bab iv hasil dan pembahasan -...

71
63 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan di SD Negeri 1 Panimbo ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi program pendidikan inklusi yang diselenggarakan. Adapun hasil penelitian ini yang bisa dijelaskan meliputi aspek perencanaan program, pelaksanaan program, dan evaluasi program. Data yang dikumpulkan menggunakan teknik triangulasi data dengan model CIPP yang meliputi konteks, input, proses dan produk. Akan tetapi tidak semua data yang dikumpulkan menggunakan triangulasi hanya beberapa contoh saja sedangkan pengumpulan data lainnya menggunakan dwiangulasi data. 4.2.1 Komponen Konteks 4.2.1.1 Kebutuhan Sekolah Penyelenggara Inklusi Dengan kemajuan tehnologi seperti sekarang ini berdampak pada perkembangan pendidikan yang meliputi sekolah yang berada di desa atau daerah terpencil dan di kota-kota besar . Hal tersebut bisa dilihat pada Sekolah Dasar Negeri 1 Panimbo sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi. Sekolah inklusi sangat dibutuhkan masyarakat sekitar agar mereka yang mempunyai anak berkebutuhan khusus (ABK) bisa bersekolah. Masyarakat sekarang sudah mulai sadar akan pentingnya pendidikan bagi putra-putrinya tidak terkecuali anak yang mem-

Upload: vuongxuyen

Post on 15-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

63

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil PenelitianPenelitian yang dilakukan di SD Negeri 1 Panimbo

ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi

program pendidikan inklusi yang diselenggarakan.

Adapun hasil penelitian ini yang bisa dijelaskan meliputi

aspek perencanaan program, pelaksanaan program, dan

evaluasi program. Data yang dikumpulkan menggunakan

teknik triangulasi data dengan model CIPP yang meliputi

konteks, input, proses dan produk. Akan tetapi tidak

semua data yang dikumpulkan menggunakan triangulasi

hanya beberapa contoh saja sedangkan pengumpulan

data lainnya menggunakan dwiangulasi data.

4.2.1 Komponen Konteks4.2.1.1 Kebutuhan Sekolah Penyelenggara Inklusi

Dengan kemajuan tehnologi seperti sekarang ini

berdampak pada perkembangan pendidikan yang meliputi

sekolah yang berada di desa atau daerah terpencil dan di

kota-kota besar . Hal tersebut bisa dilihat pada Sekolah

Dasar Negeri 1 Panimbo sebagai sekolah penyelenggara

pendidikan inklusi. Sekolah inklusi sangat dibutuhkan

masyarakat sekitar agar mereka yang mempunyai anak

berkebutuhan khusus (ABK) bisa bersekolah. Masyarakat

sekarang sudah mulai sadar akan pentingnya pendidikan

bagi putra-putrinya tidak terkecuali anak yang mem-

64

punyai kebutuhan khusus juga sudah bisa bersekolah,

bergaul dengan teman-teman sebayanya di sekolah

inklusi. Seperti yang diungkapkan Kepala Sekolah dari

hasil wawancara peneliti sebagai berikut:“Pemahaman masyarakat akan halnya pendidikan bagiputra-putrinya kini sudah mulai sadar terutama orang tuayang mempunyai anak kurang sempurna (cacad).Initerbukti di sekolah kami (SDN 1 Panimbo) orang tuasudah mau menyekolahkan anaknya yang kurang atauberke- butuhan khusus di sekolah ini.Dengan bukti inimeyakinkan bahwa orang tua sudah mendukung SDNegeri 1 Panimbo sebagai penyelenggara pendidikaninklusi”.(wawancara tanggal 9 Februari 2016)

Hal senada juga diperkuat oleh guru kelas 6 sebagai

berikut:

“Para orang tua terutama mereka yang mempunyai anakberkebutuhan khusus kini sudah mulai menyadari danmemperhatikan akan pentingnya pendidikan anaknya.Pendidikan tidak hanya untuk anak-anak yang normalsaja tetapi anak yang mengalami kekurangan juga bisabersekolah bersama dengan anak normal di sekolahreguler (sekolah inklusi)”.(wawancara tanggal 9 Februari2016)

Dari kedua pendapat di atas diperkuat oleh sunadi

sebagai ketua komite sebagai berikut:”Sebelum ada sekolah inklusi di SD Negeri 1 Panimbo iniorang tua yang mempunyai anak mengalami kekurangantidak semua menyekolahkan anaknya. Karena mengang-gap bahwa anak yang mengalami kekurangan fisik (cacad)tidak ada gunanya sekolah dan akan mengalami kesulitandalam belajarnya.Tetapi sekarang setelah ada sekolahinklusi yaitu SD Negeri 1 Panimbo para orang tua yangmempunyai anak ABK sudah mau menyekolahkananaknya karena juga dekat”(wawancara tanggal 9 Februari2016).

65

Dari hasil keterangan wawancara di atas jelas

bahwa sekolah inklusi sangat dibutuhkan oleh masya-

rakat sekitar seperti yang sudah berjalan di SD Negeri 1

Panimbo. Selain itu kesadaran orang tua akan pentingnya

pendidikan bagi putra-putrinya juga mulai tumbuh atau

berkembang.

Penyelenggaraan sekolah inklusi di SD Negeri 1

Panimbo tidak lepas dari perhatian pemerintah baik

pemerintah kabupaten maupun pemerintah provinsi. Hal

ini dapat dilihat dari dokumen yang dimiliki sekolah dari

hasil pelatihan/diklat yang sudah pernah dilakukan

berupa sertifikat. Diklat tersebut dilaksanakan di BP-

Dikjur Provinsi Jawa Tengah Semarang. Disamping ada-

nya diklat yang sudah dilaksanakan hal yang memper-

kuat penyelenggaran pendidikan inklusi di SD Negeri 1

Panimbo yaitu: adanya Surat Keputusan bersama dari

Bupati Grobogan dan Plan Indonesia Grobogan dengan

nomor : 421/3129/B/2007 tertanggal 2 Mei tahun 2007

tentang penyelenggaraan pendidikan inklusi.

4.2.1.2Tujuan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi yang diselenggarakan di SD

Negeri 1 Panimbo bertujuan untuk melayani dan men-

didik anak-anak yang mempunyai kekurangan fisik/ABK

di wilayah Desa Panimbo yang selama ini belum bisa

menikmati bangku sekolah karena jauh dari sekolah SLB.

66

Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan kepala

sekolah sebagai berikut:“Tujuan pendidikan inklusi di SDN 1 Panimbo adalahmenampung bagi anak-anak yang mempunyai kelainanfisik atau ABK agar bisa sekolah.Karena selama inisebelum ada sekolah inklusi mereka yang mempunyaianak ABK belum semuanya mau menyekolahkan disekolah reguler, hanya ada satu atau dua orang saja yangmau menyekolahkan di sekolah reguler. Selain itu tujuansekolah inklusi ini juga membekali siswa supaya memilikikemampuan dan berkembang sesuai dengan apa yang iamiliki supaya lebih mandiri dibanding siswa lain yangtidak bersekolah”. (wawancara tanggal 11 Februari 2016)

Penjelasan lain mengenai tujuan penyelenggaraan

pendidikan inklusi dituturkan oleh guru kelas empat

yang menyatakan sebagai berikut:

“Agar tidak ketinggalan dengan siswa yang normal siswaABK juga perlu pendidikan.Pendidikan yang pas bagi anakABK adalah sekolah SLB atau sekolah inklusi.KarenaSekolah SLB jauh keberadaanya yaitu di wilayahkabupaten maka bagi anak ABK yang berada di daerahpinggiran atau jauh dari SLB bisa bersekolah di sekolahinklusi terdekat yaitu di SDN 1 Panimbo. Saya bersamabapk/ibu guru lain berusaha semampu kami untuk bisamemberikan pelayanan bagi siswa ABK agar bisamandiri”.(wawancara tanggal 11 Februari 2016)

Hal senada juga disampaikan oleh anggota komite

sekolah bapak Muji yang menuturkan bahwa:“Siswa berkebutuhan khusus juga butuh pendidikansebagaimana anak yang normal agar bisa berkembang.Bagi orang tua yang mempunyai anak ABK sekarangsudah bisa menyekolahkan anaknya di SDN 1 Panimbosebagi sekolah penyelenggara inklusi dan sekolahnyatidak jauh”.(hasil wawancara tanggal 11 Februari 2016)

Keterangan tersebut di atas dapat disimpulkan

bahwa penyelenggaraan pendidikan inklusi di SD Negeri 1

67

Panimbo adalah untuk menampung dan memenuhi

kebutuhan pendidikan bagi anak-anak ABK yang selama

ini belum bisa bersekolah khususnya di Desa Panimbo

dan umumnya bagi masyarakat sekitar yang mempunyai

anak berkebutuhan khusus (ABK). Pokok penekanannya

pendidikan inklusi ini adalah agar bisa berkembang dan

mandiri setidaknya mampu mengurus dirinya sendiri

sehingga tidak harus tergantung pada orang lain. Selain

dari itu dalam misinya SD Negeri 1 Panimbo juga men-

dukung dengan adanya pendidikan inklusi ini.Adapun

misi tersebut berbunyi“melayani peserta didik berke-

butuhan khusus tanpa membedakan dengan peserta

didik lain”.

4.2.1.3 DukunganMasyarakat, Komite dan Pimpinan

Pada awal penyelenggaraan sekolah inklusi masya-

rakat belum begitu tahu apa itu sekolah inklusi. Dengan

adanya sekolah inklusi di SD Negeri 1 Panimbo tentunya

bisa membuat orang tua terutama yang mempunyai anak

yang mengalami kekurangan merasa lega. Karena dengan

adanya sekolah inklusi mereka setidaknya punya harapan

untuk bisa menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut.

Sebagaimana hasil wawancara yang telah dilakukan

dengan Sutimin (tokoh masyarakat/ulama) menyatakan:“Dengan adanya sekolah inklusi yang bisa menampungsemua anak tanpa perbedaan di SDN 1 Panimbo sayasangat mendukung. Biar anak-anak yang mempunyaikekurangan fisik bisa bersekolah. Dulu sebelum adasekolah inklusi bagi orang tua yang mempunyai anak ABK

68

tidak mau menyekolahkan di sekolah reguler. Karena iaberanggapan anak yang mengalami keku- rangan tidakbisa belajar seperti anak-anak yang normal. Bila sekolahhanya menghabiskan waktu saja sehingga orang tua tidakbisa bekerja”.(wawancara tanggal 13Februari 2016)

Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Sunadi

selaku ketua komite SD Negeri 1 Panimbo sebagai

berikut:“SDN 1 Panimbo sebagai penyelenggara sekolah inklusisangat membantu masyarakat terlebih orang tua yangmempunyai anak berkelainan khusus. Saya sebagaikomite juga sangat merespon. Dengan adanya sekolahinklusi anak-anak ABK bisa sekolah di SDN 1 Panimbodan tidak harus jauh-jauh ke SLB karena orang tuanyajuga tidak mampu untuk membiayainya”. (wawancaratanggal 13 Februari 2016)

Selain penjelasan tersebut di atas pernyataan ini

juga diperkuat oleh Suratman, S.Pd, M.Pd selaku kepala

sekolah SD Negeri 1 Panimbo sebagai berikut:“Sudah menjadi tugas saya sebagai kepala sekolah untukmelanjutkan sekolah inklusi di SD ini. Karena SD iniditunjuk sebagai sekolah penyelenggara inkulsi ya sayasiap melanjutkan sesuai dengan kemampuan saya.Apalagi saya juga belum pernah mengikuti pelatihantentang inklusi. Yang penting kita dukung secarabersama-sama antara kepala sekolah, guru-guru, komite,wali murid dan masyarakat sekitar. Mudah-mudahannanti ada pelatihan tentang sekolah penyelenggara inklusilagi sehingga pengetahuan tentang inklusi semakinbertambah”.(wawancara tanggal 13 Februari 2016)

Dari hasil wawancara ketiga nara sumber dapat

dipertegas bahwa dengan adanya sekolah inklusi di SD

Negeri 1 Panimbo sangat membantu masyarakat. Sekolah

inklusi sangat dibutuhkan oleh masyarakat terlebih orang

tua yang mempunyai anak ABK. Karena dengan adanya

69

sekolah inklusi yang dekat anak-anak penyandang cacad

bisa bersekolah. Anak-anak ABK bisa bergaul, berin-

teraksi dengan anak normal lainnya dan belajar bersama-

sama tanpa ada perbedaan.

4.2.1.4 Sosialisasi Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi

Untuk persiapan pelaksanaan pendidikan inklusi

pihak sekolah sudah melakukan sosialisai kepada masya-

rakat dan sekolah di sekitar baik pada waktu penerimaan

murid baru, dalam pertemuan-pertemuan maupun acara-

acara di masyarakat agar pihak orang tua ABK atau

masyarakat pada umumnya tahu dan mau untuk menye-

kolahkan anaknya di sekolah inklusi yang ada yaitu di

SD Negeri 1 Panimbo. Sebagaimana penjelasan Rindho

Budi Utomo guru kelas enam berikut ini:“Pada awalnya sebelum penyelenggaraan sekolah inklusidi SDN 1 Panimbo kepala sekolah bersama dengan guru-guru melakukan sosialisasi kepada masyarakat dansekolah di sekitar Desa Panimbo. Tujuan sosialisai ini agarmasyarakat dan orang tua yang mempunyai anak ABKtahu dan bisa menyekolahkan anaknya. Anak-anak ABKtidak harus bersekolah di SDLB atau SLB yang ada di kotakabupaten tapi sekolah di sekolah inklusi terdekat yangada”.(wawancara tanggal 15 Februari 2016)

Kepala Sekolah SD Negeri 1 Panimbo juga

menjelaskan sebagai berikut:“Saya sebagai kepala sekolah baru di SD ini.Ketikasekolah ini ditunjuk untuk melaksanakan pendidikaninklusi saya sebagai kepala sekolah di SD Negeri 2Panimbo yang berada di di sebelah timur dari SDN 1Panimbo.Pada waktu itu kepala sekolah dan guru-gurupernah melakukan sosialisasi di SD saya pada saat adapertemuan dengan wali murid”. (wawancara tanggal15Februari 2016)

70

Hal senada juga dituturkan Sunadi sebagai komite

yang sudah dua kali terpilih dan menjadi ketuanya

sebagai berikut:“Penyelenggaraan inklusi di Desa Panimbo adalah halyang baru bagi masyarakat.Apalagi ditingkat KecamatanKedungjati juga belum ada sehingga untuk pelaksanaanyapasti ada hambatannya. Agar masalah tersebut bisadiatasi maka pihak sekolah melakukan sosialisai kepadamasyarakat agar mereka tahu dan paham akan pentingyapendidikan, serta menerima keberadaan sekolah inklusiyang ada di SDN 1 Panimbo. Untuk sosialisasi dengansekolah lain SDN 1 Panimbo sudah melakukan di SDN 2Panimbo sebagai sekolah tetangga dan terdekat”.(wawancara tanggal 15 Februari 2016)

Sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi

SD Negeri 1 Panimbo juga menerima murid dari wilayah

luar Desa Panimbo yang berada disekitarnya. Karena SD

Negeri 1 Panimbo berdekatan dengan wilayah

KecamatanWonosegoro tepatnya Desa Bengle. Dari

masyarakat Desa Bengle yang berada dekat wilayah Desa

Panimbo juga bersekolah di SD Negeri 1 Panimbo bahkan

ada anak ABK tuna rungu (belum ada identifikasi yang

resmi dari pihak terkait) dan slowleaner.Untuk kegiatan

sosialisasi pada awal penyelengaraan biaya dibebankan

pada BOS yang ada. Sedangkan untuk sosialisasi

lanjutan setelah men- dapatkan beasiswa dari APBD

tingkat I anggaran diambilkan dari beasiswa yang

diterima siswa ABK sesuai proposal yang telah dibuat.

