main gain yang
diinginkan yaitu tidak bisa meningkatkan kapasitas produksi LNG karena
kondisi feed gas yang kurang memadai dan GCs Analyzer yang masih belum
diperbaiki.
Untuk kedepannya, agar APC bisa dijalankan lagi, perlunya beberapa
ketentuan agar bisa berjalan, diantaranya :
1. Dilakukan perbaikan pada GCs Analyzer baik dalam lingkup alat
instrument maupun dalam lingkup komunikasi dengan DCS.
2. Pasokan feed gas diusahakan lebih banyak untuk menjalankan APC ini.
(beberapa tahun kedepan PT Badak akan mendapatkan pasokan feeed gas
dari proyek Coal Bead Methane)
3. Diadakannya pemfamilirian terhadap APC itu sendiri, dari sisi Instrument
Engineer, Process Engineer, dan Operator agar pengetahuan akan APC
didapatkan sehingga bisa mendapatkan gain yang diinginkan. Dengan cara
training APC oleh vendor yang ada atau dari isntansi yang telah
mempelajari APC.
4. Tetap menjalankan produksi LPG karena jika produksi LPG diberhentikan
maka APC tidak bisa dijalankan. Salah satu proses yang terjadi di SMOC
Laporan Kerja Praktek
Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041
Advanced Process Control pada Train-F
Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
74 74
adalah mengestrak beberapa fraksi untuk LPG dan jika tidak diesktrak
maka LNG akan mendapatkan komposisi dengan Heating Value yang
tinggi diatas spesifikasi produk yang telah ditetapkan.
5. Jika produksi feed gas yang masuk ke PT Badak dalam jumlah besar, APC
bisa diterapkan ke beberapa train agar bisa mengoptimumkan produksi
LNG dan memberikan benefit yang besar bagi PT Badak.
6. Jika informasi tentang rencana mothball pada tahun mendatang benar
dilakukan, ini akan bisa memberikan dampak yang baik untuk menjalankan
APC di Train-F dan bisa ditambahkan di beberapa Train.
7. Perlunya team work diantara semua section tanpa terkecuali karena APC ini
membutuhkan banyak pemikiran dan banyak keahlian untuk menjalankan
(meskipun bekerja secara auto).