(bukti dokumen)

71

4.2.2 Komponen InputAgar pelaksanaan pendidikan inklusi bisa berjalan

maka perlu adanya program.Untuk itu SD Negeri 1

Panimbo telah menyusun program tersebut agar penge-

lolaan anak ABK ada acuannya.Program tersebut bisa

dilihat pada tabel dibawah ini.Tabel 4.1

Program Pendidikan Inklusi SDN 1 Panimbo

No Rencana Pelaksanaan Rujukan Target1 Sosialisasi

Pendidikan InklusiKepalaSekolah,Guru,Komite

PemerintahDesa,masyarakat

Awal tahunajaran

2 Identifikasi ABK KepalaSekolah,Guru,Komite

Tenaga ahli(psikologi)

Awal tahunajaran

3 WhorkshopPenyelenggaraanInklusi

KepalaSekolah,Guru

PemerintahSelamaprogramberjalan

4 Kerjasama DenganTenaga Ahli

KepalaSekolah,Guru,Komite

Kepala Seklah,Guru,Komite

Selamaprogramberjalan

5 Pengadaan GPK KepalaSekolah,Guru

SLB,pemerintah

Selamaprogramberjalan

6 Sumber Dana KepalaSekolah,Guru,Komite

Komite,masyarakat,pemerintah

Selamaprogramberjalan

7 Pengadaan Sarpras KepalaSekolah,uru,Komite

Komite,masyarakat,pemerintah

Selamaprogramberjalan

8 Menjalin Kerjasama denganStakeholder

KepalaSekolah,Guru,Komite

Masyarakatdannarasumber

Selamaprogramberjalan

9 Membina Siswa keArah Life Skill

KepalaSekolah,Guru GPK

KepalaSekolah, guru,GPK

Selamaprogramberjalan

10 MenyiapkanProgram PPI

KepalaSekolah,Guru

KepalaSekolah, guru,GPK

Selamaprogramberjalan

72

Sumber : Hasil wawancara dan dokumen sekolah

4.2.2.1Sosialisasi Pendidikan Inklusi

Sosialisasi kepada masyarakat dan sekolah diseki-

tar untuk persiapan pelaksanaan pendidikan inklusi

sudah dilakukan baik pada waktu penerimaan murid

baru, dalam pertemuan-pertemuan maupun acara-acara

di masyarakat agar pihak orang tua ABK atau masyarakat

pada umumnya tahu dan mau untuk menyekolahkan

anaknya di sekolah inklusi yang ada yaitu di SD Negeri 1

Panimbo. Sebagaimana penjelasan guru SD Negeri 1

Panimbo berikut:“Pada saat sebelum sekolah inklusi di selenggarakan diSDN 1 Panimbo kepala sekolah bersama dengan guru-guru melakukan sosialisasi kepada masyarakat dansekolah di sekitar Desa Panimbo. Tujuan sosialisai ini agarmasyarakat dan orang tua yang mempunyai anak ABKtahu dan bisa menye- kolahkan anaknya. Anak-anak ABKtidak harus bersekolah di SDLB atau SLB yang ada di kotakabupaten tapi bisa belajar di sekolah inklusi yang adaterdekat”.(wawancara tanggal 17 Februari 2016)

Kepala Sekolah SD Negeri 1 Panimbo juga menjelas-

kan sebagai berikut:“Di SD ini saya baru menjabat sebagai kepalasekolah.Ketika sekolah ini ditunjuk untuk melaksanakanpendidikan inklusi saya sebagai kepala sekolah di SDNegeri 2 Panimbo yang berada di di sebelah timur dariSDN 1 Panimbo.Pada waktu itu kepala sekolah dan guru-guru pernah melakukan sosialisasi di SD saya pada saatada pertemuan dengan wali murid”. (wawancara tanggal17 Februari 2016)

Hal senada juga dituturkan Sunadi sebagai komite

yang sudah dua kali terpilih dan menjadi ketuanya

sebagai berikut:

73

“Pendidikan inklusi di Desa Panimbo adalah hal yang barubagi masyarakat.Apalagi ditingkat Kecamatan Kedungjatijuga belum ada sehingga untuk pelaksanaanya pasti adahambatannya. Agar masalah tersebut bisa diatasisosialisai kepada masyarakat dilakukan supaya pahamdan tahu akan pentingya pendidikan, serta menerimakeberadaan sekolah inklusi yang ada di SDN 1 Panimbo.Untuk sosialisasi dengan sekolah lain SDN 1 Panimbosudah melakukan di SDN 2 Panimbo sebagai sekolahtetangga dan dimasyarakat”.(wawancara tanggal 17Februari 2016)

Sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi

SD Negeri 1 Panimbo juga menerima murid dari wilayah

luar Desa Panimbo yang berada disekitarnya. Karena SD

Negeri 1 Panimbo berdekatan dengan wilayah Kecamatan

Wonosegoro tepatnya Desa Bengle. Dari masyarakat Desa

Bengle yang berada dekat wilayah Desa Panimbo juga

bersekolah di SD Negeri 1 Panimbo bahkan ada anak ABK

tuna rungu (belum ada identifikasi yang resmi dari pihak

terkait) dan slowleaner.Untuk kegiatan sosialisasi pada

awal penyelengaraan biaya dibebankan pada BOS yang

ada. Sedangkan untuk sosialisasi lanjutan setelah

mendapatkan beasiswa dari APBD tingkat I anggaran

diambilkan dari beasiswa yang diterima siswa ABK sesuai

proposal yang telah dibuat. (bukti dokumen)

4.2.2.2 Identifikasi siswa ABK

Sekolah inklusi menerima semua siswa yang ingin

masuk di sekolah inklusi baik siswa normal maupun

siswa yang mempunyai kekurangan (difabel).Untuk

pembelajarannya menjadi satu kelas atau belajar secara

74

bersama-sama.Untuk identifikasi siswa ABK SD Negeri 1

Panimbo belum menjalin kerjasama dengan rumah sakit

jiwa (RSJ) yang ada.Hal ini karena rumah sakit jiwa

letaknya jauh dari lokasi sekolah yaitu adanya di Wilayah

Semarang.Untuk mengetahui siswa ABK yang masuk

sekolah, dari pihak sekolah atau bapak ibu guru hanya

berpedoman pada jenis kekurangan yang mereka alami

misalnya lamban belajar, lumpuh, kurang pendengaran

atau jenis lainnya.

Identifikasi siswa ABK ini dilakukan pihak sekolah

pada saat penerimaan siswa baru.Harapannya kedepan

untuk identifikasi siswa ABK ini bisa dilakukan

kerjasama antara pihak sekolah dengan tenaga ahli atau

psikolog dari rumah sakit jiwa (RSJ) agar siswa ABK yang

ada benar-benar bisa dideteksi sesuai jenis kelainannnya

sehingga pelayanannya bisa lebih tepat. Sebagaimana

hasil wawancara dengan kepala sekolah yang menya-

takan:“Identifikasi siswa ABK di sekolah kami baru dilakukanoleh pihak sekolah atau guru dengan cara melihat jeniskelainan yang mereka alami. Setelah itu baru kitakatakan jenis kelainan nya. Hal ini dilakukan karenasekolah belum menjalin kerjasama dengan tenaga ahliatau pihak rumah sakit jiwa (RSJ) yang ada. Mudah-mudahan hal ini bisa segera diatasi dengan kerjasamapada pihak yang berwenang kalau ada dana atau beasiswalagi”.(wawancara tanggal 20 Februari 2016)

Pernyataan tersebut diperkuat oleh Wahyuningsih

guru kelas dua sebagai berikut:

75

“Awal tahun pelajaran saat penerimaan murid baru pihaksekolah dan guru mendaftar siswa yang masuk sambilmenyeleksi siswa ABK yang ada. Kalau ada siswa ABKyang jelas kecacadannya kita beri tanda siswa ABK tetapiuntuk menentukan siswa yang slowleaner baru setelahbeberapa minggu dalam pembelajaran dikelas”.(wawancara tanggal 20 Februari 2016)

Pendapat di atas diperkuat oleh Sunadi selaku

ketua komite SD Negeri 1 Panimbo yang menyatakan:“SDN 1 Panimbo sebagai sekolah inklusi sampai saat inibelum menjalin kerjasama dengan pihak rumah sakit jiwayang ada sehingga untuk mengidentifikasi siswa ABK,sekolah berpedoman pada jenis kekurangan yang merekaalami”.(wawancara tanggal 20 Februari 2016)

Jadi dari penjelasan nara sumber di atas dapat

disimpulkan bahwa untuk mengidentifikasi jenis ABK

yang ada di sekolah SD Negeri 1 Panimbo selama ini

hanya berpedoman pada jenis kecacadan yang mereka

alami belum ada tes secara resmi dari tenaga ahli atau

RSJ terkait. Hal ini disebabkan karena kepala sekolah

yang menjabat sering dimutasi, belum adanya dana

untuk melakukan idenfikasi ke RSJ dan juga jarak RSJ

yang jauh dari sekolahan sehingga identikasi siswa ABK

selama ini yang secara tepat sesuai jenis kekurangannya

belum bisa terlaksana.

4.2.2.3 Pelatihan/WorkshopPendidikan Inklusi

Pemerintah dalam mengambil kebijakan mengenai

sekolah inklusi tentunya juga sudah dipersiapkan sejak

dini agar program pendidikan inklusi bisa berjalan

dengan baik. Aturan tersebut supayalembaga sekolah

76

penyelenggara inklusi bisa terlaksana sesuai aturan yang

ada. Adapun kebijakan tersebut salah satunya adalah

pengadaan workshop bagi sekolah penyelenggara inklusi.

Workshop atau pelatihan yang pernah diikuti oleh SD

Negeri 1 Panimbo tahun 2010 yaitu workshop yang

diselenggarakan oleh BP-Diksus Semarang yang diikuti

oleh kepala sekolah dan satu guru yang telah ditunjuk

oleh sekolah sebagai perwakilan. Karena untuk kepala

sekolahnya pada waktu itu masih dirangkap maka yang

ikut pelatihan akhirnya guru semua. Kemudian pada

tahun 2014 juga pernah mengikuti workshop atau

pelatihan di Semarang lagi tapi untuk kali ini hanya satu

orang guru yang dikirim karena untuk kepala sekolah

pada waktu itu masih dirangkap kepala sekolah dari SD

lain.Dengan adanya workshop atau pelatihan tersebut

harapannya SD Negeri 1 Panimbo sebagai sekolah

penyelenggara inklusi guru-gurunya bisa dan mampu

mendidik anak ABK dengan baik. Tetapi hal tersebut

justru malah kebalikannya karena dua orang guru yang

pernah mengikuti pelatihan tadi dua-duanya sudah

dimutasi dari SD Negeri 1 Panimbo yang satu kembali ke

asal wilayahnya di Rembang sedangkan yang satunya lagi

dimutasi di SD Negeri 2 Panimbo sebagai mana

penjelasan kepala sekolah sebagai berikut:“Untuk kelancaran penyelengaraan pendidikan inklusi diSDN 1 Panimbo ini pihak pemerintah khususnyaPemerintah Provinsi sudah berusaha memberikan

77

whorkshop atau pelatihan bagi sekolah-sekolah inklusise-Jateng agar penyelenggaraannya bisa bejalan sesuaiperaturan, akan tetapi di SDN 1 Panimbo ini guru-guruyang pernah ikut workshop sekarang sudah dimutasisemua sehingga untuk pembelajaran terutama siswa ABKmenjadi kurang maksimal”.(wawancara tanggal 22Februari 2016)

Keterangan kepala sekolah tersebut diperjelas oleh

Rindho Budi Utomo guru kelas enam sebagai berikut:

“Pada tahun yang lalu SDN 1 Panimbo guru-gurunyasudah pernah ada yang mengikuti whorkshop ataupelatihan inklusi di Semarang. Bahkan ada dua orangguru yang pernah ikut pelatihan tapi sekarang dua gurutersebut sudah pindah semua. Jadi guru-guru yang adasekarang dalam mengajar siswa ABK ya semampu kitasesuai pengalaman yang dimiliki. Tapi walaupundemikian siswa ABK tetap kita layani dengan baik hanyakurang maksimal saja karena kurangnya pengalamankami”.(wawancara tanggal 22 Februari 2016)

Dari penjelasan Kepala Sekolah dan Rindho Budi

Utomo tersebut diperkuat oleh Sutardiyanto selaku

komite sekolah sebagai berikut:“Bapak/Ibu guru SDN 1

Panimbo pada waktu itu sudah ada yang ikut pelatihan

inklusi di Semarang, tapi guru tersebut sekarang sudah

dipindah ke sekolah lain”.

Untuk pelaksanaan workshop penyelenggaraan

pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo ini sebetul-

nya sudah pernah dilakukan oleh guru-guru. Hanya saja

bapak/ibu guru yang sudah pernah mengikuti pelatihan

sekarang tidak mengajar lagi di SD Negeri 1 Panimbo

maka untuk pembelajaran bagi siswa ABK menjadi

kurang maksimal karena guru-guru yang ada tidak

78

mempunyai pengetahuan yang cukup untuk siswa ABK.

Kepala Sekolah berencana mengirim guru-guru untuk

whorkshop pendidikan inklusi agar SD Negeri 1 Panimbo

guru-gurunya mempunyai pengetahuan dan ketrampilan

dalam memberikan pelayanan kepada anak-anak berke-

butuhan khusus (ABK), sehingga program pendidikan

inklusi di SD ini bisa lebih baik lagi. Studi dokumentasi

berupa hasil sertifikat dan RKT/RKS sekolah yang ada.

4.2.2.5 Kerjasama Dengan Tenaga Ahli

Yang dimaksud dengan team ahli yaitu orang yang

mempunyai ilmu kejiwaan atau psikologi.Orang yang

mempunyai keahlian ini biasa disebut tenaga psykiater.

Untuk mendapatkan tenaga ahli sekolah harus melaku-

kan kerjasama dengan rumah sakit jiwa (RSJ) terkait.

Karena SD Negeri 1 Panimbo berada jauh dari RSJ maka

untuk menjalin kerjasama dengan tenaga ahli sampai

saat ini belum terlaksana. Selain karena jauh juga

terkendala masalah dana yang dibutuhkan. Agar

apayang sudah diprogramkan tersebut bisa terlaksana

maka perlu adanya campur tangan pemerintah baik

pemerintah pusat, provinsi maupun pemerintah

daerah.Disamping itu perlu juga dukungan dari pihak

ketiga (donatur) agar pendidikan inklusi di SD Negeri 1

Panimbo bisa terwujud.

4.2.2.5 Pengadaan Guru Pembimbing Khusus (GPK)

Guru pembimbing khusus (GPK) adalahguru yang-

79

bertugas membimbing anak-anak ABK yang berasal dari

lulusan pendidikan SLB atau yang sederajat. Guru

pembimbing khusus ini sudah mempunyai keahlian

terhadap anak-anak ABK. SD Negeri 1 Panimbo sebagai

sekolah penyelenggara inklusi sampai saat ini belum

mempunyai GPK. Padahal kehadirannya sangat dibutuh-

kan sekolah agar bisa membantu guru kelas dalam

melayani anak berkebutuhan khusus (ABK). Keberadaan

SDLB yang ada jauh dari sekolah yaitu dikota kabupaten.

Jarak tempuh ke kabupaten dari sekolah dua jam lebih

dengan mengendarai sepada motor. Disamping itu untuk

mendatangkan GPK dari kabupaten masih terkendala

dengan dana. Untuk bantuan dari APBD 1 baik beasiswa

maupun bantuan operasional untuk tahun 2015 juga

tidak ada. Sekolah dalam memberikan layanan kepada

siswa ABK kalau tidak ada bantuan beasiswa maka hanya

bersumber dari dana BOS yang ada dan digunakan untuk

kepentingan operasional sekolah secara bersama-sama

dengan siswa normal lainnya. Mengenai GPK kaitannya

dengan sekolah inklusi seperti hasil wawancara dengan

kepala sekolah sebagai berikut:“Sebagai sekolah inklusi kehadiran GPK sangat

dibutuhkan oleh sekolah. Karena dengan adanya GPKyang sudah mempunyai pengalaman dalam melayanisiswa ABK sehingga siswa ABK yang ada di SDN 1Panimbo akan terlayani dengan lebih baik lagi. Akan tetapisampai saat ini sekolah belum bisa mendatangkan GPKkarena terkendala dengan dana. Untuk melayani siswaABK dilakukan guru kelas masing-masing”.(wawancaratanggal 24 Februari 2016)

80

Pendapat tersebut diperkuat oleh Rindho Budi

Utomo sebagai berikut:“Sekolah belum mempunyai guru pembimbing khusus(GPK), maka guru kelas yang bertindak sebagai GPKdengan bekal dan kemampuan yang ada agar siswa ABKjuga mendapat pelayanan pendidikannya”. (wawancaratanggal 24 Februari 2016)

Selain itu pendapat dari Mudinem guru kelas tiga

juga menjelaskan sebagai berikut:“Sebagai sekolah inklusi kalau hanya mengandalkan gurukelas saja untuk membimbing siswa ABK hasilnya tidakakan maksimal.Kami selaku guru kelas sudah berusahasemaksimal mungkin untuk memberikan pelayanankepada siswa ABK, tetapi karena kemam- puan kami yangterbatas maka hasilnya juga belum maksimal. Mestinyapemerintah harus memikirkan sekolah inklusi yang belummempunyai GPK untuk menugaskan atau mengangkatGPK di sekolah inklusi walaupun hanya satu gurusehingga pelayanan pada siswa yang mempunyaikebutuhan khusus menjadi lebih baik”.(wawancara tangal24 Februari 2016)

Hasil wawancara tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa untuk pembelajaran di SD Negeri 1 Panimbo

terutama untuk melayani siswa ABK selama ini masih

dilakukan oleh guru kelas dan belum pernah mendatang-

kan guru pembimbing khusus. Padahal keberadaan GPK

sangat dibutuhkan sekali di sekolah inklusi agar siswa

ABK yang ada bisa terlayani lebih baik lagi karena GPK

mempunyai pengalaman khusus untuk mendidik siswa

yang membutuhkan pelayanan khusus.

4.2.2.6 Sumber Dana Inklusi

Sumber dana untuk penyelenggaraanpendidikan-

81

inklusi di SD Negeri 1 Panimbo berasal dari APBD

Provinsi dan dana BOS sekolah. Dana yang berasal dari

APBD 1 biasanya berupa beasiswa inklusi dan dana

operasional. Untuk memperoleh dana tersebut sekolah

harus membuat proposal setelah ada perintah atau

petunjuk dari Pemerintah Kabupaten setempat. Penga-

juan bantuan beasiswa atau dana operasional tidak setiap

tahun ada tergantung pada pemerintah provinsi (APBD 1).

Bantuan beasiswa yang pernah diperoleh siswa ABK

digunakan untuk keperluan mereka. Karena yang

mendapat beasiswa hanya beberapa siswa saja tidak

sesuai jumlah ABK yang ada maka dari pihak sekolah

membagikan kepada semua siwa ABK yang ada dengan

bagian yang sama. Bantuan operasional yang pernah

diterima di SD Negeri 1 Panimbo sebagai sekolah inklusi

diujudkan barang sehingga barang tersebut kadang tidak

sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan sekolah.

Karena dana bantuan atau beasiswa untuk siswa ABK

juga tidak setiap tahun ada, maka sekolah kalau hanya

mengandalkan dana BOS yang ada juga tidak cukup.

Untuk mencari bantuan dari pihak lain juga masih

kesulitan karena wilayah di SD Negeri 1 Panimbo berada

jauh dari industri atau perusahaan-perusahaan.

82

Tabel 4.2

Data ABKpenerima beasiswa tahun 2014

No Nama Kelas L/P Jenis ABK Ket1 Gisela Nabila

Syakieb1 P Slowleaner

2 Septriasa Ramadani 1 P Slowleaner3 Adha Desi Lutfiana 1 P Slowleaner4 Aditya 2 L Slowleaner5 Antono 2 L Slowleaner6 Bagas Aji Santoso 2 L Tuna rungu sedang7 Rahayu Ningsih 3 P Slowleaner8 Tri Yantik 3 P Slowleaner9 Septi Wahyuningsih 4 P Slowleaner10 Johana Kusuma 4 L Slowleaner11 Jesen 4 L Slowleaner12 Bagas Saputra 4 L Slowleaner13 Denik Murtasiyah 5 P Slowleaner14 Rendy Aditya 5 L Slowleaner15 Wahyu Pujilestari 5 P Slowleaner16 Endik Setiyawan 6 L Slowleaner17 Andi Romandhon 6 L Slowleaner18 Eliyani 6 P Slowleaner

Hasil dokumen beasiswa ABK 2014

4.2.2.7 Pengadaan Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana di SD Negeri 1 Panimbo seba

gai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi masih

sangat kurang. Hal ini karena untuk ruang kelas saja

sampai sekarang belum lengkap baru ada lima kelas

sehingga untuk kelas dua harus masuk siang. Dari pihak

sekolah sebetulnya sudah berusaha mengajukan proposal

ke pemerintah terkait melalui UPTD Pendidikan setempat

tetapi belum dapat teralisasi.Tentunya tidak hanya

ruangan kelas saja yang kurang di sekolah inklusi juga

83

perlu ada ruangan untuk bimbingan khusus bagi anak

ABK.

Untuk sarana dan prasarana lain SD Negeri 1

Panimbo pada tahun 2011 mengajukan proposal ke APBD

1 untuk peralatan yang berhubungan dengan kebutuhan

inklusi. Proposal tersebut dari pemerintah provinsi

diujudkan berupa barang-barang meliputi: peralatan

drumband, organ, komputer, LCD, handy camp, puzzel

dan kepentingan kebutuhan inklusi lainnya. Harga

bantuan tersebut diperkirakan mencapai Rp.50.000.000

karena sekolah memang tidak menerima rincian harga

barangnya, yang diterima hanya daftar nama barang-

barang yang ada.

Pengelolaan dan penyimpanan peralatan yang ada

dikelola oleh tenaga administrasi sekaligus sebagai

penjaga sekolah. Karena sekolah belum mempunyai

gudang yang layak hanya ada ruangan kecil saja maka

peralatan yang ada kurang bisa terawat dengan

baik.Bahkan peralatan tersebut sudah ada yang rusak

dan mahal untuk penyervisannya sehingga dibiarkan

begitu saja.Sebagai pengelola dan penyimpanan barang

tentu tugasnya tidak hanya menyimpan saja tetapi juga

mencatat dan mengiventariskan barang-barang yang

dimiliki sekolah. Petugas ini sekarang dikenal dengan

nama petugas aset sekolah. Seperti penjelasan kepala

sekolah yang menyatakan sebagai berikut:

84

“Agar peralatan sekolah yang ada bisa bermanfaat perluadanya pengelolaan dan penyimpanan. Sebagai petugasaset saya serahkan kepada tenaga administrasi yang notabenenya adalah penjaga sekolah dan sudah diangkatCPNS tahun 2014 yang lalu”.(wawancara tanggal 27Februari 2016)

Begitu juga pendapat Susanto sebagai petugas aset

yang menyatakan sebagai berikut:“Sebagai petugas aset saya telah mencatat barang-barangmilik sekolah termasuk peralatan bantuan dari APBD 1untuk siswa ABK. Selain masuk dalam buku inventarisbarang-barang tersebut perlu kelola dan dirawat tapisayang gudang penyimpan barang belumlayak”.(wawancara tanggal 27 Februari 2016)

Dari penjelasan kepala sekolah dan petugas aset di

atas dapat disimpulkan bahwa untuk sarana dan prasa-

rana di SD Negeri 1 Panimbo sebagai penyelenggara

pendidikan inklusi masih jauh dari harapan karena

masih banyak kekurangannya baik sarana maupun

prasananya.Untuk itu perlu adanya perhatian dari pihak

pemerintah yang lebih serius lagi agar pendidikan inklusi

yang sudah dilaksanakan di SD Negeri 1 Panimbo bisa

berjalan dengan baik.

Hasil dari lapangan mengenai sarana dan prasaran

yang belum ada di SD Negeri 1 Panimbo dapat dilihat data

seperti di bawah ini:

85

Tabel 4.3

Sarpras yang belum ada di SDN 1 Panimbo

No Nama Barang Manfaat

1 Ruang Kelas Untuk pembelajaran

2. Perpustakaan Wacana membaca dan belajar

3. Ruang Bimbingan Untuk bimbingan ABK

4. Kursi Roda Sarana ABK tuna daksa/folio

5. Alat Peraga KBM

6. Alat Olah Raga Mengembangkan bakat ABK

Hasil pengamatan lapangan

4.2.2.8MenjalinKerjasama dengan Stakeholder

Kerjasama sangat dibutuhkan dalam penyeleng-

garaan pendidikan inklusi. Kerjasama tersebut berguna

untuk mendukung agar pelaksanaan pendidikan inklusi

dikenal oleh masyarakat umum. Setelah tahu atau kenal

harapannya bagi orang tua yang mempunyai anak ABK

mau menyekolahkan di sekolah inklusi terdekat.

4.2.2.8.1 Tokoh Masyarakat

Sebagai tokoh masyarakat sangat besar pengaruh-

nya dalam kehidupan di lingkungnnya.Untuk itu sekolah

sangat membutuhkan orang-orang seperti itu agar dima-

syarakat mereka juga bisa mensosialisasikan pendidikan

inklusi kepada masyarakat yang ada dilingkungannya

untuk mendukung terselenggaranya pendidikan inklusi di

sekolah.

86

4.2.2.8.2 Komite Sekolah

Setiap lembaga pendidikan mempunyai mitra kerja

untuk mendukung program sekolah.Mitra kerja tersebut

adalah komite sekolah.Tugas komite membantu sekolah

dalam melaksanakan program pendidikan yang dijalan-

kan agar terlaksana dengan baik.SD Negeri 1 Panimbo

dalam merencanakan program pendidikan inklusi juga

melibatkan komite sekolah. Berikut pernyataan Sunadi

selaku ketua komite:“Komite adalah sebagai mitra kerja sekolah untuk itu sayadan teman-teman sewaktu-waktu dibutuhkan siapmembantu semampunya demi kemajuan pendidikananak-anak bangsa.Dalam merencanakan program sekolahjuga melibatkan komite walaupun tidak semua anggotatapi cukup perwakilan saja.Untuk sarpras terutamagedung di SDN 1 Panimbo ini kurang karena memang luastanah juga tidak mencukupi. Melalui pertemuan antarapihak sekolah, komite, tokoh masyarakat dan wali muridtelah menyepakati untuk membeli tanah seluas ± 75 m²hasil dari iuran wali murid dan pihak sekolah. Untukpembangunannya baru diajukan ke pemda setempat dansampai saat ini belum teralisasi”.(wawancara tanggal 1Maret 2016)

Dari pendapat komite tersebut diperkuat oleh

pendapat kepala sekolah yang menyatakan sebagai

berikut:“Secara umum pihak sekolah dalam merencanakanprogram tidak lupa melibatkan komite lebih-lebih sekolahpenyelenggara inklusi seperti SDN 1 Panimbo ini. Tugaskomite menampung aspirasi dari masyarakat laludisampaikan pihak sekolah untuk masukan dalammembuat program baik program secara umum maupunprogram inklusi”.(wawancara tanggal 1 Maret 2016)

87

Pendapat tersebut diperkuat oleh Rindho Budi

Utomo sebagai berikut:“Dalam menyusun program inklusi sekolah ini tidak lupamengundang komite sekolah. Peran komite sangat pentingterutama untuk menampung aspirasi dari masyarakatyang bisa digunakan untuk masukan dalam menetapkanprogram inklusi”.(wawancara tanggal 1 Maret 2016)

Sudah jelas bahwa komite sekolah sangat dibutuh-

kan keberadaannya oleh pihak sekolah dalam perencana-

an program yang berhubungan dengan sekolah inklusi di

SD Negeri 1 Panimbo ini. Karena komite sekolah sebagai

wakil dari masyarakat dan orang tua wali murid untuk

menyampaikan aspirasi kepada pihak sekolah.

4.2.2.8.3 Orang Tua Wali (Wali Murid)

Selain hubungan dengan komite sekolah, hubungan

dengan orang wali murid juga sangat penting. Terlebih

hubungan dengan orang tua ABK. Dengan adanaya

hubungan yang baik maka keharmonisan antara sekolah

dengan orang tua wali akan memudahkan untuk men-

dapatkan informasi yang menyangkut dengan siswa

berkebutuhan khusus secara mudah.

Pelayanan pendidikan di sekolah berkisar antara

empat hingga tujuh jam saja sedangkan di rumah siswa

waktunya lebih banyak. Ini artinya orang tua dalam

membimbing putra-putrinya di rumah lebih lama

dibanding bapak ibu guru di sekolah. Orang tua yang

memperhatikan perkembangan anak ABK-nya sangat

besar manfaatnya untuk masa depannya. Sebagaimana

88

hasil wawancara dengan Ibu Sumiyem yang mempunyai

anak ABK sebagai berikut:“Sebagai orang tua wali murid saya sangat mendukung SDN1 Panimbo sebagai sekolah inklusi. Saya mem- punyaianak ABK yaitu pendengarannya terganggu kalaudipanggil.hanya sekali bisa menjawab dan selanjutnyahanya tertawa-tawa saja bila dipanggil. Sekarang sudahkelas tiga dan mengenai hasil belajarnya terserah bapakibu guru yang penting dia mau berkumpul dengan teman-temannya di sekolah. Masalahnya kalau di rumah selalupergi kemana saja kadang-kadang tidakterkontrol”.(wawancara tanggal 3 Maret 2016)

Pendapat dari Ibu Sumiyem diperkuat oleh

pendapat Ibu Dwi Rahayu orang tua wali dari Gading

Satria Adinata kelas 1 (siswa tuna daksa/folio)“Saya mempunyai anak lumpuh dan sudah usia sekolah.Sekarang sudah saya sekolahkan di SDN 1 Panimbo.Karena saya asli orang Panimbo dan rumah saya jarakdari sekolah kurang lebih hanya lima ratus meter saja.Saya senang anak saya bisa bersekolah walaupun sayasetiap hari harus mengantarnya. Untuk perencanaanprogram inklusi saya kurang paham karena anak sayajuga baru kelas satu yang penting apa yang diajarkansekolah kepada anak-anak baik, kitaharusmendukungnya”.(wawancara tanggal 3 Maret 2016)

Hal tersebut di atas juga didukung hasil wawan-

cara dengan Ibu Wartiyem wali murid dari Jacinta yang

anaknya normal sebagai berikut:“Biarpun anak saya sekolah bersama-sama anak ABK,saya tidak menghiraukan keberadaanya. Karena merekajuga pengen sekolah dan berkumpul dengan teman-temansebayanya. Sebagai orang tua kita harus menghargaiterhadap anak-anak yang mempunyai kebutuhuankhusus (ABK) agar mereka juga mendapat pendidik-ansebagaimana yang diperoleh anak normal”. (wawancaratanggal 3 Maret 2016)

89

Hasil wawancara dari ketiga nara sumber di atas

dapat disimpulkan bahwa wali murid sangat mendukung

dengan adanya penyelenggaraan sekolah inklusi yaitu SD

Negeri 1 Panimbo. Mereka merasa senang karena anaknya

bisa sekolah, begitu juga dengan wali murid yang lain

merekajuga bisa menerima keberadaan siswa ABK yang

ada disekolah. Bukti lain berupa dokumen orang tua yang

selalu menunggu anaknya karena masih ada siswa kelas

satu yang belum mau tinggal orang tuanya sehingga

4.2.2.9Membina Siswa ke Arah Life Skill

Sekolah berusaha dalam melayani siswa-siswi ABK

yang ada, tujuannya agar mereka bisa mandiri.

Maksudnya bahwa siswa ABK yang sudah bersekolah di

SD Negeri 1 Panimbo selain mereka bisa menikmati pen-

didikan setidaknya ia dapat melakukan sesuatu sendiri

yang dianggap mampu tanpa bantuan orang lain (orang

tua). Misalnya memakai baju, makan dan lain-lain.

4.2.2.9.1 Prestasi yang diperoleh siswa ABK

Setiap manusia mempunyai kemampuan yang

berbeda-beda.Kemampuan tersebut dinamakan

bakat.Begitu juga halnya dengan siswa ABK.Meskipun

siswa ABK tentu juga mempunyai bakat di dalam dirinya.

Untuk mengembangkan bakat tersebut perlu dilatih dan

dibim- bing agar bisa menonjol. Lebih-lebih siswa ABK

yang bersekolah di SD Negeri 1 Panimbo rata-rata adalah

siswa slowleaner atau siswa lambat belajar.Lambat

90

belajar ini biasanya berhubungan dengan membaca atau

menulis dan menerima materi pelajaran. Sedangkan

dibidang lain seperti melukis, menyanyi atau olah raga

tentu siswa ABK ini ada yang mampu. Hal ini sesuai hasil

wawancara dengan Susanto sebagai tenaga administrasi

atau penjaga yang pernah membimbing siswa ABK untuk

lomba lukis sebagai berikut:“Saya pernah membimbing Bagas siswa slowleanermengikuti lomba dikabupaten yang diselenggarakan olehPLAN di Grobogan mendapat juara dua dan mendapathadiah sepeda. Kemudia tahun ini mengikuti lomba lukisPOPDA ditingkat kecamatan juga juara dua”. (wawancaratanggal 5 Maret 2016)

Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Sugiyarso

sebagai guru olah raga sebagai berikut:“Pada tahun yang

lalu Ihksan siswa slow leaner pernah ikut seleksi bola

POPDA tingkat kecamatan juga terpilih ikut mewakili

tingkat Kecamatan Kedungajati walau akhirnya dikalah-

kan oleh Kecamatan Tegowanu”.

Selanjutnya kepala sekolah juga mempertegas dari

kedua pendapat tersebut bahwa :“Pada POPDA tahun ini 2016 dari sekolah kami mengikutilomba lukisoleh Bagas siswa slowleaner yang sudahbeberapa kali mengikuti lomba lukis mendapat juara duadi tingkat kecamatan. Sebetulnya dari dua yuri sudahmemenangkan menjadi juara satu tetapi ada satu yuriyang menyatakan dalam menggambarnya Bagasmenggunakan penggaris akhirnya digeser men- jadi juarakedua”.(wawancara tanggal 5 Maret2016)

Ini membuktikan bahwa siswa ABK juga mem-

punyai potensi di bidang non akademik yang perlu

91

dikembangkan. Walaupun di SD Negeri 1 Panimbo belum

mempunyai GPK tetapi juga sudah mampu membimbing

siswa ABK mencapai prestasi apalagi kalau ada guru

GPK-nya pasti akan lebih meningkat lagi.

4.2.2.10Menyiapkan Program PPI

Untuk hasil pelaksanaan program pendidikan

individual (PPI) tidak terlaksana.Hal ini karena untuk

mewujudkan PPI membutuhkan pengetahuan khusus

yang mestinya dimiliki oleh GPK.Berhubung di SD Negeri

1 Panimbo sebagai sekolah inklusi belum mempunyai

GPK maka hasilnya untuk mengembangkan program

pendidikan individual tidak berjalan.Selain dari itu guru-

guru kelas yang biasa menangani anak-anak ABK

menyatakan belum mampu dan tidak paham mengenai

PPI.

4.2.2.2Sumber Daya Manusia atau Guru

Sumber daya manusia atau tenaga pendidik dan

kependidikan di SD Negeri 1 Panimbo terdiri dari bebe-

rapa komponen antara lain meliputi:

4.2.2.2.1 Kepala Sekolah

Peran kepala sekolah sebagai manajer atau

pimpinan sangat besar manfaatnya dalam penyeleng-

garaan pendidikan inklusi. Karena untuk menentukan

program inklusi dibutuhkan pemikiran yang komplek

dan pandangan yang luas agar bisa menghasilkan

progran yang baik atau strategis. Disamping itu kepala

92

sekolah juga harus pandai-pandai memanfaatkan sumber

daya yang ada di sekolah berupa apa saja untuk men-

dukung terselenggaranya pendidikan inklusi di sekolah

yang dipimpinnya. Belum lagi kalau ada perubahan atau

pengembangan kurikulum yang disesuiakan dengan ke-

butuhan siswa ABK agar semuan siswa terpenuhi akan

kebutuhan pendidikannya. Hal ini sesuai dengan prinsip

pendidikan inklusi yaitu melayani pendidikan untuk

semua tanpa perbedaan agar lulusan atau out put mem-

punyai ketrampilan untuk hidupnya.

Hal ini sesuai yang diungkapkan Aprilia Damayanti

mengenai pentingnya peran kepala sekolah sebagai

berikut;“Kepala sekolah memegang peranan penting dalammenentukan program di sekolah. Program tersebutmeliputi program akademik maupun non akademik.Apalagi sebagai sekolah inklusi tentu dalam membuatprogram berbeda dengan sekolah yang bukan inklusi.Dalam pembuatan program tersebut juga dibantu olehguru-guru sehingga bisa memberi masukan bila adaprogram yang kurang sesuai. Tapi walaupun demikianberhasil dan tidaknya program adalah tangggungjawabkepala sekolah”.(wawancara tanggal 8 Maret 2016)

Pendapat lain yang mendukung dari pernyataan

Aprilia Damayanti adalah Wahyuningsih yang menutur-

kan sebagai berikut:“Program pendidikan sekolah inklusi di sekolah kamidisusun secara bersama-sama setelah melakukanpertemuan terlebih dahulu. Dalam menyususun programini juga disesuaikan dengan kemampuan dan kondisisarpras di sekolah yang ada. Kepala Sekolah diharapkanmampu membimbing guru-guru sesuai potensi yang

93

dimilki sehingga program inklusi bisa terlaksana sesuaitujuan dengan baik”.(wawancara tanggal 8 Maret 2016)

Kedua pendapat di atas diperkuat dengan pendapat

Sugiyarso yang menyatakan bahwa:“Penyelenggaraan pendidikan inklusi di SDN 1 Panimboprogramnya disusun atau direncanakan oleh kepalasekolah bersama-sama bapak/ibu guru melalui perte-muan terlebih dahulu. Dengan demikian maka apa yangkita butuhkn untuk kepentingan inklusi guru-guru bisamemberi masukan, tapi tanggungjawab program adaditangan kepala sekolah”.(wawancara tanggal 8 Maret2016)

Dari keterangan tiga nara sumber di atas jelas

bahwa peran kepala sekolah dalam menyusun atau

membuat program sekolah inklusi sangat menentukan

akan keberhasilan program apakah berhasil atau tidak.

Tergantung bagaimana manajemen kepala sekolah dalam

menerapkan progran tersebut, karena guru-guru hanya

sebagai pelaksana program saja dan tanggungjawab

sepenuhnya ada di kepala sekolah.

4.2.2.2.2 Guru Kelas

Guru kelas adalah guru/pendidik yang mengajar di

kelas dan sekaligus sebagai wali kelas yang diajarnya.

Guru kelas hanya berlaku di tingkat Sekolah Dasar (SD)

saja. Sebagai sekolah inklusi maka guru kelas harus

mengajar siswa yang normal dan siswa inklusi satu kelas

secara bersama-sama.Lebih-lebih sekolah inklusi yang

belum ada Guru Pembimbing Khusus (GPK) maka kerja

guru kelas harus lebih ekstra dan membutuhkan

94

kesabaran tersendiri. Karena tidak semua guru bisa dan

mampu mendidik siswa ABK tanpa adanya kesabaran,

ketulusan, keiklahasan, ketekunan yang dimiliki. Seperti

pendapat kepala sekolah berikut ini:“Walaupun saya sebagai kepala sekolah baru, sayaberusaha untuk lebih memberi motivasi atau semangatkepada guru-guru. Karena sekolah kita adalah sekolahinklusi maka dalam mengajar di sekolah tersebut kitaharus siap mental dan mempunyai kesabaran. Karenayang diajar bukan hanya anak normal saja tapididalamnya terdapat siswa ABK yang kemampuanyaberbeda dengan siswa yang lainnya. Lebih-lebih terhadapsiswa ABK yang mempunyai ketunaan. Kalau hanyauntuk siswa yang slowleaner mungkin masih bisadiarahkan. Dalam bekerja seperti ini dasarnya memangharus ibadah sebagaimana ajaran yang telah diajarkanpada agama kami”. (wawancara tanggal 10 Maret 2016)

Pendapat lain disampaikan oleh Mudinem sebagai

guru kelas tiga yang ada siswa tuna rungu (tuna rungu

sedang) identifikasi dari sekolah (sementara) karena siswa

tersebut kadang-kadang kalau dipanggil masih ada reaksi

atau merespon walau hanya sekali dan memang belum

ada identifikasi yang pasti dari pihak berwenang. Tentu

siswa yang seperti ini membutuhkan kesabaran dan

ketekunan dalam pelayanannya.Sebagaimana pendapat

yang diucapkan Mudinem adalah sebagai berikut:“Untuk pertama kali mengajar kelas tiga ini saya belumtahu kalau ada siswa ABK. Karena saya juga guru barudi sekolah ini tetapi setelah satu minggu dan berkatinformasi dari kepala sekolah dan guru-guru lain sayamulai tahu atau paham bahwa mengajar di sekolahinklusi memang harus sabar dan telaten. Disamping itusiswa ABK juga butuh pendidikan setidaknya untukdirinya sendiri. Dengan demikian saya berusahasemampu saya untuk bisa membimbing siswa tersebut

95

dan tentunya de ngan bantuan kepala sekolah dan guruyang lainnya”.(wawancara tanggal 10 Maret 2016)

Sebagai penguat argumentasi di atas tentang

kesabaran dan ketelatenan dalam mengajar di sekolah

inklusi seperti yang diungkapkan oleh Rindho Budi

Utomo sebagai berikut:“Pada awal penyelenggaraan pendidikan inklusi ini kamipara guru juga bingung dan belum siap karena tidakpunya bekal untuk melayani siswa ABK.Denganbimbingan dan arahan dari kepala sekolah pada waktu itulama-kelamaan kami berusaha semampu kita dengan niatihklas membantu anak-anak ABK agar bisa bersama-samadengan siswa normal belajar bersama di sekolah ini.Yangkami butuhkan hanya kesabaran, kegigihan sertakeuletan untuk melayani mereka”. (wawancara tanggal 10Maret 2016)

Dari keterangan ketiga sumber di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa dalam penyelenggaraan sekolah

inklusi dibutuhkan persiapan yang cukup, baik kesiapan

mental maupun kesiapan moral yang berupa kesabaran,

ketelatenan, keikhlasan dan keuletan untuk melayani

siswa ABK. Karena tanpa adanya kesabaran, keuletan,

ketekunan maka pendidikan inklusi tidak akan bisa

berjalan dengan baik. Selain penjelasan dari nara sumber

keterangan mengenai persiapan penyelenggaraan sekolah

inklusi juga diperoleh dari dokumen yang berupa hasil

notulen pertemuan.

4.2.2.2.3 Guru Bidang Studi

Guru bidang studi atau juga disebutguru

matapelajaran bisanya berlaku di sekolah lanjutan

96

setingkat SLTP atau SLTA. Pada umumnya untuk guru

bidang studi ditingkat sekolah dasar meliputi guru

agama, guru penjas atau guru olah raga.Pekerjaan

sebagai guru termasuk pekerjaan formal dan profesional

baik guru yang mengajar ditingkat bawah (paud) sampai

yang mengajar ditingkat menengah (SLTA).Dikatakan

formal karena guru mengajar dilembaga resmi dan

waktunya ditentukan atau diatur. Sedangkan dikatakan

profesional karena guru mempunyai keahlian tertentu

sesuai kualifikasinya yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Begitu juga guru bidang studi keberadaannya sangat

dibutuhkan untuk sekolah inklusi. Tugas guru bidang

studi sama dengan guru kelas atau GPK yaitu

membimbing dan melayani siswa ABK sesuai mata

pelajaran yang diampunya. Sebagaimana yang

diungkapkan kepala sekolah sebagai berikut:“Di sekolah inklusi keberadaan guru bidang studi sangatdibutuhkan. Karena dengan keberadaan guru bidang studisiswa ABK akan mendapatkan penga- laman ataupelajaran tertentu. Contohnya guru agama maka akanmengajarkan akhlaq atau ilmu agama, guru olah ragatentunya juga akan mengajari teori dan praktek olah ragayang mampu siswa ABK lakukan sehingga mempunyaiketrampilan untuk hidupnya”. (wawancara tanggal12Maret 2016)

Begitu juga pendapat dari Kundori guru agama

islam yang menyatakan sebagai berikut:“Saya termasuk guru agama baru di sekolah inklusi inikarena merangkap untuk memenuhi jam kerja. Sebelumsaya disini dirangkap guru wiyata dari sekolahtetangga.Pendidikan agama sangat penting diajarkan

97

kepada anak-anak termasuk anak ABK. Denganpendidikan agama ahklaq anak akan terbentuk. Sayamemprogramkan kepada mereka menulis kaligrafi untukmeng embangkan bakat atau potensi pada anak-anaktermasuk anak ABK”. (wawancara tanggal 12Maret 2016)

Pendapat Kepala Sekolah dan Kundori diperkuat

oleh pendapat Sugiyarso sebagai guru penjaskes atau

olah raga yang menyatakan sebagai berikut:“Sebagai sekolah penyelenggara inklusi saya selaku guruolah raga harus bertindak lebih hati-hati karena anak-anak yang saya ajar tidak hanya anak normal saja tetapiada anak ABK yang harus saya layani dan bimbing secarabersama. Agar ketahuan bakatnya dan kemapuannya sayaberusaha untuk mencari dengan mengajarkan beberapacabang olah raga melalui eksta sehingga nantinya bisaditangani secara khusus”. (wawancara tanggal 12Maret2016)

Dari penjelasan ketiga nara sumber di atas dapat

ditarik kesimpulan bahwa keberadaan guru bidang studi

atau guru mata pelajaran sangat dibutuhkan dalam

penyelenggaraan sekolah inklusi guna membantu anak-

anak khususnya anak ABK agar bakat atau kemampuan

yang dimiliki bisa berkembang sesuai kematangan

usianya sebagai life skillnya. Pembianaan tersebut

difokuskan pada kegiatan ekstakurikuler.

4.2.2.2.4 Tenaga Administrasi/Penjaga

Meskipun sebagai tenaga administrasi atau penjaga

mereka juga mempunyai peran dalan penyelenggaraan

pendidikan inklusi. Peran tenaga tehnis tentu berbeda

dengan peran guru kelas atau guru bidang studi. Kalau

peran guru kelas/bidang studi bisa langsung kepada

98

siswa ABK, tetapi kalau peran tenaga tehnis bisa

langsung dan tidak langsung. Sebagaimana yang

diungkapkan Susanto sebagai penjaga/tenaga adminis-

trasi sebagai berikut:

“Kadang saya dimintai bantuan oleh kepala sekolahuntuk membimbing siswa ABK melukis dalam lombaPOPDA di tingkat kecamatan maupun lomba-lomba ditingkat kabupaten. Karena saya sedikit-sedikit bisamenggambar. Popda tahun ini lomba seni lukismendapat juara dua ditingkat kecamatan”.(wawancaratanggal 15 Maret 2016)

Hal senada juga disampaikan oleh kepala sekolah

yang menyatakan sebagai berikut:

“Sekolah kami mempunyai tenaga administrasi/penjagayang mempunyai kemampuan melukis dengan baik biladibanding kan dengan bapak/ibu guru lainnya. Untuk itubila ada lomba lukis saya suruh untuk membimbingsiswa yang dipersiapkan untuk mengikuti lomba, baiksiswa normal maupun siswa ABK.Dalam lomba Popdatahun ini siswa dari SDN 1 Panimbo mendapat juaraduauntuk seni lukis”.(wawancara tanggal 15 Maret 2016)

Dari keterangan hasil wawancara menunjukkan

bahwa selain guru tenaga kependidikan dalam hal ini

penjaga/tenaga administrasi juga berperan dalam

membimbing siswa ABK agar pendidikan inklusi

terlaksana.

4.2.2.3 Motivasi Guru

Guru adalah penentu keberhasilan suatu sekolah

baik dari segi akademik dan non akademik. Baik dan

tidaknya suatu sekolah tergantung bagaimana cara guru

membimbing atau memberi pelajaran kepada siswa-

99

siswinya. Kalau sekolah ingin mendapat prestasi maka

guru-gurunya juga harus giat, semangat dan mempunyai

motivasi untuk maju.Wujud motivasi tersebut bisa

ditunjukkan dalam bentuk apapun baik dalam tingkah

laku, dalam RPP maupun dalam pembelajaran. Sebagai-

mana pernyataan dari Rindho Budi Utomo guru kelas

enam sebagi berikut:“Mengajar di sekolah inklusi berbeda dengan mengajar disekolah reguler lainnya. Mengajar di sini harus semangatdan mempunyai motivasi terutama yang berhubungandengan anak-anak ABK agar mereka juga bisa bergaulbersama-sama kita, baik di kelas maupun di luarkelas”.(wawancara tanggal 17 Maret 2016)

Begitu juga yang disampaikan oleh Wahyuningsih

guru kelas dua sebagai berikut:“Saya guru baru di sekolah ini.Pada awal saya mengajarsaya belum tahu kalau sekolah ini sekolah inklusi.Karenayang diajar ada anak ABK maka sebagai pendidik kitaharus punya semangat dan motivasi tersendiri untukmelayani mereka agar mereka juga bisa menerima kitadengan baik sehingga mau menerima pelajaran yang kitaajarkan”. (wawancara tanggal 17 Maret 2016)

Sebagai guru lebih-lebih mengajar di sekolah

inklusi dibutuhkan motivasi yang lebih bila dibanding

mengajar di sekolah reguler lainnya. Ini bukan berarti

mengajar di sekolah reguler tidak butuh motivasi akan

tetapi motivasi yang dibutuhkan tentu berbeda dengan

yang di sekolah inklusi. Karena dengan motivasi yang

tinggi maka anak-anak ABK juga akan merespon apa

yang disampaikan.

4.2.2.4 Karakteristik peserta didik

100

Sudah barang tentu bila dilihat karakteristiknya

sebagai sekolah inklusi menunjukkan adanya perbedaan

yang mencolok antara siswa normal dan siswa ABK. Ini

bisa dilihat dari tingkah laku maupun kebiasaan sehari-

hari yang dilakukan dari siswa-siswi.

Seperti yang disampaikan oleh kepala sekolah yang

menuturkan sebagai berikt:“Sebagai sekolah inklusi bila dilihat karakteristik darianak-anak sangat beragam. Terutama anak-anak ABKkadang-kadang menunjukkan sikap yang aneh-anahseperti Bagas siswa kelas tiga saat tanda masukdibunyikan ia ikut masuk kelas tetapi beberapa saatkemudian kelaur dan tidak mau masuk lagi”.(wawancaratanggal 19 Maret 2016)

Bukti lain mengenai karakteristik siswa juga

disampaikan oleh Muhamad Lutfhi sebagai berikut:“Anak-anak kelas yang sekarang ini secara keseluruhanmenurut dan tertib bila dibandingkan dengan kelaslainnya. Hal ini saya bisa membanding- kan karena ketikakelas lima tahun kemarin saya yang mengajarnya. Akantetapi kelas lima yang sekarang saya ajar ada beberapasiswa yang agak bandel dan kalau diberi tugas masih adayang tidak tidak mengerjakan”.(wawancara tanggal 19Maret 2016)

Kesimpulan dari hasil wawancara di atas

menunjukkan bahwa karakteristik peserta didik di SD

Negeri 1 Panimbo sangat beragam.Terlebih bagi siswa

ABK kadang-kadang menunjukkan sifat-sifat yang aneh

dan sulit dimengerti oleh guru-guru maupun siswa

lainnya.

4.2.3 Komponen Proses4.2.3.1 Pelaksanaan ProgramPendidikan Inklusi

101

Setelah program dibuat langkah selanjutnya adalah

pelaksanaan program. Begitu juga di SD Negeri 1

Panimbo program pendidikan inklusi yang telah dibuat

sudah berusaha dilaksanakan sesuai kemampuan

sekolah. Artinya bahwa program tersebut oleh kepala

sekolah, guru-guru, tenaga administrasi dan steakholder

lainnya yang ada sudah melaksanakan program inklusi

yang telah dibuat secara bersama-sama namun pada

kenyataanya masih ada kendala atau kesulitan sehingga

hasilnya belum maksimal. Sebagaimana pernyataan

kepala sekolah sebagai berikut:“Program pendidikan inklusi di SDN 1 Panimbo, kamiselaku kepala sekolah dan bapak/ibu guru sudahberusaha melaksanakan sesuai kemampuan kami tapi apadaya ternyata masih ada juga kekurangan atau kesulitandalam pelaksanaannya”.(wawancara tanggal 22 Maret2016)

Pendapat tersebut juga didukung oleh Aprilia

Damayanti guru kelas empat yang menyatakan sebagai

berikut:“Selaku guru saya dan teman-teman sudah berusahamelaksanakan program pendidikan inklusi yang telahdibuat sekolah. Namun karena keterbatasan kami dalampengetahuan tentang inklusi sehingga hasilnya belummaksimal. Untuk itu agar program inklusi bisa terlaksanadengan baik perlu adanya guru khusus yang memahamitentang pendidikan inklusi”.(wawancara tanggal 22 Maret2016)

Selain pendapat dari kepala sekolah dan Aprilia

Damayanti, Rindho Budi Utomo juga menjelaskan sebagai

berikut:

102

“Pelaksanaan program pendidikan inklusi di SDN 1Panimbo, agak berjalan ketika kepala sekolahnya dipegangoleh beliau Bapak Bejo, S.Pd karena beliau orangnya aktifdan sudah pernah ikut pelatihan

/workshop tentang pendidikan inklusi, namunkekurangan-kekurangan juga masih ada karena semuaguru juga belum mempunyai pengalaman tentanginklusi”.(wawancara tanggal 22 Maret 2016)

Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwa pelaksanaan program pendidikan inklusi di SD

Negeri 1 Panimbo sudah dilaksanakan oleh kepala

sekolah dan guru-guru akan tetapi belum semua program

bisa terlaksana karena adanya hambatan-hambatan

terutama mengenai GPK, kerjasama dengan psikolog dan

pelayanan PPI karena terkendala oleh jarak dan dana.

4.2.3.2Evaluasi Progran Pendidikan Inklusi

Penyelenggaraan pendidikan inklusi di SD Negeri 1

Panimbo sudah dimulai sejak pertengahan tahun 2007.

Sampai sekarang sudah berjalan hampir sembilan tahun

belum pernah atau ada yang mengevaluasi program

tersebut. Kalau pun ada evaluasi hanya disampaikan

secara lisan dalam pertemuan awal tahun ajaran tanpa

tindak lanjut.Hal ini karena dari pihak sekolah sendiri

menyatakan bahwa belum adanya evaluasi program

inklusi ini disebabkan di SD Negeri 1 Panimbo kepala

sekolahnya selalu diganti dengan kepala sekolah yang

baru, sedangkan guru-gurunya juga belum memahami

untuk pelaksanaan evaluasi tersebut. Jadi selama

103

program inklusi berjalan belum ada yang melakukan

evaluasi sehingga untuk mengembangkan ke yang lebih

baik belum ada, karena secara keseluruhan kita belum

mengetahui program mana yang perlu dirubah atau

dibenahi.

4.2.3.3 Identifikasi siswa ABK

Identifikasi siswa ABK yang dilakukan oleh sekolah

setiap penerimaan siswa baru (sifatnya sementara). Utuk

tahun ajaran 2015/2016 siswa ABK kelas satu adan lima

orang satu tina daksa dan empat siswa lambat belajar

(slowleaner).Jumlah keseluruhan dari kelas satu sampai

kelas enam ada dua puluh tujuh siswa. Kebanyakan

siswa ABK di SD Negeri 1 Panimbo adalah siswa

slowleaner (lamban belajar). Harapannya ke depan untuk

identifikasi siswa ABK SD Negeri 1 Panimbo bisa terwujud

dengan menjalin kerjasama antara rumah sakit jiwa (RSJ)

dan sekolah. Untuk mengetahui siswa ABK yang masuk

sekolah, dari pihak sekolah atau bapak ibu guru hanya

berpedoman pada jenis kekurangan yang mereka alami

misalnya lamban belajar, lumpuh, kurang pendengaran

atau jenis lainnya.

Identifikasi siswa ABK dilakukan pihak sekolah

agar siswa ABK yang ada benar-benar bisa dideteksi

sesuai jenis kelainannnya sehingga pelayanannya bisa

lebih tepat. Sebagaimana hasil wawancara dengan kepala

sekolah sebagai berikut:

104

“Untuk identifikasi siswa ABK di sekolah kami barudilakukan oleh pihak sekolah atau guru dengan caramelihat jenis kelainan yang mereka alami. Setelah itu barukita katakan jenis kelainan nya. Hal ini dilakukan karenasekolah belum menjalin kerjasama dengan tenaga ahliatau pihak rumah sakit jiwa (RSJ) yang ada. Mudah-mudahan hal ini bisa segera diatasi dengan kerjasamapada pihak yang berwenang kalau ada dana atau beasiswalagi”.(wawancara tanggal 24 Maret 2016)

Pernyataan tersebut diperkuat oleh Wahyuningsih

guru kelas dua sebagai berikut:“Awal tahun pelajaran saat penerimaan murid baru pihaksekolah dan guru mendaftar siswa yang masuk sambilmenyeleksi siswa ABK yang ada. Kalau ada siswa ABKyang jelas kecacadannya kita beri tanda siswa ABK tetapiuntuk menentukan siswa yang slowleaner baru setelahbeberapa minggu dalam pembelajaran dikelas”.(wawancara tanggal 24 Maret 2016)

Pendapat di atas diperkuat oleh Sunadi selaku

ketua komite SD Negeri 1 Panimbo sebagai berikut:“Sebagai sekolah inklusi SDN 1 Panimbo belum menjalinkerjasama dengan pihak rumah sakit jiwa yang adasehingga untuk mengidentifikasi siswa ABK, sekolahberpedoman pada jenis kekurangan yang merekaalami”.(wawancara tanggal 24 Maret 2016)

Jadi dari penjelasan nara sumber di atas dapat

disimpulkan bahwa untuk mengidentifikasi jenis ABK

yang ada di sekolah SD Negeri 1 Panimbo selama ini

hanya berpedoman pada jenis kecacadan yang mereka

alami belum ada tes secara resmi dari tenaga ahli atau

RSJ terkait. Hal ini disebabkan karena kepala sekolah

yang menjabat sering dimutasi, belum adanya dana

untuk melakukan idenfikasi ke RSJ dan juga jarak RSJ

yang jauh dari sekolahan sehingga identikasi siswa ABK

105

selama ini yang secara tepat sesuai jenis kekurangannya

belum bisa terlaksana.

4.2.4.5 Modifikasi Kurikulum

Kurikulum yang digunakan di SD Negeri 1 Panimbo

sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi adalah

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam

penyusunan perencanaan program inklusi tinggal ditam-

bahkan di dalamnya baik mengenai tujuan, materi proses

dan evalusi. Hal tersebut diujudkan pada perencanaan

pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh masing-masing

guru. Bagi siswa ABK tentu disesuaikan dengan kemam-

puannya. Begitu juga dengan penetapan kreteria

ketuntasan minimal (KKM) yang dibuat guru. KKM dibuat

sama tapi untuk ukuran atau bobot soalnya yang berbeda

dalam pencapaiannya.

Untuk kreteria kelulusan bagi siswa ABK di SD

Negeri 1 Panimbo mengacu pada Permendiknas 70 Tahun

2009, pasal 9 bahwa ABK tidak perlu dinyatakan lulus,

namun cukup diberi surat keterengan tamat, dan berhak

mendapat surat keterangan tamat belajar (SKTB). Dengan

demikian untuk siswa ABK yang sudah kelas enam

(setingkat kelas enam) tidak perlu diikutkan ujian yang

standar nasional namun hanya diikutkan pada ujian

sekolah saja.

106

Program inklusi yang sudah dibuat SD Negeri 1

Panimbo bertujuan untuk memberikan pelayanan pada

anak-anak ABK agar bisa mengurangi dampak negatif

yang dideritanya. Selain itu juga memberikan pelayanan

pendidikan yang lebih bermanfaat dan dapat mengem-

bangkan potensi dalam dirinya. Untuk anak yang

mengalami gangguan pendengaran diberikan binaan

pengucapaan dan gerakan, utuk siswa tuna daksa (folio)

diberikan bimbingan mengucap dan menulis (meng-

gerakkan anggota tubuh), sedangkan untuk siswa

slowleaner diberikan bimbingan pengembangan diri.

Sebagaimana pendapat kepala sekolah sebagai berikut:“Kurikulum yang digunakan di SDN 1 Panimbo yaitukurikulum KTSP dan penyusunannya melibatkan guru-guru, komite dan tokoh masyarakat. Untuk kepentinganpelayanan siswa ABK maka dibuatlah program khususyang dimasukkan dalam kurikulum tersebut denganmenyesuaikan kemampuan siswa ABK. Untukpengembangannya diserahkan kepada kemampuan gurumasing-masing kelas”.(wawancara tanggal 29 Maret 2016)

Pendapat lain yang mendukung keterangan dari

kepala sekolah yaitu dari Mudinem menuturkan:“Penyusunan kurikulum dilakukan dengan menghadirkankomite dan wakil dari orang tua/masyarakat denganmaksud agar ada kesepahaman untuk memberi masukanhubungannya dengan siswa ABK. Kurikulum yangdigunakan adalah KTSP”.(wawancara tanggal 29 Maret2016)

Begitu juga keterangan dari Sunadi selaku komite

sekolah bahwa:“Menjelangawal tahun pembelajaran, sekolah menyusunkurikulum dengan melibatkan komite dan wakil

107

masyarakat. Ini membuktikan bahwa komite jugadiperhatikan oleh sekolah dan tidak hanya untukformalitas saja keberadaannya”.(wawancara tanggal 29Maret 2016)

Selain dari penjelasan di atas bukti dari doku-

mentasi sekolah yang berupa kurikulum yang telah

dibuat sekolah juga menunjukkan adanya tanda tangan

komite sekolah. Memang peran komite sekolah dalam

penyusu- nan kurikulum tentunya hanya sebagian kecil

saja karena mereka memang kurang memahami tentang

kurikulum.

4.2.3.4.1 Kreteria Ketuntasan Minimal siswa ABK

Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM) dibuat sekolah

untuk menentukan batas minimal nilai yang harus

dicapai olehs siswa. Untuk KKM siswa ABK dan siswa

normal dibuat sama yang membedakan hanya pada

tingkat kemampuannya. Untuk siswa ABK tentu juga

disesuaikan dengan masing-masing tingkatan yang

dialaminya. Bagi siswa ABK yang belum bisa mencapai

target KKM terutama yang slow leaner diberikan perbaik-

an sedangkan untuk siswa ABK lainnya cukup dibina

atau dibimbing untuk melakukan sesuatu yang berupa

ketrampilan. Seperti hasil wawancara dengan Muhamad

Lutfhi yang menyatakan sebagai berikut:“Bagi siswa ABK yang belum tuntas dalam ulanganterutama siswa yang slowleaner diberikan perbaikan,sedangkan siswa yang sudah mencapai ketuntasandiberikan pengayaan agar mereka sama-samabelajar”.(wawancara tanggal 21 April 2016)

108

Kundori sebagai guru agama islam juga menjelas-

kan sebagai berikut:“Anak-anak ABK dalam ulangan yang belum tuntas KKMsaya berikan perbaikan terutama siswa slowleaner,sedangkan siswa ABK yang agak berat cukup saya tuntununtuk mengucapkan atau melakukan sesuatu yang adamanfaatnya untuk mereka”.(wawancara tanggal 2 April2016)

Begitu juga pendapat dari Wahyuningsih guru kelas

dua yang menyatakan sebagai berikut:“Di kelas dua ABK yang ada yaitu lambat belajar danhiperaktif sehingga kalau ulangan yang belum mencapaiKKM saya berikan soal remidi dan yang tuntas sayaberikan pengayaan agar mereka tidak salingmengganggu”.(wawancara tanggal 2 April 2016)

Jelas dari bukti-bukti hasil hasil wawancara ter-

sebut di atas dapat disimpulkan untuk KKM siswa ABK

dibuat sama dengan anak-anak normal dan bagi anak

yang kurang mencapai KKM sekolah diadakan remidi

atau perbaikan nilai sesuai tingkat atau jenis kekurangan

yang anak-anak alami. Bukti lain adalah dokumen

kurikulum yang didalamnya berisi KKM masing-masing

kelas.

4.2.3.5Kesulitan Guru Dalam Mengajar ABK

Mengajar anak-anak ABK tentu berbeda dengan

mengajar anak-anak normal. Apalagi sebagai guru kelas

yang harus menguasai beberapa mata pelajaran dan

tidak mempunyai pengalaman khusus untuk mengajar

anak-anak ABK tentu kurang fokus. Sebagaimana

109

pernyataan dari Mudinem guru klas tiga yang menyata-

kan sebagai berikut:“Mengajar anak-anak ABK tidak semudah mengajar anakyang normal. Untuk mengarahkan mereka saja sulitbahkan kadang-kadang saya juga merasa bosan untukmengarahkan mereka, tetapi karena memang merekaanak ABK maka kita harus sabar”.(wawancara tanggal 5April 2016)

Pendapat tersebut juga disampaikan oleh Kundori

sebagai guru agama islam sebagai berikut:“Mengajar di SDN 1 Panimbo termasuk mendapatpengalaman baru karena yang diajar terdapat siswa ABKyang membutuhkan bimbingan khusus. Tiga hari sayamengajar di SD Prigi yang bukan sekolah inklusi juga adaanak yang lamban belajarnya akan tetapi tidak sesulit bilamengajar anak ABK yang benar-benar membutuhkanbimbigan khusus”.(wawancara tanggal 5 April 2016)

Sudah jelas bahwa dari keterangan kedua guru

tersebut diatas untuk mengajar siswa ABK guru-guru

mengalami kesulitan karena memang tidak mempunyai

pengalaman khusus untuk mengajar anak-anak ABK

sebagaimana guru GPK yang ada hanya kesabaran dan

kemauan yang kuat agar mereka juga bisa terlayani

sebagaimana anak-anak normal.

4.2.3.6 Rencana Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

Sesuai surat ijin yang dikeluarkanoleh Universitas

Kristen Satya Wacana yang peneliti ajukan bahwa

rencana penelitian ini yaitu di SD Negeri 1 Panimbo,

Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan. Karena

sekolah tersebut adalah sekolah penyelenggara inklusi

yang berada jauh di daerah perbatasan atau pinggiran

110

antar kabupaten yaitu Kabupaten Grobogan dan Kabu-

paten Boyolali. Peneliti mengambil subjek penelitian di

sekolah tersebut disebabkan karena sebagai sekolah

penyelenggara pendidikan inklusi yang sudah berjalan

kurang lebih sembilan tahun sejak ditetapkannya belum

ada peneliti atau pihak sekolah melakukan untuk

meneliti evaluasi programnya.

Begitu surat ijin penelitian dikeluarkan oleh

Kampus UKSW sejak Bulan Februari 2016 peneliti

segera menyampaikan kepada kepala sekolah bahwa

peneliti mau melakukan penelitian di SD Negeri 1

Panimbo sebagai sekolah penyelenggara pendidikan

inklusi. Setelah menyerahkan surat ijin kepada kepala

sekolah dua hari berikutnya peneliti mulai melakukan

penelitian. Untuk penelitian ini tehnik atau metode yang

digunakan peneliti cukup sederhana yaitu metode

wawancara dan tehnik dokumentasi serta pengamatan

langsung karena peneliti juga terlibat di dalamnya. Teknik

wawancara digunakan untuk mempertegas jawaban

langsung dari pihak terkait baik kepala sekolah, guru-

guru, komite, orang tua wali maupun stakeholder

lainnya.Pelaksanaan wawancara berpedoman pada

instrumen pengumpulan data.Sedangkan tehnik

dokumentasi digunakan sebagai bukti fisik yang ada di

sekolah tersebut dan tehnik pengamatan digunakan

untuk melihat keadaan lapangan yang sebenarnya.

111

Data yang diperoleh dari narasumber dilakukan

pada saat-saat tertentu menyesuaikan keadaan sekolah.

Untuk wawancara dengan kepala sekolah menyesuaikan

kegiatan kepala sekolah. Untuk wawancara dengan guru-

guru dilakukan sewaktu-waktu. Sedangkan untuk

wawancara dengan komite sekolah peneliti mendatangi ke

rumah dan untuk wawancara dengan orang tua wali juga

datang ke rumah.

Setelah data terkumpul kemudian peneliti

membuat laporan evaluasi sambil membenahi keleng-

kapan atau kekurangan data yang ada. Selanjutnya

peneliti menulis hasil dari penelitian yang sudah lengkap

dari data yang diperoleh sebagai laporan penelitian yang

peneliti lakukan yaitu: Evaluasi Program Pendidikan

Inklusi di SD Negeri 1 Panimbo Kecamatan Kedungjati

Kabupaten Grobogan Tahun 2016 dengan berpedoman

pada prosedur penelitian.

4.2.4 Komponen Produk4.2.4.1 Kemampuan siswa ABK

Dalam sekolah inklusi bahwa anak-anak yang

belajar di sekolah tersebut terdiri dari siswa normal dan

siswa berkebutuhan khusus (ABK). Arti berkebutuhan

khusus bukan berarti anak yang mengalami kekurangan

saja akan tetapi berkebutuhan khusus yang dimaksud di

dalamnya terdapat siswa yang mempunyai kelebihan

intelegensinya.

112

Di sekolah inklusi SD Negeri 1 Panimbo kebetulan

siswa ABK-nya tidak ada yang mempunyai kecerdasan IQ

yang lebih, yang ada kebanyakan slowlearner dan keca-

cadan.Namanya juga siswa ABK tentu untuk kemam-

puan dalam menerima pelajaran juga berbeda dengan

siswa normal.Walaupun demikian sedikit demi sedikit

lama-lama mereka juga bisa mengalami perubahan

terutama siswa yang slowleaner. Sebagaimana hasil

wawancara dengan Rindho Budi Utomo guru kelas enam

sebagai berikut:“Kemampuan siswa ABK belum bisa

mengikuti sesuai dengan siswa lain yang normal tetapi

juga sudah mengalami perubahan. Terutama anak-anak

slowleaner”.

Hal tersebut juga dperkuat oleh Aprilia Damayanti

guru kelas empat yang menyatakan bahwa:“Siswa ABK di SDN 1 Panimbo terutama yang ada di kelasempat dalam mengkuti pelajaran tidak semuanya jelek.Mereka sudah ada perubahan terutama dalam membacauntuk siswa slowleaner yang dulu-dulunya susah bangettapi kini sedikit-sedikt sudah bisa” . (wawancara tanggal 7April 2016)

Kedua Pendapat diperkuat oleh Mudinem guru

kelas tiga yang menyatakan sebagai berikut:“Bagas adalah siswa ABK yang mengalami gangguanpendengaran sedang.Dia sesekali disuruh menirukanyang diucapkan oleh guru atau temannya dia bisamenirukan atau mengikuti walau hanya sekalipengucapan”. (wawancara tanggal 7 April 2016)

Dari hasil wawancara ketiga guru di atas bisa

disimpulkan bahwa anak-anak ABK yang bersekolah di

113

SDN 1 Panimbo dalam mengikuti pelajaran dari

bapak/ibu guru sudah ada perubahan atau bisa

menerima walau tidak selancar siswa yang noramal.Hal

ini karena usaha yang dilakukan guru kelas dengan

penuh kesabaran, ketekunan dan keikhlasan tidak sia-sia

terbukti mem- bawa hasil meskipun tidak maksimal.

4.2.4. 2 Perkembangan siswa ABK

Mengajar di sekolah inklusi berbeda dengan meng-

ajar di sekolah yang bukan inklusi.Mengajar di sekolah

inklusi dibutuhkan tingkat kesabaran, keuletan, kete-

kunan, dan keikhlasan.Hal ini dikarenakan ada dua

kategori siswa yang kemampuannya berbeda. Bagi guru

baru akan terasa sedih atau jengkel saat awal mengajar,

tetapi lama-kelamaan juga akan terbiasa dengan situasi

dan kondisi yang ada yaitu butuh kesabaran.

Siswa ABK dalam pembelajaran di kelas awal masih

butuh bimbingan yang sangat ekstra bila dibanding siswa

ABK yang sudah di kelas atasnya.Dari beberapa siswa

ABK baik yang slowleaner maupun yang mengalami

kekurangan fisik setelah naik di kelas yang lebih tinggi

ada perkembangan dalam pembelajarannya.Sebagaimana

yang disampaikan oleh Aprilia Damayanti guru kelas

empat sebagai berikut:“Dulu ketika saya mengajar di kelas tiga Aditia Maulanasiswa ABK slowleaner masih susah kalau disuruhmembaca hanya diam saja.Sekarang setelah di kelasempat sudah mulai bisa membaca meskipun belum

114

lancar. Ini memang butuh ketekunan dalam membimbingdan mengajarinya”.(wawancara tanggal 9 April 2016)

Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Rindho Budi

Utomo guru kelas enam yang menyatakan sebagai beikut:“Pada saat awal saya mengajar di kelas enam ada siswayang lambat belajarnya. Kemampuan membacanya masihbelum lancar, tetapi setelah saya ajar dan saya bimbingdengan sabar mengalami perubahan mungkin juga karenafaktor kematangan usianya.Tetapi kalau untukpengetahuan hasilnya masih jauh bila dibandingkandengan siswa yang normal”. (wawancara tanggal 9 April2016)

Begitu juga pendapat kepala sekolah yang mengajar

mulok bahasa jawa untuk kelas empat sampai kelas

enam menyatakan:“Ketika saya mengajar bahasa jawa di kelas lima Ronysetiawan (siswa ABK slowleaner) disuruh membaca bahasajawa juga belum bisa. Kemudian saya bimbing dan sayatuntun dalam membacanya sekarang sudah mulai bisamembaca dengan cara mengejanya”. (wawancara tanggal 9April 2016)

Dari hasil wawancara ketiga nara sumber di atas

bisa ditarik kesimpulan bahwa untuk kemampuan siswa

ABK dalam pembelajarannya di SD Negeri 1 Panimbo juga

mengalami perubahan. Sejalan dengan tingkatan kelas

dan tingkat kematangan perkembangan usianya.

4.2.4. 3 Kemampuan siswa ABK Bersosialisasi

Sebagai mahkluk sosial manusia saling membutuh-

kan antara manusia satu dengan manusia lainnya.Karena

manusia tidak bisa hidup sendiri.Kehidupan yang saling

membutuhkan antara manusia satu dengan manusia

lainya untuk saling membantu disebut berso-

115

sialisai.Begitu juga siswa ABK walaupun dirinya

mengalami kekurangan mereka juga perlu teman untuk

bermain bersama.Siswa ABK yang bersekolah di SD

Negeri 1 Panimbo baik yang slowleaner maupun yang

mengalami kekurangan fisik mampu bergaul dengan baik

bersama teman-teman yang normal lainnya.Begitu juga

Bagas Aji Santoso yang mengalami ketunarunguan

sedang juga bisa begaul dengan teman-teman normal

lainnya.Sedangkan Satria Gading Adiwinata siswa ABK

tuna daksa (folio) kelas satu juga bisa bermain dengan

teman-temannya meskipun diikuti oleh ibunya.Hasil ini

diperoleh dari pengamatan langsung dilapangan.

4.2.4. 4 Hubungan Antara Siswa ABK dengan ABK lain

Diantara siswa ABK yang bersekolah di SD Negeri 1

Panimbo tidak menunjukkan adannya ketertutupan diri

mereka.Artinya siswa ABK yang ada bisa saling ber-

teman, bergaul dan bermain bersama-sama baik antara

siswa ABK dengan siswa ABK maupun siswa ABK dengan

siswa yang normal.

Disaat sebelum masuk dan saat istirahat mereka

tampak bersama-sama dalam bermain maupun dalam hal

lainnya.Sepintas diantara mereka tidak ada perbeda-

annya.Mana siswa ABK dan mana siswa yang normal

kecuali siswa ABK yang mengalami kecacadan fisik-

nya.Perbedaan itu baru tahu setelah masuk di kelas dan

diberi pelajaran oleh gurunya masing-masing.

116

Dari sekian siswa ABK yang bersekolah di SD

Negeri 1 Panimbo masih ada tiga siswa yang masih

ditunggui orang tuanya termasuk siswa yang tuna daksa

(folio) karena mereka masih kelas satu. Tetapi dalam

bergaul dengan teman-teman mereka baik-baik saja tidak

menunjukkan keanehan atau malu. Hasil dari pengama-

tan langsung dilapangan

4.5 Hambatan dan Solusi4.5.1 Hambatan

Dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi SD

Negeri 1 Panimbo masih mengalami hambatan-hambatan

terutama dalam menyampaikan pelajaran kepada siswa

ABK terlebih bagi siswa tuna rungu dan tuna daksa yang

ada. Hal ini karena dibutuhkan pengalaman khusus

dalam menangani siswa tersebut, sedangkan guru

pembimbing khusus tidak ada. Begitu juga dengan sarana

dan prasarananyayang digunakan untuk melayani siswa

ABK juga belum ada.

4.5.2 SolusiDengan melihat permasalahan yang ada di SD

Negeri 1 Panimbo dalam menyelnggarakan pendidikan

inklusi baik dari komponen kontek sampai komponen

produk maka perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:

a) Menindaklanjuti kerjasama dengan tenaga ahli

(psyikiater) untuk memastikan jenis kelainan pada

117

anak ABK secara pasti sehingga dalam memberikan

pelayanan bisa lebih tepat sasaran;

b) Pengadaan guru pembimbing khusus (GPK) dengan

cara kerjasama SLB terdekat maupun pihak

pemerintah. Karena dengan adanya GPK yang telah

mempunyai pengalaman secara khusus bisa lebih

memahami karakter siswa ABK yang ada;

c) Program PPI (Program Pelayanan Individual) di

laksanakan kerjasama dengan GPK sebagai bentuk

pemberian layanan mandiri bagi siswa ABK;

d) Kekurangan sarana dan prasarana dilengkapi dengan

cara mengusulkan bantuan ke pemerintah maupun

kerjasama dengan komite, orang tua wali maupun

masyarakat sekitar.

4.3 Pembahasan4.3.1 Komponen Konteks

Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidik-

an yang layak. Sebagaimana bunyi UUD 1945 pasal 31.

Pendidikan ini berlaku untuk semua terutama bagi anak-

anak usia sekolah tanpa membedakan antara anak

normal dengan anak berkebutuhan khusus (ABK). Dalam

Deklarasi Salamanca dikenal dengan istilah Educational

For All atau pendidikan untuk semua tanpa membeda-

bedakan. Pendidikan untuk semua tanpa perbedaan ini di

negara kita menjadi tanggungjawab Pemerintah atau

Negara. Bentuk pendidikan untuk semua dinegara kita

118

dikenal dengan nama pendidikan inklusi. SD Negeri 1

Panimbo adalah salah satu sekolah penyelenggara

pendidikan inklusi yang berada di Kecamatan Kedungjati

Kabupaten Grobogan. Keberadaan sekolah inklusi sangat

dibutuhkan oleh masyarakat setempat yang jauh dari

sekolah SLB. Selain alasan tersebut kini kesadaran orang

tua akan pentingnya pendidikan bagi putra-putrinya juga

meningkat. Terlebih bagi orang tua yang mempunyai anak

berkebutuhan khusus (ABK) sudah tidak susah-susah

untuk menyekolahkan anak-anaknya yang ABK. Hal ini

terbukti bahwa sekarang sudah hampir semua anak

bersekolah. Jika ada yang tidak sekolah atau doup out

hanya beberapa persennya saja bisa dipastikan nol koma

sekian yang tidak bersekolah atau drop out.

Untuk pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan

inklusi di Indonesia dasarnaya adalah Surat Dinas

Nomor 380/C.C6/MN/2003 tertanggal 20 Januari 2003

tentang kewajiban tiap kota/kabupaten untuk menyeleng-

garaan dan mengembangkan pendidikan inklusif

sekurang-kurangnya empat sekolah yang terdiri dari SD,

SMP, SMA, dan SMK. Surat tersebut dikeluarkan oleh

Dirjen Dikdasmen yang ditujukan kepada Kepala Dinas

Pendidikan Kabupaten atau Kota diseluruh Wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia. SD Negeri 1

Panimbo termasuk salah satu sekolah rintisan inklusi di

Wilayah Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan oleh

119

Pemerintah Kabupaten Grobogan dan Plan Indonesia

Grobogan pada pertengahan tahun 2007. Adapun SK

bersama antara Pemerintah Kabupaten Grobogan dan

Plan Indonesia Grobogan tersebut dengan No. SK

421/3129/B/2007 tertanggal 2 Mei tahun

2007.Pemberian layanan kepada siswa ABK yang

dilakukan sekolah sudah sesuai dengan pendapat Renato

Opertti (Tri Sulistyowati, 2015:117, Suyanto dan Mudjito,

2012:71) yang menjelaskan bahwa sasaran pendidikan

inklusi adalah memberikan pelayanan pendidikan

berkualitas yang dapat didefinisikan kembali sebagai

proses belajar dengan memperhitungkan kemampuan

belajar anak yang berbeda, mengurangi eklusifitas, dan

tidak mengajarkan pengetahuan akademik yang tinggi

semata. Oleh sebab itu dalam pendidikan inklusi

dibutuhkan program yang mampu mengarahkan guru-

gurunya untuk melayani siswa ABK sebagaimana siswa

normal lainnya.

Adapun tujuan pendidikan inklusi yang diseleng-

garakan di SD Negeri 1 Panimbo adalah menampung

anak-anak berkebutuhan khusus yang berada diling-

kungan sekitar agar mereka bisa bersekolah seperti anak-

anak normal seusianya, berkembang sesuai kemampuan

dan mempunyai ketrampilan hidup terutama yang

berhubungan dengan kehidupannya. Hal ini sesuai yang

diamanat kan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

120

yaitu mengembang kan potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa. Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggungjawab. Penelitian yang

serupa dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Lipsky, Dorothy, Kerzener, Gartner, Alan

yang berjudul”The Evaluation of Inclusive Education

Programs” yang meneliti program inklusi yang menunjuk-

kan kecenderungan kuat adanya hasil belajar siswa

(akademis, perilaku, sosial) baik bagi mahasiswa program

khusus dan program umum. Begitu juga penelitian yang

dilaksanakan di SD Negeri 1 Panimbo bisa memberikan

masukan dan pengetahuan terhadap pendidikan inklusi

kepada masyarakat yang mempunyai anak ABK di

lingkungan sekitar.

Pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan sekolah

agar program inklusi mendapat dukungan dari masya-

rakat sudah tepat dalam pelaksanaannya yaitu disam-

paikan diawal tahun dan juga dalam pertemuan-

pertemuan di masyarakat. Ini artinya ada kontak lang

sung dengan masyarakat sebagaimana pendapat Suyanto

dan Mudjito (2012:13) yaitu hubungan dengan keluarga

sangat penting, agar sama-sama memiliki informasi dan

wujud nyata dari siswa secara detail. Diharapkan

masyarakat juga mempunyai pandangan yang sama

121

terhadap anak-anak berkebutuhan khusus sehingga bisa

memperlakukan mereka dengan baik. Dengan demikian

keman dirian anak-anak ABK akan bisa berkembang

bilamana masyarakat juga mendukung. Terlebih dengan

pendidikan inklusi yang memberikan pelayanan

kepadaanak-anak berkebutuhan khusus agar nantinya

bisa bermasyarakat ditempat tinggalnya.

4.3.2Komponen Input

Keberhasilan suata program tergantung dari ren-

cana yang telah dibuat oleh sekolah.Begitu juga halnya

dengan SD Negeri 1 Panimbo sebagai sekolah penyeleng-

gara pendidikan inklusi.Program tersebut diujudkan

dalam bentuk pengelolaan.Baik pengelolaan sarana

prasarananya, sumber dayanya, maupun pengelolaan

anak berkebutuhan khusus.Menurut Arikunto dan Jabar

(2014:4) program didefinisikan sebagai suatu unit atau

kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau imple-

mentasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses

yang terus menerus, dan terjadi pada organisasi yang

melibatkan sekelompok orang. Sedangkan Sukardi

(2014:4) program merupakan salah satu hasil kebijakan

yang penempatannya melalui proses panjang dan

disetujui oleh pengelolaagar dilaksanakan baik oleh

lembaga akademika maupun tenaga administrasi insti-

tusi. Program menurut Sa’ud dan Makmum (2009:182)

program menyangkut persiapan rencana-rencana yang

122

sepesifik disertai prosedur-prosedur untuk diterapkan

oleh lembaga.

Inti dari program menurut Arikunto dan Jabar,

Sukardi, Sa’ud dan Makmum adalahsuatu unit yang

merupakan implementasi kebijakan melalui proses pan-

jang dan disepakati bersama.Persamaan dari teori para

tokoh terdapat pada keterlibatan organisasi atau lembaga

dalam pelaksanaannya.Perbedaanya menurut Sa’ud dan

Makmum lebih rinci karena ada persiapan rencana yang

lebih khusus disertai prosedur dalam

penerapannya.Menurut pendapat dari ketiga tokoh

tersebut dapat disim- pulkan bahwa program adalah

rencana-rencana yang spesifik yang disepakati suatu

organisasi yang selanjut- nya untuk dilaksanakan dan

diterapkan baik secara aka- demik maupun secara tenaga

administrasi.Tabel 4.4

Rencana Program InklusiNo. Rencana Pelaksana Kerjasama Target

1SosialisasiPendidikan Inklusi

Kepala Sekolah,Guru

Guru, Komite,Masyarakat

SelamaProgramBerjalan

2 Identifikasi ABKKepala Sekolah,Guru

Guru,Komite

SelamaProgramBerjalan

3WhorkshopPenyelenggaraanInklusi

Kepala Sekolah,Guru

Komite,Masyarakat

SelamaProgramBerjalan

4 Kerjasama DenganTenaga Ahli

Kepala Sekolah,Guru

Komite,Masyarakat

SelamaProgramBerjalan

5 Pengadaan GPKKepala Sekolah,Guru

SLB, Pemerintah SelamaProgramBerjalan

6 Sumber DanaKepala Sekolah,Guru

Komite,Masyarakat

SelamaProgramBerjalan

7 Pengadaan Sarpras Kepala Sekolah Pemerintah Selama

123

,Guru, Komite ProgramBerjalan

8 Menjalin Kerjasamadengan Steakholder

Kepala Sekolah,Guru

Komite, WaliMurid,Masyarakat

SelamaProgramBerjalan

9 Membina Siswa keArah Life Skill

Kepala Sekolah,Guru

SLB, Tenaga Ahli SelamaProgramBerjalan

10 Menyiapkan ProgramPPI

Kepala Sekolah,Guru

GPK SelamaProgramBerjalan

Hasil dari dokumen sekolah

Hasil temuan dari proses mengenai workshop

penyelenggaraan pendidikan inklusi di SD Negeri 1

Panimbo kepala sekolah dan dua orang guru sudah

pernah mengikuti pelatihan atau workshop pendidikan

inklusi. Baik yang diselenggarakan oleh Plan Indonesia

Grobogan maupun oleh Pemerintah Provinsi. Pelatihan

dari plan diadakan tahun 2007 di Solo sedangkan

dariPemerintah Provinsi pada tahun 2010 dan tahun

2012 di BP-DIKSUS di Semarang. Hal ini sesuai

Permendiknas tahun 2009 yaitu a) Pemerintah

Kabupaten/Kota wajib menyelenggarakan kompetensi di

bidang pendidikan khusus bagi tenaga pendidik dan

tenaga kependidikan pada satuan pendidikan

penyelenggara pendidikan inklusi, b) Pemerintah dan

Pemerintah Provinsi mem bantu meningkatkan

kompetensi di bidang pendidikan pada satuan pendidikan

penyelenggara pendidikan inklusi. Akan tetapi mereka

yang sudah pernah mengikuti pelatihan baik kepala

sekolah maupun perwakilan dari guru, orangnya sudah

124

ada yang purna tugas dan dimu- tasi ke sekolah lain.

Sedangkan kepala sekolah dan guru-guru yang ada

sekarang belum pernah mengikuti workshop atau

pelatihan pendidikan inklusi.Untuk itu agar

penyelenggaraan pendidikan inklusi di SD Negeri 1

Panimbo bisa berjalan dengan baik, maka pihak

pemerintah supaya memperhatikan dan mengadakan

workshop atau pelatihan pendidikan inklusi bagi kepala

sekolah dan guru-guru.Dengan harapan setelah meng-

ikuti pelatihan pelayanan pada siswa ABK semakin

meningkat.

Hasil temuan input, Guru Pembimbing Khusus

(GPK) bahwa di SD Negeri 1 Panimbo belum terlaksana.

Hal ini dikarenakan sekolah belum pernah mendatangkan

GPK dari sekolah SLB. Masalahnya sekolah SLB adanya

jauh di kabupaten yang jarak tempuhnya dua jam lebih

dengan menggunakan sepeda motor. Disamping itu juga

masalah dananya yang tidak ada.Untuk itu pelayanan

kepada siswa ABK belum bisa maksimal karena peran

GPK dilakukan oleh guru kelas masing-masing.Dalam

kreteria pelaksanaan pendidikan inklusi masalah ini

sudah sesuai yaitu guru kelas sekaligus merangkap GPK.

Menurut Depdiknas bahwa sekolah penyelenggara inklusi

diharapkan memiliki guru pembimbing khusus yang

cukup untuk mendampingi guru-guru di sekolah inklusif

dalam proses pembelajaran, memberi pengayaan, mela-

125

kukan terapi dan membimbing anak-anak sesuai kekhu-

susannya (Depdiknas, 2007:9)

Temuan dari input sumber dana pendidikan

inklusi, dana penyelenggaraan inklusi diperoleh dari

APBD 1 melalui pengajuan proposal. Pengajuan proposal

dana tersebut juga tidak dilakukan setiap tahun, hanya

kalau ada kesempatan saja. Dari bantuan yang ada tentu

tidak cukup untuk penyelenggaraan pendidikan inklusi

setiap tahunnya. Mestinya sumber dana penyelenggaran

pendidikan inklusi tidak hanya diperoleh dari pemerintah

provinsi saja tetapi juga dari pemerintah pusat peme-

rintah daerah maupun dari pihak lain (masyarakat). Hal

tersebut sesuai PP nomor 48 Tahun 2008 Bab V pasal 51

ayat 2 menegaskan berdasarkan peraturan tersebut seha-

rusnya pemerintah, pemerintah daerah, dan masya-rakat

memberikan kontribusi terhadap pembiayaan pendidikan

inklusi agar lebih efektif.

Program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo

sudah dilaksanakan sesuai aturan dan kemampuan

sekolah. Hal itu sependapat dengan yang dinyatakan

Dhelpie (2009:70) bahwa layanan anak berkebutuhan

khusus terdapat beberapa modifikasi yang sesuai dengan

kebutuhan, antara lain kurikulum, lingkungan fisik

sekolah, proses hubungan sosial di kelas, media

mengajar, sistem evaluasi, dan struktur administrasi.

Begitu juga pendapat Sukardi (2014:3) yang menyatakan

126

evaluasi program berkaitan erat dengan suatu program

atau kegiatan pendidikan, termasuk diantaranya tentang

kurikulum, sumber daya manusia, penyelenggaraan pro-

gram, dan proyek penelitian dalam suatu lembaga.

4.3.3Komponen Proses

Pelaksanaan komponen proses program inklusi di

SD Negeri 1 Panimbo sudah mengacu pada pedoman

pelaksanaan pendidikan inklusi. Seperti pendapat dari

Stainback dan Stainback (Budiyanto, 2013:3) yang me-

nyatakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang

menampung semua siswa dalam satu kelas dengan situ-

asi yang sama. Pelayanan pendidikan diberikan secara

bersama-sama, tanpa membeda-bedakan disesuaikan

dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan siswa. Selain

itu sebagai sekolah inklusi SD Negeri 1 Panimbo bisa

menerima atau menampung anak-anak ABK yang men-

jadi bagian dari sekolah dengan menjalin hubungan yang

harmonis antara kepala sekolah, guru, siswa, komite dan

orang tua wali murid sehingga pelayanan siswa ABK

terpenuhi.

Dari hasil identifikasi siswa ABK yang dilakukan

guru dan kepala sekolah pada saat awal penerimaan

siswa baru (identifikasi sementara) menunjukkan bahwa

siswa ABK yang ada di SD Negeri 1 Panimbo terdiri dari

siswa slowleaner, tunarungu sedang, dan siswa tuna

daksa (folio). Dari identifikasi yang ada ini sudah sesuai

127

dengan pedoman Depdiknas, 2007:1 seperti dalam

penelitian Nono Haryono yang menyatakan bahwa dalam

mengidentifikasi ABK meliputi identifikasi fisik, mental,

entelektual, sosial, dan emosi. Hal tersebut sudah sesuai

dengan Kemendikbud 2013:19 yaitu peserta didik di

sekolah inklusi terdiri atas a) peserta didik pada umum-

nya/siswa normal dan b) peserta didik dengan kebu-

tuhan khusus yaitu peserta didik yang mempunyai

kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau mempunyai

potensi kecerdasan dan/bakat istimewa.

Identifikasi siswa ABK dilakukan bertujuan untuk

menetapkan jenis kelainan ABK dan memberikan bentuk

layanan yang sesuai dengan jenis kekurangan yang

mereka alami.Sebagaimana pendapat Suyanto dan

Mudjito 2012:41 yang menyatakan hasil identifikasi yang

dilakukan akan ditemukannya anak-anak berkelainan

yang perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus

melalui program inklusi.

Kurikulum yang di SD Negeri 1 Panimbo adalah

kurikulum KTSP.Penyusunan kurikulum melibatkan

kepala sekolah, guru, komite dan tokoh masyarakat

sebagai wakil dari wali murid. Kurikulum tersebut

kemudian oleh guru-guru diwujudkan dalam bentuk

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang diguna-

kan untuk pembelajaran di kelas. Adapun dalam RPP

128

berisi komponen pokok berupa tujuan, materi, proses dan

evaluasi. RPP yang dibuat guru menyesuaikan dengan

keadaan di lapangan terlebih hubungannya dengan kebu-

tuhan siswa ABK atau sekolah penyelenggara inklusi.

Walaupun belum ada modifikasi kurikulum guru-guru

sudah berusaha agar siswa ABK juga bisa

mengkutipembelajaran di kelas dengan setingRPP yang

fleksibel.

Temuan proses sarana prasarana, pada awal

penyelenggaran pendidikan inklusi di SD Negeri 1

Panimbo belum siap. Seiring berjalannya program,

pemerintah sudah mulai memperhatikan dan memberi

bantuan.Untuk mendapatkan bantuan tersebut sekolah

harus membuat pengajuan proposal yang ditujukan

Pemerintah Provisi melalui Pemerintah Kabupaten

Grobogan. Bantuan yang diusulkan tersebut setelah

turun diwujudkan berupa barang.Walau sudah men-

dapat bantuan sarana dan prasarana dari pemerintah,

sarana prasarana di sekolah masih kurang. Kenyataan di

lapangan sekolah baru mempunyai lima ruang kelas, satu

kantor, dua WC anak dan dua WC guru yang ada di

kantor. Melihat kenyataan yang ada maka sarana dan

prasarana di SD Negeri 1 Panimbo perlu ada

tambahan.Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh

Gusti Nono Haryono yang berjudul: ”Studi Evaluasi

Program Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan

129

Khusus di Sekolah Dasar Kabupaten Pontianak”

menyatakan bahwa sebagai penyelenggara pendidikan

inklusi pelaksana- annya sudah sesuai kreteria walaupun

banyak yang belum dimiliki. Lain halnya dengan

Depdiknas bahwa sarana dan prasarana umum yang

dibutuhkan di sekolah inklusi relative sama dengan

sarpras reguler pada umumnya termasuk minimal

memiliki ruang praktikum/laboratorium, ruang BP/BK,

ruang UKS, dan ruang ibadah (Depdiknas 2009:94).

4.3.4Komponen Produk

Hal yang ditemukan dalam produk yaitu adanya

peningkatan siswa ABK baik mengenai kemampuan baca

tulisnya maupun prestasi yang diraih dalam mengikuti

lomba-lomba terutama dibidang non akademik yaitu

lomba melukis pada kegiatan POPDA ditingkat keca-

matan yang diikuti siswa slow leaner dan menjadi juara

dua. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan produk-

tifitas siswa ABK.Sedangkan kejuaran yang diraih siswa

normal adalah juara 2 lomba matematika dan juara 2 seni

baca alqur’an (qiroat).Pelaksanaan pendidikan inklusi di

SD Negeri 1 Panimbo terdiri dari kepala sekolah, guru-

guru, komite, orang tua siswa. Sedangkan penanggung-

jawab adalah kepala UPTD Pendidikan Kecamatan dan

sebagai penasehat adalah Penilik Sekolah Binaan (PS

dabin 2). Hasil penelitian ini sudah sesuai dengan meka-

nisme pendirian sekolah inklusi berdasarkan Kemen-

130

diknas2013:41 yaitu kesiapan sekolah dalam penyeleng-

garaan program pendidikan inklusif yang terdiri dari

(kepala sekolah, guru, komite, peserta didik dan orang tua

wali). Sebagai pelaksana disini kepala sekolah berperan

sebagai manajemen, guru-guru sebagai sumber daya atau

tenaga, komite dan orang tua sebagai mitra kerja atau

peran serta masyarakat (PSM) dan siswa sebagai

objeknya.

Secara keseluruhan dari komponen produk,

penyelenggaraan pendidikan inklusi sudah baik, namun

masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan.Diantaranya

kemampuan siswa ABK dalam belajarnya, pengembangan

prestasi dibidang non akademik.Begitu juga dalam hal

kemampuan bersosialisai karena itu sangat penting bagi

siswa ABK yang nantinya berguna dalam kehidupan

dimasyarakat. Untuk peningkatan pelaksanaan program

tersebut tidak cukup hanya dilakukan oleh satu orang

saja tetapi perlu adanya kerjasama antara kepala sekolah,

guru-guru, komite, wali murid dan masyarakat.Hubu-

ngan yang baik antar semua pihak itu sangat penting

sebagai modal dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi

yang akan membantu bagi anak-anak berkebutuhan

khusus dalam pendidikannya sehingga harapan peme-

rintah bisa terwujud.

Hasil penelitian dari Lipsky, Dorothy, Kerzner,

Gartner, Alan dengan judul:”The Evaluation of Inclusive

131

Educations Programe” (1995)dengan hasil kecenderungan

yang kuat antara peningkatan hasil belajar siswa

(akademis,perilaku, dan sosial) baik mahasiswa program

pendidikan khusus maupun yang umum. Keberhasilan

program pendidikan inklusi mencakup kepemimpinan,

kerjasama, sumber daya, dana, dan keterlibatan stake-

holder secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan

program pendidikan inklusi yang paling penting bisa

memberikan bekal kepada anak-anak berkebutuhan

khusus dalam menghadapi kehidupan di masyarakat

untuk mandiri.Tabel 4.5

Keterlaksanaan ProgramPendidikan inklusi diSD Negeri 1 Panimbo

No. ProgramKeterlaksanaan

Terlaksana Tidak1 Sosialisasi Pendidikan Inklusi V2 Identifikasi ABK V

3Whorkshop PenyelenggaraanInklusi

V

4 Kerjasama Dengan Tenaga Ahli V5 Pengadaan GPK V6 Sumber Dana V7 Pengadaan Sarpras V

8Menjalin Kerjasama denganStakeholder

V

9 Membina Siswa ke Arah Life Skill V10 Menyiapkan Program PPI V

132

Tabel tersebut menunjukkan bahwa dari program

yang telah dibuat dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan

program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo

masuk katagori baik karena dari program yang ada yang

bisa terlaksana baru ada tujuh komponen sedangkan tiga

komponen lagi masih perlu diperbaiki dan ditindak

lanjuti. Prosentasi keberhasilan pelaksanaan

programpendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo yaitu:

7/10x100%=70%.

4.5 Hambatan dan Solusi4.5.1 Hambatan

Sebagai sekolah reguler penyelenggara pendidikan

inklusi tentu hambatan dan kesulitan selalu ada. Lebih-

lebih sekolah tersebut berada di wilayah terpencil yang

jauh dari kabupaten. Hambatan yang dialami guru-guru

yaitu masih mengalami kesulitan dalam menyampaikan

materi kepada siswa ABK terlebih kepada siswa tuna

rungu dan tuna daksa. Selain itu, cara membimbing

siswa ABK yang tepat agar bisa maksimal.Hambatan

lainnya termasuk pengadaan GPK dan kerjasama dengan

tenaga ahli (psikolog).

4.5.2 SolusiPengadaan guru pembimbing khusus (GPK) segera

dilakukan agar siswa ABK yang ada bisa terlayani sesuai

kebutuhan mereka masing-masing.

133

Kerjasama dengan tenaga ahli atau psikolog segera

dilakukan supaya jenis ABK bisa dideteksi. Hal tersebut

sesuai pendapat dariSuyanto dan Mudjito 2012:41 yang

menyatakan hasil identifikasi yang dilakukan akan

ditemukannya anak-anak berke- lainan yang perlu

mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui

program inklusi.